DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMARI MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8
KARWATI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ABSTRAK KARWATI. Degradasi Hidrokarbon pada Tanah Tercemari Minyak Bumi dengan Isolat A10 dan D8. Dibimbing oleh CHARLENA dan ABDUL HARIS. Pencemaran minyak bumi dapat berasal dari tumpahan selama kegiatan pengeboran, produksi, pengilangan, dan transportasi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi pencemaran minyak bumi adalah dengan metode bioremediasi. Bioremediasi merupakan proses pemulihan lingkungan secara alami menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa organik berbahaya menjadi senyawa lain seperti karbondioksida, air, biomassa, dan hasil samping yang lebih sederhana daripada senyawa asal. Penelitian ini menggunakan isolat bakteri eksogenous, yaitu A10 dan D8 sebagai subjek dalam proses ini. Isolat bakteri ini diaplikasikan pada tanah terkontaminasi minyak mentah dengan konsentrasi 5% (b/b). Residu hidrokarbon minyak mentah diukur dengan metode gravimetri. Selama lima minggu, isolat D8 mampu menurunkan kontaminan minyak mentah hingga 92.30% dan A10 hingga 60.23%. Hasil analisis kromatografi gas-spektrofotometri massa menunjukkan isolat A10 dan D8 mendegradasi hidrokarbon dengan cara mengubah rantai karbon senyawa penyusun minyak mentah menjadi rantai karbon yang lebih pendek.
ABSTRACT KARWATI. Degradation of Petroleum Hydrocarbon on Petroleum – Polluted Soil by A10 and D8 Isolates. Supervised by CHARLENA and ABDUL HARIS. Petroleum pollution could come from spilled oil during drilling, production, refining, and transportation activities. One way to overcome petroleum pollution is by bioremediation method. Bioremediation is a natural environment recovery that utilize microorganism activity to degrade hazardous organic compounds to other compounds like carbondioxide, water, biomass, and side products that are simpler than the original compounds. This research used exogenous bacteria isolates of A10 and D8 as subjects of the process. These isolates applied on 5% (w/w) crude oil contaminated soil. Crude oil hydrocarbon residue was measured using gravimetric method. During five weeks, D8 isolate was able to decrease crude oil contaminant up to 92.30% and A10 isolate up to 60.23%. The gas chromatography-mass spectrophotometry analysis showed that A10 and D8 isolates degraded crude oil by changing the oil compounds become shorter chains.
DEGRADASI HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMARI MINYAK BUMI DENGAN ISOLAT A10 DAN D8
KARWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul : Degradasi Hidrokarbon pada Tanah Tercemari Minyak Bumi dengan Isolat A10 dan D8 Nama : Karwati NIM : G44202014
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dra. Charlena, MS NIP 132088359
Drs. Abdul Haris, MSi NIP 100009798
Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA NIP 131578806
Tanggal Lulus:
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................................
vii
PENDAHULUAN .....................................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Minyak Bumi ....................................................................................................... Bioremediasi ........................................................................................................ Mikroorganisme Pendegradasi Minyak Bumi .....................................................
1 2 2
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ..................................................................................................... Metode ..................................................................................................................
3 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Peremajaan Isolat Bakteri ..................................................................................... Kurva Baku Populasi ........................................................................................... Preparasi Media Tanah ........................................................................................ Inokulasi Bakteri dan Inkubasi Media ................................................................. Kadar TPH dan pH media .................................................................................... Komponen Minyak Bumi ....................................................................................
4 4 5 5 6 7
SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................
8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
9
LAMPIRAN................................................................................................................
11
DAFTAR GAMBAR 1
Halaman Reaksi degradasi hidrokarbon alifatik .............................................................. 3
2
Reaksi degradasi hidrokarbon aromatik ...........................................................
3
3
Kurva baku populasi isolat A10 dan D8 ...........................................................
5
3
Kurva penurunan TPH .....................................................................................
6
5
Nilai pH selama lima minggu inkubasi.............................................................
7
6
Profil kromatogram GC-MS minyak bumi .......................................................
7
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Bagan alir penelitian ............................................................................................
12
2
Metode percobaan ................................................................................................
12
3
Hubungan nilai OD dengan populasi bakteri pada isolat A10 dan D8 ................
13
4
TPH minyak mentah .............................................................................................
13
5
TPH tanah ......... ...................................................................................................
13
6
Data minyak dan gemuk, TPH, dan persen degradasi selama 5 minggu inkubasi pada D8.................................................................................................................
