DETEKSI ANTIBODI SPESIFIK FILARIA IgG4 DENGAN PAN LF PADA ANAK SEKOLAH DASAR UNTUK EVALUASI KEBERHASILAN PROGRAM ELIMINASI FILARIASIS Lutfie, Taniawati Supali Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRAK Hingga saat ini, filariasis adalah salah satu penyakit infeksi yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Sebagai upaya eliminasi filariasis limfatik, WHO mencanangkan program pengobatan masal yang berlangsung selama enam tahun menggunakan kombinasi DEC – albendazol. Adapun program eliminasi filariasis di Kabupaten Alor, NTT, sudah dimulai sejak tahun 2002. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keberhasilan program tersebut melalui pengukuran kadar antibodi spesifik filaria IgG4 dengan Pan LF. Penelitian menggunakan desain potong lintang pada anak Sekolah Dasar di Kabupaten Alor, NTT. Sampel darah dikumpulkan dari 1232 anak SD usia 3 hingga 10 tahun, yang terdiri dari 629 anak laki – laki dan 603 anak perempuan. Hasil yang diperoleh menunjukkan terjadinya penurunan prevalensi positif IgG4 secara signifikan. Prevalensi IgG4 tidak dipengaruhi oleh umur (p=0,765) maupun jenis kelamin (p=0,941), akan tetapi dipengaruhi oleh kecamatan tempat tinggal (p=0,042). Disimpulkan bahwa pengobatan massal yang dilakukan di Kabupaten Alor berhasil menurunkan prevalensi positif IgG4 pada anak SD. Kata kunci
: filariasis, IgG4, Pan LF, anak SD, pengobatan masal, Alor
ABSTRACT Until now, filariasis is one of the infectious diseases troubling the world. To eliminate it, WHO implements a six year mass drug administration program using the combination of DEC-albendazol. The elimination program in Alor district, NTT, has been started since 2002. The purpose of this research is to evaluate the program by measuring IgG4 antibody titre with Pan LF. This study uses cross sectional design to elementary school students in Alor district, NTT. The blood samples were collected from 1232 elementary school students whose ages ranged from three to ten years old, consisted of 629 boys and 603 girls. The result shows a significant decrease of positive IgG4 prevalence. The prevalence is not influenced by age (p=0,765) and sex (p=0,941), but is influenced by subdistrict (p=0,042). It is concluded that the mass drug administration held in Alor district succeed to lower the positive IgG4 prevalence on elementary school students. Keywords
: filariasis, IgG4, elementary school students, mass drug administration, Alor
Deteksi Anytibodi ..., Lutfie, FK UI, 2012
Pendahuluan
Filariasis limfatik akibat infeksi dari superfamili Filaroidea dapat disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.1,2,3 Sebagaiamana diresolusikan World Health Assembly (WHA), filariasis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia sejak tahun 1997.2,4 Pada tahun 2010, diperkirakan infeksi terjadi pada lebih dari 700 juta orang di seluruh dunia, dengan 60 juta orang di antaranya berada di Asia Tenggara.3 Dari seluruh negara di dunia, Indonesia adalah satu – satunya negara dengan ketiga jenis agen tersebut. Terhitung pada tahun 2009, kurang lebih telah dilaporkan 11.914 kasus, dengan sebaran terbanyak pada provinsi Nangroe Aceh Darussalam (2.350), Nusa Tenggara Timur (1.730), dan Papua (1.158).2 Endemisitas di Indonesia berada pada rentang 0 – 40% dan 356 dari 495 kabupaten / kota (71,9%) dinyatakan endemis filariasis.2 Adapun infeksi filariasis di NTT terutama disebabkan oleh W.bancrofti dan B.timori.5,6,7 Sebelum pengobatan massal dilakukan, tercatat 759 penduduk Alor, termasuk anak – anak, telah terjangkit infeksi. Prevalensi mikrofilaremia positif pada usia 5 – 10 tahun menunjukkan angka 20% dan 81% untuk positif IgG4. Temuan ini sedikit lebih tinggi pada anak laki – laki (22%) apabila dibandingkan dengan wanita (19%) untuk mikrofilaremia, sedangkan untuk IgG4 tidak jauh berbeda.9 Tingginya angka ini tentu juga terkait