DARUL ISLAM ACEH: 1953-1962 TELAAH TERHADAP AKAR MASALAH PEMBERONTAKAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakulfas Adah Dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Strata 1 (Sl)
Olch: AHMADFAHRI NIM. 100022018471
JURUSjA.N SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDA YATULLAH JAKARTA 1426 HI 2005 M
DARUL ISLAM ACEH: 1953-1962 TELAAH TERHADAP AKAR MASALAH PE1\1JIJERONTAKAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Adab Dan Humaniora Jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam Untulc Memenuhi Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana Oleh: Ahmad Fahri 100022018471
Di Bawah Bimbingan
Dr.Dien Madjid NIP 150 122 620 ;
Jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam Fakultas Adah Dan Humaniora Universitas Islam Negri SyarifHidayat1J1llah Jakarta 142612005
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Sripsi yang be1.:judul "Darul Islam Aceh : 1953-1962 T1elaah Terhadap Akar Masalah Pemberontakan" ini telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 09 Juli 2005. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana progran1 strata I · (S 1) pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam. Jakarta, 09 Juli 2005 Ke tua
Drs. H. Budi Sulistiono, M.Hum NIP. 150 236 276
Sekretaris
Drs. H. M. Ma'rufMisbah, MA NIP. 150 247 010
Pembimbing,
Penguji,
DR. Dien Madjid NIP. 150 122 620
Drs, Parlind11mga11 Siregar, M.A NIP. 150 268 .588
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah membekali manusia dengan aka! dan wahyu sehingga memudahkan penulis sebagai bagian dari umat manusia untuk menggali khazanah intelektual Islam yang bertebaran di muka bumi, mudah-mudahan penulis dimasukan ke dalam golongan "Ulil Albab''. Sholawat dan Salam semoga selalu terpancar ke jiwa yang suci nabi besar Muhamad SAW yang menghantarkan umatnya ke wilayah yang syarat dengan nilai Iman, takwa dan peradaban Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh penulis untuk dapat menyelesaikan program pendidikan smjana strata I, jurusan Sejarah dan Peradaban Islam di Fakultas! Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Ketika penulis menyusun skripsi ini banyak sekali faktor-faktor yang saling terkait yang menyebabkan ketidakmaksimalan penulis dalam pembuatan skripsi ini ditambah kemampuan intelektualitas penulis yang sangat minim. Menyadari akan ketidaksempurnaan skripsi ini tidak ada sikap maupun reaksi penulis yang bisa ditunjukan kecuali berharap kritikan dan masukan untuk menyempurnakan hipotesa (skripsi) ini yang dibangun di atas analisa yang dangkal Dalam penusunan skripsi ini, penulis banyak sekali terbantu dari perorangan, kelompok maupun institusi atas dorongan baik moril maupun materil, baik fisik msaupun · nono fisik. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini pula penulis hendak mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada :
I. Prof. Dr. Badri Yatim, MA.Selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Drs. H. Budi
Sulistyo M.Hmn, Selaku ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, dan Drs. H. Ma'rufMisbah, MA, selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam. 2. Dr. Dien Madjid, selaku pembimbing yang telah banyak merelakan waktunya (walau dalam keadaan sakit) untuk memberi kritik, masukan clan saran kepacla penulis clalam menyempurnakan skripsi ini
'
3. Drs. Parlindungan Siregar, MA, selaku dosen penasehat akademikyang telah memberikan nasehal dan motivasinya dalam mengikuti clan menyelesaikan perkuliahan. Juga untuk seluruh dosen Fakultas Adab clan Humaniora yang telah "mentransfer" ilmunya kepada penulis 4. Pimpinan clan seluruh staff pegawai perpustakaan Uil\J Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Aclab dan Humaniora, Perpustakaan LIP! (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Perpustakaan Soemantri Brodjonegoro, Perpustakaan Arsip Nasional, Perpustakaan Freedom Institut, Perpustakaan BPS (Baclan Pusat Statistik Nasional), dan komunitas Aceh di jalan lndramayu, Menteng. Yang telah memberikan pelayanan dan kemudahan bagi penulis dalam memperoleh data-data yang diperlukan 5. Kedua orangtua penulis Ayahancla Zahrin Abdullah clan lbunda waryanti, yang telah memotivasi untuk terus maju clan bangkit dari kegagalan. Juga untuk kedua adik Penulis Rahmawati dan Ahmad Rizal 6. Temen-temen SP! angkatan 2000 : Pingie, Otot, Botax, Dayat, Sobat, Fahmi Dishub, Garux, Yana, Sari, Rima, Fitri, lndah H & K, clan semua teman-teman yang telah membantu clan memberi masukan sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Buat temen-temen "Risma" yang telah merelakan penulis untuk menonaktifkan dari kepengurusan, juga untuk Bahruddin yang ban yak sekali membantu penulis 8. !yang lndriani, yang telah mengajari penulis tentang arti kedewasaan, penulis baru menyadari bahwa kedewasaan tidak harus diungkapkan dengan kata-kata bijak tapi melalui sikap yang .arif. Pada Akhirnya membuat nyaman penulis dalam penyusunan i
skripsi ini. Mudah-mudahan apa yang telah mereka berikan kepada penulis dapat bennanfaat dan tidak ada kata-kata yang bisa penulis kembalikan atas kebaikan kecuali Jazakumullah Khoirul Jaza'
Jakarta, 30 juni 2005
Ahmad Fahri
DAFTARISI
KA TA PENG ANTAR ......................................................................... i DAFTAR IS! ..................................................................................... iv BAB I
Bab II
Bab III
PENDAHULUAN ............................... ._ ......................... I A. Latar Belakang Masalah ...... :....................................... I B.
Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................... I)
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 6
D.
Metode Penulisan ......................................................"JI
E.
Sistematika Penulisan ................................................. 7
GAMBARAN UMUM MASY ARAKAT ACEH PRA PEMBERONTAKAN .......................................................... 9 A. Keadaan Sosial ......................................................... 9 B.
Keadaan Politik .................................................................. 17
C.
Keadaan Ekonomi ......................................................... 27
D.
Bidang Agama ........................................................................ 30
MUNCULNYA PEMBERONTAKAN DARUL !SLAM ACEH ....................................................... 36 A. Penge1tian Darul Islam ...................................................... 36 B. Faktor-faktor Pcnycbab Tc~jadinya Pcmberontakan Darul Islam Aceh ................................................................ 40
Bab IV
C.
Struktur Darul Islam Aceh .................................................. 45
D.
Aktifitas Darul Islam Aceh ...................................................... 50
AKAR MASALAH PEMBERONTAKAN DAR UL ISLAM ACEH ........................................................... 55 A.
Pembubaran Propinsi Aceh ............................................. 55
B.
Penghapusan Sistim Perdagangan Barter ................................. 62
C.. Pertanmgan Kekuatan Lokal. ......................................... 66 D. Munculnya Less Hitam ........................................................... 72 E. BAB V
Penolakan Syariat Islam ............................................. 75
PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . .......... 78 A. Kesimpulan ............................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 80
BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh sekarang bernama Nanggroe Aceh Darusslam adalah propinsi paling Utara dari Sumatra dan paling Barat dari Republik Indonesia dengan Banda Aceh sebagai ibukotanya, dibandingkan dengan propinsi Iain di Indonesia Aceh sangat mcmiliki keunikan baik clitinjau dari scgi sosial, buclaya, politik dan agama. Seperti kecintaan mereka terhaclap elit masyarakatnya yang terwakili oleh kaum Ulama clan Ulebalang. ulama sebagai pemegang otoritas agama clan Ulebalang sebagai pemegang kendali adat. Di samping dua elit masyarakat di atas, ada kekuasaan altematif yaitu sultan. Hanya saja kekuasaan terakhir ini walaupun pemegang kendali tampuk kepemimpinan masyarakat paling "acliclaya" kekuasaanya tidak bertahan lama, karena kcsultanan dihapuskan pada tahun 1903 1 sejak saat itu tidak memainkan penman apapun. terlepas dari penghapusan kesult4nan, yang terjadi adalah perseteruan ulama clan ulebalang yang memakan waktu cukup panjang. Dari prespektif politik, sebagai wilayah yang jauh dari pusat, Aceh juga menyimpan persoalan yang tidak clapat disamakan dengan daerah Iain yang acla di Indonesia, sejak awal ia senantiasa lekat dengan rona "revolusi", melawan penjajah di masa lalu dan menantang pemerintah pusat di masa sesudahnya. 2
1
B J Boland, pergumu/an is/am di Indonesia (Jakmta,Grafiti pers I 985) cet I ha! 73 untuk lebih jelasnya lihat Muhanad Said, A(ieh Sepanct'ang Abad, (diterbitkan pengarang sendiri 1961) h. 640. 'Syarifudin Tippe, Aceh di persimpanganjalan, (Jakarta, Pustaka Cesindo 2000) Cet I h. xiii
2
Teri epas dari fenomena di ata!;, Aceh memiliki peranan besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, dengan kegigihan dan semangat yang berkobar mereka berhasil tumbuh menjadi daerah yang menakutkan bagi agresi Belanda ke II pasca proklamasi, sehigga Aceh menjadi satu-satunya daerab yang
"steril" dari penjajahan ketika semua wilayah Indonesia berada di bawah penguasaanya. Tak beran ketika Soekarno bersama rombongannya berkunjung ke Aceh pada tanggal I 6 juni I 948 dalam berbagai rapat yang dihadirinya selama em pat hari (presiden mukim di Aceh) beliau selalu menegaskan bahwa Aceh adalah daerah modal bagi republik Indonesia3 • Dengan "modal" ini pula Muhamad Hatta memenangkan perundingan dengan pihak Belanda dalam sebuah konfrensi yang terkenal dengan Konfrensi Meja Bundar (KMB), yang diadakan pada tanggal 23 Agustus 1949 di Den Haag, Belanda. Tidak hanya sampai di sini peranan yang dimainkan Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan republik Indonesia, yaitu dolar untuk membeli dua buah pesawat terbang, yang berguna untuk kepentingan pe1:juangan republik Indonesia yang bemama Seuwalah I, pada waktu wilayah negara Indonesia sedang diduduki oleh Belanda, pesawat tersebut dioperasi\rnn di luar negeri tepatnya di Burma atas nama Indonesia Airways di bawah pimpinan komodor udara Wiwcko Supono, RI 001 Seuwalah beroperasi di luar Negeri untuk meneari dana bagi perjuangan republik Indonesia, seiring dengan be1jalannya waktu
3
ia kemuclian
A.Hasjn1i, semangat 1nerdeka 70 tahun rnenetnpuh jalan pergolakan dan pet.Juangan . kemenlekaan (Jakai1a,Bulan Bintang 1985) h. 374-.J79
3
berubah menjadi Indonesia Airways4 , selain sumbangan di atas, Radio Rimba Raya yang be1iempat di Aceh Tengah secara aktif menyuarakan semangat para pejuang Indonesia untuk meraih kemerdekaan, siaran tersebut bisa dipantau di India, Mesir, dan beberapa negara Arab. Negara-negara ini kemudian menjadi para pendukung pertama negara yang barn lahir, republik Indonesia. Dengan status istimewanya Aceh rnenjadi bagian tak terpisahkan dari negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Namun tatkala pemerintah pusat dirasakan mulai menyimpang dari semangat awal, secara berangsur para pemimpin Aceh mulai memperhitungkan kembali dukungannya terhadap Jakmia, gerakan politik anti pemerintah dan bahkan pergolakan yang menJurus kearah pemisahan diri dari pemerintah pusat
muncul dan mempengaruhi masyarakat Aceh. Fenomena Daud
Beureueh dengan Dam! Islamnya, pada dekade 1950-an menandai aspirasi tersebut, tidak terlalu mudah bagi pemerintah Jakarta untuk secara cepat clan tuntas mcnghadapi pemberontakan daerah yang qimotorinya. Pergolakan Darul Islam yang memakan rentan waktu yang cukup par\jang sejak 1953-1962, merupakan suatu bentuk akumulasi kekecewaan rakyat Aceh terhadap pemerintah pusat, kebijakan ym1g setidalmya baik menurut pemerintah pusat tapi tidak baik untuk masyarakat Aceh. Bahkan ym1g te1jadi adalah sebuah kesenjangan antara pujian dan harapan. Berbeda dengan Darn! Islam di Jawa Baral yang Jebih menekankan pada perbedaan paradigma jika bukan perbedaan ideologi,
4
Nur el Ibrahimy, Teungku Muhatnad Daud Beureueh, perananya dala1n pergo/akan di Aceh,
(Jakarla,Gunung Agung 1986), Cet II h. 47
4
sedangkan Darul Islam Aceh lebih bermotifkan pada kebija.kan politik yang tidak proporsional. Ada beberapa penulisan mengenai Darul Islam yang terkesan subyektif, karena lebih menekankan pada apa yang dilakukan para pengikut Darul Islam, bukan pada apa faktor penyebab meletusnya pergolakan Darul Islam? clan kenapa mereka melakukan konfrontasi vertikal clengan pemerintah pusat? Inilah yang sering dilupakan penulis terutama buku-buku versi pemerintah, ironisnya buku-buku yang subyektiflah yang menjadi bahan rujukan para siswa dan siswi Indonesia. Mengidentifikasi akar masalah pembcrontakan Dami Islam .Aceh, tcntunya mcmiliki beberapa faktor, yang menqrut istilah Nurcholis Madjid hubungan
Sibernetika yaitu hubungan atau faktor yang saling terkait. Pembubaran propinsi Aceh oleh pemerintah pusat pacla tanggal 14 Agustus 1950 dengan mengganti peraturan pemerintah nomor 8/DES/WKPM tahun I 949. Hal ini tentu saja menimbulkan kekecewaan masyarakat Aceh terhaclap pemerintah pusat. Pembubaran ini dipanclang masyarakat Aceh sebagai bentuk kebijakan yang sangat
diskriminatiJ~
karena mengakibatkan masyarakat Aceh mengalami kerugian dari segi ekonomi, politik, sosial dan budaya, seperti tercermin dari sikap yang cliekspresikan oleh DPRD Aceh, dengan lantang mereka mengemukakan alasan penolakan mereka dengan pembubaran pro'Jinsi Aceh. Masuknya Aceh sebagai residen Sumatara Utara menguatkan
ketidakpercayaan
mereka
terhadap
propinsi
barn
itu
akan
kemampuannya mengatur daerah Aceh secara intensif, karena beberapa intensitas pernbangunan clan pengalaman pada masa lalu. Di sisi lain perbedaan sosio-kultural
5'
termasuk di dalamnya agama juga memperkuat· dugaan mereka (DPRD Acch) akan ketidakmampuan pemerintah propinsi Sumatra Utara mampu untuk mengatur acch, Pembubaran propinsi ini juga terkait dengan pelaksanaan Syari'ah Islam di Aceh clan juga penghapusan sistem perdagangan Barter. Syari'ah Islam yang sclama ini menjadi itu menjadi impian masyarakat Aceh menjadi terhambat. Kalau saja pemerintah pusat tidak membubarkan propinsi tentu tidak akan sulit bagi Aceh menerapkan
Syari'ah Islam, lebih dari itu Aceh tidak bisa mengatur rumah
tangganya sendiri karena harus mengikuti prosedural propinsi Sumatra Utara. Sistem perdagangan barter juga ikut terpengaruh akibat pembubaran Aceh. Biasanya para pedagang langsung menyebrang ke Penang (Malaysia) tanpa prosedur Ekspor-lmpor yang berbelit-belit. Setelah penghapusan perdagangan barter tersebut para pedagang harus mengalihkan ke Medan clan mengilrnti proses yang berliku-liku. 5 Semua fenomena di atas, tentu tertuju kepada pemcrintah pusat sebagai pcmbuat kebijakan. Kekecewaan ini membentuk sebuah bola salju yang semakin lama semakin besar clan pada akhirnya pecah, yang nantinya juga akan menuntun '
rnasyarakat Aceh dalam "kubang" pernberontakan Dami Islam. Di luar faktor di atas pertarungan keldmtan lokal clan munculnya Less hitam menambah besarnya bola salju di atas. 6
5
Nazaruddin Sya1nsuddin, Pe1nberontakan J(azun Republik: Ka.'i:us Darul /slan1 Aceh, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1990), Cet l,h.79 6 Nur el lbrahimy, op cit, h.75
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis membatasi pembahasan pada akar masalah pemberontakan seperti : Pernbubaran Propinsi Aceh, Penghapusan sistem perdagangan barter, pertarnngan kekuatan lokal, Munculnya less hitam clan penolakan Syari'ah islam Aclapun permasalahanya yang diangkat : I. Mengapa terjaclinya pemberontakan Darul Islam Aceh ? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi pemberontakan Darul Islam Aceh ? 3. Bagaimana aktilitas Darul Islam Aceh?
C. Tujuan dan lf'Ianfaat Penelitian
Aclapun tujuan yang henclak clicapai clari penulisan skripsi ini adalah untuk mcngkaji akar permasalahan munculnya p1)rgolakan Darul Islam Aceh ( 1953-1962) Penelitian ini secara garis besar memberi dua manfaat: I. Manfaat secara akademis yaitu: memberi tambahan pengetahuan yang
berguna clalam rangka pengembangan ilmu sejarah, khususnya yang berkaitan dengan topik Pemberontakan Darul Islam Aceh. 2. Manfaat praktis, akan dipergunakannya pengalaman masa lalu yang digambarkan clalam tulisan ini, untuk menentukan langkah clan tindakan yang lebih baik di masa yang akan datang, guna untuk rnenjaga keutuhan dan kesatuan Negara Republik Indonesia.
7
D. Metodc Pcnulisan Adapun tehnik penulisan skripsi ini menujukan kepada buku "pedoman penulisan Skripsi, Tesis clan disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2000". Proses ke1:janya sebagaimana lazinmya penulisan karya sejarah, ada empat tahapan: I.) Heuristik, penulis melakukan pencarian data dengan penelaahan terhadap buku-buku. majalah, surat kabar maupun artikel jika diperlukan. Deng.an menelusuri naskah' naskah yang 'berkenaan dengan masalah pemberontakan Darul Islam Aceh, baik
sumber primer 111aupun sekunder. 2.) Kritik, yakni meneliti atau mcnganalisa kefalidan inforniasi dari sekian banyak sumber tertulis yang ada, baik kritik intern maupun ekstern. 3.) lntrepretasi Sumber. untuk memunculkan bcrbagai fakta yang dibutuhkan dalam rangka pembuatan skripsi. 4.) hasil dari keseluruhan proses disusun menjadi sebuah cerita sejarah mengenai pc:mberontakan yang dimaksud.
E. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penuli:> membagi kepad limn bab, dengan masingmasing bab terdiri dari sub-sub yarig merupakan penjelasan bab tersebut, yaitu :
Bab I
Pendahuluan, Yang
berisi
latar
belakang
masalah,
pembatasan
dan
perumusan masalah, tujuar1 dan mar1faaat penelitian. metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
Gambaran umum Aceb,
Membahas Aceh tahun 1953-1962 dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Bab III
.. ' '
Munculnya pcmberontakan Darn! Islam Aceh,
Yang membahas mengenai pengertian Darul Islam A ceh, faktor penyebab terjadinya pemberontakan Darul Islam Acch. struktur Darul Islarn Aceh, dan aktifitas Darul Islam Aceh. Bab IV
Akar masalah peniberontakan Darul Islam Aceb,
Bab
ini
membahas
faktor
penyebab
pergolakan
yaitu,
Pembubaran propinsi Aceh, penghapusan sistem pcrdagangan barter, pertarungan kekuatan lokal, munculnya less hitam dan Penolakan Syari' ah Islam. Bab V
Pcnutup,
Yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
Bahn Gambaran Umum Masyarakat Aceh Pra Pemll>erontakan
A. Keadaan Sosial Sejak masuknya Islam ke Aceh, banyak sekali mempengaruhi adat istiadat Aceh. Malahan pengaruh Islam itu sangat besar, sehingga ada pepatah yang berbunyi : hukum ngo adat lagee zat ngo sipheuet (hukum dengan adat seperti benda dengan sifatnya, tidak
terpisah) yang dimaksud lrnkum di sini adalah hukum Islam yang diajarkan oleh para ulama. Islam sangat melihat pada masalah budaya Aceh misalnya, · sapaan waktu be1jumpa clan ucapan waktu berpisah tidak lagi diucapkan dengan yang lain melainkan sudah menjadi Assalamu 'alaikum dan jawabannya Wa 'alaikumsalam wa rahmatullah, bila seseorang menerima pemberian dari orang lain, tidak lagi mengucapkan terima kasih atau yang lain melainkan sudah diganti dengan Al-hamdulillah. Apabila mendengar ada orang meninggal, segera mengucapkan Jnnaa li li!lahi wa inna ilaihi raajiuun' Sebelum Aceh diperintah Belanda, penggolongan masym-akat adalah sebagai berikut : Golongan Hulubalang (ulebalang) yaitu golongan yang memerintah negeri.
!.
Golongan ini mula-mula hanyalah rakyat biasa, tetapi karena mempunyai wibawa dist'babkan kekayaan, kecakapan dalam mengatur dan memimpin, maka ia diangkat menjadi kepala rakyat, kemudian mengingat jasa-jasanya, ditambah pula bahwa biasanya anak mereka banyak yang mengikuti jcjak orang tuanya, maka sesudah ia rneninggal diangkat pula anaknya sebagai pengganti.
1
h.6
Taufiq Abdullah (ed), Agama dan Perubahar.• Sosial, (Jakmta: PT. Raja Grafindo, 1996). cet II,
10
Sesudah keadaan be1jalan lama, maka kecakapan dan kemampuan anak tidak lagi menjadi pe1iimbangan. 2.
Ulama atau golongan ahli dan pengajar agama, golongan ini berasal dari rakyat biasa, tetapi karena ketekunannya dalam belajar, mereka memperoleh ilmu pengetahuan, dahulu sebelum zaman Belanda, para ulama selain menguasai ilmu pengetahuan bidang agama, juga banyak dari mereka yang menguasai pula bidang-bidang lain.
3.
Golongan saudagar, yaitu golongan orang kaya, golongan ini berasal dari rakyal biasa yang mempunyai nasib lebih baik dalam usaha mereka mendapatkan kekayaan.
4.
Golongan tani, golongan inila11 yang terbanyak dan golongan
1111
pula yru1g
merupakan golongan asli. 5.
Golongan terpelajar atau pegawai, yang dimaksud dengan terpelajar adalah mereka yang tela11 mengenyam pendidikan Barnt, lalu diangkat menjadi pegawai pemerintah. Tetapi golongan ini tidak banyak pada masa Belanda, '
disebabakan pengaruh permusuhan belum lagi padam clalam jiwa rakyat. Ciolongan btlruh, golongan ini ticlak begitu banyak2
6.
