Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
Pemahaman Wesleyan Theology mengenai PREDESTINASI
Page | 1
Latar belakang Methodisme sejak awalnya sebagai gerakan kebangunan rohani memang mempunyai karakteristik yang lebih menekankan pada pembaruan rohani dan pertumbuhan kepada kekudusan. Dalam “General Rules” orang Methodist mula-mula, John Wesley tidak mensyaratkan pengakuan teologi atau doktrin tapi hati yang takut dan ingin diselamatkan dari murka Allah dan ingin bertumbuh dalam kekudusan. Ini bukan berarti bahwa John Wesley dan Methodisme mula-mula adalah orang yang tidak tahu teologi, bahkan khotbah-khotbah dan tulisan Wesley berisi pengajaran doktrin dan teologi yang mendalam. Tetapi tak dapaat dipungkiri bahwa Methodisme sampai sekarang termasuk di Indonesia masih membawa dan mempunyai karakteristik gereja yang secara praktis terjun dalam pelayanan daripada membangun satu sistem teologi yang sistematik. Ini sisi positif sekaligus sisi kelemahan dari Gereja Methodist di Indonesia. Methodisme di Indonesia memang dibawa oleh misionaris dari gereja Methodist Episkopal dari Amerika Serikat tetapi pemahaman teologis dari hamba-hamba Tuhan dan jemaat-jemaat Methodist di Indonesia lebih banyak diwarnai oleh pemahaman Lutheran sebagai latar belakang jemaat Methodist dari kalangan orang Batak dan pemahaman Injili Calvinisme yang mendominasi teologi di kalangan Methodist dari kalangan orang China. GMI mempunyai dua sekolah teologi tetapi masih belum berhasil mendaratkan teologi dan spirit Methodist sebagai dasar dan bangun teologi bagi hamba-hamba Tuhan di kalangan Methodist. Bahkan menjadi satu ironi, karena ketidakjelasan teologi sendiri, akhirnya banyak hamba Tuhan dan jemaat yang kemudian sadar atau tidak sadar mengambil pemahaman teologi yang lain dalam khotbah dan pengajaran.
Kehilangan memori akan doktrin-doktrin Methodist (doctrinal amnesia) 1 dan
1
Bandingkan dengan pengamatan William J. Abraham akan keadaan United Methodist Church di Amerika. William J. Abraham, Waking from Doctrinal Amnesia: The Healing of Doctrine in the United Methodist Church (Nashville: Abingdon Press, 1995).
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
kekurangjelasan pemahaman teologi Wesley (mungkin) adalah satu sebab kemunduran (stagnasi) dari gereja Methodist di Indonesia. Tantangan dari luar juga perlu kita sikapi dengan serius karena sedikit demi sedikit telah mengerogoti gereja kita. Setelah puluhan tahun GMI khususnya yang berbahasa Mandarin menjadi gereja yang dominan di Sumatera bagian Utara (1950 –an sd 1980-an) dengan jemaat yang tersebar paling luas di hampir seluruh kota-kota di Sumatera Utara dan Aceh dengan jaringan sekolah Methodist yang ada hampir di setiap kota, tetapi sejak tahun 1980-an ke atas telah mengalami tantangan yang cukup berat dengan munculnya aliran-aliran gereja baru yang memberikan warna baru dalam Berteologi dan berjemaat. Kita dapat menyebut dua aliran yang menarik banyak hamba Tuhan dan jemaat kita adalah Calvinisme/Reformed dan teologi dan praktek-praktek karismatik. Di sisi lain, teologi dan praktik berjemaat di dalam gereja Methodist dari kalangan Batak juga mendapat tantangan baik dari teologi baru yang bersifat “liberal” yang diajarkan di sekolah-sekolah teologi Methodist. Belum lagi kita berbicara mengenai perubahan zaman yang begitu cepat yang menghadirkan informasi dan pemikiran yang sangat beragam di hadapan kita melalui teknologi internet telah merubah gaya hidup dan memberi tantangan tersendiri bagi kehidupan kita secara umum maupun pelayanan melalui gereja. Maka menurut kami, tantangan yang bersifat internal (amnesia doktrin) dan tantangan dari luar perlu kita sikapi dengan serius tapi bukan reaktif dan ofensif. Yang paling utama harus kita lakukan bukanlah menyalahkan orang lain tetapi back to Jesus, back to bible, back to Wesley dan mengkontekstualisasikan dalam tantangan dan kebutuhan zaman sekarang ini. Menurut pengamatan kami, ketidakjelasan teologi dan spiritualitas adalah kelemahan utama dari gereja Methodist Indonesia yang berdampak pada ketidakjelasan visi dan misi, kurangnya dorongan dalam pelayanan, menganggu kesatuan dalam gereja, dan membuat kita berjalan di tempat (atau kalau tidak mundur dan digerogoti oleh tantangan zaman). Perlu ada usaha-usaha yang nyata untuk berakar kembali kepada spirit Methodist, bertumbuh dalam teologi Wesleyan, dan dengan pimpinan Roh Kudus dapat menjawab tantangan zaman sekarang ini.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 2
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
Center for Wesleyan Theology and Spirituality didirikan untuk menjawab kebutuhan ini, kami tidak bisa melakukan semua hal bahkan banyak hal, tetapi kami mencoba melakukan apa yang bisa untuk sedikit memberikan sumbangsih bagi gereja Methodist. Seminar mengenai predestinasi Page | 3
adalah langkah kecil pertama yang diharapkan dapat mendorong langkah-langkah selanjutnya yang akan menjadi rangkaian kebangunan teologi, spiritualitas, pelayanan dan etika dalam gereja Methodist.
Predestinasi Orang-orang Methodist dan Arminian sering sekali dituduh sebagai ajaran yang sesat karena mengajarkan bukan anugerah tapi kehendak bebas manusia sama seperti Pelagius yang telah di dalam sejarah gereja dicap sebagai penyesat. Bahkan ada juga yang mempunyai pemahaman bahwa selain orang yang menganut konsep predestinasi (menurut versi Calvinism) adalah orang yang tidak selamat.2 Ini adalah tuduhan-tuduhan yang sebenarnya didasarkan pada pemahaman yang kurang tepat akan pengajaran John Wesley dan Methodist. Bagaimana sikap kita dan bagaiman kita menjawab semua tuduhan dan kesalahpahaman ini? Apakah John Wesley menolak pengajaran predestinasi? Apakah John Wesley adalah pengikut Pelagius yang mengajarkan bahwa manusia dengan free will dan kemampuannya sendiri dapat mengapai keselamatan? Apakah kunci daripada Wesley menghindarkan diri dari hyper-Calvinisme maupun Pelagianisme?
Apa itu predestinasi? Dalam esai yang panjang mengenai predestinasi “Predestination Calmly Considered”,
Wesley
mengutip beberapa pengajaran mengenai predestinasi yang dikategorikan High and Hyper Calvinism. 3
2
Roger E. Olson, Arminian Theology: Myths and Realities (Downer Grove, Illinois: IVP Academic, 2006), 9.
