PERSPE
TIF
eadilan
Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September
DESENTRALISASI PEMOLISIAN DAN PRAWACANA REPOSISI KELEMBAGAAN POLISI REPUBLIK INDONESIA Oleh : Nur Yahya (e-mail:
[email protected]) dosen tetap UWKS Jl. Dukuh Kupang XXXV/ 54 Surabaya 60225 Telp./Fax : (031) 5674186.
Abstract Change of strategic environment and its life place habitat police have to become especial consideration to police for the reposition of its institute. Position institute of Police continue to be talked to find its place which more precise. With burden considering analyse duty having equality with duties governance of public which diemban by Domestic Department, and also current strength decentralize and by studying more emphasizing at police culture local akuntabilitas hence position institute of Police precisely if returned under conducting Ministry of Home Affairs. Keyword :Position, institute, police. Pada saat ini tidak ada agenda di
Massacre tahun 1819.
di Inggris
lembaga kepolisian yang lebih penting
mengalami tragedi ketika di lapangan
kecuali agenda untuk bagaimana
Peterloo terjadi pembantaian hanya untuk
mewujudkan polisi sipil yang se-
menangkap seorang orator. Karena pada
sungguhnya.
waktu itu di Inggris belum mempunyai
Salah satu tonggak bersejarah
polisi professional, maka penangkapan di-
bagi Polisi Republik Indonesia (Polri)
lakukan oleh pasukan berkuda yang
adalah pada saat dinyatakan keluar dari
akhirnya menewaskan dan melukai
ABRI pada tanggal 1 April 1999.
sejumlah besar penonton.
Momentum ini memberikan makna
Peristiwa tersebut merupakan
yang besar bagi Polri untuk menemukan
pengalaman yang mengerikan bagi Inggris
kembali jati dirinya yang sipil setelah lebih
sehingga Polisi Modern Inggris dibangun
dari seperempat abad terkooptasi dalam
sebagai bentuk atas penolakan kekerasan
kehidupan angkatan bersenjata yang
yang tidak terkontrol (Satjipto Rahardjo,
militeristik.
2002, hal 243-244). dapat dilihat adanya
Dalam sejarah kepolisian modern di dunia (Satjipto Rahardjo, 2002 : 243-
konsistensi untuk menolak hal-hal yang militeristik dalam pemolisian.
244). Penolakan terhadap cara-cara yang
Oleh karena itu, bangsa Indonesia
militeristik dipicu oleh The Peterloo
sudah berada jalur sejarah yang tepat Nur Yahya
Desentralisasi Pemolisian Dan Prawacana Reposisi Kelembagaan Polisi Republik Indonesia
245
PERSPE
TIF
eadilan
Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September
ketika polisi dipisahkan dari ABRI.
pemikiran penulis untuk memasukan
Pemisahan polisi dari militer hanya akan
lembaga Kepolisian ke dalam Ke-
bermakna apabila diikuti dengan skenario
menterian Dalam Negeri. Dalam subbab
untuk menjadikan polisi berwatak sipil.
berikutnya akan diuraikan pula perlunya
Mensipilkan watak polisi itulah yang
mendekonstruksi paradigma yang selama
hendaknya menjadi agenda utama Polri.
ini melingkupi lembaga kepolisian
Upaya untuk membangun polri
sehingga mampu melakukan penyesuaian
sipil merupakan pekerjaan besar oleh
ketika berada dibawah Kementerian
karena mempunyai dimensi yang banyak
Dalam Negeri beserta berbagai
seperti organisasi dan manajemen,
konsekuensinya.
pendidikan polri dan perubahan perilaku.
Reposisi Kelembagaan Kepolisian
Secara organisasi dan manajemen, Polri Profesi
pernah berada dalam organisasi Sipil
Kepolisian di Indonesia
bersama-sama dengan pegawai negeri
termasuk profesi
yang
baru tumbuh.
lainnya yaitu ketika di awal-awal
Banyak anggota polisi yang sedang
kemerdekaan Institusi Polri berada
berada dalam posisi pergeseran, dari
dibawah Kementerian Dalam Negeri
petugas
sampai dengan tanggal 1 Juli 1946.
profesi Kepolisian. Pergeseran ini
Secara organisatoris, pada tanggal 1 Juli
merupakan
1946, organisasi Polri dilepaskan dari
profesionalisme polisi. Berkaca dari Polisi
Kementerian Dalam Negeri.