Di samping itu acla juga di antara mereka melaksanaka propesi baru di PusatPusat kota sebagai pedagang, guru, pokrol bambu atau pengacara dan wartawan pendek
2
Antony Reid, l)e1:jua11gan Rakyat, revo/usi c.!an hancurnya kerajaan di S1u11alra, (Jakarta : cv
Mutiasari, 1987) h.32
II
kala, slruklur sosial masyarakat Aceh telah berlambah kompleks3 (fenomena ini muncul pada masa pasca perang Aceh 1873-1903). Di Juar dari penggolangan masyarakat di alas, perlu diingat bahwa selama empat abad Aceh adalah negeri sultan, hulubalang dan ulama, karena ketiga unsur itulah merupakan elit sosial masyarakat Aceh. Walaupun kesultanan dibapuskan pada tahun 1903 dan pada tahun 1907 sultan terakhir Muhamad Daud diasingkan, baik sultan yang masih hidup di Batavia maupun kerabatnya masih dihormati oleh masyarakat dan malah mcnduduki jabatan formal. Di lain pihak proses kolonisasi dan modernisasi yang diperkenalkan oleh Belanda selama hampir tujuh puluh tahun itu telah rnenimbulkan perubahan sosial dalam masyarakat Aceh, salah satunya ketegangan yang te1jacli antara ulebalang dan ularna yang memakan rcntang waktu yang cukup panjang. Pacla awalnya ulama dan ulebalang memiliki hubungan yang harmonis, mcrcka bairn mcmbahu melawan peqjajah untuk tujuan yang sama yaitu kemerdekaan, tetapi setelah kekalahan Aceh terhadap Belancla pada tahun 1903, clan kekuasaan kolonial clitegakkan clengan menggunakan siasat divide et impera /adu dornba antara Ulama clan Ulebalang. Dan rnemberi ternpat kepacla Ulebalang dalarn pemerintahan sipil kolonial clan juga memperkenalkan sistem kekuasaan"pemerintah sendiri" bagi para ulebalang clalam bentuk korte verklaring (pe1janjian pendek). Konsep ini jelas rnenguntungkan di satu pihak dan merugikan di pihak Jain, ulebalang sebagai pihak yang mengarnbil keuntungan sehingga memuclahkan dalarn rnerapatkan hubungannya dengan para penjajah belancla. Hal ini tentu saja rnembuat "gerah" masyarakilt Aceh umumnya mengingat watak masyarakat Aceh yang sangat benci clengan apapun yang berbau asing
3
Henri chambert-loir dan Hasan Muarif Ambari, Panggung Sejarah, persembahan kepada prof Dr Denys Lornbarl YO!, h.525
1.2
tcrutama para kolonial, scpcrti yang digambarkan gubernur Belanda di Aceh olch Goedhart " ..... Kecintaan yang fi.matik terhadap kemerdekaan, diperkua/ oleh ram
kesukuan yang sangal besar, mengakibatkan pandangan yangjijik terhadap orang asing dan kebencian yang dalam /erhadap kekuasaan yang kafir. lv.fereka melawan kaum penyerang tanpa pamrih .....4 • Walaupun ulama berada di pihak yang dirngikanjika bukan sebagai pihak yang kalah karena tidak menduduki jabatan yang cukup signifikan pada masa penjajahan Belanda, mereka tetap sebagai
motor penggerak masyarakat pada
umumnya untuk melakukan tindakan yang refresip terhadap penjajah. Kekalahan yang dialami masyarakat Aceh terhadap pe11jajah Belanda tidak mengharuskan perasaan keagamaan yang dianut oleh masyarakat Aceh menjadi luntur, malah sebaliknya karena unsur agama sudah mengakar kuat dan membudaya bahkan unsur keagamaan mencampuri seluruh kehidupan sosial ekonorni. 5 politik, pendidikan dan j uga pembangunan, demikian kuatnya pengaruh keagarnaan terhadap corak kehidupan masyarakat sehingga unsur agama bukan saja menjadi dasar ikatan perkelompok, akan tetapi juga merupakan salah satu unsur yang menetapkan penghargaan terhadap orang seorang dalam masyarakat. Bila kita merujuk kepada uraian di atas bahwa asas kepemimpinan dalam kebudayaan masyarakat Aceh adalah, pertama Al-quran dan hadist dan kedua adat istiadat setempat. Sebab itu, seluruh perilaku kepemirnpinan dalam budaya masyarakat Acch scnantiasa akan bermuara kepada sumber yang paling dasar yakni al-quran dan assunah, adal istiaclat merupakan nilai-nilai sosial yang dalam penjabaran tidak boleh
1 · Taufiq 5
Abdullah (ed). ibid, h 32 Alfian (ed), Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, Gakarta, LP3ES, 1977) cet I. h.84
13
bertentangan dengan nilai-nilai pokok di atas.'' Ada tiga aspek dasar yang melekat pada konsep kcpemimpinan kebudayaan masyarakat Aceh : l.
Pe1tama, aspek yang bergaris vertikal (Allah) aspek ini bersumber dari dasar-dasar ajaran Islam yakni bahwa manusia ini adalah khalifah Allah di muka bumi, artinya manusia diberi tugas oleh Allah untuk mengurus dan memakmurkan bumi ini sesuai dengan perintahnya, dengan konscp ini, berarti setiap manusia adalah pemimpin b1ianggung jawab atas yang dipimpinnya. Kedua, aspek yang bergaris horizontal (kenabian) maksudnya nabi Muhammad saw adalah seorang manusia yang memiliki sifat uswatun
hasana (teladan yang baik) karena itu, kita sebagai rnanusia yang membutuhkan bimbingan dan contoh pribadi yang dapat clijadikan tipe manusia ideal, bagi masyarakat Aceh pribadi Muhammad adalah pribadi yang dapat dijadikan contoh dalarn segala aspek kehidupannya, sebab pada dirinya terdapat keteladanan yang baik sebagai pemimpin negara, panglima perang dan pemimpin keluarga. 3.
Ketiga, aspek yang bergaris rnenyarnping maksudnya hubungan antara sesarna rnanusia, manusia secara fitrahnya rnakhluk sosial artinya makhluk yang bermasyarakat, karena itu, rnanusia untuk dapat rnengatur hidupnya agar harmonis antara satu clengan yang lainnya memerlukan aturan-aturan atau kaidah-kaidah sesuai yang disebut kontrak sosial, namun secara teoritis kontrak sosial ini tidak boleh bertentangan dengan ked ua rujukan pokok tadi
6
Nanat fatah natsir, "Integrasi nilai adat dan agatna dala1n n1asyarakat Aceh, sebuah scbuah
pengan1atan pern1ulaan" 1ni;nbar studi, Depag RI, IAIN Sunan Gunung Jati, VIII, (agustus, 1985) h.35
14 (Allah dan rasul-Nya). Kontrak sosial ini umumnya diciptakan melalui konsensus permufakatan,
baik dengan
kesepakatan bulat atau cara
mayoritas, namun yang jelas kesepakatan itu tidak berbenturan dcngan sumber nilai pokok di atas. Sistem nilai masyarakat Aceh didasarkan pada a1aran Islam, bila te1:jadi
'kontradiksi terhadap nilai-nilai keagamaan pasti ditentang oleh rakyat. Setiap unsur asing yang memasuki dunia Aceh akan ditolak, kecuali jika unsur itu bersedia untuk menrntuskan hubungan dengan lingkungan aslinya dan secara penuh menyesuaikan diri dengan cara hidup masyarakat Aceh. Beberapa kebijakan pemerintah pusat, seperti membanjirnya pejabat-pejabat non Aceh serta pola tingkah laku yang mereka bawa, mempunyai clampak yang sangat mengganggu nilai-nilai setempat. Dalam hubungan inL clapat melihat bahwa selama tahun 1950-1953 terclapat clua gaya hidup yang sangat ekstrim di Kutaraja, (tempat kebanyakan pejabat bukan Aceh terpusat), di satu pihak, masyarakat Aceh ticlak mau mangambil dan tidak toleran terhadap nilai orang-orang bukan Aceh. Di lain pihak, masyarakat non Aceh mengabaikan nilai dan kepercayaan setempat dan secara mencolok mempertahankan kebudayaan metropolitan mereka dengan minum-minuman keras, beijudi dan terlibat dalam praktek-praktek lain yang oleh luan rumah dipandang sebagai kelemahan moral. Padahal masyarakat setempat sejak awal berusaha semaksimal mungkin untuk pemberdayaan kehidupan agama di Aceh seperti yang dilakukan Muhamad Daud Beureueh, A Hasjmy clan T.M Amin sangat aktif mem'\jukan usul percla tentang larangan mempe1:jual belikan minuman keras, pemisahan peqjara lelaki clan pe:empuan, hukuman berat terhaclap pelaku judi dan zina. Bahkan
15 ketika M Daud Beureueh menjadi gubernur militer, ia juga mengeluarkan pengumuman ten tang hukuman berat bagi penjudi dan zina.
7
Penduduk setempat sangat mengecam tingkah laku para pejabat pendatang itu, terutama dalam hubungan pria dan wanita. Hal baru lain yang dipandang sebagai ancaman terhaclap nilai-nilai lokal aclalah usaha penyelenggaraan kontes kecantikan, yang tentu saja dipandang sangat provokatif. Selain itu juga, penampilan para putri-putri para pejabat dalam pakaian olalu·aga yang bersifat membuka aurat clan penyelengaraan sernngkaian pasar malam di seluruh daerah yang di dalamnya pe1judian merupalrnn atraksi utama. Dan tingkah laku ini clianggap scbagai tindakan provokasi terhadap standar kehiclupan yang lazim di Aceh, keticlakpeclulian terhaclap nilai-nilai setempat rncrnberi dampak terhadap citra pemerintah di daerah itu, tidak saja karena masyarakat Aceh menolak rnenghorrnati para pejabat ini, melainkan juga karena sikap asing itu dipandang rnewakili citra clan stanclar -standar yang diperjuangkan oleh pernerintah pusat. 8 Latar belakang dari ketidakhormatan ini akan clapat lebih clipahami bila kita perhatikan konsep kepernimpinan yang dianut oleh masyarakat Aceh yang sarat dengan nilai-nilai Islam. Logika ini memmtut keticlakpatuhan rnereka terhadap pernerintah pusat, sebab dianggap citranya sama dengan pejabatnya. Berdasarkan alasan ini, mereka tidak dapat menghargai kehacliran wakil-wakil pemerintah pusat, yang mereka panclang sebagai pemerintah sesungguhnya adalah pamong praja yang tercliri alas orang-orang Aceh yang meniiliki nilai yang mereka hormati. Suclah pasti bukan hanya gaya hidup para p"jabat saja yang mcnyebabkan pemcrintah pusat tidak populcr di mata masyarakat Aceh. Kebijakan pcmerintah di bidang lain juga rnemperkuat kekhawatiran ini, misalnya. clalam
- - - -7 - - - - - - - - -
Henri chambert-Loir dan Hasan Muarif Ambari (ed), Ibid, h.536
8
Nazarudin Syan1sudin, Pe111berontakan Ka11111 Repub/ik Kasus Darul Is/a1n Aceh, (jakatia, grafiti, 1990). cet I h. 70
16 biclang pencliclikan, clari clua puluh SMP (sekolah menengah pe1iama) Negeri yang terclapat di Sumatra Utara, tiga belas di antaranya ada di Tapanuli, sembilan di sumatra timur, clan hanya enam di Aceh. 9 Situasi yang sama juga terdapat dalam bidang kesehatan. Pada tahun 1950 sebelum Aceh dimasukan kedalam propinsi.Surnatra Utara dengan peraturan yang dibuat oleh Sjafruclclin Prawiranegara unclang-unclang no 8/WKPM/tahun 1949, Aceh clan Tapanuli masing-masing memiliki enam orang dokter, tetapi clua talllm kemudian, propinsi Sumatra Utara mengirimkan sembilan clokter asing ke Tapanuli clan hanya lima (empat cliantaranya orang asing) ke Acch. 10 Tidak hanya sampai di sini. pengabaian pemerintah pusat tentang pcnghormatan hukum adat. terutama tingkaHingkal badan pemerintahan pada budaya lokal. Indonesia kaya akan bcrbagai sislcm yang lclah dipraklikan bcrabad-abad dan pcmcrinlah terscbut berfungsi dcngan baik. Di Aceh 111isalnya sctiap dcsa 111emiliki keuchi (pcmi111pin desa). Pemerintah desa dlkontrol oleh dewan desa yang disebut "Tuha peut", terdiri dari empat orang bijak. terhormat Jan dihormati, parlemen ini kemudian mengangkat seseorang yang bertanggung ja\vab n1enjalankan dan 1T1cn1elihara aktivitas sosial dan pen1bangunan desu
tcrscbut. Tctapi pada masa ordc lama dan diperkuat pada awal pernerintahan orde baru. sistem barn di berlakukan di propinsi Aceh, rakyat lokal merasa bahwa pemerintah pusat mengabaikan clan tidak menghormati budaya mereka yang telah mereka pelihara sclama bcrabacl-ahad, sebagian mengungkapkan kekecewaan mereka secara terus tcrang. semcntara yang lain mengungkapkan secara lunak 11
') pcrlu di garis ba\vahi balnva pada waktu itu 1\ceh sudah dilebur 111enjadi propinsi surnalra utara yang terdiri dari: Aceh, Tapanuli dan sun1atra ti111ur Ill Nazarudin Sya1nsudin, Pernberontakan Kaun1 Re11ublik, ibid, h. 72 11 lkra Nusa Bakti dan Riza Sihbudi (ed), Kordroversi Negara Federal, Mencari Bentuk 1Vegara !deal /11do11esi11 Masa Dep(111, (bandung, Mizan, 2002), eel I, h.196
17
B. Keadaan Politik Pada permulaan revolusi kernerdekaan, daerah istimewa Aceh mengalami drama politik penting seperti peristiwa Cumbok, peristiwa Said Ali cs, munculnya BKR (Badan Keamanan Rakyat) dan razia Agustus.
Feno1111~na
di atas diawali dari peristiwa Cumbok
kemudian berimbas kepada peristiwa yang lain. Peristiwa (Cumbok) 12 yang berlangsung clalam waktu singkat itu mengakibatkan ulebalang yang telah berkuasa berabacl-abacl tetjungkir clari tahtanya lewat aksi kekerasan yang dilakukan oleh lawan politiknya yaitu PUSA. Peristiwa pere;butan kekuasaan itu telah menarik perhatian para ahli sebagaimana terbukti oleh Reid (1979) clan Morris (1985). Mereka berusaha mengungkap faktor penyebab timbulnya peristiwa tersebut. Menurut Piekaar, politik kescirnbangan yang clijalankan pernerintah Jepang rnempertajam konflik ulama dan ulebalang (lerulmna PUSA). Menurut Reid, petani yang berideologi Islam bangkit rnelawan ulebalang yang kasar untuk memperoleh tanah-tanah mereka. Sedangkan menurut Morris. elit rnucla Islam yang tergabung clalam PUSA ingin merealisasikan syariah dalam kehiclupan seharihari. 13 Perang
Cumbok (I 946) yaitu
perang saudara yang
te~jadi
pada
masa
kemerdckaaan antara golongan ularna dan ulebalang. Dari pihak ulama, pcrlawanan dilakukan
oleh
rakyat,
yang digerakan
oleh para ulama dan dari
ulebalang,
pemberontakan dilakukan oleh sebagian ulebalang yang telah berkhianat pacla bangsanya sendiri. yang dipimpin oleh ulebalang Cumlwk, yaitu teuku Muharnad Daud Curnbok.
I'. ( 1
'u111hok adalah nan1a suatu kecan1atan, yang tennasuk dala111 kabupaten Aceh pidie
Anthony Reid, Pe1:iuangan Rak.vat, Revolust' dan Hancurn.va Kerajaan lsla1n (te1je1nahan), cv Muliasari. jnkarta, 1987. Lihat juga, Eric E Morris, "Aceh : Revolusi Sosial dan Panclangan lslan1", dalan1 Audrey R l(ahin (eel), "f>ergolakan Daerah Pada Au'al J(en1erdekaan ", grafiti press,jakarta 1990 -'
18
Dia pernah menjadi guncho di Lam meulo pada zaman Jepang dan awal republik dan M Daud Cumbok adalah seorang yang sangat berani jika bukan nekad atau sembrono. Dia tidak merahasiakan sikap pendapatnya yang tidak menyenangkan, juga terhadap pendukung republik yang keras dia lebih suka aksi tindakan daripada diplomasi, dia ingin menjacli tuan yang paling berkuasa di daerahnya sencliri, clan ini termasuk sikapnya yang angkuh dan pandang cnteng sesuatu, .1 uga terhadap ulama-ulama yang mencoba membawanya ke jalan yang benar. T.M Daud Cumbok merupakan ulebalang pertama yang mengirim utusan kepada pejabat-pejabal Belanda yang ditawan di Rantau Prapat pada 15 September, untuk menyatakan harapan supaya mereka selamat dan cepat kembal i ke Aceh. Apabila semangat gerakan kemerdekaan itu be1:jalan pada bulan oktober, clia merupakan salah satu clari seclikit orang yang bukan saja tidak bcrsikap hati-hati, malah sccarn lcrang-terangan menunjukan kcbcnciannya. Ketika para pemuda mcnaikan bendcrn merah putih di depan kantornya, dia langsung menurunkannya kembali dan tidak meminta kcpada Jepang melakukan seperti yang diperbuat rekan-rekan yang lain. Demikian juga dia rnemerintahkan orang-orangnya mencabut poster-poster pro republik yang dipasang dan dia tidak menyembunyikan bahwa Indonesia belum matang untuk n1erdeka. 1·1
Tindakan Daud Curnbok tenlu s::cia 111enimbulka11 suatu ketegangan dengan para aktivis rnuda seperti PRl (yang kemudian berubah rnenjadi pesindo) 15, maka tc1:jadilah
Ainran Zarnzan1i, Jihad Akbar di A4edan Area, Uakarta, bu Ian bintang. 1990), cet I, 11.35 PRI Aceh bertukar nan1anya 111cnjadi pesindo (_sebuah organisasi pemuda pc(juangan) mulai tang.gal I 0 l!llVC1nbcr 1945. Pcsindo Acch yang dipi1npin A.I lasjtny, na1nanya 111cn1cng idcntik dcngan H
15
pesindo Jari berbagai daerah lain di Indonesia dan pada mulanya bernaung di ba\vah pesindo Pusat, tetapi baik dalarn prograrn pc(juangan 1naupun kcgiatan-kcgiatannya, orga1~isasi ini bcrpcgang pada prinsipnya scn
19 pertempuran fisik ant~ra ulebalang Cumbok dengan rakyat yang dimotori para simpatisan PUSA dari kalangan pemuda yang sedang mengorganisasikan dalam diri PRI.
16
Pertempuran di sana sini berlangsung terns di pidie selama sisa bulan desember, pasukan ulebalang membangun empat kubu di berbagai daerah di Pidie dan memiliki lebih banyak senjata api sehingga memungkinkan mereka untuk mengadakan serangan, lawannya mengorganisasikan diri menjadi markas besar rakyat umum. Pada waktu yang sama, Tengku M Daud Beureuh menginstruksikan para pemimpin PUSA di Aceh utara untuk memobilisasi para anggota pesindo clan Mujahid guna menyerang bagian timur Piclie. Scbagai komanclan pasukan ini, yang dikenal clengan korps rakyat, ditm1juk Tengku i\bdul Wahab Seulimeum, scorang ulama reJormis dari Aceh besar, korps rakyat menarik pcmuda dcsa, ketika ribuan pencluduk desa clan pemuda dari segala jurusan menuju markas ulebalang di Lammeulo, rnaka dalarn bilangan hari saja, lammeulo jatuh dan semua kepala adat ditangkap, pasukan pesindo clan mujahid menghukum mati semua yang mcnjadi kepala adat wilayah pacla zaman Jepang clan Belancla, juga para pemuka yang telah cliangkat menduduki jabatan penting militcr dan sipil rcpublik pie.lie mcrcka bunuhn Keluarga yang masih hiclup hartanya dirampas habis-habisan begitupula penduduk desa mcngarnbil alih harta kekayaan ulebalang, clan mereka yang percaya bahwa ulebalang telah merampas harta mereka atau milik leluhur mereka clengan secara ,tidak sah. dengan cepat menyatakan hak mereka atas laclang padi, kebun kclapa dan kcbun pinang. Peristiwa Cumbok menyebabkan pengaruh PUSA clalarn politik rneningkat, meskipun pemimpin-pemimpinnya sama sekali ticlak menguasai pemerintahan daerah, 16
Audrey R Kahin, Pergolakan Daerah Pada Awai Kemerdekaan, (jakarta : grafiti press, 1990)
cet I, h. I 00 17
ibid, h. I 02
20 kemenangan para ulama PUSA dalam kampanye menentang kekuatan Cumbok pastilah merupakan suatu faktor yang mendorong para pemimpin··pemimpin PlJSA untuk memperluas pengaruh mereka di Kutaraja. Walaupun para pemimpin PUSA berhasil menumbangkan rezim ulebalang hal ini ticlak memuaskan semua pihak clalam organisasi PUSA. ha! ini tentu saja mengancam keberlangsungan organisasi terse but, 18 kenclati lembaga pemerintahan ulebalang telah dihapus dan cliganti dengan sistem negeri (yang kcmuclian rnenjacli kecamatan) clan anggota-anggota PUSA cliangka! menjadi pemimpin unit-unit pcmerinlahau itu. Ketidakpuasan sebagiau anggola PUS/\ tcrnyata mcmiliki alasan ku;1t. mclihal kcnyataan bahwa di luar kabupalen pidic Tclap masih banyak bangsawan yang menjacli bupati atau weclana. Untuk mcnanggulangi kekecewaan tersebul. Husain Al Mujahicl untuk kernudian mengambil alih kekuasaan sehingga dapal menghancurkan para pemimpin bukan PUS/\ yang clianggap "sisa-sisa ulebalang". karena ilu. pada awal bulan Fcbruari 1946 ia rnembcnluk Tentara Pc1:juangan Rakyat (TPR) di ldi, clengan ia bermaksud untuk mernbersihkan semua sisa ulebalang di seluruh Aceh.
