D.A.F.T.A.R I.S.I
KONTRIBUTOR Hario Wicaksono Alumni Geografi UI - Angkatan 2001
Ibnu Malik Mahasiswa Geografi UI - Angkatan 2004
Nuzul Achjar Dosen Fakultas Ekonomi UI
Triarko Nurlambang Dosen Geografi UI
Laju Gandharum PTISDA - BPPT
Dedi Priyanto Depok Tempo Dulu, Saat Ini, dan yang akan Datang
13 |
Menyambut
31 | Program Sarjana Tujuan pendidikan Geografi pada program sarjana (jenjang S1) adalah untuk memberikan bekal kepada para mahasiswa agar memahami penerapan perspektif regional dalam berbagai pengembangan wilayah, termasuk dalam hal penguasaan teknologi sistem informasi geografis (SIG) Bidang peminatan yang ditawarkan pada program sarjana adalah : geografi fisik, pengembangan wilayah, dan SIG dan Penginderaan Jauh (PJ). Pendidikan program sarjana di bidang geografi dapat diselesaikan dalam waktu 4 tahun dengan menempuh minimal 144 SKS
Kunjungan dan Kuliah Umum Prof Eric Sheppard dan Prof Helga Leitner
Program Magister Ilmu Geografi Penyelenggaraan pendidikan pada Program Magister Ilmu Geografi bertujuan untuk menghasilkan lulusan S2 (master degree) yang mampu melakukan, menerapkan, serta mengembangkan analisis keruangan (spatial analysis) untuk mengkaji berbagai aspek dalam perspektif regional. Kemampuan tersebut akan dibentuk melalui perpaduan antara metode ilmiah geografi dan penerapan teknologi SIG. Untuk itu, program ini mengembangkan dua bidang peminatan, yaitu : Perencanaan Wilayah (Regional Planning), dan Aplikasi SIG dan PJ (Applied GIS and RS).
Program Studi Magister Ilmu Geografi menyelenggarakan pendidikan dengan jumlah kredit minimal yang wajib ditempuh adalah 44 SKS terdiri dari 26 SKS mata kuliah wajib, 12 SKS mata kuliah pilihan (dari 22 SKS yang tersedia), dan 6 SKS tugas akhir (tesis). Persyaratan jumlah SKS tersebut dapat diselesaikan dalam 4 (empat) semester atau 2 (dua) tahun. Program Magister Ilmu Geografi ditujukan untuk para sarjana baru, pemerhati, pengamat, peneliti, praktisi, konsultan, dan anggota masyarakat lainnya yang berminat.
Alumni Geografi Menjadi Pembicara Acara
RESEARCH DAY SCENCE 1
st
| 1 CARNAVAL
3 | Perjalanan Ke Parakan Salak 7 | Paradaoks Dalam Pemanasan Global dan Perubahan Iklim 9 | Generalisasi Fitur Garis Ala Douglas Peuker
PENDAFTARAN INFORMASI Keterangan lebih lanjut dapat diperoleh di Departemen Geografi Gedung H FMIPA UI Depok 16424 Telp. 021-7270030, 78886680 Fax. 021-7270030 Website: http://www.geografi.ui.edu Email:
[email protected] [email protected]
Periode pendaftaran Program Sarjana dibuka satu kali setiap tahun dan Program Magister dua kali setiap tahun sesuai jadwal yang ditetapkan oleh Universitas Indonesia. Persyaratan dan formulir pendaftaran dapat diperoleh di Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru, Gedung Pelayanan Mahasiswa Terpadu Kampus UI Depok 16424. Telp. (021) 786 4126 Email:
[email protected]
10 | Pola Distribusi Beberapa Senyawa Kimia di Perairan Selat Sunda 23 | Pendidikan Geografi di`Indonesia 30 | Pelatihan GIS dan PJ Tingkat Dasar untuk Guru SMA
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
Universitas Indonesia
R E D A K S I
Kamarudin Litbang LEMPALHI
Djoko Harmantyo Dosen Geografi UI
Adi Wibowo Dosen Geografi UI
PENASEHAT Dr. Rokhmatuloh PIMPINAN REDAKSI Luthfil Khakim WAKIL PIMPINAN REDAKSI Hario Wicaksono REDAKSI Adi Wibowo, Iqbal Putut, Weling Suseno ADMINISTRARSI Ashadi Nobo ALAMAT REDAKSI Gd. Departemen Geografi, FMIPA Universitas Indonesia, Kampus UI Depok Telp. (021) 7721 0658, 702 4405 Fax. (021) 7721 0659 Diterbitkan oleh: FORUM GEOGRAFI UNIVERSITAS INDONESIA Redaksi menerima artikel / opinini / pendapat dan saran dari pembaca, utamanya yang berkaitan dengan masalah keruangan. Panjang artikel tidak lebih dari 3 halaman dengan spasi ganda. Kirimkan tulisan ke alamat redaksi atau email dengan disertakan nama, alamat lengkap, nomor telepon serta biografi
2 KAMPUSIANA
PERJALANAN 3
ALUMNI DEPARTEMEN GEOGRAFI MENJADI PEMBICARA ACARA RESEARCH DAY SCENCE 1st CARNAVAL
PERJALANAN KE PARAKAN SALAK Oleh : Ibnu Malik
Ada suatu kebanggaan tersendiri bagi saya pribadi, saya yang masih bergelar S1 disandingkan dengan para ilmuwan/peneliti hebat yang sudah bergelar Doktor (mudah-mudahan saya juga bisa menjadi Doktor bahkan Profesor, Amin). Sebenarnya menjadi pembicara di acara semacam ini bukanlah hal yang baru bagi saya. Sebelumnya di tahun 2007 saya pernah menjadi narasumber di acara Workshop Lingkungan Hidup yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta. Sasarannya adalah menimbulkan Hario saat menerima kenang-kenangan dari BEM FMIPA UI
awareness lingkungan hidup bagi para remaja. Sekian dari saya.
Pada tanggal 2 Desember 2008 yang lalu, saya menjadi pembicara di acara Research Day dalam rangst
kaian acara 1 Science Carnaval yang diselenggarakan oleh BEM FMIPA UI. Seminar ini dihadiri oleh mahasiswa program sarjana dan pasca sarjana FMIPA UI, bahkan mahasiswa dari Fakultas Teknik UI juga mengikuti seminar ini. Saya menjadi pembicara keempat memaparkan topik yang sudah tidak asing lagi, yakni mengenai Global Warming. Antusiasme pendengar terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan terkait dengan topik yang saya sampaikan. Selain saya ada tiga pembicara lainnya. Mereka adalah Dr. Jatna Supriyatna
Hario saat mempresentasikan karyanya
(Kembalikan Indonesia Sang Megabiodiversitas), Dr. Yahdiana Harahap (DNA Adduct sebagai Biomarker Deteksi Karsinogenesis), dan Dr. Soeranto Human (Shorgum Sebagai Sumber Energi Bioetanol Masa De-
nb: Jika ada yang berminat mengundang saya untuk jadi pembicara untuk target remaja bisa menghubungi UHGDNVLSURPRVLGLULEROHKGRQJKD[«
pan). Hario Wicaksono
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
Layaknya mahasiswa yang lain, setelah kuliah usai saya tidak langsung beranjak pulang ke rumah. Kami (angkatan 2004) yang sedang menjalani semester delapan berkumpul dulu di kantin bebi alias belakang departemen biologi. Meskipun semester delapan waktu itu udah ada yang skripsi, tapi masih banyak mahasiswa yang menyempatkan diri untuk bercengkrama dengan mahasiswa seangkatan yang masih ambil mata kuliah, alasannya simpel, momen-momen terakhir angkatan katanya. Ditengah bincang-bincang santai, beberapa diantara kita ada yang terbersit pengumuman yang ditempel di depan labsig [red: Laboratorium Sistem Informasi Geografis] beberapa waktu lalu tentang kegiatan penelitian panas bumi di Parakan Salak, Sukabumi. Awalnya sih ga ada yang tertarik, namun beberapa diantara kita ada yang kasih info kalo kegiatan survey nya dibayarin. Nah dari situ, saya (Ibnu Malik), Seno Bayu Aji, Dandhy Ratri Antoro, dan Arif Qulvan Rindes mulai tertarik, alasannya sederhana, kami suka kempangkemping, istilah camping senengseneng ala mahasiswa geografi.
Spontan kita menghadap mas Awe, panggilan akrab mas Adi Wibowo, untuk tahu info lebih lanjut tentang survey parakan salak. Kita langsung diinformasikan tentang alat kerja yang dibawa, seperti GPS, kompas, kertas lakmus & pH meter, botol sample, penjepit botol, barang -barang pribadi sebagai alat survive, dan yang paling penting adalah peta kerja. ³FDUD NHUMDQ\D JDPSDQJJDPSDQJ VXVDK NR«´ NDWD PDV DZH ³NDOLDQ FXPD FDUL ORNDVL kawah anjing, kawah citaman, dan kolam air panas. Ambil sampel dari masing-masing air, lumpur/ belerang, dan tanah, terus di-check pake pH meter, dan ga lupa di plot di-GPS & foto-IRWR«´ 0DV DZH melanjutkan. Setelah kita diskusi sebentar, waktu menunjukkan jam 3 sore, waktunya cari alat, bahan, dan barang-barang yang dibutuhkan, takut kesorean. Alhamdulillah alat udah lengkap. Besok siang tepatnya jam 3 pada tanggal 8 Pebruari 2008 kami berangkat bareng-bareng dari kost Arif. Perjalanan diawali dengan ngangkot ke depok baru, dilanjutkan ngebus ke arah sukabumi, kami turun di parung kuda, diakhiri dengan
angkot yang menuju lokasi dan tiba selepas isya. Sebelum ke rumah Pak Jejen, contact person di Parakan Salak, kami singgah dulu di mushalla sekitar, shalat, dan makan malam nasi padang yang udah dibungkus dari siang. Pak Jejen adalah warga Parakan Salak yang akan menemani perjalanan kami menyusuri hutan di sekitar kawah anjing, kawah citaman, dan kolam air panas. Malam itu juga Pak Jejen mendampingi kami menuju saung tempat kami istirahat yang berjarak kira-kira tiga kilometer dari kampung Parakan Salak. Saung sendiri adalah saung milik Pak Supriatna, seorang dosen geografi yang sedang melakukan kajian dalam project ini. Sampai di saung kami menghela hafas sebentar, ngopi-ngopi, sambil ngobrolngobrol sebelum tidur. Keesokan paginya setelah sarapan, kami bergegas berangkat ke lokasi survey. Lokasi pemantauan pertama yang kami lakukan adalah daerah kawah anjing, parakan salak. Terletak pada ±20 km ke arah utara desa parakan salak, sukabumi. Kami team Geografi ± Univesitas Indonesia melakukan perjalanan riset guna mengadakan pemantauan sumber daya mineral kawah di daerah tersebut. Lokasi ini terletak pada
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
OPINI 5
4
PEMBANGUNAN EKONOMI DAN INSTITUSI DI KEPULAUAN RIAU
06o ¶ ´ /6 GDQ o ¶ ´ %7 6HFDUD XPXP GDHUDK LQL dibagi tiga manifes wilayah manifes, yaitu kawah anjing, kawah citaman, dan kolam air panas. Manifes adalah sebuah bentukan yang dapat diamati pada permukaan tanah untuk dapat di kaji, potensi sumber daya mineral apa yang terkandung di dalamnya. Berjalan keutara menuju lokasi kawah anjing. Dari jarak 10 m baru tercium aroma belerang. Lereng disekitar curam. Arah hadapan lereng sangat beragam, walaupun didominasi ke arah tenggara. Tumbuhan didekat lokasi sudah mulai tumbang, beberapa sudah lapuk. Tumbuhan yag berada jauh lebih dari 0,5 m dari lokasi masih rimbun. Lokasi merupakan kolam lumpur panas. Tanah untuk berpijak sekitar lokasi juga sudah lembek dan hangat. Perjalanan dilakukan kearah barat laut. Untuk mencapai lokasi ini sangat sulit, karena berlereng curam dan tanah yang licin bercampur keringkihan terjatuh ke kolam lumpur panas. Lokasi berupa kolam lumpur panas mengeluarkan gas belerang lebih banyak, berjarak sekitar 15 m dari lokasi sebelumnya. Tanah yang panas dan tumbuhan disekitar sudah banyak yang tumbang dan banyak yang melapuk dapat digunakan untuk berpijak. Di sekitar lokasi ditemukan beberapa tanah yang berlubang mengeluarkan gas dan ada yang mengandung lumpur serta berbunyi letupan layaknya bedug dan hanya berjarak tidak lebih dari 2 m. Di sebelah barat merupakan titik terjauh dari jalur track yang dapat tim datangi. Manifes berupa kolam lumpur yang lebih besar, berbuih Hanya sedikit dikelilingi tumbuhan dan banyak sekali ranting -ranting tua yang lapuk dengan
Nuzul Achjar
B
suhu 60 oC dan pH 3. Meskipun hari terasa sejuk, tidak dapat dibohongi kalo perut sudah mulai keroncongan. Nasi yang kami masak pagi tadi sebelum berangkat, Nampak mempersilahkan kami untuk memakannya, kami berlima maka bersama dengan lauk seadanya. Setelah kenyang, kami berdiskusi sebentar untuk membuat strategi pada perjalanan selanjutnya supaya ga kemaleman. Perjalanan dilakukan ke arah barat daya menuju kawah citaman dengan waktu tempuh kurang lebih setengah jam dengan berjalan kaki. Jalur menuju Kolam lumpur yang awalnya tertutup jalan yang menuju lokasi ini akhirnya ditebas dan dibukakan oleh Pak Jejen yang sudah siap dengan goloknya. Kolam lumpur panas yang sedikit lebih besar dari pada kolam yang kami temukan di Kawah Anjing. Untuk dapat menghampiri manifes dibutuhkan ranting pohon sekitar yang tumbang. Di titik ini perkiraan suhu 70 o C dengan derajat keasaman lima.
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
terdapat manifes lain berupa kolam lumpur panas yang tidak berbunyi (meletup). Dengan perbedaan suhu 78 oC dan pH 2. Tujuan akhir perjalanan pada survey kali ini adalah kolam air panas. Dengan waktu tempuh kurang lebih 45 menit dari titik sebelumnya ke arah tenggara. Beberapa kali perjalanan harus memotong melintangi sungai. Baik yang mengalir periodik atau pun tidak. Sampai di kolam, kita bersih-bersih diri seadanya, mengingat perjalanan tadi menelusuri rawa-rawa. $KK«ZDNWXQ\D NHPEDOL NH VDXQJ pegal, lelah, senang karena bisa menghirup udara bersih gratis, semua jadi satu. Di saung, kami mengabadikan ekspresi kesempurnaan survey hari itu.
erbicara tentang perekonomian regional Kepulauan Riau, setidaknya ada dua hal yang sering dijadikan sebagai trade mark yaitu: pertama, tentang potensi ekonomi maritim, mengingat 96% wilayah Kepulauan Riau terdiri dari lautan. Kedua, tentang kekuatan ekonomi Kepulauan Riau yang bertumpu pada pulau Karimun, Bintan, dan Batam. Dua kabupaten dan dua kota yang berada di tiga pulau ini ditempati oleh 86.5% penduduk anak negeri. Bagian terbesar dari penciptaan produk domestik regional bruto (PDRB) Kepulauan Riau (tanpa minyak dan gas bumi) berasal dari segitiga Batam-Bintan- Karimun. Ditetapkannya Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun (BBK) makin memperjelas posisi tiga pulau ini sebagai pilar kekuatan ekonomi Kepulauan Riau melalui investasi dan ekspor. Perbincangan tentang prospek perekonomian Kepulauan Riau akan mempunyai keterbatasan tersendiri jika semata didekati dengan perspektif HNRQRPL ³QHRNODVLN´ 0HQXUXW SHQGHNDWDQ LQL pertumbuhan ekonomi serta pemerataan hasil pembangunan ekonomi dapat dicapai jika faktor produksi yaitu tenaga kerja dan modal untuk investasi dapat bergerak menuju daerah tertentu jika memperoleh upah dan pendapatan modal yang lebih besar. Untuk itu diperlukan berbagai infrastruktur fisik dan sarana transportasi yang efisien. Jika prasyarat infrastruktur ekonomi telah tersedia serta mekanisme pasar telah bekerja, adakah jaminan bahwa investasi dan tenaga kerja otomatis akan mengalir masuk, kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi daerah?
