DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG. (Studi Pada Kelurahan Senggarang)
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Ilmu Pemerintahan
Oleh :
HENDRA SUMANTO NIM : 110565201169
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016
1
ABSTRAK Permasalahan kelautan dan perikanan bukan hanya menyangkut investasi, produktivitas maupun promosi, karena dimensinya bukan hanya sekedar ekonomi tetapi juga sosial, budaya dan politik, sehingga diperlukan regulasi kebijakan pengelolaan sumberdaya yang memungkinkan semua dimensi itu tersentuh agar keseimbangan ekologis dan keadilan sosial ekonomi dapat tercapai. Salah satu daerah di Kota Tanjungpinang yang di kelilingi oleh laut adalah Senggarang. Senggarang adalah Kelurahan di Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Indonesia. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari oleh penurunan Sumber Daya Ikan (SDI) yang mengancam kelestarian, sehingga demi keberlanjutannya perlu diberlakukan pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets). Sebelum adanya Peraturan menteri ini semua nelayan mampu menghidupi keluarganya lebih dari cukup karena penghasilan mereka namun sejak adanya pukat banyak nelayan yang menjadi pengangguran karena tidak memiliki alat tangkap, kemudian hidup dalam kesusahan. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui dampak Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang. Operasionalisasi konsep yang di gunakan dalam penelitian ini mengacu kepada konsep Agustino (2006:191). Informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 8 orang. Analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif. Berdasarkan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik membawa pengaruh terhadap banyak pihak khususnya nelayan. Pengaruh paling dirasakan masyarakat nelayan adalah turunnya jumlah tangkapan ikan yang berdampak pada jumlah pendapatan mereka. Dampak ekonomi, terutama terjadi pada tingkat pendapatan keluarga sebelum adanya Peraturan Menteri ini produksi ikan yang didapatkan nelayan 1 hari bisa mencapai 15 hingga 25 kg dengan pendapatan 300 hingga 500 ribu, namun setelah adanya peraturan tersebut banyak nelayan yang akhirnya tidak dapat melaut lagi, produksi ikan pun menurun. Kata Kunci : Pukat Hela dan Pukat Tarik,Permen-KP.
2
ABSTRACT Marine and fisheries issues not only concern investment, productivity as well as promotion, because the dimensions are not merely economic but also social, cultural and political, so that the necessary regulation of resource management policy that allows all the dimensions of the ecological balance so that it touched and economic social justice can be achieved. One of the areas in the city of Tanjung Pinang which is surrounded by the sea is named Senggarang. Named senggarang is subdistricts Tanjungpinang city, city of Tanjung Pinang, Riau Islands province, Indonesia. Regulation of the Minister of marine and fisheries No. 2 2015 based on the decline in Fish Resources (SDI) that threaten the sustainability of, so for the sake of sustainability needs to be enacted to ban the use of fishing Trawler Hela (trawls) and Trawl Pull (seine nets). Before the existence of this ministerial regulation all fishermen are able to live out his family more than enough because their income but since the existence of a trawl of many fishermen who became unemployed due to not having the capture tool, then living in distress. The goal in this research is to know the impact of Ministerial Regulation No. 2 2015 on the prohibition of the use of fishing trawl trawl and drag the hela against socio-economic condition of the fishing communities of the town named Senggarang Village in Tanjung Pinang. Operasionalisasi concepts in use in this study refers to the concept of Agustino (2006:191). Informants in this study that is as much as 8 people. The analysis of the data used in this study is the analysis of qualitative data. Based on research it can be concluded that the regulation of the Minister no. 2 2015 on the prohibition of the use of fishing trawl trawl and drag the hela brings influence on many parties particularly fisherman. The influence of perceived most fishing communities is the fall in the number of catches that have an impact on the amount of their income. The economic impact, particularly on the level of family income before the existence of this ministerial regulation of the production of fish derived fisherman 1 day could reach 15 to 25 kg with revenues of 300 to 500 thousand, but the regulations after the many fishermen who eventually can't sail anymore, any fish production is declining.
Keywords: Pukat Hela dan Pukat Tarik,Permen-KP.
