BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO, AFTA, APEC dan organisasi perdagangan dunia lainnya, di satu sisi memberi peluang terhadap sektor pertanian di Indonesia, disisi lain merupakan ancaman terhadap komoditas pertanian jika tidak memiliki daya saing. Daya saing dapat dilihat dari keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki beragam jenis hasil bumi yang berpotensi besar untuk dijadikan sebagai ladang usaha. Mulai dari produk-produk pertanian hingga produk holtikultura, semuanya memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi, sehingga banyak masyarakat yang membudidayakan berbagai produk pertanian dan holtikultura sebagai potensi bisnis yang cukup menjanjikan. Salah satu komoditas holtikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah (Allium cepa L.). Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari bawang merah dan tingginya nilai ekonomi yang dimiliki sayuran ini membuat para petani di berbagai daerah tertarik membudidayakannya untuk mendapatkan keuntungan besar dari potensi bisnis tersebut. Budidaya bawang merah memang memberikan keuntungan cukup besar bagi para petaninya. Mengingat saat ini kebutuhan pasar akan bawang merah semakin meningkat tajam, seiring dengan meningkatnya jumlah pelaku bisnis makanan yang tersebar di berbagai daerah. Kondisi ini terjadi karena bawang merah sering dimanfaatkan masyarakat untuk bahan baku pembuatan bumbu masakan, dan menjadi bahan utama dalam proses produksi bawang goreng yang sering digunakan sebagai pelengkap berbagai menu kuliner. Meskipun keuntungan yang diperoleh dari budidaya bawang merah cukup tinggi, namun sampai sekarang para petani belum bisa membudidayakan bawang
1
2
dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil panen menurun. Hal ini dikarenakan para petani masih sangat tergantung dengan bantuan sinar matahari untuk proses budidaya dan proses pengeringan bawang merah pada saat pasca panen. Tentu keadaan ini sering merugikan para petani bawang merah, sebab persediaan produk yang tidak stabil menyebabkan harganya mengalami fluktuasi (naik di saat musim kemarau dan turun drastis di musim panen). Sulit dipungkiri bahwa sejauh ini sebagian besar petani bawang merah belum mampu mengendalikan harga jual yang kadang melambung tinggi dan di lain waktu justru merosot hingga harga terendah. Kalau dikaji lebih jauh, fluktuasi harga bawang merah tersebut sesungguhnya sebagai dampak ulah para tengkulak yang selama ini menguasai jalur distribusi perdagangan komoditas tersebut. Tidak jarang para tengkulak membohongi para petani dengan menyebutkan bahwa stok bawang merah di pasaran demikian banyak sehingga mereka tidak berminat membeli bawang merah dalam jumlah yang besar. Dalam kondisi seperti ini, petani bawang merah jelas sangat terpojok. Jika bawangnya dibiarkan tidak dijual dalam jangka waktu lama, maka dikhawatirkan akan membusuk. Selain itu, karena bertani dengan modal yang terbatas, mereka berharap hasil panen bawang merah segera terjual untuk menutupi kebutuhan. Akhirnya meskipun dengan harga jual yang murah, mereka terpaksa menjualnya kepada tengkulak. Untuk mencegah kerugian tersebut, maka diperlukan upaya untuk dapat membudidayakan bawang merah sepanjang tahun. Misalnya dengan budidaya di luar musim, dan menggunakan bantuan mesin tepat guna untuk membantu pengeringan hasil bawang merah. Dengan begitu, diharapkan produksi dan harga bawang merah dipasaran bisa terus stabil sesuai dengan permintaan pasar yang terus meningkat. Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu sayuran yang berfungsi sebagai bumbu penyedap dan obat-obatan. Bawang merah banyak diproduksi di daerah Brebes, Jawa Tengah. Setelah dipanen, bawang merah harus segera dijemur untuk melayukan dan menguapkan air pada daun dan umbi serta
3
mengeringkan tanah yang melekat pada umbi agar mudah terlepas untuk selanjutnya disimpan di gudang. Pada waktu penjemuran, umumnya bawang merah dengan daunnya diikat dan dibolak-balik agar umbi bertambah besar (Asgar dan Sinaga 1992; Darkam dan Sinaga 1994). Pembesaran umbi dimungkinkan karena proses fotosintesis masih berlangsung selama daun masih berwarna hijau. Umbi yang pada saat panen berbentuk lonjong, setelah kering akan
menjadi bulat berisi (padat).
