1
Daftar Isi
Buku : Pemetaan terhadap Pemberitaan dan
Media Komunitas terhadap LGBTI
Penyusun : Henry Thomas Simarmata, Cahyo Aji; Tim Kemitraan Desain dan Tata Letak : Graficoup Penerbit : Kemitraan - The Partnership For Governance Reform
Kata Sambutan ....................................................
4
A. Pendekatan ....................................................
6
B. Temuan-Temuan ............................................
11
C. Pencermatan ................................................. 28 D. Timbangan untuk
Rekomendasi ................................................. 30
ISBN
Annex 1 .................................................................. 44 Annex 2 ................................................................. 50 Kemitraan - The Partnership For Governance Reform Jalan Taman Margasatwa No. 26C, Ragunan, South Jakarta, Indonesia
www.kemitraan.or.id @kemitraan_pgr www.facebook.com/pages/Kemitraan-Partnership 2
3
Kata Sambutan
ataupun dibaca melalui media cetak. Media violence juga terjadi saat media mengarahkan pemberitaan untuk menyebarkan kebencian pada kelompok tertentu.
Program
Access
to
Justice
for
LGBTI
community
in
Indonesia
Kemitraan bekerjasama dengan mitra-mitra daerah telah melakukan
merupakan program kerjasama antara Kemitraan, Arus Pelangi,
media mapping terhadap media-media di tingkat nasional dan
Outright Action International dan mitra yang ada di 8 provinsi (Aceh,
daerah untuk mengetahui posisi redaksi terhadap isu LGBTI yang
Sumatera Utara, Lampung, DKI Jakarta, Yogyakarta, Sulawesi Utara,
mulai gencar di awal tahun 2016. Pemetaan ini untuk mengetahui
Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur). Program ini bertujuan untuk
pendekatan masing-masing media ketika mereka memberitakan isu
meningkatkan akses terhadap keadilan dan komunitas LGBTI serta
LGBTI. Informasi ini dapat kita gunakan bersama untuk lebih jelas
menumbuhkan responsibilitas baik pemerintah nasional dan daerah
melihat posisi media bagi keberagaman, khususnya keberagaman
terhadap pelanggaran hak kelompok LGBTI di Indonesia. Beberapa
minoritas gender dan seksualitas yang ada di Indonesia serta
kelompok pemangku kepentingan yang secara aktif terlibat dalam
melihat secara obyektif bentuk pemberitaan yang mengikuti standar
aktivitas program ini diantaranya adalah Komnas HAM, Komnas
jurnalisme yang benar dan mengurangi pemberitaan yang negatif.
Perempuan, Organisasi Bantuan Hukum, penegak HAM dan tentu
Hasil pemetaan media ini dapat digunakan untuk kepentingan studi
saja media.
media dan advokasi baik bagi kelompok LGBTI maupun mereka yang memiliki perhatian terhadap isu minoritas terutama minoritas
Media
memiliki
Pemberitaan
peran
media
yang
dapat
berpengaruh
pada
keberagaman.
mempengaruhi
sikap
dan
keragaman orientasi seksual.
perilaku
masyarakat yang mengkonsumsi berita tersebut. Namun sangat
Selamat membaca dan hasil pemetaan media ini dapat dikutip
disayangkan kita seringkali membaca pemberitaan yang berat sebelah,
dan digunakan untuk kepentingan akademik, advokasi maupun
media digunakan oleh pemilik media bukan untuk pemberitaan yang
pemberitaan.
berimbang tapi lebih digunakan untuk memberitakan pandangan personal
dari
pimpinan
atau
pemilik
perusahaan.
Dewan
pers
menyatakan bahwa media violence atau Kekerasan di media massa
Selamat membaca Monica Tanuhandaru
adalah bentuk publikasi cetak, dan tayangan fisik, maupun verbal oleh media dimana tayangan menampilkan tulisan, aksi, dan ucapan yg
Direktur Eksekutif
berbau kekerasan berupa kata-kata kasar s.d. siaran dan rekonstruksi
Kemitraan
kekerasan yg dpt ditonton di televisi, didengarkan melalui radio,
4
5
A. Pendekatan
"
1. Pemetaan Pemberitaan (media berita) Yang
dicermati
dalam
media
berita
adalah
Saling deteksi
psikologis”, sikap yang banyak muncul
Membangun
pihak (tidak sepihak), ada konfirmasi dan klarifikasi.
persepsi/
Secara hukum, media berita ini lebih bisa dilacak
beserta
institusinya
Undang-Undang
seperti
Dewan
Pers
keputusan
Pers
psikologis
dan
atas
pemberitaan
media
adalah sikap oposisi dengan memakai anggapan “melawan agama”, “kelompok yang berbahaya”, “penyakit, atau gangguan, atau kelainan”. Di beberapa pemberitaan muncul sikap proposisi, yang merujuk pada perlunya “pemberitaan berimbang”,
beragam organisasi media dan wartawan.
Penelitian
hati mengambil kesimpulan, dan perlunya
Dalam “membangun persepsi/keputusan
isi
pemberitaan seperti hard news, menelisik para
terhadap
muncul merujuk pada saran untuk berhatideteksi terhadap LGBTI.
dan horison yang bertumpu pada kaidah umum
akuntabilitasnya
Dalam “saling deteksi”, pemberitaan yang
“penghormatan terhadap kehidupan pribadi orang”, “tidak perlu dijauhi”.
mengenai
LGBTI memakai rujukan “ruang bersama”. Rujukan menjadi kerangka untuk menjaring pemberitaan dan
Dalam “ragam ko-eksistensi”, pemberitaan
membuat pengelompokan. Pengelompokan ini pada
sedikit tetapi banyak menunjuk pada
dasarnya sebagai berikut:
"
Ragam ko-eksistensi
kelompok waria (di dalam LGBTI) yang biasanya mempunyai proses-proses sosio-kultural yang sudah berjalan. Dalam suasana pemberitaan yang banyak “oposisi”, proses ini terganggu, namun tidak menutup proses tersebut.