7
Data minyak dan gemuk, TPH, dan persen degradasi selama 5 minggu inkubasi pada A10................................................................................................................
8
13 14
Data minyak dan gemuk, TPH, dan persen degradasi selama 5 minggu inkubasi pada blangko ........................................................................................................
14
pH media selama 5 minggu inkubasi ...................................................................
15
10 Senyawa penyusun minyak bumi hari ke-0 .........................................................
15
9
11 Senyawa penyusun minyak bumi dengan penambahan isolat A10 setelah 5 minggu inkubasi...................................................................................................
16
12 Senyawa penyusun minyak bumi pada blangko setelah 5 minggu inkubasi......
16
13 Senyawa penyusun minyak bumi dengan penambahan isolat D8 setelah 5 minggu inkubasi...................................................................................................
17
PENDAHULUAN Minyak bumi merupakan sumber energi utama bagi kegiatan industri, transportasi, dan rumah tangga. Selain itu, minyak bumi merupakan sumber devisa bagi negara. Sebagai sumber energi, minyak bumi memiliki banyak sekali manfaat, tetapi minyak bumi juga dapat mencemari lingkungan darat, air, dan udara. Pencemaran minyak bumi dapat berasal dari tumpahan selama kegiatan pengeboran, produksi, pengilangan, dan transportasi. Salah satu kontaminan minyak bumi yang sulit diurai adalah senyawaan hidrokarbon. Ketika senyawa tersebut mencemari permukaan tanah, maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air hujan, atau masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat beracun. Akibatnya, ekosistem dan siklus air juga ikut terganggu. Keberadaan kontaminan yang sukar diuraikan dan bersifat toksik pada tanah akan mengganggu pertumbuhan tanaman dan organisme lain yang hidup di dalamnya. Akibatnya, kualitas dan daya dukung lingkungan terhadap makhluk hidup menjadi berkurang sehingga perlu penanganan yang serius (Alexander 1999). Telah ditemukan banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi pencemaran minyak bumi. Salah satunya dengan metode bioremediasi. Bioremediasi telah diperkenalkan sejak tahun 1980-an dan digunakan untuk pengolahan limbah padat maupun cair. Metode tersebut dapat menguraikan limbah minyak bumi menjadi karbondioksida, air, biomassa, dan hasil samping yang sedikit lebih sederhana dari senyawa semula sehingga tidak mencemari lingkungan (Citroreksoko 1996). Menurut Udiharto (1992), keuntungan bioremediasi di antaranya ekonomis, cukup efektif, efisien, dan lebih ramah lingkungan. Melalui kegiatan ini diharapkan lahan atau lingkungan yang tercemari minyak bumi akan menjadi normal kembali. Bioremediasi memanfaatkan bakteri pengurai minyak bumi untuk menghilangkan zat pencemar pada tanah, dalam hal ini digunakan bakteri eksogenous, yaitu A10 dan D8. Bakteri ini dapat menguraikan hidrokarbon minyak bumi dengan persentase degradasi sebesar 39.16% (D8) dalam waktu 10 hari (Jamilah 2004). Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh isolat A10 dan D8 dalam proses biodegradasi minyak bumi dan
mengidentifikasi komponen minyak bumi yang terurai. Penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan untuk pemulihan lingkungan yang tercemari minyak bumi baik di darat maupun di laut.