Ekonomi Kelembagaan Sejarah pembangunan ekonomi di banyak negara menunjukkan bahwa kalaupun pertumbuhan ekonomi didorong oleh investasi dan ekspor, dibalik itu terdapat prasyarat yang tidak terungkap di dalam pendekatan ekonomi neoklasik, yaitu peranan institusi. Pertumbuhan ekonomi tinggi di negara-negara yang SHUQDK GLMXOXNL ³PDFDQ $VLD´ VHSHUWL 6LQJDSXUD Hongkong, Korea dan Taiwan tidaklah berdiri sendiri karena didukung oleh institusi yang kuat. Demikian juga halnya dengan keajaiban ekonomi Cina yang bertumbuh atas 8% selama belasan tahun terakhir.
Peranan institusi dalam pertumbuhan ekonomi dikemukakan antara lain oleh Douglas North ± salah seorang pemenang hadiah Nobel Ilmu Ekonomi. Institusi diartikan sebagai setiap bentuk atau hal yang membatasi perilaku manusia dalam berinteraksi, seperti norma sosial, keyakinan dan sistem nilai yang disepakati masyarakat. Insitusi berbeda pengertiannya dengan organisasi. Bank adalah sebuah organisasi, bukan institusi. Sistem perbankan adalah hasil dari sistem institusi yang membuat regulasi dan peraturan yang terkait dengan sistem finansial. Institusi pemerintah dibutuhkan untuk menyediakan barang publik termasuk infrastruktur. Institusi pasar modal dimaksudkan untuk memberi jaminan terhadap uang yang diinvestasikan oleh masyarakat. Bagaimanakah sesungguhnya hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan institusi? Dalam Ekonomi Kelembagaan, institusi berperan untuk mengurangi biaya transaksi (transaction cost) dan biaya informasi. Biaya transaksi dapat ditimbulkan oleh birokrasi maupun masyarakat. Birokrasi yang berbelit-belit, korup, dan menyusahkan menimbulkan biaya transaksi tinggi sehingga mengurangi efisiensi pergerakan roda perekonomian. Tingginya biaya transaksi dan biaya informasi dapat juga terjadi jika modal sosial (social capital) masyarakat rendah, seperti tiadanya rasa saling percaya, buruknya hubungan antar kelompok masyarakat, ataupun tingginya tingkat kriminalitas. Dalam konteks institusi, sebagai provinsi yang baru berkembang dengan basis ekonomi maritim serta VWUDWHJL ³export-led´ GDQ ³investment driven´ melalui FTZ-BBK, pelajaran apa yang dapat dipetik oleh Kepulauan Riau dari kelemahan ataupun kegagalan yang terjadi di berbagai daerah lain di Indonesia dalam mengembangkan perekonomian regional? Pertama adalah terus meningkatkan semangat kewirausahaan masyarakat, dan kedua adalah peningkatan ataupun revitalisasi modal sosial yang sudah ada. Kepulauan Riau terdiri gugusan ratusan klaster (kelompok) pulau-pulau kecil dan sedang, mulai dari ujung utara Natuna, ke arah barat daya menuju Anambas, Bintan, Batam, Karimun, hingga ke ujung bagian selatan di Kepulauan Lingga. Kondisi ini membuat kedekatan geografis menjadi sangat bervariasi. Haruslah diakui bahwa upaya untuk
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
OPINI 7
6 meningkatkan kemakmuran masyarakat kepulauan bukanlah perkara mudah. Di balik kendala geografis, masyarakat Kepulauan Riau sesungguhnya masih memiliki modal sosial yang diikat oleh akar dari budaya Melayu. Saling percaya (trust), semangat saling membantu masih dapat kita harapkan sebagai salah satu modal dasar bagi pengembangan ekonomi daerah. Namun modal sosial ternyata tidak cukup untuk dapat mengantar masyarakat Kepulauan Riau menuju kemakmuran tanpa memiliki sikap kewirausahaan (entrepreneurship). Jika mengambil sedikit catatan tentang sejarah peradaban masyarakat Melayu, kemajuan ekonomi masyarakat Melayu semenanjung saat ini tidak dapat dilepaskan dari kekuatan institusi, tidak hanya institusi pemerintah tetapi juga institusi kemasyarakatan yang semuanya mendorong terjadinya transformasi nilai sosial tanpa harus kehilangan jati diri budaya Melayu yang bermarwah. Catatan sejarah juga menunjukkan bahwa daerah Melayu Kepulauan Riau suatu ketika pernah menjadi pusat kebudayaan dan peradaban, bahkan pusat kegiatan ekonomi pada zamannya. Catatan sejarah ini sekaligus menunjukkan bahwa transformasi nilai sosial masyarakat Melayu bukanlah sesuatu yang tidak mungkin melalui kekuatan institusi. Restorasi Meiji di Jepang pada akhir abad 19 adalah sebuah transformasi institusi menuju nilai baru masyarakat Jepang dari era feodalistik menuju modernisasi tanpa harus meninggalkan nilai luhur yang diyakini masyarakat Jepang. Kemajuan ekonomi Jepang saat ini tidak terlepas dari transformasi institusi Jepang pada era Meiji. Banyak indikator yang dapat kita lihat untuk mengukur tingkat kewirausahaan masyarakat, antara lain berapa banyak muncul tokoh-tokoh lokal yang berhasil mengembangkan usaha, di bidang pertanian, perikanan, industri dan jasa, tanpa terlalu tergantung kepada anggaran pemerintah. Penguatan peranan masyarakat madani (civil society) adalah bagian dari penguatan institusi. Dari kelompok inilah diharapkan muncul kelas menengah yang terdidik, mandiri, serta secara kreatif memberikan terobosan untuk mengembangkan usaha, yang dapat dimulai dari usaha kecil dan menengah. Masyarakat madani tidak hanya sekedar mitra pemerintah daerah dalam memberikan gagasan bagi terlaksananya tata kepemerintahan yang baik (good governance), tetapi juga mitra pemerintah untuk memberikan solusi bagi penciptaan lapangan kerja antara lain melalui pengelolaan sumber daya maritim.
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
Kepulauan Riau sebagaimana provinsi lain perlu mengantisipasi tingkat partisipasi angkatan kerja yang terus bertambah, lulusan sekolah umum dan pendidikan tinggi yang membutuhkan lapangan kerja baru, yang tentu saja tidak dapat sepenuhnya dipenuhi oleh pemerintah daerah. Pelaksanaan Lomba Karya Ilmiah Remaja pertama yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kepulauan Riau 2009 berapa waktu lalu serta pelatihan kewirausahaan, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan upaya awal yang sangat positp untuk meningkatkan peranan institusi di Kepulauan Riau yang perlu mendapat dukungan masyarakat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Kehadiran pendidikan tinggi seperti halnya dengan Universitas Maritim Raja Ali Haji, bersamasama dengan perguruan tinggi lainnya di Kepulauan Riau juga merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat pengembangan institusi sekaligus diharapkan menjadi salah satu motor penggerak transformasi nilai-niali positip bagi pembangunan daerah tanpa harus tercabut dari budaya Melayu. Melalui institusi inilah diharapkan keluar pemikiranpemikiran alternatif, di luar arus kuat (mainstream) yang ternyata tidak begitu relevan jika digunakan untuk mengatasi persoalan ketimpangan pembangunan antar daerah di Kepulauan Riau.
PARADOKS DALAM PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM (Tinjauan Geografi Ekonomi Politik) Triarko Nurlambang Pusat Penelitian Geografi Terapan UI Mahasiswa S3 Ilmu Administrasi FISIP UI
[email protected]
Histeria Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Kontrovesi Pemanasan Global dan Perubahan Iklim terus berlangsung sampai bahkan setelah berlangsungnya pertemuan tingkat tinggi tentang Pemanasan Global dan Perubahan Iklim di Bali bulan Desember 2007. Disatu sisi ada kelompok yang menerima dan meyakini Pemanasan Global dan Perubahan Iklim sedang melanda dunia dan menciptakan hysteria global. Kelompok ini banyak didukung oleh berbagai temuan ilmiah dan publikasi yang gencar sehingga dapat menciptakan kecenderungan opini masyarakat dunia. Media umumnya mendukung gerakan ini karena memiliki news value yang tinggi khususnya jika dihadapkan dengan politik elit dunia, khususnya dari Negaranegara maju. Gerakan ini memuncak saat Al Gore, GHQJDQ NDU\D GRNXPHQ SRSXOHUQ\D µ$Q ,QFRQYLQLHQW 7UXWK¶ PHQHULPD KDGLDK 1REHO WDKXQ GDQ terakhir majalah Time edisi akhir Oktober 2007 PHQJHOXDUNDQ WDMXN µ+HURHV RI WKH (QYLURQPHQW¶ dimana ada Al Gore dan Barnabas Saebu. Disisi lain ada juga gerakan yang skala arusnya relative lebih kecil namun juga aktif membantah terjadinya Pemanasan Global dan Perubahan Iklim sebagai satu kejadian yang dinilai luar biasa. Ada politikus dan sejumah ilmuwan yang menjelaskan bahwa kejadian ini dinilai normalnormal saja ini, diantaranya adalah Greg Jones, seorang geograf dari the Oregon University. Video presentasi Greg Jones ini dapat disaksikan di web yang semakin SRSXOHU \DLWX ³
secara alamiah maka kejadian alam seperti gunung meletus yang berkekuatan besar dapat pula pada satu tataran tertentu dapat secara ekstrim mengubah iklim dunia. Diantara argumentasinya adalah peristiwa gunung meletus Tambora dan gunung di Sumatera Utara yang telah menciptakan danau Toba serta berdasarkan studi ilmiah yang cukup lama dan intensif membuktikan sebagai penyebab terjadinya pendinginan global (sampai dibanyak tempat di dunia turun salju). Video dokumentasi kegiatan ilmiah ini dapat disaksikan dalam seri documenter the National Geography. Hal ini bisa jadi relevan dengan rangkaian berbagai aktifitas vulkanik di Indonesia akhir-akhir ini, mulai dari gunung di gunung pulau Sulawesi, pulau Jawa dan pulau Sumatera dimana kejadian geologis ini berkaitan dengan kejadian Tsunami Aceh sebagai satu rangkaian dalam satu lempeng. Yang telah banyak diketahui secara luas adalah bahwa fenomena alam ini merupakan gejala yang wajar seperti yang telah terjadi selama berjuta tahun umur bumi ini. Repotnya pendapat yang bertentangan dengan arus opini Pemanasan Global sering dikonotasikan berafiliasi dengan kepentingan politik George Bush dan kawan-kawannya dari Negara-negara kaya atau nagera industri. Padahal dalam sejarah pengembangan ilmu pengetahuan, situasi paradoksial ini merupakan pertanda terjadi lompatan ilmu pengetahuan baru. Artinya bukan sekedar memantabkan perbedaan pendapat saja dan mencari satu kebenaran ilmiah, yang terkadang semu, tapi sudah merambah menjadi satu arus kepentingan ekonomi politik kelompok tertentu. Tanpa sadar kita telah terbuai oleh informasi dan pengetahuan yang masih berkembang menuju kebenaran yang hakiki.
Negara-negara Penyumbang Utama Pemanasan Global dan Iklim Satu hal yang disepakati oleh kedua kutub pendapat di atas adalah semakin besarnya intervensi manusia dalam menyumbang intensitas perubahan struktur dan
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
GEOSAINS 9
8 substansi alam ini. Secara Negara, dari berbagai laporan ilmiah maupun laporan proyek sejumlah lembaga dunia menyebutkan ada tiga Negara utama penyumbang emisi dan konsumsi energi terbesar di dunia, yaitu berturut-turut adalah Amerika Serikat, China dan India. Jika ketiganya dikumpulkan maka diperkirakan mencapai total hampir 50% total dunia. Jika ditinjau dari perspektif ruang maka kawasan Asia-Pacific adalah daerah µKRW¶ EDJL DQFDPDQ GDPSDN QHJDWLYH dari Pemanasan Global ini. Sementara itu posisi Negara-negara yang alamnya memiliki potensi untuk menyeimbangkan dampak ini ada di bagian tropis dunia, khususnya Indonesia dan Brazil yang memiliki hutan tropis basah dengan kekayaan biodiversitas yang terbaik di dunia. Ironisnya hutan Di Indonesia mengalami laju deforestasi yang tinggi. Hanya pendapat ini perlu diklarifikasi lebih lanjut dalam skala dampak ke ruangannya, apakah dalam skala ruang yang terbatas (local) atau regional atau global?
Sistem Dinamis dan EkonomiPolitik Geografi Secara alamiah peristiwa Pemanasan Global telah membawa kita untuk tidak dapat menghindari cara berpikir system dinamis dan sekaligus implikasinya secara ekonomi politik. Pola pemikiran ini telah dikembangkan secara menarik dalam berbagai konteks, misalnya dalam bukunya Korten (2007) yang PHQFHULWDNDQ EDKZD µ.HUDMDDQ %LVQLV Global akan berganti dengan State of (DUWK¶GDQKDOVDPDMXJDGLWXOLVGHQJDQ makna yang sama dalam buku ³0DQDJHPHQW;;´ \DQJGLWX lis oleh eks pejabat Siemen. Cara berpikir semacam ini pada dasarnya adalah tradisi berpikir dalam ilmu geografi.
0XODL GDUL NRQVHS µHQYLURQPHQWDO GHWHUPLQLVP¶ Q\D (OOVZRWK +XWLQJ ton diawal abad 20 sampai dengan sejumlah ahli geografi saat ini yang berpikir secara post-modern dan PHQJDGRSVL SHPLNLUDQ ³7HRUL .UL WLV´Q\D +DEHUPDV VHSHUWL *UHJ Jones di atas maupun Edward de Soja dan lainnya.
Pemanasan Global dan Perubahan Iklim ini dari sisi dampak keruangannya bisa dikritisi dengan pertanyaan entitas pengaruh keruangannya apakah skala local, regional atau global? Seperti juga perkembangan pengetahuan mengenai dampak lingkunganpun saat ini sudah dikembangkan untuk diantisipasi dalam tataran strategis dan pada skala minimal regional yang dikenal dengan konsep Strategic Environmental Assessment (SEA) sebagai antisipasi dari Evaluasi Lingkungan yang tidak lagi cukup dengan mengkaji dampak lingkungan dalam entitas proyek saja, yaitu Analisa Dampak Lingkungan atau Environmental Impact Assessment (AMDAL/ EIA). SEA ini dikembangkan secara intensif dalam prepspektif multi disiplin, oleh ahli Biologi Rob Verheem dari Belanda, ahli Planologi Maria Partidario dari Portugal, dan ahli geografi Bryan Sadlers dari Kanada. SEA ini sudah diimplikasikan secara luas di berbagai yaitu Uni Eropah, sejumlah Negara Afrika, Asia Selatan dan Timur serta Asia Tenggara termasuk Indonesia yang sedang dalam proses pengembangan. Yang terakhir sangat relevan dengan fenomena Pemanasan Global ini dan Perubahan Iklim dampaknya tidak kenal batas administrasi dan pragmatis pendekatan sektoral serta tidak hanya sebatas area pengaruh sebuah proyek. Namun dalam kenyataannya untuk mengatasi masalah ini tetap diperlukan dengan kesadaran proses ekonomi politik dimana semestinya basis kedaulatan lah yang menjadi pegangan utama karena mereka mempunyai hak sebagai konstituen pada pengambil keputusan dalam tataran entitas ruang yang bersangkutan bukan hanya kalangan elit yang cenderung berorientasi NHSHQWLQJDQ µSDVDU ELVQLV¶Q\D VHPDWD (baca: para politikus, birokrat dan pengusaha besar). Mungkin dalam situasi ini pendekatan public choice lebih mengena untuk menjamin hak
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
public dapat terakomodir dengan tepat. Oleh karena itu penetapan kompensasi 5-20 US$ untuk satu hektar hutan atau setara dengan kira-kira Rp 5,- - Rp 20,untuk 1m2 hutan perlu dikritisi lebih lanjut. Apakah dengan angka sekian (kecil) itu hak hidup konstituen sudah dapat dijamin keberlangsungannya? Apakah ketetapan ini justru memberi peluang bagi pengusaha besar memperoleh legitimasi penguasaan terhadap lahan yang luas dan memperlakukannya sesuai kebutuhan rasional bisnisnya? Apakah memang sekian (kecil) nilai bangsa Indonesia dan bisa dikompensi oleh bangsa atau negara lain yang lebih memperoleh manfaatnya daripada resikonya. Kelihatan pemikiran zero-sum nya Adam Smith ini harus diganti dengan positive-sum. Bagaimana menghitung positive-sum ini? Memang sangat kompleks tetapi akan bisa lebih sederhana jika kita memahaminya bahwa apapun kejadian atau perlakuan terhadap alam di dunia ini akan menimbulkan konsekuensi system dinamis geografi dalam menetapkan entitas system dampak yang ditimbulkan dan juga implikasi ekonomi-politik untuk pembuatan keputusan yang mengarah pada orientasi kepentingan public di wilayah yang bersangkutan bukan sekedar untuk kalangan elite yang terbatas. Jangan sampai dengan salah memutuskan kesepakatan Pertemuan Tingkat Tinggi Bali akan bermunculan free-riders yang EHUWHSXN WDQJDQ DWDV KDVLO ¶QDwI¶ Pertemuan tersebut , seperti nasib Kyoto Protocol karena mereka (khususnya para rent-seekers) yang akan memperoleh manfaat lebih banyak tidak sudi meratifikasi sementara pihak lain justru dituntut menanggung resikonya.
