Dalam skripsi ini, penulis melakukan kajian pustaka dan penelitian lapangan melalui observasi dan wawancara. Penelitian lapangan melalui observasi dan wawancara dengan beberapa informan dilakukan untuk mendukung konsep dan teori dalam kajian pustaka. Kajian pustaka berisi mengenai konsep dari penelitian, landasan teori yang digunakan peneliti sebagai landasan berfikir untuk dapat memahami penelitiannya, serta penelitian peneliti sebelumnya yang menjadi sumber referensi bagi peneliti sendiri. 2.1 Kajian Pustaka Yuanita Tanuwijaya, skripsi (2009): Upacara Minum Teh sebagai Bagian Kebudayaan Masyarakat Tionghoa. aspek yang dibahas dalam skripsi ini adalah dipaparkannya bagaimana budaya minum teh di negara Cina yang mencakup asal mula, perkembangan budaya, perangkat minum teh, dan upacara minum teh itu sendiri, yang dikaji lebih mendalam mengenai refleksi kehidupan dalam masyarakat Tionghoa di Negara Cina dalam budaya minum teh di Negara Cina. Skripsi Yuanita Tanuwijaya sangat membantu dalam pemahaman saya tentang hubungan budaya minum teh dengan kebudayaan masyarakat Tionghoa. Ratna Sumantri (2007) menulis tentang Kisah dan Khasiat Teh. Buku ini mengajak kita untuk menikmati teh . Buku ini sangat membantu sekali dalam hal skripsi peneliti, karena dalam buku ini peneliti dapat mengambil bahan-bahan yang sangat penting dan bermanfaat seperti tentang sejarah teh dan asal mula teh.
Universitas Sumatera Utara
Ara Rossi (2010) menulis tentang 1001 teh dari Asal-usul, Tradisi, Khasiat, hingga Racikan Teh. Buku mengenalkan tentang jenis-jenis teh, asal-usul, tradisi, hingga racikan dari teh tersebut. Buku ini sangat membantu peneliti dalam hal penulisan skripsi, karena dalam buku ini penulis dapat mengambil bahan-bahan yang sangat penting tentang jenis-jenis teh. 2.2 Konsep Konsep merupakan definisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan variabel-variabel mana yang kita inginkan, untuk menentukan hubungan empiris. Pengertian konsep dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Konsep yang dipakai dalam penelitian ini menyangkut hal-hal yang berkaitan upacara dan makna minum teh bagi masyarakat Tionghoa. 2.2.1 Sejarah Teh Menurut catatan sejarah yang ada, Negara Cina merupakan negara yang pertama kali menemukan teh sebagai minuman maupun obat-obatan. Provinsi Yunnan, merupakan salah satu daerah dimana teh pertama kali ditemukan. Kisah yang paling banyak diikuti tentang asal-usul teh, adalah cerita tentang Kaisar Shen Nung yang hidup sekitar tahun 2737 Sebelum Masehi. Kaisar Shen Nung juga disebut sebagai Bapak Tanaman Obat-obatan Tradisional Cina pada saat itu. Konon kabarnya, pada suatu hari ketika sang Kaisar sedang bekerja di salah satu sudut kebunnya, terlebih dahulu ia merebus air air dikuali di bawah rindangan pohon. Secara kebetulan, angin bertiup cukup keras dan menggugurkan beberapa
Universitas Sumatera Utara
helai daun pohon tersebut dan jatuh ke dalam rebusan air dan terseduh. Sewaktu sang Kaisar meminum air rebusan tersebut, ia merasa bahwa air yang diminumnya lebih sedap dari pada. Daun air putih biasa dan menjadikan badan lebih segar. Daun yang terseduh ke dalam rebusan air sang Kaisar adalah daun teh. Perkembangan teh di Cina cukup panjang sejak ditemukan oleh Kaisar Shen Nung. Sampai abad ketiga, teh biasa dikonsumsi sebagai minuman penguat (tonik). Kepopuleran teh di Cina mulai berkembang pesat pada abad keempat dan kelima. Perkebunan-perkebunan teh baru dibuka di sepanjang lembah sungai Yangtze yang subur. Teh yang sebelumnya hanya bisa dinikmati