Zulkarnain Dali, Desain Politik Dalam Pendidikan Indonesia
377
DESAIN POLITIK DALAM PENDIDIKAN INDONESIA
Zulkarnain Dali Abstract ; Political education is a policy idea of political strategy to realize the expected educational goals a reality. Politically the government wants to stick to the national level to the Pancasila and the 1945 Constitution, which is rooted in religion, culture and responsibility to the demands and changing times. Efforts to achieve national education goals is educating the nation, must also be supported by the strength and political stability of Indonesia. Kata Kunci : Desain Politik, Pendidikan. A. Pendahuluan Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar (learning) dan pembelajaran. Untuk mewujudkan hal tersebut maka disusunlah suatu peraturan
perundang-undangan
yang
dikenal
Undang-undang
Sistim
Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang sistim pendidikan nasional di Indonesia baik yang berlaku di era reformasi maupun era sebelumnya, tidak bisa dihindari adanya keterkaitan antara pendidikan dan politik. Mengenai hal ini, Mochtar Bukhari menulis bahwa keterikatan yang ada saat ini bersifat sepihak dan asimetris. Politik selalu mampu mempengaruhi pendidikan, tetapi tidak sebaliknya baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek (Mochtar Buchari, 2003: 53) Sebagai contoh yang dapat diungkapkan dari pendapat ini adalah ketika rezim Orde Baru berkuasa seluruh aspek kehidupan politik bangsa Indonesia diarahkan untuk menciptakan opini untuk mengkultuskan rezim ini. Upaya ini merambah pula ke dalam ranah pendidikan. Setiap sekolah diwajibkan untuk mempelajari sejarah nasional yang isinya tidak lain adalah membentuk
mainstream
pemerintahan Orde Baru.
377
pemikiran
peserta
didik
untuk
mengagumi
378
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 2, Juli 2012 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Sistim pendidikan nasional tersebut harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Masalahnya
adalah
politik
dan
hukum
sebagai
subsistem
kemasyarakatan berada pada posisi yang derajat determinasinya seimbang, karena meskipun hukum merupakan produk keputusan politik, namun begitu hukum berlaku, maka semua kegiatan politik harus tunduk pada hukum (Afan Gaffar, 1992: 12) Demikian juga halnya dengan pendidikan, jika suatu undangundang pendidikan telah diberlakukan maka ia harus tetap dijalankan baik dalam tatanan konfigurasi politik otoriter maupun responsif. Dalam kaitannya dengan pendidikan, maka politik pendidikan adalah suatu gagasan kebijakan strategi politik untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diharapkan menjadi suatu kenyataan. B. Pembahasan a. Pembentukan politik pendidikan Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, keberadaan peraturan perundang-undangan yang baik akan banyak menunjang penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan sehingga memungkinkan tercapainya tujuan negara yang diinginkan. Dengan memperhatikan Sirajuddin merinci secara umum mekanisme pembentukan undang-undang terdiri atas tiga tahap yaitu : a. Proses penyiapan RUU yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan pemerintah atau di lingkungan DPR. b. Proses mendapatkan persetujuan yang merupakan pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat.
Zulkarnain Dali, Desain Politik Dalam Pendidikan Indonesia
379
c. Proses pengesahan oleh Presiden dan pengundangan oleh Mensesneg atas perintah presiden. (Sirajuddin, 2008: 122) Materi
yang
dimuat
dalam
perundang-undangan
harus
mencerminkan beberapa azaz seperti pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum dan keseimbangan. Pada prinsipnya, setiap muatan materi perundang-undangan yang dikeluarkan oleh penyelenggara negara termasuk presiden dan pembantunya harus merujuk dan berdasarkan prinsip dan asas yang digambarkan dalam Undang-undang Dasar 1945. Pemerintah dan bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaannya mewarisi sistim pendidikan yang bersifat dualistis yaitu : d. Sistim pendidikan dan Pengajaran modern yang bercorak sekuler atau sistim pendidikan dan pengajaran pada sekolah-sekolah umum yang merupakan warisan dari pemerintah kolonial Belanda. e. Sistim pendidikan Islam, yang tumbuh dan berkembang di kalangan umat Islam sendiri yang berlangsung di surau, masjid dan pesantren serta madrasah yang bersifat tradisional dan bercorak keagamaan semata. (Tadjab, 1998: 80) Usaha pemerintah untuk menyelenggarakan suatu sistim pendidikan nasional dengan memadukan kedua sistim warisan di atas nampak jelas dalam kebijakan yang diambil pemerintah sebelum terwujudnya undangundang yang mengatur tentang satu sistim pendidikan nasional. Kebijakan yang diambil pemerintah adalah membagi tanggung jawab pembinaan sekolah umum kepada Menteri P dan K (sekarang Mendiknas) dan pendidikan Islam berada di bawah tanggung jawab Menteri Agama. Undang-undang tentang Sistim Pendidikan Nasional di negara Indonesia yang telah antara lain : 1. UU No. 4 tahun 1950 yang disyahkan tanggal 2 April 1950 tentang Dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. 2. UU Nomor 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi. 3. UU nomor 14 tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional.
