KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION SUMATERA
Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 Tim Penyusun Pengarah: Drs. Amral Fery, M.Si. (Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera) Penanggung Jawab Teknis Ahmad Isrooil, S.E. (Kepala Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan Lingkungan Hidup) Koordinator Zuchri Abdi, S.Si. M.Sc. Penyusun: Suharyani, SP., M.Si. Nurul Qisthi Putri, S.H. Leonardo Siregar, S.T. Ferdinand, S.S. M.ES. Fran David Yuni Ayu Annysha Tenaga Ahli: Dr. Langgeng Wahyu Santosa, M.Si. (UGM) Dr. Agus Joko Pitoyo, M.A. (UGM) Agus Suyanto, S.Hut., M.Sc. (UGM) Asisten Tenaga Ahli: Ahmad Cahyadi, S.Si., M.Sc. (UGM) Bahtiar Arif Mujianto, S.Si. (UGM)
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, Jl. HR. Soebrantas Km 10,5 Panam - Pekanbaru Telepon/Fax (0761) 62962
Kata Pengantar Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendakNya Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH) Ekoregion Sumatera ini dapat diselesaikan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera (P3ES) menggunakan metode Jasa Ekosistem (Ecosystem Services) dengan pendekatan spasial untuk menentukan DDDTLH Ekoregion Sumatera. Pengintegrasian DDDTLH kedalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) akan lebih mudah dan komprehensif dengan pendekatan spasial karena KRP yang terkait dengan sumberdaya alam dan lingkungan hidup selalu menempati ruang tertentu dan bersinggungan bahkan bertampalan dengan jasa-jasa yang disediakan oleh ekosistem yang tidak lain adalah bentuk lain dari bentang lahan. Sebagaimana diketahui bersama, pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagai dasar pertimbangan dalam pembangunan sebenarnya telah diamanatkan sejak ditetapkannya UndangUndang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang 23 Tahun 1997, fungsi daya tampung dan daya dukung lingkungan sebagai dasar perencanaan dan pengendalian pembangunan semakin diperjelas. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, amanat daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang pada sejumlah pasal, diantaranya Pasal 12 yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari
i
penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari proses penyusunan KLHS dan RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan lingkungan hidup baik di pusat maupun di daerah. Hasil kajian DDDTLH Ekoregion Sumatera ini disajikan dalam dua (2) seri buku yang terdiri dari Buku 1 yang berisi deskripsi tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem dan Buku 2 yang berisi deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala1:250.000. Dengan selesainya kedua buku ini maka salah satu tahapan dalam proses perencanaan pengendalian pembangunan dibidang lingkungan hidup dan kehutanan di Ekoregion Sumatera telah dapat diselesaikan. Tahapan berikutnya adalah bagaimana mengimplementasikan dan mengintegrasikan hasil-hasil kajian ini kedalam perencanaan pembangunan di daerah. Tentu saja untuk sampai ketahap itu bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan upaya-upaya lanjutan seperti misalnya mensosialisasikannya dan melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam hal penyusunan dan pemanfaatan data dan informasi DDDTLH. Terakhir, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi bagi terwujudnya kedua buku ini baik dari kalangan akademisi, praktisi dan birokrasi, serta orang-perorang yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Selanjutnya, kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat diharapkan. Terima kasih. Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera,
Drs. Amral Fery, M.Si
ii
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar DESKRIPSI KARAKTERISTIK FISIK EKOREGION PULAU SUMATERA .............................................................................. A.1 Kerangka Fikir dan Teknik Penyusunan Peta Ekoregion ................................................................... A.2 Deskripsi dan Karakteristik Fisik (Abiotik) Satuan Ekoregion Pulau Sumatera Skala 1 : 250.000.............. A.2.1 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur (M1)................................... A.2.2 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir (M2) ...................................... A.2.3 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Gambut (O1) ............................................................................. A.2.4 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pulau Terumbu Karang (O2) ................................................................. A.2.5 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluviovulkanik (F1) ............................................................... A.2.6 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (F2). A.2.7 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluviomarin (F3).................................................................... A.2.8 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Perkotaan (A1).............................................................................. A.2.9 Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi (V1) ........................................................... A.2.10 Satuan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi (V2) A.2.11 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi (V3) ........................................................... A.2.12 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan (S1.P); .......................................... A.2.13 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan (S2.P) ........................................... A.2.14 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan (S3.P1) ….................. A.2.15 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan (S3.P2) ....................... A.2.16 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Lipatan (S1.L) ….......................................... A.2.17 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Lipatan (S2.L) ............................................ A.2.18 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan (S3.L2) ........................ A.2.19 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional (D2) …...................................................
iii
i iii v vi A1 A1 A10 A11 A14 A16 A17 A18 A20 A26 A29 A30 A38 A43 A46 A46 A58 A58 A61 A61 A63 A65
A.2.20 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki Perbukitan Denudasional (D3) ................................... A.2.21 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Denudasional (D4) ................................... DESKRIPSI KARAKTERISTIK HAYATI EKOREGION PULAU SUMATERA B.1 Ekoregion Bentangalam asal proses Marin ................ B.2 Ekoregion Bentangalam asal proses Organik ............. B.3 Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial ............... B.4 Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik .... B.5 Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik ............ B.6 Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik (Struktural) ................................................................. B.7 Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional.....
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Pulau Sumatera
A65 A67 B1 B3 B5 B6 B10 B12 B15 B17 C1
C.1 C.2
Ekoregion Bentangalam asal proses Marin ................ Ekoregion Bentangalam asal proses Organik..............
C1 C5
C.3
Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial................
C8
C.4
Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik....
C12
C.5
Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik............
C14
C.6
Ekoregion
C.7
Bentangalam
asal
proses
Tektonik
(Struktural)..................................................................
C18
Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional.....
C26
iv
DAFTAR TABEL Tabel A.1.1 A.1.2 A.1.3 A.2.1
A.2.2
A.2.3
B.1 01
02
0.3
Hal. Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi ......................................................................... Rujukan Utama untuk Analisis Genesis di Wilayah Kajian Klasifikasi Ekoregion Berbasis Bentanglahan Pulau Sumatera skala 1 : 250.000 ................................................ Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat ................................................................... Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat ................................................................................... Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat ................................................................... Kepemilikan RTH di Pulau Sumatera .................................. Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 Aspek Karakteristik Bentanglahan, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Alam Non-Hayati (Abiotik) ... Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Hayati .......................................................... Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya .......................
v
A3 A5 A7
A33
A53
A56 B11
I-1
I-18
I-22
DAFTAR GAMBAR Hal.
Gambar A.1.1
A.1.2 A.2.1a
A.2.1b
A.2.1c
A.2.2a
A.2.2b
A.2.2c
Kenampakan Struktur Kulit Bumi akibat Tenaga dan Proses Geomorfologi yang bekerja dari dalam maupun permukaan Bumi Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan Kenampakan Dusun I Pantai Cermin Kecamatan Parbaungan yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara Kenampakan Tanah Aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu (pasir kuarsa), struktur lepaslepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang, pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara Kenampakan Ekosistem Hayati Hutan Mangrove dengan vegetasi utama Api-api (Avecinea sp.) dan Nipah (Nifa fruticans) yang terdapat pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara Kenampakan aliran Sungai Rambang di Desa Sei Rampah dengan bentuk pemanfaatan lahan di sekitarnya berupa kebun campur dengan tanaman jagung, ketela pohon, dan sagu (gambar atas); dan kenampakan lahan sawah irigasi tanaman padi, serta perkebunan kelapa sawit di Desa Sukadamai (gambar bawah), yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial di Kecamatan Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (kiri atas) di daerah Batanganai, Padang Pariaman, dengan jenis tanah asosiasi Aluvial-Vertisol yang mengandung lempung cukup tinggi dan akan mengalami retakretak saat kekurangan air (kanan atas); dan kenampakan Sungai Batanganai yang mengalir sepanjang tahun, dengan material pasir dan batu sungai yang dimanfaatkan penduduk untuk dijual sebagai bahan bangunan Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) di daerah Kampuang Tengah, Lubuk Basuang, Agam, yang tersusun atas asosiasi tanah Aluvial-
vi
A4
A6 A13
A14
A14
A22
A24
A25
A.2.3
A.2.4a
A.2.4b
A.2.4d
A.2.4e
A.2.4f
A.2.4g
Vertisol. Gambar tengah memperlihatkan adanya endapan kuning kemerahan yang menunjukkan hasil proses reduksi bahan-bahan organik bekas rawa gambut. Gambar bawah berupa vegetasi rawa pamah, yang mengindikasikan biota lahan rawa dataran rendah Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluviomarin di Desa Pantai cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, dengan tanah bertekstur pasir (dengan mineral utama pasir kuarsa), dan pemanfaatan lahan berupa Perkebunan Kelapa Sawit. Tanah berupa Aluvial dengan solum sedang (60 cm) berwarna coklat abu-abu gelap Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi berupa bukit-bukit terisolasi hasil penerobosan magma (intrusif batuan gunungapi) yang ada di sepanjang daerah Sondi dan Saribudolok Kebupatan Simalungun hingga daerah Merek Kabupaten Karo di Provinsi Sumatera Utara. Pemanfaatan lahan yang ada di lereng dan kakinya pada umumnya sebagai lahan-lahan kebun campur tanaman produksi dan buah-buahan, serta perladangan tanaman semusim berupa sayur-sayuran dan palawija Kenampakan Lembah Anai (kanan atas) sebagai bagian dari Satuan Ekoregion Lereng Vulkanik, dengan Fenomena Air Terjun (kiri dan kanan tengah), terbentuk akibat patahan yang memotong topografi lereng pegunungan yang sangat terjal, sehingga sungai yang mengalir menjadi air terjun yang berada di sisi Jalan Raya Padang – Bukit Tinggi. Tampak aliran sungai (kanan bawah) sebagai kelanjutan dari air terjun, dan bertemu dengan sungai dari bagian hulu pegunungan yang lainnya. Kenampakan Danau Kawah Maninjau sebagai bagian dari Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi, denagn kekayaan Fauna Endemik Kera Ekor Panjang yang menghuni hutan-hutan di sekitarnya Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Gunungapi Talang Desa Rawang Gadang, Danau Kembar dengan penggunaan lahan Perkebunan Teh pada Kaki Gunungapi Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Danau Bawah, Gunungapi Talang Pemunculan Mataair Panas di Desa Bukik Gadang, Lembangjaya, Solok, yang merupakan bagian dari Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi
vii
A28
A32
A35
A36
A37
A37
A37
A.2.5a
A.2.5b
A.2.5c
A.2.6
A.2.7a
A.2.7b
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Desa Janggirleto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan sawah irigasi tanaman padi dan tanaman semusim lainnya (palawija), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal dan ketersediaan sumber air irigasi dari aliran permukaan yang melimpah. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Hapoltakan, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buah-buahan (durian, kopi, dan kakao), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buah-buahan (durian dan kopi), dengan tanah Andosol berwarna hitam dan Latosol coklat tua yang subur memiliki solum tebal Kenampakan Satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi atau Lembah antar Pegunungan Vulkanik di daerah Sungai Landia, Sumatera Barat. Lahan yang subur dengan ketersediaan air yang melimpah, menyebabkan pertumbuhan permukiman cukup pesat dan lahan dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian berupa sawah-sawah irigasi sederhana hingga setengah teknis. Fenomena bentanglahan seperti ini banyak dijumpai antara perbukitan dan pegunungan gunungapi di Sumatera Barat Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) di sekitar Danau Toba (gambar kanan atas) yang merupakan danau kaldera sekaligus danau patahan yang dikelilingi dinding kubah lava berpola relatif lurus akibat struktur patahan di Desa Panatapan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Material penyusun perbukitan dan pegunungan struktural patahan berupa blok-blok lava basaltis dengan struktur berlapis (gambar bawah), yang mengalami pengangkatan dan patah membentuk dinding tegak memanjang (escarpment) dengan lereng curam hingga sangat curam. Kenampakan Bidang Patahan (Escarpment) pada Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) dan aliran Sungai Renun (gambar kanan atas dan tengah) yang mengikuti pola struktur patahan di Desa Sitinjo, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi
viii
A40
A41
A42
A46
A50
A51
A.2.7c
A.2.7d
A.2.7e
A.2.7f
A.2.7g
A.2.8
Sumatera Utara. Material penyusun berupa batuan beku terobosan diorit porfir (sebagai campuran makan ternak, gambar kiri bawah), batugamping, kalsit dan marmer muda sebagai hasil metamorfosis batugamping (sebagai bahan bangunan, gambar kanan bawah Air Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk karena pemotongan topografi akibat struktur patahan, dengan debit aliran yang sangat besar dan berpotensi untuk pengembangan pariwisata alam Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan dengan jalur bidang patahan (escarpment) yang tegas yang berdampingan dengan Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) dengan batuan penyusun berupa batuan beku Diabast (kiri bawah) dan Batuapung (kanan bawah), yang dijumpai di daerah Batangarai, Padang Pariaman, Sumatera Barat. Kenampakan Lembah Sihanouk (gambar atas) di Kota Bukit Tinggi, yang merupakan sebuah lembah memanjang yang curam pada lereng gunung berapi (Baranco) dan berasosiasi dengan jalur patahan, sehingga membentuk lembah curam yang dibatasi oleh tebing tegak dan lurus di sisi kanan dan kirinya berbatuan andesit tufaan, sebagai jalan aliran lahar yang berkembang menjadi sungai perenial. Tampak struktur lapisan sedimen sungai berupa endapan laharik di bagian atas lapisan batuan dasar andesit tufaan (gambar kiri bawah), dan keterdapatan fauna endemik berupa kera ekor panjang (gambar kanan bawah) pada hutan di sekitarnya. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Taman Hutan Rakyat Hatta dengan lereng sangat curam dan hutan hujan tropis yang rapat (gambar atas), dengan tanah didominasi oleh Podsolik merah kekuningan (gambar kiri bawah), serta banyak pemunculan mataair dan rembesan akibat retakan, struktur patahan, dan pemotongan topografi pada tekuk-tekuk lereng (gambar kanan bawah Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Danau Bawah, Desa Air Dingin, Lembah Gumanti, Solok, dengan aktivitas penambangan rakyat yang sangat intensif (gambar atas); kalsit dan marmer sebagai mineral tambang utama (gambar tengah), serta kenampakan aliran sungai dengan debit besar saat penghujan dan sedimen terlarut sangat tinggi akibat pengolahan lahan dan penambangan (kanan bawah). Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan, yang
ix
A52
A54
A55
A57
A58
A61
berupa sebuah Graben (gambar atas) di sekitar wilayah Perkotaan Sidikalang, Kecamatan Dairi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Kenampakan tanah coklat kekuningan (Latosol) dan merah kekuningan (Podsolik) dengan solum cukup tebal (gambar bawah), yang banyak dimanfaatkan sebagai lahan sawah dan kebun campur untuk buahbuahan.
x
DESKRIPSI KARAKTERISTIK FISIK (ABIOTIK) EKOREGION PULAU SUMATERA Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000
A.1. Kerangka Fikir dan Teknik Penyusunan Peta Ekoregion
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), pada Bab I Pasal 1 butir (29) dinyatakan bahwa EKOREGION adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Selanjutnya pada Bagian Kedua Pasal 7 ayat (2) dijelaskan secara lebih terinci bahwa penetapan batas ekoregion dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-1
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
mempertimbangkan kesamaan dalam hal: karakteristik bentang alam (natural landscape), daerah aliran sungai, iklim, flora dan fauna asli, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat, dan hasil inventarisasi lingkungan hidup. Merujuk terhadap isi UUPPLH tersebut, maka identifikasi bentanglahan geografis memegang peranan penting dalam penyusunan satuan Ekoregion sebagai kerangka dasar bagi perumusan seluruh kegiatan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sejak tahap perencanaan hingga pengawasan dan pengendaliannya. Dengan kata lain bahwa satuan ekoregion dapat dideskripsikan sebagai satuan ekosistem berbasis bentangalam atau bentanglahan (natural landscape) yang diintegrasikan dengan batas wilayah administrasi (regional) dan beberapa komponen lingkungan yang dipandang penting bagi suatu wilayah administrasi.
Menurut Verstappen (1983), bentangalam atau bentanglahan (natural landscape) merupakan bentangan permukaan bumi yang di dalamnya terjadi hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling kebergantungan (interdependency) antar berbagai komponen lingkungan, seperti: udara, air, batuan, tanah, dan flora-fauna, yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia. Bentanglahan tersusun atas 8 (delapan) unsur, yaitu: bentuk morfologinya (bentuklahan), batuan, tanah, udara, air, flora dan fauna, serta manusia dengan segala perilakunya terhadap alam. Artinya bahwa dengan memahami bentanglahan sebenarnya sudah cukup untuk mendeskripsikan ekoregion dengan lengkap, karena setiap satuan bentanglahan akan mencerminkan kondisi sumberdaya alam (aspek abiotik), yang mencakup kondisi morfologi, iklim, batuan, tanah, dan air, serta kerawanan lingkungan fisik; mencerminkan keberadaan atau keanekaragaman hayati (aspek biotik); dan mencerminkan bentuk manifestasi atau perilaku manusia terhadap alam (aspek kultural).
Berdasarkan definisi Verstappen (1983) tentang bentanglahan seperti yang telah disebutkan di atas, maka bentanglahan dapat dirinci lagi ke dalam satu-satuan yang lebih kecil dan spesifik, yang disebut dengan bentuklahan (landform). Karakteristik dan dinamika bentuklahan sangat ditentukan oleh perbedaan relief (morfologi), struktur dan proses geomorfologi, material penyusun (litologi), dan waktu (kronologi) (Strahler, 1983 dan Whitton, 1984 dalam Santosa, 1995 dan 2010). Bentuklahan adalah konfigurasi permukaan bumi yang memiliki morfologi atau relief khas, yang dikontrol oleh struktur tertentu, akibat bekerjanya proses-proses geomorfologi pada material batuan penyusunnya, dalam skala ruang dan waktu tertentu (Santosa, 2010). Berdasarkan pengertian ini, faktor-faktor penentu bentuklahan (Lf) dapat dirumuskan sebagai:
Lf = ƒ (T, P, S, M, K)
Keterangan:
Lf (bentuklahan) P (proses alam) M (material batuan)
T (morfologi atau topografi) S (struktur geologis) K (ruang dan waktu kronologis)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-2
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Aspek-aspek penyusun satuan bentuklahan adalah morfologi, struktur, proses dan material. Setiap aspek penyusun satuan bentuklahan akan berpengaruh terhadap karakteristik dan sebaran komponen-komponen penyusun lingkungan, seperti: udara, tanah, air, batuan dan mineral, vegetasi, penggunaan lahan, serta perilaku manusia yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan dalam lingkungan tersebut.
Morfologi atau relief merupakan kesan atau kenampakan topografi di permukaan bumi yang berpengaruh terhadap homogenitas dan kompleksitas permukaan bumi, yang dikontrol oleh struktur di dalamnya dan terubah oleh proses geomorfologi yang bekerja pada material penyusunnya dalam skala ruang dan waktu tertentu. Perbedaan relief akan memberikan pengaruh pada tinggi-rendah, panjang-pendek, halus-kasar dan miring tidaknya suatu permukaan bumi (Verstappen, 1983). Aspek morfologi dapat diidentifikasi secara kuantitatif berdasarkan faktor kemiringan lereng dan beda tinggi, serta secara kualitatif berdasarkan kesan konfigurasi permukaan bumi atau relief. Untuk keperluan ini, interpretasi Peta Topografi atau Peta Rupa Bumi dan Citra SRTM (Suttle Radar Topographic Mission) sangat mendukung dalam klasifikasi kemiringan lereng dan beda tinggi (Santosa, 2010). Pada kegiatan penyusunan Ekoregion Pulau Sumatera berbasis bentanglahan skala 1 : 250.000, klasifikasi morfologi didasarkan atas kriteria yang ditetapkan oleh Verstappen (1983), yang diuraikan dalam Tabel A1.1. Tabel A1.1. Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi Lereng (%) 0-3 3-8 8 - 15 15 - 30 30 - 45 45 - 65 > 65
Beda Tinggi (meter) 0-5 5 - 25 25 - 75 50 - 200 200 - 500 500 - 1000 > 1000
Unit Relief
Datar Berombak / Landai Bergelombang / Agak miring Miring Agak curam Curam Sangat curam
Sumber: Verstappen (1983) dengan modifikasi
Topografi
Dataran
Lerengkaki / Kaki Perbukitan
Pegunungan
Aspek struktur juga dapat diidentifikasi secara baik berdasarkan pola-pola kelurusan (lineament) dan perbedaan relief yang mencolok dalam citra Landsat, yang didukung oleh informasi dari Peta Geologi, berupa: dip-strike, jalur sesar, jalur lipatan, bidang sesar, dan struktur geologi lainnya. Informasi tentang formasi, jenis dan umur batuan (litologi) penyusun bentuklahan, secara terinci dapat dipelajari dan diidentifikasi berdasarkan hasil interpretasi Peta Geologi (Santosa, 2010). Berdasarkan struktur utamanya, maka di permukaan bumi terdapat paling tidak terdapat 4 (empat) macam struktur, yaitu: struktur berlapis horisontal karena proses deposisional (plain and plato), struktur berlapir mengerucut karena proses erupsi gunungapi (volcanic), struktur berlapis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-3
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
terlipat (dome and folded) dan struktur berlapis terpatahkan (faulted) akibat proses pengangkatan tektonik (structurally), serta struktur tidak menentu akibat terdenudasi (denudasionally), seperti nampak pada Gambar A1.1.
Gambar A1.1. Kenampakan Struktur Kulit Bumi akibat Tenaga dan Proses Geomorfologi yang bekerja dari dalam maupun permukaan Bumi (Sumber: Lobeck, 1939)
Genesis dan kronologis proses pembentukan bentuklahan merupakan informasi penting dalam upaya penanganan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Sementara genesis juga mempengaruhi proses strukturisasi permukaan bumi, yang tercermin pada bentuklahannya. Thornbury (1954) menyatakan bahwa struktur geologi merupakan salah satu faktor pengontrol evolusi bentuklahan, sebaliknya bentuklahan dicerminkan oleh struktur geologinya. Konteks lain menyatakan bahwa struktur geologi sangat menentukan struktur geomorfologi, yang memberikan kenampakan yang khas pada bentuklahannya. Untuk mempelajari dan memahami genesis daerah penelitian secara lengkap, maka dilakukan telaah pustaka secara mendalam, berdasarkan berbagai rujukan atau hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada di daerah penelitian dan sekitarnya. Berbagai referensi yang dapat dijadikan dasar untuk mempelajari genesis wilayah kajian adalah: Bemmelen (1970) dan Verstappen (2000, dalam Sutikno, 2014), yang secara terinci diuraikan dalam dalam Tabel A1.2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-4
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Tabel A1.2. Rujukan Utama untuk Analisis Genesis di Wilayah Kajian Sumber
Deskripsi Umum
Bemmelen (1970) The Geology of Indonesia
Menjelaskan tentang genesis, stratigrafi geologis, dan berbagai formasi batuan penyusun di setiap bentanglahan asal proses di Indonesia.
Verstappen (2000, dalam Sutikno, 2014) The Outline Geomorphology of Indonesia Sumber: Hasil Telaah Pustaka (2015)
Menjelaskan tentang genesis dan berbagai proses geomorfologi masa lampau, serta dinamika bentuklahan yang ada di Indonesia secara umum.
Proses geomorfologi merupakan suatu bentuk perubahan fisik maupun kimiawi yang mampu mengikis dan/atau mengangkut material di permukaan bumi (Lobeck, 1939). Proses-proses tersebut mengakibatkan perubahan bentuklahan dalam waktu pendek maupun panjang yang disebabkan oleh tenaga geomorfologi. Lebih lanjut disebutkan bahwa proses yang bekerja pada masa lampau akan berpengaruh terhadap proses masa sekarang, dan proses yang terjadi pada saat ini dapat dipakai untuk menelusur proses yang terjadi pada masa lampau. Proses-proses geomorfik akan meninggalkan bekas pada bentuklahan, dan setiap proses geomorfik yang berkembang memberikan karakteristik tertentu pada bentuklahan (Thornbury, 1954). Proses geomorfologi yang terjadi sekarang lebih bersifat eksogen berupa pelapukan, pentorehan, pengangkutan dan gerak massa batuan, yang ternyata juga telah mengubah struktur geomorfologi aslinya dan menghasilkan bentukan-bentukan yang lebih kecil dan sangat kompleks (Santosa, 2014). Proses-proses geomorfologi dapat diidentifikasi berdasarkan kenampakan hasil prosesnya, seperti: pelapukan, pelarutan, gerak massa batuan, erosional, deposisional, sesar, dan lipatan, dapat diinterpretasi secara tegas dan cepat melalui citra Landsat atau data penginderaan jauh lainnya. Citra yang digunakan adalah Landsat ETM+ atau Landsat 8 komposit 457, karena kenampakan relief atau morfologi, proses-proses geomorfologi, dan kontrol struktur sangat tegas dan dapat diidentifikasi dengan baik. Klasifikasi dan deliniasi bentuklahan dapat dengan mudah dan akurat dilakukan melalui interpretasi citra komposit tersebut. Di samping itu, identifikasi pola relief juga dapat dilakukan berdasarkan pola kontur dalam Peta Topografi atau melalui kenampakan pada citra Landsat. Berdasarkan asal proses utama (genetik), yang dicirikan oleh perbedaan relief, struktur, proses, dan litologi penyusunnya, maka Verstappen (1983) mengklasifikasikan bentuklahan menjadi 10 (sepuluh) macam, yaitu: bentuklahan asal vulkanik (V), bentuklahan asal fluvial (F), bentuklahan asal marin (M), bentuklahan asal eolian (E), bentuklahan asal struktural (S), bentuklahan asal denudasional (D), bentuklahan asal pelarutan atau solusional (K), bentuklahan asal glasial (G), bentuklahan asal organik (O), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-5
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
dan bentuklahan akibat aktivitas manusia atau antropogenik (A), seperti disajikan dalam Gambar A1.2. Perbedaan setiap satuan bentuklahan akan berpengaruh terhadap keterdapatan dan potensi sumberdaya, serta permasalahan lingkungan yang mungkin terjadi, sehingga satuan bentuklahan dapat dipakai sebagai pendekatan analisis dalam setiap kajian geomorfologi terapan, yang salah satu terapannya adalah dalam penyusunan ekoregion dan karakteristiknya di Pulau Sumatera.
Gambar A1.2. Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan (Santosa, 2014)
Kenampakan relief, struktur dan proses yang terjadi di masa sekarang tidak lepas dari pengaruh tenaga geomorfologi yang bekerja pada litologi penyusun dalam skala ruang dan waktu tertentu. Jenis material penyusun, resistensi (kestabilan mineral) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-6
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
penyebarannya, sangat menentukan proses pelapukan dan erosi yang akan berpengaruh terhadap perkembangan bentuklahannya (Goldich, 1938; Bowen, 1972 dalam Santosa, 1995 dan 2014). Secara umum berdasarkan cara pembentukannya, jenis material penyusun bumi ini dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: batuan beku akibat pembekuan aliran magma, batuan sedimen akibat proses pengendapan material oleh berbagai tenaga geomorfologi, dan batuan malihan atau metamorfosis akibat proses penekanan yang begitu kuat dan lama dengan suhu yang sangat tinggi, yang menyebabkan perubahan struktur dan tekstur batuan asalnya. Pada penyusunan Peta Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000 kali ini, belum memasukkan aspek batuan secara terinci sebagai komponen penyusun bentanglahan lainnya. Berdasarkan pertimbangan komponen morfologi, proses, dan strutkur penyusun bentanglahan, maka klasifikasi satuan Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000, seperti disajikan dalam Tabel A1.3. Tabel A1.3. Klasifikasi Ekoregion Berbasis Bentanglahan Pulau Sumatera skala 1 : 250.000 Genesis
Lereng & Morfologi
Marin
0–3% Dataran
Organik
0–3% Dataran 3 – 8% Dataran berombak
Fluvial
Antropogenik
0 – 3% Dataran
0 – 15% Dataran – Dataran Bergelombang
Proses Geomorfologi
Pengendapan lumpur oleh sungai dan gelombang Pengendapan pasir oleh gelombang Proses pembusukan mineral organik dan pembentukan gambut Proses pertumbuhan terumbu karang pada pulau-pulau kecil lepas pantai Proses pengendapan material piroklastik gunungapi oleh aliran sungai Proses pengendapan material aluvium oleh aliran sungai secara murni / umum Proses pengendapan oleh aktivitas marin masa lalu (di lapisan bagian bawah) dan tertutup oleh pengendapan aluvium oleh aliran sungai (di lapisan bagian atas) Bentuk adabtasi dan rekayasa manusia terhadap lahan, yang umumnya berasosiasi dengan bentanglahan vulkanik, fluvial, dan marin
Struktur
Berlapis horisontal Berlapis horisontal
Tidak berstruktur Berlapis tersortasi baik (fraksi kasar di bagian bawah, sedang di bagian tengah, dan halus di bagian atas)
Umumnya berlapis horisontal
Nama Ekoregion Bentanglahan M1 M2 O1
Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir Dataran Gambut
O2
Pulau Terumbu
F1
Dataran Fluvio-vulkanik
F2
Dataran Aluvial
F3
Dataran Fluvio-marin
A1
Dataran Perkotaan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-7
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Lanjutan Tabel A1.3. Genesis
Lereng & Topografi
30 – >45% Bergunung Vulkanik
15 – 30% Berbukit 8 – 15% Dataran Bergelombang
> 45% Bergunung
Struktural
30 – 45% Berbukit
8 – 15% Dataran Bergelombang
Proses Geomorfologi Proses utama aliran magma (vulkanism): lava dan lahar, pengendapan secara periodik sesuai intensitas erupsi, yang menempati morfologi paling atas Pengendapan aliran piroklastik secara periodik dengan bantuan gravitasi, hujan, atau aliran sungai: kaki gunungapi menempati morfologi bagian tengah, dan dataran kaki gunungapi menempati morfologi paling bawah Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang keras (batuan beku dan metamorfik), sehingga terbentuk plok patahan (horst) Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang plastik (batuan sedimen klastik dan organik), sehingga terlipat membentuk punggungan (antiklinal) Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang keras (batuan beku dan metamorfik), sehingga terbentuk plok patahan (horst) Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang plastik (batuan sedimen klastik dan organik), sehingga terlipat membentuk punggungan (antiklinal) Bagian atau morfologi yang turun (terban atau graben) dari proses tektonik blok pegunungan patahan Bagian atau morfologi yang turun (sinklinal) dari proses tektonik lipatan
Struktur
Nama Ekoregion Bentanglahan
V1
Kerucut dan Lereng Gunungapi
V2
Kaki Gunungapi
V3
Dataran Kaki Gunungapi
Berlapis dengan dipstrike yang tegas
S1.P
Pegunungan Struktural Patahan (Horst)
Berlapis terlipat mengikuti pola antiklinal
S1.L
Pegunungan Struktural Lipatan (Antiklinal)
Berlapis dengan dipstrike yang tegas
S2.P
Perbukitan Struktural Patahan (Horst)
Berlapis terlipat mengikuti pola antiklinal
S2.L
Perbukitan Struktural Lipatan (Antiklinal)
Berlapis secara mengerucut dan mengikuti pola lereng
Mengikuti struktur pegunungan atau perbukitan blok patahannya
Berlapis terlipat mengikuti pola sinklinal
S3.P1 S3.P2 S3.L2
Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan (Terban / Graben) Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan (Terban / Graben) Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan (Sinklinal)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-8
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Lanjutan Tabel A1.3. Genesis
Lereng & Topografi
30 – 45% Denudasional
15 – 35% 3 – 15%
Proses Geomorfologi
Struktur
Degradasi permukaan bumi: erosional dan gerak massa batuan sangat dominan
Sangat dipengaruhi oleh tenaga endogennya: volkanik atau tektonik
Proses deposisional material rombakan lereng (koluvium), yang dapat terbentuk akibat gaya gravitatif atau atas bantuan aliran sungai
Sumber: Hasil Analisis dan Perumusan Tim Ahli (2015)
Tidak berstruktur (material tercampuraduk)
Nama Ekoregion Bentanglahan
D2 D3 D4
Perbukitan Denudasional
Lerengkaki Perbukitan Denudasional Lembah antar Perbukitan Denudasional
Berdasarkan isi dari peraturan dasar UUPPLH Nomor 32 tahun 2009 dan konsep pemikiran dalam penyusunan Peta Ekoregion di atas, maka selanjutnya satuan ekoregion sebagai satuan ekosistem berbasis bentangalam atau bentanglahan yang terintegrasi dengan wilayah administrasi, dapat dijadikan sebagai kerangka dasar dalam kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ekoregion merupakan unit analisis terkecil yang dipakai untuk inventarisasi dan analisis data lingkungan yang berbaais bentanglahan. Setiap aspek penyusun satuan bentanglahan akan berpengaruh terhadap karakteristik dan sebaran unsur-unsur penyusun lingkungan yang lain, seperti: tanah, air, batuan dan mineral, vegetasi, penggunaan lahan, keanekaragaman hayati, serta perilaku manusia dalam lingkungan. Hugget (1995) memandang bahwa bentanglahan dapat dipakai sebagai kerangka dasar penyusunan satuan geoekosistem. Geoekosistem dapat pula dipandang sebagai ekoregion bentanglahan, yaitu ekosistem alami yang terbentuk secara genetik dan di dalamnya terkandung sifat-sifat yang relatif tetap, sehingga dapat dipakai sebagai pendekatan dalam inventarisasi karakteristik dan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Secara sistematis, kerangka fikir penyusunan Peta Ekoregion dapat dilihat pada Gambar A1.3.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A-9
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Citra Penginderaan Jauh
Interpretasi Relief dan Proses Geomorfologi
Peta Topografi
Peta Geologi
Interpretasi Relief dan Kelerengan
Interpretasi Struktur dan Materi Penyusun
Cek Lapangan
Satuan Bentuklahan sebagai Satuan Terkecil Ekologi Bentanglahan
Inventarisasi Data
Peta Administrasi
Peta Daerah Aliran Sungai Komponen Lainnya
PETA EKOREGION
Analisis dan Evaluasi
Karakteristik Lingkungan A-B-C
Potensi dan Masalah
Karakteristik Lingkungan Hidup Spasial berbasis Sistem Informasi Geografis
Implementasi Strategi dan Program Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Gambar A1.3. Pendekatan Kajian dan Kerangka Fikir Penyusunan Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup
A.2. Deskripsi dan Karakteristik Fisik (Abiotik) Satuan Ekoregion Pulau Sumatera Skala 1 : 250.000
Berdasarkan hasil analisis dan perumusan satuan ekoregion bentanglahan berdasarkan aspek genesis, morfologi, proses, dan struktur lapisan batuannya, maka Peta Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000 terdiri atas 21 (dua puluh satu) satuan ekoregion yang berasal dari 7 (tujuh) genesis atau asal proses utama bentanglahan. Parameter deskripsi dan karakteristik aspek fisik (komponen abiotik) ekoregion bentanglahan yang akan diuraikan meliputi: (a) karakteritik bentanglahan (morfologi, proses pembentukan, struktur, dan material penyusun secara umum); (b) potensi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 10
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
sumberdaya alam non-hayati (iklim, mineral, tanah dan penggunaan lahan, air permukaan dan airtanah, serta arahan fungsi lahan sebagai jasa lingkungan secara umum); dan (c) permasalahan sumberdaya alam non-hayati dan kerawanan lingkungan. Selanjutnya deskripsi dan karakteristik setiap satuan ekoregion bentanglahan, akan disampaikan sebagaimana berikut ini.
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES MARIN A.2.1. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur (M1) Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah pesisir Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <15 meter. Terbentuk dari proses utama aktivitas gelombang (marine) yang berasosiasi dengan aliran sungai (fluvial) yang membawa material sedimen terlarut tinggi, diendapkan di sepanjang kanan-kiri muara membentuk rataan lumpur (mudflat) atau rawa-rawa payau (salt marsh) dan delta. Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengendapan material sedimen terlarut yang tinggi dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai, dan didukung oleh kondisi di sekitar muara yang datar dan gelombang yang tenang, maka bentanglahan pesisir yang seperti ini dapat disebut sebagai pesisir hasil pengendapan dari daratan (sub-aerial deposition coast). Material atau batuan utama penyusunnya berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai di bagian atas berupa lumpur (mud), yaitu campuran antara lempung dan pasir halus. Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan pantai), sehingga suhu udara terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan. Material berupa bahan-bahan aluvium endapan lumpur (campuran lempung dan pasir halus), sebagai hasil proses pengendapan aliran sungai yang sangat intensif.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 11
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Proses pengendapan material lumpur yang sangat intensif oleh aliran sungai yang bermuara pada bentanglahan ini, sangat berpotensi untuk membentuk lahan-lahan baru, yang berupa rataan pasang-surut (tidal flat) dan delta. Tanah yang mungkin berkembang dengan kandungan lempung yang tinggi adalah tanah Vertisol atau Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi teguh, dan drainase sangat buruk. Material lempung mempunyai sifat mampu menjerab atau menjebab air apalagi air yang bersifat elektrolit (air asin), sehingga airtanah pada bentanglahan ini secara keseluruhan berasa asin. Substrat berlumpur dengan kandungan airtanah asin, merupakan media pertumbuhan vegetasi magrove yang sangat, yang berpotensi membentuk ekosistem hutan mangrove yang lebat dan mempunyai fungsi sangat penting secara fisik, kimia, ekologis (biologis), sosial ekonomi, dan pendidikan. Potensi lain dari kondisi tanah lempung bergaram adalah memungkinkan untuk pengembangan area tambak (udang dan bandeng) pada musim penghujan dan tambah garam pada kemarau. Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian terbatas (perikanan darat), dengan fungsi utama sebagai kawasan lindung sempadan pantai, dengan hutan mangrove sebagai zona lindungnya.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini. Kondisi morfologinya yang berupa dataran yang berada pada bagian paling hilir aliran sungai dan langsung ketemu laut, maka aliran sungai terhenti, yang berpotensi meluapnya aliran sungai pada saat debit aliran besar ketika musim penghujan, yang berpotensi terhadap proses penggenangan dan banjir, drainase buruk, lingkungan kumuh, pencemaran, dan kesehatan masyarakat buruk. Infrastruktur jalan aspal dan pondasi bangunan lainnya cepat rusak, patah, atau menggeser. Karena genesisnya merupakan hasil proses pengendapan fluvial dengan material lempung dan berada di sekitar muara sungai, maka juga berpotensi untuk dijumpainya jebakan-jebakan air laut, yang berpengaruh terhadap airtanah berasa payau hingga asin, dengan nilai daya hantar listrik tinggi pula. Perkembangan rataan pasang surut dan delta yang membentuk lahan-lahan baru, berpotensi terhadap intensitas perubahan garis pantai, konflik sosial berupa status kepemilikan lahan, tata ruang wilayah, dan tumpang-tindih kebijakan di antara instansi terkait.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 12
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Pengendapan material sedimen yang intensif menyebabkan pendangkalan muara (estuari), laguna, dan perairan laut dangkal, yang berpotensi menurunnya produktivitas penangkapan perikanan laut. Masalah lainnya adalah konversi hutan mangrove untuk lahan tambak (ilegal logging), pertumbuhan permukiman yang tidak teratur, dan meningkatnya biaya konservasi lingkungan.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lokasi
Koordinat
Karakteristik
: Pantai Cermin Kanan (Dusun I), Desa Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Swerdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara
: 47N 0498115; 0402990
: Lereng < 3%, elevasi ±5 meter dpal, material berupa lumpur berpasir (kuarsa), daerah pasang-surut air laut. Air minum berasal dari air PDAM (sumur bor dalam), air permukaan berupa genangan air laut dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 34.900 µmhos/cm (sangat asin).
Tanah aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu, struktur lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang. Ekosistem hayati berupa Hutan Mangrove dengan vegetasi dominan Api-api (Avecinea sp.), Nipah (Nifa fruticans), dan mangrove ikutan berupa semak-semak.
Permasalahan
Pemanfaatan lahan sebagai lahan permukiman pedesaan dengan pola mengelompok, dan matapencaharaian utama adalah nelayan dan pedagang, dengan etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
: Banjir air laut pasang secara periodik dan abrasi pantai.
