KONSEP KESOPANAN BERBICARA OLEH WANITA DALAM BUDAYA JAWASiti
Sudartini
Inti
Sari
Kajian ini mencoba menelaah secara kritis konsep kesopanan berbicara wanita dalam budaya ]awa yang terkait realisasi atau wujud kesopanan wanita jawa dalam berbicara dengan orang lain dan faktor-faktor apa saja yang mungkin melatarbelakangi konsep yang diyakini tersebut. Metode yang digunakan untuk mengkaji topik ini adalah dengan menggunakan deskripsi permasalahan yang disandarkan pada konsep kesopanan dari Foley, yang berupa dua jenis kesopanan secara umum/ yakni positive and negative politeness. Hasil kajian ini dapat dinyatakan sebagai berikut. Pertama, secara umumwanitaJawa lebih sering menggunakan strategi kesopanan positif daripada strategi kesopanan negatif ketika berbicara. Hal itu pula yangmenyebabkan seorangwanita akanlebihcepatakrab denganwanitalainataupun dengan lawan jenis yang baru saja dikenalnya dibandingkan laki-laki. Strategi kesopanan negatrt, banyak digunakan wanita ]awa dalam ungkapan permintaan maaf ketika berbicara. Kedua, dalam kajian ini juga teridentifikasi faktor-faktor yang melatarbelakangi konsep kesopanan tersebut, di faktor itu ialah adanya stereotipe dalam masyarakat ]awa yang mendudukkan wanita sebagai second sex setelah laki-laki dan juga adanya sikap kurang percaya diri wanita untuk mengungkapkan ide ataupun gagasan sebagai akibat stereotipe di masyarakat
Kata kunci: konsep kesopanan, wanita, budaya jawa
*o*or', communicntion in laaanex culture The research ties to critically explore witlt otlurs and to inaestigate communication of zzoman manisfetation the realiztttion or relating laaanese to inttestigate the topic is employed The metlnd concept. the conceianble that possibly underpin which factors realizedin fioo types of is generally Foley, which proposedby politeness concqtt on problem desciptionbased politeness. negatiae are positioe and politeness that The result of the research shows some findings as follow. First, generally Jaaanese woman more often uses positiaepolitutess strategy thnt negatiae politeness strategy whm she mmmunicates. Because of that strategy, compare to laoanese man, laoanese uoman is more familiar with other woman or oposite sex whom iust meets. Negatiue politeness strategy is more often used by laaanese woman in expressing apology. Second, the reseach also idurtifies factors thnt underpin the concept of politrness. The concept reueals the existance of stereotype in laaanese society which places rnoman as second sex after man and the woman's unconfidntce to express idea or opinion as a result of that stereotype.
,"rrrrrfr'rlfil'o7
Key word: politeness concept, Tnoment laaanese culture
1 Naskah
masuk 23 April 2010. Editor Dra. Wiwin Erni S.N., M.Hum. Edit I: 30 Apr1l2010-7 Mei 2010; Edit II:
17-
24Mei2010
27
L.
Pendahuluan
tor-faktor yang melatarbelakangi konsep
Berbicara masalah bahasa ataupun ungkapan yang digunakan seseorang ataupun kelompok masyarakat tertentu tentulah tidak bisa dipisahkan dengan konstruksi budaya dalam membentuk pribadi orang beserta masya-
rakat itu. Clark Q006:366) menyatakart, "in using language, speakers make communicatioe choices of many types". Ketika budaya menjadi topik pembicaraan, pembahasan konsep-konsep tentang nilai atau norma yang terkandung dan diyakini oleh masyarakat itu tidak mungkin dapat dipisahkan. Salah satu nilai atau norma yang mungkin akan menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan ialah konsep
yang diyakini tersebut.
1.3 Sistematika Penyajian Kajian ini akan diawali dengan pembahasan mengenai konsep ataupun definisi dari kesopanan dalam bahasa. Kemudian akan
diikuti dengan pembahasan tentang bagaimana posisi r,yanita dalam kultur masyarakatJawa secara umum. Selanjutnya, akan dibahas ekspresi kesopanan berbicara oleh wanita dalam budaya Jawa dan disertai dengan
kesopanan.
analisis tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi. Kajian ini akan diakhiri kesimpulan dari topik-topik yang dibahas dengan pada penjelasan-penjelasan sebelumnya.
1.1 Masalah
2.
