BAB I Pendahuluan
Dari sisi pandang WHO, Demam Berdarah Dengue (selanjutnya disingkat DBD) telah menjadi salah satu penyakit yang tergolong epidemik dan endemik serta belum ditemukan obatnya. Sejak tahun 1962, penanganan wabah DBD telah difokuskan pada pemberantasan nyamuk pembawa virus Dengue (Aedes aegypti betina), tetapi sampai saat ini wabah DBD tetap saja menyerang tidak hanya di Indonesia, tapi juga Thailan, Singapura, Meksiko dan beberapa negara lain (Graham dkk., 1999) dan (Guzman dkk., 2002).
Pada tahun 2007 kembali terjadi wabah DBD di berbagai daerah di Indonesia. Gambar I.1 menampilkan ilustrasi kejadian luar biasa DBD di seluruh wilayah Indonesia yang didapat dari Departemen Kesehatan RI. Tingkat fatalitas kasus DBD yakni perbandingan jumlah yang meninggal karena DBD dengan jumlah yang terinfeksi DBD di Indonesia memang bisa ditekan dari sekitar 41,3% pada tahun 1968 menjadi sekitar 1,5% pada tahun 2006. Akan tetapi jumlah kasus, jumlah korban meninggal dan cakupan wilayah terus meningkat dari tahun ke tahun, dari seluruh wilayah Indonesia. Saat ini nyaris seluruh kabupaten di Indonesia menjadi wilayah endemi DBD, padahal di beberapa negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailan dan Vietnam, kasus dan angka kematian akibat Dengue sudah menurun dan relatif terkendali (OOi dkk., 2001) dan (Patumanond dkk., 2003). Sementara di Indonesia, hingga tahun 1990 angka kematian akibat kasus ini masih di atas 3% dan baru bisa ditekan di bawah 3% pada tahun 1991.
Dalam dua dekade terakhir, Indonesia mencatat empat kali outbreaks atau Kejadian Luar Biasa (selanjutnya disingkat KLB) DBD yakni tahun 1988, 1998, 2004 dan 2006. Suasana rumah sakit yang kewalahan menampung pasien menjadi pemandangan rutin setiap tahun (Kompas 7 Februari 2007). Penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini memang merupakan 1
momok yang selalu muncul setiap tahun di berbagai daerah di Indonesia. Terutama di daerah-daerah yang padat penduduknya. Karena nyamuk pembawa penyakit ini terakomodasi kehidupannya dengan baik bila tinggal di daerah yang padat penduduk dan kurang menjaga kebersihan (terutama tempat penampungan air bersih). Secara singkat daur hidup nyamuk penyebar penyakit DBD dapat dilihat pada Gambar I.2.
Gambar I.1. Peta Kejadian Luar Biasa di Indonesia pada tahun 2004. Sumber Depkes
Gambar I.2. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti. Sumber Depkes
Dengan maraknya wabah DBD ini perlu adanya suatu penelitian dan pemikiran yang 2
harus dilakukan tidak hanya dari pihak kesehatan, tetapi juga dari bidang-bidang ilmu lainnya. Seperti yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu memikirkan suatu cara yang tepat untuk membantu menanggulangi penyebaran wabah penyakit ini. Dalam era modern ini baru ada dua negara yang berhasil mengendalikan jumlah populasi nyamuk Aedes aegypti, yakni Singapura dan Kuba, namun demikian masih juga ditemukan kasus Dengue di negara tersebut (Almond dkk., 2002).
Selain melalui pemberantasan nyamuk pembawa Dengue yang relatif sulit dilakukan cara lain yang sedang dikembangkan dalam skala laboratorium adalah penelitian vaksin Dengue(Tacio, 2003).
Virus Dengue memiliki empat serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Para ilmuwan sedang berusaha keras mengembangkan vaksin Dengue yang bersifat tetravalent, yakni satu vaksin yang dapat memberi kekebalan untuk keempat serotipe virus Dengue tersebut. Beberapa kemajuan vaksin yang telah dicapai antara lain yang tertera pada tabel I (Almond dkk. (2002); Halstead dan Deen (2002)).
Tabel I.1. Tabel vaksin Dengue dan Institusi Pengembang Vaksin.
