DENGAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS; MENGEMBANGKAN PROFESI WIDYAISWARA- MENJAMIN TINGGINYA MUTU HASIL DIKLAT Dimuat Buletin CAHAYA WANA, Balai Diklat Kehutanan Bogor
Summary Continuous development of widyaiswara professionalism is playing a strategic role. In the decision letter of the President of The Republic of Indonesia No 87 year 1999, it is stated that the professionalism qualification is attributed closely to every widyaiswara in their jobs realisation. The jobs cover: research implementation, knowledge development, concept development together with its application, theoretical knowledge and art of problem solution and teaching delivery which all of these are tightly connected to the ethics of widyaiswara. This writing is discussing about one kind of the research: action research/classroom action research. This kind of research contains expectation of quality education and training improvement and at the same time also forestry widyaiswara development.
Pendahuluan Memperhatikan arah di dalam Pedoman Penelitian Tindakan Kelas oleh Dikti-Depdiknas (2004 dan 2005), bahwa dalam perkembangan baru tentang penerapan prinsip pembelajaran kecenderungannya adalah mengarah berbasis penelitian. Penelitian dimaksud bersifat bottom-up dan realistik-pragmatis, berangkat dari diagnosis masalah nyata dan diakhiri dengan perbaikan-perbaikan secara langsung. Titik beratnya adalah pada upaya perbaikan mutu yang inisiatifnya berasal dari motivasi internal pendidik dan tenaga kependidikan itu sendiri (“an effort to internally initiate endeavor for quality improvement”). Dalam hal ini, jenis dan pendekatan penelitiannya lazim disebut sebagai Penelitian Tindakan Kelas atau “Classroom Action Research”. Peningkatan mutu atau pengembangan profesionalisme Widyaiswara secara terus-menerus pada dasarnya menduduki posisi paling strategis. Di dalam Keppres No. : 87 Tahun 1999, kualifikasi profesional wajib melekat pada Widyaiswara dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang meliputi; penelitian,
- 45 -
pengembangan ilmu pengetahuan, pengembangan dan penerapan konsep, teori, ilmu dan seni untuk pemecahan masalah serta memberikan pengajarannya yang terikat dengan etika profesi. Untuk itulah, pemberian fasilitasi yang seluas-luasnya kepada semua jenjang dan jabatan Widyaiswara agar dapat berperan lebih pro-aktif melaksanakan ke-empat unsur tu ugas dan fungsinya, yaitu ; (1) Pendidikan Formal dan Diklat, (2) Pengembangan dan Pelaksanaan Diklat, (3) Pengembangan Profesi, dan (4) Penunjang Diklat, serta membuka kesempatan selebar-lebarnya menyelesaikan masalah - masalah pembelajaran secara profesional melalui penelitian yang dapat berhubungan langsung dengan upaya-upaya pencapaian mutu hasil Diklat yang diselenggarakan oleh Unit Kerja kediklatan. Widyaiswara selaku bagian utama dan terdepan tenaga kediklatan mesti berperan mulai dari pemroses input diklat (sejak merencanakan, menjalankan, mengontrol sampai dengan mengendalikan proses penyelenggaraan Diklat). Khusus dalam pemberian fasilitasi, peningkatan peran dan kesempatan menyelesaikan masalah-masalah proses pembelajaran akan memberi dampak positip ganda. Pertama, peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pembelajaran diklat yang nyata. Kedua, peningkatan mutu diklat; masukan (“input”), proses (“proccess”), dan hasil belajar (“output”). Ketiga, pengembangan keprofesionalan Widyaiswara. Keempat, penerapan prinsip pembelajaran berbasis penelitian.
