DAFTAR PUSTAKA Andi, 2004, Wireless atasi keterbatasan jangkauan, Jogjakarta Darmayanto, 2001, Pengetahuan Praktis Teknik Radio, PT Bumi Angkasa, Jakarta Wildanu Ramadani, 2010, Laporan Tugas Akhir Tentang Prototye Crane Pelabuhan Menggunakan Komunikasi Wireless Berbasis Microcontroller ATMEGA8535, Universitas Andalas, Sumatera DRs RM Francis D, Yuri, 1995, Teknik Merakit dan Servis radio Remote Controle, Penerbit Erlangga, Jakarta BAPETEN, 2007, PP No 33 Tahun 2007Tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Sumber Radio Aktif, Jakarta SK Kepala Bapeten,, 1999, Tentang Keselamatan Untuk Pengangkutan Zat Radio Aktif, Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Prinsip sederhana rangkaian Motor induksi 3 phasa Bolak Balik atau Forward Reverse
Arah putaran motor menjadi bolak balik sesuai dengan urutan phasa input
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Urutan phasa input motor R-S-T
Urutan phasa input motor T-S-R
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Wiring rangkaian Forward Reverse
Hasil wiring rangkaian Forward Reverse
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Untuk
membuat
kerja
K1
dan
K2
secara
bergantian,
kita
bisa
memanfaatkan NC pada masing masing kontaktor seperti pada gambar B. NC dari K1 dipasang seri pada jalur input koil K2, begitu juga sebaliknya, NC dari K2 dipasang seri pada jalur input koil K1 Bila tombol hijau ditekan, maka K1 akan bekerja dan NC dari K1 akan menjadi NO yang menyebabkan tombol merah atau K2 tidak akan bisa berfungsi karena jalur inputnya terputus selama K1 masih bekerja. Begitu juga sebaliknya yang terjadi bila tombol merah ditekan setelah K1 tidak bekerja. Sebagi finalisasi wiring rangkaian Forward Reverse ini, kita harus memasang juga sistem Proteksi Motor untuk mengamankan motor dari beban lebih dengan menggunakan NC dari Thermal Overloadyang telah terpasang sebelumnya, seperti pada gambar berikut dibawah ini
http://digilib.mercubuana.ac.id/
PPE pelindung pekerja dari radiasi radioaktif di area bunker
http://digilib.mercubuana.ac.id/
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang
:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (6), Pasal 7 ayat (2), Pasal 20, Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (4), Pasal 25, Pasal 31 ayat (4), Pasal 46 ayat (4), Pasal 47 ayat (3), dan Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Zat Radioaktif untuk Well Logging;
Mengingat
:
1. Undang-Undang
Nomor
10
Tahun
1997
tentang
Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676); 2. Peraturan
Pemerintah
Keselamatan
Radiasi
Nomor
33
Pengion
dan
Tahun
2007
tentang
Keamanan
Sumber
Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4730); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4730); http://digilib.mercubuana.ac.id/
-24. Peraturan
Pemerintah
Nomor
26
Tahun
2002
tentang
Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun
2002
Nomor
51,
Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4201); 5. Peraturan
Pemerintah
Nomor
27
Tahun
2002
tentang
Pengelolaan Limbah Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4202); MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini yang dimaksud dengan: 1.
Badan Pengawas Tenaga Nuklir yang selanjutnya disebut BAPETEN
adalah
pengawasan
instansi
melalui
yang
peraturan,
bertugas perizinan,
melaksanakan dan
inspeksi
terhadap segala kegiatan Pemanfaatan Tenaga Nuklir. 2.
Keselamatan
Radiasi
Pengion
yang
selanjutnya
disebut
Keselamatan Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi. 3.
Keamanan Sumber Radioaktif adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah akses tidak sah atau perusakan, dan kehilangan, pencurian, atau pemindahan tidak sah sumber radioaktif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-34.
Proteksi Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi.
5.
Zat
Radioaktif
Terbungkus
adalah
zat
radioaktif
yang
dimasukkan ke dalam kapsul terikat kuat sehingga dapat mencegah kebocoran dan kontaminasi. 6.
Zat Radioaktif Terbuka adalah zat radioaktif yang tidak dibungkus
dengan
kapsul
sehingga
berpotensi
terjadi
kontaminasi. 7.
Well Logging adalah semua kegiatan yang meliputi penurunan dan pengangkatan alat ukur atau alat yang mengandung zat radioaktif atau yang digunakan untuk mendeteksi zat radioaktif tersebut di dalam lubang bor untuk tujuan mendapatkan informasi lubang bor atau formasi geologi di sekitarnya dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak, gas, panas bumi, termasuk geophysical logging untuk mineral dan batu bara.
8.
Peralatan Well Logging adalah peralatan yang digunakan dalam kegiatan Well Logging di bidang industri.
9.
Penanda Radioaktif adalah zat radioaktif yang digunakan untuk menentukan kedalaman atau petunjuk arah, termasuk tanda pelat radioaktif dan paku besi radioaktif.
10. Perunut (Tracer) adalah kegiatan yang merupakan bagian dari kegiatan Well Logging di bidang industri yang digunakan khusus untuk minyak dan gas. 11. Nilai Batas Dosis adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh BAPETEN yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat Pemanfaatan Tenaga Nuklir. 12. Pemegang Izin adalah orang atau badan yang telah menerima izin pemanfaatan tenaga nuklir dari BAPETEN.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-413. Petugas Proteksi Radiasi adalah petugas yang ditunjuk oleh Pemegang Izin dan oleh BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan Proteksi Radiasi. 14. Supervisor (Field Engineer) Well Logging yang selanjutnya disebut Supervisor adalah orang yang berkompeten untuk mengoperasikan Peralatan Well Logging, di bawah pengawasan langsung Petugas Proteksi Radiasi. 15. Operator (Assistant) Well Logging yang selanjutnya disebut Operator adalah orang yang membantu Supervisor untuk mengoperasikan Peralatan Well Logging. 16. Rekaman adalah dokumen yang menyatakan hasil yang dicapai atau memberi bukti pelaksanaan kegiatan dalam pemanfaatan tenaga nuklir. 17. Paparan Darurat adalah paparan yang diakibatkan terjadinya kondisi darurat nuklir atau radiologik. 18. Kecelakaan Radiasi adalah kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat, atau kejadian lain yang menimbulkan akibat atau potensi-akibat yang tidak dapat diabaikan dari aspek Proteksi atau Keselamatan Radiasi. 19. Intervensi adalah setiap tindakan untuk mengurangi atau menghindari paparan atau kemungkinan terjadinya paparan kronik dan Paparan Darurat. Pasal 2 (1) Peraturan Kepala BAPETEN ini mengatur tentang persyaratan izin,
persyaratan
Keselamatan
Radiasi,
intervensi,
dan
Rekaman dan Laporan dalam penggunaan zat radioaktif untuk Well Logging. (2) Penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk kegiatan industri, penelitian, dan pengembangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-5Pasal 3 (1) Penggunaan zat radioaktif untuk Well Logging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), meliputi: a. Zat Radioaktif Terbungkus; b. Zat Radioaktif Terbuka; dan c. Penanda Radioaktif. (2) Zat Radioaktif Terbungkus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak termasuk zat radioaktif untuk kalibrasi (calibration source) Peralatan Well Logging. (3) Zat Radioaktif Terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya digunakan untuk kegiatan Perunut (Tracer) yang merupakan bagian dari Well Logging. Pasal 4 (1)
Setiap orang atau badan yang akan menggunakan zat radioaktif untuk Well Logging wajib memiliki izin dari Kepala BAPETEN dan memenuhi persyaratan Keselamatan Radiasi dan Keamanan Sumber Radioaktif.