Jenis vaksin
Institusi Pengembang
DEN 1,2,4
Universitas Mahidol Bangkok dibawah lisensi Aventis Pasteur, Lyon, Prancis Walter Reed Army of Research, USA dibawah lisensi GlaxoSmithKline, Risenxart, Belgium Acambis, Cambridge, MA, USA dibawah lisensi Aventis Pasteur, Lyon, Prancis Divisi Vector-Borne Infectious Disease, CDC, USA Laboratory of Infectious Disease, Bethesda,NIH, MA, USA Center for Biologics Evaluation Research, US Food and Drug Administration, Rockville, MD, USA
DEN 1-4 DEN 1-4 DEN 1-4 DEN 1 DEN 4
Meskipun sedang dikembangkan di laboratorium dan masih dalam fase percobaan, namun vaksin ini memberikan harapan baru pada pencegahan penyakit DBD. Oleh sebab itu perlu dianalisis sejauh mana akibat penerapan vaksin ini pada suatu po3
pulasi sebelum diuji-cobakan pada masyarakat. Pada proses inilah diharapkan pemodelan matematika dapat memberikan kontribusi yang penting dalam dunia nyata.
Penelitian yang mengkaji model matematika penyebaran DBD dengan vaksinasi sejauh ini belum dilakukan dan mendesak untuk dikembangkan di Indonesia. Karena selain program pemberantasan nyamuk pembawa virus Dengue, vaksinasi merupakan salah satu cara pengentasan penyebaran infeksi DBD. Pengembangan model matematika dengan pengaruh vaksinasi pada penyebaran penyakit DBD diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam analisis strategi pemberian vaksinasi Dengue yang paling efektif.
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup matematika epidemiologi, yaitu salah satu bagian dari matematika terapan yang membahas berbagai aspek dalam epidemi penyakit menular. Dalam kaitannya dengan matematika epidemiologi, penurunan model matematika penyebaran suatu penyakit cukup beragam, bisa melalui model stokastik, model deterministik, model diskrit, maupun model kontinu. Pada penurunan model-model tersebut masalah vaksinasi juga merupakan salah satu kajian yang penting untuk dilakukan (Anderson dan May, 1992), (Hethcote, 2000) dan (Derouich dkk., 2003). Cara ini merupakan salah satu cara terbaik untuk mencegah penyebaran wabah suatu penyakit (Hill dkk., 2003) dan (Yang, 2002).
Secara khusus penelitian ini akan mengkaji perilaku penyebaran penyakit DBD dengan memperhatikan efek vaksinasi, dengan beberapa skenario vaksinasi yang akan dijelaskan pada bagian batasan permasalahan. Pengkajian tersebut dilakukan dengan mengembangkan model deterministik yang sudah ada (lihat rincian pada (Soewono dan Supriatna, 2001), (Nuraini dkk., 2007c) dan (Nuraini dkk., 2007d)) dengan memasukkan unsur vaksinasi dalam model tersebut. Model deterministik yang dikembangkan berupa sistem persamaan diferensial non-linear, berdimensi dua belas, dengan sepuluh parameter. Untuk penyederhanaan diperlukan analisis parameter-parameter mana saja yang paling berperan dalam kaitannya dengan
4
penyebaran penyakit ini. Kemudian akan dikaji pula masalah analisis numerik sistem persamaan tersebut.
Dari penelitian ini akan dihasilkan laporan, makalah, serta simulasi keadaan puncak kejadian penderita yang terinfeksi Dengue dan waktu terjadinya puncak kejadian tersebut, yang akan dikembangkan menjadi inisialisasi perangkat lunak sistem peringatan dini wabah DBD, yang akan dibahas dalam satu bab khusus dalam penelitian ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan pertama yang timbul adalah bagaimana memanfaatkan pemodelan matematika untuk membantu memberikan kontribusi dalam penentuan strategi vaksinasi apabila vaksin sudah siap untuk diberikan pada masyarakat.
Model matematika ini memberikan beberapa alternatif skenario penerapan vaksinasi dan melihat pengaruhnya pada dinamika populasi. Model inilah yang didefinisikan sebagai model eksternal penyebaran penyakit DBD, yakni melihat pengaruh beberapa skenario vaksinasi dalam kaitannya dengan dinamika populasi model yang telah diteliti.
Permasalahan berikutnya adalah patogenesis dari penyakit DBD, yang sampai saat ini masih belum jelas benar, sehingga diharapkan melalui model matematika dapat membantu memahami fenomena penyakit ini.
