DAYA SAING EKSPOR K01"10DITAS TUNA INDONESIA DI P ASAR JEP ANG, 1996-2006
Tes is untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan Bidang Ilmu-Il.uu Sosia)
diajukan oleh: Kartika Eka Wardhani 07/262122/PEK/1l461
kepada FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSIT AS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2009
Tes is DAYA SAING EKSPOR KOMOOITAS TUNA INDONESIA DI PASAR JEPANG, 1996·2006
dipersiapkan dan disusun oleh Kartika Eka Wardhani 07/262122/PEK/11461 telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 23 Juli 2009
Susunan Dewan Penguii Pembimbing Utama
Dr. BudionoSri Handoko, M.A.
Ors. Ahmad Jamli, M.A.
Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
-Tanggal
"' Agustus 2009
~
{ Dr,,Akhmad Makhfatih, M.A. Pengelola Program Studi: Magister Ekonomika Pembangunan
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pcngetahuan saya juga tidak terdapat karya orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta,
Juli 2009
Kartika Eka Wardhani
iii
PRAKATA Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah, SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, maka tesis yang berjudul
"Daya Saing Ekspor
Kcmoditas Tuna Indonesia di Pasar Jepang, 1996-2006" sebagai salah .satu persyaratan
untuk
mencajni derajat sarjana S-2 pada Program Magister
Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada dapat diselesaikan. Dalarn menyelesaikan tugas penulisan tesis ini Penulis mendapat bantuan yang tidak terhingga dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis ingin men) ampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada.
1
Ibu Dr. Denni Puspa Purbasari, M.Sc. selaku pembimbing dalam penulisan tesis ini yang telah mernbimbing, mengarahkan dan memberikan masukan kepada penulis hingga tesis ini selesai.
2
Bapak Drs. Ahmad Jarnli, M.A dan Bapak Dr. Boediono Sri Handoko, M.A, selaku dosen penguji yang te]ah memberikan masukan dan bimbingan dalam penyelesaian tesis ini.
3
PusbindikJatren Bappenas yang telah memberikan beasiswa kepada Penulis.
4
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Departemen
Kelautan
dan Perikanan
yang
telah
mengijinkan
dan
memberikan dukungan kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan. . 5
Suam.ku Yoko Setianto, M.Si dan anakku Raditya Setia Mahardika yang senantiasa meml-erikan duk:ungan doa dan semangat kepada Penulis,
6
Kelu.arga besar Suryanto, SE dan keluarga besar Mulyanto, SH yang selalu memberikan dukungan doa dan semangat kepada Penulis. iv
7
Segenap staf pengajar dan karyawan/karyawati
pad.a Magister Ekonomika
Pembangunan Universitas Gadjah Mada.
8
Rekan-rekan
mahasiswa
Magister
Ekonomika
Pembangunan
Double Degree angkatan II dan Program ReguJer angkatan
Program 35 atas
ke.jasama dan dukungannya untuk tetap semangat. 9
Ternan-teman
di Swakarya 29 A yang tel.ah menemani Penulis selama
mengikuti pendidikan. 10
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan daa kerjasama yang baik selarna PenuJis mengikuti pendidikan. Akhir kata Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna,
namun diharapkan dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.
Y ogyakarta,
Juli 2009
Penulis
v
DAFTARISI Halaman JUf''JL PENGESAHAN
11
PERNYATAAN
lll
PRAKATA
IV
DAFT AR ISI
.
vi
DAFT AR TABEL
.
Vlll
DAFT AR GAMBAR
.
IX
INTI SARI
x
ABSTRACT
Xl
BABI
1 1 4
BAB II
PENGANTAR 1 . 1 La tar Belakang 1.2 Pertanyaan Penelitian 1.3 Keaslian Penelitian 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Manfaat Penelitian 1.6 Sistematika Penulisan
. .. . . .. .
TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS 2.1 Tinjauan Pustaka . 2.2 Landasan Teori . 2.2.1 Teori keunggulan kornparatif David Ricardo . 2.2.2 Teori Heoksher-Ohlin . 2.2.3 Nilai tukar dan harga domestik komoditas ekspor ... L..2.4 Tarif . 2.2.5 Linder Hypothesis .. 2.3 Hipotesis . 2.4 Alat Analisis
.
2.4.1 Revealed ComparativeAdvantage (RCA) 2.4.2 Analisis regresi data panel
. .
IO 10 11
12 12 16 16
18 19 21
23 24 25 25
26
P AB III ANALISIS DAT A 3. 1 Cara Penelitian 3.1.1 Sumberdata
4
28 · ··················· ·································
3.1.2 Batasan dan definisi operasional 3.2 Perkembangan Variabel yang Diamati 3.2.1 Perkernbangan volume ekspor dan impor tuna di Jepang, 1996-2006
. .
28 28 30
.
30 VI
3.2.2 3.2.3 3.2.4 3.2.5 3.2.6 3.3 Hasil 3.3.1 3.3.2
Perizinan kapal penangkap ikan, 1996-2006........ ... Pendapatan per kapita Jepang, 1996-2006 Tarif bea masuk tuna di pasar Jepang, 1996-2006 .. Harga komoditas tuna Indonesia, 1996-2006 ......... Nilai tukur riil Rupiah terhadap Yen, 1996-2006.. Analisis Data dan Pembahasan Estimasi keunggu1an komparatifkomoditas tuna... Hasil regresi data panel........................................... 3. 4 Kelemahan Penelitian . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan . 4.2 Saran
..
..
34 .+ 1 42 43
44 46 46 48 54
55 56
DAFT AR PUST AKA LAMP IRAN
vu
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1
Penelitian Terdahulu yang Menganalisis Kinerja dan Daya Saing Ekspor Suatu Negara atau Komoditi, 1996-2006
Tabel 3.1
Klasifikasi Komoditas Tuna ~ndonesia
28
T..ibel 3.2
Perkernbangan Impor Komoditas Tuna di Jepang, 1996-2006
31
TaiJel 3.3
Jumlah Kapal Penangkap Ikan Izin Pemerintah Pusat menurut Status Usaha dan Ukuran Kapal, 1996-2006
3'/
Tabel 3.4
Tarif Bea Masuk Komoditas Tuna di Pasar Jepang can Indonesia, 1996 - 2006
42
T2bel 3.5
Nilai Tukar Riil Harga Umum Barang Jepang terhadap Harga Umum Barang Indonesia, 19962006
45
Tabel 3.5
Indeks RCA Komoditas Tuna Indonesia, 19962006
47
Tabel 3.7
Ringkasan Statistik
49
Tabel 3.8
Hasil Pengolahan Data Panel menggunakan Metcde . "ooled OLS dan Fixed Effect
52
5
Vlll
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar z.I
Batas Kernungkinan Produksi Jepang dan Indonesia
17
Gambar 2.2
Dampak Penurunan Harga terhadap Ekspor
21
Gambar2.3
Dampak Penurunan Tarifterhadap Peningkatan Ekspor
22
Gambar 2.4
Dampak Peningkatan Pendapatan Per Kapita terhadap Peningkatan Ekspor
23
Gambar 3.1
Volume Ekspor Komoditas Tuna berdasarkan Negara Tujuan Ekspor, 1996 - 2006
32
Gambar 3.2
Bagan Alir Proses Administrasi Penerbitan SIPI
39
Gambar 3.3
Bagan Alir Proses Administrasi Penerbitan SIUP
40
Gambar 3.4
Perkembangan Pendapatan per kapita Jepang, 1996-2006
41
Gambar 3. 5
Perkembangan Harga Tuna Indonesia di Pasar Jepang, 1996-2006
44
Gambar 3.6
Perkembangan Nilai Tukar Riil Harga Umum Barang J epang terhadap Harga Umum Barang Indonesia, 1996-2006
46
Gambar 3.7
Perkembangan Indeks RCA Komoditas Tuna Indonesia, 1996-2006
48
lX
INT IS ARI
Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi daya saing ekspor komoditas tnna Indonesia di pasar Jepang selarna periode 1996-2006 dan menganalisis fsktor-faktor yang mempengaruhi daya saing tersebut. K.lasifikasi komoditas tuna dalam penelitian ini terdiri atas tuna sirip kuning segar atau dingin (HS 030232), ikan tuna lainnya segar atau dingin (HS 030239), tuna sirip kuning dibekukan (HS 031)342), Cakalang/Tongkol dibekukan (HS 030343), dan tuna lainnya dibekukan (I-tS 030349). Dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) sebagai uk:uran daya saing, penelitian ini menemukan bahwa komoditas tuna Indonesia memiliki daya saing di pasar Jepang. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai RCA dari kelima produk yang secara statistik lebih besar daripada 1. Namun, bila dilihat dari magnitude RCA per produk, dua komoditas telah kehilangan daya saingnya yaitu tuna sirip kuning dibekukan (HS 030342) dan ikan tuna lainnya dibekukan (HS030349). Ukuran RCA ini kcmudian digunakan sebagai variabel dependen dalam analisis regresi panel. Hasil estimasi regresi panel menunjukkan bahwa harga berpengarnh negatif dan signifikan terhadap RCA. Namun demikian efektivitas penurunan harga dalam peningkatan daya saing (RCA) akan berkurang bila disertai dei.gan peningkatan basil tangkapan. Penelitian ini tidak menemukan bukti bahwa pendapatan riil per kapita Jepang, jurnlah kapal besar penangkap tuna, dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Yen berpengaruh terhadap daya saing (RCA).
Kata kunci: Daya saing, komoditas tuna, RCA, regresi pane]
x
ABSTRACT
The objectives of this paper are to estimate export competitiveness of tuna commodities in Japanese market in 1996-2006 and to analyze factors that influence it. Tuna is classified into five categories: (1) fresh or chilled yellow fin tuna (HS 030232); (2) others tuna, fresh or chilled (HS 030239); (3) frozen yellow fin tuna (HS 030342); (4) frozen skipjack tuna (HS 030343); and (5) others tuna frozen (HS 030349). Using Revealed Comparative Advantage (RCA) as a competitiveress measure, this paper finds that Indonesian tuna is competitive in Japanese market which is showed by average RCA is statistically greater than 1. However, based on the magnitude of RCA per product category, two of them have lost their competitiveness, i.e., frozen yellow fin tuna (HS 030342) and others tuna irozen (HS 030349). RCA measure is then used as the dependent variable in panel regression analysis. The results show tha: price has negative and significant effency on RCA Moreover, the effectiveness of price in boosting RCA will decrease with the volume of fish captured. This paper does not find evidence that Japanese real GDP per capita, number of large ships, and real exchange rate affect RCA Keywords: Competitiveness,
tuna commodities, RCA, panel regression
XI
BABI PENGANTAR
1.1
Latar Belakang
Penelitian mengenai daya saing produk ekspor Indonesia telab banyak dilakukan sebelumnya, diantaranya adalah yang dilakukan oleh Fuady (2007), Aswicahyono
dan Maidir (2007), Anas dan Soejaclnnan
(2006), Suprihartini
(2005), Susetyo (2005), Muslim (2006), Juswanto dan Mulyanti (2003), Drajat, Agustian dan Supriatna (2007), Munandar. dkk (2006), dan Suprehatin (2006). Sebagian besar penelitian
tersebut menggunakan
indeks daya saing dengan
metode Revealed Comparative Advantage (RCA) atau Constant Market Share
(CMS).
Meskipun penelitian-penelitian
tcrsebut rnemberikaa
informasi yang
bcrguna tentang apakah produk ekspor Indonesia masih memiliki daya saing atau tidak, namu.n penelitian-penelitian
tersebut meninggalkan pertanyaan yang lebih
strategis, yaitu mengapa produk ekspor Indonesia merniliki atau kehilangan daya samgnya. Penelitian yang membahas sampai dengan tahap ini di Indonesia baru dilakukan
oleh
Suprehatin
(2006)
dan Munandar.
dk.k (2006).
Dengan
m-nggunakan regresi data panel dengan metode Ordinary least Square (OU)
pada tahun 1996-2004,
Suprehatin (2006) menemukan
bahwa volume ekspor,
pendapatan per kapita negara pengimpor, dan hesamya produksi berpengaruh signifikan terhadap daya saing ekspor produk: nanas di pasar Amerika Serikat, Singapura, Jerman, Malaysia, Denmark, Kanada, Saudi Arabia dan Perancis. Sebaliknya tidak ditemukan
bukti bahwa harga clan nilai tukar berpengaruh
I
2 ~ I
terhadap
daya samg ekspor nenas.
Sebagai
ukuran daya saing digunakan
pendekatan pangsa pasar yang merupakan rasio antara volume ekspor nanas segar Indonesia terhadap volume ekspor nanas segar dunia. Munandar. dkk (2006) meneliti produk agroindustri tuna pada tahun 19812003.
Dengan
menggunakan
regresi
linear berganda
(doub.ccfle logaritma
natural), hasil penelitian menemukan bukti bahwa suku bunga, tingkat upah, pendapatan per kapita negara produsen dan pengimpor, serta persentase anggaran ur.tuk diferensiasi produk berpengaruh signifikan terhadap daya saing ekspor ikan tuna olahan di pasar Amerika Serikat, Jepang dan Inggris. Di lain pihak, mereka tidak menemukan bukti bahwa harga produ'; ikan tuna olahan clan produktivitas rr.odal berpengaruh terhadap daya saing. Dalam penelitian ini, Munandar. dkk menggunakan indeks RCA sebagai ukuran daya saing. Satu hal
yang menarik
dari kedua penelitian tersebut
adalah tidak
d.ternukannya bukti bahwa harga produk ekspor berpengaruh terhadap daya saing. Padahal, banyak Iiteratur dan kebijakan pemerintah menyebutkan kompetitif
harga yang
pada kualitas tertentu sebagai sumber dari daya saing produk.
