DESAIN DIDAKTIS KONSEP VOLUME LIMAS PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP BERDASARKAN LEARNING TRAJECTORY Siti Sarah Didi Suryadi Siti Fatimah Departemen Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi adanya permasalahan dalam proses konstruksi volume limas pada buku teks matematika sekolah yang menyebabkan adanya ketidaksesuaian antara learning trajectory pada buku dengan learning trajectory siswa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu desain didaktis alternatif yang didasarkan pada learning trajectory siswa sehingga diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami konsep volume limas. Desain didaktis yang telah disusun kemudian diimplementasikan kepada siswa kelas VIII SMP. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa learning trajectory yang ditunjukkan siswa hampr sesuai dengan learning trajectory yang telah disusun penulis, maka desain didaktis ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pada pembelajaran konsep volume limas. Kata Kunci:Desain didaktis, Volume Limas, Learning trajectory.
PENDAHULUAN Proses pemahaman siswa terhadap suatu konsep matematika tergantung dari bagaimana sebenarnya matematika diberikan kepada siswa. Jika matematika diberikan kepada siswa sebagai suatu produk siap pakai, artinya konsep-konsep matematika langsung diberikan dalam bentuk hasil akhirnya, maka dapat mengakibatkan pengetahuan siswa terhadap konteks matematika menjadi terbatas, bahkan dapat menyebabkan siswa mengalami berbagai kesulitan dalam mempelajari matematika. Oleh karena itu sebaiknya matematika tidak dipandang sebagai suatu produk, melainkan sebagai suatu aktivitas. Artinya pengetahuan matematika sebaiknya dikonstruksi secara aktif oleh siswa melalui berbagai kegiatan seperti menemukan pola, melakukan generalisasi, membuat abstraksi sampai pada akhirnya terbentuk suatu konsep matematika. Suatu konsep memang dikonstruksi oleh siswa melalui serangkaian kegiatan namun tidak berarti kegiatan pembelajaran itu hanya melibatkan hubungan antara siswa dengan materi. Karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa sebenarnya adalah kegiatan yang telah dipilih, ditentukan, dirancang dan dipersiapkan oleh guru yang dituangkan dalam bentuk bahan ajar. Jadi bahan ajar yang dibuat oleh guru secara tidak langsung berpengaruh terhadap kelancaran proses konstruksi yang dilakukan siswa. Dalam membuat bahan ajar, sebenarnya ada banyak sumber yang dapat dijadikan sebagai referensi. Misalnya dengan mengobservasi secara langsung kegiatan pembelajaran, mengamati video-video pembelajaran, membaca buku-buku teks, jurnal, skripsi ataupun karya ilmiah lainnya. Meskipun demikian keterbatasan waktu serta akses sering menjadi kendala tersendiri ketika Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
31
mencari referensi bahan ajar, sehingga pada akhirnya guru lebih sering memilih buku teks sekolah sebagai referensi utama dalam membuat bahan ajar. Seperti yang dilakukan oleh salah seorang guru matematika (guru A) pada salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Bandung. Guru A menjadikan buku teks sekolah, lebih tepatnya buku sekolah elektronik (BSE) sebagai referensi dalam membuat bahan ajar, termasuk bahan ajar untuk konsep volume limas. Buku BSE memang merupakan buku yang direkomendasikan oleh pemerintah namun tak jarang masih juga ditemukan kesalahan-kesalahan terutama kesalahan konsep pada buku-buku BSE, sehingga sebaiknya konsep-konsep yang terdapat pada buku BSE tidak diikuti begitu saja melainkan perlu dikaji ulang. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis tertarik untuk mengkaji ulang buku BSE terutama mengenai konsep volume limas. Adapun buku BSE yang dikaji dalam penelitian ini yaitu sebanyak tiga buah buku. Gmbar 1 berikut merupakan gambaran dari konsep volume limas pada ketiga buku BSE.