GENERALISASI FITUR GARIS ALA DOUGLAS-PEUKER Laju Gandharum
Generalisasi secara umum bisa disebut penyederhanaan. Dalam kaitannya dengan data spasial generalisasi bisa diartiNDQ VHEDJDL ¶SHQJKDSXVDQ¶ NHGHWDLODQ GDWD GHQJDQ WXMXDQ agar prosesing data dan penampilan data lebih cepat pada skala yang lebih kecil. Katakan kita mempunyai peta batas pantai sekala 1:350.000 hasil digitasi namun kita ingin menampilkannya (dicetak kembali) ke sekala 1:1.000.000. Apa yang akan nampak pada hasil cetakannya? Tentunya garis-garis sungai ini akan nampak campur aduk (tidak karuan). Tidak enak di pandang mata.
Generalisasi Garis Bekerja
Algoritma ini bekerja garis demi garis berdasarkan nilai toleransi yang telah ditentukan. Algoritma ini mulai bekerja dengan menghubungkan titik awal dengan titik akhir dari sebuah segmen garis (gambar 2; garis merah mengubungkan node A dan B). Garis peghubung ini bisa disebut garis ¶WUHQG¶. Setelah itu algoritma menghitung masing-masing jarak tegak lurus dari tiap vertex ke garis trend. Jarak-jarak tadi lalu dibandingkan satu dengan yang lainnya di cari yang paling jauh jaraknya (gambar 2, lihat garis imajiner biru). Jika jarak terbesar ini melebihi dari nilai toleleransi (nilai toleransi ditentukan sebelum algoritma dijalankan) maka vertex yang mempuyai jarak terbesar tadi (vertex C) dijadikan sebagai titik baru (titik antara), penghubung ke titik awal dan akhir garis (A, B). Garis trend baru pun selanjutnya terbentuk (gambar 3, garis A ± C, C ± B).
Untuk mengatasinya perlu dilakukan proses generalisasi data, yakni menyederhanakan bentuk lekuk garis pantai (menguranginya). Seperti diketahui garis pantai dalam data GIS berupa garis yang dibentuk dari gabungan titik-titik yang saling berhubungan. Makin meliuk-liuk garis pantai berarti makin banyak titik-titik yang membentuk-nya. Sebuah garis (arc) di susun berdasar node dan vertex (gambar 1).
Setelah garis trend baru terbentuk algoritma melanjutkan proses serupa untuk mencari vertex-vertex berikutnya yang mempunyai jarak terjauh, untuk kemudian akan dijadikan sebagai titik penghunbung baru sehingga akan terbentuk garis-garis trend baru berikutnya. Proses ini berjalan terus menerus hingga tidak ada satupun vertex yang jarak tegak lurusnya ke garis trend melebihi nilai toleransi. Vertex-vertex antara yang jaraknya dibawah nilai toleransi dihapus. Yang tersisa akhirnya, garis trend-trend tadi yang merupakan garis hasil penyerderhanaan (gambar 5).
Lantas bagaimana caranya meng-generalisasi bentuk garis di atas biar kelihatan simpel? Untuk melakukannya algoritma Douglas-Peuker (1973) bisa digunakan..
6HODLQDOJRULWPDLQLDGDDOJRULWPDODLQ\DNQLDOJRULWPDµ%HQG -VLPSOLI\¶ 8QWXN PHQFRED-nya silakan gunakan ArcGIS > $UF7RRO%R[!'DWD0DQDJHPHQW!¶Simplify Line¶
Peta dengan skala yang berbeda
(Sumber: Introduction to GIS 4th edition, pengarang: Khang-Tsung Chang, McGrawHill ± 2008)
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
10 FOKUS
11 POLA DISTRIBUSI BEBERAPA SENYAWA KIMIA DI PERAIRAN SELAT SUNDA
Kadar Beberapa Parameter Kimia di Perairan Selat Sunda pada November 2008.
Dedi Priyanto; Harfiandri Damanhuri, M Tri Hartanto; Prima Ardiyanto; Tuti Afridanelly
Tanggal 25 November ± 03 Desember 2008, saya PHQJLNXWL³3HOD\DUDQ.HEDQJVDDQ,OPXDQ0XGD´\DQJ diadakan atas kerjasama Direktorat Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS dan Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Wilayah penelitian terletak di perairan selat sunda dengan menggunakan KR (Kapal Riset) Barunan Jaya VIII, kapal milik LIPI ini merupakan kapal riset terbaik di Indonesia bahkan di Asia Tenggara dengan perlaengkapan standar internasional yang dibuat di Norwegia pada tahun pada tahun 1998. Kapal ini dirancang untuk penelelitian oseanografi. Namun, saya sendiri masuk kedalam tim kimia oseano dari beberapa tim lainnya seperti tim fisika oseano, tim plankton, tim mikrobiologi dan tim geologi. Alat yang dipakai yaitu CTD (Conductfity, Temperature and Depth), piston core, rosett sampler, Jarring NORPAC, dan gravity core.
10 m dan dekat lapisan dasar. Sampel air ditempatkan dalam botol polyetilen (fospat dan nitrat) yang kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring millipore 0,45 μm. Sedangkan untuk oksigen terlarut ditempatkan dalam botol kaca. Jumlah stasiun yang diamati sebanyak 10 stasiun.
Oksigen (ml/l)
Derajat keasaman (pH)
Berikut adalah adalah gambaran umum hasil penelitian dari tim kimia :
NO3 (μg A /l) 0,32 ± 4,68
0
4,27 ± 4,91
8,06 ± 8,34
0,08 ± 0,53
3,77 ± 4,58
8,10 ± 8,36
0,08 ± 0,53
0,21 ± 5,35
Dasar
1,39 ± 4,83
7,81 ± 8,35
0,21 ± 1,36
0,16 ± 20,22
Kadar oksigen terlarut pada dilapisan permukaan di perairan Selat Sunda pada bulan Nopember 2008 (Musim Barat) minimum terdapat pada stasiun 1 sebesar 4,27 ml/l dan maksimum 4,91 ml/l ditemukan pada stasiun 10. Pada kedalaman 10 meter ditemukan kadar oksigen terlarut minimum di stasiun 5 sebesar 3,77 ml/l dan maksimum di stasiun 1 sebesar 4,58 ml/l.
-5.8
-5.8
-6
-6
-6.2
-6.2
-6.4
-6.4
-6.6
-6.6
Gambar : Sebaran permukaan (surface) konsentrasi oksigen terlarut pada kedalaman 0 m dan 10 m
105.4
105.6
105.8
105.4
106
3.8 3.85 3.9 3.95
4.25 4.3 4.35 4.4 4.45 4.5 4.55 4.6 4.65 4.7 4.75 4.8 4.85 4.9 4.95
105.6
4
105.8
106
4.05 4.1 4.15 4.2 4.25 4.3 4.35 4.4 4.45 4.5 4.55
DO (ml/L) kedalaman 10 meter
DO (ml/L) kedalaman 0 meter
L.
-5.5
PO4 (μg A /l)
10
Oksigen terlarut Kadar oksigen terlarut diukur dengan menggunakan metode titrasi Winkler dalam buku US Navy Hydrografic Office (1959), Derajat keasaman (pH) diukur secara insitu dengan pH meter merk testr 20, sedangkan kadar zat hara fosfat dan nitrat diukur dengan menggunakan spektrofotometer, pada panjang gelombang 885 nm untuk fosfat dan 543 nm untuk nitrat (STRICKLAN dan PARSON, 1972). Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak Surfer 8.0 untuk menampilkan sebaran permukaan (surface) pada kedalaman 0 m dan 10 m.
Untuk kimia oseanografi sendiri. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel air adalah rossete sampler yang dilengkapi dengan botol Niskin dan CTD (Conductfity, Temperature and Depth) pada tiga lapisan kedalaman, yaitu kedalaman 0 m (permukaan),
J a w
pH
a
a
gk an m Se
L T.
T.
m p u
-5.7
n
a
g
1 10
4
3
SU ND A
-5.9
-6.1
5
2
6
LA T
9
-6.3
Derajat keasaman (pH) pada lapisan permukaan di perairan Selat Sunda pada bulan Nopember 2008 (Musim Barat) minimum terdapat pada stasiun 5 sebesar 7,81 dan maksimum 8,36 ditemukan pada stasiun 1. Pada kedalaman 10 meter ditemukan derajat keasaman (pH) minimum di stasiun 8 sebesar 8,10 dan maksimum di stasiun 1 sebesar 8,36.
-5.8
-5.8
-6
-6
-6.2
-6.2
-6.4
-6.4
7
SE
Latitude
Lapisan (meter)
Gambar : Sebaran permukaan (surface) konsentrasi pH pada kedalaman 0 m dan 10 m
-6.5
8 -6.7
-6.6
-6.6
105.4
105.6
105.8
106
105.4
8.06 8.08 8.1 8.12 8.14 8.16 8.18 8.2 8.22 8.24 8.26 8.28 8.3 8.32 8.34
SAMUDERA HINDIA
pH kedalaman 0 m
8.1
8.12 8.14 8.16 8.18
105.6
8.2
105.8
8.22 8.24 8.26 8.28
106
8.3
8.32 8.34 8.36
pH kedalaman 10 m
-6.9 104.2
104.4
104.6
104.8
105
105.2
105.4
105.6
105.8
106
Longitude
Gambar : Lokasi stasiun oseanografi di perairan Selat Sunda, Nopember 2008.
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
12
DEPOK TEMPO DULU, SAAT INI DAN YANG AKAN DATANG
Nitrat Hasil pengamatan dari 10 stasiun dan kedalaman yang berbeda di peraiaran Selat Sunda, di dapatkan kadar nitrat minimum 0,32 μg A /l pada stasiun 9 dan maksimum 4,68 μg A /l di stasiun 4. Pada lapisan kedalaman 10 meter kandungan nitrat minimum 0,21 μg A /l pada stasiun 8 dan maksimum 5,35 μg A /l pada stasiun 5.
Gambar : Sebaran permukaan (surface) konsentrasi nitrat pada kedalaman 0 m dan 10 m
-5.8
-5.8
-6
-6
-6.2
-6.2
Disusun oleh : Kamarudin, M.Si
-6.4
-6.4
Litbang LEMPALHI (Lembaga Pelestarian Alam dan Lingkungan Hidup Indonesia)
-6.6
-6.6
105.4
0.2
0.6
105.6
1
1.4
1.8
2.2
105.8
2.6
3
3.4
105.4
106
3.8
4.2
0
4.6
0.4
0.8
105.6
1.2
1.6
2
2.4
105.8
2.8
3.2
3.6
106
4
4.4
4.8
5.2
Nitrat (ug-at N/L) pada kedalaman 10 m
Nitrat (ug-at N/L) pada kedalaman 0 m
Fosfat Kadar fosfat pada dilapisan permukaan di perairan Selat Sunda pada bulan Nopember 2008 (Musim Barat) minimum terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,08 μg A PO4/l dan maksimum 0,53 μg A PO4/l ditemukan pada stasiun 10. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh Laut Jawa yang banyak mendapat sumbangan zat hara fosfat dari sungai-sungai di Pulau Jawa, bila dibandingkan dengan stasiun 1 yang dipengaruhi oleh Laut Cina Selatan. Pada kedalaman 10 meter ditemukan kadar fosfat terlarut minimum di stasiun 8 sebesar 0,08 μg A PO4/l dan maksimum di stasiun 3 sebesar 0,53 μg A PO4/l. Hal ini mungkin menunjukan adanya pengaruh kelimpahan fitoplankton pada stasiun-stasiun tersebut.
-5.8
-5.8
-6
-6
-6.2
-6.2
-6.4
-6.4
-6.6
-6.6
105.4
0.08
0.12
0.16
105.6
0.2
0.24
0.28
105.8
0.32
0.36
0.4
106
0.44
0.48
Fospat (ug-at N/L) pada kedalaman 0 m
0.52
1.1 TANAH DEPOK
105.4
0.08
0.12
0.16
105.6
0.2
0.24
0.28
105.8
0.32
0.36
0.4
106
0.44
0.48
0.52
Fospat (ug-at N/L) pada kedalaman 10 m
Gambar : Sebaran permukaan (surface) konsentrasi fosfat pada kedalaman 0 m dan 10 m DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN Oksigen terlarut masih normal untuk perairan laut dangkal, dan derajat keasaman perairan Selat Sunda umumnya bersifat oseanik. Kadar zat hara fosfat dan nitrat di Selat Sunda pada pengamatan bulan ini mempunyai ciri tersendiri. Ini terlihat karena adanya pengaruh musim, daratan, kecepatan arus dan angin terhadap distribusi kadar zat hara, oksigen dan derajat keasaman. Fluktuasi kadar fosfat, nitrat, derajat keasaman, dan oksigen, selain tergantung kepada perairan sekelilingnya juga pengaruh kelimpahan dan kepadatan fitoplanton. Bila dilihat tingkat kesuburan perairan Selat Sunda ditinjau dari kandungan fosfat di suatu perairan menurut YOSHIMURA ( dalam LIAW 1969) maka perairan ini termasuk perairan yang cukup subur
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
Liaw , W.K 1969.Chemical and Biological Studies of fishponds and Reservoirs in Taiwan. Rep. Fish Series. Chin. Am. Joint Commision on Rural Recontruction 7 : 1 ± 43. Muchtar, M. 2002. Distribusi Beberapa Paramataer Kimia Di Selat Sunda. LIPI Jakarta Muchtar, M. 2008. Ekosistem Estuari Cisadene. LIPI.Jakarta. Strickland, J.D. H AND T. R. PARSON.1968. A Practical Handbook of Seawater Analysis. Fish. Resh. Board. Canada. Bull. 167 : 311 pp. Wyrtky, K. 1961. Scientific Results Marine Investigations of the South China Sea and the Gulf of Thailand. The University of California
Pada akhir abad ke 17 (ada yang mencatat pada tanggal 18 Mei 1696, ada juga yang mencatat tanggal 13 Maret 1675), seorang saudagar Belanda (eks VOC) bernama Cornelis Chastelein membeli tanah di Jatinegara, Kampung Melayu, Karanganyar, Pejambon, Mampang dan Depok. Status Tanah di Depok adalah partikelir atau terlepas dari kekuasaan Hindia Belanda. Untuk memelihara tanah yang subur tersebut, didatangkan tenaga kerja sekitar 150 orang dari Pulau Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Betawi. Sejak itulah, Cornelis Chastelein menjadi tuan tanah, yang kemudian menjadikan Depok memiliki pemerintahan sendiri. Daerah otonom Chastelein ini dikenal dengan sebutan Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok yang disetujui oleh pemerintah Belanda di Batavia dan menjadikan Chastelein sebagai kepala negara Depok yang pertama. Surat wasiat yang ditulis Chastelein pada tanggal 28 Juni 1714 adalah memerdekakan seluruh
pekerja besera keluarganya dan setiap kepala keluarga diminta untuk memakai nama-nama sebagai berikut: ³6RHGLUD-Leander-Laurens-Jonathans-Leo-TholenseSamuel-Joseph-Bacas-Jakob-Isakh-=DGRNK´
Pemerintah Belanda menggugurkan surat wasiat itu, dan mengubah tanah tersebut menjadi Tanah Depok dan mewariskannya ke pada anak Chastelein. Lama-kelamaan, hak pakai oleh para penggarap tanah tersebut menjadi hak milik yang dikenal dengan Deelgerehtigen. Pada tanggal 4 Agustus 1952, Pemerintah Indonesia, waktu itu mengeluarkan uang ganti rugi tanah sebesar Rp. 229.261,26,- di mana seluruh tanah partikelir Depok menjadi hak milik pemerintah RI, kecuali hak-hak eigendom dan beberapa bangunan seperti gereja, sekolah, pastoran, balai pertemuan dan pemakaman seluas 0,8621 ha. Sejak itu pua berdiri LCC (Lembaga Cornelis Chastelein), sebuah organisasi sosial yang mengurus sekolah, pemakaman dan kesejahteraan penduduk Depok Lama (Han Soediro).