Jerman,
polisi menjadi anggota suatu upaya untuk membangun upaya
profesionalisasi
Berbagai upaya dapat ditempuh
dilakukan oleh Hans Gross dengan
oleh Polri untuk mewujudkan performanya
membentuk anggota Kepolisian yang
agar terlihat sebagai sipil yang
berpengetahuan
sesungguhnya. Penyelenggaraan tugas
bidang penyidikan
kepolisian yang berbasiskan pada
meletakkan dasar-dasar penyidikan
keberagaman komunitas dan berbasiskan
kejahatan secara
pada desentralisasi akan memberikan
Bachtiar, 1994:5).
profesional yaitu
ilmiah
dalam dengan
(Harsja
W.
Profesionalisasi polisi di Amerika
akselerasi dalam mewujudkan menjadi
Serikat tidak dapat dilepaskan dari August
sipil tersebut. Sejalan dengan judul di atas maka
Vollmer. Menurut Vollmer, pembentukan
paper ini pertama-tama akan meng-
polisi yang profesional dapat didekati
uraikan beberapa pertimbangan
dengan empat kriteria yaitu pertama
mendasar yang menjadi landasan
pelaksanaan tugas kepolisian secara Nur Yahya
Desentralisasi Pemolisian Dan Prawacana Reposisi Kelembagaan Polisi Republik Indonesia
246
PERSPE
TIF
eadilan
Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September
ilmiah. Kedua, petugas polisi haruslah
Kehadiran polisi di tengah masyarakat
t e r p e l a j a r. K e t i g a ,
mempunyai
hanya untuk menjalankan dan me-
integritas profesional, dan keempat
nerapkan hukum. Polisi tidak punya
adalah pemusatan pelayanan kepolisian
"panggilan" lain
kecuali menegakkan
dan konsolidasi satuan kepolisian sebagai
hukum.
ia
unsur utama peningkatan efektivitas.
membuktikan bahwa
Sebagai aparat penegak hukum,
Apabila
hukum
telah
mampu
semua
perintah
telah dilaksanakan maka selesai
kerja polisi diarahkan secara ketat oleh
dan sempurnalah tugasnya. Polisi yang
hukum dan ia hanya menjalankan perintah
menjalankan tugas demikian itu laksana
undang-undang, oleh karena itu ia
"sebuah
bertanggung jawab sepenuhnya kepada
mekanis dan cenderung kehilangan hati
hukum. Sedangkan sebagai penjaga
nuraninya. Gaya polisi yang robotik ini
ketertiban, polisi bertanggung jawab
memposisikan dirinya berhadapan dengan
kepada masyarakatnya.
rakyat, sehingga dapat ke-hilangan sifat
Maksudkan bertanggung jawab
robot"
yang berjalan secara
pengayom dan pelindung rakyat.
kepada masyarakat adalah bahwa
Padahal, sifat pengayom dan
masyarakat itu hanya mengetahui apabila
pelindung inilah yang seharusnya
tugas polisi hanyalah mengejar penjahat,
menonjol pada diri seorang polisi. Saat ini
menangkap penjahat, menjaga ketertiban
merupakan waktu yang tepat bagi polisi
masyarakat.
Indonesia untuk mengubah gaya
Dan uniknya, masyarakat tidak
pemolisian mekanistis yang mendasarkan
mau tahu bahwa dalam menjalankan
pada hukum semata-mata ke arah
tugasnya ini polisi menghadapi kendala
pemolisian yang lebih manusiawi.
dan terikat pada ketentuan hukum yang
Memang, perubahan gaya pemolisian ini
berlaku.
menuntut polisi mempunyai kemampuan
Belajar dari kasus-kasus yang terjadi, kiranya polisi
perlu melakukan
lebih, yaitu lebih sabar, berani, bermoral, dan mempunyai
komitmen kerakyatan.
mengkaji ulang
Polisi
performa yang selama ini dikedepankan
polisi
pada masyarakatnya.
(cerdas) melainkan
mawas diri
menempatkan
untuk
Kehendak untuk
polisi sebagai
"aparat
modern Indonesia yang
berotot
tidak
(kuat),
hanya berotak
juga polisi yang
berhati nurani. Sorotan masyarakat
penegak hukum" saja, dapat me-
terhadap
nempatkan polisi pada kedudukan
kinerja
sebagai
pelaksanaan fungsi dan tugas utama polisi
penjaga status quo semata.