Hasil
penelitian yang kontra intutitif ini menimbulkan dugaan bahwa spesifikasi model yang digunakan tidak tepat, atau terdapat measurement error pada variabel harga yang membuat estimator bias. Penelitian Indoresia
di
pasar
mempengaruhinya. 1
ini akan mengestimasi Jepang
tahun
besarnya daya samg produk
1996-2006
berik:ut faktor-faktor
tuna yang
Produk tuna diklasifikasikan ke daJam 5 (lima) sub-komoditi
Setidaknya, 'iteratur dan kebijakan pemerintah menekankan pentingnya penurunan biaya produksi yang mernl.uat barga produk menjadi lebih rendah dan kompetitif.
3
dalam HS 6 digit yaitu komoditas tuna bersirip kuning segar atau dingin (fresh or c.iilled yellowfin tunas) (HS 030232), ikan tuna lainnya segar atau dingin (fresh ot chilled others tunas) (HS 030239), ikan tuna bersirip kuning dibekukan (frozen
Yellowfin tunas) (HS 030342), Cakalang/Tongkol dibekukan (frozen Skipjack tunas) (HS 030343) dan ikan tuna Jainnya dihekukan (frozen others tunas) (HS 030349).
Tuna adalah kornoditas perikanan dan kelautan andalan Indonesia kedua setelah udang di pasar dunia. kornoditas tuna Indonesia.
Jepang sendiri merupakan tujuan utama ekspor
Namun berlawanan dengan Jepang sebagai pasar
ekspor tuna utama Indonesia,
selama
periode
l 996-2006 volume ekspor
komoditas tuna Indonesia ke Jepang justru turun rata-rata 2,1 I persen per tahun dan nilai ekspornya hanya naik rata-rata 0,71 persen per tahun. Dengan dernikian, penelitian ini memberikan kontribusi dalam pengukuran daya saing produk tuna Indonesia di pasar Jepang, digunakan indeks RCA
Sebagai ukuran daya saing
Indeks RCA ini kemudian digunakan sebagai variabel
dependen untuk analisis regresi data panel. Sebagai variabel penjelas digunakan harga, nilai tukar nil, hasil tangkapan (sebagai prok= dari faktor endowment Indonesia), pendapatan per kapita Jepang, kapal ukuran 500-1000 GT (sebagai proksi dari teknologi), dan tarif impor produk tuna di Jepang. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa rata-rata RCA produk tuna Indonesia di pasar Jepang dari tahun 1996~2006 berkisar antara 0,09 sampai dengan 4,68. Sementara itu dua dari lima produk tuna tidak memiliki daya saing, yaitu produk tuna sirip kuning dibekukan .dan ikan tuna lainnya dibekukan.
4
Estimasi dengan menggunakan regresi data panel menemukan adanya robust effect harga tuna terhadap daya saing, dirnana setiap 1 US Dollar penurunan harga tuna per kilo menyebabkan kenaikan RCA rata-rata sebesar 1,49 poin, ceteris paribus. 1.2
Pertany:ian Penelitian
I'ertanyaan penelitian adalah sebagai berikut. 1.
Apakah komoditas tuna Indonesia memiliki daya saing selarna periode 19962006 di pasar Jepang?
2.
Apa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya saing komoditas tuna di
pasar Jepang? Apakah faktor-faktor dari sisi supply seperti endowment dan teknologi lebih berpengaruh daripada faktor-fakror dari sisi demand seperti harga, exchange rate, dan pendapatan per kapita Jepang?
1.3
Keaslian Penelitian
Ada beberapa penelitian sebelumnya yang menganalisa kinerja dan daya saing ekspor suatu negara atau komoditi sebagaimana ditunj ukkan pada Tabel.1.1.
5
-· VJ
=
,_ ll'l
-= cu
~
~
~
!l
%,
:!3
....
V'.J
··....--
......... r---.
= ~ Q)
.
...s:::
~
Q)
~
'3
0 0 N '-'
>-.
"tj
§ i:.i..
0 z .....
6
...-
rl'l
= ci:s
-
C'i
Cl)
Cl)
~
~
u
o .... Cd
a
t'd
'Vi
00
c: c: ro (I.)
00 0 0.. c: "Cl (1)
·-~..:..:..s . a. . .
a
::I (/) >-. "O Cd
ro o Q
o..~
,-.....
'§Cd
~ J:a
"O
..c::
Cd
c:]
~ o ~ . ro .,.,....
~a
8. § "O
0(1).S~
0 0 N ..._.,
t:
("')
·rt) (1)
0
ro
:aro
(1) ...... ....
..I(')
N .......,
d
c: ..c::
·Cd rt)
-o 0
z
0.0
. c:.
·.eCd :-5 .....
0..
;::s
Cl)
~
7
-..~ '
t..=
Cl)
~
o
·-- .::
,.-._ V)
Q>
Cl
~
0 0 N '-' 0 >,
.......
v
Cl)
::s
Cl)
c:)
z
-·-,,, ~
=
d
z
00
0 ......
9
d
z
10
Perbedaan penelitian iru dengan penelitian terdahulu terletak pada fokus
ko-noditas dan negara tujuan ekspor yang akan diuji, Penelitian ini ak.an menguji keunggulan komparatif komoditas tuna bersirip kuning segar atau dingin (fresh or
chilled yellowfin tunas) (HS 030232), ikan tuna lainnya segar ata.u dingin (fresh or chilled others tunas) (HS 030239), ikan tuna bersirip .kuning dibekukan (frozen Ye'lowfin tunas) (HS 030342), Cakalang/Tongkol
dibekukan (frozen Skipjack
tu11as) (HS 030343) dan ikan tuna lainnya dibekukan (frozen others tunas) (HS 030349) di pasar Jepang dengan menggunakan analisis RCA dan regresi data panel dengan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk menganalisa faktorfaktor yang mempengaruhi
daya saing ekspor komoditas tuna Indonesia pada
periode 1996-2006 di pasar Jepang.
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengestimasi besarnya daya saing komodita.s tuna Indonesia di pasar Jepang pada periode 1996--2006.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
daya saing komodita.s tuna
terse but.
1.5
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan rnanfaat bagi. 1.
Pemerintah khususnya Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai bahan referensi untuk mengetahui daya saing komoditas tuna Indonesia di pasar Jepang dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
11
2.
Peneliti
selanjutnya
yang
berminat
melakukan
penelitian
di bidang
perdagangan intemasional khususnya produk perikanan.
1.6
Sistematika Penulisan
Penulisan penilitian ini terdiri atas 4 bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab Imerupakan Pengantar, pada bab ini memuat latar belakang, pertanyaan penelitian, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pennlisan; Bab II merupakan Tinjauan Pustaki dan Alat Analisis, pada bab ini memuat tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis penelitian, dan alat analisis; Bab III merupakan Hasil Analisis, pada bab ini menguraikan cara penelitian, perkembangan variabel yang diamati, dan basil analisis data dan pembahasan; Bab IV merupakan Kesimpulan dan Saran.
BABil TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS
2.1
Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu telah dilakukan untuk: menguji daya- saing ekspor produk Indonesia di pasar internasional. Diantaranya adalah Fuady (2007) yang menguji daya sa.ng ekspor Indonesia ke USA pada tahun 1986 - 2003. Dengan menggunakan analisis Shift Share ditemukan bahwa posisi daya saing ekspor Indonesia berubah sepanjang waktu, yaitu pada periode [ (1986-1991) ditemukan bahwa hanya tiga sek:tor natural resources based yang memiliki posisi daya saing ekspor, pada periode II (1992-1997)
ditemukan bahwa produk
Indonesia mampu bersaing dengan produk ekspor dari negara berkembang Iainnya di kawasan Asia dan selanjutnya, pada periode III (1998-2003) yakni setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, diketabui bahwa Indonesia menghadapi masalah serius dengan posisi daya saing ekspomya. Masalah tersebut terutama berasal dari efck daya saing, di mana pertwnbuhan
ekspor lebih lam.bat dari reference
economy dan untuk memperoleh kembali posisi daya saing seperti pada periode II, Indonesia harus fokus pada industri domesnk, seperti peningkatan teknologi dan sunber daya manusia daripada membuat kebijakan penurunan tariff lines. Aswicahyono dan Maidir (2007) menganalisis perkembangan daya saing l-eberapa industri penting Indonesia dan menjelaskan bagaimana perubahan iklim kcmpetisi
akibat
perubahan
regulasi
perdagangan
multilateral
dapat
mempengaruhi dinamika industri. Penelitian ini menggunakan analisis Constant Market Share (CMS) dan effective rate protection (ERP) untuk menganalisis 12
13
inse-tif yang diterima oleh produk perdagangan domestik sebagai akibat dari
struktur tarif. Adapun basil penelitian tersebut adalah: (1) ek.sporsektor pertanian mengalami penurunan dan memiliki efek daya saing yang negatif · pasca bergabung dengan WTO; (2) pada level peningkatan tertentu, protek.si yang besar pada sektor non-pertanian cenderung mengurangi dampak liberalisasi; (3) besarnya cakupan produk yang menikmati peningkatan daya saing seiring dengan peningkatan permintaan relatif kecil dan menurun; (4) dengan adanya hannonisasi tarif menjadi nol persen, maka akan terjadi penurunan drastis jumlah sektor yang dilindungi oleh tarif. Namun, secara umum sektor-sektor yang dikategorikan "sensitif" tetap tidak berubah. Anas dan Soejachrnan (2006) menguji daya saing produk Indonesia di pasar Jepang dengan menggunakan analisis CMS. Hasil penelitian menemukan behwa: (1) sepuluh produk Indonesia memiliki market penetrasi yang tinggi dan daya saing tertinggi di pasar Jepang; (2) lima produk Indonesia telah kehilangan daya saingnya di pasar Jepang dan dua diantaranya adalah tunas skipja (HS 030232) danfish, whole or in pieces, but not (HS 160416). Penemuan ini sangat mengejutkan mengingat tuna merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor produk perikanan Indonesia. Selanjutnya, Suprihatini (2006) menguji daya saing ekspor teh indonesia di pasar teh dunia dengan menggunakan alat analisis CMS. Penelitian ini n-enemukan bahwa: (1) komposisi ekspor produk teh Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan pasar; (2) negara tujuan ekspor belum ditujukan pada negara yang merniliki i.mporteh yang tinggi; (3) daya saing teh Indonesia di pasar
14
tel> dunia lemah. Susetyo (2005) menguji daya saing dan efisiensi produk kayu olahan Indonesia di pasar dunia dengan rnenggunakan anaJisis RCA, CMS, Indeks Penetrasi
Pasar
dan
lndeks
Perdagangan
Intra-Industri.
Hasil
penelitian
rnenemukan bahwa (1) ekspor produk kayu olahan Indonesia masih mernpunyai keunggulan komparatif yang kuat walaupun trennya menurun; (2) ekspor produk kzyu olahan Indonesia mempunyai tingkat daya saing yang lemah, hal ini ditunjukkan
oleh hasil analisis CMS yang negatif; berarti bahwa negara
pengekspor merupakan pesaing lemah; (3) tingkat penetrasi pasar ekspor produk kayu olahan Indonesia masih rendah dan (4) pola perdagangan ekspor produk kayu olahan Indonesia adalah lebih mendekati pada pola inter-industri. Mulyanti dan Juswanto (2003) menguji daya saing produk manufaktur Indonesia dengan m enggunakan analisis CMS. Hasil penelitian menemukan bahwa (1)
perturnbuhan
ekspor produk manufaktur
Indonesia negatif; (2)
konsentrasi pasar untuk ekspor produk manufaktur Indonesia adalah Jepang, USA, NIE dan negara ASEAN. Untuk meningkatkan perturubuhan ekspor produk manufaktur, mereka memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah untuk melakukan diversifikasi pasar, memberikan insentif khusus berupa tax holidays, penurunan pajak dan tarif impor bahan baku pendukung industri manufaktur. Kemudian, Suprehatin (2006) menganalisis daya saing ekspor nenas segar Indonesia. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang diduga mempengaruhi daya saing ekspor nenas segar Indonesia antara lain adalah volume ekspor nenas, harga
15
ekspor nenas, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara pengimpor dan volume ekspor nenas olahan Indonesia dan produksi nenas segar dalam negeri. Hasil regresi data panel dengan metode OLS menemukan bahwa harga ekspor nenas segar Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar ekspor
nei .as segar Indonesia. Ha] ini diduga bahwa di pasar nenas segar intemasional, para calon importir dapat memperoleh informasi mengenai harga dan kualitas nenas segar dari negara eksportir, sehingga akan mudah memutuskan untuk tidak membeli nenas segar dari suatu negara apabila terjadi kenaikan harga nenas segar dan dalam rangka peningkatan
daya saing, kegiatan produksi nenas perlu
ditingkatkan untuk orientasi ekspor. Pada tahun yang sama, Munandar
dkk. (2005) menganalisis dan
mengidentifikasi fal.tor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kompctisi ekspor komoditas agcoindustri di Indonesia. Dengan menggunakan analisis RCA dan pemodelan ekonometrik dengan metode ordincry least square (OLS); basil penelitian rnenernukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kompetisi ekspor
komoditi
agroindustri Indonesia
adalah
produktifitas,
teknologi,
diferensiasi produk, tingkat liberalisasi perdagangan, harga produk, harga produk terkait, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, tingkat upah, nilai tukar, pendapatan
per kapita negara produsen, dan pendapatan perkapita negara konsumen. Hasil pemodelan ekonometrik dengan menggunakan metode OLS menemukan bahwa koefisien suku bunga (LnSB), tingkat upah (LnTU), pendapatan per kapita negara produsen (LnPPND) adalah negatif dan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kompetisi ekspor komoditas agroindustri perikanan khususnya tuna.