keluarga kerajaan atau pejabat negara mulai dapat juga dicicipi oleh masyarakt umum di kedai teh dan rumah makan. Teh mengalami masa keemasan pada masa Dinasti Tang (618-906). Pada zaman ini, teh tidak sekedar disajikan sebagai minuman penyegar, tetapi harus melalui sebuah upacara yang kompleks dan menarik. Buku teh yang pertama juga muncul pada zaman ini. Lu Yu menulis sebuah buku yang menceritakan semua aspek tentang teh, jenis, proses produksi dan peralatan yang diperlukan dengan cara menyeduh, perangkat, khasiat, dan tradisinya (Ratna Sumantri & Tanti K, 2011: 34). Pada zaman ini, daun teh yang masih muda dipetik, dikukus, dihancurkan, dan dicampur dengan sari buah plum untuk membuatnya menjadi pasta yang kemudian dicetak dan dibakar sampai kering, sehingga mirip balok. Untuk menyajikannya, balok teh tersebut dipanaskan sampai cukup lunak, lalu dihaluskan menjadi serbuk. Serbuk inilah yang dididihkan dengan air. Di
Universitas Sumatera Utara
beberapa daerah ada yang yang menambahkan garam, jahe, kulit jeruk, cengkeh, daun minth, dan lain-lain ke dalam seduhan teh. Pada zaman Dinasti Song (960-1279) balok teh dihaluskan sampai menjadi bubuk. Bubuk ini dikocok dengan air panas sampai berbuih. Pada zaman ini, penambahan rempah-rempah sudah tidak lagi dilakukan, digantikan minyak bunga melati atau Chrysanthemum (Ratna Sumantri & Tanti K, 2011: 35). Pada masa Dinasti Ming (1368-1644), Bangsa Cina mulai membuat teh dengan air mendidih. Sedikit adaptasi, tempat penuangan anggur tradisional dari Cina yang menggunakan penutup menjadi teko teh yang sempurna. Selama masa pemerintahan Dinasti Han, Tang, Song, dan Yuan, komoditas teh diperkenalkan ke dunia luar melalui pertukaran kebudayaan menyeberangi
Asia
Tenggara,
menyelusuri
benua
Eropa,
sambil
memperdagangkan kain sutera, yang disebut dengan perdagangan Jalur Sutera ( Ara Rossi, 2010: 3). 2.2.2 Jenis Teh Menurut Dorothy Perkins “teh adalah minuman yang terbuat dari daun kering tanaman perdu (Latin: Camellia Sinensis),(Dorothy Perkins dalam skripsi Yuanita Tanuwijaya). Tanaman teh adalah saudara jauh dari camellia, dengan daun hijau lembut yang mengkilap dan berujung lancip. Bunganya berwarna putih dengan benang sari kuning. Tanaman asli Cina ini bisa tumbuh setinggi 1,5 meter dan bisa berumur hingga 70 tahun. Sejak peristiwa legendaries Kaisar Shen Nung, orang Tionghoa memelihara dan mengkonsumsi tanaman herbal aromatika itu dengan
Universitas Sumatera Utara
sangat serius. Lalu dongeng-dongeng pun bertebaran terkait daun-daun kecil yang jatuh ke periuk Kaisar itu. Di Cina sendiri, teh baru benar-benar menjadi minuman untuk penyegar pada 1500 tahun lalu. Sebelumnya, teh dipandang sebagai minuman jamu medis untuk tujuan kesehatan. Orang tidak meminumnya untuk mengatasi haus. Dulu, hanya kalangan aristocrat yang bisa mendapatkan rasa teh sebagai seduhan dan ini terjadi dalam era Dinasti Han. Perkembangan kemudian yang favorit adalah teh balok yang kini masih bisa didapatkan di beberapa bagian Cina daratan. Dalam bentuk ini, daun teh dipress secara bersama dan dikeringkan menjadi bentuk-bentuk balok. Namun, kadang baloknya berbentuk bundar dengan lubang di tengahnya seperti donat, sehingga sejumlah teh balok bisa digantung barjajar dengan seutas tali agar gampang dibawa-bawa. Teh Cina dibagi dalam enam jenis teh yang sebenarnya barasal dari tanaman yang sama. Yang membedakannya adalah cara memproses daun teh setelah dipanen. Jenis-jenis teh tersebut adalah teh putih, teh hijau, teh oolong, teh hitam, teh pu-erh, dan teh kuning. 1.