Kajian ini mencoba mengulas konsep kesopanan dalam budaya Jawa. Pembahasan tentang konsep kesopanan ini tidak akan mencakup semua hal yang terkait dengan keseluruhan pemahaman umum orang Jawa mengenai konsep kesopanan. Kajian ini hanya akan mengulas sebagian konsep kesopanan, yakni konsep kesopanan berbicara wanita dalam budaya Jawa. Sehubungan dengan itu, ada dua masalah yar:rgakan dikajr, yaitu (u) bagaimana realisasi atau wujud kesopanan wanita Jawa dalam berbicara dengan orang lairu dan (b) faktor apa saja yang mungkin melatarbelakangi konsep yang diyakini tersebut.
Pembahasan tentang kesopanan tentunya tidak dapat dipisahkan dari konsep budaya yang rhelahirkannya. Budaya itu sendiri menurut Foley (1997:19) dapat diartikan sebagai " A mental phenomenon lying bey ond actual social behaaiour, and as such, quite priaate and indioidual. Culture is the cognitiae organization of material and social phenomenon".
1.2 Tujuan Secara umum kajian ini hendak menco-
ba mendeskripsikan konsep kesopanan da-
lam budaya Jawa, khususnya yang terkait dengan perilaku tutur wanita Jawa. Secara khusus, kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi realisasi kesopanan wanita Jawa da-
lam berbicara dengan orang lain, serta fak-
28
Widyapanua,
Votume 38, Nomor 1, Juni 2010
Teori
Konsep budaya ini kemudian terealisasi melalui bahasa ataupun bentuk ujaran. Foley (1997:19) lebih lanjut mengatakan bahwa "Language is often treated theoretically as a sub system of culturewithin cognitiue anthropology but in practice and structure of language as rarcaled by modern linguistics hns generally seroed as the paradigm for analyzing other aspects of culture".
Jadi, bahasa bisa digunakan sebagai salah satu media untuk menganalisis aspekaspek budaya, termasuk konsep tentang kesopanan. Kesopanan secara bahasa dapat diartikan sebagai salah satu kemampuan sosial
yang memungkinkan orang bisa berinteraksi dengan orang lain dan diterima dalam suatu budaya tertentu. Foley (1997:270) lebih lanjut menemukakan bahwa "Politeness is, of course, abattery of social skills whose goal is to ensure eaeryone feels ffirmed in a social interaction."
3.
Metode
Sesuai dengan tujuan penulisan, metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif. Sudaryanto (1986: 62) menyatakan bahwa metode deskriptif berarti penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada dan fenomen yang memang secara empiris hidup pa-
da para penuturnya. Secara praktis, metode yang digunakan dalam kajian ini dijabarkan dalam tiga metode sesuai dengan tahapan pelaksanaannya, yaitu (1) metode pengumpulan data, (2) metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis. Metode yang digunakan untuk mengkaji topik ini adalah dengan menggunakan deskripsi permasalahan yang disandarkan pada konsep kesopanan dari Foley, yangberupa dua jenis kesopanan secara umum yakni positiae and negatiae politeness.
4.
Pembahasan
4.1 Wanita dalam Kultur Masyarakat
Jawa
Kecenderungan yang terjadi pada masyarakat yang menganut budaya patriarkis, sistem dan orientasi nilai-nilai yang berkemb*g dan diyakini oleh masyarakatlawa cenderung memandang wanita lebih rendah da-
ripada laki-laki. Artinya, dapat dikatakan bahwa wanita menempati posisi second class, kelas kedua dalam masyarakat.
Refleksi stereotipe perempuan sebagai makhlukkelas kedua atau lebihrendah dari-
pada laki-laki terlihat jelas dengan adanya ungkapan-ungkapan yang menggambarkan bahwa harkat dan martabat kaum peremPuan itu memang di bawah laki-laki. Keyakinan ungkapan yang masih sangat kuat sampai saat ini di antaranya ialah bahwa perempuan itu sebatas sebagai konco wingking'teman belakang'. Ungkapan lain yang berbunyi lebih ekstrem, yaitu wanita iku sutarga nunut neraka katut 'perempuan itu kalau ke surga ikut laki-laki, demikian juga kalau ke neraka' , juga ungkapan wanita iku yen awan dadi theklek, lha yen bengi dadi lemek 'perempuan itu kalau siang jadi alas kaki, sedangkan kalau malam jadi alas tidur'. Bahkan, ditinjau dari sisi istilah dalambahasalawa, kata'wanita' itu, berasal dafi kerata basa (ungkapan bahasa), yakni w ani' ber ani' dan tatfl ' atur arr', yang artinya wani ditata 'berani diatur'. Pada dimensi lain, yang masih terkait dengan penghdrgaan atas perempuan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan lakilaki tersebut. Akhirnya/ perempuan yang ideal dalam orientasi budaya Jawa, banyak digambarkan sebagai sosok yang halus, penyabN,penyayan& pasrah, penurut atau taat dan setia kepada laki-laki. Fenomena tentarng keyakinan sistem dan orientasi nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat dan budaya Jawa yang bias gender tersebut, tampaknya sampai saat ini masih cukup kuat meskipun perkembangan dan dinamika jiwa zamannya telah mengalami perubahan. Hal ini disebabkan di antaranya, oleh faktor sosialisasi dan internalisasi nilairilai gender-istik, yang telah berlangsung dalam periode waktu cukup lama. Di samping itu memang wilayah sistemnilai-nilai merupakan unsur kebudayaan yang paling sulit untuk berubah dalam semua konteks kebudayaan, yaitu pada masa kejayaan kerajaankerajaan lawa, terutama Kerajaan Mataram Yogyakarta dan Surakarta.