For complete description, please refer to annex 1 6
7
Kalangan dengan penghasilan lebih
SEGMEN Untuk
selengkapnya,
dipersilakan
merujuk
pada
annex 1 “Menggunakan kerangka “Ruang Interaksi”
A B
tinggi dari UMP, aktif secara sosial, sophisticated dalam kehidupan sosial dan akses terhadap materi baca, tidak ragu mempunyai pendapat melawan arus, denizen secara sosio-psikologis
Kalangan dengan penghasilan lebih tinggi dari UMP, mobilitas horisontal sedang sampai dengan tinggi, aspirasi menjadi urban dweller dan aktif secara sosial, pembentuk middle class
dalam Pemetaan Pemberitaan LGBTI”
Dalam
media
berita,
masing-masing
wilayah
pengaruh (:pembaca, diskusi, pendengar) dibangun, termasuk untuk alasan yang bersifat komersial. Dalam pelacaka ini, wilayah pengaruh ini disebut sebagai segmen. Segmen yang dimaksud adalah:
8
C
Kalangan dengan penghasilan sekitar UMP (Upah Minimum Provinsi) atau lebih sedikit, pekerja umum (blue collar), mempunyai rasa keterikatan komunitas yang kuat, mobilitas horisontal sedang
9
Dalam media berita, segmen B dan C-lah yang lebih dilacak. Hal ini didasarkan pada alasan konteks “ruang interaksi” (sebagaimana yang
dijelaskan
dalam
annex1),
dan
pada
alasan
khalayak
paling banyak. Lebih dari itu, dalam segmen B dan C ini, kita dapat mengamati pergerakan sentimen yang lebih mengemuka (readable). Segmen A dilacak untuk mendapatkan perbandingan dinamika terhadap segmen B dan C.
biasanya
secara
longgar
tidak
mempunyai
kaidah yang biasanya berlaku dalam format pemberitaan yang bertumpu pada hard news. Istilah “diplintir sana, diplintir sini” biasanya dapat diamati, namun masyarakat atau peer media tidak mempunyai tanggungjawab langsung. Dalam pengaturan isi, biasanya keterkaitan dengan konstituen media yang dilihat. terhadap
publik
pada
umumnya
lebih
sekunder.
(mengenai perihal “pembatasan” menurut hukum nasional dan nasional, atau “kepatutan publik”, perlu diambil upaya lain di luar pemetaan ini.)
amat jelas bahwa “Ruang Bersama” menjadi titik perhatian. (lihat
mengenai
sejauh
mana
satu
kelompok
dengan
kelompok yang lain menciptakan ruang bersama, atau saling
akuntabilitas langsung terhadap Undang-Undang Pers beserta
Relevansi
Dalam menjaring pemberitaan mengenai LGBTI oleh media berita,
gambaran
Media komunitas merujuk pada media yang dibentuk oleh dan
1. media berita nasional
terms of reference di annex1). Hal ini membuat data memberikan
2. Pemetaan Media Komunitas
komunitas,
B. Temuan-temuan
“mengasingkan” (alienating). Bisa dilihat bahwa pemberitaan tersebut
memberikan
gambaran
bagaimana
antar-kelompok
mempunyai lapisan-lapisan dalam berinteraksi.
Dalam penjaringan terhadap liputan nasional, media berita yang dilacak adalah Antara, Grup Jawa Pos, Republika, Grup Kompas, Seputar Indonesia (Sindo), Media Indonesia, Suara Pembaruan.
Pemilihan ini didasarkan pada segmentasi dari masing-masing media tersebut, sebagai berikut: SEGMEN A • Kompas
SEGMEN B
SEGMEN C
• Antara
• Grup Jawa Pos
• Media Indonesia
• Republika • Seputar Indonesia • Suara Pembaruan
10
11
Dalam bulan januari dan februari 2016, ditemukan peningkatan tajam terhadap pemberitaan mengenai LGBTI, sebagai berikut: Tabel 1: interaksi dan sikap terhadap LGBT sebagai peristiwa dan kelompok 3 sikap utama
Tabel 2: posisi “oposisi-proposisi” pada bulan februari 2016 Februari 2016
Dalam tabel 1, nampak ada “perang sikap” (lihat batang merah) dimana
mencapai
“ko-eksistensi”
puncaknya
relatif
tidak
pada
Februari
mengalami
2016.
peningkatan
Kondisi dalam
pemberitaan.
Keempat media tersebut juga mempunyai pola alokasi “oposisiproposisi” yang berbeda. Republika mempunyai jenjang yang paling lebar, dengan sikap oposisi yang amat menyolok. Kompas mempunyai jenjang terdekat, dengan “proposisi” yang lebih banyak.
12
13
Tabel 3: posisi “oposisi-proposisi” pada bulan Januari 2016 Januari 2016
Tabel 4: total “oposisi-proposisi” untuk semua pemberitaan oposisi-proposisi terhadap LGBT
Tabel 2 dan Tabel 3: Republika mempunya “oposisi” tertinggi sepanjan Januari-Febuari. (Grup) Kompas mempunyai jenjang pendek (close gap) antara “oposisi-proposisi”
Namun, secara total, sikap oposisi amat dominan dalam liputan, terutama pada bulan Februari 2016.
14
15
2. Media berita daerah Media berita daerah dilacak dengan melihat masing-masing
SEGMEN
daerah tersebut. Diasumsikan bahwa masing-masing daerah mempunyai wilayah diskusi, dan hal itu memberikan dampak pada jenis berita, atau narasi dalam berita, atau target berita.
C
Ada paduan antara situasi sosio-psikologi masyarakat dengan target media
C
C
C
C
B&C B&C
16
17
Untuk media berita daerah, yang dilacak adalah:
Beberapa pengamatan adalah sebagai berikut: Tabel 5: “ruang interaksi”sepanjang Januari-Februari 2016 untuk
Provinsi/lokal
Media
Aceh (NAD, Nanggroe Aceh
• Serambi Indonesia
Darussalam)
• Portal Satu
daerah-daerah yang dilacak Januari-Februari 2016
• Suara Atjeh Sumatera Utara
• Waspada, Sumut Pos • Suara Sumut
Lampung
• Lampung Post, Radar • Lampung • Tribun Lampung
Manado, Sulawesi Utara
• Berita Manado • Radar Manado • Tribun Manado
Makassar, Sulawesi Selatan
• Kabar Makassar • Tribun Timur • Fajar Makassar
Kalimantan Timur
• Koran Kaltim • Tribun Kaltim
Yogyakarta
• Kedaulatan Rakyat • Harian Jogja
Dalam tabel 5, Aceh mempunyai “oposisi” tertinggi dibandingkan intensitas
“oposisi”
di
daerah
lain.
Yogyakarta
mempunyai
“proposisi’ dan “ko-eksistensi” tertinggi dibandingkan intensitas dua hal tersebut di daerah lain.
• Tribun Jogja-Jateng Jakarta
• Pos Kota • Warta Kota
18
19
Di media-media yang diamati ini, ada argumen dengan tema tertentu yang selalu berulang, sebagai berikut:
20
Tabel 6: argumen penting dalam “oposisi” untuk tiap daerah
Tabel 7: argumen penting dalam “proposisi" untuk tiap daerah
argumen oposisi
argumen proposisi
21
3. Media komunitas Media komunitas yang dilacak adalah:
Nama
Latar belakang komunitas
• Arrahmah • Hidyatullah
• Majalah Hindu Raditya
• NU Online
• Mediahindu.net
• gusdur.net
• PHDI (Parisada Hindu
Komunitas Hindu
Dharma Indonesia)
Indonesia Komunitas Khonghucu
• MBI (Majelis Buddhayana Indonesia)
Indonesia)
Komunitas Buddha
• Walubi (Perwakilan Umat
• Mirifica.net
Buddha Indonesia)
• Majalah Hidup (hidupkatolik.com)
• Wahid Institute • Yayasan Buddha Tzu Chi
• Matakin (Majelis Tinggi Agama Khonghucu
Komunitas Islam
Komunitas Katolik
• Dhammacakka online
• ISKA (Ikatan Sarjana Katolik Indonesia) Mengenai ini, juga perlu juga diangkat bahwa pemimpin semua
• Bahana.com
komunitas agama melakukan konferensi pers untuk menolak
• PGI (Persekutuan Gereja-
LGBT (dimuat baik oleh media berita Antara maupun media
Gereja Indonesia) • Sinode GKI (Gereja Kristen
Komunitas Protestan
komunitas Hidayatullah).