3
DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG (Studi Pada Kelurahan Senggarang)
A. Latar Belakang Permasalahan kelautan dan perikanan bukan hanya menyangkut investasi, produktivitas maupun promosi, karena dimensinya bukan hanya sekedar ekonomi tetapi juga sosial, budaya dan politik, sehingga diperlukan regulasi kebijakan pengelolaan sumberdaya yang memungkinkan semua dimensi itu tersentuh agar keseimbangan ekologis dan keadilan sosial ekonomi dapat tercapai. Oleh karena itu, keterlibatan nelayan dalam proses perencanaan merupakan suatu hal yang mutlak untuk mendapatkan dukungan yang kuat terhadap law enforcement setiap kebijakan pengelolaan. Hal pertama yang harus dilakukan dalam mengatasi permasalahan ini adalah penataan kembali sistem perikanan nasional dengan tindakan pengelolaan sumberdaya ikan secara rasional (pembatasan hasil tangkapan, dan upaya tangkapan). Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari oleh penurunan Sumber Daya Ikan (SDI) yang mengancam kelestarian, sehingga demi keberlanjutannya perlu diberlakukan pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets), jadi dapat ditegaskan bahwa tujuannya adalah kelestarian dan kemajuan sektor
4
perikanan dan bukan untuk mematikan mata pencaharian nelayan. Sebagai informasi bahwa sebagian besar daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang dibagi ke dalam beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di wilayah Republik Indonesia sudah mengalami over fishing atau over exploited. Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang sangat besar baik dari segi kuantitas maupun keanekaragamannya. Total luas laut Indonesia sekitar 3,544 juta km2 atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia (KKP, 2012). Maksud diterbitkannya Permen KP. No. 02 Tahun 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik adalah untuk menghentikan sementara penggunaan alat penangkapan ikan yang dianggap merusak lingkungan agar sumber daya ikan tidak punah. Tujuannya adalah untuk memulihkan kembali sumberdaya ikan yang telah berkurang/rusak sampai pada akhirnya dapat dimanfaatkan kembali secara optimal. Tanjungpinang adalah ibu kota Kepulauan Riau, Indonesia. Sebagian wilayah Tanjungpinang merupakan dataran rendah, kawasan rawa bakau, dan sebagian lain merupakan perbukitan sehingga lahan kota sangat bervariasi dan berkontur. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 Km2, di mana sekitar 95% – nya merupakan lautan dan hanya sekitar 5% merupakan wilayah darat. (Demografi Kota Tanjungpinang, 2016). Kota Tanjungpinang merupakan penghasil atau produksi ikan yang cukup banyak di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Salah satu daerah di
5
Kota Tanjungpinang yang di kelilingi oleh laut adalah Senggarang. Senggarang adalah Kelurahan di Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Indonesia. Jumlah nelayan di Kota Tanjungpinang tahun 2015 adalah 4.621. Nelayan di Kota Tanjungpinang menggunakan alat tangkap yang beragam jumlahnya seperti jaring insang mencapai 21%, pancing 25% dan jaring angkat 13%. Sedangkan pukat hela dan pukat tarik dahulunya digunakan sebesar 29 % Sisanya adalah yang menggunakan alat tangkap perangkap yang hanya mencapai 12% totalnya. Nelayan Kota Tanjungpinang juga melakukan penangkapan ikan pelagis kecil pelagis besar dan demersal serta karang. (Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, 2015) Kelurahan Senggarang dengan luas wilayah 23,0 Km², Senggarang merupakan desa kecil di Pulau Bintan, Senggarang adalah sebuah kawasan pemukiman penduduk di Pulau Bintan, Kepulauan Riau (Kepri). Mata pencaharian penduduk di sini cukup beraneka ragam. Banyak keluarga yang menggantungkan hidupnya dengan laut misalnya menjadi nelayan, penarik boat bahkan bekerja di kapal-kapal barang / pesiar. (Sumber : Kantor Kelurahan Senggarang, 2016) Selama ini nelayan mengalami kesulitan modal usaha dan kerja untuk mengubah alat tangkap. Karena dengan berubahnya alat tangkap, maka bentuk kapal, ukuran kapal, dan mesin kapal secara teknik juga harus berubah. Pemerintah justru tidak perlu melarang kapal pukat untuk beroperasi. Tetapi, harusnya diperkuat dengan pembinaan untuk dikaryakan
6
dalam rangka mengamankan laut Indonesia terhadap pencurian dari kapal ikan asing. Baru-baru ini Pemrintah Kota Tanjungpinang memberi bantuan alat tangkap ramah lingkungan berupa jaring dan bubuh kepiting untuk Kelurahan Senggarang sebanyak 54 kepala keluarga.Masing-masing kepala keluarga itu menerima jaring sebanyak 10 unit dan bubuh kepiting sebanyak 50 unit bantuan ini bertujuan agar nelayan dapat mencari nafkah dengan alat baru selain pukat yang biasa mereka gunakan namun bantuan ini belum sepenuhnya berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. (http://antarakepri.com/berita/19296/ratusan-nelayan-tanjungpinang-dapatbantuan-jaring).