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
14
15 menekankan penyediaan rumah tempat tinggal dan pelayanan internal kota" 2.1.3. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Kota Depok
³.21',6,8080 $5$+3(5.(0%$1*$1.27$'(32.´ 1.1 LETAK DAN PERKEMBANGAN KOTA DEPOK 2.1.1. Perkembangan Wilayah Jabodetabek Secara geografis, Kota Depok terletak pada poisi 106o 43' BT 106o 43' BT dan 6o 18' 30" LS6o 27' 30" LS; secara relatif terletak di sebelah Utara berbatasan dengan DKI Jakarta, sebelah Selatan dengan Kabupaten Bogor, sebelah Timur dengan Kabupaten Bekasi dan sebelah Barat dengan Kabupaten Tangerang. Berdasarkan posisi geografis dan perkembangan wilayah regional, maka fungsi Kota Depok dapat dijabarkan berdasarkan arahan sistem regional Jawa Barat, Jabotabek, Bopunjur (Bogor ± Puncak ± Cianjur) dan Bogor. Berikut rangkuman arahan kebijaksanaan Kota Depok:
industri), perlindungan lingkungan dan pengembangan pertanian. Secara geografis (fisik), letak Kota Depok memiliki fungsi sebagai kawasan dengan arahan pemanfaatan ruang sebagai kawasan perkotaan, budidaya lahan basah, budidaya lahan kering dan industri. Dalam rangka mewujudkan konsep tata ruang Jabodetabek, Kota Depok diarahkan sebagai ³Buffer Cities´ GDQ EHUIXQJVL VHEDJDL ³Counter Magnet´ \DQJ memiliki potensi untuk mandiri dalam membangun perekonomiannya. Dengan demikian strategi untuk mengarahkan fungsi Kota Depok adalah :
Wilayah Kota Depok di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Barat masih dimasukkan dalam wilayah Kabupaten Bogor yang di dalam struktur wilayah pengembangan Jawa Barat termasuk Wilayah Pengembangan Botabek dengan fungsi sebagai penyangga Jakarta (permukiman dan
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
Depok ditetapkan sebagai daerah resapan air untuk pasokan air tanah di wilayah Jakarta; Depok diarahkan sebagai pusat perdagangan dan jasa bagi wilayah pelayanannya, selain sebagai pusat pendidikan dan permukiman; Pengembangan sebagai ³ buffer zone ´ VHKLQJJD Depok (termasuk Bogor) dikembangkan sebagai pusat pelayanan kegiatan pertanian kota dan agroindustri.
2.1.2. Kebijakan dan Perkembangan Kota Depok Kebijaksanaan yang mempengaruhi perkembangan Kota Depok ( RTRW Kota Depok 2000-2010), yaitu sebagai berikut: 1. Berdasarkan konsep linier GHQJDQ ³buffer zone´ SDGD poros utara ± selatan (Jakarta ± Depok ± Cibinong ± Bogor), maka perlu adanya dorongan atau bangkitan kegiatan jasa dan perdagangan juga berfungsi sekaligus pada pusat-pusat ³cluster´SHUPXNLPDQ 2. Berdasarkan kebijakan yang ada, arahan yang bersifat mendukung pengembangan Kota Depok adalah diarahkan sebagai pusat wilayah yang memiliki "Fungsi
penyeimbang dengan menekankan pelayanan kota baik internal maupun eksternal (antar wilayah)". Sedangkan arahan yang mengendalikan pengembangan kota adalah alternatif fungsi yang harus dikembangkan di Kota Depok dalam kaitannya dengan :"Fungsi
penyangga dengan
a. Iklim (Curah hujan) Wilayah Kota Depok termasuk daerah beriklim tropis, dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim muson, secara umum musim kemarau terjadi antara bulan April ± September dan musim hujan antara bulan Oktober ± Maret, dengan curah hujan rata-rata 2.684 mm/ tahun. b. Geologi dan Topografi/ Kemiringan Berdasarkan sebaran geologinya, wilayah Kota Depok didominasi oleh kelompok litologi endapan lanau, pasir, kerikil dan kerakal hasil pengendapan kembali batuan vulkanik kwarter (kipas alluvium muda) serta konglomerat dan pasir sungai (endapan alluvium tua); sementara sebaran batuan gunung api muda di wilyah selatan pada alur Ci Liwung. Secara umum topografi wilayah Kota Depok di bagian utara merupakan dataran rendah dengan elevasi antara 40 ± 80 m di atas permukaan laut (dpl) meliputi kelurahan-kelurahan yang ada di bagian tengah dan utara. Sedangkan di bagian selatan merupakan perbukitan bergelombang lemah dengan elevasi antara 80 ± 140 m di atas muka laut (dpl) meliputi kelurahan-kelurahan yang khususnya berada di Kecamatan
Sawangan, Pancoranmas, Sukmajaya dan Cimanggis. Kemiringan lereng wilayah Depok dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: Wilayah dengan kemiringan lereng 2 ± 8 % (lereng datar) tersebar di bagian utara melintang dari barat ke timur meliputi : Kecamatan Limo : Kelurahan Pangkalan Jati Baru, Pangkalan Jati, Gandul, Cinere, Meruyung, Grogol; Kecamatan Beji : Kelurahan Tanah Baru, Beji, Beji Timur, Kukusan, Pondok Cina, Kemiri Muka; Kecamatan Cimanggis : Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Tugu, Mekarsari. Wilayah dengan kemiringan lereng antara 2 ± 8 % (lereng datar) di atas, adalah wilayah sangat potensial untuk pengembangan perkotaan dan pertanian (RTRW Kota Depok 20002010). Wilayah dengan kemiringan lereng antara 8 ± 15 % (lereng landai) tersebar hampir di seluruh kota terutama di bagian tengah, membentang dari barat ke timur. Wilayah tersebut masih sesuai (kendala bersyarat) untuk pengembangan perkotaan. Wilayah dengan kemiringan lereng lebih besar dari 15 % (lereng curam) terdapat di sepanjang Ci Liwung, Cikeas dan bagian selatan Kali Angke. Pada wilayah ini memiliki kemiringan lereng cukup terjal sehingga cenderung perlu dikonservasi (merupakan kawasan lindung setempat, bila kelerengan > 45%).
Sesuai kondisi topografi Kota Depok di atas, hal ini menunjukkan bahwa Kota Depok memiliki potensi daya dukung lingkungan alami yang baik baik untuk pengembangan wilayah sesuai visi dan misinya. Upaya penanganannya adalah melalui rekayasa teknik penanggulangan seperti turap, bronjong, kawat berjaring, saluran perpipaan, pembuatan land cover dengan vegetasi penutup, dan sebagainya sehingga dapat mengurangi terjadinya bahaya banjir maupun gerakan tanah lainnya khususnya di wilayah dengan kelerengan tajam.
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
16
17
c. Air Tanah Berdasarkan sebaran geologinya, bahwa wilayah Kota Depok didominasi oleh kelompok litologi endapan lanau, pasir, kerikil dan kerakal hasil pengendapan kembali batuan vulkanik kwarter (kipas alluvium muda) serta konglomerat dan pasir sungai (endapan alluvium tua) sehingga wilayah Kota Depok memiliki tingkat kelulusan air sedang sampai tinggi. Di samping itu, wilayah Kota Depok juga memiliki akifer dengan produktivitas tinggi di bagian utara (5 - 10 liter/detik) dan akifer dengan produktivitas sedang (2 - 5 liter/detik) di bagian selatan. Berdasarkan hidrologis, menunjukkan bawha Kota Depok memiliki kandungan air tanah cukup baik. Namun demikian pengambilan air tanah secara tidak terkendali perlu dibatasi, terutama untuk industri dan kawasan hunian (perumahan). Upaya pencegahan dan pengendalian adalah melalui pelestarian melalui sistem sumur resapan, atau pembuatan situ ³VHWX´ VHUWD SHQDQDPDQ vegetasi (land cover) di sempadan badan perairan situ dan sungai. Dalam RTRW Kota Depok 20002010, dijelaskan bahwa tentang upaya untuk mempertahankan kandungan air tanah: kawasan yang memiliki wilayah perbukitan diarahkan untuk pembangunan dengan kerapatan bangunan rendah.
2.1.4. Daya Dukung Fisik Kota Depok
Wilayah ini tersebar di wilayah Kota Depok bagian selatan seperti Sawangan (BWK IX, X), Cimanggis, Pancoranmas (BWK VIII), dan Sukmajaya (BWK VII); Sementara di bagian utara, terutama di Kecamatan Limo (BWK XII) kepadatan bangunannya tetap dikendalikan, khususnya untuk menjaga resapan air wilayah Jakarta Selatan.
Rencana pemanfaatan ruang suatu kota, dipengaruhi beberapa faktor, baik fisik mupun non fisik. Dalam prinsip landuse planning suatu kota, di mana pembangunan suatu kota harus memenuhi beberapa faktor/kriteria, bahwa pembangunan itu harus: akomodatif, sesuai peraturan, sesuai nilai ekonomi, sesuai kondisi (daya dukung) fisik dan penggunaan tanah tidak berlebihan.
Berdasarkan uraian (potensi sumberdaya alam dan lingkungan Kota Depok) di atas: Potensi: kondisi geologis, iklim (curah hujan), topografi, kelerengan dan air tanah di wilayah Kota Depok secara alamiah mendukung kegiatan pertanian lahan basah, terutama pada area irigasi teknis, sedangkan pada daerah yang tinggi dan tidak terdapat saluran irigasi teknis akan lebih sesuai untuk tanaman palawija kombinasi dengan padi/lahan basah pada musim hujan sebagai pertanian tadah hujan. Permasalahan: selain adanya potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup Kota Depok, permasalahan yang dihadapi adalah belum adanya keterpaduan dalam penerapan sistem tata guna tanah, dan ini akan mempengaruhi pelaksanaan alokasi lahan pertanian sesuai dengan sebaran data aktual tanaman pertanian dan arahan peruntukannya.
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
´VHODLQDGDQ\D potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup Kota Depok, permasalahan yang dihadapi adalah belum adanya keterpaduan dalam penerapan sistem tata guna WDQDK´
Berdasarkan analisis kesesuaian fisiknya, Wilayah daya dukung fisik Kota Depok dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu : Wilayah Potensial Wilayah Potensial Bersyarat Wilayah Kendala/Limitasi Uraian mengenai daya dukung fisik Kota Depok tersebut di atas adalah : a. Wilayah Potensial Wilayah potensial yang disebut juga kawasan manfaat atau kawasan kemungkinan, adalah kawasan dengan tingkat kesesuaian lahan yang baik untuk dikembangkan dan dibangun menjadi kawasan budidaya perkotaan dan nonperkotaan seperti bangunan umum dan perumahan, pertanian, perkebunan, perikanan, dan pariwisata. Termasuk dalam kawasan ini adalah wilayah-wilayah yang memiliki kriteria: memiliki
potensi dan kemudahan untuk pembangunan serta pelaksanaannya, artinya mempunyai kelas kemampuan lahan yang tinggi. Wilayah potensial di Kota Depok antara lain tersebar di bagian utara dan di wilayah tengah kota seperti Beji, Pancoranmas, Sukmajaya, Cimanggis dan Kecamatan Limo. b. Wilayah Bersyarat
Potensial
Wilayah Potensial Bersyarat adalah wilayah potensial untuk dikembangkan namun masih memerlukan persyaratan khusus serta input teknologi dalam pembangunannya, sehingga akan menambah biaya pelaksanaan. Wilayah ini cocok dikembangkan sebagai kawasan permukiman perkotaan dengan tetap memperhatikan konservasi resapan air tanah. Namun demikian dalam mempertahankan konservasi air tanah area ini lebih sesuai bila dikembangkan sebagai kawasan pertanian. Termasuk wilayah potensial bersyarat konservasi air tanah (daerah resapan air) di Kota Depok meliputi : 1. Daerah di bagian selatan Kota Depok, pada daerah dengan morfologi perbukitan bergelombang lemah, sehingga memungkinkan terjadinya erosi, meliputi Kecamatan Sawangan, Pancoranmas, Sukmajaya dan Cimanggis; 2. Kawasan rawan bencana alam, seperti daerah-daerah
genangan, yaitu di daerah Kecamatan Sawangan, Sukmajaya, Cimanggis, dan Pancoranmas; 3. Wilayah lain yang termasuk wilayah potensial bersyarat adalah sempadan jalur pipa gas, sempadan jalan kereta api, sempadan situ (setu) dan sempadan jalur distibusi energi listrik saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dan saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET). c. Wilayah Limitasi
Kendala
/
Wilayah Kendala atau Limitasi adalah wilayah dengan tingkat kesesuaian fisik dasar yang rendah untuk pengembangan lahan perkotaan maupun nonperkotaan, meskipun dengan upaya teknologi. Daerah yang termasuk wilayah ini mempunyai kemiringan lereng yang curam/ tinggi (> 45 %), rawan longsoran, banjir dan erosi; termasuk wilayah tersebut antara lain kawasan sempadan sungai : di sepanjang sempadan sungai yaitu: Sungai Cikeas, Ci Liwung, Pesanggrahan dan Kali Angke. Berdasarkan kondisi fisiknya, potensi wilayah Kota Depok secara umum dominan untuk pengembangan perkotaan. Hal ini terlihat dari sebaran lahan potensial dan potensial bersyarat yang cukup luas. Daya dukung
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
18
19 fisik Kota Depok memiliki kemampuan menerima beban bangunan cukup baik untuk potensi, khususnya bangunan vertikal sampai dengan kedalaman -10 meter. 2.1.5. Masalah Pertumbuhan di Kota Depok Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 1990 sebesar 805.542 jiwa, pada tahun 1999 adalah 886.340 jiwa, tahun 2000 adalah 1.145.091 jiwa, dan pada tahun 2003/2004 adalah 1.247.233 jiwa. Pertumbuhan penduduk Kota Depok selama empat (4) tahun (1999, 2000, 2003/2004) adalah rata-rata 1,31 - 2,10% (sumber data diolah dari Data DLLAJ dan Pemda Depok, 2000 dan data tahun 2003/2004). Sesuai dengan pola jarigan jalan melalui jalur Depok-Jakarta (Utara-Selatan), mendukung terjadinya pola mobilitas penduduk dari Depok ± Jakarta ± Depok (penduduk komuter). Hal ini menyebabkan terjadinya sebaran kepadatan penduduk di Kota Depok terkonsentrasi di pusat kota terutama di kelurahan-kelurahan di Kecamatan Pancoranmas (BWK I dan BWK VIII) dan Cimanggis (BWK II dan BWK III). Secara kuantitatif, kelurahan Depok Jaya dan Beji masing -masing memiliki kepadatan 310 jiwa/ha dan 205 jiwa/ha, sementara wilayah kecamatan lainnya lebih rendah. Berdasarkan data proyeksi kependudukan yang direncanakan dalam RTRW Kota Depok 20002010, dibuat penilaian terhadap skenario laju pertumbuhannya. Hasil yang didapat adalah skenario dengan laju 4,42%/tahun. Proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah 1.675.213 jiwa atau bertambah hampir 530.000 jiwa, sebagai gabungan antara pertambahan alami maupun pendatang serta pengaruh migrasi (penduduk komuter). Pertambahan ini memiliki konsekuensi terhadap penyediaan prasarana atau fasilitas kota dan lapangan kerja lokal.Permasalahan kependudukan yang dihadapi adalah : Potensi perkembangan penduduk akan mendorong terjadinya peningkatan kebutuhan ruang dan prasarana;
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
Pertambahan penduduk sebagi faktor kunci pertimbangan dalam mengembangkan wilayah kendala pengembangan fisik; Jumlah penduduk yang besar disamping berpotensi sebagai pasar/konsumen, juga menimbulkan masalah lapangan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup; Berdasarkan karakteristiknya (pola permukiman), penduduk Kota Depok dapat dibedakan antara penduduk perkotaan dan perdesaan. 2.1.6. Masalah Perekonomian Kota Depok a. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan kontribusi tiap lapangan usaha terhadap PDRB, penyumbang terbesar perekonomian Kota Depok adalah sektor industri (39,09 %), kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran (23,26 %), sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (8,90 %) berada di urutan ketiga. Berdasarkan data asumsi dari RTRW Kota Depok 2000-2010, skenario laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok akan meningkat seperti sebelum adanya krisis ekonomi (1998-1999) yaitu sekitar 9,90 %. Tetapi bila diasumsikan bahwa proses pemulihan perekonomian Kota Depok berlangsung secara lambat, maka diperkirakan laju pertumbuhan perekonomian sekitar 6,90 %. Sedangkan berdasarkan skenario optimis dengan proses pemulihan ekonomi berlangsung baik, maka pertumbuhan ekonomi dapat mengalami peningkatan yang cukup pesat hingga tahun 2010, diperkirakan dengan laju pertumbuhannya sebesar 12,90 % (Hasil Proyeksi PDRB dilakukan menggunakan rumus bunga berganda, dengan asumsi bahwa laju pertumbuhan PDRB tersebut adalah konstan, RTRW Kota Depok 2000-2010). b. Sektor Strategis Sektor yang termasuk ke dalam kategori sektor sangat strategis di Kota Depok adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor strategis adalah sektor pertanian dan jasajasa. Sedangkan enam sektor lainnya dikategorikan ke dalam sektor yang kurang strategis (RTRW Kota Depok 2000-2010).