Indonesia) • GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia)
22
23
Hidayatullah.com 18 Februari 2016
Antara, 18 Februari 2016 Pemuka lintas agama nasional tolak LGBT
Majelis-majelis Agama di Indonesia menyatukan pendapat menolak segala
Jakarta (ANTARA News) - Para pemuka lintas agama nasional menolak
bentuk propaganda lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender
legalisasi
(LGBT). Hal itu disampaikan dalam jumpa pers usai mereka bermusyawarah
transgender (LGBT) di tengah masyarakat karena pada hakikatnya adalah
di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jl. Proklamasi, Jakarta, Kamis, 9
penyimpangan seksual. "Semua agama hanya mengakui perkawinan
Jumadil Awwal 1437 (18/02/2016). Pertemuan itu dihadiri para pimpinan
antara laki-laki dengan perempuan, tidak sejenis maupun biseksual,"
dari MUI, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Perwakilan Umat Buddha
kata Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia
Indonesia
Indonesia
(MUI) Yusnar Yusuf bersama sejumlah pemuka lintas agama dalam
(MATAKIN). “Majelis-majelis Agama menyatakan sikap sebagai berikut;
konferensi pers di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Kamis. LGBT, kata Yusnar,
pertama, menolak segala bentuk propaganda, promosi dan dukungan
juga bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan UU No 1 tahun 1974
terhadap upaya legalisasi dan perkembangan LGBT di Indonesia,” ujar
tentang Perkawinan. Menurut dia, aktivitas LGBT sangat meresahkan
Wakil Sekjen MUI, Dr Nadjamuddin Ramly membacakan pernyataan itu.
masyarakat dan berdampak negatif terhadap tatanan sosial bangsa
(Walubi),
dan
Majelis
Tinggi
Agama
Konghucu
dan
propaganda
aktivitas
lesbian,
gay,
biseksual
dan
Indonesia. Atas dasar itu, Yusnar dan sejumlah pemuka lintas agama Pada poin kedua, Majelis-majelis Agama mendesak pemerintah Indonesia
mendesak pemerintah melarang dan menghentikan segala aktivitas LGBT
melarang segala bentuk dukungan dana dari pihak manapun untuk
di Tanah Air. Perlu juga, kata Yusnar, untuk mewaspadai gerakan atau
aktivitas
kampanye,
intervensi pihak mana pun dalam mempromosikan LGBT dengan dalih
sosialisasi, serta dukungan terhadap kegiatan LGBT. Baik dana dari
apa pun, termasuk HAM dan demokrasi. Pemuka agama yang turut hadir
organisasi
mewaspadai
dalam jumpa pers itu adalah Romo Siswantoko dari Konferensi Waligereja
gerakan atau intervensi pihak manapun dengan dalih apapun termasuk
Indonesia, Mpu Suhadi Sendjaja (Perwakilan Umat Buddha Indonesia) dan
Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi untuk mendukung LGBT,”
Uung Sendana (Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia)
LGBT.
Dana
maupun
dimaksud
perusahaan
yang
digunakan
internasional.
untuk
“Ketiga,
sebutnya. Pernyataan itu ditandatangani langsung oleh Dr Yusnar Yusuf (MUI), Romo PC Siswantoko (KWI), Mpu Suhadi Sendjaja (WALUBI), dan Drs Uung Sendana (MATAKIN).*
24
25
Table 8: : argumen-argumen yang muncul dalam “oposisi-proposisi” dalam media berlatar komunitas Hindu, Konghucu, Katolik, Buddha
Dalam tabel 9, media komunitas Hidayatullah memuat artikel dengan tendensi “oposisi” sampai dengan 221 buah.
media komunitas Tabel 10: argumen-argumen “oposisi” (intensitas terkuat ada pada media komuntias Arrahmah dan Hidayatullah) argumen oposisi
Tabel 9: argumen-argumen yang muncul dalam “oposisi-proposisi” dalam media berlatar komunitas Islam dan Kristen Protestan media komunitas
26
27
C. Pencermatan
atau agama sehingga LGBT harus dihormati hak hidupnya sebagai seorang manusia.” (Kedaulatan Rakyat, 1 maret 2016) dalam suatu acara publik di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
1. Media
1.4 Aceh memuat jumlah pemberitaan dengan sikap “oposisi” yang amat kuat. Selain menggunakan tema agama, tema
1.1
Pola pemberitaan nasional-daerah: Media yang mempunyai
identitas (sebagai Aceh) dijadikan alasan untuk beroposisi
jejaring ke daerah biasanya mengadopsi pola pemberitaan
terhadap LGBTI.
nasional ke dalam pemberitaan daerah. Terutama grup Jawa Pos ada pola alokasi yang kurang lebih konsisten, dengan
2. Pemberitaan dengan sikap Oposisi
sikap oposisi yang biasanya lebih banyak. Untuk Tribun, ada semacam pembedaan dengan pola pemberitaan Kompas,
Pemberitaan
misalnya di Serambi Indonesia (Aceh) yang memuat secara
jenis tema atau alasan yang muncul dalam pemberitaan ini:
dengan
sikap
oposisi
ini
amat
kuat.
Ada
5
signifikan pemberitaaan dengan sikap oposisi, sedang Tribun Jogja-Jateng tidak memuat sama sekali.