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
32
Gambar 1. Konstruksi volume limas pada buku BSE 1, 2 dan 3
Sekilas terlihat bahwa langkah-langkah yang digunakan dalam proses konstruksi volume limas pada tiga buku BSE di atas memang berbeda. Akan tetapi sebenarnya ide yang digunakan dalam proses konstruksi volume limasnya itu hampir sama. Selain itu persamaan lainnya yaitu ketiga buku tersebut sama-sama menggunakan sifat-sifat operasi aljabar dalam setiap langkah konstruksinya. Tanpa dihubungkan dengan benda konkretnya siswa dituntut untuk menggunakan sifat-sifat aljabar secara abstrak. Artinya untuk memahami proses konstruksi volume limas pada buku-buku BSE tersebut, kemampuan aljabar siswa harus sudah sampai pada tahap operasi formal. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Piaget, siswa kelas VIII SMP seharusnya memang sudah berada pada tahap operasi formal. Namun berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Usdiyana (2011, hlm. 1) menunjukkan bahwa kenyataannya siswa SMP di Indonesia umumnya masih berada pada tahap operasi konkrit. Kemampuan berpikir yang diperlukan dalam konstruksi volume limas pada buku BSE ternyata tingkatannya lebih tinggi dibanding dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan konstruksi volume limas pada buku BSE kurang sesuai dengan perkembangan alami siswa. Dengan kata lain, proses konstruksi volume limas yang disajikan pada buku kurang sesuai dengan learning trajectory siswa. Clements dan Sarama (2009, hlm. 5) menyatakan bahwa “learning trajectories describe the goals of learning, the thinking and learning processes of children at various levels, and the learning activities in which they might engage”. Learning trajectory menunjukkan bahwa ada perkembangan alami yang dimiliki siswa dalam mempelajari suatu konsep atau ide-ide matematika. Proses pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan learning trajectory akan membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih optimal karena siswa belajar sesuai dengan perkembangan alamiahnya. Lalu bagaimanakah cara untuk membuat bahan ajar yang sesuai dengan learning trajectory siswa? Untuk membuat bahan ajar yang sesuai dengan learning trajectory siswa berarti kita harus mengetahui bagaimana alur lintasan berpikir siswa dalam memahami konsep volume limas. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan penelitian yang memang berfokus untuk mengungkapkan Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
33
proses berpikir siswa serta tetap memperhatikan keberagaman proses berpikir siswa. Hal inilah yang mendasari penulis menggunakan kerangka penelitian desain didaktis atau Didactical Design Research (DDR) karena DDR memang berfokusnya pada proses berpikir yang dialami siswa dengan cara melibatkan proses berpikir guru terhadap siswa dan materi dalam tiga fase pembelajaran yaitu sebelum, saat, dan setelah pembelajaran. Jadi hasil dari proses berpikir guru dalam tiga fase pembelajaran diharapkan dapat menghasilkan suatu desain didaktis yang sesuai dengan learning trajectory siswa.Sehingga yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana bentuk desain didaktis awal berdasarkanlearning trajectory yang diperoleh dari analisis masalah yang terdapat dalam pembelajaran konsep volume limas? (2) Bagaimana hasil implementasi desain didaktis awal ditinjau dari respon siswa yang muncul? (3) Bagaimana bentuk desain didaktis revisiberdasarkan analisis terhadap learning trajectorysiswa pada saat implementasi?
METODE Fokus dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji dan menyusun desain didaktis berdasarkan learning trajectory pada konsep volume limas. Dalam menyusun desain didaktis diperlukan kajian mendalam terhadap keseluruhan proses pembelajaran dan proses berpikir siswa, sehingga diperlukan suatu pendekatan yang dapat mengungkapkan secara detailsetiap temuan. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi.Suryadi (2010, hlm. 74) mencetuskan bahwa ada tiga tahapan dalam penelitian yang menggunakan kerangka penelitian desain didaktis (Didactical Design Research) yaitu yaitu tahap pertama analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran, tahap kedua analisis metapedadidaktik, dan tahap ketiga analisis retrosfektif. Tahap pertama merupakantahap penyusunan desain didaktis awal. Sebelum menyusun desain didaktis awal terlebih dahulu dilakukan repersonalisasi terhadap konsep volume limas dengan mengkaji berbagai literatur seperti buku-buku geometri dan berbagai pembuktian formal dalam konstruksi volume limas. Selanjutnya berdasarkan pada hasil repersonalisasi dan dengan mempertimbangkan berbagai teori belajar yang relevan maka terlebih dahulu disusunlah suatu learning trajectory untuk konsep volume limas seperti pada Gambar 2 berikut.
