DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (SCIENCE EDUCATION DEVELOPMENT CENTRE) JL. DIPONEGORO NO.12, TELP. (022) 4231191, FAX. (022) 4207922 BANDUNG 40115 2007
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB II IPA, TEKNOLOGI, DAN PENERAPANNYA
3
A. Hakikat IPA
3
B. Hakikat Teknologi
3
C. Hubungan IPA dan Teknologi
4
D. Penerapan IPA dan Teknologi
4
E. Implikasi IPA dan Teknologi dalam Pembelajaran IPA
5
BAB III ACUAN TEKNIK BERPIKIR DALAM IPA
7
A. Prinsip Segitiga Pengkajian Alam
7
B. Indikator Alam
9
C. Menafsirkan Fenomena Alam
10
BAB IV IMPLEMENTASI KETERAMPILAN DAN TEKNIK BERPIKIR DALAM IPA
17
A. Keterampilan dan Teknik Berpikir dalam Percobaan IPA
17
B. Keterampilan dan Teknik Berpikir dalam Pembelajaran IPA dengan
34
Carta
37
C. Keterampilan dan Teknik Berpikir dalam Pembelajaran IPA di Lingkungan
43
BAB V RANGKUMAN
44
BAB VI EVALUASI
46
GLOSARIUM
47
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Diagram Segitiga Pengkajian Alam
7
Gambar 2.
Diagram interkasi terpusat dan interaksi berantai.
9
Gambar 3.
Percobaan pengaruh pembakaran terhadap volume udara dalam bejana.
Gambar 4.
12
Susunan alat yang tidak cocok untuk percobaan air memuai bila dipanaskan.
13
Gambar 5.
Gelembung udara dalam pipa air penyipat datar (waterpass).
14
Gambar 6.
Percobaan pembakaran memerlukan udara.
15
Gambar 7.
Percobaan udara untuk menyelidiki arah gerak udara panas.
19
Gambar 8.
Pengungkit
25
Gambar 9.
Serangga dan bukan serangga.
32
Gambar 10.
Tiga zat yang akan diuji kemampuannya dalam mengindikasikan ada atau tidak adanya amilum pada bahan makanan. Contoh carta untuk mempelajari adaptasi morfologi.
33
iii
BAB I PENDAHULUAN
Keterampilan berpikir yang umumnya digunakan di SD meliputi keterampilan mengklarifikasi (memperjelas) masalah, mengajukan dugaan (hipotesis), menentukan yang harus diamati, mengurutkan objek (benda, zat, makhluk hidup, atau energi), menyusun format pencatatan data, mencari persamaan dan perbedaan, menafsirkan, menyusun pembahasan, dan menyimpulkan. Keterampilan-keterampilan berpikir tersebut akan
tersusun
dalam
kegiatan
mengkaji
hubungan
sebab-akibat,
korelasi,
pengelompokkan (generalisasi dan klasifikasi), serta pengujian zat yang terkandung dalam suatu bahan.
Keterampilan berpikir adalah kemahiran seseorang dalam menghasilkan suatu pemikiran yang baik dan tepat. Potlot ditangan orang yang tidak terampil menggambar tidak akan menghasilkan gambar yang bagus, sebaliknya jika berada di tangan orang yang terampil menggambar, akan menghasilkan gambar yang bagus. Jika ingin terampil menggambar, siswa harus berlatih menggambar terus-menerus, sehingga ia dapat terampil menggambar. Sama seperti keterampilan menggambar, katerampilan berpikir perlu dilatihkan pada siswa, agar siswa terampil berpikirnya. Teknik berpikir adalah cara berpikir yang sudah bersifat teknis (berupa dasarnya saja, dapat diterapkan dan dikembangkan sendiri). Keterampilan berpikir memerlukan kemampuan menggunakan teknik berpikir yang sesuai dengan disiplin ilmu yang digunakan, karena itu dalam modul ini dibahas keterampilan dan teknik berpikir. Perlu dipahami bahwa peningkatan keterampilan berpikir perlu dilakukan oleh siswa melalui latihan terus-menerus dengan menggunakan teknik berpikir, karena itu, guru tidak akan dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa dengan baik, jika teknik berpikir dalam IPA tidak dikuasai guru.
Dalam modul ini, IPA dan Teknologi akan dibahas lebih dahulu, kemudian dibahas prinsip segitiga pengkajian alam. Kedua materi ini merupakan materi dasar yang dijadikan dasar teknik berpikir. Dalam Ipa dan Teknologi dijelaskan mengenai perbedaan
1
konsep-konsep IPA dasar, IPA terapan, dan teknologi. Dengan memahami perbedaan ini diharapkan dapat dipahami bahwa konsep-konsep IPA dibangun dari alam riil, karena itu memahami IPA tidak dapat hanya mempelajari konsepnya (pengetahuannya) saja, tetapi harus disertai dengan memahami alam riilnya. Dalam pembelajaran dengan percobaan atau di lingkungan diharapkan agar rekan-rekan guru berpikir realistis, sesuai dengan kenyataan. Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataannya (dalam percobaan atau di lingkungan) ada faktor-faktor yang berpengaruh yang tidak terdapat dalam konsep, tetapi ada dan harus diperhatikan. Yang terahir adalah bahwa konsep-konsep IPA digunakan dalam menjelaskan cara kerja produk teknologi.
Keterampilan berpikir dan teknik berpikirnya yang merupakan materi inti dalam modul ini dibahas selanjutnya setelah kedua materi tersebut di atas. Dengan susunan seperti itu, modul ini diharapkan dapat membantu para pembaca memahami dan menggunakan keterampilan dan teknik berpikir dalam IPA untuk digunakan dalam pembelajaran IPA.
2
BAB II IPA, TEKNOLOGI, DAN PENERAPANNYA A. Hakikat IPA Ilmu dalam bidang IPA dan pemanfaatannya dapat kita bedakan dalam IPA dan teknologi. IPA dan teknologi mempelajari kajian yang sama, yaitu alam. Perbedaan keduanya terletak pada aspek yang dikajinya. Menurut Amor et al. (1988) ilmuwan IPA mencoba untuk memahami bagaimana alam bekerja dan mencoba mencari cara untuk mengendalikan alam. Ahli teknologi memanfaatkan penemuan IPA untuk membuat alat guna mengendalikan alam.
Konsep-konsep IPA terbentuk dari keingintahuan mengenai sesuatu yang belum diketahui orang, keingintahuan itu menuntun ke arah mencari prinsip atau teori yang dapat diperoleh dari hasil pengkajian, yaitu melalui percobaan. Pengkajian ini merupakan pengkajian yang tidak bermaksud untuk mencari kondisi atau proses optimal yang diharapkan, melainkan hanya untuk memenuhi penjelasan dari objek (benda atau energi) dan peristiwa alam. Para ilmuwan menempatkan IPA sebagai ilmu dasar bagi ilmu-ilmu terapan dan teknologi.
B. Hakikat Teknologi Teknologi merupakan cara (proses) atau alat (produk) untuk membantu orang menghasilkan sesuatu. Contohnya kompor minyak tanah merupakan hasil teknologi untuk membantu orang untuk menyalakan api yang besarnya dapat diatur, menempatkan alat pemasak yang tepat di atas api itu, dan relatif aman. Teknologi merupakan teknik menyusun objek untuk menghasilkan suatu proses yang diharapkan, membuat konstruksi di alam dan membuat alat untuk mengendalikan cara alam bekerja guna menghasilkan sesuatu yang diharapkan orang. Contoh teknik menyusun objek adalah pembuatan tape. Dalam pembuatan tape orang menempatkan (menyusun) ragi pada bagian-bagian tertentu dari singkong, lalu diperhitungkan berapa gram ragi untuk sekian kg singkong, dimana ditempatkannya singkong tersebut, berapa lama singkong itu menjadi tape, dan sebagainya. Penempatan ragi, pemilihan
jenis singkong dan jenis ragi, perhitungan
3
berapa gram ragi untuk sekian kg singkong, ditempatkan di mana, dan berapa lama menjadi tapenya merupakan kegiatan teknologi. Contoh teknologi untuk konstruksi alam adalah sengkedan, membuat sengkedan merupakan kegiatan teknologi. Ahli pertanian memperhitungkan kemiringan lereng yang akan dibuat sengkedan, kedalaman dan keluasan sengkedan, dan faktor-faktor lain yang perlu diperhitungkan. Contoh teknologi untuk alat adalah setrika listrik, setrika arang, kompor minyak tanah, dan banyak lagi alat-alat yang lain. Kegiatan teknologi melibatkan konsep-konsep IPA dan perhitungan (matematik).
C. Hubungan IPA dan Teknologi Teknologi dapat dibentuk dari IPA, tetapi dapat juga terbentuk tanpa IPA. Teknologi tanpa IPA dapat diibaratkan sebagai mobil yang mesinnya hidup dan bergerak maju, tetapi tanpa sopir. Betapa berbahayanya mobil itu, karena dapat menabrak apa saja yang ada di depannya. Jika ada sopir di dalam mobil itu, sopir akan mengendalikan mobil, sehingga mobil itu aman dan bermanfaat bagi manusia, sopir itulah IPA. Jadi, IPA ada dalam teknologi dan mengendalikan teknologi, sehingga teknologi aman dan bermanfaat bagi manusia. Prinsip-prinsip dan teori-teori IPA dasar dan pengendalian alam dari IPA terapan digunakan dalam teknologi untuk menyusun objek-objek, membuat konstruksi di alam, dan membuat alat untuk mengendalikan cara alam bekerja.
D. Penerapan IPA dan Teknologi Aplikasi konsep-konsep IPA ditujukan untuk mengendalikan alam. Konsep-konsep IPA umumnya belum dapat diaplikasikan secara langsung untuk mengendalikan (mengelola) alam, karena di alam riil ada variasi-variasi yang tidak dapat diabaikan. Untuk pengendalian alam diperlukan percobaan (penelitian), agar aplikasi konsep yang tepat dapat diketahui. Dari percobaan itulah konsep-konsep penerapan IPA dibentuk untuk keperluan mengendalikan alam.