(2)
Ketentuan
mengenai
persyaratan
Keamanan
Sumber
Radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Kepala BAPETEN tentang Keamanan Sumber Radioaktif. BAB II PERSYARATAN IZIN Pasal 5 Pemohon, untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala BAPETEN, mengisi dengan lengkap formulir, dan menyampaikan dokumen persyaratan izin.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-6Pasal 6 Persyaratan izin penggunaan Peralatan Well Logging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi: a.
fotokopi identitas pemohon izin, untuk orang atau badan yang baru mengajukan izin, meliputi: 1. kartu tanda penduduk (KTP), kartu izin tinggal sementara (KITAS),
paspor,
atau
surat
keterangan
domisili
perusahaan; 2. akta pendirian badan hukum atau badan usaha; dan 3. surat izin usaha perdagangan (SIUP) atau izin usaha tetap dari instansi yang berwenang. b.
data lokasi penggunaan zat radioaktif;
c.
fotokopi sertifikat mutu Zat Radioaktif Terbungkus (Radioactive Sealed Source Certificate) sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal, paling kurang berisi data: 1. nama pabrik; 2. radionuklida; 3. aktivitas dan tanggal pengukuran; 4. model; 5. nomor seri; 6. tipe kapsul; dan 7. data pengujian kebocoran zat radioaktif.
d.
fotokopi sertifikat special form Zat Radioaktif Terbungkus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur, yang diterbitkan oleh pihak berwenang (competent authority), paling kurang berisi data: 1. radionuklida; 2. identifikasi radionuklida; 3. deskripsi radionuklida; 4. aktivitas dan tanggal pengukuran;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-75. program jaminan mutu; dan 6. nomor dan masa berlaku sertifikat. e.
fotokopi lembar data Zat Radioaktif Terbuka (Nominal Source Data Sheet) yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal, paling kurang berisi data: 1. radionuklida; 2. aktivitas dan tanggal pengukuran; 3. bentuk fisik; dan 4. volume.
f.
dokumen tempat penyimpanan zat radioaktif berupa bunker atau ruangan yang memenuhi persyaratan Keselamatan Radiasi, paling kurang berisi data: 1. lokasi; 2. ukuran dan bahan bunker atau ruangan; 3. pintu; dan 4. pagar.
g.
dokumen program Proteksi dan Keselamatan Radiasi;
h.
fotokopi bukti permohonan pelayanan pemantauan dosis perorangan (untuk orang atau badan yang baru mengajukan izin) atau hasil evaluasi pemantauan dosis perorangan;
i.
fotokopi sertifikat kalibrasi surveymeter;
j.
fotokopi Surat Izin Bekerja (SIB) Petugas Proteksi Radiasi;
k.
fotokopi sertifikat pelatihan sebagai Supervisor dan surat penunjukan dari pemohon izin; dan
l.
fotokopi surat penunjukan dari pemohon izin sebagai Operator. Pasal 7
Dalam hal pekerja radiasi merupakan pindahan dari badan hukum lain, selain memenuhi persyaratan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pemohon izin harus memenuhi persyaratan izin lain, paling kurang meliputi:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-8a.
hasil evaluasi pemantauan dosis perorangan selama bekerja di badan hukum sebelumnya; dan
b.
surat
keterangan
berhenti
bekerja
dari
badan
hukum
sebelumnya. Pasal 8 (1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat diperpanjang sesuai dengan jangka waktu izin. (2) Pemohon, untuk memperoleh perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan perpanjangan izin secara tertulis kepada Kepala BAPETEN, mengisi
dengan
lengkap
formulir,
dan
menyampaikan
dokumen persyaratan izin. (3) Persyaratan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf a, huruf g, dan huruf i sampai dengan huruf l. (4) Selain menyampaikan dokumen izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon harus menyampaikan: a. fotokopi hasil evaluasi pemantauan dosis perorangan dan bukti permohonan pelayanan pemantauan dosis perorangan untuk personil yang belum tercantum dalam izin; b. laporan hasil pemantauan paparan radiasi di sekitar tempat penyimpanan zat radioaktif; dan c. laporan hasil pengukuran kebocoran zat radioaktif. Pasal 9 Pemohon izin harus menggunakan zat radioaktif yang diperoleh dari importir atau distributor yang memiliki izin dari Kepala BAPETEN.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-9BAB III PERSYARATAN KESELAMATAN RADIASI Bagian Kesatu Umum Pasal 10 Persyaratan Keselamatan Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi: a.
persyaratan manajemen;
b.
persyaratan Proteksi Radiasi;
c.
persyaratan teknik; dan
d.
verifikasi keselamatan. Bagian Kedua Persyaratan Manajemen Pasal 11
Persyaratan manajemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a meliputi: a.