•
Melawan agama Sikap ini konsisten baik dalam konteks pemberitaan nasional
1.2 Pengerahan opini: Republika paling banyak menggunakan
dan pemberitaan daerah. Majelis Ulama Indonesia (intensif)
opini dan editorial, dengan jumlah 30 temuan. Media lain
dan tokoh agama-agama (beberapa kali saja) memakai alasan
amat jarang, atau bahkan tidak menggunakan kolom opini
agama untuk menolak keberadaan LGBTI.
dan editorial dalam memotret konteks LGBTI. [(DR Jerry Massie Ph.D, MTh, Dosen Teologi ISTTI ELSHADAI, “Karena
1.3 Yogyakarta memuat jumlah pemberitaan yang berimbang
ini tidak sesuai dengan Alkitab dan ajaran Kristiani. Tuhan sangat
antara “oposisi-proposisi”. Media yang bukan dalam jejaring
membenci pernikahan sejenis, jangan berasumsi dan berargumen
media nasional, yaitu Kedaulatan Rakyat (KR) dan Harian
dengan HAM, ini secara teologis tak dibenarkan atau dosa,”…] Berita
Jogja (Harjo) memuat sikap “proposisi” yang cukup substantif,
Manado, 18 februari 2016
misalnya:
28
“Imam besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. Nasaruddin Umar menjelaskan
[menurut Ketua Komisi D DPRK Banda Aceh, Farid Nyak Umar…
permasalahan homoseksual tidak bisa dipandang secara simpel
“Eksistensi LGBT mengancam generasi muda di Aceh. Sebab, virus ini
29
mendatangkan azab dari Allah SWT dan menimbulkan penyakit yang
•
Kelompok Berbahaya LGBTI dipandang sebagai kelompok berbahaya, dengan
hingga kini belum ada obatnya,”] Serambi Indonesia, 13 Februari 2016
pengaitan keberadaan mereka di media, temuan-temuan •
Penyakit atau gangguan atau penyimpangan
dari pemerintah, dan bahkan anak-anak. Meskipun seringkali
Dengan istilah-istilah “bisa disembuhkan”, atau menarik garis
pengaitan ini benar, pandagan ini diplintir dengan memotret
tegas antara “normal-tidak normal” dan “manusia-binatang”,
LGBTI
LGBTI diposisikan sebagai penyakit atau gangguan atau
sanggup masuk ke segala sendi kehidupan masyarakat
penyimpangan. Dalam hal ini, opini yang dibangun mengarah
tanpa diketahui. Mungkin ada imaji kelompok separatis, atau
pada
organisas terlarang yang mulai diangkat untuk dikaitkan
“pengasingan”
(alienation)
atau
“bukan-manusia”
(non-human). Dalam sejarah, opini jenis ini sudah dianggap
sebagai
kelompok
yang
amat
pandai,
licik,
dan
terhadap kelompok ini.
mengarah pada hate speech dan diskriminasi. “Pemerintah harus waspadai Komunitas LGBT tersebut dan jangan [“Ini (LGBT, red) kan termasuk penyakit masyarakat. Jadi harus
sampai
didoakan dan peran orangtua dan guru sangat penting dalam
merugikan bagi negara,” kata Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
mengawasi anak-anak maupun murid masingmasing, harus tingkatkan
Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara, Prof Dr Ja’far Siddik di
kewaspadaan” kata Bupati usai tatap muka bersama para kepsek TK
Medan…] Waspada, 10 maret 2016
berkembang
lebih
luas
lagi
sehingga
nantinya
dapat
sampai SMA dan para pengawas sekolah se-Minut di Aula Manado Independent School (MIS), Senin (7/3/2016). –Bupati Minahasa Utara,
•
Melawan Negara Sebagai kelompok, LGBTI dipotret sebagai kelompok yang
Vonnie Anneke Panambunan], Berita Manado, 7 Maret 2016
melawan negara. Garis batas antara “warga negara” dan [Wakil
Ketua
Komisi
VIII
DPR
Deding
Ishak,
menurutnya,
LGBT
“bukan warga negara” menjadi masuk dalam pikiran pembaca.
merupakan penyakit sosial yang harus disembuhkan.] Waspada, 21 februari 2016
[Wakil
Ketua
MPR
RI,
"Sekarang
ada
perang
yang
dilancarkan
dengan biaya murah yakni perang asimetris. Perang bukan fisik
30
[K.H. Hasyim Muzadi, Masalah LGBT itu sendiri, menurut dia tidak bisa
tapi menanamkan pengaruh dengan maksud menghancurkan sendi-
diselesaikan melalui pendekatan HAM dan demokrasi, karena pada
sendi moral warganya, sehingga negara tersebut tidak lagi bermoral,
hakikatnya LGBT merupakan kelainan seksual dalam peri kehidupan
tidak memiliki visi ke depan, nilai-nilai luhur hancur sehingga negara
seseorang.] Antara, 6 Maret 2016
tersebut ambruk dengan sendirinya. LGBT adalah sarana perang
31
asimetris itu," kata dia.] Antara, 20 Maret 2016
Wakil Presiden, Jusuf Kalla: “tidak perlu ikut campur urusan pribadi…” Antara, 18 Februari 2016
•
Memasukkan ke kategori pidana Imaji
“menyimpang”
yang
ditarik
ke
ranah
sosial-politik
(berbahaya, melawan negara) dianggap pantas untuk masuk
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin: “tidak boleh membenci atau memusuhi mereka….” Antara, 17 Februari 2016
dalam kategori pidana. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) [Wakil Ketua MRP RI, Hidayat Nur Wahid "Alhamdulillah banyak
Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan setiap warga negara memiliki hak
parpol Islam seperti PKS, PAN, PKB, PPP satu suara mendukung
asasi manusia, termasuk kelompok LGBT. Oleh karena itu, pemerintah
dikeluarkannya UU yang keras melarang LGBT," kata dia] Antara, 20
harus melindungi hak-hak warga dan tak perlu mempersoalkan perilaku
Maret 2016
itu lebih jauh. Harian Jogja, 16 februari 2016
3. Pemberitaan proposisi Ada
semacam
pencermatan
Sedangkan aktor lain, dapat diamati misalnya:
bahwa
pemberitaan
mengenai
[17
organisasi/LSM….mereka
menegaskan
Permen
Blokir
dan
Forum
LGBTI yang gencar dapat saja memunculkan sikap gegabah,
Blokir dapat disalahgunakan untuk pemblokiran situs LGBT yang tidak
atau drastis. Pandangan masyarakat yang terbelah semakin
ada hubungannya dengan penegakan hukum. Termasuk yang saat ini
terpolarisasi dengan adanya pemberitaan yang intensif, baik
sedang terjadi dan dilakukan pemerintah. Beberapa pemblokiran dinilai
melalui pemberitaan tokoh dan peristiwa, maupu melalui editorial
bertentangan dengan apa yang dimaksud dalam UUD 1945.] Harian Jogja,
atau opini. Proposisi sisi ini mengarahkan pada sikap hati-hati
28 Maret 2016
dan ajakan untuk melihat LGBTI sebagai sesama manusia. [Sultan Hamengkubuwono IX…Sultan mengatakan baik yang pro maupun
Perlu dicatat bahwa aktor pemerintah, yaktu Wakil Presiden
anti LGBT mestinya bisa saling menjaga perasaan. Selain itu diperlukan
dan Kementrian Keagamaan mempunyai sudut pandang yang
upaya
menciptakan perimbangan (balance) antara melihat masalah dan
pertentangan yang memicu perpecahan. “Yang proporsional saja karena
mencegah kekacauan atau kekerasan.
mereka sama-sama anak bangsa, sehingga bisa menjaga rasa rumangsa,”
membangun
komunikasi
diantara
keduanya
agar
tak
terjadi
kata dia.] Harian Jogja, 24 februari 2016
32
33
4. Ragam ko-eksistensi
b. Aktor-aktor dengan sikap proposisi justru banyak diwakili oleh
Dalam
tema-tema
ko-eksistensi,
penerimaan
pemerintah
pusat,
terutama
Wakil
Presiden
Jusuf
masyarakat
Kalla, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan Menter
terhadap waria adalah yang paling kelihatan. Hal ini juga terkait
Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Panjaitan.
dengan jenis-jenis kegiatan masyarakat yang dilibati oleh waria.