TINJAUAN PUSTAKA Minyak Bumi Minyak bumi merupakan campuran kompleks senyawa organik yang terdiri atas senyawa hidrokarbon dan nonhidrokarbon yang berasal dari sisa-sisa mikroorganisme, tumbuhan, dan binatang yang tertimbun selama berjuta-juta tahun. Kandungan senyawa hidrokarbon dalam minyak bumi lebih dari 90% dan sisanya merupakan senyawa nonhidrokarbon (Speight 1991 dalam Kussuryani 2003). Senyawa hidrokarbon dalam minyak bumi dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu senyawa parafin, naftena, aromatik, dan olefin. Senyawa parafin merupakan penyusun utama minyak bumi yang kandungannya mencapai 30-60 %. Menurut Hadi (2004), minyak bumi mengandung senyawa nitrogen 0-0.5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3.5%. Senyawa belerang yang ada dapat menimbulkan korosi dan pencemaran udara. Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa organik yang terdiri atas karbon dan hidrogen. Hidrokarbon merupakan salah satu kontaminan yang dapat berdampak buruk baik bagi manusia maupun lingkungan. Minyak bumi dan turunannya merupakan salah satu contoh dari hirdokarbon yang banyak digunakan oleh manusia dan berpotensi mencemari lingkungan (Notodarmojo 2005). Limbah minyak terdiri atas bermacammacam senyawa, di antaranya berupa hidrokarbon ringan, hidrokarbon berat, pelumas, dan bahan ikutan dalam hidrokarbon (Shaheen 1992). Kegiatan industri perminyakan dapat menimbulkan limbah yang mencemari lingkungan. Selain itu, proses pengeboran dan pengilangan minyak bumi juga menghasilkan lumpur minyak dalam jumlah besar. Lumpur minyak merupakan polutan yang sangat berbahaya, UU No. 23 tahun 1997 dan PP No. 18 tahun 1999 mengkategorikan lumpur minyak sebagai limbah B3 (Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun). Berdasarkan sifat biodegradabelnya, minyak bumi dibagi menjadi 2, yaitu komponen minyak bumi yang mudah diurai
dan yang sukar diurai. Komponen minyak bumi yang mudah diurai terdiri atas senyawaan alkana yang mudah larut dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Bioremediasi Bioremediasi memiliki konsep dasar pendaurulangan seluruh material organik. Bakteri pengurai spesifik dapat diisolasi dengan menebarkannya pada daerah yang terkontaminasi dan dengan menambahkan nutrisi serta ketersediaan oksigen dapat mempercepat penurunan polutan. Proses bioremediasi bergantung pada kemampuan mikroorganisme yang digunakan dan sistem yang dioperasikan. Proses bioremediasi akan bekerja maksimal pada pH dan suhu optimum serta tersedianya oksigen yang cukup bagi mikroorganisme. Tanah sering diolah atau diperlakukan dengan teknologi fase padat. Hal ini biasanya dilakukan dengan menempatkan tanah yang sudah digali ke dalam suatu sistem wadah. Perlakuan fase padat berguna untuk tanah yang terkontaminasi minyak bumi (Crawford & Crawford 1996). Menurut Eweis et al. (1998), beberapa kelebihan teknik bioremediasi adalah murah, dapat menghilangkan toksisitas dari senyawa pencemar berbahaya, sederhana, dan bioremediasi secara in situ dapat dilakukan dengan aman. Faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas proses bioremediasi ialah keadaan lingkungan, fisik, dan kimia. Faktor lingkungan meliputi suhu, pH, ketersediaan oksigen, nutrisi, dan kelembapan. Faktor fisik terdiri atas ketersediaan air, kesesuaian jumlah mikroorganisme dengan senyawa pencemar, dan tersedianya suatu akseptor yang sesuai, misalnya oksigen. Sementara faktor kimia terdiri atas bentuk struktur kimia dari senyawa pencemar yang akan memengaruhi sifat fisik dan kimia pencemar tersebut (Eweis et al. 1998). Biodegradasi minyak bumi merupakan suatu proses yang kompleks. Proses ini bergantung pada komunitas mikrob, kondisi lingkungan, dan senyawa yang akan diurai. Dalam proses tersebut terjadi penguraian hidrokarbon oleh bakteri yang telah beradaptasi dengan baik di lingkungan tersebut (Udiharto et al. 1995).