Penanggung Jawab Keselamatan Radiasi;
b.
personil; dan
c.
pelatihan Proteksi dan Keselamatan Radiasi. Paragraf 1 Penanggung Jawab Keselamatan Radiasi Pasal 12
(1) Penanggung
Jawab
Keselamatan
Radiasi
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 huruf a adalah Pemegang Izin dan personil yang terkait dengan penggunaan peralatan Well Logging. (2) Pemegang Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tanggung jawab sebagai berikut: a. menyediakan, mengimplementasi, dan mendokumentasi program Proteksi dan Keselamatan Radiasi sebagaimana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 10 tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala BAPETEN ini ; b. memverifikasi secara sistematis bahwa hanya personil yang sesuai dengan kompetensi yang dapat bekerja dalam penggunaan zat radioaktif untuk Well Logging; c. menyelenggarakan pelatihan Proteksi dan Keselamatan Radiasi; d. menyelenggarakan pemantauan kesehatan bagi personil; e. menyediakan perlengkapan Proteksi Radiasi; dan f. melaporkan
kepada
Kepala
BAPETEN
mengenai
pelaksanaan program Proteksi dan Keselamatan Radiasi, dan verifikasi keselamatan. Paragraf 2 Personil Pasal 13 (1) Personil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b yang bekerja dalam penggunaan zat radioaktif untuk Well Logging paling kurang terdiri dari: a. Petugas Proteksi Radiasi; b. Supervisor; dan c. Operator. (2)
Dalam hal penggunaan zat radioaktif untuk Geophysical Logging, personil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, paling kurang terdiri dari: a. Petugas Proteksi Radiasi; dan b. Operator. Pasal 14
Supervisor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b hanya
dapat
merangkap
sebagai
Petugas
Proteksi
Radiasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, jika
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 11 Supervisor telah memiliki Surat Izin Bekerja sebagai Petugas Proteksi Radiasi. Pasal 15 Petugas Proteksi Radiasi untuk Well Logging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, mempunyai tanggung jawab sebagai berikut: a.
memahami dan melaksanakan semua ketentuan keselamatan kerja radiasi;
b.
membuat program Proteksi dan Keselamatan Radiasi;
c.
memantau
aspek
operasional
program
Proteksi
dan
Keselamatan Radiasi; d.
memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan Proteksi Radiasi, dan memantau pemakaiannya;
e.
meninjau secara sistematik dan periodik, program pemantauan di semua tempat di mana zat radioaktif digunakan, disimpan, atau diangkut;
f.
memberikan konsultasi yang terkait dengan Proteksi dan Keselamatan Radiasi;
g.
berpartisipasi
dalam
desain
fasilitas
penyimpanan
zat
radioaktif; h.
melaksanakan
pengambilan
sampel
uji
kebocoran
zat
radioaktif; i.
memelihara rekaman;
j.
mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi kegiatan pelatihan;
k.
melaksanakan
latihan
penanggulangan
dan
pencarian
keterangan dalam hal kedaruratan; l.
melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan operasi yang berpotensi Kecelakaan Radiasi;
m. menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program Proteksi dan Keselamatan Radiasi, dan verifikasi keselamatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 12 yang diketahui oleh Pemegang Izin untuk dilaporkan kepada Kepala BAPETEN; dan n.
melakukan inventarisasi zat radioaktif. Pasal 16
Supervisor untuk Well Logging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b mempunyai tanggung jawab sebagai berikut: a.
memahami dan melaksanakan semua ketentuan keselamatan kerja;
b.
menggunakan perlengkapan Proteksi Radiasi sesuai prosedur;
c.
melaporkan setiap Kecelakaan Radiasi kepada Petugas Proteksi Radiasi;
d.
melaporkan setiap gangguan kesehatan yang dirasakan, yang diduga akibat bekerja dengan radiasi;
e.
mempersiapkan Peralatan Well Logging;
f.
melaporkan kepada Petugas Proteksi Radiasi apabila ada kerusakan pada perlengkapan Proteksi Radiasi;
g.
memantau seluruh kegiatan pemanfaatan zat radioaktif meliputi penggunaan, penyimpanan, dan pengangkutan;
h.
melakukan pemantauan radiasi di bawah pengendalian Petugas Proteksi Radiasi;
i.
melakukan supervisi terhadap Operator, atau tenaga engineer yang sedang mengikuti pelatihan; dan
j.
menangani langsung seluruh pemanfaatan zat radioaktif yang terkait dengan kegiatan Well Logging. Pasal 17
Operator untuk Well Logging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c mempunyai tanggung jawab sebagai berikut: a.
memahami dan melaksanakan semua ketentuan keselamatan kerja radiasi;
b.
menggunakan perlengkapan Proteksi Radiasi sesuai prosedur;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 13 c.
melaporkan kepada Supervisor atau Petugas Proteksi Radiasi setiap Kecelakaan Radiasi yang terjadi;
d.
melaporkan kepada Petugas Proteksi Radiasi setiap gangguan kesehatan yang dirasakan, yang diduga akibat bekerja dengan radiasi;
e.
melaporkan kepada Supervisor atau Petugas Proteksi Radiasi mengenai masalah kerusakan: 1. Peralatan Well Logging; dan 2. perlengkapan Proteksi Radiasi.
f.
membantu Supervisor atau Petugas Proteksi Radiasi dalam: 1. mempersiapkan Peralatan Well Logging; 2. memantau paparan Radiasi; dan 3. menginventarisasi zat radioaktif. Paragraf 3 Pelatihan Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pasal 18
(1) Pelatihan Proteksi dan Keselamatan Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c paling kurang mencakup materi: a. Peraturan Perundang-undangan di bidang Keselamatan Radiasi; b. zat radioaktif yang digunakan; c. pemantauan paparan radiasi; d. sifat radiasi; e. bahaya radiasi pengion terhadap kesehatan; f. prinsip Proteksi dan Keselamatan Radiasi; dan g. tindakan dalam keadaan darurat. (2) Pelatihan untuk Petugas Proteksi Radiasi diatur dalam Peraturan Kepala BAPETEN tersendiri. (3) Pelatihan
untuk
Supervisor
dan
Operator
dapat
diselenggarakan secara in house training oleh Pemegang Izin.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 14 Bagian Ketiga Persyaratan Proteksi Radiasi Pasal 19 Persyaratan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b meliputi: a.
justifikasi penggunaan zat radioaktif;
b.
limitasi dosis; dan
c.
penerapan optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi. Pasal 20
Justifikasi penggunaan zat radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a harus didasarkan pada pertimbangan bahwa manfaat yang diperoleh jauh lebih besar daripada risiko bahaya radiasi yang ditimbulkan. Pasal 21 (1) Limitasi dosis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b harus mengacu pada Nilai Batas Dosis. (2) Nilai Batas Dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dilampaui. (3) Nilai Batas Dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk: a. personil; dan b. anggota masyarakat. Pasal 22 Nilai Batas Dosis untuk personil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf a tidak boleh melampaui: a.
dosis efektif sebesar 20 mSv (duapuluh milisievert) per tahun rata-rata selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
b.
dosis efektif sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun tertentu;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 15 c.
dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 150 mSv (seratus limapuluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dan
d.
