pampak Berlakunya TRIPs Agreemel1l
35
DAMPAK BERLAKUNY A TRIPs AGREEMENT TERHADAP PELAKSANAAN KONVENSJ KEANEKARAGAMAN HAYATI ~ FX. Adji Samekto
The existence of bio diversity in tropical forest like in Indonesia essentially is il1lporram for the continuing of human life existence. If is important since from these bio diversifies . we could formulate vary of medicines to ensure the living existence of human lite. One of {ile human rights which entitled to each of human kind is the right to remain living. Since then the right to access to essential and vilalityneeded medicine is a fundamemal human right. However, since now there is an implementation on the regulation of Patem Right over medicines/drugs in all over {he lVorLd under [he provision of WTO / TRIPs Agreement. there's fear that the implememation of the agreement will reduced the access of millions of humall lives developing countries to essential dntgs fo r human life. while those drugs are initially derived from the richness of bio-diversity ill tropicaL forest of Indon esia. in which is one of a developing coumries. Kata Kunci:
Keanekaragaman hayati, World Trade Organization (WTO), TRIPs Agreement,
.. AnikeJ Didasarkan Pada Hasil Penelitian Hihah Bersaing Perguruan Tinggi Tahun PeJ'lama 200312004 : Model Pt:!ngaturan Pengak uan Hak Milik Alas Sumber Daya Hayati (Resource Property Right) Untuk Indone sia Se laku Country of Origin of Genetic
Resources Berdasarkan Biodiversity COllvention.
Nomor J Tahun XXXIV
Hukum dan Pembaflgunan
36
1. Pendahuluan Konvensi Keragaman Hayati (Collvelltioll 011 Biological Diversity) merupakan salah satu dokumen perjanjian internasional yang dihasilkan dari Konperensi PBB Tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nations COllference and Development) di Rio de Janiero pada tanggal 3 14 luni 1992. Tujuan Konvensi 1111 adalah untuk ll1elestarikan keanekaragall1an hayati, ll1ell1anfaatkan kOll1ponen-koll1ponen secara lestari dan membagi secara adil dan merata keuntungan dari hasil pemanfaatan sUll1ber daya genetika secara cukup dan ll1ell1adai. Terll1asuk dalam hal ini ada lah akses yang wajar pada sumberdaya genetik dan a lih teknolilgi. dengan ll1ell1perhatikan se ll1ua hak terhadap sUll1berdaya dan teknologi itu serra dengan pell1biayaan yang sesuai. Keanekaragaman hayati (biological diversity) diarrikan sebagai jUll1lah jenis. Makin besar jU ll1lah jenis . akan ll1akin besar pula keragall1an hayari. Melalui proses evolus i yang te rus-menerus terjadilah jenis baru. Sebaliknya dengan terus-ll1enerus pula terjadi kepunahan jenis. Apabila laju terjadinya jenis baru lebih besar daripada kepunahan. maka keragaman hayati akan berrambah. sebaliknya apabila laju kepunahan lebih besar, ll1aka keragaman hayati akan menurun. I Tingkat keanekaragaman hayati ditentukan olell luas sempitnya habitat '( tempat hidup) jenis tersebut. Makin luas habitat, makin besar jumlah jenis yang te rdapat di dalam habitat. Makin meningkat keanekaragaman hayati. makin meningkat pula sumberdaya hayati yang terdiri atas banyak jenis dan masing-masing mengandung seperangkat Ken terrenru. Oleh karena iru sumber daya hayati , secara lebih khusus disebut sumber daya genetika .' Dal.a m i1mu biologi , gen (genetika) diartikan sebaga i pernbawa sifat kerurunan makhluk hidup . Sifat kerurunan yang terdapat di dalam gen adalah kekal _ PoI.ensi yang terkandung di cIalarn gen inilah yang disebut sebagai sumber daya generika_ ~lenurUi para allli, kelangsungan dan kelestarian keanekaragaman bayati di hutan tfOpis sangat penting bagi umat manusia di seluruh dunia. Hal itu karena disanalah tersedia sumber daya genelik yang merupakan sumber ohar-
I OUO SoemarwOlO. Imloncsia Da/am Kallea" ISIl Lillgkungall Global. Gra media Pusraka 1hama . .I<1kana. 1991. hal.R I . :!