Mikroorganisme Pendegradasi Minyak Bumi Proses bioremediasi sangat dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme pengurai minyak bumi dapat ditemukan di tanah, air laut, dan sebagainya. Mikroorganisme dapat berupa alga, bakteri, ataupun fungi. Secara umum, mikroorganisme dapat hidup pada kondisi pH 6–8. Dibble dan Bartha 1979 dalam Udiharto (1992) menyatakan bahwa pH 7.8 merupakan pH optimum untuk biodegradasi hidrokarbon minyak bumi pada tanah. Salah satu faktor yang memengaruhi kemampuam mikroorganisme dalam menguraikan minyak bumi ialah suhu lingkungan. Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu psikrofilik, yang suhu optimum pertumbuhannya 5–15 oC, mesofilik 25–40 oC, dan termofilik 45–60 oC. Pada umumnya, bioremediasi limbah minyak menggunakan mikroorganisme mesofilik. Bakteri pengurai minyak bumi ternyata cukup banyak dan dapat ditemukan di berbagai tempat yang sesuai, yaitu lingkungan yang mengandung limbah minyak bumi yang cukup. Bossert dan Bartha (1984) dalam Udiharto (1996) telah menemukan 22 spesies bakteri yang dapat hidup di lingkungan minyak bumi. Isolat yang mendominasi ialah Alcaligenes, Arthobacter, Acinetobacter, Nocardia, Achromobacter, Bacillus flavobacterium, dan Pseudomonas. Lemigas juga telah menemukan kultur campuran hasil isolasi dari air buangan yang mampu menguraikan limbah minyak bumi. Kultur campuran tersebut didominasi oleh Pseudomonas sp (Udiharto 1992). Bakteri tersebut perlu ditingkatkan aktivitasnya agar dapat berperan aktif dalam menguraikan minyak bumi. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor pendukung proses penguraian tersebut, seperti kandungan air, pH dan suhu, nutrisi yang tersedia, serta ada atau tidaknya material yang toksik. Degradasi senyawa alifatik (parafin) seperti n-alkana terutama melalui oksidasi pada gugus metil terminal membentuk alkohol primer dengan bantuan enzim oksigenase. Alkohol akan dioksidasi lebih lanjut menjadi aldehida, kemudian asam organik dan akhirnya dihasilkan asam lemak dan asetil koenzim A. Senyawa antara asetil Ko-A akan masuk ke dalam siklus Krebs, rantai karbon akan berkurang dari Cn menjadi Cn-2 yang terus berlanjut sampai molekul hidrokarbon
teroksidasi (Atlas & Bartha 1998 dalam Udiharto 1996). Reaksi lengkap dapat dilihat pada Gambar 1. C7H15-CH3 + NADH n-oktana monooksigenase
+ O2
C7H15-CH2-OH + NAD + H2O n-oktanol NAD NADH NAD NADH OH C7H15-CH=O C7H15-C=O n-oktanal H2O asam oktanoat ATP KoA AMP + PPi β-oksidasi ke asetil Ko A Gambar 1
Reaksi degradasi hidrokarbon alifatik.
Senyawa aromatik banyak digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh mikroorganisme seperti bakteri dari genus Pseudomonas. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali pembentukan katekol atau protokatekuat. Senyawa tersebut selanjutnya didegradasi menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs, yaitu asam suksinat, asetil Ko-A, dan asam piruvat. Reaksi lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan antara lain isolat bakteri A10 dan D8 koleksi PAU IPB, kaldu nutrisi (NB), agar nutrisi (NA), tanah yang diambil dari daerah sekitar tambang minyak Minas PT Chevron Pasifik Indonesia (CPI), silika gel, urea, TSP 36, minyak mentah dari ladang minyak Minas PT CPI, dolomit, serta bufer pH 4.0 dan 7.0. Alat-alat yang digunakan antara lain alatalat kaca, alat-alat mikrobiologi, autoklaf, pengocok, plastik tahan panas, kertas saring, oven, eksikator, neraca analitik, pH-meter, penguap putar, spektrofotometer, dan kromatografi gas spektrofotometri massa (GC-MS) Agilent 6890. Metode Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Peremajaan Isolat Bakteri Peremajaan isolat bakteri dilakukan pada media NB (Lampiran 2). Sebanyak 50 ml NB dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml, disterilisasi dalam autoklaf selama 2 jam, dan didinginkan. Setelah dingin, pemindahan bakteri dilakukan dari media agar miring dengan menggunakan ose secara aseptik. Inokulan tersebut dikocok sampai rapat optiknya 0.6 (OD 0.6). Pembuatan Kurva Baku Populasi
NADH NADH + H2O
O2 benzena monooksigenasi
H O H Epoksida benzene H2O NAD +NADH OH H OH H Benzenediol Gambar 2
OH OH katekol
Reaksi degradasi hidrokarbon aromatik.