dosis ekivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 mSv (lima ratus milisievert) dalam 1 (satu) tahun. Pasal 23
Nilai
Batas
Dosis
untuk
anggota
masyarakat
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf b tidak boleh melampaui: a.
dosis efektif sebesar 1 mSv (satu milisievert) dalam 1 (satu) tahun;
b.
dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv (limabelas milisievert) dalam 1 (satu) tahun; dan
c.
dosis ekivalen untuk kulit sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun. Pasal 24
Pemegang Izin, untuk memastikan agar Nilai Batas Dosis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) tidak terlampaui, harus: a.
melakukan pemantauan paparan radiasi dengan surveymeter;
b.
melakukan pemantauan dosis yang diterima personil dengan film badge atau TLD badge, dan dosimeter saku yang terkalibrasi; dan
c.
menyediakan perlengkapan Proteksi Radiasi. Pasal 25
Surveymeter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a.
respon energi yang sesuai dengan energi Peralatan Well Logging yang digunakan;
b.
rentang pengukuran yang cukup dengan tingkat radiasi yang diukur; dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 16 c.
terkalibrasi. Pasal 26
Perlengkapan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c, paling kurang meliputi: a.
kontener pengangkutan;
b.
tang penjepit bertangkai dengan panjang paling kurang 1 (satu) meter;
c.
lempeng Pb atau perisai radiasi lain yang setara dengan ukuran yang memadai; dan
d.
tanda radiasi. Pasal 27
(1) Penerapan optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c harus diupayakan agar personil dan anggota masyarakat menerima paparan radiasi serendah mungkin yang dapat dicapai. (2) Penerapan optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan proses pengambilan keputusan untuk mendapatkan skenario terbaik dan tindakan yang optimal dengan mempertimbangkan faktor teknologi, ekonomi, dan sosial. (3) Penerapan optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pembatas dosis untuk personil dan masyarakat. Pasal 28 (1) Pembatas dosis untuk personil dan anggota masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) tidak boleh melampaui Nilai Batas Dosis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 17 (2) Pembatas dosis untuk masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) tidak boleh melampaui 0,3 mSv (tiga per sepuluh milisievert) per tahun. (3) Pembatas dosis untuk personil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) ditetapkan oleh Pemegang Izin setelah mendapat persetujuan Kepala BAPETEN. (4) Pembatas Dosis untuk personil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan hasil evaluasi dosis maksimum individu selama setahun. (5) Pembatas dosis untuk personil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus di uraikan secara lengkap di dalam program Proteksi dan Keselamatan Radiasi. Pasal 29 (1) Pembatas dosis untuk personil yang telah ditetapkan dalam program Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) harus ditinjau ulang oleh Pemegang Izin secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (2) Hasil tinjauan ulang pembatas dosis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat lebih besar atau lebih kecil dari pembatas dosis
untuk
personil
yang
telah
ditetapkan
dengan
mempertimbangkan faktor beban kerja, perubahan prosedur, dan penerapan teknologi baru. (3) Hasil tinjauan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Kepala BAPETEN.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 18 Bagian Keempat Persyaratan Teknik Paragraf 1 Umum Pasal 30 Persyaratan teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c meliputi: a.
Peralatan Well Logging dan zat radioaktif;
b.
kontener pengangkutan;
c.
tanda radiasi dan label;
d.
tempat penyimpanan zat radioaktif;
e.
pengangkutan zat radioaktif; dan
f.
pengelolaan limbah radioaktif. Paragraf 2 Peralatan Well Logging dan Zat Radioaktif Pasal 31
Peralatan Well Logging dan zat radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a harus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal. Paragraf 3 Kontener Pengangkutan Pasal 32 Kontener pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b harus sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar lain yang tertelusur yang diterbitkan oleh pihak pabrikan atau laboratorium terakreditasi di negara asal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 19 Paragraf 4 Tanda Radiasi dan Label Pasal 33 (1) Kontener pengangkutan dan peralatan Well Logging yang berisi zat radioaktif harus diberi tanda radiasi dan label yang mudah dibaca, terlihat jelas, dan tidak mudah rusak. (2) Tanda radiasi dan label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala BAPETEN ini. Paragraf 5 Tempat Penyimpanan Zat Radioaktif Pasal 34 (1) Tempat penyimpanan zat radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d harus memenuhi persyaratan berikut: a. memperhitungkan jumlah zat radioaktif; b. di bawah pemantauan Petugas Proteksi Radiasi; c. diberi tanda radiasi yang jelas; dan d. tidak boleh berada di: 1. dekat bahan peledak, bahan yang mudah terbakar, dan bahan yang dapat menyebabkan karat; 2. daerah rawan banjir atau potensi bahaya lainnya yang dapat merusak tempat penyimpanan serta isinya; atau 3. dekat tempat umum atau tempat keramaian masyarakat. (2) Tempat penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bunker yang diberi pagar atau ruang tertutup. Pasal 35 (1) Dalam hal tempat penyimpanan berupa bunker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), paparan radiasi harus: a. kurang dari 10 µSv/jam (sepuluh mikrosievert per jam) pada permukaan di atas penutup; dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 20 b. kurang dari 0,5 µSv/jam (lima per sepuluh mikrosievert per jam) di sekitar tempat penyimpanan di luar pagar. (2) Dalam hal tempat penyimpanan berupa ruang tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), paparan radiasi pada dinding bagian luar dan pintu harus kurang dari 0,5 µSv/jam (lima per sepuluh mikrosievert per jam). Paragraf 6 Pengangkutan Zat Radioaktif Pasal 36 Pengangkutan zat radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf e harus memenuhi persyaratan Peraturan Perundangundangan. Paragraf 7 Pengelolaan Limbah Radioaktif Pasal 37 Pengelolaan limbah radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf f harus memenuhi persyaratan Peraturan Perundangundangan. Bagian Kelima Verifikasi Keselamatan Paragraf 1 Umum Pasal 38 (1) Verifikasi keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d harus dilaksanakan dengan menggunakan alat ukur yang terkalibrasi meliputi: a. pemantauan paparan radiasi; dan b. uji kebocoran zat radioaktif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 21 (2) Hasil verifikasi keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicatat di dalam logbook. Paragraf 2 Pemantauan Paparan Radiasi Pasal 39 (1) Pemantauan paparan radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a, yang dilakukan terhadap personil, harus sesuai prosedur yang ditetapkan oleh Pemegang Izin. (2) Pemantauan paparan radiasi di sekitar daerah kerja harus dilakukan secara periodik paling kurang 1 (satu) kali dalam 2 (dua) minggu oleh Petugas Proteksi Radiasi. Paragraf 3 Uji Kebocoran Zat Radioaktif Pasal 40 (1) Uji kebocoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf b harus dilakukan paling kurang sekali dalam 6 (enam) bulan. (2) Pengambilan sampel uji kebocoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Petugas Proteksi Radiasi. (3) Sampel uji kebocoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikirim ke dan dibaca oleh laboratorium yang terakreditasi untuk dievaluasi. Pasal 41 (1) Hasil evaluasi sampel uji kebocoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) harus disampaikan oleh Pemegang Izin kepada Kepala BAPETEN. (2) Dalam hal hasil evaluasi uji kebocoran melebihi 185 Bq (seratus delapanpuluh lima Bacquerel) atau 5 nCi (lima nano Curie), maka zat radioaktif dilarang digunakan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 22 Pasal 42 Pemegang Izin harus mengirim zat radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) ke: a.