Pengertian / Batasan Umum 1. Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas mendidik, mengajar dan melatih Pegawai Negeri Sipil pada unit Diklat instansi pemerintah. Herawati (2005) di dalam tulisannya menyatakan peran Widyaiswara adalah sebagai pengungkit (leverage point) dalam kediklatan, dan harus dapat membawa peserta Diklat keluar dari belenggu pemikiran yang terbatas, mewujudkan kompetensi SDM di
- 46 -
bidangnya dengan sasaran yang dituju adalah peningkatan kinerja melalui penciptaan profesionalisme. Untuk itu keberhasilan penyelenggaraan Diklat yang memerlukan sinergi antara pelaksana, peserta dan tenaga kediklatan sangat ditentukan oleh peran strategis Widyaiswaranya. Widyaiswara harus mampu memotivasi dirinya sendiri, mengem bangkan keahlian pribadi nya dengan selalu mengembangkan pengeta huan, gagasan dan pikirannya, agar dalam hal pengabdian serta memberi kan pelayanan untuk tercapainya prestasi kerja Sumberdaya Manusia (SDM) dapat benar-benar terfasilitasi. 2. Penelitian (research) adalah suatu kegiatan penyelidikan yang dilakukan menurut metode ilmiah yang sistematik untuk menemukan informasi ilmiah dan atau teknologi yang baru, membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran hipotesa sehingga dapat dirumuskan teori dan atau proses gejala alam dan atau sosial. 3. Jenis penelitian secara umum menurut Santoso, 2004 adalah : (a) penelitian kuantitatif (analisa statistik) (b) penelitian kualitatif tidak memerlukan analisis dengan statistik dan pembuktian dengan hipotesis, tetapi dasar penyimpulan harus dengan analisa yang kuat, bukti kuat dan silogisme (susunan pendapat menurut pikiran deduksi). (c) action research berdasar tindakan/aktivitas (sambil/sedang bekerja, fleksibel, situasional, banyak dilakukan oleh guru untuk tindakan kelas), (d) gabungan. 4. Penelitian Tindakan Kelas menurut Pedoman Penelitian Tindakan Kelas oleh Dikti-Depdiknas (2004 dan 2005) adalah suatu kegiatan penyelidikan yang dilakukan menurut metode ilmiah terhadap masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran untuk ditingkatkan dan dituntaskan, sehingga proses pendidikan dan pembelajaran yang inovatif dan hasil belajar yang lebih baik, dapat diwujudkan secara sistematis. Upaya dari penelitian ini diharapkan dapat menciptakan sebuah budaya belajar (learning culture) di kalangan pendidik, tenaga kependidikan lainnya dan peserta didik di sekolah, serta menawarkan peluang sebagai strategi pengembangan kinerja, sebab pendekatan penelitian ini
- 47 -
menempatkan pendidik dan tenaga kependidikan lainnya sebagai peneliti, sebagai agen perubahan yang pola kerjanya bersifat kolaboratif. Tujuannya untuk: Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan serta pembelajaran; Membantu pendidik dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas; Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan; Menumbuh-kembangkan budaya akademik di lingkungan kependidikan, sehingga tercipta sikap proaktif di dalam 'melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable); Meningkatkan keterampilan pendidik dan tenaga kependidikan dalam melakukan Penelitian Tindakan Kelas; dan Meningkatkan kerjasama profesional di antara pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. 5. Pengertian tentang kelas sebagaimana uraian di dalam Kamus Diklat Kehutanan (2000) adalah : Kelompok pembelajar yang menerima pengajaran di tempat dan waktu yang sama; dan atau Ruangan tempat pembelajaran yang sesuai dengan persyaratan prinsip-prinsip dan metode mengajar, prinsipprinsip dan metode membimbing dan mendidik, serta prinsip-prinsip dan metode membimbing dan melatih.
Potensi Pengembangan Penelitian Tindakan Kelas oleh Widyaiswara Kehutanan Berhasinya pelaksanaan proses pembelajaran oleh Widyaiswara di Pusat dan Balai-Balai Diklat Kehutanan adalah oleh Widyaiswaranya. Selain jumlah penyebaran Widyaiswara pada masing-masing unit kerja, maka kondisi tingkat kualifikasi profesionalismenya harus selaras dengan kebutuhan beban tugas dari unit kerja tempat bertugasnya. Sebelum membahas lebih
- 48 -
lanjut tentang indikasi potensi serta profesionalisme Widyaiswara Kehutanan kiranya perlu diketahui keadaan sebaran Widyaiswara Kehutanan pada posisi terakhir (bulan Maret 2005), yaitu seperti pada Tabel : 1. Tabel : 1. Jumlah dan penyebaran Widyaiswara Kehutanan pada posisi bulan Desember 2003 dan Maret 2005. No
Unit Kerja
Jumlah Widyaiswara Posisi bulan Posisi bulan Maret Desember 2003 2005 39 31
1.
PUSDIKLAT
2.
Balai Diklat Bogor
24
24
3.
Balai Diklat Kadipaten
19
23
4.
Balai Diklat P.siantar
5
9
5.
Balai Diklat Pekanbaru
10
15
6.
Balai Diklat Samarinda
9
23
7.
Balai Diklat Makassar
12
23
8.