380
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 2, Juli 2012 4. UU Nomor 19 tahun 1965 tentang Pokok-pokok sistim pendidikan nasional Pancasila. Akan tetapi, Tadjab menilai bahwa undang-undang tersebut belum merealisasikan kehendak UUD 1945 secara murni, karena masih terjadi penyelewengan-penyelewengan terhadap pelaksanaan UUD 1945 itu sendiri. Hal ini dikarenakan manifesto politik dengan melaksanakan UUD 1945 pada spesifkasi sosialisme Indonesia, Demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan manipol USDEK.(Tadjab, 2008: 85) Setelah kejatuhan Orde Lama, Orde Baru sebagai penerus kekuasaan berusaha mengadakan koreksi total terhadap pelaksanaan UUD 1945 termasuk di didalam melaksanakan pendidikan nasional. Maka mulailah dipersiapkan penyusunan UU tentang sistim pendidikan nasional menjadi UU sehingga disyahkanlah UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional (UUSPN) dan sekarang dengan beberapa perubahan diberlakukanlah UU No 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dua Undang-undang terakhir ini dilaksanakan secara semesta (terbuka bagi seluruh rakyat) menyeluruh (mencakup semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan) dan terpadu (adanya keterkaitan antara pendidikan nasional dan usaha pembangunan nasional). Political will pemerintah untuk menciptakan pendidikan demokratis tercermin dalam UU No. 20 tahun 2003. Karakteristik produk hukum ini adalah di tengah-tengah isu minoritas dan mayoritas agama di Indonesia, UU Sisdiknas dirancang untuk lebih terbuka kepada siapa dan agama apa saja untuk mendapatkan pendidikan baik pendidikan umum
maupun
agama sesuai dengan amanat UUD 1945 (ps. 31 ayat 1 UUD 1945) Dengan kata lain, meskipun negara Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman dalam banyak aspek, UU Sisdiknas mampu mengakomodir keragaman suku, agama, ras, jenis kelamin dan kedudukan sosial dan ekonomi itu sebagai satu kesatuan dalam pendidikan nasional. Secara politis pemerintah menginginkan pendidikan nasional itu tetap berpegang kepada Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada agama, budaya dan responsibility terhadap tuntutan dan perubahan zaman.
Zulkarnain Dali, Desain Politik Dalam Pendidikan Indonesia
381
Dalam konteks pendidikan Islam, UU No. 20 tahun 2003 yang disahkan oleh DPR tanggal 1 Juni 2003 dan diberlakukan pada tanggal 8 Juni 2003 dalam Batang Tubuh UU tersebut adalah cukup ideal dan akomodatif
dalam mengatur sistim pendidikan di Indonesia, termasuk
sistim pendidikan Islam. Karena itu, sejatinya undang-undang ini harus diterjemahkan secara Islami dengan pola menginternalisasikan nilai-nilai Islam ke dalam seluruh kandungan isi dan maknanya. Selain itu, upaya perbaikan dan penyempurnaan undang-undang sistim pendidikan nasional mulai dari Orde Lama hingga Reformasi menunjukan pula adanya keinginan politik pemerintah untuk menjadikan pendidikan nasional sebagai salah satu indikator kemajuan pembangunan nasional semakin meningkat. Menurut Sumarjo sikap pemerintah ini tentu saja terkait dengan tuntutan zaman yang selalu menuntut koreksi terhadap sistim pendidikan yang ada sehingga dapat terus dilaksanakan sejalan dengan perubahan global (ps. 2 UU Sisdiknas 2003) Jika ditinjau dari indikator sebagai produk hukum, maka UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 bermuatan aspiratif yang mengakomodir setiap hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam pendidikan dan proses
pembuatannya
cukup
partisipatif
dengan
memfungsikan
keterwakilan setiap elemen bangsa dalam sebuah parlemen. Dari perspektif pembentukan hukum, perumusan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistim pendidikan nasional dapat dikategorikan responsif karena ia lahir dalam sikap yang akomodatif yang demokratis dan melalui mekanisme pembahasan di lembaga legislatif sebagai wujud memenuhi aspirasi rakyat. Sementara dari perspektif materi hukum, politik hukum pemerintah bersifat otonom dan populistik, dimana produk hukum perbankan syari’ah ini adalah pencerminan rasa keadilan, keseimbangan dan relatif memenuhi harapan dan kebutuhan hukum masyarakat dalam ranah pendidikan. Karenanya, karakter produk hukum UU sisdiknas tahun 2003 dinilai responsif meskipun dalam konfigurasi politik yang demokratis.