Alam yang dikendalikan ada yang terdapat dalam bentuk alat-alat (produk teknologi) dan ada yang terdapat di lingkungan. Alat-alat dibuat dari bahan-bahan alam dari jenis dan kondisi yang sama dan digunakan pada kondisi dan situasi lingkungan yang relatif sama,
4
sehingga proses dan hasil pengendalian alamnya pun relatif sama. Dengan demikian prinsip-prinsip IPA dalam teknologi dapat digunakan relatif tepat sama untuk setiap alat yang sama. Jika dalam alat-alat hampir tidak ada variasi alam, di lingkungan banyak variasi alam yang tidak dapat dihindarkan. Akibatnya prinsip-prinsip IPA terapan yang digunakan di lingkungan pada suatu tempat dan waktu tertentu tidak begitu dapat digunakan pada tempat dan waktu yang berbeda. Dengan demikian pengendalian alam di lingkungan lebih bervariasi, karena prinsip-prinsipnya perlu diuji pada setiap tempat dan waktu yang berbeda. Walaupun prinsip-prinsip IPA yang diperlukan untuk pengendalian alam itu sudah diujicoba melalui penelitian, tidak berarti bahwa prinsip-prinsip IPA dapat diterapkan secara langsung dengan tepat, karena variasi alam dapat menyebabkan proses dan hasil penerapan itu berbeda. Oleh karena itu, di lingkungan, bahkan juga dalam pembuatan alat, percobaan (penelitian) tetap diperlukan untuk mencari perlakuan atau tindakan yang tepat dalam pengendalian alamnya. Umumnya pengkajian penerapan IPA dilakukan untuk mencari perlakuan atau susunan benda yang interaksinya (saling mengerjakan) dapat menimbulkan kondisi atau proses optimal/maksimal seperti yang diharapkan. Pengkajian IPA ditujukan untuk mencari prinsip-prinsip dan tindakan pengendalian alam yang hasilnya dapat memenuhi harapan pengkaji. Hasil pengkajian penerapan IPA di lingkungan umumnya hanya digunakan untuk keperluan di tempat pengkajian itu dilakukan. Karena hasil pengkajian IPA di lingkungan kurang berlaku umum, hasil pengkajian di suatu tempat dan waktu tertentu hanya digunakan sebagai pembanding, penunjang, atau acuan perkiraan untuk pengkajian yang sama di tempat dan waktu yang berbeda. E. Implikasi IPA dan Teknologi dalam Pembelajaran IPA Pembelajaran penerapan konsep IPA dalam pembelajaran di kelas dengan menggunakan buku teks masih merupakan latihan menjelaskan dengan menggunakan konsep-konsep ideal pada objek dan fenomena yang ideal, yaitu yang mengabaikan faktor-faktor lain yang dalam kenyataannya ada dan berpengaruh dalam objek dan fenomena tersebut. Pembelajaran penerapan konsep dapat juga dilaksanakan dengan siswa menerapkan konsep-konsep IPA dalam percobaan di kelas atau di lingkungan. Penerapan konsep tersebut dilakukan dengan tidak membatasi pembahasan sebatas konsep-konsep IPA
5
dasar, melainkan dikembangkan untuk membentuk konsep-konsep yang digunakan untuk mengendalikan alam, yaitu dengan memasukkan faktor-faktor yang tidak dimasukkan dalam konsep IPA dasar, tetapi ada di alam riil yang ditemukan siswa. Kompetensi aplikatif yang diperoleh siswa dari hasil belajarnya dengan percobaan IPA di kelas atau di lingkungan dapat menempatkan siswa sebagai orang yang mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat di masyarakat dan di lingkungan alamnya dengan baik dan berguna bagi siswa dan masyarakat dan membekali siswa dengan konsep-konsep dan kompetensi yang berguna untuk belajar di sekolah yang lebih lanjut.
Pembelajaran IPA dalam teknologi merupakan pembelajaran mengenai penerapan IPA dalam teknologi. Pembelajaran itu tidak berarti mengganti mata pelajaran IPA dengan teknologi, melainkan memperdalam wawasan dan kompetensi siswa dalam menerapkan konsep-konsep IPA. Dalam pembelajaran IPA dalam teknologi itu, siswa belajar menerapkan konsep-konsep IPA dengan menjelaskan objek dan peristiwa alam yang dikendalikan oleh konstruksi alam atau alat. Kompetensi ini membantu siswa dalam menggunakan produk teknologi dan memperbaiki alat. Pembelajaran IPA dalam teknologi antara lain dilaksanakan dengan mengamati cara orang membuat sesuatu produk (misalnya membuat tape), mengamati konstruksi alam dan cara kerjanya (misalnya bendungan dan sengkedan tanah) dan alat (misalnya setrika). Sejauh mana siswa dapat menjelaskan teknologi di lingkungannya bergantung pada keterampilan berpikir siswa dan pengetahuan (konsep-konsep IPA) yang dipahaminya.
6
BAB III ACUAN TEKNIK BERPIKIR DALAM IPA
A. Prinsip Segitiga Pengkajian Alam Objek (benda mati, zat, makhluk hidup, atau energi)
di alam banyak jenisnya dan
bermacam-macam kondisinya. Objek-objek itu secara alamiah, atau melalui suatu perlakuan, berinteraksi (saling mengerjakan sesuatu) satu sama lain, sehingga menimbulkan fenomena (gejala atau peristiwa yang dapat diamati) atau peristiwa yang tidak teramati. Fenomena atau peristiwa tidak teramati dapat berupa sesuatu bentuk yang baru, seperti interaksi antara muatan positif pada awan yang satu dengan muatan listrik pada awan yang lainnya menyebabkan loncatan elektron. Fenomena yang teramati oleh kita dari loncatan elektron itu adalah kilat. Fenomena atau peristiwa yang tidak teramati dapat juga berupa perubahan keadaan atau situasi objek (hubungan antar objek atau keadaan objek di lingkungannya), misalnya daun yang asalnya segar menjadi layu, besi yang asalnya dingin menjadi panas, dan air yang menguap. Semua hal itu, objek, interaksi, dan peristiwa dipelajari dalam IPA. Penjelasan semua itu dilakukan dengan menggunakan parameter (variabel yang dapat diukur). Disamping itu variabel yang lain, seperti warna, kekasaran, dan lain-lain yang tidak ditunjukkan dengan ukuran digunakan untuk menambah penjelasan dalam IPA. Interaksi antar Objek
Objek
Peristiwa
Gambar 1. Diagram Segitiga Pengkajian Alam.
Setiap objek memiliki kondisi, zat-zat yang terkandung di dalamnya, dan sifat objek. Jika objek-objek itu ditempatkan sedemikian rupa, objek-objek akan berinteraksi, contohnya jika sebuah bola ditempatkan dalam air, bola akan berinteraksi dengan air, sehingga menimbulkan gaya ke atas oleh air pada bola. Interaksi antar objek menimbulkan peristiwa. Contohnya jika bola tersebut rapat massanya (massa jenisnya) lebih kecil
7
daripada air dan jika bola tersebut ditenggelamkan dalam air kemudian dilepas, air akan mengerjakan gaya ke atas pada bola, sehingga bola bergerak naik ke permukaan air. Dalam IPA, keadaan objek seperti panas dan berat dijelaskan dengan menggunakan parameter, agar tepat menunjukkan kondisi objek. Kondisi objek seperti panas dan dingin tidak menunjukkan kondisi objek yang tepat. Oleh karena itu, untuk menunjukkan panasdinginnya benda orang menggunakan parameter suhu dengan satuan yang dapat dipilih antara Celcius, Fahrenheit, Reamur, atau Kelvin. Kondisi objek dipelajari, karena dibutuhkan untuk menghasilkan suatu peristiwa yang diharapkan, misalnya untuk menggerakkan benda, atau membuat suatu produk. Kesalahan dalam memilih objek dan kondisinya dapat menyebabkan apa yang diharapkan tidak terjadi. Interaksi antar objek adalah sesuatu yang dikerjakan oleh 2 atau lebih benda yang disebabkan oleh kondisi atau kandungan tertentu dalam benda dan dinyatakan dengan parameter. Dua buah benda yang terpisah pada suatu jarak dapat saling tarik-menarik akibat benda itu bermassa, bermagnet, atau mengandung muatan listrik. Interaksi dapat juga terjadi akibat benda-benda bersinggungan. Contohnya sebuah bola dalam air berinteraksi dengan air, buku di atas meja berinteraksi dengan meja. Interaksi yang dipelajari dalam IPA umumnya merupakan interaksi antara 2 benda, contohnya hukum Archimedes dibentuk dari interaksi antara benda dan fluida, misalnya kayu dalam air; rumus gaya berat dibentuk dari interaksi antara benda (di permukaan atau di atas bumi) dengan bumi. Interaksi merupakan penyebab timbulnya perubahan pada benda atau energi. Daun menjadi layu, daging menjadi busuk, motor dapat bergerak, gempa bumi, dan semua peristiwa alam yang terjadi disebabkan oleh adanya interaksi antara objek. Interaksi terjadi oleh benda-benda yang bersentuhan, dalam suatu susunan atau rangkaian, dan dapat juga terjadi oleh benda yang tidak bersentuhan, yaitu oleh benda-benda yang bermuatan listrik, bermagnet, dan bermassa. Interaksi kompleks terdiri dari 2 jenis interaksi, yaitu interaksi terpusat dan interaksi berantai. Interaksi terpusat adalah interaksi sebuah benda/makhluk hidup dengan benda-
8
benda/makhluk hidup lain di sekitarnya. Sedangkan interaksi berantai adalah interaksi yang berkesinambungan dari interaksi dua benda ke dua benda yang berikutnya. OS2
OS1
OU1
OU OS4
OU2
OU3
OS3
Keterangan: OU : Objek utama OS : Objek sekitarnya Gambar 2. Diagram interaksi terpusat dan interaksi berantai
Peristiwa adalah perubahan yang terjadi pada sesuatu objek yang disebabkan oleh interaksi antara benda-benda atau antara benda dan energi. Seringkali perubahan pada suatu objek tidak dapat kita amati, untuk peristiwa yang tidak teramati kita menggunakan indikator untuk mengetahui peristiwa itu. Peristiwa yang teramati seringkali digunakan sebagai indikator untuk mengetahui sesuatu yang telah terjadi (menginfer). Keperluan itu dapat digunakan untuk mempelajari konsep, penyebab, atau interaksi yang telah terjadi.
