HAKIM: KARAKTER KUANTITATIF BEBERAPA GALUR KACANG HIJAU
Aksi Gen dan Dugaan Heritabilitas Beberapa Karakter Kuantitatif pada Populasi Galur Kacang Hijau Hasil Persilangan Lukman Hakim Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Jl. Merdeka 147, Bogor 16111
ABSTRACT. Gene Action and Heritability Estimates of Quantitative Characters among Lines derived from Varietal Crosses of Mungbean. The F1 population and F2 progenies of six crosses among five mungbean varieties were evaluated at Muara Experimental Station during dry season of 2006. The lines were planted in a randomized complete block design with three replications. The seeds of each F1 and F2 progenies and parents were planted 4 rows, 3 m long. Plant spacing was 40 x 20 cm, each hill contained one plant. Numbers of pods per plant, seed yield per plant and harvest index were found to be predominantly controlled by the effects of additive genes. Seed size was also controlled by additive gene effects, with small seed dominant to large seed size. Plant height was found to be controlled by both additive and nonadditive gene effects, similarly days to maturity was due to mainly additive and nonadditive effects, with earliness dominant to lateness’. Among the characters studied on F2 plants, seed size had the highest heritability estimates (47%), followed by harvest index and days to maturity of 45.8 and 43.3% respectively. Plant height and number of pods per plant had a moderate heritability estimated with a mean of 33.2% and 31.5%, while plant yield and seed yield per plant had the lowest heritability of 13.0% and 18.3% respectively. Base on the F2 data, selection on harvest index had the highest expected genetic advance (38.4%), followed by plant height (35.7%) and seed yield per plant (33.3%). Plant yield and number of pods per plant had the lowest genetic advance of 11.6% and 16.7%, while days to maturity and seed size had moderate expected genetic progress of 21.8 and 29.1% respectively. In relation to grain yield, the mean heritability estimate for seed yield per plant was low (18.3%). However, considerable high genetic variability (41.8%) was present for seed yield per plant. Keywords: Mungbean, gene action, heritability, lines of varietal crosses ABSTRAK. Dalam upaya menunjang kegiatan pemuliaan tanaman secara efektif, diperlukan pengetahuan tentang aksi gen, heritabilitas kemajuan dan keragaman genetik. Tanaman F1 dan galur F2 keturunan dari enam kombinasi persilangan dan lima varietas tetua kacang hijau dievaluasi di Kebun Percobaan Muara, Bogor pada MK 2006. Rancangan percobaan acak kelompok lengkap, tiga ulangan. Biji F1 dan F2 dari setiap kombinasi persilangan dan varietas tetua ditanam masing-masing empat baris dengan panjang barisan 3 m, jarak tanam 40 cm x 20 cm, satu tanaman per rumpun. Jumlah polong per tanaman, bobot brangkasan, hasil biji per tanaman, dan indeks panen secara dominan dikontrol oleh gen aditif. Ukuran biji juga dikendalikan secara nyata oleh gen aditif, di mana ukuran biji kecil bersifat dominan terhadap biji besar. Tinggi tanaman dikendalikan oleh gen aditif dan nonaditif, demikian juga umur polong masak secara dominan dikontrol oleh banyak gen (aditif dan nonaditif), di mana umur genjah bersifat dominan terhadap umur dalam. Di antara karakter yang diamati pada galur F2, ukuran biji mempunyai dugaan heritabilitas paling tinggi (47%). diikuti oleh indeks panen dan umur polong masak masing-masing 45,8% dan 43,3%. Tinggi tanaman dan jumlah polong per tanaman mempunyai dugaan heritabilitas sedang, rata-rata 33,2% dan 31,5%. Dugaan heritabilitas
118