Berdasarkan data yang di lapangan Kelurahan Senggarang Kota Tanjungpinang sedah mengalami over fishing Saat ini sebanyak 25 nelayan asal Senggarang, membuat kesepakatan bersama tidak menggunakan pukat gamat dalam menangkap ikan di wilayah perairan Tembeling,Bintan dan Senggarang.hal ini dikarnakan banyak terjadi kerusakan alam bawah laut di sekitar kota tanjungpinang terutama terumbu karang dan biotanya.setelah pelarangan, nelayan di senggarang merasakan dampak peraturan menteri tersebut yaitu setelah adanya Peraturan Menteri penghasilan nelayan menurun, dengan peralihan penggunaan alat tangkap tersebut akan membuat hasil tangkap menurun drastis, dan tentunya akan membuat penghasilan nelayan berkurang. Sebelum adanya Peraturan Menteri ini produksi ikan
7
yang didapatkan nelayan 1 hari bisa mencapai 15 hingga 25 kg dengan pendapatan 300 hingga 500 ribu, namun setelah adanya peraturan tersebut banyak nelayan yang akhirnya tidak dapat melaut lagi, produksi ikan pun menurun. (Sumber : Wawancara, Zainuddin sebagai ketua kelompok nelayan, Senin 2 Mei 2016, pukul 12.30 Wib) Dulu di Senggarang saja sehari bisa menghasilkan 1.275 Kg perhari, dapat dijual dengan harga Rp. 18.000 s/d Rp. 40.000 tergantung jenis ikan yang didapatkan. Namun Penghasilan mereka saat ini setiap hari tidak lebih dari 500 Kg yang bisa di pasarkan karena banyak nelayan yang tidak melaut karena dianggap tidak dapat mematuhi aturan Peraturan Menteri tersebut. (Sumber : Wawancara, Ahmad sebagai Toke, Senin 2 Mei 2016, pukul 18.30 Wib) Sebelum adanya Peraturan menteri ini semua nelayan mampu menghidupi keluarganya lebih dari cukup karena penghasilan mereka namun sejak adanya pukat banyak nelayan yang menjadi pengangguran karena tidak memiliki alat tangkap, kemudian hidup dalam kesusahan. Penggunaan pukat tarik juga sering menimbulkan konflik sosial antar nelayan. Pasca otonomi daerah, semakin banyak nelayan yang memodifikasi alat tangkapnya menjadi alat tangkap yang mirip dengan prinsip kerja trawl. Sejak saat itu, eksploitasi terhadap sumberdaya ikan terjadi secara besar-besaran dan konflik antar nelayan juga terus terjadi. Implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 memberikan dampak negatif seperti Nelayan tidak dapat melakukan usaha penangkapan ikan sehingga
8
berdampak pada hilangnya sumber penghidupan (sementara). Adanya potensi koflik sosial akibat terganggunya jaringan jaringan sosial produksi di masyarakat nelayan. Adanya potensi perubahan sosial di masyarakat; dan Terganggunya pasokan ikan untuk konsumsi dalam negeri (jangka pendek). (Sumber : Pusat penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (PPESKP), 2015 dalam http://bbpse.litbang.kkp.go.id/) Dari latar belakang diatas, maka penulis bermaksud meneliti lebih lanjut dalam bentuk penulisan usulan penelitian dengan memilih judul penelitian: “DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG” (Studi Pada Kelurahan Senggarang)
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dari itu yang menjadi permasalahan di dalam penelitian ini dirumuskan sebagi berikut : Bagaimana dampak Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang?
9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian. 1. Tujuan Penelitian. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui dampak Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang 2. Kegunaan Penelitian. Kegunaan dari penelitian ini, adalah:
a. Kegunaan Bagi Akademis Sebagai salah satu syarat guna penyelesaian Studi S1 ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji. b. Kegunaan Teoritis Diharapkan dapat menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan di bidang implementasi (pelaksanaan kebijakan) pemerintahan serta dapat di jadiakan bahan acuan untuk masa yang akan datang bagi yang ingin melakukan penelitian mengenai dampak Peraturan Menteri
No. 2 Tahun 2015 tentang larangan
penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang. c. Kegunaan Praktis
10
Dari hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangsih dan manfaat bagi pemerintah,masyarakat kota tanjung pinang dan wilayah maritim lain nya dalam rangka penerapan dan pelaksanaan dalam rangka menjaga kelestaria alam khusus nya di laut.