B. Indikator Alam Konsep-konsep IPA dipelajari dari alam, oleh karena itu bagian alam yang dipelajari menjadi indikator alam bagi konsep tersebut. Contohnya jika siswa mempelajari konsep benda magnet dapat menarik besi, maka fenomena sepotong besi tertarik pada sepotong besi yang lain menunjukkan bahwa salah satu atau kedua besi itu bermagnet. Seringkali alam yang dipelajari siswa tidak teramati, contohnya jika siswa mempelajari udara yang panas bergerak ke atas, udara yang panas yang dipelajari siswa itu tidak teramati. Siswa memerlukan indikator untuk mengetahui peristiwa pada benda-benda yang tidak teramati. Contohnya untuk mengetahui udara itu panas atau tidak, kita dapat menggunakan tangan kita, termometer, atau memperhatikan ada atau tidaknya sumber panas, misalnya api, di sekitar udara itu.
9
Dalam pembelajaran IPA indikator alam merupakan bagian yang penting yang harus diketahui siswa, karena dengan indikator alam itu, siswa akan menentukan konsep IPA yang mana yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu fenomena alam. Tentu saja konsep IPA yang digunakan siswa itu adalah konsep IPA yang sudah diketahui siswa. Ada tiga jenis indikator alam yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut ini. Pertama, indikator alam yang berupa segala sesuatu yang dimiliki objek, misalnya warna benda, kilapannya, kekasarannya, dan massanya. Contohnya jika sebuah benda mengkilap, siswa dapat menentukan bahwa benda itu mampu memantulkan cahaya dengan kuat. Kedua, indikator alam yang berupa hubungan antara dua objek (benda, makhluk hidup, atau energi). Indikator alam dari hubungan dua objek dapat berupa sentuhan, contohnya benda dalam air merupakan indikator alam yang menunjukkan adanya gaya ke atas oleh air pada benda. Indikator alam dari hubungan dua objek tidak selalu berupa sentuhan, contohnya benda di atas bumi, walaupun tidak bersentuhan dengan bumi, ditarik oleh bumi. Konsep IPA untuk benda-benda yang tidak bersentuhan adalah konsep gaya tarik bumi, gaya tarik magnet, dan gaya tarik benda-benda bermuatan listrik. Ketiga, indikator alam yang berupa peristiwa alam (proses atau perubahan alam). Contohnya baling-baling yang berputar menunjukkan adanya udara yang bergerak ke arah baling-baling. Contoh yang lainnya adalah air yang mengalir menunjukkan bahwa air itu memiliki energi gerak.
C. Menafsirkan Fenomena Alam 1. Prosedur Umum Menafsirkan Fenomena Alam Menafsirkan fenomena alam adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh makna (pengertian) dari fenomena alam yang diamati. Bagi siswa, kegiatan menafsirkan alam dapat ditindaklanjuti dengan membentuk gagasan-gagasan baru atau menyelesaikan masalah. Membaca informasi tertulis dilakukan dengan menggunakan kata-kata (istilah-istilah) yang mengandung makna yang sudah dipahami oleh pembaca. Indikator alam digunakan sama seperti kata-kata, yaitu mengandung makna dan digunakan untuk memahami fenomena alam. Dalam mengkaji alam (mencari informasi dari alam) setiap indikator
10
alam memiliki makna yang berupa konsep-konsep IPA. Indikator alam digunakan untuk menentukan konsep-konsep IPA yang berlaku, sedangkan konsep-konsep IPA digunakan untuk memahami dan menjelaskan alam. Membaca informasi tertulis dilakukan dengan teratur dari kiri ke kanan dan dari baris atas terus ke baris di bawahnya. Menafsirkan alam pun harus teratur, agar alam dapat dijelaskan dengan tepat. Menafsirkan berawal dari pengamatan dan pengamatan bergantung pada pola interaksi alam yang harus ditafsirkan. Jika polanya interaksi terpusat, pengamatan diawali dari objek pokok, lalu ke hubungan objek pokok dengan setiap objek di sekitarnya. Jika polanya interaksi berantai, pengamatan diawali dari objek yang menjadi sumber perubahan, lalu ke objek-objek selanjutnya yang berada dalam rantai interaksi tersebut. Kesalahan dalam mengurutkan objek-objek dapat menyebabkan kekeliruan dalam mengamati dan memahami peristiwa alam yang diamati. Interaksi terpusat merupakan interaksi kompleks yang sulit ditafsirkan siswa, karena siswa harus menggabungkan beberapa konsep dalam menafsirkannya, karena itu masalah interaksi terpusat hampir tidak pernah diberikan di SD. Umumnya interaksi yang dipelajari siswa di SD adalah interaksi berantai, yang relatif lebih mudah menafsirkannya. 2. Kekeliruan dalam Menafsirkan Fenomena Alam Dalam menafsirkan fenomena alam setiap benda atau energi yang bersentuhan dengan objek pokok akan mempengaruhi objek tersebut, karena itu semua objek yang berpengaruh terhadap objek pokok harus dipertimbangkan. Berikut ini contoh-contoh kekeliruan dalam menafsirkan fenomena alam. Contoh-1: Tidak memikirkan peristiwa yang tidak teramati. Ada orang yang berpendapat bahwa percobaan berikut ini dapat digunakan untuk menentukan persentase oksigen di udara.
11
(a)
(b)
Gambar 3. Percobaan pengaruh pembakaran terhadap volume udara dalam bejana.
Sebuah lilin diletakkan di atas sebuah piring (gambar 3.a). Kemudian piring itu diisi dengan air. Selanjutnya lilin itu dinyalakan dan ditutup dengan bejana gelas. Setelah lilin itu padam, air dari luar gelas masuk ke dalam gelas dan mengisi gelas kira-kira seperlima isi gelas.
Berdasarkan peristiwa itu, orang kemudian mengatakan bahwa oksigen di dalam gelas habis terbakar dan banyaknya volum oksigen di dalam gelas sama dengan volum air yang masuk ke dalam gelas (gambar 3.a), yaitu seperlima isi gelas (20%). Banyaknya oksigen yang terbakar yang diperkirakan orang itu sebanyak 20% cocok dengan teori dari buku yang menyatakan bahwa banyaknya oksigen di udara adalah 20%. Benarkah itu?
Selanjutnya bila kita menggunakan 2 lilin dalam percobaan itu (gambar 3.b), kita akan menemukan bahwa banyaknya air yang masuk ke dalam gelas lebih dari seperlima gelas. Hal itu menunjukkan bahwa dugaan pada percobaan dengan satu lilin, yaitu semua oksigen yang ada di dalam gelas itu terbakar habis dan volume air yang masuk sama dengan volume oksigen di dalam gelas adalah keliru. Kekeliruan dalam menafsirkan fenomena itu terjadi karena orang itu kurang mempertimbangkan hal-hal yang terlibat di dalam percobaan itu. Salah satu kekurangannya adalah tidak mempertimbangkan bahwa pada saat lilin menyala, udara di sekitar api lilin itu terpanasi sehingga mengembang. Ketika ditutup dengan gelas, udara yang ditutup gelas itu adalah udara yang mengembang. Akibatnya setelah api lilin padam, udara menjadi dingin dan menyusut, dan meninggalkan ruang yang lebih besar yang kemudian diisi oleh air. Kekeliruan yang kedua adalah tidak menggunakan pembanding. Jika percobaan dengan satu lilin itu ditambah dengan percobaan yang menggunakan dua 12
lilin sebagai pembandingnya, kekeliruan dalam menafsirkan percobaan dapat dihindarkan. Contoh-2: Mengabaikan objek yang terlibat dalam fenomena yang diamati.
Udara
Pipa kaca
Udara
Air
Gambar 4. Susunan alat yang tidak cocok untuk percobaan air memuai bila dipanaskan
Suatu susunan alat percobaan seperti pada gambar 4. Percobaan dengan susunan alat itu dimaksudkan untuk menyelidiki air memuai bila dipanaskan. Beberapa orang yakin bahwa percobaan itu dapat digunakan untuk menyelidiki konsep “air memuai bila dipanaskan”, karena bila alat yang berisi air itu dipanaskan, permukaan air di dalam pipa kaca naik. Kesalahan susunan alat untuk konsep tersebut adalah adanya udara di dalam gelas itu. Karena ada udara di dalam gelas, permukaan air di dalam pipa kaca akibat gelas dipanaskan tidak dapat dipastikan oleh air yang memuai. Hal itu disebabkan udara di dalam gelas yang juga terpanaskan ikut memuai. Dengan demikian susunan alat di atas tidak dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa “air memuai bila dipanaskan”. Contoh-3: Ketidaktepatan konsep dengan objek atau peristiwanya. Pada buku-buku pelajaran IPA kadang dijumpai penyipat datar (waterpas) sebagai alat yang menerapkan konsep "permukaan air yang tenang selalu mendatar". Benarkah itu? Bila kita meneliti penyipat datar akan kita dapatkan air yang mengisi pipa pada penyipat datar itu berbentuk elips seperti pada gambar 5 berikut ini.
13
Gelembung udara
Air
Gambar 5. Gelembung udara dalam pipa air penyipat datar (waterpass).
Di dalam pipa yang berisi air itu terdapat gelembung udara. Tukang tembok yang menggunakan penyipat datar itu memeriksa kehorizontalan sesuatu benda dengan mengamati letak gelembung udara itu, bukan melihat datarnya permukaan air di dalam penyipat datar itu. Bila gelembung udara itu berada di tengah-tengah pipa, permukaan alat (balok kayunya) itu horizontal. Jadi, kesalahan dalam memasukkan penyipat datar sebagai alat yang menerapkan konsep "permukaan air yang tenang selalu mendatar" adalah dalam menentukan persamaan dan perbedaan permukaan air yang digunakan di dalam penyipat datar dengan permukaan air yang dimaksud di dalam konsep "permukaan air yang tenang selalu mendatar".
Contoh 4: Tidak menggunakan konsep lain yang diperlukan. Seorang rekan mengajarkan konsep pemuaian gas oleh panas, termasuk udara. Agar siswanya memahami konsep tersebut, siswa diberi contoh penerapan konsep itu dengan menjelaskan bahwa jika sepeda dijemur terus di terik matahari, ban sepeda itu akan meletus. Seorang siswa yang kritis menceriterakan pengalamannya dengan sepedanya, menurut siswa itu ban sepedanya tidak pernah meletus, walaupun sepedanya terjemur terus di terik matahari. Dalam kasus ini rekan tersebut tidak mempertimbangkan tebalnya ban dalam sepeda dan adanya ban luar yang menahan ban dalam, sehingga kemungkinan ban sepeda itu meletus oleh panasnya sinar matahari sangat tipis.