Dengan segera Aceh Timur mengalami aksi pembersihannya, kemuclian
pasukannya bergerak ke arah utara, clan akhirnya menekan Kutarzija. Di sepanjang jalan 'ke Kutaraja ratusan keluarga ulebalang dibunuh atau clikirim ke tempat tahanan di Aceh Tengah. dan anggota-anggota PUSA cliternpatkan pacla jabatan-jabatan yang ditinggalkan mereka. Dengan demikian, gerakan TPR menyebabkan berclirinya rezim PUSA di Aceh setelah semua pejabat non PUS/\ diberhentikan dari pernerintahan lokal 19 Peristiwa yang te1:jacli di atas tidak rnembua! situasi di Aceh menjadi arnan. nrnlah sebaliknya menimbulkan suatu ketegangan politik, para lawan politik PUSA bangkit
18
Nazaruddin Syamsudin, op cit, h.27 '" Ibid, h.28
21
menyerang pemerintah daerah untuk menindak beberapa oknum PUSA dan Pesindo atas kejahatan yang mereka lakukan pada saat revolusi Cumbok dan penyisiran ulebalang di seluruh Acch. Seperti yang dilakukan gerakan Said Ali cs. mereka
20
Pacla mulanya rnaksud
ini terbatas pada usaha rnereka menyingkirkan lirna tokoh pe1:iuangan
kemerdekaan yang tidak mereka senangi yaitu : A.Hasjmy, Nya'Neh, Saleh Rahmani, Umar lfosny2 1clan T.M Amin dari pengurus besar PUSA. Scbenarnya, sebagian dari orang-orang pesindo tadinya adalah orang-orang PUSA juga. Akan tetapi setelah pesindo clit011jolkan di Kutaraja dan daerah-daerah sckitarnya mereka 111cnjacli oknum-oknum pesindo yang oleh rakyat sangal ditakuli. warna PUSJ\nya mcnjadi pudar dan warna pesindonya menjadi menyala. Olch karcna yang
,mcmcg;mg
kcndal i dalain pcrgcrakan
kcn1crdckaan dan pc1j uangan 111cnu111bang
kckuasaan lcodal pada mulanya adalah PUS/\. inaka scgala pcrbuatan yang tidak Wt\iar yang dilakukan tcrhadap kcluarga ulcbalang dan pcngikutnya. baik dalam masa rcvolusi Cum/wk inaupun TPR rneskipun di lakukan olch oknum pesindo dan TPRnya, sccara
generalisasi pengikutnya ditimpakan kepada PlJSA. 22 Tinclakan clrastis alau anarkis yang dikehcndaki oleh Said Ali Cs, dircncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus malam tahun 1949. Pada malam itu mereka mengerahkan pcnduduk kampung sekitar Kutaraja untuk berkumpul di Lam Baro kirakira 3 Y, km dari Kutaraja. Tujuan mereka aclalah long march ke Kutaraja dengan rnaksud "mengambil" lima orang tokoh yang telah disebut di awal. Maksud mereka ini dapat
0
~ (Jerakan Said Ali ini tin1bul di daerah Aceh besar, tcrdiri dari Said Ali Al Saggaf~ Waki 1-Iarun,
Tengku M Asyik, Muhamacl Meuraksa (semuanya dari Aceh besar), Tengku H Muhsin (piclie). Nya Sabie (Piclic) dan Tcngku Syamaun Latif(Piclie) 21 M.Nur El Ibrahin1y, Tengku Muha1nad Daud Beureuh, Peranannya da!arn Pergolakan di Aceh. (Jakarta: Gunung Agung, 1986), cet II, h, 130 22
Ibid, h. 131
22 dicium oleh yang berwenang di Kutaraja. Segera dikirim utusan yang tercliri clari tengku H Ahmad l-lasbalah Indrapuri (seorang ulama yang terkenal) dan Tjik Mat Rahmani (bekas kepala staff divisi Tengku Tjik Di Tiro),. untuk membujuk golongan Said Ali cs itu supaya tidak meneruskan maksuclnya, tetapi ticlak membawa hasil. Gubernur Sumatra Utara, Mr S.M Amin menelpon tengku M Daucl Beureuh selaku gubernur rniliter Aceh, Langkat clan Tanah Karo, dan rnerninta agar Said Ali cs menghentikan niatnya, tetapi ticlak berhasil. Bahkan ia terns bergerak rnenghasut rakyat terhaclap tokoh-tokoh pc1:juangan dan pemerintah Aceh, meskipun telah beberapa kali dinasehati, akan tclapi mcn:ka ll'tap tidak menghiraukannya. Pada langgal 4 November 1948 Said Ali cs clan beberapa pengikutnya ditangkap clan diasingkan ke Takengon ha! ini clilakukan dengan alasan menjaga keamanan dun 23
kctenlern111a11 umum. tindakan gubcrnur ini diambil sesuclah 45 hari dikduarkan maklumat Gubernur Sumalera Utara Mr. S. M. Amin pada langgal 20 agustus 1948 yang 111e111pe1·ingatka11
bahwa
pemcrintah
tidak
111entolerir
keinginan
yang
hcndak
melaksanakan perubahan dengan serta merla atas tuduhan yang bclum nyata bcrclasar alasan-alasan yang tcpat dan terbukti kebenarannya. Akibat tindakan gubernur militer yang tegas ini "sisa feodal" terpukul dan mereka sangat kecewa. Akan tetapi mereka tidak tinggal, diam maka mereka mencoba mcmbuat strategi altcrnati f dan pad a tanggal 1951 kegiatan rnercka dikonsoliclasikan 1
dalam suatu organisasi yang dinamakan BKR (badan keinsyafon rakyal). 2' Mungkin menjacli suatu pcrtanyaaan kenapa "sisa feoclal" merasa clirugikan dengan kebijakan
2 :; rv1aklun1at gubernur n1iliter Aceh, langkat clan tanah karo No.GM-14-M, tanggal 4 novcn1ber 1948, !ihat M Nur El Ibrahi1ny, Teungku N/uhcnnad L)aud Beureuh, Peranannya dala111 Per..,r.;olakan di Aceh, (Jakarta : PT. Gunung Agung, 1986), cet II, h.272 ~ 4 Badan ini dibentuk. pada tanggal 8 a pr ii 1951 di Lani ten1en (Aceh besz-.r)
gubernur rniliter Acehi Langkat, dan Tanah Karo itu? Jawabannya adalah karena gerakan Said Ali cs pada awalnya suatu gerakan yang netral dari pengaruh golongan manapun, tetapi setelah orientasi gerakan mereka jelas, yaitu untuk menyerang unsur-unsur PUSA. dengan segera gerakan itu rnendapat dukungan unsur-unsur uleebalang. Maka dengan keputusan M. Daud Beureh itu secara tidak langsung memukul un,.ur uleebalang. Sebagai tidakan balasan rnereka mendirikan BKR, pengurusnya terdiri dari T. Ali Lam Lagang (ketua). Nyak Mubin (wakil ketua), Ibrahim (penulis), Tjut !tam dan K. 1-Ianafiah Lambaro Angan (Bendahara), K. Soleh, K. Ajad, T. Samidan., K. Raja (karnisariskomisaris), sedangkan badan penirnbang terdiri dari Tengku Hasan Krucng Kale, Tengku
J-1. Makam. Tengku Abdusalam rncuraxa, tengku Syeh Muh. T. Ali Keurekon, M. Jusuf dan Ibrahim. Tujuan umum BKR adalah "mernbantu pemerintah di mana perlu", "mcmbantu masyarnkat
untuk
memahami peraturan-peraturan pemerintah" dan "mendorong
persahabatan antara golongan-golongan, rakyat dan pemerintah (Pusat). Tindakan pertamanya dilancarkan serninggu sesudah pembentukannya, yaim berupa penyebaran parnflet di Kutan\ja dan pengeluaran sebuah resolusi yang mendesak pemerintah untuk memecat semua pejabat PUSA yang tidak disiplin dan tidak mampu, serta membawa mereka yang terlibat korupsi ke pengadilan, sebagai !ambahan atas saran agar pemerintah sipil daerah diganti dengan pemerintahan militer, BKR juga mendesak Jakarta supaya menangani rnajlis penimbang, yang dibentuk pada pertengahan tahun 1946 oleh residen teuku Daud Syah dan berwenang penuh untuk menaruh semua kekayaan ulebalang di bawah kontrol pemerintah. Selain itu BKR menuntut agar pemerintah mengambil
24 tindakan hukum terhadap penyimpangan-penyimpangan yang te1jadi selama revolusi.
25
Tuntutan BKR yang terakhir tentang penyimpangan yang te1jadi selama revolusi Cumbok dan penyisiran TPR, sebenarnya merupakan suatu tindakan yang sia-sia dan tak mungkin tcrealisasi.
karena
pemerinlah melalui
maklumat gubernur Sumatcra Utara No.
2/1948/GSO tanggal 6 September 1948, sudah mewakili jawaban pemerintah terhaclap tuntutan BKR. Isinya berbunyi:
··rerhadap mereka, baik langsung maupun tidak langsung, telah campur langan dala111
pembunuhan-pembunuhan
dan
penganiayaan-penganiayaan yang
hasungkutan dengan peristiwa Cumbok, tidak akan dilakukan tun/ultm, oleh karena kepentingan negara menghendaki mereka diletakan di luar tun/utan" clan ternyala maklumat gubernur Sumatera Utara ini cliperkuat oleh keputuasan wakil Perdana lvknleri Republik Indonesia No. 14/Kch. WKPM tanggal 21 Desembcr 1949,
yang antara lain berbunyi:
"Abolisi (pempebasan dari /untutan) yang baik langsung maupun tidak langsung, lersangkut ke dalam perbuatan mengenai perisliwa-perisliwa dalam daerah Aceh. baik yang terkenal dengan perisliwa Cumbok dan perisliwa di sekitarnya baik peristiwa lain yang timbul kemudian selaku akibat-akibat dari paistiwa tersebut arau pergola/can revo!usi nasional, maupun yang terkenal dengan peristiwa Said Ali Al-Sagaf hilamana mereka oleh karena itu le/ah men/a/in
hukuman ataupun
mengalami suatu tindakan yang bersifat
penghukuman (Pasal 2 "26
15
Nazaruudin Syamsudin, op cit, h.62, lihatjuga M Nurel ibrahimy,op cit, h.l34 '" M Nur el Ibrahimy, ibid, h.136
25 Tcrlepas dari keputusan di atas, munculnya resolusi BKR keadaan politik di Aceh menjadi genting kembali, puncak kegentingan ini terlihat pada waktu kepala negara, presiden Soekarno, datang ke Aceh pada tanggal 30 Juni 195 I. Dalam penyambutan kepala negara itu, masing-masing pihak membawa poster. Poster pihak PUSA bernada kritik tcrhaclap pemerintah pusat, seclang poster BKR berisi kritik terhadap pemerintah daerah dan sindiran-sindiran terhaclap mereka yang cluduk clalam pemerintahan daerah."
7
Disaat suasana politik internal rnasyarakat Aceh seclang memanas yang discbabkan pcrtikaian politik secara horizontal dan pada bulan Agustus 1951
tc~jacli
scbuah
pergcseran politik. Pertikaian tidak lagi dalam tahap horizontal rnelainkan secara fertikal yaitu pemerintah pusat. Bulan Agustus 1951, merupakan bulan razia clan penangkapan di banyak propinsi di Indonesia. pada bulan ini kabinet Sukiman melancarkan penangkapan masal terhadap lebih kurang 2000 orang konrnnis dan unsur-unsur kiri lainnya di scluruh Indonesia. karena disinyalir menjacli komplotan yang berusaha menggulingkan pemerintah pusal. 'Sebagai langkah pencegahan, kabinet Sukiman kemudian melakukan tindakan terhadap orang-onmg yang diduga terlibat komplotan tersebut. Adapun untuk daerah-daerah. persoalan ini diserahkan kepada kebijaksanaan pejabat setempat untuk menangkap mereka yang dianggap berbahaya. 28 Di dalamnya termasuk anggota dan tokoh-tokoh lain. sebagai akibat dari sejurnlah kerusuhan yang diilhami PK! di Jakai1a dan Jawa Tirnur.
29
27
1' Alibasyah Talsya, J._'ieka!i Republikein Tetap Repuh/ikein, Pe1juangan Kernerdekaan di Ace/1, (lcmbaga scjarah i\cch, 1990) buku ke!JJ, h.319 28
Muhan1ad Gade lsn1ail dkk, Tantangan dan Rongrongan Terhadap Keutuhan dan Kesatuan Bangsil: Kust1s Darul Islam Aceh, Uakarta, departemen P dan K direktoratjenderal kebudayaan, direktorat scjarah dan ni!ai tradisional proyek inventarisasi dan dokun1entasi sejarah nasional, 1994) h.62 '" Nazaruddin Syamsuddin, op cit, h.64
26 Namun demikian, penggeledahan di Aceh adalah berbeda walaupun dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan dengan tempat-tempat lain, sebab penggeledahan itu nyaris menjadi tindakan balas dendam kekuatan kiri terhadap musuh-musuh mereka, yakni para pemimpin PUSA. Sebagai orang kiri, Nazier, 30 komando militer setempat rncrnandang rangkaian razia ini sebagai kesernpatan baik untuk melaksanakan balas dendarn terhadap pemimpin PUSA alas sikap anti komunis.31 Dan, ia pun pernah ditahan rumah olch Teungku M. Daud Beureh, selaku gubernur rniliter karena mclanggar pcrintah knmandan divisi. 12 Yang sangat mcnyakilkan PUSA bahwa dalam gcrukan nrl'.ia ini lcl<1h dipcrgunakan "sisa-sisa fcodal alau ulebalang" untuk mcnjalin kcrjasarna dcngan pemerintah pusat guna melemahkan kekuatan PUSA. Imbas dari strategi "sisa-sisa ulebalang" ini rumah Teungku M. Daucl Bcureh, bekas gubernur militer clan bckas gubernur Aceh ikut digeledah denga cara yang sangat tidak wajar. Nyata bcnar bahwa tindakau scwenang-wenang yang dilakukan pihak tentara ini merupakan tindakan balas dendam, baik dari pihak "sisa-sisa ulebalang" maupun dari pihak tentara sendiri yang dipimpin oleh Nazier. 33 Razia Agustus di Aceh yang dilaksanakan oleh Brigadir AA34 yang pada awalnya untuk 111cnangkap komunis dan juga pelucutan senjata dan amunisi yang ada pada masyarakat, berubah menjadi ajang penangkapan terhadap PUSA Walhasil, sampai akhir
-'
0
perlu digaris bawahi bah\va pada \vaktu itu telah lei:jadi reorganisasi tentara di Aceh. dengan
dibubarkannya !)ivisi X clan yang ada hanya resin1cn yang dipin1pin oleh Nazir 1 -' kccondongannya kekiri sebagai akibat dari hubungannya dengan beberapa pe1nin1pin kiri
selan1a revolusi, dia ken1udian n1enjadi salah seorang perwira 1niliter kiri yang utan1a yang dibina PKI st1111atra 12 ·
M Nur el lbrahimy, op cit, h73 " Ibid, h.73 31 ' f)i Aceh kekuatan n1iliter seten1pat terkenal dengan Divisi X, tetapi setelah terkena progran1 rasionalisasi di tubuh TNI, maka te1jadi perubahan struktur di TN! termasuk di dalamnya Divisi X. akibatnya 1naka Divisi tersebut dibubarkan dan Aceh hanya 1nen1iliki satu brigade yang kecil bernan1a brigade AA,dan diposisikan di bawah Divisi dan Teritoriu1n Sun1atra Utara di bai.vah pimpinan kolonel A.E I
27 Nove111bcr 195 J, clilaporkan acla 16 anggota PlJSA yang clitangkap di seluruh Aceh. Dan, kcmuclian di penjarakan di Medan di antara mereka Syeh Marhaban, Wedana Kutaraja, Husin Sap clan Peutua Husin, keduanya terlibat clalam kampanye anti ulebalang di kabupaten Pidie pacla tahun 1946 clan Teungku !tam Peurlak, seorang ulama dan bendahara 111ajlis penimbang di kabupaten Aceh Pidie. 35 Untuk sementara waktu peristiwa ini memberi angin segar bagi para ulebalang, pernimpin-pemimpin PUSA sebaliknya. mereka merasa dihina hingga menghimpun dendam yang lebih besar lagi terhadap saingan mereka.
C. Kcadaan Ekonomi Aceh yang berada di UJtmg pulau Sumatera serta di sepanJang timurnya mempunyai peranan penting dalarn pelayaran clan perniagaan dunia yang melalui sclat Malaka, bandar-bandar Aceh menjadi sangat penting sebagai bandar penghubung yang melayani kebutuhan perbekalan seperti bahan makanan, air, clan keperluan .sehari-hari. Tidak hanya beras sebagai penghasil utama Aceh, maka dijual pula bahan lain yang kemudian meghantarkan Aceh menjadi "Mahkota Alam" di mana Aceh menjadi pasrn· niaga intcrnasional yang mcrupakan bandar pcnghubung antara Timur Tcngah. Eropa, Kerajaan Demak, Kerajaan Brunei Darussalam, Turki Usmani. Dua sumber ekonomi yang sangat menunjang bagi propinsi Aceh yaitu penclapatan dari perikanan clan pertanian 36 Luas propinsi Nanggroe Aceh Darussalam 57.365.57 Km persegi dengan hutan mempunyai lahan terluas yaitu mencapai 39.615.76 Km persegi, diikuti lahan perkebunan kecil
35
seluas 3.135.22 Km persegi. Sedangkan lahan pertambangan
Nazaruddin Sya1nsuddin, op cit, h.65
'" Denys \ombard.i kerajaan Aceh, (iakarta : Balai pustaka, 1986), h.96-99
28 mempunyai luas lerkecil yailu 4,42 Km persegi:17
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
,mempunyai luas perairan 56.563 Km persegi Yang terdiri dari laut teritorial 23.563 Km persegidan perairan taut dalam 33.000 Km persegi. Di samping zona ekslusif ekonomi (ZEE) 200 mil dari pantai. Perikanan di propinsi ini dapat dibagi menjadi dua : perikanan taut clan perikanan clarat. Potensi perikanan di Aceh cukup besar yang diperhitungkan dari dua sumber yaitu: I. Pclagis (scjcnis ikan yang hidup di pcrmukaan laul) polensinya dipcrkirakan scbesar 2,7 ton/Km persegi. Berarti potensi total sama clengan 152.720 ton per tahun. 2. Demersal (ikan yang hidup di dasar laut) potensinya kira-kira 5 ton/Km persegi. Potensi total sama clengan 67.320 ton per tahun (karena hanya j3:464"R!i1'pi;t'~eJ;j:j' ::
-, -
'_,
"-
yang dapat dimanfaatkan untuk perikanan demersal). Potensi total dari keclua jenis ikan ini adalah sekitar 220.040 ton per tahu;1?w Kegiataan dalam bidang perkebunan di daerah ini dapat dibagi 111e11jadi 2 yaitu : perkebunan rakyat clan perkebunan besar. Adapun rincian dari hasil perkebunan sebagai berikut : Karet, minyak sawit, inti sawit, kelapa, kopi,cengkeh, pala, nilarn, pinang. kapuk, kemiri, janibu mete, lada clan coklat. 39 Perlanian merupakan kegiatan ekonomi yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat Aceh dan penanaman padi merupakan tanaman pangan utama propinsi ini. Hal ini bisa di!elusuri dari slogan yang cukup umum di masyarakat. Pang ule hareukat
meugo (nafkah paling utama adalah pertanian) slogan lain "Seumayang pangulee ihadat, '' Aceh Oala1n Angka, Kerjasan1a Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan [)aerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2000. 38 Zulkifli husin et al, Keadaan Sosial Eko110111i dan Pengen1ban!~an A4aSJ'arakat Nelayan di Daerah lsrilneH'a Aceh (banda Aceh: universitas syiah kuala dan jakarta: bank Indonesia) h.8 .w Ensiklopedi Indonesia, seri geografi, Qakarta: PT lchtiar baru Van Hoeve, 1990) eel I, h.38
···
29 meugoe pangulee hareukat" artinya sembahyang adalah bagian terpenting dari sholat, usaha tani adalah sumber utama mata pencaharian, satu lagi "kaya meuh hana meusampe,
kaya pade meusampurna" artinya kaya emas tiadalah cukup, kaya padi yang sempurna, Jika ada tanah yang dapat ditanami di sekitar kampung-kampung nelayan dan bila keadaan iklim tidak memungkinkan turun ke laut, waktu luang itu dipergunakan para· nelayan untuk usaha tanL 40 Di Aceh, berbeda dcngan daerah sumatra la_in, sawah lebih banyak ditemukan daripada ladang , dan biasanya terdapat di lahan-lahan yang beririgasi dan berpaya, lahan sawah dan ladang berkembang dengan pesat pada zaman kolonial, begitu pula produksi paclinya. Kegagalan pemerintah pusat untuk memperbaiki
sistem irigasi di Aceh telah
lebih rnernukul para petani di kabupaten-kabupaten Aceh besar, piclie41 , utarn clan timur bila dibanclingkan dengan kabupaten lain, clan keaclaan ini mernperkuat kekecewaan mereka terhac!ap pemerintah pusat. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kebanyakan sawah di Aceh terpusat di kabupaten-kabupaten tersebut, penanaman padi begitu pentingnya dan, di samping kelapa, ticlak acla makanan pengganti lainya.cli kabupatenkabupaten Aceh barat: dan selatan, berbeda clari kabupaten lainnya, bilamana sawah tidak Jagi menguntungkan atau konclisi yang lebih menguntungkan ada di luar sawah, para petani dapat meninggalkan sawah mereka clan melibatkan cliri clalam procluksi minyak
"'Ibrahim Alfian, Perang di .la/an Allah, (Jakarta: pustaka sinar harapan, 1987), cet I, h.47 Pcnduduk kabupaten Pidie mata peneahariannya bergantung pada biclang pertanian yaitu sektor pcrtanian pangan (padi dan palawija), peternakan dan p1~rikanan juga merupakan sektor -sektor yang an1at don1inan dalan1 kehidupan 1nasyarakat Pidie. Sejak ,vaktu yang lama kabupaten ini telah 1naju dan 111enonjot dalan1 bidang pertanian. Sisten1 irigasinya lebih baik jika dibandingkan dengan kabupaten yang 11 •
1
lain. Di san1ping itu, petani Pidie men1punyai ketera111pi!an dalan1 n1engolah sa\vah/tanah. Sikap adaptasi
n1asyarakat da\an1 n1enerin1a tekhnologi baru dala1n pertanian (1nekanisrne pengolahan
tanah~
pen1akaian
bibit unggu!, pe1nakaian pestisida dan proses pasca panen yang 1nodern), 111engakibatkan clacrah ini 1nenjadi lun1bung padi dacrah aceh
nilam. Begitu halnya dengan para petani yang ada di Aceh timur yang dengan mudah dapat dipcroleh pckc1:jaa11 sdiagai penyadap di kcbun-kcbun karet.' 12 Kurangnya irigasi bukan salu-satunya faklor yang mcmbual rakyal Acch kcccwa karena penurun produksi pertanian, infrastruktur perhubungan tidak kalah pentingnya daripada sarana pertanian, sebab infrastruktur ini juga mempengaruhi kegiatan ekonomi rakyat Aceh. Apa yang paling memukul rakyat Aceh di bidang ekonomi adalah dikeluarkan kebijakan barn mengenai prosedur umum perclagangan ekspor dan penghapusan sistem perdagangan barter pada tahun 1952.
D. Bidang Kcagamaan Berkembangny'a Islam di kepulauan Indonesia berlangsung selama beberapa abad. Memang proses tersebut sampai hari ini pun belum selesai sama sekali, rupanya sudah scjak awal abad ke-13 berdiri suatu kerajaan Islam di ujung Sumalra Utara. Lanlas segera clisusul oleh pcrpindahan dinasti-dinasti yang memerintah puiau tersebut memeluk Islam, diantaranya Aceh memainkan peranan utama dalam sejarah Indonesia. Mernang tcrdapat perbedaan penclapat kapan pertama kali Islam rnasuk ke lndonesia: 13 tetapi di balik perdcbatan ilmiah tersebut terdapat persamaan pendapat bahwa tcrnpat pcrlama kali Islam menginjakan kakinya di nusantara adaiah Aceh. 44 Ulama-ulama Aceh scmenjak berdirinya kerajaan Aceh hingga abad ke 19, pada urnumnya mereka mengikuti mazhab syafi'I sangat besar sekali baik dalt!rn
"Ibid, h.76
n Al\Vi shihab. /shun Sl!fislik, "/slan1 pertaJJJCt" dan Pengaruhnya flingga Kini di Indonesia. (band ung '
111 izan.
200 I), cet I, h.4-18 J Benda, Bulan Sabi! dan 11.-fatahari Terbit, lslcun Indonesia pada 1nasa pendudukan Jepa11g, (jakana : Pustaka jaya, 1985) Cel II, h.27, lihat Mohamad Said, A(jeh Sepa11dja11g Abad, (Aceh, diterbilkan pengarang, sendiri, 1961 ), jilid I, 11.38, lihat juga Ali Hasjmy, Sejarah Masuk da11 Berkemha11g11ya Islam di Indonesia, (PT Al ma'arif, 1993) cet ke-3, h.143 11 ' 1-larry
31
lapangan ibadat, maupun dalam aspek yang lainnya.45 Dan, pengaruh syafi'I sangat besar sekali. Ticlak hanya ahli sunnah Wal jamaah saja yang muncul di Aceh syiah juga pernah muncul bahkan lebih jauh lagi mempunyai kekuatan politik yang mapan di tanah Aceh umurnnya clan peurlak khususnya, orang-orang syiah ini pada awalnya bertebaran di Pusat perniagaan asia tenggara, clan acla di antara mereka itu be1:jaya membangun tahta kerajaan perlak Islam di tahun 225 H/840M. Walaupun:Syi'ah memiliki kekuatan secara politis di Peurlak, perlempuran anlara golongan Ahlissunna\1 wal Jama'ah clan Syi'ah tak terelakkan, rnunculnya pertempuran yang panjang ini mengharuskan terbaginya kerajaan Peurlak pada dua bagian: a. Peurlak pesisir bagi golongan Syiah clan mereka boleh rnengangkat Sultan dari golongan mereka. b. Peurlak peclalaman bagi golongan Ahlisunnah wal Jama'ah.
