DAMPAK PENCEMARAN AKTIVITAS KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP KANDUNGAN TIMBAL (Pb) DALAM TANAMAN PADI DAN BERAS
LISTIN FITRIANAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Pencemaran Aktivitas Kendaraan Bermotor terhadap Kandungan Timbal (Pb) dalam Tanaman Padi dan Beras adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Listin Fitrianah NIM P052120111
RINGKASAN LISTIN FITRIANAH. Dampak Pencemaran Aktivitas Kendaraan Bermotor terhadap Kandungan Timbal (Pb) dalam Tanaman Padi dan Beras. Dibimbing oleh MOHAMAD YANI dan SOBRI EFFENDY Aktivitas kendaraan bermotor menghasilkan pencemar timbal (Pb) tersebar ke udara dan mencemari lingkungan sekitarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengevaluasi sebaran pencemaran timbal dari aktivitas kendaraan bermotor terhadap areal persawahan padi; (2) mengkaji kandungan timbal yang terdapat pada tanaman padi dan beras di areal persawahan padi; (3) mengidentifikasi dampak dari akumulasi bahan pencemar (timbal) terhadap faktor sosial dan lingkungan. Metode yang digunakan pada penelitian adalah survey dan analisis kandungan Pb di lingkungan. Sumber cemaran Pb diamati dari kegiatan transportasi di lokasi penelitian dan pengaruhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Penyebaran Pb ke lingkungan persawahan pada jarak 100, 1000, dan 2000 m di sisi kiri dan kanan jalan, diamati dari perubahan kandungan Pb pada tanah dan air pesawahan perubahan kandungan Pb pada tanaman padi dan beras pada awal dan akhir musim tanam. Penyebaran Pb ke masyarakat diamati dari kandungan Pb dalam rambut masyarakat sekitar. Rancangan Percobaan yang digunakan adalah rancangan tersarang dua tahap dan diolah dengan program SAS 9.4. Pola penyebaran kandungan timbal di persawahan dilakukan dengan menggunakan analisis spasial dengan metode Spline with barrier program Arcgis 9.3. Data angin diolah menggunakan Ocean Data View (ODV) 4.5.3 dan Windrose Plot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kandungan timbal tertinggi pada tanah awal tanam diperoleh pada jarak 2000 m dari jalan (53,08 mg/kg), sedangkan yang terendah diperoleh pada jarak 1000 m (6,94 mg/kg). Kandungan timbal tertinggi pada tanah akhir musim tanam diperoleh pada jarak 1000 mdari ruas jalan (37,231 mg/kg), sedangkanyang terendah dengan jarak 100 m dari ruas jalan (7,857 mg/kg).Kandungan timbal pada air pada akhir tanam menunjukkan lebih tinggi dibandingkan awal tanam. Kandungan timbal tertinggi pada air awal tanam diamati pada jarak 1000 m dari ruas jalan (0,0034 mg/L), sedangkan yang terendah pada jarak 2000 m dari ruas jalan (0,0025 mg/L).Kandungan timbal tertinggi pada air akhir musim tanam diamati pada jarak 1000 m (0,0070 mg/L), sedangkan yang terendah pada jarak 100 m dari ruas jalan (0,008 mg/L). Kandungan timbal tertinggi pada tanaman padi diperoleh pada persawahan bagian utara jalan pada jarak 100 m (0,052 mg/kg), sedangkan yang terendah terdapat pada persawahan bagian selatan jalan pada jarak 2000 m dari ruas jalan (0,003 mg/kg). Kandungan timbal tertinggi pada beras diperoleh pada persawahan bagian utara jalan pada jarak 100 m (0,030 mg/kg), sedangkan yang terendah terdapat pada persawahan bagian selatan jalan pada jarak 2000 m dari ruas jalan (0,001 mg/kg). Akumulasi timbal pada rambut manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur, konsumsi makanan,dan tingkat aktivitasnya. Kandungan timbal tertinggi pada rambut diperoleh pada selang umur 45 – 50 tahun (0,004 mg/kg). Kata kunci : beras, kendaraan bermotor, tanah, tanaman, timbal
SUMMARY LISTIN FITRIANAH The Air Pollution Impact of Motor Vehicle Activities to Lead (Pb) Content in Paddy Plant and Rice Bean. Supervised by MOHAMAD YANI and SOBRI EFFENDY The activity of motor vehicles produce pollutant of lead (Pb) that disperse into the air and contaminate to the surrounding environment. The purpose of this study are (1) to evaluate the distribution of Pb contamination from motor vehicle activity against paddy fields; (2) to assess the lead content found in paddy plants and rice grains in the paddy fields; (3) to identify the impact of the accumulation of contaminants (lead) in the social and environmental factors. The method used in this study was a survey and analysis of the Pb content in the environment. The sources of Pb contamination was observed from transportation activities in the research sites and its effect on the surrounding environment. The Pb dispersion to the rice fields at distances of 100, 1000, and 2000 m on either side of the road was observed by the changes in Pb content of soil and water, change the Pb content in paddy plant and rice grains at the beginning and at the end of the planting season. The Pb dispersion to communities was observed from the content of lead in the hair of surrounding communities. The design of experiments used are nested two-stage design and processed with SAS 9.4 program. The pattern of dispersion lead content in paddy fields is done by using spatial analysis with Spline with barrier method ArcGIS 9.3 program. The wind data is processed using Ocean Data View (ODV) 4.5.3 and Windrose Plot. The result shows that the highest of Pb content at the beginning of the planting season is obtained at a distance of 2000 m from the road (53,08 m/kg), while the lowest is at a distance of 1000 m (6,94 m/kg). The highest Pb content in the soil at the end of the planting season is obtained at a distance of 1000 m of roads (37,231 mg/kg), whereas the lowest is at a distance of 100 m from the road (7,857 mg/kg). The Pb content in the water at the end of the planting season indicates higher than the initial one. The highest Pb content at the initial planting season is observed at a distance of 1000 m (0,0034 mg/L), whereas the lowest one is at a distance of 2000 m of roads (0,0025 mg / L). The highest of Pb content in the water at the end of the planting season is obserrved at a distance of 1000 m (0,0070 mg/L), whereas the lowest is at a distance of 100 m from the road (0,008 mg/L). The highest Pb content in paddy plants is obtained in the northern part of the road at a distance of 100 m (0,052 mg/kg), while the lowest is in the southern part of the rice field at a a distance of 2000 m of roads (0,003 mg/kg). The highest Pb content in rice bean is obtained in the northern part of the road with a distance of 100 m (0,030 mg / kg), while the lowest is in the southern part of the paddy field at a distance of 2000 m of roads (0,001 mg/kg). Accumulation of Pb content in human hair is influenced by several factors, including age, food intake, and their activity. The highest lead content in community hair is obtained in the interval age of 45-50 years (0,004 mg/kg). Keywords: lead, motor vehicles, plant, rice, soil
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DAMPAK PENCEMARAN AKTIVITAS KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP KANDUNGAN TIMBAL (Pb) DALAM TANAMAN PADI DAN BERAS
LISTIN FITRIANAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc F
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Dampak Pencemaran Aktivitas Kendaraan Bermotor terhadap Kandungan Timbal (Pb) dalam Tanaman Padi dan Beras. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr Ir Mohamad Yani, MEng dan Dr Ir Sobri Effendy, MSi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Rachmad Hermawan, MSc F sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan koreksi konstruktif. Terimakasih kepada segenap tenaga pengajar yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan, serta segenap pegawai Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB. Ungkapan terima kasih, penghargaan dan rasa hormat kepada suami tercinta Uftori Wasit, SP, MSi yang selalu mendampingi, mendorong dan memberikan doa yang tulus. Putra tersayang Adhyasta Daniyal Prasraya Uftori, yang selalu memahami kesibukan ibunda dalam menyelesaikan studi ini. Kepada orang tua, ayah saya Djuri dan ibu saya Murti yang senantiasa memberikan doa dan kasih sayangnya. Kakak saya Siti Listiyani, SPd dan Listiyono, ST adik saya Johan Listanto serta seluruh keluarga, terima kasih atas segala doa, dorongan dan semangat. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan PSL angkatan 2012 atas kebersamaannya saat ini, semoga silaturahmi kita tetap terjaga. Pemilik lahan dan petani padi di Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan, serta semua pihak yang membantu hingga tesis ini berhasil diselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Listin Fitrianah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Udara Sumber Pencemar Udara Timbal (Pb) Pencemaran Udara dan Respon Tanaman Sumber Timbal dan Pencemarannya di dalam Tanah Sumber Timbal dan Pencemarannya di Tanaman Pemaparan Timbal pada Manusia Bioindikator Bahan Bakar Minyak Karakteristik Tanaman Padi Faktor Meteorologi dalam Penyebaran Timbal METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Pelaksanaan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian Sebaran Pencemaran Timbal dari Aktivitas Kendaraan Bermotor terhadap Areal Persawahan Padi Kandungan Timbal pada Tanaman Padi dan Beras di Areal Persawahan Padi Dampak dari Akumulasi Bahan Pencemar (Timbal) terhadap Faktor Sosial dan Lingkungan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x xi xii 1 1 2 3 3 4 4 4 4 5 6 9 10 12 13 14 15 16 16 18 18 18 22 24 24 38 47 55 58 58 58 59 64
x
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tujuan penelitian, metode, data dan output yang diharapkan Luas dan ketinggian wilayah di Kecamatan Babat Kemiringan lereng Jenis tanah di Kecamatan Babat Data curah hujan dan hari hujan di Kecamatan Babat Tahun 2014 Data arah dan kecepatan angin di Perak II Surabaya Data volume kendaraaan bermotor Data perkiraan banyaknya kendaraaan bermotor Perkiraan cemaran timbal karena konsumsi premium kendaraan bermotor jarak tempuh sepuluh km di lokasi 10 Udara ambien 11 Penggunaan lahan di Kecamatan Babat tahun 2014 12 Luas panen dan produksi padi tahun 2014 13 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin 14 Jenis penyakit dan jumlah penderita 15 Hasil analisis uji lanjut pada air berdasarkan lokasi 16 Penelitian kandungan timbal pada tanaman dari sumber kendaraan bermotor 17 Hasil analisis uji lanjut pada beras berdasarkan lokasi 18 Hasil analisis uji lanjut pada tanaman padi dan beras berdasarkan jarak 19 Penelitian timbal pada rambut dari sumber kendaraan bermotor
21 25 26 26 28 29 30 31 32 32 33 35 36 37 43 51 54 54 56
xi
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran dampak pencemaran aktivitas kendaraan bermotor terhadap kandungan timbal (Pb) dalam Tanaman padi dan beras 2 Lokasi Penelitian 3 Peta lokasi pengambilan sampel 4 Alur pelaksanaan penelitian 5 Peta jenis tanah 6 Windrose bulan Januari – April 2014 di Kecamatan Babat 7 Rata-rata kandungan timbal dalam tanah di sisi utara dan selatan jalan pada saat awal dan akhir penanaman padi 8 Sebaran kandungan timbal di tanah pada awal tanam 9 Sebaran kandungan timbal di tanah pada akhir tanam 10 Rata-rata kandungan timbal pada air sawah 11 Sebaran kandungan timbal di air pada awal tanam 12 Sebaran kandungan timbal di air pada akhir tanam 13 Rata-rata kandungan timbal pada tanaman padi 14 Sebaran kandungan timbal pada tanaman padi 15 Rata-rata kandungan timbal pada beras 16 Sebaran kandungan timbal pada beras 17 Kandungan timbal pada rambut 18 Aktivitas masyarakat
3 19 22 23 27 30 38 39 40 43 44 45 48 49 52 53 56 57
xii
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Analisis kandungan timbal pada tanah awal tanam Analisis kandungan timbal pada tanah akhir tanam Analisis kandungan timbal pada air awal tanam Analisis kandungan timbal pada air akhir tanam Analisis kandungan timbal pada tanaman Analisis kandungan timbal pada beras Analisis Uji T berpasangan
65 65 66 66 67 67 68
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan kendaraan bermotor sangat memudahkan manusia dalam melaksanakan suatu pekerjaan, namun di sisi lain pemakaian kendaraan bermotor yang digunakan sebagai moda transportasi dapat menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Laju pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor yang tinggi. Sebagian besar kendaraan bermotor itu menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat perawatan yang kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas kurang baik. Pemakaian kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil, memiliki peran yang cukup besar dalam pencemaran lingkungan. Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang sangat erat hubungannya dengan penggunaan logam atau persenyawaan logam tersebut oleh manusia. Pencemaran ini disebabkan oleh gas buangan sisa pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor. Keberadaan akses penghubung utama ruas jalan, membawa konsekuensi meningkatnya aktivitas kendaraan bermotor. Meningkatnya aktivitas kendaraan bermotor tentunya berdampak terhadap timbulnya bahan pencemar yang ada di udara. Salah satu bahan pencemar yang dihasilkan dari aktivitas kendaraan bermotor sebagai akibat dari pembakaran bensin adalah timbal (Pb). Logam Pb yang terkandung dalam bensin ini sangatlah berbahaya, sebab pembakaran bensin akan mengemisikan 0,09 gram timbal tiap 1 km (Gusnita 2012). Timbal (Pb) merupakan bahan yang dapat meracuni lingkungan dan mempunyai dampak pada seluruh sistem di dalam tubuh. Timbal (Pb) dapat masuk ke tubuh melalui inhalasi, makanan dan minuman serta absorbsi melalui kulit. Padi merupakan komoditi utama di sektor pertanian, hal ini dikarenakan padi banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi merupakan tanaman yang memiliki produk akhir 72% beras, 5-8% dedak, dan 20-22% sekam (Prasad et al. 2001). Beras telah menjadi komoditas yang memiliki nilai strategis dalam kehidupan, karena beras menjadi sumber pangan pokok dan sumber penghasilan bagi petani dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari bagi jutaan penduduk. Selain itu beras sebagai sumber karbohidrat juga memiliki beberapa fungsi strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, bahkan ketahanan stabilitas politik nasional. Sebagai bahan pangan utama, kebutuhan beras yang bermutu dan bersih dari bahan pencemar yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan menjadi penting untuk diperhatikan. Mutu suatu beras sangat ditentukan oleh aktivitas budidaya padi yang dilakukan oleh petani, dimana penggunaan pupuk anorganik dan pestisida berpotensi terhadap adanya bahan pencemar yang terdapat pada tanaman (akar, batang, daun, dan buah). Aktivitas kendaraan bermotor yang melintasi sawah juga pada akhirnya akan memberikan dampak negatif terhadap hasil produksi padi (beras), hal ini dikarenakan aktivitas kendaraan bermotor menghasilkan bahan pencemar yang dilepaskan di udara yang akan terserap oleh tanaman dalam proses pertumbuhannya. Harahap
2 (2004) menyebutkan bahwa aktivitas kendaraan bermotor berpengaruh terhadap kandungan bahan pencemar (timbal) yang ada di pucuk teh, semakin dekat jarak tanaman ke jalan, maka kandungan timbal akan semakin besar. Environment Project Agency menjelaskan sekitar 25% timbal tetap berada dalam mesin dan 75% lainnya akan mencemari udara sebagai asap knalpot. Emisi Pb dari gas buangan tetap akan menimbulkan pencemaran udara dengan sebaran bahan pencemar sebagai berikut : sebanyak 10% mencemari lokasi dalam radius kurang dari 100 m, 5% mencemari lokasi dalam radius 20 km, dan 35% lainnya terbawa atmosfer dalam jarak yang cukup jauh (Surani 2002). Akumulasi logam berat (timbal) yang masuk dalam tubuh akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia, karena logam berat merupakan bahan kimia golongan logam tidak dibutuhkan oleh tubuh. Keberadaan logam berat dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan efek negatif terhadap fungsi fisiologis tubuh, yang pada akhirnya akan memberikan efek negatif dan gangguan kesehatan (Palar 1994). Tingginya aktivitas kendaraan bermotor sebagai akibat dari keberadaan jalan nasional tentunya akan berdampak terhadap akumulasi bahan pencemar (Pb) yang dimungkinkan akan terjerap oleh tanaman padi, hal ini dikarenakan aktivitas budidaya tanaman padi banyak dilakukan di sepanjang ruas jalan. Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka upaya pemenuhan bahan pangan (beras) yang berkualitas maka dampak pencemaran aktivitas kendaraan bermotor terhadap kandungan timbal dalam tanaman padi dan beras sangat penting untuk dilakukan. Kerangka Pemikiran Pencemaran timbal yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor merupakan pencemaran yang berbahaya terhadap kehidupan manusia karena timbal dapat masuk ke tanaman yang dipengaruhi oleh pencemaran timbal adalah tanaman padi yang ditanam kiri dan kanan jalan raya yang ramai dilalui kendaraan bermotor. Penjelasan kerangka pemikiran dari penelitian ini dipaparkan pada Gambar 1.
3 Aktivitas Aktivitas Transportasi Transportasi
Pencemaran Pencemaran
Tanah Tanah
Air Air
Tanaman Tanaman
Manusia Manusia
Absorbsi Absorbsi Timbal Timbal (Pb) (Pb) pada pada padi padi
Absorbsi Absorbsi Timbal Timbal (Pb) (Pb)
Kesehatan Kesehatan Masyarakat Masyarakat
Gambar 1 Kerangka pemikiran dampak pencemaran aktivitas kendaraan bermotor terhadap kandungan timbal (Pb) dalam Tanaman padi dan beras Perumusan Masalah Meningkatnya aktivitas kendaraan bermotor berpotensi terhadap timbulnya bahan pencemar berupa timbal (Pb) yang ada di udara sebagai akibat dari pembakaran bensin. Kendaraan bermotor yang melintasi sawah juga memberikan dampak negatif terhadap hasil produksi padi (beras), hal ini dikarenakan bahan pencemar yang dilepaskan di udara yang akan terserap oleh tanaman dalam proses pertumbuhannya. Akumulasi bahan pencemar dalam beras pada akhirnya dapat meracuni lingkungan dan mempunyai dampak pada seluruh sistem di dalam tubuh berupa gangguan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana sebaran pencemaran timbal dari aktivitas kendaraan bermotor terhadap areal persawahan padi ? 2. Bagaimana kandungan timbal yang terdapat pada tanaman padi dan beras di areal persawahan padi ? 3. Bagaimana dampak dari akumulasi bahan pencemar (timbal) terhadap faktor sosial dan lingkungan ? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengevaluasi sebaran pencemaran timbal dari aktivitas kendaraan bermotor terhadap areal persawahan.