Konsep Kesopanan Berbicara oleh Wanita dalam Budaya
Jawa 29
4.2 Konsep Kesopanan Pembahasan ekspresi kesopanan berbicara, tentunya tidak terlepas dari pandangan Leech tentang sopan sanfunyang mencakup seperangkat maksim yang juga merupakan analogi dari maksim Grice. Berikut ialah keempat maksim kesopanan yang dikemukakan Leech dalam Ibrahim (1993:321).
Lebih lanjut Foley (2001: 27L) mendefinisikan kesopanan sebagai the redressing of the
ffionts
tofaceposedby faceahreatening acts
to addressees. Berdasarkan dua aspek muka tadi, ada dua jenis kesopanan, yakni positioe politeness (guna mencoba untuk memperbaiki penghinaan pada muka positif lawan wicara) dan negatiae politeness (yang ditujukan pada muka negatif lawan wicara, ke1) Maksim Kepedulian: inginannya pada otonomi). Perkecil kerugian pada orang lain. TingPositiae politeness berarti pembicara mekatkan keuntungan pada orang lain. mahami keinginan dari lawan wicaranya 2) Maksim Kebaikan Hati: yang ingin dihargai muka positifnya. StraPerkecil keuntungan pada diri sendiri. tegi untuk mengemukakan posi tiae politeness Tingkatkan keuntungan pada orang lain. meliputi pernyataan persahabatan, solidari3) Maksim Penghargaan: tas, dan juga pujian. Perkecil kekurangpenghargaan pada Sebaliknya, dalam negatioe politeness leorang lain. Tingkatkan penghargaan bih ditujukan pada muka negatif dari lawan pada orang lain. wicara, dengan kata lairu pembicara tidak 4) Maksim Kesahajaan: ingin mencampuri hak otonomi lawan wicaPerkecil pujian pada diri sendiri. Ting- ra sehingga strategi untuk mengemukakan katkan pujian pada orang lain. negatia e p oliteness melibatkan ungkapan-ungkapan permintaan maaf dan bentuk-bentuk Selain konsep kesopanan Leech terse- penghindaran yang lain. Berikut merupakan but, masih ada satu konsep sopan santun beberapa contoh penggunaan kedua jenis yanglain, seperti konsep kesopanan Brown strategi kesopanan seperti yang dikemukadan Leainson. Ibrahim (\993: 323) menyata- kan Brown dan Levinson dalam Foley (2001: kan konsep kesopananyang kedua ini meru- 271,-272). pakan konsep yang memiliki validitas antar 1) Strategi kesopanan positif meliputi kebudayaan dan konsep ini berhubungan (u) menyertai minat, kebutuhan, dan dengan ekspresi rakyat "kehilangan muka" keinginan lawan wicara; yang berarti'terhina'. Dalam hal ini ada dua (b) menggunakan solidaritas dalam pejenis muka, yaitu (a) muka negatif dan (b) nanda identitas dalam kelompok; muka positif. Muka negatif terkait dengan (.) menunjukkan kepercayaan diri; hak terhadap wilayatr, kebebasan bertindak, (d) melibatkan baik pembicara maudan kebebasan dari campur tangan, yangarpun lawan wicara dalam kegiatan tinya keinginan bahwa tindakan Anda tidak wicara; diganggu oleh tindakan orang lain. Muka po(") menawarkan Atau berjanji; sitif, yaitu consistent self image yang dimiliki (0 melebihkan minat pada lawan wiseseorang untuk dihargai atau diakui oleh cara dan hal-hal yang menarik laorang lain. Berdasarkan pengertian itu sopan wan wrcara; santun dapat diartikan sebagai upaya untuk (g) menghindari perselisihan; menyelamatkan muka. Untuk itu pembicara (h) bercanda. harus menghindari ketidaksepakatan.