382
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 2, Juli 2012 b. Permasalahan pendidikan menurut aspek ekonomi dan sosial budaya 1) Aspek ekonomi Di dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan demikian jelas pendidikan mutlak diselenggarakan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, berwibawa dan bermartabat, beriman dan bertaqwa guna mengisi pembangunan nasional.
Namun kualitas pendidikan itu bukan
saja terletak pada bagaimana peserta didik mampu menyerap ilmu pengetahuan dan menerapkannya dalam kehidupan, tetapi juga terletak pada dimensi akhlak peserta didik. Pendidikan harus mampu menyiapkan sumber daya manusia yang tidak sekedar sebagai penerima arus informasi global, tetapi juga harus memberikan
bekal
kepada
mereka
agar
dapat
mengolah,
menyesuaikan dan mengembangkan segala hal yang diterima dari arus informasi itu yaitu manusia yang kreatif dan inovatif. Manusia yang kreatif dan produktif inilah yang harus menjadi visi pendidikan termasuk pendidikan Islam. Hal ini dikarenakan manusia yang demikian itulah yang didambakan kehadirannya baik secara individual maupun komunal. Ekonomi pendidikan merupakan bagian terpenting dari pembangunan nasional bidang pendidikan. Oleh karena itu, maka ekonomi dan pendidikan dalam tataran pembangunan nasional adalah suatu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan. Masingmasing harus berjalan seiring sejalan sesuai dengan kebutuhan
Zulkarnain Dali, Desain Politik Dalam Pendidikan Indonesia
383
dan tuntutan zaman. Artinya, tidak satupun negara di dunia ini yang meletakan permasalahan pendidikan dan ekonominya pada posisi yang berjauhan. Pendidikan dan ekonomi membentuk suatu sinergi yang saling memperkuat satu sama lain. Inti permasalahan dalam pendidikan nasional adalah pengembangan sumber daya manusia berada pada peningkatan kualitas tenaga kerja yang mampu menjadi pelaku-pelaku dalam berbagai bidang kehidupan. Akan tetapi, pengembangan sumber daya manusia harus ditopang pula oleh faktor ekonomi yang berfungsi suplier, patisipan dan pelanggan (Mulya Kelana, 1999: 231) Pendapat ini menjelaskan bahwa ekonomi dalam pendidikan berfungsi
sebagai
sumber
dana
dalam
penyelenggaraan
pendidikan (suplier), kontributor dalam pendidikan dan consumer (pengguna) keluaran pendidikan. Inti permasalahan pendidikan saat ini sejalan dengan pemikiran W. Mc.Wija (2000: 23) bahwa berbicara mengenai mutu pendidikan (dalam hal ini mutu keluaran) pendidikan tidak akan terlepas dari pembicaraan masalah ekonomi sebagai faktor pendidikan. Ekonomi menjadi katalisator yang memberikan kontribusi dalam menciptakan banyak manfaat yang diperoleh dari pendidikan dan mendorong tercapainya peningkatan mutu pendidikan. 2) Permasalahan Sosial Budaya Pendidikan adalah suatu perbuatan yang kompleks, di mana keberhasilan para pendidik merupakan salah satu bagian dari kompleksitas dunia pendidikan. Keberhasilan dimaksud harus mendapat perhatian serius dari para guru. Dalam kerangka mencapai keberhasilan pendidikan, maka diperlukan kerjasama antara seluruh pihak seperti orang tua, sekolah, masayarakat dan pemerintah. Hal ini berarti memerlukan suatu hubungan sosial yang harmonis antara masingmasing pihak tersebut.