D. Kerangka Teori 1. Evaluasi Kebijakan Evaluasi kebijakan merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan. Pada umumnya evaluasi kebijakan dilakukan setelah kebijakan publik tersebut diimplementasikan. Ini tentunya dalam rangka menguji tingkat kegagalan dan keberhasilan, keefektifan dan keefisienannya. Menurut Dunn (2003:601) menyatakan bahwa evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Pada dasarnya nilai juga dapat dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Evaluasi kebijakan adalah proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan membuahkan hasil, yaitu membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan atau target kebijakan yang ditentukan. Untuk memudahkan tentang pengukuran evaluasi kebijakan Badjuri & Yuwono (2002:140-141) menyajikan tabel indikator evaluasi kebijakan sebagai berikut : 1. Input (masukan) adalah Masalah kebijakan publik ini timbul karena adanya factor lingkungan kebijakan publik yaitu suatu keadaan yang melatar belakangi atau peristiwa yang menyebabkan
timbulnya
11
masalah kebijakan publik tersebut, yang berupa tuntutan-tuntutan, keinginan- keinginan masyarakat atau tantangan dan peluang, yang diharapkan segera diatasi melalui suatukebi jakan publik. Masalah itu dapat juga timbul justru karena dikeluarkannya suatu kebijakan publik baru. Fokus penilaian adalah sebagai berikut : apakah sumber daya pendukung
dan
bahanbahan
dasar
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan kebijakan ? berapakah SDM (sumber daya), uang atau infrastruktur pendukung lain yang diperlukan? 2. Process (proses) adalah Analisis proses tidak begitu berfokus pada isi kebijakan, namun lebih memfokuskan diri pada proses politik dan interaksi faktor-faktor lingkungan luar yang kompleks dalam membentuk sebuah kebijakan. bagaimanakah sebuah kebijakan ditransformasikan
dalam
bentuk
pelayanan
langsung
kepada
masyarakat ? bagaimanakah efektivitas dan efisiensi dari metode / cara yang dipakai untuk melaksanakan kebijakan publik tersebut ? 3. Outputs (hasil)
adalah produk Kebijakan publik berupa peraturan,
Undang-Undang dan Perda yang hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Fokus penilaian adalah sebagai berikut : apakah hasil atau produk yang dihasilkan sebuah kebijakan publik ? berapa orang yang berhasil mengikuti program / kebijakan tersebut ? 4. Outcomes (dampak) adalah Kebijakan Publik berisikan hal yang positif dan negatif terhadap target group. Fokus penilaian adalah apakah dampak yang diterima oleh masyarakat luas atau pihak yang
12
terkena kebijakan ? berapa banyak dampak positif yang dihasilkan ? adakah dampak negatifnya ? seberapa seriuskah ? Dunn (2003;610) menyatakan bahwa kriteria-kriteria evaluasi kebijakan publik yaitu : a. Efektivitas berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya” (Dunn, 2003:429). b. Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk
menghasilkan tingkat efektivitas
tertentu.
Efisiensi
yang
merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien” (Dunn, 2003:430). c. Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N. Dunn mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah (Dunn, 2003:430). d. Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. William
13
N. Dunn menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat (Dunn, 2003:434). e. Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai respon dari suatu aktivitas. Yang berarti tanggapan sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Menurut William N. Dunn menyatakan bahwa responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu (Dunn, 2003:437). f. Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan tujuan tersebut” (Dunn, 2003:499).
Selanjutnya, Howlett dan Ramesh (2000:170) menyatakan bahwa secara umum evaluasi kebijakan dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu : At general level, policy evaluations can be classified in three broad categories administrative evaluation, judicial evaluation, dan political evaluation which differ in the way they are conducted, the actor they involve, and their effects.
14
Evaluator kebijakan harus mengetahui secara jelas aspek-aspek apa yang perlu dikajinya. Disamping itu harus mengetahui sumber-sumber informasi yang perlu dikejarnya untuk memperoleh data yang valid. Selain mengetahui teknik analisis yang tepat untuk melakukan evaluasi. Sejumlah metode dapat digunakan untuk membantu dalam mengevaluasi kebijakan, namun hampir semua teknik yang ada dapat juga digunakan dalam hubungannya dengan metode-metode evaluasi lainnya. 2. Dampak Kebijakan Sebuah kebijakan, mau tidak mau pastilah menimbulkan dampak, baik itu dampak positif maupun negatif. dampak positif dimaksudkan sebagai dampak yang memang diharapkan akan terjadi akibat sebuah kebijakan dan memberikan manfaat yang berguna bagi lingkungan kebijakan. sedangkan dampak negatif dimaksukan sebagai dampak yang tidak memberikan manfaat bagi lingkungan kebijakan dan tidak diharapkan terjadi.