Nur Yahya
Desentralisasi Pemolisian Dan Prawacana Reposisi Kelembagaan Polisi Republik Indonesia
polisi menunjukan bahwa
247
PERSPE
TIF
eadilan
Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September
tidak dapat dilepaskan dari struktur sosial
manajemen organisasi yang lebih sesuai
masyarakatnya. Dalam konteks ini
dengan keberagaman dan kemajemukan.
tampaklah bahwa kerja polisi tidak otonom
Dengan kondisi tersebut, maka gaya
dan steril. Untuk menunjang keberhasilan
pemolisian yang sentralistik dan
tugas polisi, dibutuhkan pengertian dari
dikomando dari Jakarta sesungguhnya
masyarakat akan kompleksitas pekerjaan
mengingkari sifat bangsa kita yang
polisi. Suatu masyarakat yang "mengerti
beragam dan majemuk tersebut. Oleh
tentang polisi" (informed society in police
karena itu, pemolisian juga sudah harus
matter) sangat penting dikembangkan. Di
didesentralisasikan agar sesuai dengan
sisi yang
dituntut
kebutuhan dan kenyataan masing-masing
menganggap dirinya
daerah yang sejatinya mempunyai
untuk
berbeda, tidak
polisi
otonom, seakan-akan pekerjaannya
keberagaman yang fundamental.
terlepas dari masyarakat dan tidak perlu
Sebagai ilustrasi adalah keberani-
dipertanggungjawabkan kepada
an Kapolda Aceh beberapa tahun yang lalu
masyarakat. Polisi dan masyarakat ibarat
yang menyatakan bahwa di Aceh penjudi
"ikan dengan air", sehingga dibutuhkan
tidak akan dilindungi oleh Polisi. Pernyataan tersebut menimbulkan
sikap komplementaritas diantara ke-
gelombang reaksi di masyarakat karena
duanya. Masyarakat yang menjadi habitat
dianggap Kapolda mengesampingkan Hak
polisi berada dalam kondisi yang sangat
Asasi Manusia. Tetapi dipahami dari gaya
unik. Keunikan ini menuntut polisi
pemolisian yang arif dan sadar habitat, kita
melakukan pemolisian secara unik pula.
harus mengatakan bahwa yang dilakukan
Keunikan habitat Polri adalah kemajemuk-
oleh Kapolda Aceh itu sangat benar. Ia
an geografis dan kultural bangsa kita.
menyadari bahwa polisi itu harus berbicara
Secara geografis, wilayah Indonesia
dengan idiom setempat, dalam hal ini idiom
tersebar dalam gugusan lebih dari 17.500
masyarakat Aceh. Bagi Aceh, judi mutlak
pulau dan secara kultural bangsa kita
tidak dapat diterima.
terdiri lebih dari 500 etnis. Kemajemukan
Maka sebagai Kapolda, dia
ini merupakan fakta empirik, sehingga
mengucapkan bahasa itu. Polisi yang baik
”Bhineka Tunggal Ika” bukanlah slogan
adalah polisi yang menjadi warga
tetapi merupakan fakta hukum sekaligus
komunitas/habitat terlebih dahulu dan baru
fakta sosial yang perlu dijembatani
yang kedua menjadi polisi (Satjipto
dengan manajemen sosial dan
Rahardjo, 2002: 236).
Nur Yahya
Desentralisasi Pemolisian Dan Prawacana Reposisi Kelembagaan Polisi Republik Indonesia
248
PERSPE
TIF
eadilan
Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September
Sejarah pemolisian di dunia sebenarnya juga dimulai dari polisi-polisi
dan
disayangi oleh segenap lapisan
masyarakat. Memang, perubahan gaya
lokal. Di Inggris yang dikenal sebagai cikal bakal polisi modern juga dimulai dari ”The
pemolisian ini
London Metropolitan Police”. Kemudian
punyai kemampuan lebih, yaitu lebih
orang juga mulai berbicara mengenai
sabar, berani, bermoral, dan mempunyai
probleman keamanan dan ketertiban di
komitmen
Birmingham, Manchester dan lain-lain.
Indonesia tidak hanya polisi yang berotot
Artinya adalah bahwa masing-masing
(kuat), berotak (cerdas) melainkan juga
komunitas/habitat mengorganisasikan
polisi yang berhati nurani dan
polisi sesuai dengan keadaan setempat.
kearifan. Meminjam istilah August Vollmer,
Inggris memang memiliki tradisi lokal
pendekar
kepolisian yang kuat.Pemolisian di Inggris
(Tom Bowden, Beyond The Limit of The
menekankan pada desentralisasi dan
Law, 1978), polisi dituntut untuk
pertanggungjawaban terhadap komunitas
mempunyai kearifan Nabi Sulaiman,
lokal /masyarakat setempat. Pemolisian
keberanian Nabi Daud, kekuatan Samson,
di Jepang yang disebut dengan Koban
kepemimpinan Nabi Musa, keramahan
juga menekankan pada komunikasi
orang Samaritan, ketrampilan strategik ala
intensif antara kantor polisi dengan
raja Iskandar Zulkarnain, dan kemampuan
lingkungan yang dilayaninya (Satjipto
diplomasi seperti Lincoln, serta memahami
Rahardjo, 2002: 237)
pengetahuan dalam bidang ilmu-ilmu
Sebagai lembaga
salah satu komponen
penegakkan
hukum, polisi
menuntut
kerakyatan.
