DAYA ANTELMINTIK INFUSA BIJI SEMANGKA KUNING (Citrulus vulgaris) TERHADAP Ascaridia galli SECARA IN VITRO
ARTIKEL Oleh
EFI LIANAWATI NIM.050112a021
PROGRAM STUDI FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO AGUSTUS, 2016
1
2
Daya Antelmintik Infusa Biji Semangka Kuning (Citrulus vulgaris) Terhadap Ascaridia galli Secara In Vitro Efi Lianawati Program Studi Farmasi STIKES NgudiWaluyoUngaran, Email :
[email protected] ABSTRAK Latar Belakang : Prevalensi infeksi cacing masih cukup tinggi di negara berkembang termasuk di Indonesia. Biji semangka kuning (Citrulus vulgaris) diketahui mengandung senyawa saponin, tannin/polifenol dan flavonoid yang bisa digunakan sebagai obat tradisional untuk obat cacing (antelmintik). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah infusa biji semangka kuning memiliki aktivitas antelmintik terhadap Ascaridia galli secara in vitro. Metode :Sampel sebanyak 180 cacing Ascaridia galli, yang dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok I kontrol negatif (NaCl 0,9%), kelompok II infusa biji semangka kuning (2,5%b/v, 5%b/v, 7,5%b/v, 10%b/v) dan kelompok III piperazin sitrat (0,4%b/v, 0,6%b/v, 0,8%b/v, 1,0%b/v). Cacing direndam dalam larutan uji sebanyak 25 ml, diinkubasi pada suhu 37 . Pengamatan dilakukan tiap 30 menit hingga semua cacing mati. Data LC 50% dan LT 50% diuji probit dan uji t independent. Hasil : Penelitian menunjukkan nilai LC 50% dan LT 50% infusa biji semangka kuning (Citrulus vulgaris) yaitu 5,46% dan 617,22 menit. Nilai LC 50% dan LT 50% piperazin sitrat 0,34% dan 465,07 menit. LC 50% infusa biji semangka kuning vs piperazin sitrat p-value 0,005 dan LT 50% p-value 0,001 berbeda bermakna. Simpulan :Infusa biji semangka kuning memiliki daya antelmintik. P-value LC 50% 0,005 & p-value LT 50% 0,001 daya antelmintiknya berbeda bermakna dengan piperazin sitrat Kata Kunci :Antelmintik, Biji Semangka Kuning , Piperazin Sitrat Kepustakaan : 45 (1976-2011)
3
The Anthelmintic Power of Infusa of Yellow Watermellon Seeds (Citrulus vulgaris) Infusa Toward Ascaridia galli By In Vitro. Efi Lianawati Pharmacy Study Program Ngudi Waluyo School Of Health Email :
[email protected]
ABSTRACT Background : The prevalence of worm infection is still hight in developing countries, including Indonesia. Yellow watermelon seeds (Citrulus vulgaris) are know to contain saponin, tannin/polyphenol and flavonoid that can be used as a traditional medicine for the worm drug (anthelmintic). Objective : This study aimed to determine whether the infusa of yellow watermelon seeds have anthelmintic activity against Ascaridia galli in vitro. Methods : Samples of 180 worm of Ascaridia galli, Which were divided into 3 group. Group I of negative control ( 0,9% NaCl), group II of infusa of yellow watermelon seeds ( 2.5%w/v, 5%w/v, 7.5%w/v, 10%w/v) and group III of piperazine citrate (0.4%w/v, 0.6%w/v, 0.8%w/v, 1.0%w/v). Worm were soaked in the test solution of 25 ml, incubated at 37 . The observations were made every 30 minutes until all worm died. Data LC 50% and LT 50% tested probit and independent t test. Result : Exprimental showed value of LC 50% and LT 50% infusa of watermelon seeds were5,46% and 617,22 minutes. The value of LC 50% and LT 50% piperazine citrate were 0,34% and 465,07 minutes. LC 50% of yellow watermelon seeds vs piperazine citrate p-value 0,005 and LT 50% p-value 0,001 differ meaningful. Conclusion : Infusa of yellow watermelon seeds have anthelmintic. P-value LC 50% 0,005 & LT 50% 0,001 anthelmintic is different meaningful with piperazin sitrat. Keywords Bibliographies