Soemarwoto dalam giroth (2004:12)
menyatakan bahwa dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktifitas. Dampak kebijakan adalah keseluruhan efek yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan
dalam
kondisi
kehidupan
nyata.
Menurut
Anderson
dalam
Agustino:2006:190) semua bentuk manfaat dan biaya kebijakan , baik yang langsung maupun yang akan datang, harus diukur dalam bentuk efek simbolis atau efek nyata. Output kebijakan adalah berbagai hal yang dilakukan pemerintah. Kegiatan ini diukur dengan standar tertentu. Angka yang terlihat hanya memberikan sedikit informasi mengenai outcome atau dampak kebijakan public,
15
karena untuk menentukan outcome kebijakan publik perlu diperhatikan perubahan yang terjadi dalam lingkungan atau sistem politik yang disebabkan oleh aksi politik. Dampak kebijakan terhadap situasi atau kelompok target. Objek yang dimaksud sebagai sasaran kebijakan harus jelas. Misalnya masyarakat miskin (berdasarkan keriteria tertentu), para pengusaha kecil, kelompok anak-anak sekolah yang termarjinalkan, atau siapa saja yang menjadi sasaran. Efek yang dituju oleh kebijakan juga harus ditentukan. Jika berbagai kombinasi sasaran tersebut dijadikan fokus masa analisisnya menjadi lebih rumit karena prioritas harus diberikan kepada berbagai efek yang dimaksud. Disamping itu, perlu dipahami bahwa kebijakan kemungkinan membawa konsekuensi yang diinginkan atau tidak diinginkan. Ketika kita berbicara tentang outcome dalam evaluasi kebijakan, maka sedikitnya mengharuskan kita untuk mengetahui apa yang ingin kita selesaikan dengan
kebijakan
yang
dikeluarkan,
bagaimana
usaha
kita
untuk
melaksanakannya, dan bila ada, apa yang kita kerjakan terhadap hasil yang dicapai (dampak atau hasil dan hubungannya dengan kebijakan itu). Dampak dari kebijakan mempunyai beberapa dimensi menurut Agustino (2006:191) : 1. “Pengaruhnya pada persoalan masyarakat yang berhubungan dengan melibatkan masyarakat. Pertama-tama harus didefinisikan siapa yang akan terkena pengaruh kebijakan. Lebih lanjut lagi harus dicatat pula bahwa kebijakan dapat mempunyai akibat yang diharapkan atau yang tidak diharapkan.
16
2. Kebijakan dapat mempunyai dampak pada situasi dan kelompok lain, atau dapat disebut juga dengan eksternalitas atau spillover effect. 3. Kebijakan dapat mempunyai pengaruh dimasa mendatang seperti pengaruhnya pada kondisi yang pada saat ini. 4. Kebijakan dapat mempunyai dampak yang tidak langsung yang merupakan pengalaman dari suatu komunitas atau beberapa pengalaman dari suatu komunitas atau beberapa anggota diantaranya. Seperti biaya sering tidak dipertimbangkan dalam pembuatan evaluasi kebijakan setidaknya sebagian ada yang menentang perhitungannya”. Studi
kebijakan
publik
mencakup
menggambarkan
upaya kebijakan
publik, penilaian mengenai dampak dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari lingkungan terhadap isi kebijakan publik, analisis mengenai akibat berbagai pernyataan kelembagaan dan proses-proses politik terhadap kebijakan publik; penelitian mendalam mengenai akibat-akibat dari berbagai kebijakan politik pada masyarakat, baik berupa dampak kebijakan publik pada masyarakat, baik berupa dampak yang diharapkan (direncanakan) maupun dampak yang tidak diharapkan.
E. Konsep operasional Fungsi dari konsep operasional adalah sebagai alat untuk mengidentifikasi fenomena atau gejala-gejala yang diamati dengan jelas, logika, atau penalaran yang digunakan oleh peneliti untuk menerangkan fenomena yang diteliti atau dikaji. Dampak dari kebijakan mempunyai beberapa dimensi menurut Agustino
17
(2006:191) : 1. Pengaruhnya pada persoalan masyarakat yang berhubungan dengan melibatkan masyarakat. Pertama-tama harus didefinisikan siapa yang akan terkena pengaruh kebijakan. Lebih lanjut lagi harus dicatat pula bahwa kebijakan dapat mempunyai akibat yang diharapkan atau yang tidak diharapkan. 2. Kebijakan dapat mempunyai dampak pada situasi dan kelompok lain, atau dapat disebut juga dengan eksternalitas atau spillover effect. 3. Kebijakan dapat mempunyai pengaruh dimasa mendatang seperti pengaruhnya pada kondisi yang pada saat ini. 4. Kebijakan dapat mempunyai dampak yang tidak langsung yang merupakan pengalaman dari suatu komunitas atau beberapa pengalaman dari suatu komunitas atau beberapa anggota diantaranya. Seperti biaya sering tidak dipertimbangkan dalam pembuatan evaluasi kebijakan setidaknya sebagian ada yang menentang perhitungannya”.