polisi mem-
Polisi
modern
penuh
profesionalisasi Polisi di AS
alam, maupun ilmu-ilmu sosial. Pendek kata, Polisi
Indonesia dituntut untuk
berhadapan langsung dengan masya-
menjadi Polisi pengayom dan pelindung
rakat pengguna jasa hukum dan oleh
bagi masyarakatnya.
karenanya polisilah yang paling merasakan adanya dinamika perubahan
Mendekontruksi Paradigma dalam Kelembagaan Polisi Indonesia
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu Saat
evaluasi kelembagaan dipandang mendesak untuk
dilakukan. Per-
timbangannya adalah bangan kemampuan
untuk
pengem-
profesional
ini, institusi Polri
menghadapi persoalan terjadinya
dua
tengah
besar
karena
perubahan sosial.
Perubahan sosial yang pertama berasal
anggotanya demi terwujudnya citra polisi
dari sisi
yang bersih, berwibawa, ramah, intelek
Kepolisian dari tubuh ABRI dan
Indonesia
yaitu
pemisahan kedua
Nur Yahya
Desentralisasi Pemolisian Dan Prawacana Reposisi Kelembagaan Polisi Republik
internal,
249
PERSPE
TIF
eadilan
Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September
adanya
reformasi sosial
lain. Dengan demikian, hubungan Polisi
kemasyarakatan
yang menuntut
dengan Rakyatnya terjadi secara vertikal,
adalah
adanya perubahan pendekatan dalam
sehingga
polisi
mempunyai hak untuk
perpolisian. Dalam tataran praktis, kedua
memaksa dan rakyat wajib mematuhi. Kewenangan
hal di atas menghendaki adanya
yang dimiliki polisi
perubahan dan pembenahan secara
cenderung untuk represif. Implikasi dari
sistematis dan berkelanjutan di tubuh
penerapan
Polri.
munculnya persepsi Namun
demikian,
tampaknya
negatif
paradigma
tentang
ini
adalah
masyarakat yang polisi. Berhubungan
sulit untuk dipungkiri bahwa Polri masih
dengan polisi, identik dengan
terseok-seok dan "keteteran"
dalam
kekerasan dan kejahatan. Persepsi yang
sosial yang
negatif ini mendorong terjadinya perilaku
terjadi. Kelambanan antisipasi ini terjadi
yang masyarakat yang cenderung negatif
karena ada problem dilematis dalam tugas
pula.
mengantisipasi perubahan
dan fungsi perpolisian
Paradigma
akibat
masalah
yang kedua adalah
diciptakannya paradigma yang secara
kemitraan. Dalam konteks ini polisi
dan
institusional justru membelenggu.
rakyat berada dalam level yang sama dan
Dilema ini terjadi karena adanya
berhubungan secara horisontal. Polisi
paradigma ganda dalam institusi
diberi tugas oleh undang-undang untuk
Kepolisian, yang oleh Prof. Satjipto
mengayomi, melindungi, membimbing,
Rahardjo, disebut sebagai " (1) the strong
dan melayani rakyat. Dalam doktrin Polisi
hand of society" dan "(2) the soft hand of
Amerika terkenal dengan istilah "to protect
society". Kedua paradigma
and service".
tersebut
Implementasi tugas di atas dapat
inheren dalam tugas-tugas polisi. pertama
berupa mendamaikan perselisihan antar
dengan kekuasaan. Paradigma
warga, mencegah dan menanggu-langi
Paradigma identik ini
memposisikan
dengan
polisi
berhadapan
rakyat. Dengan
kekuasaan
yang diberikan Polisi
yang
oleh
undang-undang,
penyaki sosial, membantu memelihara keselamatan harta benda
masyarakat,
melindungi jiwa raga dan lain-lain. Kedua paradigama di atas
mempunyai kewenangan yang
tidak dimiliki oleh lembaga lain, misalnya
memberikan ciri
yang amat
kewenangan untuk menangkap, meng-
dalam
tataran
praktis.
geledah, menahan, melarang seseorang
sendiri
lebih banyak mempersepsikan
untuk tetap tinggal ditempat dan lain-
polisi dalam paradigma yang pertama.