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
34
Gambar 2. Learning trajectory awal Berdasarkan learning trajectory di atas disusunlah suatudesain desain didaktis kon konsep volume limas yang terdiri atas 9 situasi didaktis yaitu (1) situasi didaktis mengenai tinggi dan rusuk tegak pada limas, (2) mengenai volume kubus, (3) mengenai volume prisma, (4) konstruksi volume limas persegi, (5) permasalahan volume limas persegi, (6) permasalahan volume limas segitiga siku siku-siku, (7) konstruksi volume limas segitiga gitiga siku-siku, siku siku, (8) permasalahan volume limas segitiga siku siku-siku, (9) formulasi rumus volume limas. Setiap situasi didaktis di atas diberikan kepada siswa dalam bentuk lembar kegiatan siswa (LKS). Untuk beberapa situasi didaktis selain LKS digunakan juga jug alat peraga sebagai bentuk penyesuaian terhadap kemampuan berpikir siswa SMP yang masih dalam tahap berpikir konkrit. Gambar 3 dan Gambar 4 berikut erikut adalah salah satu gambaran mengenai situasi didaktis 4 yaitu konstruksi volume limas persegi beserta dengan alat peraga yang digunakan.
Gambar 3. LKS konstruksi volume limas persegi
Jurnal Pendidikan Matematika ematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
35
Gambar 4. Alat peraga limas persegi Dalam tahap pertama ini, selain menyusun menyusu desain didaktis awal juga disusun suatu rancangan yang berisikan mengenai prediksi berbagai respon siswa beserta antisipasinyauntuk untuk setiap situasi didaktis yang telah disusun. Hal ini sebagai bentuk dari Antisipasi Didaktis dan Pedagogis (ADP). Gambar 5 berikut merupakan gambaran mengenai pre prediksi diksi respon serta antisipasi yang dirancang untuk situasi didaktis daktis 4 mengenai konstruksi volume limas persegi.
Gambar 5. Prediksi dan antisipasi respon Selanjutnya pada tahap kedua yakni analisis metapedadidaktik dilakukan ketika desain didaktis awal diimplementasikan. Adapun ddesain didaktis ini diimplementasikan kepada siswa kelas VIII pada salah satu SMP Negeri di Kota Bandung. Analisis metapedadidaktik merupakan analisis terhadap rangkaian situasi didaktis yang berkembang di kelas, analisis situasi belajar sebagai respon siswa atas situasi didaktis ktis yang dikembangkan, serta analisis analisis interaksi yang berdampak terhadap terjadinya perubahan situasi didaktis maupun belajar (Suryadi, hlm. 74, 2010). Tahap ketiga yaitu analisis yang mengaitkan antaraADP antara dandesain didaktis awal dengan hasil analisis metapedadidaktik. pedadidaktik. Berdasarkan analisis yang dilakukan pada tahap ketiga dapat diperoleh bagaimana bentuk dari learning trajectory yang dialami siswa dalam mengkonstruksi volume Jurnal Pendidikan Matematika ematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
36
limas. Kemudian learning trajectory inidapat dijadikan sebagai acuan dalam menyusun desain didaktis baru yakni desain didaktis revisi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk menyusun suatu desain didaktis konsep volume limas yang berdasarkan pada learning trajectory yang dimiliki siswa. Learning trajectoryyang dilalui siswa dalam mengkonstruksi volume limas dapat dilihat dari bagaimana proses berpikir siswa terhadap desain didaktis yang telah disusun. Apakah situasi-situasi didaktis yang telah disusun ini dapat membantu proses berpikir siswa dalam mengkonstruksi volume limas? Kemudian apakah situasi didaktis yang satu mampu membantu proses berpikir siswa dalam situasi didaktis lainnya? Untuk mengetahui proses berpikir siswa tersebut maka dapat dilakukan dengan menganalisis setiap respon siswa terhadap setiap situasi didaktis yang telah disusun. Situasi-situasi didaktis pada desain didaktis awal disusun dengan tujuan utama pembelajaran yaitu mengkonstruksi volume limas. Dalam rangka mencapai tujuan utama tersebut, penulis merancang beberapa kegiatan utama untuk pembelajaran konsep volume limas ini. Kegiatan utama yang dimaksud yaitu konstruksi volume limas persegi, konstruksi volume limas segitiga, dan formulasi rumus volume limas. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa desain didaktis awal ini terdiri atas 9 situasi didaktis. Situasi didaktis 1 sampai 5 disusun sebagai bagian dari kegiatan konstruksi volume limas persegi. Kemudian situasi didaktis 6,7 dan 8 disusun sebagai bagian dari proses konstruksi volume limas segitiga dan situasi didaktis 9 sebagai bagian dari proses formulasi rumus volume limas. Respon siswa pada situasi didaktis 1 mengenai tinggi dan rusuk tegak pada limas dapat dikatakan hampir seragam yakni siswa mengalami kesulitan dalam menentukan tinggi dan rusuk tegak limas. Respon ini merupakan respon yang telah penulis prediksi sehingga antisipasi pun diberikan sesuai dengan yang telah direncanakan. Antisipasi yang diberikan ternyata cukup efektif karena siswa mampu mengerjakan situasi didaktis 1 dengan lancar. Pada situasi didaktis 2 mengenai menghitung volume kubus hampir seluruh siswa mampu mengerjakannya dengan tepat. Hal ini berarti situasi didaktis 2 juga dapat berjalan dengan lancar. Kemudian pada situasi didaktis 3 mengenai menghitung volume prisma para siswa umumnya mengalami kesulitan dalam menghitung luas alas dari prisma yang berbentuk segitiga. Bentuk-bentuk kesulitan dalam menghitung segitiga pun cukup beragam namun setelah dianalisis lebih lanjut ternyata siswa kesulitan dalam menentukan tinggi dari segitiga. Penulis tidak memprediksikan bahwa siswa akan mengalami kesulitan dalam menentukan tinggi segitiga karena konsep luas segitiga sudah lama dipelajari siswa yaitu pada saat kelas VII, sehingga antisipasi yang diberikan terhadap respon ini merupakan antisipasi yang spontan. Meskipun demikian situasi didaktis 3 tetap dapat berjalan dengan lancar. Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
37
Situasi didaktis 1 dan 2 sebenarnya untuk membantu siswa dalam situasi didaktis 4 mengenai konstruksi volume limas persegi, karena dalam mengkonstruksi volume limas persegi siswa dituntut untuk dapat menentukan tinggi limas serta dapat menghitung volume kubus. Ternyata situasi didaktis 1 dan 2 mampu membantu siswa dalam situasi didaktis 4, hal ini terlihat dari tidak ditemukannya siswa yang mengalami kesulitan dalam menentukan tinggi limas serta saat menghitung volume kubus. Namun ternyata kesulitan justru dialami oleh sebagian besar siswa pada saat menentukan hubungan antara volume kubus dengan volume limas persegi. Respon ini sebenarnya sesuaidengan apa yang telah penulis prediksi. Antisipasi pun dilakukan sesuai dengan yang telah direncanakan. Namun ternyata antisipasi tersebut hanya berjalan dengan lancar pada siswa-siswa yang kemampuan berpikirnya terbilang cepat. Sedangkan bagi siswa yang kemampuan berpikirnya tidak begitu cepat, antisipasi tersebut perlu disampaikan secara berulang-ulang. Hal ini ternyata disebabkan karena konsep siswa terhadap perbandingan antara volume bangun ruang itu sendiri masih belum terbentuk secara utuh. Jadi ketika diberikan situasi didaktis 4 ini ada proses berpikir siswa yang terlewat sehingga menyebabkan sebagian besar siswa kesulitan dalam