46
Maka tidak mengherankan sekali, kehadiran budaya-budaya ritual Syiah di Acch yang mungkin sudah sangat umum dalam masyarakat Aceh, seperti yang terkenal dengan istilah "Buleun Asan-Usen" (Bulan Hasan Husen) yang acara ini pacla awalnya dibawa oleh orang-orang Parsi, kemudian pemakaian nama "Shah" di sebagian nama Sultan di Aceh diduga mungkin adanya pengaruh dari Syiah 47 di samping itu juga acla di A~eh upacara scpuluh Muharram yaitu upacara mcmperingati wafatnya Hasan Husen yaitu cucu Nabi Muhammad SAW.
15
Prof Hasbi ash Shidieqy, beliau ulama yang pertama kali menyodorkan kepada masyarakal huku111-hukun1 lslan1 yang dia1nbil dari n1azhab lain dari syafi'I, apabila beliau 1nelihat bainva itu yang Jebih kuat clan lebih sesuai dengan n1asyarakat Indonesia . .,,, A Hasjmy, op cit, h.199 17 · Ahmad Zakaria, Sekitar Kerajaan Aceh dalam Ta/nm 1520-1675, (kudus, menara kudus, 1983),
h.104
32 Terlepas dari faham keagamaan yang berbeda yang dianut oleh masyarakat Aceh perlu digarisbawal1i bahwa Islam menjadi ideologi •kerajaan (negara) di seluruh Aceh. Sebut so1ja kerajaan Aceh Darussalam yang didirikan Sultan Ali Mughayat Syah itu '
adalah sebuah kerajaan Islam, melambangkan bahwa ia telah ditegakkan atas asas-asas Islam. dalam adat Meukuta Alam yaitu undang-undang clasar kerajaan Aceh Darussalam, yang cliciptakan atas arahan Sultan Iskandar Muda misalnya, disebutkan bahwa sumbersumber hukum yang clipakai clalam negara ialah Al Quran, Al Hadits, ~jma Ulama Ahlussunnah clan Qiyas dan dari segi praktik, syariat Islam mernang dilaksanakan dalam hal-hal tertentu. 48 Karena memiliki sejarah yang cemerlang di mana Islam menjadi ala! pcnggcrak aktivitas rnasyarakat Aceh baik dalam aspek sosial ekonomi clan politik, clan suatu keniscayaan !slam di kemuclian hari juga memiliki peranan yang sangat penting juga menjadi agama rnayoritas. Masyarakal J\cch tcrkcnal dcngan rnasyarakat yang s:mgat. kual dan rncrncgang tcguh ajaran agama Islam. karcna itulah /\cch dikcnal dcngan sebutan "Scrambi Mekkah".~ 9 Mungkin ha! ini disebabkan oleh sikap isolasi clari dunia luar yang cliterapkan oleh Belanda menyebabkan !slam begitu te1:jaga clari keorisinibnnya
.is 1\.Hasjn1y. op cit, h.249 1 rvtulanya ha! ini 1nerupakan gagasan illnu bun1i, karena perahuMperahu yang n1ernba\va calon
·"
haji dari bagian-bagian lain dari Indonesia singgah di Aceh sebagai pelabuhan persinggahan terakhir di nusan!ara kcn1udian gclar ini n1e1nperolah n1akna perla1nbangan scbagai daerah ls_lan1 sejati, lihat 8J
Bolland. /lel)!,lt1J111/an lslcnn di !ndonesia ..... ,h.72. Menurut prof I-lan1ka, sebutan atas Aceh sebagai "seran1bi n1ekah" bukanlah hal yang dibuat-buat tetapi suatu kenyataan sejarah yang tidak dapat dipungkiri. Munculnya para uhuna yang bcrkualilas intcrnasionnl dahun pc1naha1nan ilnlll agan1a n1cnjadi !\cch sebagai Pusat ilnu1 dan pada akhirnya 111enghantar Acch terkenal dengan seran1bi n1ekah, salah seorang u!an1a yang discbul oleh han1ka yang 1nenycbabkan l~ceh 1nencapai scbutan seriln1bi n1ckah orang ini jldalah Abdurraur bin Ali Al fanshu1y As-Sinkly. Beliau ini adalah seorang ulama besar yang hidup di zan1an kerajaan Jskandar Muda 1nahkota ala111, dalan1 abad ke.. 17, beliau banyak n1cngarang buku yang terkait dengan tasawut~ fiqh, akhlaq dan tafsir, bahkan karangan beliau dalam ilmu tafsir yaitu larjuman Al 1nus/{{/ihl, san1pai sekarang 111asih dibaca oleh penctuduk n1uslii11 di negri Siam, demikian juga n1uslitn di katnboja, n1alaysia dan banjar, ha! ini agaknya berkaitan dengan kesederhanaan pengungkapan 111asalah yang diken1ukakan sehingga 1nudah dipaha1ni dan praktis dilaksanakan.lihat Azun1ardy azra, renaisans Islain asia tenggara, sejarah \Vacana dan kekuasaan, (Bandung: PT Ren1aja Rosda karya, l 999) h.134.
33 sama seperti Belanda memperlakukan ha! yang sama terhadap masyarakat Bali. Maka dari itu, setelah berhentinya pemberontakan Darul Islam di Aceh, Aceh rnenjadi daerah isti111ewa yang meliputi pendidikan, adat dan agama. Berdasarkan surat keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No. l/Missi/1953 tertanggal 26 Mei 1959.5° Seperti yang telah disebutkan lalu integrasi nilai ajaran Islam dan adat istiadat Aceh sangat besar sekali sehingga sulit sekali memilah mana ajaran agama dan mana ajaran adat. Sehingga ada pepatah yang berbunyi: Hukom ngo Adat Lagee Zat Ngo Sipheue/ (hukum dan adat seperti benda dengan sifatnya tak terpisahkan) clan pepatah lain menyebutkan: Adat bak meurcuhom, hukum bak Syiah Kuala) ha! ini bisa kita telusuri dari pcrilaku kescharian masyarakat Aceh seperti sapaan waktu bc1:jumpa clan ucapan waktu berpisah, tidak lagi diucapkan yang lain mclainlrnn sudah mcnjadi Assalaamu 'alaikwn clan jawabmmya
Wa 'a/11ik111m1.1·s11/mn wa llahma111/lah. Bila scscorang 111cncri111a pcmbcrian orang lain, ticlak lagi mengucapkan: terima kasih atau yang lain, melainkan sudah diganti dengan
A/ha111d11/i/lah apabila mendengar acla orang meninggal, segera mengucapkan: !1111alillahi wa !1111a llaihi Roji 'un (kita semua aclalah milik Allah clan kita semua akan kembali kepadanya). Di Aceh, tangan kanan clan tangan kiri ticlak sama nilainya, meskipun lahirnya sekaligus. Oleh karena itu pantang sekali orang memberi salam dengan tangan kiri. Juga pantang menerima sesuatu dari orang lain dengan tangan kiri, .demikian pula mcnyerahkannya. Juga terlarang menunjukkan scsuatu clengan tangan kiri. Walaupun Islam begitu kental dalam kehiclupan 111asyarakat, tidak menjmli keharusan rnasyarakat Aceh menjacli seorang Muslim yang taat Rakyat Aceh sangat fanatik kepada Islam. Fanatik adalah lain daripada taat. Seorang yang fanatik belum tentu 50
Taufiq Abdullah (ed), Agama clan perubahan sosia/, op cit, h.96
34 taat. Kalau dikatakan mereka tidak Islam mereka marah betul dan mati pun mereka mau, tetapi belum tentu mereka sholat dan puasa. 51 Mengenai tidak sholat lebih banyak dilakukan wanita, seclang mengenai puasa hampir ticlak ada wanita yang tidak puasa kecuali dalarn keadaan kotor yang memang tidak dibolehkan berpuasa. Sebaliknya yang ticlak berpuasa lebih banyak dari kalangan pria karena mereka dapat keluyuran ke kotakola sehingga dapat makan clan minum clengan sembunyi-sembunyi di warung Cina. Salah satu bentuk lembaga keagamaan di Aceh adalah dengan adanya masjicl clan meunasah yang didirikan di seluruh tempat yang fungsinya sebagai tempat belajar agama bagi para pelajar pemula. Di rneunasah cliajarkan berbagai mata pelajaran clasar Islam seperti mengaji al quran, sholat dll. Untuk melanjutkan pelajaran agama yang lebih tinggi, maka para pelajar pergi ke ponclok pesantren atau dalam bahasa Acebnya dinamakan "rangkang" kernudian meningkat ke clayah (mungkin bisa disamakan dengan aliyah sekarang). Berbeda dengan surau yang berada di sumalra barat di mana terdapat benturan yang cukup intens antara kaum luo (tradisionalis) dan kaum mudo (modernis) sehingga rnempengaruhi pasang surutnya surau dalam proses belajar mengajar, dayah relatif lcbih cksis sampai sekarang walaupun banyak bermunculan sekolah yang berorientasikan sekuler atau umum. Kecamatan Montasik adalah contoh yang paling unik, tercatat 56% murid sekolah agama dan 44% murid sekolah umum. 52 Bahkan yang lebih unik lagi
te~jadi
pertumbuhan yang pesat terkait dengan salah satu partai politik,
unsur-unsur sosial pengikut partai politik. Unsur-unsur sosial pengikut partai Islam perti terdiri dari golongan minoritas pedagang kecil, mayoritas petani clan pengikut tarekat dalam
clayah-dtlyah.
51
Peranan
ibid, h.8 "· Alfian (ed), op cit, h.89
sosial
partai
Islam
perti
tampak
dari
aclanya
35 penyelenggaraan pendidikan dalam dayab, walaupun dalam bentuk tradisional pernbinaan para anggotanya melalui pengembangan dayah-dayah dalam Gampong. Guru-guru dalam clayah rnerupakan koorclinator lokal tingkat Gampong dan kemukiman clari parta! ini dalam liubungan di atas kita melihat adanya korelasi antara pertumbuhan dayah clan , perkembangan partai Islam perti. 53
33
Ibid. h. 73
BAB Ill Muncnlnya Pernberontakan Darul Islam Acelt
A. Pcngertian Darul Islam
Islam sebagai sebuah agama, memiliki 1\jaran yang bersifat universal. ha! ini sctidaknya yang diyakini oleh sebagian besar pemeluknya. Karena Islam ticlak hanya mcmbahas niasalah Teologi (Tauhid), yurispudensi (fiqh-syariah), dan hadist tapi juga mcrambah dalam bidang politik. Untuk ha! yang terakhir ini memang tidak banyak orang muslim yang begitu concern dibanding dengan disiplin ilmu yang sebelumnya, hingga
terkesan
politik
Islam
termarginalkan,
padahal
menurut
Cak
Nur
permasalahan yang pertama kali muncul dalam dunia Islam adalah masalah politik. Sepeninggalan Rasullulah saw umat Islam umumnya dan para saijana mulai mengkaji tcntang isu-isu politik, seperti bagaimana bentuk suatu negara, bagaimana pemimpin yang baik dan juga pembagian teritorial suatu negara dan yang lebih kontemporer apakah ada clalam sejarah tentang negara Islam. Sejak awal perkembangan Islam sampai setidak-tidaknya zaman pra-modern rnasymakat muslim mengenal hanya konsep teritorial politik religius dar al-Islam, (wilayah damai, yaitu wilayah kaum muslimin) dan dar al-harb (wilayah perang, wilayah non muslim) 1, mengkaji tentang pembagian teritorial suatu negara, umat Islam klasik juga lebih cenderung membagi menjadi 2 bagian : Darul Islam dan Darul Harb. Darul Islam adalah perkataan yang tumbuh dalam masyarakat Islam, tidak disebutkan clalam al-quran dan hadist. Darul Islam terletak pada persoalan sosial dan ekonomi masyarakat clan berasal dari pemikiran ahli-ahli hukum Islam, menuru! Z.A Ahmad bahwa asal perkataan Darul Islam lebih merupakan yuridis dan sebagai ilmu
1
Azyun1ardi Azra, pergolakan politik Isla111 dari fu11dan1entalisn1e, n1odernis111e hingga post~ "
37
pcngctahuan saja daripada pokok politik dan ideologis. Darul Islam menjadi pcmbahasan bagi ahli-ahli hukum Islam yang memberi batas-batas hukum dalam soal peperangan. 2 Dalam fiqh siyasah, Darul Islam disebut juga Darussalam yang berlaku hukum Islam sebagai perundang-undangan dan mayoritas penduduknya beragama Islam ataupun negara dalam pemerintahannya bukan pemerintahan Islam, tetapi orang-orang Islam negri leluasa menegakan hukum Islam sebagai perundangundangan.
3
Dari segi bahasa, Darn! Islam diambil dari bahasa Arab,
~·2cara
harfiah berarti
rumah atau keluarga Islam, yaitu dunia atau wilayah Islam. Yang dimaksud adalah bagian islam dari dunia yang di dalamnya keyakinan Islam dan pelaksanaan syariat Islam dan peraturan-peraturannya dianjurkan atau diwajibkan,4 untuk lebih jelasnya kita akan lihat pengertian Darul Islam maupun Darul Harb, karena keduanya tidak dapal bcrdiri sendiri : I. a). Darn! Islam : faktor penentu suatu wilayah tergolong Darn! Islam adalah kedaulatan dan penerapan syariat. .lika tidak ada kedaulatan muslim dan penerapan syariat di sebuah wilayah yang dikuasai oleh orang kafir wilayah ini dianggap sebagai darul harb, namun, menurut mazhab Hanafi, ada syarat lain. Darul Islam menjadi Darul Harb setelah ditaklukan oleh orang kafir dan yang diberlakukan adalah hukum orang kafir serta jiwa dan harta orang muslim maupun dzimmi terancam. Dan menurnt mazhab Hanafi, sebuah wilayah Islam yang ditaklukan oleh orang kafir bisa tetap menjadi Darul Islam sepanjang penaklukannya mengangkat Qadhi (hakim) Islam untuk melaksanakan hukum
~ Z.A 1\hn1ad, nic1nbcntuk ncgara lslan1. (jakarta: \Vidjaya, 1956) h.25 1 An1in WiJodo, 1:iqh Siyasah Ualan1 hubungan internasional, (Yogyakarta : 'l'ian1 \Vacana. 1994)11.13 1 • Cornelis Van Dijk, J)anil lsl<.1111 Scbuah pcn1beront;;ikan, (jakarta : Graliti pcrs~ 1983). eel I~
38 Islam dan selama kaum muslim dan Dzimmi terlindungi seperti halnya ketika mereka berada dibawah pemerintahan muslim. 5 b). Darul Harb : Istilah ini menunjukan wilayah-wilayah di sekitar Darul Islam yang para pemimpinnya diseru untuk memeluk agama Islam. Para faqih menyebutkan bahwa konsep Darul Harb berasal dari nabi, yang mengirimkan scruan kepada kaisar Persia, Etiopia dan Bizantium serta para pcmimpin lainnya, untuk memilih Islam atau perang. Dengan demikian , Darul Harb mcrupakan wilayah musuh di luar wilayah hukum Islam yang harus diubah '
menjadi wilayah muslim, pcnduduk Darul Harb didcfinisikan sebagai mereka yang mendlak masuk Islam setelah diseru untuk masuk Islam, sebuah wilayah Islam yang direbut oleh orang kafir menjadi Darul Harb, jika hukum bukan Islam mengganti hukum Islam, menurut beberapa fakih, wilayah-wilayah yang memisahkan Darul Islam dan Darul Harb harus dipandang olch kaum muslim sebagai wilayah perang, 111engingat potensi ancamana kea1nanan dari \vilayahwilayah ini terhadap komunitas kaum mukmin. 6 Dari keterangan di atas, bisa diarnbil kesimpulan atau "benang merah'' munculnya konsep tentang Darul Islam dan Darul Harb sangat terkait dengan konsep jihad dan hijrah. 7 Dalam sampai batas waktu tertentu merupakan sebuah konsep yang rancu.'' Dan perlu digaris bawahi Darul Islam pada dasarnya merupakan suatu
'John L Esposito, Ensiklopedi Ox!Ord, Dunia fslan1 Modern, (Bandung: Mizun. 200 I) eel I. {· !bid. h.351 -, !)ale F Eickcln1an dan Ja111cs Piscatori. /~'kspresi politik 1nuslin1, (Bnndung : l'Vtizan. 1998). cct J. h. !()7
x Kuun1 Kh:.nvarij (kclo111pok Islan1 rndika!) n1cngklain1 bahwa orang yang, tiduk scpcnduput Ucnga11 incrckn ada!ah 111usrik dan kalangan Kha\varij sendiri yang tidak 111.:iu berhijrah kc dala111 lingkungan 111crcka juga tern1asuk nnisrik dan karcna itu wajib dibunuh. 1-Janyn dacrah 111crcku scndiri fllllg tcnnasuk f)anil lslan1 scdangkun ka\vasan n1usllm lain adalah Darul Harb yang harus dipcrangi dan dihancurkan. Sedangkan fronisnya, n1inoritas n1usliln di burat 1ncrupakan 1nasulah khusus. scbuah rcnafsiran klasik tentang tradisi !slain n1eyakini bah\V:.l kaum 1nusli1n ha111s n1cninggalkan (hijrah) atau 111cn1crangi (jihad) n1asyarakat Darul Harb (1nasyarakat tidak Jslaini) dan tinggal di [)arul lslan1. Nmnun dcn1ikian, karcna kclercabutan sccara ckonomi dan politik atau karcna ingin 111cndapatkan pcndidikun. '
,.
~-
..
39
Religiously based super state yaitu negara yang terbentuk bukan atas dasar etnisitas,
kultur dan bahasa atau kedudukan geografis melainkan keimanan. 9 Pada pihak Jain, lahirnya konsep Nation-State yang berdasarkan pada kriteri etnisitas, kultur dan bahasa dan wilaya··1 akan mengalami dikotomi yang berkepanjangan. Menurut Akbar S Ahmed seorang antropolog Amerika, awal pertama kali muncul konsep Darul Islam ketika musim panas tahun 622, Rasullulah meninggalkan Mekah menuju Madinah, perjalanan yang menentukan perubahan sejarah dunia. Perpindahan ini disebut h!jrah atau imigrasi. Dan merupakan awal pertanda penanggalan muslim, kelompok imigran muslim disebut Mululjir (pengungsi), sementara penduduk Madinah disebut Anshar (penolong). Peristiwa ini sangat mcmpengaruhi sejarah umat Islam suatu tahap transisi dari Darul Harb (wilayah perang), kc Darul Islam, wilayah Islam (perdamaian). 10 Dalam konteks Indonesia, kata-kata Darul Islam digunakan untuk menyatakan gcrakan-gerakan sesudah 1945 yang berusaha dengan kekerasan untuk merealisasikan cita-cita Negara Islam Indonesia, lebih spesifik, Darul Islam adalah nama yang cliberikan kepada sebuah gerakan pemberontakan Islam di .lawa Bara!, yang menentang Jegitimasi dan otoritas republik Indonesia yang baru merdeka, antara tahun 1948-1962, dipimpin oleh Sukannadji Maridjan Kartosuwiryo ( 1905-1962) untuk
memaksakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) dengan dibantu kekuatan militer Darul Islam yang dikenal dengan Tentara Islam Indonesia (Tll) dan hcrhasisnya di dataran tinggi Jawa Barnt. Sebenarnya bcnih-benih idc tcntang pcndirian Darul Islam sudah tampak s"jak Kartosuwiryo duduk di kursi partai PSI!. Dalam melaksanakan niatnya Kartosuwiryo tidak bergerak sendiri, dia berhubugan hcrtctnpat tinggal secara pern1anen di sana. lihat, Dale F Eickelman dan James Piscatori.ibid, h. 167.juga Azyumardi Azra, ibid. h.185. 9 Azyun1ardi Azra, op cit, h.12 io Akbar S Ahn1cd, Cilra Afus/iln Tirrjauan Sejarah !Jan Sosiologi, (Jakarta : PT Gclora Aksaru
40 clcngan kaum pemberontak Islam di Acch pimpinan Daud Beurcuch dan di Sulawesi Sclatan pimpinan Kahar muzakar 11
B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pemberontakan Darullsl11,m Aceh
Seperti yang telah disebutkan di awal. pemberontakan Darul Islam tidak hanya tei:jadi di Jawa Barat dan Aceh saja. Melainkan juga di daerah lain di Indonesia scperti di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Munculnya pemberontakan ini hampir dipastikan memiliki alasan-alasan yang berbeda-beda. Sepe1ti di Sulawesi Selatan dikarcnakan demobilisasi bekas gerilya sesudah 1950, di Kalimantan Selatan diremehkannnya prestasi-prestasi daerah dalam pci:juangan kemcrdckaan, di Jawa Tcngah adalah akibat pertentangan mengenai otonomi wilayah, dengan nada-nada tambahan Islam yang kuat, kadang-kadang dicampuri dengan kepercayaan adanya kebahagiaan abadi di suatu masa. 12 Sedangkan di Aceh, kebijakan pemerintah pusal dalam scgala aspek yang bertentangan dengan kehendak rakyat Acch. Aceh sesudah proklamasi RI, merupakan daerah yang sering memberi sumbangan bagi kokohnya negara Indonesia. Hal ini tercermin dari usaha-usaha yang rakyal Aceh lakukan, seperti ketika pertama kali Bung Karno datang ke Aceh mcngaclakan
pertemuan empat mata dengan Tengku Daud Beureueh untuk
mengumpulkan dana buat pembelian pesawat terbang, masyarakat Aceh dengan tangan tcrbuka dan penuh kerelaan menerimanya, maka dibelilah pesawat Seuwa/ah R/-001 dan Dakota 111-002. 13 Pada lahun 1948, Bung karno clatang kc Acch untuk
kedua kalinya dan meminta Tengku Daud Beureuh menginstruksikan rakyat aceh mengambil bagian yang aktif dalam pe1juangan melawan Belanda. Persetujuan ini
11
Kuntcl\vijoyo, Paradig1na /s/a111, interpreta>i untuk aksi, {Bandung : tvlizan, 1998),cct VlfL
12
Corne!is Van Dijk,ibid, h.xix
h. Ill I !J A,..,..,,.,,,.., 7,., .....,7,.,n-.:
f;J,,..,,} Af.J,~rn Tl: LI.,-'-··
.f •• - -
11-1.--'-
,.... __ , ___
n• -'-
41 dilakukan dengan syarat agar selesai perjuangan kemerdekaan selesai. Aceh dibolehkan menjalankan syariat Islam. Ketilrn jaminan tertulis diminta, Bung Karno sangat terharu sehingga meneteskan air matanya, akhirnya Tengku Daud Beureuh bersedia menerima pe1janjian lisan saja 14 Selain sumbangan di atas, ketika semua bagian Indonesia diduduki oleh tentara sekutu pada 1945, radio Rimba Raya yang bertempat di Ac•oh tengah secara aktif mcnyuarakan semangat para pejuang Indonesia untuk meraih kemerdekaan, siaran terschut hisa dipanlau di India, Mesir, dan bcberapa ncgara Arab. Negara tcrscbut
kcmudian menjadi para pendukung pertama negara yang baru Jahir 15 • Soekarno dan Hatta (presiden dan wakil presiden pertama republik Indonesia) menjanjikan bahwa dia akan memberikan perlakuan khusus
atas kcscliaan,
sumbangan dan komitmennya terhadap negara yang baru Jahir, Indonesia. Namun hubungan yang harmonis ini hanya berlangsung beberapa tahun saja, karena bebcrapa tahun kemudian, masyarakat Aceh bangkit memberontak terhadap pemerintah pusat. Di
kalangan
ilrnuwan politik terdapal berbagai interpretasi rnengenai
faktor
rnunculnya pemberontakan tersebut: Pertama, tepatnya tahun 1950 propinsi Aceh dilebur menjadi bagian dari propinsi Sumatra Utara. Dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 5 tahun 1950, tanggal 14 agustus 1950 yang memutuskan, mencabut peraturan pemerintah No/8/DES/WKPM tahun 1949. Akibat pencabutan Aceh sebagai daerah otonom yang luas dan hanya diberi status karesidenan inilah, akhirnya hubungan antara rakyat Aceh dan pemerintah pusat merenggang 16 -
11 •
Riza Sihbudi, Bara !Jala111Seka111, (Bandung, Mizan, 2001) cct I, h.34 Rusdi sufi, Perkembangan Aiedia Kon1unikasi f)i Daerah: Radio Ri111ha Raya Di Aceh. {Jakarta. l)cparlcn1cn Pcndidikan dan Kcbudayaan RI, 1999) h.56-73 15
16 •• -
I
lkra Nusa Bhakti dan Riza Sihbudi,(ed)i Kontroversi 1'.'egara f'edera/ Alencari /Jc11111k
J __ ./
r __ _J_
-· .•.. .' ·-
J J~.