Indonesia
Masyarakat
Nur Yahya
Desentralisasi Pemolisian Dan Prawacana Reposisi Kelembagaan Polisi Republik
berbeda
250
PERSPE
TIF
eadilan
Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September
Oleh karena itu, yang tampak adalah
sangat membantu dalam membangun
wajah
citranya.
polisi
yang
penuh
dengan
kekerasan, sifat represif, sehingga layak
Sebuah ilustrasi yang mengesan-
menjadi sarana katarsis dan tumpahan
kan tentang polisi, dikemukan oleh William
kebencian masyarakat.
Ken Muir Jr, dalam bukunya "POLICE,-
Perilaku dan perlakuan masya-
street corner Politicians". Dalam buku
rakat yang tidak tepat terhadap polisi ini
tersebut diuraikan dengan sangat baik
terjadi karena polisi kurang
menge-
bagaimana polisi berinteraksi dengan
depankan paradigma kemitraan. Fungsi-
anak-anak muda yang menjadi
fungsi perlindungan dan pelayanan yang
gelandangan.
sebenarnya secara preventif dan pre-
Polisi tidak memperlakukan anak-
emtif dapat mencegah kriminalitas tidak
anak tersebut sebagai obyek perpolisian
didayagunakan secara optimal.
yang harus ditindak, melainkan diperlaku-
Sehingga yang ada dalam benak
kan sebagai manusia secara utuh yang
masyarakat hanyalah persepsi negatif
harus diperhatikan masa depannya. Yang
bahwa polisi adalah aparat yang represif.
muncul kemudian adalah perilaku dan
Akumulasi dari persepsi tersebut negatif
tindakan polisi yang penuh dengan nuansa
tersebut termanifestasikan dalam pem-
humanistik. Akan sangat indah apabila
berian stigma buruk terhadap polisi dan
perilaku dan tindakan
yang lebih parah adalah adanya amuk
merupakankristalisasi "dialog" antara
massa dengan sasaran kantor-kantor
nurani, dan pikirannya. Dengan demikian,
polisi.
dalam setiap tugasnya, polisi selalu Seiring dengan arus reformasi
yang terjadi di negara kita, menguat pula
polisi kita
memasukkan pertimbangan etika dan moral. Paradigma dalam sistem ketata-
tuntutan dari masyarakat agar polisi tidak saja
negaraan menegaskan pemisahan
melainkan juga menjadi panutan anggota
kelembagaan Tentara Nasional Indonesia
masyarakat tentang bagaimana se-
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
harusnya berperilaku yang baik. Tuntutan
sesuai dengan peran dan fungsi masing-
ini adalah sesuatu yang wajar dan tidak
masing. TNI yang mempunyai tugas pokok
mustahil untuk dipenuhi. Pemberian
pada bidang pertahanan. Sebagai alat
teladan perilaku yang baik akan
pertahanan negara,TNI berfungsi sebagai:
mengurangi dilema dalam tugas polisi,
(a) penangkal terhadap setiap bentuk
yang
ancaman militer dan ancaman bersenjata
hanya memberantas kejahatan
dalam
jangka
panjang
akan
Nur Yahya
Desentralisasi Pemolisian Dan Prawacana Reposisi Kelembagaan Polisi Republik Indonesia
251
PERSPE
TIF
eadilan
Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September
dari luar dan dalam negeri terhadap
berada dalam kendali Mendagri. Sehingga
kedaulatan, keutuhan wilayah, dan
seringkali terjadi kesulitan manajerial dan
keselamatan bangsa, (b)
penindak
koordinasi dalam menyelesaikan masalah
terhadap setiap bentuk ancaman (c)
yang krusial seperti kasus Banyuwangi,
pemulih terhadap kondisi keamanan
Kasus Ambon, kasus Tuban, kasus Poso
negara yang terganggu akibat kekacauan
dan lain-lain. Selain itu, keragaman dan
keamanan. Sedangkan Polisi Republik
kemajemukan bangsa kita tidaklah cocok
Indonesia melaksanakan salah satu
apabila segala sesuatunya dikomando dari
fungsi pemerintahan negara di bidang
Jakarta.
pemeliharaan keamanan dan ketertiban
Polri juga harus didentralisasikan
masyarakat, penegakan hukum, per-
sehingga sesuai dengan kebutuhan
lindungan, pengayoman, dan pe-layanan
masyarakat setempat dan memberikan
kepada masyarakat.
kemudahan manajerial dan koordinasi
Berdasarkan analisis tugas, maka tugas Polri berada dalam tugas umum
karena sama-sama dibawah kendali Departemen Dalam Negeri.
pemerintahan yang mempunyai ke-
Posisi kelembagaan Polri saat ini
samaan tugas dengan Departemen
adalah tepat apabila dikembalikan
Dalam Negeri.
dibawah Kementerian Dalam Negeri
Berdasarkan urusan pemerintah-
dengan pertimbangan dasar adanya
an sebagaimana yang diatur dalam Pasal
kesamaan tugas umum pemerintahan,
10, 13 dan 14 Undang-Undang Nomor 32
kemajemukan dan keanekaragaman
tahun 2004 tentang Pemerintahan
bangsa sehingga menuntut adanya
Daerah, tugas-tugas polisi tersebut juga
pemolisian yang lebih sesuai dengan
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat
kebutuhan masyarakat lokal.