Pemodelan proses penyebaran penyakit DBD ditinjau dari dinamik virus Dengue dalam tubuh manusia inilah yang didefinisikan sebagai model internal penyebaran virus Dengue dalam tubuh manusia.
Feng dan Velasco (1997) serta Esteva dan Vargas (2002) membangun model matematika awal mengenai penyebaran penyakit DBD eksternal dengan dua serotipe
5
virus. Berbeda dengan penelitian Feng dan Velasco (1997), penelitian dalam disertasi ini mengembangkan model dari Esteva dan Vargas (2002) dengan penambahan sub populasi penderita DBD yang diisolasi atau yang berada di rumah sakit serta melihat efek penerapan skenario vaksinasi dalam sub populasi tersebut dalam suatu populasi tertutup.
Analisis perbedaan penerapan skenario vaksinasi dibatasi oleh empat skenario, dengan mengasumsikan dua jenis vaksin. Pertama vaksin tetravalent, vaksin ini terdiri atas empat jenis serotipe virus Dengue, pada kenyataannya vaksin ini belum didapat secara sempurna, namun perlu diselidiki bagaimana efek penerapan vaksin ini pada populasi. Kedua, vaksin bivalent, yakni vaksin yang terdiri atas dua jenis serotipe virus Dengue, penerapan vaksin ini pada model mengambil efektivitas kurang dari seratus persen. Vaksin jenis ini dipilih karena selain model yang diteliti pada disertasi ini memperhatikan penyebaran untuk dua serotipe virus, juga dikarenakan vaksin bivalent sudah ditemukan dalam skala laboratoris (Halstead dan Deen, 2002).
Rincian keempat skenario tersebut adalah 1. Vaksin tetravalent, yaitu vaksin yang dibangun untuk terjadinya imunitas terhadap keempat serotipe virus Dengue. Vaksin ini diasumsikan memiliki efektivitas seratus persen untuk keempat serotipe virus tersebut dan digunakan pada populasi bayi pada suatu saat tertentu. 2. Vaksin tetravalent dengan efektivitas seratus persen untuk keempat serotipe virus yang ada dan ditujukan pada sub populasi orang sehat yang dapat terinfeksi Dengue (susceptible). Pada skenario kedua ini laju vaksinasi diberikan untuk sub-populasi susceptible. 3. Skenario berikutnya menggunakan vaksin bivalent, yakni vaksin yang dibangun untuk terjadinya imunitas untuk dua serotipe virus tetapi pada saat pemberiannya, vaksin tersebut tidak memiliki efektivitas seratus persen. Setiap vaksin yang diberikan memiliki peluang sebesar g1 persen kekebalan untuk 6
serotipe virus 1 saja, g2 persen kekebalan untuk serotipe virus 2 saja dan sebesar 1 − g1 − g2 persen kekebalan untuk kedua serotipe virus dengan kata lain prosentase ini memberikan imunitas penuh pada daya kerja vaksinnya. Pada skenario ini vaksin hanya diberikan pada populasi bayi saja. 4. Pemberian vaksin bivalent secara acak dalam suatu populasi dengan efektivitas dibawah seratus persen. Akibatnya perlu diperhatikan adanya faktor memperburuk keadaan (worsening effect) yang berakibat pada sub-populasi penderita infeksi primer maupun infeksi sekunder dari penyakit DBD. Selanjutnya dalam pembahasan model internal penelitian dibatasi oleh penurunan dua model sederhana dengan memperhatikan faktor kekebalan dan tanpa faktor kekebalan dalam tubuh manusia.
Selain dua permasalahan di atas dibahas pula inisialisasi rancangan perangkat lunak sistem peringatan dini penyebaran penyakit ini melalui perhitungan nilai ambang batas yang disebut basic reproduction ratio dan simulasi numerik model eksternal tanpa vaksinasi serta dibandingkan dengan penerapan skenario vaksinasi pertama dan kedua.
Tujuan penelitian ini adalah menentukan parameter-parameter yang penting pada model eksternal dan model internal Dengue.
Selain itu ditentukan pula skenario vaksinasi terbaik berikut parameter yang paling berperan dalam penerapan skenario vaksinasi yang dipilih. Akan ditentukan pula nilai ambang batas bagi parameter-parameter tersebut untuk membedakan apakah endemis akan terjadi atau tidak dalam suatu populasi. Kemudian nilai ambang batas ini akan dikaitkan dengan kriteria kestabilan lokal dari titik kesetimbangan model, baik model eksternal maupun model internal. Selain itu dalam penelitian ini dirancang suatu perangkat lunak sistem peringatan dini untuk pencegahan wabah DBD yang menggunakan skenario vaksinasi pertama dan kedua.