Iti
Sebaliknya variabel pendapatan per kapita negara konswnen (LnPPNK) dan persentase anggaran untuk diferensiasi produk (LnDPR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kompetisi ekspor komoditas agroindustri perikanan khususnya tuna.
2.2 2.2.1
Landasan Teori
Teori keunggulan komparatifDavid
Ricardo
Istilah comparative advantage (keunggulan dikemukakan
oleh David Ricardo
(1917).
komparatit)
pertama kali
Dalam teori tersebut, Ricardo
membuktikan bahwa apabila ada dua negara melakukan perdagangan clan masingmasing negara mengk.onsentrasikan diri untuk mengekspor barang yang memiliki keunggulan komparatif maka kedua negara tersebut akan memperoleh keuntungan (Tarigan,
2006:79).
Negara
pertama
harus melak:ukan spesialisasi
dalam
memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini rnerupakan komoditi dengan keunggulan komparatit) dan mengimpor komoditi yang merniliki kerugian absolut lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian komparatif (Salvatore, 1997:27). Harbeler ( 1936) mendasarkan teori keunggulan komparatif pada teori b'aya oportunitas (lihat Salvatore, 1997:33). Menurut biaya oportuuitas, biaya sebuah komoditi adalah jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk rr emperoleh sumberdaya yang cuk:up untuk rnernproduksi satu unit tambahan komoditi pertama. Dengan demikian, negara yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam memproduksi sebuah komoditi akan memiliki keunggulan komparatif dalam kornoditi tersebut (dan rnemiliki kerugian kornparanf dalem
17
komoditi kedua). Biaya oportunitas yang berbeda disebabkan karena teknologi yang berbeda. Negara yang mampu menghasilkan suatu barang dengan biaya oportunitas lebih rendah dikatakan memiliki keunggulan komparatif karena negara tersebut dapat menjual kom.oditastersebut dengan harga lebih murah. Opportunity cost dapat digambarkan meJalui kurva batas kemungkinan produksi.
Perbedaan
kemiringan
gans
batas
kemungkinan
produksi
mencenninkan perbedaan dalam keunggulan komparatif (Gambar 2.1). Misalnya, Jepang meniiliki keunggulan komparatif pada produksi mesin sehingga kurva batas kemungkinan produksi menjadi lebih landai dari Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif pada komoditas tuna. Diasumsikan biaya opportunitas mesin di Jepang=% tuna dan biaya oportunitas mesin di lndonesia=2 tuna. Artinya, untuk menambah satu unit mesin, Jepang harus mengorbankan % tuna dan Indonesia harus mengorbankan 2 tuna. Biaya oppotunitas (
Indonesia
Tuna
fun a
6
6
8
Mesin
3
Mesin
Gambar 2.1 Batas Kemungkinan Produksi Jepang dan Indonesia
18
Penelitian ini mengggunakan jurnlah kapal besar yang memiliki izin operasional kapal penangkap ikan dari DKP sebagai proksi teknologi Ricardian model. Selain itu, untuk robustness check digunakan jumlah kapa] PMA yang mendapat izin di Indonesia. Alasannya, kapal PMA sangat mungkin memiliki teknologi yang lebih
ba.k dan cocok untuk penangkapan ikan-ikan besar seperti tuna. 2.7 .2
Teori Heclc;cher - Ohlin Dasar pemikiran teori proporsi dari Heckscher - Ohlin pada tahun 1977
(disingkat H-0) bahwa perdagangan antara dua negara terjadi karena adanya
pcrbedaan dalam opportunity cost antara dua negara tersebut dan perbedaan ongkos
alternatif
tersebut
terjadi
karena
adanya
perbedaan
faktor
produksi/endowment yang dimiliki oleh negara pertama dan negara kedua. Teori H-0 masih dipandang sebagai teori klasik dan tetap seperti pendahulunya yang merupakan teori perdagangan internasional yang komparatif statik (Jamli dan Finnansyah, 1998:56). Teori ini dikembangkan oleh dua ekonom terkemuka Swedia, 'yakni Eli Heckscher clan Bertil Ohlin, sehingga dikenal sebagai Heckscher-Ohlin. Menurut para ekonom klasik, keunggulan komparatif di suatu negara bersumber dari
perbcdaan tingkat produktivitas tenaga kerja (satu-satunya faktor produksi yang secara eksplisit mereka perhitungkan).
Dalam kenyataannya,
elemen yang
berpengaruh terhadap berlangsungnya perdagangan internasional bukan hanya tenaga kerja, melainkan juga faktor-faktor produksi lainnya seperti tanah, modal, keterampilan
manajemen,
(Salvatore, 1997: 116-117).
sumber-swnber
daya
mineral
clan sebagainya
19
Teori Heckscher-Ohlin menelaah sebab-sebab rnunculnva keunggulan ko.nparatif bagi setiap negara dan dampuk-dampak yang ditimbulkan oleh hubungan dagang terhadap pendapatan faktor (produksi) di kedua negara yang bersangkutan. Model ini secara eksplisit menyatakan bahwa keunggulan komparatif dipengaruhi secara timbal balik oleb perbedaan-perbedaan di dalam karunia sumber daya di antara negara-negara atau variasi kelimpaban (abudance) relatif atas faktor-faktor produksi dan teknologi produksi yang mempengaruhi ir..tensitasrelatif penggunaan faktor-faktor produksi yang berbeda tersebut dalam menghasilkan berbagai macam barang. Sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan akan mengimpor komoditi yang produksinya mernerlnkan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu {Salvatore, 1997: 117). Faktor variasi kelimpahan juga dikemukakan oleh Ronald Jones pada specific-factors model, Heckscher-Ohlin short run version, bahwa negara-negara selalu mengckspor !Jarang-barang secara insentif menggunakan abundant factors miliknya (lihat Markusen, 2006:26). Factor abundance Indonesia adalab luas perairan. Namun variabel luas perairan tidak memiliki variasi antar-waktu, yang membuat analisis regresi tidak mungkin untuk dilakukan. Jadi, proksinya adalah jumlah tangkapan. 2.2.3 Nilai tukar dan harga domestik komoditas ekspor Nilai tukar antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk dua negara untuk sating melakukan perdagangan. Para ekonom
20
rnembedakan nilai tukar menjadi dua, yakni nilai tukar nominal dan nilai tukar
riil. Nilai tukxr nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang di ant.ara dua negara (Mankiw, 2003:123). Nilai tukar riil berhubungan negatif dengan net export (NX). Ketika nilai tukar riil rendah, harga barang dalam negeri relatif murah dan harga barang luar negeri relatif mahal sehingga net export naik, begitupun sebaliknya. Hubungan antara net export dan nilai tukar riil dapat ditulis sebagaimana berikut (Mankiw, 2003:124). NX = NX( s) (-)
(1)
Blanchard (2006:397) juga menyatakan bahwa nilai tukar riil merupakan faktor yang menentukan tinggi atau rendahnya ekspor suatu negara. Sernakin tinggi harga barang-barang dalam negeri terhadap barang-barang luar negeri, semakin rendah perrn-ntaan luar negeri terhadap barang-barang dalam negeri. Dengan kata lain, semakin tinggi nilai tukar riil, semakin rendah ekspor. Misalkan Y* rnenunjukkan pendapatan luar negeri, maka ekspor dapat ditulis sebagaimana persamaan berikut: X = X(Y*, s)
(2)
(+ ,-)
Dari persamaan (2) dapat diartikan bahwa peningkatan pendapatan Juar negeri (Y*) akan menyebabkan peningkatan ekspor dan peningkatan nilai tukar riil (s) akan menyebabkan penurunan ekspor. Dampak penurunan harga terhadap peningkatan ekspor direfleksikan pada
21
Gambar 2.2. Dengan menggunakan partial equilibrium, pasar berada pada kondisi equilibrium awal di titik: (a) dengan tingkat harga Pdomestik. Oleh karena Pmtemasionat diasumsikan lebih tinggi dari
Pdomestik,
maka ekspcr adalab sebesar X. Kemudian,
harga turun menjadi P' domestik sebagai akibat kenaikan supply sehingga mendorong terbentuknya
equilibrium
baru di titik (b). Konsekuensinya
adalab
ekspor
meningkat menjadi X'.
p
X'
x
, ,,
Pintemasional
, ,,
Pdomesti1<
,,
, ,, , ,
, r:
S'
,.
P' domestik
D
Q Gambar 2.2 Dampak Penurunan Barga terhadap Ekspor
2.2.4
Tarif Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang
diperdagangkan
lintas-baras
teritorial.
Tarif merupakan
bentuk
kebijakan
perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telab digunakan sebagai srrnber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asa1 komoditi, ada dua macam tarif, yakni tarif impor (import tariff), yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain; dan tarif ekspor (export
22
tarifj) yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang dickspor, Pada dasarnya, pengenaan tarif atau bea masuk terhadap barang-barang impor akan meningkatkan harga barang yang dihasilkan oleh produsen da!am negeri. Dampak ini kerapkali justru merupakan tujuan utama dari pemberlakuan tarif - yakni untuk rnelindungi produsen dalam negeri terhadap persaingan impor yang harganya Jebih murah (Salvatore, 1997:257-258).
P1
s
PJepang
p+tarif 4,4% p+tarif3,5% P internasional
Pasar bebas D
M
(ikan tuna)
Garnbar 2.3 Dampak Penurunan Tarifterhadap Peningkatan Ekspor Gambar 2.3 merefleksikan kondisi penurunan tarif impor oleh pemerintah Jepang akan menyebabkan peningkatan ekspor komoditas tuna Indonesia. Masih menggunakan partial equilibrium, misalnya pasar Jepang berada pada kondisi awal di titik (a) dengan
equilibrium
tingkat harga
PJepang·
Karena
harga
internasional pada pasar bebas diasumsik:an lebih rendah dari harga domestik (Pintemasional
<
P1epan'l,)
maka Jepang akan impor tuna sebesar M dari Indonesia.
Kernudian, pemerintah Jepaag menetapkan tarif impor sebesar 4,4 persen, maka
23
harga akan naik menjadi P +tarif
4,4%
dan impor berkurang menjadi M'. Selanjutnya,
terjadi penn.runantarif sebesar 3,5 persen yang menyebabkan harga turun menjadi P+tarif 3,5% dan impor meningkat menjadi M''. Meningkatnya impor Jepang dapat berarti meningkatnya ekspor bagi Indonesia, dengan mengasumsikan kondisi lainnya cateris paribus. 2.~.5
Linder Hypothesis Linder hypothesis salah satunya mengatakan bahwa demands are closely
re.ated to per capita income (lihat Markusen, 2006:38). Karena barang ekspor adalah barang normal, bila pendapatan per kapita naik, maka karena kualitas yang superior, maka pennintaan akan barang ekspor meningkat.
P'.1epang PJepang
Pinternasional
Gambar 2.4 Dampak Peningkatan Pendapatan Per Kapita terhadap Peningkatan Ekspor Gambar ~.4 rnerefleksikan hubungan pcningkatan pendapatan per kapita Jepang dengan peningkatan ekspor Indonesia. Kondisi equilibrium pasar berada di titik (a) dengan harga
P1epang.·
Diasumsikan bahwa harga di pasar intemasional
lebih rendah dari harga pasar Jepang
(Pintemasional
< PJepang) sehingga Jepang akan
24
mcngimpor
sebesar M dari Indonesia. Namun, ketika pendapatan
per kapita
J epang naik maka permintaan akan naik dan menggcser kurva D ke D'. Kenaikan ini herdampak pula pada kenaikan impor dari M menjadi M'.
2.3 Hipotesis Berlandaskan pada teori-teori yang telah dipaparkan di atas, maka hipotesis dalem penelitian ini adalah sebagai benkut. I.
Komoditas tuna masih memiliki daya saing di pasar Jepang (RCA> I).
2. Jumlah izin operasional kapal penangkap ikan berpengaruh positif terhadap daya saing (RCA). Variabel ini merepresentasikan Ricardian model di mana teknologi (yang diproksi oleh jumlah kapal asing dan jumlah kapal besar) menjadi dasar keunggulan komparatif. 3.
Hasil tangkapan komoditas tuna Indonesia akan berpengaruh positif terhadap daya saing. Teori Hekcsber-Ohlin
dan specific factor model (Ronald
Jones) mengatakan bahwa factor abundance menjadi dasar comparative zdvantage.
Factor abundance Indonesia adalah Juas perairan. l Iamun
variabel luas perairan tidak memiliki variasi antar-waktu, yang membuat analisis regresi tidak iuungkin untuk dilakukan.
Jadi, proksinya adalah
jumlah tangkapan. 4.
GDP riil per kapita Jepang berpengaruh positif terhadap daya saing. Linder hypothesis salah satunya mengatakan bahwa demands are closely related to per capita income.
5.
Tarif bea masuk komoditas tuna di pasar Jepang berpengaruh negatif terhadap daya saing. Kebijakan pemerintah termasuk distorsi perdagangan seperti ta.rif
25
dapat menjadi penentu terjadinya perdagangan dan comparative advantage. 6.
Nilai tukar riil berpengaruh negatifterhadap daya saing. Semakin tinggi harga barang-barang dalam negeri terhadap barang-barang Juar negeri, semakin rendah permintaan luar negeri terhadap barang-barang dalam negeri. Dengan kata lain, semakin tinggi nilai tukar riil, semakin rendah ekspor.