30
Widyapanua,
Votume 38, Nomor 1, Juni 2010
2)
Strategi kesopanan negatif meliputi (a) berbicara secara tidak langsung; (b) menggunakan batasan atau pertanyaan; (.) bersikap pesimis; (d) meminimalkan imposisi; (") menggunakan struktur penghilangan, seperti dengan nominalisasi, pasif atau pemyataan-pemyataan umum; (0 meminta maaf.; (g) menggunakan kata ganti j arnak/ plural.
4.3 EkspresiKesopanan Berbicara oleh Wanita dalam Budaya Jawa Setelah memahami penjelasan tentang konsep kesopanan pada bagian sebelumnya, pada bagian ini akan dideskripsikan bentuk ekspresi kesopanan yang ditunjukkan oleh wanita dalam budaya Jawa. Dalam pembahasan sebelumnya, telah diuraikan tentang maksim kesopantu:I menurut Leech yang merupakan analogi maksimGrice dan juga konsep kesopanan menurut Brown dan Levinson. Dalam pembahasan ini, ekspresi kesopanan berbicara wanita Jawa akan
cara yang menunjukkan penggunaan strate-
gi kesopanan positif. Percakapan (L) A: "Walx bu Hasan, kadosipun kok radi kesesa,b adhe tindak pundi? " 'Wah bu Hasan, sepertinya agak terburu-buru, mau kemana bu?' B: " Meniko lho jeng, kulo bad]rc ningali peken Beringharjo." 'Ini lho jeng, saya mau ke pasar Bering-
A: B:
mb
o t en
sage d sura al a
punap a-p unap a. Mb o -
tenkados panjenengan, menawi ieng Hani rak saged nyambut damel piyambak. Niih
dipand*g
dari sudut pandang konsep kesopanan Brown dan Levinson. |ika kita perhatikan fakta yang ada dalam masyarakat kita, tampak jelas bahwa secara umum wanita ]awa lebih sering menggunakan strategi kesopanan positif daripada strategi kesopanan negatif ketika berbicara. Hal itu pula yang menyebabkan seorang wanita akan lebih cepat akrab dengan wanita lain ataupun dengan lawan jenis yang baru saja dikenalnya dibandingkan laki-laki. Bentuk-bentuk penggunaan sfrategi kesopananpositif itu di antaranyanampak dalam kebiasaan berbasa-basi ataupun sikap perhatian yang bisa merubah suasana sangat formalmenjadi sedikitlebih santai. Berikut merupakan beberapa contoh ungkapan yang biasa digunakan wanita Jawa ketika berbi-
harjo.' "Wah, badhe mborong batik, niihbu? 'Wah, mau memborong batik yabu?' "Walah jeng Hani ki lho, lha ingkang kagem mborong menika artanipun sinten. Kulo menika rak namung sak dremi ngatur punapa paringanipun simah. Dados niih
A:
temtukemawonbenten." 'Walah jeng Hani ini, uang siapa yang bisa saya pakai untuk memborong. Saya ini kan hanya mengatur apa yang diberikan suami. Jadi, saya tidak bisa sekehendak hati membelanjakan uang. Tidak seperti anda, kalau iengHanikan bisabekerja sendiri. Tentu saja akanberbeda keadaannya.' "Waduh ibu Hasan meniko lho, samikemawonkog ibu." 'Waduh ibu Hasan ini bisa saja, sama saja kog bu.'