Mengakui bahwa hal ini adalah perihal yang sulit, mereka mendorong
sikap
moderat,
mengajak
untuk
melihat
Pasalnya, di Kukar sendiri, komunitas LGBT sudah ada sejak lama,
kemanusiaan LGBTI, dan tidak bertindak gegabah. Dalam hal
bahkan sebelum isu LGBT tersebut muncul ke permukaan. Kepala
tertentu, mereka melakukan politik “corong”. Artinya, mereka
Dinas Sosial Didi Ramyadi melalui Kepala Bidang Rehabilitasi dan
menguarkan suara-suara sambil tidak mengambil tindakan
Kesetiakawanan, Supriyanto mengaku pihaknya tak bisa berbuat
apa-apa (dengan anggapan bahwa tidak perlu ada tindakan
banyak lantaran karena tidak ada aturan atau landasan hukum
drastis). Politik “corong” ini tidak memecahkan masalah,
yang baku terkait pengaturan pelarangan LGBT tersebut. Koran
namun mengurangi ketegangan dan sengitnya kontestasi
Kaltim, 3 Maret 2016
perihal.
5. Aktor
Wakil Presiden, Jusuf Kalla: “tidak perlu ikut campur urusan pribadi…”
a. Aktor dengan sikap oposisi didominasi oleh tokoh agama,
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin: “tidak boleh membenci
partai politik, lembaga perwakilan. Titik tolak pandangan
atau memusuhi mereka….”
mereka biasanya diarahkan pada legitimasi agama, negara, atau
keterpilihan
(“mewakili
masyarakat”).
Hal
ini
juga
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam)
diangkat dan dijadikan tema-tema utama di beberapa media.
Luhut
Republika misalnya secara khusus mengangkat Wakil Ketua
memiliki hak asasi manusia, termasuk kelompok LGBT. Oleh karena
MPR RI, Hidayat Nur Wahid sebagai corong suara oposisi
itu, pemerintah harus melindungi hak-hak warga dan tak perlu
terhadap LGBTI. Hal ini kemudian diikuiti (bandwagon) oleh
mempersoalkan perilaku itu lebih jauh.] Harian Jogja, 16 februari 2016
Binsar
Pandjaitan
mengatakan
setiap
warga
negara
tokoh agama lain, termasuk MUI (Majelis Ulama Indonesia),
34
tokoh agama-agama lain, MPU (Majelis Permusyawaratan
Dalam terma komunikasi, 2 aktor pemerintah ini membuat
Ulama) Aceh; oleh partai politik, terutama PKS diikuti oleh
“pernyataan terbuka” yang menggiring pada model interaksi
PKB, PPP, PAN, dan komisi-komisi DPR (I, III, IV, VIII).
tertentu. Aktor pemerintah yang lain membuat “pernyataan 35
tertutup” dengan memakai data (dan berhenti di data),
penjaga moral," katanya usai meresmikan kampus baru Universitas
menganggap masalah sudah teridentifikasi, dan menutup
PGRI Semarang (UPGRIS), Sabtu (23/1). (Republika)
ruang-ruang kemungkinan atau modifikasi. Dibandigkan dengan rumusan dari Menteri Pendidikan dan c.
Patut dicatat pula bahwa ada pihak yang diberitakan secara
Kebudayaan, Anies Baswedan:
terbalik sama sekali, yaitu terhadap Menteri Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan
Nasir. Di satu sisi, diambil kutipan menteri mengenai larangan
mengatakan, perilaku menyimpang, seperti lesbian, gay, biseksual,
LGBTI di kampus; di lain sisi, ada kutipan mengenai bahwa
dan transgender (LGBT), di kalangan remaja harus menjadi perhatian
hak pendidikan LGBTI dijamin. Jika disimak, ucapan-ucapan
bagi orang tua dan guru. Mereka guru harus menyadari pentingnya
(langsung) Menteri memang tidak berkesusuaian satu sama
nilai-nilai yang dipegang dalam pendidikan, seperti nilai agama,
lain.
Pancasila,
dan
budaya.
“Untuk
menjaga
(Pendidikan)
itu,
maka
orang tua dan guru harus sadar bahwa nilai itu harus diajarkan,
Rumusan dari Menristek Dikti, Mohamad Nasir:
ditumbuhkan, dan dikembangkan sejak usia dini. Bahkan, sebagian pakar menyebutkan sejak dalam kandungan,” ungkap mantan rektor
Menristek Dikti, Mohamad Nasir…“Seorang transgender pun berhak
Universitas Paramadina ini kepada Republika.co.id, Ahad (24/1). Di
mendapatkan pendidikan,” terang dia. Nasir mengaku tak bermasalah
samping itu, orang tua dan guru harus meningkatkan komunikasi
dengan kaum LGBT karena hal itu merupakan hak seseorang namun ia
kepada anak secara intensif. Hal ini menjadi salah satu cara untuk
mengimbau agar mahasiswa yang mendeklarasikan diri sebagai LGBT
menjaga nilai-nilai moral pada anak. Dengan demikian, diharapkan
tidak pamer kemesraan di kampus dan mengganggu kenyamanan
tidak ada lagi perilaku anomali dalam kehidupan sosial, semisal
belajar mahasiswa lain (Koran Kaltim)
LGBT. Menurut Anies, komunikasi dan pendekatan ini memang perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan. Jika sampai ada potensi
Ini berkebalikan dengan:
penyimpangan, itu bisa terdeteksi dini dan bisa cepat diselesaikan. (Republika)
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), M. Nasir menegaskan kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) tidak boleh masuk kampus. "Masa kampus untuk itu? Ada standar nilai dan standar susila yang harus dijaga. Kampus adalah
36
37
D. Timbangan untuk Rekomendasi
cost) yang timbul, terutama yang terkait dengan kerusakan fasilitas, konflik fisik dan pembatasan ruang aktivitas. 2. Pemberitaan (mainstream media), tayangan televisi (terestrial format),
1. Model pemberitaan untuk menggiring sikap-sikap diskriminatif (seringkali dengan pengerahan opini dan editorial) perlu dicermati. Ada setidaknya 2 alasan:
•
kelompok-kelompok
yang
dianggap
“bukan
mainstream”, kaidah pemberitaan yang tidak berimbang dianggap tidak relevan. Seringkali, pemberitaan ini juga memicu sikap-sikap drastis masyarakat yang berkaraktek diskriminatif. Dalam menimbang berbagai situasi seputar media (circumstances), kaidah ini dapat diamati mengarah pada mobilisasi diskriminasi, misalnya terahdap LGBT sebagai kelompok, atau pengunggulan kelompok-kelompok tertentu di atas atau lebih tinggi dari tugas-tugas negara terhadap keadaban publik. •
Setelah pengadilan Rwanda (ICTR, International Criminal Tribunal for Rwanda) ada kategori hukum untuk perihal “hate speech”. Hal ini dikaitkan dengan praktek-praktek diskriminasi terhadap kelompok lain yang dimunculkan lewat ujaran dan media publik. (lihat argumen-argumen pokok dalam annex2). Mengenai ini, jelas ada alasan-alasan kuat untuk melihat posisi media dalam kaitannya dengan biaya sosial (social
38
media
sosial
membutuhkan
pertimbangan
yang berbeda. Mengenai televisi (terestrial format), amat jelas
bahwa
anak-anak)
kelompok
perlu
rentan
(terutama
mendapatkan
dalam
perlindungan,
hal
ini
termasuk
pembatasan mengenai isi tayangan. Yang masih merupakan
Pemberitaan mempunyai kaidah yang perlu selalu ditelisik. Mengenai
dan
ruang yang belum banyak dibahas adalah media sosial. Mengenai ini, kita ambil mengenai ciri-ciri “pembatasan” yang perlu dipikirkan untuk ketiga jenis media tersebut:
“….only
if
limitations
are
prescribed
by
law
and
are
necessary to protect public safety, order, health or morals, or the fundamental rights and freedoms of others” (General Comment
no.22,
mengenai
hukum
hak
asasi
manusia
internasional) (Pembatasan terhadap sikap (termasuk yang muncul dalam media) hanya bisa dilakukan jika dinyatakan dalam
hukum
keamanan
tertulis,
publik,
tata
atau tertib,
perlu
untuk
kesehatan
melindungi atau
moral,
atau hak mendasar dan kebebasan kelompok yang lain).