3
Albert C. Outler, ed., John Wesley, A Library of Protestant Thought (New York: Oxford University Press, 1964), 428–429.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
Misalnya dari Konsili di Dort pada tahun 1618 yang dalam artikelnya yang ke-6 berbicara mengenai predestinasi: "Whereas in process of time, God bestowed faith on some, and not on others, this proceeds from his eternal decree; according to which, he softens the hearts of the elect, and leaveth them that are not elect in their wickedness and hardness. "And herein is discovered the difference put between men equally lost; that is to say, the decree of election and reprobation. "Election is the unchangeable decree of God, by which, before the foundation of the world, he hath chosen in Christ unto salvation a set number of men. This election is one and the same of all which are to be saved. "Not all men are elected, but some not elected; whom God, in his unchangeable good pleasure, hath decreed to leave in the common misery, and not to bestow saving faith upon them; but leaving them in their own ways, at last to con- demn and punish them everlastingly, for their unbelief, and also for their other sins. And this is the decree of reprobation." (Article 6, et seq.)
Wesley juga mengutip tulisan John Calvin dalam “Christian Institutions”: "All men are not created for the same end; but some are fore-ordained to eternal life, others to eternal damnation. So according as every man was created for the one end or the other, we say, he was elected, that is, predestinated to life, or reprobated, that is, predestinated to damnation." (Cap. 21, sec. 1.)
Demikian juga dalam Articles of Religion dari Gereja Anglikan di Inggris, article ke-17 juga memuat pengajaran mengenai predestinasi yang lebih moderate (yang pada awalnya diterima oleh Wesley tetapi sesudah pembaharuan rohani di Aldersgate, Wesley menolak baik Hyper maupun Moderate Calvinism): “Predestinatation to life is the everlasting purpose of God, whereby (before the foundations of the world were laid). He hath constantly decreed by His counsel, secret to us, to deliver from curse and damnation those whom He hath chosen in Christ out of mankind, and to bring them by Christ to everlasting salvation, as vessels made to honour. ….” 4
John Wesley pada mulanya bisa
menerima mengenai konsep predestinasi yang moderate yaitu
“predestinasi untuk orang-orang yang diselamatkan” dan menolak high dan hyper calvinisme yang mengajarkan mengenai double predestination baik untuk yang terpilih (elected) maupun yang ditolak (reprobation). Wesley juga tidak bisa menerima variasi di dalam konsep predestinasi calvinisme baik
4
Allan Coppedge, Shaping the Wesleyan Message: John Wesley in Theological Debate (Nappanee, Indiana: Francis Asbury Press, 2003), 17. Lihat juga W. H. Griffith Thomas, The Principles of Theology: An Introduction to the Thirty-Nine Articles (Eugene, Oregon: Wipf & Stock Publishers, 2005), 426.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 4
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
yang Supralapsarias maupun Infralapsarians”. Alasan utama Wesley menolak adalah konsep mereka semua mengenai absolute decree or predestination.5 Page | 5
Pemahaman John Wesley mengenai predestinasi. Latar belakang gereja dan keluarga Pastori di Epworth adalah “sekolah teologi” pertama bagi John Wesley . Kedua orang tuanya, Samuel Wesley dan Susanna Wesley adalah pendeta dan pengikut ajaran dari gereja Anglikan tetapi mereka sendiri mempunyai latar belakang keluarga Puritan yang bersifat Calvinisme. Kedua Tradisi ini membentuk baik Samuel, Susanna dan anak mereka John Wesley mengambil posisi moderat di tengah (via media) antara Katolik dan Protestant. Mengenai posisi teologis dari John Wesley, seperti dikatakan oleh bahwa John Wesley berpatokan bahwa gereja Kristen mula-mula dari abad pertama sampai ke empat adalah contoh ideal dari gereja Kristus di dunia ini. 6 Dalam hal pembentukan teologinya, Wesley bukan hanya dipengaruhi oleh para Reformator Protestan tetapi juga Bapa-bapa gereja sebelum Augustinus seperti Ireneus, Jerome, Ignatius, dll. 7 Samuel Wesley mempunyai pandangan mengenai universal redemption bahwa “Allah benar-benar menginginkan keselamatan untuk semua manusia, Dia menawarkan pengampunan dosa dan hidup
5
Coppedge, Shaping The Wesleyan Message, 26–29 High Calvinism adalah orang yang menerima konsep TULIP tapi tidak mengedepankan “unconditional reprobation”; Hyper Calvinism secara keras mengajarkan penentuan segala sesuatu oleh Allah dan mengesampingkan peran dan tanggung jawab manusia: Supralapsarians adalah konsep bahwa penetapan Tuhan adalah sebelum manusia jatuh dalam dosa, jadi dosa juga adalah penetapan Tuhan; sedangkan Infralapsarians mengajarkan penetapan Allah adalah sesudah manusia jatuh dalam dosa, sehingga dosa bukanlah penetapan Allah. 6
Clarence Bence, “Salvation and the Church: The Ecclesiology of John Wesley,” in The Church: An Inquiry into Ecclesiology from A Biblical Theological Perspective, ed. Melvin E. Dieter and Daniel N. Berg, vol. IV, Wesleyan Theological Perspectives (Anderson, Indiana: Warner Press, Inc., 1984), 302. See also Wesley, Works 3: Sermons III, 71-114, 3:586. 7
Dapat dibaca dalam bukunya Ted A. Campbell, John Wesley and Christian Antiquity: Religious Vision and Cultural Change (Nashville: Abingdon Press, 1991), 23–53; See also the article of Maddox Randy L. Maddox, “John Wesley and Eastern Orthodoxy: Influences, Convergences, and Differences,” Asbury Theological Journal 45, no. 2 (1990): 29–53. The Primitive church that Wesley means is the pre-Constantine church. Gwang Seoh Oh, John Wesley’s Ecclesiology: A Study in Its Sources and Development, Pietist and Wesleyan Studies 27 (Lanham, Maryland: Scarecrow Press, 2008), 13. Lihat juga Don Thorsen, Calvin vs Wesley: Bringing Belief in Line with Practice (Nashville: Abingdon Press, 2013), 25–26.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
dalam Kristus, kepada semua orang tanpa kecuali, berdasarkan iman dan penerimaannya akan Kristus”. John Wesley juga dipengaruhi oleh ibunya yang menolak mengenai konsep bahwa double atau hyper Calvinisme akan menjadikan Allah yang mahakudus sebagai Pencipta dari dosa. Susanna Page | 6
mengatakan bahwa dia percaya bahwa Allah dari kekekalan telah memilih sejumlah orang untuk memperoleh hidup kekal dalam Kristus, tetapi itu didasarkan pada pengetahuan sebelumnya (foreknowledge) tetapi bukan penetapan sebelumnya ( foreordain). 8 Pada masa studi di Oxford dan sesudah ditahbiskan dan menjadi pendeta ke Georgia (17201739), John Wesley memegang dan mengajarkan doktrin dari gereja Anglikan termasuk pengajaran mengenai predestinasi seperti yang tercantum dalam Artikel ke-17 dari Articles of Religion of Church of England, yang menekan pemilihan Allah untuk hidup kekal dalam Kristus bagi manusia (bukan pemilihan Allah untuk kebinasaan) tetapi ketika Wesley mengedit Articles ini untuk Gereja Methodist baik di Amerika (1784) maupun Inggris, dia mengeluarkan artikel mengenai predestinasi ini dari 25 Pokok-pokok Kepercayaan Methodist karena dia tidak menerima baik hyper-calvinism maupun moderate Calvinism.9 Masa studi dan pelayanan ini juga, Wesley diyakinkan bahwa hidup Kristen yang sejati bukan hanya dibenarkan oleh Allah tetapi harus bertumbuh dalam kekudusan. Penekanan pada kekudusan dan ketidakmustahilan kesempurnaan Kristen juga mewarnai teologi Wesley di masa-masa akan datang termasuk dalam pemahaman mengenai predestinasi.