negara asal; atau
b.
fasilitas pengelolaan limbah. BAB IV INTERVENSI Pasal 43
Pemegang Izin harus melakukan Intervensi terhadap Paparan Darurat berdasarkan rencana penanggulangan keadaan darurat. Pasal 44 Paparan Darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dapat diakibatkan oleh kejadian: a.
zat radioaktif hilang;
b.
Zat Radioaktif Terbungkus retak sehingga mengakibatkan kontaminasi;
c.
kebakaran
di
daerah
operasi
kerja
dan/atau
lokasi
penyimpanan zat radioaktif; d.
zat radioaktif tersangkut (stuck) atau tertinggal di dalam sumur bor pada saat kegiatan Well Logging; dan/atau
e.
zat radioaktif lepas saat dimasukkan atau dikeluarkan dari Peralatan Well Logging. Pasal 45
(1) Pemegang
Izin
harus
menetapkan
prosedur
rencana
keadaan
darurat
penanggulangan keadaan darurat. (2) Prosedur
rencana
penanggulangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang meliputi: a. kejadian dan Kecelakaan Radiasi yang dapat diprediksikan dan tindakan untuk mengatasinya;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 23 b. orang yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan kedaruratan; c. tanggung jawab tiap personil dalam prosedur kedaruratan; d. alat
dan
perlengkapan
untuk
melaksanakan
penanggulangan kedaruratan; e. pelatihan dan penyegaran secara periodik; f. sistem perekaman dan pelaporan; dan g. prosedur penanggulangan keadaan darurat atas kejadian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44. Pasal 46 (1) Dalam hal Zat Radioaktif Terbungkus sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 huruf d tertinggal di dalam sumur bor (well logging), maka selama upaya untuk memperoleh kembali Zat Radioaktif Terbungkus tersebut, Pemegang Izin bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) harus memantau secara terus menerus, dengan menggunakan alat deteksi radiasi yang sesuai atau Peralatan Well Logging dengan detektor radiasi terhadap sirkulasi cairan dalam lubang bor untuk memeriksa adanya kontaminasi sebagai akibat dari kerusakan Zat Radioaktif Terbungkus. (2) Dalam hal upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil, maka Pemegang Izin melalui Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) harus melaporkan posisi zat radioaktif ke: a. BPMIGAS dan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, untuk penggunaan Well Logging dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi; b. Direktorat Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi, untuk penggunaan Geophysical Logging dalam eksplorasi mineral dan batu bara.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 24 Pasal 47 Untuk melakukan pencegahan Kecelakaan Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf a, Pemegang Izin harus melaksanakan: a.
evaluasi mengenai kehandalan sistem keselamatan termasuk prosedur administrasi dan operasional, serta desain peralatan dan fasilitas ruangan; dan
b.
program pelatihan, perawatan, dan jaminan mutu yang meliputi pengalaman operasional dan pelajaran yang didapat dari setiap kejadian kecelakaan dan kesalahan. Pasal 48
(1) Pemegang Izin harus melaksanakan pencarian keterangan segera setelah Paparan Darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 yang diakibatkan Kecelakaan Radiasi. (2) Pencarian keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. perhitungan atau perkiraan dosis yang diterima; b. analisis penyebab kejadian; dan c. tindakan korektif yang diperlukan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa. (3) Dalam hal Pemegang Izin tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemegang Izin dapat meminta pihak lain yang berkompeten. BAB V REKAMAN DAN LAPORAN Pasal 49 (1) Pemegang Izin harus membuat, memelihara, dan menyimpan Rekaman yang terkait dengan Proteksi dan Keselamatan Radiasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 25 (2) Rekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. data inventarisasi Peralatan Well Logging; b. dosis yang diterima personil; c. hasil pemantauan paparan radiasi di tempat penyimpanan, pengangkutan, tempat kerja dan di daerah sekitarnya; d. hasil kalibrasi alat ukur radiasi; e. pencarian keterangan akibat Kecelakaan Radiasi; f. pelatihan yang memuat informasi mengenai nama personil yang memberi dan menerima pelatihan, tanggal dan jangka waktu pelatihan, topik yang diberikan, dan fotokopi sertifikat pelatihan atau surat keterangan; g. hasil pemantauan kesehatan personil; h. perawatan dan perbaikan Peralatan Well Logging; i. pengangkutan zat radioaktif; dan j.
pengelolaan limbah radioaktif. Pasal 50
Data inventarisasi Peralatan Well Logging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a meliputi: a.
data zat radioaktif;
b.
data spesifikasi teknik Peralatan Well Logging; dan
c.
keluar
masuknya
zat
radioaktif
dari
dan
ke
tempat
penyimpanan dan personil pelaksana, dicatat di dalam logbook. Pasal 51 (1) Laporan harus dibuat secara tertulis dan diserahkan oleh Pemegang Izin kepada Kepala BAPETEN. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.