Balai Diklat Kupang Jumlah
8
8
126
156
Memperhatikan jumlah dan penyebaran Widyaiswara di atas serta memahami indikasi-indikasi perkembangan profesionalismenya melalui kemampuan memotivasi dirinya sendiri, mengembangkan keahlian pribadinya dengan selalu mengembangkan pengetahuan, gagasan dan pikirannya, kiranya dapat ditajami informasi hasil pengamatan penulis terhadap penilaian DUPAK Widyaiswara beberapa Balai Diklat Kehutanan bulan Agustus/September 2004 dan bulan Januari/Pebruari 2005 di bawah. Secara umum, sampai saat ini belum diketemukan jenis Karya Tulis Ilmiah hasil Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) dari ajuan DUPAK Widyaiswara sampai dengan bulan Agustus/September 2004 dan Januari/Pebruari 2005. Hampir keseluruhan jenis Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang diajukan adalah "kualitatif” mulai dari butir kegiatan "menyampaikan prasaran
- 49 -
berupa tinjauan, gagasan atau tulisan ilmiah dalam pertemuan ilmiah yang bernilai 2.5 (dua setengah)" sampai dengan "menyusun dalam bentuk naskah KTI hasil penelitian atau pengkajian sesuai dengan bidang yang diajarkan dan tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan yang bernilai 8 (delapan)" . Pada periode Agustus/ September 2004, kondisi pencapaian nilai angka kredit untuk KTI Widyaiswara Kehutanan dari hasil penilaian DUPAK dapat diinformasikan beberapa hal sebagai berikut : 1. terdapat 35 orang mengajukan DUPAK atau sekitar 28 % dari jumlah seluruh Widyaiswara; 2. dari. 28 % Widyaiswara dimaksud yang menyertakan KTI hanya 49 % atau 17 orang dari 35 orang atau sekitar 13 % dari jumlah seluruh Widyaiswara; 3. keseluruhan KTI yang diajukan, tidak terdapat satupun yang mengajukan butir kegiatan dengan satuan hasil berbentuk buku, dan tingkat penyusunan KTI-nyapun belum ada yang berupa butir kegiatan "menyusun KTI hasil penelitian atau pengkajian sesuai dengan bidang yang diajarkan dan dipublikasikan" (bernilai Angka Kredit = 12.5); 4. KTI dengan hasil berupa naskah yang mendominasi adalah pada butir kegiatan "menyusun tulisan ilmiah populer yang disebarluaskan melalui media massa dan menyampaikan prasaran berupa tinjauan, gagasan atau tulisan ilmiah dalam pertemuan ilmiah" (mencapai sebesar 39 %); dan 5. dari pengajuan DUPAK yang menyertakan KTI masih dijumpai sekitar 6 buah KTI bemilai "0" (nol), artinya pemenuhan syarat keilmiahan; baik teknik, metodologi, maupun etika serta isi keilmiahannya dinilai belum memadai. Pada perkembangan hasil penilaian DUPAK periode Januari/Pebruari 2005, khususnya data dan informasi yang terkait KTI dapat diperhatikan keadaannya pada Tabel : 2 .