Pengalaman Aldersgate dan permulaan Methodisme
8
Allan Coppedge, Shaping the Wesleyan Message: John Wesley in Theological Debate (Nappanee, Indiana: Francis Asbury Press, 2003), 13–16. Dalam satu masa (1642-1660) Puritanisme pernah mewarnai gereja Anglikan, tetapi sesudah kematian Oliver Cromwell dan kembalinya dinasti Kerajaan Inggris yang berafiliasi ke Perancis yang cenderung kepada Armininisme dan Katolikisme. Kalangan evangelikal dan revival di Inggris dapat dikelompokkan dalam Arminianisme, High Calvinisme, Hyper Calvinisme (yang memegang kuat double predestination), dan Moderate Calvinisme. 9
Thomas C. Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, vol. 2 (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2012), 159– 160.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
Peristiwa “hati yang dihangatkan” di Aldersgate (24 Mei 1748) membawa John Wesley kepada pengalaman, pemahaman serta pelayanan yang baru bagi Wesley. Sejak saat itu, Wesley tidak hentihentinya memberitakan mengenai Injil Kristus yang berkuasa untuk menyelamatkan manusia berdosa. Page | 7
Penebusan Kristus yang tersedia bagi semua orang.10 Visi dan fokus Wesley kepada penginjilan dan pemuridan ini juga menjadi faktor utama yang mempengaruhi pandangan-pandangan teologinya termasuk juga mengenai predestinasi. Pandangan-pandangan yang menghambat, memperlemah dan bertentangan dengan semangat ini, dengan konsisten ditentang oleh Wesley termasuk dalam hal ini mengenai pokok predestinasi. Wesley kemudian segera bergabung dengan George Whitefield, teman dalam Holy Club di Oxford, untuk memberitakan Injil kepada massa yang banyak dan mendatangkan rangkaian kebangunan rohani di seluruh negeri Inggris. Keberhasilan dalam khotbah-khotbah penginjilan massal ini kemudian menghasilkan kelompok-kelompok orang-orang percaya dari berbagai kelompok gereja (Anglikan, Puritan, Lutheran, dll) yang sebenarnya mempunyai beberapa perbedaan dalam doktrin tetapi sekarang diikat dalam satu kesatuan yaitu kebangunan rohani injili. Tetapi perbedaan kemudian tidak bisa dihindari dalam kelompok-kelompok ini maupun antar pemimpin kebangunan rohani. John Wesley dan George Whitefield akhirnya terlibat dalam pertentangan dan perdebatan yang panjang mengenai pengajaran predestinasi. Whitefield memegang pandangan predestinasi yang moderat, yang mengfokuskan pada doktrin pemilihan (election) dan ketekunan sampai akhir (final preseverence). Penekanan Whitefield sebenarnya ingin menekankan bahwa keselamatan adalah semata-mata anugerah bukan usaha manusia.11 Wesley menerbitkan satu khotbah pada tgl 28 April 1939 yang berjudul “Free Grace” (bukan free will) kemudian tahun 1755 menerbitkan esai panjang membahas predestinasi “Predestination Calmly Considered”, tahun 1773, Wesley kembali mengkhotbahkan tema ini dalam khotbahnya yang berjudul “On Predestination”. Perdebatan ini kemudian terus berlanjut antara Wesley dan penerusnya dengan 10
Coppedge, Shaping The Wesleyan Message, 36.
11
Ibid., 64–67.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
Whitefield dan pengkhotbah Calvinist lainnya. Misalnya, perdebatannya dengan James Hervey mengenai “the Imputed and Inherent Righteouness of Christ”, juga perdebatannya dengan Augustus Toplady mengenai “God Sovereignity and Human Free Will”. Tulisan-tulisan Wesley selanjutnya Page | 8
mengenai topik ini tersebar dalam berbagai bentuk seperti surat-surat, catatan harian, tafsiran Alkitab PL dan PB, pembicaraan dan Notulen di Konferensi Tahunan, artikel-artikel yang diedit oleh Wesley dalam Christian Library. Charles Wesley juga terlibat dalam perdebatan ini baik melalui khotbah dan terutama melalui lagu-lagu yang dia ciptakan seperti “Universal Redemption” (1739) dan “The Horrible Decree” (1741). Dalam khotbah dan esainya ini, John Wesley memulai dengan satu pernyataan bahwa anugerah Tuhan yang menjadi sumber dari keselamatan kita adalah “free in all” (tersedia cuma-cuma dalam semua orang), and “free for all” (tersedia Cuma-Cuma kepada semua orang). Free in all mengaju pada keselamatan itu diberikan bukan hasil dari perbuatan baik manusia (dalam hal ini Wesley mengambil posisi yang sama dengan Calvinisme), tetapi Free for All berarti anugerah keselamatan itu diberikan kepada semua orang tidak ada dikecualikan, bukan untuk sebagian orang seperti yang diajarkan oleh Calvinisme. John Wesley memberikan argumentasi bahwa pengajaran predestinasi tidak bisa berkelit mengatakan bahwa Allah hanya memilih dan menetapkan dari semula sebelum dunia diciptakan sejumlah orang yang diselamatkan dan melewatkan atau membiarkan sebagian yang lain dalam dosa mereka sehingga menerima kebinasaan. Bagi Wesley, itu sama saja mengatakan bahwa Tuhanlah yang menetapkan secara semula sebagian orang masuk ke dalam kebinasaan yang kekal tanpa mereka dapat memilih dan menolaknya, karena seseorang yang mau percaya, tidak mungkin bisa percaya karena hanya Tuhan yang bisa menyelamatkan mereka, tetapi Dia tak mau menyelamatkan mereka bahkan Tuhan sudah menetapkan mereka untuk binasa. Bagi Wesley pengajaran predestinasi memberikan efek yang sangat mengerikan (horrible decree) baik secara praktis seperti seperti khotbah penginjilan menjadi sia-sia, kesucian hidup menjadi tidak perlu, tidak ada sukacita, tidak ada dorongan untuk berbuat baik, membuat alkitab berkontradiksi satu sama lain, menjadikan Kristus menjadi munafik karena menawarkan keselamatan
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
kepada semua orang tetapi rupanya hanya sebagian yang mendapatkannya, dan secara teologis, yang paling menyedihkan adalah menjadikan Tuhan Allah lebih jahat, lebih kejam, dan tidak adil daripada setan.12 Page | 9
Di akhir khotbah “on Predestination” ini, Wesley menguraikan kunci memahami predestinasi secara benar adalah melihat election bukan ditetapkan sejak semula, tetapi diketahui sejak semula oleh Allah. Yang terpilih adalah orang yang percaya, orang yang tidak tidak terpilih adalah orang yang tidak percaya kepada Kristus. 13
Pengajaran Wesley mengenai Predestinasi 1. Predestinasi adalah didasarkan pada pengetahuan sebelumnya (foreknowledge) dari Allah bukan pada penetapan sebelumnya (fore-ordination) atau decree absolut dari Allah. Allah yang mahatahu dan kekal adanya mengetahui segala sesuatu dalam sejarah terpampang di hadapanNya (bagi Allah tidak ada masa lalu dan masa depan, tetapi hanya ada masa kini) termasuk siapa yang percaya dan siapa yang tidak percaya. Pengetahuan Allah ini tidak harus dipahami sebagai penyebab langsung daripada siapa yang percaya atau tidak percaya tetapi Allah dengan kemahakuasaan-Nya berkarya dalam sejarah dengan milyaran kemungkinan dan pilihan manusia dan lingkungannya dan memastikan bahwa apa yang dilihat dan