(Depdagri), Provinsi dan Kabupaten Kota.
Beberapa konsekuensi yang harus
Adanya kesamaan tugas ini dapat
dipikul oleh lembaga kepolisian apabila
menimbulkan overlapping dalam
berada dibawah Kementerian Dalam
implementasinya apabila tidak dilakukan
Negeri dapat dilihat pada beberapa unsur
penataan manajemen organisasi secara
yaitu: ( Zudan Arif Fakrulloh, 2004: 148-
benar. Kendala saat ini yang terjadi dalam
177)1. Kewenangan, 2. Kelembagaan, 3.
implementasi menjaga keamanan dan
Kepegawaian/Aparatur, 4. Pelayanan, 5.
ketertiban di daerah sering terhambat
Keuangan, 6. Pengawasan,monitoring
karena Polda/Polres berada dibawah
dan evaluasi
kendali Kapolri dan Bupati/Gubernur
Nur Yahya
Desentralisasi Pemolisian Dan Prawacana Reposisi Kelembagaan Polisi Republik Indonesia
Dari aspek kewenangan maka
252
PERSPE
TIF
eadilan
Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September
kepolisian akan melaksanakan tugas-
Sedangkan kelembagaan di daerah yang
tugas umum pemerintahan terutama
berbentuk Polda, Polres dan Polsek harus
sebagaimana yang ada dalam Pasal 13
ditata kembali sehingga sesuai konstruksi
dan Pasal 14 Undang-undang nomor 32
penyelenggaraan pemerintahan saat ini. Penataan dilakukan dalam bentuk
tahun 2004 tentang Pemerintahan
lembaga dekonsentrasi, artinya Kapolda,
Daerah. Tugas tersebut khususnya adalah
Kapolres dan Kapolsek adalah unitnya
menjaga ketentraman dan ketertiban
Departemen dalam Negeri yang berada di
masyarakat sekaligus didalamnya adalah
daerah sehingga lembaga tersebut bukan
melakukan penegakan hukum. Tugas ini
bawahan dari Kepala Daerah namun
dapat dilaksanakan bersama-sama
mempunyai hubungan yang sejajar dalam
dengan Pemerintah Provinsi dan
rangka melaksanakan urusan bersama
Kabupaten/Kota. Dalam konstruksi
tersebut.
undang-undang tersebut, tugas ini
Dari aspek kepegawaian/aparatur
termasuk dalam klasifikasi urusan
maka Kepolisian harus tunduk pada
bersama antara pusat, provinsi dan
ketentuan UU Kepegawaian, misalnya
kabupaten/kota. Dengan kondisi yang
Usia pensiun adalah 55 tahun dan untuk
demikian itu maka koordinasi akan dapat
jabatan tertentu dapat diperpanjang
terjalin lebih rapi dan harmonis.
sampai dengan usia 60 tahun. Aspek lain
Sedangkan dari aspek ke-
yang sangat perlu untuk diperhatikan
lembagaan atau organisasi, maka
adalah adanya budaya kerja yang sangat
Kepolisian akan menjadi sebuah
berbeda antara Kepolisian dengan
Direktorat Jenderal Kepolisian yang
Kementerian Dalam Negeri. Kepolisian
merupakan unit eselon I dibawah Menteri
adalah birokrasi dengan sistem semi
Dalam Negeri. Aspek kelembagaan ini
komando sedangkan budaya kerja di
sangat penting karena menjadi wadah
Departemen Dalam Negeri bertumpu pada
ineteraksi antara unsur kewenangan
proses birokrasi yang tidak terlalu terikat
dengan unsur kepegawaian atau aparatur.
pada sistem hirarki dan komando serta
Dengan keberadaan sebagai unsur
sangat berorientasi pada output.
eselon I maka kepolisian adalah lembaga
Dalam penyelenggaraan pemerintahan,
implementasi kebijakan Departemen,
subsistem aparatur memegang peranan
bukan lembaga pembuat kebijakan
yang strategis.
sekaligus implementator kebijakan
Keberhasilan ataupun kegagagal-
sebagaimana yang selama ini terjadi.