- 50 -
Tabel : 2. Jumlah rata-rata pengusulan DUPAK dan rata-rata pencapaian nilai dari semua unsur kegiatan dan sub unsur Karya Tulis Ilmiah pada periode penilaian Januari/Pebruari. Balai Diklat Kehutanan (Jumlah WI)
P.siantar (5 orang) Pekanbaru (10 orang) Rumpin-Bogor (24 orang) Kadipaten (19 orang) Samarinda (9 orang) Makassar (9 orang) Kupang (8 orang) Jumlah Widyaiswara di 7 BDK posisi Maret 2005 = 121 orang
Periode Semester II Juli s/d Desember 2004 a) Jumlah WI yang usul a) Jumlah WI yang ada usul KTI b) Rata-rata dari usulan semua b) Rata-rata dari usulan Nilai Nilai Kredit pada DUPAK Kredit KTI pada DUPAK c) Rata-rata hasil dari semua c) Rata-rata hasil Nilai Kredit KTI Nilai Kredit pada PAK pada PAK (Semua unsur/butir kegiatan) (SubunsurPengembangan Profesi/KTI) a) 4 orang a) 1 orang b) 32,10 b) 2,00 c) 28,91 c) 2,00 a) 3 orang a) 2 orang b) 30,06 b) 24,00 c) 26,88 c) 15,00 a) 5 orang a) 4 orang b) 31,30 b) 22,50 c) 25,98 c) 10,50 a) 11 orang a) 3 orang b) 34,84 b) 8,90 c) 20,33 c) 8,90 a) 3 orang b) 31,58 Tidak ada c) 24,28 a) 8 orang a) 4 orang b) 17,80 b) 16,40 c) 14,53 c) 12,20 Tidak ada Tidak ada 34 orang dari 121 orang (28,10%) Widyaiswara di 7 BDK mengusulkan DUPAK pada Semester II tahun 2004
14 orang dari 34 orang (41,18%) Widyaiswara dari 7 BDK menyertakan KTI pada DUPAK Semester II tahun 2004
Pada informasi hasil penilaian periode Januari/Pebruari 2005 Tabel : 2 jika dibandingkan dengan informasi pada periode penilaian Agustus/ September 2004, maka kondisi rata-rata perkembangan kinerja penulisan KTI Widyaiswara Kehutanan dapat disimpulkan secara indikatif sebagai berikut : 1. dari posisi kinerja ± 49 % atau 17 orang dari 35 orang di periode Agustus/September 2004 ternyata menurun kinerjanya menjadi ± 41 % atau 14 orang dari 34 orang pada periode Januari/Pebruari 2005 dalam hal pengembangan profesi (penulisan KTI)-nya;
- 51 -
2. keseluruhan KTI yang diajukan, masih belum terdapat pengajuan butir kegiatan dengan satuan hasil berbentuk buku, dan tingkat penyusunan KTI-nyapun belum ada yang berupa butir kegiatan "menyusun KTI hasil penelitian atau pengkajian sesuai dengan bidang yang diajarkan dan dipublikasi kan" (bernilai Angka Kredit = 12.5), hal ini masih sama saja antara Agustus/ September 2004 sampai dengan Januari/Pebruari 2005; 3. KTI dengan satuan hasil berupa naskah masih mendominasi, khususnya untuk butir kegiatan "menyusun tulisan ilmiah populer yang disebarluas kan melalui media massa dan menyampaikan prasaran berupa tinjauan, gagasam atau tulisan ilmiah dalam pertemuan ilmiah", hal ini masih sama saja di antara Agustus/September 2004 dengan Januari/ Pebruari 2005; dan 4. dari pengajuan DUPAK yang menyertakan KTI pada periode penilaian Januari/Pebruari 2005 sudah tidak dijumpai yang bernilai "0" (nol), artinya pemenuhan syarat keilmiahan; baik teknik, metodologi, maupun etika serta isi keilmiahannya sudah beranjak baik dan memenuhi persyaratan. Mencermati fluktuasi (perubahan-perubahan) keadaan kegiatan pengembangan profesi Widyaiswara Kehutanan dalam hal penulisan KTI selama ± setengah tahun di atas, secara indikatif terlihat besarnya potensi Widyaiswara kehutanan untuk mengembangkan profesionalitas dirinya, terlebih lagi pada saat ini dukungan sarana dan prasarana menulis KTI makin memadai, penambahan Widyaiswara baru berasal dari tenagatenaga berusia muda, dan jaringan informasi mulai berkembang baik dan lancar di antara unit-unit kerja Diklat Kehutanan. Terlebih lagi, apabila dikaitkan dengan kemudahan dan kemurahan jenis penelitian "action research" / "classroom action research", karena dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan tatap muka di kelas, dan implementasinya-pun sangat memungkinkan bagi para Widyaiswara di berbagai jenjang,
- 52 -
nampaknya terkandung harapan akan lebih mantapnya pengem bangan profesi Widyaiswara di tahun-tahun mendatang.