12
Wesley, Works: Sermons 71-114, 3:555–556. More false; because the devil, liar as he is, hath never said, "He willeth all men to be saved:" More unjust; because the devil cannot, if he would, be guilty of such injustice as you ascribe to God, when you say that God condemned millions of souls to everlasting fire, prepared for the devil and his angels, for continuing in sin, which, for want of that grace he will not give them, they cannot avoid: And more cruel; because that unhappy spirit "seeketh rest and findeth none;" so that his own restless misery is a kind of temptation to him to tempt others. But God resteth in his high and holy place; so that to suppose him, of his own mere motion, of his pure will and pleasure, happy as he is, to doom his creatures, whether they will or no, to endless misery, is to impute such cruelty to him as we cannot impute even to the great enemy of God and man. It is to represent the high God (he that hath ears to hear let him hear!) as more cruel, false, and unjust than the devil!” 13
John Wesley, The Works of John Wesley: Sermons II, 34-70, ed. Albert C. Outler, The Bicentennial Edition of The Works of John Wesley, vol. 2 (Nashville: Abingdon Press, 1985), 413–421.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
diketahui itu pasti (exhaustive) akan terjadi. 14 Wesley menyatakan bahwa predestinasi berdasarkan Roma 8:29-30, bahwa di dalam pengetahuan Allah dalam kekekalan Allah sudah melihat siapa yang percaya dan tidak percaya kepada Kristus, dan berdasarkan Page | 10
pengetahuannya itu Allah memilih dan menentukan orang-orang percaya untuk menerima anugerah keselamatan, mereka dipanggil, dibenarkan, disucikan, dan akhirnya mendapatkan pemuliaan. Jadi dapat disimpulkan Wesley memegang predestinasi untuk orang-orang yang akan menerima hidup kekal (predestination for life) berdasarkan pengetahuan sebelumnya (foreknowledge) bukan penetapan yang absolut. 15 2. Keselamatan harus dipahami dan didasarkan dalam karya Kristus dan pada iman kepada Yesus Kristus bukan didasarkan pada pemilihan dan penetapan Allah. Predestinasi mempunyai arti yang tetap yaitu Allah telah memilih dan menetapkan Kristus sebagai keselamatan bagi orang-orang yang percaya. Yang percaya kepada Kristus itulah orang-orang yang terpilih; yang tidak percaya itulah orang-orang yang tidak dipilih. 3. Predestinasi
dalam
Alkitab
dimaksudkan
untuk
orang-orang
yang
diselamatkan
(predestination for life) bukan untuk orang-orang yang ditetapkan untuk binasa kekal. 16 Wesley mengakui adanya sejumlah orang yang khusus yang memang ditetapkan untuk melakukan tugas dan tanggung jawab yang khusus seperti Paulus dan para rasul lainnya, Tuhan juga memilih dan menetapkan secara unconditional Israel dan gereja untuk menerima keselamatan. Wesley bahkan mengatakan dia juga tidak menolak (walaupun tidak bisa membuktikan) bahwa Tuhan secara tak dapat ditolak memilih beberapa orang untuk masuk ke dalam keselamatan kekal. Tetapi Wesley menegaskan bahwa penetapan secara umum ini
14
Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, 2:168–169.
15
Wesley, Works: Sermons 34-70, 2:419 Khotbah “On Predestination.” Lihat juga penjelasan Thomas Oden dalam, Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, 2:171. 16
Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, 2:159.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
tidaklah unconditional tetapi conditional yaitu iman kepada Yesus Kristus.17 Wesley sangat menolak double predestinasi yang mencakup reprobation seperti yang dipegang dan diajarkan oleh John Calvin dan para High and Hypher-Calvinism. Tetapi pada akhirnya Wesley juga Page | 11
menyatakan bahwa Moderat Predestination sebenarnya sama saja konsekuensi akhirnya walaupun memakai kalimat yang lebih lembut seperti melewatkan/membiarkan bukan menetapkan. Bagi Wesley juga penetapan yang tak dapat ditolak dari Tuhan untuk orangorang yang diselamatkan sama juga dan mempunyai konsekuensi penetapan yang absolut untuk orang-orang yang ditetapkan untuk binasa. Manusia yang berdosa tidak mungkin bisa selamat dan mempunyai hidup kekal dengan kekuatan sendiri, hanya oleh anugerah Tuhan itu dimungkinkan, tetapi Tuhan menurut pertimbangan-Nya sendiri, Tuhan tidak mau dan tidak bersedia memberikan anugerah itu kepada manusia, maka kaum yang ditolak baik melalui penetapan maupun diabaikan/dilewatkan dari anugerah, tidak mungkin diselamatkan walaupun mereka mau diselamatkan. 4. Wesley menolak baik Pelagianisme yang memberikan ruang perbuatan baik dan kehendak bebas manusia dalam keselamatan yang menyebabkan manusia menjadi penentu keselamatan. Wesley sama dengan para Reformator Protestant mengakui dan menerima Total Depravity sebagai kondisi manusia yang tidak bisa tidak berdosa dan tidak bisa tanpa anugerah menerima keselamatan. Wesley juga mengatakan bahwa dalam hal justification by faith, dia tidak berbeda sehelai rambut pun dengan para Reformator, keselamatan adalah anugerah semata dan karya Tuhan sepenuhnya dan manusia tidak ada bagian di dalamnya. tetapi berbeda dengan Calvinisme, Wesley mengambil pengajaran dari bapa-bapa Gereja (misalnya
17
Ibid.; Dalam Esai “Predestination Calmly Considered”. Outler, John Wesley, 433–434.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Jerome)
18
Medan, 17 Nopember 2013
sebelum Augustinus mengenai “prevenient grace” sebagai kunci untuk
menghindarkan diri dari Pelagianisme maupun absolute predestination.19 5. Prevenient grace atau anugerah pendahuluan adalah pekerjaan dari Roh Kudus dalam diri manusia berdosa yang menganugerahkan kepadanya karya Kristus di atas kayu salib yang menghapuskan rasa bersalah (guilty) dan hukuman atas dosa asal (original sin), sekarang tidak ada seorang manusia pun yang dihukum karena dosa asal dari Adam. 20 Roh Kudus juga bekerja membangkitkan dalam diri manusia kerinduan untuk mencari dan berkenan kepada Allah, terang Kristus mulai menerangi hati nurani dan kemauannya, satu kecenderungan kepada hidup, satu permulaan keluar dari kebutaan, kekerasan hati, dan ketidakpekaan terhadap Allah dan hal-hal rohani. Bagi Wesley, prevenient grace ini adalah tidak bisa ditolak (irresistible) dan tersedia bagi semua orang. Thomas Oden menjelaskan bahwa sama seperti Tuhan Allah mencipta dari tidak ada menjadi ada (ex nihilo) dalam penciptaan demikian juga Allah mencipta kembali kebebasan kita untuk mengasihi Allah dari kondisinya yang sudah mati karena dosa.21 Dengan anugerah pendahuluan ini, maka manusia bisa berespon kepada anugerah Tuhan yang membawa dia kepada keselamatan. Wesley mengatakan “God works in
18
Wesley, Works: Sermons 34-70, 2:157 Dalam catatan kaki oleh editor.