laporan pelaksanaan program Proteksi dan Keselamatan Radiasi, dan verifikasi keselamatan; dan
b. laporan pencarian keterangan mengenai Paparan Darurat yang diakibatkan Kecelakaan Radiasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 26 Pasal 52 (1) Laporan pelaksanaan program Proteksi dan Keselamatan Radiasi, dan verifikasi keselamatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf a, paling kurang meliputi: a. data zat radioaktif; b. hasil pemantauan paparan radiasi; c. hasil pengujian kebocoran zat radioaktif; dan d. hasil perawatan peralatan Well Logging yang terkait dengan Keselamatan Radiasi. (2) Laporan mengenai program Proteksi dan Keselamatan Radiasi, dan verifikasi keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Kepala BAPETEN paling kurang sekali dalam setahun. Pasal 53 Laporan pencarian keterangan mengenai Paparan Darurat yang diakibatkan Kecelakaan Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b harus dilaporkan secara tertulis kepada Kepala BAPETEN paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah Kecelakaan Radiasi. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 54 Pada saat Peraturan Kepala BAPETEN ini mulai berlaku, Peraturan Kepala
BAPETEN
Nomor
09/Ka-BAPETEN/V-99
tentang
Ketentuan Keselamatan Radiasi dalam Penampangan Lubang Bor dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 27 Pasal 55 Peraturan Kepala BAPETEN ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Maret 2009 KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, ttd AS NATIO LASMAN
http://digilib.mercubuana.ac.id/
LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-2PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi tidak perlu disetujui oleh Kepala BAPETEN sebagaimana dokumen Juklak yang menjadi salah satu persyaratan izin dalam hal keselamatan radiasi. Oleh karena itu, Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi sangat terbuka untuk dikembangkan dan dimutakhirkan secara periodik sesuai situasi dan kondisi baik atas inisiatif pihak pengguna sendiri maupun berdasarkan masukan yang disampaikan oleh BAPETEN, antara lain melalui inspektur pada saat pelaksanaan inspeksi. Tujuan umum program Proteksi dan Keselamatan Radiasi adalah menunjukkan tanggung jawab manajemen untuk Proteksi dan Keselamatan Radiasi melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan, prosedur, dan susunan rencana organisasi yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko. Program Proteksi dan Keselamatan Radiasi tersebut disusun oleh Petugas Proteksi Radiasi dalam suatu dokumen, meliputi: BAB I.
PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Tujuan I.3. Ruang Lingkup I.4. Definisi
BAB II. ORGANISASI PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI II.1. Struktur Organisasi II.2. Tanggung Jawab II.3. Pelatihan BAB III. DESKRIPSI FASILITAS, PERALATAN WELL LOGGING, DAN PERLENGKAPAN PROTEKSI RADIASI III.1 Deskripsi Fasilitas III.2. Deskripsi Peralatan Well Logging III.3. Deskripsi Perlengkapan Proteksi Radiasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-3BAB IV. PROSEDUR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI IV.1.
Prosedur Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Operasi Normal IV.2.1. Prosedur Pengoperasian Peralatan Well Logging IV.2.2. Prosedur Proteksi dan Keselamatan Radiasi untuk Personil
IV.2.
Prosedur Intervensi dalam Keadaan Darurat
BAB V. REKAMAN DAN LAPORAN
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, ttd AS NATIO LASMAN
http://digilib.mercubuana.ac.id/
LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-2TANDA RADIASI Seluruh Peralatan Well Logging dan tempat peyimpanan zat radioaktif harus memiliki Tanda Radiasi/Trifoil, dengan ketentuan seperti berikut : 1).
bentuk seperti gambar di bawah, menyerupai baling-baling tiga daun, berwarna merah atau hitam pada petak dasar berwarna kuning;
2).
perbandingan jari-jari kelengkungan 1: 1,5 :5;
3).
memuat tulisan ”AWAS BAHAYA RADIASI”;
4).
tulisan berwarna merah atau hitam dengan huruf cetak, pada dasar kuning di bawah tanda gambar;
5).
dapat dilihat dengan jelas dan teridentifikasi pada jarak 1 (satu) meter; dan
6).
menempel secara permanen.
”AWAS BAHAYA RADIASI” Gambar tanda radiasi/Trifoil
KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, ttd AS NATIO LASMAN
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dipanda ng perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif;
Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang
Nomor
10
Tahun
1997
te ntang
Ketenaganukliran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3992); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara 3993);
MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
KESELAMATAN
-
2
-
-2BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pengangkutan zat radioaktif adalah pemindahan zat radioaktif dari suatu tempat ke tempat lain melalui jaringan lalu lintas umum, dengan menggunakan sarana angkutan darat, air atau udara. 2. Pengangkut adalah orang atau badan yang melakukan pengangkutan zat radioaktif. 3. Pembungkus adalah
perangkat
komponen
yang
diperlukan
untuk
mengungkung zat radioaktif sepenuhnya, dapat terdiri dari satu wadah atau lebih, bahan penyerap, kerangka, penahan radiasi, peralatan untuk mengisi dan mengosongkan, pengatur ventilasi dan tekanan, dan peralatan untuk pendinginan, pereda m goncangan, untuk pengangkutan dan pengokohan, untuk penahan panas, dan peralatan. 4. Bungkusan adalah pembungkus dengan isi zat radioaktif di dalamnya, yang disiapkan untuk diangkut. 5. Pengirim adalah orang atau badan yang menyiapkan pengiriman untuk pengangkutan zat radioaktif dan dinyatakan dalam dokumen pengangkutan. 6. Penerima adalah orang atau badan yang menerima zat radioaktif dari Pengirim dan dinyatakan dalam dokumen pengangkutan. 7. Kecelakaan radiasi adalah kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi, dan atau kontaminasi yang melampaui batas keselamatan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
3
-
-3 8. Tangki adalah kontener tangki, tangki portabel, kendaraan tangki, kereta tangki atau wadah dengan kapasitas tidak kurang dari 450 (empatratus limapuluh) liter untuk cairan, bubuk, butiran, bubur atau padatan yang semula dimuat sebagai gas atau cairan, dan kemudian menjadi padat, tidak kurang dari 1000 (seribu) liter untuk gas yang dimuat dan dikosongkan tanpa perlu dibongkar, mempunyai stabilisator dan pengokoh pada bagian luarnya, dan tetap dapat diangkat walaupun terisi penuh. 9. Badan Pengawas adalah badan yang bertugas melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir.
BAB II RUANG LINGKUP DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang keselamatan pengangkutan zat radioaktif yang meliputi perizinan, kewajiban dan tanggung jawab, pembungkusan, program proteksi radiasi, pelatihan, program jaminan kualitas, jenis dan batas aktivitas zat radioaktif, zat radioaktif dengan sifat bahaya lain, dan penanggulangan keadaan darurat. (2) Peraturan Pemerintah ini berlaku juga untuk pe ngangkutan bahan nuklir.
Pasal 3 (1) Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku untuk : a. pemindahan zat radioaktif di dalam suatu instalasi; b. zat radioaktif yang dipasang atau dimasukkan ke dalam tubuh manusia atau binatang hidup untuk dia gnosa dan atau terapi;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
4
-
-4 c. zat radioaktif yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sarana angkutan; d. zat radioaktif dalam bentuk barang atau produk konsumen; dan e. zat radioaktif yang berasal dari alam dala m ukuran tertentu. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 4 Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk menjamin keselamatan, keamanan, ketentraman, dan kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap harta benda dan lingkungan hidup selama pengangkutan zat radioaktif.