Contoh 5: Ketidaksesuaian dengan fakta yang ditafsirkan. Dalam percobaan pembakaran memerlukan udara digunakan percobaan seperti pada gambar berikut.
14
Gambar 6. Percobaan pembakaran memerlukan udara.
Dua buah lilin yang kira-kira sama besar dan tingginya diletakkan di atas meja dan dinyalakan. Kemudian salah satu lilin itu ditutup dengan gelas. Dalam waktu yang singkat lilin yang ditutup gelas meredup, lalu padam. Seorang rekan yang membelajarkan siswanya dengan percobaan itu menjelaskan bahwa percobaan itu membuktikan bahwa pembakaran memerlukan oksigen. Memang benar bahwa pembakaran memerlukan oksigen, tetapi pernyataan itu tidak dapat digunakan untuk percobaan tersebut, karena percobaan itu menggunakan udara. Walaupun di dalam udara itu ada oksigen, tetapi dari percobaan itu kita tidak mengetahui oksigen atau zat lain yang ada dalam udara yang digunakan pembakaran itu. Di sini kita harus berpikir sesuai dengan fakta, jangan karena di dalam buku dijelaskan bahwa yang diperlukan pembakaran itu oksigen, lalu percobaan itu ditafsirkan dengan konsep dari buku itu. Jika kita menginginkan percobaan itu menunjukkan oksigen diperlukan oleh pembakaran, gas yang harus digunakannya harus oksigen saja, tanpa ada gas-gas yang lain. Penafsiran dari percobaan itu seharusnya adalah “pembakaran memerlukan udara”. Pernyataan “pembakaran memerlukan oksigen” dapat diberitahukan pada siswa setelah percobaan ini, tetapi pernyataan itu hanya sebagai tambahan penjelasan untuk hasil percobaan itu. Perlu diperhatikan bahwa pernyataan “pembakaran memerlukan oksigen” diperoleh dari buku atau informasi yang lain, bukan dari percobaan ini.
Contoh 6: Perbedaan pengertian pada satu istilah. Dua orang rekan berdebat tentang fotosintesis. Rekan yang satu menyatakan bahwa fotosintesis hanya dapat terjadi pada waktu siang hari saja, jika malam hari fotosintesis tidak terjadi. Rekan yang kedua menyatakan dengan tegas bahwa fotosintesis dapat terjadi pada waktu siang dan malam hari. Perbedaan pendapat antara kedua rekan itu akibat berbeda dalam memahami pengertian malam hari. Rekan yang satu memahami
15
pengertian malam hari sebagai keadaan yang gelap gulita, tidak ada cahaya apa pun. Rekan yang kedua memahami keadaan malam hari sebagai keadaan tanpa cahaya matahari, tetapi cahaya dari sumber yang lain dapat saja ada, misalnya dari cahaya lampu. Kasus ini menunjukkan bahwa suatu istilah hendaknya benar-benar dipahami pengertiannya. Ada soal IPA di SD yang menanyakan “kapan fotosintesis terjadi?” dan jawabannya “siang hari”. Pertanyaan dengan jawaban yang singkat itu kurang baik, karena akan menimbulkan kesalahpahaman seperti pada kasus di atas.
Contoh 7: Kekeliruan dalam menyusun kesimpulan. Dalam suatu pertemuan beberapa rekan melakukan percobaan erosi tanah oleh air. Sebuah kotak kayu yang diisi tanah tanpa tumbuhan dan kotak kayu yang diisi tanah yang berumput disiram air, lalu air dari kotak itu ditampung. Dari percobaan itu diperoleh tanah yang tidak ditumbuhi rumput banyak yang terbawa oleh air, sedangkan dari tanah yang berumput hanya sedikit. Rekan itu kemudian menuliskan kesimpulan percobaan itu dengan “gunung-gunung yang gundul (maksudnya tidak ditumbuhi tumbuh-tumbuhan) harus ditanami (penghijauan), agar tanahnya tidak tererosi”. Pernyataan rekan itu tidak salah, tetapi rekan itu melakukan percobaannya dengan tanah dalam kotak, karena itu kesimpulannya harus mengenai erosi pada tanah dalam kotaknya. Jadi, pernyataan rekan tersebut bukan kesimpulan hasil percobaan, melainkan penerapan konsep yang diperolehnya dari percobaan itu.
16
BAB IV IMPLEMENTASI KETERAMPILAN DAN TEKNIK BERPIKIR DALAM IPA A. Keterampilan dan Teknik Berpikir dalam Percobaan IPA Kegiatan siswa mempelajari konsep-konsep IPA dari percobaan merupakan kegiatan berpikir dan berbuat yang berkesinambungan dari memikirkan sesuatu berlanjut ke memikirkan yang berikutnya. Para ilmuwan menyarankan memulai pemikiran dari memperhatikan kondisi objek dan fenomena yang terjadi saat ini, kemudian menentukan apa yang kita harapkan. Dari kesenjangan antara kondisi saat ini dengan yang kita harapkan itu timbulah masalah. Dalam pembelajaran IPA, kita dapat memulai dengan meminta siswa memperhatikan objek dan fenomena yang kita demonstrasikan melalui seperangkat alat dan bahan percobaan. Dari memperhatikan objek dan fenomena itu kita meminta siswa untuk menentukan masalah berdasarkan keingintahuan mereka. Kegiatan ini dapat disederhanakan dengan cara guru yang mengajukan masalah. Yang mana yang akan digunakan bergantung pada tujuan pembelajaran. Urutan berpikir untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa pada dasarnya mengikuti metode ilmiah. Urutan berpikir ini bukanlah suatu algoritma yang dihindari dalam dunia pendidikan, karena urutan berpikir ini merupakan suatu urutan yang masih umum yang berbeda dengan algoritma yang bersifat khusus. Algoritma itu seperti sebuah resep untuk membuat makanan, setiap langkahnya sudah berisi semua yang harus dilakukan lengkap dengan konsep-konsepnya. Setiap langkah metode ilmiah tidak mengandung apa yang harus dilakukan, melainkan hanya berisi rambu-rambu yang isinya harus dibuat sendiri, karena itu metode ilmiah tidak merupakan suatu algoritma. Pada dasarnya berpikir dalam IPA untuk pembelajaran di SD kita awali dengan memperhatikan objek dan fenomena. Perlu diperhatikan bahwa dalam menafsirkan akan terjadi perbedaan teknik berpikir bergantung pada jenis konsep atau masalah yang dipelajari siswa. Keterampilan berpikir dalam percobaan IPA meliputi keterampilan mengklarifikasi masalah,
mengajukan
dugaan
(hipotesis),
merancang
percobaan,
menentukan
17
pembanding, mengamati, mengurutkan, membandingkan, menafsirkan, menyusun pembahasan,
dan
menyimpulkan.
Karena
keterampilan
berpikir
merupakan
kemahiran/kematangan dalam melaksanakan pemikiran, bukan teknik (cara) berpikirnya, keterampilan berpikir siswa ditingkatkan dengan cara siswa dilatih terus dalam berpikirnya. Teknik berpikir mengandung suatu pengetahuan yang perlu dipahami untuk dilaksanakan. Karena itu, agar dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa, teknik berpikir harus dipahami dan digunakan guru untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Berikut ini teknik berpikir yang sesuai dengan jenis-jenis percobaan IPA yang biasa dilakukan di SD.
1. Teknik Berpikir dalam Mempelajari Hubungan Sebab-Akibat Memikirkan sesuatu memerlukan prasyarat pengetahuan (prerequisite) yang diperlukan untuk memikirkannya. Dalam mempelajari konsep-konsep IPA dari percobaan ada 3 jenis prasyarat pengetahuan, yaitu latar belakang masalah (dari mana masalah itu berasal), pengetahuan mengenai variabel-variabel (seperti suhu, gaya, dan volume) yang digunakan dalam konsep yang akan dipelajari, dan konsepkonsep yang terdapat dalam percobaan yang akan digunakan untuk membentuk konsep yang akan dipelajari.
Latar belakang masalah diperlukan untuk mengetahui apa sebenarnya yang dipermasalahkan, dan juga diperlukan agar siswa memahami bahwa masalah dalam IPA berasal dari masalah yang ada di alam riil, di lingkungannya. Latar belakang masalah juga diperlukan untuk menyusun percobaan yang sesuai dengan asal masalah itu. Sedangkan variabel-variabel dan konsep-konsep dalam percobaan yang harus sudah diketahui diperlukan untuk menafsirkan hasil percobaan, sehingga dari percobaan itu siswa dapat menyusun konsep IPA dengan baik. a. Mengklarifikasi masalah Masalah dalam IPA merupakan suatu pertanyaan yang dapat dijawab dengan percobaan atau pengamatan. Masalah harus dipahami lebih dahulu oleh siswa, agar siswa dapat menentukan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
18
Mengklarifikasi masalah digunakan untuk mengetahui objek (benda, makhluk hidup, atau energi) apa yang dipermasalahkan, di mana posisi objek itu, dan bagaimana peristiwanya. Contoh masalahnya sebagai berikut ini. Bergerak kemanakah udara yang panas? Karena konsep IPA merupakan konsep yang berlaku umum, pertanyaannya tentu merupakan pertanyaan yang menanyakan gerak udara panas yang berlaku umum, yaitu yang berlaku di berbagai tempat dan keadaan, tetapi keadaan umum seperti itu akan menyulitkan siswa untuk memikirkan jawaban pertanyannnya. Untuk itu diperlukan suatu percobaan yang khusus yang dapat membantu siswa memikirkan jawaban masalah itu. Sebagai contohnya untuk
membantu siswa menjawab
masalah itu digunakan percobaan seperti pada gambar 7 berikut ini. Sebuah kertas spiral yang tergantung pada seutas benang ditempatkan di atas lilin yang akan dinyalakan dan dipadamkan. Dengan susunan alat seperti itu, udara yang akan dipelajari geraknya berada di antara lilin dan kertas spiral. Dengan demikian udara di berbagai tempat yang akan dipelajari arah geraknya itu diwakili dengan udara yang berada di antara lilin dan kertas Gambar 7. Percobaan udara untuk menyelidiki arah gerak udara panas.
spiral. Dengan percobaan itu masalah yang asalnya sulit dijawab dipermudah dengan konsep yang diperolehnya berlaku umum, seperti pada masalah asalnya.