paling rendah ditunjukkan oleh bobot berangkasan dan hasil biji per tanaman, masing-masing 13,0% dan 18,3%. Berdasarkan data pada galur F2, seleksi terhadap indeks panen mempunyai harapan kemajuan genetik paling tinggi (38,4%), diikuti oleh tinggi tanaman (35,7%) dan hasil biji per tanaman (33,3%). Bobot berangkasan dan jumlah polong per tanaman mempunyai harapan kemajuan genetik paling rendah (11,6 dan 16,9%), sedangkan umur polong masak dan ukuran biji mempunyai kemajuan genetik sedang, masingmasing 21,8% dan 29,1%. Dalam hubungannya dengan hasil, ratarata dugaan heritabilitas hasil biji per tanaman rendah (18,3%), tetapi mempunyai keragaman genetik cukup tinggi (41,8%). Kata kunci: Kacang hijau, aksi gen, heritabilitas, galur persilangan
alam program seleksi, pengetahuan tentang aksi gen, heritabilitas, kemajuan dan keragaman genetik sangat diperlukan oleh para pemulia agar dapat menentukan strategi seleksi yang efektif dan efisien. Menurut Empig (1970) seleksi untuk suatu karakter yang diinginkan akan lebih berarti apabila karakter tersebut mudah diwariskan. Mudah tidaknya pewarisan suatu karakter dapat diketahui dari besarnya nilai heritabilitas. Oleh karena itu pengetahuan tentang pewarisan sifat dari karakter yang berhubungan erat dengan hasil biji mutlak diperlukan agar seleksi dapat berjalan dengan baik. Malhotra et al. (1980) dan Rao et al. (1984) menyatakan bahwa pewarisan suatu karakter berhubungan erat dengan tipe aksi gen yang berpengaruh terhadap karakter tersebut. Misalnya pewarisan jumlah polong per tanaman dan jumlah biji per polong ditentukan secara nyata oleh pengaruh gen aditif, sedangkan pewarisan tinggi tanaman dikendalikan oleh gen aditif dan nonaditif. Menurut Misra (1985), beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar komponen hasil dan karakter morfologis yang digunakan sebagai kriteria seleksi dapat efektif adalah keragaman genetik dan heritabilitas karakter yang harus cukup tinggi dan tidak mudah dipengaruhi oleh lingkungan. Murty et al. (1976) menyarankan bahwa dalam program seleksi diperlukan pengetahuan pewarisan dari karakter dan model gen yang berpengaruh terhadap masing-masing karakter. Varietas unggul kacang hijau yang sudah dilepas seperti Nuri, Manyar, dan Betet meskipun berdaya hasil tinggi namun kurang diminati petani karena ukuran biji
D
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 2 2009
kecil dan kualitas bijinya pun kurang baik. Di lain pihak, varietas lokal Demak dan Belu yang berdaya hasil rendah dan berumur dalam masih banyak ditanam petani. Kedua varietas lokal tersebut sangat disenangi petani karena berbiji besar, kualitas biji sangat baik, dan harga jualnya lebih mahal daripada varietas yang lain (Hakim 2008). Agar varietas unggul Nuri, Manyar, dan Betet dapat berkembang dan disukai petani perlu mendapat perbaikan kualitas dan ukuran bijinya melalui program persilangan dengan vareitas lokal Demak atau Belu yang berbiji besar. Galur-galur kacang hijau keturunan persilangan antara varietas unggul dengan varietas lokal tersebut tentunya akan mempunyai keragaman genetik dan karakter morfologis yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini perlu dipelajari beberapa parameter genetik seperti aksi gen, heritabilitas dan kemajuan genetik, serta keragaman genetik dari karakter morfologis. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aksi gen, dugaan heritabilitas dan kemajuan genetik, serta keragaman genetik karakter kuantitatif pada galur hasil persilangan kacang hijau. Dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh informasi model aksi gen yang berpengaruh dalam pewarisan masing-masing karakter, pewarisan sifat dari beberapa karakter kuantitatif, dan dapat dimanfaatkan dalam program seleksi.