7.
Harga komoditas tuna Indonesia berpengaruh negatif terhadap daya saing. Turunnya harga kornoditas tuna akan meningkatkan permintaan Jepang akan produk tuna sehingga meningkatkan RCA.
2.4 2.4.1
Alat Analisis
Revealed Comparative Adva1ttage (RCA) Ballasa (1965) mengemukakan bahwa alat analisis RCA dapat digunakan
untuk melihat keunggulan komparatif suatu negara Suatu negara dikatakan memiliki keunggulan komparatif apabila pada kurun waktu pengamatan, nilai indeks RCA dari produk-produk yang dihasilkan mempunyai nilai lebih besar atau samadengan 1. Artinya bahwa peranan relatif ekspor total suatu negara lebih besar daripada peranan relatif ekspor produk yang sama dalam ekspor total dunia. lndeks RCA dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3) (Jihat Susetyo, 2005:22). RCA!i
=
txu IX
wJ
vcx ; IX we)}
X 11 = nilai ekspor komoditas tuna Indonesia ke pasar Jepang X ...1 = nilai impor komoditas tuna di pasar Jepang X1e =total nilai ekspor Indonesia ke Jepang
(3)
26
X ,., = total nilai impor Jepang Adapun data yang digunakan dalam analisis ini adalah data times series tahun 1996-2006 yang diperoleh dari UN COMTRADE. Perhitungan RCA dilakukan per sub komoditi tuna. Keuntungan menggunakan indeks RCA adalah mempertimbangkan hakekat keuntungan dari komoditi utama ekspor dan konsisten dengan perubahan di dalam economy's relative factor endowment dan produktivitas, Kelemahan menggunakan indeks RCA adalah tidak dapat membedakan perubahan di dalam faktor kelimpahan dan mencari kebijakan perdagangan oleh suatu negara (Batra dan Khan, 2005:5-6). 2.4.2
Analisis ree;resi data panel Daya saing ekspor kornoditas tuna Indonesia diestimasi rnenggunakan
regresi data panel dengan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square=OLS).
Menurut Gujarati (1995) metode ini memiliki keunggulan,
diantaranya adalah secara teknis sangat kuat, mudah dalam perhitungan dan interpretasinya, sifat penaksir yang BLUE (Best, Linier, Unbiased Estimator) di mana dalam kelas penaksir tinier tidak bias, mempunyai varian tidak minimum (lihat Jamii dan Firmansyah, 1998:57). Di lain pihak, data panel terdiri atas data cross section dan data time series. Kelebihan menggunakan data panel adalah (1) data panel menyediakan data yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan degree of freedom yang lebih besar; (2) menggabungkan informasi dari data time safes dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah pcnghilangan variabel (ommited-variabelv (Widarjono, 2007:249-250). Data cross
27
section meliputi data jenis, harga dan tarif impor komoditas tuna sedangkan data time series merupakan data waktu selama sebelas tahun yaitu dari tahun 1996 sampai dengan 2006. Pendugaan model regresinya adalab sebagai berikut:
RCA it = /31 + f32P,-t + e RCA it = /31 + f}2P,.t + /33P,.,xPROD RCA
11
= /31
+ j32P11 +
/33P,.1xPROD
,+e 1
+
L /3 Z
1,
+e
...............
(4)
RCA11 = daya saing (pangsa pasar) komoditas tuna, i = 1,2,3,4,5 (kode HS komoditas Tuna); t = 1996, 1997, ... , 2006
Pi,
=
harga komoditas tuna Indonesia di pasar Jepang (US$/Kg)
PROD1 = jumlah hasil tangkapan komoditas tuna Indonesia pada tahun t (Ton) Z adalah vektor variabel penjelas lainnya, yaitu.
KPL1 = jumlah izin operasional kapal penangkap ikan pada tabun t (unit) T~
= tarif impor
komoditas tuna di pasar Jepang; data diperoleh dari UN
COMTRADE (%) income 1 = pen dapatan per kapita · m· ·1 Jepang pa da tah un ke-t ( Yen ) NT,
=
nilai tukar riil Rupiah terhadap Yen
BAB ID ANALISIS DATA
3.1 Cara PeneHtian 3.1.1
Sumber data Sumber data yang digunakan untuk mengestimasi RCA 1996-2006 adalah
UN COMI'RADE dan sumber data variabel-variabel penjelas dalam regresi RCA adalah Departemen Kelautan dan Perikanan RI, UN COMFRADE, International
Monetary Fund (Ilv!F), CEIC Data Company Ltd dan Bank Indonesia. 3.1.2
Batnsan dan definisi operasional
1. Komoditas tuna yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sub komoditas tuna yang berdasarkan data UN COMI'RADE di ekspor secara rutin setizp tahun dari Indonesia ke Jepang. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1 Klasifikasi Komoditas Tuna Indonesia
HS
KOMODITI --~~~~~--~~~~
Tuna bersirip kuning (yellowfin tuna) segar atau dingin Ikan tuna lainnya segar atau dingin Tuna bersirip kuning (ye!lowfin tuna) dibekukan Cakalang(fongkol (skipjack tuna) dibekukan Ikan tuna lainnya dibekukan Sumher: UN COMTRADE
030232 030239 030342 030343 030349
2. Kapal penangkap ikan adalah jumlah kapal motor penangkap ikan dengan ukuran
500-1000 gross ton (GT) yang mendapatkan
izin operasional
penangkapan dari DKP dan dinyatakan dalam satuan unit. 3. Produksi komoditas tuna Indonesia adalah totalhasil tangkapan komoditas tuna dan dinyatakan dalam sanian ton.
28
29
4. Pendapatan rer kapita Jepang ada1ah pendapatan domestik bruto per kapita (GDP per kapita) Jepang dan dinyatakan dalam Yen. 5. Tarif impor (import tariff) adaJah bea masuk yang ditetapkan o1eh pemerintah Jepang terhadap komoditas tuna dari pasar dunia pada periode 1996-2006 dan dinyatakan dalam satuan persen. 6. Nilai tukar adalah nilai tukar riil yang dihimng dengan persamaan sebagai berikut (Mankiw, 2003:124). B =ex (PIP*)
(5)
di mana: B = nilai tukar riil; e = nilai tukarnominal 100 Yen terhadap Rupiah, dan PIP* merupakan rasio indeks harga umum Indonesia terhadap indeks harga umum Jepang. Nilai tukar nominal adalah nilai k.urs transaksi-tengah 100 Yen terhadap Rupiah pada akhir tahun di setiap periode waktunya. Data di per oleh dari Bank Indonesia dan CEIC Data Company Ltd.
7. Harga komoditas tuna dihitung se.cara tidak langsung, yaitu nilai ekspor dibagi volume ekspor dan dinyatakan dalam US$/Kg.
Hal ini disebabkan data
wholesale price di Jepang hanya tersedia untuk produk tuna sirip k:uning dibekukan dan cakalang/tongkol dibekukan.
8. Keterbatasan dalam menggunakan alat analisis RCA adalah sebagai berikut (Khair, 2000:24). a.
Menggunakan asumsi bahwa setiap negara dianggap mengekspor semua komoditas.
h
Indeks RCA dapat menjelaskan pola perdagangan yang telah dan sedang berlangsung namun tidak menjelaskan apakah pola tersebut sudah optimaJ.
30
c.
Tidak dapat mendeteksi
dan memprediksi
produk berpotensi
di masa
mendatang. d.
Keunggulan komparatif yang tercermin dari basil perhitungan ini bisa jadi
bukan merupakan keunggulan komparatif sesungguhnya, namun bisa saja akibat adanya kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan perdagangan, seperti nilai tukar yang dibuat under valued, proteksi ekspor dan sebagainya.
3.2 3.2.1
Perkembangan Variabel yang Diamati
Perkemb~ngan volume ekspor dan impor tuna di Jepane;, 1996-2006 Tabzl 3.2 menunjukkan perkembangan volume impor komoditas tuna di
pasar Jepang pada periode 1996-2006. Indonesia memberikan share terbesar pada komoditas tuna sirip kuning segar atau dingin (HS 030232). tuna lainnya segar atau dingin (HS 030239), Cakalang/Tongkol dibekukan (HS 030343) dengan nilai masing-masing adalah sebesar 31,05 persen, 20,25 persen dan 24,29 persen terhadap total impor komoditas sejenis di pasar Jepang. Namun demikian, volume impor tersebut rnengalami penurunan dengan nilai masing-masing sebesar 6,28 persen per tahun, 2,82 persen per tahun, dan 4,96 persen per tahun. Di sisi lain, pertumbuhan impor dari negara kompetitor Indonesia justru meningkat. Volume imper Sri Lanka naik sebesar 36,54 persen per tahun pada komoditas tuna sirip kuning segar atau dingin; Spanyol naik sebesar 18,27 persen per tahun pada komoditas tuna lainnya segar atau dingin; dan Philipina naik sebesar 94,57 persen per tahun pada komoditas Cakalang/Tongkol dibekukan.
31
Tabel 3.2 Perkembangan Impor Komoditas Tuna di Jepang, 1996-2006 Satuan: Ton
HS
030212 030232 030232 030232 030232 030232 030232 030239 030239 030239 030239 030342 030342 030342 030342 030342 030343 030343 030343 030343 030349 03:)349 030349 030349 030349 CJ0349
Negara Asal
Dunia Indonesia Singapore Sri Lanka Philippina Thailand Australia Dunia Indonesia Australia Spanyol Dunia Korea Rep. Philippina China Indonesia Dunia Indonesia Philippina Kiribati Dunia Korea Rep. China Australia Indonesia Philippina
1996
1998
2000
2002
35.819 10.301 l.795
33. 787 12.114 I.985
35.795 10.758 5.487
321 1.383 1.093 782 33.410 9.136 32.796 6.196 99.840 16.316 1.912 213 2.571 51.048 23.051 5.303 2.187 102.856 26.676 586 152 2.797 60
421 2.028 948
1.499 2.195 1.124 1.112 31.761 5.271 3.711 2.071 100.641 33.735
32.024 10.924 l.318 2.194 1.420 1.219 2.141 30.245 6.806 2.934 2.322 l 08.561 30.677
3.678 1.299 1.990 77.490 9.668 15.622 20.241 121.906 28. 163 6.789 5.0'59 J.259 3.693
9.184 3.529 2.575 73.137 11.512 908 26.647 152.888 32.603 15.554 6.354 5.812 3.007
l.l 13
34.843 7.186 5.516 1.424 81.640 20.245 1.927 105 4.850 55.356 27.874 9.549 2.018 132.717 40.372 706 1.753 2.212 1.01 I
2004
24.208 754 416 2.394 1.113
1.610 1.096 32.098 7.264 3.585 2.703 109.201 22.920 7.895 4.206 617 81.132 17.267 14.167 5.199 131.142 18.241 6.815 14.507 1.451 3.310
Ratarata pertum bYhan per tahun
2006
19.077 4.908 120 2.287 936 2.010 585 25.072 5.287 2.030 l.817 90.266 19.609 12.123 7.3% 1.400 50.448 7.812 11.769 1.202 99. .t,83 1~.342 ~2.739 6.869 1.628 3.514
-5,82 -6,28 -3,21 36,54 8,22 8,39 1,45
1
-2,65 -2,82 0,76 18,27 1, 11 8,87 62,88 74,16 11,77 2,50 -4,96 94,57 34,50 0,52 -0,01 67,48 89,57 3,43 99,72
Sember: UN COMIRA.DE,berbagai tahun, data diolah Penurunan volume impor komoditas tuna Indonesia di pasar Jepang dapat cL.sebabkan oleh dua faktor. Pertama, ekspor komoditas tuna Indonesia cenderung beralih
pad a pasar
Amerika
Serikat.
Hal tersebut
ditunj ukkan
melalui
Share thd impor dunia (%)
31,05 6,82 5,08 5,04 4,57 4,00 20,25 11,81 6,19 24,21 6,17 2,81 2,39 24,29 15,58 14,95 20,77 6,60 4,14 2,35 2,00
32
perkembangan
volume ekspor komoditas tuna ke · Ameri·ka Serikat yang naik rata-
rata sebesar 9,4.3 .persen per tahun .. Sebaliknya, volume eksporkomeditas-nma.ke Jepang turun rata-rata .sebesar 2,1 I per tahun. Gamhar 3. I menunjukkan bahwa tujuan ekspor mulai beralih.ke pasar Amerika Serikat setelah tahun 2002, dimana
volume ekspor ke pasar Iepang turun dari 4l. l49 ton- pada tahun 2'002 menjadi · ]0.99-8 ton pada tahun 2006, sebaliknya volume meningkatdari-14.134-ten·p~da
i------
ekSJX)f
'ke Amerika Serikat
tahun 2002 menjadi 20.546 tonpada tahun 1006.
so.ooo 45,0QO
,- 40,000 -~ 35,000 0 3'0,000 o, Vl 25,000 ~ 20;000· § 15,000 0 > 10,000 5,000
1
l ·1 -i ! -:fifll)SH
-----Unl ((()j)a
1996 1998
2000 2002 2004 2006
Gani bar J.1 ·volume 'Ekspor Komodltas Tuna ·l;>erdasipfka-n Negara Tujuan Ekspor, 1996 - 2006
Faktor kedua, diduga bahwa mutu komoditas tuna Indonesia semakin
· tu-un sehingga menurunkan preferensi konsumen · Jepang yang menyebabkan
turunnya: permintaan akan komoditas tuna Indonesia. menyatakan bahwa Jepang -mempakan
Sugandhi
(2007:3)
pasar yang ·d·iminati oleh eksportir
Indonesia karena sistem pemasaran komoditas tuna di Jepang dilakukan melalui agen penjualan di mana penentuan harga dilakukan dengan sistem auction atau
33
lelang. Dengan sistem lelang, kasus penolakan tidak: terdeteksi karena seleksi kuelitas final setelah ikan terjual. Bilamana kualitas kurang baik, maka akan rnasuk katagori lower grade dengan harga jual rendah. Penentuan harga jual tergantung pada harga lelang pasar, eksportir tidak mempunyai bargaining position sama sckali. Oleh karena itu, untuk menjaga
mutu komoditas tuna Indonesia,
pemerintah (DKP) telah menetapkan beberapa persyaratan dan prosedur yang hurus dipenuhi oleh eksportir dalam melakukan ekspor komoditas tuna berdasarkan peraturan sebagaimana berikut. 1.