19
Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, 2:184–185 Oden menjelaskan bahwa hampir semua tulisan Bapabapa Gereja abad pertama sampai ke empat menolak pandangan absolute predestination. Lihat juga Coppedge, Shaping The Wesleyan Message, 112. 20
Leo G. Cox, “Prevenient Grace: Wesleyan View,” Journal of the Evangelical Theological Society 12 (Summer 1969): 146. Cox states : “Wesley had no difficulty in describing the fall of men in very black terms. The fall corrupted human nature and made man utterly devoid of any of the moral glory with which he was created. By nature man is completely fallen. Original sin involved man in guilt and exposed him to God's wrath. God's anger rested upon the human race because of the sin of Adam. By nature all are the children of wrath. But while Wesley saw this black and dark side in man, he also saw this prevenient grace given to all men, and setting aside the penalty for the guilt inherited from Adam.”Lihat juga penjelasan dalam Kenneth J. Collins, The Theology of John Wesley: Holy Love and the Shape of Grace (Nashville: Abingdon Press, 2007), 264. 21
Thomas C. Oden, John Wesley’s Scriptural Christianity: A Plain Exposition of His Teaching on Christian Doctrine (Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1994), 249. Lihat juga Thomas C. Oden, Doctrinal Standards in the Wesleyan Tradition (Grand Rapids, Michigan: Francis Asbury Press, 1987), 140–141 Article VIII. “The condition of man after the fall of Adam is such that he cannot turn and prepare himself, by his own natural strength and works, to faith, and calling upon God; wherefore we have no power to do good works, pleasant and acceptable to God, without the grace of God by Christ preventing us, that we may have a good will, and working with us, when we have that good will.”
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 12
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
you, therefore you can work; God works in you, therefore you must work”. 22 Gordon Rupp mengatakan dengan tepat bahwa Wesley dengan tepat mengkombinasikan “a pessimism of nature” dengan “ an optimism of grace”.23 Page | 13
6. Wesley juga mengajarkan bahwa kematian Kristus adalah untuk semua orang. Kematian Kristus seorang cukup untuk menghapus dosa seluruh dunia, kematian Kristus sekali cukup untuk setiap orang. Wesley menolak pengajaran “Limited Atonement” bahwa Kristus hanya mati untuk orang-orang pilihan saja. Wesley menyatakan bahwa jelas dan tidak dapat disangkal lagi bahwa Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa Kristus mati untuk semua manusia (2 Kor 5:14-15), Krsitus menanggung dosa seluruh dunia (1 John 2:2).24 Demikian juga dalam khotbahnya mengenai “Justification by Faith”, Wesley menyatakan bahwa oleh karena Adam kita semua jatuh dalam dosa, dalam hukuman, dan dimurkai Allah maka dalam Kristus, Adam kedua, kita semua diperdamaikan. Di sini Wesley membandingkan Adam dan Kristus sebagai representatif yang mewakili umat manusia. Anugerah dalam Kristus tentu lebih tinggi, besar, dan luas daripada dosa dan kejatuhan Adam. Jikalau melalui Adam seluruh manusia menjadi jatuh dalam dosa, maka dengan kematian Kristus, anugerah keselamatan ada dan diberikan kepada seluruh manusia juga. 25 Penebusan Kristus adalah untuk semua orang, tetapi tidak semua dalam realitanya menerima dan mendapat keselamatan melalui penebusan Kristus. Penebusan Kristus cukup (sufficient) untuk semua orang, tetapi 22
Dalam khotbah berjudul “The Scripture Way of Salvation” Wesley, Works: Sermons 34-70, 2:157; Dalam khotbah “On Working Out Our Own Salvation”. Wesley, Works: Sermons 71-114, 3:203–204. Lihat juga Cox, “Prevenient Grace: Wesleyan View,” 146. Konsep prevenient grace biasanya didasarkan pada ayat-ayat alkitab Yoh 1:9, 10-12, Yoh 12:32; Titus 2:9-11. Filipi 2:12-13. Prevenient grace dapat diartikan secara sempit yaitu preventing grace yang mendahului justification, tetapi prevenient grace dapat juga diartikan secara luas yaitu pola di mana inisitiaf anugerah dari Tuhan yang membangkitkan kesadaran, dan kemampuan untuk berespon terhadap anugerah baik dalam anugerah pembenaran maupun pengudusan. Lihat Collins, Theology of John Wesley, 75. Lihat juga penjelasan Thomas Oden dalam Oden, John Wesley’s Scriptural Christianity, 248. 23
Colin W. Williams, John Wesley’s Theology Today: A Study the Wesleyan Tradition in the Light of Current Theological Debate (Nashville: Abingdon Press, 1960), 54. 24
Dalam Esai “Predestination Calmly Considered” Outler, John Wesley, 443.
25
Dalam Khotbah “Justification by Faith” John Wesley, The Works of John Wesley: Sermons I, 1-33, ed. Albert C. Outler, vol. 1, The Bicentennial Edition of The Works of John Wesley (Nashville: Abingdon Press, 1984), 186–187.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
hanya efektif untuk orang-orang yang benar-benar beriman kepada Yesus.
