Dampak Pengolahan Tanah dan Pemupukan pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Varietas Tidar Aprius Feriawan, Moh. Ikbal Bahua, Wawan Pembengo ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengolahan tanah, pemupukan dan interaksi antara keduanya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Penelitian ini dilakukan di Desa Timbuolo Kecamatan Botupingge Kabupaten Bone Bolango. Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri atas 2 faktor dimana faktor pertama adalah pengolahan tanah terhadap tanaman kedelai yaitu tanpa pengolahan tanah dan pengolahan dengan cangkul dan faktor kedua adalah pemupukan yaitu dosis 453 kg ha-1, 553 kg ha-1, dan 653 kg ha-1. Parameter pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong, dan berat 100 biji. Pengolahan tanah dengan cangkul berpengaruh lebih baik terhadap jumlah daun pada umur 7 dan 9 MST (18,58 dan 21,80 cm), jumlah polong (29,25 buah), dan berat 100 biji (40,89 g). Pemupukan phonska dengan dosis 653 kg/ha berpengaruh lebih baik terhadap jumlah daun umur 7, 8 dan 9 MST (19,60, 22,50 dan 22,90 cm) dan jumlah polong (27,13 buah). Interaksi antara pengolahan tanah dan pemupukan pada kombinasi pengolahan tanah dengan cangkul dan pemupukan phonska 653 kg/ha berpengaruh lebih baik terhadap tinggi tanaman kedelai umur 7 dan 9 MST (57,87 dan 64,85 cm). Kata kunci: Pengolahan tanah, pemupukan, pertumbuhan, hasil, kedelai, varietas, tidar
PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max L.) termasuk salah satu jenis tanaman legum / kacangkacangan yang sangat potensial sebagai sumber protein nabati. Kedudukannya sangat penting dalam kebutuhan pangan, karena banyak di konsumsi oleh masyarakat dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Sebagai sumber protein kedelai menempati urutan pertama diantara tanaman kacang-kacangan (Suprapto, 2004). Untuk meningkatkan produksi kedelai perlu dilakukan berbagai macam usaha seperti intensifikasi lahan, melalui pemberian unsur hara mikro, pengaturan irigasi maupun pengolahan tanah. Tindakan pengolahan tanah bertujuan unuk meningkatkan aerasi tanah, sehingga perkembangan akar tanaman dalam tanah lebih baik dan mengurangi pemadatan tanah. Namun demikian pengolahan tanah yang berlebihan dapat membuat sifat olah yang jelek serta menurunkan ruang pori. Untuk memperkecil pengaruh yang merugikan dari tindakan pengolahan tanah, maka pengolahan tanah dilakukan secukupnya saja. Hal ini didukung oleh Rachman et al. (2004) yang menjelaskan bahwa perlu tidaknya tanah diolah harus dilihat dari kepadatan tanah, kekuatan tanah, dan tingkat aerasi. Pengolahan tanah perlu dilakukan bila kondisi kepadatan, kekuatan tanah, aerasi tanah, dan dalamnya perakaran tanaman tidak lagi mendukung penyediaan air bagi perkembangan akar. ). Sebelumnya Haryanto (1985) menjelaskan di dalam tanah, unsur hara diserap tanaman dalam bentuk larutan. Larutan hara ini terbentuk jika di dalam
tanah cukup tersedia air. Dengan demikian “minimum tillage” yang dapat mengefisienkan penggunaan air tanah juga berpengaruh positif pada penyerapan unsur hara. Pemberian unsur hara dapat dilakukan melalui pemupukan yang bertujuan menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman antara lain nitrogen, fosfat, dan kalium yang dikenal sebagai unsur makro. Nitrogen merupakan unsur hara yang dibutuhkan kedelai dalam jumlah cukup besar. Kedelai dapat membentuk bintil akar yang mampu memfiksasi nitrogen dari udara. Bintil akar dapat dirangsang pembentukannya melalui penggunaan inokulan bintil akar Sormin (1992). Pemberian unsur hara dapat dilakukan melalui pemupukan yang bertujuan menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman antara lain nitrogen, fosfat dan kalium yang dikenal sebagai unsur hara makro. Tanaman kedelai memerlukan unsur hara makro juga memerlukan unsur hara mikro agar pertumbuhan menjadi normal. Pemberian pupuk ke dalam tanaman dalam jumlah yang rasional dan berguna dapat meningkatkan hasil panen. Pengaruh penambahan pupuk terhadap tanah adalah untuk menciptakan suatu kadar zat hara yang tinggi, serta dapat meningkatkan produksi dan kualitas hasil tanaman (Sarief, 1986). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pengolahan tanah dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril). BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Desa Timbuolo Timur Kecamatan Botupingge Kabupaten Bone Bolango. Waktu penelitian dimulai bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013. Alat yang digunakan dalam penelitian ini cangkul, meteran, parang, sekop, ember, kamera untuk dokumentasi, timbangan dan alat tulis menulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini benih tanaman kedelai varietas Tidar, marshal dan pupuk Phonska. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri atas 2 faktor dimana faktor pertama adalah pengolahan tanah terhadap tanaman kedelai dan faktor kedua adalah pemupukan. Faktor pertama yakni pengolahan tanah terhadap tanaman kedelai terdiri atas 2 taraf perlakuan yakni: P1 = TOT, P2 = OT, Faktor kedua yakni pemupukan kedelai terdiri atas 3 taraf yakni : M1 = 453 kg ha-1, M2= 553 kg ha-1, M3 = 653 kg ha-1. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 18 unit percobaan. Penelitian ini terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pengaturan desain lay out/tata letak penelitian. Pengaturan desain lay out/tata letak penelitian berupa pembuatan bedeng/plot yang sesuai dengan layout/tata letak penelitian. Pengolahan tanah dilakukan 2 kali. Ukuran bedeng sebesar 2 x 3 m, jarak antar bedeng/plot dalam satu blok/ulangan 50 cm, jarak antar blok/ulangan 1 m. Penanaman dan pemupukan disesuaikan dengan perlakuan pengolahan tanah dan pemupukan kedelai. Penanaman dilakukan secara tugal yang disesuaikan dengan jarak tanam yang telah ditentukan. Lubang tanam dan lubang pupuk berjarak 10 cm. Parameter vegetatif yang diamati berupa tinggi tanaman dan jumlah daun sedangkan parameter generatif berupa berat 100 biji, jumlah polong per tanaman. Pengendalian gulma tergantung pertumbuhan gulma di lapangan dilakukan pada 3 dan 6 MST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan berdasarkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT).
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengolahan tanah, pemupukan dan interaksi antara pengolahan tanah dan pemupukan berpengaruh pada 7 MST dan 9 MST. Rataaan berdasarkan hasil uji BNT 5% disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Tinggi Tanaman Perlakuan
2MST
3 MST
Tinggi Tanaman (cm) 4 MST 5 MST 6 MST
8 MST Pengolahan Tanah 16,35tn 19,98tn 29,80tn 30,78tn 35,93tn 46,42tn TOT 16,32 19,56 28,90 30,06 37,70 53,10 Cangkul BNT 5% Pemupukan 17,06tn 18,89tn 29,58tn 29,96tn 35,64tn 47,33tn 453 kg ha-1 -1 16,15 20,20 29,00 30,62 36,87 47,475 553 kg ha 15,79 20,21 29,45 30,68 37,92 54,48 653 kg ha-1 BNT 5% Ket: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNT 5% tn = tidak nyata
Pengolahan tanah dengan cangkul meningkatkan tinggi tanaman kedelai lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa olah tanah. Hal ini disebabkan karena tanah yang diolah menjadi gembur atau struktur dan aerasi tanah menjadi lebih sehingga baik untuk pertumbuhan akar di mana akar dengan leluasa dapat menyerap unsur hara dan air yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Rusli et al. (2004), tanah menjadi gembur karena kerapatannya berkurang sedangkan porositasnya meningkat sehingga mampu memper-baiki drainase dan aerasi tanah yang sangat diperlukan untuk meningkatkan respirasi dan penetrasi akar yang sangat diperlukan untuk membantu akar tanaman temu ireng untuk mengabsorpsi air dan hara dari dalam tanah untuk pertumbuhan. Hal yang sebaliknya tidak terjadi pada perlakuan tanpa olah tanah. Oleh karena itu, pertumbuhan vegetatif tanaman sela temu ireng diantara kelapa lebih baik pada perlakuan pengolahan tanah menyeluruh. Perlakuan pemupukan terhadap tinggi tanaman kedelai dapat meningkatkan tinggi tanaman kedelai di mana pemupukan dengan dosis 653 kg ha-1 berbeda nyata dengan dosis 453 kg ha-1 dan dosis 553 kg ha-1. Hal ini diduga karena rendahnya kandungan hara N