Gambar A2.1a Kenampakan Dusun I Pantai Cermin Kecamatan Parbaungan yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 13
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.1b Kenampakan Tanah Aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu
(pasir kuarsa), struktur lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang, pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir
Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Gambar A2.1c Kenampakan Ekosistem Hayati Hutan Mangrove dengan vegetasi utama Api-api (Avecinea sp.) dan Nipah (Nifa fruticans) yang terdapat pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
A.2.2. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir (M2) Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah pesisir Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <15 meter. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 14
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengendapan material sedimen pasir oleh aktivitas gelombang di sepanjang minatkat pantainya, sehingga bentanglahan ini dapat disebut sebagai pesisir hasil proses pengendapan gelombang (marine deposition coast). Material atau batuan utama penyusunnya berupa bahan-bahan aluvium marin berupa pasir marin (sand).
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan pantai), sehingga suhu udara terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan. Material berupa bahan-bahan aluvium endapan pasir marin, sebagai hasil proses pengendapan gelombang. Proses pengendapan material pasir sangat intensif oleh gelombang yang membentuk berbagai fenomena, seperti: gisik (beach), gisik penghalang (barrier beach), maupun beting gisik (beach ridges). Tanah relatif belum berkembang, tetapi masih berupa bahan induk tanah (parent material) atau regolith, sehingga terkadang dapat dikelompokkan sebagai tanah Regosol (tanah pasiran). Material pasir pada mintakat pantai dan pesisir ini merupakan media potensial untuk menangkap dan menyimpan air hujan, sehingga berpotensi membentuk akuifer yang baik dengan kandungan airtanah yang tawar dan berpotensi sebagai sumber air bersih. Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat dikembangkan untuk berbagai fungsi, seperti: kawasan lindung sempadan pantai, pertanian lahan kering tanaman semusim, atau kawasan wisata alam pantai. Pasir marin yang membentuk gisik dan beting gisik dapat berfungsi sebagai peredam gelombang tsunami, sehingga rayapan gelombang (run up) nya tidak sampai jauh ke daratan. Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir yang sering muncul lebih disebabkan oleh sifat material pasir penyusunnya, yang merupakan material lepas-lepas dengan panyak pori-pori, sehingga berpotensi untuk terjadinya: intrusi air laut, jika penurapan airtanah di pantai dan pesisirnya melebihi kemampuan daya tampung akuifernya; pencemaran airtanah akibat buangan limbah dari berbagai aktivitas yang ada di atas lahannya, baik limbah domestik, pertanian, peternakan, atau pariwisata;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 15
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
konflik lahan akibat tumpah tindih kepentingan dan kebijakan dalam pengelolaan wilayah pesisir, khususnya permasalahan fungsi ruang, yaitu antara fungsi lindung dan fungsi budidaya sesuai potensi pengembangannya.
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES ORGANIK A.2.3. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Gambut (O1) Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Gambut, seperti diuraikan berikut ini. Topografi berupa dataran, dengan morfologi atau relief datar hingga landai, kemiringan lereng secara umum 0-3%, hingga berombak (3-8%). Asal proses utama adalah aktivitas organik, yaitu hasil pembusukan sisa aktivitas vegetasi lahan basah, seperti rawa-rawa pada dataran rendah (low land), yang kemudian membentuk lapisan gambut yang relatif tebal dengan penyebaran luas di dataran rendah bagian timur Sumatera. Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Gambut, seperti diuraikan berikut ini. Relatif beriklim basah dengan curah hujan tinggi, yang umum terjadi pada bentanglahan seperti ini. Secara genetik, material penyusun berupa gambut (sedimen organik), sebagai hasil proses pembusukan dan reduksi bahan-bahan organik pada lingkungan perairan daratan yang menggenang, seperti rawa-rawa. Potensi sumberdaya mineral adalah gambut dan humus, sebagai bahan organik yang berpotensi menyuburkan tanaman apabila dicampur dengan tepung batugamping. Pemanfaatan lahan secara umum untuk lahan sawah, kebun, ladang, atau bentuk usaha pertanian lainnya, dan lahan-lahan dibiarkan berupa semak-semak. Sesuai dengan genesisnya, pada satuan Ekoregion Dataran Gambut mempunyai Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati secara relatif dan rentan atau berpotensi terhadap Kerawanan Lingkungan, yaitu: kualitas sumberdaya air dan tanah yang rendah, karena sifat kemasaman yang sangat tinggi (pH sangat rendah, mencapai <4), atau kandungan sulfat (SO4=) yang tinggi akibat proses reduksi bahan-bahan organik yang menghasilkan lepisan pirit; kegiatan pembakaran lahan untuk meningkatkan fungsinya sebagai lahan pertanian, sistem ladang berpindah, khususnya saat musim kemarau; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 16
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
dampak dari kegiatan pembakaran lahan adalah pencemaran udara yang sangat tinggi, hingga mengganggu pandangan (bagi penerbangan dan transportasi darat), sampai kesehatan manusia; serta dampak pencemaran udara dapat mencapai jarak sangat jauh, hingga ke negara tetangga, bergantung arah dan kecepatan angin, seperti: Malaysia dan Singapura. A.2.4. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pulau Terumbu Karang (O2)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang, seperti diuraikan berikut ini. Topografi berupa dataran, dengan morfologi atau relief datar hingga landai, kemiringan lereng secara umum 0-3%, hingga berombak (3-8%). Asal proses utama adalah aktivitas organik (terumbu karang) pada zona laut dangal (lithoral), yang kemudian mengalami pengangkatan daratan atau penurunan muka air laut, sehingga terumbu karang muncul ke permukaan dan mengalami metamorfosis membentuk batugamping terumbu (CaCO3).
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang, seperti diuraikan berikut ini. Relatif beriklim kering dengan curah hujan rendah (hujan konveksi), yang umum terjadi pada bentanglahan seperti ini. Secara genetik, material penyusun adalah batuan sedimen organik atau non klastik berupa batugamping terumbu atau koral sebagai hasil proses pengangkatan dan metamorfosis terumbu karang. Potensi sumberdaya mineral adalah bahan galian golongan C, berupa batugamping terumbu dan pasir marin sebagai hancuran batugamping terumbu. Sifat material batugamping terumbu yang banyak diaklas dan lubang-lubang pelarutan, menyebabkan material ini tidak mampu menyimpan air dengan baik. Airtanah dijumpai berupa airtanah dangkal atau airtanah bebas dengan potensi sangat terbatas dan input utama air hujan, dijumpai pada gisik-gisik pantainya yang bermaterial pasir. Mataair juga relatif sulit dijumpai pada satuan ini, dan tidak berkembang sistem hidrologi permukaan. Kondisi batugamping terumbu yang relatif masih segar, belum memugkinkan proses pembentukan tanah secara baik. Kemungkinan masih berupa bahan induk tanah
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 17
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
yang berupa material pasir terumbu berwarna putih, dan bersifat lepas-lepas (granuler). Pemanfaatan lahan secara umum untuk pariwisata alam dan jasa lingkungan, permukiman dan berfungsi sebagai habitat keanekaragaman hayati lingkungan perairan laut dangkal (taman laut).
Secara relatif satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang akan rentan atau berpotensi terhadap Permasalahan Sumberdaya Alam non-Hayati dan Kerawanan Lingkungan, sebagai berikut: pencemaran airtanah dan perairan lautnya oleh aktivitas pariwisata; kerusakan ekosistem terumbu karang; kenaikan permukaan air laut dan tsunami pada daerah yang berhadapan dengan zona penunjaman samudera, seperti di pantai barat Sumatera; serta kekeringan dan degradasi sumberdaya air.
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES FLUVIAL A.2.5. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-vulkanik (F1) Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 3-8%, beda tinggi rerata <25 meter. Terbentuk dari proses utama aliran sungai (fluvial) yang membawa material bahanbahan piroklastik endapan lahar, dengan struktur berlapis tersortasi baik (kasar di bagian bawah dan halus di bagian atas, secara berulang), yang menunjukkan pengendapan secara periodik. Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil pengendapan aliran lahar dan aliran sungai, berupa pasir, kerikil, dan kerakal, dengan sedikit debu dan lempung. Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, seperti diuraikan berikut ini. Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu udara mulai terasa hangat hingga panas, bergantung musim. Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan wilayah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 18
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang umumnya didominasi oleh bahan-bahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, dan kerakal hasil proses endapan lahar, yang apabila berada di sungai dapat menjadi sumber galian golongan C, sebagai bahan bangunan. Tanah berkembang dengan baik, solum tanah tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur pasir bergeluh, struktur remah hingga sedikit menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang subur. Mataair sudah jarang dijumpai karena sudah berada di luar jalur sabuk mataair (spring belt). Namun demikian, bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat potensial dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik. Aliran sungai semakin berkembang dengan lembah sungai semakin melebar, landai, dan stabil, yang berfungsi sebagai media transport material dari hulu ke hilir, dan persifat mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent). Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif berupa sawah dengan irigasi intensif dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali tanamn padi dalam setahun) karena tanah yang subur dan ketersediaan air melimpah, dan permukiman penduduk sangat berkembang. Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), sebagian bagian paling bawah dari morfologi gunungapi, sehingga secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pencadangan airtanah (storage groundwater) dan daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian (lumbung padi) dan pengembangan permukiman (perkotaan), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang sangat mudah.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, diuraikan berikut ini. Kondisi morfologi yang berupa dataran yang luas dan mengarah ke kaki dan lereng gunungapi merupakan jalur potensial bagi pergerakan angin menuju ke pegunungan, sehingga berpotensi menciptakan angin puting beliung apabila kondisi tekanan udara tidak stabil dan tidak merata. Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman, pengembangan wilayah perkotaan, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 19
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Perkebangan kota dengan infrastruktur penutupan permukaan tanah, memicu terjadinya banjir kota pada musim penghujan. A.2.6. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (F2)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <25 meter. Terbentuk dari proses utama aliran sungai (fluvial) yang membawa material bahanbahan aluvium dari berbagai sumber didaerah hulu (hinterland) dan diendapkan di bagian bawah (low land) dengan struktur berlapis tersortasi baik (kasar di bagian bawah dan halus di bagian atas, secara berulang), yang menunjukkan periodisasi pengendapannya. Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai, berupa batu dan kerakal membentuk lapisan di bagian bawah, kemudian di atasnya terbentuk lapisan kerikil, pasir, dan yang paling atas lapisan dengan ukuran material sedimen halus, berupa debu dan lempung. Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, seperti diuraikan berikut ini. Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu udara terasa hangat hingga panas, bergantung musim. Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan wilayah. Material berupa bahan-bahan aluvium tersortasi dengan baik sebagai hasil proses pengendapan aliran sungai, dengan jenis mineral bergantung sumber asal material di bagian hulu (hinterland). Tanah berkembang dengan baik, solum tanah sangat tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur geluh pasir berlempung, struktur gumpal membulat hingga remah dengan sedikit menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang sangat subur. Bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat potensial dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 20
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Aliran sungai mulai kelebihan bebas sehingga membentuk pola saluran mulai berkelok, lembah sungai semakin melebar, landai, dan tidak stabil lagi karena mulai terjadi proses pengendapan beban sedimen terlaut. Sifat aliran sungai mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent). Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat produktif untuk pengembangan sawah irigasi intensif dan teknis, dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali tanaman padi dalam setahun) karena tanah yang subur dan ketersediaan air melimpah, dan permukiman penduduk juga terus berkembang. Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), sehingga secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian (lumbung padi) dan pengembangan permukiman (pedesaan atau transisi desa-kota), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang sangat mudah.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, diuraikan berikut ini. Kondisi morfologi yang berupa dataran yang sangat luas, berpotensi menciptakan angin puting beliung apabila kondisi tekanan udara tidak stabil dan tidak merata. Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman, pengembangan wilayah perkotaan, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya. Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lokasi - 01
Koordinat
Karakteristik
: Desa Sei Rampah dan Desa Sukadamai, Kecamatan Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara
: 47N 0515750; 0384784
: Lereng < 3%, elevasi ±6 meter dpal, material aluvium endapan sungai, Daerah Aliran Sungai Rambang.
Air minum berasal dari air PDAM (sumur bor dalam), airtanah dangkal, air permukaan berupa aliran Sungai Rambang dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 114,5 µmhos/cm (tawar), debit aliran besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna keruh kecoklatan.
Tanah aluvial dengan warna abu-abu gelap (5YR 4/1), solum tebal, tekstur pasir halus, struktur lepas-lepas, drainase agak baik, pH 5 - 5.5, daya dukung rendah (pnetrometer 1.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) relatif sedikit. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 21
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Pemanfaatan lahan berupa lahan pertanian sawah irigasi dengan tanaman padi; kebun campur dengan tanaman berupa jagung, ketela pohon, tebu, dan sagu; serta perkebunan kelapa sawit.
Permasalahan
Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dan perkotaan dengan pola mengtikuti jalan, dan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, dengan etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
: Banjir luapan aliran sungai secara periodik, sehingga membentuk dataran banjir di sekitar aliran sungai (terbentuk rawa-rawa air tawar yang ditumbuhi vegetasi ilalang).
Gambar A2.2a. Kenampakan aliran Sungai Rambang di Desa Sei Rampah dengan bentuk pemanfaatan lahan di sekitarnya berupa kebun campur dengan tanaman jagung, ketela pohon, dan sagu (gambar atas); dan kenampakan lahan sawah irigasi tanaman padi, serta perkebunan kelapa sawit di Desa Sukadamai (gambar bawah), yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial di Kecamatan Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 22
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Lokasi - 02
Koordinat
Lokasi - 03
Koordinat
Karakteristik
: Desa Pasar Usang, Kecamatan Batanganai, Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat
: 00° 44’ 24.9” LS; 100° 18’ 57.4” BT
: Desa Kampuang Tengah, Kecamatan Lubuk Basuang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat
: 47M 0609842; 9964243
: Relief datar, dengan lereng datar hingga landai (0-15%), topografi dataran, dan elevasi ± 21 meter dpal. Tersusun atas batuan sedimen aluvium sungai, berbatasan dengan aluvium marin. Dikontrol oleh struktur berlapis horisontal tersortasi baik. Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pengendapan dan banjir akibat luapan aliran sungai. Secara genesis, pada awalnya berupa dataran marin dengan endapan material aluvium marin di bagian bawah, dan tertutup oleh material aluvium sungai (fluvial) di bagian atas. Sumberdaya Udara
Saat pengukuran udara cerah dan cukup panas, suhu 30.9°C, dan kecepatan angin 1.9 - 3.6 meter/detik (sepoi-sepoi).
Sumberdaya Air Terdapat aliran Sungai Batanganai dengan kondisi air agak keruh (sedimen terlarut rendah), tawar, dan tidak berbau. Debit aliran cukup besar dan mengalir sepanjang tahun (perennial), bahkan pada musim penghujan sering meluap yang menyebabkan banjir dan menggenangi permukiman di sekitarnya. Menurut penuturan penduduk, periode banjir ulang berpola 10 tahunan, dengan banjir besar terakhir terjadi pada tahun 2000. Nilai daya hantar listrik (DHL) air sungai sebesar 144 µmhos/cm (air tawar), pH sebesar 8.3, suhu air 30.1°C, dan total sedimen terlarut (TDS) sebesar 96 ppm. Airtanah relatif dangkal (< 7 meter dpt), tetapi penduduk lebih banyak memanfaatkan air PDAM sebagai sumber air domestik (rumah tangga) yang berasal dari mataair pada tekuk perbukitan di sekitarnya.
Sumberdaya Lahan Tanah penyusun sangat tebal berwarna coklat gelap, bertekstur lempung berdebu, struktur gumpal membulat, konsistensi agak lekat hingga lekat (saat basah), teguh (saat lembab), dank eras (saat kering), dengan drainase baik hingga agak terhambat. Daya dukung sedang hingga tinggi, pH 6 - 7, kandungan bahan organik (BO) tinggi, mangan (Mn) sedang, dan tidak mengandung karbonat (CaCO3), yang menyebabkan tanah relatif subur dan potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan. Secara umum tanah berupa tanah Aluvial yang mengarah ke Vertisol atau Grumusol dengan kandungan lempung cukup tinggi, sehingga akan lembek saat cukup air (penghujan) dan pecah-pecah ketika kekurangan air (kemarau). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 23
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Budidaya pertanian tanaman pangan dengan 2 hingga 3 kali padi (irigasi sederhana hingga setengah teknis) dan 1 kali palawija dalam setahun; di samping juga permukiman penduduk dengan pola menyebar dan mengikuti jalan.
Sumberdaya Mineral Terdapat kegiatan penambangan rakyat berupa penambangan pasir dan batu kali (secara tradisional dengan mengambil dari dasar sungai menggunakan perahu), serta tanah urug dengan menggunakan bego dan truk yang mencapai ±100 truk sehari. Sumberdaya Hayati Fauna endemik berupa babi hutan (celeng) dan ular sawah, selebihnya berupa fauna domestik.
Gambar A2.2b.
Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (kiri atas) di daerah Batanganai, Padang Pariaman, dengan jenis tanah asosiasi Aluvial-Vertisol yang mengandung lempung cukup tinggi dan akan mengalami retak-retak saat kekurangan air (kanan atas); dan kenampakan Sungai Batanganai yang mengalir sepanjang tahun, dengan material pasir dan batu sungai yang dimanfaatkan penduduk untuk dijual sebagai bahan bangunan (gambar bawah) (Foto: Langgeng W.S., Maret, 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 24
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.2c.
Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) di daerah Kampuang Tengah, Lubuk Basuang, Agam, yang tersusun atas asosiasi tanah Aluvial-Vertisol. Gambar tengah memperlihatkan adanya endapan kuning kemerahan yang menunjukkan hasil proses reduksi bahan-bahan organik bekas rawa gambut. Gambar bawah berupa vegetasi rawa pamah, yang mengindikasikan biota lahan rawa dataran rendah. (Foto: Langgeng W.S., Maret, 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 25
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A.2.7. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-marin (F3) Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar dan terkadang agak cekung, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <25 meter. Terbentuk dari proses utama aktivitas gelombang (marine) pada masa lalu yang membentuk endapan lempung marin di bagian bawah, dan sekarang tertutup oleh endapan sungai (fluvial) yang membentuk lapisan aluvial di bagian atas. Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai di bagian atas berupa campuran lempung dan pasir fluvial, dan endapan lempung marin (biasanya berwarna keabu-abuan) yang membentuk lapisan di bagian bawah. Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini merupakan daerah transisi daratan dengan pesisir, sehingga suhu udara mulai terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan hingga pesisirnya. Material berupa bahan-bahan aluvium dengan lapisan lempung laut di bagian bawah sebagai tinggalan hasil proses marin masa lalu, dan lapisan lempung berpasir di bagian atas sebagai hasil proses fluvial masa kini. Tanah yang mungkin berkembang berupa tanah Aluvial Hidromorf atau Aluvial Gleisol dengan solum yang relatif masih tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur lempung bergeluh, struktur gumpal membulat, dengan drainase buruk. Jenis tanah lain yang mungkin berkembang pada daerah dengan lempung lebih tinggi dan dominan adalah tanah Vertisol atau Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi teguh, dan drainase sangat buruk. Pada kedua jenis tanah ini seringkali terdapat lapisan gambut yang relatif tebal, yang menyebabkan tanah masam (pH rendah) dan menjadi kendala bagi usaha pengembangan lahan pertanian produktif. Pola saluran sungai berkelok-kelok (meandering) akibat proses pengendapan material sedimen terlarut yang sangat intensif, lembah sungai lebar, dan pola tali arus sungai berpindah-pindah sehingga membentuk pola teranyam (braided stream). Efek dari pola dan proses aliran sungai ini menyebabkan pola saluran sungai seringkali berpindah, sehingga banyak dijumpai lembah ditinggalkan (abandon valley), danau tapal kuda (oxbow lake), dan lembah-lembah yang terkubur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 26
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(burried valley), serta banyak dijumpai fenomena igir di tengah sungai (levee ridges) atau gosong sungai (sand point). Sifat aliran sungai mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), debit aliran besar dengan sedimen terlaut yang tinggi, sehingga seringkali air berwarna sangat keruh. Pada bagian muara sungai sering dijumpai rataan lumpur (mud flat), rawa-rawa payau (salt marsh), dan berujung pada pembentukan suatu delta. Pemanfaatan lahan bersifat budidaya berupa sawah irigasi dengan pola surjan (selang-seling saluran dan guludan), dengan produktivitas sedang karena berbagai kendala sifat tanah masam dan penggenangan atau banjir. Permukiman juga tumbuh dengan baik, namun terkadang terkendala sumber air bersih dan pengembangan aksesibiltas karena sifat kembang-kerut tanah yang tinggi, menyebabkan bangunan infrastruktur cepat atau mudah rusak. Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), dengan beberapa kendala alami terkait sifat akuifer aliran sungai. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian terbatas dan pengembangan permukiman (pedesaan), dengan keterdapatan kendala pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas akibat sifat tanahnya.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, diuraikan berikut ini. Kondisi morfologinya yang berupa dataran relatif agak cekung dan berada pada bagian hilir aliran sungai dan merupakan daerah transisi dari fluvial ke wilayah pesisir, maka kecepatan aliran sungai sedikit terhambat, yang menyebabkan meluapnya aliran sungai pada saat debit aliran besar ketika musim penghujan, yang berpotensi terhadap proses penggenangan dan banjir. Material penyusun yang didominasi oleh endapan lempung yang mempunyai sifat kembang kerut tanah yang tinggi, yang menyebabkan bangunan infrastruktur jalan aspal dan pondasi bangunan lainnya cepat rusak, patah, atau menggeser. Karena genesisnya merupakan hasil proses marin masa lalu, berpotensi untuk dijumpainya jebakan-jebakan air laut purba pada endapan lempung marin yang telah terkubur oleh endapan fluvial masa kini, yang selanjutnya berpengaruh terhadap airtanah berasa payau hingga asin, dengan nilai daya hantar listrik tinggi.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lokasi
Koordinat
Karakteristik
: Desa Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara
: 47N 0494812; 0398053
: Lereng <3%, elevasi ±45 meter dpal, material aluvium endapan pasir kuarsa, Daerah Aliran Sungai Ular. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 27
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Airtanah dangkal, jernih, dengan nilai daya hantar listrik (DHL) <1.000 µmhos/cm (tawar), dan aliran permukaan berupa Sungai Ular dengan debit aliran besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial).
Tanah aluvial dengan warna coklat abu-abu gelap (10YR 3/2), solum cukup tebal (±60 cm), tekstur pasir, struktur lepas-lepas, drainase baik, pH 5.8, daya dukung tinggi (pnetrometer 3 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) relatif sedikit. Permasalahan
Pemanfaatan lahan berupa lahan perkebunan kelapa sawit.
: Banjir luapan aliran sungai secara periodik, sehingga membentuk dataran banjir di sekitar aliran sungai, dan konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Gambar A2.3. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-marin di Desa Pantai cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, dengan tanah bertekstur pasir (dengan mineral utama pasir kuarsa), dan pemanfaatan lahan berupa Perkebunan Kelapa Sawit. Tanah berupa Aluvial dengan solum sedang (±60 cm) berwarna coklat abu-abu gelap.
(Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 28
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES ANTROPOGENIK A.2.8. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Perkotaan (A1) Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah perkotaan provinsi dan kabupaten atau kota di seluruh Pulau Sumatera.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Perkotaan, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <25 meter. Asal-usul terbentuk pada dasarnya karena proses utama aliran sungai (fluvial) yang mengendapkan bahan-bahan aluvium dari berbagai sumber di daerah hulu (hinterland) dan diendapkan di bagian bawah (low land), yang kemudian dikembangkan oleh manusia untuk wilayah perkotaan. Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai, berupa batu dan kerakal membentuk lapisan di bagian bawah, kemudian di atasnya terbentuk lapisan kerikil, pasir, dan yang paling atas lapisan dengan ukuran material sedimen halus, berupa debu dan lempung. Pada prinsipnya Potensi Sumberdaya Alam mempunyai kemiripan dengan dataran aluvial, sesuai dengan genesis bentanglahannya, yaitu: beriklim sejuk bagi yang ada di daerah dataran tinggi dan panas bagi yang berkembang di wilayah pesisir; material penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil proses pengendapan aliran sungai; tanah yang berkembang adalah tanah-tanah Aluvial yang sangat subur; berpotensi sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat baik dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik; sungai umumnya mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), dan berpola aliran dendritik; pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat produktif untuk permukiman, yang berselang-seling dengan pertanian sawah irigasi teknis dengan produktivitas sangat tinggi; dan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas sangat mudah. Perkembangan wilayah berpotensi memicu munculnya berbagai Masalah atau Kerawanan Lingkungan, seperti: masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang, berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 29
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
tumpang tindih kepentingan dalam pengembangan infrastruktur wilayah perkotaan; permasakahan sampah dan limbah perkotaan, yang menyebabkan pencemaran air, tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya; serta permasalahan banjir kota akibat penutupan permukaan tanah oleh bangunan dan jalan, serta sistem drainase perkotaan yang buruk atau tidak memadahi, yang menyebabkan proses infiltrasi air hujan menjadi terhambat.
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES VULKANIK A.2.9. Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi (V1) Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi puncak gunungapi dengan relief sangat curam, lereng 30 hingga >45%, beda tinggi >500 meter, dengan ketinggian >1000 meter dari permukaan air laut. Terbentuk dari proses utama aliran magma (vulkanism), dengan struktur pengendapan secara periodik dan membentuk sistem perlapisan secara mengerucut. Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil pengendapan aliran lava, lahar, dan material jatuhan (airborne deposite). Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Karena ketinggiannya yang berada di atas 1.000 meter dari permukaan air laut, maka sesuai hukum barometris suhu udara sangat dingin dan udara relatif lebih lembab, akibat tingginya kandungan uap air di udara. Material masih berupa material segar, yang dapat berupa agregat atau bongkahan (block lava) maupun lepas-lepas (seperti pasir dan kerikil endapan lahar). Pada gunungapi yang tidak aktif (post volcano) atau masa istirahat, mulai terbentuk tanah-tanah muda yang masih menunjukkan bahan material tanah (parent material atau regolith). Pada gunung-gunungapi tua, yang pernah mengalami erupsi sangat besar (explosive) atau karena kepotong struktur patahan regional seperti Patahan Semangko, maka banyak dijumpai kaldera, yang kemudian mampu menampung air hujan dan terbentuk danau kaldera (crater), seperti: Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Maninjau, Danau Atas dan Bawah di Bukit Tinggi Sumatera Barat, dan sebagainya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 30
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi lereng gunungapi, mulai mucul mataair topografik sebagai bagian dari jalur pertama sabuk mataair (spring belt) dan menjadi hulu sebuah sungai (cabang pertama). Pada tekuk lereng di bawah morfologi lereng, mulai muncul aliran sungai yang bersumber dari sebuah mataair, dengan bentuk lembah vertikal, sangat curam, sempit, dan dalam, sehingga seringkali dijumpai penyempitan aliran (rapid valley) dan pembentukan air terjun (waterfall) yang besar akibat pemotongan topografi atau proses pembekuan lava yang tiba-tiba dan membentuk topografi berupa dinding terjal (sudden stop of lava flow), seperti: Lembah Anai dan Sihanouk di Bukit Tinggi. Aliran air dan air terjun tersebut dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif pembangkit listrik (mikrohidrolika). Pada gunungapi dengan ketinggian puncak (kerucut dan lereng) di bawah 1.5002.000 meter, yang secara hidrogeomorfologi dapat berfungsi sebagai daerah pengisian air hujan (recharge area) atau tangkapan air hujan (cathment area), dan secara keruangan berfungsi sebagai kawasan lindung (protected area).
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya utama akibat ancaman aliran lava, lahar, dan awan panas, yang langsung mengalir dari kepundan atau kawah utamanya. Pada gunungapi yang masih aktif, belum terbentuk tanah karena material masih baru (fresh) dan belum menunjukkan tanda-tanda proses pembentukan tanah (pedogenesis). Pada gunungapi yang tidak aktif atau sedang istirahat, akibat lereng yang sangat curam, material belum padu, dengan curah hujan tinggi, maka menyebabkan potensi bencana alam berupa longsor lahan. Tidak ada pemanfaatan apapun yang bersifat budidaya, karena kendala ketinggian, kemiringan lereng, iklim, sumberdaya air dan lahan, serta sulitnya jaringan infrastruktur untuk dibangun.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 31
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi
Gambar A2.4a. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi berupa bukit-bukit terisolasi hasil penerobosan magma (intrusif batuan gunungapi) yang ada di sepanjang daerah Sondi dan Saribudolok Kebupatan Simalungun hingga daerah Merek Kabupaten Karo di Provinsi Sumatera Utara. Pemanfaatan lahan yang ada di lereng dan kakinya pada umumnya sebagai lahan-lahan kebun campur tanaman produksi dan buah-buahan, serta perladangan tanaman semusim berupa sayur-sayuran dan palawija. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat Relief bergunung, dengan lereng curam (>40%) bahkan banyak dijumpai bukit-bukit berlereng tegak (cliff), dan topografi pegunungan, dengan elevasi rerata >1000 meter dpal. Tersusun atas batuan beku basalt dan andesit hasil aliran lava dengan struktur patahan.
Dinamika proses yang potensial terjadi berupa longsor lahan (landslide) dan jatuhan batuan (rock fall). Gunungapi kuarter yang relatif masih aktif atau sedang istirahat (post volcano), yang ditandai dengan banyaknya sumber mataair panas dan pemunculan gas-gas belerang.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 32
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Tabel A2.1. Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat Karakteristik
Lokasi - 1
Lokasi - 2
Lokasi - 3
Koordinat
47M X = 0648927; Y = 9946527
47M X = 0645228; Y = 9965363
47M X = 0638177; Y = 9966934
Morfologi
Lereng >40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 358 m dpal
Lereng >40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 1.107 m dpal
Lereng >40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 1.002 m dpal
Lokasi
Morfogenetik Morfoproses Sumberdaya Udara
Sumberdaya Air
Sumberdaya Lahan Sumberdaya Mineral
Cagar Alam Lembah Anai
Batuan beku andesit, dengan struktur patahan Longsor lahan dan jatuhan batuan
Tidak dilakukan pengukuran
Desa Sungai Landia
Batuan beku andesit, dengan struktur patahan
Pelapukan, longsor lahan dan jatuhan batuan Saat pengukuran udara cerah dan sejuk (siang hari), suhu 27.2°C, dan kecepatan angin 0.8 – 1.7 m/detik (sepoi)
Danau Kawah Maninjau
Batuan beku andesit, dengan struktur patahan
Pelapukan, longsor lahan dan jatuhan batuan Tidak dilakukan pengukuran
Air terjun struktur patahan, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 138 µmhos/cm, pH 8.1, suhu 23.3°C, dan TDS 86 ppm Sungai mengalir perenial dengan debit besar
Mataair topografik, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 392 µmhos/cm, pH 7.8, suhu 24.6°C, dan TDS 265 ppm, sebagai sumber air bersih
Air danau, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 79 µmhos/cm, pH 8.6, suhu 29.4°C, dan TDS 53 ppm, sebagai sumber air bersih dan air irigasi Sungai mengalir perenial dengan debit besar
Tidak terindentifikasi
Tidak terindentifikasi
Tidak terindentifikasi
Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung dan konservasi
Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung dan konservasi
Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung dan wisata alam Flora: hutan kayu manis dan pinus Fauna: kera ekor panjang, elang, dll
Sumberdaya Hayati
Flora: hutan Fauna: dilindungi
Flora: hutan Fauna: kera ekor panjang, elang, dll
Karakteristik
Lokasi - 4
Lokasi - 5
Koordinat
47M X = 0687515; Y = 9885666
47M X = 0692341; Y = 9885951
47M X = 0687006; Y = 9898586
Lereng 25-40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 1.524 m dpal
Lereng >40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 1.558 m dpal
Lereng >50% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 888 m dpal
Lokasi Morfologi Morfogenetik Morfoproses Sumberdaya Udara
Rawang Gadang, Danau Kembar, Solok (Gunungapi Talang)
Batuan beku andesit dan piroklastik, dengan struktur retakan Longsor lahan dan jatuhan batuan
Saat pengukuran udara cerah dan sejuk (siang hari), suhu 23.2°C, dan kecepatan angin 7.5 m/detik
Danau Bawah, Gunungapi Talang
Batuan beku andesit, dengan struktur patahan
Pelapukan, longsor lahan dan jatuhan batuan Saat pengukuran udara mendung dengan suhu 25°C
Lokasi – 6
Bukik Gadang, Lembangjaya, Solok
Batuan beku andesit dan laharik Longsor lahan dan jatuhan batuan
Tidak dilakukan pengukuran
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 33
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Lanjutan Tabel A2.1. Karakteristik
Lokasi - 5
Lokasi – 6
Sumberdaya Air
Banyak rembesan (seepage) dan mataair (spring) berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL <500 µmhos/cm, pH 6, suhu 21°C
Mataair topografik, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 75 µmhos/cm, pH 6.9, suhu 23.1°C, dan TDS 49 ppm, sebagai sumber air bersih
Sumberdaya Lahan
Tanah cukup tebal berwarna abu-abu cerah, tekstur lempung berdebu, struktur gumpal lemah, drainase baik, daya dukung sedang (1.5 – 2 kg/cm2), pH 7, kandungan BO, Mn, dan karbonat rendah, termasuk jenis Andosol Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung (di atas) dan perkebunan teh pada lereng
Tanah cukup tebal berwarna abu-abu cerah, tekstur lempung berdebu, struktur gumpal lemah, drainase baik, daya dukung sedang (1.5 – 2 kg/cm2), pH 7, kandungan BO, Mn, dan karbonat rendah, termasuk jenis Andosol Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung (di atas) dan perkebunan tanaman sayuran pada lereng
Mataair panas, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau belereng (hidrotermal); DHL 658 µmhos/cm, pH 8.4, suhu 40°C, dan TDS 429 ppm, sebagai sumber air bersih Mataair panas tidak berbau belerang, berarti akuifer di atas magma dan mengalir karena struktur patahan sebagai mataair panas
Flora: hutan Fauna: dilindungi
Flora: hutan dan tanaman pertanian (kubis, tomat, kentang, ubi, bawang merah, markisa) Fauna: tidak teridentifikasi
Sumberdaya Mineral Sumberdaya Hayati
Lokasi - 4
Andesit dan bijih besi, dengan penambangan lokal
Sumber: Hasil Validasi Lapangan KLH RI (Maret, 2013)
Andesit dan pasir batu, penambangan rakyat
Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung dan wisata alam
Tidak terindentifikasi Flora: hutan Fauna: tidak teridentifikasi
Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat Sumberdaya udara Udara relatif sejuk dengan suhu berkisar 20-25°C dengan angin sepoi-sepoi hingga agak kencang, yang mengindikasikan wilayah pegunungan vulkanik dengan elevasi tinggi.
Sumberdaya air Sumberdaya air potensial berupa pemunculan mataair dan rembesan, akibat struktur batuan yang retak-retak, keterdapatan patahan, serta pemotongan topografi, yang muncul pada tekuk-tekuk lerengnya, dengan debit aliran relatif sedang hingga besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik, sebagai sumber air bersih bagi penduduk.
Pada beberapa lokasi terdapat pemotongan topografi akibat patahan yang menyebabkan pembentukan air terjun, dan mengalir sebagai sungai dengan aliran sepanjang tahun (perenial) dengan variasi debit aliran yang besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 34
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Sumberdaya Lahan Tanah penyusun cukup tebal dengan kandungan hara tinggi, bertekstur lempung geluh berdebu hingga berpasir, berupa tanah Andosol.
Penggunaan lahan berupa hutan yang berfungsi lindung dengan tegakan pohon yang rapat hingga sangat rapat di bagian kerucut dan lereng, sedangkan pada bagian lereng bawah dan kaki banyak dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan teh dan sayuran.
Sumberdaya Hayati Flora didominasi oleh pohon-pohon hutan hujan tropis yang cukup lebat membentuk hutan lindung dan tanaman pertanian semusim. Fauna dominan berupa kera, elang, dan lainnya.
Gambar A2.4b. Kenampakan Lembah Anai (kanan atas) sebagai bagian dari Satuan Ekoregion Lereng Vulkanik, dengan Fenomena Air Terjun (kiri dan kanan tengah), terbentuk akibat patahan yang memotong topografi lereng pegunungan yang sangat terjal, sehingga sungai yang mengalir menjadi air terjun yang berada di sisi Jalan Raya Padang – Bukit Tinggi. Tampak aliran sungai (kanan bawah) sebagai kelanjutan dari air terjun, dan bertemu dengan sungai dari bagian hulu pegunungan yang lainnya. (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 35
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.4c. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Vulkanik (atas) dengan kondisi hutan tropis yang cukup rapat dan lembah-lembah antar pegunungan vulkanik yang subur (kiri bawah) di daerah Sungai Landia. Tampak bekas aktivitas pembakaran hutan (kanan bawah) untuk pembukaan lahan-lahan pertanian oleh penduduk setempat. (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Gambar A2.4d. Kenampakan Danau Kawah Maninjau sebagai bagian dari Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi, denagn kekayaan Fauna Endemik Kera Ekor Panjang yang menghuni hutan-hutan di sekitarnya (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 36
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.4e. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Gunungapi Talang Desa Rawang Gadang, Danau Kembar dengan penggunaan lahan Perkebunan Teh pada Kaki Gunungapi (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Gambar A2.4f. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Danau Bawah, Gunungapi Talang (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Gambar A2.4g. Pemunculan Mataair Panas di Desa Bukik Gadang, Lembangjaya, Solok, yang merupakan bagian dari Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 37
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A.2.10. Satuan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi (V2) Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi berangsur-angsur dari atas ke bawah mengalami penurunan kemiringan lereng dari curam ke miring dengan lereng 15 - 30%, beda tinggi rerata 75 - 500 meter. Terbentuk dari proses utama aliran lava dan lahar (vulkanism), dengan struktur pengendapan secara periodik yang menunjukkan periodisasi pengendapan akibat letusan. Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil pengendapan aliran lava, lahar, dan material jatuhan (airborne deposite), berupa pasir, kerikil, kerakal, dan bebatuan dengan berbagai ukuran. Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Kondisi suhu udara masih terasa dingin dan sejuk karena ketinggiannya, dan udara relatif masih lembab dengan kandungan uap air yang cukup. Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang dapat berupa agregat atau bongkahan (seperti blok lava) maupun lepas-lepas (seperti pasir dan kerikil endapan lahar), sehingga berpotensi sebagai bahan galian mineral golongan C, berupa pasir, kerikil, kerakal, dan batu, sebagai bahan baku bangunan, industri semen, pembangunan jalan, dan infrastruktur fisik lainnya. Tanah mulai berkembang dengan solum ke arah bawah semakin tebal, berwarna gelap kehitaman, tekstur pasir berdebu (untuk gunungapi aktif) atau pasir debu berlempung (untuk gunungapi tua), berupa tanah-tanah Andosol yang subur. Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi kaki gunungapi, banyak mucul mataair topografik sebagai bagian dari jalur kedua sabuk mataair (spring belt) dengan debit aliran yang besar, yang berpotensi sebagai sumber air bersih bagi industri air minum dalam kemasan atau PDAM. Mataair ini juga mampu mensuplai aliran sungai secara kontinyu, sehingga umumnya sungai mengalir sepanjang tahun (perenial). Pola aliran sungai mulai berkembang membentuk pola parallel untuk satu sisi lereng gunungapi atau pola radial sentrifugal untuk keseluruhan keliling tubuh gunungapi. Bentuk lembah sungai masih vertikal, curam, dan agak dalam, sehingga terkadang masih dijumpai penyempitan aliran (rapid valley) dan terjunan-terjunan kecil (small waterfall). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 38
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Lahan mulai dapat dimanfaatkan dan muncul bentuk-bentuk pemanfaatan lahan yang produktif, seperti: hutan produksi, perkebunan, dan pemanfaatan potensi alam untuk pengembangan wisata minat khusus alam pegunungan dengan pemandangan yang indah, udara sejuk, air berlimpah, dan tanah yang subur. Karena ketinggian, kemiringan lereng, dan kedudukannya di bawah lereng gunungapi, maka bentanglahan ini secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pengaliran airtanah (flow groundwater) dan daerah resapan air hujan (infiltrasion and percolation area) yang berperan dalam pengisian airtanah ke dalam akuifer, sehingga secara keruangan dapat ditetapkan sebagai kawasan penyangga (buffer area) dengan pemanfaatan terbatas (hutan produksi terbatas atau perkebunan tanaman tahunan).