Dalam percakapan di atas terdapat ungkapan-ungkapan yang menunjukkan strategi kesopanan positif y?kni solidaritas dan pujian. Dalam percakapan (1) tersebut pembicara A ingin menunjukkan persahabatan dan juga pujianpada lawanwicaranya yang dalam hal ini ialah B. Sedangkan, B sebagai lawan wicara menunjukkan solidaritas dan persahabatan pada A. Percakapan ini hanyalah satir contoh kecil strategi kesopanan yang
Konsep Kesopanan Berbicara oleh Wanita dalam Budaya
Jawa 31
digunakan oleh wanita Jawa. Tenfunya, ma- banyak digambarkan sebagai sosok yang hasih banyak lagi contoh-contoh penggunaan lus, penyabar, penyayangr pasrah, penurut strategi kesopanan positif yang digunakan. atau taat, dan setia kepada laki-Iaki. Adapun penggunaan strategi kesopanan nePandangan itu tentu saja berpengaruh pagatif., para wanita Jawa banyak mengguna- da kepribadian para wanita Jawa pada umumkan ungkapan permintaan maaf ketika ber- nya. Secara umum, kita bisa melihat bagaimabicara. Berikut merupakan contoh penggu- na sikap wanita Jawa di hadapan suaminya. naan strategi kesopanan negatif. Bahkan, ada suatu konstruk budaya di masyaPercakapan (2) rakat Jawa yang menyatakan bahwa wanita A: Nuwun seu,u Kangmas, panjenengan harus tunduk dan patuh pada suami. Posisi wanita selalu menjadi orang kedua setelah mangke kondur j am pinten? suami dalam konteks rumah tangga. Konstruk 'Maaf mas, nanti pulang jam berapa?' budaya Jawa tersebut sangat menyudutkan B: Wahyo, durung tempu njeng. para wanita untuk senantiasa menjadi 'Wah ya, belum pasti jeng.' makhluk kelas kedua. Hal inilah yang membuat para wanita Ja'wacenderung untuk mePercakapan itu merupakan percakapan ngalah dan selalu rnenghindari perselisihan antara seorang istri dan suaminya. Sang istri ataupun perbedaan pendapat. Sikap ini, pada mengawali pertanyaannya dengan meminta awahrya hanya diterapkan dihadapan suami maaf pada suami karena khawatir ataupun mereka. Namun, lambat laun sikap ini telah tidak cukup percaya diri untuk bertanya. menjadi kebiasaan sehingga ada tipe-tipe Strategi kesopanan negatif yang digunakan ekspresi wanita yang menunjukkan penggulainnya ialah digunakannya pertanyaan yffig naan konsep kesopanan dalam berbahasa. tidak langsung pada pokok persoalan. Dalam percakapan di atas, pada hakikatnya, istri ingin mengetahui kegiatan suaminya pada 5. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik hari itu. Namun, pertanyaan yang digunakan ialah pertanyaan tentang waktu kapan dua simpulan umum mengenai konsep yar:rg kira-kira suaminya akan pulang. Hal ini me- muncul pada tindak tuturyang dipraktikkan nunjukkan bahwa sang istri tidak mau meng- oleh wanita Jawa pada umurnnya. Pertama, ganggu otonomi suaminya untuk memilih konsep kesopanan berbicara wanita dalam apakah dia mau menceritakan kegiatannya konteks budaya Jawa banyak didominasi oleh penggunaan strategi kesopanan positif pada hari itu pada istrinya atau tidak. daripada strategi kesopanan negatif guna 4.4 Faktor-faktor yang Melatarbelakangi menghindari perbedaan pendapat. Kedua, melalui kajian singkat ini berhaJika berbicara mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangr mengapa wanita Jawa sil diidentifikasi beberapa faktor yang mecenderung menggunakan ungkapan-ung- latarbelakangi penggunaan strategi kesokapan yang menunjukkan kesopanan, baik panan positif. Faktor-faktor tersebut, di antayang berupa ungkapan-ungkapan yang meng- ranya ialah adanya stereotipe dalam masyaragunakan strategi kesopanan positif maupun kat Jawa yang mendudukkan wanita sebagai negatif, kiranya hal itu akan membawa kita second sex setelah laki-laki dan juga adanya pada penjelasan tentang stereotipewanita da- sikap kurang percaya diri wanita untuk melam budaya Jawa. Dalam pembahasan/urai- ngungkapkan ide ataupun gagasan sebagai an terdahulu dijelaskan bahwa perempuan akibat stereotipe di masyarakat tersebut. yang ideal dalam orientasi budaya Jawa itu
32
Widyapanra,
Volume 38, Nomor 1, Juni2010
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Kris (Ed). 1992. CitraWanita dan Kekuasaan (l awa). Yogyakarta: Kanisius. Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum.Jakarta: Rineka Cipta. Clark, Herbert H., in Laurence R. Horn and Gregory Ward (eds). 2006. The Handbook of Pragmaflcs. Malden: Blackwell Publishing Ltd. Crystal, David. 1992. Tlrc Cambridge Encyclopedia of Language. Cambridge: Cambridge University Press.
Duranti, Alessandr o,1997 . Linguistic Anthropology. Cambridge: Cambridge University Press. Fol"y, William A .20f,l'1.. Anthropological Linguistics: An lntroduction Malderu Massachussetts: Blackwell Publisher Ltd. Ibrahim, Abdul Syukur.1993. IQj ian Tindak Tutur". Surabaya: Usaha Nasional. Sudaryanto. 1986. Metode Linguistik Bagian yang Pertama: Ke Arah Memahami Metode
Linguistk . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Konsep Kesopanan Berbicara oleh Wanlta dalam Budaya
Jawa 33
34
Widyaparua,
Volume 38, Nomor 1, Juni 2010