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang mana ia berupaya menggambarkan dan menjekaskan,mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi di lapangan atau tempat yang akan di teliti.menurut Sugiyono(2012:11) “Penelitian deskriptif kualitatif adalah
18
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri,baik satu variabel atau lebih (indevendent)yang di tanya dinyatakan dalam bentuk kata ,kalimat dan gambar tanpa membuat perbandingan,atau menghubungkan antar variabel satu dengan variabel lainnya”. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan senggarang.Alasan memilih lokasi penelitianyang mana daerah ini merupakan daerah tempat tinggal masyarakat nelayan tanjungpinang yang bersinggungan langsung karna masyarakat nelayan di sini umum nya melaut menggunakan alat tangkap ikan jenis pukat, di daerah ini juga para nelayan merasakan adanya dampak dari peraturan menteri tersebut yaitu setelah adanya Peraturan Menteri adalah penghasilan nelayan menurun, dengan peralihan penggunaan alat tangkap tersebut akan membuat hasil tangkap menurun drastis, dan tentunya akan membuat penghasilan nelayan berkurang.
3. Informan Dalam
penelitian
ini
tidak
menggunakan
sampel
melainkan
infirman.penentuan imformasi sebagai sumber data di lakukan dengan teknik purposive. menurut Sugiyono (2012:216) menyebutkan purposive adalah penentuan sumber data yang dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.penentuan informen dapat di lihat dari tabel berikut ini :
19
Tabel I.1 Informan No 1. 2.
3.
Jenis Informan
Jumlah
Lurah Senggarang Masing-masing ketua pengurus Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Tingkat Daerah. Masyarakat Nelayan
1 orang 1 orang
Jumlah
8 orang
6 orang
Sumber : Data Olahan Peneliti, 2016. 4. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah : a. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari informan melalui wawancara. Data primer akan diambil data yang meliputi data tentang dampak Peraturan Menteri
No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat
penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap sosial ekonomi masyarakat nelayan kota tanjungpinang terhadap pada Kelurahan Senggarang.
b. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh dengan tidak melalui wawancara, namun melalui dokumen-dokumen dan literatur, seperti gambaran umum lokasi penelitian, data uraian tugas dan fungsi, data struktur organisasi, data peralatan kerja yang dimiliki, data sarana dan prasarana yang mendukung dampak Peraturan Menteri
No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat
20
penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang. 5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data penelitian maka digunakan tehnik, yaitu : a. Observasi Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan terhadap subjek maupun objek penelitian sehingga dapat diperoleh data atau keterangan serta informasi yang jelas tentang hal yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan observasi non partisipan yaitu penulis tidak melakukan aktivitas yang bisa mempengaruhi objek yang diteliti. Observasi yang dilakukan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan dampak Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap sosial ekonomi masyarakat nelayan kota tanjungpinang terhadap pada Kelurahan Senggarang. Observasi dilakukan mulai dari pendataan masyarakat miskin, hingga penyaluran kepada masyarakat yang berhak. Penulis menggunakan daftar checklist dan catatan harian dalam observasi. b. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan pembicaraan berupa tanya jawab secara langsung dengan informan mengenai pembahasan penelitian. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur. Menurut Arikunto (2006:227) pedoman wawancara tidak terstruktur adalah pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Wawancara dilakukan kepada pegawai dinas sosial, aparatur
21
desa, serta penerima manfaat yaitu masyarakat. Hal ini untuk mengetahui secara mendalam tentang dampak Peraturan Menteri
No. 2 Tahun 2015
tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah pedoman wawancara. G. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari informan dikumulkan lalu dipisahan menurut jenis data,kelompok data,kemudian data tersebut dianalisis secara Deskriftif Kualitatif.Analisis data peneitian inidilakukan melalui sebuah proses yang terdiri dari beberapa tahap yang dimulai sejak pengumpulan Data,kemudian dikerjakan secara Intensif hingga penelitian selesai untuk memperoleh kesimpulan.Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman Dalam Sugiyono (2012:246) Yaitu:
1. Reduksi data (Data Reduction) diartikan sebagai proses dimana peneliti melakukan pemilihan dan penyederhanaan data hasil penelitian. 2. Penyajian data (Data display) yaitu sekumpulan imformasi tersusun sehingga memberikan kemudahan dalam penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Penarikan
kesimpulan
atau
verifikasi
(Conclution
Drawing
/Verification) merupakan usaha untuk memahami data yang di peroleh. Poses penariakn kesimpulan merupakan proses yang
22
membutuhkan pertimbangan yang matang. Kesimpulan yang di tarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih cepat.