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya kedua akibat ancaman aliran lava, lahar, dan awan panas, yang mengalir melalui lembah-lembah sungainya, serta hujan abu yang dapat tersebar secara meluas di sekitar kepundan gunungapi. Pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan menjadi lahan-lahan permukiman mulai terjadi, baik pada bentanglahan kaki gunungapi yang tidak aktif atau sedang istirahat, maupun pada gunungapi gunungapi aktif. Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lokasi - 01
Koordinat
Karakteristik
: Desa Janggirleto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara
: 47N 0501566; 0322220
: Lereng 8-15%, material endapan piroklastik.
Air minum berasal dari air PDAM (mataair), airtanah dalam dengan akuifer pada kedalaman ±50 sampai 120 meter, air permukaan berupa aliran sungai untuk irigasi dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 73,6 µmhos/cm (tawar), debit aliran sedang dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna agak keruh (keputihan).
Tanah Latosol dengan warna abu-abu gelap (10YR 4/1), solum tebal hingga sangat tebal (60 - >120 cm), tekstur lempung pasir berdebu, struktur gumpal membulat lemah, drainase baik, pH 7, daya dukung sedang - tinggi (pnetrometer 2-4.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) sedang.
Pemanfaatan lahan berupa lahan pertanian sawah irigasi dengan tanaman padi dan tanaman semusim lainnya. Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dengan pola mengelompok pada daerah yang datar dan mengikuti jalan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 39
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Permasalahan
dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
: Konversi lahan menjadi lahan-lahan produktif kebun campur dan permukiman akibat perkembangan wilayah yang pesat.
Gambar A2.5a. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Desa Janggirleto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan sawah irigasi tanaman padi dan tanaman semusim lainnya (palawija), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal dan ketersediaan sumber air irigasi dari aliran permukaan yang melimpah. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Lokasi - 02
Koordinat
Karakteristik
: Desa Hapoltakan, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara
: 47N 0485448; 0327625
: Lereng 10%, material endapan piroklastik.
Air minum berasal dari air PDAM (mataair), airtanah dalam dengan akuifer pada kedalaman ±50 sampai 120 meter, air permukaan berupa aliran sungai untuk irigasi dengan debit aliran sedang dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna agak keruh.
Tanah Latosol dengan warna coklat gelap (10YR 4/3), solum tebal hingga sangat tebal (>100 cm), tekstur lempung berpasir, struktur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 40
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
remah, drainase baik, pH 7, daya dukung tinggi (pnetrometer 3-4.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang.
Pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur dengan tanaman palawija, sayur-sayuran, kopi, dan coklat.
Permasalahan
Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaanperkotaan dengan pola mengelompok pada daerah yang datar dan mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
: Konversi lahan menjadi lahan-lahan produktif kebun campur dan permukiman akibat perkembangan wilayah yang pesat.
Gambar A2.5b. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Hapoltakan, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buahbuahan (durian, kopi, dan kakao), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Lokasi - 03
Koordinat
Karakteristik
: Desa Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara
: 47N 0459211; 0322619
: Lereng miring, material endapan piroklastik, elevasi 1.378 meter dpal.
Air minum berasal dari air PDAM (mataair) dengan nilai DHL 124,7 µmhos/cm, airtanah dalam dengan akuifer pada kedalaman >100 meter.
Tanah pada lapisan atas berupa Andosol berwarna hitam (2.5Y 2/0), dengan solum 20-40 cm, tekstur debu berpasir, struktur remah, pH 4, drainase baik, daya dukung rendah (pnetrometer 1-1.5 kg/m2), dan BO sedikit; sedangkan pada lapisan bawah berupa tanah Latosol warna coklat kekuningan (10YR 6/8), solum tebal, tekstur lempung berpasir, struktur gumpal membulat, drainase agak buruk, pH 5-7, daya dukung tinggi (pnetrometer 3-4.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 41
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur dengan tanaman palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan (kopi dan durian).
Permasalahan
Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dengan pola mengelompok pada daerah yang datar dan mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
: Konversi lahan menjadi lahan-lahan produktif kebun campur dan permukiman akibat perkembangan wilayah yang pesat.
Gambar A2.5c. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buahbuahan (durian dan kopi), dengan tanah Andosol berwarna hitam dan Latosol coklat tua yang subur memiliki solum tebal. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 42
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A.2.11. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi (V3) Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief landai hingga bergelombang, kemiringan lereng 8 15%, beda tinggi rerata 25 - 75 meter. Terbentuk dari proses utama aliran lava dan lahar (vulkanism), dengan struktur pengendapan secara periodik yang menunjukkan periodisasi pengendapan akibat letusan, dengan persebaran material dibantu oleh aliran sungai. Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil pengendapan aliran lahar dan material jatuhan (airborne deposite), berupa pasir, kerikil, dan kerakal. Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Karena penurunan ketinggian, maka suhu udara mulai terasa hangat hingga panas, bergantung musim, namun demikian udara relatif masih relatif bersih dan segar karena pengaruh kondisi bentanglahan yang alami. Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang umumnya didominasi oleh bahan-bahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, kerakal, dan bebatuan hasil proses endapan lahar, sehingga berpotensi sebagai bahan galian mineral golongan C, sebagai bahan baku bangunan, industri semen, pembangunan jalan, dan infrastruktur fisik lainnya. Tanah sudah berkembang dengan baik, solum tanah tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur pasir berdebu (untuk gunungapi aktif) atau pasir debu berlempung (untuk gunungapi tua), struktur remah hingga sedikti menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang subur. Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi dataran kaki gunungapi, masih dijumpai pemunculan mataair topografik sebagai bagian dari jalur terakhir sabuk mataair (spring belt) dengan debit aliran yang relatif besar, yang berpotensi sebagai sumber air bersih bagi air minum penduduk atau PDAM. Kondisi morfologi yang landai dengan material penyusun berupa bahan-bahan piroklastik, maka sangat berpotensi untuk menyimpan dan mengalirkan airtanah dengan baik, sehingga pada bentanglahan ini mulai terbentuk akuifer yang produktif.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 43
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Pola aliran sungai semakin berkembang membentuk pola parallel - dendritik yang mengalir menuju dataran di bagian bawahnya. Bentuk lembah sungai masih cenderung melebar, landai, dan stabil, yang berfungsi sebagai media transport material dari hulu ke hilir. Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif berupa sawah dengan irigasi intensif dengan produktivitas tinggi, dan mulai berkembang permukiman penduduk. Wilayah yang dapat dikatakan berada pada daerah rendah atau bawahan, kemiringan lereng yang landai, dan kedudukannya di bawah kaki gunungapi dengan pemanfaatan yang makin produktif, maka bentanglahan ini secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pencadangan airtanah (storage groundwater) dan daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan dapat ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian dan permukiman (perkotaan), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang mudah.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi, diuraikan berikut ini. Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya ketiga akibat ancaman aliran lahar (banjir lahar) melalui lembah-lembah sungainya, dan hujan abu yang dapat tersebar secara meluas mengikuti arah dan kecepatan angin. Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan menjadi lahan-lahan permukiman, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, bergantung tingkat perkembangan wilayahnya. Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi
Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi di Sumatera Barat Relief datar, dengan lereng datar hingga landai (0-15%), topografi dataran, dan elevasi ± >1000 meter dpal. Tersusun atas batuan sedimen aluvium sungai yang berasal dari hasil pelapukan bahan-bahan piroklastik dan batuan vulkanik pada perbukitan atau pegunungan di sekitarnya.
Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pengendapan aluvium oleh aliran sungai dan rombakan lereng secara gravitatif (koluvium).
Pada awalnya material berasal dari hasil erupsi gunungapi berupa bahan-bahan piroklastik atau akibat rombakan lereng (pelapukan) batuan penyusun perbukitan atau pegunungan di sekitarnya, yang kemudian terbawa oleh aliran sungai dan diendapkan pada lembah-lembah yang ada di bagian bawah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 44
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi di Sumatera Barat Sumberdaya Udara Saat pengukuran udara cerah dan sejuk, dengan suhu 26,2°C, dan kecepatan angin 3.9 – 6.3 m/detik.
Sumberdaya Air Airtanah relatif dangkal (< 7 meter dpt), tetapi penduduk lebih banyak memanfaatkan mataair sebagai sumber air domestik (rumah tangga) yang berasal dari mataair topografik di perbukitan atau pegunungan sekitarnya. Air dari mataair vulkanik ini umumnya berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL rendah (< 1000 µmhos/cm), pH netral (6 - 7), suhu normal (25 - 30°C), dan TDS rendah (< 100 ppm), yang umumnya dialirkan secara gravitatif. Sungai-sungai relatif kecil mengalir secara perenial dengan debit kecil, air jernih, tawar, dan tidak berbau; DHL rendah (< 1000 µmhos/cm), pH netral (6 - 7), suhu normal (25 - 30°C), dan TDS rendah (< 100 ppm).
Sumberdaya Lahan Tanah relatif tebal, berwarna kecoklatan, tekstur lempung bergeluh, struktur gumpal membulat, drainase sedang hingga baik, daya dukung sedang hingga tinggi, pH netral, dan kandungan BO sedang hingga tinggi, berupa tanah Aluvial. Lahan berfungsi budidaya, berupa pertanian sawah irigasi dengan pola tanam 2 kali padi dan sekali palawija dalam setahun, dan permukiman yang mengelompok pada lembah.
Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral tidak teridentifikasi dengan pasti, tetapi umumnya berupa tanah urug. Sumberdaya Hayati Flora umumnya berupa tanaman pertanian. Fauna endemik berupa babi hutan (celeng) dan ular sawah, selebihnya berupa fauna domestik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 45
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.6. Kenampakan Satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi atau Lembah antar Pegunungan Vulkanik di daerah Sungai Landia, Sumatera Barat. Lahan yang subur dengan ketersediaan air yang melimpah, menyebabkan pertumbuhan permukiman cukup pesat dan lahan dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian berupa sawah-sawah irigasi sederhana hingga setengah teknis. Fenomena bentanglahan seperti ini banyak dijumpai antara perbukitan dan pegunungan gunungapi di Sumatera Barat. (Foto; Langgeng W.S., Maret, 2013)
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES TEKTONISME A.2.12. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan (S1.P); dan A.2.13. Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan (S2.P) Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung; sedangkan untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 46
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan Struktural Patahan, seperti diuraikan berikut ini. Kedua bentanglahan ini mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya. Untuk S1P, morfologi atau topografi berupa pegunungan dengan relief bergunung, lereng sangat curam dengan kemiringan >45%, beda tinggi rerata >500 meter; sedangkan untuk S2P, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng curam dengan kemiringan 30-45%, beda tinggi rerata 75-500 meter. Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang membentuk struktur patahan, dengan kenampakan bidang patahan (escarpment) yang tegas membentuk jalur blok perbukitan/pegunungan kompleks, akibat sifat material batuan penyusunnya yang kompak dan keras. Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuan-batuan beku hasil proses aktivitas gunungapi tua, seperti: diabast, granit, andesit, gabro, dan lainnya; atau batuan sedimen yang telah mengalami metamorfosis, seperti: kalsit atau marmer, sekis, gneis, atau lainnya. Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan Struktural Patahan, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini umumnya berupa topografi pegunungan atau perbukitan yang tinggi membentuk pegunungan atau perbukitan kompleks blok patahan, yang terlindungi dengan vegetasi berupa tegakan hutan rapat, sehingga udara akan terasa sejuk. Batuan penyusun berupa batuan-batuan yang keras dan kompak yang telah berumur sangat tua, bahkan akibat proses pengangkatan dan tekanan tektonik yang kuat menyebabkan proses metamorfosis, sehingga tekstur batuan semakin halus dan kompak dengan struktur yang terubah dan indah. Proses inilah yang menyebabkan pembentukan mineral-mineral batuan mulai yang bernilai ekonomi tinggi, seperti kuarsa, marmer, granit, granodiorit, dan sebagainya, yang berpotensi untuk dipoles menjadi batu akik, batu permata, berlian, bahan-bahan ornamen rumah, hotel, dan sebagainya. Potensi sumberdaya mineral lain bagi batuan yang belum mengalami metamorfosis adalah sebagai bahan bangunan, industri semen, industri pakan ternak, kosmetik, dan lainnya. Sifat batuan penyusunnya yang kompak tidak memungkinkan untuk menyimpan air, akan tetapi keberadaan struktur retakan atau patahan dapat berfungsi sebagai poripori sekunder yang akan mengalirkan air hujan dan muncul di bagian tekuk
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 47
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
lerengnya sebagai mataair (spring) atau rembesan (sepage), yang cukup potensial sebagai sumber air bersih masyarakat sekitarnya. Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai kawasan lindung dalam bentuk hutan lindung, cagar alam atau suaka margasatwa, dengan kemungkinan potensi pengembangan sebagai kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan.
Contoh satuan Ekoregion Bentanglahan ini di Pulau Sumatera, adalah: Jalur Perbukitan dan Pegunungan Blok Patahan sepanjang Patahan Semangko di sisi barat Pulau Sumatera, mulai dari Lampung; Lubuk Linggau di Bengkulu; Sungai Penuh hingga Kerinci di Jambi; Sawah Lunto, Bukit Tinggi, hingga Lubuk Sikaping di Sumatera Barat; Padang Sidempuan, Taruntung, hingga Sidikalang di Sumatera Utara; dan berlanjut hingga Banda Aceh. Di sepanjang jalur patahan tersebut, terkadang terdapat asosiasi antara batuan gunungapi tua sebagai dasar formasi dengan endaapan batugamping terumbu di bagian atas yang membentuk topografi karst, tetapi keterdapatannya secara lokallokal saja (yang tidak nampak jelas pada skala 1 : 250.000), seperti di sebelah selatan Lho-nga, Aceh. Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada kedua satuan ekoregion bentanglahan ini dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain: sifat batuan penyusunnya yang kompak dan sangat keras, tidak memungkinan untuk dapat menyimpan air, sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih; sifat batuan yang kompak dengan resistensi tinggi, tidak memungkinkan pembentukan tanah dengan baik, sehingga tanah relatif tipis langsung kontak dengan batuan induk, yang disebut dengan tanah Litosol, miskin hara, dan banyak singkapan batuan (outcrop), sehingga berpotensi sebagai lahan kritis dan marginal; genesis bentanglahan sebagai hasil proses pengangkatan tektonik yang membentuk bidang patahan pada topografi perbukitan dan pegunungan, sangat berpotensi sebagai media rambatan gelombang tektonik yang mampu menciptakan gempabumi tektonik (earthquake) yang dahsyah; kondisi topografi yang demikian dengan struktur batuan penyusun yang banyak retakan dan patahan, ketika terjadi gempabumi yang kuat, sangat berpotensi terhadap kejadian gerak massa batuan berupa longsor batuan (rock slide) atau bahkan jatuhan batuan (rock fall) yang sangat berbahaya dan mengancam keselamatan penduduk di sekitarnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 48
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lokasi - 01 Koordinat
Lokasi - 02 Koordinat
Karakteristik
: Desa Panatapan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara (Celah topografi antara Danau Toba dan Pegunungan Struktural Patahan)
: 47N 0443604; 0319351
: Desa Sitinjo, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara (Sungai Renun, sungai anteseden mengikuti struktur patahan pada Pegunungan Struktural Patahan)
: 47N 0432308; 0301915
: Lereng 30 - 55%, material batuan beku blok lava yang mengalami pengangkatan dan terbentuk struktur patahan, intrusi diorit porfir, serta batuan metamorfik kalsit dan marmer muda.
Air minum berasal dari mataair dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 31,4 µmhos/cm (tawar), debit aliran sedang hingga besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna jernih, berasa tawar dan dingin. Mengalir Sungai Renun sebagai sungai patahan yang mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan debit aliran sangat besar, dengan pola alur lurus mengikuti struktur patahan. Terdapat Air Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk akibat patahan dengan debit aliran sangat besar, DHL 41,2 µmhos/cm dengan kondisi air keruh kecoklatan yang menunjukkan sedimen terlarut yang tinggi. Juga terdapat Danau Toba yang dapat dikatakan sebagai Danau Kaldera (Crater) dan sekaligus danau patahan.
Tanah Litosol dengan dengan solum tipis langsung kontak dengan batuan induk, dan Podsolik merah kekuningan dengan solum cukup tebal. Tutupan lahan berupa hutan tropis kerapatan tinggi sebagai kawasan hutan lindung. Sumberdaya mineral potensial adalah penambangan batugamping dan marmer muda sebagai campuran makanan ternak dan bahan bangunan.
Permasalahan
Pemanfaatan lahan lain sebagai kawasan wisata alam dengan perkembangan permukiman pedesaan berpola mengelompok di sekitar Danau Toba atau mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
: Erosi lahan berupa pelapukan batuan, erosi lembah (gully erosion), dan potensi runtuhan batuan (rock fall) pada dinding patahan (escarpment) yang terjal atau karena pemotongan topografi untuk pembuatan jalan, dan ancaman gempabumi tektonik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 49
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.7a. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) di sekitar Danau Toba (gambar kanan atas) yang merupakan danau kaldera sekaligus danau patahan yang dikelilingi dinding kubah lava berpola relatif lurus akibat struktur patahan di Desa Panatapan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Material penyusun perbukitan dan pegunungan struktural patahan berupa blok-blok lava basaltis dengan struktur berlapis (gambar bawah), yang mengalami pengangkatan dan patah membentuk dinding tegak memanjang (escarpment) dengan lereng curam hingga sangat curam. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 50
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.7b. Kenampakan Bidang Patahan (Escarpment) pada Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) dan aliran Sungai Renun (gambar kanan atas dan tengah) yang mengikuti pola struktur patahan di Desa Sitinjo, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Material penyusun berupa batuan beku terobosan diorit porfir (sebagai campuran makan ternak, gambar kiri bawah), batugamping, kalsit dan marmer muda sebagai hasil metamorfosis batugamping (sebagai bahan bangunan, gambar kanan bawah). (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 51
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.7c. Air Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk karena pemotongan topografi akibat struktur patahan, dengan debit aliran yang sangat besar dan berpotensi untuk pengembangan pariwisata alam (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat Relief berbukit, dengan lereng miring - agak curam (16-40%) bahkan banyak dijumpai bukit-bukit berlereng tegak (cliff), dan topografi perbukitan, dengan elevasi ± 45 meter dpal hingga >805 meter dpal. Tersusun atas batuan beku diabas, granit porfir, batuapung (pumice), breksi, dan andesit dengan matrik tufaan, tekstur kasar banyak lubang (porfiritis), dan banyak dijumpai struktur retakan (joint). Dikontrol oleh struktur patahan yang tegas, membentuk lereng tegak memanjang berupa cliff nyata.
Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pelapukan fisik (physical weathering) berupa pengelupasan dan pecahnya batuan (disintegration), erosional, longsor lahan (landslide), dan jatuhan batuan (rock fall). Gunungapi kuarter yang mengalami pengangkatan kuat, sehingga terangkat dan patahpatah, sehingga aktivitasnya menurun dan terbentuk jajaran perbukitan vulkanik berstruktur patahan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 52
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Tabel A2.2. Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat Karakteristik
Lokasi - 1
Lokasi – 2
Koordinat
47M – X = 0646444; Y = 9916969
47M – X = 0651333; Y = 9965862
Morfologi
Lereng 16 – 40% (miring – agak curam) dan >40% (curam); Berbukit; Elevasi 45 m dpal
Lereng 16 – 40% (miring – agak curam) dan >40% (curam); Berbukit; Elevasi 805 m dpal
Lokasi
Morfogenetik Morfoproses Sumberdaya Udara
Sumberdaya Air Sumberdaya Lahan Sumberdaya Mineral Sumberdaya Hayati
Pasar Usang, Batangarai, Padang Pariaman
Batuan beku: diabas, granit porfir, dan batuapung dengan matrik tufaan Struktur: patahan dengan banyak retakan (joint) Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan mengalami patahan Pelapukan batuan dan longsor lahan
Saat pengukuran cerah, suhu 30.9°C, angin 1.93.6 m/detik Mataair berada pada tekuk lereng perbukitan, sebagai sumber air bersih PDAM dan air minum penduduk Tanah tipis, langsung kontak dengan batuan induk, dan miskin hara, berupa Litosol. Lahan berfungsi lindung, berupa hutan, produksi kayu hutan Breksi andesit, pasir batu, dan tanah urug Penambangan rakyat tradisional
Flora: hutan kayu Fauna: harimau, orang hutan, tapir, celeng, kijang/rusa, piton, dan ayam hutan
Sumber: Hasil Validasi Lapangan KLH (Maret 2013)
Perbukitan dan Lembah Sihanok, Bukittinggi Batuan beku: breksi dan andesit dengan matrik tufaan Struktur: patahan dengan banyak retakan (joint) Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan mengalami patahan Pelapukan, erosi, dan longsor lahan
Saat pengukuran cerah, suhu 30.9°C, angin 1.93.6 m/detik
Sungai Sihanok, tawar, jernih, dan tidak berbau; perenial dengan debit sedang; DHL 245 µmhos/cm, pH 8.2, suhu 22.1°C, dan TDS 164 ppm; ancaman pencemaran limbah (sampah) rumah tangga Tanah tipis, langsung kontak dengan batuan induk, dan miskin hara, berupa Litosol. Lahan berfungsi lindung dengan hutan lindung dan pengembangan wisata alam Batuan andesit tufaan
Flora:hutan konservasi Fauna: kera
Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat Sumberdaya udara Udara relatif sejuk dengan suhu berkisar 30-32°C dengan angin sepoi-sepoi hingga agak kencang, yang mengindikasikan wilayah perbukitan asal proses kegunungapian dengan struktur patahan.
Sumberdaya air Sumberdaya air potensial berupa pemunculan mataair dan rembesan, akibat struktur batuan yang retak-retak, keterdapatan patahan, serta pemotongan topografi, yang berakibat pemunculan mataair dan rembesan pada tekuk-tekuk lerengnya, dengan debit aliran relatif sedang hingga besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik, sebagai sumber air bersih PDAM dan air minum penduduk. Sungai mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan variasi debit aliran yang besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik. Terdapat ancaman pencemaran limbah rumah tangga berupa sampah dan limbah cair. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 53
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Sumberdaya Lahan Tanah penyusun sangat tipis dan relatif belum berkembang, bertekstur lempung berpasir, dengan kandungan hara rendah (miskin hara), berupa tanah Litosol. Penggunaan lahan berupa hutan yang berfungsi lindung dengan tegakan pohon yang rapat hingga sangat rapat.
Sumberdaya Hayati Flora didominasi oleh pohon-pohon hutan hujan tropis yang cukup lebat membentuk hutan lindung. Fauna dominan berupa harimau, tapir, orang hutan, kera, babi hutan (celeng), kijang, ular piton, dan ayam hutan.
Gambar A2.7d.
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan dengan jalur bidang patahan (escarpment) yang tegas yang berdampingan dengan Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) dengan batuan penyusun berupa batuan beku Diabast (kiri bawah) dan Batuapung (kanan bawah), yang dijumpai di daerah Batangarai, Padang Pariaman, Sumatera Barat.
(Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 54
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Laharik
Tufaan
Gambar A2.7e.
Kenampakan Lembah Sihanouk (gambar atas) di Kota Bukit Tinggi, yang merupakan sebuah lembah memanjang yang curam pada lereng gunung berapi (Baranco) dan berasosiasi dengan jalur patahan, sehingga membentuk lembah curam yang dibatasi oleh tebing tegak dan lurus di sisi kanan dan kirinya berbatuan andesit tufaan, sebagai jalan aliran lahar yang berkembang menjadi sungai perenial. Tampak struktur lapisan sedimen sungai berupa endapan laharik di bagian atas lapisan batuan dasar andesit tufaan (gambar kiri bawah), dan keterdapatan fauna endemik berupa kera ekor panjang (gambar kanan bawah) pada hutan di sekitarnya. (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Relief bergunung-gunung dengan lereng curam hingga sangat curam (>40%) bahkan banyak dijumpai lereng tegak (cliff) pada elevasi yang tinggi.
Tersusun atas batuan beku andesit dengan banyak struktur retakan (joint) dan batuan malihan berupa kalsit dan marmer. Dikontrol oleh struktur patahan yang tegas, membentuk lereng tegak memanjang, jalur patahan Semangko yang berpotensi gempa tektonik.
Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pelapukan fisik (physical weathering) berupa pengelupasan dan pecahnya batuan (disintegration), erosional, longsor lahan (landslide), dan jatuhan batuan (rock fall). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 55
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gunungapi kuarter yang mengalami pengangkatan kuat, sehingga terangkat dan patahpatah, sehingga aktivitasnya menurun dan terbentuk jajaran pegunungan struktural. Tabel A2.3. Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat Karakteristik
Lokasi - 1
Lokasi - 2
Koordinat
47M – X = 0670709; Y = 9896230
47M – X = 0699332; Y = 9875897
Morfologi
Lereng >40% (curam – sangat curam); Bergunung; Elevasi 856 m dpal
Lereng >40% (curam – sangat curam); Bergunung
Lokasi
Morfogenetik Morfoproses Sumberdaya Udara
Taman Hutan Rakyat Hatta
Batuan beku andesit dengan struktur retakan (joint) Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan mengalami patahan Longsor lahan dan jatuhan batuan
Saat pengukuran cerah (pagi hari), suhu 24.8°C, angin 0.5 – 3.2 m/detik
Sumberdaya Air
Pemunculan mataair dan rembesan melalui struktur retakan batuan dan pemotongan topografi, bersifat perenial, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL <500 µmhos/cm, pH 7.3, suhu 20°C, dan sebagai sumber air bersih penduduk
Sumberdaya Lahan
Tanah merah kekuningan, cukup tebal (>60 cm), tekstur geluh berlempung, struktur gumpal membulat, daya dukung sedang, pH 5 - 7, dengan sedikit BO dan Mn, berupa tanah Podsolik merah kekuningan. Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung, dengan tegakan rapat.
Sumberdaya Mineral Sumberdaya Hayati
Tidak teridentifikasi
Flora: hutan kayu Fauna: harimau, orang hutan, celeng, dan kera ekor panjang
Sumber: Hasil Validasi Lapangan KLH (Maret, 2013)
Danau Bawah, Desa Air Dingin, Lembah Gumanti, Solok
Batuan beku andesit dengan struktur retakan (joint); batuan malihan berupa kalsit dan marmer Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan mengalami patahan (struktur jalur patahan Semangko) Longsor lahan dan jatuhan batuan Hujan deras
Pemunculan mataair dan rembesan melalui struktur retakan batuan dan patahan, bersifat perenial, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 260 µmhos/cm, pH 7.4, suhu 22.9°C, TDS 174 ppm, dan sebagai sumber air bersih penduduk Sungai mengalir perenial dengan debit fluktuatif dari kecil hingga besar, dengan sedimen terlarut sangat tinggi akibat aktivitas penambangan dan pengolahan lahan pada lereng-lereng pegunungan Tanah Podsolik merah kekuningan Lahan berfungsi lindung, tetapi banyak pemanfaatan untuk pertanian dan penambangan rakyat Kalsit dan marmer, dengan penambangan rakyat berupa batu pecah untuk perkerasan jalan Flora:hutan konservasi Fauna: tidak teridentifikasi
Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat Sumberdaya udara Udara relatif sejuk dengan suhu berkisar 25-30°C dengan curah hujan tinggi.
Sumberdaya air Sumberdaya air potensial berupa pemunculan mataair dan rembesan, akibat struktur batuan yang retak-retak, keterdapatan patahan, serta pemotongan topografi, yang berakibat pemunculan mataair dan rembesan pada tekuk-tekuk lerengnya, dengan debit Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 56
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
aliran relatif sedang hingga besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik, sebagai sumber air bersih bagi penduduk sekitar.
Sungai mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan variasi debit aliran yang besar, berasa tawar, kekeruhan tinggi, dan berkualitas kurang baik. Terdapat ancaman pencemaran akibat sedimen yang sangat tinggi akibat pengolahan lahan pertanian atau perkebunan pada lereng-lereng pegunungan, dan penambangan rakyat (mineral kalsit, marmer, dan andesit).
Sumberdaya Lahan Tanah penyusun cukup tebal, tekstur geluh berlempung, struktur gumpal membulat, dengan kandungan hara rendah (miskin hara), berupa tanah Podsolik merah kekuningan. Penggunaan lahan berupa hutan yang berfungsi lindung dengan tegakan pohon yang rapat hingga sangat rapat, dan lahan-lahan perkebunan pada lereng dan kaki pegunungan.
Sumberdaya Hayati Flora didominasi oleh pohon-pohon hutan hujan tropis yang cukup lebat membentuk hutan lindung, dan tanaman perkebunan. Fauna dominan berupa harimau, kera ekor panjang, dan babi hutan (celeng).
Gambar A2.7f.
Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Taman Hutan Rakyat Hatta dengan lereng sangat curam dan hutan hujan tropis yang rapat (gambar atas), dengan tanah didominasi oleh Podsolik merah kekuningan (gambar kiri bawah), serta banyak pemunculan mataair dan rembesan akibat retakan, struktur patahan, dan pemotongan topografi pada tekuk-tekuk lereng (gambar kanan bawah) (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 57
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.7g. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Danau Bawah, Desa Air Dingin, Lembah Gumanti, Solok, dengan aktivitas penambangan rakyat yang sangat intensif (gambar atas); kalsit dan marmer sebagai mineral tambang utama (gambar tengah), serta kenampakan aliran sungai dengan debit besar saat penghujan dan sedimen terlarut sangat tinggi akibat pengolahan lahan dan penambangan (kanan bawah). (Foto: Langgeng W.S., Maret, 2013)
A.2.14. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan (S3.P1); dan A.2.15. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan (S3.P2) Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 58
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Lampung; sedangkan untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Lembah antar Pegunungan dan Perbukitan Struktural Patahan, seperti diuraikan berikut ini. Kedua bentanglahan ini mempunyai morfologi, genesis, struktur, dan material penyusun yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada posisi atau kedudukannya, bahwa S3P1 adalah lembah yang terdapat di antara jalur pegunungan patahan, sedangkan S2P2 adalah lembah yang berada di antara jalur perbukitan patahan. Morfologi atau topografi berupa lembah di antara jalur pegunungan atau perbukitan dengan relief datar, kemiringan lereng <8%, dan berstruktur sebagai terban (graben), yang diapit oleh dua dinding blok patahan (horst) dengan topografi pegunungan atau perbukitan.
Pada dasarnya Potensi Sumberdaya Alam yang dimiliki pada bentanglahan ini mirip dengan bentanglahan pegunungan dan perbukitan struktural patahan di sekitarnya, yaitu: udara alam pegunungan atau perbukitan yang terasa sejuk hingga dingin; potensi sumberdaya mineral-mineral bernilai ekonomi tinggi, seperti: kuarsa, marmer, granit, granodiorit, dan sebagainya, yang berpotensi untuk batu akik, batu permata, berlian, bahan-bahan ornamen rumah, hotel, dan sebagainya; potensi sumberdaya mineral sebagai bahan bangunan, industri semen, industri pakan ternak, kosmetik, dan lainnya; sungai yang berkembang berpola aliran rectangular, dengan sungai utama searah pola lembah patahan (terban) dengan cabang-cabang sungai yang tegak lurus sungai utama mengikuti pola struktur patahan yang ada; dan pemunculan mataair (spring) atau rembesan (sepage), yang cukup potensial sebagai sumber air bersih masyarakat sekitarnya. Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini memiliki potensi untuk pengembangan kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan, yang terkait dengan fenomena alam geologis dan geografis. Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini juga dipengaruhi oleh asal-usul pembentukan (genesis) perbukitan dan pegunungan di sekitarnya, yaitu: ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih;
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 59
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
tanah relatif tipis langsung kontak dengan batuan induk (tanah Litosol) yang miskin hara, dan banyak singkapan batuan (outcrop), sehingga berpotensi sebagai lahan kritis dan marginal; berpotensi sebagai daerah terkena dampak gempabumi tektonik (earthquake) yang dahsyah; berpotensi sebagai daerah terdampak longsor batuan (rock slide) dan jatuhan batuan (rock fall) pada saat terjadi gempabumi tektonik.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lokasi
Koordinat
Karakteristik
: Wilayah Perkotaan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara (sebuah Graben)
: 47N 0425783; 0302202
: Lereng 5-15%, material batuan beku diorit yang telah mengalami lapuk tingkat lanjut, elevasi 1.109 meter dpal.
Air minum berasal dari mataair dengan debit aliran sedang hingga besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial). Mengalir sungai yang mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan debit aliran cukup besar, DHL 64.3 µmhos/cm dengan kondisi air jernih dan segar.
Tanah yang berkembang berupa Latosol coklat kekuningan dan Podsolik merah kekuningan, dengan solum cukup tebal (>60 cm), tekstur lempung debu berpasir, struktur gumpal membulat, daya dukung rendah (pnetrometer 1.5 kg/m2), pH 5.5 – 7, dan kandungan bahan organik sedikit. Pemanfaatan lahan berupa kebun campur dengan tanaman palawija dan buah-buahan, sawah, dan permukiman.
Permasalahan
Permukiman pedesaan dan perkotaan berpola mengelompok di sekitar pada lembah atau mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
: Daerah terdampak jika terjadi gempabumi tektonik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 60
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambar A2.8.
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan, yang berupa sebuah Graben (gambar atas) di sekitar wilayah Perkotaan Sidikalang, Kecamatan Dairi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Kenampakan tanah coklat kekuningan (Latosol) dan merah kekuningan (Podsolik) dengan solum cukup tebal (gambar bawah), yang banyak dimanfaatkan sebagai lahan sawah dan kebun campur untuk buah-buahan. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
A.2.16. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Lipatan (S1.L); dan A.2.17. Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Lipatan (S2.L) Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Lipatan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan; sedangkan untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Lipatan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini. Kedua bentanglahan ini juga mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 61
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Untuk S1L, morfologi atau topografi berupa pegunungan dengan relief bergunung, lereng sangat curam dengan kemiringan >45%, beda tinggi rerata >500 meter; sedangkan untuk S2P, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng curam dengan kemiringan 30-45%, beda tinggi rerata 75-500 meter. Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang membentuk struktur lipatan, dengan kenampakan bidang kelurusan (linement) yang tegas membentuk jalur punggungan (antiklinal) yang berselang-seling dengan jalur lembah (sinklinal) memanjang sejajar punggung lipatan, akibat sifat material batuan penyusunnya yang relatif lunak dan lentur (plastis). Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuan-batuan sedimen berlapis yang lunak dan plastik, seperti: batulempung (claystone), batulempung gampingan, batupasir (sandstone), batupasir gampingan, batugamping (limestone), batugamping napalan, atau sejenisnya.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini umumnya berupa topografi pegunungan atau perbukitan yang tinggi membentuk punggunan antiklinal, yang umunya terlindungi dengan vegetasi berupa tegakan hutan produksi, sehingga udara masih terasa sejuk. Batuan penyusun berupa batuan-batuan yang lunak dan plastis yang relatif berumur tua, sejenis batulempung, batupasir, dan batugamping dengan percampurannya. Ketiga jenis batuan utama penyusunnya menunjukkan hasil proses pengendapan pada lingkungan perairan, baik parairan darat (danau, telaga, atau rawa-rawa) maupun perairan laut dangkal (laguna atau zona laut dangkal / lithoral) pada masa lalu (purba), yang berasosiasi dengan tumbuhnya berbagai tumbuhan dan tinggalnya berbagai fauna maupun kehidupan manusia purba. Ketika terjadinya transisi zaman Tersier ke zaman Kuarter yang ditandai dengan zaman periglasial, yang mana bumi mengalami periode kering yang sangat panjang (jutaan tahun), maka kehidupan tumbuhan, hewan, dan manusia purba menjadi punah. Kemudian disusul dengan proses tektonik berupa pengangkatan daratan akibat penunjaman lempeng samudera di bawah lempeng benua, yang menyebabkan proses perlipatan pada daerah yang tersusun atas batuan yang bersifat lunak dan plastis. Kondisi inilah yang dimungkinkan menyebabkan terjebak sisa-sisa kehidupan masa lalu pada proses pengendapan material dan perlipatan. Terjebaknya sisa-sisa kehidupan masa lalu pada proses perlipatan inilah yang menyebabkan pembentukan sumberdaya alam berupa minyak dan gas bumi, yang sangat potensial dijumpai pada jalur perlipatan, seperti yang terdapat di wilayah bagian timur Pulau Sumatera. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 62
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Sifat batuan penyusunnya yang dominan berupa batuan lempung dan batugamping, relatif akan mengalami pelapukan dan pedogenesis membentuk tanah yang juga mengandung mineral lempung sangat tinggi, yang sering disebut sebagai tanah Vertisol atau Grumusol. Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai kawasan lindung dalam bentuk hutan lindung, cagar alam atau suaka margasatwa, dengan kemungkinan potensi pengembangan sebagai kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan.
Contoh Ekoregian Bentanglahan Pegunungan dan Perbukitan Struktural Lipatan di Pulau Sumatera adalah: Jalur Perbukitan dan Pegunungan Lipatan (Antiklinal) mulai dari Lhokseumawe hingga Langsa, yang mengapit lembah aliran Sungai Lesten di Provinsi Aceh. Jalur Perbukitan dan Pegunungan Lipatan (Antiklinal) mulai dari Padang Sidempuan Sumatera Utara, melewati Bangkinang Riau, dan Muara Tembesi Jambi, hingga berlanjut sampai Palembang Sumatera Selatan. Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain: batuan lempung relatif bersifat sebagai akuitard hingga akuiklud (mudah jenuh air dan tidak mampu menyimpan air dengan baik), sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih; batuan lempung gampingan relatif membentuk tanah yang miskin hara, sehingga termasuk tanah-tanah marginal yang kurang subur dengan produktivitas rendah; tanah berlempung mempunyai sifat kembang kerut yang tinggi, sehingga berpotensi terhadap rusaknya infrastruktur jalan aspal dan bangunan; dan tanah berlempung bersifat labil dan mudah bergerak perlahan, sehingga pada lereng yang curam berpotensi terhadap gerakan tanah (soil creep) dan nendatan (slump). A.2.18. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan (S3.L2) Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 63
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Morfologi atau topografi berupa lembah di antara jalur perbukitan lipatan dengan relief datar, kemiringan lereng <8%, dan berstruktur sebagai sinklinal, yang diapit oleh dua punggunan antiklinal dengan topografi berupa perbukitan. Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang membentuk struktur lipatan, dengan kenampakan bidang kelurusan (linement) yang tegas membentuk jalur lembah (sinklinal) di antara punggungan (antiklinal) yang mengapitnya, akibat sifat material batuan penyusunnya yang relatif lunak dan lentur (plastis). Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuan-batuan sedimen hasil pengendapan material akibat proses erosi di perbukitannya, dengan material utama penyusunnya bersifat lempungan (clay), lempung bergamping, atau sejenisnya.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini umumnya berupa topografi cekungan atau lembah sinklinal, yang relatif terbuka, sehingga udara relatif terasa panas. Batuan penyusun berupa material lempung atau lempung gampingan, bersifat lentur dan mempunyai daya jerab (jebakan) yang tinggi, dan mudah jenuh air. Sesuai dengan genesis dan karakteristiknya, maka dimungkinkan menyebabkan terjebak sisa-sisa kehidupan masa lalu pada saat proses pengendapan material dan perlipatan, sehingga berpotensi terhadap sumberdaya alam berupa minyak dan gas bumi. Sifat batuan penyusunnya yang dominan berupa batulempung dan batugamping, relatif akan mengalami pelapukan dan pedogenesis membentuk tanah yang juga mengandung mineral lempung sangat tinggi, yang disebut sebagai tanah Vertisol atau Grumusol. Sungai yang berkembang berpola aliran treallis, dengan sungai utama searah pola lembah sinklinal dengan cabang-cabang sungai yang tegak lurus sungai utama dengan jalur pendek dan alur rapat menuruni lereng antiklinal di kanan dan kirinya. Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai kawasan budidaya yang berpotensi sebagai kawasan pertambangan minyak dan gas bumi. Contoh Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Lipatan di Pulau Smatera adalah: Lembah Sinklinal mulai dari Prabumulih ke arah utara di Sumatera Selatan. Lembah Sinklinal di bagian tengah Provinsi Riau yang melewati Kota Pekanbaru.
Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini mirip dengan jalur perbukitan dan pegunungan lipatannya, yang juga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 64
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain: lempung relatif bersifat sebagai akuitard hingga akuiklud (mudah jenuh air dan tidak mampu menyimpan air dengan baik), sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih; lempung bersifat mudah jenuh air, sehingga berpotensi terjadinya genangan dan banjir pada saat musim penghujan, apalagi dipicu oleh tingginya beban sedimen terlaut dalam aliran sungai yang menyebabkan proses pendangkalan alur sungai sangat cepat; lempung bersifat mudah menjerab atau menjebak air dalam waktu lama, sehingga berpotensi terdapatnya jebakan-jebakan air laut purba yang menyebabkan airtanah berasa payau hingga asin karena proses pertukaran kation (connate water) atau akibat evaporasi air laut purba yang meninggalkan kristal garam dan mencampuri airtanah (evaporate water); tanah lempungan relatif miskin hara, sehingga termasuk tanah-tanah marginal yang kurang subur dengan produktivitas rendah; tanah berlempung mempunyai sifat kembang kerut yang tinggi, sehingga berpotensi terhadap rusaknya infrastruktur jalan aspal dan bangunan; dan tanah berlempung bersifat labil, mudah bergerak perlahan, dan daya dukung rendah, sehingga pada lereng yang datar berpotensi terhadap proses amblesan tanah (soil creep) dan nendatan (slump).
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES DENUDASIONAL A.2.19. Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional (D2); dan A.2.20. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki Perbukitan Denudasional (D3) Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional menempati area di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung; sedangkan untuk Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki Perbukitan Denudasional menempati area di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Perbukitan dan Lerengkaki Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini. Kedua bentanglahan ini mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya. Untuk D2, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng curam dengan kemiringan 30-45%, beda tinggi rerata 75-500 meter; sedangkan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 65
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
untuk D3, morfologi atau topografi berupa lereng perbukitan dengan relief miring, kemiringan 15-30%, beda tinggi rerata 25-75 meter. Secara genesis, bentanglahan ini pada awalnya dapat terbentuk akibat aktivitas vulkanik tua berupa lairan lava yang membentuk jalur perbukitan, atau akibat pengangkatan tektonik yang membentuk jalur perbukitan struktural (umumnya struktur patahan) yang juga telah berumur tua. Namun pada perkembangan selanjutnya, proses pelapukan batuan sangat intensif dan akibat morfologinya yang curam, yang menyebabkan proses erosional akibat air hujan sangat intensif pula, dan juga lebih diperparah dengan proses gerakan massa tanah berupa longsor lahan (land slide) yang potensial. Efek dari proses tersebut, maka terbentuklah perbukitan denudasional dengan lereng yang tertoreh membentuk alur-alur atau lembahlembah erosional yang sangat kompleks. Material atau batuan utama penyusunnya umumnya berupa batuan-batuan beku hasil proses aktivitas gunungapi tua, seperti: diabast, granit, andesit, gabro, dan lainnya; atau batuan sedimen yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Perbukitan dan Lerengkaki Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini. Satuan bentangkahan ini umumnya menempati daerah dengan iklim basah, curah hujan bervariasi dari rendah hingga tinggi, dan mempunyai perbedaan tegas antara musim kemarau dan penghujan. Material dominan adalah batuan-batuan beku gunungapi tua dan batuan sedimen yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut. Potensi sumberdaya mineral berupa bahan galian C, seperti: batu andesit, breksi, konglomerat, diabast, dan batugamping napalan. Tanah yang berkembang cukup intensif dengan solum yang cukup tebal, tekstur lempung berpasir, struktur gumpal lemah, dan drainase agak terhambat, seperti: Kambisol dan Latosol, serta terkadang juga terbentuk tanah Podsolik berwarna cerah merah kekuningan yang umumnya berkembang pada batuan dasar gunungapi dengan kandungan besi yang tinggi. Ketiga jenis tanah ini mempunyai kesuburan menengah dan berpotensi untuk pengembangan lahan perkebunan dan hutan produksi, yang tersebar pada lerengkaki perbukitan. Sementara pada perbukitannya, tanah relatif lebih tipis dan langsung kontak dengan batuan induk, serta miskin hara, yang disebut dengan tanah Litosol. Akibat proses erosional dan longsor lahan yang intensif, maka pola aliran sungai seperti cabang-cabang pohon (dendritik), dengan alur rapat sejajar menuruni lereng, dan bertemu di lembah perbukitan menyatu menjadi sungai yang lebih besar. Namun demikian sifat aliran sungai relatif epimeral atau perenial dengan fluktuasi debit aliran sangat tinggi antara musim penghujan dengan kemarau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 66
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Airtanah relatif sulit didapatkan, kecuali pada lembah-lembah sempit yang ada, itupun dalam jumlah yang sangat terbatas. Umumnya airtanah dijumpai dalam bentuk rembesan (seepage) di antara lapisan batuan yang telah lapuk di bagian atas dan lapisan batuan yang masih padu di bagian bawah, atau dalam bentuk mataair kontak dan terpotong lereng pada tekuk-tekuk lereng atau lerengkaki perbukitan (contact spring atau topographic spring), dengan debit aliran yang umumnya kecil. Penggunaan lahan alami yang terdapat pada satuan ini adalah hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan kebun campur; sehingga secara keruangan berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan lindung dan konservasi tanah dan air.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Perbukitan dan Lerengkaki Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini. Proses utama berupa denudasional yang dicirikan oleh tingkat pelapukan batuan yang telah lanjut, erosi lereng, dan gerakan massa batuan sangat potensial, yang seringkali terjadi saat musim penghujan. Sementara pada musim kemarau, maka berpotensi terhadap ancaman kekeringan dan lahan kritis, dan kekurangan air bersih. Proses ini menyebabkan morfologi perbukitan tidak teratur, banyak alur-alur dan parit-parit erosional (seperti dicakar-cakar), dan degradasi lahan semakin meningkat. Tanah Kambisol dan Latosol merupakan dua jenis tanah yang telah berkembang, solum tebal, bertekstur lempung bergeluh, dan cukup subur, tetapi mudah mengalami longsor jika mengalami kejenuhan tinggi (saat penghujan) dan berada pada lereng yang miring. Sementara tanah Litosol adalah tanah tipis dan miskin hara, sehingga umumnya hanya tumbuh semak belukar atau savana. A.2.21. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Denudasional (D4) Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional menempati area di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung. Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 67
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Karakteristik bentanglahan ini mirip dengan perbukitannya, kecuali pada morfologi atau topografinya yang berupa lembah di antara jajaran perbukitan denudasional, dengan relief datar, lereng 3-8%, beda tinggi rerata <25 meter. Proses pembentukan bentanglahan ini mengikuti dengan proses pembentukan perbukitannya. Namun pada perkembangan selanjutnya, proses yang dominan pada bentanglahan ini adalah deposisional material hasil pelapukan batuan, erosi, dan longsor lahan dari lerengkaki perbukitan di sekitarnya. Material atau batuan utama penyusunnya umumnya berupa bahan-bahan koluvium yang tercampur aduk sebagai hasil proses deposisional material rombakan lerengkaki perbukitan di sekitarnya.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini. Satuan bentangkahan ini umumnya menempati daerah dengan iklim lebih sejuk dan basah dibanding perbukitan di sekitarnya. Material dominan adalah bahan-bahan koluvium hasil proses pengendapan material terdegradasi dari lerengkaki perbukitan di sekitarnya, yang berpotensi terhadap pembentukan tanah yang lebih intensif. Tanah yang berkembang berupa tanah Aluvial akibat pengendapan sungai yang mengalir pada lembah tersebut, atau tanah Kambisol dan Latosol dengan solum yang cukup tebal, tekstur lempung berpasir, struktur gumpal lemah, dan drainase agak terhambat. Ketiga jenis tanah ini mempunyai kesuburan menengah hingga tinggi, dan berpotensi untuk pengembangan lahan perkebunan dan hutan produksi, atau bahkan sawah tadah hujan yang cukup produktif. Sungai yang mengalir relatif bersifat epimeral atau perenial dengan fluktuasi debit aliran sangat tinggi antara musim penghujan dengan kemarau. Airtanah dangkal dengan penyebaran terbatas. Pada tekuk-tekuk lereng perbukitan banyak dijumpai rembesan (seepage) di antara lapisan batuan yang telah lapuk di bagian atas dan lapisan batuan yang masih padu di bagian bawah, atau dalam bentuk mataair kontak dan terpotong lereng (contact spring atau topographic spring), dengan debit aliran yang umumnya kecil. Penggunaan lahan alami yang terdapat pada satuan ini adalah permukiman, kebun campur, sawah, dan hutan produksi terbatas, sehingga secara keruangan berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya terbatas.
Potensi Ancaman Bahaya dan Kerawanan Lingkungan sangat dipengaruhi kondisi perbukitan di sekitarnya, yang antara lain: sebagai daerah terdampak longsor lahan dan gerakan massa batuan lainnya, yang seringkali terjadi saat musim penghujan; daerah terdampak banjir dan genangan saat hujan maksimal; dan daerah terdampak kekeringan dan kekurangan air bersih. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 68
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
SUMBER PENULISAN Abdul-Gaffar-Karim, Amirudin, Mada-Sukmajati, dan Nur-Azizah, 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ad Hoc Committe in Geography, 1965. The Science of Geography. Academy of Science. Washington
Bemmelen, R.W. van, 1970. The Geology of Indonesia. General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. Government Printing Office. The Haque Bintarto, R. dan Hadisumarno, S., 1987. Metode Analisa Geografi. LP3ES – IKAPI. Jakarta
Cahya-Murni H.N., 1999. Prospek Profesi Geografi Menyongsong Otonomi Daerah dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah. Makalah Seminar: Dies Natalis Fakultas Geografi, UGM, Yogyakarta
De Rider, 1972. Hydrogeology of Different Types of Plain. ILRI. Wegeningen Hugget, 1995. Geoecology. John Willey and Sons. New York
King, 1972. Beaches and Coasts. Edward Arnold Publising. London
Lobeck, A.K., 1939. Fundamental of Geomorphology. John Wiley and Sons. New York Pethick J., 1989. Introduction to Coastal Geomorphology. Edward Arnold. London Robert, 1982. Introduction of Structural Geology. John Wiley and Sons. New York
Slaymaker, O. dan Spencer, T., 1998. Physical Geography and Global Environmental Change. Addison Wesley Longman. Singapore
Strahler, N.A. dan Strahler, H.A., 1983 dan 1987. Modern Physical Geography. John Wiley and Sons. New York
Tjia, 2006. Late Quaternary Sea Level Changes in Tectonically Stable Sundaland. Seminar Dosen Tamu dari Malaysia, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta Thornbury, 1954. Principles of Geomorphology. John Wiley and Sons. London - New York
Verstappen, H. Th., 1983. Applied Geomorphology: Geomorphological Surveys for Environmental Development. Elsevier. Amsterdam - Oxford - New York Verstappen, H. Th., 2000. The Geomorphology of Indonesia. ITC. The Netherland
Zuidam, R.A. van and Zuidam, F.I. van Cancelado, 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC. Smits Publishers. The Hague
Zuidam, R.A., van and Zuidam-Cancelado, F.I., van, 1979. Terrain Analysis and Classification Approach. ITC-Text Book. VII-b. Amsterdam Hasil Validasi Lapangan Validasi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan Skala 1 : 500.000 di Sumatera Barat, Kementerian Lingkungan Hidup, Maret 2013
Validasi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 di Sumatera Utara, Kementerian Lingkungan Hidup, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, November 2015
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A - 69
DESKRIPSI KARAKTERISTIK HAYATI (BIOTIK) EKOREGION PULAU SUMATERA Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000
Karakteristik Ekoregion Sumatera ditinjau dari aspek sumberdaya hayati pada dasarnya berada dalam kawasan konservasi. Salah satu bentuk kawasan konservasi tersebut adalah Taman Nasional yang ada di Sumatera seperti sebagai berikut ini. (1) TN. Batang Gadis; Sumatera Utara (Mandailing Natal), Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) adalah sebuah taman nasional di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara. Potensi fauna yang ada di Taman Naional Batang Gadias antara lain harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), kambing hutan (Naemorhedus sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), kucing hutan (Catopuma temminckii), kancil (Tragulus javanicus), binturong (Arctitis binturong) beruang madu (Helarctos malayanus), rusa (Cervus unicolor) dan kijang (Muntiacus muntjac)dan landak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-1
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(Hystix brachyura). Jumlah burung di kawasan TNBG yang dapat diternukan sampai saat ini adalah 242 jenis. Dari 242 jenis tersebut, 45 merupakan jenis burung yang dilindungi di Indonesia, 8 jenis secara global terancam punah, 11 jenis mendekati terancam punah, seperti jenis-jenis Sunda groundcuckoo, Salvadori pheasant, Sumatran cochoa. TN. Berbak; Jambi (Tanjung Jabung), Taman Nasional Berbak merupakan kawasan pelestarian alam untuk konservasi hutan rawa terluas di Asia Tenggara yang belum terjamah oleh eksploitasi manusia. Keunikannya berupa gabungan yang menarik antara hutan rawa gambut dan hutan rawa air tawar yang terbentang luas di pesisir Timur Sumatera. TN Bukit Barisan Selatan, Bengkulu, dan Lampung; (Bengkulu Selatan dan Lampung Utara), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan memiliki beberapa hutan dataran rendah di Sumatera yang terakhir kali dilindungi. Sangat kaya dalam hal keanekaragaman hayati dan merupakan tempat tinggal bagi tiga jenis mamalia besar yang paling terancam di dunia: gajah Sumatera, badak Sumatera, dan harimau Sumatera . TN. Bukit Dua Belas; Jambi, (Sarolangun Bangko, Batanghari, Bungo Tebo), Taman Nasional Bukit Duabelas ini merupakan taman nasional yang relatif kecil, meliputi wilayah seluas 605 km². Di kawasan hutan lindung ini berdiam Suku Anak Dalam atau Suku Kubu atau Orang Rimba. Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan perwakilan bagi hutan hujan tropis di provinsi Jambi. TN. Bukit Tiga Puluh; Riau dan Jambi; (Bungo Tebo, Indragiri Hulu, dan Indragiri Hilir), Taman Nasional ini terletak di provinsi Riau dan Jambi. Taman seluas 143.143 hektare ini terdiri dari hutan hujan tropis dan terkenal sebagai tempat terakhir spesies terancam seperti orangutan sumatera, harimau Sumatera, gajah sumatera, badak sumatera, tapir Asia, beruang madu dan berbagai spesies burung yang terancam. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh juga merupakan tempat tinggal bagi Orang Rimba dan Talang . TN. Gunung Leuser; Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, (Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh Timur, Langkat), Taman nasional ini mengambil nama dari Gunung Leuser yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 meter di atas permukaan laut di Aceh. Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,pariwisata, dan rekreasi.. TN. Kerinci Seblat; Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu, (Bengkulu Utara, Rejang Lebong, Kerinci, Muara Bungo, Sarolangun Bangko, Pesisir Selatan, Musi Rawas), Taman nasional ini juga memiliki beragam flora dan fauna. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-2
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Sekitar 4.000 spesies tumbuhan tumbuh di wilayah taman nasional termasuk bunga terbesar di dunia Rafflesia arnoldi, dan bunga tertinggi di dunia, Titan Arum. Fauna di wilayah taman nasional terdiri antara lain Harimau Sumatera, Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Macan Dahan, Tapir Melayu, Beruang Madu, dan sekitar 370 spesies burung.. (8) TN. Sembilang; Sumatera Selatan, (Musi Banyuasin), Taman Nasional Sembilang adalah taman nasional yang terletak di pesisir provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Taman nasional ini memiliki luas sebesar 2.051 km². Taman Nasional Sembilang merupakan habitat bagi harimau Sumatra, gajah Asia, tapir Asia, siamang, kucing emas, rusa Sambar, buaya muara, ikan Sembilang, penyu air tawar raksasa, lumbalumba air tawar dan berbagai spesies burung. (9) TN. Siberut; Sumatera Barat, (Padang Pariaman), Di Pulau Siberut tercatat antara lain 896 spesies tumbuhan berkayu, 31 spesies mamalia, dan 134 spesies burung. Terdapat empat spesies endemik primata yang terancam punah. Keempat spesies endemik tersebut adalah siamang Mentawai (bilou, Hylobates klossii), lutung (joja, Presbytis potenziani), monyet Mentawai (simakobu, Simias concolor), dan beruk (bokoi, Macaca pagensis). (10) TN. Tesso Nilo; Riau, (Pelawan, Indragiri Hulu), Terdapat 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku, 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia di setiap hektare Taman Nasional Tesso Nilo. Tesso Nillo juga adalah salah satu sisa hutan dataran rendah yang menjadi tempat tinggal 60-80 ekor gajah dan merupakan kawasan konservasi gajah.. (11) TN. Way Kambas; Lampung, (Lampung Tengah), Taman Nasional Way Kambas adalah taman nasional perlindungan gajah yang terletak di daerah Lampung tepatnya di kecamatan labuhan ratu lampung timur, Indonesia. Selain di Way Kambas, sekolah gajah (Pusat Latihan Gajah) juga bisa ditemui di Minas, Riau. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang hidup di kawasan ini semakin berkurang jumlahnya. Untuk potensi sumberdaya hayati dilihat dari aspek ekoregion dapat dilihat dalam penjelasan berikut ini.
B.1. Ekoregion Bentangalam asal proses Marin Keanekaragaman flora fauna pada bentangalam Marin dipengaruhi oleh dinamika laut di pantai dan pesisir. Bentangalam Marin terbagi atas 2 (dua) satuan ekoregion yaitu M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur dan M2 Dataran Pesisir dengan Pantai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-3
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Berpasir. Untuk ekorwgion M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur berada di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Sementara untuk ekoregion M2 Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir diketemukan di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Katang-katang (Ipome pescapre) http://ilonghe-jupriadi.blogspot.co.id/2011/02/jenisjenis-vegetasi.html
Ketapang (Terminalia catapa)
Kedua ekoregion pada bentangalam Marin ini memiliki kondisi flora dan fauna yang relatif sama. Ekoregion ini mempunyai karakteristik minim hara, tanahnya berporipori besar dengan permeabilitas tanah sangat baik, memiliki air tanah dangkal, selain itu letaknya yang berdekatan dengan laut menyebabkan udaranya cukup lembab dan berkadar garam tinggi. Tumbuhan berbiji yang hidup di daerah ini beradaptasi pada habitat tanah berpasir, dengan porositas tinggi, berada pada ketinggian 1 - 10 m.dpl, dan dengan curah hujan yang rendah. Terdapat di tepi pantai berpasir atau berkarang yang membentang tidak terlalu jauh dari pantai ke arah darat, vegetasi ini ada dua macam, yang berbentuk terna (formasi pes-caprea) dan yang berbentuk perdu dan pohon (formasi Barringtonia). Komposisi jenis tumbuhan pada komunitas ini sangat beragam seperti ketapang (Terminalia catapa), sawo kecik (Manilkara kauki), waru laut (Hisbiscus sp.), keben (Baringtonia asiatica) dan nyamplung (Calophyllum inophyllum). Vegetasi di perairan dangkal dekat pantai didominasi oleh lamun (rumput laut) Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halophila ovalis, dan Thalasia hemprichii. Komunitas ganggang laut yang terdapat di perairan dangkal terdiri antara lain atas jenis-jenis marga Gracillaria, Halimeda, Padina dan Sargassum. Fauna yang ada adalah family Crustacea, ikan, penyu, beragam burung laut (seperti camar).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-4
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B.2. Ekoregion Bentangalam asal proses Organik Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam ini dipengaruhi oleh proses organik yaitu aktivitas organisme. Menurut satuan ekoregion bentang alam organik ini terdiri dari 2 (dua) ekoregion yaitu O1 Dataran Gambut dan O2 Pulau Terumbu Karang. Ekoregion O1 Dataran Gambut berada di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Ekoregion O2 Pulau Terumbu Karang : Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.
Untuk keanekaragaman hayati di O1 Dataran Gambut sangat ditemtukan oleh ekosistem gambut. Dalam kawasan gambut yang sangat luas, permukaan endapan gambut dapat berbentuk cembung dan merupakan bagian pusat yang tidak pernah terkena banjir. Tebal endapan gambut bervariasi dari 0,5 m hingga 20 m, terdiri atas serasah padat dan berserat, sangat masam (pH < 4) di atas lapisan yang setengah cair dan berisi potonganpotongan kayu. Gambut sangat miskin hara mineral, yang datang hanya dari air hujan. Air yang mengalir dari kawasan gambut berwarna seperti air teh sampai hitam dan sangat masam. Lahan gambut tidak hanya terdapat di pamah, tetapi juga di pegunungan (Steenis dalam Kartawinata, 2013). Di ekoregion ini , ekosistem penyusun hutannya berupa hutan rawa gambut dataran rendah (Lowland peat swamp forest). Whitmore dalam Kartawinata (2013) menyatakan bahwa pembentukan gambut pamah terjadi pada awal masa es sekitar 11.000 tahun yang lalu.
Hutan gambut yang terdapat di Sumatra, yang membentang sepanjang pantai timur. Jenis dipterokarpa ini dilaporkan memegang peran sangat penting dalam hutan gambut dan tidak ada jenis lain yang dapat menandinginya (Whitmore dalam Kartawinata, 2013). Sebagian besar hutan gambut memperlihatkan zonasi hutan melingkar, yang menunjukkan adanya gradasi penurunan perawakan hutan, kerapatan kanopi dan kerapatan pohon dari zona luar ke arah zona terdalam, yang terdiri atas pohon-pohon kerdil seperti pohon-pohon xeromorf. Di Sumatra jenis-jenis pohon yang umum terdapat adalah Alstonia scholaris, Combretocarpus rotundatus, Dactylocladus stenostachys, Ganua pierrei, Gonystylus bancanus, Palaquium cochlearifolium, Tetramersitaglabra, Tristania maingayi dan T. obovata, (Anderson 1976). Jenis-jenis dipterokarpa yang khas di hutan rawa gambut adalah Anisoptera marginata, Dipterocarpus coriacea, Dryobalanops rappa, Shorea balangeran, S. foraminifera, S. inaequalateralis, S. macrantha, S. pachyphilla, S. platycarpa, S. teysmanniana, dan S.uliginosa, (Ashton1982). Untuk jenis tumbuhan hampir punah dan dilindungi seperti Ramin (Gonystylus bancanus), Mengris/Kempas (Kompassia malaccensis), Dara-dara (Knema spp.), Suntai (palaquium leiocarpum) serta Balam (Palaquium burckii).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-5
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Gambut Sumatera http://ampuh.org/2013/07/jaringan-masyarakat-gambutsumatera-dideklarasikan/
Bangau Storm (Ciconia stormi) http://xcult-xcult.blogspot.co.id/2012/01/bangaustorm.html
Untuk fauna rawa gambut memiliki keanekaragaman hayati yang sangat penting, diantaranya Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang tercatat sebagai jenis yang sangat kritis terancam punah menurut katerogri IUCN (Critically Endangered), Tapir Asia (Tapirus in dicus, vulnerable), Beruang Madu (Helarctos malayanus, vulnerable), Mentok Rimba (Cairina scutulata, Endangered), Bangau Storm (Ciconia stormi, Endangered).
Untuk keanekaragaman hayati di O2 Pulau Terumbu Karang yang pada dasarnya merupakan batuan gamping, tipe hutannya merupakan varian dari hutan dipterokarpa lahan dataran rendah dengan habitat khusus tanah batu gamping, atau dapat juga merupakan varian dari hutan non-dipterokarpa (Whitmore 1986). Karena habitatnya yang khusus, floranya pun sangat khusus. Dalam hutan ini banyak terdapat spesies endemik dan spesies langka. Komposisi flora hutan batu gampingnya di Pulau Sumatera belum banyak diketahu, namun vegetasi didominasi oleh pandan dan ganggang Eucheuma, Gelidium dan Sargassum. Secara umum flora yang mendominasi merupakan flora batuan karang mulai dari pandan, berbagai jenis alga alga hijau, coklat, dan merah. Untuk fauna terdapat beragam ikan, lobster, kepitingnya, udang-udangan, kerang, oyster.
B.3. Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial Keanekaragaman bentangalam ini relatif subur karena ekosistem ini merupakan ekosistem dataran rendah dan berasal dari proses aliran dan endapan. Bentang Alam Fluvial ini terbagi atas 3 (tiga) satuan ekoregion yaitu F1 Dataran Fluvio-vulkanik, F2 Dataran Aluvial, F3 Dataran Fluvio-marin. Untuk keanakeragaman hayati pada Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik dan Dataran Aluvial relative sama karena sangat dipengaruhi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-6
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
oleh air tawar. Sedangkan keanakeragaman hayati ekoregion F3 Dataran Fluvio-marin berbeda karena dipengaruhi oleh air asin. Untuk flora ekoregion F1 Dataran Fluviovulkanik dan F2 Dataran Aluvial merupakan ekosistem rawa gambut yang didominasi jenis-jenis species Rubiaceae, Euphorbiaceae, Pandanus,Eugenia dan Gramineae.
Ekosistem gambut adalah ekosistem lahan basah yang unik dan memiliki potensi besar untuk mendukung kehidupan manusia. Gambut terbentuk dari penimbunan/akumulasi bahan organik di lantai hutan dalam kurun waktu yang sangat lama yaitu antara 3.000-10.0000 tahun (tiga ribu sampai dengan sepuluh ribu). Secara alami, lahan gambut umumnya selalu jenuh air dan tergenang sepanjang tahun. Menurut Driessen (1978), gambut adalah tanah yang memiliki kandungan bahan organic (berat kering) lebih dari 65% (enam puluh lima per seratus) dan ketebalan gambut lebih dari 0,5 m (nol koma lima meter).
Gambut Sumatera
Beruang Madu Sumatera
http://indobackpaker.blogspot.co.id/2012/05/tamannasional-berbak.html
http://daerah.sindonews.com/read/841767/24/gerombolanberuang-madu-teror-warga-solok-1394095972
Di daerah tropis, gambut umumnya terbentuk dari batang, cabang, dan akar tumbuh yang memiliki kadar ligin yang tinggi, dibandingkan dengan gambut daerah empat musim yang tersusun dari bahan yang lebih halus. Ekosistem lahan gambut menyediakan habitat penting yang unik bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan, beberapa diantaranya hanya terbatas pada ekosistem gambut. Bahkan di Taman Nasional Berbak Jambi tercatat sekitar 250 (dua ratus lima puluh) jenis burung termasuk 22 (dua puluh dua) jenis burung bermigrasi. Sungai berair hitam juga memiliki tingkat endemisme ikan yang sangat tinggi. Di samping itu, lahan gambut juga merupakan habitat ikan air tawar yang merupakan komoditas dengan nilai ekonomi tinggi dan penting untuk dikembangkan, baik sebagai ikan konsumsi maupun sebagai ikan ornamental. Beberapa jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, termasuk gabus (chana striata), toman (channa micropeltes), jelawat, dan tapah (wallago leeri). Sementara itu, beberapa jenis satwa telah termasuk dalam kategori langka dan terancam punah serta memiliki nilai ekologis yang luar biasa dan tidak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-7
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
tergantikan, sehingga sangat sulit untuk dikuantifikasi secara finansial. Beberapa jenis tersebut diantaranya adalah harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus). Seluruh jenis tersebut dilindungi berdasarkan peraturan perlindungan di Indonesia serta masuk dalam appendix I CITES dan IUCN Red List dalam katagori endanger species.
Tidak kurang dari 300 (tiga ratus) jenis tumbuhan telah tercatat di hutan rawa gambut Sumatera. Hanya di Taman Nasional Berbak Jambi, misalnya kawasan ini merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman genetis dan ekologis dataran rendah pesisir di Sumatera. Sejauh ini telah tercatat tidak kurang dari 260 (dua ratus enam puluh) jenis tumbuhan (termasuk 150 jenis pohon dan 23 jenis palem), sejauh ini merupakan jumlah jenis terbanyak yang pernah diketahui.
Sementara flora pada Ekoregion Dataran Fluvio-marin mempunyai kekayaan jenis tumbuhan hutan mangrove rendah. Jumlah jenis seluruhnya hanya sekitar 60, termasuk 38 jenis yang berupa pohon mangrove sejati. Jenis-jenis utama termasuk Avicennia alba, A. officinalis, Bruguiera gym norrhiza, B. eriopetala, Ceriops decandra, C. tagal, Lumnitzera littorea, L. racemosa, Nypa fruticans, Rhizophora apiculata, R. mucronata, R. stylosa, Sonneratia alba, S. caseolaris, S. ovata, Xylocarpus granatum dan X. moluccensis. Komposisi jenis dan struktur hutan mangrove bervariasi sesuai dengan kondisi habitatnya. Komposisi dan struktur komunitas berkisar dari yang kerdil, jarang dan hanya terdiri atas satu jenis (seperti Rhizophora stylosa) yang tumbuh pada terumbu karang, hingga hutan campuran yang tinggi, rapat, dan tumbuh pada habitat lumpur dengan aliran air yang lamban sepanjang sungai-sungai besar dan muara-muara sungai. Pasokan airtawar yang memengaruhi salinitas, sifat-sifat substrat dan pola pasang surut merupakan faktor yang mengakibatkan pembentukan berbagai zonasi vegetasi. Zonasi yang sederhana hingga yang kompleks dapat dijumpai di berbagai komunitas mangrove. Pola pasang surut berkaitan dengan frekuensi perendaman (inundation). Sepanjang aliran sungai dari hulu hingga muara, pada tanah yang padat yang dipengaruhi air pasang, hutan mangrove dapat didominasi oleh palem Nypa fruticans.
Berdasarkan habitatnya, fauna di mangrove terdiri atas dua tipe yaitu : infauna yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang, dan epifauna yang menempati substrat baik yang keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun yang lunak (lumpur). Berikut ini jenis-jenis satwa yang sering dijumpai di hutan mangrove di Sumatera. (a)
Ikan Ikan menjadikan mangrove sebagai tempat berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Ikan-ikan kecil memilih berkembang biak di habitat mangrove untuk menghindari predator. Mangrove menyediakan makanan bagi ikan dalam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-8
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(b)
bentuk material organik yang berupa guguran vegetasi tanaman, berbagai jenis serangga, kepiting, udang-udangan dan hewan invertebrata.
Kepiting Kepiting merupakan hewan yang paling umum dan mudah ditemukan di areal mangrove. Menurut sejumlah penelitian rata-rata ada 10-70 ekor kepiting di setiap meter persegi hutan mangrove.
Hutan Mangrove http://www.peristiwaindonesia.com/cukong-pejabatgunduli-hutan-untuk-kebun-sawit/
(c) (d) (e)
(f)
Kepiting Bakau http://www.antarasumsel.com/berita/264187/kepitingbakau-dikembangkan-untuk-kesejahteraan-warga
Moluska Moluska banyak di temukan di hutan mangrove Indonesia. Hewan ini hidup di dalam tanah, permukaan tanah, atau menempel di batang-batang pohon.
Udang-udangan Mangrove juga menjadi habitat udang-udangan (Crustacea) yang memiliki nilai komersial tinggi.
Serangga Serangga yang hidup di hutan mangrove kebanyakan berasal dari ordo Hymenoptera, Diptera danPsocoptera. Serangga memiliki peran penting dalam jaring makanan di hutan mangrove. Beberapa diantaranya menjadi pakan bagi burung air, ikan, dan reptil.
Reptil Reptil yang ditemukan di hutan mangrove biasanya dapat ditemukan juga di lingkungan air tawar atau di daratan. Beberapa diantaranya adalah buaya muara, biawak, ular air, ular mangrove (Boiga dendrophila), dan ular tambak.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B-9
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(g)
(h)
(i)
Amphibia Hewan jenis amphibi jarang ditemukan di areal mangrove. Sejauh ini hanya ada dua jenis amphibi yang sanggup hidup di lingkungan bersalinitas tinggi seperti mangrove, yakni Rana cancrivora dan Rana limnocharis.
Burung Hutan mangrove adalah surga bagi burung air dan burung migrasi lainnya. Setidaknya ada 200 spesies burung yang bergantung pada ekosistem mangrove, atau sekitar 13% dari seluruh burung yang ada di Indonesia. Beberapa di antaranya termasuk burung-burung bangau yang terancam punah, seperti bangau wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilos javanicus).
Mamalia Mamalia menjadikan habitat mangrove sebagai tempat mencari makan. Beberapa diantaranya adalah babi liar, kelalawar, kancil, berang-berang, dan kucing bakau. Sedangkan untuk mamalia air ada lumba-lumba yang hidup disekitar muara. Bahkan harimau sumatera juga ditemukan berkeliaran di hutan mangrove wilayah Sungai Sembilang, Sumatera Selatan. Primata merupakan salah satu jenis mamalia yang sering mencari makan di hutan mangrove. Diantaranya ada lutung, monyet ekor panjang, dan bekantan. Namun mamalia tersebut tidak ada yang eksklusif hidup di hutan mangrove.
B.4. Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam ini dipengaruhi oleh proses Antropogenik yaitu aktivitas manusia. Bentang alam Antropogenik terpusat di Dataran Perkotaan Kota-kota Provinsi dan Kabupaten di seluruh Ekoregion Sumatera. Akitivitas manusia terutama didorong oleh perkembangan urbanisasi di Sumatera yang dapat diamati dari 3 (tiga) aspek: pertama, jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan; kedua, sebaran penduduk yang tidak merata (penduduk terpusat di kota-kota); serta, ketiga, laju urbanisasi yang tinggi, dimana kota-kota besar di Sumatera, seperti: Medan, Pekanbaru, Palembang, Padang, Banda Aceh dll. Secara umum ruang terbuka publik di Pulau Sumatera terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau, ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi guna mendukung fungsi ekologis, sosial budaya dan arsitektural yang dapat memberi manfaat ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakatnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 10
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. RTH di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat dimana proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% terdiri dari RTH privat. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal (Permen PU No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan).
Beberapa data menunjukkan bahwa prosentase RTH perkotaan di Sumatera masih kurang. Kota Palembang menunjukkan dari sekitar 400 kilometer persegi luas kota, hanya sekitar 0,28 kilometer persegi atau 0,07 persen yang merupakan area ruang terbuka hijau (RTH). Sementara data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan menunjukkan, RTH Kota Palembang mencapai 12 kilometer persegi atau sekitar 3 % (tiga persen) dari total luas kota. Sementara di Kota Bukittinggi, baru sebesar 7,7% dari luas wilayah. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. Pembagian jenis-jenis RTH publik dan RTH privat adalah sebagaimana tabel berikut. Tabel B.1. Kepemilikan RTH di Pulau Sumatera No 1. 2.
3.
Jenis
RTH Pekarangan a. Pekarangan rumah tinggal b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha c. Taman atap bangunan RTH Taman dan Hutan Kota a. Taman RT b. Taman RW c. Taman kelurahan d. Taman kecamatan e. Taman kota f. Hutan kota g. Sabuk hijau (green belt) RTH Jalur Hijau Jalan a. Pulau jalan dan median jalan b. Jalur pejalan kaki c. Ruang dibawah jalan layang
RTH Publik
V V V V V V V V V V
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
RTH Privat V V V V V V V
V V
B - 11
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
No 4.
Jenis
RTH Fungsi Tertentu a. RTH sempadan rel kereta api b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi c. RTH sempadan sungai d. RTH sempadan pantai e. RTH pengamanan sumber air baku/mata air f. Pemakaman
RTH Publik V V V V V V
RTH Privat
Catatan: Taman lingkungan yang merupakan RTH privat adalah taman lingkungan yang dimiliki oleh orang perseorangan/masyarakat/swasta yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas.
B.5. Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik Di Pulau Sumatera, Bentangalam Vulkanik menurut satuan ekoregion terdiri atas V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi, V2 Kaki Gunungapi, V3 Dataran Kaki Gunungapi. Ketiga Ekoregion tersebut meliputi kawasan Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Ekoregion Bentangalam Vulkanik ini terutama terdapat di sepanjang dan sekitar ekosistem bukit barisan dibagian sisi selatan Sumatera dan Aceh.
Di Aceh, satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi terutama di gunung Seulawah Agam, gunung ureung, dan Burni Telong di Takengon. Berdasar ketinggiannya, satuan ekoregion V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi mencakup Pegunungan/Pegunungan Utara bagian atas 1300-2500m, Pegunungan/Pegunungan Tengah bagian atas 13002500m, Pegunungan/Pegunungan Selatan bagian atas 1300-2500m dan Tropalpine >2500m. Potensi ekosistem hayati di didominasi oleh jenis lumut, eldelweis, paku-pakuan dan tumbuhan bawah lainnya seperti Ophiorrhiza sp., Elatostema sp., dan Syzygium sp. Untuk ekosistem hitannya merupakan bentuk hutan pegunungan atas yang struktur, fisiognomi dan flora hutan pegunungan atas bervariasi. Perubahan tajam yang terjadi dalam jarak dekat, adalah dari hutan yang didominasi pohon mesofil (berdaun ukuran sedang) dengan permukaan kanopi yang tidak rata, ke hutan yang didominasi oleh pohon mikrofil (berdaun ukuran kecil) dengan permukaan kanopi rata dan pohon-pohon yang ramping berbatang bengkok dan tajuk pohon yang rapat. Flora hutan pegunungan atas lebih miskin daripada di hutan pegunungan bawah. Marga-marga yang umum antara lain adalah Dacrycarpus, Daphniphyllum, Drimys, Elaeocarpus, Eurya, Myrsine Papuacedrus, Pittosporum, Podocarpus, Quintinia, Saurauia, dan Symplocos. Tidak ada jenis dominan tunggal.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 12
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Eldelweis Gunung Marapi, Sumbar
Lumut Gunung Singgalang
Sumber: https://langiteduh.wordpress.com/2015/07/07/gunungmarapi-pesona-cadas-dan-taman-edelweis/
Sumber : : http://travelplusindonesia.blogspot.co.id/2012/06/singgala ng-memikat-pendaki-dengan-hutan.html
Untuk satuan Ekoregion Kaki Gunungapi potensi keanekaragaman hayati secara umum terbagi kawasan yang masih alami dan non alami. Untuk yang alami disebut juga sebagai tipe hutan pegunungan bawah (Lower montane forest). Didominasi jenis-jenis suku Fagaceae dan Lauraceae, selain itu terdapat terdapat antara lain adalah Dacrycarpus imbricatus, Engelhardia spicata, Eugenia banksii, Lithocarpus spp., Palaquium spp., Quercus spp., Schima wallichii, dan Turpinia pomifera, dan juga paku pohon (Cyathea spp.), yang merupakan jenis-jenis khas pegunungan. Pada pohon-pohon biasanya tumbuh melimpah berbagai jenis epifit dan tumbuhan memanjat (seperti Freycinetia dan Fagraea). Selain itu yang masih terdapat berbagai macam jenis pohon seperti meranti, pinus, cemara, bintangur dan dibeberapa tempat terdapat beberapa tumbuhan khas seperti anggrek hutan sehingga menjadi penyangga kehidupan bagi makhluk hidup di kawasan tersebut. Sementara itu kawasan yang non alami banyak digunakan untuk kegiatan perkebunan dan pertanian rakyat. Di Gunung Seulawah Agam Kabupaten Aceh Besar. Seulawah Agam kaya akan berbagai Fauna seperti Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatraensis), Monyet/Kedih (Presbytis Thomasi), Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous), dan reptile, serangga dan berbagai species serta satwa-satwa lainnya.
Untuk satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi sebagian besar merupakan wilayah yang banyak digunakan budidaya manusia baik itu pertanian, hutan tanaman dan perkebunan. Untuk produk pertanian meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang hijau, kacang tanah dan beberapa sayur-sayuran. Hutan tanaman biasanya untuk kegiatan suplai industry kehutanan seperti HTI akasia dan untuk perkebunan didominasi perkebunan kelapa sawit, kelapa, karet, kopi, kakao, tembakau dan teh. Untuk kawasan hutan perbukitan meskipun telah banyak mengalami tekanan masyarakat dan sangat rentan terhadap bahaya longsor, tetapi masih menyimpan jenis-jenis pohon berpotensi yang patut dipertahankan kelestariannya. Sebagian besar jenis-jenis pohon hutan primer yang berpotensi ekonomi seperti famili Dipterocarpaceae (yaitu Shorea retinodes, S. parvifolia, S. javanica, Hopea sp), famil Ebenaceae (seperti Diospyros cauliflora, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 13
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
D. oblonga, D. diepenhorstii), famil Lauraceae (seperti Actinodaphne multiflors, Beilschmiedia ludicula, Endiandra rubescens,Nothaphoebe umbelliflora), family (seperti Meliaceae Aglaia odoratissima, A. argentea, A.dookkoo), dan famil Rosaceae (seperti Atuna racemosa dan Madhuca sericea,) menunjukkan proses regenerasi kurang baik. Untuk individu pohon muda berukuran kecil merupakan pengganti pohon utama. Annonaceae, Euphorbiaceae, Meliaceae, Lauraceae dan Myrtaceae tercatat sebagai suku yang memiliki paling banyak anggota jenisnya.