Memiliki ijin dari dinas perikanan terutama yang dituangkan daiam bentuk Sertifikat Kelayakan Proses (SKP), untuk ekspor ke Uni Eropa harus memiliki EU Approval Number dan tujuan USA harus memiliki HACCP Certificate dan FDA Registration Number.
2.
Sertifikat Kesehatan Produk Perikanan yang dikeluarkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan via Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Basil Perikanan dan Kelautan setempat.
3.
Jika komoditi siap ekspor, inaka diperlukan sarana transportasi, baik via udara atau laut. Untuk hal ini maka diharuskan memesannya ke shipping line, bisa langsung atau melalui pihak: ketiga (forwarder).
4.
Pengurusan custom clearance di pelabuhan diperlukan dokumen, yaitu. a. Invoice dan packing list, dikeluarkan oleh eksportirlshipper. b. Sertifikat Kesehatan Produk Perikanan. c. Surat Pemberitahuan Ekspor Barang, dikeluarkan oleh shipper via PPJK.
34
5.
Setelah proses custom clearance, maka pihak bea dan cckai peJabuhan mengeluarkan persetujuan ckspor.
6.
Setelah kapal berangkat, maka pihak pelayaran akan mengeluarkan Bill of Lading (BIL).
7.
Certificate of Origin dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan, untuk
memperolehnya diperlukan dokumen pendukung copy invoice dan packing list, copy persetujuan ekspor dan copy BIL.
Dengan adarya peraturan tersebut diharapkan dapat menjaga dan meningkatkan mutu komoditas tuna sehingga dapat meningkatkan daya saingnya di pasar Jepang. 3.:t.2
Perizinan kapal penangkap ikan Dalam Undang-undeng Perikanan nomor 31 tahun 2004 pasal 26
dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran ikan di wilayah pe.igelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki Surat Izin
Usal.a Perikanan (SIUP). Namun, kewajiban memiliki SIUP tidak dikenakan bagi nelayan atau perorangan lainnya yang sifat usahanya merupakan mata pencaharian hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selanjutnya pada pasal 27 dinyatakan bahwa setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia ataupun asing yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib memiliki SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan).
35
Perizinan pada hakekatnya adalah instrumen pengendalian penangkapan ikan agar intensitas penangkapan pada suatu perairan tidak meleoihi daya dukung sumberdayanya dan dapat menghasilkan manfaat ekonomi optimum. Hal ini telah menjadi kesepakatan dari sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, sebagaimana tertuang dalam Konvensi PBB mengenai Hukum Laut UNCLOS(United Nations Convention of the Law of the Sea) tahun 1982 dan Code of Conduct for Responsible Fisheries yang disepakati oleh anggota FAO tahun 1995. Namun
dernikian,
pada
periode
sebelum
tahun
2001,
menghadapi beberapa masalah perizinan sehingga pengendalian
Indonesia
penangkapan
ikan sulit untuk dilakukan. Adapun masalah tersebut adalah: (1) ada izin tetapi tidal; terdapat kapal; (~) terdapat kapal yang tidak sesuai dengan izir, yang digunakannya, dan (3) ada kapal yang dioperasikan tanpa izin {DKP, 2005: 1 ). Sehubungan dengan hal tersebut, sejak akhir tahun 2001 DKP menetapkan kegiatan penyempumaan dan penertiban sistem izin penangkapan ikan, sebagai berikut: (1) pendaftaran ulang izin penangkapan ikan; (2) penataan pengoperasian
kapal
asing di Indonesia; (3) pengecekan fisik status kepemilikan dan kewarganegaraan kapal;
(4)
penyernpurnaan
peraturan;
(5) penyempumaan
mekanisme;
(6)
penggantian blanko perizinan; (7) penyempunaan tata arsip dokwnen perizinan; (8) pencabutan IUP dan SPl/SIKPL Kegiatan penyempumaan dan penertiban sistem izin penangkapan ikan di atas diperkuat dengan ditetapkannya Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap nomor 5720/DPT/PI.420.DJIXI/04 pada tanggal 5 November 2004 tentang
36
penye'enggaraan perizinan usaha perikanan satu atap dan beberapa Peraturan Pemerintah serta Keputusan Menteri yang terkait dengan perizinan, diantaranya adalah: 1. Peraturan Pemerintah
Nomor
54 Tahun 2002 yang ditet.apkan tanggal 7
Oktober 2002 Tentang Usaha Pei kanan. 2. Peraturan Pemerintah Nornor 62 Tahun 2002
tanggal 12 Novennber 2002
Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlak:u Pada Departemen Kelautan Dan Perikanan. 3. Keputusan
Menteri
Kelautan dan Perikanan
Nomor
KEP.60/MEN/2001
tanggal 22 Oktober 2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 4. Keputusan
Menteri
Kelautan
dan Perikanan
Nomor
KEP.38/MEN/2003
tanggal 23 Oktober 2003 Tentang Produktifitas Kapal Penangkap Ikan. 5. Keputusan
Menter: Kel.autan
dan Perikanan
Nomor
KEP.10/MEN/2003
tanggal 28 April 2003 Tentang Perizinan Usaha Penangkapan. 6. Keputusan
Menteri Kelautan
dan Perikanan
Nomor
KEP. l l/MEN/2004
tentang Pelabuhan Pangkalan Bagi Kapal Perikanan. 7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.06/?vfEN/2005 tanggal 9 mei 2005 Tentang Penggantian
Bentuk dan Format Perizinan
Usaha
Penangkapan. Untuk mempermudah dan mempercepat proses pengurusan dokumen perizinan bagi pelaku usaha telah dibuat bagan alir proses penerbitan SIUP dan SIPI sebagaimana digambarkan pada Gamhar 3.2 dan Gambar 3.3. Untuk mendapatkan SIUP, pelaku
usaha mengajukan pennohonan izin dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan.
J7
Selanjutnya jika telah memenuhi persyaratan akan dibuatkan resume pennohonan dan penilaian skala usaha, kemudian ditetapkan jumlah alokasi kapal perikanan. Proses selanjutnya adalah pcmbuatan draft izin dan diterbitkannya swat puugutan perikanan (SPP). Apabila pelaku usaha telah membayar pungutan perikanan maka akan dicetak SIUP final. Demikian
pula haJnya dengan proses administrasi
perbedaannya banya pada sebelum mengajukan pennohonan
penerbitan
SIPI,
izin, kapal perlu
di'engkapi dengan laporan pemeriksaan fisik dan dokumen kapal (DK.P, 2005: 11-14). Tabel 3.3 Jumlah Kapal Penangkap Ikan Izin Pemerintah Pusat menurut Status Usaha dan Ukuran Kapal, 1996-2006 Satuan: Unit Tahun
KAPAL 1996 Status Usaha PMA PMDN Swasta Nasional Lainnya Jumlah Ukuran Kapal (GT) < 30 *)
30-50 50-100 100-200 200-300 300-500 500-IJOO >1000
1998 2000 2002 2004 2006
l\EllBIKall
Rata-rata
(%)
138 160 182 64 152 133 29 47 37 82 101 110 1426 1722 2287 1528 1730 1370 1681 1648 1826 1808 2448 3246 3327 3631 4405 3429 4377 4786 95
710 1176 938 237 122 46 3
92 92 45 77 142 784 773 559 803 970 1231 1639 1305 1734 1926 1060 1316 1206 1327 1381 289 352 182 272 218 121 173 96 121 116 50 58 35 42 32 4 2 l l l 3631 4405 3429 4377 4786
Jumlah 3327 Sumber: DKP RI, Statistik Kelautan dan Perikanan, berbagai tahun, data diolah
7.96 0.83 0.78 7.55 4.31 8.75 4.77 6.02 4.17 1.75 2.27 -2.28 -6.67 4.31
Perkembangau jurnlah kapal penangkap ikan izin pemerintah pusat dapat dilihat pada Tabet 3.3. Pada periode 1996-2006, secara umum jumlah kapal penangkap ikan izin pemerintah pusat rata-rata naik sebesar 4,31 persen per tabun, Jika
38
dibandingkan
dengan kapal PMA dan PMDN, kapal swasta nasional paling banyak
beroperasi di perairan Indonesia. Namun, jumlahnya hanya naik rata-rata sebesar 0,78 persen. Sementara dalam periode yang sama, kapal PMA jwnJahnya naik rata-rata sebesar 7 ,96 persen, Pada periode setelah tahun 2001, yakni setelah dilaksanakannya per..erbitan izin
operasional kapal penangkap ikan oleh DKP pida bulan September 2001-Juni 2002, juinlah kapal penangkap ikan mengalami penurunan yang drastis. Pada tahun 2000
jurnlah kapal PMA mencapai 182 unit dan turun menjadi 64 unit pada tahun 2002. Sementara itu jurnlah kapal PMDN pada tahun 2000 adalah 110 unit dan turun menjadi 29 unit pada tahun 2002 dan jumlah kapal swasta nasional dari 2.287 unit turun menjadi 1.528 unit Apabila dilihat dari ukuran kapal maka jumlah yang paling banyak beroperasi di perairan Indonesia adalah kapal ukuran 50-100 GT dengan rata-rata kenaikan sebesar 6,02 persen, Kapal tersebut paling banyak dimiliki oleh perorangan dan swasta nasional. Dilain pihak, kapal ukuran 500-1000 GT yang dilengkapi dengan peralatan teknologi modem jurnlahnya turun rata-rata sebesar 2,28 persen per tahun. Kapal ini banyak dimiliki oleh PMA dan swasta nasional. Kapal dengan ukuran besar ini merupakan proksi dari teknologi yang berdasarkan Ricardian model yang dapat mempengaruhi daya saing ekspor suatu negara (komoditas).
3-9
Penerimaan dan pengecek-an k'elengkapan rtokumen
D!NAS PEBfKANAN.
a tau .Q.ffJEN PEBIKANAN
.
TANG KAP JC
'Pernbuatan resume perrnohcnan dan penilaian skala usaha
O!REKTORAT
PELA YANAN ~
PENANGKAPAN
draft izin
/...---..... ......
lzir fi~~/
Pencetakan izin final
Sumber: DKP RI Gambar 3.2 Bagan Alir Proses Administrasi Penerbitan SJPf
40
dokumen kapal
1)fNASl''ERIKANAN.
atau rn-.·JeN PER!KAJ IAN
TANGKAP
Ya
I I I 1
verifikasi Ookumen dan Pembuatan
DIREKTOl~T PELAYANAN USAHAPcNANGKAPAN
Resume
:s~
Pembuatan
Lj :-:'": f • t-
Pembayaran pungutan perikanan
\~~~)
t-------i
Pencetakan izin final
Sumber: DKP, RT
Gambar 3.3 Bagan Alir Proses Administrasi Peaerbitan SIDP
41
3.2.3
Penda()atan per ka11ita .Je()ang
Permintaan sangat berhubungan eratdengan pendapatan -per kapita, sebuah negara dengan pendapatan
tinggi akan mengkonsumsi
lebih ba.nyak barang
dibandingkan negara dengan pendapatan rendah (lihat Markusen, 2006:42). Oleh
karena itu, pendapatan per kapita Jepang diduga ak:an mempengaruhi besarnya permintaan kornoditas tuna Indonesia dan besamya permintaan akhirnya akan mempengaruhi
tersebut pada
daya saing ekspor komoditas tuna Indonesia di
pasar Jepang. Gambar 3.4 menunjukkan perkembangan pendapatan per kzpita Jepang.
Pada
periode terjadinya
krisis
ekonomi
dunia, tahun
1997-1998,
pendapatan riil per kapita Jepang juga mengalami penurunan, yakm 3,<;6~,,48~ . .95 Yen pada tahun 1997 turun menjadi 3,876,765.09 Yen di tahun I-IS'\ kemudian n.run lagi menjadi 3,863,982.87
Yen di tahun 1999. Perekonomian Jepang
membaik pada tahun 2000 yang ditandai dengan naiknya GDP perkapita Jepang
pada periode tersebut, Perdapatan per kapira Jepang- berfluktuasi sampai pada al.hir periode tahun 2006. Namun, tren perkembangannya cenderung meningkat 4,400,000.00 c
>-
4,30U,UUO·.uu
~
4,200,000.00
..::.:
4.lCllJ.CI00.00
Q)
'('> <'ti
.....
(I) Q..