4 2. Mengkaji kandungan timbal yang terdapat pada tanaman padi dan beras di areal persawahan padi. 3. Mengidentifikasi dampak dari akumulasi bahan pencemar (timbal) terhadap faktor sosial dan lingkungan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pengambil kebijakan, para peneliti dan pemerhati lingkungan dalam lingkup yang lebih luas, karena timbal merupakan salah satu unsur pencemar udara, tanah dan tanaman yang cukup penting yang akhirnya akan membahayakan kesehatan manusia. Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang sumber utama yang merupakan pencemaran tanaman padi, sehingga sebagai masukan bagi pengambil kebijakan baik pengelola pertanian, pemerintah daerah dan masyarakat umum. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji kandungan timbal yang ada pada beras sebagai akibat dari tingginya aktivitas kendaraan bermotor yang ada di ruas jalan serta mengidentifikasi dampak dari akumulasi bahan pencemar (timbal) terhadap faktor sosial dan lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Udara Udara alami (natural air) selain terdiri atas gas dan uap air, juga mengandung bahan padat dan cair yang halus sedangkan udara kering (dry air) hanya mengandung gas-gas saja dalam kandungan tertentu. Udara alami mengandung uap air dan suspensi macam-macam partikel seperti jelaga, tepung sari, bakteri dan virus, sedangkan udara kering terdiri atas 78 % nitrogen, 21 % oksigen dan 1 % gas lainnya (Turk et al. 1984). Palar (1994) menambahkan bahwa udara kering (gas tanpa air dan aerosol) mencakup 96 % dari volume atmosfer yang terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok gas utama (nitrogen, oksigen dan karbondioksida) yang meliputi 99,99 % volume udara kering dan sisanya 0,01 % berupa gas mulia (neon, argon, helium dan lain-lain) Pencemaran udara adalah terdapatnya udara seperti debu, asap, uap air dan partikel – partikel dan dalam jangka waktu dan kandungan tertentu di dalam udara terbuka terlampaui batas nilai maksimum yang berakibat buruk terhadap manusia, tanaman dan hewan ataupun terhadap benda - benda lainnya yang terdapat di daerah tercemar tersebut (Painter 1974). Wardhana (1995) menyatakan, udara bersih yang dihirup hewan dan manusia merupakan gas yang tidak tampak, tidak berbau, tidak berwarna maupun berasa. Berbanding
5 terbalik udara yang bersih sulit diperolleh, terutama kota-kota besar yang banyak terdapat industri dan padat lalu lintas. Udara yang mengandung zat pencemar disebut udara tercemar. Udara yang tercemar akan merusak lingkungan dan kehidupan manusia. Kerusakan lingkungan berarti berkurangnya daya dukung alam terhadap kehidupan, selanjutnya akan mengurangi kualitas hidup manusia secara keseluruhan. Secara umum, zat pencemar udara dapat digolongkan dalam dua golongan yaitu partikel dan gas. Bahan pencemar berbentuk partikel memiliki ukuran antara 0,01 – 100,00 µm, dengan sumber utama berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (bensin, solar, minyak tanah, batu bara dan gas alami) dan dari hasil sisa pembakaran insenerator yang tidak sempurna. Bahan pencemar berbentuk gas sebagian besar berasal dari hasil pembuangan pabrik (Peavy et al. 1986). Menurut Wardhana (1995) dari beberapa macam komponen pencemar udara, maka yang paling banyak berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan dan manusia adalah komponen – komponen meliputi karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), belerang oksida (SOx), Hidrokarbon (HK) dan partikel. Saeni (1989) membuat klasifikasi pencemar udara dari golongan partikel menjadi : 1. Debu (dust) merupakan bahan padat di udara yang berasal dari pemecahan zat atau bahan yang bentuknya tidak beraturan berukuran berkisar antara 1 – 200 µm. Partikel termasuk golongan ini dapat bersumber dari hasil hancuran dan pelapukan (desintegrasi) batuan dan tanah termasuk pula bahan organik. 2. Kabut (mist, fog) merupakan awan yang terdapat di ketinggian yang rendah dalam bentuk partikel cair yang bergaris tengah 5 – 100 µm. 3. Uap (fume) merupakan campuran partikel di udara berdiameter 0,1 – 1,0 µm. 4. Asap (smoke) merupakan campuran partikel – partikel di udara sangat halus, hasil suatu pembakaran atau proses kimia lainnya, bergaris tengah 0,01 – 1,10 µm 5. Aerosol merupakan partikel yang berukuran 0,001 – 0,100 µm. 6. Gas, dalam keadaan gas dari cairan atau bahan padatan. 7. Embun, merupakan tetesan cairan yang sangat halus dan tersuspensi di udara. 8. Awan merupakan uap yang dibentuk pada tempat yang tinggi. 9. Haze, merupakan partikel – partikel debu atau garam yang tersuspensi dalam air. 10. Jelaga (soot, langes), partikel – partikel karbon yang sangat halus. Sumber Pencemar Udara Sumber pencemaran udara yang utama berasal dadri transportasi terutama kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar yang mengandung zat tercemar, 60 % dari pencemar yang terdiri karbon monoksida dan sekitar 15 % terdiri dari hidrokarbon (Fardiaz 1992). Sumber-sumber pencmar lainnya adalah pembakaran, proses industri dan pembuangan limbah. Pada beberapa daerah perkotaan, kendaran bermotor menghasilkan 85 % dari
6 seluruh pencemar udara yang terjadi. Kendaraan bermotor merupakan pencemar bergerak yang menghasilkan pencemar CO, hidrokarbon yang tidak terbakar sempurna, NOx, SOx dan partikel. Menurut Purnomohadi (1995) terdapat dua bentuk emisi dari dua unsur atau senyawa pencemar udara yaitu : 1. Pencemar udara primer Emisi zat-zat pencemar udara langsung ke atmosfer dari sumber-sumber diam maupun bergerak. Pencemar udara primer tersebut mempunyai waktu paruh di atmosfer yang tinggi pula, misalnya CO, CO2, NO2, SO2, CFC, Cl2 dan partikel debu. 2. Pencemar udara sekunder Emisi pencemar udara dari hasil proses fisika dan kimia di atmosfer dalam bentuk fotokimia yang umumnya bersifat reaktif dan mengalami transformasi fisika dan kimia menjadi unsur atau senyawa. Bentuknya berbeda atau berubah dari saat diemisikan sampai setelah ada atmosfer, misalnya ozon (O3), aldehida, hujan asam. Berdasarkan sebaran ruang, sumber pencemar udara dapat dikelompokkan menjadi sumber titik, sumber wilayah, dan sumber garis. Emisi Pencemaran udara berdasarkan sumber pencemarannya yaitu sumber diam dan sumber bergerak. Sumber diam biasanya berupa kegiatan industri dan rumah tangga. Sumber bergerak terutama berupa kendaraan bermotor, yang berkaitan dengan transportasi. Senyawa pencemar udara berdasarkan sifatnya dibagi menjadi tiga kelompok, seperti yang dikemukakan oleh Meetham (1981) yaitu : 1. Senyawa yang bersifat reaktif. 2. Partikel-partikel halus yang tersangga di atmosfer dalam jangka waktu yang lama. 3. Partikel-partikel kasar yang segera jatuh ke permukaan tanah. Senyawa-senyawa pencemar udara tersebut antara lain adalah SO2, SO3, CO, amonia (NH3), asam hypoklorit, senyawa flour dan unsur-unsur radioaktif. Partikel-partikel halus terutama berbentuk kabut yang berasal dari proses pembakaran bahan bakar secara tak sempurna, sedangkan partikel-partikel kasar terutama berbentuk senyawa oraganik. Senyawa SO2, asap dan debu dapat berfungsi sebagai prototipe senyawa pencemar udara yang lain. Timbal (Pb) Timbal (Pb) pada awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi. Timbal juga berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami. Pb memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Apabila dicampur dengan logam lain akan terbentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya. Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal meleleh pada suhu 328⁰ C dan titik didih 1740⁰ C dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20. Sehari – hari timbal dikenal dengan nama timah hitam, yang terdiri dari 4 macam, yaitu :
7 a. b. c. d.
Timbal 204 dengan jumlah sebesar 1,48 % dari seluruh isotop timbal. Timbal 206 sebanyak 23,06 % Timbal 207 sebanyak 22,60 % Timbal 208 yang merupakan hasil akhir dari peluruhan radioaktif thorium (Th)
Penggunaan dalam Bidang Industri Dalam pertambangan, logam berbentuk sulfida logam (PbS) disebut galena. Logam Pb digunakan dalam industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, zat penyusun patri atau solder, sebagai formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air rumah tangga dengan Pb. Kemampuan Pb membentuk alloy dengan berbagai jenis logam lain sehingga bisa meningkatkan sifat metalurgi dari Pb, yaitu : a. Pb + Sb sebagai kabel telepon b. Pb + As + Sn + Bi sebagai kabel listrik c. Pb + Ni senyawa azida sebagai bahan peledak d. Pb + Cr + Mo + Cl sebagai pewarnaan cat e. Pb + Asestat untuk mengkilapkan keramik dan bahan anti api f. Pb + Te sebagai pembangkit listrik tenaga panas g. Tetrametil – Pb dan tetraetil Pb sebagai bahan aditif pada bahan bakar kendaraan bermotor. Timbal sebagai salah satu zat yang dicampurkan ke dalam bahan bakar (premium dan premix) yaitu (C2H5)4Pb atau TEL (Tetra Ethyl Lead) yang digunakan sebagai bahan aditif, yang berfungsi meningkatkan angka oktan sehingga penggunaannya akan menghindarkan mesin dari gejala yang berfungsi sebagai pelumas bagi kerja antar katup mesin (intake and exchaust valve) dengan dudukan katup valve seat serta valve guide. Keberadaan Octane booster dibutuhkan dalam bensin agar mesin bisa bekerja dengan baik (Nasution 2004). Tingkat Pencemaran Emisi Pb dari lapisan atmosfer bumi berbentuk gas atau partikel. Emisi Pb bentuk gas, terutama berasal dari buangan gas kendaraan bermotor, merupakan hasil sampingan dari pembakaran mesin-mesin kendaraan dari senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb dalam bahan bakar kendaraan bermotor. Emisi Pb dari pembakaran mesin menyebabkan jumlah Pb udara dari asap buangan kendaraan meningkat sesuai meningkatnya jumlah kendaraan bermotor. Percepatan pertumbuhan sektor transportasi, kepadatan arus lalu lintas, serta tingginya volume kendaraan bisa menyebabkan kemacetan arus lalu lintas. Dampak negatif kemacetan lalu lintas bisa menyebabkan tingginya tingkat polusi udara di lingkungan kota. Hasil emisi gas pembuangan kendaraan bermotor akan meningkatkan pula kadar Pb di udara. Asap kendaraan bermotor bisa mengeluarkan partikel Pb yang kemudian bisa mencemari udara, tanaman disekitar jalan raya dan mencemari makanan yang dijajakan di pinggir jalan. Asap bisa juga terserap oleh manusia secara langsung melalui pernafasan atau kulit. Salah satu faktor yang menyebabkan
8 tingginya kontaminasi Pb dalam lingkungan adalah pemakaian bensin bertimbal yang masih tinggi di Indonesia. Pencemaran Pb dari kegiatan transportasi darat dikarenakan penggunaan tetrametil –Pb dan tetraetil-Pb dalam bahan bakar berkualitas rendah untuk menurunkan nilai oktan sebagai anti-knock mesin kendaraan. Bahan aditif yang ditambahkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor pada umumnya terdiri dari 62 % tetraetil-Pb, 18 % etilen bromida, 18 % etilen dikhlorida dan 2 % bahan lainnya. Jumlah senyawa Pb yang jauh lebih besar menyebabkan jumlah Pb yang dibuang ke udara sangat tinggi. Senyawa halogen (Br, Cl) mampu mengikat residu Pb setelah pembakaran sehingga dalam gas buangan terdapat Pb-halogen. PbBrCl dan PbBrCl.2PbO merupakan kandungan senyawa Pb utama pada saat pembakaran mesin (Palar 1994). Kadar Pb udara bervariasi di pedesaan, biasanya kurang dari 1 πg/m3 dan mampu mencapai lebih dari 10 µg/m3 di daerah perkotaan dan daerah urban. Kadar Pb di udara di Jakarta rata-rata mencapai 0,5 µg/m3. Di kawasan tertentu, seperti terminal bus dan daerah padat lalu lintas, kadar Pb mencapai 2 - 8 µg/m3 . Di daerah pemukiman di Jakarta, kadar Pb udara tahun 1994 sampai 1998 mencapai 0,2 – 1,8 µg/m3 melampaui baku mutu kualitas udara untuk Pb 1 µg/m3 (Rubianto 2000). Konsumsi premium untuk transportasi pada tahun 1999 adalah sebesar 11.515.401 kiloliter. Premium mengandung Pb sebesar 0,45 g/L sehingga jumlah Pb yang terlepas ke udara total sebesar 5.181,930 ton. Pertumbuhan penjualan mobil sebesar 300 % dan sepeda motor sebesar 50 %, diperkirakan tahun 2001 polusi Pb meningkat mencapai 1,7 – 5 µg/m3 (Damanik 2004). Pencemaran udara terutama emisi Pb sebesar 73.154,42 ton berasal dari 98,61 % transportasi dan industri, 1,39 % berasal dari rumah tangga dan pemusnahan sampah jumlahnya sangat rendah. Bensin premium dengan nilai oktana 87 dan bensin super dengan nilai oktana 98 mengandung 0,70 – 0,84 tetraetil-Pb dan tetrametil-Pb sehingga menjadi sebesar 0,56 – 0,63 g Pb yang dibuang ke udara dari setiap liter bensin. Meningkatnya kepadatan lalu lintas di perkotaan mengakibatkan tingginya kandungan Pb di udara. Sumber Pb berasal dari pembakaran bahan bakar minyak yang diemisikan dalam bentuk partikel, yaitu PbBrCl, PbBrCl2PbO, Pb (OH) Cl2, PbBr2, PbCl2, 2PbO, Pb (OH) Br, PbO, PbCO3, PbBr2.2PbO, PbCO3.2PBO (Palar 1994). Berdasarkan hasil penelitian di jalan raya di Yogyakarta, diketahui bahwa kandungan Pb di udara berkisar 0,0904 – 0,00155 mg/m3/24 j am (Saruji 1995). Rubianto (2000) sumber utama pencemaran Pb berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor yang menempati 90 % dari total emisi Pb di atmosfer, Sekitar 10 % Pb mengendap langsung di tanah dalam jarak 100 meter dari jalan, 45 % mengendap dalam jarak 20 km, 10 % mengendap dalam jarak 20 – 200 km dan 35 % terbawa ke atmosfer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Pb di udara di daerah lingkungan perkotaan yang padat lalu lintas sebesar 0,1 – 0,2 ppm dan kandungan Pb dalam darah penduduk di sekitar lokasi > 0,3 ppm.
9 Pencemaran Udara dan Respon Tanaman Sebagian besar pencemaran udara, secara sendiri-sendiri atau kombinasi menyebabkan kerusakan dan perubahan fisiologi tanaman yang kemudian diekspresikan dalam gangguan pertumbuhan (Kozlowski 1991). Pencemaran menyebabkan perubahan pada tingkat biokimia sel kemudian diikuti oleh peubahan fisiologi pada tingkatan biokimia sel kemudian diikuti oleh peubahan fisiologi pada tingkat individu hingga tingkat komunitas tanaman. Smith (1981) menyebutkan mekanisme pencemaran logam secara biokimia pada tumbuhan terbagi kedalam enam proses, yaitu : 1. Logam mengganggu fungsi enzim 2. Logam sebagai anti metabolit 3. Logam membentuk lapisan endapan yang stabil dengan metabolit esensial 4. Logam sebagai katalis dekomposisi pada metabolit esensial 5. Logam mengubah permeabilitas 6. Logam menggantikan struktur dan elektrokimia unsur yang paling penting dalam sel Kozlowski (1991) menjelaskan bahwa pencemaran udara terhadap tanaman dapat mempengaruhi : 1. Pertumbuhan Banyak literatur yang menunjukkan berbagai pencemar udara dan air secara sendiri-sendiri dan dalam bentuk kombinasi mengurangi pertumbuhan kambium, akar dan bagian reproduktif. 2. Pertumbuhan akar Pencemar gas maupun partikel mengurangi bibit, jumlah pengurangan bervariasi tergantung kepada kandungan dan waktu pemaparan. Beberapa studi menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi dari pohon tua dapat berkurang. Sebagai contoh, terjadinya penurunan pertumbuhan tinggi pada beberapa tumbuhan yang disebabkan oleh pencemar SO2, NO2 dan partikel. 3. Pertumbuhan daun Luasan daun dari suatu pohon dan tegakan pohon yang terpancar ke pencemar udara dapat berkurang karena pembentukan dan kecepatan pengguguran daun. Sebagai contoh SO2 mengurangi berat dan luas daun. Kerusakan Daun Pencemar atmosfer merusak tumbuhan dan merugikan dalam beberapa cara. Kerusakan akibat pencemaran diklasifikasikan ke dalam akut, kronis atau tersembunyi (Muud 1975). Pada kerusakan akut, kerusakan pada pinggir atau antar tulang daun dicirikan oleh penampakan berkurangnya air, kemudian mengering dan memutih sampai warna gading pada kebanyakan spesies, tetapi beberapa spesies menjadi coklat atau merah kecoklatan. Kerusakan tersebut disebabkan oleh penyerapan gas pencemar udara cukup untuk membunuh jaringan dalam waktu yang relatif cepat. Kerusakan kronis ditunjukkan menguningnya daun yang berlanjut hingga memutih karena kebanyakan dari klorofil dan karotenoid dirusak. Kerusakan kronis disebabkan oleh absorpsi sejumlah gas pencemar udara yang belum menyebabkan kerusakan akut, atau penyerapan sejumlah gas dalam kandungan subletal dalam periode waktu yang lama.