Harimau Sumatera sumber : http://alamendah.org/2014/08/06/kumpulangambar-dan-wallpaper-harimau/harimau-sumatera-diatas-pohon/
Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous) https://yasminshabrina.files.wordpress.com/2014/01/enggan g-rangkong.jpg
Pada kawasan hutan perbukitan terutama pada daerah kaki bukit (ketinggian 200300 m. dpl.) di beberapa tempat terlihat terbukanya lapisan kanopi akibat penebangan hutan. Pada tempat terbukanya lapisan kanopi ini banyak dijumpai jenis-jenis tumbuhan sekunder seperti Omalanthus populneus, Macaranga tanarius, Macaranga diepenhorstii, Ficus variegata dan Arenga obtusifolia. Penebangan hutan juga dijumpai pada ekosistem hutan rawa. Di beberapa tempat baik pada hutan rawa yang tergenang secara musiman maupun yang selalu tergenang sering terjadi pembukaan hutan untuk dijadikan areal perladangan. Pada dengan ketinggian 300 m. dpl. Spesies pepohonan secara umum tergolong dalam lima besar, yaitu Paranephelium nitidum,Villebrunea rubescens, Aglaia odoratissima, Drypetes longifolia, dan Cyathocalyx sumatranus.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 14
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B.6. Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik (Struktural) Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam struktural dipengaruhi oleh proses bentuklahan asal struktural, yang secara genetik merupakan dataran tinggi (plato) Pulau Sumatera yang telah mengalami pengangkatan dan perlipatan. Ekoregion struktural terbagi mendominasi di Pulau Sumatera atas 7 (tujuh) ekoregion yang terdiri atas S1P Pegunungan Struktural Patahan, S2P Perbukitan Struktural Patahan, S3P1 Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan, S3P2 Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan, S1L Pegunungan Struktural Lipatan, S2L Perbukitan Struktural Lipatan dan S3L2 Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan. Sebagian besar Bentangalam Struktural besar berada di Pulau Sumatera bagian tengah dan selatan. Dengan demikian ekoregion bentangalam struktural didominasi oleh pegunungngan, perbukitan dan lembah-lembah yang sebagian besar verada di sepanjang pegunungan bukit barisan mulai dari Aceh sampai Lampung. Keanekaragaman flora ekoregion S1P Pegunungan Struktural Patahan, S2P Perbukitan Struktural Patahan, S1L Pegunungan Struktural Lipatan, dan S2L Perbukitan Struktural Lipatan relatif sama meliputi hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan atas, hutan subalpin, semak dan padang rumput subalpin, semak dan padang rumput alpin. Dalam lingkungan pegunungan, perbedaan suhu harian lebih besar daripada perbedaan suhu tahunan. Curah hujan yang relative tinggi , kabut sering terbentuk hingga mencapai permukaan tanah sehingga memengaruhi pertumbuhan. Melalui penyaringan oleh dedaunan, kabut berkondensasi menjadi air. Tetesan kabut tersebut dapat menjadi sumber air yang cukup besar. Sepanjang gradasi elevasi terjadi perubahan tanah yang menjadi lebih banyak mengandung humus. Udara yang semakin dingin dan basah mempengaruhi proses penghancuran bahan organik, sehingga tanah menggambut. Jenis lumut, termasuk Sphagnum, banyak terdapat dan merupakan pembentuk gambut (Whitmore 1986). Struktur, fisiognomi dan komposisi vegetasi pegunungan beranekaragam, sebagai hasil interaksi antara flora dan faktor-faktor lingkungan (elevasi, topografi, fisiografi, geologi, tanah, iklim, dan sebagainya.). Batas antara hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas tidak selalu nyata, tetapi hutan berubah secara perlahan-lahan, sehingga membentuk suatu kontinum (continuum). Di hutan pegunungan ini banyak terdapat marga tumbuhan seperti Leptospermum, Phylocladus, dan Tristania dan suku-suku daerah iklim sedang (Steenis dkk. 2006). Suku-suku pohon yang lebih banyak terdapat di pegunungan antara lain adalah Aceraceae, Araucariaceae, Cunoniaceae, Ericaceae, Fagaceae, Lauraceae, Podocarpaceae dan Theaceae (Whitmore 1986).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 15
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Hutan Dipterokarp
Gajah Sumatera
http://ghinaghufrona.blogspot.co.id/2011/07/hutan-hujantropika.html
http://www.seputaraceh.com/read/16685/2013/03/07/ga jah-sumatera-subspesies-gajah-asia
Untuk keanekaragaman flora ekoregion S3P1 Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan, S3P2 Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan, dan S3L2 Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan relatif sama. Ekoregion ini didominasi oleh Hutan dipterokarpa (Lowland dipterocarp forest). Di Sumatera untuk hutan dipterokarpa lahan pamah mencakup sebagian besar lahan darat yang terdapat pada tanah Podsolik Merah Kuning dan gugus tanah yang beraneka (kompleks). Pohon-pohon merupakan bentuk hidup (life form) utama yang berdaun lebar dan sedang dan selalu hijau. Kanopi utama hutan mencapai 20-35 m, dengan pohon yang mencuat tingginya hingga 50 m, biasanya batangnya panjang, lurus dan relatif ramping. Jenis-jenis Dipterocarpaceae marga Anisoptera, Balanocarpus, Cotylelobium, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Parashorea, Shorea, Upuna dan Vatica dan merupakan jenis pohon kanopi atas dan jenis pohon mencuat. Hutan hujan tropik dengan dominasi suku dan kerapatan pohon kanopi atas seperti itu sangat unik di dunia. Ciri khasnya adalah bahwa pada suatu lokasi beberapa jenis suku Dipterocarpaceae tumbuh bersama-sama. Di hutan ini suku-suku pohon utama selain Dipterocarpaceae antara lain adalah Annonaceae, Burseraceae, Euphorbiaceae, Lauraceae, Meliaceae, Myristicaceae dan Myrtaceae. Suatu jenis bukan Dipterocarpaceae yang tersebar di hutan ini di Sumatra bagian selatan adalah ulin (Eusideroxylon zwageri). Jenis fauna yang menonjol harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 16
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B.7. Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam ini dipengaruhi oleh proses Denudasional. Dengan demikian bentang lahan ini dipengaruhi oleh proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wating) dan proses pengendapan yang terjadi karena agradasi atau degradasi. Bentang alam Denudasional ini terbagi atas 3 (tiga) satuan ekoregion yaitu D2 Perbukitan Denudasional, D32 Lerengkaki Perbukitan Denudasional dan D42 Lembah antar Perbukitan Denudasional. Di Pulau Sumatera bentang alam Denudasional ini berada Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung.
Keanekaragaman flora fauna relative sama di 3 (tiga) satuan ekoregion yaitu sama dengan daratan Pulau Sumatera yaitu didominasi oleh Hutan dipterokarpa (dipterocarp forest). Dengan demikian flora hutannya mencakup jenis-jenis Dipterocarpaceae marga Anisoptera, Balanocarpus, Cotylelobium, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Para-shorea, Shorea, Upuna dan Vatica. Ciri khasnya adalah bahwa pada suatu lokasi beberapa jenis suku Dipterocarpaceae tumbuh bersama-sama. Di hutan ini suku-suku pohon utama selain Dipterocarpaceae antara lain adalah Annonaceae, Burseraceae, Euphorbiaceae, Lauraceae, Meliaceae, Myristicaceae dan Myrtaceae. Suatu jenis bukan Dipterocarpaceae yang tersebar di hutan ini di Sumatra bagian selatan adalah ulin (Eusideroxylon zwageri). Jenis fauna yang menonjol harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 17
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
PERMASALAHAN KEANEKERAGAMAN HAYATI EKOREGION PULAU SUMATERA
Sumber: Kompas dalam http://keith-travelsinindonesia.blogspot.co.id/2012/04/state-ofsumatras-forests-as-per-kompas.html
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 18
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
PERMASALAHAN PERAMBAHAN HUTAN DI SEJUMLAH TAMAN NASIONAL EKOREGION PULAU SUMATERA
Sumber: Kompas dalam http://keith-travelsinindonesia.blogspot.co.id/2012/04/state-of-sumatrasforests-as-per-kompas.html
SUMBER PENULISAN Barkah, Baba S. 2009. Panduan Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat di Areal MRPP Kabupaten Musi Banyuasin. Report No. 18. TA.FINAL / SOP No. 01. PSF Rehabilitation. Rev 0. Merang REDD Pilot Project (MRPP). Kerjasama teknis (GTZ Project No. 2008.9233.1) yang didanai dari Kementerian Lingkungan Hidup (BMU) Pemerintah Republik Federal Jerman dan Departemen Kehutanan Kementerian Kehutanan. Kartawinata, Kuswata. 2013. Diversitas Ekosistem Alami Indonesia. LIPI Press dan Yayasan Obor. Steenis, Van CGGJ. 2010. Flora Pegunungan Jawa. LIPI Press.
http://lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/14-tomi_eriawan-KL-1.pdf http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html
http://walhi-sumsel.blogspot.co.id/2010/02/palembang-minim-rth.html
http://keith-travelsinindonesia.blogspot.co.id/2012/04/state-of-sumatras-forests-as-perkompas.html
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B - 19
DESKRIPSI KARAKTERISTIK KULTURAL EKOREGION PULAU SUMATERA Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000
C.1. Ekoregion Bentangalam asal proses Marin Bentanglahan marin terdiri dari 2 ekoregion yaitu ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur (M1) dan dataran pesisir dengan pantai berpasir (M2).
Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur
Ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur di Pulau Sumatera banyak tersebar di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Potensi dari segi kependudukan, sosial ekonomi dan budaya perlu dikenali lebih mendalam supaya dapat dimanfaatkan dengan optimal. Potensi yang ada pada situasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-1
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
kependudukan di kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur adalah jumlah penduduk muda yang relatif tinggi. secara keseluruhan, jumlah penduduk di kawasan ini tidak terlalu banyak dan juga tidak terlalu sedikit namun pada kategori sedang. Hal ini diakibatkan oleh tingkat fertilitas yang tinggi disertai dengan tingkat mortalitas atau kematian yang juga masih relatif tinggi. Struktur penduduk pada kawasan ini adalah struktur penduduk muda yang didominasi kelompok anak-anak dan remaja. tingkat kematian diperkirakan tinggi pada kelompok usia dewasa dan usia lanjut. Selain faktor kematian penyebab sedikitnya jumlah penduduk dewasa di kawasan ini adalah tingginya jumlah migrasi keluar. Dperkirakan kelompok dewasa pergi ke daerah lain untuk alasan ekonomi. Potensi dari segi perekonomian pada kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur adalah berkembangnya kegiatan perekonomian di sektor budidaya perikanan di tambak. Secara keseluruhan masyarakat di sekitar kawasan ini menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan. Struktur ekonomi masyarakat didominasi oleh kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya. Kondisi pantai yang berlumpur merupakan sebuah potensi bagi kegiatan budidaya perikanan tambak. Selain perikanan, sektor perdagangan dan jasa juga turut berkembang sejalan dengan berkembangnya sumberdaya perikanan.
Potensi dari segi sosial budaya pada kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur adalah masih terjaganya kearifan lokal yang bersifat kepesisiran di tengah masyarakat di kawasan ini. Sistem sosial budaya masyarakat didominasi budaya bernuansa kepesisiran. Misalnya kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang berpedoman pada musim melaut dan sebagainya. Kearifan lokal masih dipegang teguh oleh masyarakat di kawasan ini. Kearifan lokal yang dijunjung adalah yang berhubungan dengan bagaimana mengelola sumberdaya pesisir dan perikanan. Beberapa contoh kearifan lokal di kawasan pesiisr terkait pengelolaan sumberdaya pesisir dan perikanan adalah tidak menggunakan bahan berbahaya dan beracun untuk menangkap ikan karena dapat merusak ekosistem laut dan mengancam kelestarian lingkungan. Selain itu juga melarang pemanfaatan kawasan pesisir dan pantai untuk kegiatan yang mampu merusak lingkungan misalnya pendirian tempat pengolahan hasil laut yang membuang limbah industri di laut. (1)
Permasalahan dari aspek kultural pada ekoregion ini, diuraikan berikut ini.
Keterbatasan sumber daya manusia dalam bentuk penduduk usia produktif karena migrasi ke perkotaan. Jumlah penduduk yang tinggal di kawasan pesisir lebih banyak kelompok anak-anak dan remaja. Kelompok penduduk dewasa yang produktif lebih memilih melakukan migrasi ke daerah yang dianggap mampu meningkatkan kondisi perekonomiannya. Upaya peningkatan kegiatan budidaya perikanan tambak yang berpotensi mendatangkan keuntungan yang besar perlu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-2
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(2)
(3)
(4)
segera disosialisasikan kepada masyarakat dengan tujuan menekan angka migrasi keluar penduduk usia produktif.
Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas. Permasalahan pendidikan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Pengelolaan sumberdaya alam akan bisa optimal bila didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang baik. Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang terbatas. Pengelolaan sumberdaya alam yang terbatas membutuhkan intervensi pemerintah dan swasta sekaligus inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas sumberdaya alam yang ada. Produktivitas yang meningkat akan memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat sehingga mereka mampu untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Belum optimalnya upaya pelestarian sumber daya pesisir dan sekitarnya. Upaya pelestarian tidak bisa dilakukan hanya dari satu kelompok saja. Upaya pelestarian perlu dukungan dari pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat lain di luar yang turut memanfaatkan sumberdaya pesisir. Upaya pelestarian yang terintegrasi akan menciptakan sumberdaya pesisir yang berpotensi secara ekonomi bagi masyarakat setempat.
Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir
Ekoregion dataran pesisir dengan pantai berpasir di Pulau Sumatera banyak terdapat di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Kondisi demografis pada dataran pesisir dengan pantai berpasir memiliki potensi jumlah penduduk yang besar. Kondisi saat ini jumlah penduduk di kawasan ini belum terlalu tinggi dengan struktur penduduk muda yang dominan anak-anak dan remaja. Struktur penduduk muda ini dikarenakan tingkat fertilitas yang masih cukup tinggi di kawasan ini. Potensi dari kegiatan perekonomian penduduk di kawasan ini adalah budidaya perikanan tambak. Sektor perikanan menjadi andalan kegiatan perekonomian masyarakat setempat. Perikanan yang diupayakan adalah perikanan tangkap maupun budidaya tambak. Selain sumberdaya perikanan yang berkembang di kawasan ini, sektor lain juga turut berkembang di kawasan ini. Sektor pertanian, peternakan, perdagangan dan jasa juga berkembang di kawasan ini seiring dengan berkembangnya sektor perikanan.
Masyarakat di kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berpasir memiliki sistem sosial budaya yang bernuansa kepesisiran. segala hal yang berhubungan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-3
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
kegiatan kemasyarakatan akan dikaitkan dengan budaya melaut dan masa-masa dalam kegiatan budidaya tambak, misalnya masa panen, masa sebar benih dan sebagainya. Kearifan lokal juga masih dipegang teguh masyarakat setempat dalam mengelola sumberdaya pesisir dan perikanan. Misalnya saja tidak menggunakan bahan berbahaya beracun dalam menangkap ikan, menggunakan bahan organik untuk pakan ikan di tambak, menjunjung tinggi kebersamaan dan gotong royong ketika musim panen tiba dimana antarmasyarakat saling membantu dan memberi untuk meminimalkan kesenjangan ekonomi di masyarakat. Pengoptimalan potensi yang tersimpan di kawasan pesisir dengan pantai berpasir tidak lepas dari bebarapa masalah dalam pengelolaannya. Beberapa masalah tersebut diantaranya, seperti berikut ini. (1)
(2)
(3)
Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang terbatas. Keterbatasan sumberdaya alam untuk dikelola masyarakat menjadi masalah karena akan menimbulkan kesenjangan ekonomi yang berdampak pada konflik antar masyarakat dan munculnya pengangguran. Pengangguran ini akan muncul jika sumberdaya alam yang dikelola tidak memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat. Penanganan yang serius dari pemerintah perlu dilakukan mengingat struktur penduduk di kawasan ini adalah kelompok muda yang sebentar laginmemasuki usia dewasa produktif. Perluasan kesempatan kerja di tengah keterbatasan sumberdaya alam perlu dipikirkan secara serius dengan melibatkan intervensi pemerintah dan inovasi teknologi. Peningkatan produktivitas lahan dan perluasan kesempatan kerja akan meningkatkan produktivitas masyarakat setempat sehingga masyarakat yang masih belum sejahtera dapat memperbaiki kondisi perekonomiannya. Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas. Permasalahan pendidikan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Pengelolaan sumberdaya alam akan bisa optimal bila didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang baik. peningkatan kualitas sumberdaya manusia perlu digalakkan sesegera mungkin mengingat banyak pemuda muda di kawasan ini. Perbaikan tingkat pendidikanmelalui peningkatan partisipasi sekolah teurtama pada pendidikan tinggi dan yang mengarah pada situasi lokal yaitu kelautan perlu diupayakan. Dari segi kesehatan, perbaikan kualitas kesehatan terutama ketika masa anak-anak perlu diupayakan untuk mendapatkan generasi muda yang sehat dan cerdas.
Belum optimalnya upaya pelestarian sumber daya pesisir dan sekitarnya. Upaya pelestarian tidak bisa dilakukan hanya dari satu kelompok saja. Upaya pelestarian perlu dukungan dari pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat lain di luar yang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-4
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
turut memanfaatkan sumberdaya pesisir. Upaya pelestarian yang terintegrasi akan menciptakan sumberdaya pesisir yang berpotensi secara ekonomi bagi masyarakat setempat dan berdaya guna bagi masyarakat luar serta pihak pemerintah dan swasta.
C.2. Ekoregion Bentangalam asal proses Organik Bentanglahan organik meliputi dua ekoregion yaitu 1.) Dataran gambut dan 2.) pulau terumbu karang.
Ekoregion Dataran Gambut
Ekoregion dataran gambut di Pulau Sumatera banyak tersebar di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Dataran gambut di wilayah Sumatera merupakan salah satu dataran gambut terbesar di Indonesia. Banyak potensi yang ada di ekoregion gambut ini yang belumbanyak dioptimalkan masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini tentu saja berkaitan dengan keterbatasan dana operasional untuk pengelolaan dataran gambut.
Kondisi kependudukan yang umum di ekoregion dataran gambut ini adalah jumlah penduduk yang relatif lebih sedikit dibandingkan wilayah lain. Tingkat kepadatan penduduk di ekoregion ini rendah karena sebagian besar wilayahnya dijadikan kawasan lindung. Selain itu tingkat migrasi keluar tinggi. Kondisi ini dikarenakan masyarakat yang tinggal di ekoregion ini belum memiliki keterampilan dan kemampuan untuk mengelola lahan gambut di sekitarnya sehingga mereka lebih memilih pindah tempat tinggal di daerah lain untuk meningkatkan kesejahteraannya. Kegiatan ekonomi di ekoregion ini tergolong masih belum ada perkembangan yang signifikan. Hal ini dikarenakan masyarakat masih tradisional dengan kegiatan pertanian namun belum bisa mengembangkan pertanian di lahan gambut sehingga mereka melakukan kegiatan pertanian di lahan non gambut yang jumlahnya sangat terbatas. Tanaman yang banyak dijumpai di ekoregion ini adalah semak belukar. Potensi pertanian di dataran gambut membutuhkan banyak usaha dari berbagai pihak untuk bisa dioptimalkan.
Kondisi dataran gambut yang membutuhkan banyak syarat dalam pengelolaannya menjadikan masyarakat enggan untuk mulai memanfaatkan lahan gambut untuk kegiatan pertanian. Dataran gambut paling banyak masih dimanfaatkan untuk kawasan lindung. Aturan pengelolaan lahan di dataran gambut lebih banyak diintervensi oleh pemerintah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-5
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Hal ini menjadikan keterbatasan pula bagi kelompok-kelompok masyarakat yang berniat untuk melakukan pengelolaan lahan gambut. Oleh karena itu kegiatan ekonomi di dataran gambut belum bisa terlihat apabila hanya mengandalkan sektor pertanian. Ekoregion dataran gambut memiliki potensi yang sebenarnya bisa dimanfaatkan di berbagai sektor perekonomian tidak hanya di sektor pertanian. Namun demikian ekoregion dataran gambut dengan segala keterbatasannya juga menyimpan potensi permasalahan diantaranya, seperti diuraikan berikut ini. (1)
(2)
(3)
(4)
Masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia di ekoregion ini. Rendahnya kualitas SDM ini menjadi isu utama persoalan sosial di ekoregion dataran gambut. Kondisi wilayah yang bisa dikatakan belum teroptimalkan menjadikan wilayah tersebut minus sehingga banyak penduduk yang memiliki berpindah daripada menetap dalam kemiskinan. Penduduk yang masih bertahan untuk tinggal di ekoregion ini pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah. Belum adanya intervensi pemerintah dalam peningkatan sarana prasarana dan kualitas kesehatan dan pendidikan di ekoregion ini menjadikan mereka yang masih bertahan harus menerima fasilitas kesehatan dan pendiidkan seadanya. Kondisi ini yang menjadikan penduduk di ekoregion ini masih belum memiliki kualitas yang baik.
Kemiskinan masih menjadi persoalan serius sebagai akibat keterbatasan sumber daya lahan. Masyarakat yang masih bergantung pada pertanian di ekoregion ini masih terbatas dalam melakukan pengolahan lahan untuk pertanian. Tidak adanya inovasi dalam pengelolaan lahan yang diberikan pada masyarakat di ekoregion ini menjadikan mereka mengolah lahan gambut sesuai pengetahuan dan pengalaman mereka selama ini. Pengelolaan yang mereka lakukan belum bisa mengoptimalkan potensi lahan gambut sehingga belum memberikan hasil yang maksimal bagi perekonomian masyarakat di ekoregion dataran gambut. Hal ini yang menjadikan banyak penduduk di ekoregion dataran gambut masih berada dalam
Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah penduduk yang rendah. Selain permasalahan kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah, keterbatasan jumlah penduduk juga menimbulkan masalah lain yaitu kurangnya tenaga kerja di ekoregion dataran gambut. Kekurangan tenaga kerja di ekoregion ini terjadi akibat besarnya jumlah penduduk yang melakukan migrasi keluar akibat situasi perekonomian yang tidak mendukung peningkatan kesejahteraan.
Persoalan konflik terkait dengan fungsi lahan sebagai kawasan lindung dengan kepentingan ekonomi masyarakat. Benturan kepentingan antara pemerintah dan masyarakat di ekoregion dataran gambut masih belum bisa diselesaikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-6
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
sebuah jalan tengah yang solutif. Pada satu sisi, masyarakat mengelola lahan gambut dengan pengetahuan dan pengalaman seadanya untuk meningkatkan perekonomian. Di sisi lain, pemerintah mengupayakan kawasan lindung pada kawasan gambut untuk menghindari degradasi lahan dan kerusakan lingkungan. Upaya penemuan jalan tengah perlu terus dilakukan supaya kepentingan pemerintah untuk melindungi kerusakan lingkungan tidak merugikan masyarakat yang bergantung pada kegiatan pertanian di lahan gambut.
Ekoregion Pulau Terumbu Karang
Bentanglahan organik selanjutnya adalah ekoregion pulau terumbu karang. Ekoregion ini tersebar di kawasan Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung. Ekoregion pulau terumbu karang memberikan banyak keuntungan apabila dapat dioptimalkan segala potensi yang dimilikinya terutama pada sektor pariswisata yang mengeksplorasi keindahan ekoregion ini. Potensi sumberdaya sosial dari segi kondisi kependudukan di ekoregion ini adalah jumlah penduduk yang masih sedikit dengan tingkat kepadatan penduduk yang juga masih rendah. Jarangnya jumlah penduduk di ekoregion ini dapat dimanfaatkan melalui pemanfaatan kawasan sebagai kawasan lindung. Tingkat migrasi keluar dari ekoregion ini cukup tinggi karena masyarakat setempat belum bisa mengoptimalkan potensi pulau terumbu karang. Kondisi perekonomian yang lebih baik dan tingkat kesejahteraan keluarga yang lebih terjamin dapat diwujudkan dengan cara bekerja di wilayah lain yang lebih menjanjikan.
Potensi perekonomian yang bisa dikembangkan di ekoregion ini sebagian besar adalah kegiatan budidaya perikanan. Selain itu, struktur ekonomi masyarakat setempat juga ditopang oleh hasil tangkapan dari laut. Selain dua hal tersebut pengoptimalan potensi ekoregion pulau terumbu karang ini dapat dilakukan melalui pembenahan wilayah untuk tujuan pariwisata. Keindahan pulau terumbu karang dapat dieksplorasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Sehingga kegiatan perekonomian tidak bergantung pada budidaya dan nelayan. Kerjasama pemerintah daerah dan pusat dengan pihak swasta perlu digalakkan untuk pembenahan kegiatan pariwisata yang tetap menjunjung kelestarian lingkungan.
Konsisi sosial budaya di ekoregion ini lebih mengacu pada belum adanya jalan tengah atas benturan kepentingan pemerintah dan masyarakat setempat dalam menentukan upaya pengelolaan lahan. Pemerintah dengan segala upaya pelarangannya menghendaki ekoregion pulau terumbu karang untuk kawasan lindung sehingga masyarakat setempat tidak bisa memanfaatkannya untuk segala kepentingan. Kondisi ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-7
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
bertentangan dengan keinginan masyarakat yang bergantung dari potensi pulau terumbu karang ini untuk kegiatan budidaya perikanan dan kegiatan nelayan. Oleh karena itu pemerintah seharusnya segera mengupayakan jalan tengah terbaik untuk melindungi ekoregion pulau terumbu karang dan tetap membantu masyarakat setempat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan melalui bantuan dalam kegiatan budidaya dan nelayan serta membuka kesempatan kerja baru di sektor pariwisata di ekoregion ini. Potensi yang belum teroptimalkan di ekoregion pulau terumbu karang menimbulkan beberapa permasalahan diantaranya, sebagai berikut ini. (1)
(2)
(3)
Kehidupan ekonomi masyarakat dalam keadaan miskin akibat keterbatasan sumberdaya lahan. Masyarakat yang belum memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mengelola lahan di ekoregion pulau terumbu karang menjadikan mereka hanya memanfaatkan sumberdaya alam masih dengan cara konvensional. Nilai jual yang tidak terlalu tinggi dari kegiatan perekonomian budidaya perikanan dan tangkapan hasil laut menjadikan masyarakat belum mampu memenuhi kriteria untuk dianggap sebagai masyarakat yang mapan secara ekonomi. Rendahnya jumlah penduduk di ekoregion ini mengakibatkan seringnya ekoregion ini kekurangan sumberdaya tenaga kerja produktif untuk diberdayakan. Jumlah migrasi keluar di kawasan ini menimbulkan penduduk usia produktif banyak yang hilang dan digantikan oleh kelompok penduduk yang belum produktif (anak-anak) dan sudah tidak produktif lagi yaitu lansia. Kegiatan pengelolaan lahan belum bisa optimal juga disebabkan tidak adanya tenaga kerja yang bisa dikaryakan di kawasan ini.
Konflik antara pemerintah dan masyarakat setempat masih saja terjadi. Hal ini mengakibatkan kawasan pulau terumbu karang tidak bisa dikembangkan optimal. Salah satu pihak utamanya pemerintah harusnya lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakat namun tetap tidak melupakan kelestarian lingkungan. Hal ini bisa dilakukan melalui kegiatan peningkatan ekonomi kerakyatan melalui pengoptimalan potensi kawasan lindung. Misalnya dalam kegiatan pariwisata yang tetap mengutamakan menjaga kelestarian lingkungan.
C.3. Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial Ekoregion bentanglahan vulkanik di Pulau Sumatera terbagi menjadi tiga macam, yaitu: Dataran fluvio-vulkanik, Dataran aluvial, dan Dataran fluvio-marin. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-8
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik Ekoregion fluvio-vulkanik di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sangat besar. Jumlah dan kepadatan penduduk di ekoregion fluvio-marin tersebut seiring waktu terus mengalami pertambahan. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini berada pada masa transisi dari penduduk struktur muda ke struktur penduduk dewasa. Dilihatberdasarkan proses demografisnya, fertilitas di ekoregion ini masih tinggi meskipun sedikit demi sedikit terus mengalami penurunan yang kecil. Mortalitas dan mordibitas juga tergolong tinggi meskipun mengalami penurunan karena semakin dekatnya pelayanan kesehatan dan pola hidup masyarakat yang semaikin baik. Sedangkan untuk migrasi di ekoregion ini semakin meningkat intensitasnya. Hal ini dikarenakan semakin majunya wilayah sehingga sarana transportasi juga semakin mudah sehingga memudahkan penduduk untuk melakukan perpindahan.
Ekoregion fluvio-vulkanik merupakan daerah yang subur sehingga pertanian merupakan lapangan usaha utama yang dikembangkan oleh penduduk. Berdasarkan kondisi ekonominya, kondisi ekonomi rumah tangga pada ekoregion fluvio-vulkanik tergolong berkembang dari sektor pertanian tradisioanal menuju pengembangan sektor pertanian agribisnis. Sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor industri dengan pertanian sebagai basis usahanya. Pengolahan lahan pertanian terus berkembang dan teknologi-teknologi pertanian mulai diterapkan. Artinya pertanian yang diusahakan kini lebih kompleks dan bervariasi. Dengan demikian pendapatan masyarakat juga akan meningkat dan kesejahteraan penduduk juga akan ikut meningkat pula.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih dipegang erat meskipun perlahan mulai berkurang. Gaya hidup modern telah masuk pada generasi muda sehingga kearifan lokal yang dipegang oleh generasi tua lambat laun akan ditinggalkan. Meskipun gaya hidup modern diakui sering mengenai generasi muda, akan tetapi pada kenyataannya generasi tua juga seakan mengikuti arus tersebut. Pelan tapi juga pasti generasi tua juga sedikit demi sedikit terkena dampak modernisasi.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara rinci, berbagai permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini, seperti diuraikan berikut ini. (1) Kepadatan penduduk mulai terus meningkat, sehingga daya dukung lingkungan terhadap penduduk menurun. (2) Terjadinya perpaduan budaya lokal dengan budaya pendatang sehingga konflik sosial meningkat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C-9
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(3)
(4)
Terjadi degradasi dan alih fungsi lahan sebagai akibat pengolahan lahan yang kompleks. Kearifan lokal mulai ditinggalkan dengan diganti gaya hidup modern yang konsumtif.
Ekoregion Dataran Aluvial
Ekoregion dataran aluvial di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kapulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini tergolong tinggi dan cenderung mengalami penambahan setiap waktunya. Hal ini dikarenakan potensi sumberdaya di ekoregion dataran aluvial yang sangat besar berupa tanah yang subur dan dataran yang luas sehingga memungkinkan untuk terus dikembangkan. Selain jumlahnya yang terus bertambah, kepadatan penduduk di ekoregion ini juga terus bertambah.
Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas pada ekoregion ini tergolong dalam kategori rendah. Kondisi mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong dalam kategori rendah pula. Sedangkan untuk migrasi (migrasi masuk) tergolong tinggi. Potensi sumber daya yang besar menjadi faktor penarik penduduk dari luar daerah untuk menuju ke daerah ini. Hal inilah yang menyebabkan jumlah dan kepadatan penduduk terus mengalami peningkatan. Selain itu masuknya penduduk yang bermigrasi ke ekoregion ini didominasi oleh penduduk produktif yang mencari pekerjaan. Akibatnya jika dilihat berdasarkan rasio ketergantungannya, rasio ketergantungan penduduk mengalami penurunan. Rasio ketergantungan yang menurun menunjukkan pertanda baik. Artinya ketergantungan penduduk yang tidak produktif menjadi berkurang karena banyaknya penduduk produktif. Meskipun demikian tetap saja kondisi ini harus terus mendapatkan perhatian. Hal ini dikarenakan rasio ketergantungan yang rendah merupakan pertanda baik manakala penduduk yang berusia produktif seluruhnya bekerja. Akan tetapi jika penduduk produktif tersebut menganggur atau mencari pekerjaan maka hal tersebut merupakan pertanda buruk karena jika hal itu terjadi maka daerah tersebut sedang mengalami "demographic disaster" atau bencana demografi. Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion dataran aluvial tergolong kompleks. Sektor ekonomi yang diusahakan tidak hanya berkutat pada sektor pertanian tetapi sudah berkembang kepada perdagangan, industri dan jasa. Meskipun sektor pertanian masih menjadi basis akan tetapi sektor pertanian didukung oleh perkembangan sektor industri dan jasa. hal ini ditandai dengan berkembangnya usaha agribisnis dan agropolitan secara bersama-sama. Kemudahan sarana prasara transportasi juga telah membentuk daerahdaerah pusat ekonomi baru sehingga ekonomi masyarakat terus-menerus bergerak ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 10
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
arah positif. Dengan kata lain, kondisi ekonomi pada ekoregion ini tergolong baik dengan rata-rata tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi. Meskipun demikian permasalahan kesenjangan tentu saja tetap terjadi. Meskipun secara ekonomi penduduknya dikategorikan memiliki kesejahteraan yang tinggi akan tetapi dilihat dari aspek sosial budaya beberapa permasalahan mulai muncul. Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini mulai tergerus. Hal ini dikarenakan telah terjadinya pergesaeran norma sosial di masyarakat dari budaya keluarga dan kekerabatan menjadi budaya ekonomi-bisnis yang berorientasi materi. Bisnis keuangan telah melunturkan nilai sosial dan kekerabatan yang telah dibangun sejak dahulu. Selain itu berbagai kearifan lokal juga dinilai mulai memudar. Akhirnya ketika ada perbedaan pendapat, friksi-friksi serta permasalahan-permasalahan kecil dapat berpotensi menjadi masalah besar dan menimbulkan konfik.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara umum, permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Kepadatan penduduk tinggi, konflik lahan meningkat; (2) Alih fungsi lahan terjadi, daya dukung lingkungan terhadap penduduk menurun; (3) Konflik sosial antara penduduk pendatang dengan penduduk lokal meningkat; (4) Terjadi degradasi lahan sebagai akibat pengolahan lahan yang kompleks; dan (5) Kearifan lokal mulai ditinggalkan dengan diganti gaya hidup modern yang konsumtif.
Ekoregion Dataran Fluvio-marin
Ekoregion dataran fluvio-marin di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini memiliki jumlah yang besar. Meskipun jumlahnya besar, akan tetapi kepadatan penduduknya belum terlalu tinggi. Berdasarkan strukturnya, struktur penduduk di dataran fluvio-marin tergolong kategori muda. Hal ini berarti penduduk yang ada pada ekoregion ini umumnya berada pada usia muda. Jika digambarkan dalam piramida penduduk, maka bentuk piramida penduduknya dikategorikan piramida ekspansif. Ciri dari piramida ekspansif ini adalah memiliki tingkat fertilitas serta tingkat mortalitas berada pada kategori tinggi. Selain memiliki ciri memiliki tingkat fertilitas dan mortalitas yang tinggi, pada ekoregian ini memiliki ciri migasi yang dilakukan mulai berkembang. Migrasi yang terjadi dilakukan oleh penduduk dewasa menuju daerah perkotaan untuk mencari pekerjaan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 11
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Struktur ekonomi masyarakat didominasi oleh perikanan, baik dari perikanan tangkap maupun perikanan hasil budidaya. Hal ini disebabkan oleh kedekatan dengan laut yang memiliki potensi perikanan untuk dikembangkan. Selain berbasis pada perikanan, sektor lain yang juga berkembang adalah pertanian dan peternakan. Pertanian yang dikembangkan adalah pertanian pesisir yang dilakukan di sepanjang sungai dekat laut maupun di sepanjang pantai. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah berupa padi dan palawija. Sedangkan peternakan yang dikembangkan adalah peternakan sapi dan kambing. Pariwisata pada ekoregion dataran fluvio-marin juga mulai dikembangkan. Hal ini akan mendorong ekonomi masyarakat terutama dari segi sektor jasa.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat pesisir masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan pesisir sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas; (2) Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang terbatas; dan (3) Sebagai akibat kemiskinan yang masih tinggi, maka upaya untuk melestarikan sumber daya wilayah pantai menjadi terkendala.
C.4. Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik Bentuk ekoregion bentanglahan antropogenik umumnya berada di dataran perkotaan yang tersebar di kota-kota propinsi dan kabupaten di seluruh ekoregion Sumatera. Apabila dilihat dari kondisi kependudukannya, ekoregion antropogenik yang berada di dataran perkotaan di Sumatera pada umumnya memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi dengan tingkat kepadatan penduduk yang juga tinggi. Jumlah penduduk dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi ini terjadi karena besarnya arus migrasi dari perdesaan menuju perkotaan. Migrasi menjadi penentu yang lebih dominan bagi pertambahan jumlah penduduk di pertkotaan dibandingkan dengan fertilitas dan mortalitas. Struktur penduduk di ekoregion ini telah kompleks dan mengarah pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 12
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
struktur penduduk tua. Hal ini berarti potensi lansia pada ekoregion ini perlu mendapat perhatian lebih di masa-masa mendatang.
Kondisi sosial ekonomi ekoregion antropogenik di wilayah Sumatera menunjukkan telah terjadi perubahan dalam hal struktur ekonomi. Pergeseran dari struktur ekonomi primer menuju struktur ekonomi sekunder bahkan tersier. Hampir ditinggalkannya sektor primer yaitu pertanian di ekoregion dataran perkotaan lebih disebabkan sudah terbatasnya luasan lahan pertanian. Kegiatan pertanian tidak akan bisa menjadi optimal dalam kondisi keterbatasan lahan dan tidak ada inovasi teknologi pertanian untuk usaha pertanian di lahan yang terbatas. Sektor perekonomian yang berkembang di ekoregion ini adalah sektor jasa. Sementara itu, sektor perdagangan, keuangan, informasi, perbankan, perhotelan dan jasa kemasyarakatan di ekoregion dataran perkotaan semakin maju. Kondisi sosial budaya yang umumnya terjadi di dataran perkotaan beberapa diantaranya adalah sistem kekerabatan dan kekeluargaan yang sudah mulai pudar di masyarakat. Pudarnya sistem kekeluargaan dan kekerabatan ini dimungkinkan terjadi karena orientasi masyarakat daerah perkotaan yang lebih banyak para pendatang adalah kegiatan ekonomi atau bekerja. Hal ini mengakibatkan mereka lebih disibukkan pada urusan pekerjaan dan segala hal yang berkaitan dengan perekonomian daripada melakukan kegiatan yang bersifat menjalin kekerabatan atau kekeluargaan. Sebagian besar kegiatan pada kelompok masyarakat di dataran perkotaan ini lebih dominan pada nilai ekonomi daripada nilai sosial. Pranata sosial yang ada di tengah masyarakat juga berbasis ekonomi. Permasalahan yang berpotensi terjadi di ekoregion antropogenik dataran perkotaan diantaranya, seperti diuraikan berikut ini. (1)
(2) (3)
Lunturnya norma sosial sebagai akibat dari perkembangan kehidupan modern yang pesat. Masyarakat yang sudah berorientasi pada pekerjaan dan disibukkan dengan masalah ekonomi akan banyak yang mengesampingkan norma-norma sosial di sekitarnya. Selain itu, mereka yang sebagian besar adalah pendatang tidak merasa menjadi bagian dari masyarakat asli sehingga banyak dari mereka yang mengabaikan norma-norma sosial di tempat tinggal barunya.
Banyak terjadi degradasi lahan, polusi dan kelangkaan sumberdaya di ekoregion ini. Hal ini terjadi karena perkembangan industri dan jasa kemasyarakatan di dataran perkotaan.
Lunturnya sistem kekerabatan dan sosial budaya masyarakat yang hidup di dataran perkotaan. Kurang kuatnya ikatan kekerabatan dan kekeluargaan masyarakat perkotaan lebih dikarenakan lebih banyaknya penduduk pendatang yang berasal dari berbagai wilayah yang orientasinya adalah kegiatan ekonomi. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 13
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(4)
semakin pesatnya kemajuan di dataran perkotaan menyebabkan masyarakat lebih modern yang menjunjung tinggi budaya konsumtif dan gaya hidup hedonis.