7
Metode penyelesaian yang digunakan dalam disertasi ini memiliki urutan yang terurai dalam butir-butir berikut. 1. Pengembangan model penyebaran eksternal dan internal penyakit DBD. Untuk model penyebaran eksternal dilakukan pengkajian pengembangan model yang sudah ada dan bertujuan untuk melihat dampak penerapan skenario vaksinasi pade model eksternal. Sedangkan untuk model internal dikonstruksi suatu model penyebaran virus Dengue dalam tubuh manusia untuk menjelaskan fenomena penyakit ini dari fakta yang ada di bidang kesehatan. 2. Penerapan skenario-skenario vaksinasi pada model eksternal yang sudah dikembangkan, dan melihat pengaruh skenario-skenario tersebut dalam suatu populasi. Sedangkan pada model internal dibahas pengaruh respons imun pada dinamika model penyebaran virus dalam tubuh. 3. Penurunan nilai ambang batas yang terdiri dari persamaan parameter-parameter model yang telah dikembangkan untuk masing-masing skenario vaksinasi yang ditujukan bagi penyebaran eksternal penyakit Dengue. Selain itu dilakukan juga penentuan parameter terpenting untuk dinamika model internal Dengue dalam tubuh manusia. 4. Penentuan semua titik kesetimbangan model baik eksternal maupun internal serta menentukan kriteria kestabilan lokal dari masing-masing titik kesetimbangan yang sudah diperoleh.
5. Simulasi numerik dari masing-masing model yang telah dikembangkan dengan tujuan melengkapi penjelasan-penjelasan model yang sudah didapat secara analitik. 6. Rancangan perangkat lunak sederhana yang dapat digunakan untuk mensimulasikan sistem peringatan dini penyebaran penyakit DBD secara eksternal dengan menggunakan peta beberapa kecamatan di Kodya Bandung.
8
Kontribusi penelitian ini ditujukan pada pengembangan model matematika penyebaran penyakit DBD dengan menerapkan skenario-skenario vaksinasi. Diharapkan dari model ini dapat dianalisis efek skenario vaksinasi tersebut dalam suatu populasi.
Kemudian sejauh mana proporsi individu yang divaksin untuk masing-masing skenario vaksinasi dalam tiap model juga merupakan salah satu kontribusi penting yang dihasilkan dari penelitian ini.
Selanjutnya, kontribusi yang paling nyata adalah pengembangan sistem peringatan dini penyebaran DBD Dengue dengan masukan beberapa parameter dan melihat bagaimana efek dari parameter tersebut untuk jangka pendek melalui simulasi numerik dan untuk jangka panjang melalui analisis nilai basic reproduction ratio.
Selanjutnya dari sisi kesehatan, patogenesis dari penyakit DBD ini belum dipahami sepenuhnya, sehingga dengan adanya model internal dapat dipelajari dinamika virus (yang memiliki ukuran relatif cukup kecil untuk dimonitor dalam darah) dan sel terinfeksi pada pasien DBD.
Secara ringkas, isi disertasi ini dapat diuraikan sebagai berikut: Bab II memberikan penjelasan mengenai penurunan model dasar penyebaran eksternal Dengue tanpa pengaruh vaksinasi berikut analisis titik kesetimbangannya serta simulasi numerik yang didapat dari model ini. Selanjutnya pemilihan serta penerapan empat skenario vaksinasi dalam model berikut rincian penjelasannya diberikan pada Bab III. Sedangkan Bab IV membahas model penyebaran internal virus Dengue dalam tubuh manusia baik tanpa pengaruh respons imun maupun dengan pengaruh respons imun. Pada bab ini juga diberikan analisis model baik secara analitik maupun secara numerik. Bab V memuat rancangan sistem peringatan dini yang dikonstruksi berdasarkan hasil penelitian dari bab-bab terdahulu untuk mensimulasikan keadaan endemis dalam suatu populasi apabila dimasukkan nilai-nilai parameter tertentu sebagai masukan. Akhirnya bab terakhir, yaitu Bab VI memuat kesimpulan, saran
9
serta masalah terbuka yang dapat diteliti lebih lanjut untuk mengembangkan dan melengkapi hasil penelitian ini di masa yang akan datang.
10