Untuk mengurangi kerusakan serta
menganekaragamkan produk, umbi perlu diawetkan atau diolah. Bawang merupakan komoditas yang mudah rusak karena memiliki kadar air yang lebih tinggi (sekitar 70% bb). Kualitas, penampilan, warna, rasa dan tekstur memburuk akibat pembusukan yang disebabkan oleh mikroorganisme, enzim, lalat cuka, dan
lain-lain. Mikroorganisme tumbuh, berkembang biak dan
berkembang dengan adanya kelembaban dan oksigen hingga menurunkan panen bawang. Memar-memar yang disebabkan selama panen dan penanganan mekanis, mempercepat proses kontaminasi pada bawang. Oleh karena itu, setelah dipanen bawang
harus dipasarkan, diolah atau diawetkan sedini mungkin. Untuk
mengatasi masalah ini, pengeringan merupakan prasyarat sebelum
proses
penyimpanan bawang yang benar. Pengeringan meningkatkan masa simpan, mengurangi berat dan volume makanan secara substansial, dan di samping itu, meminimalkan pengemasan, penyimpanan dan biaya transportasi. Biasanya di India, pengeringan terbuka dengan langsung terpapar sinar matahari lebih disukai, namun dengan metode seperti itu, produk terkontaminasi dengan debu, kotoran, curah hujan, binatang, burung, tikus, serangga dan mikroorganisme. Dengan kondisi tersebut, kerugian bisa mencapai 40% - 60% dari jumlah total (Mangaraj et al., 2001). Saat ini, pengeringan komoditas pertanian di industri pengolahan makanan sedang dilakukan dengan bantuan berbagai jenis pengering mekanis. Sebagian besar produk pertanian dikeringkan pada suhu antara 45 ° C -75 ° C. Energi surya dapat digunakan untuk memanaskan udara sampai kisaran suhu yang diperlukan untuk pengeringan sebagian besar produk pertanian, efisien dan ekonomis tanpa
4
mengorbankan kualitas akhir produk. Bahkan pada beberapa kasus dimana diperlukan suhu yang lebih tinggi, diperlukan pemanas surya udara sederhana, pemanasan ini menghasilkan penghematan besar bahan bakar konvensional dan menjamin hasil yang baik. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2 perhari dengan variasi bulanan sekitar 10%; dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2 perhari dengan variasi 9%, dan rata-rata wilayah Indonesia 4,5 – 4,8 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9,5 %. (sumber : “http://www.esdm.go.id/news-archives/56-artikel/3347-pemanfaatan energi-surya-di-indonesia”). Cara pengeringan tradisional dapat menggunakan panas dari matahari untuk mengeringkan bawang merah. Namun dengan cuaca dan iklim Indonesia saat ini dengan hujan yang tidak menentu, menjadikan pengeringan dengan metode ini kurang efektif. Selain itu sinar matahari menurunkan kualitas dari komoditas yang dikeringkan. Sinar atau cahaya dapat merusak beberapa vitamin seperti: riboflavin, vitamin A, vitamin C, dan warna bahan. Masalah lainnya adalah tingkat kelembaban udara di Indonesia yang tinggi. Dengan RH (Relative humidity) yang tinggi, kemampuan udara lingkungan untuk menyerap dan membawa kandungan air dari benda yang dikeringkan menjadi rendah. Membuat proses penyerapan air ke udara berlangsung lebih lama. Alat pengering digunakan untuk mengatasi masalah pengeringan matahari yang tidak menentu ini. Alat pengering yang saat ini umum digunakan adalah alat pengering berbasis proses pemanasan udara pengering sehingga terjadi penurunan RH (Relative humidity) yang kemudian udara pembawa panas tersebut digunakan untuk menguapkan sebagian air yang terkandung di komoditas. Dengan metode ini maka akan terjadi aliran panas konveksi yang melewati komoditas.
5
Namun jika panas yang ada terlampau tinggi dapat merusak kandungan dari komoditas yang dikeringkan, dalam hal ini bawang merah. Bagaimana caranya untuk mengeringkan bawang merah ini dengan tetap mempertahankan kualitas dan kandungan manfaatnya.
1.2. Rumusan Masalah Dengan permasalahan yang ada, maka diperlukan sebuah alat pengering yang dapat mengeringkan
bawang merah dengan cepat dan proses
pengeringannya pun dapat terus berlangsung walaupun pada kondisi sedikit atau tanpa sinar matahari agar kandungan yang ada didalam bawang merah tidak berubah dan tidak terjadi penurunan kualitas.