Banyak potensi konflik sosial terjadi di ekoregion dataran perkotaan. hal ini dikarenakan struktur sosial yang kompleks di ekoregion ini. Kompleksnya struktur penduduk dari segi demografi, ekonomi, dan sosial budaya mengakibatkan banyak benturan kepentingan sehingga apabila tidak diatasi sejak dini berpotensi menciptakan konflik antar kelompok masyarakat.
C.5. Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik Ekoregion bentanglahan vulkanik di Pulau Sumatera terbagi menjadi tiga macam, yaitu: Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, Ekoregion Kaki Gunungapi, dan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi.
Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi
Ekoregion kerucut dan lereng Gunungapi di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan budaya, ekoregion ini memiliki ciri-ciri umum yang sama antara provinsi satu dengan lainnya. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini masih sedikit dengan kepadatan rendah. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini dikategorikan sebagai struktur penduduk muda. Artinya penduduk yang tinggal pada ekoregion ini didominasi kelompok umur usia anak dan remaja. Struktur penduduk muda biasanya dicirikan memiliki tingkat kelahiran tinggi, angka kematian tinggi dan tingkat kesakitan juga tinggi. Hal ini sekaligus menandakan pada ekoregion ini memiliki angka ketergantungan (dependency ratio) yang tinggi dimana penduduk usia produktif lebih kecil dibandingkan penduduk usia non-produktif (usia 15 tahun ke bawah dan lansia). Selain itu berdasarkan migrasinya, migrasi penduduk pada ekoregion ini tergolong dalam kategori rendah. Selain memiliki karakteristik demografis yang sama pada ekoregion ini juga memiliki karakteristik ekonomi yang hampir sama pula. Berdasarkan kondisi ekonominya, kondisi ekonomi rumah tangga pada ekoregion ini tergolong dalam kategori ekonomi rendah. Sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor ekonomi primer dengan pertanian sebagai mata pencaharian utama ekonomi masyarakat. Pengolahan lahan pertanian masih minimal, dominasi pada tanaman tahunan. Selain itu pada ekoregion ini dicirikan kehidupan ekonomi sangat tergantung pada lahan. Artinya jika lahan yang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 14
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
digarap subur maka akan memberikan kontribusi ekonomi yang baik pada rumah tangganya. Sebaliknya jika kondisi lahan sudah tidak subur maka ekonomi rumah tangga juga akan mengalami penurunan.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma yang ada di masyarakat masih dijunjung tinggi. Selain itu masyarakat pada ekoregion ini sangat mendukung kelestarian alam dan lingkungan. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini lebih kepada hubungan determinisne lingkungan. Artinya alam dan lingkungan sebagai faktor utama sekaligus sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dikembangkan oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari kearifan lokal yang terbentuk dari hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini lebih banyak daripada ekoregion lainnya.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Persoalan sosial yang muncul adalah tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat yang masih rendah; (2) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat kemiskinan masyarakat tinggi; (3) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan akses kesehatan masyarakat yang rendah; dan (4) Persoalan ekonomi akan berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan sehingga potensi kerusakan lahan sangat besar.
Ekoregion Kaki Gunungapi
Ekoregion Kaki Gunungapi di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini masih sedikit dengan kepadatan yang masih rendah. Meskipun demikian jika dibandingkan dengan ekoregion kerucut dan lereng Gunungapi jumlah dan kepadatan penduduk di ekoregion ini lebih banyak. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini dikategorikan sebagai struktur penduduk muda. Artinya penduduk yang tinggal pada ekoregion ini didominasi kelompok umur usia anak dan remaja.
Dinamika jumlah penduduk pada ekoregion ini ditentukan oleh kelahiran dan kematian. Pada ekoregion ini tingkat fertilitasnya tergolong tinggi. Rata-rata anak yang dimiliki biasanya lebih dari dua. Paradigma banyak anak banyak rejeki masih mengakar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 15
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
kuat pada penduduk yang tinggal di ekoregion ini. Jumlah anak yang banyak dipandang sebagai sebagai modal bagi orang tuanya. Anak yang banyak dapat difungsikan sebagai tenaga keluarga yang membantu pertanian yang mereka usahakan. Selain itu anak yang banyak dipandang oleh penduduk sebagai tabungan hari tua. Artinya ketika tua, anakanak mereka diharapkan akan meneruskan usahanya dan merawat kehidupan mereka nantinya. Selain memiliki tingkat fertilitas tinggi, tingkat mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong tinggi. Jauhnya dengan sarana kesehatan serta pola hidup sehat yang tidak baik menjadikan angka kematian dan kesakitannya menjadi tinggi. Sedangkan berdasarkan migrasinya, migrasi penduduk pada ekoregion ini tergolong dalam kategori rendah. Dilihat angka ketergantungannya, pada ekoregion ini memiliki angka ketergantungan yang tinggi karena banyaknya usia 15 tahun ke bawah dan lansia. Selain kondisi demografis yang telah berkembang, kondisi ekonomi pada ekoregion ini juga telah mengalami perkembangan. Struktur ekonomi masyarakat sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian. Pada ekoregion ini pengolahan lahan telah berubah dari tanaman tahunan menjadi tanaman tahunan dan semusim. Sektor pertanian masih menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. Sektor pertanian juga telah mulai berkembang. Proses mekanisasi pertanian juga mulai diusahakan pada ekoregion ini sehingga hasil yang diperoleh menjadi lebih optimal. Selain mengusahakan pertanian tanaman tahunan dan musiman, sektor peternakan juga telah mulai berkembang. Ternak yang diusahakan antara lain sapi, kambing, kerbau dan babi. Pada ekoregion ini, pengolahan lahan dan peternakan berlangsung saling dukung satu sama lain.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma yang ada di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dikembangkan oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Kualitas sumber daya manusia yang terbatas menjadi persoalan sosial utama masyarakat. Masalah rendahnya kualiatas SDM ini dikarenakan rendahnya pendidikan pada ekoregion ini; (2) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat kemiskinan masyarakat tinggi; (3) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan akses kesehatan masyarakat yang rendah; dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 16
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(4)
Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan.
Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi
Ekoregion dataran kaki Gunungapi di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sudah berkembang dibandingkan ekoregion vulkanik lainnya. Artinya dilihat dari kuantitas, kualitas dan struktur penduduk kondisi kependudukan pada ekoregion ini lebih kompleks. Dilihat berdasarkan kuantitasnya, jumlah penduduk pada ekoregion ini jauh lebih besar daripada ekoregion vulkanik lainnya. Daerah yang datar serta tanah yang lebih subur dan mudah diolah menjadikan alasan penduduk lebih banyak yang bertempat tinggal dan menetap. Secara kualitas, penduduk dapat dilihat berdasarkan pendidikan dan pelatihan formal yang dia miliki. Berdasarkan kualitasnya, penduduk yang berasal dari ekoregion ini cenderung memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ekoregion vulkanik lainnya. Sedangkan berdasarkan struktur penduduknya penduduk pada ekoregion ini telah mengalami perubahan dari penduduk muda menuju penduduk dewasa tahap awal.
Dinamika jumlah penduduk pada ekoregion ini ditentukan oleh migrasi dan hanya sebagian kecil ditentukan oleh kelahiran dan kematian. Pada ekoregion ini tingkat fertilitasnya sudah cenderung rendah. Hal ini dikarenakan perempuan pada ekoregion ini lebih terdidik sehingga mereka berpikiran rasional dan sudah menganggap anak sebagai sebuah cost. Selain memiliki tingkat fertilitas yang sudah rendah, tingkat mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga sudah berada pada tingkat yang rendah. Pola hidup sehat dan kedekatan dengan fasilitas kesehatan menjadikan angka kematian dan kesakitannya menjadi rendah. Sedangkan berdasarkan migrasinya, migrasi penduduk pada ekoregion ini tergolong dalam kategori tinggi utamanya pada kelompok usia muda dan usia produktif. Para penduduk yang berusia muda melakukan migrasi dengan motif pendidikan. Selain pendidikan, motif mendapatkan pekerjaan di sektor non-pertanian juga menjadi alasan mengapa penduduk muda meninggalkan daerahnya. Karena banyaknya penduduk muda dan produktif yang melakukan migrasi maka penduduk yang tinggal pada ekoregion ini biasanya adalah penduduk anak-anak dan lansia. Akibatnya jiak dilihat dari beban ketergantungan penduduk, beban ketergantungannya berada pada kategori tinggi.
Selain kondisi demografis yang telah berkembang menjadi lebih kompleks, kondisi ekonomi pada ekoregion ini juga mengalami perkembangan hal serupa. Struktur ekonomi masyarakat telah lebih kompleks, bervariasi sejalan dengan perkembangan industri, perdagangan, dan jasa. Struktur ekonomi masyarakat yang mulanya hanya bertumpu pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 17
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
sektor pertanian untuk kebutuhan primer berubah ke sektor pertanian yang berorientasi ekonomi sekunder. Pengolahan lahan pertanian telah bervariasi, semakin kompleks, dan menuju ke arah agribisnis. Akibatnya telah terjadi penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi masyarakat. Tetapi di sisi lain, sektor industri berbasis pertanian dan jasa kemasyarakatan mulai berkembang.
Berdasarkan kondisi kebudayaan masyarakatnya, hubungan sosial dan kekerabatan bergeser ke hubungan ekonomi. Budaya gotong royong dan norma-norma yang ada di masyarakat mulai ditinggalakan. Selain itu, karena hubungan yang dibangun adalah hubungan ekonomi maka telah terjadi pemanfaatan sumber daya secara optimal bahkan ke arah berlebihan. Akibatnya persoalan lingkungan semakin terlihat. Kearifan lokal yang awalnya dipegang kuat oleh masyarakat sedikit demi sedikit telah mulai ditinggalkan dan berubah menjadi ekonomi berbasis pada pasar (market oriented).
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat ke norma modern yang berbasis sistem individualis; (2) Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat budidaya pertanian yang berlebihan; dan (3) Kearifan lokal mulai luntur, budaya memelihara lingkungan telah berubah menjadi sistem ekonomi pasar.
C.6. Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik (Struktural) Ekoregion bentanglahan vulkanik di Pulau Sumatera terbagi menjadi tujuh macam, yaitu: Pegunungan Struktural Patahan, Perbukitan Struktural Patahan, Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan, Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan, Pegunungan Struktural Lipatan, Perbukitan Struktural Lipatan, dan Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan.
Pegunungan Struktural Patahan
Ekoregion Pegunungan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sangat sedikit. Selain itu kepadatan penduduk pada ekoregion ini juga sangat rendah. Hal ini dikarenakan peruntukan lahan untuk ekoregion ini bukanlah untuk permukiman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 18
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
akan tetapi peruntukannya untuk kawasa lindung. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini berada pada struktur penduduk muda. Dilihat berdasarkan proses demografisnya, fertilitas dan mortalitas di ekoregion ini masih tinggi. Sedangkan untuk migrasi di ekoregion ini tergolong tinggi. Budidaya petanian pada ekoregion ini sangat terbatas dan belum berkembang. Pertanian yang diusahakan lebih banyak berfungsi sebagai tanaman lindung dengan tanaman keras sebagai jenis tanamannya. Karena statusnya sebagai kawasan lindung,
aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status
lahan sebagai kawasan lindung.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Norma sosial di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan pemeliharaan fungsi kawasan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara rinci, berbagai permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah penduduk yang rendah; (2) Persoalan sosial yang muncul adalah tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat yang masih rendah; (3) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat kemiskinan masyarakat tinggi; (4) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan akses kesehatan masyarakat yang rendah; dan (5) Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan.
Perbukitan Struktural Patahan
Ekoregion Perbukitan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kapulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini tergolong masih sedikit. Meskipun demikian, pertambahan jumlah terjadi dari tahun ke tahun. Kepadatan penduduk pada ekoregion ini juga dikategorikan rendah dengan tipe permukiman cenderung mengelompok. Hal ini
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 19
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
dikarenakan fungsi kawasan ini bukan sebagai kawasan permukiman akan tetapi sebagai hutan lindung.
Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas pada ekoregion ini tergolong dalam kategori tinggi. Kondisi mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong dalam kategori tinggi pula. Begitu pula untuk migrasi uga tergolong tinggi. Potensi sumber daya yang besar tetapi dengan pengelolaan yang terbatas menjadikan penduduk yang ada di ekoregion ini memilih keluar untuk mencari pekerjaan.
Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion dataran aluvial tergolong masih sederhana. Sektor ekonomi yang diusahakan masih mengandalkan pertanian dengan komoditas tanaman keras. Meskipun tanaman budidaya mulai dikembangkan tetapi disuahakan secara terbatas. Pertanian yang diusahakan lebih banyak berfungsi sebagai tanaman lindung dengan tanaman keras sebagai jenis tanamannya. Karena statusnya
sebagai kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Norma sosial di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Hubungan keduanya adalah determinisme lingkungan dimana masyarakat menganggap bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan pemeliharaan fungsi kawasan. Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara umum, permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Penduduk usia produktif terbatas yang disebabkan tingkat migrasi keluar tinggi; (2) Tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat yang masih rendah; (3) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat kemiskinan masyarakat tinggi; (4) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan akses kesehatan masyarakat yang rendah; (5) Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan.
Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan
Ekoregion Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 20
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Jambi, Bengkulu, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini memiliki jumlah yang besar dan terkonsentrasi di lembah antar pegunungan. Kepadatan penduduk pada ekoregion ini senantiasa bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan strukturnya, struktur penduduk di ekoregion lembah antar pegunungan struktural patahan tergolong kategori muda menuju ke dewasa. Berarti penduduk yang ada pada ekoregion ini umumnya berada pada usia dewasa. Hal ini sekaligus menandakan potensi tenaga kerja cukup optimal karena penduduk produktif tersedia dengan banyak. Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas dan mortalitas pada ekoregian ini masih tinggi. Sedangkan migrasi yang dilakukan oleh penduduk berada pada kategori rendah. Struktur ekonomi masyarakat didominasi oleh penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Ketersediaan air yang melimpah sangat mendukung kegiatan pertanian yang menjadi sektor basis di ekoregion ini. Selain mengembangkan pertanian secara tradisional, penduduk yang berada pada ekoregion ini juga mengembangkan industri rumah tangga berbasis pertanian. Hasil pertanian diolah dan dipasarkan ke berbagai daerah untuk menambah penghasilan rumah tangga. Selain pertanian, industri rumah tangga dan perdagangan usaha yang dikembangkan oleh penduduk di ekoregion ini adalah peternakan. Jenis ternak yang dikembangkan adalah sapi dan kerbau.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat agraris masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan pertanian yang berada di lembah pegunungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Salah satu kearifan lokal yang masih dipegrang adalah hak ulayat yang masih dipatuhi oleh penduduk sekitar sampai dengan saat ini.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Pertanian berkembang, terjadi eksploitasi terhadap lahan; (2) Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat; dan (3) Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat budidaya pertanian yang berlebihan.
Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan
Ekoregion Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 21
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Berdasarkan kondisi demografisnya jumlah dan kepadatan penduduk di ekoregion lembah antar pegunungan struktural patahan tersebut seiring waktu terus mengalami pertambahan. Jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi mengelompok di lembah antar perbukitan yang memiliki tanah yang subur. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini berada pada masa transisi dari penduduk struktur muda mengarah ke struktur penduduk dewasa. Dilihat berdasarkan proses demografisnya, fertilitas di ekoregion ini masih tinggi meskipun sedikit demi sedikit terus mengalami penurunan. Mortalitas dan mordibitas juga mengalami penurunan karena semakin dekatnya pelayanan kesehatan dan pola hidup masyarakat yang semaikin baik. Sedangkan untuk migrasi di ekoregion ini semakin meningkat intensitasnya. Hal ini dikarenakan semakin majunya wilayah sehingga penduduk dari luar daerah tertarik untuk melakukan perpindahan.
Ekoregion lembah antar pegunungan struktural patahan merupakan daerah yang subur sehingga pertanian merupakan lapangan usaha utama yang dikembangkan oleh penduduk. Berdasarkan kondisi ekonominya, kondisi ekonomi rumah tangga pada ekoregion telah berkembang dari sektor pertanian tradisional menuju pengembangan sektor pertanian agribisnis. Sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor industri dengan pertanian sebagai basis usahanya. Pengolahan lahan pertanian terus berkembang dan teknologi-teknologi pertanian mulai diterapkan. Artinya pertanian yang diusahakan kini lebih kompleks dan bervariasi. Dengan demikian pendapatan masyarakat juga akan meningkat dan kesejahteraan penduduk juga akan ikut meningkat pula. Selain pertanian dan industri, sektor lain yang juga berkembang adalah peternakan, perdagangan dan jasa kemasyarakatan.
Arus migrasi yang terus menerus terjadi akan menyebabkan akulturasi budaya. Di sisi lain migrasi yang besar berpotensi menimbulkan konflik antar penduduk lokal dan pendatang. Pemicunya dapat berbagai hal mulai dari perebutan penguasaan sumber daya, perbedaan budaya yang mencolok atau sebab lainnya. Meskipun demikian sampai saat ini sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih dipegang erat meskipun perlahan mulai berkurang. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat agraris masih dijunjung. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Oleh karena itu, berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Salah satu kearifan lokal yang masih dipegrang adalah hak ulayat yang masih dipatuhi oleh penduduk sekitar sampai dengan saat ini. Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara rinci, berbagai permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 22
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(2)
(3) (4) (5)
Mulai terjadi konflik antara masyarakat pendatang dengan penduduk lokal sebagai dampak migrasi yang berkembang; Pertanian berkembang, terjadi eksploitasi terhadap lahan; Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat; dan Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat budidaya pertanian yang berlebihan.
Pegunungan Struktural Lipatan
Ekoregion Pegunungan Struktural Lipatan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini tergolong sedikit. Selain itu kepadatan penduduk di ekoregion ini juga sangat rendah. Hal ini dikarenakan fungsi ekoregion ini adalah sebagai kawasan lindung. Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas pada ekoregion ini tergolong dalam kategori tinggi. Kondisi mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong dalam kategori tinggi pula. Sedangkan untuk migrasi (migrasi keluar) juga tergolong tinggi.
Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion ini tergolong belum berkembang. Sektor ekonomi yang diusahakan masih mengandalkan pertanian dengan komoditas tanaman keras. Meskipun tanaman budidaya mulai dikembangkan tetapi disuahakan secara terbatas. Pertanian yang diusahakan lebih banyak berfungsi sebagai tanaman
lindung dengan tanaman keras sebagai jenis tanamannya. Karena statusnya sebagai
kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah
daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Norma sosial di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Hubungan keduanya adalah determinisme lingkungan dimana masyarakat menganggap bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan pemeliharaan fungsi kawasan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara umum, permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Jumlah penduduk sedikit, jumlah tenaga potensial terbatas; (2) Kemiskinan masih tinggi sebagai dampak dari sumber daya lahan yang terbatas; (3) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah; dan (4) Penduduk lokal memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengelola lahan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 23
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Perbukitan Struktural Lipatan Ekoregion Perbukitan Struktural Lipatan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sangat rendah. Kepadatan penduduk di ekoregion ini juga sangat rendah. Hal ini dikarenakan fungsi ekoregion ini adalah sebagai kawasan lindung. Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion ini tergolong belum berkembang. Sektor ekonomi yang diusahakan masih mengandalkan pertanian dengan komoditas tanaman keras. Meskipun tanaman budidaya mulai dikembangkan tetapi disuahakan secara terbatas. Karena statusnya sebagai kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan
lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung. Masyarakat lokal kurang memiliki peran dalam mengelola lahan karena memeiliki wewenang yang terbatas. Akibat dari pengelolaan lahan yang terbatas dan pertanian sebagai satu-satunya sektor untuk menggantungkan hidupnya maka kemiskinan menjadi isu yang ada pada ekoregion ini.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Selain itu berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Peran kawasan sebagai kawasan lindung berbenturan dengan kepentingan ekonomi masyarakat; (2) Jumlah penduduk sedikit, jumlah tenaga potensial terbatas; (3) Kemiskinan masih tinggi sebagai dampak dari sumber daya lahan yang terbatas; (4) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah; dan (5) Penduduk lokal memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengelola lahan.
Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan
Bentanglahan struktural berikutnya adalah ekoregion lembah antar perbukitan struktural lipatan. Ekoregion ini tersebar di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Kondisi demografi ekonomi dan sosial budaya kawasan ini menyimpan berbagai potensi yang menguntungkan sekaligus potensi masalah. Beberapa potensi menguntungkan dari kawasan ini adalah potensi tenaga kerja produktif yang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 24
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
berlimpah jumlahnya, sektor pertanian berkembang pesat karena didukung industri pengolahan hasil pertanian, dan sistem kekerabatan masyarakat masih kuat serta kearifan lokal terkait pelestarian bidang pertanian dan pengolahan lahan masih dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.
Lembah antar perbukitan merupakan lokasi yang strategis bagi perkembangan penduduk. Jumlah penduduk terus bertambah di kawasan ini. Tingkat kepadatan penduduk juga meningkat setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena tingkat fertilitas yang masih cukup tinggi dan tingkat migrasi yang masih rendah. Derajat kesehatan yang baik menyebabkan struktur penduduk mengarah pada struktur dewasa. Oleh karena itu potensi tenaga kerja pada kawasan ini cukup optimal. Struktur perekonomian masyarakat di ekoregion lembah antar perbukitan struktural lipatan didominasi oleh sektor primer. Kegitan pertanian menjadi andalan di kawasan ini. Sektor pertanian cukup berkembang di sini karena didukung dengan kegiatan budidaya pertanian yang cukup bervariasi dan juga dengan adanya industri rumah tangga yang berbasis pertanian. Industri ini berkembang untuk mendukung pemasaran hasil pertanian dengan cara meningkatkan nilai jual produksi pertanian lokal. Selain usaha pertanian, usaha peternakan dan perdagangan juga berkembang di kawasan ini. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat masih tergolong kuat dalam hal kekerabatan dan kekeluargaan. Masyarakat di kawasan ini adalah masyarakat pertanian perdesaan yang masih menjunjung tinggi kearifan lokal. Berbagai kearifan lokal yang terkait dengan pelestarian di bidang pertanian dan pengolahan lahan masih dipegang oleh masyarakat di kawasan ini. Misalnya penggunaan pupuk organik menggantikan pupuk kimia, sistem pertanian berganti tiap musim untuk mencegah kerusakan lahan akibat ditanami hanya satu jenis tanaman dan sebagainya. Beberapa masalah juga masih dihadapi di kawasan ini seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Beberapa masalah tersebut seperti diuraikan berikut ini. (1)
(2)
Jumlah penduduk berkembang, mulai terjadi konflik peruntukan lahan. Jumlah penduduk yang semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun seiring dengan tingginya tingkat fertilitas akan menyebabkan keterbatasan luasan lahan untuk pertanian, permukiman dan kegiatan usaha yang lain. Oleh karena itu antar individu dan antar kepentingan perlu diberikan sosialisasi terkait peruntukan lahan.
Perkembangan sektor pertanian mengarah pada degradasi lahan. Sektor pertanian yang menjadi andalan, apalagi didukung dengan berdirinya industri rumah tangga untuk pengolahan hasil pertanian menjadikan lahan akan dioptimalkan produktivitasnya. Hal ini tentu akan berakibat fatal apabila tidak diiringi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 25
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(3)
upaya pelestariaan lahan melalui kegiatan pertanian yang ramah lingkungan dan sistem rotasi dalam bertani.
Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. Permasalahan pendidikan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Pengelolaan sumberdaya alam akan bisa optimal bila didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang baik.
C.7. Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional Bentanglahan denudasional terdiri dari 3 ekoregion yaitu ekoregion perbukitan denudasional (D2), Lerengkaki Perbukitan Denudasional (D32), dan Lembah Antar Perbukitan Denudasional (D42).
Ekoregion Perbukitan Denudasional
Ekoregion perbukitan denudasional di Pulau Sumatera tersebar di Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung. Situasi kependudukan di ekoregion ini menjelaskan bahwa kawasan ini masih masih jarang penduduk. Penduduk yang tingkal di kawasan ini pada umumnya adalah kelompok penduduk muda yang didominasi oleh anak-anak dan remaja. Hal ini menunjukkan tingkat kelahiran penduduk masih cukup tinggi. angka migrasi pada penduduk di kawasan ini juga rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok penduduk usia produktif tidak banyak di kawasan ini. Apabila melihat kembali struktur penduduk yang didominasi penduduk muda menegaskan bahwa angka kematian dan kesakitan di ekoregion ini juga masih cukup tinggi.
Potensi perekonomian di ekoregion perbukitan denudasional masih belum teroptimalkan. Sektor utama yang menjadi andalan di kawasan ini adalah sektor primer yaitu kegiatan pertanian di lahan dengan komiditas utamanya tanaman tahunan. Pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan lahan pertanian di bentuk lahan denudasional pada masyarakat setempat masih rendah. Hal ini terbukti dari terbatasnya pengelolaan lahan oleh masyarakat setempat sehingga belum bisa meningkatkan harga jual sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan. Situasi sosial budaya di kawasan perbukitan denudasional pada umumnya menunjukkan gejala sistem kekerabatan yang masih erat. Sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih dijunjung tinggi masyarakat setempat. Saling bergantung antar satu sama lain dalam konteks makhluk sosial masih berlaku pada masyarakat yang tinggal di
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 26
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
kawasan ini. Masyarakat memegang teguh pandangan lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup sehingga harus dijaga kelestariannya. Masyarakat setempat seringkali bekerja sama dalam mengupayakan kelestarian lingkungan demi keberlangsungan hidup bersama. Selain potensi yang masih belum teroptimalkan, beberapa persoalan yang dihadapi di ekoregion ini diantaranya, berikut ini.
(1)
(2)
(3)
(4)
Masih banyaknya jumlah penduduk miskin di kawasan ini. Kemiskinan masih belum dapat dihilangkan di kawasan ini karena masih terbatasnya upaya untuk keluar dari kemiskinan yang diketahui masyarakat setempat. Mereka hanya tahu memanfaatkan lahan yang ada untuk kegiatan pertanian sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki selama ini. Selain keterbatasan kemampuan dalam mengelola lahan pertanian, semakin sedikitnya luasan lahan pertanian juga semakin mempersulit masyarakat mengembangkan kegiatan pertaniannya. Kegiatan pertanian yang diupayakan belum menunjukkan hasil yang signifikan terkait dengan peningkatan kesejahteraan. Pengelolaan lahan di kawasan perbukitan denudasional juga menemui masalah dalam hal keterbatasan jumlah sumberdaya tenaga kerja produktif. Jumlah tenaga kerja yang mengelola lahan semakin sedikit seiring dengan rendahnya pertambahan jumlah penduduk usia produktif di kawasan ini.
Benturan kepentingan antara masyarakat yang mengupayakan lahan untuk kegiatan perekonomian dan pemerintah yang mengupayakan perlindungan kawasan dari kerusakan masih belum menemui jalan tengah. Hal ini menimbulkan pengembangan lahan untuk sektor pertanian mengalami kesulitan akibat perbedaan kepentingan tersebut. Pemerintah perlu mengupayakan pendekatan pada masyarakat melalu program-program peningkatan perekonomian terutama dalam peningkatan produktivitas pertanian. Sehingga masyarakat bisa berdikari dengan luasan lahan yang dimiliki tanpa merusak kawasan lindung yang diupayakan pemerintah
Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat setempat mendorong tindakan pengelolaan lahan yang tidak ramah lingkungan, seperti pembakaran dan ladang berpindah. Masyarakat yang masih banyak berada di bawah garis kemiskinan, banyak yang memanfaatkan lahan pada kawasan lindung untuk kegiatan ekonominya seperti pembukaan lahan untuk pertanian maupun pendirian bangunan untuk kegiatan perdagangan maupun permukiman.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 27
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
Ekoregion Lerengkaki Perbukitan Denudasional Ekoregion selanjutnya yang termasuk dalam bentanglahan denudasional adalah ekoregion lerengkaki perbukitan denudasional. Ekoregion lerengkaki perbukitan denudasional di Pulau Sumatera banyak tersebar di kepulauan Bangka Belitung. Situasi kependudukan di kawasan ekoregion ini menunjukkan gejala perkembangan jumlah penduduk. Tingkat kepadatan penduduk masih rendah di kawasan ini. Penduduk yang mendominasi di kawasan ini adalah kelompok penduduk muda yaitu anak-anak dan remaja. Besarnya jumlah penduduk muda ini diakibatkan oleh tingkat kelahiran yang masih cukup tinggi di kawasan ekoregion ini. Dinamika jumlah penduduk di kawasan lerengkaki perbukitan denudasional lebih banyak ditentukan oleh kelahiran dan kematian. Hal ini dikarenakan jumlah migrasi yang rendah sehingga tidak berpengaruh terhadap perubahan situasi kependudukan.
Kegiatan perekonomian di kawasan ini didomiasi oleh sektor pertanian. Sektor ini merupakan tumpuan perekonomian masyarakat. Kegiatan pertanian yang diupayakan masih tergolong sederhana. Pengelolaan lahan pertanian dilakukan dengan penanaman tanaman semusim misalnya padi, jagung dan tanaman palawija. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan masyarakat sekitar dalam mengolah lahan menjadikan kurang optimalnya pendapatan yang diterima masyarakat dari hasil pertanian. Hal ini menjadikan tingkat kesejahteraan masyarakat tidak banyak meningkat. Kondisi sosial budaya yang dapat dijumpai di kawasan lerengkaki perbukitan denudasional adalah masih eratnya sistem kekeluargaan dan kekerabatan masyarakat setempat. Hal baik yang selanjutnya muncul dari keeratan sistem kekerabatan ini adalah kerjasama antar anggota masyarakat untuk menciptakan budaya yang mendukung dan mempertahankan kelestarian lingkungan. Misalnya saja sistem tanam yang berganti tiap musim untuk mencegah kerusakan lahan. Upaya pencegahan pembakaran hutan dalam pembukaan lahan baru terus digalakkan melalui kerjasama antarmasyarakat. Permasalahan yang masih terjadi di kawasan ekoregion lerengkaki perbukitan denudasional seperti diuraikan berikut ini.
(1)
Kemiskinan masih menjadi persoalan serius sebagai akibat keterbatasan sumber daya lahan. Sumberdaya lahan yang dapat diolah untuk kegiatan pertanian semakin sedikit jumlahnya mengingat pembatasan pembukaan lahan baru di kawasan lindung. Selain itu luasan lahan pertanian yang sudah semakin sempit akibat pembangunan kawasan non permukiman yang semakin marak menjadikan masyarakat tidak bisa mengupayakan penembangan pertanian dengan ekstenfikasi pertanian. Pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan lahan yang masih rendah di kalangan masyarakat menyebabkan mereka masih belum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 28
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(2)
(3)
(4)
mampumengoptimalkan produktifitas pertanian dengan lahan yang terbatas. Penyuluhan pertanian untuk kegiatan intensifikasi pertanian bagi masyarakat setempat perlu diupayakan pemerintah guna membantu mereka meningkatkan pendapatan dari sektor andalan mereka yaitu pertanian. Melalui peningkatan pendapatan ini diharapkan dapat membantu mereka keluar dari jerat kemiskinan.
Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah penduduk yang rendah. Jumlah penduduk usia produktif yang rendah pertumbuhannya menjadikan tenaga kerja produktif untuk menggerakkan roda perekonomian daerah menjadi terbatas. Tingginya jumlah kelahiran yang diiringi dengan tingginya jumlah kematian penduduk menjadikan jumlah penduduk usia produktif semakin sedikit. Hal ini perlu diantisipasi dengan peningkatan derajat kesehatan penduduk dan pembatasan jumlah kelahiran untuk menghindari ledakan jumlah penduduk muda di masa-masa mendatang.
Persoalan konflik terkait dengan fungsi lahan sebagai kawasan lindung dengan kepentingan ekonomi masyarakat. Konflik penggunaan lahan untuk kawasan lindung dan kegiatan ekonomi masyarakat masih perlu terus diupayakan pemecahannya. Kesadaran dari keduabelah pihak perlu diupayakan disini. Pemerintah harus menyadari pentingnya lahan untuk kegiatan perekonomian masyarakat sehingga harus mencarikan solusi yang dapat terus menggiatkan perekonomian masyarakat ketika mereka membatasi penggunaan lahan. Masyarakat juga perlu disadarkan terkait pentingnya kelestarian lingkungan dengan mengupayakan kawasan lindung.
Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan. Jerat kemiskinan yang masih membayangi kelompok masyarakat di kawasan ekoregion lereng kaki perbukutan denudasional menjadikan mereka melakukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan pendapatan mereka. Salah satunya adalah melakukan pengelolaan lahan untuk peningkatan pendapatan namun berseberangan dengan peruntukkan fungsi kawasn. Misalnya membangun permukiman dan kompleks usaha di kawasan untuk lindung atau pertanian. Desakan ekonomi menjadikan masyarakat tidak lagi memperdulikan kepentingan kelestarian lingkungan.
Ekoregion Lembah antar Perbukitan Denudasional
Bentanglahan denudasional selanjutnya adalah ekoregion lembah antar perbukitan denudasional. Ekoregion lembah antar perbukitan denudasional di Pulau Sumatera tersebar di Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung. Kawasan lembah yang pada umumnya sangat subur ini memiliki jumlah penduduk yang tinggi. Tingkat kepadatan penduduk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 29
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
meningkat setiap tahunnya. Tingginya jumlah penduduk lebih disebabkan karena tingkat fertilitas yang masih tinggi. Dinamika kependudukan di kawasan ini tidak hanya dipengaruhi dari proses kelahiran dan kematian namun juga dipengaruhi oleh arus migrasi, terutama arus migrasi keluar yang terus berkembang. Struktur penduduk di ekoregion lembah antarperbukitan denudasional ini mengarah pada struktur penduduk dewasa. Hal ini dapat terjadi karena kualitas kesehatan masyarakat yang baik sehingga kelompok muda yang tinggi sebagai hasil dari tingginya angka kelahiran dapat bertahan hingga usia dewasa dan produktif. Tingginya jumlah penduduk usia muda menuju dewasa merupakan potensi bagi penyediaan tenaga kerja produktif yang menggerakkan laju perekonomian.
Kegiatan perekonomian di kawasan ekoregion lembah antar perbukitan denudasional masih berbasis pada pertanian. Sektor pertanian di kawasan ini berkembang pesat karena dukungan kesuburan lahan. Oleh karena itu sektor pertanian menjadi andalan di kawasan ini. perkembangan sektor pertanian telah mengarah pada kegiatan perekonomian agribisnis. Kegiatan ini menjanjikan hasil yang lebih baik daripada kegiatan pertanian pada umumnya. agribisnis yang bertumpu pada kegiatan pengolahan hasil pertanian dengan teknologi yang tepat guna menunjukkan semakin berkembangnya kegiatan oertanian dikawasan ini. Selain kegiatan pertanian yang telah mengarah pada agribisnis, kegiatan peternakan dan perdagangan juga mulai berkembang di kawasan ini. Hal ini terjadi karena besarnya jumlah penduduk, sehingga masing-masing dari mereka melakukan berbagai kegiatan perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan. Situasi sosial budaya masyarakat di kawasan ini sangat kuat dipengaruhi budaya masyarakat pertanian. Hal ini ditunjukkan dari masih eratnya sistem kekerabatan dan masih dijunjung tingginya falsafah gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat di kawasan ini masih sangat mengedepankan kearifan lokal dalam setiap aspek kehidupannya. Misalnya dalam pengelolaan lahan tidak boleh menggunakan pupuk kimiwai berlebihan dan diganti dengan penggunaan pupuk organik.
Kondisi yang cukup stabil pada kawasan lembah antar perbukitan denudasional tidak lepas dari adanya masalah. Beberapa masalah yang dihadapi di kawasan lembah antar perbukitan denudasional diuraikan berikut ini. (1)
Jumlah penduduk yang terus meningkat berdampak pada konflik pengelolaan lahan. Penduduk yang semakin banyak akan menimbulkan semakin sempitnya luasan lahan baik untuk permukiman, pertanian, maupun untuk kepentingan lain. Benturan kepentingan antar masyarakat ini bisa diatasi dengan intervensi pemerintah melalui pengadaan sertifikat kepemilikan tanah yang akan menjadi bukti sah untuk pengelolaan lahan bagi tiap masyarakat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 30
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
(2)
(3)
Keterbatasan kualitas sumber daya manusia, tingkat pendidikan dan keterampilan masih rendah. Jumlah penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya tidak diiringi dengan peningkatan kualitas penduduk. Tingkat pendidikan dan keterampilan yang masih rendah menjadikan masyarakat belum mampu mengoptimalkan pengelolaan lahan dengan teknik-teknik yang lebih efektif dan efisien namun mampu menghasilkan lebih banyak sehingga dapat meningkatkan pendapatan secara lebih nyata.
Persoalan kemiskinan masih dominan. Keterbatasan kualitas sumberdaya manusia menjadikan banyak masyarakat yang tinggal di kawasan ekoregion ini belum mendapatkan hasil yang optimal dari pengelolaan lahan, baik dari sektor pertanian maupun yang lain. Peningkata pendapatan yang tidak signifikan menjadikan banyak masyarakat masih terjerat dalam permasalahan kemiskinan. pemerintah perlu melakukan upaya untu menurunkan angka kemiskinan di kawasan yang subur ini melalui berbagai tindakan perbaikan perekonomian masyarakat dengan pertanian sebagai sektor andalan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
C - 31
LAMPIRAN
Genesis Bentanglahan
Vulkanik
1.
Provinsi
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Ekoregion
Karakteristik Bentanglahang
Potensi Sumberdaya Alam Non-Hayati
V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi
dengan relief sangat curam, lereng 30 hingga >45%, beda tinggi >500 meter, dengan ketinggian >1000 meter dari permukaan air laut. Terbentuk dari proses utama aliran magma (vulkanism), dengan struktur pengendapan secara periodik dan membentuk sistem perlapisan secara mengerucut. Material atau batuan utama penyusun berupa bahanbahan piroklastik hasil pengendapan aliran lava, lahar, dan material jatuhan (airborne deposite).
Morfologi puncak gunungapi
1-1
merupakan zona bahaya utama akibat ancaman aliran lava, lahar, dan awan panas, yang langsung mengalir dari kepundan atau kawah utamanya. Pada gunungapi yang masih aktif, belum terbentuk tanah karena material masih baru (fresh) dan belum menunjukkan tanda-tanda proses pembentukan tanah (pedogenesis). Pada gunungapi yang tidak aktif atau sedang istirahat, akibat lereng yang sangat curam, material belum padu, dengan curah hujan tinggi, maka menyebabkan potensi bencana alam berupa longsor lahan. Tidak ada pemanfaatan apapun yang bersifat budidaya, karena kendala ketinggian, kemiringan lereng, iklim, sumberdaya air dan lahan, serta sulitnya jaringan infrastruktur untuk dibangun.
Pada gunungapi yang masih aktif,
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-Hayati
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dari permukaan air laut, maka sesuai hukum barometris suhu udara sangat dingin dan udara relatif lebih lembab, akibat tingginya kandungan uap air di udara. Material masih berupa material segar, yang dapat berupa agregat atau bongkahan (block lava) maupun lepas-lepas (seperti pasir dan kerikil endapan lahar). Pada gunungapi yang tidak aktif (post volcano) atau masa istirahat, mulai terbentuk tanah-tanah muda yang masih menunjukkan bahan material tanah (parent material atau regolith). Pada gunung-gunungapi tua, yang pernah mengalami erupsi sangat besar (explosive) atau karena kepotong struktur patahan regional seperti Patahan Semangko, maka banyak dijumpai kaldera, yang kemudian mampu menampung air hujan dan terbentuk danau kaldera (crater), seperti: Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Maninjau, Danau Atas dan Bawah di Bukit Tinggi Sumatera Barat, dan sebagainya. Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi lereng gunungapi, mulai mucul mataair topografik sebagai bagian dari jalur pertama sabuk mataair (spring belt) dan menjadi hulu sebuah sungai (cabang pertama). Pada tekuk lereng di bawah morfologi lereng, mulai muncul aliran sungai yang bersumber dari sebuah mataair, dengan bentuk lembah vertikal, sangat curam, sempit, dan dalam, sehingga seringkali dijumpai penyempitan aliran (rapid valley) dan pembentukan air terjun (waterfall) yang besar akibat pemotongan topografi atau proses pembekuan lava yang tiba-tiba dan membentuk topografi berupa dinding terjal (sudden stop of lava flow), seperti: Lembah Anai dan Sihanouk di Bukit Tinggi. Aliran air dan air terjun tersebut dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif pembangkit listrik (mikrohidrolika).