: Anthelmintic, Yellow watermelon seeds, Piperazin Sitrat : 45 (1976-2011)
4
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang infeksi cacing masih cukup tinggi di negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan 60 % lebih anak-anak di Indonesia terinfeksi secara simultan oleh beberapa cacing (Tjay dan Rahardja, 2003). Hal ini terjadi karena Indonesia berada dalam posisi geografis dengan temperatur dan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan cacing. Pengaruh lingkungan global, komunitas manusia yang semakin meningkat dan rendahnya kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan turut berperan terhadap meningkatnya prevalensi infeksi cacing (Onggowaluyo,2001). Askariasis merupakan jenis infeksi cacing yang paling umum tersebar dan menjangkit lebih dari 2 milyar manusia seluruh dunia. Prevalensi askariasis di Indonesia menempati urutan pertama kemudian oksiuriasis, ankilostomiasis, infeksi cacing pita dan trikuriasis. Pada umumnya askariasis jarang menimbulkan penyakit serius, tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronis. Gejala askariasis berupa gangguan pada lambung dan usus seperti mulas, kejang-kejang, diare, nafsu makan menurun, kadang-kadang disertai anemia (Tjay dan Rahardja, 2003) Selain pada manusia, Infeksi cacing juga dapat menyerang hewan, diantaranya yaitu infeksi cacing Ascaridiagalli. Cacing A. galli mempunyai sifat yang hampir sama dengan cacing Ascaris lumbricoides pada manusia dan dapat menimbulkan kerugian ekonomi cukup tinggi. Ascaridia galli paling sering ditemukan didalam usus kecil berbagai hewan unggas. Hewan unggas yang telah terserang cacing ini akan mengalami gangguan penyerapan nutrisi seperti pada manusia sehingga dapat menghambat pertumbuhan (Tabbu,2002). Obat-obat antelmintik (anticacing) digunakan untuk memberantas atau mengurangi parasit-parasit cacing dari saluran pencernaan. Melbendazole, albendazole dan pyrantel pamoat merupakan obat-obat cacing pilihan pertama terhadap askariasis. Sedangkan obat alternatifnya adalah piperazine ataupun levamisole (Tjay dan Rahardja, 2003; Katzung, 2004). Akan tetapi pengobatan massal yang berbasis obat-obat modern tersebut menimbulkan efek samping yang cukup merugikan. Oleh karena itu diperlukan adanya alternatif untuk mengatasi masalah askariasis ini. Salah satu alternatif pilihan adalah dengan menggunakan bahan-bahan alami yang biasanya tersedia banyak dialam dan diharapkan mempunyai efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat-obat modern yang ada saat ini. Bermacam-macam bahan tradisional telah banyak digunakan di Indonesia untuk mengatasi berbagai kasus penyakit. (Herawati dan Setiamihardja, 2000) Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkan efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh. Obat-obat tradisional dianggap lebih aman, mudah didapat, dan harganya lebih terjangkau (Juckett, 2004). Obat tradisional yang dapat 5