26
Wesley
mengajarkan Universal atonement yaitu penebusan adalah untuk dan tersedia bagi semua orang, tetapi ini bukan universalism atau universal salvation. 27 Page | 14
7. Kalau prevenient grace adalah irrestible grace maka justifying dan sanctying grace adalah anugerah yang harus direspon oleh manusia. Dengan demikian tersedia ruang bagi manusia untuk memilih taat dan menerima atau menolak anugerah itu. Apakah dengan demikian, keselamatan itu akhirnya ditentukan oleh manusia? Tidak, karena tanpa anugerah yang mendahului, manusia tidak mungkin memilih, ya, karena anugerah Tuhan tidak meniadakan free will manusia. Wesley bahkan mengutip perkataan Augustinus yang menyatakan bahwa Tuhan yang menciptakan manusia tanpa memerlukan manusia, tetapi Tuhan tidak akan menyelamatkan kita tanpa kita (ikut bekerjasama dengan-Nya-tambahan penulis). 28 Resistable grace dan Conditional Election bagi Wesley adalah sesuai dengan kitab Suci yang menghindarkan Allah sebagai pencipta dosa, kejahatan dan penyebab dari kebinasaan kekal. Ini juga sesuai dengan gambaran hubungan Allah dan manusia yang bukan mekanis seperti benda mati tetapi dinamis dan hidup seperti bapa dengan anak, mempelai laki-laki dengan mempelai perempuan. 29 8. Apakah orang yang sudah percaya dapat jatuh dan murtad serta kehilangan iman yang menyelamatkan? Wesley menjawab bahwa ketekunan sampai akhir orang-orang kudus (the Final Perseverance of the Saints) juga
adalah conditional tergantung kepada iman dan
ketaatan terus menerus kepada Kristus. Dengan demikian ada kemungkinan, orang-orang percaya bisa murtad dan kehilangan keselamatannya.30 Menurut Wesley, kalau pemilihan itu
26
Collins, Theology of John Wesley, 107.
27
Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, 2:163.
28
Coppedge, Shaping The Wesleyan Message, 113.
29
Ibid., 113–114.
30
Oden, John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation, 2:188–189.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
didasarkan pada ketetapan Allah yang rahasia dalam kekekalan, maka manusia tidak bisa mengetahui dia orang terpilih atau terbuang, maka sebenarnya ini kontradiksi dengan konsep ketekunan sampai akhir orang-orang kudus. Tetapi Wesley sebaliknya mengajarkan bahwa Page | 15
kalau kita mendasarkan keselamatan pada kenyataan iman dan ketekunan iman dalam Kristus, maka kita dapat mempunyai satu keyakinan keselamatan melalui pekerjaan Roh Kudus dalam hati kita. Dengan demikian karya Kristus objektif yang menjadi dasar pembenaran kita akan dikonfirmasi oleh karya Roh Kudus yang bersaksi melalui hati kita. 31
Premis-premis dasar yang mendasari predestinasi John Wesley 1. Allah yang berdaulat, adil, dan kasih Wesley mengatakan penekanan pada kedaulatan (sovereignity) dan mengabaikan keadilan (justice) and kasih (love) dari Allah, adalah kelemahan dari Calvinisme, yang pada akhirnya menjadikan Tuhan sebagai perencana, sumber dan aktor dari dosa dan kebinasaan manusia. Wesley memahami Tuhan Allah sebagai Pencipta, Penguasa, dan Bapa Surgawi. Sebagai Pencipta, Allah menentukan segala sesuatu menurut kedaulatan kemauannya baik itu waktu, tempat, dan segala alam, keluarga, bangsa-bangsa, kesehatan juga hal-hal spiritual. Dalam perannya sebagai Pencipta, segala sesuatu terjadi dan dilakukan menurut kesenangan kedaulatan Allah. Tetapi Allah adalah juga adalah Penguasa dan mengatur segala sesuatu dalam keadilan dan kebenaran. Peran ketiga, Allah adalah Bapa, dalam hal ini secara khusus dalam hubungan dengan manusia. Dia adalah Bapa sorgawi yang mengasihi manusia. Kedaulatan dan kemahakuasaan Allah tidak pernah dapat dipisahkan dari atribut lain yaitu keadilan dan kasih. Keselamatan dan inkarnasi Yesus, tidak bisa hanya dipahami sebagai bentuk kedaulatan Tuhan, tetapi harus dikaitkan dengan keadilan dan kasih Allah bagi manusia berdosa. Perdebatan dengan mengutip ayat-ayat dalam alkitab, tidak akan habis31
Coppedge, Shaping The Wesleyan Message, 116.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
habisnya, tetapi bagi Wesley, gambaran (image) tentang Allah yang lengkap haruslah mewarnai segala penafsiran kita termasuk mengenai keselamatan. Apakah Allah menginginkan semua manusia untuk diselamatkan? Ataukah memang Dia dengan keinginanPage | 16
Nya memang menetapkan bahwa sebagian orang untuk ditolak dan menerima kematian kekal tanpa bisa menolak atau menerimanya? Apakah Allah menetapkan dosa dan neraka bagi manusia? Wesley menjawab: tidak, itu bukan gambaran Allah dalam Alkitab bagaimana pun kita menafsir ayat-ayat yang mendukung hal itu dalam Alkitab.32 2. Kedaulatan Allah yang memberikan Kebebasan Manusia.
Dalam relasi Tuhan dengan
manusia, berbeda dengan hubungan Tuhan dengan ciptaan lainnya, maka Tuhan memberikan ruang kepada manusia untuk mengekpresikan pemahaman (understanding), keinginan (will) dan kebebasannya (liberty). Hanya jika manusia mempunyai kebebasan untuk memilih maka manusia dapat bertanggung jawab secara moral atas apa yang dia putuskan. Tanpa pilihan dan kebebasan, adalah tidak adil menuntut pertanggungjawaban dari sesuatu yang di luar kemampuan dan kehendak manusia untuk memilihnya. Tanpa kebebasan tidak mungkin adalah moralitas kebaikan atau kejahatan.33 Pemahaman ini berbeda dengan Calvinisme yang teguh berpegang bahwa kedaulatan dan penetapan Allah atas segala sesuatu tidaklah bertentangan (compabalitism) dengan kebebasan manusia. Manusia tetap harus bertangung jawab atas tindakan dan keputusan yang dia ambil, walaupun memang Tuhan yang menetapkan dan mengatur segala sesuatu untuk menwujudkan apa yang sudah ditetapkanNya. Calvinisme berpegang teguh bahwa anugerah keselamatan itu benar-benar anugerah dan pekerjaan Tuhan, manusia tidak ada andil sama sekali di dalamnya, anugerah keselamatan itu tidak bersyarat dan tidak dapat ditolak dan karena itu tidak dapat hilang, karena semuanya ada di tangan Tuhan bukan kehendak bebas manusia. Calvinisme mengakui itu menggabungkan dua hal ini adalah paradoks yang harus diterima sebagai misteri hikmat dari Allah yang tak 32
Ibid., 103–106.