pada lahan penelitian. Keadaan ini menyebabkan tanaman dengan dosis 453 kg ha-1 dan 553 kg ha-1 belum mampu memenuhi kebutuhan tanaman untuk melakukan pertumbuhan vegetatif. Mapegau (2007) dalam laporannya menjelaskan bahwa unsur nitrogen berperan dalam pembelahan dan pemanjangan sel, hal ini dapat diartikan bahwa apabila sel bertambah besar dan panjang, maka akan terjadi pertambahan tinggi dan pertambahan kesamping sehingga memungkinkan bagi meningkatnya tinggi dan luas daun. Kedelai yang dibudidayakan dengan pengolahan tanah mengalami peningkatan tinggi tanaman seiring dengan dosis pupuk yang diberikan (Tabel 2). Perlakuan pengolahan tanah dan pemupukan memberikan interaksi pada tinggi tanaman 7 dan 9 MST. Pengolahan tanah dan pemupukan memiliki hubungan yang cukup erat, karena dengan adanya pengolahan tanah yang dilakukan maka struktur tanah menjadi gembur sehingga tidak terjadi pemadatan tanah atau pori tanah menjadi besar yang
mempermudah akar tanaman dalam menyerap unsur hara yang diberikan melalui pemupukan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanman. Tabel 2. Tinggi Tanaman Berdasarkan Interaksi Perlakuan Pengolahan Tanah dan Pemupukan Tinggi Tanaman 7 MST (cm) Tinggi Tanaman 9 MST (cm) Pengolahan Tanah Pengolahan Tanah Tanpa Olah Pengolahan Tanpa Olah Pengolahan Pemupukan Tanah (TOT) dengan Cangkul Tanah (TOT) dengan Cangkul 42,11a 41,67a 47,10a 54,55ab 453 kg ha-1 42,00a 42,11a 51,53ab 50,07a 553 kg ha-1 43,59a 57,87b 55,47b 64,85c 653 kg ha-1 9,13 5,10 BNT 5% Ket: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 5% Perlakuan
Menurut Widarto et al. (1998), pengolahan tanah dalam (deep tillage) bertujuan agar perakaran tanaman dapat tumbuh dan berkembang lebih optimal, sehingga pada kondis air tanah terbatas tanaman tetap dapat menyerap hara secara normal. Jumlah Daun Pengolahan tanah berdasarkan hasil analisis ragam memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah daun pada 9 MST, pemupukan berpengaruh nyata pada 7, 8 dan 9 MST serta interkasi antara pengolahan tanah dan pemupukan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Rataan hasil uji BNT 5% disajikan pada Tabel 3. Pengolahan tanah yang berpengaruh pada 9 MST di mana pengolahan tanah dengan cangkul nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa olah tanah. Keadaan ini diduga karena akar dari tanaman pada TOT tidak dapat bergerak aktif atau tertekan dibandingkan dengan yang dilakukan dengan pengolahan tanah.Menurut Sufariandini (1999), pengolahan tanah 1 kali cangkul sudah dapat memberikan kondisi fisik yang memadai untuk pertumbuhan kedelai. Tabel 3. Rekapitulasi Jumlah Daun Perlakuan
2MST
3 MST
Jumlah Daun (Helai) 4 MST 5 MST 6 MST
Pengolahan Tanah 4,47tn 4,98tn 8,58tn 8,78tn 11,24tn TOT 4,42 5,18 9,22 9,31 13,04 Cangkul BNT 5% Pemupukan 4,57tn 5,03tn 8,20tn 8,37tn 10,47tn 453 kg ha-1 -1 4,27 5,07 9,13 9,30 12,67 553 kg ha 4,50 5,13 9,37 9,47 13,30 653 kg ha-1 BNT 5% Ket: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom berbeda nyata pada uji BNT 5% tn = tidak nyata
7 MST
8 MST
9 MST
16,31a 18,58b 2,20
18,64tn 21,29 -
19,18a 21,80b 2,55
16,13a 18,57a 19,20a 16,60a 18,83a 19,37a 19,60b 22,50b 22,90b 2,69 3,26 3,13 yang sama menunjukkan
Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata pada 8 dan 9 MST di mana dosis 653 kg ha-1 nyata lebih tinggi (22,90) dibandingkan dengan dosis 453 kg ha-1 dan 553 kg ha-1. Hal ini diduga karena kandungan hara dalam tanah rendah yaitu unsur N yang berperan dalam meningkatkan pertumbuhan atau fase vegetatif dari tanaman. Menurut Bala dan Fagbayide (2009) dalam Santoso et al. (2012), nitrogen mempunyai peran yang penting dalam pertumbuhan suatu tanaman, kekurangan nitrogen dapat menyebabkan tanaman