membunuh cacing yang sering digunakan olah masyarakat antara lain, pete, pare, delima, ketepeng kecil, labu kuning, temu giring, biji semangka dan nanas (Daniel, 2008 ; Hembing, 2008). Semangka mengandung air sebanyak ±92%, protein 0,5%, karbohidrat 5,3%, lemak 0,1%, serat 0,2%, abu 0,5%, dan vitamin (A, B1, B6, asam folat, dan C). Selain itu semangka juga mengandung asam amino sitrulin (C6H13N3O3), asam amino asetat, asam malat, asam fosfat, asam pantotenat, arginin, betain, likopen (C40H56), beta-karoten, bromin, mineral (kalium, natrium, magnesium) biotin, lisin, gula alami (fruktosa, dekstrosa, dan sukrosal), serta serat larut (soluble fiber). Semangka juga memiliki kandungan flavonoid yang cukup tinggi. Didapatkan kandungan flavonoid dalam mg/100g, pada biji semangka sebanyak 40.16 ± 0.01; kulit semangka sebanyak 8.71 ± 0.01; dan dalam buahnya sebanyak 58.10 ± 0.33 (Dalimartha dan Adrian, 2011). Kandungan biji semangka yaitu saponin, flavonoidal dan polifenol (Balitbangkes RI,1983). Biji semangka secara empirik telah digunakan oleh masyarakat untuk mengobati infeksi cacing, namun belum dilakukan penelitian ilmiah untuk membuktikan adanya daya antelmintik dari tanaman biji semangka. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ilmiah untuk membuktikan daya antelmintik tanaman biji semangka. 2. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Untuk mengetahui apakah infusa biji semangka kuning (Citrulus vulgaris) memiliki aktivitas antelmintik terhadap Ascaridia galli secara in vitro b. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui konsentrasi infusa biji semangka kuning (Citrulus vulgaris) yang dapat membunuh 50% (LC 50) dan waktu yang diperlukan untuk membunuh 50 % (LT 50) terhadap cacing dewasa Ascaridia galli in vitro 2. Untuk mengetahui apakah aktivitas antelmintik infusa biji semangka kuning (Citrulus vulgaris) terdapat perbedaan dengan piperazin sitrat berdasarkan LC 50% dan LT 50% B. Metode Penelitian 1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental secara in vitro. Sampelnya adalah 180 cacing Ascaridia galli, yang dibagi menjadi 3 kelompok. 2. Populasi dan sampel Masing-masing kelompok akan memiliki besar sampel sebanyak 3 ekor cacing menurut hasil perhitungan. Namun, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan digunakan sampel sebanyak 4 ekor cacing.Penelitian dilakukan 5 kali ulangan. Sampel dalam penelitian ini didapat secara randomisasi dengan kriteria sebagai berikut: 6
a. b. 3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kriteria inklusi Ascaridia galli dewasa yang masih aktif bergerak. Ukuran 7-11cm. Tidak terlihat cacat secara anatomis dan didapatkan dari usus ayam. Kriteria ekslusi bila cacing Ascaridia galli mati sebelum perlakuan. Alat dan Bahan Alat :blender, timbangan analitik, pengayak nomor 40 mesh , kain saring, dan panci infusa, pinset, cawan petri, thermometer, toples pengaduk gelas dan alat-alat gelas, tabung reaksi dan pipet tetes Bahan : biji semangka ,cacing Ascaridia galli, larutan NaCl 0,9 mg/ml, aquadest dan piperazin sitrat, methanol, H2SO4 pekat, FeCl3, aquadest. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman biji semangka kuning (Citrullus vulgaris) dilakukan dilaboratorium Ekologi dan dan Biosistematik Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP) Determinasi Hewan Uji Determinasi hewan Uji (cacing A. galli ) dilakukan dilaboratorium Ekologi dan dan Biosistematik Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP) Tahap pembuatan konsentrasi perlakuan infusa Penelitian ini menggunakan larutan infusa biji semangka kuning dengan berbagai macam konsentrasi yaitu 2,5%b/v, 5%b/v, 7,5%b/v, 10%b/v. Untuk membuat infusa biji semangka konsentrasi 2,5%b/v maka diperlukan 2,5 gram serbuk biji semangka kuning kemudian dimasukkan dalam panci infusa berisi