Ihid . . ll
JallNar; - Mare! 2004
Dampak Berlakunya TRIPs Agreement
37
obatan, sumber pengembangan jenis (varietas) tanaman dan hewan ha ru untuk kepentingan umat manusia .' Secara geografis. hutan lI'oris merupakan hUlan yang terletak diantara Garis 20 derajat Lintang Selamn dan Garis 20 derajat Lintang Utara. Oi antara kedua Garis Lintang itu membentang hutan tropis yaitu yang berada di Amerika Selatan, Amerika Tengah, Asia Tenggara dan India Timur .' Oi SISI lain, sejak tanggal I lanuari 1995, World Trade Organization (WTO) telah memberlakukan Perjanjian TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) dan l11ewajibkan seluruh anggota WTO untuk menerapkan persyararan untuk perlindungan H AKi sebagail11ana yang sudah ditetapkan dalal11 Perjanjian TRIPs 5 TRIPs l11el11berikan perlindungan yang menyeluruh bagi semua wilayah kekayaan intelektual. yang sebelul11nya dilindungi oleh peljanjian internasioll3l secara terpisah6 Ada tiga perkembangan utama yang diperkenalkan TRIPs .•
Pertama, TRIPs mencakup semua HaKI utama dalam satu perjanjiall .
•
Kedua, TRIPs mengatur standar perlindungan yang lebih ringgi dibanding perjanjian tentang perlindungan kekayaan ime lektual yang ada sebelumnya.
•
Ketiga, TRIPs ti
KeanekaragaJllan Hayatj" dalam, Mclestarikan Hulan Tropika. Permasalahall , Malllaat dan KebUaksanaallllya. (Penyunting Mochtar Luhis) ,Yayasa n Ohor Indone sia. ]akana. 1992, hal. 21.
" S..I. Me. Naughton - Larry L. Wol f. Ekologi Umum (Pen elj emah Sunaryo Pringgo..,eputro dan Sriga ndono). Gadjah Mada UniversilY Press. 1990. halaman 933. -' Ildiami Hilman dan Ahdi ,l r Romadoni, Pengelolaan Dall Periindullgall Aset Kekayaall Illtclektual, The British Council-ITB. Jakarta.2001 hal aman 27 -28 . Sehelu m masuknya TRIPs dalam skema WTO. para pelaku illternasiollal ser illg mt'nghadapi diskrimini.tsi dan halangan ketik a ingin mendapatkan perlindungan l-laKI di ncgar,\ lain. Sementara pada saat yang sama produk me reka mempunyai rc;.;iko digandakan secara tidak sail. Situasi terse hut me nd orong upaya harrnini sasi sistem l-IaKI dunia. Peljanjian internasional temang HaKI sepeni Kon vensi Bern (untuk I-Iak Cipta) dan KOllvensi Paris (untuk Hak Kekayaan Indu stri) di ,mggap tidak cfektif dan tidak clikup lllemherikan perlindungan.