42 Te1:jadilah keinginan untuk membentuk negara Islam Aceh pada tahun I 953, yang kemudian dikenal dengan pemberontakan Dlffll. Unsur kekecewaan daerah terhadap pusat inilah yang melatarbelakangi mengapa Daud Beureuh mendirikan negara !slain.
kedua, faktor
te~jadinya
pemberontakan tersebut merupakan ungkapan
kclanjutan konflik internal dari berbagai kekuatan dalam masyarakat Aceh yang didominasi perselisihan antara Ulama PUSA dengan ulebalang yang telah berlangsung lama. Perkembangan siluasi yang telah berkembang setelah kemerdekaan, ternyata telah mcmberi peluang bagi kelompok ulebalang unluk rnelaksanakan pembalasan tcrhadap kelornpok ularna PUSA, yaitu pihak yang tclah rncnyingkirkan mcrcka pada masa awal rcvolusi nasional. Mcnurut Nazaruddin Syamsuddin, pandangan pcnycbah pcmhcrnnlakan mcrupakan kelanjulan kon nik internal dalam masyarakat Acch. Pcnclapal ini juga dianut olch pemcrintahan Ali Saslroarnijoyo dan S.M Amin bekas gubernur Sumatra Utara.
Pemerintah
Ali
Sastroamijoyo berpendapat bahwa
pemberontakan tersebut tidak ada kaitannya dengan penolakan pemberian otonomi kepada Aceh oleh pemerintah pusat. 17 Ketiga, Penyebab pemberontakan adalah Faktor eksternal. Penafsiran ini dikemukakan oleh Herbeth Feith yang berpendapat bahwa pemberontakan itu era! kaitannya clengan perubahan kepolitikan di tingkat nasional, khususnya konllik antara Masyumi dan PNI (Partai Nasional lndonesia). 18 Tersingkirnya Masyumi dari kabinet dan digantikan dengan PNI, ditafsirkan oleh elit agama (ulama) di Aceh sebagai indikasi bahwa pemerintah pusat akan mengambil tindakan keras terhadap mereka. Kehawatiran akan mengambil tindakan keras itu ulama Aceh mendahului clengan melancarkan pemberontakan.
11
Nazaruddin Syan1suddin, Pe111bero11takan Ka1un Repub/ik, (Jakarta: Gral1ti, 1990), H.3
jl( . . . '
•
-
43 Pendapat, Feith yang mengaitkan alasan pemberontakan dengan perubahan politik pada tingkat nasional mengandung kelemahan. Pembubaran propinsi Aceh pada tahun 1951, justru te1:jadi pada waktu kabinet dipimpin oleh Masyumi di mana perdana mentrinya adalah Muhamad Natsir. Oleh karena itu, kurang beralasan kalau dikatakan perubahan politik di tingkat nasional yaitu munculnya Ali Sastroamijoyo dari PNI sebagai perdana mentri menjadi penyebab te1:jadinya pemberontakan itu. Salah seorang pemimpin Aceh yang turut mengge1:akan pemberontakan yaitu Hasan Saleh'" mengemukakan bahwa yang paling be11anggung jawab terhadap te1:jadinya pemberontakan adalah Muhamad Natsir selaku perdana mentri republik Indonesia. Natsir sendiri yang mengumumkan
pembubaran
propinsi Aceh. Janji yang
dikemukakan di hadapan pemimpin-pemimpin Aceh untuk terns 111empe1juangkan kembali propinsi Aceh di masa yang akan datang ternyata tidak pernah dilakukannya. Keempat, Pada tahun 1950 Tentara Nasional Indonesia yang merupakan satu divisi untuk daerah Aceh yaitu divisi X, diciutkan menjadi satu resimen yang diletakkan di bawah pimpinan mayor Nazir yang berhaluan kiri, sedangkan kolonel Husin .lusuf; panglima divisi X diberhentikan. Selain itu berlanjut pada pemindahan kesatuaan-kesatuan tentara dan mobrig yang terdiri dari putra-putra Aeeh keluar daerah Aceh seperti ke Tapanuli, Jawa, Ambon dan Sulawesi yang kemudian diikuti pemindahan kepala polisi daerah Aceh, Moch !nsya dan komisaris muda polisi Yusuf efendi ke Medan. Hal ini tentu saja menimbulkan ketegangan dan kegelisahan di Aceh.' 0 Kelima, yang juga sama persoalannya adalah keputusan pemerintah republik Indonesia menghentikan perdagangan Barter yang ramai antara Aceh dan pantai
l'l
Nurdin Abdul Rahman, Perubahan Perilaku Politik £/it Aga111a Dalan1 Pe111i/u 1982-1992:
Studi /Ji kabupaten Pidie Daerah lstimewa Aceh, Thesis FI SIP Ul, (Jakarta: Pcrpustakaan LJPI) h.78 1(1 -
•
••
•
•
•
-
•
44 semenanjung Malaya? Dengan diberhentikannya perdagangan Barter maka berhenti pula seluruh ekspor lokal masyarakat
Aceh, kemudian diikuti dengan penutupan
kantor-kantor ekspor resmi di Lhokseumawe, yang berakibat berkurangnya jumlah kapal yang mengunjungi Lhokseumawe kemudian kegiatan pasar daerah ini menurun, dan harga yang diterima petani kecil untuk produk ekspor mereka jatuh.22 Dan yang lebih fatal adalah meningkatnya jumlah pengangguran akibal: kebijakan pemcrintah pusat. Keenam. rakyat Aceh sangat kecewa melihat sikap Bung Karno dan beberapa pemimpin nasional lain yang seakan-akan dengan sengaja rnenghalangi jalan bagi jihad umat Islam untuk memperjuangkan terlaksananya ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat dan negara,
bahkan lebih dari itu mereka berusaha
mcmbclokkan dasar clan falsafah negara Republik Indonesia ke arah sekulerismc. 23 Seclangkan Hardi menjabarkan faktor-faktor yang mendorong munculnya pemberontakan Darul Islam Aceh di luar pembubaran propinsi tersebut: I. Pembubaran Divisi dan Teritorium Aceh. 2. Penggantian kesatuan-kesatuan Militer Aceh oleh kesatuan Militer dari daerah lain. 3. Latihan Mobrig Kepolisian.
4. Penangkapan terhadap para pemimpin Aceh. 5.Ajakan Kartosuwiryo agar supaya Daud Beureuh mendirikan negara lslam.24
21 B..J Bolland~ Pergunut!an !sla111 Indonesia, op cit, h.76, lihatjuga, 1\. Hasjn1y. op cit. h.428 "Cornclis Van Dijk. op cit, h 339. ~J lbrahin1y, op cit, h.3
45 C. Struktur Dami Islam Aceh
Sebelum kita membahas tentang struktur D.I Aceh alangkah baiknya kalau seandainya penulis mencoba menjelaskan jalannya hubungan Darul Islam Aceh dengan D.I .lawa Barat pimpinan S.M Kartosuwiryo. Adanya lmbungan antara Daud Beurcuh dengan gerakan Darul Islam (Kartosuwiryo) terjadi sebelum september 1953, tetapi kurang clapat dipastikan siapa yang mengambil prakarsa : pemberontakpcmbcrontak di Aceh atau Kartosuwiryo. Menu rut sebuah laporan rahasia, 25 Daud Beureuh dan Amir Husin al-Mujahid, dikatakan telah pergi ke .lawa untuk berunding dengan Kartosuwiryo di Bandung scsudah suatu pcrtemuan rahasia yang diadakan Daud 13eureuh pada 13 Maret yang dihadiri Ilusin Yusul; Sulaiman Daud, Hasan Aly (kcpala kejaksaan di Aceh, ketika itu sedang cuti rcsmi), Said Abu Bakar clan A.R Hanaliah (pegawai kantor agama Aceh Timur). Dalam pcrtemuan ini komplotan di atas lclah mcngulus dua orang untuk pcrgi kc .lawa guna melakukan hubungan dcngan pimpinan-pimpinan Darul Islam Aceh. Mcnurut laporan yang sama, sekembali dari Jawa, Amir Husin al-Mujahid tinggal bcbcrapa hari di
~:Jedan
untuk menemui wakil-wakil organisasi-organisasi lainnya di
sana, scperti Masyumi dan cabang pcmudanya GPll. Hubungan antara Daud Beurcuh dan Karlosuwiryo dibina sejak lahun 1952 melalui kunjungan ulusan Kartosuwiryo. Mustafa Rasyid alias Abdul Falah ke Acch untuk mcmbicarakan penggabungan wilayah ini ke dalam Negara Islam Indonesia (NII) dan pcngangkatan Dami Bcurcuh scbagai pimpinan Tentara Islam di Acch. Abdul Fatah berkunjung lagi ke Aceh pada tahun 1953 (beberapa wak!u sebelum mclctusnya pcmberontakan). Sebaliknya antara tahun 1952-1953, Daud Beureuh telah mengirim ulusan ke Jawa Baral bcrsamaan dengan kembalinya Abdul Fatah. la (Abdul Fatah) kemudian te1iangkap ketika kembali ke Jawa pada Mei 1953, dalam
46
pcmeriksaan di Kejaksaan Jakarta, Mustofa Rasyid memberikan keterangan bahwa tcngku Daud Beureuh telah diangkat oleh Kartosuwiryo sebagai Gubernur Darul Islam di Aceh. 26 Di satu sisi seorang utusan Daud Beureuh juga tertangkap, 27 dan untuk sementara waktu terputuslah komunikasi antara Darul Islam Daud Beureuh dcngan Kartosuwiryo. Menjelang akhir tahun I 955 para pimpinan pemberontakan di Aceh mulai meny1mpang dari Kartosuwiryo dan menganggap Negara Islam Indonesia sebagai suatu negara federal. Mereka meresmikan daerah mereka sebagai Negara Bagian Acch (N BJ\). Sampai waktu itu dacrah Aceh hanya diperkenalkan sebagai propinsi yang otonom dari Nll. 28 Sikap kukuh pemberontakan Aceh untuk menerapkan ini sebagai negara federal bukan merupakan masalah yang sangat urgen dalam mempcrkeruh hubungan NBA clan NII, ada yang lcbih krusial lagi yang mcnycbabkan tc1:jadinya kcrctakan dalam Darul Islam. Yaitu masalah penggunaan sislem militcr dala111 111elaksanakan pemberontakan, yang diinginkan pemberontak Aceh adalah siste111 111iliter dan juga sipil yang dalam arti tidak mengabaikan penggunaan prinsip-prinsip clan fungsi-fungsi yang sehat dari sebuah negara29 Walaupun tidak menyukai sistem ini, para pemimpin Aceh 111enerapkan juga di daerah mereka. Pemerintah sipil di Aceh tclah diganti dengan suatu pe111erintahan militcr pada pertengahan tahun 1954. ketidak senangan mereka terhadap sislem ini tercermin pada kenyataan, bahwa para komandan militcr do111inan pada pemerintahan dacrah, lembaga-lembaga sipil seperti mahkamah agung. Dan sesudah konferensi Bate kurceng pada bulan September 1955, majelis syuro memainkan peranan penting 26 07
iv1uhan11nad Gade ls1nail, et.al, Tantangan dan Rongrongan, ibid, h. 49 Diik. ibicl h. 284
Cornelis Van
~ 8 suatu karaktcr. penting dari pe1nberontakan di Aceh ialah, bah"va scjak sc1nula para rc1nin1pinnya tiduk 1nempunyai niat untuk n1cn1isahkan daerah itu dari negara Indonesia. Daud Bcurcuh smna sekali tidak mcn1isahkan Acch dari bagian-bagian lain Indonesia dan n1enjadikannya
scbuah ncgara n1crdcka, tne[ainkan n1en1proklan1asikan daerah itu dan gerakannya scbagai bagian duri NII yang dipin1pin f(arlosu\viryo. ~') 'l..L-.,
.,LI! .. C>.,~.-· . . . J.t! .•
~--
47 dalam sistem pemerintahan di Aceh. Dengan demikian sistem pemcrintahan yang diterapkan di Aceh pada hakekatnya berbecla dengan sistem yang berlaku di .lawa Barnt, apabila di Jawa Baral Tl! sangat berkuasa, di Aceh TII merupakan suatu unsur yang dominan tetapi sampai batas tertentu, tetap dibatasi oleh Mahkamah Agama."' Dalam ha! ini dikatakan bahwa pemimpin-pcmimpin di Aceh secara organisatoris telah rnenyimpang dari NIL
Islam
Untuk lebih jelas pcnulis akan memaparkan struktur
pemerintahan Darul
Acch.
di
Pa,'Ja waktu
Darul
Islam diproklamasikan
Acch, susunan
pemcrintahannya sebagai berikut; I. i\cch clan dacrah sekitarnya merupakan daerah otonom yang luas, yang berbcntuk wilayah sebagai bagian NIL 2. Wilayah ini dipimpin oleh seorang Gubernur sipil dan militer, yang berkedudukan
di ibukola wilayah. 3.
Ciubernu1' sipil
dan
1niliter 111erupakan kepala pe1nerintahan tertinggi dan
pemimpin tertinggi angkatan perang NII yang berada di Aceh dan daerah sekitarnya, oleh sebab itu ia merupakan pula komandan Tll leritorium V. 4.
31
Di dalam sebuah wilayah terdapat sebuah wilayah Dewan Suro (Dewan Pemerintahan Dacrah) dan scbuah Majelis Suro (Dewan Perwakilan Rakyat Dacrah).
5. Gubernur sipil dan militer, karenajabatannya menjadi ketua Majlis Syuro. 6.
Dewan Syuro (DPD) merupakan badan eksekutif dan Majlis Syuro merupakan badan legislatif
7. Gubernur sipil dan rniliter, karena jabatannya, selain ketua eksekutif wilayah 111erupakan pula wakil pcmcrintahan pusat dari imam negara. -'
0
M. Nur cl-lbrohin1i, ibid, h. 4
"NII terdiri alas 5 (lima) komandemen wilayah: (I). Markas Karlosuwiryo, (2)&(3) hernda di
48 8. Wilayah Aceh dan sekitarnya merupakan suatu daerah teritorium tentara dengan kekuatan satu divisi besar yang disebut Tll teritorium V, divisi Tengku Tjhik di Tiro. 9. TIJ
teritdrium
V,
Tjhik
di
Tiro
dalam
pelaksanaannya,
pimpinannya
diselenggarakan oleh sebuah stafumum. 32 Kemudian dengan surat penetapan komandemen wilayah angkatan perang Negara Islam Indonesia Aceh dan daerah sekitarnya be1tanggal I0 Juni J 954 No. 2/54, susunan pemerintahan DI di Aceh dan daerah sekitarnya diubah dengan susunan pemerintahan yang berbentuk komandemen. Dan setelah kongres Bate Kureeng33 perubahan
te~jadi
sistem pemerintahan komandemen yang dualis mcnjadi sistem
pemerintahan biasa, dan negara bagian Aceh terdapat sebuah kabinet dan Majelis
Sebagai kepala negara yang pertama terpilih tengku Muhammad Daud Beureuh dan sebagai ketua Majelis Syuro terpilih tengku Husin al-Mujahid dan juga dibentuk kabinet yang susunannya sebagai berikut;
1 ·'
Perdana Menteri
Hasan Ali
Menteri Dalam Negeri
Hasan Ali
Menteri Kei1angan dan Kesehatan
T.A Hasan
Menteri Pe1tahanan dan Keamanan
Kol. Husin Yusuf
Menteri Ekonomi dan Kemakmuran
T.M Amin
Menteri Kehakiman
Tcngku Zainal
Nur cl~lbrolliiny, ibid, h. 4
.u konlCrensi di Bate Kurccng, tcrdapat di 1\cch Bcsar. KonlCrcnsi ini dihadiri 90 orang.. 2 ofa11g dari n1crcka n1c\vakili Sun1atcra Tinuff. di kon/Crcnsi ini dibicarakan kcduJuk:.1n t\cch Ja!arn NII dan slruktur pcn1crintahan daerah. Dan untuk meuindak lanjuti isi-isi konferansi Bute Kurccng diadakan!ah pertenuian kedua yang skalanya lebih bcsar. Dalan1 perten1uan ini lahirlah piagan1 Bate Kurccng. yang bcrisi tentang pengubahan status Aceh dari status propinsi rr1enjadi ncgara dalan1 NII dan pen1crintahan sipil rncn1iliki otoritas yang lcbih tinggi dari pen1erintahan n1ilitcr . .i.i
Nur cl-Jbrohimi, ibid, h. 5. Lihat juga Nazarudin Sya111sudin. ibicl. h. 230. Lihat
i111>:1
49 Menteri Pendidikan
Tengku M. Ali Kasim
Menteri Perhubungan
Tengku YusufHasyim
Menteri Sosial
l-lanm B.E
Menteri Penerangan
A.G Mutiara35
Pada tahun 1959 te1jadi perpecahan di tubuh NBA, antara Hasan Saleh dcngan Hasan Ali (yang lebih pro kepada Daud Beureuh) perbedaan pendapat ini muncul ketika pemerintah pusat ingin mengabulkan bentukan propinsi Aceh, pihak Hasan Ali ingin mcnerima permintaan pemerintah pusat dengan syarat harus disertai otonomi propinsi Aceh dan keistimewaan dalam bidang keagamaan. Di pihak lain Hasan Saleh mcnerima tawaran pemerintah pusat (Jakarta) yaitu pcngembalian status propinsi kepada Aceh dan 111e111pe1:juangkan hal-hal lainnya pada tahap berikutnya. Perdebatan in i semakin meruncing dan mencapai momentumnya pada bu lam Mei 1959 dengan terbentuk Dewan Revolusi yang dipimpin Hasan Saleh, sebagai tandingan dari Hasan Ali. Sedangkan Hasan Ali yang setia kepada Daud Beureuh, terpaksa membcntuk l\abinet yang baru yang terdiri dari: Perdana Menteri merangkap Menteri Keuangan dan Kemakmuran : Hasan Ali Menteri Dalam Negeri
Tengku Sulaiman Daud
Menteri Peperangan
Tengku Haji Affan
Menteri Pendidikan dan Penerangan
Saleh Adri
Menteri Kehakiman
Tengku Zailial AbidinJ 6
Sedangkan di kubu Hasan Saleh ia mcnjadi Ketua Dewan Revolusi, sedangkan wakilnya Ayah Gani, Abdul Gani Mutiara sebagai sekretaris umum dan kepala bagian penerangan, sebagai anggota Amir Husin al-Mujahid, T.A Hasan, Ibrahim Saleh, T.M
3
~ Nur el-lbrohin1y, ibid Hardi, /)aerah fstilne1ra Aceh: I.afar be/akang Polilik dan Afasa /Jepa111u
16 ·
1 (;,
(Jakarta: PT.
50 Amin dan Husin Yusuf. 37 Dan lrnbu yang tcrakhir ini setelah mencapai kesepakatan dengan pemerintah pusat yang diketuai Hardi untuk menghentikan pemberontakan, pada akhirnya mereka membubarkan diri.
C. Aktivitas Darul Islam Aceh
Pada tanggal 21 September 1951, sehari setelah presiden Soekarno membuka pekan olahraga nasional di Medan, Daud Beureueh mengumumkan dimulainya pemberontakan dengan memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di Acch. 38 Proklamasi itu berbunyi : PROKLAMASI BERDASARKAN PERNY ATAAN NEGARA REPUBUK ISLAM INDONl'SIA PADA TANGGAL 7 /\GUSTUS 1949 OLEH IMAM KARTOSUWIRYO ATAS NAMA UMAT ISLAM INDONESIA, MAKA DENGAN IN! KAMI NY ATA KAN DAERAH ACEH DAN SEKITARNY A MENJADI BAGIAN DARI PADA NEGARA ISLAM INDONESIA ATAS NAMA UMAT ISLAM DAERAH ACEH DAN SEKITARNY A '!TD
TEUNGKU MUHAMAD DAUD BEUREUH TERTANGGAL : ACEH DARUSSf\.LAM 13 MUI-IARAM 1'373 21 SEPTEMBER 1953 39 Tetapi untuk mcnandai lahirnya pemberontakan tersebut tidak diadakan suatu rapat umum atau upacara yang meriah. Sebagai gantinya, hanya naskah proklamasi clan scbuah keterangan politik yang dibacakan dan disebarkan di Indrapuri. sebuah kampung di scbclah selatan Kutaraja .
.n ('ornclis Van l)ijk, ibid. h. 315 18 ·
(}inanjar Kartas;s1nita, ct al, 30 Tahun Indonesia kferdeka (Jakarta: Sckretaris Negara
Repuhlik Indonesia, 1997), cct I, h.365 :i
A.Hasj1ny, se1na11gat A4erdeka, 70 Tahun A-fene111puh Pergo/akan dan Pe~juangan
51
Naskah di atas sebcnarnya bukanlah merupakan suatu tanda pembukaan pemberontakan Aceh, sebab pemberontakan sendiri telah dimulai sehari sebclum proklamasi. Sementara kebanyakan pejabat tinggi derah itu, baik yang Aceh maupun bukan Aceh, sedang berada di Medan untuk menghadiri pekan olahraga nasional, sejak senja hari 19 september komunikasi antara Aceh dan Medan terputus, dan tindakan-tindakan fisik berlangsung di berbagai tempat. Kerumunan rakyat dengan bendera tentara islam Indonesia (Tll), 40 yang dilengkapi senjata tajam serta satu atau dua pueuk scnjata api. Mereka bersiap-siap menyerang kota-kota di sckilar mereka.