mengikuti situasi didaktis ini. Meskipun antisipasi yang diberikan membutuhkan waktu yang cukup lama namun kesulitan yang dialami siswa dalam situasi didaktis 4 ini tergolong masih dapat teratasi. Selanjutnya pada situasi didaktis 5 mengenai permasalahan volume limas persegi, respon siswa yang muncul sesuai dengan apa yang telah diprediksikan. Namun yang menjadi kendala dalam situasi didaktis 5 ini adalah keterbatasan waktu, sehingga tidak semua respon siswa dapat diberikan antisipasinya. Tetapi sebagian besar siswa sebenarnya sudah dapat mengaplikasikan konsep volume limas persegi yang diperolehnya pada situasi didaktis 4 sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan pada situasi didaktis 5 ini. Pada situasi didaktis 6 mengenai permasalahan volume limas segitiga siku-siku respon siswa yang muncul sesuai dengan apa yang telah diprediksi, yakni siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan ini. Respon tersebut tidaklah mengherankan karena para siswa memang belum belajar mengenai konstruksi volume limas segitiga siku-siku, disamping itu hal ini mengindikasikan bahwa memang mempelajari konstruksi volume limas persegi saja belum cukup udah membantu proses berpikir siswa agar sampai pada tahap formulasi rumus volume limas. Melihat respon siswa yang seperti ini membuat penulis memutuskan untuk mengajak siswa langsung ke situasi didaktis 7 yakni konstruksi volume limas segitiga siku-siku. Proses berpikir yang diperlukan dalam situasi didaktis 7 ini sebenarnya mirip dengan proses berpikir pada situasi didaktis 4 mengenai konstruksi volume limas persegi. Pada situasi didaktis 7 siswa juga dituntut untuk dapat menentukan tinggi limas yang bersesuaian, menghitung volume prisma, dan menentukan hubungan antara volume limas dengan volume prisma segitiga siku-siku. Jadi apa yang siswa peroleh dalam situasi didaktis 1 dan 3 kembali digunakan pada situasi didaktis ini. Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
38
Berdasarkan respon yang muncul, secara umum ternyata kesulitan siswa terjadi pada saat menghitung volume prisma yaitu pada saat menentukan luas alas prisma. Sebelumnya kesulitan semacam ini juga pernah muncul pada situasi didaktis 3 yakni siswa sama-sama kesulitan dalam menghitung luas segitiga. Namun memang pada situasi didaktis 7 jumlah siswa yang mengalami kesulitan ini jauh lebih sedikit dibandingkan pada saat situasi didaktis 3. Terulangnya kembali kesulitan yang sama ini bukan disebabkan karena antisipasi yang diberikan pada situasi didaktis 3 tidak membantu melainkan karena rentang antara situasi didaktis 3 dan 7 cukup jauh, sehingga menyebabkan siswa lupa kembali mengenai konsep luas segitiga. Pada rencana awal seharusnya setelah siswa mampu menyelesaikan situasi didaktis 7 maka siswa diberikan situasi didaktis 8, namun melihat bahwa situasi didaktis 6 pun belum terselesaikan serta waktu yang terbatas maka penulis memutuskan untuk merubah rencana awal tersebut. Dengan mempertimbangkan bahwa situasi didaktis 6 dan 8 sama-sama mengenai permasalahan volume limas segitiga siku-siku serta tingkat kesulitan yang sama maka diputuskan bahwa situasi didaktis 8 digantikan dengan situasi didaktis 6. Jadi setelah siswa menyelesaikan situasi didaktis 7, siswa kembali mengerjakan situasi didaktis 6. Semua respon siswa yang muncul pada situasi didaktis 6 merupakan respon yang telah penulis prediksi. Antisipasi yang diberikan pun dapat berjalan dengan lancar namun memang karena keterbatasan waktu sehingga tidak semua respon siswa dapat diberikan