dengan tingginya risiko penularan penyakit. Padahal, filariasis diketahui tidak jarang menimbulkan kecacatan permanen yang bersifat ireversibel.3,5 Bahkan, pada anak, infeksi filariasis dapat bermanifestasi lebih berat.10 Untuk itu, Indonesia telah berupaya menangani infeksi ini sejak tahun 1970, akan tetapi belum ditemukan penurunan prevalensi yang bermakna.1 Di tengah usaha tesebut WHO pada tahun 2000 mencanangkan Global Program for the Elimination of the Lymphatic Filariasis (GPELF). Target dari program ini adalah bebas filariasis pada tahun 2020.2,4,12 Strategi yang dilakukan adalah pengobatan masal dengan dietilkarbamazin atau ivermectin tunggal atau dapat pula dikombinasikan dengan albendazol setiap tahun untuk empat sampai enam tahun.7,13 Indonesia tergabung sebagai salah satu negara yang ikut serta dalam GPELF pada tahun 2001.1,2 Aplikasi program dijalankan di Kabupaten Alor pada tahun 2002 dan 2003.5
Deteksi Anytibodi ..., Lutfie, FK UI, 2012
Sebagai upaya evaluasi, perlu dilakukan pemeriksaan darah pada anak usia sekolah dasar dengan usia minimal dua tahun dan umumnya di bawah sepuluh tahun. Meskipun WHO menganjurkan metode diagnostik parasitologis, pada praktiknya ditemukan beberapa kendala pada pemeriksaan darah tebal di daerah rural. Oleh karena itu, dikembangkan metode diagnostik serologis melalui deteksi antibodi IgG4 Brugia Rapid (BR) maupun Pan LF untuk filariasis brugia.5,15 Metode dapat langsung dilakukan di lokasi memakai sampel darah kapiler pada siang hari, sehingga menutupi kesulitan yang sejauh ini ditemui.4,14 Di samping itu, sensitivitas alat ini ternyata mencapai 98% serta spesivisitas 99%. Pan LF dalam hal ini memiliki kelebihan karena mampu mendeteksi antibodi dalam filariasis Brugia dan Wuchereria.15,16 Oleh karena itu, pada penelitian ini, digunakan Pan LF untuk deteksi antibodi agar diperoleh prevalensi terkini untuk kasus filariasis pada anak usia Sekolah Dasar di Alor. Kemudian, data ini akan dibandingkan dengan data sebelum pengobatan masal, sehingga dijadikan pedoman evaluasi keberhasilan program eliminasi filariasis di Kabupaten Alor.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan desain cross-sectional analitik untuk mengetahui prevalensi IgG4 positif pada anak SD di daerah endemis filariasis pasca pengobatan missal serta mencari kaitannya dengan umur, jenis kelamin, serta daerah asal. Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 1 dan 2 SD di Kabupaten Alor dengan populasi terjangkau ialah mereka yang bertempat tinggal di sekitar 20 puskesmas kabupaten setempat. Sampel diambil dari murid usia dua hingga sepuluh tahun yang berasal dari 41 Sekolah Dasar di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur dan telah tersedia di Departemen Parasitologi, FKUI. Penelitian dimulai dari bulan Agustus 2011 hingga bulan Juli 2012. Subjek akan dieksklusi apabila mengalami sakit berat atau menolak berpartisipasi.
Deteksi Anytibodi ..., Lutfie, FK UI, 2012
Adapun sampel dipilih dengan metode cluster sampling berdasarkan wilayah puskesmas pada kabupaten Alor sebanyak 1.656 orang, sesuai jumlah minimal yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 1.548 anak (52 siswa per SD dari 30 SD). 21 Setelah dilakukan pemeriksaan serologi, hasil valid hanya diperoleh dari 1.232 anak. Spesimen untuk penelitian ini adalah darah hasil tusukan jari, yang kemudian diperiksa kadar antibodinya dengan Pan LF Rapid. Data kemudian diolah dengan program SPSS 18.0.0 lalu dicari hubungan kadar antibodi dengan usia, jenis kelamin, maupun kecamatan. Uji yang dilakukan adalah Chi square ataupun Fisher’s Exact test dengan Hasil uji tergolong bermakna bila diperoleh p < 0,05.
Hasil dan Pembahasan Penelitian ini menghasilkan data valid untuk sampel sebanyak 1.232 anak. Sebaran umur diperlihatkan oleh gambar 4.1, jenis kelamin oleh gambar 4.2, dan daerah kecamatan asal pada tabel 4.1.