Sementara itu, sektor pariwisata yang belum dilibatkan dalam perhitungan PDRB, dapat dimasukkan dalam kategori sektor strategis. Hal ini mengingat potensi pariwisata di wilayah Kota Depok, baik dilihat dari segi jumlah objek wisata maupun jenisnya, sangat besar potensinya untuk dikembangkan. Selain itu pengembangan sektor pariwisata dijadikan sebagai salah satu sektor andalan yang diunggulkan oleh pemerintah daerah. 3.2. MASALAH PENGGUNAAN TANAH 3.2.1. Penggunaan Tanah Kawasan Lindung Setempat Berdasarkan analisis pola pemanfaatan ruang (RTRW Kota Depok 2000-2004) dan RTRW KOTA DEPOK ketentuan Keppres 2000-210 Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, dapat dikenali beberapa kawasan lindung yang ada di Kota Depok yaitu :
1). Kawasan lindung yang memberikan perlindungan daerah bawahannya (resapan air)
PENGGUNAAN TANAH TAHUN 2005
Kawasan ini termasuk ke dalam kawasan yang harus dikendalikan perkembangannya karena berfungsi sebagai kawasan resapan air yang tersebar di Kota Depok bagian selatan: Kecamatan Sawangan, Pancoranmas, Sukmajaya, dan Cimanggis. Perkembangan di lapangan menunjukkan beberapa wialayah Kota Depok khususnya yang telah dialokasikan ijin lokasinya mulai berkembang ke arah selatan kota, yang berarti dapat mengancam keberadaan kawasan lindung di wilayah ini. Apalagi umumnya perkembangan ini akan diikuti oleh
a. Sempadan danau/situ Kota Depok saat ini memiliki 21 buah situ yang tersebar di setiap kecamatan. Danau/situ tersebut tersebar dengan berbagai kondisi diantaranya 8 buah danau/situ telah berubah fungsi menjadi fasilitas bangunan, kawasan perumahan atau lahan pertanian penduduk setempat. Sejak tahun 2000-2004, telah dilakukan usaha penambahan luas (pengerukan) situ yang sudah menyempit atau tertimbun sedimen seperti Situ Citayam (dari 3,5 menjadi 6 ha) di Kecamatan Pancoranmas dan Situ Pengasinan di Kecamatan Sawangan (dari 1 ha menjadi 5,67 ha). Areal sempadan dan perairan situ pada masa mendatang harus dijaga kelestariannya agar dapat dikelola sesuai PENGGUNAAN TANAH TAHUN 2000 resapan, hidrologis dan ekologis (lingkungan).
b. Sempadan sungai Kota Depok dilintasi oleh beberapa sungai dan anak sungai yaitu PERUBAHAN Sungai Ciliwung, Kali PENGGUNAAN TANAH 5 Angke, Pesanggrahan, Krukut, Grogol, Sugutamu, Sunter (Kali Baru), Cipinang dan Cikeas. Ci Liwung merupakan sungai terbesar yang membagi kota arah utara-selatan, sehingga menjadi kendala fisik pengembangan kota. Sungai-sungai tersebut, saat ini aliran airnya dimanfaatkan juga untuk pengairan sawah teknis. Sehubungan dengan tingginya pertambahan penduduk Kota Depok (2,1% per tahun), di masa mendatang diperkirakan akan ditandai dengan perkembangan kota, sehingga pertumbuhan permukiman diperkirakan akan semakin memanfaatkan pinggiran sungai. Pada penggunaan tanah Kota Depok tahun 2000, sudah terlihat adanya pola pemilikan
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
20
21 tanah di pinggiran sungai (Kali Cabang Timur yang melalui pusat Kota, BWK I) yang ditandai dengan adanya permukiman kumuh (squatter). Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dihadapi : Ruang sempadan sungai dimanfaatkan sebagai permukiman;
saat
ini
telah tempat
Ruang sempadan sungai belum ditata dan direalisasikan sebagai kawasan jalur hijau dan ruang lingkungan;
Belanda yang terletak di Kelurahan Depok Lama. Kawasan ini memiliki bangunan arsitektural kolonial yang menjadi ciri khas dan sekaligus sebagai informasi budaya Kota Depok masa lalu. Dengan demikian, potensi yang dapat dikembangkan dari cagar budaya ini adalah pengelolaan untuk pengembangan obyek wisata kota. Masalahnya adalah kecenderungan terjadinya perubahan fungsi bangunan dan pembangunan permukiman, jasa perdagangan dengan sendirinya akan mengurangi potensi daya tarik kawasan tersebut.
Rusaknya alur sungai alami menjadi tidak alami sebagai akibat aktivitas manusia; Koordinasi pengelolaan sungai dari hulu ke hilir dalam pemanfaatannya belum terkoordinasi. Sesuai fungisnya, sungai/kali yang ada di Kota Despok berfungsi sebagai saluran drainase alami dan pengairan teknis, sehingga harus dilestarikan kualitas airnya, kondisi fisik alur sungai serta sempadannya.
3). Taman Hutan Raya Pada mulanya kawasan konservasi yang ada di Kota Depok adalah Cagar Alam Pancoranmas. Kawasan ini merupakan peninggalan masa kolonial Belanda, berisi tumbuhan asli dan satwa melata. Dalam perkembangannya, status Cagar Alam ini telah berubah menjadi
Taman Hutan Raya (Tahura) Pancoranmas berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 276/kpts.II/1999 tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam Pancoranmas seluas 6 ha. Dalam RTRW Kota Depok tahun 2000-2010, luas Tahura adalah 7 ha. Masalah yang ada, areal ini adalah letaknya berbatasan langsung dengan kawasan perumahan sehingga diperlukan intervensi penataan ruang di sekitarnya.
4). Kawasan Cagar Budaya Kawasan cagar budaya yang dimiliki Kota Depok adalah areal perumahan peninggalan
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
1). Perkembangan Lahan Pertanian Berdasarkan data Dinas Pertanian tahun 2000, total luas lahan pertanian berupa sawaha teknis adalah 1002,33 ha, dan hingga kini terus menurun akibat alih fungsi lahan menjadi perumukiman.
2). Perkembangan Lahan Industri Berdasarkan perluasan kecamatan, yaitu dengan digabungkannya Kecamatan Cimanggis ke dalam wilayah Kota Depok, maka secara otomatis potensi kegiatan industri yang sebagian besar berlokasi di sepanjang Jalan Raya Bogor yang melalui Kecamatan Cimanggis menjadi ciri dan masukan bidang ekonomi dari sektor industri. Luas lahan yang digunakan kegiatan industri digabung dengan kegiatan perdagangan dan jasa adalah 1.094,30 ha atau 5,4 %. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Jabotabek dan Bopunjur, perkembangan industri menengah besar perlu dibatasi. Namun demikian perlu dipikirkan juga bahwa jenisjenis industri skala kecil dan home industry masih diperkenankan sesuai dengan persyaratan lingkungan yang berlaku.
3). Perkembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa Kegiatan perdagangan dan jasa merupakan kegiatan tersier yang sifat pemanfaatan lahannya intensif dan efisien. Terdapat beberapa lokasi yang telah berkembang, yaitu di sepanjang Jalan Margonda Raya, Cinere, Cisalak, dan Akses UI. Sementara itu, kegiatan perdagangan skala lingkungan tersebar di kawasan perumahan. Sebaran kegiatan perdagangan dan jasa relatif tidak merata sesuai dengan pola orientasi jalan yang ada. Saat ini terdapat 72 unit kegiatan perdagangan dengan kontribusi sektor terhadap PDRB kota cukup besar (23,26%). Luas areal lahan jasa digabung dengan kegiatan industri mencapai 1.094,30 ha atau sekitar 5,4% dari total luas Kota Depok.
4). Perkembangan Kawasan Perumahan Lahan pengembangan perumahan di Kota Depok hingga tahun 1998 telah mencapai 5.881,86 ha atau 29,3%, yang dibedakan atas tipologi perumahan perkotaan dan perdesaan. Walaupun lokasi pengembangan perumahan relatif tersebar, namun masih nampak terkonsentrasi di kecamatan yang dulu termasuk Kota Administratif Depok, yaitu Beji, Pancoranmas dan Sukmajaya.
1.1 HASIL DEPOK SAAT INI (2000-2007) 1. Selama lima tahun (2000-2005), tingkat perubahan (pertambahan) kawasan terbangun di Kota Depok adalah rata-tata 529,58 ha atau 2,64% per tahun. Tingkat perubahan (pertambahan) kawasan terbangun ini tergolong sangat tinggi (T) karena sudah melampaui nilai rata-rata
Sejak tahun 1999 sampai dengan 2004, ijin lokasi lainnya termasuk perumahan sudah lebih dari 44 SK ijin lokasi dengan luas 4.72,9389 ha.
5). Perkembangan Kawasan Pendidikan Lahan untuk kegiatan pendidikan saat ini (2004) yang terluas adalah Universitas Indonesia (yang masuk wilayah Kota Depok) ditambah dengan Universitas GunaDarma (224 ha). Selain itu terdapat kampus lain, adalah Universitas Gunadarma di BWK Cimanggis, di Jalan Margonda dan Akses UI serta Kampus Veteran di Kecamatan Limo. Berdasarkan data survei dan hasil pengolahan data Ikonos, maka luas kawasan pendidikan tinggi di Kota Depok kurang lebih 228 ha. Masalah yang dihadapi untuk menampung perkembangan kegiatan pendidikan di masa mendatang adalah lokasi yang bisa dikembangkan dan dikelola secara terpadu.
6). Pengembangan Kawasan Pariwisata Berdasarkan pengamatan pada beberapa wilayah di Kota Depok yang berpotensi sebagai sarana pariwisata dan masih alami terutama yaitu berupa situ-situ (21 buah). Namun potensi ini, belum sepenuhnya dikembangkan, begitu pula dengan, bangunan kuno (bersejarah), dan situs budaya yang ada Kota Depok.
tahunan rencana alokasi pemanfaatan ruang dalam RTRW Kota Depok 20002010, yaitu rata-rata 135 ha atau 0,67% per tahunnya; bila dibandingkan dengan rencana penggunaan tanah untuk lima tahun pertama (tahun 2005) dan lima tahun kedua (tahun 2010) kondisi ini sudah melebihi dari rencana dalam RTRW Kota Depok tahun 2000-2010
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
FOKUS 23
22 2. Persentase perubahan (pertambahan) kawasan terbangun didominasi kawasan permukiman 2,56% per tahun: sudah melebihi target yang direncanakan dalam RTRW 2000-2010 yaitu 0,42% per tahunnya.
Perlu dilakukan inventarisasi detil luasan pemanfaatan tanah menurut jenis kegiatan (pertanian dan non-pertannian) dan peruntukannya agar perencanaan/ pembangunan mudah dipantau dan dievaluasi serta dikendalikan.
3. Besarnya persentase pemanfaatan ruang untuk permukiman mengindikasikan EDKZD .RWD 'HSRN PHUXSDNDQ ³.RWD 3HUPXNLPDQ´ QDPXQ SHUVHQWDVH permukiman teratur masih lebih kecil (13,96%) dibanding dengan permukiman tidak teratur/perkampungan (34,19%).
Penggunaan tanah (=tidak boros): mengontrol proses pembangunan dengan melibatkan masyarakat, hasil kajian teknisnon teknis, pemberian izin sesuai prosedur dan menindak terhadap pelanggaran dalam pembangunan.
4. Pertambahan kawasan perdagangan di sepanjang jalan Margona Raya tertata tidak teratur; wajah Kota Depok ³6HPUDZXW´ ROHK DGDQ\D 3./ GDQ SDSDQ reklame yang tidak mengindahkan RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan). 5. Kondisi pemandangan jalan yang tidak nyaman diperparah oleh kemacetan lalulintas setiap hari, khususnya di Margonda dan Sawangan: kinerja lalulintas (C/V >1). REKOMENDASI UNTUK PEMBANGUNAN YANG AKAN DATANG (> 2008) Rekomendasi dan arahan untuk Kota Depok:
pembenahan
Memprioritaskan pengembangan pada sub -sub pusat kota yang sudah direncanakan dan realisasi pembangunan aksesibilitas kota, sehingga pembangunan Kota Depok tidak terkonsentrasi pada pusat kota.
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
Menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detaik Tata Ruang (RDTR) Kota serta Rencana Tata Bangunan & Linkungan (RTBL) yang mengutamakan kepentingan publik, kelancaran lalulintas (barang dan orang), penyediaan ruang terbuka hijau sesuai porsi daya dukung lingkungan, fasilitas umum dan akses informasi serta sistem pelayanan publik yang cepat. Pembangunan di Kota Depok harus didukung dengan peraturan daerah yang mengakomodir kebutuhan masyarakat (publik), infrastrukur perkotaan yang diintegrasikan dengan daya dukung lingkungan serta ketegasan dalam penegakan hukum. Transparansi dalam perencanaan pembangunan, penggunaan keuangan daerah (=masyarakat) dan pertanggungjawaban hasil pembangunan.