Bidang Kajian dan Harapan dari Penelitian Tindakan Kelas Berdasarkan Pedoman Penelitian Tindakan Kelas oleh DiktiDepdiknas (2004 dan 2005) dengan penyesuaian-penyesuaian untuk kediklatan, maka bidang kajian dari Penelitian Tindakan Kelas adalah: (1) masalah belajar (termasuk di dalam tema ini, antara lain: masalah belajar di kelas, kesalahan-kesalahan pembelajaran, miskonsepsi) ; (2) desain dan strategi pem be/ajaran di kelas (termasuk dalam tema ini, antara lain: masalah pengelolaan dan prosedur pembelajaran, implementasi dan inovasi dalam metode pembelajaran, interaksi di dalam kelas, partisipasi berbagai pihak dalam proses belajar peserta); (3) alat bantu, media dan sumber belajar (termasuk dalam tema ini, antara lain: masalah penggunaan media, perpustakaan, dan sumber belajar di dalam / luar kelas, peningkatan hubungan antara unit kerja Diklat dengan para pihak yang terkait); (4) sistem assesmen dan evaluasi proses dan hasil pembelajaran (termasuk dalam tema ini, antara lain: masalah evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan instrumen assesmen berbasis kompetensi); (5) pengembangan sikap dan perilaku peserta Diklat, Widyaiswara/fasilitator/.instruktur, dan tenaga kediklatan lainnya (termasuk dalam tema ini antara lain: peningkatan sikap perilaku dan tanggung jawab peserta Diklat, peningkatan keefektifan hubungan antar Widyaiswara /fasilitator/instruktur, tenaga kediklatan lainnya, peserta Diklat dan para pihak di dalam proses pembelajaran); (6) masalah kurikulum (termasuk dalam tema ini antara lain: implementasi Kurikulum, urutan/sekuensi penyajian bahasan-bahasan materi, interaksi Widyaiswara/fasilitator/
- 53 -
instruktur dengan peserta, peserta dengan materi pembelajaran, dan peserta dengan lingkungan belajar). Sedangkan hasil yang diharapkan dari Penelitian Tindakan Kelas secara umum adalah sebuah peningkatan atau perbaikan (improvement and theraphy), antara lain sebagai berikut : (1) peningkatan atau perbaikan terhadap kinerja belajar peserta Diklat; (2) peningkatan atau perbaikan terhadap mutu proses pembelajaran di kelas; (3) peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber-sumber belajar lainnya; (4) peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar peserta Diklat; (5) peningkatan atau perbaikan terhadap masalah-masalah peserta Diklat selama mengikuti Diklat; dan (6) peningkatan dan perbaikan terhadap kualitas penerapan kurikulum dan pengembangan kompetensi peserta Diklat. Dari uraian singkat di atas, maka jenis penelitian "action research" / "classroom action research" banyak mengandung harapan demi kemajuan mutu hasil Diklat sekaligus mengembangkan profesi Widyaiswara Kehutanan, dan banyak pula mengandung kesesuaian untuk diimplementasikan pada berbagai jenis dan jenjang Diklat Kehutanan, serta implementasi kolaboratifnyapun sangat memungkinkan bagi para Widyaiswara kehutanan di berbagai jenjang (adanya pola "team teaching") bersama tenaga kediklatan lainnya. Akhirnya, harapan kita bersama kiranya para Widyaiswara Kehutanan akan dapat lebih banyak dan lebih berhasil menulis karya-karya ilmiahnya. Dengan begitu, pada gilirannya akan menjadikan makin mantapnya bukti prestasi/kinerja, menjadikan sebagai "trade mark”, membanggakan, memuaskan, menjadikan sebagai "leverage point', dan menjadi bagian utama dari nilai
- 54 -
tambah ("advantage value") terhadap peningkatan daya saing ("high competitiveness") kehutanan pada negara tercinta Republik Indonesia.
Referensi Boeriswati E, 2004. Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Lembaga Akta MengajarUniversitas Negeri-Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2004. Pedoman penyusunan Usulan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). DIKTIDEPDIKNAS. Jakarta. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2005. Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian Peningkatan Pembelajaran di LPTK (Research for the Improvement of Instruction). DIKTI-DEPDIKNAS. Jakarta. Herawati L., 2005. Peran Widyaiswara Sebagai "Leverage Point" dalam Penciptaan Sinergi Kediklatan Pegawai Negeri Sipil. Majalah INTERAKTIF IWI, Edisi Perdana/April/2005. Penerbit Yayasan Ubaya Widyaiswara. Kabinawa dan Paulus Sumarwan, 2003. Penyusunan Laporan Penelitian. Lembaga Administrasi Negara-Jakarta. Santoso S., 2004. Penelitian Pendidikan/Kediklatan. Lembaga Akta Mengajar, Universitas Negeri ·Jakarta. Zumeini dan Wisnu Hidayat, 2003. Strategi Penulisan Karya Ilmiah. Lembaga Administrasi NegaraJakarta.
- 55 -
Allah tidak mewajibkan orang-orang yang bodoh untuk menuntut ilmu, kecuali terlebih dahulu mewajibkan orang-orang yang berilmu untuk mengajar (Ali bin Abi Thalib). - 56 -