H. Teknik Validitas Data
Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur yang digunakan dalam suatu mengukur apa yang diukur. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi. Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi. Metode triangulasi merupakan salah satu metode yang paling umum dan sering di gunakan dalam pengujian validitas penelitian kualitatif. Metode triangulsi ini merupakan cara pengkombinasian antara penelitian kuantitatif dan kualitatif yaitu dengan cara mengecek antara satu tipe hasil penelitian (kuantitatif misalnya) dapat dicek dengan hasil penelitian yang diperoleh dari tipe penelitian yang lain (kualitatif). Triangulasi ini umumnya dimaksudkan untuk meningkatkan validitas hasil penelitian. Fungsi dari penggunaan metode triangulasi adalah untuk memahami fenomena sosial dan konstruksi psikologis, karena untuk pemahaman hal tersebut, tidak cukup hanya menggunakan satu alat ukur saja. Akan tetapi menekankan digunakannya lebih dari satu metode dan banyak sumber data termasuk di antaranya adalah sejumlah peristiwa yang terjadi. Jenis-Jenis Metode Triangulasi Menurut Sugiyono (2012: 370) ada 3 macam yakni triangulasi sumber, teknik dan waktu.
23
DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG (Studi Pada Kelurahan Senggarang) Indonesia memiliki banyak wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil yang luas dan bermakna strategis sebagai pilar pembangunan ekonomi nasional. Selain memiliki nilai ekonomis, sumber daya kelautan juga mempunyai nilai ekologis, di samping itu, kondisi geografis Indonesia terletak pada geopolitis yang strategis, yakni antara lautan Pasifik dan lautan Hindia yang merupakan kawasan paling dinamis dalam arus percaturan politik, pertahanan, dan kemanan dunia. Kondisi geo-ekonomi dan geo-politik tersebut menjadikan sektor kelautan sebagai sektor yang penting dalam pembangunan nasional. Khusus untuk perikanan tangkap potensi Indonesia sangat melimpah sehingga dapat diharapkan menjadi sektor unggulan perekonomian nasional. Untuk itu potensi tersebut harus dimanfaatkan secara optimal dan lestari, tugas ini merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan pengusaha guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan penerimaan negara yang mengarah pada kesejahteraan rakyat.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari oleh penurunan Sumber Daya Ikan (SDI) yang mengancam kelestarian, sehingga demi keberlanjutannya perlu diberlakukan pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets), jadi dapat ditegaskan bahwa tujuannya adalah kelestarian dan kemajuan sektor perikanan dan bukan untuk mematikan mata pencaharian nelayan. Sebagai informasi bahwa sebagian besar daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang dibagi ke dalam beberapa
24
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di wilayah Republik Indonesia sudah mengalami over fishing atau over exploited. Kota Tanjungpinang merupakan penghasil atau produksi ikan yang cukup banyak di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.