Teh Putih Teh putih merupakan jenis teh yang tumbuh di pegunungan tinggi Propinsi
Fujian. Teh putih merupakan teh yang dibuat dari pucuk daun teh yang tertinggi dan tidak mengalami proses oksidasi sama sekali. Sewaktu belum dipetik pun diusahakan terlindungi dari sinar matahari untuk menghalangi pembentukan klorofil. Bagian teh yang digunakan adalah pucuk teh saja. Untuk itu, jangan
Universitas Sumatera Utara
heran jika harganya memang sedikit lebih mahal dibandingkan teh jenis lainnya. Akan
tetapi
menurut
penelitian,
ekstrak
teh
putih
dapat
mencegah
berkembangannya jaringan lemak sehingga menghambat potensi kegemukan dan membantu membakar lemak. 2.
Teh Hijau Teh hijau merupakan teh yang sangat populer di negara Cina dan Jepang.
Teh hijau dikeringkan dengan cara yang sama, namun daunnya yang setelah dipetik sesegera mungkin dipanggang di atas arang kayu yang panas. ini bertujuan untuk membunuh semua enzim fermentasi sebelum sempat berfungsi. Proses daun-daunnya layu dan kering dengan warna masih cokelat kehijauaan. Hasil penyeduhan dari teh hijau adalah teh berwarna hijau muda dan pucat cenderung bening. Teh yang telah berusia 3000 tahun ini mengandung nilai kesehatan yang tertinggi dan memiliki sifat mendinginkan dan mampu menghilangkan racun panas dan berkhasiat meringankan gejala-gejala panas seperti, demam, panas dalam, batuk, dan peradangan. Ada beberapa macam teh hijau yang sangat populer dan sering diminum, antara lain adalah Longjing yang tumbuh di
Xihu daerah Hangzhou, teh
Biluochun dari propinsi Jiangsu, teh Maofeng yang berasal dari Huangshan di Propinzi Anhui, teh Liu’an Guapian yang berasal dari daerah Liu’an, dan teh Maojian dari daerah Douyun di pro 3.
Teh Oolong Teh oolong mengandung makna “naga hitam”. Alkisah, seorang petani teh
di Fujian, China, sedang berjalan-jalan di perkebunan teh miliknya sambil
Universitas Sumatera Utara
mencari inspirasi untuk mendapatkan teh dengan aroma baru. Tiba-tiba dia dikagetkan oleh munculnya seekor ular besar berwarna hitam dari serumpun pohon teh yang belum pernah dilihatnya. Ular hitam tersebut kemudian menghilang dan si petani yang penasaran kemudian memetik daun teh dari rumpun teh tempat ular tadi muncul dan mengolahnya menjadi teh oolong. Teh oolong sering juga disebut semi-fermented tea, yang mengalami fermentasi sebagian. Umumnya diproduksi di Taiwan dan China bagian Selatan. Untuk memproduksi teh oolong, daun teh dilayukan dengan cara dijemur atau diangin-anginkan. Kemudian, daun teh disiapkan untuk proses oksidasi, seperti pada proses pembuatan teh hitam. Perbedaanya, pada teh oolong, oksidasi hanya dilakukan sebagian. Lama proses oksidasinya tergantung pada pembuatannya dan akan menghasilkan jenis teh oolong yang berbeda-beda. Ada empat kategori besar teh oolong berdasarkan pada tingkat oksidasinya, yaitu: oolong dengan tingkat oksidasi 5-15 persen, 20-30 persen, 30-40 persen, dan 60-70 persen. Semakin tenggi tingkat oksidasinya, maka semakin gelap warna tehnya. Kemudian, daun teh dibentuk dan bentuknya yang khas adalah seperti gumpalan daun yang terpilin. Teh oolong sangat bagus untuk mengemulsikan lemak dan kolestrol. 4.
Teh Hitam Teh hitam dibuat dari daun teh yang dikeringkan oleh sinar matahari di
atas nampan bambu yang sering-sering ditampi dan diputar agar panasnya dan keringnya merata. Setelah beberapa jam dijemur, daun teh kemudian digoreng tanpa minyak di dalam wajan panas membara yang disebut dengan kuo. Terakhir, daun teh yang kering itu digulung sepeti bola-bola kecil.