Karakter hate speech dan diskriminatif dalam media perlu dilihat secara cermat, terutama jika sudah mengarah pada mobilisasi tindakan. Pada saat yang sama mengarahkan ragam to)
berita
anak-anak,
atau
tayangan
termasuk
yang
yang
mengarah
terkait
(exposed
obscenity,
masih 39
termasuk akal.
dalam
wilayah
“Pembatasan”
pembatasan
menjadi
salah
yang
satu
masuk
4. Kriminalisasi
pertimbangan
(mengenai cara, ada banyak diskusi mengenai hal tersebut)
LGBTI
baik
sebagai
kelompok
maupun
sebagai
sebuah
kebijakan publik, masih memerlukan studi yang panjang 3. Telah dijelaskan di atas bahwa media berita mempunyai
dan pertimbangan yang bijaksana. Usulan-usulan mengenai
tanggungjawab terhadap integritas berita serta terhadap
pembentukan
ragam sisi berita. Hal ini sering dikaitkan dengan konsep
dikategorikan
hardnews dan cover both sides. Justru dengan inilah Undang-
suatu kelompok atau sesuatu sebagai kejahatan. LGBTI
Undang Pers mempunyai posisi hukum dan publik yang absah
dianggap sebagai kejahatan. Di sini ada lompatan dari
(purview). Media komunitas tidak secara otomatis berada pada
“kelompok” menjadi “jahat” (crime) yang hal ini sudah menjadi
wilayah undang-undang ini, untuk berbagai alasan. Munculnya
suatu bentuk diskriminasi tersendiri. Meski sampai saat
media sosial memunculkan situasi sejenis media komunitas.
ini, hal ini hanya menjadi wacana, namun pemberitaan dan
legislasi sebagai
anti-LGBTI
“kriminalisasi”,
biasanya yaitu
dapat
memasukkan
perdebatan inipun sudah mengarah pada mobilisasi untuk Bagaimana seperti
jika
media
media
berita
komunitas?
mempunyai
Kita
ambil
pola
misal
tindak
diskriminasi.
Republika
dengan jumlah pemberitaan dengan nada oposisi yang
Sebaliknya, jika ada individu LGBTI yang melakukan tindakan
cukup
dari
pidana atau tindakan ketakpatutan publik (obscenity), maka
wilayah berita. Dalam posisi akuntabilitas pada konsepsi
perlu untuk dicegah bahwa tidakan negara atau masyarakat
hardnews dan cover both sides, berita menjadi chatter
mengarah pada LGBTI sebagai kelompok. Hukum acara
dengan
selalu mengarah pada due process of law yang itu mengarah
tinggi,
serta
tendensi
amat
kuat
jarang
untuk
memuat
sisi
memobilisasi
lain
kebencian.
pada orang atau kelompok sejauh mereka aktif dan terlibat. Mengenai ini, selain dari alasan sikap hati-hati terhadap segala
Artinya, tingkat kesengajaan dilihat. Orang dalam kategori
tendensi diskriminasi, bisa jadi wilayah media dari Republika
yang sama, tetapi tidak ada alasan dan bukti untuk terlibat,
sebenarnya malah menjadi media komunitas. Mengenai ini,
tidak dapat dikenai akibat dari mereka yang aktif dan terlibat.
timbangan perlu diarahkan pada studi atau pencermatan
Kriminalisasi pada kelompok dapat menyalahi pondasi dasar
(misalnya dari peer review) mengenai posisi Republika dalam hal
ini.
media berita dan media komunitas; serta selanjutnya wilayah tanggungjawab yang dicakup dalam Undang-Undang Pers. 40
41
5. Terbuka?
tidak monolitik, yang memungkinkan posisi sosial terus berkembang.
Unsur-unsur dalam LGBTI, terutama Waria, sudah melakukan langkah-langkah
dihargai
Sebagai contoh, dalam konflik sejenis yang terjadi di Maluku,
pihak tertentu, dan ditolak pihak yang lain. Meski demikian,
ruang interaksi dibentuk oleh mobilisasi sosial maupun
keterbukaan
media lokal, sedemikian rupa sehingga hanya ada dua posisi
ini,
untuk
hidup
terutama
terbuka.
dalam
Hal
ini
kegiatan
bersama
masyarakat dan kontribusi sebagai warga negara masih
“kawan atau lawan” (either with us or against us).
memerlukan dorongan dan apresiasi dari masyarakat secara umum. Terutama di wilayah-wilayah yang sudah menganggap
Perlu ada penumbuhkembangan jumlah dan bentuk posisi
LGBTI sebagai manusia biasa, keterbukaan dapat didorong
dalam memperbaiki ruang interaksi. Dalam jangka panjang,
menjadi bentuk ko-eksistensi.
insentif-insentif
perlu
dicari
dan
dikembangkan
untuk
membuat ruang interaksi tidak diametrikal. Jumlah dan Pada saat yang sama, “keterbukaan” ini perlu untuk tidak
bentuk posisi ini terus dicari dalam wilayah ekonomi, sosial,
diplintir menjadi “obscenity” atau tindakan pribadi dalam
pemerintahan, dan praksis keseharian.
ranah pribadi yang kemudian dimunculkan di publik. LGBTI sebagai individu dan kelompok menghadapi risiko untuk selalu dilihat sisi ini, meski sisi “kegiatan bersama masyarakat” dan “kontribusi sebagai warga negara” sudah dilakukan.