antisipasinya. Situasi didaktis 4 dan 7 mengenai konstruksi volume limas persegi dan limas segitiga sikusiku ditujukan untuk membantu siswa dalam memformulasikan rumus volume limas pada situasi didaktis 9.Berbagai respon yang telah diprediksi muncul dalam situasi didaktis ini,kesalahan yang dilakukan siswa terbilang cukup beragam. Meskipun demikian setelah diberikan antisipasi para siswa pada akhirnya mampu memformulasikan rumus volume limas dengan benar. Berdasarkan hasil dari analisis setiap respon siswa terhadap setiap situasi didaktis yang telah disusun, diperoleh beberapa temuan baruberkaitan dengan tahapan berpikir yang dilalui siswa dalam mengkonstruksi volume limas. Tahapan berpikir atau alur perkembangan siswa merupakan salah satu bagian dari learning trajectory. Adapun tahapan berpikir tersebut yaitu (1) Membandingkan secara langsung antara volume limas dengan volume bangun ruang lainnya, (2) Menentukan perbandingan antara volume bangun ruang, (3) Konstruksi beberapa volume limas, (4) Formulasi rumus volume limas. Meskipun dalam desain didaktis awal tidak ada situasi didaktis yang dirancang untuk membangun tahapan berpikir (1) dan (2) di atas, namun situasi-situasi didaktis yang disusun pada desain didaktis awal beserta dengan antisipasi yang diberikan dapat dikatakan sudah mampu membantu proses berpikir siswa dalam memformulasi rumus volume limas. Akan tetapi agar proses pembelajaran dapat semakin optimal maka tahapan berpikir (1) dan (2) dapat dijadikan sebagai tambahan situasi didaktis pada desain didaktis revisi. Selain itu melihat bahwa situasi Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
39
didaktis satu ternyata mempengaruhi situasi didaktis lainnya, maka untuk semakin mengefektikan waktu pembelajaran perlu diadakan beberapa perubahan dalam urutan situasi didaktis yang diberikan. Dalam menyusun desain didaktis revisi sama halnya seperti pada saat menyusun desain didaktis awal terlebih dahulu dibuat learning trajectory revisi seperti pada Gambar 6 di bawah ini.
Gambar 6. Learning trajectory revisi
Berdasarkan learning trajectory revisi di atas maka disusunlah suatu desain didaktis revisi yang terdiri atas 8 situasi didaktis yaitu (1) situasi didaktis mengenai tinggi dan rusuk tegak limas, (2) perbandingan pada bangun ruang, (3) konstruksi volume limas persegi, (4) permasalahan volume limas persegi, (5) menghitung volume prisma, (6) konstruksi volume limas segitiga sikusiku, (7) permasalahan volume limas segitiga siku-siku, (8) formulasi rumus volume limas. Perubahan paling menonjol dalam desain didaktis revisi adalah adanya tambahan situasi didaktis mengenai perbandingan pada bangun ruang. Adapun gambaran dari situasi didaktis tersebut yaitu pada Gambar 8 berikut.
Gambar 8. Situasi didaktis 2 revisi
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
40
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Desain didaktis awal konsep volume limas terdiri atas tiga kegiatan utama yaitu proses konstruksi volume limas persegi, konstruksi volume limas segitiga dan terakhir formulasi rumus volume limas. Pada desain didaktis ini, dalam mengkonstruksi volume limas penulis menggunakan bantuan alat peraga untuk menyesuaikan dengan level berpikir konkret siswa SMP.
2. Berdasarkan hasil implementasi ternyata desain didaktis awal yang disusun mampu membantu proses berpikir siswa dalam konstruksi volume limas. Hal ini mengindikasikan bahwa learning trajectory yang disusun sudah mendekati learning trajectory yang dimiliki siswa dalam konstruksi volume limas.