384
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 2, Juli 2012 Aspek kesosialan manusia merupakan salah satu kunci kebehasilan dalam pendidikan. Sebab, jika di dalam dunia pendidikan tidak terdapat keserasian, kesefahaman dan pengertian maka proses pendidikan yang dijalankan akan menjadi terganggu. Hal ini mengakibatkan proses pencapaian tujuan pendidikan itu tidak akan dapat mencapai hasil yang maksimal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aspek sosial ini mempunyai arti penting dalam dunia pendidikan. Baik atau buruk aspek sosial akan mempengaruhi proses pendidikan baik pendidikan di sekolah itu maupun pendidikan nasional. Perubahan dunia saat ini tidak bisa dihindari menimbulkan benturan-benturan budaya di masyarakat. Menurut Faisal Ismail (2004: 58) penyebabnya adalah “kurangnya apresiasi yang besar di masyarakat terhadap masalah-masalah kebudayaan lokal. Yang ada hanyalah semakin meningkatnya accept ratio (rasio penerimaan) terhadap budaya-budaya asing”. Untuk mengatasi akses-akses negatif pengaruh budaya asing terhadap local cultur, konteks dengan dunia pendidikan baik melalui pendidikan formal maupun non formal harus mengubah dan meluruskan sikap, prilaku dan cara berfikir terhadap budaya tersebut. Point of view dari kontrak yang harus dilakukan adalah meletakan posisi pendidikan sebagai penyeimbang budaya asing yang masuk sehingga pendidikan mampu meletakan budaya lokal dan budaya asing pada tempatnya masing-masing. Budaya lokal harus tetap terjaga meskipun kuatnya desakan budaya asing. Pendidikan harus mengambil sisi positif dari budaya dan perubahan-perubahan yang terjadi di tengah masyarakat. Menurut Faisal Ismail (2004: 63) termasuk dalam hal ini adalah pola pandang positif terhadap budaya asing (Barat) adalah pencapaian sains dan tekhnologi yang modern serba canggih. 3. Relevansi Permasalahan dengan Pencapaian Tujuan Pendidikan Dalam Kamus Bahasa Indonesia, dijumpai bahwa kata pendidikan terdiri dari kata didik yang diawali dengan kata pen dan mendapat akhiran an yang berarti perbuatan hal, cara, dan sebagainya. Selain itu dalam kamus
Zulkarnain Dali, Desain Politik Dalam Pendidikan Indonesia
385
ini dijumpai pula kata yang serumpun dengan itu yaitu pengajaran yang berarti
cara
(perbuatan
dan
sebagainya)
atau
mengajarkan
(Poerwadarminta, 1991: 5) Dua kata tersebut dalam Bahasa Inggris kita kenal dengan education untuk pendidikan dan teaching untuk pengajaran. Dan jika di simak secara seksama, di dalam pengertian secara kebahasaan itu dapat dikatakan bahwa kata-kata tersebut lebih terfokus kepada suatu kegiatan yang ditunjukan oleh kata dasar yaitu didik dan imbuhanimbuhannya, menunjukkan adanya proses yang dilakukan seseorang kepada orang lain tanpa memperlihatkan sistem atau programnya. Sebagai contoh jika guru mengucapkan basmalah ketika akan memulai pelajaran, maka pada saat itulah proses pendidikan itu berlangsung. Bahasa sistim atau programnya tidak diatur terlebih dahulu bukanlah menjadi masalah. Proses pendidikan itu tetap berlangsung sejak guru mengajarkan kepada peserta didik untuk selalu mengucapkan kalimat itu ketika memulai suatu pekerjaan yang baik dan bermanfaat. 4. Desain Politik dalam Pendidikan Pendidikan mutlak diselenggarakan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, berwibawa dan bermartabat, beriman dan bertaqwa guna mengisi pembangunan nasional.