Kultur hasil peremajaan diencerkan secara aseptik 2, 4, 8, dan 16 kali, lalu diukur ODnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm, dan diukur populasi bakterinya dengan metode cawan tuang (Hadioetomo 1995). Dari kedua data tersebut dapat dibuat kurva hubungan linear antara rapat optik dan satuan pembentuk koloni (SPK). Preparasi Media Tanah Tanah disterilisasi pada suhu 121 oC selama 15 menit. Kemudian tanah yang sudah steril ditimbang sebanyak 500 g, dimasukkan ke dalam wadah kaca sebagai tempat perlakuan. Media tanah tersebut ditambahkan minyak mentah sebanyak 5% (b/b) atau 50000
ppm. Tanah yang sudah terkontaminasi tersebut didiamkan selama 24 jam untuk penstabilan (Dahuru 2003). Inokulasi Bakteri dan Inkubasi Media Sebanyak dua ose bakteri diinokulasikan ke dalam 50 ml NB dan diinkubasi goyang dengan waktu OD0.6. Kultur diencerkan dengan kaldu nutrisi sehingga diperoleh populasi sebesar 1.105 SPK/ml. Sebanyak 1 ml kultur dengan populasi yang telah diketahui dicampurkan ke dalam 30 ml larutan fisiologis. Larutan fisiologis yang berisi bakteri tersebut dicampurkan dengan 49 ml larutan nutrisi dan digoyang. Larutan nutrisi yang berisi bakteri dicampurkan dengan media tanah dan diaduk sampai homogen. Media tanah terkontaminasi minyak mentah yang telah dicampur bakteri setiap harinya dilakukan homogenisasi dan penambahan air untuk menjaga kelembapan tanah. Selain itu, dilakukan juga perlakuan tanah tanpa bakteri sebagai kontrol. Analisis biodegradasi minyak bumi dilakukan selama 5 minggu dan setiap minggunya dilakukan pengukuran total petroleum hidrokarbon (TPH), pH, dan penambahan urea serta TSP 36. Pengukuran Residu Minyak dari Tanah (Alef & Nanpieri 1995; Raislid & Burke 2000) Sebanyak 5 gram tanah diekstrak dengan n-heksana. Kandungan air pada ekstrak tanah dihilangkan dengan menambahkan Na2SO4 anhidrat, sedangkan pelarut dihilangkan dengan radas penguap putar. Setelah itu, ekstrak pekat dipanaskan selama 45 menit pada suhu 70 oC, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Bobot yang terukur adalah bobot minyak dan gemuk (oil and grease/OG). Sampel hasil pengeringan dilarutkan kembali dengan n-heksana dan ditambahkan silika gel untuk menghilangkan senyawa-senyawa polar kemudian disaring. Pelarut diuapkan kembali dan dipanaskan selama 45 menit pada suhu 70 oC. Bobot yang terukur merupakan TPH. % Degradasi =
TPH0 - TPHn TPH0
TPH0 = TPH minggu ke-0 (g) TPHn = TPH minggu ke-n (g)
Analisis Komponen Minyak Bumi Hidrokarbon poliaromatik dan n-alkana dapat diukur dengan menggunakan kromatografi gas (GC) (Chung & King 2001). Metode yang digunakan, yaitu metode uji standar EPA 8270, dengan kondisi operasi suhu oven awal 150 oC, suhu oven akhir 325 o C, volume injeksi 1 µl, tekanan kolom 3.99 psi, dan laju alir eluen 0.7 ml/menit.
HASIL DAN PEMBAHASAN Peremajaan Isolat Bakteri Setiap bakteri yang akan diaplikasikan harus diremajakan terlebih dahulu dengan tujuan mendapatkan bakteri yang aktif. Hal ini dikarenakan sebelumnya bakteri tersebut disimpan pada keadaan inaktif dalam media NA di lemari pendingin. Setiap isolat memiliki waktu tumbuh yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pada tahap ini ditentukan waktu tumbuh isolat mencapai fase eksponensialnya, yaitu suatu fase pertumbuhan yang cepat dan produktif (Pelczar 1986). Fase ini terjadi pada saat OD0.6. Rapat optik menunjukkan kepadatan bakteri yang terlihat sebagai kekeruhan media. Waktu tumbuh merupakan waktu yang diperlukan oleh satu sel untuk membelah menjadi dua atau waktu yang dibutuhkan oleh suatu populasi mikroorganisme untuk menggandakan jumlahnya (Lim 1998). Dari hasil penelitian diperoleh waktu tumbuh isolat D8 (3.5 jam) lebih cepat dibandingkan dengan isolat A10 (4 jam). Kurva Baku Populasi Penentuan jumlah populasi menggunakan metode cawan tuang yang didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jadi, jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan suatu indeks bagi jumlah mikroorganisme yang dapat hidup dalam sampel. Nilai rapat optik merupakan hasil perhitungan berdasarkan nilai transmitan. Nilai transmitan yang terukur disebabkan oleh penyerapan sinar atau pemantulan partikel dalam media. Kurva baku populasi digunakan untuk mengetahui waktu inkubasi bakteri saat mencapai fase eksponensial. Selain itu, kurva baku populasi juga dapat digunakan untuk