3. Beberapa perubahan yang terdapat pada desain didaktis revisi yaitu situasi didaktis menghitung volume kubus digantikan dengan situasi didaktis mengenai perbandingan pada bangun ruang, kemudian situasi didaktis menghitung volume prisma menjadi diberikan sebelum situasi didaktis konstruksi volume limas segitiga, lalu situasi didaktis permasalahan volume limas segitiga berubah dari 2 situasi didaktis menjadi 1 situasi didaktis. Berdasarkan pada pengalaman serta kendala-kendala yang telah dialami selama penelitian ini, berikut beberapa saran yang dapat penulis sampaikan. 1.
Sebaiknya ada tahap pra-implementasi untuk menambah pengalaman serta pengetahuan peneliti mengenai kondisi pembelajaran sebenarnya di lapangan. Respon yang diberikan siswa pada saat pra-implementasi dapat menjadi masukan yang sangat berharga dalam memperbaiki desain didaktis yang telah dirancang sehingga desainnya dapat semakin efektif.
2.
Sebelum melakukan implementasi sebaiknya dipastikan terlebih dahulu bahwa siswa telah memahami semua materi prasyarat yang diperlukan. Jika materi prasyarat tidak memungkinkan untuk diberikan pada saat pembelajaran, salah satu alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan menjadikannya sebagai tugas.
3.
Pemberian antisipasi respon dapat dilakukan dalam diskusi kelas namun sebelumnya pastikan terlebih dahulu bahwa jawaban setiap siswa telah diperiksa, sehingga setiap respon dapat diantisipasi.
4.
Sebaiknya ada uji coba terhadap desain didaktis revisi untuk mengetahui keefektifan desain didaktis revisi dibandingkan dengan desain didaktis awal.
DAFTAR PUSTAKA Abdussakir. (2011) Pembelajaran Geometri Sesuai Teori Van Hiele. [Online]. Tersedia di: http://abdussakir.wordpress.com/2011/02/09/pembelajaran-geometri-sesuai-teori-van-hielelengkap. [18 Februari 2014] Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
41
Agus, N.A. (2007) Mudah Belajar Matematika 2 : untuk kelas VIII Sekolah Menengah Pertama. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Brousseau, G. (2002) Theory of Didactical Situation in Mathematics. New York: Kluwer Academic Publisher. Clements, D. H. dan Sarama, J. (2009) Learning and Teaching Early Math (The Learning Trajectories Approach). New York: Routledge. Dewi, N. dan Wahyuni, T. (2008) Matematika Konsep dan Aplikasinya : untuk SMP Kelas VIII. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Rahaju, E.B. dkk. (2008) Contextual Teaching and Learning : Sekolah Menengah Pertama Kelas VIII. Edisi 4. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Sulistiawati. (2012) Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Penalaran Matematis pada Materi Luas dan Volume Limas. Tesis : Tidak diterbitkan. Suratno, T. (2009) Memahami Kompleksitas Pengajaran-Pembelajaran dan Kondisi Pendidikan dan
Pekerjaan
Penulis.
[Online].
Tersedia
di:
http://the2the.com/eunice/document/TSuratno_complex_syndrome.pdf. [8 Desember 2012] Suryadi, D. (2010) Metapedidaktik dan Didactical Design Research (DDR): Sintesis Hasil Pemikiran Berdasarkan Lesson Study, dalam Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. Bandung: FPMIPA UPI. Suryadi, D. (2010) Menciptakan Proses Belajar Aktif : Kajian dari Sudut Pandang Teori Belajar dan Teori Didaktik. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika UNP . Bandung: Tidak diterbitkan. Suryadi, D. (2011) Landasan Teoritik Pembelajaran Berpikir Matematik.[Online]. Tersedia di : http://didi-suryadi.staf.upi.edu/tulisan/ . [23 Februari 2014] Suryadi, D dan Suratno, T. (2013) Metapedidaktik dan Didactical Design Research (DDR) dalam Implementasi Kurikulum Praktik Lesson Study. Hand-out Seminar. Surabaya: tidak diterbitkan. Usdiyana, D. (2010) Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan Transisi dari Aritmetika ke Aljabar. Bandung : FPMIPA UPI.
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
42