an penyelenggaraan pemerintahan akan Nur Yahya
Desentralisasi Pemolisian Dan Prawacana Reposisi Kelembagaan Polisi Republik Indonesia
253
PERSPE
TIF
eadilan
Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September
sangat tergantung kepada kualitas
mengalami perubahan yang mendasar
aparatur yang menjalankan roda
karena polisi sudah masuk sepenuhnya
pemerintahan.
kedalam birokrasi sipil. Pelayanan yang
Dalam suasana transisi dan
dilakukan adalah pelayanan yang
perubahan yang cepat dalam sistem
terkoordinasi dengan Pemerintah Daerah,
penyelenggaraan pemerintahan, aparatur
artinya adalah dilakukan pelayanan yang
sebagai motor penggerak birokrasi
saling mendukung baik penyediaan
dihadapkan pada tuntutan yang tinggi dari
tempat, sarana-prasarana maupun SDM.
masyarakat. Masyarakat menaruh
Kepolisian akan memberikan pelayanan
harapan yang tinggi agar aparatur
publik dalam rangka urusan-urusan
pemerintah meningkatkan kualitas
dekonsentrasi saja sedangkan pelayanan
pelayanan publik, transparansi dan
yang bersifat desentralisasi dilaksanakan
akuntabilitas.
oleh daerah.
Tugas aparatur pemerintahan
Dari aspek Keuangan, apabila
akan semakin kompleks apabila dikaitkan
berada dibawah Kementerian Dalam
dengan tugas pemerintahan dan tujuan
Negeri maka Kepolisian dapat menerima
otonomi daerah yaitu peningkatan
sumber pendanaan yaitu berasal dari dana
kesejahteraan, peningkatan daya saing
APBN dan bersumber dari bantuan APBD
daerah dan peningkatan pelayanan
Pemerintah daerah dalam rangka
publik. Kata kunci yang perlu diperhatikan
pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi
oleh aparatur adalah ”profesionalisme dan
dan koordinasi pemerintahan.
kemauan untuk berubah”. Oleh karena itu
Dalam rangka pelaksanaaan
dalam kondisi perubahan dan transisi
monitoring dan evaluasi maka kepolisian
penyelenggaraan pemerintahan dari
tunduk pada pengawasan yang dilakukan
paradigma sentralistik menuju paradigma
oleh Inspektorat Jenderal Depdagri dan
desentralistik diperlukan cara pandang
BPK sehingga tidak dapat dilakukan
baru dan pola pikir baru dari aparatur
pengawasan oleh Bawasda Provinsi
pemerintahan.
maupun Kabupaten Kota.
Faktor yang menentukan ke-
Dengan posisi kelembagaan yang
berhasilan pembangunan, bukanlah
demikian itu akan diperoleh beberapa
hanya pada ketersediaan faktor produksi
keunggulan/keuntungan bagi kepolisian
melainkan juga terletak pada sumber daya
yaitu: (1). Fungsi pemolisian akan dapat
aparaturnya (Agus Dwiyanto, 2002: v-vi).
dilaksanakan sesuai dengan kondisi lokal
Aspek pelayanan publik akan
dan seiring dengan jiwa desentralisasi. Nur Yahya
Desentralisasi Pemolisian Dan Prawacana Reposisi Kelembagaan Polisi Republik Indonesia
254
PERSPE
TIF
eadilan
Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September
Hal ini akan mendorong ke arah
regulator, operator dan kontrol menjadi
pemolisian yang lebih dekat dengan
sangat penting agar tidak terjadi
kebutuhan masyarakat. Pelayanan yang
penumpukan fungsi dalam satu tangan
diberikan oleh kepolisian juga dapat
yang dapat mengakibatkan terjadinya
dilakukan dengan berbasiskan nilai-nilai
monopoli kewenangan; (4). Fungsi
lokal yang memadukan dengan standar
Pelayanan yang selama ini diberikan yaitu
nasional; (2). Koordinasi kelembagaan
pelayanan SIM, Pengurusan STNK dan
akan lebih mudah dilaksanakan karena
BPKB dapat dilaksanakan secara
ditingkat daerah akan dikoordinir secara
terintegrasi dengan pelayanan yang
langsung oleh Gubernur/Bupati/Walikota.
diberikan oleh Pemerintah Daerah.