10 Menurut Fardiaz (1992) beberapa pencemar sekunder diketahui bersifat merusak tanaman. Percobaan dengan cara pengasapan tanaman dengan NO2 menunjukkan terjadinya bintik-bintik pada daun jika digunakan kandungan 1,00 ppm, sedangkan dengan kandungan yang lebih tinggi yaitu 3,5 ppm atau lebih, terjadi nekrosis atau kerusakan pada daun. Kerusakan akut pada tanaman disebabkan kemampuan tanaman untuk mengubah belerang dioksida yang diabsorpsi menjadi asam sulfat kemudian menjadi ion sulfat menjadi berkurang. Garam-garam tersebut terkumpul pada ujung atau tepi daun. Sulfat yang berbentuk pada daun berkumpul dengan sulfat yang diabsorpsi melalui akar, jika akumulasi pencemar udara cukup tinggi, terjadi gejala kronis yang ditandai dengan gugurnya daun. Klorosis atau nekrosis akan terletak pada jaringan antar tulang daun terutama bagian pucuk atau pinggir daun. Kerusakan Anatomi Daun Jaringan anatomi daun pada kelas dikotil tersusun atas sekumpulan sel yang memiliki bentuk hampir sama. Jaringan tersebut tersusun atas jaringan epidermis atas dan bawah, jaringan mesofil (daging daun) yang tersusun atas jaringan palisade dan jaringan bunga karang. Epidermis menutupi permukaan atas dan bawah daun dilanjutkan ke epidermis batang, sedangkan lapisan mesofil merupakan daerah paling utama untuk proses fotosintesis. Lapisan palisade merupakan bagian dari daun yang paling banyak mempengaruhi hasil fotosintesis. Kerusakan yang terjadi pada mesofil daun, terutama pada jaringan palisade oleh pencemaran udara akan memberi dampak yang paling besar terhadap kegiatan fotosintesis yang dilakukan yang dilakukan oleh tumbuhan. Respon histologi dari tanaman dikotil terhadap hidrogen fluorida dan sulfur dioksida menjadi tidak dapat dibedakan. Perubahan histologis yang paling umum pada kerusakan daun oleh pencemar udara adalah plasmolisis, granulasi atau disorganisasi penyusun sel, rusaknya sel atau disintegrasi dan pigmentasi jaringan. Harahap (2004) menyebutkan bahwa bahan pencemar dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fisiologis dalam tanaman jauh sebelum terjadinya kerusakan fisik. Para ahli lainnya menyebutkan hal tersebut sebagai kerusakan tersembunyi. Kerusakan tersembunyi dapat berupa penurunan kemampuan tanaman dalam menyerap air, pertumbuhan sel yang lambat atau pembukaan atomata yang tidak sempurna. Pencemar debu di udara dapat menutupi mulut daun dan hal ini membatasi proses transpirasi. Bahan kimia yang berupa gas, sebagai contoh SO2 akan masuk melalui mulut daun kemudian mempengaruhi komposisi cairan sel dan sel menjadi rusak. Sumber Timbal dan Pencemarannya di dalam Tanah Tanah merupakan suatu sistem kompleks dimana apabila suatu larutan yang mengandung zat kimia atau kontaminan ditambahkan atau kontak dengan tanah, maka berbagai proses atau reaksi yang akan mempengaruhi kandungan zat dalam larutan tersebut akan terjadi. Reaksi yang mungkin terjadi adalah reaksi kimia, kimia-fisik dan biologis. Sumber pencemaran timbal dalam tanah dapat berasal dari asap kendaraan bermotor, penambangan dan industri serta cat tembok yang larut
11 bersama air hujan. Logam berat timbal dalam dalam buangan limbah industri di Jabodetabek ternyata telah melebihi batas maksimal yang diizinkan untuk limbah. Hal tersebut dapat terjadi, karena banyak industri belum mempunyai fasilitas pengolahan limbah. Tanah liat mampu mengikat kation-kation logam berat, sehingga kandungan logam berat dalam limbah setelah melalui kolom tanah menjadi berkurang. Keadaan tersebut ditunjukkan oleh penurunan daya hantar listrik limbah setelah dilakukan ke kolom tanah, dibandingkan dengan sebelum melalui kolom tanah tersebut (Saeni 1980). Logam dalam tanah, berperan sebagai satuan ion bermuatan dan membentuk bahan organik dengan logam yang tidak larut. Keberadaannya dipengaruhi oleh aktivitas tanaman tingkat tinggi serta mikroorganisme. Keduanya merupakan sumber ligan yang larut dalam air untuk membentuk senyawa kompleks. Logam yang diikat kompleks organik bersifat tidak larut, tidak dapat dicuci dan relatif tidak tersedia bagi tanaman, dengan demikian senyawa organik tanah mampu mengurangi bahaya potensial yang disebabkan oleh logam berat beracun (Stevenson 1982) Pengambilan contoh tanah analisis kandungan timbal, sangat ditentukan oleh sumber pencemarannya. Pada lokasi pencemarannya berasal dari udara, kandungan timbal pada permukaan tanah hingga kedalaman beberapa sentimeter (terutama yang kaya akan bahan organik) akan jauh tinggi dibandingkan dengan tanah dari bagian yang lebih dalam. Ward et al. (1975) kandungan timbal pada kedalaman tanah lebih dari 5 cm ternyata konstan. Timbal sebagai bahan pencemar memasuki tanah dari berbagai sumber dan proses siklusnya yang baru mengikuti pengikatan yang terjadi dalam permukaan tanah. Timbal dalam tanah dapat dibedakan antara timbal yang berasal dari pencemaran dan timbal yang terdapat secara alami, jumlahnya berkisar 2-200 ppm. Akibat aktivitas manusia terutama kendaraan bermotor dan industri yang menggunakan bahan bakar yang mengandung timbal telah meningkatnya jumlahnya di lapisan permukaan tanah, sehingga dapat mencapai kandungan 1600-2400 ppm (NAS 1972) Alloway (1995) partikel timbal sebagai salah satu logam berat berbahaya dalam tanah dapat berasal dari aktivitas penambangan, pertanian, limbah pupuk, bahan bakar, industri metalurgi, elektronik, bahan-bahan kimia dan industri manufaktur lainnya. Sedangkan kandungan total logam berat dalam tanah bersumber dari bahan induk tanah, deposisi atmosflirik, penumpukan sampah-sampah organik dan zat pencemar anorganik, dikurangi kehilangan melalui serapan tanaman, pencucian dan volatilisasi. Lapisan permukaan tanah mengandung timbal dan jumlah yang lebih tinggi dibanding dengan lapisan yang lebih dalam yang didukung oleh banyaknya timbal bivalen yang terserap kuat dalam tanah, juga pembentukan kelat dengan bahan organik, sehingga kelarutannya rendah menyatakan bahwa tanah yang mempunyai pH tinggi, apabila berubah menjadi masam akan membebaskan timbal yang difiksasinya. Logam berat terdapat di dalam tanah atau sedimen tanah melakukan proses pertukaran ion dan absorpsi terutama pada partikel halus dengan permukaan yang luas dan gugus bermuatan negatif, seperti tanah liat (kaolinit, klorit, montmorilonit), zat-zat hunim (asam humus, asam fulfik, asam humin) dan oksida-oksida Fe dan Mn. Kandungan timbal yang melimpah dan
12 berbahaya akan dapat menurun setelah terdeposisi diatas tanah karena akan mengalami reaksi-reaksi yang membentuk senyawa-senyawa yang tidak larut seperti PbCO3, Pb3(PO4)2 dan PbSO4 yang berkadar lebih kecil. Stevenson (1982) logam di dalam tanah berperan sebagai satuan ion bermuatan dan membentuk kompleks bahan organik organik dengan logam yang tidak larut. Kehadirannya sangat dipengaruhi oleh aktivitas tanaman tingkat tinggi dan mikro organisme, dan merupakan sumber ligan yang larut dalam air membentuk senyawa kompleks. Logam yang diikat kompleks organik bersifat tidak larut, tidak dapat dicuci dan relatif tidak tersedia bagi tanaman. Dengan demikian senyawa organik tanah mampu mengurangi bahaya potensial yang disebabkan oleh logam berat beracun. Emisi timbal berupa partikulat PbBrCl sesudah terdeposisi dalam tanah akan terikat dalam kompleks bahan organik ataupun berubah menjadi PbSO4 atau PbCO3 jika batu kapur digunakan sebagai bahan aspal jalan. Sumber Timbal dan Pencemarannya di Tanaman Timbal merupakan unsur yang tidak enensial bagi tanaman, kandungannya berkisar antara 0,1-10 ppm dan kandungannya timbal dalam tanaman untuk berbagai jenis secara normal berkisar 0,5-3,00 ppm. Tanaman tertentu tingkat keracunan terhadap timbal sangat tinggi. Hal tersebut menimbulkan kondisi yang membahayakan, karena dalam tanaman tidak menunjukkan gejala keracunan dan kelihatan sehat, tetapi berbahaya jika dikonsumsi manusia (Soepardi 1983). Menurut Dahlan (1989) tingkat akumulasi timbal pada vegetasi dan tanah akan meningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan arus lalu lintas dan menurun bila semakin jauh dari tepi jalan raya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar timbal dalam tanaman yaitu jangka waktu tanaman kontak dengan timbal, kadar timbal dalam tanah, morfologi dan fisiologi tanaman, umur tanaman dan faktor yang mempengaruhi lahan seperti banyaknya tanaman penutup serta jenis tanaman di sekeliling tanaman tersebut. Dua jalan masuknya timbal ke dalam tanaman yaitu melalui akar dan daun. Timbal setelah masuk ke sistem tanaman akan diikat oleh membran-membran sel, mitokondria dan kloroplas. Bahkan timbal dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fisis. Kerusakan tersembunyi dapat berupa penurunan kemampuan tanaman dalam menyerap air, pertumbuhan yang lambat atau pembukaan stomata yang tidak sempurna. Masuknya timbal ke dalam jaringan daun bukan karena timbal tidak diperlukan tanaman, tetapi hanya sebagai akibat ukuran stomata daun yang cukup besar dan ukuran partikel timbal yang relatif kecil dibanding ukuran stomata. Timbal masuk ke dalam tanaman melalui proses penyerapan pasif (Widiriani 1996). Menurut Smith (1981) panjang stomata daun 27 µm dan lebarnya 10 µm sedangkan ukuran timbal berkisar 2 µm. Penyerapan melalui daun terjadi karena partikel timbal di udara, jatuh dan mengendap pada permukaan daun. Permukaan daun yang lebih kasar, berbulu dan lebar akan lebih mudah menangkap partikel daripada permukaan daun yang halus, tidak berbulu dan sempit (Widiriani 1996). Tingkat akumulasi timbal pada vegetasi dan di tanah akan meningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan arus lalu
13 lintas, dan menurun dengan bertambahnya jarak dari tepi jalan raya (Dahlan 1989). Kandungan timbal dalam tanaman yang tumbuh di tepi jalan dapat mencapai 50 ppm, tetapi setelah 150 m dari jalan raya, jumlahnya akan menjadi normal kembali yaitu sebesar 2-3 ppm. Menurut Giddings (1973) timbal yang diemisikan dari kendaraan berbentuk senyawa yang ke dalam air. Oleh karena itu tingginya kontaminasi timbal di dalam tanah tidak selalu berpengaruh terhadap tingginya kandungan timbal dalam jaringan tanaman yang tumbuh di atasnya. Tanaman yang berada di tempat padat industri atau padat lalu lintas akan banyak mengandung unsur logam seperti Pb, Cd, Hg, Cu (Evans 1982). Keberaan unsur logam tersebut dapat mempengaruhi fisiologi tanaman. Menurut Rahayu (1995) sebagian besar pencemaran udara akan menurunkan proses fotosintesis baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya adalah rusaknya ataupun hilangnya jaringan-jaringan untuk melakukan fotosintesis dan gangguan pembukaan stomata. Total luasan daun (leaf area) dari tanaman yang terkena pencemaran udara akan mengalami penurunan, karena terhambatnya laju pembentukan dan perluasan daun serta meningkatnya jumlah daun yang gugur. Pemaparan Timbal pada Manusia Keracunan timbal dapat terjadi tanpa pemaparan langsung karena tubuh mengakumulasi Pb untuk waktu lama dan melepaskan dari tubuh dalam jumlah yang sedikit dan lambat. Kerusakan saraf dan jaringan yang lainnya yang disebabkan oleh keracunan Pb bersifat tidak balik (irreversible) dan pemamparan akut dapat menyebabkan kematian. Pemaparan Melalui Pernapasan Udara ambien merupakan jalan utama distribusi timbal di lingkungan. Kandungan timbal di udara berkisar antara 7,6 x 10-5 µg/m3 di daerah terpencil seperti Antartika sampai dengan 10 µg/m3 dekat dengan daerah peleburan. Secara individual, kisaran potensi pemaparan adalah lebar, tetapi generalisasi perkiraan bisa dimungkinkan untuk kelompok-kelompok kegiatan asalkan kandungan ambien (di dalam ruangan, di luar ruangan dan di tempat kerja) diketahui dan asumsi umum dilakukan terhadap waktu yang dihabiskan di suatu lokasi yang berbeda. Sebagai contoh seseorang yang bekerja jauh dari keramaian jalan tidak mungkin mengalami kondisi kandungan rata-rata mingguan lebih dari 0,1 µg/m3 dibandingkan dengan mereka yang bekerja ditengah kesibukan jalan raya sebesar 2 atau 3 µg/m3. Kuantitas timbal yang tertahan di dalam paru-paru, lokasi pengendapan dan jumlah yang dapat terserap tidak hanya bergantung pada kandungan partikel di atmosfer pada suatu kurun waktu, tetapi juga bergantung pada : 1. Ukuran, bentuk dan densitas partikel 2. Kelarutan partikel dalam paru-paru 3. Kecepatan dan kedalaman pernapasan
14 Pemaparan Melalui Asupan Sumber utama timbal yang siap untuk tertelan adalah : 1. Timbal dalam makanan, berasal dari : a. Pengendapan timbal di udara pada sayuran atau hasil pertanian, yang berasal dari kendaraan atau sumber diam lainnya dan tertelan secara langsung atau tidak langsung oleh konsumen sayuran tersebut. b. Dari tanah secara alami atau terkontaminasi oleh timbal. c. Selama proses pengalengan, pemrosesan, persiapan dan pemasakan yang menggunakan peralatan yang mengadung timbal. 2. Timbal dalam air, berasal dari sumber alami, kontaminasi dari emisi di atmosfer, penggelontoran dari limbah industri atau dari peralatan perpipaan pembawa air. 3. Timbal dalam debu dan tanah dari emisi atmosfer dan ausnya permukaan cat. 4. Timbal dalam cat misalnya pada mainan, dinding dan peralatan kayu. 5. Sumber-sumber lainnya, misalnya kosmetika, obat-obatan dan lain. Bioindikator Darah Seluruh nilai Pb digunakan secara luas sebai dosis yang diserap. Sebagian besar timbal terikat dalam hemoglobin. Baik darah vena maupun darah kapiler dapat digunakan sebagai teknik sampling yang memadai. Secara umum disepakati bahwa kadar Pb sebagai pengukur timbal yang diserap merupakan indikator paling baik bagi pemaparan yang sedang terjadi. Perkiraan kadar pemaparan yang diperoleh tersebut merupakan cerminan keseimbangan dinamis antara pemapara (penyerapan), retensi pembebasan dan pengeluaran. Jika kandungan timbal dalam tubuh banyak, pengaruhnya pada kadar Pb juga besar. Pada keadaan pemaparan yang menetap, berlangsung lama tanpa perubahan, kadar Pb memberikan gambaran yang baik mengenai pemaparantimbal yang sedang terjadi (Harahap 2004). Rambut Rambut adalah bagian tubuh yang banyak mengandung protein struktural. Protein ini tersusun asam amino sistein yang mengandung gugus sulfhidril (-SH) dan sistin dengan ikatan disulfida (-S-S-). Gugus – gugus tersebut mampu mengikat logam berat yang masuk ke dalam tubuh dan terikat didalam rambut. Senyawa sulfida mudah terikat dengan logam berat, maka timbal tersebut akan terikat oleh senyawa sulfida dalam rambut. Menurut Saeni (1997) jumlah logam pada rambut berkorelasi dengan jumlah logam yang diabsorpsi oleh tubuh. Oleh karena itu rambut dapat dipakai sebagai bahan biopsi. Beberapa keuntungan rambut sebagai bioindikator, yaitu: 1. Rambut dapat dengan mudah dikumpulkan tanpa merugikan donor. 2. Contoh rambut dapat disimpan dalam waktu relatif lama sebelum dianalisis tanpa menimbulkan kerusakan pada contoh. 3. Kandungan sebagian besar unsur renik relatif tinggi terkandung pada rambut dibandingkan pada bagian tubuh lainnya.
15 Bahan Bakar Minyak Bahan bakar minyak (BBM) masih merupakan energi utama yang dikonsumsi oleh masyarakat. Persentase konsumsinya terhadap total pemakaian energi final merupakan yang terbesar dan terus mengalami peningkatan. Dilihat dari sisi pemakaian BBM, sektor transportasi merupakan pemakai BBM terbesar yaitu 47 % dengan proporsi setiap tahun selalu meningkat. Pada sektor rumah tangga sebesar 22 %, sektor industri sebesar 21 % dan pembangkit listrik sebesar 10 %. Peningkatan konsumsi BBM di sektor transportasi berkaitan erat dengan pertumbuhan jumlah kendaraan serta tergantung pada kondisi-kondisi seperti lalu lintas, kondisi teknis mesin dan peralatan kendaraan, pola mengemudi dan prasarana jalan. Bensin Jenis bahan bakar minyak bensin merupakan nama umum untuk beberapa jenis BBM yang diperuntukkan bagi mesin dengan jenis pembakaran menggunakan pengapian. Di Indonesia terdapat beberapa jenis bahan bakar jenis bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu pembakaran ini dihitung berdasarkan nilai RON (Random Octan Number). Berdasarkan RON tersebut maka BBM bensin dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : a. Premium (RON 88), merupakan bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan (dye). Penggunaan premium pada umumnya adalah untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin seperti mobil, motor, dan lainlain. b. Pertamax (RON 92), merupakan bahan bakar dengan stabilitas oksidasi tinggi dan kandungan olefin, aromatik dan benzen pada level yang rendah sehingga menghasilkan pembakaran tang lebih sempurna pada mesin. Pertamax ditujukan untuk kendaraan yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk kendaraan yang diproduksi di atas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi setara dengan electronic fuel injection dan catalytic converter. c. Pertamax Plus (RON 95), merupakan bahan bakar dengan kandungan energi tinggi. Jenis BBM ini telah memenuhi standar performance international World Fuel Chartwe (WWFC). Pertamax plus sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi ratio > 10,5 dan juga menggunakan teknologi electronic fuel injection, variable valve timing intelligent, turbocharge dan catalytic converted (BPHMIGAS 2005). Solar High speed diesel (HSD) merupakan BBM jenis solar yang memiliki angka performa cetane number 45, jenis BBM ini umumnya digunakan untuk mesin transportasi jenis diesel dengan sistem injeksi pompa mekanik (injection pump) dan electronic injection. Penggunaan jenis BBM ini adalah untuk transportasi dan mesin industri (BPHMIGAS 2005).
16 Karakteristik Tanaman Padi Botani Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan dengan klasifikasi sebagai berikut genusnya adalah Oryza Linn, family Gramineae dengan jumlah spesies ada 25 spesies, dua diantaranya adalah Oriza sativa L dan Oryza glaberima steund. Tanaman padi mempunyai nama botani Oryza sativa dengan nama lokal padi, dapat dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering yang tumbuh di dataran tinggi dan padi sawah yang memerlukan air menggenang (Sarkar et al. 2006) Padi termasuk golongan tanaman semusim yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya satu kali berproduksi, setelah berproduksi akan mati atau dimatikan. Tanaman padi dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar, batang dan daun. Bagian generatif terdiri dari bulir dan bunga, buah dan bentuk gabah. Pertumbuhan padi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Iklim, tanaman padi dapat hidup di daerah beriklim panas yang lembab. Iklim ini meliputi curah hujan, suhu, ketinggian tempat, sinar matahari, angin dan musim. b. Tanah, merupakan bagian bagian dari permukaan bumi sebagai tempat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam usaha pemanfaatan tanah oleh manusia, pengetahuan tentang sifat-sifat fisik tanah sangat diperlukan sebagai dasar. Penyimpanan unsur hara yang diperlukan tanaman dan kapasitas penyediaan air dalam tanah dapat diketahui, selain itu dapat diketahui pertumbuhan akar dan aerasinya. Dari data tersebut dapat ditentukan penggunaan tanah yang dimiliki, sifat fisik tanah meliputi tekstur tanah, struktur tanah, air serta udara dalam tanah. Komposisi dan manfaat beras Beras merupakan salah satu bahan makanan penghasil sumber energi. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Makanan pokok beras dapat digantikan makanan lainnya tetapi beras memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan makanan lain. Nilai gizi yang diperlukan oleh setiap orang dewasa adalah 1821 kalori. Apabila kebutuhan tersebut disetarakan dengan beras, maka setiap hari diperlukan 0,88 kg. Beras mengandung berbagai zat makanan yang diperlukan oleh tubuh, antara lain karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu dan vitamin. Disamping itu beras mengandung beberapa unsur mineral antara lain kalsium, magnesium, sodium, fosfor dan lain sebagainya. Faktor Meteorologi dalam Penyebaran Timbal Curah Hujan Faktor yang penting dari iklim adalah curah hujan yangdisebut pula presipitasi, sebenarnya sebutan ini lebih luas cakupannya. Cakupannya meliputi endapan air, salju, salju keras, butiran es sampai batues, akan tetapi
17 juga endapan kabut dan embun Hujan adalah kebasahan yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir- butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm (Karim 1985). Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Alat untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut Raingauge. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah bentuk medan/topografi, arah lereng medan, arah angin yang sejajar dengan garis pantai dan jarak perjalanan angina diatas medan datar. Hujan merupakan peristiwa sampainya air dalam bentuk cair maupun padat dari atmosfer ke permukaan bumi (Handoko 2003). Fakura (1996) menjelaskan kondisi dan keadaan meteorologi suatu tempat berpengaruh terhadap dispersi dan pengendapan partikel – partikel timbal. Curah hujan (air hujan) dapat mencuci partikel dan logam terlarut yang mengendap di tajuk – tajuk tanaman dan mencuci endapan partikel di atas permukaan daun sehingga menurunkan daya akumulasi partikel di permukaan daun (stomata). Angin Angin adalah udara yang bergerak secara horizontal dari suatu wilayah yang bertekanan tinggi menuju wilayah yang bertekanan rendah. Angin muncul sebagai hasil dari pemanasan di permukaan bumi, sehingga sebagai hasil dari pemanasan di permukaan bumi, sehingga terjadi perbedaan tekanan udara. Pemanasan permukaan bumi mengakibatkan terjadi pemuaian massa udara dan kerapatan udara relative lebih rendah sehingga tekanan udara menjadi rendah (Kartasapoetra). Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu udara pada suatu daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi panas matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Pada suatu wilayah, daerah yang menerima energi panas matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara yang lebih panas dan tekanan udara yang cenderung lebih rendah. Perbedaan suhu dan tekanan udara akan terjadi antara daerah yang menerima energi panas lebih besar dengan daerah lain yang lebih sedikit menerima energi panas, yang berakibat akan terjadi aliran udara pada wilayah tersebut. Angin secara umum diklasifikasikan menjadi dua yaitu angin lokal dan angin musim. Angin lokal tiga macam yaitu angin darat dan angin laut angin ini terjadi di daerah pantai. Angin lembah dan angin gunung dan angin jatuh yang sifatnya kering dan panas, angin musim ada lima macam, pertama angin passat adalah angin bertiup tetap sepanjang tahun dari daerah subtropik menuju ke daerah ekuator (khatulistiwa). Kedua angin anti passat. Udara diatas daerah ekuator yang mengalir ke daerah kutub dan turun di daerah maksimum subtropik merupakan angin anti passat. Ketiga angin barat. Sebagian udara yang berasal dari daerah maksimum subtropis utara dan selatan mengalir ke daerah sedang utara dan daerah sedang selatan sebagai angin barat. Keempat angin timur. Angin timur bersifat dingin karena berasal dari daerah kutub. Terakhir angin muson (monsun). Angin muson adalah angin yang berhembus secara periodik (minimal 3 bulan) dan antara periode yang satu dengan yang lain polanya akan berlawanan yang berganti arah secara berlawanan setiap setengah tahun (Handoko 2003). Razif dan Prasasti (2006)
18 menyatakan bahwa angin dapat mempengaruhi perpindahan polutan karena angin dapat membawa polutan sesuai dengan arahnya dengan kecepatan tertentu.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah areal persawahan yang terletak di sepanjang jalan nasional di Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan Jawa Timur (Gambar 2). Analisis laboratorium pada sampel tanah dan air dilakukan di laboratorium kimia Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit, Surabaya. Analisis laboratorium pada sampel tanaman padi, beras dan rambut dilakukan di Balai Penelitian dan Konsultasi Industri Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai dengan Oktober 2014, meliputi tahap : persiapan, pengumpulan data, pengecekan lapangan, analisis dan penulisan laporan. Metode Pengumpulan Data Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa peta administrasi, peta tanah, peta penggunaan lahan, data klimatologi, data Digital Elevation Model (DEM), tanah, air, tanaman padi, beras dan rambut. Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat alat komputer dengan perangkat lunak ArcGIS 9.3, Microsoft Excel, Microsoft Word, Microsoft Visio, SPSS versi 23, SAS 9.4, Global Positioning System, bor tanah, wadah sampel, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), Ocean Data View (ODV) versi 4.5.3 dan Windrose Plot. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil survei lapang, baik melalui pengamatan langsung maupun wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada masyarakat ataupun melalui uji laboratorium. Responden yang dipilih dalam proses wawancara merupakan pewakil dari jenjang umur dan lama tinggal di lokasi penelitian. Sedangkan lokasi pengambilan sampel tersebar di 18 titik lokasi persawahan sisi selatan dan sisi utara jalan (Gambar 3).