h
Nomor 1 TaiJun XX)([V
Hukum dan Pembangullall
38
Sebenarnya masalah kaitan antara perlindungan hak milik intelektual dengan berlakunya Konvensi Keanekaragaman Hayati telah dibahas dalam sidang-sidang Pallel of Experts on Access to Genetic Resources and Benefit Sharing yang dibentuk PBB dalam rangka pelaksanaan Konvensi Keanekaragaman Hayati . Panel ini telah dua kali membahas masalah tersebut (tahun 2000 dan pad a bulan Maret 200 I). Sidang-sidang Panel ini d imaksud juga untuk dapat menemukan secan, tepat langkah-Iangkah berkaitan dengan implikasi Hak Miilik Intelektual clan Persetujuan dalam WTO-TRIPs terhadap persoalan konservasi clan pemanfaatan keragaman hayati secara berkelanjutan. Dalam pertemuan pertama ternyata the Panel Expens di atas tidak mampu menghasilkan kesimpulan tentang peran Hak Milik Intelektual clalam implementasi akses dan pembagian keu ntungan pemanfaatan sumberdaya hayati. sementara kontroversi yang sudah meluas di dun ia auala h buena penJamman diberlakukannya ketentuan Hak M ilik lntelektual terhadap keragaman hayati . sebagaimana ditentukan dalam ketentuan-ketentuan TRIPs Agreement. Berkaitan dengan hal ini Tllird World Network (satu jaringan LSM negara-negara Dunia Ketiga) berpenuapat bahwa the Panel of Experts harus mengakui adanya prosesproses internasional yang beruiri secara paralel yang berimplikasi pada akses sumberdaya hayati uan pembagian keuntungan dari pemanfaatan keragaman hayat i'. Sesungguhnya adalah sangat sulit bagi the Pane! of Experrs llntllk menentukan implikasi berlakunya TRIPs Agreemenr terhadap LUjuan diberlakukannya Konvensi Keaneka ragaman Hayati. sehingga pada akJlirnya muncul permasalahan kont1ik antara TRIPs Agreell7em dengan Konvensi Keanekaragaman Hayati.
'7
The S(;][cl1lCIll Issued hy TWN for the Second Meet in g of lhe Panel of Expt.:rI:,
Access
[1J-22 .
III
Ge netic Reso urces and Benefit Sha ring: he ld in Montreal. Canada
2()02.
(Sumher
Wehsite
Trade
Issues
Rules
and WTO
Oil
March i-Iltr /1
frolll
wWw. lwlls ide .o rg.sg/file/prolt:t:lfhtm)
Jalluari - Marel 2004
Dalllpak Berlakunya TRIPs Agreelllelll
3~
2. Perbedaan Konsep Pemikiran Dalam TRIPs Agreement Dengan Konvensi Keanekaragaman Hayati a. Perbedaan Konsep Tentang Per lindungan Hak Milik Intelektual Ada pe rbedaan rasio,dan kerangka pikir dari Konvensi Keanekaragaman Hayati dengan TRfPs Agreemem. TRIPs ada lah commercial treaty with commercial objectives yang bermaksud membe rikan keuntungan kepada privare firms. Oi sisi lain, disusunnya Konvensi Keanekaragaman Hayati d idorong oleh motif unmk Illengantisipasi terjadinya pengurangan sumberdaya hayari di du nia. Jan mengakui pentingnya peran traditional knowledge dan hak Illasya rakat loka!. Perbedaan konsep pemikiran ini mau tidak mau melllbawa impl ikasi lebih jauh dalam melihat fenolllena keanekaragaman hayati di dunia. Ada perbedaan maksud antara penjaminan Hak Milik Intelektual Illenurut TRIPs dengan tujuan Konvensi Keanekaragaman Hayati . Pasal 16(5) Konvensi Keanekaragaman Hayati mengakui bahwa Hak Milik Intelektual dapat menimbulkan efek negatif terhadap pelaksanaan ketentuan-ketentuan Konvensi Keanekaragalllan Haya!i. Oleh karena itu bisa dipahami apabila 77Jird World Nerwork mendesak supaya negaranegara pesena dalam Konvensi Keaneicaragaman Hayati bekerjasallla untuk Illenjamin bahwa Hak Milik Intelekrual justru bersifat mendukung dan tidak menghambat tujuan Konvensi Keanekaragalllan Hayati. Oalam preambul