BAHAN DAN METODE Persilangan antara tiga varietas unggul kacang hijau berdaya hasil tinggi, berumur genjah, dan berbiji kecil (tetua betina) dengan dua varietas lokal berdaya hasil rendah, berumur dalam, berbiji besar (tetua jantan) dilakukan di KP Muara pada MH 2005. Tanaman F1 dan galur F2 hasil persilangan yang terdiri atas enam populasi tanaman F1, enam galur F2 dan lima varietas tetua (tiga tetua betina dan dua tetua jantan) dievaluasi di KP Muara pada MK 2006. Biji F1, F2, dan varietas tetua masingmasing ditanam empat baris dengan panjang barisan 3 m, jarak tanam 40 cm x 20 cm, satu biji per lubang. Rancangan percobaan adalah acak kelompok lengkap,
tiga ulangan. Populasi tanaman F1, galur F2, dan varietas tetua masing-masing 60 tanaman per petak. Pemupukan dilakukan pada saat tanam dengan dosis 100 kg urea, 150 kg SP36, dan 100 kg KCl/ha. Untuk mencegah serangan hama dan penyakit, tanaman disemprot dengan insektisida Lenate (2 cc/1 liter air) dan fungisida Dithane (15 g/10 l air), masing-masing lima kali, dimulai sejak tanaman berumur 15 hari sampai 50 hari. Data yang diamati berdasarkan individu tanaman meliputi: umur polong masak (DM), tinggi tanaman (PH), jumlah polong per tanaman (PP), ukuran biji (SS), hasil biji per tanaman (SY), bobot berangkasan kering (PY), dan indeks panen (HI). Indeks panen dihitung berdasarkan SY/(SY + PY). Untuk menghitung varian genetik digunakan rumus Stuber (1970): varian aditif (S2A) = (S2m + S2F), varian non aditif (S2D) = S2mf untuk generasi F1, (S2D) = 4 S2mf untuk generasi F2, di mana S2m adalah varian untuk tetua jantan, dan S2f adalah varian untuk tetua betina. S2mf adalah varian interaksi tetua jantan x tetua betina. Untuk menghitung rasio varian aditif terhadap varian nonaditif (dominan) digunakan rumus S2A/S2D. Heritabilitas dihitung berdasarkan rumus H = S2A/(S2A + S2D + S2e). Kemajuan genetik (GA) dihitung berdasarkan rumus: GA = K(VF2)½ x H/x. Apabila intensitas seleksi 10%, maka K = 2,06, VF2 = varian antartanaman F2, H = heritabilitas, x = rata-rata populasi tanaman F2. Untuk menduga koefisien keragaman genetik (VG) digunakan rumus Empig et al. (1970): (VG/x) x 100, di mana VG = VF2 - [(VP1)(VP2)]½; VF2 = varian antar tanaman F2, VP1 = varian varietas tetua betina, VP2 = varian terua jantan. Karakteristik tetua yang digunakan dalam persilangan tercantum pada Tabel 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Aksi Gen Dugaan varian komponen setiap individu tanaman pada tanaman F1 dan galur F2 tercantum pada Tabel 2. Umur
Tabel 1. Karakteristik lima varietas tetua yang digunakan dalam pesilangan. Kode tetua
Nama varietas
P1 P2 P3 P4 P5
Manyar Nuri Betet Lokal Demak Lokal Belu
Umur polong masak (hari)
Bobot 1.000 biji (g)
Hasil biji (t/ha)
Bobot berangkasan/ tanaman (g)
Indeks panen/ tanaman
56 58 60 82 93
41,3 36,0 45,5 73,0 71,5
1,5 1,6 1,5 0,9 0,9
35,1 37,8 43,3 56,2 45,1
0,43 0,38 0,45 0,27 0,24
119
HAKIM: KARAKTER KUANTITATIF BEBERAPA GALUR KACANG HIJAU
Tabel 2. Dugaan varian komponen dari tujuh karakter yang diamati pada tanaman F1 dan galur F2 kacang hijau. KP Muara, MK 2006. Varian komponen Karakter Umur polong masak Tinggi tanaman Jumlah polong/tanaman Ukuran biji (g/1.000 biji) Bobot berangkasan Hasil biji/tanaman Indeks panen
Generasi
Tetua jantan (M)
Tetua betina (F)
Interaksi (M x F)
Rasio (S2A/S2D)
F1 F2 F1 F2 F1 F2 F1 F2 F1 F2 F1 F2 F1 F2
0,00 0,00 0,01 0,03 1511 2721 87,8** 45,3* 7712* 3101** 2125* 1302* 238** 437*
3,11* 3,24 3,18 3,06 1,75 3,78 3,11* 3,24 6960 4316** 1,15 369 2335** 1019**
1,38 6,21** 1,01 5,91** 1303 187 1,38 6,21** 0,0 0,0 1263 161 0,0 1,87
2,25 0,15 1,08 0,10 2,03 3,01 2,25 0,15 1,10 1,37 1,85 2,55 1,88 2,00
*
P < 0,05; **P < 0,01.
Tabel 3. Perbandingan segregasi antara tetua berumur genjah dengan berumur dalam pada galur F2 dari enam kombinasi persilangan kacang hijau. KP Muara, MK 2006. Tetua umur dalam Tetua umur genjah
P4
P5
Ratioy
X2(3:1)
Prob.
Ratioy
X2(3:1)
Prob.