(Sebenarnya untuk memperoleh konsep yang berlaku umum diperlukan beberapa percobaan pada kondisi dan situasi yang berlainan, sehingga keberlakuan umumnya dapat diterima.) Susunan alat pada percobaan membantu siswa untuk mengetahui posisi benda yang dipermasalahkan, yaitu berada di antara lilin dan kertas spiral, serta bendabenda yang harus diamati, yaitu benda-benda yang bersentuhan dengan benda yang dipermasalahkan (lilin dan kertas spiral).
19
b. Mengajukan dugaan Mengajukan dugaan diperlukan untuk menentukan arah kegiatan. Apa yang akan dilakukan kemudian bergantung pada dugaan siswa saat ini. Dugaan merupakan jawaban sementara yang dapat diterima atau tidaknya akan diuji dengan percobaan. Karena itu siswa dapat memikirkan dugaan dengan cara menjawab masalah dengan menggunakan konsep-konsep yang sudah diketahuinya. Sebagai contohnya dugaan untuk contoh masalah di atas adalah udara yang panas bergerak ke atas. Dugaan tidak selalu harus dapat diterima (“benar”), siswa boleh membuat dugaan yang mungkin saja tidak akan sesuai dengan hasil percobaannya. c. Merancang percobaan Dalam suatu percobaan akan selalu terdapat perlakuan dan indikator alam. Perlakuan adalah suatu tindakan yang dilaksanakan untuk menjalankan percobaan. Sedangkan indikator alam digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap benda yang dipengaruhinya. Perlakuan dan indikator alam itulah yang akan kita amati. Dalam contoh ini, perlakuan yang digunakan adalah menyalakan lilin (untuk memanaskan udara). Sedangkan indikator alamnya adalah kertas spiral yang digunakan untuk mengetahui arah gerak udara panas itu. Dengan demikian siswa harus menentukan peristiwa yang terjadi pada udara dengan cara mengamati dan menafsirkan peristiwa pada lilin dan kertas spiral. Dalam praktiknya jika siswa belum dapat merancang percobaan, alat dan bahan serta langkah-langkah percobaan itu dapat diberitahukan oleh guru. d. Menentukan Pembanding Agar kebenaran penafsiran sesuai dengan kenyataan (dapat diterima) diperlukan pembanding yang digunakan untuk mengoreksi “kebenaran” penafsiran tersebut. Pembanding umumnya berupa suatu perlakuan yang berlawanan dengan perlakuan utamanya. Dalam contoh di atas akan dilakukan percobaan pada saat lilin menyala, karena itu pembandingnya adalah pada saat lilin padam.
20
e. Menentukan urutan objek-objek dan fenomena yang harus diamati, serta format pencatatan datanya. Yang harus dipikirkan siswa selanjutnya adalah mengurutkan objek-objek yang harus diamati. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa udara yang dipermasalahkan berada di tengah-tengah di antara lilin dan kertas spiral. Dengan demikian urutannya adalah lilin, udara, dan kertas spiral. Matriks pencatatan data untuk perlakuan utama (udara dipanaskan) dan pembanding (udara tidak dipanaskan) dapat dibuat sebagai berikut.
Benda
Fenomena
Kertas Spiral Udara Lilin f. Mengamati Karena yang harus diamati sudah direncanakan, pengamatan dilakukan terhadap peristiwa yang sudah direncanakan itu. Dalam contoh di atas pengamatan dilakukan terhadap peristiwa pada lilin, yaitu menyala (ada api) pada saat lilin dinyalakan dan padam (tidak ada api) pada saat lilin dipadamkan, dan peristiwa pada kertas spiral, yaitu berputar pada saat lilin dinyalakan dan tidak berputar (diam) pada saat lilin padam. Hasil pengamatan peristiwa dituliskan pada kolom peristiwa. Benda Kertas Spiral
Peristiwa berputar
Udara Lilin
menyala
21
Benda Kertas Spiral
Peristiwa diam
Udara Lilin
padam
g. Menafsirkan (mengidentifikasi dan menerapkan konsep yang berlaku) Menafsirkan dilakukan dengan menggunakan konsep yang berlaku pada objek dan peristiwa yang dipermasalahkan. Konsep-konsep itu harus sudah diketahui siswa. Dari percobaan di atas, siswa (harus) sudah mengetahui konsep yang menjadi prasyaratnya, dalam contoh ini adalah “benda yang berdekatan dengan api akan panas” dan “udara yang bergerak ke arah benda dapat menggerakkan benda (memutarkan baling-baling)”. Kedua konsep tersebut digunakan untuk menafsirkan keadaan udara pada saat lilin padam dan menyala. Peristiwa
Benda Kertas Spiral
berputar bergerak ke atas
Udara Lilin
panas menyala Peristiwa
Benda Kertas Spiral
diam diam
Udara Lilin
tidak panas padam
h. Menyusun pembahasan (Menyusun hasil pengamatan dalam suatu penjelasan) Hasil penafsiran dengan kata-kata pada matriks di atas belum begitu komunikatif, karena itu diperlukan pembahasan untuk membuat kata-kata itu jelas maknanya. Di samping itu, siswa harus melatih keterampilan berkomunikasinya. Dalam kegiatan ini dilakukan dengan menyusun kalimat yang menjelaskan hubungan
22
kata-kata yang ada dalam matriks, sehingga dapat dipahami maksudnya oleh orang lain. Contoh pembahasan hasil penafsiran di atas menggunakan kata-kata yang sudah ada dalam matriks, misalnya seperti berikut ini. Pada saat lilin menyala, udara panas. Udara yang panas bergerak ke atas memutarkan kertas spiral. Pada saat lilin padam, udara tidak panas. Udara yang tidak panas diam, sehingga kertas spiral pun diam. i. Menyimpulkan. Kesimpulan disusun dari hasil pembahasan yang digunakan untuk menjawab masalah. Berpikir dalam menyimpulkan dilakukan dengan mencari jawaban masalah dari hasil pembahasan. Hasil menjawab masalah itu kemudian dibandingkan dengan dugaan siswa yang dituliskan sebelum melakukan percobaan. Dari hasil membandingkan itu siswa mengambil keputusan apakah dugaannya dapat diterima atau tidak. Dari contoh di atas, kesimpulannya dapat seperti berikut ini. Udara yang panas bergerak ke atas.
Sesuai dengan urutan berpikir di atas LKS untuk siswa mempelajari hubungan sebabakibat dapat disusun seperti berikut.
ARAH GERAK UDARA PANAS Pengantar: Sehari-hari kita mendapatkan udara yang bergerak (angin) dari timur ke barat atau sebaliknya. Jika di pantai kita juga menyaksikan udara yang bergerak dari laut ke darat atau dari darat ke laut. Adakah kemungkinan udara itu bergerak karena udara itu panas? Jika udara itu panas kemana arah geraknya? Sebelum kamu melakukan percobaan, buatlah kertas spiral, lalu gantungkan di atas mulutmu. Tiuplah kertas spiral itu, berputarkah kertas spiral itu? Berputar atau tidaknya kertas spiral dapat kita gunakan untuk mengetahui bergerak atau tidaknya udara di bawah kertas spiral itu. Masalah: Jika udara dipanaskan, ke arah manakah udara itu bergerak?
23
Dugaan: .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. Alat dan Bahan: a. Benang b. Kertas spiral c. Lilin d. Korek api Percobaan: a. Buatlah kertas spiral, lalu gantungkan dengan benang. b. Gantungkan kertas spiral di atas lilin yang padam. c. Gantungkan kertas spiral di atas lilin yang menyala. Hasil Pengamatan dan Penafsiran: a. Percobaan 1: Kertas spiral di atas lilin yang menyala.
Benda
Peristiwa
b. Percobaan 2: Kertas spiral di atas lilin yang padam.
Benda
Peristiwa
Penjelasan: ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. Kesimpulan: ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
24
2. Teknik Berpikir dalam Mempelajari Korelasi Berpikir sederhana untuk mempelajari korelasi dilakukan dengan memikirkan pengaruh besar suatu variabel terhadap besar variabel yang lain melalui percobaan yang sederhana. Dalam praktiknya percobaan untuk korelasi dilakukan dengan mengubah-ubah
besar
suatu
variabel
dan
mengukur
variabel
lain
yang
dipengaruhinya. Langkah-langkah berpikir dalam mempelajari korelasi sama seperti pada langkah-langkah berpikir dalam mempelajari hubungan sebab-akibat sebagai berikut ini. a. Mengklarifikasi masalah Sama seperti pada percobaan mempelajari hubungan sebab-akibat, dalam mempelajari korelasi pun mengklarifikasi masalah dilakukan untuk memahami posisi susunan objek-objek dan yang harus diperhatikan. Karena masalah pada korelasi merupakan masalah mengenai pengaruh besar suatu variabel terhadap besar variabel lain yang dipengaruhinya, siswa harus mengetahui lebih dahulu objek dan fenomena yang dipermasalahkan itu, pada objek mana variabelvariabel yang akan diukurnya dan alat ukur yang harus digunakannya. Masalah untuk korelasi merupakan masalah yang menanyakan pengaruh suatu variabel yang diubah besarnya terhadap variabel lain yang dipengaruhinya. Contohnya siswa akan mempelajari pengaruh perubahan lengan kuasa pada pengungkit terhadap besar kuasa yang digunakan untuk mengangkat beban sebagai berikut. Lengan beban
Lengan kuasa
Beban Kuasa
Gambar 8. Pengungkit
25
Untuk percobaan dengan pengungkit seperti pada gambar di atas, pertanyaan masalahnya umumnya menggunakan kata pengaruh seperti seperti berikut ini. Berpengaruhkah panjang lengan kuasa terhadap besar kuasa untuk menarik beban?