400
310
327
358
300 Jumlah 200 Sampel 100
237
0 < / = 6
7
8
> 9
Usia
Gambar 1. Sebaran Umur Subyek Penelitian
49%
51%
Laki -‐ laki Perempuan
Gambar 2. Sebaran Jenis Kelamin Subyek Penelitian
Deteksi Anytibodi ..., Lutfie, FK UI, 2012
Tabel1. Sebaran Asal Kecamatan Subyek Penelitian No
Asal Kecamatan
Jumlah
Persentase
Subyek Penelitian
1
Alor Timur Laut
47
3,82%
2
Alor Barat Daya
174
14,13%
3
Alor Timur
167
13,57%
4
Alor Barat Laut
206
16,65%
5
Alor Selatan
139
11,29%
6
Alor Tengah
99
8,04%
Utara 7
Alor Kabola
62
5,04%
8
Alor Teluk
96
7,80%
Mutiara 9
Pantar
83
6,74%
10
Pantar Timur
63
5,12%
11
Pantar Tengah
50
4,06%
12
Pantar Barat
46
3,74%
Diperoleh hasil bahwa hasil positif untuk antibodi anti filaria IgG4 terdeteksi pada 12 anak (0,97%). Dibandingkan dengan persentase awalnya pada tahun 2001, yaitu 81%, dapat dikatakan ditemukan penurunan yang signifikan.9
Deteksi Anytibodi ..., Lutfie, FK UI, 2012
100% 80%
81%
60%
Prevalensi PosiHf IgG4
40% 20% 0%
0.97% Sebelum Setelah Pengobatan Pengobatan Masal Masal
Gambar 3. Perbandingan Prevalensi Positif IgG4 Sebelum dan Sesudah Pengobatan Masal Sesuai pedoman Departemen Kesehatan Indonesia dan WHO, program dinyatakan berhasil bila prevalensi mikrofilaria kurang dari 1%. Dalam hal ini, eliminasi tidak perlu dilanjutkan dan pengobatan hanya dilakukan secara selektif pada anak dengan mikrofilaria. Sebagai konversinya, prevalensi antibodi IgG4 umumnya mendekati dua atau tiga kali lipat dari prevalensi mikrofilaria.9 Dengan temuan prevalensi IgG4 0,97%, dapat diprediksi prevalensi mikrofilaria sekitar 0,34%. Oleh karena itu, pengobatan masal dinyatakan berhasil. Selain didukung oleh faktor utamanya yaitu efek farmakologis obat, keberhasilan ini juga merupakan akibat dilakukannya intervensi Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) sebelum pengobatan masal, yaitu dari 54% menjadi 89%.20 Intervensi ini berhasil meningkatkan jumlah peserta dari 21% menjadi 88%, dimana diprediksi nilai keikutsertaan lebih dari 70% adalah salah satu faktor esensial untuk keberhasilan program.5,20,22 Ditinjau dari segi usia, diperoleh hasil bahwa kelompok usia lebih dari sembilan tahun memiliki prevalensi angka tertinggi, dengan sebarannya diperlihatkan pada gambar 4.4.
Deteksi Anytibodi ..., Lutfie, FK UI, 2012
1.50% Prevalensi 1.00% Posi3f IgG4 0.50%
0.97%
1.27%
1.22% 0.56%
0.00% < / = 6
7
8
> 9
Usia
Gambar 4. Prevalensi IgG4 Positif berdasarkan Kelompok Umur Uji Fischer menunjukkan nilai p = 0,765, sehingga dikatakan tidak terdapat perbedaan proporsi untuk prevalensi filariasis pada setiap kelompok umur. Adapun tingginya prevalensi pada anak yang berusia lebih dari sembilan tahun dapat saja disebabkan oleh jumlah subjek penelitian yang lebih sedikit untuk kelompok usia tersebut. Meskipun hasil temuan ini tidak bersesuaian dengan penelitian Supali, dkk., hasil ini diperkirakan terkait dengan tingginya endemisitas hanya pada daerah / kecamatan tertentu.9 Apabila kelompok usia tertentu mendominasi daerah ini, maka prevalensi positif untuk IgG4 yang diperoleh juga dapat saja lebih tinggi.22 Ditinjau dari jenis kelamin, filariasis didapatkan sama pada laki – laki dan perempuan. Hasil analisis statistik dengan uji Chi square menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan bila dilihat dari jenis kelamin (p = 0,941).