41
Barisan yang terdiri dari para pemuda, peli\jar, guru dan penduduk kampung itu memulai serangan tcrhadap pasukan pemerintah di Aceh Timur dan Utara pada tanggal 19 September, dan serangan menjalar kc kribupaten-kabupaten Jain pada harihari berikutnya. Sebuah pos polisi di Peurlak, sebuah kota kewedanan kira-kira I00 km di scbelah lJtara Langsa, termasuk yang pertama diserang. Baik pos polisi maupun kola peurlak diduduki pasukan pembcrontakan yang dipimpin Ghazali Idris tanpa suatu perlawanan apapun dalam waktu dua jam. Pada tempat-tempat strategis diadakan penjagaan dan bendera Darul Islam dikibarkan di gedung-gedung penting kota itu. Sesudah itu dan hari-hari berikutnya kota-kota yang berdekatan, ldi pun direbut lagi-lagi tanpa perlawanan sedikitpun. Pendudukan semua kota itu banyak dipcrmudah berkat dukungan yang diperoleh kaum pembcrontak dari sejumlah pegawai negri setempat, sedangkan di Peurlak asisten wedana A.R Hasan dan di ldi inspektur polisi Aminuddin Ali yang membantu kaum pemberontak.42 Sesudah menguasai ldi dan Peurlak dan menghentikan semua lalu lintas kercta api, pasukan pemberontak bergabung menuju Langsa, ibukota Aceh Timur. Untuk ·HI
Cicrukan l)arul !slain 1ncn1punyai cn1pat bcndcra: scbuah bcndcra n1el'ah dcngan binlang
dun bulan sabit putih, sebuah bendcra hijau dengan bintang dan bulan sabiti putih, sebuah bendcra 111crah dcngan bulan sabit putih dan en1pat buah bintang dan scbuah bendera putih dan mcrah dcngan bu!an sabit padaja!ur 1nerah dan bintang di jalur putih ·'.'. Nazaruddin Syamsuddin,ibid, h.84
52 llljuan ini semua bus dan mobil pribadi banyak yang disita untuk mengangkut pasukan. Sampai pada saat itu kaum pemberontak hanya sedikit mendapat perlawanan. dan polisi mereka lucuti tanpa mengalami kesulitan sama sekali. Terkesan seolah-olah mungkin pula Langsa mereka rebut tanpa mereka melepaskan tembakan sedikitpun. Karena pada waktu itu te1jadi kekosongan kekuasaan di mana bupati Aceh Timur (memihak kepada pemberontak) dan kepala polisi, kedua-duanya masih di Medan. Teranyata apa yang diangan··angankan para pemberontak berbeda dengan kenyataan yang tei:jadi, pasukan Darul Islam mendekati Langsa dari arah barat dan Utara serta melancarkan serangan bersama terhadap asrama polisi militer dan brigade mobil pada 21 september. Tentara republik yang telah mendapat bantuan baru dari Medan dapat memukul serangan ini. Kekalahan kaum pemberontak di Langsa. merupakan titik balik clalam pertempuran di Aceh Timur. Pada tanggal 23 september pasukan republik merebut kembali !di dan Peurlak. Di Lhokseumawe, ibukota Aeeh Utara, ribuan rakyat terlibat dalam suatu pcrtempuran sengit dengan pasukan polisi dan tentara selama empat jam pada hari pertama pemberontakan. Upaya untuk menguasai kota itu diulangi beberapa jam setiap hari selama hampir satu minggu, sehingga memaksa anggota keluarga pasukan pemerintah dievakuasi dari sana. Di Aceh Besar, sesudah kegagalan di kutaraja, karena pasukan pemcrintah berhasil mendahului dengan langkah preventiJ: para pemberontak mengarahkan serangan mereka ke beberapa kota kecil dengan hasil clilucutinya satu regu polisi dan satu regu tentara, akibatnya banyak sarana-sarana fisik rusak. scpcrti jembatan dan kawat telcpon dan scmua komunikasi praktis lumpuh. Tidak banyak yang dicapai kaum pemberontak dengan menduduki kota-kota itu. Mungkin pemimpin-pemimpin mengharapkan, mereka cukup kuat menghalau tentara republik paling tidak dari sebagian besar wilayah Aceh dan memukul sctiap
53
pasukan Darul Islam, mereka tidak mampu menguasai terlalu lama kota-kota kecil dan kota-kota besar. Ternyata mudah saja pasukan pemerintah republik dalam serangan balasan menghalau pasukan Darul Islam keluar kota-kota itu. Beberapa kota dikuasai kembali dalam beberapa hari. Tetapi cjengan jatuhnya Takengon dan Tangse pada akhir November, kaum pemberontak telah terusir dari daerah perkotaan. Mereka mengundurkan diri ke pedalaman. Terganggunya
kehidupan
sehari-hari
merupakan
dampak
utama
pemberontakan tersebut terhadap rakyat, sebab kebanyakan penduduk setempat terlibat di dalamnya. Sistem pemerintahan daerah menjadi lumpuh karena banyak pegawai yang asli Aceh bergabung dengan pemberontak, atau mendukungnya secara tidak langsung. Di Kutaraja, hanya satu orang bupati yang berada di kantornya, sedangkan sisanya bergabung dengan pemberontak secara "terbuka" atau menghilang tanpa berita. 43 C Van Dijk menambahkan depaitemen yang paling banyak pengikut PUSA-nyalah yang paling banyak terkena karena pegawai-pegawainya membelot. Pegawai pemerintah daerah di Jawatan Agama, urusan sosial, dan penerangan telah meninggalkan peke1:jaannya dan mengikut kaum pemberontak, Jawatan Pendiclikan menghaclapi masalah yang sama pentingnya yaitu guru mengungsi ke Medan atau mengungsi. Pada bulan pertama pemberontakan mereka menolak kembali kc Aceh dengan mengatakan, mereka lebih suka dipecat. Untuk melanggengkan kekuasaaannya, para pemberontak Darul Islam ticlak hanya bergerak secara fisik dalam artian dengan pengerahan kekuatan militer. Dia juga mencoba membuka "space" diplomasi di luar negri. Kehadiran Hasan Muhamad Tiro,"·' seorang putra Aceh, di dunia internasional. Memang sulit membuktikan sifot
~-·
..· · · · · - - - - - - - - - 43
Nazaruddin Syan1suddin,ibid, h.291
lahir di desa 'riro, dekat Lmntneulo di pidic. Pada za1nan Bclanda dia sa!ah scorang 1Y\urid Daud Beureuh di Madrasah BlnnP- PasP.h di ~ioli sf'_rlnnoknnnnrki 7ninnn if>nnno- rlin h1•l!ii!11' rli nPrm1r11.-.n ..i..i
54
gerakan
Hasan Tiro, apakah dia bagian dari Darul Islam Aceh atau dia bergerak
secara Independen tanpa memiliki afiliasi dengan Darul Islam 45 • Sejauh ini penulis belum menemukan data yang akurat bahwa dia bergerak atas rekomendasi atau perintah dari pimpinan Darul Islam, jadi untuk kesimpulan awal dia bergerak secara personal tanpa memiliki ikatan dengan Darul Islam. la muncul sebagai "Duta Besar Republik Islam Indonesia" di Amerika Serikat dan perserikatan bangsa-bangsa (PBB), dengan sebuah surat terbuka ke1>ada perdana mcntri Ali Sostroam[ioyo. Surat ini disiarkan oleh surat-surat kabar Amerika dan Surat-surat kabar Indonesia yang terbit di Jaka1ta. Dalam surat itu Hasan Tiro menuduh pemerintah Ali Sastroamijoyo telah menyeret bangsa indonesia ke dalam keruntuhan ekonomi dan politik, perpecahan dan perang saudarn serta agresi terhadap rakyat Aceh
46
•
Usaha yang dilakukan Hasan Tiro ini tidak lain bertujuan untuk
mendapatkan simpati dari dunia internasional. Dan ada beberapa target yang ingin dicapainya, pe1tama, agar perserikatan bangsa-bangsa mengirim penyidik ke Aceh atas pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di sana, kedua, agar Dunia Islam mengetahui bahwa telah te1:jadi pembunuhan masal terhadap ularna di Indonesia dan sebagai
konsekwensi
logis
Dunia
Islam
harus mempe1juangkan
pengakuan
internasional akan mendukung moril dan materil untuk Republik Islam lndonesia47
Hukun1 Univcrsitas lsla1n Indonesia (Ull). Pada tahun 1960 menerima beasis\va untuk mclanjutkan studinya di Univcrsitas Columbia, Amerika Serikat. 15 '
Hasan Tiro yang dibahas di atas bukanlah I-Iasan tiro yang 1nendeklara::;ikan Gerakan Acch
t'vlcrdcka (GArvl) yang dia cetuskan pada 1nasa Ordc Baru tepatnya tahun 1976 16 ' Al-Chaidar, Aceh bersilnbah Darah, 111eng1111gkap penerapan status daerah operasi n1i/i1er
(00,\l) diAceh 1989-1998, (Jakaita: Pustaka Al-Kautsar, 1998), cet I, h.33
BAB JV
Akar Masalah Pemberontakan Darnl Islam Aceh
A.
Pcmbubaran Propinsi Aceh Seperti yang telah disebut di awal, Aceh pada zaman dahulu merupakan scbuah
kerajaan
Islam
yang
pernah
mengalami
kejayaan
di
tingkat nasional
rnaupun
internasional. Jika bukan bisa dikatakan kerajaan islam terbesar di Asia Tenggara. Faktor inilah yang pada akhirnya membentuk psikologi superior di rnata 1iiasyarakat Aceh. Karena mcmiliki sejarah gemilang mungkin menyebabkan terbentuk suatu perasaan yang kuat dan ··nasionalisme sempit",
.1uga menghantarkan Aceh sulit dikalahkan oleh
kolonialismc Belanda. lronisnya ketika Acch memasuki zaman kcmerdckaan sif'at "nasionalismc
sempit"
itu
yang
pada
gilirannya
menghantarkan
mcrcka
pada
pemberontakan tcrhadap pemerintah pusat yang notabcncnya tcrpusat di pulau .Jawa. Pada zaman .Jepang Acch benar-benar sebagai daerah otonorn, pada tahun 1945 ia menjadi salah satu rcsidcn propinsi Sumatra. Walaupun clewan pcrwakilan propinsi sumatra memutuskan dalam sidang yang pertrnna bahwa sumatra akan tcrbagi dalam tiga sub propinsi, di antaranya Sumatra Utara, yang tcrdiri dari : Aceh, Tapanuli clan Sumatra Timur. Aceh terns berfungsi hampir sebagai daerah yang otonom. Pada tahun-talmn kekacauan sesudah masa penduclukan Jepang, Aceh melaksanakan urusan pemerintahan dan militernya sencliri tanpa banyak campur tangan dari luar. 1 Untuk masa yang singkat antara Agustus 1947-1948, sesudah aksi militcr Belanda yang pertama, situasi ini malahan dengan resmi dinyatakan Aceh bersarna Langkat dan Tana.h Karo sebagai suatu daerah mi liter yang dikepalai seorang Gubernur Militer. Sejak tahun 194 7 Daud Beureuh 1
(~orneliC\ Van Oiik.
Darul bdrnn St>hunh
PPn1hPrnnt11k11n finl-
l OQ1\ h ')'71
56 menjadi gubernur militer dari propinsi Sumatra Utara atas nama republik Indonesia (walaupun dalam kenyataannya hanya sebagai gubernur Aceh, karena daerah Sumatra Utara lainnya diduduki Belanda). Keotonomian Aceh juga dipertegas B.J Boland, yang mengatakan dalam tahun 1948 Aceh memperoleh organisasi pemerintahan daerahnya sendiri, sehingga daerah itu dapat berkembang secara mandiri. Untuk sementara waktu masalah keuangan dan ekonomi dapat diatasi melalui perdagangan barter.2 Akibat agresi Belanda yang kedua tanggal 19 Desember 1948, menyebabkan lumpuhnya pemerintahan pusat untuk sementara waktu, karena pihak Belanda berhasil menculik presiden Soekarno dan beberapa pejabat pemerintahan. 3 Maka Mentri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara yang ketika itu berada di Bukit Tinggi diberikan mandat untuk mendirikan pemerintahan darurat di Surnatra. 4 Kcmudian Syafruclclin Prawiranegara mengangkat Daud Beureueh sebagai gubernur militer Aceh, Lm1gkat clan Tanah Karo. Agustus 1949 Syafruddin mengunjungi Aceh dan segera mcnghadapi tuntutan-tuniutan yang keras dari pemimpin-pemimpin Aceh untuk memberikan Acch status propinsi. Tekanan clemikian besarnya hingga ia terpaksa melakukan pembentukan propinsi Aceh. Dengan menggunakan kekuasaan istimewanya, Syafruddin Prawiranegara pada 17 Desember 1949 mengeluarkan peraturan wakil Perdana Mentri/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang 110:8/WKPM tahun 1949 5 yang menyatakan Sumatra Utara· terbagi dalam dua propinsi : propinsi Aceh (termasuk sebagian Langlrnt), dan propinsi
2
B.J Boland, Pergwnu/an l,/am di Indonesia, op cit, h.76 ' Untuk lcbih jelasnya ten tang perebutan kola Yogyakmta dan penangkapan presi
Hardi_ A ni N11xinnnli-.n1P runlilrnn
Ponaolnnu111 { fo'.ll:--:trto'.l •
D'T' r.11nnnn A,.,.,.,,,..\ ,, I '1'1
57 Tapanuli atau Sumatra Timur. Pembentukan propinsi Aceh merupakan masalah yang menclesak , yang ticlak mengikuti proseclur hukum biasa. Menurut cara yang lazim pembentukan propinsi Aceh harus melalui Unclang-unclang DPR, dalam konteks sekarang hal ini telah cligantikan oleh suatu peraturan wakil perdana mentri tanpa berkonsultasi clengan clewan pertimbangan. Aclapun alasan yang kuat yang menyebabkan ticlak melalui cara-cara di atas, pe11ama, karena ticlak acla dewan clemikian yang suclah terbentuk, kedua, mengingat mendesaknya guna memperbaharui struktur pemerintah. Oposisi terhaclap langkah-langkah Aceh ini tumbuh dengan cepat di clalam maupun di luar Acch. Di salu pihak, pcmcrintah repuhlik Indonesia yang baru di Yogyakarta, di bawah Perdana Mentri Abdul Halim, merasa sukar menerima propinsi Aceh. Para pemimpin di Yogyakarta percaya bahwa propinsi-propinsi baru di Su111atra
'
Utara itu didirikan secara tidak konstitusional. Meskipun Syafrudclin 111cngernukaka11 bahwa pernberian status propinsi kepada Aceh telah mendapat persetujuan Hatta (wakil presidcn), para pernimpin di yogyakarta tetap rnenolak untuk mengakui, rnereka pcrcaya bahwa Syafrudclin ticlak memiliki kekuasaan konstitusional untuk mengubah struktur negara. Menurut Hardi, pemberian pernerintah terhadap pembentukan propinsi Aceh merupaka sebuah sikap yang bertentangan dengan persetujuan RlS clan RI dalam · konfrensi rneja bundar (KMB) di Den Haag pada tahunl 949 yang telah memutuskan Indonesia clibagi dalam sepuluh propinsi. Adapun Sumatra dibagi dalam tiga propinsi,
jika Aceh dibagi dalam propinsi sendiri, berarti Sumatra akan tercliri dari empat propinsi, ha! ini dianggap sebagai pelanggaran terhaclap pedanjian antara RIS dengan republik lnclonesia. 6 Bentuk penolakan terhadap propinsi yang baru ini terlihat dari ketidak hadiran
6
Panr.a
l·lardi, Daerah Istiinewa Aceh, Latar Belakang Politik dan Masa Depannya, (Jakarta: Prr Ci ta
o;;pr::inok~i
1QC)1\ h 1')()
58 seorangpun dari pemerintah untuk menghadiri pelantikan gubernur Aceh Daud Beureueh pada tanggal 30 Januari 1950. Para pemimpin Sumatra Utara juga memberi reaksi yang t>ama dengan pemimpinpemimpin di Yogyakai1a. Mereka bahkan menyalahkan Syafruddin karena ticlak berkonsultasi dengan gubernur Sumatra Utara Mr S.M Amin dan dewan perwakilan , rakyat daerah (DPRD) Sumatra Utara sebelum keputusan ini dibuat, dan ia juga disalahkan karena mengaclakan persetujuan dengan beberapa tokoh Aceh clan Tapanuli saja. Mereka menuduh bahwa pemisahan Aceh dari Sumatra Utara bertujuan untuk melayani kepentingan beberapa pemimpin Aceh saja, dan merupakan wujud kedaerahan saja. 7 Munculnya suara-suai·a sumbai1g terhadap propinsi Aceh tentu saja membuka kembali
ketegangan yang terjadi di Aceh.
Kaum
ulebalang yang selama ini
tennarginalkan sejak peristiwa cumbok 1946 ikut berperan dalam mernpengaruhi kebijakan pemerintah Sumatra Utara maupun pusat. Langkah awal yang dilakukan unsur-unsur ulebalang pada bulan Agustus mcreka nrnlai mengadakan kampanye menentang propinsi Aceh , baik melalui surat-surat kabar, maupun dengan penyebman pamflet-pamflet. Alasai1 utama yang mereka kemukakan dalam kampanye menentang pembentukan propinsi Aceh, ialah bahwa maksud kaum PlJSA yang sebenamya dalam pembentukan propinsi Aceh ialah mengkonsolidasikan kekuatan clalam satu bentuk pemerintahai1, supaya mereka dapat mempertahankan diri andaikata pada suatu waktu pemerintah ingin mengambil tindakan terhadap mereka alas kejahatan-kejahatai1 yai1g telah mereka perbuat yaitu, pembunuha.n i1lebalang-ulebalang
7
Insider, Atjeh Sepintas lalu, (Jakarta : Archapada, 1950), h.51-56, lihatjuga, Hardi, Api
Nasionalisrne. lo cit. h.123
59 serta keluarga mereka dau perampasan harta kekayaan mereka. Hal di atas merupakan alasan politik, adapun alasan teknis : I. Aceh tidak mempunyai tenaga-tenaga ahli seperti sarjan hukum, insinyur ataupun dbkter, baik tenaga pemimpin, rnaupun tenaga pelaksana 2. Aceh tidak mempunyai sumber keuangan yang cukup untuk membiayai suatu propinsi 3. kalau Aceh diberikan status propinsi bagaimana dengan daerah lain di Sumatra clan seluruh Indonesia8 Keputusan pernerintah pusat membubarkan propinsi Aceh clan rneleburkannya ke dalam propinsi Sumatra Utara, memiliki alasan tersendiri yang memang merupakan sebuah keniscayaan. Nazaruddin Syamsuddin mengomentari ala:mn pemerintah, bahwa pemerintah pada waktu itu dipimpin oleh Kabinet Hatta menganggap bahwa reorganisasi propinsi-propinsi itu memaug diperlukan bukan hanya karena ha! itu merupakan konsekuensi logis dari langkah kesatuan, tetapi juga didorong oleh pertimbangan efisiensi yang telah menjadi ciri khas dari kabinetnya. 9 Dalam ha! ini perlu diingat bahwa konfrensi meja bundar mengakibatkan kabinet hatta mewarisi utang yang hams dibayar clan sekal igus mengurangi beban keuangan pemerintah, maka pemerintahan haruslab efisien. Hal ini solusi yang paling tepat adalah pengurangan jumlah propinsi, yang juga berarti memo tong pengeluaran pemerintah dalam jumlah yang besar
10
Di satu sisi, Masyarakat Acch mcmandang kcbijakan pcmcrintah pusat mcrupakan sebuah ·•Blunder Politik"
yang mcmang scharusnya tidak dilakukan, Karena akan
:-: Abdul Haris Nasution, Men1enuhi panggilan Tugas, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1983), jilid 3,
h.239 9
Nazaruddin Syan1suddin, op cit, h.43 w Sa1nsuddin I-Iaris, et al, Indonesia Di A1nbang Perpecahan? Kasus Aceh, l?iau, Irion .Jaya, dan
Tilnnr Tii11ur (J;cik::i1i::i · Prl;:inpo-;:i JQQ()\ h .10
60 menghantarkan ketegangan secara horizontal antara pemerintah pusat dengan masyarakat Aceh. 0 !eh karena itu reaksi mereka mun cul segera
S<~telah
pemerintah pusat
mengumumkan pembubaran propinsi Aceh, bahkan reaksi ini pun sudah muncul ketika pememerintah pusat berencana untuk mereorganisasi propinsi-propinsi. Setidaknya sebagai con!oh kecil, bisa dilihat respon T. Alibasya Talsya (salah satu anggota DPRD) ketika mendengar pemberitaan tersebut, seperti yang diungkapkan : " ka/a11 Aceh tidak mendapat propinsi sendiri di bawah pimpinan pemerintah pusat, maka kami pulra-putra Aceh yang duduk dalam pemerintahan sekarang clan yang sepahmn dengan cita-cita ini akan mengundurkan diri. Di .mat pemerintah p11.i·at menolak tun/utan tersebut (memheri status propinsi Acehlpen) maka di.mat itulah kwni ke/uar dari badan pemerintahan dan di saal iluiah manda! kami kemba/ikan I pe111erintah daerah Aceh) kepada pemerintah pusal ··
11
reaksi yang sama juga disuarakan oleh para DPRD Aceh, dengan mengeluarkan sebuah mosi yang menuntut dipertahankannya propinsi Aceh. Mungkin menjadi sebuah pertanyaan kenapa Aceh sangat bersih kukuh dalam mempertahankan status propinsinya '? rnasyarakat Aceh rnenganggap bahwa dalam bidang sosial-ekonomi rakyat Aceh merasa !ertinggal jauh dari rekan-rekan mereka dalam propinsi sumatra Utara yang baru dan dalam bidang inilah kepentingan Aceh berbeda dari kepentingan-kepentingan daerah lain 11 Dalam hal ini DPRD Aceh sebagai representasi masyarakat mengemukakan bahwa propinsi barn itu tidak akan mampu mengatur daerah-claerah tersebut secara efisien. Karena beberapa perbedaaan intensitas pembangunan dan pengalaman pada masa
11
Muhamad Gade Ismail, Tantangan dan Rongrongan ... , op cit, h.46
12 rrwnr>li<:" \/nn rliilt
/H'l
roil
h ')~"
61
lampau. Rakyat Aceh percaya bahwa propinsi barn itu tidak akan mampu
mengatasi
berbagai rnasalah yang rnuncul di claerah tersebut sehingga propinsi baru itu ticlak clapat cliterima rakyat Aceh. Mengingat Aceh pada masa lalu sangat anti terhadap kolonialismc sehingga Aceh sangat ketinggalan dalam ha! tekhnologi dasar (pencliclikan), infrastruktur pertanian, clan komunikasi. Mereka yakin bahwa pemerintah propinsi yang barn ticlak akan clapat memberikan perhatian yang penuh kepada Aceh, sebab masalah pembangunan di sana haruslah dibedakan clari Sumatra Timur dan Tapanuli. Hal-ha! yang sangat clibutuhkan oleh rakyat Aceh ticlak akan menjacli kebutuhan bagi bagian-bagian lain clari propinsi itu. Di samping itu, perbeclaan-perbedaan sosio-kultural, seperti aclat mengenai tanah, perkawinan, clll, akan menyulitkan pemerintah propinsi berhubungan clengan masyarakat Aceh, Sumatra Timur clan Manclailing. Di sisi lain bahwa Islam telah terintegrasi dalam setiap bagian kehidupan sosio-kultural rakyat Aceh. 13 Sehingga rnencipatakan clampakdampak psikologis terhaclap rakyat Aceh, clan ini tentu membedakan mereka clari rakyat Sumatra Timur clan Manclailing. Dari suclut politik, Aceh telah menjacli kesatuan scjak , dahulu, karena itu mereka meminta agar kesatuan ini jangan dipecah dan memindahkan kiblatnya clari Kutaraja ke Medan. Apabila ini te1jacli rakyat Aceh ticlak akan menclapat apapun kecuali clominasi Sumatra Timur clan Tapanuli. 14 Terlepas clari reaksi yang diekspresikan DPRD Aceh, pemerintah mulai mencmpuh jalan negosiasi clengan mengutus pma clelegasinya yang clipimpin oleh kabinet Natsir yaitu Mr Assat untuk melakukan perunclingan dengan masyarakat Aceh. Tapi pertemuan ini ticlak memuaskan masyarakat Aceh, clisebabkan keputusan sepihak yang "untuk lebihjelasnya lihat, Nana! Fatah Natsir, "lntegrasi Nilai Adat dan Agama Dalam 1\40.\:Farakal Aceh: sebuah penga111ata11 Per111ulaan"
VIII, (agustus, 1958) 1,1 ),.J,._,..,,~.,,..1,..1: ... c.,..,,.....,,..,.,.1,..1:..,.