P1 P2 P3
20 : 3 10 : 5 25 : 6
1,755 0,536 0,408
P>0,10 P>0,30 P>0,50
12: 1 17 : 1 24 : 3
0,043 0,018 1,036
P>0,80 P>0,90 P>0,20
Total
55 : 14
1,349
P>0,20
55 : 5
0,548
P>0,70
Galur berumur genjah < 68 hari; galur berumur dalam > 68 hari; X2 = nilai ratio segregasi; Prob = tingkat probabilitas.
polong masak dikontrol secara dominan oleh banyak gen (aditif dan nonaditif). Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Wilson et al. (1986) dan Bhargava et al. (1966). Mereka menyatakan bahwa gen aditif dan nonaditif berperan penting dalam pewarisan umur polong masak. Menurut Imrie et al. (1987), umur genjah pada tanaman kacang hijau dikendalikan oleh gen aditif dan nonaditif (dominan) atau partial dominan. Pada penelitian ini diketahui bahwa pengaruh gen aditif terhadap umur polong masak sangat nyata pada tanaman F1, sedangkan gen nonaditif berpengaruh nyata pada galur F2, di mana sifat umur genjah lebih dominan dibanding umur dalam (Tabel 2). Hasil pengamatan umur polong masak pada tiap kombinasi persilangan menunjukkan segregasi dengan rasio 3:1 pada galur keturunan asal tetua P4 (lokal Demak) yang mempunyai umur polong masak 82 hari, dengan perbandingan segregasi tiga tanaman berumur genjah (< 68 hari) dan satu tanaman berumur dalam 120
(> 68 hari). Pada galur keturunan asal tetua P5 (lokal Belu) yang mempunyai umur polong masak lebih dalam (97 hari) menunjukkan segregasi dengan rasio 15:1, dengan perbandingan segregasi 15 tanaman berumur genjah (< 68 hari) dan satu tanaman berumur dalam (> 68 hari) (Tabel 3). Hasil analisis varian menunjukkan bahwa tinggi tanaman dikendalikan oleh pengaruh gen aditif dan nonaditif (Tabel 2). Dengan demikian pewarisan tinggi tanaman berhubungan erat dan dipengaruhi oleh kedua gen tersebut. Hasil penelitian yang sama di laporkan oleh Yohe dan Poehlman (1975) serta Wilson et al. (1985). Mereka menyatakan bahwa tinggi tanaman dikontrol secara nyata oleh gen aditif dan nonaditif. Kedua gen tersebut berperan penting dalam pewarisan tinggi tanaman. Menurut Rao et al. (1964), pewarisan tinggi tanaman dipengaruhi oleh gen dominan dan epistasis. Oleh karena itu Wilson et al. (1985) menyatakan bahwa model aksi gen yang mengendalikan tinggi tanaman
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 2 2009
Tabel 4. Perbandingan segregasi antara tetua berbiji besar dengan tetua berbiji kecil pada galur F2 dari enam kombinasi persilangan kacang hijau. KP Muara, MK 2006. Tetua umur dalam Tetua umur genjah
P4
P5
Ratioy
X2(15:1)
Prob.
Ratioy
X2(15:1)
Prob.
P1 P2 P3
21 : 4 12 : 6 27 : 9
1,444 0,511 0,303
P>0,20 P>0,30 P>0,30
20: 3 16 : 1 23 : 3
1,021 0,015 1,033
P>0,30 P>0,70 P>0,40
Total
60 : 19
1,127
P>0,20
59 : 7
0,885
P>0,50
Galur berbiji kecil < 60 g/1000 biji; galur berbiji besar > 60 g/1000 biji; X2 = nilai ratio segregasi; Prob = tingkat probabilitas.