Bagi siswa SD pertanyaan itu merupakan pertanyaan yang sulit
dipahami, karena itu ubahlah menjadi pertanyaan yang sederhana, misalnya: Jika lengan kuasa lebih panjang daripada lengan beban, akan lebih besarkah kuasa untuk mengangkat beban itu? (Jangan membuat pertanyaan: “Jika lengan kuasa lebih panjang atau lebih pendek daripada lengan beban, akan makin besar atau makin kecilkah kuasanya?” Pertanyaan ini cukup berbelit-belit, sehingga sulit dipahami maksudnya) b. Mengajukan dugaan Pada langkah ini siswa harus memikirkan jawaban untuk pertanyaan masalah. Dugaan yang merupakan jawaban masalah dapat dengan mudah dibuat siswa, karena pertanyaan
masalah sudah jelas, siswa tinggal mengikuti kalimat
pertanyaan masalah itu sesuai dengan dugaannya, dengan menggunakan katakata: “Makin ............................................, makin ..................................................” atau “Jika................................................, maka ....................................................” Misalnya siswa menyusun dugaannya seperti berikut. Makin lebih panjang lengan beban daripada lengan kuasa, makin kecil kuasa untuk mengangkat beban. c. Menentukan langkah-langkah percobaan dan pengukuran. Agar dapat memikirkan langkah-langkah percobaan, siswa harus memikirkan hubungan antara masalah dan
bendanya yang dalam contoh ini adalah
pengungkit. Dalam contoh ini, masalahnya adalah jika makin panjang lengan kuasa daripada lengan beban, akan makin besarkah kuasa untuk mengangkat beban? Dalam masalah itu jelas disebutkan lengan kuasa lebih panjang daripada lengan beban. Dengan demikian dalam langkah-langkah percobaannya dilakukan dengan 26
mengubah-ubah panjang lengan kuasa, yang otomatis akan mengubah panjang lengan beban, dan mengukur besar kuasanya. Kalimat selanjutnya adalah akan makin besarkah kuasa untuk mengangkat beban? Dari pertanyaan ini dapat diketahui bahwa yang perlu diukur selanjutnya adalah besar kuasanya. Dengan demikian format pencatatan datanya disusun sebagai berikut. Berat beban: ........ N No. Lengan beban (L1)
Lengan kuasa (L2)
Kuasa N
Perhatikan bahwa berat beban tidak diubah-ubah, agar pengaruhnya tetap, sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam konsep yang akan dibentuk.
Sama seperti pada percobaan mempelajari hubungan sebab-akibat, pada percobaan ini pun diperlukan pembanding untuk memperkuat konsep yang diperoleh siswa dari percobaan itu. Pembandingnya dilakukan dengan mengubah panjang lengan kuasa dengan perubahan yang berlawan. Jika percobaan pertama panjang lengan kuasanya ditambah terus, pada percobaan kedua panjang lengan kuasanya dikurangi terus (panjang lengan bebannya ditambah terus). d. Mengukur Sesuai dengan daftar variabel yang disusun pada tabel, untuk contoh ini pengukuran dilakukan dengan mengukur panjang lengan beban, lengan kuasa, dan besar kuasa. Pengubahan panjang lengan kuasa akan membuat panjang lengan beban berubah, karena itu pengubahannya cukup dilakukan dengan mengubah-ubah panjang lengan kuasa dengan besar perubahan yang tetap, lalu panjang lengan beban diukur dan dicatat dalam tabel. Besar kuasa diukur dengan menarik alat ukur yang tergantung pada ujung lengan kuasa sampai lengan pengungkit itu sama tingginya dari permukaan meja.
27
e. Menyusun Pembahasan (Mengkomunikasikan) Hasil pengukuran yang ditulis dalam tabel masih berupa angka-angka. Pada tahap pembahasan ini siswa belajar menjelaskan angka-angka hasil pengukurannya itu dengan kalimat-kalimat yang dituliskannya pada bagian pembahasan ini. Pembahasan
hasil percobaan, yang merupakan penafsiran, dilakukan dengan
membandingkan naik turunnya perubahan panjang lengan kuasa dengan naik turunnya perubahan besar kuasa, misalnya seperti berikut ini. Jika lengan kuasa ditambah terus panjangnya, sehingga makin lebih panjang daripada lengan beban, kuasa untuk menarik beban itu makin kecil. Jika lengan kuasa dikurangi terus panjangnya, sehingga makin lebih pendek daripada lengan beban, kuasa untuk menarik beban itu makin besar.
f. Menyimpulkan Sama seperti pada percobaan mempelajari hubungan sebab-akibat, pada percobaan ini pun kesimpulan dilakukan dengan menjawab pertanyaan masalah dengan menggunakan hasil pembahasan. Hasilnya dibandingkan dengan dugaan siswa yang telah dituliskannya sebelum melakukan percobaan. Dapat diterima atau tidaknya dugaan siswa bergantung pada hasil membandingkan itu. Kesimpulan untuk contoh percobaan korelasi di sini misalnya seperti berikut ini. Makin lebih panjang lengan kuasa daripada lengan beban, makin kecil kuasanya. Sebaliknya makin lebih pendek lengan kuasa daripada lengan beban, makin besar kuasanya.
Sesuai dengan urutan berpikir di atas, LKS untuk siswa mempelajari adanya korelasi dapat disusun seperti berikut. PENGUNGKIT
Masalah: Jika lengan kuasa dibuat lebih besar daripada lengan beban, akan makin besar atau makin kecilkah besar kuasanya?
28
Dugaan:................................................................................................................... .............................................................................................................. .............................................................................................................. Alat dan Bahan: a. Pengungkit b. Beban c. Neraca pegas Percobaan: a. Gantungkan beban pada salah satu lengan pengungkit. b. Gantungkan neraca pegas pada ujung lain pengungkit itu. c. Tarik neraca pegas ke bawah sampai pengungkit dalam keadaan seimbang. d. Ubah-ubah panjang lengan beban dan lengan kuasanya. e. Lakukan hal yang sama seperti pada langkah b dan c. Hasil Pengamatan:
L1
L2
Beban Kuasa
Berat beban: ........ N No. Lengan beban (L1)
Lengan kuasa (L2)
Kuasa N
Pembahasan: ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. Kesimpulan: ................................................................................................................................. .................................................................................................................................
29
3. Teknik Berpikir dalam Mempelajari Pengelompokkan Di SD siswa mempelajari dua jenis pengelompokkan, yaitu pengelompokkan benda berdasarkan sifatnya (generalisasi) dan pengelompokkan benda berdasarkan ciricirinya (klasifikasi). Sifat benda, yang belum diketahui, tidak dapat diketahui dengan memperhatikan bentuk atau ciri-ciri lain benda itu, melainkan harus dengan menginteraksikan benda itu dengan energi atau dengan benda lain. Sebagai contohnya untuk mengetahui benda-benda yang dapat menghantarkan listrik dilakukan dengan menyambungkan benda-benda itu pada rangkaian listrik. Di samping itu pada percobaan ini siswa belajar menentukan (mengidentifikasi) benda-benda yang mewakili satu atau beberapa jenis benda. a. Menggeneralisasikan Menggeneralisasikan adalah membentuk konsep yang berlaku umum. Walaupun disebut berlaku umum, tetapi ada batasnya. Contohnya tidak semua benda dapat menghantarkan listrik dengan baik, hanya benda-benda dari jenis logam saja yang dapat menghantarkan listrik dengan baik. Walaupun demikian jenis logam saja sudah menunjukkan bahwa banyak benda (semua benda logam) yang merupakan penghantar listrik yang baik. Menggeneralisasikan dilakukan dengan memperhatikan kesamaan sifat atau peristiwa dari objek-objek yang berbeda. Dalam pembelajaran menggeneralisasikan, siswa dilatih untuk menentukan objek-objek yang mewakili suatu kelompok objek dan mencari persamaan dan perbedaan dari objek-objek tersebut. Sebagai contohnya perhatikan LKS berikut ini.
PENGHANTAR DAN BUKAN PENGHANTAR LISTRIK Masalah: Bahan apakah yang menghantarkan listrik? Dugaan:
.............................................................................................................. .............................................................................................................. ..............................................................................................................
Alat dan Bahan: a. Batu batere dan dudukannya.
30
b. Lampu pijar kecil. c. Kabel-kabel listrik. d. Kawat tembaga, batang aluminium, batang kayu, kaca, gabus, batang seng, paku besi, dan potongan keramik. Percobaan: a. Buat rangkaian listrik seperti pada gambar 9 berikut ini. b. Sentuhkan kedua ujung kabel listrik yang terbuka pada setiap bahan yang akan diuji. Hasil Pengamatan: Lampu
Bahan yang diuji
Batu batere
Jenis Bahan
Lampu
Menghantarkan listrik
Keterangan: Kolom Lampu diisi dengan: Menyala atau Padam. Kolom Menghantarkan listrik diisi dengan: Ya atau Tidak
Pembahasan: ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. Kesimpulan: ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................
31
b. Mengklasifikasikan Klasifikasi
dilakukan
dengan
memperhatikan
ciri-ciri
objek
yang
akan
diklasifikasikan berdasarkan satu atau lebih ciri, misalnya mengklasifikasi hewan yang termasuk serangga dilakukan berdasarkan jumlah kaki, jumlah bagian badan dan kepala, dan antene yang dimiliki hewan itu seperti pada gambar berikut ini.
a
c
b
d Gambar 11. Serangga dan bukan serangga. Gambar 9. Serangga dan bukan serangga.
Pada gambar di atas tampak bahwa cengkerik (gambar 11.a), kumbang kepik (gambar 11.b), dan lalat (gambar 11.c) memiliki 3 pasang kaki, sedangkan laba-laba (gambar 11.d) memiliki 4 pasang kaki. Dari perbedaan ciri ini dapat ditentukan bahwa cengkerik, kumbang kepik dan lalat termasuk kelompok serangga, sedangkan labalaba bukan serangga. Format pencatatan data untuk pembelajaran mengklasifikasikan dapat dibuat sendiri, misalnya seperti berikut ini. Hasil Pengamatan: Hewan
Badan dan Kepala
Kaki
Antene
Sayap
32
4. Teknik Berpikir dalam Menguji Bahan Percobaan untuk mengetahui kondisi atau zat yang terkandung dalam suatu bahan digunakan untuk mencari bahan yang memiliki sifat atau zat tertentu yang diperlukan. Percobaan ini umumnya banyak dilakukan dalam IPA. Dalam percobaan ini diperlukan indikator yang digunakan untuk menunjukkan jenis zat yang terkandung dalam suatu bahan, seperti contoh berikut ini. Format pencatatan datanya dapat dibuat sendiri seperti pada contoh-contoh terdahulu. Uji Makanan 1. Tahap pencarian zat penguji Beberapa makanan yang diketahui mengandung amilum dan beberapa makanan yang diketahui tidak mengandung amilum disediakan dalam tempat-tempat yang terpisah. Beberapa zat yang akan diuji dalam kemampuannya memberi tanda ada atau tidak adanya amilum dalam makanan disediakan, misalnya lugol, larutan benedict, dan larutan yang lainnya.