aquadest dengan volume sebesar 100 ml. Panaskan selama 15 menit setelah suhu mencapai 90 sambil sesekali diaduk. Serkai setelah dingin dengan menggunakan kain flannel, tambahkan 0,9 gram NaCl setelah itu diaduk , tambahkan air panas secukupnya hingga diperoleh volume infusa 100 ml. Dengan cara yang sama dibuat infusa konsentrasi 5%b/v, 7,5%b/v dan 10%b/v. Pembuatan kontrol positif larutan piperazin sitrat Untuk membuat larutan piperazin sitrat konsentrasi 0,4% diperlukan serbuk piperazin sitrat sebanyak 0,4 gram. Larutkan serbuk tersebut ke dalam 100 ml NaCl 0,9%. Aduk dengan batang pengaduk kaca agar larutan tercampur merata. Untuk pembuatan larutan piperazin sitrat 0,4%, 0,6%, 0,8% dan 1% langkah yang dikerjakan sama seperti pembuatan larutan piperazin sitrat 0,4 % (Djatmiko dkk, 2009) Perlakuan hewan uji Prosedur yang akan dilaksanakan adalah: a. Cawan petri disiapkan, masing-masing berisi infusa biji semangka kuning (Citrulus vulgaris) dan larutan piperazin sitrat sesuai konsentrasi masing –
7
masing serta larutan NaCl 0,9% sebanyak 25 ml yang telah dihangatkan terlebih dahulu pada suhu 37 . b. Kedalam masing-masing cawan petri dimasukkan 4 cacing Ascaridia galli yang masih aktif bergerak, kemudian diinkubasi pada suhu 37 c. Untuk melihat apakah cacing mati, paralisis, atau masih normal setelah diinkubasi, cacing-cacing tersebut diusik dengan batang pengaduk. Jika cacing diam, dipindahkan kedalam air panas pada suhu 50 , apabila dengan cara ini cacing tetap diam, berarti cacing itu telah mati, tetapi jika bergerak, berarti cacing itu hanya paralisis. d. Hasil yang diperoleh dicatat. Batas amati dalam percobaan ini adalah bila cacing paralisis atau bila cacing tidak bergerak bila dimasukkan kedalam air panas pada suhu 50 . 9. Uji Fitokimia Uji flavonoid sebanyak 1 ml infusa biji semangka ditambah methanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtrat ditambah H2s04 pekat, terbentuk warna merah menunjukkan adanya flavonoid (Harbone,1996). Uji Saponin dilakukan dengan 1 ml infusa biji semangka kuning ditambah 5 ml aquadest kemudian dipanaskan sekitar 5 menit. Busa yang terbentuk dan tetap stabil setelah didiamkan selama 10 menit menunjukkan adanya saponin. Uji tanin dan polifenol. Sebanyak 2 m infusa biji semangka kuni9ng kemudian ditambah dengan pereaksi FeCl3 kemudian diamati perubahan warna yang terbentuk, Perubahan warna menjadi warna hijau biru menunjukkan adanya polifenol atau tanin.(Harbone , 1996). 10. Analisis data Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapat dari jumlah cacing yang mati tiap 30 menit pada tiap kelompok percobaan. Dievaluasi secara statistik dengan program SPSS 16.0 for windows. Metode analisis probit digunakan untuk mengetahui LC 50% dan LT 50% dari infusa biji semangka kuning (Citrulus vulgaris) dan piperazin sitrat sebagai anthelmintik. Untuk mengetahui perbedaan signifikan antara perlakuan infusa biji semangka kuning dengan piperazin sitrat maka dilanjutkan uji t independent berdasarkan nilai LC 50% dan LT 50%. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Determinasi Tanaman Hasil determinasi tanaman biji semangka kuning adalah sebagai berikut : 1b-2a-27a-28b-29b-30b-31b (Farm 74. Cucurbitaceae)-1b-2b-4b-6b7b-9b-11b-12b-23a-24b-25a- (Genus 7. Citrulus) species: (Citrulus vulgaris L.). Hasil dari determinasi dapat diketahui bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citrulus vulgaris atau tanaman biji semangka kuning.