Pasal 5 (1) Untuk mencapai tujuan keselamatan pengangkutan zat radioaktif, Pengirim dan Penerima harus menerapkan prinsip : a.
zat radioaktif tidak keluar dari wadahnya baik dalam kondisi pengangkutan normal maupun dalam kondisi kecelakaan;
b.
paparan radiasi di luar bungkusan dalam batas aman;
c.
bahan nuklir dalam pengangkutan harus tetap dalam kondisi subkritis; dan
d.
panas yang ditimbulkan oleh zat radioaktif dapat dilepaskan secara sempurna.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
5
-
-5BAB III PERIZINAN Pasal 6 (1) Pengangkutan zat radioaktif hanya dapat dilakukan bila Pengirim dan Penerima zat radioaktif telah memiliki izin pemanfaatan tenaga nuklir dari Badan Pengawas. (2) Selain izin pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sebelum pengangkutan dilaksanakan, Pengirim harus terlebih dahulu mendapat persetujuan pengiriman dari Badan Pengawas. (3) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
BAB IV KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB Pasal 7 (1) Sebelum pelaksanaan pengangkutan Pengirim wajib: a. memberikan informasi yang lengkap dan benar secara tertulis kepada
Pengangkut tentang bungkusan, bahaya radiasi dan sifat bahaya lain yang mungkin terjadi, dan cara penanggulangannya; b. memberikan tanda, label, dan atau plakat pada kendaraan angkutan jalan
dan jalan rel; c. memberikan petunjuk secara tertulis kepada Pengangkut apabila tidak
mungkin menyerahkan bungkusan kepada Penerima; dan d. menyiapkan proteksi fisik selama pengangkutan bahan nuklir.
(2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c sekurang-kurangnya meliputi : a. pemberitahuan kepada Pengirim dan Badan Pengawas;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
6
-
-6 b. penyimpanan bungkusan di tempat yang aman; dan c. pengembalian bungkusan kepada Pengirim.
Pasal 8 Pengirim bertanggung jawab atas semua kerugian yang diderita Pengangkut dan atau pihak lain sebagai akibat dari tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a.
Pasal 9 Pengirim wajib memberikan kesempatan kepada Badan Pengawas untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan pengangkutan.
Pasal 10 Pengirim wajib segera memberitahukan kepada Penerima mengenai saat datangnya bungkusan di tempat tujuan.
Pasal 11 (1) Pengangkut bertanggung jawab atas keselamatan bungkusan yang diangkut sejak menerima dari Pengirim sampai saat penyerahan kepada Penerima, kecuali ditentukan lain dalam surat perjanjian pengangkutan. (2) Apabila terjadi kerusakan selama pengangkutan, Pengangkut harus memberitahukan kepada Badan Pengawas dan Pengirim, dan mengawasi akses ke bungkusan. (3) Dalam hal terjadi penyitaan oleh yang berwajib atau bungkusan hilang, Pengangkut harus melaporkan kepada Badan Pengawas dan Pengirim.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
7
-
-7Pasal 12 (1) Pada saat menerima bungkusan dari Pengangkut, Penerima harus memeriksa bungkusan dari kemungkinan terjadinya kerusakan atau kebocoran. (2) Dalam hal terjadi kerusakan dan atau kebocoran bungkusan, Penerima harus langsung melakukan pengukuran tingkat radiasi dan atau kontaminasi. (3) Hasil pengukuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilapor kan kepada Badan Pengawas dan Pengirim paling lama 5 (lima) hari sesudah dilakukan pengukuran. (4) Dalam hal kerusakan dan atau kebocoran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat menyebabkan bahaya radiasi dan atau kontaminasi, Penerima wajib melakukan tindakan pengamanan sesuai dengan cara penanggulangan yang tercantum dalam dokumen pengangkutan. (5) Tindakan pengamanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) harus dilaporkan kepada Badan Pengawas dan Pengirim paling lama 5 (lima) hari setelah dilakukan tindakan pengamanan. (6) Ketentuan sebagaimana tercantum dalam ayat (2) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 13 (1) Badan Pengawas wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan ayat (5). (2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa petunjuk yang perlu dilaksanakan Penerima dan atau pengarahan langsung di lapangan. (3) Dalam melaksanakan tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Badan Pengawas dapat meminta bantuan Badan Pelaksana dan atau instansi terkait lainnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
8
-
-8BAB V PEMBUNGKUSAN Pasal 14 (1) Pengirim harus melakukan pembungkusan sesuai dengan tipe dan kategori bungkusan. (2) Tipe bungkusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan pengujian bungkusan. (3) Pengujian bungkusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilakukan oleh laboratorium yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas. (4) Bungkusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang telah lolos uji diberikan sertifikat lolos uji. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 15 Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 tidak dilakukan terhadap bungkusan yang dikecualikan.
Pasal 16 (1) Setiap bungkusan yang masuk ke wilayah Republik Indonesia harus disertai dengan sertifikat bungkusan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang pada negara asal bungkusan. (2) Badan Pengawas dapat melakukan validasi atas sertifikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Ketentuan mengenai validasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
9
-
-9Pasal 17 Setiap bungkusan tidak boleh berisi barang-barang lain, kecuali dokumen yang diperlukan dalam pengangkutan dan peralatan untuk penanganan zat radioaktif.
Pasal 18 Pembungkusan zat radioaktif yang mempunyai sifat bahaya lain
harus
memperhatikan semua sifat bahan tersebut.
Pasal 19 (1) Setiap bungkusan yang akan diangkut harus disertai dengan dokumen pengangkutan dan diberi tanda, label, dan atau plakat yang jelas. (2) Dokumen pengangkutan harus diletakkan di bagian luar bungkusan dan menjadi satu kesatuan dengan bungkusan. (3) Dokumen pengangkutan, tanda, label, dan atau plakat pada bungkusan yang diangkut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 20 Setiap bungkusan yang akan diangkut tidak boleh terkontaminasi melebihi tingkat yang ditetapkan oleh Badan Pengawas.