sangat ditentukan oleh genotipe tetua yang digunakan dalam persilangan. Jumlah polong per tanaman nyata dikendalikan oleh pengaruh gen aditif. Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Malhotra et al. (1980) yang menyatakan bahwa pengaruh gen aditif sangat nyata dan berperan penting dalam pewarisan jumlah polong per tanaman. Menurut Singh dan Singh (1971), pengaruh gen nonaditif (dominan dan epistasis) terhadap jumlah polong per tanaman sangat nyata pada tanaman F1, sedangkan pada galur F2 berkurang pengaruhnya. Luthra et al. (1979) menyimpulkan bahwa pengaruh gen aditif terhadap jumlah polong per tanaman sangat besar pada generasi F2, sedangkan pada generasi F1 tidak nyata pengaruhnya. Ukuran biji dalam penelitian ini dikontrol secara dominan oleh gen aditif. Imrie et al. (1987) melaporkan bahwa ukuran biji memang dikendalikan oleh gen aditif, baik pada generasi F1 maupun F2, di mana ukuran biji kecil lebih dominan dibandingbiji besar. Menurut Malik et al. (1986), biji kecil bersifat parsial dominan terhadap biji besar, dan gen aditif berperan penting dalam pewarisan ukuran biji. Hasil pengamatan terhadap ukuran biji pada setiap kombinasi persilangan pada galur F2 menunjukkan segregasi dengan rasio 15:1, baik pada galur keturunan asal tetua P4 (lokal Demak) yang berbiji besar (73 g/1.000 biji) maupun pada galur keturunan asal tetua P5 (lokal Belu) yang berbiji besar (71,5 g/1.000 biji). Perbandingan segregasi ukuran biji dari dua tetua berbiji besar tersebut adalah 15 tanaman berbiji kecil (< 60 g/1.000 biji) dan satu tanaman berbiji besar (> 60 g/1.000 biji) (Tabel 4). Hasil biji per tanaman dikontrol secara dominan oleh pengaruh gen aditif, begitu juga bobot berangkasan dan indeks panen (Tabel 2). Pada penelitian ini, pengaruh gen aditif terhadap keragaman hasil biji dan bobot berangkasan lebih besar daripada pengaruh gen nonaditif. Malik dan Singh (1983) serta Rao et al. (1984) melaporkan bahwa gen aditif berperan penting dalam
pewarisan sifat hasil biji per tanaman. Hasil penelitian Singh dan Singh (1974) menunjukkan bahwa pengaruh gen nonaditif (dominan dan epistatis) terhadap hasil biji per tanaman sangat dominan pada generasi F1, sedangkan pada generasi F2 dan F3 sangat kecil pengaruhnya. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pengaruh gen aditif terhadap indeks panen lebih besar daripada pengaruh gen nonaditif (Tabel 2). Hal yang sama dilaporkan oleh Ahuja dan Chowdhury (1981) serta Rao et al. (1984) yang menyatakan bahwa indeks panen mempunyai varian komponen aditif yang lebih besar daripada komponen nonaditif. Karakter ini dikendalikan secara dominan oleh pengaruh gen aditif. Heritabilitas dan Kemajuan Genetik Dugaan heritabilitas pada galur F2 untuk tujuh karakter yang diamati berkisar antara 13-47% (Tabel 5). Ukuran biji mempunyai dugaan heritabilitas paling tinggi (47%). Hal ini mengindikasikan bahwa pewarisan ukuran biji pada generasi selanjutnya (F3) cukup besar dan seleksi untuk memperoleh genotipe berbiji besar pada galur F3 relatif mudah. Hal yang sama dilaporkan oleh Empig et al. (1970) yang menduga heritabilitas untuk ukuran biji mencapai 46,6%. Menurut mereka ukuran biji mudah diwariskan. Karakter lain yang mempunyai dugaan heritabilitas cukup tinggi adalah indeks panen (45,8%). Ahuja dan Chowdhury (1981) melaporkan dugaan heritabilitas indeks panen sebesar 56,7%. Menurut mereka pewarisan sifat indeks panen pada generasi selanjutnya cukup besar, dan indeks panen yang tinggi dapat mencerminkan hasil yang tinggi. Oleh karena itu mereka menyarankan indeks panen dapat digunakan sebagai dasar kriteria seleksi dalam program perbaikan hasil kacang hijau. Umur polong masak mempunyai dugaan heritabilitas cukup tinggi (43,3%). Hal ini mengindikasikan pewarisan
121
HAKIM: KARAKTER KUANTITATIF BEBERAPA GALUR KACANG HIJAU
Tabel 5. Dugaan heritabilitas karakter kuantitatif galur F2 pada enam kombinasi persilangan kacang hijau. KP Muara, MK 2006. Nilai dugaan heritabilitas (%) 1
2
3
4
5
6
Heritabilitas rata-rata (%)
37,0 29,8 40,6 46,5 11,2 16,4 42,2
41,1 36,5 22,3 49,0 16,8 21,6 39,8
53,4 40,3 37,7 38,6 13,0 11,9 47,6
44,2 33,9 28,9 51,3 9,1 20,1 50,5
39,0 21,7 35,4 43,6 12,3 24,5 40,3
45,1 37,0 24,1 53,0 15,6 15,3 54,4
43,3 33,2 31,5 47,0 13,0 18,3 45,8
Karakter
Umur polong masak Tinggi tanaman Jumlah polong/tan. Ukuran biji Bobot berangkasan Hasil biji/tan. Indeks panen
1,2,3,4,5,6: masing-masing adalah populasi F2 dari persilangan 1,2,3,4,5,6.