8
2. Determinasi Hewan Hasil Determinasi hewan uji adalah sebagai berikut : Phylum nematode, clasis phasmida, sub clasis secermentea, ordo ascarida, super family ascaridina, family ascaridoidea genus yaitu scaridia dengan spesies Ascaridia galli, Schrank. Hasil dari determinasi dapat diketahui bahwa hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah cacing Ascaridia galli. 3. Uji Kelangsungan Hidup Tabel 1. Rata-Rata Lama Hidup Cacing Ascaridia galli dalam Larutan NaCl 0,9% Replikasi Rata-rata lama hidupcacing ( menit )±SD 1 1717,5±193,455 2 1822,5±209,821 3 1897,5±139,374 4 1882,5±143,614 5 1845±86,602 Mean±SD 1833±71,072 Tabel 1.dapat diketahui rata-rata lama hidup cacing Ascaridia galli dalam larutan NaCl 0,9%, yaitu 1833±71,072 menit sehingga waktu pengamatan percobaan daya anthelmintik infusa biji semangka kuning (Citrulus vulgaris) dilakukan maksimal selama 30 jam 33 menit. 4. Uji Daya Antelmintik a. Analisis Probit Analisis probit digunakan untuk mengetahui konsentrasi dan waktu infusa biji semangka kuning dan piperazin sitrat yang dapat membunuh 50% cacing yang dinyatakan dengan LC 50% dan LT 50%. Tabel 2.Hasil Analisis Probit LC 50% dan LT 50% Kelompok perlakuan Nilai LC 50% Nilai LT 50% Infusa biji semangka kuning 5,46% 617,22 menit Piperazin sitrat 0,34% 465,07 menit Hasil dari tabel 2. uji analisis probit infusa biji semangka kuning untuk LC 50% yaitu 5,46% dan LT 50% yaitu 617,22 menit. Sedangkan nilai analisis probit piperazin sitrat untuk LC 50% yaitu 0,34% dan LT 50 yaitu 465,07 menit. Nilai LC 50% dan LT 50% infusa biji semangka kuning lebih besar dari nilai LC 50% dan LT 50% piperazin sitrat, sehingga dapat dikatakan bahwa piperazin sitrat lebih poten dalam membunuh cacing Ascaridia galli dibandingkan dengan infusa biji semangka kuning. Selisih nilai LC 50 dan LT 50 ini disebabkan karena piperazin sitrat merupakan senyawa tunggal dan murni dari antelmintik. Sedangkan bahan berkhasiat yang terkandung dalam infusa biji semangka kuning masih berupa bahan campuran yang sangat komplek.