4,000.000.00
re
.--' rt)
o,
"' c: a:. -0
3 '9-00 ,-000.00 3,30.0,0DO.OO '3' 700.000 ..0(1
3,600.000.00
I
I I
I I
l f
Sumber: 1MF
.J
Gambar 3.4 Perkembangan Pendapatan Per Kapita Jepang, 1996-2006
42
3.2.4
Tarif bea masuk tuna di pasar Jepang Tabel 3.4 menunjukkan perkembangan tarif bea masuk komoditas tuna di
pasar Jepang dan Indonesia selama periode 1996-2006. Dapat dilihat bahwa pada tahun 1996-1999 tarif bea masuk kornoditas tuna mengalami penurunan dari 4,4 persen hingga 3,5 persen dan n.ilai tersebut tidak berubah sampai pada tahun 2006. Jika dibandingkan dengan tarif bea rnasuk komoditas tuna di Indonesia, tarif bea masuk yang ditetapkan di pasar Jepang masih lebih rendah. Tarif bea masuk di Indonesia untuk komoditas tuna selain cakalang/tongkol 1996-1998
dibek:ukan pada tahun
adalah 20 persen, kernudian pada tahun 1999-2006 nilainya turun
menjadi 5 persen. Untuk cakalang/tongkol dibekukan, tarif bea masuk pada tahun 15196-1998 adalah 15 persen dan pada tahun 1999-2006 turun menjadi 5 persen.
Tabel 3.4 Tarif Bea Masuk Komoditas Tuna di Pasar Jepang dan Indonesia, 1996-2006 HS
1996 1998 2000 TARIF IM.POR JEPANG
KOMODm
2002 2004 200<'
030232
Tuna bersirip kuning segar /dingin
4.4
3.8
3.5
3.5
3.5
3.5
0?0239
Ikan Tuna lainnya segar atau dingin
4.4
3.8
3.5
3.5
3.5
3.5
030342
Tuna bersirip kuning dibekukan
4.4
3.8
3.5
3.5
3.5
3.5
030343
Cakalang/T ongkol dibekukan
4.4
3.8
3.5
3.5
3.5
3.5
030349
lkan Tuna lainnya dibekukan
4.4
3.8
3.5
3.5
3.5
3.5
T ARIF IMPOR lNDONESIA
030232
Tuna bersirip kuning segar /dingin
20
20
5
5
5
030239
Ikan Tuna lainnya segar atau dingin
20
20
5
5
5
5
030342
Tuna bersirip kuning clibekukan
20
20
5
5
5
5
030343
Cakalang/T ongkol dibekukan
15
15
5
5
5
5
030349
Ikan Tuna lainnya dibekuk:an
20
20
5
5
5
5
Sumber: UN CO.MTRADEdan Departemen Keuangan RI
5
43
Sampai dengan tahun 2006, Indonesia-Jepang
mampu menyelesaikan
pcrundingan Indonesia-JepangEconomic Agreement Partnership (IJ-EPA) yang merupakan kerjasama ekonomi bilateral. Salah satu tujuan dari kerjasama ini
adr.lah untuk meningkatkan volume dan nilai perdagangan melalui peningkatan penetrasi
dan akses
pasar.
Cakupan
kerjasamanya
me1iputi
liberalisasi
perdagangan, penurunan dan penghapusan tarif. Beberapa jalur penurunan dan penghapusan tarifyang disepakati adalah (DKP, 2007:74-75).
1.
Jalur fast track: tarif bea masuk diturunkan menjadi nol persen dimulai saat ditandatanganinya IJEP A
2.
Jalur normal track: tarif bea masuk diturunkan menjadi nol persen selama kurun waktu maksimum sepuluh tahun.
3.
Jalur special arrangement: tarif bea masuk akan dinegosiasi ulang atau melalui proses penghapusan tarif yang disepakati oleh kedua negara.
4.
Jalur
exclusion list: produk
yang tidak
dimasukkan
dalam
skema
perundingan. 3.2.5 Barga komoditas tuna Indonesia Harga komoditas tuna di pasar Jepang ditentukan melalui sistem lelang ketika barang sudah tiba di tujuan sehingga eksportir tidak memiliki barganing
position. Secara teoritis, turunnya harga barang akan meningkatkan permintaan sehingga meningkatkan nilai RCA Gambar 3.5 menunjukkan harga komoditas tuna Indonesia di pasar Jepang yang dihitung secara tidak langsung, nilai ekspor dibagi volume ekspor. Harga tertinggi dari kelima sub komoditas tuna yang diamati adalah jenis ikan tuna lainnya segar atau dingin (HS 030239) kemudian
44
disusul oleh tuna bersirip kuning segar atau dingin (HS 030232). Harga komoditas tuna segar atau dingin relatif lebih tinggi terhadap harga komoditas · tuna dibekukan, hal ini disebabkan karena pasar Jepang didominasi oleh produk tuna -Sashimi. Namun demikian, harga tersebut belum · merefleksikan -harga ·komoditas tuna Indonesia yang sebenarnya karena Indonesia merupakan small open economy sehingga cenderung menerima harga dari pasar inremasional.
··+-- Tu:i:i t ~r$irip kunirr; s.egar .;t;i1.t dill6in ..._lkaoTnoalainnya 5eg;1r
atau dingln -If-
Tuna bersirip kuninP. dibel
-(akalang/ longkol dibekukan
_..,J1;,.i1Hu11a l.si1H1y.s '
'
:
---- -·--- - -
Sumber: UN COMTRADE, data diolah
dibeiwkan
11'
ll
I l
II II
-· ·--·-------- - !
Gambar 3.5 Perkembangan Harga TunaIndeaesia di Pasar Jepang, 1996-2006 Harga komoditas tuna di pasar .Jepang sangat fluktuatif, rentangnya pun sangar lebar. Dalam satu tahurr ada 3 event besar yang· secara periodik sangat mempengaruhi fluktuasi harga yaitu ( 1) Colden Week setiap bulan Mei; (2) Bong Festival, setiap bulan Agustus dan (3) New Year Festivities pada akhir Desember dan awal Januari (Sl:lgandhi,2007:2). 3.2.5
Nilai tukar riil Rupiah terhadap Yen N ilai tukar riil merupakan harga relatif dari barang-barang diantara dua
45
negara. Nilai tukar riil dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan persamaan (5). Nilai tukar riil harga umum barang Jepang terhadap harga umum barang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Nilai Tokar RiH Rupiah terhadap Yen, 1996-2006
Tahun
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Indeks Harga Umum Indonesia (a)
Indeks Harga Un.. um Jepang (b)
37.80 48.28 83.06 90.43 106.59 115.66 120.20 121.06 133.52 136.86 145.89
101.10 103.00 103.60 102.50 102.00 100.80 100.50 100.10 100.30 99.90 100.20
Nilai tukar Nil . Nominal 100 Yen/Rp Tulia; Rill (c)=(a)/(b) Rp/100 Yen (e) () ( ) (d) c x e
0.3738872 0.4687379 0.801.7375 0.8822439 1.0450000 1.1474206 1.1960199 1.2093906 1.3312064 1.3699700 1.4559880
2,058 4,651 7,000 6,947 8,357 7,916 7,540 7,917 9,042 8,342 7,580
0.048582 0.021501 0.014285 0.014394 0.011966 0.012633 0.013263 0.012631 0.011059 0.0~ 1987 0.013193
0.018164 0.010078 0.011453 0.012699 0.012504 0.014496 0.015863 0.015276 0.0111.122 0.016422 0.019209
Sumber: Bank Indonesia dan CEIC database, data diolah
Selama periode 1996-2006 nilai trkar riil harga umum barang Jepang terhadap harga umum barang Indonesia mencapai nilai tertinggi pada tahun 2006 yaitu 0,019209 poin dan nilai terendah pada tahun 1997 yaitu sebesar 0,010078 poin. Gambar 3.6 menunjukkan perkembangan nilai tukar riil selama periode 1996-2006, ~996-1997.
dapat dilihat bahwa penurunan nilai tukar riil terjadi pada periode Setelah tahun
1997, nilai tukar riiJ berfluktuasi
perkembangannya ceuderung naik.
namun tren
46
I..----
.. --·····-·-
..-....
.......
---·--··-
·--·-····- ·--·-··"-
---·····--··-·· .. -·----1 I
o.oisooo --
I
I
l
1
j
I
0.020000
·I
:(t
' -
0.015000
'-
\
....
ro
--"° :J
\
0.010000
....
--\.~
:'\-
...
-
·-
~-;:;;:-_,_ '·--. /
-
'
l
ll I I
II
0.005000
i
i
·'·'
. - - -·-·-•.--------
~
! I
I
I
I
!
I I
----~
!
Surnber: Bank Indonesia dan CEIC database, data. diolah
Gambar 3.6 Perkembangan Nilai Tukar Riil Harga Umum Rarang .Jepang terhadap Ilarga Umum Barang Indonesia, 1996-2006
3.3
Hasil Analisis-Data dan-Pembahasan ·
3.3.I Estimasi keunggulan kom-paratif komoditas.tuna-lndo.nesia(RCA) Indeks RCA kornoditas tuna Indonesia diestimasi dengan menggunakan persamaan (3). Hasil estimasi ditunjukkan pada Tabel · 3.6, dapat dilihat bahwa komoditas tuna sirip kuning dibekukan (HS 030342-) dan ikan tuna lainnya dibekukan (HS 030349) Lelah kehilangan daya saing di Jepeng dengan iudeks RC":A masing-masing adalah sebesar 0.58 dan O,J9 (RCA
tuna
si.ip kuning segar atau dingin (HS 030232), tuna lainnya segar atau dingin (HS 0.10239) dan cakalang/tongkol dibekukan (HS 030343) masih memiliki daya saing d. pasar .Tepang dengan rata-rata indeks RCA masing-masing sebesar 4~68; 2,66 dan.4,13. Namun demikian, untuk membuktikan hipotesis bahwa komoditas tuna
Indonesia memilik.i daya saing di Jepang, maka dilakukan uji hipotesiszdengan
47
hipotesis
nol adalah RCA kurang dari etau sama dengan satu. Kemud.ian,
berdasarkan perhitungan RCA dari 5 komoditas tuna selama 11 tahun (n=55), diperoleh basil RCA rata-rata adalah sebesar 2,43, dengan standar deviasi 2,37. Dari angka-angka tersebut diperoleh z=4,46. Hasil ini kemudian dibandingkan dcngan nilai
Ztabel
pada u=I %, yaitu 2,57. Karena
Zhitung
lebih dari
Ztabel
maka
hipotesis bahwa RCA komoditas tuna kurang dari atau sama dengan 1 (tuna tidak rr.erniliki daya saing) ditolak, sehingga dapat d.ikatakan bahwa komoditas tuna Inoonesia secara umurn masih memiliki daya saing di Jepang. Tabel 3.6 lndeks RCA Komoditas Tuna Indonesia, 1996-2006 Kode Produk (HS)
2006
Ratarata Indeks RCA
INDEKSRCA KOMODITI
1996
199~
2000
2002
2004
030232
Tuna bersirip kuning segar atau dingin
3,71
2,40
4,33
7,17
6,55
4,51
4,68
030239
Ikan Tuna lainnya segar arau dingin
2,01
2,07
1,43
1,91
6,28
4,27
2,66
030342
Tuna bersirip kuning dibekukan
0,22
0,48
0,91
1,06
0,12
0,06
0,58
030343
Cakalang/ Tongkol dibekukan
6,41
8,95
1,96
3,07
2,64
2,62
4,13
0,07
0,53
0,06
0,06
0,01
0,0~
0,09
030349
Ikan Tuna Iainnya
di b ekukan
Sumber : UN COMJ'RADE, diolah
Gambar 3.7 menunjukkan fluktuasi indeks RCA per sub komoditas tuna selama periode 1996-2006. Secara umum indeks RCA komoditas tuna Indonesia mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditas tuna Indonesia masih memiliki keunggulan komparatif di pasar Jepang, namun mengaiami penurunan daya saing. Penurunan indeks RCA secara drastis ditunjukkan oleh
48
komoditas tuna jenis Cakalang/Tongkol pada periode 1998,.2000 yaitu dari 8,95 menjadi 1.,96. Namun dernikian, rata-rata indeks RCAnya. berada pada, urutan
kedua setelah tuna sirip kuning segar atau dingin, yaitu sebesar 4., 13.
,--I
-+-Tuna b.:rsirip kuning
segar atau dingin
~lhn Tuna l
-.r- Tuna ber.sirip-·kuning dibeliukan· ~·~"-~· Cakalang/Tongkol dib~kukan ---lkanlun11 lainnya
1996 1998 2UOO 20U2 2UU4 2U06
I II I II lI I II I !
_,I
S-umber: UN CO.MTRADR, data d~-0la-h f".r.tmbar 3~ 7 Perkembanga-n Indeks RCA Komoditas Tuna Indonesia, 1996-2006
J.J.2 Hastt regresi data panel Estimasi pcrsamaan {4) dilakukan dcngan rncnggunakan indcks RCA pada
Tabel 3.6 sebagai variabel dependen dan variabel-variabel penjeles lainnya sebagaimana telah dikemukakan di atas, Namun, sebelum melakukan estimasi
perlu dihitung rata-rata dan standar deviasi dari semua data variabel penjelas
:cmtak mengetahoi keberadaan angka ·yan.g '.ti.dak realistis (-<.>:utlayer)dari .data tersebut Ringkasan statistiknya dapat dilihat pada Tabel 3.7. Dari. hasil tersebut -dar".t disimpulkan bahwa.. pada data panel dengan jumlah observasi sebesar l 1 dan 55· tidak terdapat angka yang tidak realistis.
49
Sebagian
besar data yang digunakan
sebagai variabel penjelas tidak
bervariasi mengikuti variasi komoditas tuna. Hanya variabel RCA, tarif dan harga yang bervariasi menurut Harmonized System (HS) 6 digit. Itupun harga diperoleh dengan membagi nilai ekspor dengan volume ekspomya karena data harga hanya tersedia
untuk komoditas
cakalang/tongkol berdasarkan
dibekukan
tuna sirip kuning dibekukan (HS 030343).