umur polong masak pada generasi selanjutnya (F3) cukup besar, dan seleksi untuk memperoleh genotipe yang berumur genjah pada galur F3 relatif mudah. Hasil penelitian Joshi dan Kabaria (1973) menunjukkan bahwa dugaan heritabilitas umur polong masak pada galur F2 dan F3 masing-masing 37,6% dan 45,7%. Menurut Murty et al. (1976), genotipe kacang hijau yang berdaya hasil tinggi umumnya berumur genjah sampai sedang (65-75 hari). Dinyatakan pula bahwa umur sifat genjah mudah diwariskan, dan seleksi untuk memperoleh genotipe hasil tinggi berdasarkan kriteria umur genjah perlu memperhatikan tinggi tanaman dan jumlah polong per tanaman. Tinggi tanaman mempunyai dugaan heritabilitasnya sedang (33,2%). Hal ini menandakan bahwa pewarisan tinggi tanaman pada galur F3 relatif tidak besar. Hasil penelitian Parida dan Singh (1984) menunjukkan dugaan heritabilitas tinggi tanaman cukup besar yaitu 56,6%, sedangkan pada penelitian Empig et al. (1970) hanya 27,0%. Bervariasinya nilai heritabilitas pada penelitian tersebut mungkin karena adanya perbedaan pengaruh lingkungan yang sangat berbeda. Jumlah polong per tanaman dugaan heritabilitas termasuk sedang (31,5%). Hal ini mengindikasikan bahwa pewarisan jumlah polong pada generasi selanjutnya (F3) relatif tidak besar, dan seleksi untuk memperoleh genotipe berpolong banyak pada generasi F3 relatif tidak mudah. Ali dan Shaikh (1987) melaporkan dugaan heritabilitas jumlah polong per tanaman pada galur F2 hanya 13,8%, dengan kemajuan genetik 11,8%. Mereka menyatakan bahwa tingkat pewarisan jumlah polong per tanaman adalah kecil, dan seleksi untuk memperoleh genotipe yang berpolong banyak pada generasi selanjutnya (F3) relatif sulit. Pada penelitian ini, dugaan heritabilitas hasil biji per tanaman termasuk rendah (18,3%). Hal ini mengindikasikan bahwa pewarisan hasil biji per tanaman pada generasi berikutnya (F3) relatif kecil. Dengan demikian, seleksi untuk hasil tinggi berdasarkan kriteria hasil biji 122
per tanaman pada galur F3 relatif sulit. Empig et al. (1970) melaporkan dugaan heritabilitas hasil biji per tanaman pada galur F2 sebesar 8,6%, dengan harapan kemajuan genetik 15%. Mereka menyatakan bahwa seleksi untuk tujuan hasil tinggi berdasarkan kriteria hasil biji per tanaman pada galur generasi awal (F2-F3) tidak akan efektif. Disarankan seleksi berdasarkan karakter ini dilakukan pada generasi lanjut (F6-F7). Dari tujuh karakter yang diamati pada galur F2, bobot berangkasan menunjukkan dugaan heritabilitas paling rendah (13%). Hal ini menandakan bahwa pewarisan bobot berangkasang pada generasi selanjutnya (F3) sangat kecil. Poehlman (1991) menyatakan bobot berangkasan yang tinggi tidak dapat mencerminkan hasil biji yang tinggi, dan seleksi berdasarkan kriteria bobot berangkasan tidak akan efektif. Dugaan kemajuan genetik dari tujuh karakter yang diamati dengan intensitas seleksi 10% tercantum pada Tabel 6. Dari enam kombinasi persilangan, nilai kemajuan genetik karakter kuantitatif berkisar antara 11,6-38,4%. Nilai kemajuan genetik paling tinggi ditunjukkan oleh indeks panen, tinggi tanaman, dan hasil biji per tanaman, masing-masing 38,4%, 35,7% dan 33,3%. Hal yang sama dilaporkan oleh Ahuja dan Chowdhury (1981), Ali dan Shaikh (1987), Singh dan Malhotra (1970). Mereka melaporkan kemajuan genetik untuk ketiga karakter tersebut masing-masing 39,3%, 34,6%, dan 35,5%. Umur polong masak dan ukuran biji mempunyai harapan kemajuan genetik sedang, masing-masing 25,2% dan 29,1%. Harapan kemajuan genetik paling rendah ditunjukkan oleh jumlah polong per tanaman dan bobot berangkasan, masing-masing 16,9 dan 11,6% (Tabel 6). Keragaman Genetik Koefisien keragaman genetik tujuh karakter kuantitatif yang diamati tercantum pada Tabel 7. Nilai koefisien keragaman genetik berkisar antara 13,5-42,8%. Koefisien keragaman genetik paling tinggi ditunjukkan oleh umur