Karena ketinggiannya yang berada di atas 1.000 meter
Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 Aspek Karakteristik Bentanglahan, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Alam Non-Hayati (Abiotik)
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Tabel 01
Bab 4
Bab 4
V2 Kaki Gunungapi
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
dari atas ke bawah mengalami penurunan kemiringan lereng dari curam ke miring dengan lereng 15 - 30%, beda tinggi rerata 75 - 500 meter. Terbentuk dari proses utama aliran lava dan lahar (vulkanism), dengan struktur pengendapan secara periodik yang menunjukkan periodisasi pengendapan akibat letusan. Material atau batuan utama penyusun berupa bahanbahan piroklastik hasil pengendapan aliran lava, lahar, dan material jatuhan (airborne deposite), berupa psir, kerikil, kerakal, dan bebatuan dengan berbagai ukuran.
Morfologi berangsur-angsur
1-2
merupakan zona bahaya kedua akibat ancaman aliran lava, lahar, dan awan panas, yang mengalir melalui lembah-lembah sungainya, serta hujan abu yang dapat tersebar secara meluas di sekitar kepundan gunungapi. Pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan menjadi lahan-lahan permukiman mulai terjadi, baik pada bentanglahan kaki gunungapi yang tidak aktif atau sedang istirahat, maupun pada gunungapi gunungapi aktif.
Pada gunungapi yang masih aktif,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dan lereng) di bawah 1.500-2.000 meter, yang secara hidrogeomorfologi dapat berfungsi sebagai daerah pengisian air hujan (recharge area) atau tangkapan air hujan (cathment area), dan secara keruangan berfungsi sebagai kawasan lindung (protected area). Kondisi suhu udara masih terasa dingin dan sejuk karena ketinggiannya, dan udara relatif masih lembab dengan kandungan uap air yang cukup. Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang dapat berupa agregat atau bongkahan (seperti blok lava) maupun lepas-lepas (seperti pasir dan kerikil endapan lahar), sehingga berpotensi sebagai bahan galian mineral golongan C, berupa pasir, kerikil, kerakal, dan batu, sebagai bahan baku bangunan, industri semen, pembangunan jalan, dan infrastruktur fisik lainnya. Tanah mulai berkembang dengan solum ke arah bawah semakin tebal, berwarna gelap kehitaman, tekstur pasir berdebu (untuk gunungapi aktif) atau pasir debu berlempung (untuk gunungapi tua), berupa tanahtanah Andosol yang subur. Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi kaki gunungapi, banyak mucul mataair topografik sebagai bagian dari jalur kedua sabuk mataair (spring belt) dengan debit aliran yang besar, yang berpotensi sebagai sumber air bersih bagi industri air minum dalam kemasan atau PDAM. Mataair ini juga mampu mensuplai aliran sungai secara kontinyu, sehingga umumnya sungai mengalir sepanjang tahun (perenial). Pola aliran sungai mulai berkembang membentuk pola parallel untuk satu sisi lereng gunungapi atau pola radial sentrifugal untuk keseluruhan keliling tubuh gunungapi. Bentuk lembah sungai masih vertikal, curam, dan agak dalam, sehingga terkadang masih dijumpai penyempitan aliran (rapid valley) dan terjunan-terjunan kecil (small waterfall). Lahan mulai dapat dimanfaatkan dan muncul bentukbentuk pemanfaatan lahan yang produktif, seperti: hutan produksi, perkebunan, dan pemanfaatan potensi alam untuk pengembangan wisata minat khusus alam pegunungan dengan pemandangan yang indah, udara sejuk, air berlimpah, dan tanah yang subur.
Pada gunungapi dengan ketinggian puncak (kerucut
Bab 4
V3 Dataran Kaki Gunungapi
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief landai hingga bergelombang, kemiringan lereng 8 - 15%, beda tinggi rerata 25 - 75 meter. Terbentuk dari proses utama aliran lava dan lahar (vulkanism), dengan struktur pengendapan secara periodik yang menunjukkan periodisasi pengendapan akibat letusan, dengan persebaran material dibantu oleh aliran sungai. Material atau batuan utama penyusun berupa bahanbahan piroklastik hasil pengendapan aliran lahar dan material jatuhan (airborne deposite), berupa pasir, kerikil, dan kerakal.
Morfologi dataran dengan
1-3
merupakan zona bahaya ketiga akibat ancaman aliran lahar (banjir lahar) melalui lembahlembah sungainya, dan hujan abu yang dapat tersebar secara meluas mengikuti arah dan kecepatan angin. Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan menjadi lahanlahan permukiman, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, bergantung tingkat perkembangan wilayahnya.
Pada gunungapi yang masih aktif,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
kedudukannya di bawah lereng gunungapi, maka bentanglahan ini secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pengaliran airtanah (flow groundwater) dan daerah resapan air hujan (infiltrasion and percolation area) yang berperan dalam pengisian airtanah ke dalam akuifer, sehingga secara keruangan dapat ditetapkan sebagai kawasan penyangga (buffer area) dengan pemanfaatan terbatas (hutan produksi terbatas atau perkebunan tanaman tahunan). Karena penurunan ketinggian, maka suhu udara mulai terasa hangat hingga panas, bergantung musim, namun demikian udara relatif masih relatif bersih dan segar karena pengaruh kondisi bentanglahan yang alami. Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang umumnya didominasi oleh bahanbahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, kerakal, dan bebatuan hasil proses endapan lahar, sehingga berpotensi sebagai bahan galian mineral golongan C, sebagai bahan baku bangunan, industri semen, pembangunan jalan, dan infrastruktur fisik lainnya. Tanah sudah berkembang dengan baik, solum tanah tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur pasir berdebu (untuk gunungapi aktif) atau pasir debu berlempung (untuk gunungapi tua), struktur remah hingga sedikti menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang subur. Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi dataran kaki gunungapi, masih dijumpai pemunculan mataair topografik sebagai bagian dari jalur terakhir sabuk mataair (spring belt) dengan debit aliran yang relatif besar, yang berpotensi sebagai sumber air bersih bagi air minum penduduk atau PDAM. Kondisi morfologi yang landai dengan material penyusun berupa bahan-bahan piroklastik, maka sangat berpotensi untuk menyimpan dan mengalirkan airtanah dengan baik, sehingga pada bentanglahan ini mulai terbentuk akuifer yang produktif. Pola aliran sungai semakin berkembang membentuk pola parallel - dendritik yang mengalir menuju dataran di bagian bawahnya. Bentuk lembah sungai masih cenderung melebar, landai, dan stabil, yang berfungsi sebagai media transport material dari hulu ke hilir.
Karena ketinggian, kemiringan lereng, dan
2.
Fluvial
Bab 4
F1 Dataran Fluviovulkanik
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief datar, kemiringan lereng 3-8%, beda tinggi rerata <25 meter. Terbentuk dari proses utama aliran sungai (fluvial) yang membawa material bahanbahan piroklastik endapan lahar, dengan struktur berlapis tersortasi baik (kasar di bagian bawah dan halus di bagian atas, secara berulang), yang menunjukkan pengendapan secara periodik. Material atau batuan utama penyusun berupa bahanbahan piroklastik hasil pengendapan aliran lahar dan aliran sungai, berupa pasir, kerikil, dan kerakal, dengan sedikit debu dan lempung.
Morfologi dataran dengan
1-4
dataran yang luas dan mengarah ke kaki dan lereng gunungapi merupakan jalur potensial bagi pergerakan angin menuju ke pegunungan, sehingga berpotensi menciptakan angin puting beliung apabila kondisi tekanan udara tidak stabil dan tidak merata. Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman, pengembangan wilayah perkotaan, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya. Perkebangan kota dengan infrastruktur penutupan permukaan tanah, memicu terjadinya banjir kota pada musim penghujan.
Kondisi morfologi yang berupa
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
berupa sawah dengan irigasi intensif dengan produktivitas tinggi, dan mulai berkembang permukiman penduduk. Wilayah yang dapat dikatakan berada pada daerah rendah atau bawahan, kemiringan lereng yang landai, dan kedudukannya di bawah kaki gunungapi dengan pemanfaatan yang makin produktif, maka bentanglahan ini secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pencadangan airtanah (storage groundwater) dan daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan dapat ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian dan permukiman (perkotaan), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang mudah. Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu udara mulai terasa hangat hingga panas, bergantung musim. Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan wilayah. Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang umumnya didominasi oleh bahanbahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, dan kerakal hasil proses endapan lahar, yang apabila berada di sungai dapat menjadi sumber galian golongan C, sebagai bahan bangunan. Tanah berkembang dengan baik, solum tanah tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur pasir bergeluh, struktur remah hingga sedikit menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang subur. Mataair sudah jarang dijumpai karena sudah berada di luar jalur sabuk mataair (spring belt). Namun demikian, bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat potensial dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik. Aliran sungai semakin berkembang dengan lembah sungai semakin melebar, landai, dan stabil, yang berfungsi sebagai media transport material dari hulu ke hilir, dan persifat mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent). Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif
Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif
Bab 4
F2 Dataran Aluvial
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <25 meter. Terbentuk dari proses utama aliran sungai (fluvial) yang membawa material bahanbahan aluvium dari berbagai sumber didaerah hulu (hinterland) dan diendapkan di bagian bawah (low land) dengan struktur berlapis tersortasi baik (kasar di bagian bawah dan halus di bagian atas, secara berulang), yang menunjukkan periodisasi pengendapannya. Material atau batuan utama penyusun berupa bahanbahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai, berupa batu dan kerakal membentuk lapisan di bagian bawah, kemudian di atasnya terbentuk lapisan kerikil, pasir, dan yang paling atas
Morfologi dataran dengan
1-5
dataran yang sangat luas, berpotensi menciptakan angin puting beliung apabila kondisi tekanan udara tidak stabil dan tidak merata. Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman, pengembangan wilayah perkotaan, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya.
Kondisi morfologi yang berupa
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
berupa sawah dengan irigasi intensif dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali tanamn padi dalam setahun) karena tanah yang subur dan ketersediaan air melimpah, dan permukiman penduduk sangat berkembang. Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), sebagian bagian paling bawah dari morfologi gunungapi, sehingga secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pencadangan airtanah (storage groundwater) dan daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian (lumbung padi) dan pengembangan permukiman (perkotaan), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang sangat mudah. Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu udara terasa hangat hingga panas, bergantung musim. Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan wilayah. Material berupa bahan-bahan aluvium tersortasi dengan baik sebagai hasil proses pengendapan aliran sungai, dengan jenis mineral bergantung sumber asal material di bagian hulu (hinterland). Tanah berkembang dengan baik, solum tanah sangat tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur geluh pasir berlempung, struktur gumpal membulat hingga remah dengan sedikit menggumpal, membentuk tanahtanah Aluvial yang sangat subur. Bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat potensial dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik. Aliran sungai mulai kelebihan bebas sehingga membentuk pola saluran mulai berkelok, lembah sungai semakin melebar, landai, dan tidak stabil lagi karena mulai terjadi proses pengendapan beban sedimen terlaut. Sifat aliran sungai mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent). Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat produktif untuk pengembangan sawah irigasi intensif
Bab 4
F3 Dataran Fluviomarin
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief datar dan terkadang agak cekung, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <25 meter. Terbentuk dari proses utama aktivitas gelombang (marine) pada masa lalu yang membentuk endapan lempung marin di bagian bawah, dan sekarang tertutup oleh endapan sungai (fluvial) yang membentuk lapisan aluvial di bagian atas. Material atau batuan utama penyusun berupa bahanbahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai di bagian atas berupa campuran lempung dan pasir fluvial, dan endapan lempung marin (biasanya berwarna keabuabuan) yang membentuk lapisan di bagian bawah.
Morfologi dataran dengan
lapisan dengan ukuran material sedimen halus, berupa debu dan lempung.
1-6
dataran relatif agak cekung dan berada pada bagian hilir aliran sungai dan merupakan daerah transisi dari fluvial ke wilayah pesisir, maka kecepatan aliran sungai sedikit terhambat, yang menyebabkan meluapnya aliran sungai pada saat debit aliran besar ketika musim penghujan, yang berpotensi terhadap proses penggenangan dan banjir. Material penyusun yang didominasi oleh endapan lempung yang mempunyai sifat kembang kerut tanah yang tinggi, yang menyebabkan bangunan infrastruktur jalan aspal dan pondasi bangunan lainnya cepat rusak, patah, atau menggeser. Karena genesisnya merupakan hasil proses marin masa lalu, berpotensi untuk dijumpainya jebakan-jebakan air laut purba pada endapan lempung marin yang telah terkubur oleh endapan fluvial masa kini, yang selanjutnya berpengaruh terhadap airtanah berasa payau hingga asin, dengan
Kondisi morfologinya yang berupa
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dan teknis, dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali tanaman padi dalam setahun) karena tanah yang subur dan ketersediaan air melimpah, dan permukiman penduduk juga terus berkembang. Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), sehingga secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian (lumbung padi) dan pengembangan permukiman (pedesaan atau transisi desa-kota), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang sangat mudah. Bentanglahan ini merupakan daerah transisi daratan dengan pesisir, sehingga suhu udara mulai terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan hingga pesisirnya. Material berupa bahan-bahan aluvium dengan lapisan lempung laut di bagian bawah sebagai tinggalan hasil proses marin masa lalu, dan lapisan lempung berpasir di bagian atas sebagai hasil proses fluvial masa kini. Tanah yang mungkin berkembang berupa tanah Aluvial Hidromorf atau Aluvial Gleisol dengan solum yang relatif masih tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur lempung bergeluh, struktur gumpal membulat, dengan drainase buruk. Jenis tanah lain yang mungkin berkembang pada daerah dengan lempung lebih tinggi dan dominan adalah tanah Vertisol atau Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi teguh, dan drainase sangat buruk. Pada kedua jenis tanah ini seringkali terdapat lapisan gambut yang relatif tebal, yang menyebabkan tanah masam (pH rendah) dan menjadi kendala bagi usaha pengembangan lahan pertanian produktif. Pola saluran sungai berkelok-kelok (meandering) akibat proses pengendapan material sedimen terlarut yang sangat intensif, lembah sungai lebar, dan pola tali arus sungai berpindah-pindah sehingga membentuk pola teranyam (braided stream). Efek dari pola dan proses aliran sungai ini menyebabkan pola saluran sungai seringkali berpindah, sehingga banyak dijumpai lembah
3.
Marin
Bab 4
M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <15 meter. Terbentuk dari proses utama aktivitas gelombang (marine) yang berasosiasi dengan aliran sungai (fluvial) yang membawa material sedimen terlarut tinggi, diendapkan di sepanjang kanan-kiri muara membentuk rataan lumpur (mudflat) atau rawa-rawa payau (salt marsh) dan delta. Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat
Morfologi dataran dengan
1-7
dataran yang berada pada bagian paling hilir aliran sungai dan langsung ketemu laut, maka aliran sungai terhenti, yang berpotensi meluapnya aliran sungai pada saat debit aliran besar ketika musim penghujan, yang berpotensi terhadap proses penggenangan dan banjir, drainase buruk, lingkungan kumuh, pencemaran, dan kesehatan masyarakat buruk. Infrastruktur jalan aspal dan pondasi bangunan lainnya cepat rusak, patah, atau menggeser. Karena genesisnya merupakan
Kondisi morfologinya yang berupa
nilai daya hantar listrik tinggi.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
ditinggalkan (abandon valley), danau tapal kuda (oxbow lake), dan lembah-lembah yang terkubur (burried valley), serta banyak dijumpai fenomena igir di tengah sungai (levee ridges) atau gosong sungai (sand point). Sifat aliran sungai mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), debit aliran besar dengan sedimen terlaut yang tinggi, sehingga seringkali air berwarna sangat keruh. Pada bagian muara sungai sering dijumpai rataan lumpur (mud flat), rawa-rawa payau (salt marsh), dan berujung pada pembentukan suatu delta. Pemanfaatan lahan bersifat budidaya berupa sawah irigasi dengan pola surjan (selang-seling saluran dan guludan), dengan produktivitas sedang karena berbagai kendala sifat tanah masam dan penggenangan atau banjir. Permukiman juga tumbuh dengan baik, namun terkadang terkendala sumber air bersih dan pengembangan aksesibiltas karena sifat kembang-kerut tanah yang tinggi, menyebabkan bangunan infrastruktur cepat atau mudah rusak. Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), dengan beberapa kendala alami terkait sifat akuifer aliran sungai. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian terbatas dan pengembangan permukiman (pedesaan), dengan keterdapatan kendala pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas akibat sifat tanahnya. Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan pantai), sehingga suhu udara terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan. Material berupa bahan-bahan aluvium endapan lumpur (campuran lempung dan pasir halus), sebagai hasil proses pengendapan aliran sungai yang sangat intensif. Proses pengendapan material lumpur yang sangat intensif oleh aliran sungai yang bermuara pada bentanglahan ini, sangat berpotensi untuk membentuk lahan-lahan baru, yang berupa rataan pasang-surut (tidal flat) dan delta. Tanah yang mungkin berkembang dengan kandungan lempung yang tinggi adalah tanah Vertisol atau Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi teguh, dan drainase sangat buruk. Material lempung
Bab 4
M2 Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <15 meter. Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengendapan material sedimen pasir oleh aktivitas gelombang di sepanjang minatkat pantainya, sehingga bentanglahan ini dapat disebut sebagai pesisir hasil
Morfologi dataran dengan
pengendapan material sedimen terlarut yang tinggi dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai, dan didukung oleh kondisi di sekitar muara yang datar dan gelombang yang tenang, maka bentanglahan pesisir yang seperti ini dapat disebut sebagai pesisir hasil pengendapan dari daratan (sub-aerial deposition coast). Material atau batuan utama penyusunnya berupa bahanbahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai di bagian atas berupa lumpur (mud), yaitu campuran antara lempung dan pasir halus.
1-8
hasil proses pengendapan fluvial dengan material lempung dan berada di sekitar muara sungai, maka juga berpotensi untuk dijumpainya jebakan-jebakan air laut, yang berpengaruh terhadap airtanah berasa payau hingga asin, dengan nilai daya hantar listrik tinggi pula. Perkembangan rataan pasang surut dan delta yang membentuk lahan-lahan baru, berpotensi terhadap intensitas perubahan garis pantai, konflik sosial berupa status kepemilikan lahan, tata ruang wilayah, dan tumpangtindih kebijakan di antara instansi terkait. Pengendapan material sedimen yang intensif menyebabkan pendangkalan muara (estuari), laguna, dan perairan laut dangkal, yang berpotensi menurunnya produktivitas penangkapan perikanan laut. Masalah lainnya adalah konversi hutan mangrove untuk lahan tambak (ilegal logging), pertumbuhan permukiman yang tidak teratur, dan meningkatnya biaya konservasi lingkungan. Permasalahan yang sering muncul pada bentanglahan ini lebih disebabkan oleh sifat material pasir penyusunnya, yang merupakan material lepas-lepas dengan panyak pori-pori, sehingga berpotensi untuk terjadinya: intrusi air laut, jika penurapan airtanah di pantai dan pesisirnya melebihi kemampuan daya tampung akuifernya; pencemaran airtanah akibat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
pantai), sehingga suhu udara terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan. Material berupa bahan-bahan aluvium endapan pasir marin, sebagai hasil proses pengendapan gelombang. Proses pengendapan material pasir sangat intensif oleh gelombang yang membentuk berbagai fenomena, seperti: gisik (beach), gisik penghalang (barrier beach), maupun beting gisik (beach ridges). Tanah relatif belum berkembang, tetapi masih berupa bahan induk tanah (parent material) atau regolith,
Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan
mempunyai sifat mampu menjerab atau menjebab air apalagi air yang bersifat elektrolit (air asin), sehingga airtanah pada bentanglahan ini secara keseluruhan berasa asin. Substrat berlumpur dengan kandungan airtanah asin, merupakan media pertumbuhan vegetasi magrove yang sangat, yang berpotensi membentuk ekosistem hutan mangrove yang lebat dan mempunyai fungsi sangat penting secara fisik, kimia, ekologis (biologis), sosial ekonomi, dan pendidikan. Potensi lain dari kondisi tanah lempung bergaram adalah memungkinkan untuk pengembangan area tambak (udang dan bandeng) pada musim penghujan dan tambah garam pada kemarau. Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian terbatas (perikanan darat), dengan fungsi utama sebagai kawasan lindung sempadan pantai, dengan hutan mangrove sebagai zona lindungnya.
4.
Struktural
Bab 4
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi,
S1P Pegunungan Struktural Patahan
S2P Perbukitan Struktural Patahan
Ekoregion Sumatera 1:250.000
mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya. Untuk S1P, morfologi atau topografi berupa pegunungan dengan relief bergunung, lereng sangat curam dengan kemiringan >45%, beda tinggi rerata >500 meter; sedangkan untuk S2P, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng curam dengan kemiringan 3045%, beda tinggi rerata 75500 meter. Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang membentuk struktur patahan, dengan kenampakan bidang patahan (escarpment) yang tegas membentuk jalur blok perbukitan/pegunungan kompleks, akibat sifat material batuan penyusunnya yang kompak dan keras.
Kedua bentanglahan ini
proses pengendapan gelombang (marine deposition coast). Material atau batuan utama penyusunnya berupa bahanbahan aluvium marin berupa pasir marin (sand).
1-9
Permasalahan atau kerawanan lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain: sifat batuan penyusunnya yang kompak dan sangat keras, tidak memungkinan untuk dapat menyimpan air, sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih; sifat batuan yang kompak dengan resistensi tinggi, tidak memungkinkan pembentukan tanah dengan baik, sehingga tanah relatif tipis langsung kontak dengan batuan induk, yang disebut dengan tanah Litosol, miskin hara, dan banyak singkapan batuan (outcrop), sehingga berpotensi sebagai lahan kritis dan marginal; genesis bentanglahan sebagai hasil proses pengangkatan tektonik yang membentuk bidang patahan pada topografi
buangan limbah dari berbagai aktivitas yang ada di atas lahannya, baik limbah domestik, pertanian, peternakan, atau pariwisata; konflik lahan akibat tumpah tindih kepentingan dan kebijakan dalam pengelolaan wilayah pesisir, khususnya permasalahan fungsi ruang, yaitu antara fungsi lindung dan fungsi budidaya sesuai potensi pengembangannya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
sehingga terkadang dapat dikelompokkan sebagai tanah Regosol (tanah pasiran). Material pasir pada mintakat pantai dan pesisir ini merupakan media potensial untuk menangkap dan menyimpan air hujan, sehingga berpotensi membentuk akuifer yang baik dengan kandungan airtanah yang tawar dan berpotensi sebagai sumber air bersih. Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat dikembangkan untuk berbagai fungsi, seperti: kawasan lindung sempadan pantai, pertanian lahan kering tanaman semusim, atau kawasan wisata alam pantai. Pasir marin yang membentuk gisik dan beting gisik dapat berfungsi sebagai peredam gelombang tsunami, sehingga rayapan gelombang (run up) nya tidak sampai jauh ke daratan. Bentanglahan ini umumnya berupa topografi pegunungan atau perbukitan yang tinggi membentuk pegunungan atau perbukitan kompleks blok patahan, yang terlindungi dengan vegetasi berupa tegakan hutan rapat, sehingga udara akan terasa sejuk. Batuan penyusun berupa batuan-batuan yang keras dan kompak yang telah berumur sangat tua, bahkan akibat proses pengangkatan dan tekanan tektonik yang kuat menyebabkan proses metamorfosis, sehingga tekstur batuan semakin halus dan kompak dengan struktur yang terubah dan indah. Proses inilah yang menyebabkan pembentukan mineral-mineral batuan mulai yang bernilai ekonomi tinggi, seperti kuarsa, marmer, granit, granodiorit, dan sebagainya, yang berpotensi untuk dipoles menjadi batu akik, batu permata, berlian, bahan-bahan ornamen rumah, hotel, dan sebagainya. Potensi sumberdaya mineral lain bagi batuan yang belum mengalami metamorfosis adalah sebagai bahan bangunan, industri semen, industri pakan ternak, kosmetik, dan lainnya. Sifat batuan penyusunnya yang kompak tidak memungkinkan untuk menyimpan air, akan tetapi keberadaan struktur retakan atau patahan dapat berfungsi sebagai pori-pori sekunder yang akan mengalirkan air hujan dan muncul di bagian tekuk lerengnya sebagai mataair (spring) atau rembesan (sepage), yang cukup potensial sebagai sumber air
Bab 4
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
S3P1 Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan
S3P2 Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan
Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
mempunyai morfologi, genesis, struktur, dan material penyusun yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada posisi atau kedudukannya, bahwa S3P1 adalah lembah yang terdapat di antara jalur pegunungan patahan, sedangkan S2P2 adalah lembah yang berada di antara jalur perbukitan patahan. Morfologi atau topografi berupa lembah di antara jalur pegunungan atau perbukitan dengan relief datar, kemiringan lereng <8%, dan berstruktur sebagai terban (graben), yang diapit oleh dua dinding blok patahan (horst)
Kedua bentanglahan ini
penyusunnya berupa batuanbatuan beku hasil proses aktivitas gunungapi tua, seperti: diabast, granit, andesit, gabro, dan lainnya; atau batuan sedimen yang telah mengalami metamorfosis, seperti: kalsit atau marmer, sekis, gneis, atau lainnya.
Material atau batuan utama
1 - 10
Permasalahan atau kerawanan lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini juga dipengaruhi oleh asal-usul pembentukan (genesis) perbukitan dan pegunungan di sekitarnya, yaitu: ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih; tanah relatif tipis langsung kontak dengan batuan induk (tanah Litosol) yang miskin hara, dan banyak singkapan batuan (outcrop), sehingga berpotensi sebagai lahan kritis dan marginal; berpotensi sebagai daerah terkena dampak gempabumi tektonik (earthquake) yang dahsyah; berpotensi sebagai daerah terdampak longsor batuan (rock
perbukitan dan pegunungan, sangat berpotensi sebagai media rambatan gelombang tektonik yang mampu menciptakan gempabumi tektonik (earthquake) yang dahsyah; kondisi topografi yang demikian dengan struktur batuan penyusun yang banyak retakan dan patahan, ketika terjadi gempabumi yang kuat, sangat berpotensi terhadap kejadian gerak massa batuan berupa longsor batuan (rock slide) atau bahkan jatuhan batuan (rock fall) yang sangat berbahaya dan mengancam keselamatan penduduk di sekitarnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai kawasan lindung dalam bentuk hutan lindung, cagar alam atau suaka margasatwa, dengan kemungkinan potensi pengembangan sebagai kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan. Contoh: Jalur Perbukitan dan Pegunungan Blok Patahan sepanjang Patahan Semangko di sisi barat Pulau Sumatera, mulai dari Lampung; Lubuk Linggau di Bengkulu; Sungai Penuh hingga Kerinci di Jambi; Sawah Lunto, Bukit Tinggi, hingga Lubuk Sikaping di Sumatera Barat; Padang Sidempuan, Taruntung, hingga Sidikalang di Sumatera Utara; dan berlanjut hingga Banda Aceh. Di sepanjang jalur patahan tersebut, terkadang terdapat asosiasi antara batuan gunungapi tua sebagai dasar formasi dengan endaapan batugamping terumbu di bagian atas yang membentuk topografi karst, tetapi keterdapatannya secara lokal-lokal saja (yang tidak nampak jelas pada skala 1 : 250.000), seperti di sebelah selatan Lho-nga, Aceh. Pada dasarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki pada bentanglahan ini mirip dengan bentanglahan pegunungan dan perbukitan struktural patahan di sekitarnya, yaitu: udara alam pegunungan atau perbukitan yang terasa sejuk hingga dingin; potensi sumberdaya mineral-mineral bernilai ekonomi tinggi, seperti: kuarsa, marmer, granit, granodiorit, dan sebagainya, yang berpotensi untuk batu akik, batu permata, berlian, bahan-bahan ornamen rumah, hotel, dan sebagainya; potensi sumberdaya mineral sebagai bahan bangunan, industri semen, industri pakan ternak, kosmetik, dan lainnya; sungai yang berkembang berpola aliran rectangular, dengan sungai utama searah pola lembah patahan (terban) dengan cabang-cabang sungai yang tegak lurus sungai utama mengikuti pola struktur patahan yang ada; dan pemunculan mataair (spring) atau rembesan (sepage),
bersih masyarakat sekitarnya.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara
Bab 4
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
S1L Pegunungan Struktural Lipatan
S2L Perbukitan Struktural Lipatan
Ekoregion Sumatera 1:250.000
mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya. Untuk S1L, morfologi atau topografi berupa pegunungan dengan relief bergunung, lereng sangat curam dengan kemiringan >45%, beda tinggi rerata >500 meter; sedangkan untuk S2P, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng curam dengan kemiringan 3045%, beda tinggi rerata 75500 meter. Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang membentuk struktur lipatan, dengan kenampakan bidang kelurusan (linement) yang tegas membentuk jalur punggungan (antiklinal) yang berselang-seling dengan jalur lembah (sinklinal) memanjang sejajar punggung lipatan, akibat sifat material batuan penyusunnya yang relatif lunak dan lentur (plastis). Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuanbatuan sedimen berlapis yang lunak dan plastik, seperti: batulempung (claystone),
Kedua bentanglahan ini juga
dengan topografi pegunungan atau perbukitan.
1 - 11
Permasalahan atau kerawanan lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain: batuan lempung relatif bersifat sebagai akuitard hingga akuiklud (mudah jenuh air dan tidak mampu menyimpan air dengan baik), sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih; batuan lempung gampingan relatif membentuk tanah yang miskin hara, sehingga termasuk tanahtanah marginal yang kurang subur dengan produktivitas rendah; tanah berlempung mempunyai sifat kembang kerut yang tinggi, sehingga berpotensi terhadap rusaknya infrastruktur jalan aspal dan bangunan; tanah berlempung bersifat labil dan mudah bergerak perlahan, sehingga pada lereng yang curam berpotensi terhadap gerakan tanah (soil creep) dan nendatan (slump).
slide) dan jatuhan batuan (rock fall) pada saat terjadi gempabumi tektonik.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
yang cukup potensial sebagai sumber air bersih masyarakat sekitarnya. Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini memiliki potensi untuk pengembangan kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan, yang terkait dengan fenomena alam geologis dan geografis. Bentanglahan ini umumnya berupa topografi pegunungan atau perbukitan yang tinggi membentuk punggunan antiklinal, yang umunya terlindungi dengan vegetasi berupa tegakan hutan produksi, sehingga udara masih terasa sejuk. Batuan penyusun berupa batuan-batuan yang lunak dan plastis yang relatif berumur tua, sejenis batulempung, batupasir, dan batugamping dengan percampurannya. Ketiga jenis batuan utama penyusunnya menunjukkan hasil proses pengendapan pada lingkungan perairan, baik parairan darat (danau, telaga, atau rawa-rawa) maupun perairan laut dangkal (laguna atau zona laut dangkal / lithoral) pada masa lalu (purba), yang berasosiasi dengan tumbuhnya berbagai tumbuhan dan tinggalnya berbagai fauna maupun kehidupan manusia purba. Ketika terjadinya transisi zaman Tersier ke zaman Kuarter yang ditandai dengan zaman periglasial, yang mana bumi mengalami periode kering yang sangat panjang (jutaan tahun), maka kehidupan tumbuhan, hewan, dan manusia purba menjadi punah. Kemudian disusul dengan proses tektonik berupa pengangkatan daratan akibat penunjaman lempeng samudera di bawah lempeng benua, yang menyebabkan proses perlipatan pada daerah yang tersusun atas batuan yang bersifat lunak dan plastis. Kondisi inilah yang dimungkinkan menyebabkan terjebak sisa-sisa kehidupan masa lalu pada proses pengendapan material dan perlipatan. Terjebaknya sisa-sisa kehidupan masa lalu pada proses perlipatan inilah yang menyebabkan pembentukan sumberdaya alam berupa minyak dan gas bumi, yang sangat potensial dijumpai pada jalur perlipatan, seperti yang terdapat di wilayah bagian timur Pulau Sumatera. Sifat batuan penyusunnya yang dominan berupa batuan lempung dan batugamping, relatif akan mengalami
Bab 4
S3L2 Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan
Ekoregion Sumatera 1:250.000
berupa lembah di antara jalur perbukitan lipatan dengan relief datar, kemiringan lereng <8%, dan berstruktur sebagai sinklinal, yang diapit oleh dua punggunan antiklinal dengan topografi berupa perbukitan. Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang membentuk struktur lipatan, dengan kenampakan bidang kelurusan (linement) yang tegas membentuk jalur lembah (sinklinal) di antara punggungan (antiklinal) yang mengapitnya, akibat sifat material batuan penyusunnya yang relatif lunak dan lentur (plastis). Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuanbatuan sedimen hasil pengendapan material akibat proses erosi di perbukitannya,
Morfologi atau topografi
batulempung gampingan, batupasir (sandstone), batupasir gampingan, batugamping (limestone), batugamping napalan, atau sejenisnya.
1 - 12
Permasalahan atau kerawanan lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini mirip dengan jalur perbukitan dan pegunungan lipatannya, yang juga dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain: lempung relatif bersifat sebagai akuitard hingga akuiklud (mudah jenuh air dan tidak mampu menyimpan air dengan baik), sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih; lempung bersifat mudah jenuh air, sehingga berpotensi terjadinya genangan dan banjir pada saat musim penghujan, apalagi dipicu oleh tingginya beban sedimen terlaut dalam aliran sungai yang menyebabkan proses pendangkalan alur sungai sangat cepat; lempung bersifat mudah menjerab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
pelapukan dan pedogenesis membentuk tanah yang juga mengandung mineral lempung sangat tinggi, yang sering disebut sebagai tanah Vertisol atau Grumusol. Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai kawasan lindung dalam bentuk hutan lindung, cagar alam atau suaka margasatwa, dengan kemungkinan potensi pengembangan sebagai kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan. Contoh: Jalur Perbukitan dan Pegunungan Lipatan (Antiklinal) mulai dari Lhokseumawe hingga Langsa, yang mengapit lembah aliran Sungai Lesten di Provinsi Aceh. Jalur Perbukitan dan Pegunungan Lipatan (Antiklinal) mulai dari Padang Sidempuan Sumatera Utara, melewati Bangkinang Riau, dan Muara Tembesi Jambi, hingga berlanjut sampai Palembang Sumatera Selatan. Bentanglahan ini umumnya berupa topografi cekungan atau lembah sinklinal, yang relatif terbuka, sehingga udara relatif terasa panas. Batuan penyusun berupa material lempung atau lempung gampingan, bersifat lentur dan mempunyai daya jerab (jebakan) yang tinggi, dan mudah jenuh air. Sesuai dengan genesis dan karakteristiknya, maka dimungkinkan menyebabkan terjebak sisa-sisa kehidupan masa lalu pada saat proses pengendapan material dan perlipatan, sehingga berpotensi terhadap sumberdaya alam berupa minyak dan gas bumi. Sifat batuan penyusunnya yang dominan berupa batulempung dan batugamping, relatif akan mengalami pelapukan dan pedogenesis membentuk tanah yang juga mengandung mineral lempung sangat tinggi, yang disebut sebagai tanah Vertisol atau Grumusol. Sungai yang berkembang berpola aliran treallis, dengan sungai utama searah pola lembah sinklinal dengan cabang-cabang sungai yang tegak lurus sungai utama dengan jalur pendek dan alur rapat menuruni lereng antiklinal di kanan dan kirinya. Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai kawasan budidaya yang berpotensi sebagai kawasan pertambangan minyak dan gas bumi. Contoh:
5.
Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung
Kep. Bangka Belitung
D2 Perbukitan Denudasional
D3 Lerengkaki Perbukitan Denudasional
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Denudasional
Bab 4
mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya. Untuk D2, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng curam dengan kemiringan 3045%, beda tinggi rerata 75500 meter; sedangkan untuk D3, morfologi atau topografi berupa lereng perbukitan dengan relief miring, kemiringan 15-30%, beda tinggi rerata 25-75 meter. Secara genesis, bentanglahan
Kedua bentanglahan ini
dengan material utama penyusunnya bersifat lempungan (clay), lempung bergamping, atau sejenisnya.
1 - 13
atau menjebak air dalam waktu lama, sehingga berpotensi terdapatnya jebakan-jebakan air laut purba yang menyebabkan airtanah berasa payau hingga asin karena proses pertukaran kation (connate water) atau akibat evaporasi air laut purba yang meninggalkan kristal garam dan mencampuri airtanah (evaporate water); tanah lempungan relatif miskin hara, sehingga termasuk tanahtanah marginal yang kurang subur dengan produktivitas rendah; tanah berlempung mempunyai sifat kembang kerut yang tinggi, sehingga berpotensi terhadap rusaknya infrastruktur jalan aspal dan bangunan; tanah berlempung bersifat labil, mudah bergerak perlahan, dan daya dukung rendah, sehingga pada lereng yang datar berpotensi terhadap proses amblesan tanah (soil creep) dan nendatan (slump). Proses utama berupa denudasional yang dicirikan oleh tingkat pelapukan batuan yang telah lanjut, erosi lereng, dan gerakan massa batuan sangat potensial, yang seringkali terjadi saat musim penghujan. Sementara pada musim kemarau, maka berpotensi terhadap ancaman kekeringan dan lahan kritis, dan kekurangan air bersih. Proses ini menyebabkan morfologi perbukitan tidak teratur, banyak alur-alur dan parit-parit erosional (seperti dicakar-cakar), dan degradasi lahan semakin meningkat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dengan iklim basah, curah hujan bervariasi dari rendah hingga tinggi, dan mempunyai perbedaan tegas antara musim kemarau dan penghujan. Material dominan adalah batuan-batuan beku gunungapi tua dan batuan sedimen yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut. Potensi sumberdaya mineral berupa bahan galian C, seperti: batu andesit, breksi, konglomerat, diabast, dan batugamping napalan. Tanah yang berkembang cukup intensif dengan solum yang cukup tebal, tekstur lempung berpasir, struktur gumpal lemah, dan drainase agak terhambat, seperti: Kambisol dan Latosol, serta terkadang juga terbentuk tanah Podsolik berwarna cerah merah kekuningan yang umumnya berkembang pada batuan dasar gunungapi dengan kandungan besi yang tinggi. Ketiga jenis tanah
Satuan bentangkahan ini umumnya menempati daerah
di Sumatera Selatan. Lembah Sinklinal di bagian tengah Provinsi Riau yang melewati Kota Pekanbaru.
Lembah Sinklinal mulai dari Prabumulih ke arah utara
Bab 4
D4 Lembah antar Perbukitan Denudasional
Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
ini pada awalnya dapat terbentuk akibat aktivitas vulkanik tua berupa lairan lava yang membentuk jalur perbukitan, atau akibat pengangkatan tektonik yang membentuk jalur perbukitan struktural (umumnya struktur patahan) yang juga telah berumur tua. Namun pada perkembangan selanjutnya, proses pelapukan batuan sangat intensif dan akibat morfologinya yang curam, yang menyebabkan proses erosional akibat air hujan sangat intensif pula, dan juga lebih diperparah dengan proses gerakan massa tanah berupa longsor lahan (land slide) yang potensial. Efek dari proses tersebut, maka terbentuklah perbukitan denudasional dengan lereng yang tertoreh membentuk alur-alur atau lembah-lembah erosional yang sangat kompleks. Material atau batuan utama penyusunnya umumnya berupa batuan-batuan beku hasil proses aktivitas gunungapi tua, seperti: diabast, granit, andesit, gabro, dan lainnya; atau batuan sedimen yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut. Kedua bentanglahan ini mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya.
1 - 14
Potensi ancaman bahaya dan kerawanan lingkungan sangat dipengaruhi kondisi perbukitan di sekitarnya, yang antara lain: sebagai daerah terdampak longsor
merupakan dua jenis tanah yang telah berkembang, solum tebal, bertekstur lempung bergeluh, dan cukup subur, tetapi mudah mengalami longsor jika mengalami kejenuhan tinggi (saat penghujan) dan berada pada lereng yang miring. Sementara tanah Litosol adalah tanah tipis dan miskin hara, sehingga umumnya hanya tumbuh semak belukar atau savana.