19
Gambar 2 Lokasi Penelitian
20 Uji laboratorium dilakukan terhadap sampel udara, tanah, air, tanah, beras, tanaman dan rambut. Jumlah sampel yang diuji pada masing-masing sampel penelitian diuraikan sebagai berikut : 1. Sampel tanah awal tanam dan akhir tanam Masing-masing pengambilan sampel terdiri dari 18 titik lokasi persawahan. Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-10 cm dari permukaan tanah seberat 250 g untuk setiap petak sampel. Sampel tanah kering diudarakan, kemudian digiling sampai halus dan disaring dengan saringan yang berukuran 0,2 mm. Sampel telah disaring tersebut diambil dan ditimbang sebanyak 5 g setelah itu dianalisis kandungan timbalnya dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom berdasarkan SNI No 6986.46-2009 (BSN 2009a). 2. Sampel air awal tanam dan akhir tanam Masing-masing pengambilan sampel terdiri dari 18 titik lokasi persawahan. Sampel air untuk uji kandungan timbal (Pb) diambil dari setiap petak sampel sebanyak 600 ml. Analisis kandungan Pb dalam air menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom berdasarkan SNI No 6986.46-2009 (BSN 2009a). Tahapan analisis dimulai dengan pembuatan larutan standar atau larutan baku induk timbal (Pb) yang akan digunakan untuk mendapatkan nilai atau kandungan dari Pb tersebut. 3. Sampel tanaman padi dari 18 titik lokasi persawahan Analisis kandungan timbal pada tanaman padi meliputi daun, batang, akar dan kulit beras. Analisis dilakukan sebagai berikut : a) Sampel daun, batang, akar dan kulit beras dalam 1 tanaman masing-masing dipotong kecil dan dicampur menjadi satu; b) Sampel tanaman dikeringkan dalam oven dengan suhu 65OC selama 72 jam; c)Setelah kering sampel tanaman digiling dan diayak dengan saringan berukuran 425 mesh. Analisis kandungan Pb dalam beras menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom berdasarkan SNI No 6986.46-2009 (BSN 2009a). 4. Sampel beras dari 18 titik lokasi persawahan Analisis kandungan partikel timbal pada beras dilakukan sebagai berikut : a). Sampel biji padi yang berupa beras dikeringkan dalam oven dengan suhu 65OC selama 72 jam, b). Setelah kering sampel beras digiling dan diayak dengan saringan berukuran 425 mesh, c). Menghitung kandungan timbal yang terserap dalam beras dilakukan dengan cara yang sama dengan cara analisis timbal pada tanaman. Analisis kandungan Pb dalam beras menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom berdasarkan SNI No 6986.46-2009 (BSN 2009a). 5. Sampel rambut masyarakat sekitar persawahan penelitian Sampel rambut diambil dari masyarakat yang tinggal disekitar titik lokasi penelitian lama tinggal minimal 5 tahun dengan lima kriteria umur yaitu 30 – 35 tahun, 35 – 40 tahun, 40 – 45 tahun, 45 – 50 tahun dan 50 – 55 tahun. Setiap selang umur terdapat tiga sampel rambut. Pengukuran serapan atom pada sampel rambut dilakukan dengan menggunakan teknik analisis AAS Grafite Furnance (Harahap 2004). 6. Kepadatan Lalu Lintas Kepadatan lalu lintas diukur dengan cara menghitung jumlah kendaraan dari berbagai jenis kendaraan yang termasuk dalam kontributor pencemar
21 timbal dan partikulat di sepanjang jalan raya atau di sepanjang jalan area lokasi penelitian. Jenis kendaraan yang dihitung adalah bus, truk, sedan, berbagai jenis kendaraan keluarga dan sepeda motor. Jumlah tiap jenis kendaraan lewat dicatat untuk mengetahui kepadatan lalu lintas setiap jamnya. Pencatatan dilakukan pada pukul 08:00-10:00, 12:00-14:00 dan 16:00-18:00. Dilakukan pada hari kerja karena diasumsikan jalan raya tersebut padat karena aktivitas rutin arah ke Surabaya. Metode Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan dari penelitian ini menggunakan dua metode yaitu survey dan uji laboratorium. Kegiatan survey dilakukan untuk memperoleh gambaran terkait lokasi penelitian, penentuan lokasi dan pengambil sampel, sedangkan uji laboratorium dilakukan untuk memperoleh informasi kandungan bahan pencemar (timbal) yang terdapat pada setiap sampel yang diuji. Penentuan lokasi pengambilan sampel menggunakan metode Stratified Random Sampling. Tujuan penelitian, metode, data yang digunakan, dan output yang diharapkan dari penelitian pada Tabel 1. Tabel 1 Tujuan penelitian, metode, data dan output yang diharapkan No
Tujuan
Analisis atau Metode Analisis Laboratorium Nested Design SIG Pairred t-test
Data
Output
o Kandungan timbal pada tanah dan air o Peta lokasi pengambilan sampel
o Kandungan timbal tanah dan air o Peta sebaran kandungan timbal tanah dan air o Kandungan timbal tanaman padi dan beras o Peta sebaran kandungan timbal tanaman padi dan beras o Kandungan pada rambut o Dampak pencemaran timbal terhadap faktor sosial dan lingkungan
Mengevaluasi sebaran pencemaran timbal dari aktivitas kendaraan bermotor terhadap areal persawahan.
o
2.
Mengkaji kandungan timbal yang terdapat pada tanaman padi dan beras di areal persawahan padi.
o Analisis Laboratorium o Nested Design o SIG o Pairred t-test
o Kandungan timbal pada tanaman padi dan beras o Peta lokasi pengambilan sampel
3.
Mengidentifikasi dampak dari akumulasi bahan pencemar (timbal) terhadap faktor social dan lingkungan.
o Analisis Laboratorium o Analisis Deskriptif o Kuesioner
o Preferensi Masyarakat o Data kandungan timbal rambut
1.
o o o
22
Gambar 3 Peta lokasi pengambilan sampel
23 Secara ringkas alur pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat dalam diagram alir penelitian (Gambar 4). Aktivitas kendaraan bermotor
Kepadatan lalu lintas selama 4 bulan
Data volume kendaraan
Pencemaran Pb
Kecepatan angin Arah angin
Angin dan curah hujan
Curah hujan Hari hujan
Uji laboratorium SIG Sebaran Pb areal persawahan (Tanah dan air)
Sebaran Pb (Tanaman padi dan beras)
Uji laboratorium SIG
Dampak dari akumulasi bahan pencemar Pb terhadap faktor sosial dan lingkungan
Uji laboratorium Kuesioner
Gambar 4 Alur pelaksanaan penelitian Adapun rincian dari masing-masing teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : Mengkaji Peningkatan Kandungan Timbal pada Beras Kajian yang dapat digunakan dalam mengetahui kandungan timbal yang terdapat pada beras ada tiga alat analisis yaitu Analisis Laboratorium, Two Stage Nested Design, dan Sistem Informasi Geografis. Analisis kandungan timbal dalam beras dimulai dari uji laboratorium terhadap semua sampel (udara, tanah, air, tanaman beras dan rambut). Setelah diperoleh informasi kandungan timbal pada masing-masing sampel yang diuji, maka kemudian dilanjutkan dengan rancangan percobaan tersarang dua tahap (Sastrosupadi 2000). Analisa Rancangan percobaan yang digunakan Rancangan Tersarang Dua Tahap (Two Stage Nested Design). Perlakukan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Lokasi sawah dari sisi jalan sebagai petak utama (A) yang terdiri atas dua taraf (utara dan selatan jalan).
24 2. Jarak dari jalan (B) sebagai anak petak yang terdiri atas tiga taraf (a. 100 m, b. 1000 m, c. 2000 m). Model persamaan linear dari Rancangan Bersarang Dua Tahap tersebut sebagai berikut : Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan level ke-j yang bersarang dalam level ke-i pada ulangan ke-k µ = Rataan umum τi = Pengaruh faktor A pada level ke-i βj(i) = Pengaruh faktor B pada level ke-j yang bersarang pada faktor A level ke-i = Nilai galat akibat level ke-j yang bersarang dalam level ke-i (ij)k pada ulangan ke-k i = Level-level faktor A j = Level-level faktor B yang bersarang di setiap level faktor A k = Jumlah ulangan Uji F kadar timbal antar jarak, interaksi jarak dan lokasi sampel dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan kadar timbal antara tanaman yang dekat dan yang jauh dari jalan raya pada kedua lokasi (Harahap 2014). Analisis korelasi dengan kadar timbal pada beras sebagai Y dan kadar timbal di tanah, air dan tanaman padi sebagai X dilakukan bertujuan untuk memprediksi kadar timbal pada beras apabila kadar timbal tanah, air dan tanaman padi diketahui. Sebaran dari kandungan timbal pada beras dilakukan dengan menggunakan analisis spasial dengan sistem informasi geografis (SIG). Prahasta (2005) alat analisis yang digunakan adalah Spline with barrier, menggunakan software Arcgis 9.3 dimana data hasil uji laboratorium timbal pada beras pada masing-masing lokasi sampel kemudian di interpolasi dengan SIG sehingga diperoleh informasi sebaran timbal di lokasi penelitian. Dampak Akumulasi Timbal Pada Sosial dan Lingkungan Kajian yang dilakukan untuk mengetahui dampak dari akumulasi timbal pada sosial dan lingkungan didasarkan kepada hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan uji laboratorium yang dibandingkan dengan standar batas maksimum cemaran logam Pb dalam pangan dari pemerintah berdasarkan SNI No 7387-2009 (BSN 2009). Data hasil kuesioner dan uji laboratorium kemudian dilakukan analisis deskriptif dan disusun dalam bentuk matriks.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lamongan mempunyai dua peran strategis di wilayah Jawa Timur yaitu : 1) Sebagai penghubung jalur transportasi di pantai utara pulau Jawa, hal ini dikarenakan terdapatnya jalur utama (jalan nasional dan rel kereta
25 api) yang menghubungkan kabupaten dan kota di pulau Jawa; 2) Sebagai penyangga pangan di Jawa Timur, karena Kabupaten Lamongan merupakan salah satu wilayah yang menjadi sentra penghasil padi dengan produksi tertinggi keempat di Jawa Timur. Produksi padi di Kabupaten Lamongan pada tahun 2014 sebesar 678.087,21 ton/tahun atau sebesar 6,41 % dari total produksi padi di Jawa timur (BPS 2015). Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Babat secara administrasi terletak di Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur. Kecamatan Babat terdiri dari 23 Desa dengan luas wilayah 6.297 ha (BPS Kecamatan Babat 2015). Informasi luas wilayah dan ketinggian wilayah masing-masing desa yang ada di Kecamatan Babat ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Luas dan ketinggian wilayah di Kecamatan Babat No Nama Desa Tinggi (m dpl) Luas (ha) 1 Banaran 7 155 2 Karangkembang 9 230 3 Pucakwangi 9 190 4 Gendongkulon 8 307 5 Kuripan 8 414 6 Bulumargi 9 636 7 Sambangan 7 274 8 Keyongan 7 285 9 Patihan 6 356 10 Datinawong 6 292 11 Sumurgenuk 7 385 12 Plaosan 7 216 13 Sogo 7 160 14 Babat 7 150 15 Bedahan 7 141 16 Truni 6 133 17 Trepan 6 188 18 Kebalanpelang 6 509 19 Gembong 6 283 20 Kebalandono 6 373 21 Moropelang 6 223 22 Tritunggal 6 249 23 Kebonangung 6 148 Total 6297 Sumber : Kecamatan Babat dalam angka 2015
Topografi Wilayah kawasan Kecamatan Babat memiliki tingkat kemiringan lereng bervariasi antara 0 - 25 % dengan bentuk wilayah bervariasi antara datar sampai berbukit. Kemiringan yang diturunkan dari data Digital Elevation Model (DEM), kemudian dibagi ke dalam empat kelas lereng (Tabel 3).
26 Tabel 3 Kemiringan lereng No Kelas Lereng Bentuk Lereng 1 0-3 Datar 2 3-8 Landai/ berombak 3 8 - 15 Bergelombang 4 15 - 25 Berbukit Jumlah
Luas (ha) 80,40 212,07 154,31 5.850,22 6.297
Persentase (%) 1,28 3,37 2,45 92,90 100
Sumber : Digital Elevation Model (data diolah)
Lokasi penelitian didominasi wilayah dengan kemiringan lereng 15-25% (berbukit) yaitu seluas 5.850,22 ha atau 92,90% dari total luas wilayah Kecamatan Babat. Sedangkan wilayah yang memiliki fisiografi datar sampai berombak dengan kemiringan 0-8% hanya menempati area seluas 292,47 ha atau 4,64% dari luas wilayah. Wilayah dengan kemiringan 8 - 15% menempati area dengan luas 154,32 ha atau 2,45% dari luas wilayah. Jenis Tanah Jenis tanah di wilayah penelitian terdapat 2 (dua) jenis tanah terdiri dari Alluvial dan Grumosol (Tabel 4). Daerah penelitian di bagian utara termasuk jenis tanah Aluvial, sedangkan pada bagian selatan didominasi tanah grumusol dan sebagian kecil termasuk dalam jenis tanah Aluvial (Gambar 5). Tabel 4 Jenis tanah di Kecamatan Babat No Jenis Tanah Luas (ha) Persentase (%) 1 Aluvial 2.614,86 41,53 2 Grumusol 3.682,14 58,47 Jumlah 6.297 100 Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur 2012
Grumosol yang terdapat dilokasi penelitian memiliki luas 3.682,14 ha atau 58,47% dari total luas Kecamatan Babat. Grumusol merupakan tanah dengan warna kelabu hingga hitam yang terbentuk pada wilayah yang tingginya kurang dari 300 mdpl dengan topografi agak bergelombang hingga berbukit. Grumosol meiliki ciri: 1) struktur lapisan atas granular, lapisan bawah gumpal dan pejal, 2) mengandung kapur, 3) koefisien pemuaian dan pengkerutan tinggi, 4) konsistensi luar biasa liat, 5) sistem drainase tidak bagus 6) kedalaman solum rata-rata 75 cm (Darmawijaya 1997). Tanah Aluvial memiliki luas 2.614,86 ha atau 41,53 dari total luas Kecamatan Babat. Aluvial merupakan tanah muda hasil pengendapan material halus aliran sungai. Ciri utama tanah alluvial adalah berwarna kelabu dengan struktur yang sedikit lepas-lepas. Tanah ini terbentuk pada wilayah dengan topografi dataran rendah, daerah cekungan serta daerah aliran sungai. Tanah ini mempunyai sifat reaksi tanah yang beraneka ragam, kandungan bahan organik rendah, daya absorpsi tinggi, bertekstur liat, struktur pejal, konsisten lembab, basah, keras, berwarna kelabu tanpa horizon dengan batas yang jelas dan mempunyai permeabilitas rendah (Soepraptohardjo 1981).
27
Gambar 5 Peta jenis tanah
28 Klimatologi Iklim di wilayah Kecamatan Babat terbagi menjadi 2 (dua) musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Berdasarkan Klasifikasi Oldeman tipe iklim di wilayah penelitian termasuk Tipe D3 yang dicirikan atas 3 – 4 bulan basah dan 4 – 6 bulan kering. Bulan basah Curah hujannya rata-rata 200 mm/bulan, sedangkan bulan kering adalah < 100 mm/bulan (Tabel 5). Tabel 5 Data curah hujan dan hari hujan di Kecamatan Babat Tahun 2014 Bulan Curah hujan (mm) Hari Hujan Januari 198 10 Pebruari 170 13 Maret 265 19 April 245 13 Mei 125 8 Juni 12 4 Juli 13 3 Agustus 0 0 September 0 0 Oktober 22 6 Nopember 232 16 Desember 265 12 Rata-rata 129 9 Sumber : Kecamatan Babat dalam angka 2015
Curah hujan paling tinggi pada bulan Maret dan Desember yaitu 265 mm. Bulan Agustus dan September tidak hujan. Penanaman padi selama empat bulan yaitu bulan Januari sampai April. Selama penelitian dari keempat bulan, curah hujan sebesar 878 mm. Jumlah hari hujan selama empat bulan sebanyak 55 hari. Curah hujan termasuk besar karena dalam keempat bulan tersebut termasuk musim penghujan. Curah hujan yang besar sebagai pembersih pencemar di udara ambien. Arah angin terbanyak pada tahun 2014 ke arah timur, dengan kecepatan rata-rata 3,6 m/s (Tabel 6). Bulan Januari dan Pebruari arah angin menuju barat laut, dengan kecepatan rata-rata 3,09 m/s. Bulan Maret, April, dan November arah angin menuju utara dengan 2,91 m/s. bulan Mei – Oktober arah angina menuju timur dengan kecepatan rata-rata 4,20 m/s. Sedangkan pada bulan Agustus arah angin menuju selatan dengan kecepatan 3,08 m/s. Kecepatan angin rata-rata tertinggi terdapat pada bulan Agustus sampai Oktober yaitu 4,63 m/s, sedangkan kecepatan angin rata-rata terendah terdapat pada bulan Pebruari dan April yaitu 2,57 m/s.