HS 6 digit namun temyata
(HS 030342)
Data tarif meskipun
dan
bervariasi
nilainya sama untuk semua jenis
komoditas tuna. Ini menyebabkan kekuatan analisis data panel menjadi berkurang. Tabel 3.7 Ringkasan Statistik
Variabel
Obs
Rata-rata
Standar Deviasi
Maximum
Minimum
RCA
55
2,43
2,37
8,95
0,01
Harga (US$ per Kg)
55
3,01
1,54
7,25
1,00
Hasil Tangkapan (Ton)
11
636.357,7
83.341,34
765.961
506.200
GDP per kapita Jepang (Yen)
11
Tarif (%)
55
Nilai Tukar Riil
4.013.966,5 3,66
135.386,8 0,31
4.291.827,7 4,40
11 0,0146 0,00278 0,01920 11 45,09 . 63 10,09 Sumber: UN COMTRADE, DKP, Depkeu, IMF, CEIC, Bank Indonesia (data diolah)
KaEal 500-1000 GT besar
3.863.982,8 3,50 0,010078
{uniQ1
Tabel 3.7 menunjukkan bahwa rata-rata indeks RCA adalah 2,43, artmya adalah komoditas tuna Indonesia masih memiliki daya saing di pasar Jepang
(RCA> 1). Kisaran harga adalah 1,00-7,25 US$/Kg dengan rata-rata 3,01 US$/Kg mcrupakan harga yang harus diterima Indonesia untuk komoditas tuna karena
1
Variabel ini dalam beberapa regresi digantikan dengan variabel kapal penanaman modal asing (fMA), namun ternyata hasilnya tidak berbeda dengan kapal ukuran besar, yaitu secara statistik ticak signifikan berpengaruh terhadap daya saing. Alasan penggunaan kapal PMA sebagai proksi tel.nologi adalah karena kapal PMA diasumsikan memiliki teknologi yang lebih baik daripada kapal lokal dan cenderung besar dalam kapasitas.
32
50
Indonesia adalah small open economy yang hanya bisa menerima harga di pasar Jepang. Variabel nilai tukar riil menunjukkan angka terendah adalah 0,010078 dan nilai tertinggi adalah 0,01920. Rata-rata dan standar deviasinya masing-masing adalah 0,0146 dan 0,00278.
Selanjutnya, rata-rata hasil tangkapan tuna adalah
636.357 ton dengan nilai minimum dan maksimum adalah 506.200 ton dan 765.961 ton. Tarif impor komoditas tuna Indonesia di pasar Jepang hanya pada kisaran 3,5-4,4 persen. Selanjutnya adalah GDP per kapita dengan nilai raia-rata 4.013.966,5
Yen. Nilai minimum dan maksimwnnya masing-masing
4.291.827,7 Yen dan 3.863.982,8
adalah
Yen.
Hasil estimasi dengan menggunakan metode Pooled OLS dan f ixed effect dapat dilihat pada Tabel 3.8. Pada kolom (1), daya saing ekspor komoditas tuna
(RCA) diregresi
terhadap
harga.
Teori menduga
penurunan
harga akan
menyebabkan daya saing meningkat. Hasil regresi dengan menggunakan metode
pooled OLS menemukan bahwa harga justru berpengaruh positif dan signifikan terhadap RCA pada u=5 persen Kenaikan harga sebesar US$1/kilogram dalam hal ini akan meningkatkan RCA sebesar 0,46 poin. Hasil yang tampak aneh ini diduga terjadi k.arena beberapa faktor: (a) variabel harga berbanding lurus dengan rumus RCA; dan (b) bisa terjadi bahwa peningkatan
harga kor=oditas tuna
Irdonesia ielatif lebih kecil dari peningkatan harga komoditas tuna uegara-negara pengekspor lainnya sehingga harga komoditas tuna Indonesia tetap lebih murah dioandingkan dengan negara lain. Pada kolom (2), regresi dilakukan dengan menambahkan variabe] harga x
hasil tangkapan ke dalam persamaan. Dengan mengguna.kan metode pooled OLS
51
ditemukan
bahwa koefisien
signifikan
terhadap
variabel harga x hasil tangkapan positif dan
RCA pada c=IO persen
Ini memperkuat
pemyataan
sebelwnnya bahwa harga x jumlah tangkapan berbanding lurus dengan RCA. Se'ain
itu, penambahan
variabel harga x hasil tangkapan ternyata membuat
variabel harga tidak lagi berpengaruh secara signfikan terhadap RCA. Pada kolom (3) diulang regresi (2) namun kali ini dengan menerapkan metode fixed effect. Variabel harga sekarang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap RCA pada
a= 10
persen lni konsisten dengan dugaan standar bahwa
harga berpengaruh negatif terhadap daya saing. Tapi hasil ini terjadi hanya ketika variabel harga x hasil tangkapan ada dalam model yang diestimasi denganfixed
effect.
Koefisien harga x hasil tangkapan yang positif namun dengan magnitude
yang lebih kecil daripada koefisien harga (secara absolut) rnenunjukkan bahwa peningkatan hasil tangkapan sebesar 1 ton menurunkan efektivitas penurunan harga terhadap peningkatan RCA dari sebelumnya penurunan US$1/kilogram meningkatkan RCA sebesar 0,59 poin menjadi hanya 0,48 poin. Regresi dengan meuggunakan metode fixed effect ternyata menghasilkan nilai R-squares yang lebih besar dibandingkan ciengan menggunakan
metode
pooled OLS. lni menjadi indikasi bahwa model fixed effect lebih tepat daripada model pooled.
Unt ak mengujinya secara formal, dilakukaniah uji F dengan
hipotesis nol adalah metode pooled OLS lebih baik. Berdasarkan hasil regresi pada kolom (3), diperoleh nilai sum squared resid pooled OLS (RSSJ)=2~1,344~
sum squared residfixed effect(RSS,z)=ll2,9351, jwnlah parameter fixed effect=I dan jumlah
observasi 55.
Kemudian,
dari angka-angka
tersebut
diperoleh
52
Fhitun8=16,374.
Hasil ini kemudian diban
pei sen dan
persen, yaitu 3,83 dan 2,61. Karena
a.=5
lebih dari
Fhitung
F1abe1
maka
hipotesa bahwa metode pooled OLS lebih baik ditolak Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa metode fixed effect adalah metode yang terbaik untuk melakukan esiirnasi
persamaan
(4),
sehingga regresi
selanjutnya
dengan
menggunakan metode f lxed effect. Tabet 3.8 Basil Pengolahan Data Panel m.enggunakan Metode Pooled OLS dan Fixed Effect =Variabel dependen: RCA (1)
(3)
(4)
(5)
1,02'.73 (0,8009)
(2) 0,9914 (0,8072)
0,4648*"' (0,2151)
-0,4422 (0,444)
-0,5946* (0,3474)
-1,8540*"'* (0,6935)
-2,0311**• (0,7567)
0,1454** (0.0736)
0,1120* (0,0619)
0,3338*** (0,0965)
0,3543•** (0, 1014)
Kapal ukuran 500-1000 GT (unit)
-0,0262 (0,0256)
-0,0531 (0,0317)
Tarif impor Jepang (%)
1,8915*'~ (0,7802)
2.1721** (0,8564)
GDP riil per kapita Jepang (Yen)
-4,1724 (2,4998)
-3, 7::>05 (2,4494)
Konstanta
Parga (US$/Kg)
Parga x basil tangkapan
Nilai Tukar Riil Tuna fixed effects
Observasi Rssquares
Note:
-156,23 (137,258) tidak 55 0,0915
*** signifikan pada, kurang dari, * * signifikan pada, kurang dari, * signifikan pada, kurang dari,
tidak
55 0,1195
1 persen 5 persen 10 persen
ya 55
ya
ya
55
55
0,6276
0,6793
0,6923
53
Pada regresi ke (4) dan (5) ditambahkan variabel kapal ukuran 500-1000 G7: tarif impor dan GDP riil per kapita Jepang. Variabel harga dan harga x hasil
tangkapan raasin dremukan berpengaruh secara signifikan seperti oada kolom (3).
Sebaliknya, pada regresi (4) dan (5) tidak ditemukan bukti bahwa variabel
kapal ukuran 500-1000 GT, GDP riil per kapita Jepang dan nilai tukar riil berpengaruh terhadap RCA. Pada regresi (4) dan (5) ditemukan bahwa tarif impor positif dan signifikan berpengaruh terhadap RCA pada u=I persen.
Hasil yang
kontra dengan teori bahwa kenaikan tarif impor akan menyebabkan turunnya ekspor ini bisa saja dipengaruhi oleh kondisi negara kompetitor lainnya yang tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Dari regresi (1) - (5) kita dapat menyimpulkan bahwa estimasi tentang fak.or-faktor yang berpengaruh terhadap daya saing suatu produk yang diukur dengan RCA perlu memperlakukan
variabel harga dengan hati-hati.
Secara
spesifik, variabel harga produk tidak dapat digunakan secara independen, karena akan berkorelasi secara positif dengan rumus RCA. Karena itulah, model regresi perl u memasukkan variabel harga x hasil tangkapan atau variabel lain yang berkorelasi positif dengan volume ekspor sedemikian n.pa agar mengeluarkan efek "rumus RCA" dalam model.
Sebagai konsekuensinya, koefisien harga
produk dapat merefleksikan partial ejfect-nya scperti yang disarankan oleh teori. Untuk memastikan
apakah
residuals
berdistribusi
normal atau tidak
dilakukan uji normalitas dengan JB Test. Dengan menggunakan residual pada regresi
(5)
diperoleh
Jarque-Bera statistic=2,821970 dengan
=0,243903. Berdasarkan hasil ini, hipotesis nol normalitas tidak ditolak,
probability
54
3.3
1.
Kelemaban Penelitian
Penelitian ini hanya menggunakan data variabel-variabel penjelas ~i Indonesia dan Jepang. Variabel-variahel negara lain khususnya kompetitor Indonesia di pasar Jepang tidak dimasukkau lni berarti variabel-variabel tersebut diasumsikan konstan.
2.
Data harga komoditas tuna dihitung secara tidak langsung. Misal.nya, data harga didapatkan dengan membagi nilai ekspor dengan volwne. Meskipun demikian, kalau pun data produk diketahui, data harga tuna bisa saja lebih merefleksikan harga intemasional daripada harga tuna Indonesia.
3.
Vanabel penjelas selain harga dan tarif tidak ada yang product specific sehingga kekuatan panel analysis menjadi berkurang.
Variabel basil
tangkapan yang semestinya bersifat product specific sekalipun tidak tersedia datanya per HS. 4.
Jumlah data dalam penelitian ini sangat terbatas. Hal ini membuat validitas internal model menjadi kurang kuat.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1.
Dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) sebagai ukuran daya saing, penelitian ini menemukan bahwa komoditas tuna Indonesia memiliki daya saing di pasar Jepang. Namun, bila dilihat dari magnitude RCA per komoditas, tuna sirip kuning dibekukan (HS 030342)
dan ikan tuna lainnya dibekukan (HS 030349) telah kehilangan daya saing di pasar Jepang. 2.
Basil estimasi regresi panel menunjukkan bahwa harga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks RCA. Namun demikian, efektivitas penurunan harga dalam peningkatan daya saing (RCA) akan berkurang bila disertai dengan peningkatan hasil tangkapan.
3.
Penelitian ini tidak menemukan bukti bahwa pendapatan riil per kapita Jepang, jumlah kapal penangkap tuna, clan nilai tukar riil Rupiah terhadap Yen berpengaruh terhadap daya saing (RCA).
4.
Tarif tuna Jepang yang menurut teori semestinya berpengaruh negatif
terhadap daya saing produk tuna ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap RCA.
Hasii yang
kontra intuitif ini mungkin
disebabkan karena tidak dikontrolnya variabel-variabel negara kompetitor di dalam model.
• 55
56
4.2 Saran 1.
Untuk meningkatkan daya saing produk tuna Indonesia cJ. pasar Jepang pemerintah sebaiknya melihat faktor-faktor pembentuk harga.
Harga
harus dibuat lebih kompetitif pada berbagai tingkat kualitas dan jenis produk tuna. 2.
Untuk
membuat
harga
lebih
kompetitif,
Pemerintah
dapat
mempertimbangkan pemberian subsidi bah.an bakar minyak (solar) bagi perusahaan penangkapan ikan benzin, yang berorientasi ekspor. Subsidi yang dimaksud juga dapat berupa subsidi pajak, conditional terhadap nilai ekspor perusahaan. 3.
Pemerintah juga dapat mempertimbangkan pemberian insentif atau keringanan: (1) administrasi kepabeanan, (2) impor kapal penangkap ikan, (3) impor alat transportasi udara langsung kepada perusabaan penangkap ikan untuk ekspor, dan (4) bagi perusahaan pendukung ekspor ikan (es, plastik, pengernasan).
4.
Untrk mencegah terjadinya over fishing dan illegal fishing
yang
mendistori efek harga pada RCA, DKP perlu membatasi diterbitkannya Surat Izin Penangkap Ikan (SIPI) dan berkoordinasi dengan TN1 AL untuk melakukan patroli laut. DKP j uga perlu melakukan terobosan pasar ekspor selain Jepang dan mengintensifkan penetrasi pasar-pasar tersebut. 5.