PENDIDIKAN GEOGRAFI DI INDONESIA Djoko Harmantyo Departemen Geografi UI
P
erkembangan disiplin ilmu Geografi, secara umum, ditentukan paling tidak oleh 3 (tiga) hal pokok yaitu (1) sistem pendidikan antara lain materi pelajaran Geografi di tingkat SD, SLTP dan SLTA serta kurikulum program studi di perguruan tinggi, (2) kegiatan memasyarakatkan peranan Geografi dan (3) apresiasi pihak pemakai (masyarakat) terhadap profesi dan hasil karya Geografi. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa keluaran dari sistem pendidikan yang tepat akan dapat meningkatkan hasil pemasyarakatan peran Geografi dan pada akhirnya hal tersebut dapat meningkatkan apresiasi berbagai pihak terhadap profesi geografi. Proses demikian selanjutnya menghasilkan umpan balik terhadap perkembangan ilmu Geografi di Indonesia. Berdasarkan struktur pendidikan formal di Indonesia, secara umum dapat dikelompokan dalam dua tahap yaitu (1) pembelajaran pengetahuan Geografi di tingkat SD, SLTP dan SLTA dan (2) pembelajaran ilmu Geografi di Perguruan Tinggi. Untuk selanjutnya, ke dua tahap pembelajaran tersebut akan ditelaah secara singkat dalam tulisan ini.
1. Tahap pembelajaran pengetahuan Geografi 1. a. Sekolah Dasar Berdasarkan buku Ilmu Pengetahuan Sosial (Pakpahan, 2003) dapat diketahui bahwa pelajaran Geografi di sekolah dasar mulai diberikan kepada siswa kelas 3 dan menjadi bagian pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Materi pelajaran diawali dengan pengenalan berbagai jenis obyek yang terdapat di lingkungan rumah, sekolah dan tempat lain di sekitarnya. Pengenalan obyek yang dapat dijumpai sehari hari oleh siswa sekolah dasar serta lokasi obyeknya dapat memEHUL EHNDO DZDO SHQJHWDKXDQ *HRJUDIL WHQWDQJ ³DSD´ GDQ ³GL PDQD´ .HWUDPSLODQ PHQ\DPSDLNDQ SHQJHWD huan secara sederhana diberikan dalam bentuk kemampuan menggambar denah tentang berbagai obyek. Siswa kelas 4, 5 dan 6 diberi pelajaran dengan obyek yang lebih luas mulai dari tingkat kelurahan sampai wilayah Indonesia serta pengenalan nama nama
letak negara tetangga. Pengenalan bentang alam seperti pantai, gunung, sungai dan pengenalan jenis aktifitas manusia di muka bumi seperti bertani sawah, kebun, hutan, perumahan dan jaringan jalan dapat memberikan bekal pengetahuan awal tentang adanya persamaan dan perbedaan ruang muka bumi, tentunya secara sangat sederhana. Bekal pengetahuan Geografi bagi lulusan sekolah dasar yang telah memperoleh tahap pengenalan atlas dan kemampuan menerangkan letak atau posisi obyek terbatas pada skala nasional merupakan prasyarat minimal untuk proses pembelajaran Geografi pada tingkat sekolah lanjutan. Paling tidak, materi pengetahuan Geografi yang diberikan pada tingkat dasar dapat memicu ketertarikan lulusan sekolah dasar mengemEDQJNDQ³SRODSLNLUJHRJUDIL´GDODPSHODMDUDQ*HRJUDIL pada tingkat sekolah lanjutan. Namun demikian, oleh karena masuk sebagai bagian pelajaran IPS, sejak awal sekolah formal para anak didik telah diberi pemahaman yang kurang tepat tentang substansi ilmu Geografi, seolah olah Geografi adalah ilmu ilmu sosial. Pada tataran pohon keilmuan, Geografi juga mempelajari obyek fisik yang bersifat eksakta seperti klimatologi, geomorfologi dan geologi serta mempelajari teknologi pengolahan data geografis dan berbagai model analisis spasial. Persepsi masyarakat akan semakin bias dengan adanya berbagai informasi tentang latar belakang para guru yang memberikan pengetahuan Geografi bukan lulusan dari pendidikan Geografi. Keluaran dari proses pembelajaran pada tingkat sekolah dasar seperti yang telah diuraikan memberikan kontribusi terhadap rendahnya mutu pendidikan dasar sehingga menempatkan Indonesia pada ranking 112 dari 145 negara atas Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2002, di mana pada tahun 2001 Indonesia menempati ranking 110. Posisi tersebut jauh di bawah Vietnam (109), Philipina (85), Thailand (74), Brunei (31), Singapura (28), Hongkong (26), Jepang (9) dan Amerika Serikat (7). Indeks tersebut diukur berdasarkan nilai dari lima variabel, di samping variabel di atas juga digunakan variabel jumlah penduduk miskin, jumlah kasus kekurangan gizi, jumlah kematian ibu melahirkan dan tingkat pelayanan sosial dasar anak & perempuan seperti imunisasi, persalinan dan sanitasi.
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
24
25 1. b. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Berdasarkan kurikulum pendidikan lanjutan tingkat pertama materi pelajaran Geografi diberikan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri seperti pelajaran Matematika atau Biologi. Materi pelajaran Geografi diberikan mulai kelas I sampai kelas III. Berdasarkan pengkajian terhadap buku Geografi karangan Tim Abdi Guru (2003) yang digunakan oleh para guru, lulusan sekolah lanjutan pertama memperoleh pengetahuan Geografi meliputi : Kelas I : peserta didik dapat menjelaskan pengertian peta, atlas dan globe serta dapat mengetahui cara menggunakannya. peserta didik dapat menjelaskan keadaan wilayah Indonesia ditinjau dari beberapa aspek geografi seperti luas dan letak, morfologi dan iklim. peserta didik dapat menjelaskan keadaan sumberdaya manusia dan permasalahannya. peserta didik dapat menjelaskan tata kehidupan sosial dan budaya. peserta didik dapat menjelaskan keadaan geografi negara tetangga dan hubungannya dengan Indonesia. Kelas II : peserta didik dapat menjelaskan sumberdaya alam Indonesia dan pemanfaatannya serta upaya pelestariannya. peserta didik dapat menjelaskan berbagai kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan hasil hasilnya. peserta didik dapat menjelaskan kegiatan ekonomi penduduk seperti perindustrian, perdagan-
Kelas III : peserta didik dapat menjelaskan pembagian muka bumi atas beberapa benua dan daratan. peserta didik dapat menjelaskan beberapa ciri khas dari berbagai benua dan beberapa negara di kawasannya. peserta didik dapat menjelaskan potensi alam dan penduduk dunia. Peserta didik dapat menjelaskan manfaat kerja sama internasional. Materi pelajaran Geografi seperti diuraikan di atas dapat bermanfaat bagi peserta didik untuk mulai secara sistematis memahami prinsip prinsip dasar ilmu Geografi, terutama pada konsep ruang muka bumi yang terdiri dari pengetahuan geomorfologi, iklim dan cara menyajikan ke dalam peta, secara sederhana. Para peserta didik mulai memahami batas ruang muka bumi, bukan hanya pada skala lokal, tapi juga skala regional dan global. Proses pembelajaran pengetahuan Geografi tahap ini dapat disempurnakan terutama pada aspek latar belakang guru yang memberi pelajaran. Para guru dengan latar belakang pendidikan Geografi akan mampu memberikan materi pelajaran lebih baik sehingga dapat mempermudah proses pembelajaran pada tingkat selanjutnya.
1. b. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Materi pelajaran Geografi pada sekolah lanjutan tingkat atas hanya diberikan pada siswa kelas I dan kelas II. Salah satu faktor yang dapat menghambat kelancaran proses pengembangan ilmu Geografi di Indonesia saat ini adalah tidak adanya materi pelajaran Geografi di kelas III sehingga siswa lulusan
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
SLTA yang ingin melanjutkan studi di perguruan tinggi tidak memiliki bekal informasi bidang ilmu Geografi secara memadai. Secara ringkas muatan pelajaran Geografi pada tingkat lanjutan atas dapat disederhanakan seperti uraian di bawah ini (Wardiyatmoko dkk, 2003): Kelas I : pendalaman materi pelajaran Geografi tingkat dasar dan lanjutan pertama seperti tentang permukaan bumi, perairan darat dan laut, cuaca dan iklim, flora dan fauna, kependudukan dan tentang peta. pengenalan tentang teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi (remote sensing dan geographical information system). beberapa pengertian yang perlu disempurnakan dalam tahap ini adalah antara lain menyangkut definisi geografi karena obyek ruang angkasa tidak termasuk lingkup geografi, atau geografi regional, geologi, hidrologi adalah bukan cabang geografi. Kelas II : mengenal istilah dan pengertian pemukiman pedesaan dan perkotaan, interaksi kota, pusat pertumbuhan, wilayah industri, relokasi industri mengenal istilah dan pengertian AFTA 2003 mengenal istilah kawasan, daerah, wilayah formal memperoleh pengetahuan umum tentang berbagai negara di dunia melalui deskripsi geografis secara lebih lengkap Secara umum materi pelajaran Geografi di sekolah lanjutan seperti diuraikan di atas cukup memadai terutama jika diberikan oleh guru
Geografi. Dalam rangka menyempurnakan proses pembelajaran tahap selanjutnya dipandang perlu untuk memberikan pelajaran Geografi bagi siswa kelas III dengan materi mengetahui lebih ban\DN PHQJHQDL ³DSD VDMD \DQJ PDPSXGLODNXNDQROHK*HRJUDI´GL berbagai kegiatan pembangunan. Artinya, bagi para lulusan SLTA paling tidak sudah mengetahui dengan baik mengenai bidang pekerjaan yang bagaimana yang dapat ditangani oleh sarjana Geografi. Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa di samping berkaitan dengan materi pelajaran, faktor latar belakang pendidikan para guru yang mengajar dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Walaupun belum pernah dilakukan penelitian namun dapat diperkirakan bahwa tidak sedikit dijumpai guru yang mengajar Geografi berasal dari disiplin ilmu non Geografi. Permasalahan yang terjadi pada tahap ini merupakan salah satu hambatan nyata dalam proses pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi antara lain berpengaruh dalam hal jumlah penerimaan dan mutu mahasiswa baru. Dua hal yang perlu segera diatasi adalah (1) pemberian materi pelajaran Geografi bagi siswa kelas 3 dengan materi lebih banyak diarahkan pada ³DSD \DQJ GDSDW GLNHUMDNDQ SDUD JHRJUDI´ GDQ PHQLQJNDWNDQ jumlah guru Geografi dengan latar belakang pendidikan Geografi. Telaah materi dan proses pembelajaran mata pelajaran Geografi mulai dari SD sampai SLTA di Indonesia menunjukkan adanya beberapa kelemahan sehingga perlu adanya perbaikan yaitu (1) mata pelajaran Geografi di tingkat SD diberikan tersendiri seperti di tingkat SLTP dan SLTA, (2) penyempurnaan materi kelas I SLTA, (3) pembukaan mata pelajaran Geografi
bagi siswa kelas III SLTA dan (4) pelajaran Geografi diasuh oleh guru dengan latar belakang pendidikan Geografi. Pada saat ini terdapat 148.516 SD, 20842 SLTP dan 7785 SLTA (BPS, 2002) dan apabila diasumsikan satu sekolah membutuhkan satu orang guru Geografi maka paling tidak dibutuhkan sebanyak 177143 orang guru Geografi.
PERMASALAHAN Kondisi pendidikan Geografi di SD,SLTP dan SLTA seperti diuraikan secara hipotetis mengakibatkan lambatnya proses pembelajaran pengetahuan Geografi di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan relatif EHOXP EHUNHPEDQJQ\D ³SROD SLNLU JHRJUDILV´ JHRJUDSKLFDO WKLQNLQJ yang pada gilirannya berakibat pada rendahnya apresiasi terhadap pentingnya peranan Geografi. Fenomena tersebut terjadi hampir pada semua lapisan masyarakat termasuk para penentu kebijakan dalam pembangunan wilayah tingkat nasional maupun para pengambil keputusan tingkat lokal. Berdasarkan hal tersebut secara sederhana dapat dikemukakan bahwa terdapat indikasi adanya hubungan antara rendahnya tingkat perkembangan proses pembelajaran pengetahuan Geografi dan adanya berbagai persoalan seperti diuraikan pada bagian awal. Permasalahan pada tahap pembelajaran pengetahuan Geografi selama ini memberikan kontribusi penting dalam proses pendidikan disiplin ilmu Geografi pada tingkat perguruan tinggi.
2. Pembelajaran Geografi di Perguruan Tinggi Pengkajian bahan ajar atau kurikulum Geografi di perguruan tinggi dibatasi pada program studi strata 1 yang menghasilkan lulusan
pendidikan Geografi. Pada saat ini pola pendidikan strata 1 Geografi terdiri atas (1) program pendidikan yang menghasilkan Sarjana Geografi atau yang bersifat keilmuan dan (2) program pendidikan yang menghasilkan Sarjana Kependidikan Geografi atau yang bersifat ilmu kependidikan. Ke dua jenis pendidikan tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Dalam makalah ini telaah dilakukan terhadap kurikulum ke dua program studi tersebut.
2.1. Program Geografi
studi
Ilmu
Pada saat ini di Indonesia terdapat 6(enam) perguruan tinggi penyelenggara pendidikan program studi Geografi yaitu 2(dua) PTN yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada, dan 4 (empat) PTS yaitu Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Muslim Nusantara Medan, STKIP Abdi Pendidikan dan STKIP PGRI Sumatra Barat (Dikti Depdiknas, 2002). Sementara itu data jumlah mahasiswa aktif tahun 2002 adalah 264 orang (UI) dan 1186 orang (UGM) atau total 1450 orang. Rata rata jumlah mahasiswa yang diterima setiap tahun dari ke dua perguruan tinggi tersebut diperkirakan sebanyak 250 orang dan rata rata jumlah lulusannya sebanyak 150 orang. Dalam tulisan ini data jumlah mahasiswa dan lulusan dari keempat PTS program studi Geografi belum dapat disajikan. Berdasarkan data tersebut di atas dapat diketahui bahwa jumlah perguruan tinggi penyelenggara program studi Geografi di Indonesia masih relatif sangat sedikit dengan daya tampung sangat terbatas. Dengan asumsi jumlah mahasiswa Geografi dari PTS sama dengan PTN dan jumlah total mahasiswa di Indonesia diperkirakan tidak melebihi angka dua juta , maka jumlah mahasiswa Geografi diperkirakan Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
26
27 kurang dari 0.5% dari jumlah mahasiswa di Indonesia. Dari segi lokasi, jumlah provinsi yang memiliki perguruan tinggi penyelenggara program studi Geografi sebanyak kurang dari 20% dari total jumlah provinsi di Indonesia. Fakta tersebut dapat dipandang sebagai salah satu indikator yang dapat menunjukkan masih rendahnya perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap pendidikan Geografi di Indonesia. Di samping faktor jumlah dan sebaran lokasi PT penyelenggara, faktor lain yang dapat mempengaruhi perkembangan ilmu Geografi adalah belum jelasnya kualifikasi lulusan bagi masyarakat pengguna. Salah satu faktor yang dapat menentukan kualifikasi lulusan adalah tingkat kompetensi dan materi kurikulum program studi. Penyempurnaan kurikulum program studi Geografi, kurikulum inti dan kurikulum nasional, perlu diberi perhatian serius dalam rangka memajukan pendidikan Geografi di Indonesia. Keberadaan kurikulum baku program studi Geografi antara lain diperlukan oleh BAN PT untuk melakukan evaluasi dan akreditasi secara nasional. Hasil evaluasi BAN PT dapat digunakan oleh setiap penyelenggara program untuk meningkatkan proses belajar mengajar dalam mencapai visi dan misi yang ditetapkan. Selanjutnya akan dilakukan telaah singkat terhadap kurikulum nasional program studi Geografi.
a. Kurikulum Nasional Penyelengaraan pendidikan program studi Geografi di perguruan tinggi pada saat ini masih menggunakan acuan kurnas 1994, walaupun akhir akhir ini proses penyempurnaan kurnas sedang dilaksanakan dan sudah sampai tahap final. Kurikulum inti sebagai komponen
terpenting dalam kurnas merupakan acuan pokok bagi setiap program studi penyelenggara pendidikan Geografi sekaligus merupakan salah satu komponen evaluasi dalam pelaksanaan akreditasi BAN PT. Oleh karena itu kurikulum inti dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat kompetensi lulusan yang diharapkan atau dengan perkataan lain mutu sarjana Geografi yang bagaimana yang diharapkan saat ini.
b. Kurikulum Inti Diskusi panjang telah dan akan dilakukan secara terus menerus oleh para geograf Indonesia untuk merumuskan mata kuliah muatan kurikulum inti. Forum diskusi formal melalui pertemuan antar program studi dan atau forum organisasi profesi di bawah Ikatan Geograf Indonesia (IGI) melalui ajang seminar nasional, pekan ilmiah tahunan (PIT) atau kongres berusaha menemukan kesepakatan bersama tentang kurikulum inti program studi Geografi. Adanya keragaman dari sudut pandang terhadap konsepsi geografi dan konsep pengembangannya dalam berbagai ajang diskusi diharapkan melahirkan suatu kurikulum inti yang ideal dan layak operasional terutama bagi perguruan tinggi di luar UI dan UGM mengingat keterbatasan SDM dan teknologi yang dimiliki. Dengan demikian akan sekaligus mempermudah pihak BAN-PT dalam menggunakan produk kurikulum inti tersebut untuk melaksanakan evaluasi melalui kegiatan akreditasi secara nasional. Dalam tulisan ini tidak disajikan materi kurikulum program studi Geografi dari berbagai perguruan tinggi yang ada. Beberapa acuan menyangkut pengertian dan definisi Geografi berbagai literatur dapat dijadikan dasar untuk menyusun konsep kurikulum inti seperti harapan yang telah dijelaskan di atas.
