DEPENDENCY THEORY, GLOBALISASI, DAN PASAR TENAGA KERJA
DISUSUN UNTUK TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER
Penyusun : Nama
:
Pulung Septyoko
Nim
:
21545
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sosiologi 2008
Dependency Theory. Dependency Theory yang dikemukakan Marx, secara garis besar mempunyai tiga pokok pernyataan. Yang pertama adalah pernyataan bahwa negara berkembang adalah pasar bagi negara maju, hal itu didasarkan dengan tidak adanya aturan yang melarang masyarakat negara berkembang untuk menikmati barang hasil produksi negara maju, sehingga menciptakan konsumen bagi produk negara maju dan semakin meningkatkan pendapatan negara maju. Yang kedua, negara maju terus mempertahankan kemandiriannya (atau ketidak tergantungannya) terhadap negara lain. Dilakukan dengan berbagai cara, seperti kebijakan ekonomi, kontrol media, politik, perbankan, pendidikan, budaya, dan hal-hal yang menyangkut peningkatan sumber daya manusia. Sebagai contoh, politik dumping, peningkatan sumber daya manusia lewat pendidikan yang bertujuan menciptakan warga negara pencipta inovasi baru yang meningkatkan ketergantungan negara-negara berkembang terhadap inovasi-inovasi baru tersebut. Yang ketiga, negara maju selalu mencoba mencegah usaha melepaskan diri dari ketergantungan oleh negara-negara berkembang, yang hampir selalu memiliki ketergantungan pada produk-produk negara maju, dan dalam waktu yang bersamaan, berusaha untuk tidak menjadi negara yang memiliki ketergantungan pada negara lain. Hal tersebut dilakukan melalui jalan politik, ekonomi, hingga peperangan. Sebagai contoh, usaha Amerika untuk "melindungi diri" dari ketergantungan pada impor baja dari China dan Rusia pada tahun 2002 dengan mengeluarkan kebijakan pemberlakuan tarif impor baja.
Globalisasi. Globalisasi yang merupakan keadaan dimana kegiatan yang awalnya bersifat lokal menjadi bersifat global (mendunia), dalam kasus kali ini, buah dari globalisasi yang akan diangkat adalah perdagangan bebas. Perdagangan bebas menciptakan keadaan dimana masyarakat atau pemerintah negara berkembang tidak dapat menolak kehadiran produk asing ke dalam negaranya. Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa globalisasi yang menciptakan perdagangan bebas
dapat menjadi sebuah jalan untuk meningkatkan ketergantungan dari masyarakat negara berkembang terhadap produk dari negara maju.
Pasar Tenaga Kerja. Di sisi lain, kenyataannya negara maju secara tidak langsung mengalami ketergantungan kepada negara berkembang. Selain ketergantungan keberadaan pasar bagi produk mereka, banyak hal yang dibutuhkan industri negara maju dari negara-negara berkembang. Sebagai contoh adalah sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang murah. Bukan rahasia lagi kalau negara berkembang adalah sumber mudah tenaga kerja murah untuk industri negara maju. Bukan hanya dikarenakan negara berkembang memiliki banyak penduduk, akan tetapi juga disebabkan sedikitnya jumlah penduduk negara maju kalau dibandingkan dengan jumlah lapangan kerja yang tercipta, belum lagi disokong dengan semakin tingginya tingkat pendidikan masyarakat negara maju yang mengakibatkan upah tenaga kerja di negara maju secara umum menjadi lebih tinggi daripada di negara berkembang. Banyak industri-industri berbasis internasional menanamkan modalnya di negara berkembang, membuat pabrik, dan mempekerjakan masyarakat lokal untuk bekerja di pabrik tersebut. Ironisnya, barang hasil produksi pabrik dengan tenaga kerja dari masyarakat lokal negara berkembang, akhirnya kembali di jual ke pasar di negara berkembang tersebut. Ditambah dengan pasar bebas buah karya globalisasi,
kemungkinan
penjualan
barang-barang
tersebut
ke
negara
berkembang lain yang memiliki hasil produksi berbeda, akan terbuka lebar. Jadi bisa dikatakan ada empat faktor yang mendorong negara berkembang menjadi pasar tenaga kerja bagi industri-industri negara maju. Yang pertama adalah kepemilikan warga negara yang banyak dengan tingkat kelahiran yang tinggi di negara berkembang, yang kedua adalah faktor sedikitnya jumlah tenaga kerja di negara maju yang mau dibayar murah, yang ketiga adalah kebutuhan tenaga kerja murah untuk industri negara maju dan yang terakhir adalah kebutuhan lapangan kerja untuk menekan pengangguran di negara berkembang.