Hal ini akan berdampak positif terhadap
Namun demikian, dibalik ke-
penanganan kemanan dan ketertiban dan
unggulan tersebut terdapat juga beberapa
penanganan masalah lalu lintas yang
kelemahan apabila Kepolisian berada
dapat dilakukan secara integratif dan
dibawah Kementerian Dalam Negeri, yaitu
terkoordinir antar berbagai lembaga di
(1). Independensi kepolisian akan
pemerintah daerah.
berkurang ketika melakukan penyelidikan
Koordinasi kelembagaan ini
dan penyidikan yang pelakunya adalah
sangat penting dibangun karena selama
pejabat tinggi di lingkungan pemerintahan
ini antara kepolisian dan pemda tampak
daerah; (2). Fungsi pemolisian akan
berjalan sendiri-sendiri dalam penangan-
mengalami deviasi apabila Kepala Daerah
an kemanan, ketertiban dan lalu lintas; (3).
yang berasal dari Partai Politik
Dapat dilakukan pemisahan fungsi antara
mengarahkan polisi melaksanakan tugas
fungsi pembuat kebijakan (regulator),
sesuai dengan kepentingan politik kepala
pelaksana kebijakan (operator) dan
daerah tersebut. Misalnya saja untuk
pengawas kebijakan (kontrol). Dengan
mengawasi gerak-gerik lawan-lawan
adanya pemisahan fungsi ini maka
politiknya.
manajemen organisasi dapat dilakukan
Hal ini sangat mungkin terjadi
secara tertib. Fungsi regulator berada
sebab tugas polisi akan sangat tergantung
ditangan Kementerian Dalam Negeri,
dengan kepala daerah yang menjadi
sedangkan fungsi operator kebijakan
atasannya; (3). Dalam melaksanakan
berada ditangan pemerintah daerah dan
tugas menjaga ketertiban, penyelidikan
fungsi kontrol berada ditangan Ke-
dan penyidikan polisi tidak dapat bertugas
menterian Dalam Negeri. Dalam
secara mandiri karena pendanaan sangat
organisasi modern pemisahan fungsi
tergantung kepada APBD dan dalam Nur Yahya
Desentralisasi Pemolisian Dan Prawacana Reposisi Kelembagaan Polisi Republik Indonesia
255
PERSPE
TIF
eadilan
Volume XII No. 3 Tahun 2007 Edisi September
pelaksanaannya akan diawasi oleh
adalah tepat apabila dikembalikan
Bawasda. Dalam konteks ini dapat
dibawah kendali Kementerian Dalam
diprediksi akan terjadi “conflict of interest”
Negeri.
karena pada satu sisi polisi harus bertugas
DAFTAR PUSTAKA
secara independen dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan sedangkan dalam sisi lain harus diawasi dan diperiksa oleh Bawasda sehingga Polisi pasti akan kesulitan apabila harus melakukan penyelidikan dan penyidikan ke lembaga Bawasda. Dalam kehidupan sebuah bangsa, terdapat tiga hal yang tidak dapat ditarik kembali yaitu kebebasan pers, demokratisasi dan desentralisasi.
Agus Dwiyanto, 2002, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Yogyakarta Bowden, Tom, 1978, Beyond The Limit of The Law Muir, William Ken, Police, Street Corner Politician Oentarto, Made Suwandi, Dodi Riyatmadji, Menggagas Format Otonomi Masa Depan, Samitra Media Utama, Jakarta 2004
Perubahan lingkungan strategis dan habitat/komunitas tempat hidupnya polisi harus menjadi pertimbangan utama bagi polisi untuk mereposisi kelembagaannya. Pasca berpisah dari ABRI pada tanggal 1 April 1999, posisi kelembagaan Polri terus diperbincangkan untuk menemukan tempatnya yang lebih tepat. Dengan mempertimbangkan beban analisis tugas yang mempunyai kesamaan dengan tugas-tugas pemerintahan umum yang diemban oleh Departemen Dalam Negeri, serta menguatnya arus desentralisasi dan dengan mempelajari kultur polri yang lebih menekankan pada akuntabilitas lokal seperti polisi Inggris dan Polisi Jepang Koban, maka posisi kelembagaan Polri
Pujirahayu, Esmi Warassih, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mewujudkan Tujuan Hukum. Proses Penegakan Hukum dan Persoalan Keadilan, Pidato pengukuhan Guru Besar, UNDIP 14 April 2001 Rahardjo, Satjipto, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2002 ------------, Membedah Hukum Progresif, Penerbit Kompas, Jakarta, 2006 Randy R Wrihatnolo dan Riant Nugroho D, Manajemen Pembangunan Indonesia, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2006 Salam, Darma Setyawan, Manajemen Pemerintahan Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2002 Zudan Arif Fakrulloh, Kebijakan Otonomi di Persimpangan, CV Cipruy Jakarta, 2004 Nur Yahya
Desentralisasi Pemolisian Dan Prawacana Reposisi Kelembagaan Polisi Republik Indonesia
256