TRIPs dinyatakan bahwa imelleClual property rights are private rights. Paten merupakan hak eksklusif yang dillliliki oleh pemiliknya untuk mencegah tindakan pembuatan, penggunaan, penjualan oleh pihak ketiga. terhada p produk yang sudah d ipatenkan iru. Oleh karena itu ketentuan Hak Milik Intelektual memiliki efek untuk mencegah pertukaran pengetahuan seeara bebas atas produk dari pengetahuan, dan pemanfaatannya. Sistem yang ekskJ usif ini jelas be rtentangan dengan sistem ekonomi dan sosial yang tradisional dimana masyarakat lokal memakai dan mengembangkan keragaman hayati. Sebagai contoh. bibit dan pengetahuan tentang va rietas tanaman sena tanaman obat sermg dipertukarkan seeara bebas dalam masyarakat tradisiona!. Pengetahuan dalam masyarakat tradisional bukan barang eksklusif milik seseorang tetapi dipegang secara kolektif dan bers ifat turu ntemurun, dan dari satu lokasi ke lokasi lain . Beberapa ketentuan dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati mengakui hal ini , dan Konvensi
Nomor 1 Tahul! XXXIV
40
HukulIl dan Pembangullall
Keanekaragaman Hayati juga bennaksud melindungi hak-hak masyarakat lokal (Pasal 8U). Akan tetapi kontribusi dan sifat pengetahuan masyarakat yang bersifat kolektif dan hak-hak masyarakat tidak diakui dalam TRIPs Agreemelll. Sesungguhnya sistem hak paten sebaga imana ditentukan dalam TRIPs dimaksud untuk memberikan keuntungan individual dan lembagalembaga pri vat. sehingga hak mereka te rmasuk hak atas produk dan pengetahuan yang pengembangannya secm'a awal sebenarnya muncul dari masyarakat lokal Berdasarkan prinsip kedaulatan sebagaimana tercantum dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati. negara-negara memiliki hak untuk Illengatur akses pihak as ing terhadap sumber daya hayati dan pengetahuan ya ng berkaitan dengannya . dan negara berhak menentukan pe rsetujuan tentang pembagian keuntungan. Akan tetapi ketentuan TRIPs Illemungkinkan orang atau institusi untuk Illempatenkan sumber-sumber biolog i (atau pengetahuan berkaitan dengan sumber biologi itu) di negara Li i luar country of origin of {he resources or kno w/edge. b. Pertentangan Prior Infonned Consent Dengan Unilateral Patents Pasal 15 ayat 4 Konvensi Keanekaragaman Hayati menyatakan bahwa " access to genetic resources shall be subject to prior informed consent of the Contracting Party providing such resources. unl ess otherwise determ ined hy that Parry." Dengan dem ikian kolektor sumberdaya hayati atau pengetahuan yang berkaitan dengannya, harus memberikan informasi yang cukup atas kerjanya dan untuk maksud apa sllmberdaya hayati atau pengetahuan ilU digunakan. Setelah itu hams ada persetujuan dari negara penerima sebelum pekerjaan kolektor dimu lai , Dalam rancangan peraturan di beberapa negara (seperti pada DAU Model Legislation on Access to Biological Resonrces and Protection of COJ11J11nnity Rights). harus ada perserujuan sebelumnya (prior informed consent) dari negara se rra dari masyarakat lokal setempat. Hal ini mengindikasikan bahwa pnor informed consent bisa ditolak dan persetjuan dari negara bersifat conditiona l on mutually-agreed terms lIntuk remhagian keuntungan antara kolektor. negara dan masyarakat lobI. Dengan demikian pernyataan persetujllan sebelumnya (P IC) merupakan sarana pencegahan terjadinya penyimpangan (misappropriation) sumberdaya hayati dan pengetahuan yang berkaitan dengannya, sekaligus untuk memfasilitasi fair benefit sharing.