50%
50%
Laki -‐ laki Perempuan
Gambar 5. Prevalensi Positif IgG4 berdasarkan Jenis Kelamin Hasil temuan ini sesuai dengan studi oleh Supali, dkk. 9 Pada penduduk dewasa, laki – laki umumnya memiliki prevalensi yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh lebih tingginya risiko tergigit oleh nyamuk di tempat pekerjaan mengingat pencaharian utama di Kabupaten Alor adalah petani.8
Deteksi Anytibodi ..., Lutfie, FK UI, 2012
Hasil temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar anak SD dengan usia di bawah 10 tahun belum bekerja di persawahan, yang menjadi tempat utama penularan larva filaria melalui gigitan nyamuk. Dilihat dari kecamatan asal siswa, terlihat bahwa hanya empat dari dua belas yang masih positif untuk kasus filariasis. Sebaran data diperlihatkan oleh tabel 2. Tabel 2. Prevalensi Positif IgG4 berdasarkan Kecamatan No
Asal Kecamatan
1
Alor Timur
Prevalensi
Persentase
Positif IgG4
0
0%
1
0,09%
Laut 2
Alor Barat Daya
3
Alor Timur
6
0,52%
4
Alor Barat
0
0%
Laut 5
Alor Selatan
4
0,34%
6
Alor Tengah
0
0%
Utara 7
Alor Kabola
0
0%
8
Alor Teluk
0
0%
Mutiara 9
Pantar
1
0,09%
10
Pantar Timur
0
0%
11
Pantar
0
0%
0
0%
Tengah 12
Pantar Barat
Uji Fischer Exact test menghasilkan nilai p = 0,042%, dengan interpretasi bahwa lokasi / kecamatan berpengaruh secara signifikan pada prevalensi positif IgG4.
Deteksi Anytibodi ..., Lutfie, FK UI, 2012
Temuan ini disebabkan oleh hasil positif antibodi yang hanya ditemukan pada 5 dari 41 SD. Adapun kelima SD tersebut berada pada 4 (33%) dari total 12 kecamatan. Hasil ini dapat merefleksikan infeksi filariasis aktif yang terjadi pada anak, akan tetapi, dapat juga menggambarkan endemisitas awal yang tinggi di kecamatan tertentu.22 Berdasarkan hasil studi Rahmah, dkk., pada daerah dengan endemisitas rendah, IgG4 umumnya bertahan selama 6 bulan hingga 2 tahun pasca pengobatan massal.16 Witt dan Ottesen juga menunjukkan bahwa prevalensi mikrofilaria akan lebih besar pada daerah dengan endemisitas tinggi. Selain itu, respon antibodi yang ditimbulkannya juga akan menjadi lebih tinggi. Sebagai akibatnya, penurunan kadar IgG4 membutuhkan waktu lebih panjang bila dibandingkan dengan anak SD dari kecamatan dengan endemisitas awal rendah.9,10 Pada anak SD dengan hasil positif pada deteksi Pan LF, disarankan untuk dilakukannya pemeriksaan
mikrofilaria.
Tahapan
ini
dimaksudkan
untuk
membedakan
apakah
terdeteksinya IgG4 menandakan infeksi aktif atau hanya disebabkan oleh tingginya endemisitas awal daerah tinggal.18 Adapun temuan mikrofilaremia harus dilanjutkan dengan tata laksana.14
Simpulan Berdasarkan data pada penelitian ini, diketahui bahwa prevalensi positif untuk antibodi IgG4 pada murid Sekolah Dasar di Kabupaten Alor menurun dari 81% menjadi 0.97% pasca pengobatan masal. Dalam hal ini, tidak ditemukan kaitan langsung antara infeksi yang terjadi dengan kelompok umur (p = 0,765) maupun jenis kelamin (p = 0.941), namun terdapat kaitan dengan kecamatan asalnya (p = 0,042), dimana dari dua belas wilayah kecamatan yang diperiksa, hanya empat yang masih menunjukkan prevalensi hasil positif di bawah 1%. Hubungan antara endemisitas dengan temuan prevalensi antibodi harus dikaji lebih lanjut. Penelitian ini juga melahirkan saran dilakukannya pemeriksaan mikrofilaria pada anak yang masih memiliki antibodi IgG4. Di samping itu, melihat dampak positif dari program eliminasi di kabupaten ini, hendaknya dapat dijadikan pelajaran dan diaplikasikan pada tempat lain.
Deteksi Anytibodi ..., Lutfie, FK UI, 2012
Ucapan Terima Kasih Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Dra. Taniawati Supali sebagai pembimbing serta rekan-rekan yang tergabung dalam kelompok penelitian ini.