Salah satu daerah di Kota
Tanjungpinang yang di kelilingi oleh laut adalah Senggarang. Senggarang adalah Kelurahan di Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Indonesia. Implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 memberikan dampak negatif seperti Nelayan tidak dapat melakukan usaha penangkapan ikan sehingga berdampak pada hilangnya sumber penghidupan (sementara). Adanya potensi koflik sosial akibat terganggunya jaringan jaringan sosial produksi di masyarakat nelayan. Adanya potensi perubahan sosial di masyarakat; dan Terganggunya pasokan ikan untuk konsumsi dalam negeri (jangka pendek). A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela Dan Pukat Tarik membawa dampak Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan Kota Tanjungpinang Pada Kelurahan Senggarang. Hal ini dapat dilihat dari : Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik membawa pengaruh terhadap banyak pihak khususnya nelayan. Pengaruh paling dirasakan masyarakat nelayan adalah
25
turunnya jumlah tangkapan ikan yang berdampak pada jumlah pendapatan mereka. Dampak ekonomi, terutama terjadi pada tingkat pendapatan keluarga sebelum adanya Peraturan Menteri ini produksi ikan yang didapatkan nelayan 1 hari bisa mencapai 15 hingga 25 kg dengan pendapatan 300 hingga 500 ribu, namun setelah adanya peraturan tersebut banyak nelayan yang akhirnya tidak dapat melaut lagi, produksi ikan pun menurun. Kemudian kelompok lain yang merasakan dampak peraturan ini adalah toke. Ketergantungan antara nelayan dengan tauke memang tidak bisa dihindari, berbagai sebab menjadi pemicu sehingga nelayan banyak yang menggantungkan hidupnya pada tauke. Ketergantungan ini paling utama dikarenakan keterbatasan nelayan untuk mengakses sumber daya perikanan sebagai akibat terbatasnya kemampuan mereka dalam menyediakan sarana produksi, adanya kelompok lain seperti toke yang terkena dampak dari Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik ini, karena nelayan toke tidak mendapatkan ikan yang banyak lagi dari nelayan buruhnya. Namun Peraturan Menteri
No. 2 Tahun 2015 tentang larangan
penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik membawa dampak yang baik untuk masa yang akan datang, dampak yang paling nyata untuk masa yang akan datang adalah menyelamatkan ekosistem laut, Apabila sumber daya ikan dimanfaatkan tanpa batas atau tidak rasional serta melebihi batas maksimum daya dukung ekosistemnya, maka dapat mengakibat kerusakan dan berkurangnya sumber daya ikan itu sendiri, bahkan bila tidak segera diatasi juga dapat
26
mengakibatkan kepunahan sumber daya ikan tersebut. Sejak di keluarkannya PERMEN-KP No. 2 Tahun 2015 aktifitas nelayan ada yang terhenti namun ada juga yang masih beroperasi secara sembunyi-sembunyi dengan alasan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari nelayan. Secara langsung pemberlakuan aturan tersebut di perkirakan akan memberikan dampak pada aspek seperti perubahan teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan, perubahan pada lingkungan dan perubahan terhadap keadaan sosial dan ekonomi nelayan, harus diingat bahwa manusia dalam hal ini masyarakat pesisir/nelayan adalah salah satu elemen yang harus turut dipertimbangkan dalam suatu pembangunan. Dampak yang di timbulkan dari kebijakan ini baik dampak secara langsung maupun tidak langsung. Banyak nelayan yang mengeluh dana akhirnya terjerat kembali kepada lingkaran kemiskinan. Perikanan Indonesia dikejutkan dengan terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI). Peraturan tersebut dianggap akan mematikan mata pencaharian ribuan nelayan di Indonesia termasuk nelayan kecil karena sebagian besar jenis alat tersebut dioperasikan oleh nelayan skala kecil. B. Saran Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Bagi pemerintah sebaiknya terus mengawasi pelaksanaan Peraturan
27
Menteri
No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat
penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik ini agar tidak ada lagi nelayan yang menggunakannya secara sembunyi-sembunyi. 2. Sebaiknya Pemerintah juga memberikan solusi bagi para nelayan yang merasakan dampak negatif dari Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik 3. Sebaiknya ada sosialisasi bagi masyarakat nelayan terhadap Peraturan Menteri
No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat
penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik serta alat tangkap yang layak untuk digunakan di wilayah Senggarang.
28
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku : Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan. Pancur Siwah. Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : CV Alfabetha Badjuri, Abdulkahar dan Yuwono, Teguh, 2002, Kebijakan Publik: Konsep dan Strategi. Semarang: Universitas Diponegoro Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press Giroth, Lexie M, 2004, Edukasi dan Profesi Pamong Praja : Publik Policy Studies, Good Governance and Performance Driven Pamong Praja, STPDN Press, Jatinangor Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya. Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru I). PT Rineka Cipta : Jakarta Nugroho, Riant D. 2012. Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Rasyid, Rias. 2000. Pokok-Pokok Pemerintahan. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: ALFABETA Subarsono, AG.2011. Analisis kebijakan Publik : Konsep. Teori dan. Aplikasi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Wahab, Solichin. 2002. Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
29
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Jakarta: PT. Buku Kita. Jurnal : Abdul Qodir Jaelani, Udiyo Basuki. 2014. Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing: Upaya Mencegah dan Memberantas Illegal Fishing dalam Membangun Poros Maritim Indonesia. Vol. 3, No. 1, Juni 2014 Nanik Ermawati, Zuliyati. 2014. Dampak Sosial Dan Ekonomi Atas Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 2/Permen-Kp/2015 (Studi Kasus Kecamatan Juwana Kabupaten Pati). Jurnal. Kajian Multi Disiplin Ilmu untuk Mewujudkan Poros Maritim dalam Pembangunan Ekonomi Berbasis Kesejahteraan Rakyat. Dokumen : Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik (SEINE NETS) di wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia.
30