9
b. Uji t Independent samples test Sebelum melakukan uji t Independent samples test ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu distribusi data harus normal. Pada uji normalitas didapat nilai probabilitas (p) seperti pada tabel 3. Tabel 3 Nilai Probabilitas (p) Uji Normalitas Kelompok perlakuan Shapiro-wilk LC 50% Infusa 0,538 LC 50% Piperazin Sitrat 0,422 LT 50% Infusa 0,132 LT 50% PIperazin Sitrat 0,217 Tabel uji Shapiro wilk 3 menunjukkan nilai probabilitas (p) pada semua kelompok perlakuan >0,05. Hal ini berarti bahwa data terdistribusi normal sehingga varian data dinyatakan homogen. Oleh karena itu syarat-syarat untuk penggunaan uji t independent telah terpenuhi . Tabel 4. Hasil uji t independent Kelompok perlakuan Nilai P-value Kesimpulan LC 50% infusa Biji Semangka kuning vs 0,005 Berbeda piperazin sitrat bermakna LT 50% Infusa Biji Semangka Kuning vs 0,001 Berbeda Piperazin sitrat bermakna Tabel 4.4 menunjukkan bahwa hsil uji t independent LC 50% infusa biji semangka kuning dengan piperazin sitrat nilai sig (2-tailed) atau p value sebesar 0,005 yaitu <0,05, karena < 0,05 maka perbedaan bermakna Pada LT 50% infusa biji semangka kuning dengan piperazin sitrat nilai sig (2-tailed) atau p value sebesar 0,001 yaitu <0,05. Karena < 0,05 maka perbedaan signifikan. Berdasarkan LC 50% dan LT 50% aktivitas antelmintik piperazin sitrat berbeda bermakna dengan Infusa Biji Semangka kuning karena nilai p value <0,05. 5. Hasil Uji Fitokimia Hasil pengujian fitokimia menunjukkan bahwa biji semangka kuning mengandung flavonoid, saponin, tannin/ polifenol yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna yang sesuai dengan parameter hasilnya. Tabel 5. Hasil Uji Fitokimia Tes Hasil Keterangan Infusa+methanol+H2So4 Merah Flavonoid Infusa+aquadest Terbentuk busa Saponin Infusa+FeCl3 Hijau biru Tanin/polifenol
10
D. SIMPULAN 1. Konsentrasi infusa biji semangka kuning (Citrulus vulgaris) yang dapat membunuh 50% (LC 50) yaitu 5,46% dan waktu yang diperlukan untuk membunuh 50% (LT 50 ) yaitu 617,22 menit. 2. Aktivitas antelmintik infusa biji semangka kuning (Citrulus vulgaris) berbeda bermakna dengan piperazin sitrat berdasarkan LC 50% dan LT 50% karena nilai p value <0,05 E. UCAPAN TERIMAKASIH Seluruh civitas akademika STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, Ketua Program Studi Farmasi STIKES Ngudi Waluyo Ungaran Drs. Jatmiko Susilo, Apt., M.Kes, Dosen Pembimbing I Nova Hasani F, S.Farm., M.Sc., Apt, Dosen Pembimbing II Drs. Jatmiko Susilo, Apt., M.Kes. F. DAFTAR PUSTAKA Balitbangkes RI, 1983. Khasiat Empirik Tanaman Obat I dan II. Jakarta. Dalimartha, S dan Adrian, F. 2011. Khasiat Buah dan Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya. Daniel, W. 2008. Neuro anatomi untuk Mahasiswa Kedokteran. Malang :Bayu media Publishing Djatmiko, M., Purnowati, L.D. dan Suharjono. 2009. Uji Daya Antelmintik Infusa Biji Waluh (Cucurbita moschata Durch) terhadap Cacing Ascaridia galli secara In Vitro.Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik. 6 (1) : 12-17. Harborne, J. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Cetakan kedua. Penerjemah: Padmawinata, K. dan I. Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hembing, W. 2008. Ramuan lengkap herbal taklukkan penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda. Herawati, T dan R. Setiamihardja, 2000.Pemuliaan Tanaman Lanjutan Program Pengembangan Kemampuan Peneliti Tingkat S1 Non Pemuliaan Dalam Ilmu Dan Teknologi Pemuliaan. Universitas Padjadjaran, Bandung. Juckett, G. 2004. Herbal Medicine in Modern Pharmacology with Clinical Application (Craig,CR&Stitzel, RE : Editors).6th edition.Philadelphia Lippincott Williams & Wilkins. Halaman: 785. Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerjemah: Agoes, H.A. Edisike VI. Jakarta: Buku Kedokteran EG. Onggowaluyo,J, S. 2001. Parasitologi Medik 1 (helmintologi): Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis dan Klinis. EGC. Jakarta. 7-8. Tabbu, C .R. 2002. Penyakit ayam dan Penanggulangannya. Volume 2. Kanisius, Yogyakarta. 74. Tjay, H.T dan Rahardja, K. 2003. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo. Jakarta. 11