Yang juga menjadi pertimbangan kuat terhadap ketebukaan atau hidup terbuka adalah bahwa biaya sosial (social cost) dapat ditekan. Biaya sosial ini biasanya terkait dari kerusakan, konflik fisik, pembatasan ruang aktivitas. Meski ada risiko, hidup terbuka memungkinkan masing-masing pihak untuk mencari posisi dalam ruang interaksi yang ada. Bisa jadi, dalam posisi ini, masing-masing pihak tidak berkomunikasi sama sekali, namun tidak timbul biaya sosial. Hal ini mungkin terjadi sehubungan dengan ruang interaksi cukup beragam, 42
43
annex 1
mengembangkan rupa ragam interaksi yang dapat mendorong perkembangan lebih lanjut, seperti pengakuan, pelibatan, dan berkurangnya diskriminasi.
Referensi untuk metodologi: Menggunakan kerangka “Ruang
C. Kerangka analisis dan pengembangan (framing):
Interaksi” dalam Pemetaan
Pemberitaan LGBTI
Ruang Interaksi
Dalam setiap perkembangan masyarakat, hal-hal yang dianggap tidak dikenal sering disamakan dengan asing atau alien. Dalam
A. Ringkasan
konteks masyarakat Indonesia, keasingan ini diperburuk dengan ragam
jenis
peminggiran,
penekanan,
penolakan.
Namun,
“Ruang Interaksi” dapat digunakan sebagai kerangka dalam
situasi seperti ini bukanlah hal yang baru atau istimewa. Setiap
melihat pemberitaan mengenai LGBTI dan membangun upaya-
masyarakat di dunia mengalami situasi sejenis dalam menanggapi
upaya konstruktif untuk membangun kebersamaan dan pengakuan
ha-hal yang tidak dikenal.
terhadap kelompok LGBTI. “Ruang Interaksi” ini menekankan kebersamaan tanpa harus masuk ke ruang-ruang prasangka
Sebaliknya, hal seperti ini perlu dilihat sebagai suatu peluang
para pihak. Pemetaan pemberitaan yang memunculkan “ruang
dalam melihat keasingan dengan cara pandang yang lain.
interaksi” dapat dicermati dan dihargai sebagai masukan penting
Jika melihat masyarakat-masyarakat di dunia, ragam bentuk
dalam pengembangan kebersamaan yang layak diperjuangkan.
keasingan (berbasis agama, berbasis etnis, berbasis perlilaku, dan sebagainya) biasanya dinilai dalam ruang interaksi. Masing-
B. Pertanyaan panduan
masing pihak dalam ruang interaksi itu diandaikan punya waktu dan kurva dalam membangun simbol, dramaturgi, bertahap naik-
Pemetaan ini didasarkan pada pertanyaan dasar mengenai
nya (cascading) ragam bentuk kebersamaan sebagai kelompok.
bagaimana kelompok LGBT (lesbian, gay, bisexsual, transexual, intersexual)
44
rupa
Sebagai contoh, kelompok bola voli waria di suatu kampung
ragap platform dan outlet. Pemetaan ini hendak melihat sejauh
di Yogyakarta amat dikenal di kampung tersebut karena ada
mana
Dengan
partisipasi mereka dalam 17 Agustusan. Jenis event bercorak
pemetaan ini, hendak diangkat juga mengenai bagaimana LGBT
sosio-kultural ini mengangkat sekaligus tema-tema kebersamaan,
media
berinteraksi
dengan
memberikan
masyarakat,
gambaran
interaksi
dengan
ini.
45
sportivitas (termasuk nilai-nilai wasit), pengenalan, humor, dan
datang ke lapangan voli karena ada saja kejadian-kejadian baru
Indonesia. Keasingan dalam hal “transeksualitas” tetap tidak
yang dapat menyegarkan kehidupan mereka. Kelompok voli waria
gampang dipahami, tetapi disublimasi dalam suatu event-sosio-
senang dapat berkontribusi dalam event tersebut, dan dapat
kultural. Dalam jangka waktu yang cukup lama, hal ini membangun
bergaul secara lega (dalam bahasa jawa: setel kendo) tanpa
kebiasaan (familiarity) dari satu kelompok terhadap kelompok
harus masuk ruang-ruang prasangka.
yang lain. Inilah inti dari ruang interaksi. Ruang interaksi ini dipandang dapat Merujuk pada beberapa riset, Erving Goffman dapat dipakai
menjadi lapangan dan titik temu yang menghasilkan kebersamaan.
sebagai rujukan. Risetnya mengenai Strategic Interaction (1969),
Mengubah prasangka tentu saja membutuhkan waktu yang
Behaviour in Public Places (1963), dan karya-karyanya yang
lama. Bisa kami asumsikan bahwa masyarakat Indonesia-pun
lain mengangkat interaksi di ruang publik, interaksi berhadap-
akan menolak pepatah-petitih yang menyuruh mereka untuk
hadapan (face to face interaction) suatu proses manusiawi yang
menerima LGBTI. Ruang interaksi bukan obat menyembuhkan
membuka prasangka-prasangka para pihak, namun mempunyai
prasangka, namun membentuk kebersamaan yang melihat para
potensi
pihak sebagai partisipan yang saling berkontribusi. Bagi LGBTI,
membangun
kebersamaan
–tanpa
mensyaratkan
hilangnya prasangka-prasangka tersebut.
kami bisa mengasumsikan bahwa kelompok LGBTI tidak hendak mengubah prasangka masyarakat umum. Namun, pengalaman-
Riset berharga lain yang dapat dirujuk adalah Mancur Olson.
pengalaman yang menjadi insentif, simbol, dan reward dari
Dalam karyanya The Logic Collective Action: Public Goods and
mereka dan dari masyarakat akan menguatkan ruang interaksi
Theory of Groups (1965) diangkat tema-tema tindakan kolektif di
sebagai suatu bentuk penerimaan dan pengakuan. Kelompok
ruang publik. Riset ini mengangkat komponen simbol, insentif,
LGBTI, dengan ini, akan lebih tertarik membentuk ruang interaksi
dan penghargaan (reward) yang muncul dalam tindakan kolektif.
ini daripada masuk ke ruang prasangka.
Komponen itu turut mewarnai tindakan kolektif yang muncul, tanpa berkorelasi langsung dengan prasangka-prasangka yang
D. Relevansi “Ruang Interaksi” dalam pemetaan pemberitaan
ada. Kerangka “ruang Interaksi” dapat membantu kelompok LGBTI
46
Bisa diambil contoh lagi voli 17 Agustusan. Kelompok voli
dan kelompok anti-diskriminasi lainnya untuk melihat media
kampung tertarik untuk memenangkan gengsi kampung (apalagi
sebagai alat timbang antara pemberitaan negatif dan positif.