,..,,~ ,.;,
h A?:
Miinbar Studi, Depag RI IP.JN Sunan Gunung Jati,
62 dilakukan pemerintah, dan juga disinyalir delegasi telah diintervensi pihak unsur-unsur ulebalang. Tanpa mengindahkan apa yang diharapkan masyarakat Aceh umumnya. Maka pacla tanggal 14 Agustus 1950 pemerintah pusat yang dimotori M Natsir membubarkan propinsi Aceh clengan keluarnya peraturan pemerintah nomor 8/DES/WKPM tahun 1949. tentang pembentukan propinsi Aceh clan menetapkan pembentukan propinsi Sumatra utara yang meliputi Keresiclenan Aceh, Tapanuli dan Sumatra Timur 15 Pada tanggal 25 Januari 1951 Abdul Hakim diangkat sebagai gubernur propinsi Sumatra Utara. dengan Medan sebagai ibukota propinsi, Ke kota inilah pegawai bekas prop1ns1 i\cch kcrnudian harus pindah. Unluk dacruh Acch diangkal
~corang
rcsiden
koordinator yang bernama Danurbroto untuk mengawasi terselenggaranya pcmcrinlahan setempat. 16 Hal ini tentu saja membuat rakyat Aceh marah alas keputusan pemcrinlah pusat rnembubarkan pemerintah Aceh.
B. Penghapusan Sistem Perdagangan Barter
Orang-orang Aceh terkenal sebagai "pedagang sejak lahir". Dengan keahlian ini. mereka clapat mengembangkan hubungan cliplomatik clengan negara lainnya pada awal 1920 an. Mereka memiliki kebebasan untuk melakukan perclagangan dail bisnis dengan perusahaan clan wilayah manapun di daerah Asia Selatan clan Tenggara. Mereka dapat mengekspor clan mengimpor barang clengan bebas, pelabuhan-pelabuhan kecil di scpan1ang bagian timur, utara clan baral juga selatan Aceh berkembang scbagai pusat
"Sejarah Daerah Propinsi Daerah lstimewa Aceh, (Jakm1a: Departemen P dan K, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Proyek penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, l 997), h. l 85 ](J r>-·-·--1'.- \T ___ r..'.!L
_•,
L
"'""'"'
63 bisnis kecil selama berpuluh-puluh tahun. Label-label toko sebagai perusahaan "ekspor dan impor" dikirim kemana-mana antara tahun 1930-an sampai 1945 dan awal 1950-an. 17 Pada awalnya para Pedagang Aceh dapat terus melakuk:m perdagangan Barter yang menguntungkan melalui selat Malaka dengan Penang dan Singapura, Tanpa mengalami rintangan sedikitpun. Tetapi menjelang tahunl 947, Belanda mengadakan blokadc laut yang membahayakan pelayaran, namun ha! itu tidak begitu menggetarkan hati para pedagang Aceh. Ekspor komoditi yang paling penting adalah karet dan minyak 'kelapa sawit, kopra dan buah pinang yang memiliki harga yang cukup tinggi di Malaya 18 Peleburan propinsi Aceh ke dalam propinsi Sumatra Utara seperti yang telah dijelaskan
di awal, ikut mempengaruhi kegiataan ekonomi masyarakat aceh. Karena
setelah pe111bubaran propinsi Aceh diikuti oleh kebijakan pemerintah tentang pcrubahan prosedur u111u111 perdagangan ekspor, yang mempunyai arti bahwa kcndali alas kcgiatan ekonomi Aceh beracla di tangan orang bukan Aceh di Medan. Hal ini berarti bahwa prosedur untuk 111e111peroleh lisensi ekspor ticlak semudah kctika mereka hanya pcrlu berhubungan
clengan
badan-baclan
pe111erintahan
Kutaraja.
Adalah
fakta
bahwa
pengurusan lisensi dengan aparatur pe111erintahan di Medan bukan hanya 111eminta waktu yang lebih panjang karena hambatan birokratis clan ko111unikasi yang buruk, akan tetapi juga clipersulit oleh praktek-praktek diskriminatif pajabat setempat terhaclap para peclagang Aceh. Selain dikeluarkannya kebijakan baru 111engenai prosedur u111u111 perdagangan ekspor, pc111erintah juga mengeluarkan keputusan barn tentang penghapusan perdagangan
17
Qis111ullaJ-} Yusuf, Ke111erdekaan, Otono1ni, atau 1Vegara Federal: Suara Rakyat Aceh. dalan1 lkra Nusa Bhakti daii Riza Sihbudi, (ed), "Kontroversial Negara Federal: Mencari Bentuk Negara Ideal Indonesia Masa Depan", (Bandung, Mizan, 2002), h.199 18 Audrey R Kahiµ, Pergo/akan Daerah Pada A11•a/ Ken1erdekaan, (Jakaita: Pustaka Utan1a Grafiti,
64 barter pada bulan februari 1952. Fenomena di alas sangat memukul para pedagang, sekaligus mempengaruhi petani dan ekonomi daerah pada umumnya. Setelah itu te1jadi
' penurunan volume impor dan ekspor secara terus menerus ke dan dari Penang, yang merupakan sebuah pelabuhan dagang tradisional bagi rakyat Aceh, kemudian kegiatan pasar di claerah itu menurun clan harga yang cliterima petani kecil untuk produk ekspor jatuh. 19 Bagi pemerintah pusat, penghapusan sistem perdagangan barter yang te1jacli di Aceh hanya berarti hilangnya beberapa persen clari clevisa dalam perdagangan antara Aceh dan Penang. Di lain pihak, akibat perdagangan baiter ini jauh lebih berarti bagi ekonomi Sumatra Timur dan Tapanuli. Pertarna, karena sebagian impor itu clilempar ke Medan, ini disebabkan oleh kenyataan bahwa Aceh dengan penduduknya yang sedikit merupakan pasar yang terlalu kecil w1tuk menainpung semua bmang-barang yang diimpor. Kedua, kegiataan ekspor di Sumatra Timur dan Tapanuli ikut juga terpengaruh karena perdagangan barter telah menghisap sebagian barang ekspor yang dihasilkan Sumatra Timur dan Tapanuli ke pelabuhan-pelabuhan di Aceh. Dengan akibat berkurangnya kegiatan ekspor melalui pelabuhan Medan, Belawan, misalnya dari 5000 ton karet yang di~kspor melalui pelabuhan Kuala Langsa di Aceh Timur pada tahun 195 L menurul laporan enam puluh persen berasal clari Sumatra Timur. Transportasi karcl sccara tidak sah atau ilegal Clari Sumtra Timur ini menimbulkan kerugian pemerintah lebih dari satu juta dolar singapura setiap bulannya. Oleh karena itulah pada pertengahan tahun 1951 pihak bea cukai menyerukan kepacla pemerintah pusat supaya menghentikan perdagangan barter tersebut.
j<)
~·
65 Narnun rakyat Aceh memandang penghentian perdagangan barter dengan cara yang berbeda, sebab bukm1 hanya pedagang yang dirugikan melainkan juga para petani, baik sebagai penghasil komoditi ekspor maupLm sebagai konsumen. Tidak sarna halnya dengan para petani di jawa atau di sebagian Sumatra Timur, petani-petani di Aceh tidak semata-mata tergantung pada produksi beras. Kiranya tidak berlebihan bila dikatakan. bahwa setiap petani di daerah pesisir Aceh memiliki sepetak kebun kelapa sehingga produksi kclapa rnclcbihi kebutuhan mcrcka. Makna daripada sislcm pcrdagangan barl<:r bagi rakyat Aceh terletak pada kenyataan bahwa kopra merupakan salah satu barnng ekspor utama Aceh dan, berbeda dari Sumatra Timur bahwa kebun kelapa dimiliki oleh perusahaan-perusahaan swasta, para petani di Aceh menguasai produk kopra itu. Prosedur ekspor clan impor yang praktis dari sistem perdagangan bmter juga menguntungkan para pedagang Aceh sebab di sana tidak terclapat banyak importir dan eksportir yang terampil dan mernpunyai lisensi. Oleh sebab itu, sistem perdagangan baiter mempunyai arti yang sangat besar. baik bagi para saudagar maupun petani Aceh. 20 Karena itu:lah keputusan pemerintah pusat untuk mengakhiri sistem perclagangan barter, sangat memukul pedagang clan petani. Dan juga memberi clampak yang serius kepacla para petani, sebab diikuti oleh merosotnya harga kelapa di pasar setempat. Dengan clemikian, berakhirnya sistem perdagangan barter membawa akibat yang sangat fatal bagi para pedagang Aceh urnumnya sebab menghancurkan modal mereka. Hal ini pada gilirannya menggangu keseimbangan antara eksportir cina dan Aceh karena scmbilan puluh pcrscn cksportir yang beroperasi di Aceh belakangan adalah kcturunan Cina, paclahal pada masa perclagangan barter jumlahnya aclalah sama. Jacli kebijakan
66 pemerintah pusat dalam bidang ini sangat menguntungkan pedagang cina dan merugikan pedagang Aceh. 21 Sebenarnya, bukan para petani dan pedagang saja yang terpengaruh oleh penghapusan sistem perdagangan barter, akibatnya juga terasa dalam aspek-aspck lain dari kehidupan rakyat Aceh. Merosotnya volume ekspor dan impor menyebabkan kehidupan buruh-buruh pelabuhan juga terancam. Hal ini bukan saja mernpengaruhi tingkat kesempatan kerja, tetapi juga mengurangi pendapatan masyarakat secara luas. Umpamanya, sebanyak empat ratus buruh menganggur di pelabuhan Kuala langsa sebab pelabuhan itu hanya sanggup mempeke1:jakan lima puluh orang, dengan pendapatan ratarata perbulan lel:\ih kurang sama dengan dua hari ke1:ja pada masa berlakunya
" perdagangan bmiec· Dengm1 demikian proses pemiskinan tidak terhindarkim. Para buruh tc1vaksa meninggalkan kehidupan rnereka yang relatif lebih baik, kini hanya mampu bcrtahan hiclup dengan rnenjual hmia bencla mereka atau pergi ke penggadaian milik pemerintah. atau paling pergi melaut. Banyak para wanita yang semula dipeke1:jakan dalam usaha kopra clan pinang, secara terpaksa meninggalkan peke1jaan mereka. Juga bisa dilihat bagaimana dalam penghapusan perclagangan barter terhadap kegiatan di pelabuhan. Di pelabuban Kutaraja hampir tidak ada kegiatan pada bulan Februari clan Maret 1952.23
C. Pertarungan Kekuatan Lokal Suatu ha! yang tak dapat dibantah, bahwa dalam mematangkan suasana munculnya pemberontakan Darul Islam Aceh terhaclap pemerintah pusat yaitu, 11
Ibid. h.80
22
Sclaina n1asa barter, pendapatan
'
3
hariaan rata-rata dari seorang buruh antara Rp 75 dan Rp I 00
Nazarucldin Syamsuddin, op cit, h.81
67 pertentangan antara ulama (PUSA) dan ulebalang yang kedua-duanya merupakan elit sosial masyarakat Aceh. Sebenarnya pertentangan ini sudah berakar lama dalam lubuk hati kedua golongan yang senantiasa bersaing itu. Beberapa mingguan yang terbit di Medan, seperti penjedar di bawah pimpinan Xarim m.s dan seruan kita
di bawah
pimpinan, Mohamad Said, penuh dengan kecaman tajam dan serangan sengit terhadap ulebalang. Segala sesuatu kejahatan yang telah dilakukannya terhadap rakyat dibongkar dan dikupas habis~lmbisan. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan hubungan antara ulama clan ulebalang ll'enjadi genting. 24
' Seperti yang telah diulas di awal, perseteruan ini terjadi sejak zarnan Belanda25 clan diteruskan pada zaman Jepang juga pada paska proklamasi indonesia tepatnya pada peristiwa Cumbok (1946). Peristiwa inilah yang menyebabkan ulebalang harus kehilangan segala-galanya, baik dari segi ekonomi maupun politik. Maka scpcrli disinyalir Isa Sulaiman, Aceh merupakan suatu daerah yang rawan dari pertenlangan kekuatan clit sosial masyarakatnya. 26 Yang bisa clikelompokan di antaranya : Ularna reformis yang tergabung dalam PUSA clan sisa-sisa Ulebalang juga ulama traclisional yang lebih pro terhaclap kaum ulebalang. Sejak pemerintah pusat berencana menghapuskan propinsi Aceh, memunculkan gejala krisis dalam kepolitikan di Aceh. Beberapa individu yang cenclerung kepacla ulebalang (yang telah kehilangan kekuatan pilitik clan ekonomi) melihat rencana itu sebagai ''durian jatuh", sebab dimanfaatkan sebagai titik balik untuk mengurangi posisi para ulama 21 · Nur 25
PUSA dalam politik. Unsur-unsur kekuatan ulebalang muncul kembali el ibrahirny, op cit, h.75
Abdul Rani Us111an, Sejarah Perdaban Aceh, Suatu Ana/isis lnteraksionis, lntegrasi clan kn1?flik, (Jakarta: Yaynsan Obar Indonesia, 2003), h.119 1 ''
M Isa Sulairnan, Adat, Islam dan revolusi, Suatu Relleksi Terhadap Perang cumbok Dan Ekspedisi Tentara Pe1:juangan Rakyat, dalam Hanri Charnbert-Loir Dan Hasan Muarif Ambari, "Panggung (!,,;,
11 .,-,/~
[),,,.,.",,,/,,./,,-.,~!',,.,,,A,,
f),.,,/'f),.
(),,.~,,.,
1 ,,.~.h--~,/" VIII
I,
~"l'7
..:"!O
68 sebagai kelompok yang menantang para pemimpin PUSA berkenaan dengan peranan mereka pada masa lalu. Kegiatan sejun;ilah individu (yang cenderung ke ulebalang) diperlihatkan secara terbuka melalui penerbitan beberapa surat pembaca dalam surat kabar Indonesia Raya, selain itu, mereka juga menerbitkan buletin, umumnya dalam bahasa Aceh clan menyebarkan pamflet-pamflet. Setelah rencana pemerintah untuk membubarkan propinsi Aceh diumumkan kepada masyarakat, T.T (Teuku Teungoh) Hanaliah. putra scorang ulebalang di Aceh Timur clan kemenakan almarhum Residen Teuku Nya Arif. melalui sebuah tulisan dalam Indonesia Raya, Menuduh PUSA dan para pernirnpinnya telah beke1:jasama dengan Belancla pada masa sebelum perang dalam rangka menghancurkan unsur-unsur nasionalis seperti Nya Arif. Dalam surat terbuka yang sama,
ia
.1uga
mcngkritik beberapa orang pemimpin PUSA sebagai orang yang terlibat dalam pembantaian lerhadap kaum ulebalang pada masa revolusi Cumbok clan merampas harta benda mereka. Ia menggugat bahwa tuntutan propinsi dibuat oleh para pemimpin PUSA hanya untuk menutupi kesalahan-kesalahan mereka pada masa Jampau 27 Usaha yang dilakukan Hanaliah terns berlanjut. Bahkan kali ini ia mengkritik para ulama PUSA clengan kritikan yang pedas, para ulama PUSA dituduh telah rnembentuk
Comite
f:{111
Ontvangst (panitia penyambutan Belanda) sebelum penyerahan jepang demi
mcndap:1tkan sin1pati Belanda. Dia juga mcnggugat para pc111i111pin Pl!SA atas kc111atian Arif pada bulan april 1946 dan 111endcsak pemcrintah pusat agar membawa mcrcka kc pengac11·1 an.-'8
27
Nazaruddin Syamsudin, op cit, h.52
28 0--·-·-·-
! .. : !.!--
T"\!l'.t.. ;.
T"\!
T ---!~-- T r.~1--
~.f 1'.J.,,. Cl Jl... ,.,.,h;...,,., ,..,..,. ...,jt h
'),10
69 Tentu saja tuduhan-tuduhan terbuka ini sudal1 cukup memicu perseteruan antara ulama PUSA dan unsur-unsur ulebalang. Melihat kritikan Hanafiah sebagai unsur ulebalang, maka datanglah jawaban dari PUSA dalam bentuk sehelai pamflet, sehingga terciptalah "perang pamflet" di antara kedua golongan itu. Pada mulanya kalangan anggota PUSA tidak bermaksud menolak tuduhan tersebut. Akan tetapi pemimpinpemimpin muda mendesak agar organisasi itu melawan dan mengutuk Hanafiah. Oleh sebab itu, pada awal september 1950, PUSA dan penmda PUSA menyebarkan pamflet bersama yang bukan hanya mengutuk Hanafia11, melainkan juga unsur-unsur ulebalang urnumnya. Kalangan PUSA juga membantah terlibat dalam pembentukan Comite Van Ontvangst clan sebaliknya mereka menuduh Hanafiah, bahwa dia sendirilah yang ikut pembentukan Comite Van Ontvangst dengan ditunjuknya ia sebagai sckrctaris jendral panitia di Kutaraja. Tuduhan PUSA terhadap Hanafiah tidak mcmbuat ia rnembalas tuduhan di alas. Sebagai gantinya, suatu organisasi ulebalang yang bernama sub Komite Menuntul
Keadila11 dan Pembangunan Aceh, yang barn saja dibentuk di Medan, menanggapi clengan menyebarkan pamflet. Menyaclari bahwa PUSA mempunyai hubungan yang erat clengan rakyat. maka Tarmuli (Teuku Abclurrahman Muli), tokoh di belakang organisasi itu, putra seorang ulebalang yang terbunuh di Aceh Utara, berusaha memisahkan
'pemimpin PUSA clari rakyat. Karena itu Sub Komite menuduh para pemimpin sebagai manipulator agama, dan bahwa merekalah clan bukan rakyat yang menjadi pembunuh clan perarnpok harta ulebalang. 29
2
'J
rl<>n
Adapun isi dari pamtlet: ''Mengapa Aceh Di Salahkan" dan"Rakyat Aceh dituduh Pen1bunuh on DI IC' A /p,,......,.,,.i.., Dl lC' A"
Da1·<>•~,.,,...,.,,t,- ,-.1,,.J~
70 Untuk "menggempur"PUSA, maka unsur-unsur ulebalang dan juga ulama tradisional membentuk BKR (Badan Keinsyafan Rakyat) pada tanggal 8 April 1951. 30 Memasuki bulan juli, kedua kelompok (BKR dan PUSA) sudah terorganisir dengan baik, sehingga keteganganpun tak terhindar Iagi. Para pemimpin BKR melancarkan serangan besar rnereka yang pertama kali ketika kunjungan presiden Soekarno kc Aceh tanggal 30 juli 1952. Ketika berparade di depan presiclen, keclua golongan itu memberi respon yang saling bertolak belakang : Jika para pemimpin PUSA menerima Soekarno secara dingin, juga pelajar-pelajar penclukung PUSA memperlihatkan dendam dalam parade itu clengan rnernbawa poster-poster yang berbunyi "Kami Cinta Presiden, tetapi lcbih mencintai agarna", clan "jangan perlakukan Aceh sebagai anak tiri". Seclangkan BKR yang beke1jasarna clengan orang-orang setempat yang berorientasi kiri mcrnpcrlihatkan dukungan penuh terhadap presiden, mereka juga rnembawa plakat-plakat scpcrti <'Hukuman yang setimpal bagi koruptor", "Daud Beureueh menghisap darah rakyat" dan Rakyat
belum
berpemerintah",
"Jangan
rakyat
saja yang
cliadili,
tetapi
juga
penyelewengan-penyelewengan milik rakyat". 31 Usaha BKR merapatkan barisan dengan pemerintah pusat untuk menrnkul PUSA ternyata ticlak mendapat hasil yang memuaskan. Hal ini terlihat ketika BKR menuntut agar pemerintah menangani harta milik ulebalang (yang telah dirampas pasca revolusi. cumbok) yang selama ini clitangani oleh Majlis Penimbang. Tetapi faktanya pemerintah pusat ticlak bisa memenuhi keinginan BKR clan yang lebih tragis pemerintah tidak mampu
Jo Scperti yang telah disinggung di awal, tujuan pernbentukan BKR untuk rnernbantu pemerintah di tnana perlu, dalan1 me1nberikan pcnerangan tentang kebijaksanaannya dan n1e1nperkukuh hubungannya dcngan rakyat. Langkah a\val yang mereka ternpuh 1nendcsak pe1nerintah pusat 1ne1necat pejabal daerah yang 111crintangi pelaksanaankeputusan pe1nerintah atau 1nereka yang korup dan tidak n1a1npu n-ienjalani pernerintahan. Yang notabenenya pejabal-pejabat daerah didon1inasi oleh PlJSA. Hal ini tcntu saja n1enjadi
pukulan telak buat PUSA 11
~
71
memaksa mf\jlis penirnbang agar menghentikan pelelangan harta-harta itu lebih
lai~jut,
meskipun Jakarta sudah rnenetapkan bahwa pelelangai1 itu tidak sah. Kegagalan ini menyebabkan unsut-unsur ulebalang yang tergabung dalam BKR lebih condong kepada pernerintahan rniliter claerah32 yang juga membutuhkan rnereka untuk mengawasi berbagai kegiatan PUSA. Dalam ha! ini, penggeleclahan yang dilakukan oleh penguasa militer Aceh pacla akhir Agustus atau yang lebih dikenal dengan "Razia Agustus.. 1951 merupakan moment yang penting bagi para unsur-unsur ulebalang. Karena penggeledahan yang seharusnya ditt\jukan untuk kalangan kiri atau komunis berubah haluan menjadi kesempatan untuk balas clendam terhaclap PUSA 33 yang te1:jacli, banyak dari para pemimpin PUSA terkcna imbas clari kebijakan razia tcrsebut, tak terkecuali mantan gubernur militer Aceh, Langkat dan Tanah karo yaitu Tengku Muhamad Daucl Beureueh. Keberhasilan mereka (BKR) dalarn rnemukul PUSA berkat ke1:jasa111a BKR clengan mi liter daerah yang dikepalai Natsir. Penggeledahai1 di awal jelas menciptakan perselisihan lebih lanjut di antara clua kelompok yang bertikai (ulama PUSA clan unsur-unsur ulebalang). Semcntara unsurunsur ulebalang menyambut baik razia tersebut, sedangkan pemimpin PUSA mengalaml hal yang sebaliknya. Mereka merasa dihina hingga menambah dendam yang lebih besar lagi terhaclap unsur-unsur ulebalang dan juga pemerintah pusat. Perasaan ini kernuclian disalurkan kepada masyarakat melalui dakwah-dakwah kaum PUSA, keadaaan ini tentu mcmberi clampak kearnanan clan ketentraman di Aceh Sebenarya pertikaian di tingkat lokal di Aceh ticlak hanya te1:jacli antara ulama PUSA vis a vis unsur-unsur ulebalang. Kehadiran kaum kiri atau komunis juga ikut
32
A.Hasjn1y, Sen1angal !vferdeka :70 7'ahun A1enen1puhJala11 Pergola/can Dan Pe1.'iuangan
Kemerdelwan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h.406
72
memperkeruh suasana di Aceh. Yang pada akhirnya menggiring rakyat Aceh melakukan pemberontakan Darul Islam, hal ini setidaknya disinyalir oleh Ali Hasjmy. 34
D. Munculnya Less Hitam Pada tanggal 15 sampai 29 April diadakan kongres PUSA di Langsa. Agenda yang
dibahas
pada
kongres
tersebut
salah
satunya
memberi
clorongan
guna
memperbaharui clan meluaskan pengaruh PUSA dalam masyarakat. Struktur organisasi PUSA cliperkukuh clengan clibentuknya organisasi-organisasi masa untuk mengerahkan para penclukung. Demikian juga cabang pcmucla PUSA yang selama bertahun-tahun ticlak aktif clihiclupkan kembali, maka cliclirikan persatuan bekas pe1:juangan Islam clan PUSA · juga memperkuat penguasaannya atas gerakan pandu Aceh (terkenal dengan Pandu Islam). 35 Panclu Islam ini ticlak hanya sebatas gerakan pandu, di sampmg latihan-latihan militcr biasa. kepada para anggotanya diberikan latihan dasar militer, 36 clan yang lcbih mengagctkan, tcrnyata para anggotanya mcncrima latihan militcr clari prajurit-prajurit berpengalaman khusus clan diajarkan dengan metode menyerang clan menycrbu. Fenomena ini jelas sekali clilihat sebagai ajang pamer kekuatan, yang oleh pemimpinpemimpin di Aceh clianggap sebagai suatu tantangan clan terhadap tuntutan rakyat Aceh. Meskipun keterangan yang cliberikan oleh pembesar-pembesar dae:rah Aceh (Bupati clan Pamong Praja) n1enerangkan bahwa keadaan aman clan tentram, tetapi tidak bisa dipungkiri
suasana :clirasakan semakin panas karena adanya latihan militer !
clilakukan Pandu Islam yang be~jumlah hampir 4000 orang.