Universitas Sumatera Utara
Proses ini mengulangi beberapa kali sehingga enzim-enzimnya keluar mengoksidasi daun teh untuk membuatnya menjadi hitam. Akhirnya, setelah proses fermentasi dianggap sudah cukup matang, teh hitam ini dikeringkan dalam keranjang di atas api arang kayu yang membara dengan tujuan memotong proses fermentasi dengan cara membunuh enzim-enzim itu. Teh hitam sangat bagus untuk membersihkan saluran pencernaan, karena dapat mengemulsikan lemak dan kolestrol. 5.
Teh Kuning Teh kuning kurang populer dibandingkan dengan jenis teh lainnya. Hanya
diproduksi di China, di Provinsi Anhui dan Hunan. Jumlahnya pun sangat terbatas karena proses produksinya yang memakan waktu dan memerlukan kecermatan yang tinggi. Teh ini sekarang cukup populer di kalangan pencinta teh di luar China karena karena keunikannya. Seperti namanya, warna daun teh keringnya dalah kuning keemasan. Proses peroduksi teh kuning mirip dengan proses produksi dari teh hijau China. Perbedaanya, pada teh kuning proses pengeringan diperlambat, dengan menambahkan proses ysng dinamakan men hua yaitu daun teh perlahan-lahan dikukus
(steamed) kemudian ditutup dengan kain. Proses ini bisa dilakukan
selama beberapa jam sampai beberapa hari dan selama proses ini daun teh mengalami perubahan dan menghasilkan taste dan aroma yang khas dari teh kuning ini. Proses ini membuat kadar astringency dan rasa pahit yang biasa ada pada teh hijua menjadi hilang. Teh kuning tetap memiliki banyak pengemar
Universitas Sumatera Utara
karena rasanya yang khas, karena rasanya lebih manis dan lembut dari pada teh hijau. 6.
Teh Pu Erh Teh Pu-Erh termasuk teh yang langka. Nama Pu-Erh tea berasal dari Pu-
Erh City, yaitu sebuah kota yang dulunya merupakan pusat perdagangan teh. Teh Pu Erh bisa dibilang wine-nya teh. Semakin lama Pu-Erh disimpan maka mutu dan harganya juga semakin melangit. Selain dipergunakan untuk pengobatan, teh ini juga memiliki pesona tersendiri karena bisa disimpan selama puluhan tahun lamanya. Teh Pu-Erh ini memang sangat unik, jika pada teh bisa kita menghindari penyimpanan yang lama karena aroma dan rasanya sudah banyak berkurang. Akan tetapi, pada teh Pu-Erh, penyimpanan yang semakin enak. Waktu minimal masa penyimpanan yang dibutuhkan untuk bisa dikonsumsi adalah selama 2 tahun. Proses pembuatan teh memerlukan waktu yang cukup lama hingga bertahun-tahun lamanya. Setelah melewati beberapa proses yang cukup mamakan waktu, teh ini sengaja disimpan di bawah tanah untuk mendapatkan kualitas yang bagus. Mungkin karena proses penyimpanan ini, sehingga membuat teh ini sering dikenal dengan aroma tanah. Berbeda dari teh lainnya yang tidak dikonsumsi terlalu lama dari usia produksinya, teh Pu-Erh bisa berusia puluhan tahun lamanya. Usia yang paling muda adalah 1 hingga 4 tahun dan paling lama bisa mencapai usia 50 tahun. Teh Pu-Erh dihasilkan dari pohon teh yang tinggi dan serta tua. Bagian yang dijadikan sebagai teh pun diambil dari daun yang lebih tua.