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 2 2009
Tabel 6. Dugaan kemajuan genetik karakter kuantitatif galur F2 pada enam kombinasi persilangan kacang hijau. KP Muara, MK 2006. Nilai kemajuan genetik (%) 1
2
3
4
5
6
Kemajuan genetik rata-rata (%)
19,4 40,7 18,5 22,7 8,8 27,9 39,2
23,7 35,1 15,3 38,0 14,3 33,2 27,6
27,9 30,3 9,7 25,3 10,2 43,1 44,4
21,4 38,9 21,0 24,1 9,6 35,4 51,2
28,5 43,0 15,5 38,7 10,7 26,0 40,6
30,2 26,2 21,4 25,8 16,0 34,6 27,4
25,2 35,7 16,9 29,1 11,6 33,3 38,4
Karakter
Umur polong masak Tinggi tanaman Jumlah polong/tan. Ukuran biji Bobot berangkasan Hasil biji/tan. Indeks panen
1,2,3,4,5,6: masing-masing adalah populasi F2 dari persilangan 1,2,3,4,5,6. Tabel 7. Koefisien keragaman genetik karakter kuantitatif galur F2 pada enam kombinasi persilangan kacang hijau. KP Muara, MK 2006. Koefisien keragaman genetik (%) Karakter
Umur polong masak Tinggi tanaman (cm) Jumlah polong/tan. Ukuran biji Bobot berangkasan (g) Hasil biji/tan. (g) Indeks panen
1
2
3
4
5
6
Rata-rata (%)
33 27 17 51 19 44 27
29 39 13 28 15 37 35
47 21 11 37 9 51 31
56 44 17 53 16 43 41
49 33 8 46 20 30 28
43 49 15 35 12 46 39
42,8 35,5 13,5 41,6 15,1 41,8 33,5
1,2,3,4,5,6: masing-masing adalah populasi F2 dari persilangan 1,2,3,4,5,6.
polong masak (42,8%), diikuti oleh hasil biji per tanaman (41,8%) dan ukuran biji (41,6%). Tinggi tanaman dan indeks panen mempunyai nilai koefisien keragaman genetik sedang, masing-masing 35,5% dan 33,5%. Nilai koefisien keragaman genetik paling rendah ditunjukkan oleh jumlah polong per tanaman (13,5%) dan bobot berangkasan (15,1%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umur polong masak dan ukuran biji mempunyai dugaan heritabilitas cukup tinggi masing-masing 43,3% dan 47,0%, dengan harapan kemajuan genetik 36,8% dan 29,1% (Tabel 5 dan 6). Hasil biji per tanaman mempunyai dugaan heritabilitas rendah (18,3%), tetapi karakter tersebut mempunyai kemajuan genetik cukup tinggi (36,6%) dan keragaman genetik yang tinggi (41,8%). Oleh karena itu, dalam program seleksi galur hasil persilangan antara varietas unggul berumur genjah dan berbiji kecil (Manyar, Nuri dan Betet) dengan varietas lokal berbiji besar, berumur dalam (Demak dan Belu), peluang untuk memperoleh genotipe kacang hijau, berumur genjah dan berbiji besar relatif mudah. Dengan demikian, perbaikan ukuran biji varietas unggul Manyar, Nuri dan Betet yang berdaya hasil tinggi tetapi berbiji kecil sangat memungkinkan.
KESIMPULAN 1. Jumlah polong, hasil biji, indeks panen, dan bobot berangkasan kacang hijau dikendalikan secara dominan oleh gen aditif, sedangkan tinggi tanaman dikendalikan oleh gen aditif dan nonaditif. 2. Ukuran biji dikendalikan secara nyata oleh gen aditif, di mana biji kecil bersifat dominan terhadap biji besar. 3. Umur polong masak dikontrol oleh banyak gen (aditif dan nonaditif), di mana umur genjah bersifat dominan terhadap umur dalam. 4. Populasi galur F2 hasil persilangan lima tetua varietas kacang hijau menunjukkan bahwa ukuran biji dan umur polong masak mempunyai dugaan heritabilitas, kemajuan genetik, dan keragaman genetik cukup tinggi. Oleh karena itu, seleksi untuk memperoleh genotipe berbiji besar atau berumur genjah pada galur F2 relatif mudah. 5. Indeks panen mempunyai dugaan heritabilitas, kemajuan dan keragaman genetik cukup tinggi. Dengan demikian, seleksi untuk perbaikan hasil kacang hijau melalui indeks panen sangat memungkinkan.