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
$JDU GDSDW GLSHUROHK ³EHQDQJ PHUDK´ NRQVHS SHPLNLUDQ WHQWDQJ berbagai definisi Geografi pada setiap jamannya, Haggett (2001) mencoba menyajikan kutipan dari beberapa pengarang sebagai berikut : Geography is concerned to provide an accurate, orderly and, relational description of the YDULDEOHFKDUDFWHURIWKHHDUWK¶V surface (R. Hartshorne, ³3HUVSHFWLYHV RQ WKH 1DWXUH RI *HRJUDSK\´ 0XUUD\ /RQGRQ 1959, p.21). Its goal is nothing less than an understanding of the vast, interacting system comprising all humanity and its natural environment on yhe surface of the HDUWK ($$FNHUPDQ ³$QQDOV of the Association of American *HRJUDSKHUV´S Geography seeks to explain how the subsystems of the physical environment are organL]HG RQWKHHDUWK¶V VXUIDFH DQG how man distributes himself over the earth in relation to physical features and to other men (Ad Hoc Committee on *HRJUDSK\ ³7KH 6FLHQFH RI *HRJUDSK\´± Academy of Sciences, Washington, D.C, 1965. p.1). *HRJUDSK\ « D VFLHQFH FRQ cerned with the rational development and testing of theories that explain and predict the spatial distribution and location of various characteristics on the surface of the earth (M.Yeates, ³,QWURGXFWLRQ WR 4XDQWLWDWLYH Analysis in Economic GeograSK\´3UHQWLFH+DOO(QJHOZRRG Cliffs, N.J, 1968,p.1) Geography is the science of place. Its vision is grand, its view panoramic. It sweeps the surface of the Earth, charting the physical, organic, and culWXUDO WHUUDLQV«6FLHQFH ³5HYLHZRI+DUPGH%OLM¶V
*HRJUDSK\ %RRN´ -RKQ :LOH\ New York, 1995). Geography is an integrative discipline that brings together the physical and human dimensions of the world in the study of people, places, and environments (American Geographical 6RFLHW\ HW DOO ³*HRJUDSK\ IRU /LIH´1DWLRQDO*HRJUDSKLF6R ciety, Washington, D.C, 1994). Walaupun belum dapat memberikan informasi secara lengkap paling tidak definisi definisi di atas memperlihatkan adanya perbedaan kebutuhan manusia pada setiap periode definisi geografi. Perhatian geograf dimulai dengan analisis ruang muka bumi sebagai lingkungan tempat hidup manusia, aspek lingkungan sebagai faktor yang mempengaruhi manusia dalam mengorganisasi dirinya, dilanjutkan dengan bagaimana mengorganisasi ruang muka bumi melalui pendekatan hubungan ekologis terhadap lingkungan manusia, dan pada akhirnya para geograf tertarik mengembangkan konsep keragaman ruang muka bumi dan telaah potensi kekayaannya sesuai karakteristik wilayah masing masing. Oleh karena itu dalam menetapkan kebijakan pembangunan wilayah seyogyanya perlu memperhatikan faktor karakteristik wilayah, sebagai salah satu contoh kritik para geograf saat ini, agar dapat mengurangi persoalan konflik yang men\DQJNXW ³WDQDK´ GDODP NRQWHNV ³UXDQJ´ Dalam rangka menyusun kurikulum inti, pemikiran Haggett (2001 p.764) tentang struktur internal ilmu Geografi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan agar aspek keragaman (diversity) dapat mencerminkan bahwa geografi adalah satu (unity). Pendekatan integratif tersebut terdiri atas (1) spatial analysis yaitu (a) theoretical
(spatial interaction theory, diffusion theory, others) dan (b) applied (watershed development, urban problems, others), (2) ecological analysis yaitu (a) theoretical (environmental structures, ecosystems, others) dan (b) applied (natural resources geography, hazard appraisal, others), (3) regional complex analysis yaitu (a) theoretical (regional growth theory, interregional flow theory, others), dan (b) applied (regional forecasting, regional planning, others). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa konsep pembidangan (geografi fisik dan geografi manusia) sudah tidak relevan saat ini. Oleh karena itu perumusan kurikulum inti seyogyanya mengikuti perkembangan paradigma yang berlaku secara universal agar para geograf Indonesia mampu memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan disiplin ilmu Geografi. Kerangka umum pemikiran Haggett di atas mampu mengakomodasi berbagai persoalan geografis di Indonesia saat ini dan di masa depan sebagai obyek penelitian para geograf seperti contoh persoalan yang dikemukakan pada awal tulisan ini. Apabila disederhanakan, kurikulum inti paling tidak mencerminkan 3(tiga) ciri utama yaitu (1) core keilmuan (2) kultur masyarakat (3) penguasaan teknologi. Mata kuliah Meteorologi/ Klimatologi, Geologi/ Geomorfologi, Kartografi, Konsep dan Metodologi Penelitian Geografi merupakan ciri pertama. Geografi penduduk dan Penggunaan tanah (land use) mengakomodasi ciri ke dua. Mata kuliah SIG dan Penginderaan Jauh mengakomodasi ciri ke tiga. Walaupun masih terbuka ruang untuk didiskusikan lebih lanjut, penguasaan kelompok mata kuliah diatas minimal mampu memEHQWXNFLULVHRUDQJ³JHRJUDI´
Kemampuan merumuskan persoalan yang dihadapi baik oleh pemerintah, swasta atau masyarakat umum akan dapat memberikan nilai tambah bermakna bagi lulusan sekaligus merupakan mata rantai dalam kerangka pengembangan ilmu Geografi.
c. Mata Kuliah Lokal Materi kurikulum inti yang seragam bagi semua penyelenggara program studi Geografi di Indonesia merupakan sarana untuk menghasilkan sarjana Geografi dengan kompetensi yang tidak berbeda, baik lulusan dari perguruan tinggi negeri maupu n swasta. Artinya, setiap lulusan memiliki core-competence sama. Oleh karena jumlah sks yang dipersyaratkan untuk meraih kesarjanaan melebihi jumlah sks kurikulum inti (144 sks) maka akan terdapat keragaman kurikulum pendidikan pada berbagai program studi Geografi terutama pada mata kuliah muatan lokal (mata kuliah lokal). Apabila jumlah sks mata kuliah kurikulum inti telah ditetapkan maka jumlah mata kuliah lokal dan jumlah sksnya dapat ditentukan dengan catatan jumlah sks total sebanyak 144 sks. Salah satu alternatif penetapan mata kuliah lokal untuk mencerminkan ciri khusus perguruan tinggi penyelenggara adalah dengan memperhatikan 3 (tiga) hal penting yaitu (1) jumlah dan mutu staf pengajar (2) sarana dan prasarana pendidikan dan (3) kebutuhan pasar. Bertitik tolak dari analisis optimalisasi ke tiga komponen tersebut dapat ditetapkan ciri khusus sarjana Geografi dari masing masing perguruan tinggi. Pada tahap selanjutnya, tingkat kompetensi dan ciri lulusan yang diharapkan tersebut dapat digunakan untuk merumuskan visi dan misi program studi sebagai cermin keinginan di masa depan.
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
28
29 PERMASALAHAN Pembahasan tentang kurikulum program studi Geografi seperti disampaikan di atas dilakukan dengan tujuan untuk tercapainya kesepakatan adanya kesamaan kualifikasi sarjana Geografi di Indonesia. Kejelasan kualifikasi tenaga sarjana Geografi diperlukan untuk memudahkan para pengguna dalam memanfaatkan profesi Geografi. Faktor tidak jelasnya kualifikasi tersebut selama ini dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam memasyarakatkan peran Geografi di Indonesia. Beberapa persoalan yang dikemukakan pada bagian awal tulisan ini, secara hipotetis dapat dijadikan salah satu bukti adanya jalinan sebab-akibat. Pada saat ini, kecuali tiga PTS yang tidak ada datanya, tiga perguruan tinggi penyelenggara program studi Geografi yaitu Departemen Geografi FMIPA UI membuka satu program studi, sedangkan Fakultas Geografi UGM dan Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta membuka lebih dari satu program studi Geografi, dengan nama yang berbeda. Oleh karena ada perbedaan nama program studi maka akan ada perbedaan kompetensi lulusan dan perbedaan kurikulum untuk menghasilkan kompetensi tersebut. Hal inilah yang barangkali selama ini menjadi faktor kesulitan dalam merumuskan core curriculum program studi Geografi di Indonesia. Hal ini akan berbeda jika nama program studi lain kecuali program studi ³*HRJUDIL´ PHUXSDNDQ SURJUDP pengkhususan atau peminatan. Keragaman program studi Geografi, baik nama program maupun muatan kurikulumnya menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Salah satu faktor yang menghambat teknis
pelaksanaan evaluasi adalah kode program studi dan nama program studi yang ditetapkan Ditjendikti. Program studi bidang Geografi diberi nama program studi Geografi Manusia dan program studi Geografi Fisik dan Lingkungan (BAN-PT, 2003), sedangkan yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan sejak awal adalah Surat Keputusan Menteri Pendidikan dengan nama program studi Geografi. Persoalan inilah yang barangkali dapat dianggap sebagai titik awal untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap sistem pendidikan program studi Geografi di Indonesia. Untuk itu kepada seluruh geograf yang terlibat langsung dalam pelaksanaan pendidikan Geografi di Indonesia perlu menyatukan visi dan menyusun rencana aksi untuk melahirkan rumusan kompetensi dan struktur kurikulum baku program studi Geografi, dalam waktu yang tidak terlampau lama, untuk meningkatkan peran serta dalam memberikan kontribusi solusi berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa dan negara saat ini dan di masa depan.
B. Program studi Pendidikan Geografi Dalam bagian ini tidak dimaksudkan untuk melakukan telaah rinci tentang hal hal yang berkaitan dengan kompetensi dan kurikulum program studi akan tetapi pembahasannya lebih difokuskan pada bagaimana pola sebaran perguruan tinggi penyelenggara sebagai ³SURGXVHQ´ JXUX *HRJUDIL GDQ ED gaimana pola se baran SD, SLTP dan SLTA dan yang sederajat sebaJDL ³NRQVXPHQ´ GL VHOXUXK ,QGRQH sia. Melalui kajian ini diharapkan dapat diketahui di wilayah mana saja peluang terjadinya hambatan proses pembelajaran pengetahuan
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
Geografi dan bagaimana alternatif pemecahannya. Akibat perubahan kebijakan pengembangan perguruan tinggi di Indonesia terjadi perubahan nama institusi pendidikan program studi bidang Pendidikan Geografi dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) menjadi Fakultas Pendidikan di bawah institusi Universitas Negeri. Sebagai contoh IKIP Jakarta menjadi Universitas Negeri Jakarta. Pada saat ini di seluruh Indonesia terdapat 16 PTN dan 9 (sembilan) PTS penyelenggara program studi Pendidikan Geografi dan tersebar tidak merata di seluruh propinsi dan terkonsentrasi sebagian besar di Jawa seperti terlihat pada peta 2 (Dikti Depdiknas, 2002). Apabila dikaitkan dengan sebaran SD, SLTP dan SLTA sebagai ³NRQVXPHQ´ SHWD GDSDW GLNHWD hui bahwa beberapa wilayah di Indonesia seperti Kalimantan dan sebagian Sumatra terindikasi potensial kekurangan guru Geografi. Akibat selanjutnya dapat diduga bahwa di daerah daerah tersebut mengalami hambatan dalam proses pembelajaran Geografi dan pada akhirnya secara hipotetis dapat dikatakan bahwa tingkat perkembangan ilmu Geografi di wilayah tersebut relatif lebih rendah dibanding daerah lain. Sebagaimana telah diuraikan di atas, kurikulum merupakan salah satu faktor penentu proses pengembangan disiplin ilmu Geografi. Melalui pengamatan terhadap salah satu sampel kurikulum program studi Pendidikan Geografi dapat diketahui bahwa beban studi untuk menjadi sarjana adalah sebanyak 152 sks termasuk skripsi, sekitar 20 % diantaranya adalah muatan mata kuliah pendidikan, sedangkan 80% sisanya adalah mata kuliah Geografi. Apabila diperhatikan, dalam struktur kurikulum terdapat
mata kuliah inti bidang Geografi seperti Pengantar / Filsafat Geografi, Geologi / Geomorfologi, Meteorologi / Klimatologi dan terdapat mata kuliah SIG dan Penginderaan Jauh. Berdasarkan materi mata kuliah tersebut dan keragaman mata kuliah sistematik dan regional yang diperoleh selama studi, dapat disimpulkan bahwa lulusan program studi pendidikan Geografi di Indonesia dinilai mampu menjalankan profesi sebagai guru Geografi, baik di SD, SLTP maupun SLTA dan bahkan sebagai dosen di perguruan tinggi sejenis. Paling tidak ada dua persoalan mendasar dalam hubungannya dengan tulisan ini yaitu (1) bagaimana agar jumlah kebutuhan guru Geografi dapat dipenuhi oleh lulusan PT yang ada?, (2) bagaimana agar tidak WHUMDGLNHWLPSDQJDQSHUVHEDUDQORNDVL³SURGXVHQ´GHQ gan persebaran lokasi sekolah yang membutuhkan?. Berdasarkan data jumlah total mahasiswa kependidikan Geografi sebanyak 4133 orang dan jumlah lulusan tahun 2001/2002 sebanyak 691 orang (Dikti Depdiknas, 2002) dan jika diasumsikan seluruh PT di Indonesia hanya mampu menghasilkan lulusan sebanyak 2000 orang setiap tahun, selama 30 tahun terakhir diperkirakan menghasilkan 60000 orang sarjana Pendidikan Geografi, jumlah sekolah dan variabel lain dianggap tetap, maka dibutuhkan waktu paling tidak 50 tahun lagi agar setiap sekolah di Indonesia memiliki seorang guru Geografi. Apabila dikaitkan dengan kebutuhan guru Geografi di SLTP dan SLTA maka diperkirakan masih diperlukan waktu lebih dari 10 tahun agar dapat memenuhi seluruh SLTP dan SLTA di Indonesia. Angka perkiraan tersebut diungkapkan untuk memberikan informasi awal tentang adanya kekurangan guru Geografi yang selama ini terjadi di Indonesia.