'·' A.Hasjmy, op cit, h.408 35 Cornelis Van Dijk, op cit, h.285 -:r...
,,
~
yang
73 Aktifitas yang dilakukan oleh PUSA dan pemuda PUSA menanclakan akan te1:jadinya sebuah pemberontakan di Aceh, setidaknya ha! ini yang dilihat oleh pemerintah 'pusat. Kecurigaan pemerintah pusat tentu memiliki sebuah alasan yang kuat, apalagi pada bulan mei 1953 tertangkapnya Mustafi1
37
seorang utusan Kartosuwiryo, dia membeberkan
secara gamblang hubungan Daud Beureueh dengan Krutosuwiryo dan rencana mereka untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NH) dan menjadikan pemberontakan sebagai instrumennya. 38 Memanasnya keadaan di Aceh sudah hampir mencapai titik klimaks. Pada bulan Agustus rakyat mulai mempersiapkan diri mcninggalkan Aceh atau bcrscmbunyi. sementara pemerintah terus juga tidak peduli pcringatan-peringatan tentang ketegangan. Pcnduduk mulai meninggalkan daerahnya menuju Medan dan Sumatra Timur dalam jumlah yang sangat besar. Kebanyakan mereka ini adalah keluarga ulebalang dan anggota atau simpatisan partai PKI. 39 Di tengah-tengah keadaan yru1g makin memanas, muncul desas-clesus bahwa pemerintah pusat telah menyusun daftar nama orang Aceh terkemuka yang clinyatakan akan clitangkap clengan alasan ingin melakukan tindakan makar, menurut sementara claftar ini memuat 300 orang, termasuk di clalamnya tengku Muhamacl Daucl Beureueh. ' Sedangkaii menurut BJ Bolland, kaum politisi sayap kiri (PK!) di Jakarta pacla
awal
tahun
1953 :mulai menyebar desas-desus bahwa Aceh memang
seclang
mempersiapkan suan1 pemberontakai1, sebagai tinclak lru1jut dari isu tersebut. Pemerintah
:n Seperti yang telah diulas di bab sebelu1nnya tvlustafa adalah penghubung antara Daud Beureuh dcngan Kartosuwi1yo. 38 Nur el lbrahimy, op cit, h.2 l 39
Cornelis Van Diik. op cit. h.287
74 menyusun "Less Hitam" daftar orang-orang Aceh yang akan ditangkap.40 Less hitam ini dibawa oleh Sunaryo jaksa tinggi dari Jakmia. Diketahui belakangan, temyata daftar nama itu sengaja dibocorkan dengan alasan tertentu yaitu membuat kekacauan di Aceh, yang menurnt Ali Hasjrny dibocorkan oleh komplotan PKI. 41 Karena orang-orang Aceh terkemuka ini merasa mungkin akan ditangkap, mereka mernutuskan Iari ke gunung. 42 Inilah awal pemutusan resmi dengan pemerintah pusat dan seandainya menggunakan istilah Hermawan Sulistio, 43 faktor inilah yang dikategorikan sebagai faktor pemicu (Triggering factors) munculnya pemberontakan Darul Islam. Dan sangat ironisnya, bahwa "less hitam"yang dibawa jaksa tinggi Sunaryo ke Medan yang kemudian dihocorkan, sebenarnya tidak acla. Dalam artian tidak pcrnah "less hitam" itu clibuat oleh jaksa agung. Hal ini cliakui oleh perclana mentri Ali Sastroamijoyo, sepe1ti yang clikemukakan clalam jawaban pcrncrintah tanggal 2 November] 953 clalarn
' rapat paripurna terbuka DPR-RI atas pertanyaan anggota DPR, yang berbunyi 'lvfengenai
pertanyaan /enlang penyusunan dqfiar penangkapan kurang lebih 300 orang, di sini pemerintah hendak menerangkan bahwa jaksa agung tidak pernah menyusun dl(fiar tersebut'u
11 '
12 ·
B.J Bolland, Pergu1nulan /sla1n Di Indonesia, op cit, h.77 A. Hasjmy, op cit, h.408 Cornelis Van Dijk, op cit, h.288
13 •
Hermawan Sulistiyo, Lawan, Jejak-Jejak Jalan Di Balik Kejatuhan Soeharto, (Jakarta: Pensil 324, 2002), Cet I, h.244 ·l•l
"}..j.,,.
al lh,.,,,J~:,~..,., ,......,. ,..:~- h '10
75 .
E. Pcnolakan Syari'ah Islam "Udep sare mati syahid" itulah slogan yang pernah hidup dalam sanubari rakyat yang hidup di Aceh. Sejarah perlawanan terhadap berbagai bentuk penjajahan di daerah yang menclapat julukan "serambi Mekah" itLI aclalah sekelumit dari pe1jalanan anak bangsa rnuslim yang bernama Indonesia. Islam yang menggelora di dada tercermin clari sikap patriotik yang mereka tampilkan. Perlawanan demi perlawanan senantiasa ditampakan guna mengusung sebuah misi suci yaitu hidup mulia atau mati syahid. Sejak Islam singgah di bumi ujung barat Sumatera, saat itu dikenal adanya kerajaan-kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Peurlak (840 M/225 H), kernjaan Islam '
Samuclra Pasai (560 H/1166 M), kerajaan Tamiang, Pedir clan Meureuhom Daya. Kemuclian, oleh sultarl Allauddin Johansyah berclaulat (601 I-I/1205 M) Aceh clisatukan menjacli kerajaan Aceh Darussalan1 clengan ibu kota Bandar Aceh Darussalam yang bergelar Kutaraja. 45 Sejak itu Islam terus tersebar ke seluruh Aceh. Proses penyesuaian Islam clengan adat setempat ikut membuktikan bagaimana mengakarnya Islam di clalam dacla masyarakat Aceh. Sebut saja kerajaan Aceh Darussalam yang cliclirikan Sultan Ali Mughayat Syah itu adalah sebuah kerajaan Islam yang mencirikan bahwa ia clitegakan atas asas-asas Islam. Dalam aclat Meukuta Alam yaitu Unclang-unclang clasar kerajaan Aceh Darussalam, yang cliciptakan atas arahan Sultan Iskanclar Mucla, misalnya disebutkan bahwa sumber-sumber hukum yang clipakai clalam negara ialah Al-Qur'an, 1-laclits, ijma ulama Ahlussunnah clan Qiyas clan dari segi praktik, syai'iah Islam memang clilaksanakan clalam hal-hal tertentu. 46
~ 5 Natsir Ja1nil, "Seran1bi Mekahjantung Indonesia", Sabili no.9 TH XI, (Noven1bcr, 2003), h.49 ,j(l
A
I!..-: .....
-·· _:,_
I. "'\AC\
76 Sepe1ii yang disebut di awal ada sebuah pepatah Aceh yang cukup mashur di kalangan Aceh yaitu hukum ngo adat lagee zat ngo sipheuet (hukum dengan adat seperti benda dengan sifatnya, tidak terpisahkan) yang dimaksud dengan hukum di sini adalah hukum Islam yang diajarkan para ulama. ltulah sebanya secara teoritis dalam kebudayaan masyarakat Aceh
tid~k
mungkin ada dasar adat yang bertentangan dengan nilai-nilai
ajaran [slam. Walhasil, bila kita menelaah kepada contob kecil misalnya sistem kepernimpinan dalam kebudayaan masyarakat Aceh senantiasa akan bennuara kepada sumber yang paling dasar yakni Al-qur'an dan As-sunnah; adapun adat istiadat merupakan nilai-nilai sosial yang dalam penjabarannya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai pokok di atas47 . Memasuki babak barn Indonesia, yaitu setelah Indonesia mengalami kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Masyarakat Aceh memandang perlu untuk (menggunakan bahasa Bachtiar Efendi) memformalismekan nilai ajaran agama, berupa pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Apalagi setelah Belanda datang ke Indonesia pasca kemerdekaan RI. Soekarno juga datang ke tanah rencong untuk meminta dukungan dari masyarakat Acch. agar mereka membantu negara yang barn merdeka ini mengusir penjajah Belanda dari nusantara. Respon masyarakat Aceh begitu antusias mendengar instruksi presiden mereka untuk rnelawan Belanda, dengan sebuah imbalan yaitu pemberlakuan syariah Islam di Aceh 48 Tepatnya pada tahun 1950-an, pemerintahan pusat menghapuskan propinsi Aceh. Dengan pembubaran tersebut, maka hilanglah harapan rnasyarakat Aceh untuk menerapkan syariat Islam di bumi "Serambi Mekah", karena merckan harus bcrhadapan
1
47
Nanat fatah Natsir, op cit, h.35
4R>A''''"'''"
•.,,..,..,,.,
77 dengan para bii;okrat Surnatera Utara, kalau saja pernerintah tidak rnelakukan penghapusan propinsi Aceh, dan kernudian Aceh rnenjadi propinsi sendiri kemungkinan penerapan syariat Islam akan mudah dilaksanakan oleh para elit masyarakat Aceh. Selanjutnya rakyat Aceh sangat kecewa melihat sikap Bung Karno dan beberapa pemimpin lain yang seakan-akan dengan sengaja menyempitkan jalan bagi jihad umat Islam untuk rnelaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat dan negara, bahkan lebih dari itu mereka berusaha membelokkan dasar dan falsafah negara Republik l ndonesia ke arah sesat. 49 Apalagi jika mengingat jm1ji presiclen Soekarno hati mereka pun menjadi pilu. Akibatnya aclalah kekecewaan masyarakat A.ceh ym1g berkepanjangan terhaclap pemerintah pusat dan sebagai timbal balik, mereka berontak mengangkat senjata terhadap pemerintah inilah konsekuensi-logis yang harus clihadapi dan diterima pcrnerintah pusat.
KESIMPULAN Aceh merupakan propinsi di Indonesia yang begitu gigih mempertahankan kculuhan kedaulatan negara Indonesia, hal ini bisa dilihat dari usaha yang mereka lakukan dengan mengerahkan masyarakatnya menuju Medan Are untuk memblokade pasukan Belanda.
Hal lain yang sama pentingnya adalah kegigihan mereka
mengumpulkan emas guna membeli pesawat Seuwalah 001 dan Dakota, yang konon keduanya adalah maskapai penerbangan Indonesia yang pertama kali. Aktitiiya Radio lokal yang bernama Radio Rimba Raya juga menjadi sebuah saksi keteguhan mereka dalam mempertahankan Republik Indonesia dari tangan penjajah, radio ini aktif mcnycbarkan berita tentang keadaan politik yang terjadi di tanah air keseluruh penjuru Asia, mulai dari India, Turki, di!. Tetapi hanya dalam bilangan tahun saja, masyarakat Aceh bcrbalik menyerang dan bangkit mengangkat senjata melawan pemcrintah Republik Indonesia. Mungkin scmua bangsa Indonesia kala itu tcrccngan dcngan apa yang dilakukan Olch masyarakat Aceh, daerah yang dulunya bcgitu sctia dengan Negara bcrnbah mcnjadi pcmbangkang terhadap negara. Orang mungkin akan bertanya-tanya kenapa mereka sampai melakukan hal seperti itu ?, jawaban · yang pasti adalah kekecewaan masyarakat Aceh terhadapa pemerintah yang dianggap tidak bisa menangkap aspirasi rakyatnya. Dengan mengeluarkan kebijakan yang sangat tidak menguntungkan bagi rakyat Aceh secara keseluruhan, sepe11i : I. Pembubaran Propinsi Aceh, masyarakat Aceh menganggap dcngan masuknya Aceh menjadi karesidenan Sumatra Utara akan ada sebuah kesulitan yang akan didapati oleh propinsi yang baru. Dan, mereka tidak akan mampu mengatur daerah Aceh seeara efisien, karena beberapa intensitas pembangunan dan pengalaman masa lalu. Dimana Aceh sangat anti dengan kolonial sehingga
79 mengakibatkan sikap lsolasi dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan, di satu sisi perbedaan sosio-kultural seperti Adat mengenai tanah, perkawinan dll.
2. Penghapusan
Sistem
Perdagangan
Barter,
akibat
dari
tindakan
ini
mengakibatkan kerugian bagi para petani dan para pedagang, karena mereka tidak bisa lagi melakukan perdagangan dengan negara tetangga yaitu Malaysia. Dan terjadi penurunan volume impor dan ekspor secara terus menerus ke dan dari Penang, kemudian kegiatan pasar di daerah tersebut menurun dan harga yang diterima petani kecil untuk produksi ekspor jatuh. Dan yang lebih ironis tcrlihat gejala meningkatnya pengangguran, karena buruh pelabuhan yang biasanya beke1ja tidak bisa melanjutkan peke1jaannya. 3. Pertarungan kekuatan Lokal, hubungan antara Ulama (PUSA) dengan Ulebalang memang selalu digambarkan sebagai
hubungan yang tidak
hannonis, ini te1:jadi sejak zaman Bclanda kemudian mencapai titik klimaks pada tahun 1946 yang peristiwa itu diabadikan olch sejarah dengan nama
C11111/){)k, dan pasca kemerdekaan mcreka kcmbali mencruskan pcrtnrungan hanya saja pada waktu itu tidak sampai te1jadi pertanmgan secara fisik, mungkin hanya sebatas psy-war (perang urat saraf) yaitu melalui sarana media cetak. Semua itu tentu saja membuat keadaan di Aceh semakin genting. 4. Munculnya Less Hitam yaitu daftara nama-nama pemimpin Aceh yang akan ditangkap oleh Pemerintah Pusat, karena pemimpin tersebut akan melakukan
Makar terhadap pemerintah, maka clari itu dibuat daftar tersebut. Ternyata kcberadaan Less hitam itu tidak diakui oleh pemerintah, ada sebagian kelompok yang bcrpendapat bahwa isu itu digulirkan oleh politisi sayap kiri yaitu PKI untuk memperkeruh suasana di Aceh.
Daftar Pustaka
A.H. Gelanggang, Rahasia Penberontakan Aceh Dan Kegagalan Politik Mr S.M Amin, Pustaka Mumi Hati, 1956 Abdullah, Taufik, Manusia Dalam Kemelut Sejarah, Jakarta, LP3ES, 1978
- - - · - - - ' Agama Dan Perubahan Sosial, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 1996
'---·--------'Islam Dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1987 Ahmad, Z. A, Membentuk Negara Islam, Jakarta, Widjaya, 1956 Ahmed. Akbar. S, Citra muslim Tinjauan
S~jarah
Dan Sosiologi, Jakarta : PT Gelora
Aksara Pratama, Jilid II, 1980 A.K., .Jacobi, Aceh Dalam Memperlahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Jakarta : Gramedia, 1998 Alfian, eel, Segi-Segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, Jakarta: LP3ES, 1997 Alfian Ibrahim, Revolusi Kemerdekaan Indonesia Di Aceh (1945-1949), Departeman PIK Proyek Pengembangan Museum Al-Chaidar, Aceh Bersimbah Darah : Mengungkap Penerapan Status duerah Operasi
Militer (DOM) Di Aceh (1989-1998), Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet I,1998 Ali, Fahry, Islam, Pancasila Dan Pergulatan Po/itik, Jakaiia: pustaka Antara, 1984 Arnold, Thomas W., The Preaching Of Islam (terj), Jakarta: PT Widjaya, 1981 Azra, azyumarcli, Pergolakan Politik Islam Dari Fundamentalisme, Modernisme
l'ost-Modernisme, Jakaiia : Pai·amadina. 1996
Hinggu
81 _ _ _ _ _ _ , Renaisance Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana Dan kekuasaaan Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1999 Bolland, B . .1., Pergumulan Islam Di Indonesia, Jakarta: Grafiti Press, Cet 1, 1985 Bhakti, Ikra Nusa Dan Sihbudi, Riza, ed, Kontroversi Negara.federal: Mencari
Bentuk
Negara Ideal Indonesia Masa depan, Bandung : Mizan, 2002 'Chambert-Loir, Herny Dan Ambari, Hasan muarif, Panggung Sejarah Persembahan
Kepada ProfDenys Lombard, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Eickelrnan, Dale F Dan Piscatori, James, Ekspresi Politik muslim, Bandung
Mizan,
1998 El-lbrahimy, Nur, Teungku Muhamad Daud beureuh, Perannya Dalam l'ergolakan
Di Aceh, Jakarta: Gunung Agung, Cet II, 1986 Haris, Syamsuddin, et al, Indonesia Di Ambang Perpecahan ? kasus Aceh, Rimi, lrian
Jayo Dan Timor-timur, Jakaiia : Erlangga, 1999 Hardi, Daerah lstimewa Aceh latar Belakang politik Dan Masa depannya, Jakarta PT Cita Panca Serangkai, 1993
. - - - - - - ' Api Nasionalisme Cuplikan Pengalaman, Jakarta
PT Gunung Agung,
1983 I-Iasjmy, A, Semangat Merdeka,
70 Tahun Menempuh Jalan Pergolakan Dan ·
Pu:iuangan, Jakarta : Bulan Bintang, 1985 _ _ _.___ , eel, Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam Di Indonesia, PT Al-
Mnarif, 19'93 Husin,
Zilkifli,
et : al, Keadaan
Sosial ekonomi Dan Pemikiran Tarqf Hidup
Ma.1yarakat Nelayan Di Daerah lstimewa Aceh, Banda Aceh : Universitas Syiah f( w11'1
Dan .Jnlrnrln · Rank I ndrn1<"ia 19R9
82
Hurgronje, Snouck, Aceh: Rakyat dan
L~tiadatnya,
Jakarta: INIS, 1996
Insider, Atcheh Sepintas Lalu, Jakarta :Archapada, 1950 Ismail, Muhamad Gade, et al, Tantangan Dan Rongrongan Terhadap Keu!uhan Dan
Kesutuan Bangsa : Kasus Darul Islam Aceh, jakarta : Depdikbud-Di1jen Kebudayaan lsmuha, U/ama Dalam PrqfektifAceh, Leknas-LIPI, 1976 Kahin, Audrey. R, Pergolakan Daerah Pada Awai kemerdekaan, Ja!(arta
Pustaka
Utama Garfiti, 1990 Karim, Rusli, Drs., Pe(jalanan Partai Politik Di Indonesia Sebuah Poteret Pasang
Surut, Jakarta : Rajawali Press, 1993 Kmiasasmita, Ginandjar, et al, 30 Tahun Indonesia Merdeka, Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia, 1997 Kuntowijoyo, Paradigma Lvlam, lnlerprelasi Untuk Aksi, Bandung
m1zan, Cet VIII.
1998 Morgen, Kenneth. W, Islam .!a/an Mutlak, Djakarta : PT Pembangunan Djakarta, 1963 ' Nasution, Abdul Haris, Memenuhi Panggilan Tugas, .Jakarta : PT Gunung Agung, .Jilicl 3, 1983 Noor, Deliar, Parted Islam Di Pentas Nasional, Jakarta ; Grafiti Press, I 987 Natsfr, nanat Fatah, "Integrasi Nilai Adat Dan Agama Dalam Masyarakat Aceh: Sebuah
Pengamatan Permulaan", Mimbar Studi, Depag RI IAIN Sunan Gunung Jati, Nomor 07-08NIII/l 985
Profil Kependudukan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarat 1997
Biro Pusat Statistik,
83 Rahman, Nurdin Abdul, Perubahan Prilaku Politik Elit Agama Dalam Pemilu 19821992: Studi Di Kabupaten Pidie Daerah Istimewa Aceh, Tesis FISIP UI, 1996
Reid, Anthony, Perjuangan Rakyat : Revolusi Dan Hancurnya Ke1jaan Di Sumatra, · Jakarta: CV Mulasari, 1987 Said, Muhamad, Atjeh Sepandjang Abad, Diterbitkan Oleh Pengarang Sendiri, 196 I Sejarah TN! (1945-1949), Jakarat : Markas Besar Tentara Nasional IndonesiaPusal
Sejarah Dan Tradisi TN!, 2000 Sihbudi, Riza, et al, Bara Da/c11n Sekam : Jdent!fikasi Akar masa/ah Dan So/usi Alas Ko1?flik-K011flik Lokal Di Aceh, Maluku, Papua Dan Riau, Bandung : Mizan, 2001
Suny, Ismail, Bunga Rampai Tentang Aceh, Jakarta: Bharata Karya Aksara, 1980 Sufi, Rusdi, Drs., Perkembangan Media Komunikasi Di Daerah : Radio Rimha Raya Di Aceh, Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, 1999
Sulistyo, Lawan
!:
Jejak-Jejak Jalan Di Batik Kejatuhan Soeharto, Jakarta
Pensil
324,2002 Syamsuddin, Nazaruddin, Pemherontakan Kaurn Republik
Kasus Daru/ Islam Di
Aceh, Jakarta : Grafiti Press, 1990 _ _ _ _ _ _ _ _ _, Revo/usi Di serambi Mekah : Pe1juangan Kemerdekaan Dan Pertarungan Politik Di Aceh 1945-1949, Jakarta : Universitas Indonesia
Press, 1998 Talsya, T Alibasyah, Sekali Republikein Tetap Repub/iken, Pe1juangan Kemerdekaan Di Aceh, Lembaga Sejarah Aceh, Buku Ketiga, 1990
Tippe, Syarifuddin, Aceh Di persimpangan Jalcm, Jakarta: Pustaka Cidesindo, 2000 Usman, Abdul Rani, Sejarah Peradaban Aceh : Suatu Analisis Interaksionis, fn/e('rasi Dan Konflik. Jakarta : vavasan Obor Indonesia, 2003
84
Veer, Paul Van't, Perang Aceh, Jakarta: Jakarta: Grafiti Press, 1985 Zamzami, Amran, Jihad Akbar Di Medan Are, Jakarta : Bulan Bintang, 1990 Zeid, Mustika, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia: Sebuah Mata Rantai Yang Ter/upakan, Jakarta : Grafiti, 1997