Tanah Kambisol dan Latosol
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dengan iklim lebih sejuk dan basah dibanding perbukitan di sekitarnya. Material dominan adalah bahan-bahan koluvium hasil proses pengendapan material terdegradasi dari
Satuan bentangkahan ini umumnya menempati daerah
ini mempunyai kesuburan menengah dan berpotensi untuk pengembangan lahan perkebunan dan hutan produksi, yang tersebar pada lerengkaki perbukitan. Sementara pada perbukitannya, tanah relatif lebih tipis dan langsung kontak dengan batuan induk, serta miskin hara, yang disebut dengan tanah Litosol. Akibat proses erosional dan longsor lahan yang intensif, maka pola aliran sungai seperti cabang-cabang pohon (dendritik), dengan alur rapat sejajar menuruni lereng, dan bertemu di lembah perbukitan menyatu menjadi sungai yang lebih besar. Namun demikian sifat aliran sungai relatif epimeral atau perenial dengan fluktuasi debit aliran sangat tinggi antara musim penghujan dengan kemarau. Airtanah relatif sulit didapatkan, kecuali pada lembahlembah sempit yang ada, itupun dalam jumlah yang sangat terbatas. Umumnya airtanah dijumpai dalam bentuk rembesan (seepage) di antara lapisan batuan yang telah lapuk di bagian atas dan lapisan batuan yang masih padu di bagian bawah, atau dalam bentuk mataair kontak dan terpotong lereng pada tekuk-tekuk lereng atau lerengkaki perbukitan (contact spring atau topographic spring), dengan debit aliran yang umumnya kecil. Penggunaan lahan alami yang terdapat pada satuan ini adalah hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan kebun campur; sehingga secara keruangan berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan lindung dan konservasi tanah dan air.
6.
Organik
Bab 4
O1 Dataran Gambut
Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
mirip dengan perbukitannya, kecuali pada morfologi atau topografinya yang berupa lembah di antara jajaran perbukitan denudasional, dengan relief datar, lereng 38%, beda tinggi rerata <25 meter. Proses pembentukan bentanglahan ini mengikuti dengan proses pembentukan perbukitannya. Namun pada perkembangan selanjutnya, proses yang dominan pada bentanglahan ini adalah deposisional material hasil pelapukan batuan, erosi, dan longsor lahan dari lerengkaki perbukitan di sekitarnya. Material atau batuan utama penyusunnya umumnya berupa bahan-bahan koluvium yang tercampur aduk sebagai hasil proses deposisional material rombakan lerengkaki perbukitan di sekitarnya. Topografi berupa dataran, dengan morfologi atau relief datar hingga landai, kemiringan lereng secara umum 0-3%, hingga berombak (3-8%). Asal proses utama adalah aktivitas organik, yaitu hasil pembusukan sisa aktivitas vegetasi lahan basah, seperti rawa-rawa pada dataran rendah (low land), yang kemudian membentuk lapisan gambut yang relatif tebal dengan penyebaran luas di dataran rendah bagian
Karakteristik bentanglahan ini
1 - 15
Sesuai dengan genesisnya, menyebakan lingkungan pada bentanglahan ini secara relatif rentan atau berpotensi terhadap ancaman: kualitas sumberdaya air dan tanah yang rendah, karena sifat kemasaman yang sangat tinggi (pH sangat rendah, mencapai <4), atau kandungan sulfat (SO4=) yang tinggi akibat proses reduksi bahan-bahan organik yang menghasilkan lepisan pirit; kegiatan pembakaran lahan untuk meningkatkan fungsinya sebagai lahan pertanian, sistem ladang berpindah, khususnya saat musim
lahan dan gerakan massa batuan lainnya, yang seringkali terjadi saat musim penghujan; daerah terdampak banjir dan genangan saat hujan maksimal; dan daerah terdampak kekeringan dan kekurangan air bersih.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
(sedimen organik), sebagai hasil proses pembusukan dan reduksi bahan-bahan organik pada lingkungan perairan daratan yang menggenang, seperti rawa-rawa. Potensi sumberdaya mineral adalah gambut dan humus, sebagai bahan organik yang berpotensi menyuburkan tanaman apabila dicampur dengan tepung batugamping. Pemanfaatan lahan secara umum untuk lahan sawah, kebun, ladang, atau bentuk usaha pertanian lainnya, dan lahan-lahan dibiarkan berupa semak-semak.
Secara genetik, material penyusun berupa gambut
umum terjadi pada bentanglahan seperti ini.
Relatif beriklim basah dengan curah hujan tinggi, yang
lerengkaki perbukitan di sekitarnya, yang berpotensi terhadap pembentukan tanah yang lebih intensif. Tanah yang berkembang berupa tanah Aluvial akibat pengendapan sungai yang mengalir pada lembah tersebut, atau tanah Kambisol dan Latosol dengan solum yang cukup tebal, tekstur lempung berpasir, struktur gumpal lemah, dan drainase agak terhambat. Ketiga jenis tanah ini mempunyai kesuburan menengah hingga tinggi, dan berpotensi untuk pengembangan lahan perkebunan dan hutan produksi, atau bahkan sawah tadah hujan yang cukup produktif. Sungai yang mengalir relatif bersifat epimeral atau perenial dengan fluktuasi debit aliran sangat tinggi antara musim penghujan dengan kemarau. Airtanah dangkal dengan penyebaran terbatas. Pada tekuk-tekuk lereng perbukitan banyak dijumpai rembesan (seepage) di antara lapisan batuan yang telah lapuk di bagian atas dan lapisan batuan yang masih padu di bagian bawah, atau dalam bentuk mataair kontak dan terpotong lereng (contact spring atau topographic spring), dengan debit aliran yang umumnya kecil. Penggunaan lahan alami yang terdapat pada satuan ini adalah permukiman, kebun campur, sawah, dan hutan produksi terbatas, sehingga secara keruangan berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya terbatas.
7.
A Dataran
O2 Pulau Terumbu Karang
Kota-kota Provinsi
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Antropogenik
Bab 4
Morfologi dataran dengan
dengan morfologi atau relief datar hingga landai, kemiringan lereng secara umum 0-3%, hingga berombak (3-8%). Asal proses utama adalah aktivitas organik (terumbu karang) pada zona laut dangal (lithoral), yang kemudian mengalami pengangkatan daratan atau penurunan muka air laut, sehingga terumbu karang muncul ke permukaan dan mengalami metamorfosis membentuk batugamping terumbu (CaCO3).
Topografi berupa dataran,
timur Sumatera.
1 - 16
Perkembangan wilayah berpotensi
Lingkungan secara relatif rentan atau berpotensi terhadap ancaman: pencemaran airtanah dan perairan lautnya oleh aktivitas pariwisata; kerusakan ekosistem terumbu karang; kenaikan permukaan air laut dan tsunami pada daerah yang berhadapan dengan zona penunjaman samudera, seperti di pantai barat Sumatera; serta kekeringan dan degradasi sumberdaya air.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
(hujan konveksi), yang umum terjadi pada bentanglahan seperti ini. Secara genetik, material penyusun adalah batuan sedimen organik atau non klastik berupa batugamping terumbu atau koral sebagai hasil proses pengangkatan dan metamorfosis terumbu karang. Potensi sumberdaya mineral adalah bahan galian golongan C, berupa batugamping terumbu dan pasir marin sebagai hancuran batugamping terumbu. Sifat material batugamping terumbu yang banyak diaklas dan lubang-lubang pelarutan, menyebabkan material ini tidak mampu menyimpan air dengan baik. Airtanah dijumpai berupa airtanah dangkal atau airtanah bebas dengan potensi sangat terbatas dan input utama air hujan, dijumpai pada gisik-gisik pantainya yang bermaterial pasir. Mataair juga relatif sulit dijumpai pada satuan ini, dan tidak berkembang sistem hidrologi permukaan. Kondisi batugamping terumbu yang relatif masih segar, belum memugkinkan proses pembentukan tanah secara baik. Kemungkinan masih berupa bahan induk tanah yang berupa material pasir terumbu berwarna putih, dan bersifat lepas-lepas (granuler). Pemanfaatan lahan secara umum untuk pariwisata alam dan jasa lingkungan, permukiman dan berfungsi sebagai habitat keanekaragaman hayati lingkungan perairan laut dangkal (taman laut). Pada prinsipnya potensi sumberdaya alam mempunyai
Relatif beriklim kering dengan curah hujan rendah
pembakaran lahan adalah pencemaran udara yang sangat tinggi, hingga mengganggu pandangan (bagi penerbangan dan transportasi darat), sampai kesehatan manusia; serta dampak pencemaran udara dapat mencapai jarak sangat jauh, hingga ke negara tetangga, bergantung arah dan kecepatan angin, seperti: Malaysia dan Singapura.
kemarau;
dampak dari kegiatan
Perkotaan
dan Kabupaten di seluruh Ekoregion Sumatera
Ekoregion Sumatera 1:250.000
relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <25 meter. Asal-usul terbentuk pada dasarnya karena proses utama aliran sungai (fluvial) yang mengendapkan bahan-bahan aluvium dari berbagai sumber di daerah hulu (hinterland) dan diendapkan di bagian bawah (low land), yang kemudian dikembangkan oleh manusia untuk wilayah perkotaan. Material atau batuan utama penyusun berupa bahanbahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai, berupa batu dan kerakal membentuk lapisan di bagian bawah, kemudian di atasnya terbentuk lapisan kerikil, pasir, dan yang paling atas lapisan dengan ukuran material sedimen halus, berupa debu dan lempung.
kemiripan dengan dataran aluvial, sesuai dengan genesis bentanglahannya, yaitu: beriklim sejuk bagi yang ada di daerah dataran tinggi dan panas bagi yang berkembang di wilayah pesisir; material penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil proses pengendapan aliran sungai; tanah yang berkembang adalah tanah-tanah Aluvial yang sangat subur; berpotensi sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat baik dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik; sungai umumnya mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), dan berpola aliran dendritik; pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat produktif untuk permukiman, yang berselang-seling dengan pertanian sawah irigasi teknis dengan produktivitas sangat tinggi; dan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas sangat mudah.
1 - 17
memicu munculnya berbagai masalah, seperti: masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang, berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman; tumpang tindih kepentingan dalam pengembangan infrastruktur wilayah perkotaan; permasakahan sampah dan limbah perkotaan, yang menyebabkan pencemaran air, tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya; serta permasalahan banjir kota akibat penutupan permukaan tanah oleh bangunan dan jalan, serta sistem drainase perkotaan yang buruk atau tidak memadahi, yang menyebabkan proses infiltrasi air hujan menjadi terhambat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Sumber: Hasil Interpretasi Citra Penginderaan Jauh, Peta Ekoregion, Peta Geologi, Perumusan dari Berbagai Sumber Bacaan, dan Verifikasi Lapangan (2015)
Bab 4
Genesis Bentanglahan
Vulkanik
Fluvial
1.
2.
Vegetasi alpin
Vegetasi pegunungngan bawah
Pertanian, perkebunan dan hutan Dipterocarpaceae
Gambut dan dipengaruhi Air tawar
Gambut dan Dipengaruhi Air tawar
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung
V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi
V2 Kaki Gunungapi
V3 Dataran Kaki Gunungapi
F1 Dataran Fluviovulkanik
F2 Dataran Aluvial
Ekosistem Hayati
Provinsi
Ekoregion
Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Hayati
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Tabel 02
Bab 4
harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas
harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus)
Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatraensis), Monyet/Kedih (Presbytis Thomasi), Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous
Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatraensis), Monyet/Kedih (Presbytis Thomasi), Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous
Tidak ada fauna di kubah lava
Kekhasan Fauna
1 - 18
kebakaran , konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar.
konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan, kebakaran
kebakaran , konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan
konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan, kebakaran
Kondisi lingkungan yang ekstrim
Permasalahan Sumberdaya Hayati
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
jenis-jenis species Rubiaceae, Euphorbiaceae, Pandanus,Eugenia dan Gramineae
jenis-jenis species Rubiaceae, Euphorbiaceae, Pandanus,Eugenia dan Gramineae
Famili Dipterocarpaceae
Hutan, semak dll
Lumut dan tumbuhan bawah
Kekhasan Flora
Potensi Sumberdaya Hayati
Marin
Struktural
3.
4.
Bab 4
S3P1 Lembah antar Pegunungan Struktural
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi,
Hutan dipterokarpa
hutan pegunungan bawah
hutan pegunungan atas
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
S1P Pegunungan Struktural Patahan
S2P Perbukitan Struktural Patahan
formasi pes-caprea) dan yang berbentuk perdu dan pohon (formasi Barringtonia)
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
M2 Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
formasi pes-caprea) dan yang berbentuk perdu dan pohon (formasi Barringtonia)
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur
Mangrove dan dipengaruhi Air asin
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung
F3 Dataran Fluviomarin
Ekoregion Sumatera 1:250.000
harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus) harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus) harimau sumatera (panthera tigris), beruang
family Crustacea, ikan, penyu, beragam burung laut
family Crustacea, ikan, penyu, beragam burung laut
Aves, ikan, udang Periopthalmus sp. (ikan gelodok atau anal-anal), berbagai jenis molusca, Uca sp., kepiting
1 - 19
konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan
kebakaran ¸Lahan kritis, penambangan illegal, konversi lahan,
kebakaran ¸Lahan kritis, penambangan illegal, konversi lahan,
Lahan kurang subur
Lahan kurang subur
kebakaran , konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan
Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan, kebakaran
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Jenis-jenis Dipterocarpaceae marga
Aceraceae, Araucariaceae, Cunoniaceae, Ericaceae, Fagaceae, Laura-ceae, Podocarpaceae dan Theaceae
Aceraceae, Araucariaceae, Cunoniaceae, Ericaceae, Fagaceae, Laura-ceae, Podocarpaceae dan Theaceae
ketapang (Terminalia catapa), sawo kecik (Manilkara kauki), waru laut (Hisbiscus sp.), keben (Baringtonia asiatica) dan nyamplung (Calophyllum inophyllum). ketapang (Terminalia catapa), sawo kecik (Manilkara kauki), waru laut (Hisbiscus sp.), keben (Baringtonia asiatica) dan nyamplung (Calophyllum inophyllum).
jenis-jenis species Rhizophora sp, Avicennia sp, Sonneratia sp, Bruguiera sp, Ceriops sp, Nypa sp.
maximus), dan orang utan (pongo pymaeus)
Bab 4
hutan pegunungan atas
hutan pegunungan bawah
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan
S3P2 Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan
S1L Pegunungan Struktural Lipatan
S2L Perbukitan Struktural Lipatan
S3L2 Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan
Hutan dipterokarpa
Hutan dipterokarpa
Bengkulu, dan Lampung
Patahan
Ekoregion Sumatera 1:250.000
harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus)
harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus)
harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus)
harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus)
madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus)
1 - 20
konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan
konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan, kebakaran
kebakaran , konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan
kebakaran , konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan
perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan, kebakaran
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Aceraceae, Araucariaceae, Cunoniaceae, Ericaceae, Fagaceae, Laura-ceae, Podocarpaceae dan Theaceae
Aceraceae, Araucariaceae, Cunoniaceae, Ericaceae, Fagaceae, Laura-ceae, Podocarpaceae dan Theaceae
Aceraceae, Araucariaceae, Cunoniaceae, Ericaceae, Fagaceae, Laura-ceae, Podocarpaceae dan Theaceae
Jenis-jenis Dipterocarpaceae marga Anisoptera, Balanocarpus, Cotylelobium, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Parashorea, Shorea, Upuna dan Vatica d
Anisoptera, Balanocarpus, Cotylelobium, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Parashorea, Shorea, Upuna dan Vatica d
Denudasional
Organik
Antropogenik
6.
7.
A Dataran Perkotaan
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung Kota-kota Provinsi dan
hutan rawa gambut dataran rendah
Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
O1 Dataran Gambut
O2 Pulau Terumbu Karang
Hutan dipterokarpa
Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung
D4 Lembah antar Perbukitan Denudasional
Ruang Terbuka Hijau
Vegetasi batuan gamping/terumbu
Hutan dipterokarpa
Kep. Bangka Belitung
D3 Lerengkaki Perbukitan Denudasional
Hutan dipterokarpa
Kep. Riaudan Kep. Bangka Belitung
D2 Perbukitan Denudasional
Ekoregion Sumatera 1:250.000
5.
Bab 4
Domestika fauna (fauna
ikan, lobster, kepitingnya, udang-udangan, kerang, oyster
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Tapir Asia (Tapirus in dicus, vulnerable), Beruang Madu (Helarctos malayanus, vulnerable), Mentok Rimba (Cairina scutulata, Endangered), Bangau Storm (Ciconia stormi, Endangered).
harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus)
harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus)
1 - 21
tanaman monokultur dan Invasi
Lahan kurang subur dan terbatas
kebakaran ¸Tanah yang asam, konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan
konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan, kebakaran konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan, kebakaran
kebakaran , konversi hutan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan illegal logging, perambahan hutan dan perburuan liar. Ketidakjelasan tapal batas hutan – pemicu konflik penggunaan lahan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Berbagai bentuk Ruang
oleh pandan dan ganggang Eucheuma, Gelidium dan Sargassum.
jenis-jenis pohon yang umum terdapat adalah Alstonia scholaris, Combretocarpus rotundatus, Dactylocladus stenostachys, Ganua pierrei, Gonystylus bancanus, Palaquium cochlearifolium, Tetramersitaglabra, Tristania maingayi dan T. obovata
Aceraceae, Araucariaceae, Cunoniaceae, Ericaceae, Fagaceae, Laura-ceae, Podocarpaceae dan Theaceae
Aceraceae, Araucariaceae, Cunoniaceae, Ericaceae, Fagaceae, Laura-ceae, Podocarpaceae dan Theaceae
Aceraceae, Araucariaceae, Cunoniaceae, Ericaceae, Fagaceae, Laura-ceae, Podocarpaceae dan Theaceae
harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus)
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Kabupaten di seluruh Ekoregion Sumatera
Perkotaan
Terbuka Hijau (RTH) : taman, tanaman perindang,
Genesis Bentanglahan
Vulkanik
1.
Jumlah penduduk masih sedikit, sudah mulai
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi,
V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi
V1 Kaki Gunungapi
1 - 22
Persoalan sosial yang muncul adalah tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat yang masih rendah. 2. Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat kemiskinan masyarakat tinggi. 3. Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan akses kesehatan masyarakat yang rendah 4. Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan 1. Kualitas sumber daya manusia yang terbatas
1.
Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
flora dan fauna Eksotik
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Kondisi sosial masih kuat. Sistem kekeluargaan dan
Sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih sangat tinggi. Masyarakat sangat mendukung lingkungan. Berbagai budaya dikembangkan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Masyarakat memahami bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Kondisi ekonomi rendah, sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor ekonomi primer. Pertanian menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. Pengolahan lahan masih minimal, dominasi pada tanaman tahunan. Kehidupan ekonomi sangat tergantung pada lahan.
Jumlah penduduk masih sedikit dengan kepadatan rendah. Struktur penduduk muda, dominan pada usia anak dan remaja. Tingkat kelahiran tinggi, angka kematian dan kesakitan juga tinggi. Angka migrasi rendah
Telah mulai ada pengolahan lahan dengan
Kondisi Sosial Budaya
Kondisi Sosial Ekonomi
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
peliharaan) dan fauna pengganggu seperti kucing, anjing, ayam, kecoa, tikus, cicak
Kondisi Kependudukan
Provinsi
Ekoregion
Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
No
Tabel 03
Sumber: Hasil Interpretasi Peta Ekoregion, Peta Kawasan Hutan, Perumusan dari Berbagai Sumber Bacaan, dan Verifikasi Lapangan (2015)
Bab 4
Genesis Bentanglahan
Fluvial
2.
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
F1 Dataran Fluviovulkanik
Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Provinsi
V3 Dataran Kaki Gunungapi
Ekoregion
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Bab 4
Jumlah penduduk besar, kepadatan terus meningkat. Struktur
Jumlah penduduk telah berkembang. Kepadatan penduduk meningkat bahkan menuju tinggi. Struktur penduduk telah berubah dari struktur muda ke struktur dewasa. Potensi tenaga kerja optimal. Fertilitas dan mortalitas rendah, dinamika penduduk ditentukan oleh perkembangan migrasi penduduk.
berkembang. Tingkat kepadatan masih rendah. Struktur penduduk muda, dominan pada usia anak dan remaja. Tingkat kelahiran masih tinggi, Angka migrasi masih rendah. Dinamika jumlah penduduk ditentukan oleh kelahiran dan kematian.
Kondisi Kependudukan
Budaya pertanian masih kuat, namun telah bergeser ke sistem
Hubungan sosial dan kekerabatan bergeser ke hubungan ekonomi. Telah terjadi pemanfaatan sumber daya secara optimal bahkan ke arah berlebihan. Persoalan lingkungan semakin terlihat. Kearifan lokal telah mulai ditinggalkan, berubah menjadi ekonomi berbasis pada pasar (market oriented).
kekerabatan masih sangat tinggi. Masyarakat sangat mendukung lingkungan. Berbagai budaya dikembangkan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.
Kondisi Sosial Budaya
1 - 23
1. Kepadatan penduduk mulai terus meningkat, sehingga daya dukung
1. Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat ke norma modern yang berbasis sistem individualis. 2. Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat budidaya pertanian yang berlebihan 3. Kearifan lokal mulai luntur, budaya memelihara lingkungan telah berubah menjadi sistem ekonomi pasar
menjadi persoalan sosial utama masyarakat. 2. Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat kemiskinan masyarakat tinggi. 5. Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan akses kesehatan masyarakat yang rendah 6. Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan
Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Pengolahan lahan telah bervariasi, semakin kompleks, dan menuju ke arah agribisnis. Telah terjadi penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi masyarakat. Sektor industri berbasis pertanian dan jasa kemasyarakatan mulai berkembang. Struktur ekonomi masyarakat telah lebih kompleks, bervariasi sejalan dengan perkembangan industri, perdagangan, dan jasa. Basis ekonomi masyarakat bertumpu pada sektor pertanian yang lebih
ditanami tanaman semusim. Pertanian telah mulai berkembang. Sektor pertanian masih menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. Struktur ekonomi masyarakat sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian. Peternakan telah mulai berkembang. Pengolahan lahan dan peternakan berlangsung saling dukung satu sama lain.
Kondisi Sosial Ekonomi
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
No
Provinsi
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung
Ekoregion
F2 Dataran Aluvial
F3 Dataran Fluviomarin
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Genesis Bentanglahan
Bab 4
Jumlah penduduk besar, kepadatan penduduk sedang. Struktur penduduk muda, ditandai dengan tingkat kelahiran tinggi. Migrasi keluar menuju perkotaan mulai berkembang.
Hubungan sosial dan kekerabatan kuat. Kehidupan sosial pesisir dominan. Kearifan lokal terkait dengan budidaya perikanan masih terjaga.
Terjadi pergeseran norma sosial menuju norma ekonomi. Bisnis keuangan telah melunturkan nilai sosial dan kekerabatan. Kearifan lokal memudar, eksploitasi sumber daya mulai berkembang. Kehidupan berbasis bisnis terus berkembang (market oriented).
ekonomi modern berbasis pasar. Telah terjadi pemanfaatan sumber daya secara optimal. Persoalan lingkungan semakin terlihat.
Kondisi Sosial Budaya
3.
2.
1.
5.
4.
3.
2.
1.
4.
3.
2.
1 - 24
lingkungan terhadap penduduk menurun. Terjadi perpaduan budaya lokal dengan budaya pendatang sehingga konflik sosial meningkat Terjadi degradasi dan alih fungsi lahan sebagai akibat pengolahan lahan yang kompleks. Kearifan lokal mulai ditinggalkan dengan diganti gaya hidup modern yang konsumtif. Kepadatan penduduk tinggi, konflik lahan meningkat Alih fungsi lahan terjadi, daya dukung lingkungan terhadap penduduk menurun. Konflik sosial antara penduduk pendatang dengan penduduk lokal meningkat. Terjadi degradasi lahan sebagai akibat pengolahan lahan yang kompleks. Kearifan lokal mulai ditinggalkan dengan diganti gaya hidup modern yang konsumtif. Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas. Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang terbatas Sebagai akibat kemiskinan
Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Sektor perikanan lebih dominan, baik perikanan primer hasil dari laut maupun budidaya perikanan tambak. Pertanian dan peternakan juga berkembang. Struktur ekonomi
Telah terjadi perkembangan sektor industri dan jasa yang didukung oleh produksi pertanian. Agrobisnis dan agropolitan berkembang. Struktur ekonomi masyarakat lebih kompleks. Industri, perdagangan, jasa kemasyarakatan berkembang.
kompleks. Pengolahan lahan telah bervariasi, menuju ke arah agribisnis. Struktur ekonomi masyarakat telah lebih kompleks, bervariasi sejalan dengan perkembangan industri yang berbasis pada hasilhasil pertanian.
penduduk bergeser dari struktur muda ke struktur dewasa. Fertilitas masih tinggi, namun cenderung mengalami penurunan. Migrasi meningkat, seirama dengan kemudahan akses wilayah.
Potensi sumber daya yang lebih optimal menyebabkan jumlah penduduk terus berkembang. Kepadatan penduduk tinggi. Struktur penduduk dewasa, dominan pada penduduk usia produktif. Rasio ketergantungan menurun, tenaga kerja optimal. Fertilitas dan mortalitas rendah, dinamika penduduk ditentukan oleh perkembangan migrasi masuk.
Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi Kependudukan
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Genesis Bentanglahan
Marin
Struktural
3.
4.
Budidaya pertanian belum berkembang. Tanaman lebih banyak berfungsi lindung, berupa tanaman keras.
Jumlah penduduk sedikit. Kepadatan rendah, merupakan kawasan lindung. Tingkat migrasi ke luar tinggi.
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
M2 Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir
S1P Pegunungan Struktural Patahan
1 - 25
1. Keterbatasan sumber daya manusia dalam bentuk penduduk usia produktif karena migrasi ke perkotaan 2. Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas. 3. Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang terbatas 4. Belum optimalnya upaya pelestarian sumber daya pesisir dan sekitarnya. 1. Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang terbatas 2. Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas. 3. Belum optimalnya upaya pelestarian sumber daya pesisir dan sekitarnya. 1. Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah penduduk yang rendah 2. Persoalan sosial yang muncul adalah tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat
yang masih tinggi, maka upaya untuk melestarikan sumber daya wilayah pantai menjadi terkendala.
Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung. Budaya lokal terkait dengan pemeliharaan fungsi kawasan
Sistem sosial budaya masyarakat bernuansa kepesisiran. Kearifan lokal berhubungan dengan bagaimana mengelola sumber daya pesisir dan perikanan.
Struktur ekonomi masyarakat ditopang oleh perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya tambak. Pertanian, peternakan, perdagangan, dan jasa berkembang sejalan dengan sumber daya perikanan.
Dataran pesisir dengan pantai berpasir mendukung pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk sedang. Tingkat fertilitas tinggi. Struktur penduduk muda, dominan usia anak-anak dan remaja.
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur
Kondisi Sosial Budaya
Sistem sosial budaya masyarakat bernuansa kepesisiran. Kearifan lokal berhubungan dengan bagaimana mengelola sumber daya pesisir dan perikanan.
masyarakat berbasis dari hasil laut dan pertanian pesisir. Pariwisata dan perdagangan mulai berkembang.
Kondisi Sosial Ekonomi
Jumlah penduduk relatif sedang. Tingkat fertilitas tinggi, tingkat kematian juga relatif tinggi. Migrasi penduduk sekitar pesisir cenderung negatif. Struktur penduduk muda, dominan usia anak-anak dan remaja.
Kondisi Kependudukan
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Struktur ekonomi masyarakat ditopang oleh perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya tambak. Kondisi pantai berlumpur lebih berpotensi untuk pengembangan tambak. Perdagangan dan jasa berkembang sejalan dengan sumber daya perikanan.
Provinsi
Ekoregion
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Bab 4
No
Provinsi
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
Ekoregion
S2P Perbukitan Struktural Patahan
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Genesis Bentanglahan
Bab 4
Budidaya pertanian mulai berkembang, walau pun masih dominan tanaman keras. Tanaman lebih banyak berfungsi lindung.
Jumlah penduduk masih sedikit, mulai berkembang, cenderung mengelompok . Kepadatan rendah, merupakan kawasan lindung. Tingkat migrasi ke luar tinggi.
Pengelolaan lahan lebih banyak untuk upaya perlindungan lahan. Kebijakan dibuat untuk melindungi fungsi kawasan sebagai satuan lindung. Budaya lokal terkait dengan pemeliharaan fungsi kawasan
Kondisi Sosial Budaya 3.
1 - 26
yang masih rendah. Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat kemiskinan masyarakat tinggi. 4. Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan akses kesehatan masyarakat yang rendah 5. Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan 1. Penduduk usia produktif terbatas yang disebabkan tingkat migrasi keluar tinggi 2. Tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat yang masih rendah. 3. Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat kemiskinan masyarakat tinggi. 4. Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan akses kesehatan masyarakat yang rendah 5. Persoalan ekonomi berdampak pada
Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi Kependudukan
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
No
Kehidupan masyarakat berbasis pertanian. Kondisi masyarakat dominan pada ikatan sosial yang kuat. Kekerabatan dan kegotong royongan masih dominan. Kearifan lokal terkait dengan budidaya pertanian. Hak ulayat atas lahan masih dominan.
Sumber daya air cukup dan potensial untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat. Sektor pertanian berkembang, budidaya pertanian cukup bervariasi. Pertanian didukung industri rumah tangga berbasis pertanian. Usaha Peternakan dan perdagangan juga berkembang.
Sektor ekonomi telah bervariasi. Dukungan sektor pertanian optimal. Pertanian telah menuju agribisnis. Industri berkembang, usaha peternakan, perdagangan, dan jasa kemasyarakatan juga telah berkembang.
Konsentrasi penduduk berada di lembah antar pegunungan. Jumlah penduduk telah berkembang. Kepadatan penduduk meningkat. Struktur penduduk mengarah ke struktur dewasa. Potensi tenaga kerja cukup optimal. Fertilitas masih tinggi. Aspek migrasi masih rendah.
Konsentrasi penduduk berada di lembah antar perbukitan. Jumlah penduduk menuju tinggi. Kepadatan penduduk meningkat. Struktur penduduk mengarah ke struktur dewasa. Potensi tenaga kerja cukup optimal. Fertilitas menurun, aspek migrasi lebih berkembang.
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung
S3P1 Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan
S3P2 Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan
1 - 27
Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. 2. Mulai terjadi konflik antara masyarakat pendatang dengan penduduk lokal sebagai dampak migrasi yang berkembang 3. Pertanian berkembang, terjadi eksploitasi terhadap lahan 4. Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat . 5. Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat budidaya pertanian yang berlebihan
1.
Pertanian berkembang, terjadi eksploitasi terhadap lahan 2. Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat . 3. Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat budidaya pertanian yang berlebihan
1.
pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan
Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Nilai sosial dan budaya masyarakat masih kuat. Kehidupan masyarakat berbasis pertanian. Kekerabatan dan kegotong royongan masih dominan. Kearifan lokal terkait dengan budidaya pertanian. Hak ulayat akan lahan masih dominan
Kondisi Sosial Budaya
Kondisi Sosial Ekonomi
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya Kondisi Kependudukan
Provinsi
Ekoregion
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Genesis Bentanglahan
Bab 4
No
Peran kawasan adalah fungsi lindung. Aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah. Adanya budaya lokal terkait dengan pemeliharaan fungsi kawasan.
Budidaya pertanian belum berkembang. Tanaman lebih banyak berfungsi lindung, berupa tanaman keras.
Budidaya pertanian mulai berkembang, walau pun masih dominan tanaman keras. Tanaman lebih banyak berfungsi lindung.
Kegiatan ekonomi masyarakat adalah kegiatan ekonomi primer, utamanya terkait dengan pengolahan lahan. Sektor pertanian berkembang, budidaya pertanian cukup bervariasi. Pertanian didukung
Jumlah penduduk sedikit. Kepadatan rendah, merupakan kawasan lindung. Tingkat migrasi ke luar tinggi.
Jumlah penduduk masih sedikit, mulai berkembang, cenderung mengelompok . Kepadatan rendah, merupakan kawasan lindung. Tingkat migrasi ke luar tinggi.
Lembah antar perbukitan adalah lokasi strategis bagi bagi perkembangan penduduk. Jumlah penduduk telah berkembang. Kepadatan penduduk meningkat. Struktur penduduk mengarah ke struktur
Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan
S1L Pegunungan Struktural Lipatan
S2L Perbukitan Struktural Lipatan
S3L2 Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan
1 - 28
Jumlah penduduk sedikit, jumlah tenaga potensial terbatas. 2. Kemiskinan masih tinggi sebagai dampak dari sumber daya lahan yang terbatas. 3. Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. 4. Penduduk lokal memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengelola lahan 1. Peran kawasan sebagai kawasan lindung berbenturan dengan kepentingan ekonomi masyarakat. 2. Jumlah penduduk sedikit, jumlah tenaga potensial terbatas. 3. Kemiskinan masih tinggi sebagai dampak dari sumber daya lahan yang terbatas. 4. Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. 5. Penduduk lokal memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengelola lahan 1. Jumlah penduduk berkembang, mulai terjadi konflik peruntukan lahan 2. Perkembangan sektor pertanian mengarah pada degradasi lahan. 3. Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah.
1.
Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Kehidupan sosial budaya masih kuat. Sistem kekerabatan berbasis perdesaan cukup berkembang. Kearifan lokal yang berkembang adalah berbagai pelestarian di bidang pertanian dan pengolahan
Peran pemerintah dalam mengelola kawasan perbukitan masih dominan. Status lahan lebih banyak sebagai kawasan lindung. Budaya lokal yang berkembang terkait dengan pemeliharaan fungsi kawasan
Kondisi Sosial Budaya
Kondisi Sosial Ekonomi
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya Kondisi Kependudukan
Provinsi
Ekoregion
Ekoregion Sumatera 1:250.000
Genesis Bentanglahan
Bab 4
Genesis Bentanglahan
Denudasional
5.
Kep. Bangka Belitung
Kep. Riaudan Kep. Bangka Belitung
D2 Perbukitan Denudasional
D3 Lerengkaki Perbukitan Denudasional
Provinsi
Ekoregion
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Bab 4
industri rumah tangga berbasis pertanian. Usaha Peternakan dan perdagangan juga berkembang.
keterbatasan sumber daya alam menyebabkan kondisi ekonomi rendah, sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor ekonomi primer. Pertanian yang dapat dilakukan adalah pertanian lahan kering. Pengolahan lahan masih minimal, dominasi pada tanaman tahunan.
Pertanian masih sederhana. Telah mulai ada pengolahan lahan dengan ditanami tanaman semusim. Sektor pertanian masih menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. Struktur ekonomi masyarakat sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian.
dewasa. Potensi tenaga kerja cukup optimal. Fertilitas masih tinggi. Aspek migrasi masih rendah.
Jumlah penduduk jarang. Struktur penduduk muda, dominan pada usia anak dan remaja. Tingkat kelahiran tinggi, angka kematian dan kesakitan juga tinggi. Angka migrasi rendah
Perkembangan jumlah penduduk mulai terlihat. Tingkat kepadatan masih rendah. Struktur penduduk muda, dominan pada usia anak dan remaja. Tingkat kelahiran masih tinggi, Angka migrasi masih rendah. Dinamika jumlah penduduk ditentukan oleh kelahiran dan kematian.
Sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih sangat tinggi. Masyarakat sangat mendukung lingkungan. Berbagai budaya dikembangkan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.
Sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih sangat tinggi. Masyarakat memahami bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup.
lahan.
Kondisi Sosial Budaya
1 - 29
Persoalan kemiskinan sebagai akibat keterbatasan sumber daya lahan 2. Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah penduduk yang rendah 3. Persoalan konflik terkait dengan fungsi lahan sebagai kawasan lindung dengan kepentingan ekonomi masyarakat 4. Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan 1. Kemiskinan masih menjadi persoalan serius sebagai akibat keterbatasan sumber daya lahan 2. Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah penduduk yang rendah 3. Persoalan konflik terkait dengan fungsi lahan sebagai kawasan lindung dengan kepentingan ekonomi masyarakat 4. Persoalan ekonomi
1.
Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi Kependudukan
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Genesis Bentanglahan
Organik
6.
Sektor ekonomi berbasis pertanian. Dukungan sektor pertanian optimal. Pertanian telah menuju agribisnis. Usaha peternakan dan perdagangan mulai berkembang.
Budidaya pertanian belum berkembang. Tanaman lebih banyak berupa semak belukar.
Penduduk hidup dan berkembang di lembah antar perbukitan Denudasional. Jumlah penduduk menuju tinggi. Kepadatan penduduk meningkat. Struktur penduduk mengarah ke struktur dewasa. Potensi tenaga kerja cukup optimal. Fertilitas masih dominan. Migrasi ke luar daerah juga berkembang
Jumlah penduduk sedikit. Kepadatan rendah, merupakan kawasan lindung. Tingkat migrasi ke luar tinggi.
Jumlah penduduk sangat sedikit. Kepadatan rendah, merupakan kawasan
Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung
Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka
D4 Lembah antar Perbukitan Denudasional
O1 Dataran Gambut
O2 Pulau Terumbu Karang
Peran kawasan adalah fungsi lindung. Aturan pengelolaan lahan lebih
Peran kawasan adalah fungsi lindung. Aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah.
Nilai sosial dan budaya masyarakat masih kuat. Kehidupan masyarakat berbasis pertanian. Kekerabatan dan kegotong royongan masih dominan. Kearifan lokal terkait dengan budidaya pertanian.
Kondisi Sosial Budaya
1 - 30
1. Isu utama persoalan sosial adalah kualitas sumber daya manusia yang masih rendah 2. Kemiskinan masih menjadi persoalan serius sebagai akibat keterbatasan sumber daya lahan 3. Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah penduduk yang rendah 4. Persoalan konflik terkait dengan fungsi lahan sebagai kawasan lindung dengan kepentingan ekonomi masyarakat 1. Kehidupan ekonomi masyarakat dalam kondisi kemiskinan sebagai akibat
1. Jumlah penduduk yang terus meningkat berdampak pada konflik pengelolaan lahan 2. Keterbatasan kualitas sumber daya manusia, tingkat pendidikan dan keterampilan masih rendah 3. Persoalan kemiskinan masih dominan
berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan
Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Budidaya perikanan lebih dominan. Struktur ekonomi penduduk di
Kondisi Sosial Ekonomi
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya Kondisi Kependudukan
Provinsi
Ekoregion
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Bab 4
Antropogenik
7.
A Dataran Perkotaan
Ekoregion
Kota-kota Provinsi dan Kabupaten di seluruh Ekoregion Sumatera
Belitung, dan Lampung
Provinsi
Jumlah penduduk sangat tinggi. Kepadatan penduduk tinggi. Struktur penduduk telah kompleks, telah mengarah pada struktur tua. Migrasi lebih dominan sebagai penentu pertambahan jumlah penduduk daripada fertilitas dan mortalitas
lindung. Tingkat migrasi ke luar tinggi.
Kondisi Kependudukan
Struktur ekonomi masyarakat telah berubah. Telah terjadi pergeseran dari struktur ekonomi primer menuju struktur ekonomi sekunder dan bahkan tersier. Sekor jasa telah berkembang pesat. Perdagangan, keuangan, informasi, perbankan, perhotelan dan jasa kemasyarakatan semakin maju.
topang oleh hasil dari laut.
Kondisi Sosial Ekonomi
Sistem kekerabatan dan kekeluargaan telah pudar. Kegiatan lebih dominan pada nilai ekonomi daripada nilai sosial. Pranata sosial masyarakat berbasis ekonomi.
banyak diintervensi pemerintah.
Kondisi Sosial Budaya
Potensi Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
4.
3.
2.
1.
3.
2.
1 - 31
keterbatasan sumber daya lahan Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah penduduk yang rendah Persoalan konflik terkait dengan fungsi lahan sebagai kawasan lindung dengan kepentingan ekonomi masyarakat Telah terjadi lunturnya norma sosial sebagai akibat perkembangan kehidupan modern yang pesat Degradasi lahan, polusi, dan kelangkaan sumber daya telah terjadi karena perkembangan industri dan jasa kemasyarakatan Sistem kekerabatan dan sosial budaya telah luntur, diganti dengan budaya modern yang konsumtif Terjadi banyak konflik sosial karena struktur sosial masyarakat yang kompleks
Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Sumber: Hasil Interpretasi Peta Ekoregion, Data Potensi Desa, Data Kabupaten Dalam Angka, Perumusan dari Berbagai Sumber Bacaan, dan Verifikasi Lapangan (2015)
Genesis Bentanglahan
Ekoregion Sumatera 1:250.000
No
Bab 4