Universitas Sumatera Utara
Teh Pu-Erh terdiri dari dua jenis, yaitu mentah dan matang. Teh Pu-Erh yang masih mentah bisa langsung dibuat teh atau disimpan selama beberapa waktu hingga matang. Selama masa penyimpanan, teh Pu-Erh mengalami masa oksidasi mikrobiologi tahap kedua. Teh Pu-Erh yang matang dibuat dari daun tehyang mengalami oksidasi secara artificial supaya menyerupai rasa dari teh PuErh mentah yang telah lama disimpan dan mengalami masa proses penuaan yang alami. Teh Pu-Erh yang matang dibuat dengan mengontrol kelembapan dan temperatur daun teh sangat mirip dengan proses pengomposan. Teh ini merupakan teh yang benar-benar hasil fermentasi. Sementara itu, black tea dan oolong tea sering salah sebut sebagai hasil fermentasi, padahal yang semestinya adalah hasil oksidasi. Mungkin hal ini bisa diperdebatkan karena dari beberapa sumber dikatakan bahwa Pu-Erh juga merupakan hasil dari oksidasi, seperti halnya dengan black tea dan oolong tea. Dari bentuknya, teh Pu-Erh dibagi menjadi dua, yaitu compressed tea dan loose tea. compressed tea adalah Pu-Erh yang dipadatkan berbentuk kue atau kotak yang menyerupai tegel. Karena bentuknya itu, teh ini sering disebut sebagai Pu-Erh cake. Minuman teh Pu-Erh dibuat dengan merebus daun teh di dalam air yang mendidih selama lima menit. 2.2.3 Upacara Minum Teh Upacara menurut Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990-1994) adalah 1. Tanda-tanda kebesaran, 2. Peralatan menurut adat istiadat, 3. Rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait kepada aturan-aturan tertentu
Universitas Sumatera Utara
menurut adat atau agama, 4. Perbuatan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting. Istilah upacara selalu dikaitkan dengan budaya menjadi upacara budaya. Budaya atau kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut tradisi orang Tionghoa, teh adalah salah satu dari tujuh bahan pokok yang harus dimiliki setiap rumah tangga. Lainnya adalah kayu bakar, beras, minyak goreng, garam, bumbu kedelai, dan cuka (Utomo, 2010: 295). Upacara minum teh Cina merupakan sebuah waktu yang suci dan sakral untuk orang-orang biasa berkumpul bersama dengan saling berbincang-bincang dan saling berbagi pikiran dan perasaan mereka. Upacara minum teh ini merupakan cara untuk memfokuskan energi mental, relaksasi, dan menikmati tradisi kuno. Tujuan yang ingin dicapai dalam upacara minum teh ini adalah memperlambat, menikmati saat-saat itu, dan membuka hati seseorang terhadap inspirasi dari seni dan keindahan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam upacara teh, seseorang akan memiliki waktu untuk hati dan pikiran mereka untuk menikmati pengalaman penuh pada saat-saat itu. Dengan menikmati kemurnian warna teh, mencium aroma khusus dari teh tersebut, sampai mencicipi teh dari sebuah cangkir teh yang kecil, maka pikiran kita akan terfokus pada nilainilai yang penuh arti.
Universitas Sumatera Utara
Kebiasaan orang Tionghoa, ketika tamu yang baru datang disambut dengan jamuan minum teh. Permintaan maaf juga bisa diekspresikan dengan mengirim seduhan teh segar. Biasanya orang Tionghoa menjamu teh sebagai ungkapan ramah tamah, bukan keceriaan belaka. Untuk mendeskripsikan upacara minum teh pada penelitian ini penulis menggunakan teori Koentjaraningrat (1981: 241) yang menyatakan bahwa setiap upacara keagamaan dapat dibagi dalam empat komponen yaitu : 1. Tempat upacara 2. Saat upacara 3. Benda-benda dan alat upacara, dan 4. Orang yang melakukan dan memimpin upacara. 2.2.4 Makna Pemikiran-pemikiran tentang makna dan penafsiran fenomena didudukkan sebagai unsur yang memiliki peran ataupun tanda utama pada proses transformasi budaya. Dalam pemikiran hermeneurik, Paul Ricoeur yang dikenal sebagai seorang filsuf yang memiliki prepektif yang memiliki kefilsafatan, menonjolkan bakan pemikiran tentang pemaknaan (semantik). Ricoeur menjelaskan bahwa pada hakikatnya filsafat itu merupakan interprestasi, dan hidup itu sendiri sebenarnya merupakan interprestasi. Jika terjadi pluralitas dalam pemaknaaannya maka dibutuhkan interprestasi, terutama jika simbol-simbol yang dilibatkan begitu banyak sehingga mengandung pemaknaan yang berlapis-lapis. Di sisi lain, Ricouer berpendapat bahwa setiap objek maupun teks pada hakikatnya merupakan simbol, dan simbol-simbol itu penuh dengan makna-makna