Gambar 10. Tiga zat yang akan diuji kemampuannya dalam mengindikasikan ada atau tidak adanya amilum pada bahan makanan.
Setiap zat itu kemudian diteteskan kedalam makanan-makanan itu dan dilihat hasilnya. Zat yang dapat memberi tanda khas yang sama pada setiap makanan yang mengandung amilum dan tidak memberi tanda khas pada makanan yang tidak mengandung amilum dipilih sebagai zat yang dapat digunakan untuk menguji ada atau tidak adanya amilum dalam sesuatu makanan.
33
2. Tahap penggunaan zat penguji Penggunaan zat penguji dilakukan dengan bahan-bahan makanan lain yang
belum
diketahui mengandung amilum atau tidak. Zat yang terpilih dari pengujian itu digunakan untuk menentukan bahan makanan yang mengandung amilum dari bahan-bahan makanan tersebut.
B. Keterampilan dan Teknik Berpikir dalam Pembelajaran IPA dengan Carta Tidak semua yang ada di alam ini dapat dibawa kelas, jika kita perhatikan lebih banyak objek yang tidak dapat dibawa ke kelas daripada yang dapat dibawa ke kelas. Untuk mengatasi ketiadaan objek yang akan dipelajari siswa digunakan carta yang menggambarkan objek dan fenomena alam Carta digunakan untuk membantu siswa berpikir dengan cara memperhatikan bentuk, warna, dan memikirkan pengertian dari setiap gambar itu dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan dari guru. Gambar mampu memberikan gambaran mental yang lebih baik daripada kata-kata. Dengan bantuan gambar, siswa melatih keterampilan berpikirnya dalam mencari persamaan dan perbedaan untuk memahami konsep-konsep yang dipelajarinya melalui gambar-gambar dalam carta itu. Agar siswa berhasil memahami konsep-konsep IPA dari carta, carta yang digunakan hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut. 1. Gambar-gambar dalam carta memberi informasi (fakta) sesuai dengan yang diperlukan siswa untuk memahami konsep melalui gambar itu. 2. Gambar mengandung hal-hal yang dapat dibandingkan, sehingga siswa dapat membentuk hubungan yang diperlukan (konsep) dengan memikirkan persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam gambar. 3. Gambar harus membantu siswa memikirkan konsep yang harus dipahaminya, sehingga siswa tidak perlu membayangkan sesuatu untuk memikirkan konsep yang harus dipahaminya. 4. Tanda panah atau beberapa gambar yang menggambarkan proses diperlukan untuk membantu siswa memahami sesuatu proses.
34
5. Bentuk, jika mungkin warna, persamaan dan perbedaan, atau urutan dari gambargambar dalam carta harus jelas. Teknik berpikir yang digunakan dalam kegiatan ini adalah siswa menentukan gambar yang harus diperhatikannya dan mencari persamaan dan perbedaan gambar-gambar itu berdasarkan masalah yang diajukan guru, serta mengkomunikasikan hasil pemikirannya dalam bentuk kalimat-kalimat lisan atau tertulis. Contoh Carta dan Pertanyaan Pokoknya:
Bebek
Paruh Bebek
Elang
Paruh Elang
Pelatuk
Paruh Pelatuk
35
Kaki Bebek
Kaki Elang
Kaki Pelatuk
Gambar 11. Contoh carta untuk mempelajari adaptasi morfologi.
Pertanyaan yang digunakan 1. Apa perbedaan antara paruh bebek dengan paruh elang? (Siswa memperhatikan gambar paruh bebek dan paruh elang, lalu menjawab) 2. Apa perbedaan antara paruh elang dengan paruh pelatuk? (Siswa memperhatikan gambar paruh elang dan paruh pelatuk, lalu menjawab) 3. Apa yang biasa dimakan oleh bebek? (Siswa memperhatikan gambar paruh bebek dan mengingat pengalamannya sewaktu melihat bebek, jika siswa keliru guru dapat memperbaikinya) 4. Dimana bebek mencari makan? (Siswa mengingat dari pengalamannya, jika siswa keliru guru dapat memperbaikinya) 5. Sesuaikah paruh bebek dengan makanannya? (Siswa memperhatikan gambar paruh bebek, lalu menjawab) 6. Apa yang biasa dimakan oleh elang? (Siswa memperhatikan gambar paruh elang dan mengingat pengalamannya sewaktu melihat elang, jika siswa kurang
mengetahui guru dapat
menceriterakan elang) 7. Dimana elang mencari makan? (Siswa mengingat dari pengalamannya, jika siswa keliru guru dapat memperbaikinya) 8. Sesuaikah paruh elang dengan makanannya? (Siswa memperhatikan gambar paruh elang, lalu menjawab) 36
9. Jika paruh bebek seperti paruh elang, dapatkah bebek mencari makanan di lumpur? (Siswa memperhatikan gambar paruh bebek dan paruh elang, lalu menjawab) 10. Sesuaikah paruh bebek dengan tempat mencari makanannya? (Siswa memperhatikan gambar bebek yang ada di lumpur, lalu menjawab) 11. Dimanakah elang hinggap? (Siswa memperhatikan gambar elang yang hinggap di cabang pohon, lalu menjawab) 12. Jika kaki elang sama seperti kaki bebek, dapatkah elang hinggap di cabang pohon (Siswa memperhatikan gambar cakar elang dan cakar bebek, lalu menjawab) 13. Sesuaikah kaki elang dengan tempat hinggapnya? (Siswa memperhatikan gambar cakar elang, lalu menjawab) 14. Dimanakah bebek mencari makanan? (Siswa memperhatikan gambar kaki bebek, lalu menjawab) 15. Jika kaki bebek seperti kaki elang, dapatkah bebek berdiri di lumpur? (Siswa memperhatikan gambar cakar elang dan cakar bebek, lalu menjawab) 16. Sesuaikah kaki bebek dengan tempat mencari makanannya? (Siswa memperhatikan gambar kaki bebek, lalu menjawab)
C. Keterampilan dan Teknik Berpikir dalam Pembelajaran IPA di Lingkungan Lingkungan, seperti halaman sekolah, tanah lapang, kebun, kolam, dan sungai merupakan sumber belajar bagi siswa. Apa yang akan dipelajari dari lingkungan disesuaikan dengan konsep IPA yang akan dipelajari atau diterapkan pada lingkungan itu. Pembelajaran IPA di lingkungan umumnya digunakan untuk membelajarkan siswa menafsirkan hubungan antara dua objek berdasarkan kondisi objek, dapat juga lebih, tetapi jangan terlalu banyak, agar siswa dapat memikirkannya dengan baik. Salah satu teknik berpikir yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran di lingkungan adalah memikirkan hubungan dua objek yang dapat dilakukan dengan siswa memikirkan hubungan antara makhluk hidup dengan tempat tinggalnya, makhluk hidup dengan objek
37
di sekitarnya, kelembaban tanah dengan penutupnya, suhu udara dengan ruang yang ditempati udara tersebut, dan hubungan-hubungan objek yang lainnya. Seringkali hubungan objek di lingkungan dipelajari dengan menggunakan pembanding, agar penafsiran objek itu relatif benar. Contohnya jika siswa mempelajari tempat ikan hidup di sungai, siswa dapat membandingkan bagian sungai yang ditempati ikan itu dan bagian sungai yang lain yang tidak ditempati ikan itu. Perbedaan antara kedua tempat itu dapat digunakan untuk memikirkan mengapa ikan itu hanya mendiami bagian sungai tertentu. Format pengamatan lingkungan berikut ini dapat digunakan siswa SD dalam mempelajari lingkungan. Kelompok: ............................................................................................. Nama
: 1. ......................................................................................... 2. ......................................................................................... 3. .........................................................................................
Kelas/Semester: ..................................................................................... Sekolah
: .....................................................................................
Waktu dan Lokasi 1. Hari/Tanggal: ................................................................................. 2. Jam
: .................................................................................
3. Lokasi
: .................................................................................
4. Cuaca
: .................................................................................
Alat dan Bahan 1. ...................................................................................................... 2. ...................................................................................................... 3. ...................................................................................................... Pengamatan Objek Utama: ................................................................................................. Keadaannya: 1. ......................................................................................... 2. ......................................................................................... 3. .........................................................................................
38
Objek Pembanding: ............................................................................................. Keadaannya: 1. ........................................................................................ 2. ........................................................................................ 3. ....................................................................................... Pembahasan 1. .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... 2. .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... 3. .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... Kesimpulan ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... Pengisian Format Pengamatan Lingkungan Kelompok: diisi dengan nomor kelompok siswa. Nama: diisi dengan nama-nama siswa dalam kelompok tersebut. Kelas/Semester: diisi dengan kelas dan semester yang sedang diikuti siswa. Sekolah: diisi dengan nama sekolah. Waktu dan Lokasi Hari/tanggal: diisi dengan hari dan tanggal pengamatan. Jam: diisi dengan jam pengamatan. Lokasi: diisi dengan lokasi pengamatan. Alat dan Bahan Diisi dengan nama alat dan bahan untuk pengukuran yang diperlukan. Alat dan bahan menggunakan apa yang tersedia di sekolah. Variabel objek yang diamati dapat diukur dengan menggunakan alat-alat ukur yang tersedia. Jika variabel objek yang diamati
39
tidak dapat diukur, karena tidak ada alat ukurnya, dapat digunakan taksiran (perkiraan). Pengamatan Objek Utama: Objek utama adalah objek yang akan dipelajari siswa. Keadaannya: Diisi dengan keadaan objek utama yang diamati dan diisi dengan ukuran/taksiran besar variabel-variabel pada keadaan objek utama. Variabel-variabel ini digunakan untuk menafsirkan penyebab keadaan objek utama.
Objek Pembanding: Objek pembanding adalah objek yang segala sesuatunya hampir sama dengan objek utama, hanya berbeda satu hal dari objek utama. Objek pembanding ini akan digunakan untuk mengoreksi dugaan-dugaan yang dihasilkan dari hasil menafsirkan variabelvariabel pada objek utama. Keadaannya: Diisi dengan keadaan objek pembanding dan diisi dengan ukuran/taksiran besar variabel pada keadaan objek pembanding. Variabel-variabel ini digunakan untuk menafsirkan penyebab keadaan objek pembanding dan digunakan untuk mengoreksi hasil penafsiran pada objek utama. Pembahasan Diisi dengan penjelasan yang merupakan hasil memikirkan persamaan dan perbedaan antara objek utama dan objek pembanding. Setiap variabel yang dicatat pada kolom keadaan objek utama dan objek pembanding dibahas satu per satu. Kesimpulan Diisi dengan kesimpulan yang merupakan inti pembahasan. Siswa menarik kesimpulan dari membaca pembahasan yang telah disusunnya.