Namun kualitas
pendidikan itu bukan saja terletak pada bagaimana peserta didik mampu menyerap ilmu pengetahuan dan menerapkannya dalam kehidupan, tetapi juga terletak pada dimensi akhlak peserta didik. Pendidikan harus mampu menyiapkan seumber daya manusia yang tidak sekedar sebagai penerima arus informasi global, tetapi juga harus memberikan bekal kepada mereka agar dapat mengolah, menyesuaikan dan mengembangkan segala hal yang diterima dari arus informasi itu yaitu manusia yang kreatif dan inovatif. Manusia yang kreatif dan produktif inilah yang harus menjadi visi pendidikan termasuk pendidikan Islam. Hal ini dikarenakan manusia yang demikian itulah yang didambakan kehadirannya baik secara individual maupun komunal. Tujuan merupakan masalah sentral dalam pendidikan. Sebab, tanpa perumusan yang jelas niscaya perbuatan menjadi acak-acakan, tanpa arah
386
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 2, Juli 2012 dan salah jalan. Ramayulis dan Samsul Nizar menulis betapa pentingnya tujuan pendidikan itu karena secara inplist dan eksplisit di dalamnya terkandung hal-hal yang sangat asasi yaitu padangan hidup dan falsafah hidup pendidikan, lembaga penyelenggara pendidikan dan negara Ramayulis, 2006: 117) Demikian juga diungkapkan oleh Robert F. Mager bahwa tujuan pendidikan merupakan dasar pokok bagi pemilihan metode dan bahan pengajaran serta pemilihan alat-alat untuk menilai apakah proses pendidikan telah berjalan dengan baik (Ngalim Poerwanto, 2000: 38) Permasalahan ekonomi dan sosial budaya sangat erat kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Tujuan ini tidak akan tercapai jika permasalahan ekonomi dan sosial budaya masih menyertai pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia. Sebab, sebagaimana termaktub dalam UU Sisdiknas tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga, upaya pencapaian tujuan ini harus pula didukung oleh kekuatan ekonomi dan sosial budaya bangsa Indonesia. Desain politik dalam pendidikan sebagaimana diuraikan di atas
UNDANGUNDANG NO. 20 TAHUN 2003 TENTANG SISDIKNAS
dapat digambarkan sebagai berikut :
DUKUNGAN MASYARAKAT
POLITICAL WILL PEMERINTAH
TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan nasional : mencerdaskan kehidupan bangsa
PENINGKATAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM SEGALA BIDANG MELALUI SUMBER DAYA MANUSIA BERKUALITAS
Zulkarnain Dali, Desain Politik Dalam Pendidikan Indonesia
387
C. Kesimpulan Inti
permasalahan
dalam
pendidikan
nasional
adalah
pengembangan sumber daya manusia berada pada peningkatan kualitas tenaga kerja yang mampu menjadi pelaku-pelaku dalam berbagai bidang kehidupan. Akan tetapi, pengembangan sumber daya manusia harus ditopang pula oleh faktor politik dan pendidikan. Artinya, politik dalam pendidikan
berfungsi
sebagai
pengatur
strategis
dalam
terhadap
kebijakan sistem pendidikan. Aspek politik ini mempunyai arti penting dalam dunia pendidikan. Baik atau buruk aspek politik akan mempengaruhi proses pendidikan baik pendidikan di sekolah itu maupun pendidikan nasional. Permasalahan politik sangat erat kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Tujuan ini tidak akan tercapai jika tidak ada political will pemeritah yang menyertai pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia. Sebab, sebagaimana termaktub dalam UU Sisdiknas tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga, upaya pencapaian tujuan ini harus pula didukung oleh kekuatan dan kestabilan politik bangsa Indonesia. Penulis : Drs. H. Zulkarnain Dali, M.Pd adalah Dosen Tetap Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Bengkulu DAFTAR PUSTAKA Buchori, Muchtar, 2000, Transformasi Pendidikan, Jakarta : Sinar Harapan Fatah, Nanang, 2000, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya Gaffar, Afan, 1992, Pengembangan Hukum dan Demokrasi, Yogyakarta: UII Press http://re-searchengines.com/art05-65.html) diakses tanggal 17 Mei 2011 Mc.Wija, W, 2000, Pendidikan dan Ekonomi, Jakarta : Logos
388
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 2, Juli 2012
Sirajuddin, 2008, Legalisasi Hukum Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Tadjab, 1992, Perbandingan Pendidikan, Surabaya : Karya Abditama Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Poerwanto, Ngalim, 2000, Psikologi Pendidikan, Jilid 2, (Jakarta, Remaja Rosdakarya Ramayulis dam Syamsul Nizar, 2006, Filsafat Pendidikan Islam¸(Jakarta, Kalam Mulia