Keadaan seperti ini sebetulnya tidak hanya terjadi dalam kehidupan lintas negara, dalam kehidupan dalam negeri Indonesia pun, banyak terjadi hal yang mirip, seperti keadaan dimana di Jakarta dan kota-kota besar lainnya terdapat banyak industri yang membutuhkan tenaga kerja. Walau dikatakan pengangguran juga banyak di sana, akan tetapi kebanyakan mereka yang berpendidikan tinggi memilih untuk menganggur daripada harus bekerja menjadi karyawan industri yang gajinya kecil, oleh karena itu banyak karyawan dari pabrik-pabrik industri berasal dari desa atau pedalaman karena tidak banyak lapangan kerja di daerah asalnya, walau mungkin tetap saja industri tersebut adalah industri skala internasional yang pemodalnya berasal dari negara maju. Walau terlihat seperti negara maju mengeksploitasi negara berkembang, ada kemungkinan bisa berubah menjadi sebuah jalan bagi negara maju untuk memperbaiki sumber daya manusianya. Memang salah satu tujuan industri negara maju mengambil tenaga kerja dari negara berkembang adalah untuk mendapatan tenaga kerja yang murah. Salah satu penyebab tenaga kerja tersebut murah adalah karena terbatasnya kemampuan dan pendidikan yang dimilikinya. Akan tetapi, untuk memaksimalkan hasil produksi, para pemilik industri tersebut akan terpaksa "melatih" para pegawainya secara tidak langsung supaya hasil produksinya memenuhi standard yang berlaku, sehingga dapat diekspor ke negara lain. Kalau ditilik kebelakang, pada sekitar era tahun 1800-an, Belanda yang menjajah Indonesia menerapkan sistem tanam paksa. Hal ini disebabkan kebutuhan Belanda pada sumber daya alam yang ada di Indonesia, hasil dari tanam paksa tersebut dipergunakan untuk kepentingan perang dan meningkatkan kekayaan Belanda. Hingga pada akhirnya karena kritik dari para kaum humanis muncul sistem politik etis (Ethical Policy - ‘Ethische Politiek) yang juga dikenal sebagai politik balas budi. Inti dari kebijakan tersebut adalah Belanda bertanggung jawab pada kesejahteraan warga Hindia-Belanda. Ada tiga poin yang dilakukan pada sistem tersebut yaitu irigasi, migrasi, dan edukasi. Walau berlabel "meningkatkan kesejahteraan", salah satu tujuan Belanda menyediakan sarana pendidikan di Hindia-Belanda pada waktu itu adalah untuk menyediakan sumber daya manusia
yang dapat dipekerjakan di wilayah birokrasi tingkat rendah. Akan tetapi, dari beberapa kalangan yang mendapat pendidikan tersebut, mereka akhirnya dapat berfikir bagaimana caranya melawan belanda melalui jalan negosiasi, hingga akhirnya Belanda seperti melahirkan benih baru kalangan "pemberontak" keberadaan Belanda di Hindia-Belanda pada masa itu. Kalau dibandingkan sekarang, negara maju yang membutuhkan sumber daya manusia dari "pasar tenaga kerja" di negara berkembang, mau tidak mau harus mendidik para pegawainya agar dapat bekerja memenuhi standar yang ada. Hal tersebut bertujuan supaya hasil dari produksi dapat maksimal dan memenuhi standar ekspor internasional. Sama seperti seratus tahun yang lalu, apabila pada masyarakat lokal dapat mempergunakan dengan baik "pendidikan" dari negara maju tersebut, bukan tidak mungkin nanti akan ada saatnya masyarakat dapat terlepas dari ketergantungan terhadap produk-produk asing.
Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah, globalisasi yang semakin membuka batas antar negara, menciptakan kesempatan bagi negara maju untuk semakin mengokohkan pengaruhnya pada negara-negara berkembang. Pada saat yang sama, juga dapat meningkatkan ketergantungan negara berkembang pada produk-produk negara maju. Di lain sisi, negara maju yang membutuhkan sumber daya manusia murah, memiliki "ketergantungan terselubung" pada pasar tenaga kerja di negara berkembang. Ketergantungan terselubung ini sedikit banyak memaksa negara maju untuk mendidik pegawai di negara berkembang agar dapat memenuhi standar hasil industri. Apabila keadaan ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal negara-negara berkembang, bukan tidak mungkin masyarakat negara berkembang tersebut nantinya dapat menciptakan industri sendiri yang menciptakan produk pengganti hasil industri negara maju sebelumnya.
Pulung Septyoko 06/195507/SP/21545 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Gadjah Mada
File pdf dari paper ini dapat didownload di: http://pikokola.wordpress.com/files/2008/10/dependency-theory-dan-globalisasi.pdf