33
Outler, John Wesley, 481 Dalam Esai “Thoughts Upon Necessity.” Lihat juga perdebatan sengit antara Wesley dengan Augustus Toplady mengenai free will manusia.Coppedge, Shaping The Wesleyan Message, 145–155.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
terselami oleh manusia. Wesley dan Arminianisme sering digugat sebagai kelompok yang mengagungkan free will manusia dan mengecilkan kedaulatan Tuhan yang akan berakibat kepada kekacauan dan ketidakpastian. Wesley menegaskan bahwa kedaulatan dan kemuliaan Page | 17
Tuhan akan lebih nampak dan terwujud melalui pemberian kebebasan kehendak kepada manusia daripada kedaulatan yang diterapkan dengan penetapan yang tanpa pilihan. 34 Kedaulatan dan kuasa Tuhan berbeda secara kualitatif dengan kehendak dan pilihan manusia, pada akhirnya pastilah kehendak Tuhan yang terwujud. Predestinasi karena itu dapat dipahami dalam perspektif pengetahuan yang sempurna dari Allah yang memberikan ruang kepada kehendak bebas manusia, daripada penetapan yang absolut dan tak berubah, yang tidak memberikan ruang kepada kehendak bebas manusia. 3. Predestinasi menurut Wesley harus didasarkan pada motif, tujuan, manfaat dari karya keselamatan Kristus di dalam dunia ini. Predestinasi akan menjadi nyata dan mudah dipahami jikalau didasarkan oleh Kristus, dalam Kristus, dan untuk Kristus. Siapa yang dipilih yaitu mereka yang percaya kepada Kristus; yang tidak percaya kepada Kristus bukan ditolak atau tidak dipilih tetapi memilih untuk binasa. Jikalau kita beriman oleh karena Kristus memberi anugerah-Nya, kita tetap tinggal dalam Kristus, dan kita hidup untuk Kristus, maka kitalah orang yang dipilih, dipanggil, ditebus, disucikan, dan menerima kemuliaan Kristus. Wesley mengatakan bahwa kita dapat memahami mengenai predestinasi lebih baik dengan mulai melihatnya dari realisasi keselamatan dalam hidup orang percaya mulai dari glorificationsanctification-justification-calling-predestined-foreknowledge.
Secara
retorik,
Wesley
bertanya demikian: “Siapakah orang-orang yang menerima kemuliaan di sorga-yaitu orangorang yang disucikan-siapakah orang-orang yang disucikan-yaitu orang yang dibenarkansiapakah orang-orang yang dibenarkan-yaitu mereka yang dipanggil-siapakah dipanggil yaitu mereka yang sudah ditentukan untuk menjadi serupa dengan Kristus-siapakah mereka yang
34
Roger E. Olson, Against Calvinism (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2011), 129 Kutipan dari “Predestination Calmly Considered.”
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
ditentukan (dipredestinasikan itu) yaitu mereka yang menurut pengetahuan Allah menerima keselamatan itu.” Sebaliknya, keselamatan dan predestinasi menjadi spekulasi kalaau didasarkan pada dasar penetapan Allah sebelum dunia dijadikan, tidak ada seorang pun yang bisa tahu, bisa yakin dipilih atau tidak, bahkan tidak bisa yakin akan terus menjadi orang yang selamat atau tidak, karena memang kita tidak bisa memahami hikmat dan pengetahuan Tuhan dalam kekekalan yang berada diluar batas pemikiran kita. 4. Dapat kita gambarkan mengenai proses keselamatan dalam hubungannya dengan predestinasi sebagai berikut:
1) Tuhan mengetahui dan memilih di dalam Kristus semua orang yang akan percaya kepada-Nya. 2) Kristus menebus dosa manusia 3) Anugerah pendahuluan diberikan oleh Allah kepada orang berdosa dengan memanggil, menyakinkan, memberikan pencerahan, dan memampukan untuk berespon terhadap anugerah Tuhan. 4) Pertobatan (pengakuan dosa dan iman) 5) Dilahir barukan, dibenarkan, diangkat sebagai anak-anak Allah, bersatu dengan Kristus, dan menjadi tempat kediaman Roh Kudus 6) Mengalami penyucian 7) Pemuliaan di sorga. Foreknowledge – Christ atonement – prevenient grace – repentance – justification - new birth – sanctification – perfection - glorification Bandingkan dengan ordo keselamatan Calvinisme:
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 18
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
Penetapan-Lahir Baru-iman-dibenarkan-penyucian-pemuliaan35 Foreordained-new birth-faith-justification-sanctification-glorification Page | 19
Beberapa pemikiran akhir dan rekomendasi: 1. Perbedaan dengan kualitatif antara Tuhan sebagai pencipta, mahatahu, mahahadir, mahabaik, mahakudus dengan manusia yang sebagai ciptaan, terbatas, dan berdosa, menjadi satu kesulitan bagi kita untuk memahami konsep predestinasi karena di dalamnya kita harus memikirkan dan menjelaskan natur Allah yang sebagian incommunicable (kekal, tak berubah, mahatahu) dalam konteks pikiran dan sejarah manusia yang dibatasi oleh waktu dan tempat. Termasuk di dalam hal ini, ketika kita memahami alkitab dan mencoba menafsirkan serta mengkaitkan ayat-ayat alkitab, kita bertemu dengan dua kenyataan bahwa Alkitab yang memakai bahasa manusia, ditulis oleh manusia, dalam sejarah manusia, berusaha mengungkapkan Allah yang tak terbatas. Memang alkitab adalah ungkapan dari rencana, isi hati, karakter, tujuan dari Allah sendiri kepada umatNya, tetapi tetap ada hal-hal yang tak terpahami sepenuhnya oleh kita manusia yang terbatas. Dalam hal ini misalnya, para teolog Calvinist juga pada akhirnya sampai kesimpulan bahwa adalah misteri Allah yang tak bisa dipahami sepenuhnya, persoalan mengenai bagaimana Allah yang berdaulat penuh, menentukan siapa yang selamat atau binasa, dikaitkan dengan kebebasan manusia untuk memilih dan menolak. Sebaliknya, bagi kesulitan bagi Arminianism termasuk Wesleyan, menjelaskan bagaimana kehendak bebas manusia, apakah benar-benar kehendak bebas ketika dihadapkan dengan rencana, kedaulatan dan kehendak Tuhan yang tidak berubah. Masingmasing akan berakhir kepada apa yang disebut C.S. Evan sebagai ‘self-contradictory concept” ketika dicoba untuk dirumuskan dengan logika manusia. 36 Akibatnya, baik Calvinist dan
35
R.C. Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen, trans. Rahmiati Tanudjaja (Malang: Literatur SAAT, 2007), 224.