17 Agustusan hanya sekali setahun). Masyarakat selalu tertarik
Jumlah berita negatif bisa menjadi kurang relevan jika ada 47
pemberitaan positif (berkorelasi positif dengan “ruang interaksi”)
konteks kejadiannya.
yang mengandung tema-tema kolektif dalam simbol, dramaturgi, insentif, reward. Artinya, kebersamaan terbangun.
Dalam penghitungan ini, konteks kejadian akan dilihat juga menurut lokasi, yaitu Sulawesi Selatan, DIY (Daerah Istimewa
Pada
tahap
selanjutnya,
kelompok-kelompok
LGBTI
dan
kelompok anti-diskriminasi lainnya dapat melihat pemetaan ini
Yogyakarta), Sumatera Utara, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Aceh, Lampung.
untuk memperkuat ruang interaksi yang sudah terbangun, atau membangun yang baru dalam skala kecil dan insidental.
Perhatian penghitungan ini diarahkan pada ruang interaksi, dan bukan pada kasus atau kejadian yang bersifat peminggiran atau
E. Pemetaan media
kekerasan. Perhatian pada cluster 1 dan 2, akan memacu upaya untuk membangun perhatian pada ruang interaksi.
Pemetaan pemberitaan media ini dilakukan terhadap media cetak dan online. Cluster
Kata kunci
Cluster 1
Pertemuan, acara, event, masyarakat, 17 Agustusan, selamatan (dan kata-kata sejenisnya)
Cluster 2
Salon, NGOs, LSM, organisasi (dan kata-kata sejenisnya)
Cluster 3
Peminggiran, penggusuran (dan kata-kata sejenis)
Cluster 1 : menghadirkan ruang interaksi yang terbangun Cluster
2:
menghadirkan
penciptaan
ruang
interaksi
yang
baru (out of nothing). Hal ini mengasumsikan bahwa kelompok yang dimarjinalkan juga harus berupaya, dan tidak menunggu munculnya kebersamaan dan pengakuan. Cluster 3: tidak adanya ruang interaksi Dalam menghitung kata kunci ini, turut juga diperhitungkan 48
49
annex 2 Argumen pokok terkait media dalam
986. The jurisprudence on Article 19 of the ICCPR affirms the duty to restrict freedom of expression for the protection of other rights. In Roes v. Canada, the Human Rights Committee upheld the disciplinary action taken against a school teacher in Canada
konteks pengadian Rwanda (United
for statements he made that were found to have "denigrated
Nations Criminal Tribunal for Rwanda)
the faith and beliefs of Jews and called upon true Christians to
Tribunal Penal International pour Ie Rwanda/International Criminal Tribunal for Rwanda The Prosecutor v. Ferdinand Nahimana, Jean-Bosco Barayagwiza, Hasan Ngeze Case No. ICTR-99-51-T
952. The nature of media is such that causation of killing and other acts of genocide will necessarily be effected by an immediately proximate cause in addition to the communication itself. In the Chamber' s view, this does not diminish the causation to be attributed to the media, or the criminal accountability of those responsible for the communication.
(Posisi media sedemikian tampak dalam sebab pembunuha dan tindak genosida lain sehingga ada efek segera yang timbul dalam sebab lain terkait komunikasi (media). Dalam pandangan pengadilan,
hal sedemikian tidak menghilangkan penyebaban
terkait media, atau akuntabilitas pidana dari mereka yang bertanggungjawab atas komunikasi yang dilakukan).
not merely question the validity of Jewish beliefs and teachings but to hold those of the Jewish faith and ancestry in contempt as undermining freedom, democracy and Christian beliefs and values". The Human Rights Committee noted in its views the finding of the Canadian Supreme Court that "it was reasonable to anticipate that there was a causal link between the expressions of the author and the poisoned atmosphere”
(Yurisprudensi dalam pasal 19 ICCPR menguatkan kewajiban untuk membatasi kebebasan ekspresi untuk melindngi hak-hak lain. Dalam Roes v Canada, Komite HAM menguatkan tindakan disipliner tehadap guru sekolah di Kanada karena pernyataan yang diujarkan “merendahkan iman dan kepercayaan Yudaisme, dan perlu ‘bertobat’ menjadi Kristen, yang hal ini bukan hanya mengarah soal validitas dan pengajaran Yudaisme, melainkan juga membuat iman dan akar Yahudi dipersoalkan; hal ini menurunkan penghormatan terhadap kebebasan, demokrasi, sekaligus nilai Kristen itu sendiri”. Komite HAM menyatakan dalam pandangannya terhadap temuan Mahkamah Agung Kanada bahwa “adalah masuk akal untuk mengantisipasi
hubungan
sebab-akibat antara pernyataan si pengujar dengan atmosfir (masyarakat) yang teracun”.
50
51
Amended Indictmen –Hassan Ngeze
(harian
5.10 From the moment it was formed, RTLM and Kangura
dimaksudkan untuk menciptakan situasi diametrikal, menyerukan
newspaper collaborated closely in inciting ethnic hatred and in
kebencian etnis, dan mempublikasikan nama dan foto dari yang
preparing lists of names of members of the Tutsi population and
dianggap kolaborator musuh. Beberapa dari artikel ini membawa
moderate
wibawa Hassan Ngeze, Noel Hitimana dan jurnalis lain.)
Hutus who were to be ext erminated. The editor-in-
Kangura
mempublikasikan
artikel
dan
kartun
yang
chief ofKangura, Hassan Ngeze, send information from Giscnyi, for RTLM, while Noel Hitimana, originally a Kangura reporter, became one of RTLM' s most vigilant reporters. Certain RTLM reporters published articles in Kangura newspaper inciting to ethnic hatred and violence. RTLM made an announcement on air whenever an issue of Kangura was published.
(Sejak dibentuk, RTLM dan harian Kangura bekerjasama secara erat dalam memicu kebencian etnis dan menyiapkan daftar nama anggota populasi Tutsi dan Hutu moderat untuk diberantas. Editor kepala Kangura, Hassan Ngeze, mengirimkan informasi dari Giscnyi, dari RTLM, selagi Noel Hitimana, pada mulanya adalah seorang reporter Kangura, menjadi salah satu reporter RTLM yang paling beringas. Reporter RTLM tertentu mempublikasikan artikel dalam harian Kangura yang memicu kebencian etnis dan kekerasan. RTLM membuat pengumuman langsung (on air) saat isi berita Kangura dipublikasikan).
6.5 Kangura newspaper published articles and cartoons designed to create division, called for ethnic hatred and published the names and photographs of supposed accomplices of the enemy. Some of these articles bore the signature of Hassan Ngeze, Noel Hitimana and other journalists. 52
53