iallllar; - Maret 2004
Oampak 8erlakunya TRIPs Agreement
41
Akan tetapi dalam ketentuan TRIPs tidak ada ketentuan bahwa pihak yang mengajukan paten atas biological resources harus meminta pnor informed consent. Oleh karena itu di dalam TRIPs tidak ada pengakuan hak negara bagi negara asal sumberdaya hayati itu berada. Oengan demikian pihak yang mengaj ukan paten dapat mengajukan klail11 paten atas biological resources atau pengetahuan yang berhubung an dengannya di negara l11anapun (yang mengakui patentabilitas tersebut) clan ' kamor paten yang bersangklltan dapat memberikan persetujuan atas klaim Hak Milik Intelektual ilU tanpa melalui proses atau pemeriksaan terhadap oro ritas dari negara asal sumberdaya hayati tersebut. Oleh karena itu dapat dikatakan. di sa tu sisi Konvensi Keanekaragaman Hayati telah merancang prior informed consent sebaga i cara untuk menghilangkan kemungkinan adanya biopiracy, tetapi di SlSI lain TRIPs jllstru mel11fasilitasi kemungkinan biopiracy tersebut dengan tidak adanya keharusan adanya prior informed consent . c, Masalah Pembagian Keuntungan Bersama dan A1ih Teknologi Oi dalam ketentuan-ketentuan TRlPs ridak ada pengaturan hagi pemegang paten berkaitan dengan biological resources atau relared knowledge untuk 1l1e1l1bagi keuntu ngan dengan 1l1asyarakat atau negara dimana sumberdaya hayati itu berasaL Oleh kare na itu bisa dipahami apabila kini muncul keprihatinan implementasi ketentuan-ketentuan TRIPs tersebut akan mengurangi akses masyarakar negara-negara Berkembang terhadap ohat-obatan yang sangar penting melindungi kehidupan. Hal ini bi sa teljad i ka rena perusahaan-perusahaan farmasi multinasional pemegang hak paten telah ll1enikmati l1lonopoli atas prociuknya (yang dilindungi hak paten). Perusahaan-perusahaan tersebut ciiperbolehkan ll1enentukan harga obat-obatan yang diproduksinya. Padahal obat-obatan yang dipatenkan itu dibutuhkan untuk menanggulangi penyakit-penyakir yang berbahaya bagi kehidupan , misalnya HIV/AIDS. Harga obat-obatan itu di luar jangkauan l1lasyarakat umum negara-negara Ounia Ketiga . Oi negara-negara dimana obat-obatan generik dapat digunakan, harga obat-obatan bennerek (dari perusahaan farmasi multinasional tersebut) sering jatuh akibat kalah berkompetisi dengan obat-obatan generik produk lokal. Sebagai comoh ketika pemerintah Brazilia mulai memproduksi obat-obatan HIV I AIDS, harga obat-obatan serupa yang bermerek, turun sampai 79 %. Akan retap i perusahaan-perusahaan farmasi
Nomor 1 Tahun XXXIV
42
HlIkllm dan Pembangunan
Illultinasional Illampu melakukan pengendalian dalam kompetisi dengan perusahaan penghasil obat-obatan generik, sehingga obat-obatan bermerek tersebut tetap dijual dengan harga tinggi '. Akibatnya jelas akan menimpa negara-negara miskin yang lidak akan mampu menyediakan obat-obatan renting bagi masyarakatn ya. Masyarakat di negara Illiskin tidak akan mall1pu membeli obat yang telah dipatenkan meng ingat harganya tidak akan teljangkau. Oleh karena itu benarlah apabila beberapa negara menyatakan bahwa diberlakukannya peratu ran hak milik inteleklua l (dalam hal ini palen) ll1erllpakan penyebab dOll1i nan (major calise) mahalnya harga obat-obatan di dunia". Sebenarnya sebeilim pembe rla kuan TRIPs Agreement pad a tahun 1995, beberapa negara diperbolehkan untuk mengamb il opsi untuk mengeluarkan (exclude) sektor-seklor lertentu dari ketentuan paten dalam hukum nasionalnya. Sekitar 50 negara (baik negara maju maupun berkembang) mengecualikan produk farmasi dari ketentuan Paten. Akan tetap i dengan berlakunya ketentuan TRIPs dalam skema WTO . negara-negara anggota WTO tid ak boleh mengecualikan procluk farmas i dari ketentuan Paten 10 Tingginya harga obat-obatan yang menyebabkan masyarakat negara miskin ticlak mampu menyecliakan bagi rakyatnya, membuktikan bahwa ketentuan-ketentuan hukum produk pemikiran pasar bebas sebagaihiana tertuang dalam ketentuan TRIPs dalam kerangka WTO (khususnya di sini tentang paten terhadap obat-obatan) tidak mellluat komitmen untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat global.