1.3. Asumsi dan Batasan Masalah Di dalam sebuah penelitian banyak ditemui permasalahan-permasalahan, agar
nantinya pembahasan lebih terfokus maka tentunya diperlukan batasan
masalah. Adapun asumsi dan batasan masalah untuk mempermudah penelitian, yaitu: 1. Benda yang digunakan sebagai bahan uji adalah bawang merah utuh yang dibeli dari pasar. 2. Parameter unjuk kerja alat pengering dalam penelitian ini dibatasi pada waktu untuk mengeringkan bawang merah selama waktu 6 jam dengan variasi pengujian yaitu pengeringan terbuka secara langsung dibawah matahari, pengeringan dengan alat hanya dengan radiasi saja, serta dengan kombinasi radiasi dan konveksi dengan variabel kecepatan udara pengering. 3. Unjuk kerja alat pengering bawang
merah
dalam
penelitian ini
dibatasi hanya pada berat awal dan akhir benda uji, laju pengeringan, efisiensi pengeringan serta kadar air dalam bawang merah. 4. Alat pengering yang digunakan ialah alat pengering bawang merah menggunakan kolektor surya bergelombang dengan dimensi kotak
6
pengering 1,5 x 1 x 0,5 m, ukuran plat absorber atau kolektor surya 1,5 x 0,5 m.
1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui pengaruh variasi kecepatan hembusan udara pengeringan terhadap unjuk kerja (laju aliran massa udara, efisiensi pengeringan, dan kadar air dalam bahan) alat pengering bawang yang digunakan dalam penelitian.
2.
Mengetahui performa dari alat pengering bawang yang digunakan dalam penelitian terhadap variasi yang dilakukan.
1.5. Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu alat pengering bawang merah yang efektif dan efisien yang dapat meningkatkan daya guna dari bawang merah dengan mempertahankan kandungan dari bawang merah tersebut.
1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tugas akhir dibuat dengan tujuan
mempermudah
dalam mengetahui proses dari awal penelitian yaitu, latar belakang masalah, rumusan masalah, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metodologi penelitian, sampai dengan proses akhir yaitu, pembahasan dan kesimpulan. Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN Pendahuluan berisi pengantar yang memuat latar belakang, rumusan masalah, asumsi dan batasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Latar belakang masalah berisi hal-hal yang menjadi alasan penulis melakukan penelitian. Rumusan masalah merupakan penarikan kesimpulan dari bagian latar belakang, sehingga didapatkan suatu hal yang akan diteliti. Asumsi dan batasan masalah berisi penjelasan tentang asumsi-asumsi yang diambil dalam penelitian
7
untuk memperlancar penelitian, serta berisi batasan-batasan permasalahan yang diambil untuk lebih mengerucutkan penelitian. Tujuan penelitian menyebutkan secara spesifik tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian. Bagian ini akan dijawab dengan kesimpulan tugas akhir pada bab selanjutnya. Manfaat penelitian berisi hal-hal yang dapat diraih dari kegiatan penelitian, baik manfaat bagi penulis maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan negara da bangsa.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka memuat uraian sistematis tentang hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu dan yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Tinjauan pustaka ini lebih digunakan sebagai referensi dalam memperoleh hasil penelitian yang optimal.
BAB III : LANDASAN TEORI Landasan teori merupakan penjabaran dari tinjauan pustaka sebagai landasan dan tuntunan untk memecahkan masalah penelitian. Landasan teori berbentuk uraian dasar yang kualitatif, serta model matematis atau persamaanpersamaan yang berkaitan erat dengan ilmu yang diteliti.
BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN Menjalaskan detil cara melakukan penelitian yang mencakup desain, bahan, alat, metode penelitian, tingkat ketelitian alat/metode dan kesulitan-kesulitan serta cara pemecahannya.
BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Memuat hasil penelitian atau analisa pembahasan yang sifatnya terpadu. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk daftar (tabel), grafik, foto/gambar, atau bentuk lain dan ditempatkan dekat dengan pembahasan. Pembahasan berisi tentang hasil yang diperoleh berupa penjelasan teoritik, baik secara kualitatif, kuantitatif, atau secara statistik.
8
BAB IV : PENUTUP Merupakan bagian akhir dari sistematika penulisan yang berisi kesimpulan terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan serta saran untuk perbaikan atau pengembangan terhadap penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan merupakan pernyataan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian dan pembahasan untuk membuktikan kebenaran hipotesis. Saran dibuat berdasarkan pengalaman dan pertimbangan penulis yang ditujukan kepada para peneliti lain yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian yang sudah diselesaikan.