Daftar Acuan 1. Oqueka T, Supali T, Ismid IS, Purnomo, Rucket P, Bradley M, et al. Impact of Two Rounds of Mass Drug Administration Using Diethylcarbamazine Combined with Albendazole on the Prevalence of Brugia timori and of Intestinal Helminths on Alor Island, Indonesia. Filaria Journal. 2005; 4: 5. 2. Brahim R, Hasnawati, Anggraeni ND, Ismandari F. Filariasis di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi. 2010; 1: 1-8. 3. Wahyono TY. Analisis Epidemiologi Deskriptif Filariasis di Indonsia. Buletin Jendela Epidemiologi. 2010; 1: 9-14. 4. Ottesen EA. The Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis. Tropical Medicine and International Health. 2010; 5 (9): 591-4. 5. Supali T. Keberhasilan Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Buletin Jendela Epidemiologi. 2010; 1: 20-3. 6. Fischer P, Supali T, Maizels RM. Lymphatic Filariasis and Brugia timori: Prospects for Elimination. Trends in Parasitology. 2004; 20 (8): 351-5. 7. Supali T, Ismid IS, Ruckert P, Fischer P. Treatment of Brugia timori and Wuchereria bancrofti Infections in Indonesia Using DEC or a Combination of DEC and Albendazole: Adverse Reactions and Short-term Effects on Microfilariae. Tropical Medicine and International Health. 2002; 7 (10): 894 – 901. 8. Supali T, Wibowo H, Ruckert P, Fischer K, Ismid IS, Purnomo, et al. High Prevalence of Brugia Timori Infection in the Highland of Alor Island, Indonesia. Am.J.Trop.Med.Hyg. 2002; 66 (5) : 560 - 5. 9. Supali T, Rahmah N, Djuardi Y, Sartono E, Ruckert P, Fischer P. Detection of Filarialspecific IgG4 Antibodies Using Brugia Rapid Test in Individuals from an Area Highly Endemic for Brugia Timori. Acta Tropica. 2004; 90. 255-61. 10. Witt C, Ottesen EA. Lymphatic Filariasis: an Infection of Childhood. Tropical Medicine and International Health. 2001; 6 (8) : 582 – 606. 11. Shenoy RK. Lymphatic Filariasis in Children. J. Commun.Dis. 2006; 38 (2): 118-23.
Deteksi Anytibodi ..., Lutfie, FK UI, 2012
12. Zhang Y, MacArthur C, Mubila L, Baker S. Control of Neglected Tropical Diseases Needs a Long-term Commitment. BMC Medicine. 2010; 8: 67. 13. Purwantyastuti. Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis. Buletin Jendela Epidemiologi. 2010; 1: 15-9. 14. Weil GJ, Ramzy RM. Diagnostic Tools for Filariasis Elimination Programs. Trends in Parasitology. 2006; 23 (2): 78-81. 15. Rahman RA, Cheah HY, Noordin R. Pan LF-ELISA Using BmR1 and BmSXP Recombinant Antigens for Detection of Lymphatic Filariasis. Filaria Journal. 2007; 6: 10. 16. Noordin R, Makoto I, Eisaku K, Rahman RA, Ravindran B, Mahmud R, et al. Multicentre Evaluations of Two New Rapid IgG4 Tests (WB Rapid and Pan LF Rapid) for Detection of Lymphatic Filariasis. Filaria Journal. 2007; 6: 9. 17. McCarthy J. Diagnosis of Lymphatic Filarial Infections. In: Nutman TB, Pasvol G, Hoffman SL, editors. Lymphatic Filariasis. London: Imperial College Press; 2000. p. 127-39. 18. Fink DL, Fahle GA, Fischer S, Fedorko DF, Nutman TB. Toward Molecular Parasitologic Diagnosis: Enhanced Diagnostic Sensitivity for Filarial Infections in Mobile Populations. Journal of Clinical Microbiology. 2011; 49 (1): 42-7. 19. Nisonoff A. Introduction to Molecular Immunology. Sunderland: Sinauer Associates; 1982.p.47-8. 20. Krentel A, Fischer P, Manoempil P, Supali T, Servais G, Ruckert P. Using Knowledge, Attitudes, and Practice (KAP) Surveys on Lymphatic Filariasis to Prepare a Health Promotion Campaign for Mass Drug Administration in Alor District, Indonesia. Tropical Medicine and International Health. 2006; 11 (11): 1731 – 40. 21. WHO. Lymphatic Filariasis: A Manual for National Elimination Programmes. Geneva: World Health Organization Press; 2011: p. 54, 71 -6. 22. Kyelem D, Biswas G, Bockarie MJ, Bradley MH, El-Setouhy M, Fischer PU, et al. Determinants of Success in National Programs to Eliminate Lymphatic Filariasis: A Perspective Identifying Essential Elements and Research Needs. Am J Trop Med Hyg. 2008; 79 (4): 480-4.
Deteksi Anytibodi ..., Lutfie, FK UI, 2012