40
Contoh Pengisian Format Pengamatan Lingkungan: Identitas Kelompok: I Nama
: 1. Amin 2. Iman 3. Aman
Kelas/Semester: Y/1 Sekolah
: SD 2.
Waktu dan Lokasi 1. Hari/Tanggal: 5 Agustus 2005 2. Jam
: 08.30 s.d. 09.00
3. Lokasi
: Sudut utara halaman belakang SD 2.
4. Cuaca
: Cerah
Alat dan Bahan Mistar Pengamatan 1. Objek Utama: Tanah luas 10 x 10 cm yang telah lama ditutupi batu di tengah lapang rumput. Keadaannya: 1. Tanah basah. 2. Tanah lunak. 3. Ada seekor hewan kaki seribu. 4. Ada 6 ekor semut merah. 2. Objek Pembanding: Tanah luas 10 x 10 cm yang terbuka di tengah lapang rumput. Keadaannya: 1. Tanah kering. 2. Tanah keras. 3. Tidak ada hewan kaki seribu 4. Ada 3 ekor semut merah.
41
Pembahasan: a. Tanah yang telah tertutupi batu basah, karena tidak tersinari oleh cahaya matahari, sehingga air pada tanah itu tidak menguap. Sedangkan tanah yang tidak tertutupi batu kering, karena tersinari cahaya matahari, sehingga air pada tanah itu menguap. b. Tanah yang telah tertutupi batu lunak, karena tanahnya basah. Sedangkan tanah yang tidak tertutupi batu keras, karena tanahnya kering. c. Tanah yang tertutupi batu dihuni hewan kaki seribu, diduga karena tanahnya lunak dan tidak tersinari cahaya matahari. Tanah yang tidak tertutupi batu tidak dihuni hewan kaki seribu, diduga karena keras dan tersinari cahaya matahari. d. Tanah yang tertutupi batu dihuni 5 ekor semut merah, yang tidak tertutupi batu dihuni 3 ekor semut merah. Diduga semut merah dapat menghuni tanah yang lembab dan yang kering, tetapi lebih banyak yang menghuni tanah yang lembab. Kesimpulan: Tanah yang lama tertutupi batu lembab dan lunak. Hewan kaki seribu dan semut merah dapat menempati tanah yang tertutupi batu.
42
BAB V RANGKUMAN
1. IPA adalah ilmu yang mempelajari cara alam bekerja dan cara mengendalikan (mengelola) alam. Karena itu, IPA dipelajari untuk memenuhi kebutuhan siswa di alam lingkungannya dan di masyarakat. 2. Konsep IPA dasar merupakan konsep ideal. Dalam penerapannya di alam riil konsep IPA dasar itu harus dikembangkan dengan memasukkan faktor-faktor lain yang berpengaruh melalui percobaan IPA. Karena itu, penting bagi siswa untuk dapat melakukan percobaan IPA. 3. Dalam IPA siswa mempelajari 3 komponen alam, yaitu properti objek (benda atau energi), interaksi antara 2 objek (hubungan antara 2 objek), dan peristiwa (proses atau perubahan). 4. Interaksi kompleks terdiri dari interaksi terpusat dan interaksi berantai. Kedua interaksi kompleks ini terdiri dari interaksi-interaksi antara 2 objek. 5. Indikator alam yang terdapat pada setiap konsep IPA digunakan untuk mengidentifikasi
konsep
yang
berlaku
pada
objek
dan
fenomena
yang
dipermasalahkan. 6. Pembelajaran IPA di SD tidak begitu berbeda dengan pembelajaran membaca. Dalam pembelajaran membaca siswa belajar membaca sambil mempelajari makna dari setiap kata dari kalimat yang dibacanya. Dalam pembelajaran IPA siswa belajar “membaca” (menafsirkan) objek dan fenomena alam, sambil mempelajari makna dari setiap konsep yang terdapat pada objek dan fenomena alam yang dipelajarinya. 7. Dalam mempelajari hubungan sebab-akibat dari percobaan diperlukan pembanding untuk mengoreksi “kebenaran” hasil penafsiran. 8. Dalam mempelajari korelasi siswa menafsirkan angka-angka yang diperolehnya dari hasil pengukuran dengan cara memperhatikan naik turunnya angka-angka tersebut. 9. Menggeneralisasikan digunakan untuk mengetahui keberlakuan umum suatu konsep. 10. Mengklasifikasi dilakukan berdasarkan kesamaan ciri-ciri yang terdapat pada objek yang diamati.
43
BAB VI EVALUASI
A. Pertanyaan 1. Akan samakah konsep-konsep IPA dasar yang dipelajari dari berbagai sumber dengan konsep-konsep IPA terapan yang digunakan secara nyata? Jika berbeda, jelaskan letak perbedaannya? 2. Apa yang harus kita ajarkan dalam pembelajaran IPA di SD? Berikan alasannya. 3. Untuk apa pengetahuan IPA yang diperoleh siswa dari buku? 4. Pada dasarnya IPA mempelajari 3 komponen alam, apakah ketiga komponen alam yang dipelajari IPA itu menjadi indikator alam untuk mengidentifikasi keberlakuan konsep-konsep IPA? Tuliskan alasannya. 5. Dapatkah siswa menjelaskan fenomena alam yang terjadi di lingkungannya hanya dengan mengamati fenomena itu? Berikan alasannya. 6. Dalam pembelajaran dengan percobaan, manakah yang harus didahulukan memperlihatkan objek dan fenomenanya dahulu, lalu mengajukan masalah atau mengajukan masalah, lalu siswa melaksanakan percobaan itu? Berikan alasannnya. 7. Apakah perbedaan menafsirkan hasil percobaan antara percobaan sebab-akibat dan korelasi? 8. Kriteria apa saja yang harus diperhatikan dalam pembuatan carta untuk pembelajaran IPA yang menggunakan tanya-jawab? 9. Bagaimana cara siswa menjawab pertanyaan dalam pembelajaran yang menggunakan carta? 10. Komponen alam apa saja yang dapat dipelajari siswa di lingkungan? 11. LKS yang disarankan untuk digunakan dalam modul ini adalah LKS tanpa pertanyaan bimbingan (pertanyaan bimbingannya tidak dituliskan). Antara LKS yang disarankan di sini dengan LKS yang biasa (yang banyak pertanyaan bimbingannya), manakah yang lebih banyak melatih keterampilan berpikir siswa? 12. Dapatkah format pengamatan lingkungan yang disarankan dalam modul ini digunakan untuk siswa kelas 4? Berikan alasannya.
44
B. Rancanglah LKS tanpa menuliskan pertanyaan bimbingan untuk percobaan berikut ini (pertanyaan bimbingannya langsung diucapkan oleh guru melalui tanya-jawab), kemudian buatlah masalah, langkah-langkah percobaan, format pencatatan data, penafsiran, pembahasan, dan kesimpulannya. 1. Sebuah
paku
dililiti
kabel
listrik.
Jika
kabel
itu
dihubungkan dengan sebuah batu batere, paku itu dapat menarik klip yang berada di dekatnya, tetapi jika paku itu tidak dihubungkan dengan batu batere, klip itu tidak tertarik. 2. Sebuah kotak kaca dilengkapi dengan 2 pipa kaca. Di bawah salah satu pipa kaca dipasang lilin dan di atas pipa kaca yang lainnya diletakkan obat nyamuk yang berasap seperti pada gambar di samping ini. Jika lilin tidak dinyalakan, asap obat nyamuk naik, tidak masuk ke dalam kotak. Jika lilin dinyalakan asap dari obat nyamuk itu masuk ke dalam kotak melalui pipa di bawahnya dan keluar dari pipa yang lainnya.
45
GLOSARIUM
Fenomena
Gejala atau peristiwa yang dapat diamati.
Indikator Alam
Objek
atau
dan
fenomena
yang
mengindikasikan
berlakunya sesuatu konsep Interaksi
Saling mengerjakan antara dua atau lebih objek.
Interaksi Berantai
Interaksi yang berkesinambungkan dari dua objek ke dua objek berikutnya.
Interaksi Terpusat
Interaksi sebuah objek dengan objek-objek lain di sekitarnya.
IPA
Ilmu yang digunakan untuk mempelajari cara alam bekerja
Keterampilan Berpikir
Kemahiran/kematangan seseorang dalam melakukan suatu pemikiran, sehingga hasil berpikirnya tepat dan dapat diterima orang lain.
Objek
Benda atau energi.
Peristiwa
Proses atau perubahan yang terjadi di alam. Ada peristiwa yang dapat diamati dan ada yang tidak teramati.
Prinsip
Deskripsi atau persamaan parametrik mengenai objek dan fenomena alam yang diperoleh secara empiris.
Prinsip Segitiga
Deskripsi objek, interaksi, dan peristiwa alam yang
Pengkajian Alam
dipelajari dalam IPA.
Teknik Berpikir
Cara berpikir yang dilakukan untuk dapat memikirkan sesuatu dengan hasil tepat dan dan dapat diterima orang lain.
46
DAFTAR PUSTAKA
Amor, Adlai J., Icamina, Paul M., dan Laing, Mack. 1988. Wartawan dan Penulisan IPA (Terjemahan: S. Maimun). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Chay Asdak. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Carin, Arthur A. & Sund, Robert B. 1985. Teaching Science Through Discovery. Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company. Davis, Mackenzie L., Cornwell, David A. 1991. Introduction to Environmental Engineering. New York: McGraww-Hill, Inc. Monk, Martin & Osborne, Jonathan. 2000. Good Practice in Science Teaching , What research has to say. Philadelphia: Open University Press. Osborne, Roger & Freyberg, Peter. 1985. Learning in Science. Auckland: Heineman. Solomon, Joan. 1992. Science and Technology in Society, What is Technology?. Harfield: The Association for Science Education, College Lane. Wellington, Jerry. 1989. Skills and Processes in Science Education. London: Routledge.
47