3. KesimpuIan Hasil dari pelllanfaalan keanekaragaman hayati oleh negara Barat ada lah produk obat-obatan yang bermanfaat untuk kepentingan kelllanusiaan. Dalam hubungan ini pernberlakuan halt palen atas obat"Joillt NGO Statemellt 0 II th e Specia I Discussio n in the WTO TR1Pl' Cmlllcii on Pa/ellts ami Access to Affordable Medicines : Patents and Medicines .- The WTO Must Act Now.''' (Third World Network wehs ite: Imp: II www.tw lls ide .or. si! /.
x Sum hcr:
Martin Khor ,"Patenls Ilww w.twnside.org)
I)
and
the
Hi gh
Cost
\If
Med icines '".
(Wehsite
http
10 L
lanuari - Maret 2004
Dalllpak Berlakunva TRIPs Agreemelll
43
obatan sekarang semakin diperluas di seluruh dunia di bawah ketentuanketentuan dalam TRIPs Agreement. Ada keprihatinan bahwa implementasi Agreement itu akan mengurangi akses jutaan manusia di negara Berkembang terhadap obat-obatan yang penting bagi kehidupan . Diberlakukannya TRIPs Agreement jelas akan meningkatkan kontlik kepentingan antara negara sumber keanekaragaman hayat i dengan perusahaan-perusahaan swasta pengguna keanekaragaman hayati. Hal ini terjadi buena dalam pandangan sebagian he,ar LSM , TRIPs Agreement condong memberikan keuntungan pacta pri vate right holders. Prinsip dasar yang sehenarnya harus dipegang adalah hahwa . . access to essential and vitallity-needed medicined is a fundamental human right". .Iadi menoapatkan obat ya ng sang at vital bagi kehidupan adalah hak asasi yang fundamental. Untuk itulah maka negara-negara yang tergabung dalam WTO harus mengambiI langkah-Iangkah konkret untuk mengklarifikasi esensi diberlakukannya ketentuan perlindungan hak milik intelektual atas hasil rekayasa sumber daya hayali yang mewujud sebagai ohal. Selanjutnya harus diIakukan reinterpretasi terhadap TRIPs Agreement agar perlindungan hak milik inlelektual tidak menjadi penghaIang akses untuk memperoleh obat-obatan yang sangat diperlukan unruk menyelamatkan kehidupan.
Daftar Pustaka
Hilman, Helianti, dan Ahdiar Romadoni. Pellgelolaall Dan Perlilldullgall Aset Kekayaall llltelektual, The British Council-ITB. Jakarta. 200 I . .loin! NGO Statement on the Special Discussion in the WTO TRIPs Council on Patents and Access to Affordable Medicines Patents (Third World and Medicines The WTO Must Act Now! II www.twnside .or.sg/. Network website: http Khor, Martin, "Patents and the High Cost of Medicines", (Webs ite: http : II www.twnside.org) --------, "Patents and the High Cost of Medicines" , (Website: http : I I www. twnside. org)
Nomor I TahUlz XXXIV
44
Hllkum dall Pembanglllzan
Soemarwoto. Otto , Indonesia Dalam Kallcah Isu Lillgkullgall Global , Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.1991. -------- . ,. Peranan Hutan Tropik Dalam Hidrologi, Pemanasan Global dan Keanekaragaman Haya ti'· dalam , Melestarikall Bulan Tropika, Permasalahall, Malllaal dall Kebijaksallaallllya. (Penyunting: Mochtar Lubisl. Yayasan Ohor Indonesia. Jakarta . 1992.
Ekologi Umum (Peneljemah S.J Me. Naughton - Larry L.Wolf. Sunaryo Pringgoseputro dan Srigandono). Gadjah Mada Univers ity Press. 1990. The Statement Issued by TWN for the Second Meeting of the Panel o f Experts on Access to Genetic Resources and Benefit Sharing held in Mont real. Canada from March 19-22. 2002. (Sumber Website Trade Issues Rules and WTO Http // www.twnside .org .sg/ti le/p rotect/ htm)
Janllari - Marel 20114