123
HAKIM: KARAKTER KUANTITATIF BEBERAPA GALUR KACANG HIJAU
6. Hasil biji per tanaman mempunyai dugaan heritabilitas rendah (18,3%), namun karakter ini mempunyai kemajuan genetik cukup tinggi (33,3%) dan keragaman genetik yang tinggi (41,8%). Oleh karena itu, seleksi untuk perbaikan hasil kacang hijau melalui peningkatan hasil biji per tanaman juga memungkinkan.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Sdr. Encep Barwi dan Sdr. Djunaedi tenaga teknisi Kebun Percobaan Muara yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Ahuja, S.L. and R.K. Chowdhury. 1981. Genetics of harvest index in mungbean (Vigna radiata). Genetic Agraria 35: 301-311. Ali, M.S. and M.A. Shaikh. 1987. Variability and heritability estimates in the F 2 generation of varietal crosses of green gram. Bangladesh, Journal Agric. 12:67-71. Bhargava, P.D., J.N. Johri, S.L. Sharma, and B.N. Bhatt. 1966. Morphological and genetic variability in green gram (Vigna radiata). Indian Journal of Genetics and Plant Breeding 26:370-373. Empig, L.T., R.M. Lantican, and P.B. Escuro. 1970. Heritability estimates of quantitative characters in mungbean (Phaseolus aureus Roxb.). Crop Science 10:240-242. Hakim, L. 2008. Variability and correlation of agronomic characters of mungbean germplasm and their utilization for variety improvement programme. Indonesian Journal of Agric. Science 9(1):1-5. Imprie, B.C., D. Ratcliff, and J.P. Eerens. 1987. Analysis of gene action in crosses between early and late maturing mungbean. Proc. of Second International Mungbean Symposium. AVRDC, Taiwan. p.146-151.
124
Joshi, S.N. and M.M. Kabaria. 1973. Interrelationship between yield and yield components in mungbean (Phaseolus aureus Roxb.). Madras Agric. Journal 60:131-134. Luthra, O.P., N.D. Arora, R.K. Singh, and B.D. Chaudhary. 1979. Genetic analysis for metric traits in mungbean (Vigna radiata). Haryana Agric. Univ. Journal of Research 9:19-24. Malik, B.P.S. and V.P. Singh. 1986. Detection of epistatic, additive and dominance variation in green gram (Vigna radiata). Genetica 38:119-128. Malhotra, R.S., P.K. Gupta, and N.D. Arora. 1980. Diallel analysis over environments in mungbean. Indian Journal of Genetics and Plant Breeding 40: 64-65. Misra, R.C. 1985. Criteria for chioce of characters for construction of selection indices in mungbean. Madras Agric. Journal 72:265-271. Murty, B.K., G.J. Patel, and B.G. Jaisani. 1976. Gene action and heritability estimates of some quantitative traits in mungbean. Indian Research Journal 2:1-4. Parida, D. and D.P. Singh. 1984. Association, heritability and genetic advance in the F2 generation of wide and varietal crosses of green gram. Madras Agric. Journal 71:35-36. Poehlman, J.M. 1991. Genetic of quantitative characters. The mungbean. Westview Press. Buulder, Colorado. 375 p. Rao, S.S., S.P. Singh, and S.K. rao. 1984. Estimation of additive, dominance, digenic epistatic interaction effects for yield and its components in mungbean. Legume Research 7:6-12. Singh, K.B. and R.S. Malhotra. 1970. Estimates of genetic and environmental variability in mungbean (Phaseolus aureus Roxb.). Indiana Agric. Journal 578(3):155-159. Singh, T.P. and K.B. Singh. 1971. Mode of inheritance and gene action for yield and its components in Phaseolus aureus. Canadian Journal of Genetics and Cytology 14:517-525. Singh, T.P. and K.B. Singh. 1974. Components of genetic variance and dominance pattern for some quantitative traits in mungbean (Phaseolus aureus Roxb.). Indian Agric. Journal 71:233-242. Stuber, C.W. 1970. Estimation of genetic variances using inbred relatives. Crop Science 10:129-135. Wilson, D., S.T. Mercy, and N.K. Nayar. 1985. Combining ability in green gram (Vigna radiata). Indian Journal of Agric. Science 55:665-670. Yohe, J.M. and J.M. Poehlman. 1975. Regression, correlation and combining ability in mungbean (Vigna radiata (L.) Wilczek). Tropical Agric. 52:343-352.