menjadi kerdil dan ditandai dengan warna daun hijau pucat atau hijau kekuningan, klorosis pada daun serta terjadi nekrosis pada daun tua. Jumlah Polong Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pengolahan tanah berpengaruh nyata pada jumlah polong dan pemupukan serta interaksi antar keduanya tidak menunjukkan pengaruh yag nyata. Pengolahan tanah yang berpengaruh nyata pada jumlah menunjukkan bahwa pengolahan tanah dengan cangkul nyata lebih tinggi atau menghasilkan jumlah polong lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pengolahan tanah (TOT). Tabel 4. Rekapitulasi Jumlah Polong Perlakuan Jumlah Polong (Buah) Pengolahan Tanah 19,60a TOT 29,29b Cangkul 4,99 BNT 5% Pemupukan 22,53tn 453 kg ha-1 -1 23,67 553 kg ha 27,13 653 kg ha-1 BNT 5% Ket: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNT 5% tn = tidak nyata
Pengisian polong merupakan fase dimana tanaman sangat membutuhkan air. Pengolahan tanah yang dilakukan menjadikan tanah menjadi sehingga proses penyerapan oleh air menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Jackson (1977) dalam Sormin (1992) yang menyatakan bahwa fase pengisian polong merupakan fase kritis bagi tanaman kedelai,karena fase tersebut tanaman kedelai memerlukan air yang cukup untuk memperoleh hasil yang maksimum. Sumono (1981) menambakan dengan pengolahan tanah, luas permukaan tanah akan bertambah besar, sehingga air yang hilang juga bertambah besar. Tetapi untuk lapisan yang lebih dalam adalah sebaliknya, karena dengan pemutusan kontinyuitas kapiler akan menghambat gerakan air ke permukaan tanah. Sehingga secara kumulatif kehilangan pada tanah yang diolah lebih kecil dari tanah yang tidak diolah. Pengamatan jumlah polong dengan perlakuan dosis pupuk serta interaksi antar keduanya tidak berpengaruh nyata. Tetapi dosis pupuk 653 kg ha-1 dapat meningkatkan jumlah polong sebesar 27,13 buah dibandingkan dengan dosis pupuk 553 kg ha-1 dan 453 kg ha-1 yang masing-masing 23,67 dan 22,53 buah. Hal ini diduga karena pupuk yang diberikan pada tanaman terutama unsur P kurang dan terikat oleh tanah sehingga tanaman tidak dapat menyerap unsur P dengan optimal. Berdasarkan penelitian dari Haryanto (1985), jumlah polong tiap tanaman dipengaruhi oleh dosis pupuk fosfor yang diberikan. Banyaknya polong yang terbentuk pada tanaman kedelai tanpa dipupuk fosor lebih rendah daripada tanaman yang dipupuk fosfor. Menurut Sutedjo (2010), tanaman mengambil P sangat sedikit yaitu ± 20% dari yang diberikan. Oleh karena itu pada akhir setelah panen akan terdapat efek sisa (residual effect). Sabiham et al. (1978) dalam Surata (1985) menambahkan selain phospor diambil tanaman juga ada yang difiksasi oleh tanah.
Berat 100 Biji Perlakuan pengolahan tanah pada berat 100 biji kedelai berpengaruh nyata sedangkan pemupukan dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata pada berat 100 biji (Tabel 5 dan Lampiran7). Pengolahan tanah dengan cangkul nyata lebih tinggi (29,29 kg ha-1) dibandingkan tanpa TOT (19,60 kg ha-1). Keaadaan ini diduga karena pengolahan tanah dapat menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman sehingga pergerakan akar dalam menyerap air dan unsur hara menjadi optimal. Menurut Sormin (1992), tersedianya air bagi tanaman selain ditentukan oleh curah hujan dan jumlah air irigasi, juga tergantung kepada kemampuan tanah menahan air. Untuk memperoleh sifat fisik tanah yang baik, yang mampu menahan air hingga dapat mendukung pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman diperlukan pengolahan tanah yang tepat sesuai dengan kondisi dan sifat fisik tanah yang dilakukan. Tersedianya air yang cukup, yang diikuti oleh pengolahan tanah dan pemupukan yang tepat serta pemeliharaan tanaman secara intensif dapat memberikan hasil yang tinggi. Tabel 5. Rekapitulasi Berat 100 Biji Perlakuan Berat 100 Biji (g) Pengolahan Tanah 27,00a TOT 40,89b Cangkul 10,79 BNT 5% Pemupukan 30,33tn 453 kg ha-1 -1 33,33 553 kg ha 38,17 653 kg ha-1 BNT 5% Ket: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji BNT 5% tn = tidak nyat