36
Yakub B. Susabda, Mengenal Dan Bergaul Dengan Allah: Sebuah Refleksi Iman Kristen Pada Allah Yang Hidup Di Dalam Tuhan Yesus Kristus (Batam: Gospel Press, 2002), 235.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
Arminian cenderung mengutamakan ayat-ayat yang mendukung konsep mereka ataupun menafsirkan ayat-ayat yang menantang konsep mereka dengan penafsiran yang dipaksakan. Keterbukaan untuk belajar dari Tradisi yang berbeda dan melihat itu sebagai kekayaan dalam Page | 20
gereja Tuhan, adalah sikap yang lebih bijaksana daripada secara apriori menolak semua yang berbeda dengan kita. 2. Kita dapat belajar dari Wesley bahwa teologi bukanlah spekulasi dan perbincangan dalam menara gading akademis tetapi harus dihubungkan dan diaplikasikan dalam gereja dan pelayanan. Wesley memang tidak menulis teologi sistematika seperti Augustinus, Thomas Aquinas, Martin Luther, John Calvin, tetapi dia tidak mengabaikan pentingnya doktrin dalam kehidupan gereja tetapi doktrin yang memperlemah dan menghambat penginjilan, pertumbuhan iman, kekudusan, dan penerapan kasih Tuhan dalam hidup orang percaya, haruslah dipertanyakan dan ditolak. Setiap aliran teologi mempunyai kelebihan dan kelemahan sendiri karena setiap teologi sebenarnya juga adalah usaha untuk menjawab tantangan zamannya dan karena itu sadar atau tidak sadar dipengaruhi oleh Tradisi dan konteks. Wesley bukan saja berbeda pemikiran dengan Calvinism, tetapi juga dengan Anglikan, Roma Katolik, Moravian dalam beberapa hal yang dianggap Wesley dapat memperlemah iman dan pertumbuhan iman orang-orang percaya. Predestinasi seperti yang dipegang oleh Calvinisme bagi Wesley akan mendorong atau setidaknya mempunyai ekses memunculkan sikap apatis terhadap penginjilan dan kesaksian, memperlemah dorongan untuk hidup kudus dan berbuat baik. Walaupun hal-hal ini dalam kenyataan tidak terbukti sepenuhnya dalam kehidupan orang-orang Calvinist tetapi kecenderungan ke arah itu tetap ada. Calvinisme bisa berakhir kepada determinisme dan fatalism, sebaliknya Arminianism bisa berakhir kepada universalism. 3. Inkarnasi Kristus ingin mengungkapkan
dan menwujudkan keselamatan dari Allah dari
kekekalan di dalam sejarah manusia. Keselamatan itu adalah inisiatif, anugerah dan berasal dari Tuhan saja, tetapi keselamatan tidak pernah terwujud tanpa melibatkan manusia dan segala sarana-sarana lain dalam dunia ini. Tugas kita yang utama bukanlah memikirkan dan ingin
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
mengetahui pikiran Allah mengenai pilihan dari kekekalan, itu urusannya Tuhan, menjadi tugas kita sebagai orang percaya adalah memberitakan Injil kepada semua orang yang belum percaya (karena setiap orang sampai akhir hidupnya, nafas terakhirnya, masih punya kesempatan untuk Page | 21
mendengar Injil-ini juga adalah kenyataan yang tak terbantahkan bahwa anugerah Tuhan tersedia kepada semua orang), membawa orang masuk dalam persekutuan umat Tuhan, mengajar dan mendidik orang percaya untuk menjadi murid dan bertumbuh dalam keserupaan dengan Kristus (sedangkan persoalan apakah orang-orang yang sudah percaya itu bisa kehilangan imannya atau tidak-secara empiris yang terjadi adalah tetap ada kemungkinan kehilangan imannya. Setiap orang yang bertahan dalam iman sampai akhir hidupnya-itulah orang pilihan, yang tidak bertahan sampai akhir-bukan orang pilihan). Posisi Arminianisme adalah lebih sesuai dengan realita dalam kehidupan nyata di dunia ini daripada Calvinisme yang mencoba mengetahui rahasia ilahi yang tak terpahami. Pada akhirnya, baik Arminian maupun Calvinist yang injili setuju bahwa: siapa yang percaya kepada Kristus itulah yang diselamatkan (dipilih), yang tidak percaya kepada Kristus akan binasa (tidak terpilih). Michael Horton, seorang teolog Calvinist, menuliskan di akhir bukunya “For Calvinism” demikian : “It is not God’s secret predestination but the revealed gospel that is the province of the church’s proclamation. … We know that we are God’s elect, redeemed to all eternity, because we rest in Christ alone for our salvation. ….”37 In necessariis unitas, in dubiis libertas, in omnibus caritas Medan, 17 Nopember 2013
37
Michael S. Horton, For Calvinism (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2011), 166–167.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
Daftar Kepustakaan
Abraham, William J. Waking from Doctrinal Amnesia: The Healing of Doctrine in the United Methodist Church. Nashville: Abingdon Press, 1995. Page | 22
Bence, Clarence. “Salvation and the Church: The Ecclesiology of John Wesley.” In The Church: An Inquiry into Ecclesiology from A Biblical Theological Perspective, edited by Melvin E. Dieter and Daniel N. Berg, IV:297–315. Wesleyan Theological Perspectives. Anderson, Indiana: Warner Press, Inc., 1984. Campbell, Ted A. John Wesley and Christian Antiquity: Religious Vision and Cultural Change. Nashville: Abingdon Press, 1991. Collins, Kenneth J. The Theology of John Wesley: Holy Love and the Shape of Grace. Nashville: Abingdon Press, 2007. Coppedge, Allan. Shaping the Wesleyan Message: John Wesley in Theological Debate. Nappanee, Indiana: Francis Asbury Press, 2003. Cox, Leo G. “Prevenient Grace: Wesleyan View.” Journal of the Evangelical Theological Society 12 (Summer 1969): 143–49. Horton, Michael S. For Calvinism. Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2011. Maddox, Randy L. “John Wesley and Eastern Orthodoxy: Influences, Convergences, and Differences.” Asbury Theological Journal 45, no. 2 (1990): 29–53. Oden, Thomas C. Doctrinal Standards in the Wesleyan Tradition. Grand Rapids, Michigan: Francis Asbury Press, 1987. ———. John Wesley’s Scriptural Christianity: A Plain Exposition of His Teaching on Christian Doctrine. Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1994. ———. John Wesley’s Teachings: Christ and Salvation. Vol. 2. 4 vols. Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2012. Olson, Roger E. Against Calvinism. Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2011. ———. Arminian Theology: Myths and Realities. Downer Grove, Illinois: IVP Academic, 2006. Outler, Albert C., ed. John Wesley. A Library of Protestant Thought. New York: Oxford University Press, 1964. Seoh Oh, Gwang. John Wesley’s Ecclesiology: A Study in Its Sources and Development. Pietist and Wesleyan Studies 27. Lanham, Maryland: Scarecrow Press, 2008. Sproul, R.C. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Translated by Rahmiati Tanudjaja. Malang: Literatur SAAT, 2007.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Seminar “Predestinasi Menurut John Wesley”
Medan, 17 Nopember 2013
Susabda, Yakub B. Mengenal Dan Bergaul Dengan Allah: Sebuah Refleksi Iman Kristen Pada Allah Yang Hidup Di Dalam Tuhan Yesus Kristus. Batam: Gospel Press, 2002. Thomas, W. H. Griffith. The Principles of Theology: An Introduction to the Thirty-Nine Articles. Eugene, Oregon: Wipf & Stock Publishers, 2005. Thorsen, Don. Calvin vs Wesley: Bringing Belief in Line with Practice. Nashville: Abingdon Press, 2013. Wesley, John. The Works of John Wesley: Sermons I, 1-33. Edited by Albert C. Outler. Vol. 1. The Bicentennial Edition of The Works of John Wesley. Nashville: Abingdon Press, 1984. ———. The Works of John Wesley: Sermons II, 34-70. Edited by Albert C. Outler. The Bicentennial Edition of The Works of John Wesley. Vol. 2. Nashville: Abingdon Press, 1985. ———. The Works of John Wesley: Sermons III, 71-114. Edited by Albert C. Outler. The Bicentennial Edition of The Works of John Wesley. Vol. 3. Nashville: Abingdon Press, 1986. Williams, Colin W. John Wesley’s Theology Today: A Study the Wesleyan Tradition in the Light of Current Theological Debate. Nashville: Abingdon Press, 1960.
Center for Wesleyan Theology and Spirituality
Pembicara: Pdt. Tahir Widjaja, MTh.
Page | 23