29 Tabel 6 Data arah dan kecepatan angin di Perak II Surabaya Kecepatan Bulan Arah Terbanyak rata-rata (m/s) Januari Barat laut 3.60 Pebruari Barat laut 2.57 Maret Utara 3.08 April Utara 2.57 Mei Timur 3.60 Juni Timur 3.60 Juli Timur 4.11 Agustus Timur 4.63 September Timur 4.63 Oktober Timur 4.63 Nopember Utara 3.08 Desember Selatan 3.08 Rata-rata 3.60 Sumber : Kota Surabaya dalam angka 2015
Penanaman padi sampai panen pada lokasi penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai April 2014. Windrose pada bulan Januari sampai April 2014 (Gambar 6). Bulan januari arah angin dari barat menuju arah timur, dengan kecepatan tertinggi 3,6 – 5,7 m/s. Bulan Pebruari arah angin dari barat daya dan sebagian dari arah barat menuju arah tenggara maupun arah timur, dengan kecepatan tertinggi 2,1 – 3,6 m/s. Bulan Maret arah angin dari barat laut dan barat daya menuju arah tenggara dan timur laut dengan kecepatan tertinggi 0,5 - 2,1 m/s. Bulan April arah angin sebagian besar dari arah selatan maupun timur menuju arah utara dan barat dengan kecepatan tertinggi 0,5 - 2,1 m/s. Volume Kendaraan Kepadatan lalu lintas bisa diketahui dengan cara menghitung volume kendaraan yang melewati ruas jalan lokasi penelitian. Data volume kendaraan bermotor (Tabel 7). Volume kendaraan bermotor tertinggi pada pagi hari, kendaraan terbanyak yang melewati ruas jalan nasional Lamongan adalah motor berjumlah 4951, sedangkan kendaraan terendah yang melewati ruas jalan adalah bus berjumlah 89. Volume kendaraan pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan pada siang dan sore hari. Kegiatan di pagi hari karena aktivitas masyarakat menuju tempat kerja, masyarakat banyak yang menuju arah Lamongan kota serta banyak yang bekerja di wilayah Gresik dan Surabaya.
30
Bulan Januari 2014
Bulan Pebruari 2014
Bulan Maret 2014 Bulan April 2014 Gambar 6 Windrose bulan Januari – April 2014 di Kecamatan Babat Sumber : hasil olah data ECMWF 2014 Tabel 7 Data volume kendaraaan bermotor Jadwal Pengamatan Jenis Kendaraan 06:00-08:00 WIB 11:00-13:00 WIB 16:00-18:00 WIB Motor 4.951 3.312 4.357 Mobil 1.302 1.023 1.147 Bus 89 61 87 Truk 850 734 1.147 Jumlah 7.192 5.130 6.738 Rata-rata 2.877 2.052 2.965 Keterangan : Hasil pengamatan kendaraan pada Senin tanggal 23 Maret 2016
31 Data pengamatan volume kendaraan bermotor menjadi acuan perkiraan banyaknya kendaraan yang melewati lokasi penelitian dalam waktu sehari, sebulan dan sampai empat bulan (awal sampai akhir penanaman padi). Data perkiraan banyaknya kendaraan bermotor dalam sehari, sebulan dan empat bulan (Tabel 8). Kendaraan yang melewati ruas jalan selama sehari, sebulan maupun empat bulan diasumsikan sama dengan data volume kendaraan bermotor yang sudah diamati. Perhitungan perkiraan banyaknya kendaraan bermotor dalam sehari diperoleh dari data volume kendaraan yang melewati ruas jalan selama enam jam per hari dan dikali empat. Perkiraan perkiraan banyaknya kendaraan bermotor dalam sebulan diperoleh dari data perkiraan kendaraan bermotor sehari dikalikan 30 hari, sedangkan perkiraan banyaknya kendaraan bermotor dalam empat bulan diperoleh dari data perkiraan kendaraan bermotor sebulan dikalikan empat bulan. Tabel 8 Data perkiraan banyaknya kendaraaan bermotor Jumlah kendaraan (unit) Jenis Kendaraan 1 hari 1 bulan 4 bulan Motor 50.480 1.514.400 6.057.600 Mobil 13.888 416.640 1.666.560 Bus 948 28.440 113.760 Truk 10.924 327.720 1.310.880 Jumlah 76.240 2.287.200 9.148.800 Rata-rata 19.060 571.800 2.287.200 Sumber: data hitung volume kendaraan 6 jam/hari dikalikan 4
Kendaraan bermotor yang paling banyak melewati ruas jalan di lokasi penelitian adalah motor. Dalam sehari yang melewati ruas jalan sebanyak 50.480 motor, dalam sebulan (awal penanaman padi) sebanyak 1.514.400 motor dan sampai empat bulan (akhir penanaman) sebanyak 6.057.600 motor. Rata-rata empat jenis kendaraan (motor, mobil, bus dan truk) dalam sehari sebanyak 19.060 kendaraan, dalam sebulan 571.800 kendaraan dan empat bulan sebanyak 2.287.200 kendaraan. Penggunaan bahan bakar premium masih banyak dikonsumsi pada kendaraan bermotor sekitar lokasi penelitian. Kendaraan jenis motor dan mobil mengkonsumsi bahan bakar premium. Timbal berasal dari pembakaran bahan aditif premium dari kendaraan bermotor. Jumlah kandungan timbal pada konsumsi premium kendaraan bermotor (Tabel 9). Logam Pb yang terkandung dalam bensin ini sangatlah berbahaya, sebab pembakaran premium akan mengemisikan 0,09 gram timbal tiap 1 km. Setiap satu liter bensin yang dibakar jika dikonversi akan mengemisikan 0,56 g timbal yang dibuang ke udara (Gusnita 2012). Kendaraan jenis motor penyumbang timbal terbanyak, karena motor paling banyak melewati ruas jalan di Kecamatan Babat. Jumlah kandungan timbal selama 4 bulan sebesar 6,9 kg. Perhitungan perkiraaan cemaran timbal karena konsumsi premium kendaraan bermotor jarak tempuh sepuluh km diperoleh dari emisi timbal per 10 km (0,9 g) dikalikan jumlah kendaraan (dalam sehari, sebulan dan empat bulan). Perkiraaan cemaran timbal karena konsumsi premium kendaraan bermotor jarak tempuh sepuluh km (Tabel 9).
32 Ruas jalan lokasi penelitian sepanjang sepuluh km, maka perlu diketahui kandungan timbal pada jarak tempuh dalam sepuluh km. Jumlah kandungan timbal pada konsumsi premium kendaraan bermotor jarak tempuh sepuluh km (Tabel 9). Tabel 9 Perkiraan cemaran timbal karena konsumsi premium kendaraan bermotor jarak tempuh sepuluh km di lokasi Jumlah kandungan timbal (g) per 10 km Jenis Kendaraan 1 hari 1 bulan 4 bulan Motor 45.432 1.362.960 5.451.840 Mobil 12.499,2 374.976 1.499.904 Jumlah 57.931,2 1.737.936 6.951.744 Kebutuhan bahan bakar pada jenis kendaraan motor dan mobil berbeda. Jenis kendaraan mobil, pada satu liter premium jarak tempuh sampai 10 km, sedangkan pada jenis kendaraan motor pada satu liter premium jarak tempuh sampai 20 km (Maulana 2012). Penggunaan premium pada kendaraan jenis mobil dan motor menyebabkan adanya pencemaran udara, karena komposisi premium masih terkandung timbal. Emisi timbal dari kendaraan tersebut dikeluarkan dari knalpot. Asap buang kendaraan bermotor dari knalpot yang menyebar akan menimbulkan pencemaran timbal di udara ambient. Besaran udara ambien diperoleh dengan cara perhitungan Box model (Hassan 1998). Box model diperoleh dari perhitungan volume meliputi panjang ruas jalan lokasi penelitian 10 km, lebar jalan 14 m dan perkiraan ketinggian emisi yang dikeluarkan knalpot 2 km. Sepanjang lokasi penelitian terdapat empat ruas jalan, jadi lebar jalan yaitu 14 m. Perhitungan perkiraan udara ambien di lokasi (Q) diperoleh dari emisi (jumlah kandungan timbal per 10 km) dibagi volume (m3). Perkiraan udara ambien di lokasi (Tabel 10). Tabel 10 Udara ambien Udara ambien (µg/m3) Jenis Kendaraan 1 hari 1 bulan Motor 0,0016 0,0485 Mobil 0,0004 0,0133 Jumlah 0,002 0,0618
4 bulan 0,1946 0,0532 0,2478
Kandungan timbal pada udara ambient (0,002 µg/m3) jauh di bawah penelitian Saputro (2012) kandungan timbal harian sebesar 0,72 µg/m3 di jalan tol Semanggi - Cawang. Kandungan timbal pada udara ambien dalam 24 jam masih dibawah baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 (2 µg/m3). Kepadatan lalu lintas sangat menentukan cemaran timbal udara ambien. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad 1989). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan
33 Pusat Statistik Kabupaten Lamongan diperoleh informasi di Kecamatan Babat terdapat 4 (empat) tipe penggunaan lahan yaitu : tanah sawah, tanah kering, pekarangan, dan lain-lain. Informasi penggunaan lahan di wilayah penelitian (Tabel 11). Penggunaan lahan di wilayah Kecamatan Babat tanah sawah merupakan tutupan lahan yang dominan mencapai 3.431,17 ha. Tanah kering merupakan penggunaan lahan dengan luas terbesar kedua mencapai 1.226,26 ha. Pekarangan merupakan penggunaan lahan terbesar ketiga dengan luas 1.020,66 ha, sedangkan penggunaan lahan terkecil terdapat pada penggunaan lahan lainlain dengan luas 583,98 ha. Tabel 11 Penggunaan lahan di Kecamatan Babat tahun 2014
1
Banaran
Tanah sawah (ha) 29,98
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Karangkembang Pucakwangi Gendongkulon Kuripan Bulumargi Sambangan Keyongan Patihan Datinawong Sumurgenuk Plaosan Sogo Babat Bedahan Truni Trepan Kebalanpelang Gembong Kebalandono Moropelang Tritunggal Kebonangung Jumlah
78,90 45,18 110,30 147,10 214,66 186,40 243,59 272,00 266,00 295,31 123,20 79,10 3,01 20,00 49,10 119,00 248,69 235,70 200,01 147,54 187,00 129,40 3431,17
No
Nama Desa
Jenis Penggunaan Tanah Tanah Pekarangan Kering (ha) (ha) 82,47 38,54 70,49 81,47 125,20 178,42 199,79 51,22 1,00 49,95 3,79 47,63 12,98 57,81 11,98 38,54 13,30 19,97 27,56 3,89 129,80 0,00 19,00 0,00 1226,26
Sumber : Kecamatan Babat dalam angka 2015
53,42 25,96 51,02 54,41 180,92 21,97 32,85 21,97 18,17 39,24 74,18 17,97 123,21 39,44 23,50 18,57 28,36 41,24 39,94 22,17 35,44 18,17 1020,66
Lainlain (ha) 4,19
Jumlah (ha)
27,86 36,94 20,47 34,35 41,33 15,08 7,69 12,28 3,99 3,29 5,79 5,19 11,58 43,43 1,60 30,35 210,97 3,00 3,39 53,92 6,69 0,60 583,98
230,67 189,55 306,99 414,28 636,70 274,67 285,13 356,20 291,95 385,47 216,15 160,07 149,78 141,41 87,50 187,89 515,58 283,83 373,14 223,63 248,13 148,17 6262,07
155,18
34 Budidaya dan Produksi Padi Budidaya padi di wilayah penelitian menggunakan padi varietas Ciherang. Petani menanam padi dengan varietas Ciherang. Padi jenis Ciherang merupakan kelompok padi sawah varietas unggul hasil beberapa kali persilangan. Padi jenis ini memiliki karakteristik umur tanamnya cukup singkat yaitu 116 hingga 125 hari, bentuk tanaman tegak, tingginya mencapai 107 hingga 115 cm, menghasilkan anakan produktif 14 hingga 17 batang, warna kaki hijau, warna batang hijau, warna daun hijau, posisi daun tegak, bentuk gajah panjang ramping, warna gabah kuning bersih, tekstur nasi pulen, rata-rata produksi 5 hingga 8.5 ton/ha, tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV, tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3. Padi Ciherang mulai diresmikan oleh menteri pertanian pada tahun 2000 dengan anjuran cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 meter di bawah permukaan laut (Hermanto 2006). Tanaman padi merupakan komoditi utama yang dibudidayakan oleh masyarakat di Kecamatan Babat, dimana dalam satu tahun aktivitas budidaya dilakukan 3 (tiga) kali tanam. Produksi padi di Kecamatan Babat mencapai 14.330 ton/tahun dengan produktivitas rata-rata 6,52 ton/ha. Sedangkan luas panen untuk budidaya tanaman padi yang ada di wilayah penelitian sebesar 7.355 ha. Rata – rata tiap hektar menghasilkan gabah kering sebesar 1,9 ton. Informasi luas panen dan produksi padi di Kecamatan Babat (Tabel 12).
35 Tabel 12 Luas panen dan produksi padi tahun 2014 No
Nama Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Banaran Karangkembang Pucakwangi Gendongkulon Kuripan Bulumargi Sambangan Keyongan Patihan Datinawong Sumurgenuk Plaosan Sogo Babat Bedahan Truni Trepan Kebalanpelang Gembong Kebalandono Moropelang Tritunggal Kebonangung Jumlah
Luas Panen (ha) 93 127 120 198 746 547 492 378 527 549 789 117 182 0 30 80 237 476 486 260 247 418 256 7355
Produksi (ton) GKG 595,20 774,70 720 1346,40 4849 3555,50 3198 2494,80 3583,60 3568,50 4891,80 760,50 1201,20 0 186 528 1564,20 3189,20 3159 1690 1556,10 2842,40 1689,60 14330
Produktivitas (ton/ha) 6,40 6,10 6,00 6,80 6,50 6,50 6,50 6,60 6,80 6,50 6,20 6,50 6,60 0 6,20 6,60 6,60 6,70 6,50 6,50 6,30 6,80 6,60 6,52
Sumber : Kecamatan Babat dalam angka 2015
Besarnya hasil produksi tanaman padi menunjukkan wilayah Kecamatan Babat merupakan salah satu sentra penghasil padi di Kabupaten Lamongan. Hal ini dapat dilihat besaran penggunaan lahan di Kecamatan Babat yang lebih banyak diperuntukkan sebagai lahan sawah. Kependudukan Jumlah penduduk di kecamatan Babat pada tahun 2014 tercatat sebanyak 86.493 jiwa yang tersebar di 23 desa. Jumlah penduduk terbesar berada di Desa Babat dengan jumlah penduduk 13.664 jiwa, hal ini dikarenakan Desa Babat merupakan pusat kecamatan. Sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat di Desa Kebonagung dengan jumlah penduduk 1.747 jiwa. Komposisi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2014, jumlah perempuan lebih banyak dari jumlah laki-laki dengan rincian 42.746 jiwa lakilaki dan 43.747 jiwa perempuan. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin (Tabel 13).
36 Tabel 13 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Nama Desa Banaran Karangkembang Pucakwangi Gendongkulon Kuripan Bulumargi Sambangan Keyongan Patihan Datinawong Sumurgenuk Plaosan Sogo Babat Bedahan Truni Trepan Kebalanpelang Gembong Kebalandono Moropelang Tritunggal Kebonangung Jumlah
Laki-laki 2.171 2.038 1.029 1.733 1.588 1.816 984 1.551 1.350 2.637 2.071 2.014 1.054 6.749 1.343 1.158 1.277 1.213 2.028 1.817 2.150 2.108 867 42.746
Perempuan 2.189 2.048 1.028 1.809 1.687 1.809 1.037 1.605 1.352 2.614 2.152 1.684 1.037 6.915 1.392 1.276 1.291 1.268 2.186 1.946 2.261 2.281 880 43.747
Jumlah Penduduk 4.360 4.086 2.057 3.542 3.275 3.625 2.021 3.156 2.702 5.251 4.223 3.698 2.091 13.664 2.735 2.434 2.568 2.481 4.214 3.763 4.411 4.389 1.747 86.493
Sumber : Kecamatan Babat dalam angka 2015
Kesehatan Masyarakat Profil kesehatan masyarakat pada suatu wilayah dapat dilihat jumlah dan jenis penyakit yang pernah diderita. Penyakit yang pernah diderita masyarakat di Kecamatan Babat secara garis besar meliputi tiga jenis penyakit yaitu; muntaber, demam berdarah, dan ISPA. Informasi jenis penyakit yang diderita masyarakat di Kecamatan Babat pada Tabel 14.
37 Tabel 14 Jenis penyakit dan jumlah penderita No
Nama Desa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Banaran Karangkembang Pucakwangi Gendong kulon Kuripan Bulumargi Sambangan Keyongan Patihan Datinawong Sumurgenuk Plaosan Sogo Babat Bedahan Truni Trepan Kebalanpelang Gembong Kebalandono Moropelang Tritunggal Kebonagung Jumlah
Muntaber 5 4 9
Jenis Penyakit Demam Berdarah 8 3 6 5 4 4 30
ISPA 25 25
Sumber : Potensi desa (PODES) 2011
Penyakit demam berdarah merupakan jenis penyakit dengan jumlah penderita terbesar dengan jumlah penderita 30 orang, penderita muntaber sembilan orang , kemudian diikuti ISPA sebanyak 25 orang. Penderita ISPA hanya terdapata di Desa Patihan, jumlah penderita tersebut merupakan cukup tinggi dalam satu desa. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (WHO 2007). Desa Patihan tidak menunjukkan data signifikan (sebaran timbal) yang berkaitan dengan kandungan timbal pada sebaran kondisi lingkungan di tanah, air, tanaman padi dan beras. Kandungan timbal tertinggi pada semua parameter tersebut tidak menunjukkan kandungan timbal tertinggi di Desa Patihan.
38 Sebaran Pencemaran Timbal dari Aktivitas Kendaraan Bermotor terhadap Areal Persawahan Padi Kandungan Timbal pada Tanah Hasil analisis kandungan timbal pada air sawah di awal tanam (Januari 2014) dan di akhir tanam (Maret – April 2014) disajikan dalam Gambar 7. Kandungan timbal pada tanah awal tanam tertinggi terdapat pada areal sawah sisi selatan dari jalan dengan jarak 2000 m dari ruas jalan (53,08 mg/kg), dan yang terendah terdapat pada areal sawah sisi selatan dengan jarak 1000 m dari jalan (6,94 mg/kg). Sedangkan kandungan timbal pada tanah akhir tanam tertinggi terdapat pada areal sawah sisi selatan dari jalan dengan jarak 1000 m dari ruas jalan (37,231 mg/kg), dan yang terendah terdapat pada areal sawah sisi utara dari jalan dengan jarak 100 m dari ruas jalan (7,857 mg/kg). Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kandungan timbal pada tanah di awal tanam dan di akhir tanam tidak berbeda nyata. Kandungan timbal pada awal tanam berdasarkan lokasi (sisi utara dan selatan) dari ruas jalan (jalan raya) tidak berbeda nyata, dan kandungan timbal pada tanah berdasarkan fungsi jarak (100, 1000 dan 2000 m) dari ruas jalan tidak menunjukkan perbedaan nyata (Lampiran 1). Kandungan timbal pada tanah diakhir tanam berdasarkan lokasi (sisi utara dan selatan) dari jalan tidak menunjukkan perbedaan nyata, dan kandungan timbal pada tanah akhir tanam berdasarkan fungsi jarak (100, 1000 dan 2000 m) dari ruas jalan tidak menunjukkan perbedaan nyata (Lampiran 2). Rata-rata kandungan timbal air pada awal tanam (Gambar 7). Informasi sebaran kandungan timbal pada tanah awal tanam (Gambar 8) dan sebaran kandungan timbal pada tanah akhir tanam (Gambar 9).