BAB VI PROGRAM PROTEKSI RADIASI Pasal 21 Setiap pengangkutan zat radioaktif harus memenuhi Asas Proteksi Radiasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 10 -
- 10 Pasal 22 (1) Pengirim dalam melakukan pengangkutan bahan nuklir harus memenuhi persyaratan proteksi fisik. (2) Ketentuan seba gaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 23 (1) Pengangkut harus menempatkan bungkusan secara terpisah pada jarak aman dari petugas yang melaksanakan, tempat para pekerja dan anggota masyarakat, film fotografi yang belum diproses, dan atau bahan berbahaya dan beracun lainnya, selama pengangkutan, penyimpanan selama transit, dan penyimpanan sementara sebelum dan sesudah pengangkutan. (2) Jarak aman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 24 (1) Pemantauan dosis radiasi terhadap petugas pengangkut harus dilakukan sesuai dengan kondisi pengangkutan. (2) Ketentuan pemantauan dosis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 25 (1) Tangki yang telah digunakan untuk mengangkut zat radioaktif tidak boleh digunakan untuk menyimpan atau mengangkut barang lainnya, sebelum dinyatakan aman atau bebas kontaminasi.
(2) Kendaraan pengangkut dan peralatan yang digunakan secara terus menerus untuk mengangkut zat radioaktif harus dipantau secara berkala untuk menentukan tingkat kontaminasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 11 -
- 11 Pasal 26 (1) Pemeriksaan isi bungkusan selama pengangkutan oleh instansi yang berwenang hanya boleh dilakukan dengan peralatan tertentu dan dihadiri oleh atau atas petunjuk Petugas Proteksi Radiasi. (2) Bungkusan yang diperiksa oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dikembalikan pada keadaan semula, sebelum diteruskan kepada Penerima.
BAB VII PELATIHAN Pasal 27 (1) Pekerja yang secara rutin terlibat langsung dalam pengangkutan zat radioaktif harus mendapatkan pelatihan mengenai pengangkutan zat radioaktif . (2) Pelatihan sebagaimana dimaksud da lam ayat (1) adalah tanggung jawab Pengangkut. (3) Ketentuan tentang pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas. BAB VIII PROGRAM JAMINAN KUALITAS Pasal 28 (1) Pengirim dalam pengangkutan zat radioaktif dan bahan nuklir harus menyusun Program Jaminan Kualitas. (2) Program Jaminan Kualitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Badan Pengawas untuk disetujui.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 12 -
- 12 (3) Program
Jaminan Kualitas yang telah disetujui sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dilaksanakan oleh : a. Pengirim, selama tahap persiapan pengiriman sebelum diserahkan kepada
Pengangkut; dan b. Pengangkut, selama pengangkutan, penyimpanan selama transit, dan
penyimpanan sementara sebelum dan sesudah pengangkutan, sebelum diserahkan kepada Penerima. (4)
Program Jaminan Kualitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
BAB IX JENIS DAN BATAS AKTIVITAS ZAT RADIOAKTIF Pasal 29 (1) Jenis dan aktivitas zat radioaktif dalam suatu bungkusan tidak boleh melebihi batas yang ditentukan untuk tipe bungkusan. (2) Jenis dan aktivitas zat radioaktif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
BAB X ZAT RADIOAKTIF DENGAN SIFAT BAHAYA LAIN Pasal 30 Pengangkutan zat radioaktif yang mempunyai sifat bahaya lain harus memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan pengangkutan bahan berbahaya dan beracun (B3).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 13 -
- 13 BAB XI PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT Pasal 31 Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, Pengangkut wajib melaporkan kepada Badan Pengawas, Pengirim, pejabat yang berkepentingan, dan Penerima.
Pasal 32 (1) Apabila selama pengangkutan terjadi kecelakaan yang mengakibatkan bungkusan pecah, bocor atau rusak, petugas pengangkut harus mengisolasi tempat kejadian dengan pemagaran dan memberi tanda -tanda yang jelas. (2) Pengangkut wajib melaporkan terjadinya kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Badan Pengawas, Pengirim, dan atau Penerima. (3) Pengirim atau Penerima wajib mengirimkan Petugas Proteksi Radiasi sesegera mungkin setelah terjadi kecelakaan radiasi untuk memeriksa dan memimpin tindakan penanggulangan serta menyatakan bahwa daerah tersebut telah bebas dari bahaya radiasi. (4) Bungkusan de ngan tingkat kebocoran sebagai akibat dari kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang melebihi nilai batas yang ditetapkan oleh Badan Pengawas tidak boleh diteruskan pengirimannya sebelum diperbaiki dan didekontaminasi.
Pasal 33 Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan
Pasal 32 ayat
(2), apabila diperlukan Badan Pengawas dapat mengoordinasikan atau memimpin tindakan penanggulangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 14 -
- 14 BAB XII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 34 (1) Badan Pengawas memberikan peringatan tertulis kepada Pemegang Izin pemanfaatan tenaga nuklir yang melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (2), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12 ayat (1) sampai dengan ayat (5), Pasal 14 ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17, Pasal 19 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22, Pasal 25, Pasal 28 ayat (1) dan ayat (3) huruf a, Pasal 29 ayat (1), Pasal 30, dan Pasal 32 ayat (3) dan ayat (4) dalam Peraturan Pemerintah ini. (2) Jangka waktu peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 14 (empatbelas) hari sejak dikeluarkan peringatan. (3) Apabila peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dipatuhi diberikan peringatan terakhir selama 14 (empatbelas) hari sejak peringatan pertama berakhir. (4) Apabila peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tetap tidak dipatuhi, Badan Pengawas dapat membekukan izin selama 30 (tigapuluh) hari sejak perintah pembekuan dikeluarkan. (5) Apabila Pemegang izin tetap tidak mematuhi peringatan pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), izin dapat dicabut oleh Badan Pengawas.
Pasal 35 (1) Badan Pengawas dapat langsung membekukan izin pemanfaatan tenaga nuklir apabila selama proses pengangkutan zat radioaktif terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 12 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 14 ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pasal 17, Pasal 20,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 15 -
- 15 Pasal 29 ayat (1), Pasal 30,
Pasal 32 ayat (3) dan ayat (4) yang
menyebabkan bahaya radiasi bagi keselamatan pekerja,
masyarakat dan
lingkungan hidup. (2) Apabila dalam jangka waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak pembekuan izin, Pemegang Izin tetap tidak memenuhi ketentuan yang menjadi alasan pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Pengawas dapat mencabut izinnya.
BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 36 Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (1) dipidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, segala peraturan pelaksanaan yang lebih rendah dari Peraturan Pemerintah ini yang mengatur mengenai keselamatan pengangkutan zat radioaktif dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 38 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1975 (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3053), dinyatakan tidak berlaku.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
- 16 -
- 16 Pasal 39 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di
J a k a r t a
pada tanggal 13 Mei 2002 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di pada tanggal
J a k a r t a
13 Mei 2002
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 51
http://digilib.mercubuana.ac.id/