Penelitian selanjutnya di bidang ini diharapkan dapat memasukkan faktorfaktor dari sisi kompetitor, menambah data, dan menggunakan data harga yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Aswicahyono, Haryo dan Imelda Maidir, 2007. "Indonesia's Competitiveness and Domestic Measures under WTO". TSP ResearchPaper. Anas, Titik dan Moekti P. Soejachmoen, 2006. "Daya Saing Prodnk lndonesia di Pasar Jepang". Analisis CSJS, Vol 35: 255-270. Badan Pusat Statistik, beberapa tahun. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jakarta Batra, Arnita dan Zeba Khan, 2005. "Revealed Comparative Advantage: An Analysis for India and China". ICERIERWorking Paper. India Bianchard, Oliver, 2006. Macroeconomics fourth edition. Pearson Education. New Jersey. Lepartemen Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia, 2005. Rencana StrategisPembangunan Kelautan dan Perikanan 2005-2009. Jakarta Departemen Kealutan dan Perikanan, Republik Indonesia, 2005. Laporan Tahunan Direktorat Pelayanan Usaha Perikanan. Jakarta Departemen Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia, beberapa tahun. Stattstik Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia, 2007. Tarif Bea Masuk Produk Perikanan di Berbagai Pasar Dunia. Jakarta Drajat, Bambang, Adang Agustian dan Ade Supriatna, 2007. "Ekspor dan Daya Saing Kopi Biji Indonesia di Pasar Internasional", Jurnal Pe/ita Perkebunan. Vol 23, No.2: 139-159. Fuady, Ahmad H., 2007. "The Competitiveness of Indonesia's Export to United State, 1986-2003: A Shift Share Analysis". Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol 8: 36-49. Jamli, Akhmad dan Firmansyah, 1998. "Analisis Fungsi Investasi pada Sektor Industri Manufaktur dan Dampak Investasi pada Kebutuhan Irnpor Indonesia". Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol 13, No 4:50-66.
BPFE. Yogyaksrta. Khair, Aksamit. 2000. "Analisis Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika Serikat". Thesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Mankiw, Gregory, 2003. Teori Makroekonomi, Edisi Kelima. Alih bahasa oleh Imam Nurmawan. Penerbit Erlangga. Jakarta. Markusen, James, 2006. Lectures on International Trade.University of Colorado at Boulder. Colorado Munandar, M. Jono, Yandra Arkeman, Hartisari Hardjomidjojo, Taufik Djatna, Joko Purwono dan Mimin Aminah, 2006. "Analisis dan Identifikasi Faktor untuk Pengembangan Tingkat Kompetisi Ekspor Komoditas Agroindustri di Indonesia". Penelitian Hibah Bersaing. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Mus] im, Chairul, 2006. "Analisis Daya Saing Produk Ekspor Agroindustri Komoditas Kelapa Indonesia". ICASEPS Working Paper. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. IPB. Bogor Mulyanti, Fuji and Wawan Juswanto, 2003. "Indonesia's Manufactured Exports: A Constant Market Share Analysis". Jurnal Keuangan dan Moneter. Vol 6: 97-106. Numberi, Freddy, 2005. Revitalisasi Perikanan. Departemen Perikanan. Jakarta.
Kelautan
dan
Salvatore, Dominic, 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima Jilid 1. Alih bahasa oleh Haris Munandar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Suadi, 2008. Refleksi 50 Tahun Hubungan Ekonomi Indonesia-Jepang dalam Sektor Perikanan. Inovasi online. http://io.ppi-jepang.org Sugandhi, Hendra, 2007. "Permasalahan dan Kiat Eksportir Tuna dalam Menghadapi Era Globalisasi". Makalah. Disampaikan pada Seminar Tuna Nasional: Meningkatkan Daya Saing Industri Tuna Dalam Menghadapi Globalisasi, 10-11November2007. Jakarta Susetyo, Edi, 2005. "Daya Saing Ekspor Produk Kayu Olahan-Utama: Indonesia, 1993-2003". Thesis. Universitas Gadjah Mada, DI Yogyakarta. Suprehatin, 2006. "Analisis Daya Saing Ekspor Nenas Segar Indonesia". Penelitian Dasen Muda. lnstitut Pertanian Bogor. Bogor Suprihatini, Rohayati, 2006. "Daya Saing Ekspor Teh Indonesia di Pasar Teh Dunia". Jurnal Agro Ekonomi. Vol 23, No. I: 1-29. Tarigan, Robinson, 2006. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi Edisi Revisi. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Widarjono, Agus, 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi Edisi Kedua. Penerbit Ekonosia. Y ogyakarta.
LAMP IRAN
°'~I -:I
>J)
g ~I
""'.::I
"'
MMOO"'ft'-
V'\ N
~~;!8~
r---o 0\
N'f1t';~l';~
C N.,..... Cl V'\ N
....
00
N ~
V'),.....
M
-~O~MC">~
....
'-· -
- -
00 ~
~ ... M
~ ~ t'-; VO
Mt'---~ OV') ('t')0 ... U"'i~ ,....., 00 v-i NM •I") \C) V") N 0\
"'"'1"..,. _ ,....,_CODON <::> .... N 0
~
l"-'
CV"IOOOON~O.-NV'\!'°' N NM N
\O,...."'Ct"'"" f""-~ ,.
-
"""M~o\cid
...
g~~~"'ttre
-
- 4--4---1--1
OO"iqV"I~
-
~~~~o -0\r--oo
~~;;-.o-.o...;
O\M
MM oO 0-. 0\0 QQ ~ ~ ~ O\\OMM\0.0\. N
~ 0 0
N
OOM
.. ,..._..
MM ~ -: -
-
00
..,.:
or
N
NNOOOO
.. oo~M
..,. o ..... °'·VI,.
- "' 00 ~
"""""'--
o.
I
-
'8 Q'I
i
O\OOOONV> '1" ~ 00 "' t-""C:t M
-
-<001--0 "1'.. \CJ~ _ ..
o"'
N 'f'> V> .q""~·~ ..
I-- 00
,,,.-4...
\000
.,.;c;;.,.;o0o\ lJ"'l V"I MM
t.l""J
l"-\CV')~t'-~ r--: v) ~ \0
0\
N
>O
"If'.
-.- o\ ci 00 M 0 V'lOO "'Ct-V'loof'.
- "' o0 r-i
t"i
\0.--\00\
-c"')OO--
M
M
-
CV'\
"°~~$~ :f. N M V'> \0 ..f-
0
,..;
o~. .
cc:. i:--_ "'- r-.. "· l"'l '
OONOV>O\
r::· ~ f:2. ~ 0
~--0\f'-CX)
~ M _; \Ci \Ci _.; .....MN
N r-, \Ct'..., 00 00 \C) '
°' N
vi'6o\c--io
00-0000°'
'°
ID 0\
00
C'"i N
0\ N ....j N
00 00
M
0\ \0
Q'\
t-- 0\
r-N
..... \C
N M
Iii \C C-
V)
V)
M°M~M
V)V)"'l,V)V)
•l'l
V)
..
V)
M°M°
....,· t"i ,., ....,· ....,·
00
-
~
·;;;
==
s. Jumlah Kapal Penangkap lkan menu rut Status Usaha
Lampi ran
& Ukuran Kapal, 1996-:?006 Satuan: Unit
Status Usaha
:!.996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Kategori Kapal Motor
=Jumlah
< 30 *) 30-50 50-100
3327 3507 3631 4086 4405 4258
95 89 92 86
3429 4064 4377 5104 4786
45 47
92 85
77
126 142
100-200
710 728 784 729 773 781
1176 1252 1231 1555
200-300
1639
938 987 1060 1135 1316
1602
1295
559 745 803 1092 970
1305 1563 1734 2160 1926
1206 1366 1327 1403 1381
6 6
16 16 15 15
4
300-500 500-1000
237 285 289 349 352 294
46 53 50 63 58 44
3 3 4 4 2
35 39 42
1
34 32
1 1
0
0 0
0
0 0 0 0
0
0
0
0
0
0 0 0
0 0 0 0
182 196 272
201 218
122
>1000
110 121 165 173
155 96 107
121 87
116
2
1 1
BUMD/BUMN
1996 1997 1998 ~999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
26 25 23 23 20
2006
18
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
0 0 0
0
5 5
14 14
3 3
3 2 2
0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
4
21
0 0
16
0
12
10 18
0 0 0 0
3 0 4 4 4
50 47 43 40
4
6
30
5 5 3
5 4 4
28 27 26
36
3
2
26
31 12
3
2
22
3 3 2
2
0
8
2
68
3 3 4
1 3 3
13 45 59
2 2 1
69
4
3
60
1
1605
35
410
560
1600 1582 1768 1770 1704 1780 2252 2376
30 45 38 40 39 20 17 45 85 101
380 420 400 350 370 322 502 537 845 817
580 550 750 750 748 738 944 1058 1466 1437
600 610 567
580 630
0
0
547 700 789 736 888
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0
804
0
0
18
5
10
12 12
12
1 0 2 2 2
0 0 0 0
0
4 4 3
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6
0 0 0 0 0 0
0 0 0
Koperasi
2005 2006
19 54
5 4 4
2 2 0 0 0
0 0 0
0
0 0
0 0
0 0
0
0 1
0 0
0 0
0
1
0 0
0
1
0
0 0
0
0
o
0
0
0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Perorangan
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
3284 3159
0
0
0 0 0 0 0 0
0
Status Usaha
Kategori Kapal Motor
< 30 *) 30-50 50-100
Jumlah
lCJ0..200 200-300 300-500 500- J.000 >1000
PMA 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
138 134 160 165 182 167 64 146 152 150 133
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
82 87 101 107 110 65 29 63 47 52 37 1426 1614 1722 1983 2287 2270 1528 1574 1730 1532 1370
56 56 68 70 85 84 40 76 87 83 77
30 28 20 18 18
10 6 6 8 8
1() 10 8 9 9
14
s
4
8 9 15 12 16
4 5
0 2 3 3 4
9 9 10 10 8 2 5 7 4 6 6
10 12 15 14 9 4 8 7 8 8
198 248 259 321 326 278 169 180 253 183 196
98 89 99 138 149 139 88 94 110 73 94
4
28 30
3 3
55 57
2 2 0 2 2 2 1
60 58 12 52 41
7 5 5 8 7 4 2 2 1 2 1
15 20 28 30 35 29 8 22 21 22 8
12
4 4 4 4
24 25 30 26 28 11 7 17 6 7 7
49 49
269 313 324 287 380 373 226 218 236 216 137
530 586 574 698 780 755 533 540 574 575 392
250 289 389 453 568 649 456 482 494 422 490
4
44
21
4
6 14
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PMDN
12 10 9 9 5 2
g
7 6 6 9 9 5 1 3
4 3 3
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
Swasta Nasional
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Sumber: DKP
3i'
37 42 39 21 25 28 35 36
29 37 36 45 40 35 34 34 34 27 24
3 3 4 4
2 2
1 1 1 1 1
Lampiran 6. Perhitungan
Tahun
1996 1997 1993 199~ 2000 2001 2002 2003 20()4 2005 2006
Nllal Tuka,: Riil Rp terhadap Yen
lndeks Harga
lndeks Harga
Indonesia
Jepang
{a}
(bl
37,80 48,28 83,06 90,43 106,59 115,66 120,20 121,06 133,52 136,86 145,89
101,10 103,00 103,60 102,50 102,00 100,80 100,50 100,10 100,30 99,90 100,20
(a)/(b)
0,3738872 0,4687379 0,8017375 0,8822439
i.oasoooo 1,1474206 1,1960199 1,2093906 1,3312064 1,3699700 1,4559880
Sumber: CEIC dan Bank Indonesia, data diolah Lamplran
7. GDP per capita Jepang, constant price Tahun
GDP per capita
1996 1997 ~998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
3.916.438,87 3.968.483,95 3.8/6. 765,09 3.863.982,87 3.966.841,53 3.964.7~6.71 3.966. 782,40 4.015.476,49 4.122.441,81 ~ .199.844,23 4.291.827,7 4
Sumber: IMF
Nllal tukar
Nilal tukar
Nominal 100
Nominal Rp
Yen thd Rf:!
thd lOOYen
2.058 4.651 7.000 6.947 8.357 7.916 7.540 7.917 9.042 8.342 7.580
0,048582 0,021501 0,014285 0,014394 0,011966 0,012633 0,013263 0,012631 0,011059 0,011987 0,013193
Nilal Tukar
Rill 0,018164 0,01007~ 0,011453 0,012699 0,012504 0,014496 0,015863 0,015276 0,014722 0,016422 0,019209
Lampiran 8. Basil estimasi regresi data panel dengan mengubah variabel jumlah kapal 500-JOOO GT menjadi jumlah kapaJ PMA V ariabel dependen: RCA (1)
(2)
Konstanta
Harga (US$/Ki;;)
-1.949241 *** (0.679063)
-'} .097257*** (0.737716)
0.349127*** (0.()9416)
0.365208*"'* (0.097686)
Kapal PMA (unit)
-0.008607 (0.006342)
-0,011407 (0.006985)
Tarif impor Jepang (%)
l.877752** (0.768332)
2.080127**
Harga x hasil tangkapan
GDP riil per kapita Jepang (Yen)
-3.175623*
(1.774999) Ni.lai Tukar Ri.il
(0.841864) -1,91J576
(1.780308) -115,9655
119,0577 Tune fixed effects Observasi Rssquares
Note:
*** signifikan pada, kurang dari, I persen ** signifikan pada, kurang dari, 5 persen
* signifikan pada, kurang dari, 10 persen
ya
ya
55 0,68487
55 0,693917