Universitas Sumatera Utara
yang tersembunyi. Manusia dalam berbuat sesuatu dan membangun sesuatu, melakukan usaha untuk membentuk makna. Sebuah “rumah”, misalnya memiliki makna yang berbeda-beda, tergantung konteks dan sudut pandang dari pengamatnya. Salah satu tugas utama pemaknaan adalah berjuang melawan jarak kultural, ini berarti bahwa penafsiran harus mengambil jarak supaya dapat membuat interprestasi yang objektif. Dalam memberikan pemaknaan, seorang penafsiran terikat oleh aspek tematis, pertama, tidak ada titik nol yang absolut sebagai awal menafsirkan makna; kedua tidak ada pandangan yang bersifat total untuk memahami suatu objek dalam sekejap; ketiga, tidak ada penafsiran secara total sehingga tidak ada pula situasi yang mutlak yang membatasi; keempat, peluang memadukan antara fenomena, karena fenomena yang diamati manusia pada hakikatnya tidak bersifat tertutup. Derrida beranggapan bahwa benda adalah wakil dari bendanya. Sedangan “makna” juga seperti “tanda”, merupakan fenomena yang tidak mudah dimengerti. Untuk memahami makna, kita harus menunda dulu sampai ada yang pantas untuk menyandangnya, jika belum jelas siapa yang menyandangnya, maka pengamat akan menunda dulu proses pemaknaannya, yang oleh Derrida disebut sebagai temporisasi. Ketertundaan makna akibat bergeraknya waktu antara masa lalu dan masa yang akan datang., oleh Derrida disebut sebagai Difference , yang berarti gerakan masa sekarang ke dalam masa lalu dan masa mendatang. Oleh karena itu Derrida mengungkapkan bahwa Difference itu tidak statis tetapi genetis. Dalam lingkup kesejarahan, suatu objek kebudayaan dinilai tidak memiliki makna dalam percaturan peradaban, jika tidak terjadi proses permaknaan dalam
Universitas Sumatera Utara
perjalanan transformasinya. Capra menyatakan bahwa budayaan dunia yang besar akhirnya akan lenyap takkala tidak terjadi proses pemaknaan lebih lanjut oleh masyarakatnya. Kebudayaan-kebudayaan itu kehilangan daya adaptasinya menghadapi dinamika peradaban yang kompleks dan kuat. Hal tersebut dapat diamati pada pola kebangkitan dan keruntuhan peradaban besar di sekitar Laut Tengah. Diantara peradaban yang penting itu terdapat kebudayaan yang lenyap dan tidak berbekas, karena generasi berikutnya tak mampu memberikan pemaknaan, seperti terjadi pada kebudayaan minum teh pada masyarakat Tionghoa. Berdasarkan pendapat dari dua pemikiran yang diatas, pemaknaan merupakan suatu objek budaya sangat penting, baik secara subjektif maupun secara lebih luas. Tanpa upaya memberi makna pada objek-objek budaya yang akan dihasilkan oleh suatu generasi sebelumnya, maka karya-karya yang dihasilkan akan hilang dalam peradaban umat manusia di kemudiaan hari. 2.2.5 Masyarakat Tionghoa Masyarakat Tionghoa mulai datang ke Sumatera Utara sekitar abad ke-16 sampai kira-kira pertengahan pada abad ke-19. Para imigran dari Tionghoa ini berasal dari beberapa suku bangsa dan daerah yang berbeda. Umumnya mereka berasal dari Propinsi Fukien bagian Selatan dari Kwantung. Masyarakat Tionghoa di Medan terdiri atas berbagai kelompok suku bangsa dan satu hal yang dapat membedakan kusukuan mereka adalah bangsa pergaulan yang mereka gunakan sedikitnya empat suku bangsa Tionghoa yang terdapat di Medan, diantaranya adalah suku Hokkian, Hakka, Khek, dan Kwong
Universitas Sumatera Utara