Gambar 7 Rata-rata kandungan timbal dalam tanah di sisi utara dan selatan jalan pada saat awal dan akhir penanaman padi
39
Gambar 8 Sebaran kandungan timbal di tanah pada awal tanam
40
Gambar 9 Sebaran kandungan timbal di tanah pada akhir tanam
41 Kandungan timbal pada tanah diawal tanam jarak 100 m dari ruas jalan bagian utara lebih tinggi sedangkan setelah akhir tanam mengalami penurunan kandungannya. Hal ini diasumsikan kandungan timbal di tanah diakumulasi ke tanaman padi. Besarnya kandungan logam timbal yang terdapat dalam setiap sampel berasal dari gas buangan kendaraan bermotor yang akan terbang ke udara, sebagian akan menempel pada tanaman yang berada di pinggir jalan raya dan sebagian lagi dengan adanya angin dan hujan akan mengakibatkan debu tersebut jatuh ke permukaan tanah dan jalan raya. Hal ini sejalan dengan penelitian Pinta et al. (2005) senyawa timbal yang menempel pada tanaman lama-kelamaan akan teradsorbsi masuk ke dalam daun, sedangkan yang jatuh ke tanah akan diserap oleh tumbuhan melewati akar dan akan disebarkan keseluruh bagian dari tanaman tersebut. Kemudahan timbal ditranslokasikan dari tanah ke jaringan tanaman atau tingkat selektivitas tanaman dalam penyerapan hara. Nilai koefisien pengalihan yang didefinisikan sebagai nisbah antara peningkatan kadar timbal dalam tanah. Nilai tersebut yang semakin rendah menunjukkan kemampuan tanaman yang semakin selektif dalam penyerapan hara. Timbal bukan termasuk hara essensial, maka tanaman yang baik keragaan tumbuhnya akan lebih sedikit menyerap timbale, meskipun timbal dalam tanah tempat tumbuhnya lebih tinggi. Lokasi selatan dalam masing-masing jarak dari ruas jalan menunjukkkan kandungan timbal lebih tinggi dibandingkan di lokasi utara. Kandungan logam berat dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis tanah dan kondisi tanah, selain itu logam berat masuk ke lingkungan tanah melalui penggunaan bahan kimia yang langsung mengenai tanah, penimbunan debu, hujan, pengikisan tanah dan limbah buangan (Darmono 1995). Adapun faktor lain yang mempengaruhi kadar Pb pada tanah seperti pada waktu pemberian pupuk saat bertanam baik pupuk organik maupun anorganik karena di dalam pupuk anorganik mengandung bahan kimia untuk menambah atau menggantikan unsur hara yang hilang terserap oleh pertanaman sebelumnya, juga dapat tercuci oleh aliran air hujan atau bereaksi dengan unsur kimia lain yang berpengaruh terhadap kadar Pb pada tanah (Hernawati et al. 2014). Tingginya kandungan timbal pada tanah (Gambar 7,8 dan 9) pada jarak 2000 m (awal tanam) dan jarak 1000 m (akhir tanam) dari sumber pencemar dapat diartikan bahwa kandungan timbal yang terdapat di tanah berasal dari sumber pencemar lain (penggunaan bahan kimia) dibandingkan dari sumber pencemar kendaraan bermotor, hal dikarenakan timbal yang dibuang ke atmosfer akan mengendap tidak jauh dari ruas jalannya. Kandungan timbal tertinggi pada tanah sebesar 53,708 mg/kg, kandungan tersebut termasuk angka kritis kandungan logam berat pada tanah yaitu 2 – 200 mg/kg. Logam berat timbal dapat tersimpan bebas dalam tanah. Keadaan tersebut mengakibatkan logam berat terserap oleh tanaman melalui akar dan terdistribusi ke bagian tanaman lainnya (Callender 2010; Emmaverdian et al. 2015). Sampel tanah awal tanam (Lampiran 1) menunjukkan nilai probability sebesar 0,1641 > 5% yang menunjukkan bahwa lokasi tidak berpengaruh terhadap tanah awal tanam pada taraf nyata 5% dan tidak dapat dilakukan uji lanjut. Hasil menunjukkan nilai probability sebesar 0,7298 > 5% yang menunjukkan bahwa jarak tidak berpengaruh terhadap tanah awal tanam pada taraf nyata 5% dan tidak dapat dilakukan uji lanjut. Sampel tanah awal tanam
42 menunjukkan nilai probability sebesar sebesar 0,1717 > 5% yang menunjukkan lokasi tidak berpengaruh terhadap tanah akhir tanam pada taraf nyata 5% dan tidak dapat dilakukan uji lanjut. Hasil menunjukkan nilai probability sebesar 0,7503 > 5% yang menunjukkan jarak tidak berpengaruh terhadap tanah akhir tanam (Lampiran 2) pada taraf nyata 5% dan tidak dapat dilakukan uji lanjut. Hasil menunjukkan nilai signifikan 0,000 < 5% artinya ada hubungan yang nyata antara tanah awal dengan tanah akhir. Hasil penelitian Niagru (1995) jumlah timbal yang dilepas ke atmosfer hanya 20% yang terdispersi secara luas dan jarak sebarannya tergantung pada ukuran partikel, sedangkan emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor sebanyak 20-60% tetap tertinggal 25 m dari jalan raya. Partikel dengan diameter 3 µm akan mengendap secara gravitasi dalam radius 6 - 8 m, sedangkan partikel berdiameter 5 - 50 µm mengendap secara gravitasi dalam radius 12 m. Timbal dalam beberapa kasus diidentifikasi susah untuk larut dan masuk ke dalam tanah dan terakumulasi dalam ekosistem tempat timbal tersebut terendap, sehingga timbal sulit untuk dihilangkan. Kandungan timbal di bagian selatan jalan lebih tinggi dibandingkan bagian utara ruas jalan. Sebagian besar bagian utara jalan jenis tanah dominan adalah jenis tanah Grumosol (Gambar 5). Sifat fisik tanah Grumosol yang berat ini menyebabkan bangkitan debu jatuh menjadi jauh lebih rendah daripada bangkitan debu jatuh dari jenis tanah Alluvial. Penelitian Amaliah (2014) menjelaskan penentuan korelasi antara bangkitan debu jatuh, kecepatan angin, kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan pada jenis tanah Grumosol ini relatif lebih sulit dibandingkan jenis tanah lainnya. Udara ambien meningkatkan ambang batas kecepatan angin dalam menghasilkan bangkitan debu jatuh dari permukaan tanah, tutupan lahan juga dapat bertindak sebagai penyerap debu jatuh dalam udara ambien sehingga konsentrasi debu jatuh menjadi tinggi. Tingginya distribusi ukuran partikel debu jatuh ke dalam tanah dan tanah mempunyai ukuran partikel halus yang paling tinggi menyebabkan tingginya kandungan timbal di dalam tanah bagian selatan ruas jalan. Kandungan Timbal pada Air Hasil analisis kandungan timbal pada air sawah di awal tanam (Januari 2014) dan di akhir tanam (Maret-April 2014) disajikan dalam Gambar 8. Kandungan timbal pada air awal tanam tertinggi terdapat pada areal sawah sisi utara dari jalan dengan jarak 1000 m dari ruas jalan (0,0034 mg/L), dan yang terendah terdapat pada areal sawah sisi selatan dari jalan dengan jarak 2000 m (0,0025 mg/L). Sedangkan kandungan timbal pada air akhir tanam tertinggi terdapat pada areal sawah sisi utara dari jalan dengan jarak 1000 m dari ruas jalan(0,070 mg/L), dan yang terendah terdapat pada areal sawah sisi selatan dari jalan dengan jarak 100 m dari ruas jalan (0,008 mg/L). Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kandungan timbal pada air di awal dan di akhir berbeda nyata. Kandungan timbal pada air awal tanam berdasarkan lokasi (sisi utara dan selatan) dari ruas jalan berbeda nyata, dan kandungan timbal pada air berdasarkan fungsi jarak (100, 1000 dan 2000 m) dari ruas jalan tidak menunjukkan perbedaan nyata (Lampiran 3). Kandungan timbal pada air akhir tanam berdasarkan lokasi (sisi utara dan selatan) dari jalan tidak menunjukkan perbedaan nyata, dan kandungan timbal pada air akhir tanam
43 berdasarkan fungsi jarak (100, 1000 dan 2000 m) dari ruas jalan tidak menunjukkan perbedaan nyata (Lampiran 4). Rata-rata kandungan timbal air pada awal tanam (Gambar 10). Informasi sebaran kandungan timbal pada air awal tanam (Gambar 11) dan sebaran kandungan timbal pada akhir tanam (Gambar 12).
Gambar 10 Rata-rata kandungan timbal pada air sawah Hasil analisis uji lanjut yang dilakukan pada air awal tanam dan akhir tanam berdasarkan lokasi (Tabel 15). Tabel 15 Hasil analisis uji lanjut pada air berdasarkan lokasi Jarak Lokasi Awal tanam Akhir tanam Utara 0,0032±0,0001 a 0,0685±0,0017 a Selatan 0,0028±0,0002 b 0,0115±0,0031 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %
Sampel air awal tanam (Lampiran 3) menunjukkan nilai probability sebesar 0,0284 < 5% yang menunjukkan lokasi berpengaruh terhadap air awal tanam pada taraf nyata 5% dan dapat dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut Duncan pada air awal tanam menunjukkan utara jalan memiliki kandungan timbal lebih besar dibandingkan lokasi selatan jalan pada taraf nyata 5%. Hasil menunjukkan nilai probability sebesar 0,3884 > 5% yang menunjukkan jarak tidak berpengaruh terhadap air awal tanam pada taraf nyata 5% dan tidak dapat dilakukan uji lanjut. Sampel air akhir tanam (Lampiran 4) menunjukkan nilai probability sebesar 0,0007 < 5% yang menunjukkan lokasi berpengaruh terhadap air akhir pada taraf nyata 5% dan dapat dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut Duncan pada air akhir tanam menunjukkan lokasi utara jalan memiliki kandungan timbal lebih besar dibandingkan lokasi selatan pada taraf nyata 5%. Hasil menunjukkan nilai probability sebesar 0,9985 > 5% yang menunjukkan bahwa jarak tidak berpengaruh terhadap air akhir tanam pada taraf nyata 5% dan tidak dapat dilakukan uji lanjut.
44
Gambar 11 Sebaran kandungan timbal di air pada awal tanam
45
Gambar 12 Sebaran kandungan timbal di air pada akhir tanam
46 Berdasarkan hasil analisis sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan tingginya kandungan timbal yang terdapat pada jarak 1000 m lokasi sawah sisi utara pada saat awal musim tanam dapat diartikan bahwa kandungan timbal yang terdapat di air berasal dari sumber pencemar kendaraan bermotor, hal ini dikarenakan sumber pencemar timbal yang dibuang ke atmosfer akan mengendap tidak jauh dari ruas jalannya, dimana emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor sebanyak 20 – 60 % tetap tertinggal 25 m dari jalan raya. Lebih lanjut dijelaskan Niagru (1979) jumlah timbal yang dilepas ke atmosfer hanya 20 % yang terdispersi secara luas dengan jarak dan sebarannya sangat tergantung pada ukuran partikel. Partikel yang berukuran 3 µm akan mengendap secara gravitasi dalam radius 6 – 8 m, sedangkan partikel berdiameter 5 - 50 µm mengendap secara gravitasi dalam radius 12 m. Berdasarkan hasil analisis, pada kandungan timbal di air pada saat akhir tanam (Gambar 12) diperoleh informasi bahwa kandungan timbal berbeda dengan awal tanam, hal ini dikarenakan terdapatnya aktivitas yang berbeda pada saat pengambilan sampel. Pada saat awal musim tanam, kondisi air belum maksimal dialirkan ke petak-petak sawah yang akan ditanam, sehingga timbal yang terakumulasi dalam air belum tersebar ke area persawahan. Sedangkan pada saat akhir tanam, air hampir setiap mengalir ke petak-petak sawah, sehingga timbal yang terakumulasi terbawa dan tersebar sesuai arah aliran air menuju petak sawah sampai empat bulan. Kandungan timbal air pada akhir tanam tertinggi terdapat pada persawahan lokasi utara dengan besaran nilai yang hampir sama pada jarak 100, 1000, dan 2000 m dari jalan raya (Gambar 10). Hasil analisis tersebut menunjukkan kandungan timbal di air tersebar merata ke seluruh areal sawah sisi utara. Sebaran kandungan timbal yang merata dapat disebabkan oleh aktivitas budidaya yang dilakukan, dimana dalam proses budidaya tanaman padi, air merupakan kebutuhan utama dalam menunjang pertumbuhan tanaman, sehingga bahan pencemar (timbal) yang ada di air dapat tersebar mengikuti arah aliran air. Pada masa panen (Maret sampai April 2014) curah hujan cukup tinggi yaitu 265 mm. Penanaman padi selama empat bulan yaitu bulan Januari sampai April. Selama penelitian dari keempat bulan, curah hujan sebesar 878 mm. Jumlah hari hujan selama empat bulan sebanyak 55 hari. Curah hujan mempengaruhi penyebaran timbal yang masuk ke dalam tanah, karena adanya proses air mengalir pada areal persawahan. Kandungan timbal pada air yang paling tinggi sebesar 0,07 mg/L, hasil ini lebih kecil jika dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kadar ambang batas baku mutu air untuk kelas IV (untuk keperluan kegiatan pertanian) logam berat timbal (Pb) yaitu sebesar 1 mg/L. Air irigasi yang digunakan dalam kegiatan pertanian tidak terlepas dari unsur kimia. Logam berat timbal (Pb) yang berada pada kadar batas baku mutu air dalam sumber air irigasi apabila digunakan untuk mengairi tanaman akan terserap oleh akar tanaman, sehingga nantinya akan tersimpan di dalam tubuh tanaman. Tanaman yang mengandung logam berat timbal dapat mengakibatkan keracunan apabila dikonsumsi oleh manusia (Yunita 2011). Hasil menurut Singh (2011) tanaman yang dialiri dengan air irigasi yang tercemar timbal (Pb) dengan kadar 1 mg/L
47 tidak dapat dikatakan aman jika dikonsumsi secara terus menerus. Penelitian Hoshika et al. (1991) mengemukakan keberadaan logam berat dalam air dipengaruhi oleh pola arus air. Hal ini sama dengan hasil yaitu kandungan timbal sebagian besar di bagian utara karena arus air irigasi dari arah selatan (Waduk Keyongan) menuju arah utara. Darmono (2001) menyatakan logam dalam air biasanya berikatan dalam senyawa kimia atau dalam bentuk logam ion, bergantung pada tempat logam tersebut berada. Tingkat kandungan logam pada setiap tempat sangat bervariasi, bergantung pada lokasi dan tingkat pencemarannya. Kandungan timbal pada air akhir tanam lebih tinggi dibandingkan awal tanam. Hal ini disebabkan curah hujan (Tabel 5) pada bulan Maret dan April (akhir tanam) lebih tinggi dibandingkan bulan Januari (awal tanam) yaitu 265 mm. Jika curah hujan tinggi menyebabkan masuknya partikel debu ke dalam air yang menggenangi tanaman padi. Selama empat bulan bahan pencemar timbal yang masuk ke air sawah sebagian mengendap di genangan air tersebut dan sebagian masuk ke dalam tanah. Penelitian Gidding (1973) menunjukkan partikel yang diemisikan kendaraan bermotor berukuran antara 0,004 – 1 µm. Timbal yang berukuran kecil sebelum jatuh ke air, tanah, dan tanaman akan melayang beberapa saat diudara bebas. Jatuhnya timbal disebabkan oleh proses sedimentasi akibat gaya gravitasi, dan pengendapan karena hujan. Logam berat pada air akan terakumulasi dalam tanah dan bercampur dengan unsur hara lainnya. Serapan tanaman terhadap ion logam berat dalam tanah secara luas ditentukan oleh jumlah total ion logam berat dalam tanah. Timbal di air yang kemudian masuk dalam tanah akan terserap oleh akar, dan akan disebarkan ke bagian tanaman lainnya. Logam berat yang menembus endodermis akar menyebabkan logam lain terbawa aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xilem) menuju bagian tanaman yang lainnya. Menurut Priyanto et al. (2007) menunjukkan pada sel dan jaringan tanaman logam berat timbal akan mengalami mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menyimpan logam di dalam organ tertentu seperti buah, daun, dan akar tanaman. Kandungan Timbal pada Tanaman Padi dan Beras di Areal Persawahan Padi Kandungan Timbal Pada Tanaman Kandungan timbal yang terdapat pada tanaman di akhir tanam (MaretApril 2014) disajikan pada Gambar 13. Hasil analisis terhadap kandungan timbal pada tanaman menunjukkan dua lokasi utara dan selatan dari ruas jalan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (Lampiran 5). Kandungan timbal pada tanaman berdasarkan fungsi jarak dari ruas jalan (jalan raya) menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% (Lampiran 5). Kandungan timbal pada tanaman tertinggi terdapat pada persawahan bagian utara dari jalan dengan jarak 100 m dari ruas jalan yaitu 0,052 mg/kg sedangkan yang terendah terdapat pada persawahan bagian selatan dari jalan dengan jarak 2000 m dari ruas jalan yaitu 0,003 mg/kg. Informasi sebaran kandungan timbal pada tanaman (Gambar 14).
48
Gambar 13 Rata-rata kandungan timbal pada tanaman padi Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 12 kandungan timbal tertinggi terdapat pada jarak 100 m dari ruas jalan baik untuk lokasi utara maupun selatan. Besarnya kandungan timbal pada tanaman pada jarak 100 m dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu volume atau kepadatan lalu lintas, jarak dari ruas jalan, lama waktu kontak dengan timbal, kadar timbal dalam tanah dan kadar timbal dalam air. Waktu panen padi dilakukan bulan maret sampai april. Bulan April arah angin dominan pada gambar Windrose menunjukkan arah dari selatan ke utara (Gambar 6). Kecepatan angin pada bulan Maret maupun April 0,5 – 2,1 m/s yang berarti dalam satu detik kecepatan angin maksimal mencapai 2,1 m. Fakura (1996) menyatakan tanaman mampu menurunkan konsentrasi partikel timbal yang melayang di udara, karena tanaman dapat meningkatkan turbulensi aliran udara (angin). Hutan merupakan contoh dari beberapa strata tanaman yang mampu menurunkan konsentrasi partikel timbal, karena banyaknya tanaman dalam hutan dapat mengurangi kecepatan angin dan meningkatkan turbulensi angin. Hal ini sejalan pada kandungan tanaman tertinggi adalah bagian utara jarak 100 m dari ruas jalan. Setiap masing-masing jarak (100, 1000 dan 2000 m dari ruas jalan) lokasi bagian selatan lebih rendah dibandingkan lokasi bagian utara. Semakin dekat lokasi jarak dari ruas jalan raya semakin tinggi pula kandungan timbal pada tanaman padi. Sama seperti penelitian Treshow dan Anderson (1989) menyatakan jumlah timbal di udara dipengaruhi oleh volume atau kepadatan lalu lintas, jarak dari jalan raya, dan arah angin. Disamping itu besarnya kandungan timbal pada tumbuhan dipengaruhi oleh sedimentasi dan tumbukan yang terjadi.