'RGGV . DQG 'DYLG $WNLQVRQ µ*HRSROLWLFDO WUDGLWLRQV´ 5RXWOHGJH 7D\ORU )UDQFLV *URXS London. +DJJHWW 3 ´*HRJUDSK\ $ *OREDO 6\QWKHVLV´ Prentice Hall, NY. Holt--HQVHQ $ ³*HRJUDSK\ ,WV +LVWRU\ DQG &RQFHSWV´+DUSHU 5RZ3XEOLVHU/RQGRQ -RKQVWRQ5-DWDOO³*HRJUDSKLHV2I*OREDO &KDQJH 5HPDSSLQJ WKH :RUOG´ 6HFRQG (GLWLRQ Blackwell Publising Co, USA. 3DNSDKDQ 5 ³,OPX 3HQJHWDKXDQ 6RVLDO´ *UDV indo, Jakarta. 6DQG\,0³5HSXEOLN,QGRQHVLD*HRJUDILUH JLRQDO´-XUXVDQ*HRJUDIL)0,3$8,-DNDUWD 6DQG\ ,0 ³$WODV 5HSXEOLN ,QGRQHVLD´ -XUXVDQ Geografi FMIPA UI,Jakarta 6RHSUDSWR+³$UDKGDQVWUDWHJLSROLWLNOXDU negeri Indonesia dalam menangani masalah perbaWDVDQ 5, GDQ QHJDUD DVLQJ´PDNDODK ZRUNVKRS LIPI, Jakarta. 7LP $EGL *XUX ³*HRJUDIL 6/73´ 3HQHUELW (U langga, Jakarta :DUGL\DWPRNR . ´*HRJUDIL 608´ 3HQHUELW(U langga, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA $QRQLPRXV ´'LUHNWRUL 3HUJXUXDQ 7LQJJL 1HJHULGL,QGRQHVLD´'LWMHQGLNWLDepdiknas. ««««« ´'LUHNWRUL 3HUJXUXDQ 7LQJJL 6ZDVWDGL,QGRQHVLD´'LWMHQGLNWL'HSGLNQDV ««««« ³6WDWLVWLN ,QGRQHVLD´ %LUR 3XVDW Statistik. «««««³%DGDQ$NUHGLWDVL1DVLRQDO3HUJX UXDQ7LQJJL´'LNWL'LNQDV %RDU %+ ´6WUDWHJLF 7KLQNLQJ )RU ,QIRUPDWLRQ 7HFKQRORJ\´-RKQ:LOOH\ 6RQV,QF1HZ
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
30 EVENTS
EVENTS 31
PELATIHAN GIS DAN PENGINDERAAN JAUH TINGKAT DASAR UNTUK GURU SMA Oleh : Adi Wibowo Departemen Geografi melalui lembaga kajiannya yaitu Pusat Penelitian Geografi Terapan (PPGT) mengadakan kegiatan Pelatihan GIS dan Penginderaan Jauh Tingkat Dasar untuk guru-guru SMA seJabodetabek. Kegiatan ini berlangsung selama 2 gelombang yaitu: gelombang pertama diadakan pada tanggal 1 ± 4 Juni 2009 dan gelombang kedua diadakan pada tanggal 15 ± 18 Juni 2009. Adapun maksud dari kegiatan Pelatihan Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh Tingkat Dasar ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman Guru Sekolah Menengah Atas (SMA) mengenai Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh. Pelatihan diadakan selama 4 hari di setiap gelombangnya, dengan 2 hari untuk pelatihan Sistem Informasi Geografi (SIG) dan 2 hari untuk pelatihan Penginderaan Jauh. Ruang lingkup pelaksanaan dari kegiatan pelatihan ini yaitu: Pemberian materi dasar/pokok mengenai SIG yang dipaparkan oleh Bapak Adi Wibowo, M,Si. Sedangkan pemberian materi dasar/pokok mengenai PJ dipaparkan oleh Bapak Rokhmatullah, M.Eng dan Ibu Revi Hernina, M.T Praktek langsung aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh dengan komputer menggunakan ILWIS (untuk Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh) di laboratorium komputer Departemen Geogafi. Lingkup praktikum ini dibantu oleh 4 orang instruktur yaitu Ratri Candra Restuti, S.Si; Corry Nurmala, S.Si; Weling Suseno, S.Si; dan Iqbal Putut A, S.Si. Secara keseluruhan pelatihan ini diikuti oleh 12 peserta diantaranya berasal dari SMA 30 Jakarta, SMA Islam Al-Azhar Pondok Labu Jakarta, SMA Santa Ursula (3 orang), SMA 81 Jakarta, SMAK 3 Penabur Jakarta (2 orang), SMA 47 Jakarta, SMA 52 Jakarta, SMA Nasional 1 Bekasi, dan Alumni Geografi Angkatan 2000. Kegiatan pelatihan ini tidak hanya akan berakhir pada 2 gelombang ini saja, dikarenakan kegiatan pelatihan ini akan diadakan secara berkala, sehingga dapat membuka kesempatan kepada guru-guru SMA se -Jabodetabek lain untuk berpartisipasi.
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
KUNJUNGAN DAN KULIAH UMUM Prof Eric Sheppard dan Prof Helga Leitner Department of Geography, University of Minnesota, USA
Menyambut
Oleh : Adi Wibowo
20 Mei 2009, Departemen Geografi Universitas Indonesia kedatangan tamu istimewa dari Department of Geography, University of Minnesota, USA yaitu Prof Eric Sheppard dan Prof Helga Leitner. Dalam kunjungan, mereka mengadakan kuliah umum dan diskusi atau sharing dengan para
Prof Eric Sheppard
dosen di Departemen Geografi Universitas Indonesia.
Prof Helga Leitner
DR. Rokhmatuloh saat memberikan sambutan pembukaan
Sebelum bertemu dengan team Dosen Dari Geografi UI, Ibu Helda sempat berbincang dengan Ibu Widiawati, Pak Eko dan Pak Rokhmat. Di dalam ruangan Pak Erick mengobrol dengan Pak Triarko, Pak Cholifah, dan Pak Tarsoen. Beberapa perbincangan nostalgia saat beretemu pertama kali di Salemba tahun 80an. Pertemuan dengan Team Geografi di awali dengan presentasi oleh Pak Eko mewakili Dept. Geo UI, yang dilanjutkan oleh Pak Tarsoen.
Para peserta pelathan yang terdiri dari guru-guru SMA se-Jabodetabek
Diskusi ini dipergunakan oleh Pak Eric dan Ibu Helda untuk berbagi informasi bagaimana kondisi matakuliah di tempat mereka dan bagaimana cara mereka mengajar. Topiktopikapa saja yang mesti ditampilkan agar mengna dengan kondisi saat ini, dan spesifik kondisi real dilapangan. Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
32
PUSAT PENELITIAN GEOGRAFI TERAPAN UNIVERSITAS INDONESIA UNIT PELATIHAN
Diksusi juga menyangkut bagaiman kondisi lulusan Geografi saat ini dan perbandingannya dengan masa lalau. Berdasarkan informasi yang ada bahwa masa tunggu alumni masa lalu untuk bekerja lebih lama dibandingkan sekarang. Saat ini (2005 ± 2009)masa tunggu sekitar satu bulan dan bekerja pada biang Geografi dengan kriteria kemampuan GIS dan Remote Sensing. RAMAH TAMAH DENGAN DEKAN FMIPA UI
PPGT dibentuk pada tanggal 11 April 1995 melalui SK Dekan FMIPA UI No.052/PT02.H4.FMIPA/
Sebagai bagian dari lembaga yang berorientasi penelitian dan pelayanan, PPGT menyediakan
C/1989 tanggal 22 Maret 1989 dan Rapat Senat FMIPA UI tanggal 10 April 1995 merupakan bagian dari Departemen Geografi Fakultas
pelayanan jasa sebagai berikut: (1) Pelayanan dalam pengumpulan data, pembangunan data dasar ( database ), dan penyajian peta. (2) Pendidikan
Matematika
Alam
dalam bidang geografi dan ilmu keruangan/regional,
Universitas Indonesia. Pusat Penelitian Geografi Terapan (PPGT) didirikan sebagai lembaga kajian untuk menjalankan misi guna memenuhi
dan
Ilmu
Pengetahuan
pelatihan dalam teknik keruangan termasuk Penginderaan jauh, Proses Citra Dijital, Interpretasi Citra dan analisisnya, Sistem Informasi Geografis,
kebutuhan akademik dan masyarakat luas dalam mencari jawaban dan pengambilan keputusan atas permasalahan keruangan lingkungan hidup
pemetaan Global Positioning System , dan pengumpulan data lapangan; (3) Konsultan dalam analisis keruangan dan penelitian untuk
manusia yang semakin kompleks, baik dari segi
perencanaan lingkungan;
fisik dan non fisik. Dan dengan mengandalkan dan mengikuti perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografi yang semakin pesat.
KULIAH UMUM
mendukung
perencanaan
pembangunan
dan
manajemen lingkungan; (2) Menyediakan kelompok pakar dalam bidang ilmu keruangan, pengembangan penggunaan dan pertukaran informasi keruangan dan teknologi terkait; (3) Menyediakan ahli keruangan untuk mendukung efektifitas kegiatan penelitian dan pembangunan yang memiliki perspektif keruangan; (4) Menghubungkan ilmu geografi dan teknologinya dengan kebutuhan pasar.
setiap
berusaha
Pusat Penelitian Geografi Terapan memiliki 4 prinsip dalam menjalankan misinya, yakni (1) Mengembangkan terapan baru disiplin ilmu geografi untuk kepentingan analisis regional guna Dalam kesempatan sebelum memberikan kuliah umum Eric dan Helda bertemu dengan Dekan FMIPA UI Dr. Adi Basukriadi dan Humas MIPA Ibu Dr. Ariadne. Dari Departemen Geografi Pak Cholifah dan Pak Asmarul mendampingi. Dalam perbincangannya Eric menceritakan ini adalah kunjungan pertama ke UI Depok, sedangkan pertama kali berkunjung di Geografi di Kampsu Salemba.
Dalam
pembangunan
kegiatan
untuk
dan
manajemen
pelayanannya,
memberikan
nilai
PPGT tambah
keilmiahan, baik konsep sampai dengan data untuk proses analisis maupun untuk penyajian. Kontribusi ini merupakan komitmen PPGT bagi masyarakat ilmiah dan masyarakat umum. Pusat Penelitian Geografi Terapan sebagai lembaga yang ada di Universitas sebagai pencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas serta bentuk pengabdian pada masyarakat dengan suatu kegiatan Pelatihan terutama di Bidang Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh. Tujuan kegiatan pelatihan adalah (1) Melatih sumber daya manusia agar mampu melakukan pembangunan basis data sapsial, untuk
Prof Eric Sheppard dan Prof Helga Leitner saat memberikan kuliah umum
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
PUSAT PENELITIAN GEOGRAFI TERAPAN UNIVERSITAS INDONESIA
PUSAT PENELITIAN GEOGRAFI TERAPAN UNIVERSITAS INDONESIA
UNIT PELATIHAN
Pengalaman Pelatihan yang telah dilakukan sejak tahun 1996 hingga tahun 2009 adalah sebagai berikut :
mempersiapkan data masukan dan merencanakan informasi keluaran, merancang basis data, mengimplementasikan basis data, melakukan analisis (menjawab queries) yang diperlukan, dan kemudian menyajikan hasil akhirnya (2) Melatih
UNIT PELATIHAN
STRUKTUR ORGANISASI 2008
PEMDA KAB SAMOSIR, SIG untuk Perencanaan Wilayah, UI Depok
2007
Pemda dan Depkes, SIG untuk Kesehatan, Depkes Jakarta Pemda Umum, SIG Tingkat Dasar, UI Depok Pemda Umum, SIG Tingkat Analisis Perencanaan Pesisir, UI Depok
2006
PT. Surveyor Indonesia, SIG untuk Apraiser, UI Depok PT. Surveyor Indonesia, SIG Tingkat Dasar, UI Depok PT. Sucofindo, SIG Tingkat Dasar, UI Depok Staf Pusdata Dept. Pekerjaan Umum, SIG Tingkat Dasar, UI Depok Guru SMK Penabur, Workshop Sistem Informasi Geografis, UI Depok Staf Dinas Pertanahan dan Pemetaan DKI Jakarta SIG untuk Informasi Pertanahan, UI Depok
2005
Staf Staf Staf Staf
2004
Dinas Survey dan Pemotretan Udara TNI Angkatan Udara, SIG untuk pemetaan perspektif tiga dimensi, Halim Jakarta Staf Pengajar Universitas Negeri Jakarta, SIG Tingkat Dasar, UI Depok Staf Telkom Kandatel Jak Timur, GPS dan SIG untuk Telkom, UI Depok PEMDA, SIG untuk Pengeloaan Wilayah Pesisir dan Laut , UI Depok PEMDA, SIG Tingkat Lanjutan untuk Pemerintah Kabupaten dan Kota
2003
BAPPEDA Kab. Maluku, Polmas, Ketapang, Tingkat Manajerial, UI Depok PEMDA Kota Bontang, SIG Tingkat Manajerial, Kota Bontang, Kaltim
2002
BAPPEDA Kab. Jayawijaya, Kolaka, Nganjuk, Ketapang, SIG Tingkat Dasar, UI Depok DPP dan Kanwil BPN DKI Jakarta, SIG untuk Pertanahan, UI Depok
2001
PJT II Jatiluhur, SIG Tingkat Dasar, UI Depok
2000
PEMDA Kabupaten dan Kota, SIG Tingkat Dasar, UI Depok PEMDA Propinsi Maluku, SIG Tingkat Dasar, UI Depok Pemda Kab dan Kota se-Kalimantan, SIG Tingkat Dasar, UI Depok
1999
PT. PENAS, SIG Tingkat Manajerial untuk PT. PENAS, UI Depok FE Universitas Bengkulu, SIG Tingkat Manajerial, UB Bengkulu
1997
Pemasyarakatan Prototipe Aplikasi Remote Sensing dan GIS untuk Perwakilan Wilayah Lokasi MREP, UI Depok
1996
Pelatihan SIG untuk Guru-guru Geografi SMA Se-Jabodetabek, UI Depok
KEPALA
sumber daya manusia agar mampu merancang dan mengimplementasikan data spasial hingga menjadi sebuah sistem yang terotomasikan sedemikian rupa sehingga membentuk suatu aplikasi (berikut interface manusia-mesin yang efektif, efisien, dan menarik) yang tersusun dengan rapi. Untuk dapat mengikuti pelatihan tersebut maka
Drs. Triarko Nurlambang, MA WAKIL KEPALA
Drs. Taqyuddin, M.Hum SEKRETARIS
diperlukan pengetahuan dasar komputer yakni (1) Sistem Operasi Windows dan Perangkat lunak
Office; (2) Pengetahuan dasar tentang geografi (keruangan) seperti fakta wilayah yakni data statistik baik data sosial maupun data infrastruktur, serta kondisi topografi wilayah (3) Pengetahuan tentang peraturan, kebijakan baik
Irma Susanti, S.Si UNIT LAYANAN RISET & KONSULTASI DAN UNIT LAYANAN PUBLIKASI
dari pusat atau daerah baik bersifat teksnis dan non teknis yang berkenaan dengan bidang kerja masing-masing. Fasilitas yang disediakan untuk Pelatihan SIG adalah sebagai berikut:
Hafid Setiadi, S.Si, MT UNIT LAYANAN PELATIHAN
(1) Hardware: PC
Pentium IV, minimum harddisk space 20 GB, 128 MB RAM (Satu komputer untuk tiap peserta) 2) Software SIG berbasis sistem operasi Windows ArcView, ArcgIS, ERMApper (3) Ruang pelatihan Ber-AC (4) Modul dan Training Kit,
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009
Adi Wibowo, S.Si, M.Si
Peneliti UNESCO, SIG Tingkat Dasar, UI Depok Pengajar Universitas Negeri Jakarta, SIG Tingkat Manajerial, UI Depok Pengajar Dept. Arkeologi, FIB UI, SIG Tingkat Dasar, UI Depok Dinas Pertanahan dan Pemetaan DKI Jakarta, SIG untuk Informasi Pertanahan, UI Depok
Volume 7 / No. 2 / Agustus 2009