Fu. Kehidupan masyarakat Tionghoa mulai mewarnai lembaran ritual di Indonesia. Masyarakat Tionghoa memiliki berbagai adat istiadat. Mereka mengenal bermacam-macam perayaan atau festival tradisional. Adat-istiadat ini merupakan suatu bentuk penggambaran kebiasaan sehari-hari tradisi dan mitos yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. kesenian seperti barongsai biasanya disaksikan pada saat perayaan tahun baru Imlek. Perayaan tahun baru Imlek adalah dunia simbolis. Cassier (Sartika, 2006) mengatakan bahwa dunia simbolis manusia dapat terungkap melalui bahasa, mitos, seni dan religi atau agama. Imlek beserta wacana ritualnya dikaji dengan penelusuran melalui interprestasi masyarakatnya terhadap symbol-simbol warna yang digunakannya. 2.3
Landasan Teori Teori merupakan yang alat terpenting dari suatu ilmu pengetahuan. Tanpa
teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10). Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian didalam ilmu pengetahuan. Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini. Adapun teori yang dipergunakan peneliti adalah teori yang dipergunakan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Fungsionalisme Kebudayaan Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara instusi-instusi (perantara-perantara) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusiinstitusi seperti: negara,agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud. Di Cina sendiri, teh baru benar-benar menjadi minuman untuk penyegaran pada 1.500 tahun lalu. Sebelumnya, teh dipandang sebagai minuman medis untuk tujuan kesehatan. Cina sebagai tempat asal mula tanaman teh telah menjadikan kebiasaan minum teh menjadi sebuah fenomena yang membudaya di kalangan masyarakat. Pada mulanya, teh hanya dipandang sebagai tanaman penawar racun dan tanaman obat-obatan yang dipakai dalam ilmu pengobatan Cina ( 中 医 ) (Skripsi Yuanita, 2009: 38-39). Pada masa itu orang meminum teh dengan cara yang masih sederhana. Seiring dengan perkembangan kehidupan sosial masyarakat Cina, budaya minum teh memiliki tata cara yang mengandung nilai estetika tersendiri disamping nilainilai pengobatan. Budaya minum teh dilakukan setiap hari oleh segala golongan masyarakat, tua-muda, miskin-kaya. Dalam tradisi masyarakat Tionghoa, teh biasanya disajikan khusus pada upacara pernikahan (婚礼). Dalam upacara perkawinan tersebut, upacara minum teh memiliki nilai fungsional yaitu untuk menunjukkan rasa hormat terhadap kedua pihak keluarga mempelai pria dan wanita, sekaligus meminta izin untuk
Universitas Sumatera Utara
masuk ke dalam keluarga mempelai pria, dan juga meminta doa restu dari keluarga agar pernikahannya bahagia dan sejahtera. 2.3.2 Teori Upacara Dalam rangka mendeskripsikan upacara minum teh bagi masyarakat Tionghoa penulis menggunakan teori upacara. Pelaksanaan upacara minum teh bermaksud untuk menjawab dan menginterpretasikan permasalahan kehidupan sosialnya untuk memenuhi kebutuhan untuk tujuan bersama agar upacara minum teh ini lestari menurut waktu dan zaman di mana berada. Hal ini sesuai dengan pendapat Melalatoa (1989:260) bahwa dalam ekspresi jiwa manusia dapat dilakukan melalui upacara yang menjawab dan menginterpretasikan permasalahan kehidupan sosialnya, mengisi kebutuhan, atau mencapai
tujuan
bersama,
seperti
kemakmuran,
persatuan,
kemuliaan,
kebahagiaan, dan rasa aman yang berhubungan dengan dunia gaib (supernatural), dan lain-lain. Upacara minum teh (Chinese Tea Ceremony) adalah sebuah waktu yang suci dan sakral untuk orang-orang bisa berkumpul bersama saling berbincang dan saling membagi pikiran dan perasaan. Dalam Chadao ( 茶 道 ) terdapat empat prinsip yang dikemukakan oleh ahli teh abad ke-16, Lu Yu, yaitu keharmonisan (和), penghormatan (敬), kesucian (纯), dan ketenangan (安). Setelah melakukan Chadao (茶道), seseorang akan dapat menemukan kedamaian hati dan berjalan menuju dunia yang penuh kedamaian pikiran dan suasana hati yang menenangkan. Upacara minum teh bagi masyarakat Tionghoa dapat terlihat melalui upacara perkawinan, upacara pemujaan leluhur, upacara teh taois dan upacara teh
Universitas Sumatera Utara
wu wo. Dalam upacara tersebut tercermin cara untuk relaksasi dan menikmati tradisi kuno. Sehingga teh telah membentuk suatu gejala budaya yang unik.
Universitas Sumatera Utara