49
Gambar 14 Sebaran kandungan timbal pada tanaman padi
50 Akumulasi timbal pada tanaman erat kaitannya dengan dengan sistem berkas pengangkutan dalam tanaman. Bahan pencemar yang ada di atmosfer yang jatuh ke tanaman akan diserap oleh daun melalui stomata, sedangkan bahan pencemar yang jatuh ke air dan tanah diserap oleh akar yang kemudian ditranslokasi di dalam tanaman. Kadar timbal di air dan tanah mempengaruhi kadar timbal pada tanaman padi dan beras. Hasil penelitian Majid et al. (2012) menunjukkan nilai KTK yang rendah menyebabkan peningkatan ketersediaan dan kelarutan logam berat dalam tanah. Hal tersebut menyebabkan logam berat lebih mudah terserap tanaman dan terangkut bersama air. Menurut Alloway (1995) logam timbal diserap oleh tanaman pada saat kandungan bahan organik dan kondisi kesuburan tanah rendah, selain itu komposisi dan pH tanah, serta Kapasitas Tukar Kation (KTK) juga mempengaruhi perpindahan Pb dari tanah ke tanaman. Logam berat Pb pada keadaan ini akan terlepas dari ikatan tanah berupa ion yang bergerak bebas kemudian diserap oleh tanaman melalui pertukaran ion. Logam berat Pb terserap oleh akar tanaman apabila logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya. Hal ini akan mengakibatkan tanah akan didominasi oleh kation Pb, sehingga menyebabkan kation lain ketersediaannya berkurang dalam kompleks serapan akar. Kation Pb yang terserap oleh akar masuk ke dalam tanaman akan menjadi inhibitor pembentukan enzim kemudian akan menghambat proses metabolime tanaman, yang meliputi proses respirasi yang nantinya akan menghasilkan ATP yang digunakan untuk fotosintesis, kemudian hasil fotosintesis akan digunakan diedarkan untuk pembelahan sel (tinggi, jumlah dan biomassa) dan reproduksi akan terganggu. Apabila ini dilakukan terus menerus dalam jangka waktu panjang akan menyebabkan menurunnya kualitas pertumbuhan tanaman padi dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu. Menurut Priyanto et al. (2007) logam berat yang masuk ke dalam tanaman akan berikatan dengan unsur hara lain dan mengalami imbobilisasi ke bagian tanaman tertentu dan tidak dapat diedarkan ke seluruh tanaman karena telah mengalami proses detoksifikasi (penimbunan pada organ tertentu) sehingga tanaman masih dapat tumbuh dan unsur hara yang diperlukan tanaman masih mampu untuk mensuplai pertumbuhan tanaman meskipun tercemar logam berat Pb. Salah satu unsur hara yang dapat dijadikan contoh dalam proses KTK (Kapasitas Tukar Kation) adalah unsur hara K. Rohyanti et al. (2011) menyatakan bahwa unsur K berperan dalam mendukung pertumbuhan tanaman, yaitu unsur K berperan dalam hal fotosintesis tanaman. Proses fotosintesis tanaman akan menghasilkan karbohidrat, protein dan senyawa organik lainnya. Senyawa-senyawa yang dihasilkan dipergunakan dalam proses pembelahan dan pembesaran atau diferensiasi sel-sel tanaman. Berlangsungnya pembelahan dan perpanjangan sel-sel tanaman akan memacu pertumbuhan pada tunas-tunas pucuk tanaman dan akhirnya akan mendorong terjadinya penambahan tinggi tanaman. Senyawa-senyawa yang dihasilkan dipergunakan dalam proses pembelahan dan pembesaran atau diferensiasi selsel tanaman. Berlangsungnya pembelahan dan perpanjangan sel-sel tanaman akan memacu pertumbuhan pada tunas-tunas pucuk tanaman dan akhirnya akan mendorong terjadinya penambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan biomassa tanaman. Kandungan unsur K rendah dan logam berat Pb sangat tinggi pada menyebabkan kandungan unsur hara dalam tanah tidak seimbang.
51 Pb yang tinggi akan menyebabkan proses penyerapan unsur hara oleh tanaman akan mengalami perbedaan karena jumlah kation Pb dalam tanah lebih banyak dibandingkan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman (Silaban et al. 2013). Dwidjoseputro (1998) menjelaskan suatu tanaman akan tumbuh baik dan subur apabila semua unsur hara yang dibutuhkan berada dalam jumlah yang cukup dan tersedia bagi tanaman. Lingga et al. (1999) menambahkan jika unsur hara yang dibutuhkan tanaman tersedia dalam jumlah yang cukup, maka hasil metabolisme seperti sintesis biomolekul akan meningkat. Hal ini menyebabkan pembelahan sel, pemanjangan dan pendewasaan jaringan menjadi lebih sempurna dan cepat, sehingga pertambahan volume dan bobot semakin cepat yang pada akhirnya pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Berikut paparan penelitian lain tentang kandungan timbal pada pada beberapa tanaman (Tabel 18). Tabel 16 Penelitian kandungan timbal pada tanaman dari sumber kendaraan bermotor No. Tanaman Jarak dari Kandungan Lokasi Referensi jalan (m) Pb (mg/kg) 1 Teh 10 2,49 Bogor Harahap (2004) 2 Tomat 3,5 1,07 Bukittinggi Yandrilita et al. (2015) 1,64 Pasuruan 3 Kangkung 10 Pinta et al. (2015) 4 Bayam 10 0,42 Pasuruan Pinta et al. (2015) 5 Enceng 10 6 Jakarta Satriyo (2012) gondok 6 Genjer 10 2,1 Bogor Satriyo (2012) 7 Tanaman 100 0,052 Lamongan Penelitian padi 8 Beras 100 0,001 Lamongan Penelitian Kandungan timbal pada daun teh jarak 10 m dari jalan merupakan kandungan tertinggi yaitu 2,49 mg/kg (Harahap 2004). Penelitian Yandrilita (2015) menunjukkan pada jarak terdekat 3,5 m dari ruas jalan kandungan timbalnya lebih tinggi yaitu 1,07 mg/kg dibandingkan jarak 20 dan 500 m dari ruas jalan. Pinta et al. (2015) menjelaskan kandungan timbal tertinggi pada tanaman kangkung dan bayam pada jarak 10 m dari ruas jalan. Pada tanaman kangkung konsentrasi lebih tinggi yaitu 1,64 mg/kg, dibandingkan tanaman bayam yaitu 0,42 mg/kg. Penelitian Satriyo (2012) menunjukkan kandungan timbal pada tanaman enceng gondok yang ditanam 10 m dari ruas jalan sebesar 6 mg/kg, sedangkan tanaman genjer sebesar 2,1 mg/kg. Hasil kandungan timbal pada penelitian tanaman padi ini sebesar 0,052 dengan jarak 100 m dari ruas jalan. Kandungan timbal pada tanaman padi masih di bawah kisaran logam yang terkandung pada tanaman. Brady et al. (2008) menjelaskan batas kritis kandungan logam timbal pada tanaman sebesar 0,1 – 10 mg/kg.
52 Kandungan Timbal Pada Beras Kandungan timbal yang terdapat pada beras di akhir tanam (Maret-April 2014) pada Gambar 15. Hasil analisis kandungan timbal pada beras berdasarkan lokasi yaitu bagian utara dan selatan dari jalan tidak menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (Lampiran 6), sedangkan kandungan timbal pada beras berdasarkan fungsi jarak (100, 1000 dan 2000 m) dari ruas jalan tidak menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5 % (Lampiran 6). Kandungan timbal pada beras tertinggi terdapat pada persawahan bagian utara dari jalan dengan jarak 100 m dari ruas jalandengan kandungan timbal sebesar 0,030 mg/kg, sedangkan yang terendah terdapat pada persawahan bagian selatan dari jalan dengan jarak 2000 m dari ruas jalan yaitu 0,001 mg/kg. Informasi sebaran kandungan timbal pada beras (Gambar 16).
Gambar 15 Rata-rata kandungan timbal pada beras Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 15, jarak dari ruas jalan (jalan raya) akan berpengaruh terhadap kandungan timbal pada beras. Hal ini dikarenakan timbal yang dilepaskan ke atmosfer tidak jauh tersebar dari ruas jalannya, sehingga semakin dekat lokasi dari ruas jalan berpotensi memiliki kandungan timbal lebih besar dibandingkan lokasi yang jauh. Besarnya kandungan timbal dalam air dan tanah akan berpengaruh terhadap besaran kandungan timbal dalam beras. Hal ini dikarenakan tanah dan air merupakan komponen utama dalam proses pertumbuhan tanaman. Tanah merupakan media tumbuh tanaman yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sedangkan air berfungsi sebagai penunjang dalam berlangsungnya reaksi biokimia. Oleh karena itu, akumulasi timbal yang dihasilkan dari aktivitas kendaraan bermotor yang dilepaskan ke atmosfer yang jatuh ke tanaman akan diserap oleh daun melalui stomata, sedangkan bahan pencemar yang jatuh ke air dan tanah diserap oleh akar yang kemudian ditranslokasi di dalam tanaman, pada akhirnya sebagian akan terkandung pada beras.
53
Gambar 16 Sebaran kandungan timbal pada beras
54 Sebagai bahan makan utama, keberadaan timbal dalam beras tentunya akan memberikan pengaruh yang tidak baik bagi manusia. Hal ini dikarenakan timbal yang terakumulasi secara terus menerus dalam tubuh dapat memberikan efek racun terhadap banyak organ dalam tubuh, yang pada akhirnya akan menimbulkan banyak penyakit. Sampel beras menunjukkan nilai probability sebesar 0,0065 < 5% menunjukkan bahwa lokasi berpengaruh terhadap beras (Lampiran 6) pada taraf nyata 5 % dan dapat dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut Duncan pada beras menunjukkan utara jalan memiliki kandungan timbal lebih besar dibandingkan lokasi selatan jalan pada taraf nyata 5%. Hasil menunjukkan nilai probability sebesar 0,0001 < 5 % yang menunjukkan bahwa jarak berpengaruh terhadap beras pada taraf nyata 5 % dan dapat dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut Duncan pada tanaman padi dan beras menunjukkan bahwa jarak 100 m dari jalan memiliki kandungan timbal lebih besar dibandingkan jarak 2000 m dari ruas jalan pada taraf nyata 5%. Hasil analisis uji lanjut pada beras berdasarkan lokasi (Tabel 17), sedangkan hasil analisis uji lanjut pada tanaman padi dan beras berdasarkan jarak (Tabel 18). Tabel 17 Hasil analisis uji lanjut pada beras berdasarkan lokasi Lokasi Awal tanam Utara 0,013±0,0011 a Selatan 0,008±0,0002 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %
Kandungan timbal pada beras antara lokasi utara dan lokasi selatan berpengaruh nyata. Timbal pada beras lokasi utara jalan rata-rata kandungannya sebesar 0,013 mg/kg dan lokasi utara jalan sebesar 0,008. Adanya pengaruh yang nyata pada kedua lokasi tersebut karena faktor arah angin, pada awal tanam sampai akhir tanam selama empat terjadi beberapa perbedaan arah angin (Gambar 6). Tabel 18 Hasil analisis uji lanjut pada tanaman padi dan beras berdasarkan jarak Jarak lokasi Tanaman Beras Utara 100 0,061±0.0194 a 0,030±0,058 a Selatan 100 0,043±0,0074 b 0,020±0,0045 b Utara 1000 0,006±0,0013 cc 0,006±0,0025 c Selatan 1000 0,005±0,0004 cc 0,002±0,0003 cd Utara 2000 0,004±0,0007 cc 0,002±0,0011 cd 0,003±0,0004 c 0,001±0,0002 d Selatan 2000 Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5 %
Kandungan timbal pada tanaman padi dan beras dengan jarak 100 m dari ruas jalan bagian utara memberikan pengaruh nyata terhadap lokasi selatan. Jarak 100 m dari jalan berpengaruh nyata terhadap jarak 1000 m dari ruas jalan. Sedangkan pada jarak 1000 meter tidak memberikan pengaruh nyata
55 terhadap lokasi jarak 2000 m dari ruas jalan. Semakin dekat lokasi jarak darijalan raya semakin tinggi pula kandungan timbalnya. Berdasarkan SNI 7387:2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan. Pada beras merupakan hasil serealia dan olahannya yang menjelaskan bahwa baku mutu 0,3 mg/kg. Jadi kandungan dalam beras masih dibawah baku mutu, tetapi ketika kandungan timbal dikonsumsi terus menerus akan terakumulasi dalam tubuh. Hal tersebut disebabkan karena penyerapan logam berat dalam setiap tanaman berbeda-beda, selain itu tempat pengambilan sampel yang dekat dengan jalan raya yang terdapat di sebelah area persawahan sehingga akumulasi Pb terlebih dahulu masuk ke area persawahan. Lokasi sawah yang sengkedan membuat aliran irigasi terkadang terhambat karena perbedaan curah hujan dapat mempengaruhi kadar Pb yang terakumulasi pada air irigasi dan penyerapan pada tanah. Kandungan timbal pada beras tertinggi sebesar 0,030 mg/kg. Kandungan tersebut lebih besar dibandingkan penelitian Las et al. (2014) kandungan timbal beras di Bogor sebesar 0,009 mg/kg. Penelitian Yang et al. (2016) menjelaskan Logam timbal (Pb) tidak termasuk unsur mikro yang dibutuhkan oleh tanaman padi, sehingga logam ini terkandung dalam beras harus diwaspadai karena apabila terakumulasi dalam tubuh manusia melewati batas toleransinya akan bersifat toksik. Efek logam timbal (Pb) pada kesehatan manusia adalah menimbulkan kerusakan otak, kejang – kejang, kelainan ginjal, gangguan pencernaan bahkan kematian. Dampak dari Akumulasi Bahan Pencemar (Timbal) terhadap Faktor Sosial dan Lingkungan Kandungan Timbal Pada Rambut Kandungan timbal yang terdapat pada rambut didasarkan hasil uji laboratorium, dimana sampel yang diambil pada masyarakat sekitar lokasi penelitian dengan umur antara 30 – 55 tahun. Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan ditunjukkan bahwa kandungan timbal tertinggi terdapat pada umur 40 – 50 tahun, kemudian diikuti oleh umur 50 – 55 tahun. Sedangkan kandungan timbal terendah terdapat pada umur 30 – 35 tahun. Informasi kandung timbal pada rambut pada masing-masing kelompok umur (Gambar 17). Berdasarkan hasil analisis Gambar 17 kandungan timbal pada semua kelompok umur pada penduduk di sekitar lokasi penelitian terdapat timbal. Semakin tinggi timbal yang terakumulasi dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Kandungan timbal tertinggi pada umur 45 - 50 tahun, sedangkan kandungan timbal terendah pada umur 30 - 35 tahun. Umur 50 - 55 tahun kandungan timbal terjadi penurunan dari pada umur 45 - 50 tahun. Hal tersebut disebabkan pada umur tersebut kandungan timbal pada rambut tinggi karena masyarakat sekitar masih produktif dalam melakukan aktivitas bekerja dengan waktu cukup lama. Berbagai aktivitas seperti, setiap hari ke sawah, setiap hari pulang pergi ke lokasi kerja di wilayah Lamongan Kota dan Gresik, serta ada yang berdagang di sekitar ruas jalan lamongan maupun di pasar Agro Babat. Faktor umur dan tingkat aktivitas menunjukkan beberapa tingkat
56 kandungan timbal rambut pada beberapa jenjang umur masyarakat sekitar. Berbagai aktivitas dan prosentase masing-masing (Gambar 17).
Gambar 17 Kandungan timbal pada rambut Rambut mengandung protein struktural yang tersusun asam amino yang mengandung gugus sulfihidril (-SH) dan sistin dengan ikatan disulfide (-S-S-). Gugusan tersebut dapat mengikat logam yang masuk ke dalam tubuh, kemudian terikat dalam rambut. Saeni (1997) menyatakan bahwa logam yang masuk dalam tubuh manusia akan didikat oleh senyawa sulfida yang banyak terdapat di rambut. Atas hal tersebut, besaran kandungan timbal dalam rambut dapat mencerminkan kandungan logam dalam tubuh manusia. Darmono (2001), menyatakan bahwa timbal yang merupakan logam berat secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan manusia, dimana dapat mengakibatkan penghambataan sistem pembentukan hemoglobin (Hb), sehingga menyebabkan munculnya penyakit anemia, terganggunya sistem syaraf pusat dan tepi, sistem ginjal, sistem reproduksi, idiot pada anak - anak, sawan (epilepsi), cacat rangka dan merusak sel - sel somatik. Berikut paparan penelitian lain tentang kandungan timbal pada rambut beberapa referensi (Tabel 19). Tabel 19 Penelitian timbal pada rambut dari sumber kendaraan bermotor Kandungan No Umur (tahun) Lokasi Referensi timbal (mg/kg) 1 30 - 35 0,79 Jakarta Satriyo (2012) 2 30 - 40 3,15 Semarang Herlisa et al. (2012) 3 32-38 0,27 Pekanbaru Vivi et al. (2015) Kandungan timbal pada rambut selang umur 30 – 35 tahun sebesar 0,001 mg/kg, rentan umur 35 – 40 tahun sebesar 0,002 mg/kg. Kandungan timbal
57 pada kedua selang umur tersebut masih jauh lebih kecil kandungan timbal pada rambut beberapa penelitian di atas. Aktivitas masyarakat di Kecamatan Babat beragam yang dibagi tujuh jenis aktivitas. Berbagai aktivitas digunakan untuk menyusun kriteria responden. Prosentase beberapa aktivitas masyarakat (Gambar 18).
Gambar 18. Aktivitas masyarakat Hasil responden menunjukkan aktivitas sebagai petani merupakan pekerjaan yang paling tinggi yaitu 36,7 %. Hal ini sejalan dengan kepemilikan lahan yaitu paling banyak lahan pertanian hak milik. Aktivitas sebagai wiraswasta tertinggi kedua yaitu 30,3 %. Aktivitas tersebut meliputi pedagang di sekitar area Kecamatan Babat, paling banyak berdagang di pasar Babat Pusat dan pasar Agro Babat serta sebagian berwirausaha di sepanjang ruas jalan. Aktivitas wirausaha di sepanjang ruas jalan meliputi aktivitas pengelasan, pengrajin kayu, pedagang warung makan, pedagang toko kebutuhan sembako. Beberapa wiraswasta tempat usaha di wilayah Lamongan kota. Aktivitas sebagai buruh sebanyak 13,3 %. Aktivitas tersebut meliputi buruh toko, buruh pabrik (Wilayah Gresik dan Surabaya) dan beberapa buruh petani di persawahan Kecamatan Babat. Aktivitas pegawai swasta dan aktivitas lainnya sebanyak 6,7 %, sedangkan aktivitas sebagai pegawai negeri dan mahasiswa sebanyak 3,3 %. Petani padi di Kecamatan Babat sebagian hasil panen dijual untuk kebutuhan hidup. Dari hasil responden sebanyak 18,2 % hasil panen dijual keseluruhan sedangkan 81,8 % hasil panen dijual sebagian. Hasil panen biasanya dijual ke tengkulak dan dijual di beberapa gudang hasil pertanian terdekat di Kecamatan Babat. Masyarakat mengkonsumsi beras sehari-hari berasal dari hasil panen sebesar 33,3 % dan 66,7 % masyarakat mendapatkan dengan membeli beras di toko maupun di gudang pertanian. Masyarakat setiap hari mengkonsumsi beras yang mengandung timbal meskipun sangat rendah kandungannya tetapi semakin lama logam berat yang masuk ke dalam tubuh akan berpengaruh pada kesehatan. Mekanisme penyerapan logam timbal (Pb) yang dapat diserap tubuh tergantung pada beberapa pilihan makanan, keadaan kesehatan tubuh, susunan genetik dan kandungan vitamin yang ada dalam
58 makanan. Beberapa faktor biologis seperti umur, jenis kelamin, komposisi makanan juga mempengaruhi ketersediaan logam berat secara biologis (Yannai et al. 1993).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan : 1. Kandungan timbal pada tanah termasuk angka kritis kandungan logam berat yaitu 2-100 mg/kg. Kandungan timbal pada air akhir tanam lebih tinggi dibandingkan awal tanam. Kandungan timbal pada tanah awal tanam tertinggi dengan jarak 2000 m dari ruas jalan, sedangkan yang terendah dengan jarak 1000 m dari ruas jalan. Kandungan timbal pada tanah akhir tanam dengan jarak 1000 meter dari ruas yang terendah dengan jarak 100 meter dari ruas jalan. Kandungan timbal pada air awal tanam tertinggi dengan jarak 1000 meter dari ruas jalan, sedangkan yang terendah dengan jarak 2000 m dari ruas jalan. Kandungan timbal pada air akhir tanam tertinggi dengan jarak 1000 m dari ruas jalan, sedangkan yang terendah dengan jarak 100 meter dari ruas jalan. 2. Semakin dekat lokasi jarak jalan raya kandungan timbal pada tanaman dan beras semakin tinggi dan sebaliknya. Kandungan timbal pada tanaman tertinggi terdapat pada persawahan bagian utara jalan dengan jarak 100 m dari ruas jalan, sedangkan yang terendah terdapat pada persawahan bagian selatan jalan dengan jarak 2000 m dari ruas jalan. Kandungan timbal pada beras tertinggi terdapat pada persawahan bagian utara jalan dengan jarak 100 m dari ruas jalan, sedangkan yang terendah terdapat pada persawahan bagian selatan jalan dengan jarak 2000 m dari ruas jalan. 3. Faktor umur, konsumsi makanan dan tingkat aktivitas menunjukkan beberapa tingkat kandungan timbal rambut pada beberapa selang umur masyarakat sekitar. Kandungan timbal tertinggi pada rambut dengan selang umur 45 – 50 tahun. Saran 1. Timbal merupakan senyawa logam yang sangat berbahaya, maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut pada areal sawah yang berdekatan dengan jalan raya. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait pencemaran timbal sebagai akibat dari aktivitas kendaraan bermotor pada jarak 100 m agar diperoleh informasi lebih detail terkait potensi tercemarnya tanaman dan penurunan kualitas beras. 3. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap pencemaran timbal yang dikaitkan dengan tata ruang wilayah terutama pada areal 100 m dari ruas jalan.
59
DAFTAR PUSTAKA Alloway B J. 1995. Heavy Metals in Soils. Second Edition. Blackie Academic and Professional. An Imprint of Chapman & Hall. Glasgow. Amaliah L. 2014. Analisis Bangkitan Debu Jatuh Udara Ambien dari Lima Jenis Tanah Utama di Pulau Jawa. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press. [BPH MIGAS] Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi. 2005. Komoditas Bahan Bakar Minyak (BBM). Jakarta (ID): Penerbit BPH MIGAS RI. [BPS] Badan Pusat Statistik . 2012. Potensi Desa tahun 2011. Jakarta (ID). BPS Pusat. [BPS Kabupaten Lamongan] Badan Pusat Statistik . 2015. Kabupaten Lamongan dalam Angka tahun 2014. Lamongan (ID). BPS Kabupaten Lamongan. [BPS Kabupaten Lamongan] Badan Pusat Statistik. 2015. Kecamatan Babat dalam Angka tahun 2014. Lamongan (ID). BPS Kabupaten Lamongan. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2005. Cara Uji Kadar Timbal (Pb) dengan Metode Destruksi Basah Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom. SNI No 19-7119.4-2005. Jakarta (ID). [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009a. Cara Uji Timbal Secara Spektrofotometri Serapan Atom. SNI No 6986.46-2009. Jakarta (ID). [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009b. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. SNI No 7387-2009. Jakarta (ID). Callender E. 2010. Heavy Metals in the Environment Historizal Trends. Treat on Geochem. 9: 67-105 Dahlan. 1989. Studi Kemampuan Tanaman Dalam Menyerap Timbal Emisi Dari Kendaraan Bermotor. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Darmawijaya MI. 1997. Klasifikasi Tanah: Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University. Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Makhluk Hidup. Jakarta (ID): UI Press. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungan Dengan Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press. Jakarta (ID). Dwidjoseputro D. 1998. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta. [ECMWF] European Centre for Medium Range Weather Forecasts. 2014. Windrose. Netherland (NL). Emmaverdian A, Ding Y, Mokhberdoran F, Xie Y. 2015. Heavy Metals Stress and Some Mechanism of Plant Defense Response. Sci World. 1: 1-18 Erdayanti P, Hanifah AT, Anita S. 2015. Analisis Kandungan Logam Timbal pada Sayur Kangkung dan Bayam di Jalan Kartama Pekanbaru secara Spektrofotometri Serapan Atom. JOM FMIPA. 2 (1): 75-82.
60 Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta (ID): Kanisius. Gidding JC. 1973. Chemistry, Mans and Environmental Changes: An Integrated Approach. New York (US): Canfield Gusnita D. 2012. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) di Udara dan Upaya Penghapusan Bensin Bertimbal. Berita Dirgantara. 13 (3): 95 – 101. Handoko. 2003. Klimatologi Dasar. Bogor (ID): FMIPA IPB Harahap H. 2004. Pengaruh Pencemaran Timbal dari Kendaraan Bermotor dan Tanah terhadap Tanaman dan Mutu Teh. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hassan AA, Crowther JM. 1998. A Simple Model Pollutant Concentrations in a Street Canyon. J of Enviromental Monitoring and Assessment. 52: 269280. Herlisa A, Endang TM. Paparan Timbal (Pb) pada Rambut Sopir Angkot Rute Johar Kedungmundu. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. 11 (1): 47 – 50. Hermanto. 2006. Padi Ciherang Makin Populer. Warta Penelitian dan Pengembangan Penelitian. 28: 14-15. Hoshika AT, Shiozawa K, Kawana, Tanimoto T. 1991. Heavy Metal Pollution in Sediment from the Seto Island, Japan. Marine pollution. Bull. 23: 101 – 105. Kartasapoetra AG. 2004. Klimatologi: Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara. Las T, Affandi H, Hermanto S, Etriya F. 2009. Analisa Biomassa dan Kandungan Logam Berat pada Beras Merah Hasil Pemupukan Kompos Sludge dari Pabrik Kertas Dan Pulp. Jurnal Kimia Valensi.1(4): 202 - 209. Lingga P, Marsono. 1994. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Majid NM, Islam MM, Enanee N. 2012. Heavy Metal Uptake and Translocation by Semuloh (Fagopyrum dibotrys) from Sawdust Sludge Contaminated Soil. Bulgarian J Agri Sci. 18 (6): 912-923 Manalu J. 2006. Hubungan Kepadatan Lalulintas Kendaraan Bermotor dengan Kandungan Timbal Udara, Timbal dalam Darah Pedagang Kaki Lima di Kota Surakarta. Jurnal Bionatura. 8 (2): 182-192. Maulana AZ. 2012. Analisis Bahan Pencemar Udara SO2, NO2 dan HC dengan Pendekatan Line Source Modeling (Studi Kasus di Jalan Magelang Yogyakarta). Widyariset. 15(3): 499-508. Meetham AR. 1981. Atmospheric Pollution: Its Origin and Prevention. New York (US): Perganon Press. [NAS] National Academy of Science. 1972. Airbone Lead In Prespective. Washington DC (US) Nasution FA. 2004. Bahaya Timbal dan Permasalahannya. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Peavy HS, DR Rowe and G Tchnobanoglous. 1986. Environmental Engineering. New York (US): McGraw-Hill Book Company. Painter DA. 1974. Air Polution Technology. New York (US): Reston Publish. Palar H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
61 Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. http://www.minerba.esdm.go.id/ library/sijh/PP8201_KualitasAir.pdf.[22 April 2015]. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. https ://www.google.co.id/url ?sa=t&rct=j&q =&esrc=s&source =web&cd=1&ca d=rja &uact=8 &ved=0ah UKEwjBn tDt4K 7OAhX EqI8KHTikAvoQFgga MAA&url= http%3A%2F%2Fjdih.den.go.id%2Fdownload%2F19% 2Fperaturanpemerintah -no-41- tahun-1999&usg =AFQjCNFDc 4UUAYdvHU tbgs49iis- -oCm2A &sig2 =by6do3sl UiFlwCn_aIhag. [5 Agustus 2016] Pinta E, Abu H dan Sofia A. 2015. Analisis Kandungan Logam Timbal pada Sayur Kangkung dan Bayam di Jalan Kartama Pekanbaru Secara Spektrofotometri Serapan Atom. JOM FMIPA Volume 2 No.1. 75-82 Prahasta E. 2005. Sistem Informasi Geografis Konsep Dasar Perspektif Geodesi dan Geomatika. Bandung (ID): Informatika. Prasad CS, Maiti KN, Venugopal R. 2001. Effect of Rice Hust Ash in Whiteware Copositions. Ceramic International. 27: 629-635. Priyanto B, Prayitno J. 2007. Fitoremidiasi Sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan Pencemaran Khususnya Logam Berat. http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora l.html. [13 Oktober 2015]. Purnomohadi S. 1995. Peran Ruang Terbuka Hijau dalam Pengendalian Kualitas Udara di DKI Jakarta. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahayu L. 1995. Analisis Jumlah Klorofil dan Kandungan Logam Berat Pb dalam Jaringan Daun Akibat Pencemaran Lalu Lintas. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 2 (5): 53-56 Razif M, Prasasti SI. 2006. Pemetaan Tingkat Konsentrasi Partikulat Akibat Aktivitas Transportasi di Wilayah Surabaya Pusat. Jurnal Purifikasi. 7 (1): 13-18 Rohyanti, Muchyar, Hayani N. 2011. Pengaruh Pemberian Bokashi Jerami Padi terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum mill) di Tanah Podsolik Merah Kuning. Jurnal Wahana-Bio. 6: 26-29. Rubianto. 2000. Timbal Sangat Berbahaya Bagi Kesehatan. Jakarta (ID): Pusat Data Informasi dan Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia. Sarkar RK, Reddy JN, Sharma SG, Ismail AM. 2006. Physiological Basis of Submergence Tolerant in Rice and Submergence Tolerant in Rice and Implications on Crop Development. Current Science. 91: 899-906 Saruji D. 1995. Pencemaran Udara (SO2, CO dan Pb) Gas Buang Kendaraan Bermotor di Kotamadya Surabaya. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Saeni MS. 1980. Upaya Perbaikan Kualitas Air dangan Cara Penyaring. Bogor (ID): PUSDI-PS IPB Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor (ID): PAU Ilmu Hayat IPB Saeni MS. 1995. The Correlation between the Concentration of Heavy Metals (Pb, Cu and Hg) in the Environment and Human Hair. Buletin Kima 9:63-70.
62 Saeni MS. 1997. Penentuan Tingkat Pencemaran Logam Berat dengan Analisa Rambut. Orasi ilmiah. Guru Besar Tetap Ilmu Kimia Lingkungan. Fakultas Matematika dan IPA. IPB. Bogor (ID). Sastrosupadi A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Satriyo S. 2012. Kebijakan Pengelokaan Pencemaran Udara Pb, Debu dan CO dari Sektor Transportasi Darat. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Silaban. 2013. Pertumbuhan Tanaman Padi Fase Vegetatif dan Akumulasi Logam Berat Pada Jaringan Tanaman Padi Varietas Payo Besar dan Inpari 12 di Lahan Gambut yang diberi Amelioran Dregs. [tesis]. Pekanbaru (ID): Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau. Singh J, Upadhyaya SK, Pathaka RK, Guptab V. 2011. Accumulation of Heavy Metals in Soil and Paddy Crop (Oryza sativa), Irrigated with Water of Ramgarh lake, Gorakhpur, Up, India. India (IN): Avadh University. Smith J. 1981. Air Pollution and Forest Ecosystem. New York (US): Springer Verlag. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soepraptohardjo M. 1981. Jenis Tanah di Indonesia. Bogor (ID): Lembaga Penelitian Tanah. Stevenson F. 1982. Humus Chemistry Genesii, Composistion, Reaction. New York (US): A Willey Inter Science Publition. Sunoko. 2014. Dampak Aktivitas Transportasi terhadap Kandungan Timbal (Pb) dalam Udara Ambient di Kota Semarang. Bioma. 1 (2): 105-112. Suhendro. 2007. Kandungan Timbal dalam Darah dan Dampak Kesehatan pada Pengemudi Bus Kota AC dan Non AC di Kota Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 3 (2): 127-13. Surani R. 2002. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta (ID): Rineka Cipta. [TRB] Transportation Research Board. 2000. Highway Capacity Manual. Washington DC (US). Tifani NL, Sardjono S, Bambang G. 2013. Pengaruh Sistem Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oriza sativa) di Lahan Sawah. Jurnal Produksi Tanaman. 1 (4): 361-368 Treshow M, Anderson FA. 1989. Plant Stress from Air Pollution. New York (US): John Wiley and Son Ltd. Chisester. Turk A, J Turk, Wittes JT, Wittes R. 1984. Environmental Science. Philadelphia: WB Saunders Co. Vivi R, Mirna I, Sofia A. 2015. Korelasi Konsentrasi Particulate Matter (PM10) di Udara dan Kandungan Timbal (Pb) dalam Rambut Petugas SPBU di Kota Pekanbaru. Dinamika Lingkungan Indonesia.2 (1): 52 – 60. Wardhana WA. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Ward NI, Reeves RD, Brooks RR. 1975. Lead in Soil and Vegetation a Long a New Zealand State Higway With Low Traffic Volume. Journal Environment Pollution. 9: 243-251.
63 [WHO] World Health Organization. 1995. Enviornmental Health Criteria 165. Finland (FI): Inorganic Lead [WHO] World Health Organization. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jenewe (US). Widiarini R. 1996. Kandungan Timbal pada Tanaman Teh dan Tanah di Perkebunan Gunung Mas Bogor. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yandrilita S, Abu H, Subardi B. 2015. Analisis Kandungan Logam Timbal pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L.) yang ditanam di Pinggir Jalan Raya Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh Bukittinggi. JOM FMIPA. 2 (1): 136 - 144. Yang J, Liu Z, Wan X, Zheng G, Zhang H, Guo L, Wang X, Zhou X, Guo Q, Xu R. 2016. Interaction Between Sulfur and Lead Toxicity, Iron Plaque Formation and Lead Accumulation in Rice Plant. Elsevier. 128: 206-212. Yannai S, Sachs KM. 1993. Absorption and Accumulation of Cadmium, Lead and Mercury from Foods by Rats. Fd Chem. 31(5): 351-355.
64
LAMPIRAN
65 Lampiran 1 Analisis kandungan timbal pada tanah awal tanam Source Model Error Corrected Total
DF 5 12 17
Sum of Squares 7999,66223 22663,91542 30663,57765
R-Square 0,260885
Coeff Var 188,2362
Mean Square 1599,93245 1888,65962
Root MSE 43,45871
F Value 0,85
Pr > F 0,5422
Tanah awal Mean 23,08733
Source Lokasi jarak(lokasi)
DF 1 4
Type I SS 4147,859100 3851,803133
Mean Square 4147,859100 962,950783
F Value 2,20 0,51
Pr > F 0,1641 0,7298
Source Lokasi jarak(lokasi)
DF 1 4
Type III SS 4147,859100 3851,803133
Mean Square 4147,859100 962,950783
F Value 2,20 0,51
Pr > F 0,1641 0,7298
Lampiran 2 Analisis kandungan timbal pada tanah akhir tanam Source Model Error Corrected Total
DF 5 12 17
R-Square 0,251517
Sum of Squares 2440,066519 7261,340947 9701,407466
Coeff Var 137,4362
Mean Square 488,013304 605,111746
F Value 0,81
Pr > F 0,5666
Root MSE 24,59902
tanah_akhir Mean 17,89851
Source Lokasi jarak(lokasi)
DF 1 4
Type I SS 1278,839451 1161,227068
Mean Square 1278,839451 290,306767
F Value 2,11 0,48
Pr > F 0,1717 0,7503
Source Lokasi jarak(lokasi)
DF 1 4
Type III SS 1278,839451 1161,227068
Mean Square 1278,839451 290,306767
F Value 2,11 0,48
Pr > F 0,1717 0,7503
66 Lampiran 3 Analisis kandungan timbal pada air awal tanam Source Model
DF 5
Sum of Squares 1,2444444E-6
Error
12
1,3933333E-6
Corrected Total
17
2,6377778E-6
R-Square 0,471778
Coeff Var 11,40058
Mean Square 2,4888889E7 1,1611111E7
Root MSE 0,000341
F Value 2,14
Pr > F 0,129 6
Air awal Mean 0,002989
Source lokasi jarak(lokasi)
DF 1 4
Type I SS 7,2E-7 5,2444444E-7
Mean Square 7,2E-7 1,3111111E-7
F Value 6,20 1,13
Pr > F 0,0284 0,3884
Source lokasi jarak(lokasi)
DF 1 4
Type III SS 7,2E-7 5,2444444E-7
Mean Square 7,2E-7 1,3111111E-7
F Value 6,20 1,13
Pr > F 0,0284 0,3884
Lampiran 4 Analisis kandungan timbal pada air akhir tanam Source Model Error Corrected Total
DF 5 12 17
R-Square 0,630341
Sum of Squares 0,01470648 0,00862449 0,02333097
Mean Square 0,00294130 0,00071871
Coeff Var 67,05907
Root MSE 0,026809
F Value 4,09
Pr > F 0,0212
Air akhir Mean 0,039978
Source Lokasi jarak(lokasi)
DF 1 4
Type I SS 0,01463190 0,00007458
Mean Square 0,01463190 0,00001864
F Value 20,36 0,03
Pr > F 0,0007 0,9985
Source Lokasi jarak(lokasi)
DF 1 4
Type III SS 0,01463190 0,00007458
Mean Square 0,01463190 0,00001864
F Value 20,36 0,03
Pr > F 0,0007 0,9985
67 Lampiran 5 Analisis kandungan timbal pada tanaman Source Model Error Corrected Total
DF 5 12 17
R-Square 0,897251
Sum of Squares 0,00759182 0,00086938 0,00846120
Coeff Var 45,18132
Mean Square 0,00151836 0,00007245
Root MSE 0,008512
F Value 20,96
Pr > F <0.0001
tanaman Mean 0,018839
Source lokasi jarak(lokasi)
DF 1 4
Type I SS 0,00005653 0,00753529
Mean Square 0,00005653 0,00188382
F Value 0,78 26,00
Pr > F 0,3944 <0,0001
Source lokasi jarak(lokasi)
DF 1 4
Type III SS 0,00005653 0,00753529
Mean Square 0,00005653 0,00188382
F Value 0,78 26,00
Pr > F 0,3944 <0,0001
Lampiran 6 Analisis kandungan timbal pada beras Source Model Error Corrected Total
DF 5 12 17
R-Square 0,945572
Sum of Squares 0,00217567 0,00012523 0,00230090
Coeff Var 30,96323
Mean Square 0,00043513 0,00001044
Root MSE 0,003230
F Value 41,69
Pr > F <0,0001
beras Mean 0,010433
Source lokasi jarak(lokasi)
DF 1 4
Type I SS 0,00011250 0,00206317
Mean Square 0,00011250 0,00051579
F Value 10,78 49,42
Pr > F 0,0065 <0,0001
Source lokasi jarak (lokasi)
DF 1 4
Type III SS 0,00011250 0,00206317
Mean Square 0,00011250 0,00051579
F Value 10,78 49,42
Pr > F 0,0065 <0,0001
68
Lampiran 7 Analisis Uji T berpasangan
Pair 1
Air awal Air akhir
Pair 2 Tanah awal Tanah akhir
Paired Samples Statistics Std. Mean N Deviation 18 0,00039 0,0030 18 0,03705 0,0400
Std. Error Mean 0,00009 0,00873
23,0873
18
42,47046
10,01038
17,8985
18
23,88872
5,63063
Paired Samples Correlations N Pair 1 Pair 2
Pb
Air awal & Air akhir Tanah awal & Tanah Akhir
Kelompok Tanaman Beras
Correlation
Sig.
18
0,482
0,043
18
0,971
0,000
Group Statistics N Mean Std. Deviation Std. Error Mean 18 0,0188 0,02231 0,00526 18 0,00104 0,01163 0,00274
69 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamongan 5 Mei 1989. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Djuri dan Ibu Murti. Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Kedungpring Kabupaten Lamongan. Pendidikan sarjana (S1) di Universitas Trunojoyo Madura pada program studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana (S2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor sekolah pascasarjana pada tahun 2012. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Dikti melalui program Beasiswa Unggulan. Pada tahun 2013 penulis menikah dan dikaruniai seorang putra. Sebuah artikel yang merupakan bagian dari isi karya ilmiah diterbitkan pada Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Volume 7 Nomor 1 Tahun 2017. Artikel berjudul Dampak Pencemaran Aktivitas Kendaraan Bermotor terhadap Kandungan Timbal (Pb) dalam Tanah dan Tanaman Padi. Selama mengikuti program S-2, penulis juga aktif bekerja sebagai tenaga ahli di konsultan lingkungan dan perencanaan mulai dari tahun 2012 sampai saat ini. Penulis juga bekerja sebagai staf pengajar di Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo program studi teknik lingkungan mulai dari tahun 2015 sampai saat ini.