Perlakuan pemupukan dan interaksi antara pengolahan tanah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5 tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Hal ini diduga karena pupuk yang diberikan tidak terserap maksimal oleh tanaman. Menurut Munawar (2011), jika fosfor larut dari pupuk yang diberikan ke dalam tanah, fosfor akan cepat mengalami reaksi dengan partikel liat dan senyawa-senyawa Fe dan Al di dalam tanah kemudian akan berubah menjadi bentuk-bentuk tidak atau kurang tersedia bagi tanaman.Sesuai dengan pernyataan Hardjowigeno (2010) yang menyatakan bahwa unsure fosor baik yang telah berada di dalam tanah, maupun yang diberikan ke tanah sebagai pupuk terikat oleh Al dan Fe yang kemudian akan menjadi bentuk yang tidak dapat diambil oleh tanaman.Walaupun pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata pada berat 100 biji, namun rata-rata tertinggi yaitu dengan dosis pupuk 653 kg ha-1 kemudian dosis 543 kg ha-1 dan 453 kg ha1.Menurut Berger(1977) dalam Haryanto (1985), fosor berperan dalam proses pemindahan energi yang merupakan proses vital bagi tanaman. Reaksinya berhubungan dengan proses fotosintesis. Hardjowigeno (2010), menambahkan bahwa fosfor berfungsi dalam pembelahan sel, pembentukan bunga, buah, dan biji serta mempercepat kematangan.Pernyataan ini didukung oleh Haryanto (1985) yang menjelaskan fosor dapat mrningkatkan jumlah bunga yang terbentuk dan bobot kering biji kedelai.
KESIMPULAN 1.
2.
3.
Pengolahan tanah dengan cangkul berpengaruh lebih baik terhadap jumlah daun pada umur 7 dan 9 MST (18,58 dan 21,80 cm), jumlah polong (29,25 buah), dan berat 100 biji (40,89 g). Pemupukan phonska dengan dosis 653 kg/ha berpengaruh lebih baik terhadap jumlah daun umur 7, 8 dan 9 MST (19,60, 22,50 dan 22,90 cm) dan jumlah polong (27,13 buah). Interaksi antara pengolahan tanah dan pemupukan pada kombinasi pengolahan tanah dengan cangkul dan pemupukan phonska 653 kg/ha berpengaruh lebih baik terhadap tinggi tanaman kedelai umur 7 dan 9 MST (57,87 dan 64,85 cm). DAFTAR PUSTAKA
Hardjowigeno. S. 2010. Ilmu tanah. Cetakan VII. Akademika Pressindo. Jakarta Haryanto. 1985. “Pengaruh Pemupukan Fosfor pada Tiga Metoda Pengolahan Tanah terhadap Hasil dan Komponen Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merr.)”. Laporan Karya Ilmiah. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Insititut Pertanian Bogor Mapegau. 2007. Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Hijau. Jurnal Agripura 3(2):401-410 Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press. Bogor Rachman, A, A. Dariah, dan E. Husen. 2004. Olah Tanah Konservasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor Rusli, N. Heryana, dan E. Randriani. 2004. Pengaruh Pengolahan Tanah terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Temu Ireng (Curcuma aeroginosa) Di antara Tanaman Kelapa Genjah Kuning Nias. Loka Penelitian Tanaman Perkebunan Santoso, B, U. S. Budi, dan E. Nurnasari. 2012. Pengaruh Jarak Tanam dan Dosis Pupuk NPK Majemuk terhadap Petumbuhan, Produksi, dan Analisis Usaha Tani Rosela Merah. Jurnal Littri 18 (1): 17-23 Sarief, E. S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. CV Pustaka Buana. Bandung Sormin, N. 1992. “Pengaruh Pemberian Unsur Mikro dengan Legin, Irigasi, dan Pengolahan Tanah terhadap Sifat Fisik Tanah, Pertumbuhan, Produksi dan Efisiensi Penggunaan Air pada Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) merril)”. Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sufariandini, W. S. 1999. “Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max. L) yang Ditanam Di Gawagan Karet TBM-3 pada Dua Sistem Pengolahan Tanah”. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sumono. 1981. Pengaruh Kedalaman Pengolahan Tanah terhadap Besarnya Evaporasi pada Tanah Podsolik Merah Kuning pada Suhu dan Kelembaban Udara Tertentu. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Suprapto, 2004. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta Surata, K.I. 1985. Pengaruh Pemupukan Fosfat terhadap Kandungan P, K, Ca, Mg Daun serta Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Varietas
Mb 129 pada Latosol Tajur. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Widarto, D. S. Budi, dan S. Harsanti. 1998. Perbaikan Produktivitas Padi Gogorancah melalui Cara Pengolahan Tanah dan Pemupukan Nitrogen. Prosiding Seminar Nasional Budidaya Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan