si Dari Redak edaksi
ISLAM ONLINE
Setelah itu, saya terus menerus berkomunikasi dengan saudara Amjad yang dengan sabar menjelaskan jawaban atas mayoritas pertanyaan-pertanyaanku. Pada saat seperti itu di depan saya ada dua pilihan, antara saya mengikuti kebenaran atau menolaknya, dan saya sama sekali tidak sanggup menolak kebenaran tersebut setelah saya meyakini bahwa Islam adalah jalan yang benar. Pada saat itu juga, saya merasakan bahwa waktu untuk mengucapkan kalimat tauhid dan syahadat telah tiba. Ternyata tiba-tiba saudara Amjad mendatangiku bertepatan dengan waktu dikumandangkannya adzan untuk shalat zhuhur. Waktu itu benar-benar telah tiba, sehingga tiada pilihan bagiku kecuali saya mengucapkan:
memerintahkannya untuk mandi dengan air yang dicampur bidara. (HR. An-Nasai, atTurmudzi dan Abu Dawud. Dishohihkan oleh al-Albani dalam al-Irwaa’ (128)) Dan berangkat ke al-Masjid al-Aqsho untuk menunaikan shalat Zhuhur. Di tempat tersebut setelah shalat, saya menemui jamaah shalat dengan syahadat, yaitu persaksian kebenaran dan tauhid yang telah Allah anugerahkan kepadaku. Setelah saya mengetahui bahwa siapa saja yang masuk Islam wajib baginya berkhitan, maka segala puji dan anugerah milik Allah, saya tunaikan kewajiban berkhitan tersebut sebagai bentuk meneladani bapaknya para nabi, yaitu Ibrahim yang melakukan khitan pada usia 80 tahun (Sebagaimana Rasulullah bersabda: “Ibrahim berkhitan ketika umur 80 tahun dengan ‘alQoduum’ (nama alat atau tempat)”. (HR. AlBukhori dan Muslim)).
Itulah diriku, saya telah memulai hidup baru di bawah naungan agama kebenaran, agama yang penuh dengan kasih sayang dan cahaya. Saya senantiasa menuntut ilmu agama dari kitab Allah Ta’aala dan sunnah Rasulullah sesuai dengan manhaj (metode) salaf (pendahulu) umat ini, dari kalangan para sahabat beserta siapa saja yang mengikuti Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan mereka dengan baik sampai Hari Kiamat. yang berhak disembah dengan benar kecuali Segala puji bagi Allah atas anugerah Islam Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad dan as-Sunnah. adalah utusan-Nya Maka serta merta saudara Amjad memelukku dengan pelukan yang ramah, seraya memberikan ucapan selamat atas keIslamanku, kemudian kami sujud syukur sebagai ungkapan terima kasih kepada Allah atas anugerah nikmat ini. Kemudian saya diminta mandi. Sebagaimana hadits Qoish bin ‘Ashim, ketika beliau masuk Islam, Rasulullah
36
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
Dialihbahasakan oleh Abu Zahro Imam Wahyudi Lc. dari majalah ad-Da’wah asSalafiyah-Palestina edisi perdana, Muharram 1427 H halaman: 21-24.
PENERBIT: Majelis Kerohanian Islam SMA Negeri 1 Surakarta PENANGGUNG JAWAB: Drs HM Thayyibun SH MM PENASIHAT: H Suharno SAg, Drs Muh Hasyim MPd, Drs H Imron, Dra Hj Siti Alfiah KETUA REDAKSI: Fuad DEWAN REDAKSI: Abu Bakar, Faqih, Rais, Bagas, Cholila, M. Kholid, Arief S, Zamahsyari EDITOR: Andika, Fatskho, Imansyah PERCETAKAN: Syaifuddin KRITIK & SARAN: 081804473222 E-MAIL:
[email protected]
Daftar Isi
temannya, di antaranya fadhilatusy Syaikh Hisyam al-‘Arif –hafizhahullah-, maka berlangsunglah dialog tentang Islam dan keagungannya, kebetulan ketika itu saya memiliki beberapa pertanyaan yang kemudian dijawab oleh Syaikh.
j Assalaamu’alaykum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, atas segala kemudahan dan nikmat yang telah diberikan oleh Allah, sehingga dengan izin-Nya, crew ‘Izzuddin bisa menyelesaikan majalah ‘Izzuddin edisi ke-66 ini hingga terbit dan tersalurkan ke tangan Shahibuddin semua. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad n dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman. Sebelumnya, Bang Udin so sorry yaw ... coz ‘Izzuddin kali ini telat nampil. Karena berbagai macam halangan, cobaan, beserta rintangan yang menghadang crew ‘Izzuddin yang baru ini. So, majalah ‘Izzuddin telat dueh terbitnya ... Insya Allah dalam kesempatan ini, Bang Udin akan sedikit menjelaskan beberapa hukum yang berkaitan dengan salah satu dari bulan haram, yaitu Dzulhijjah yang di dalamnya terdapat banyak sekali hukum-hukum, ketaatan, dan ibadah yang dapat kita lakukan pada bulan tersebut. Sehingga untuk menyambut dan memuliakan bulan tersebut maka selayaknya kita mengetahui dan mempelajari perkara-perkara apa saja yang dapat kita amalkan pada bulan tersebut. Pada edisi kali ini, ada beberapa rubrik yang untuk sementara waktu dipending, yaitu rubrik Bid’ah dan Unique. Tapi jangan khawatir, Bang Udin juga udah menyiapkan penggantinya yaitu rubrik Jejak dan Islam Online. Selain itu, Bang Udin juga memperbanyak pembahasan tentang rubrik Aqidah dengan menambah satu artikel lagi, sehingga terdapat dua artikel di dalam rubrik Aqidah. Selain di atas, edisi kali ini juga memuat berbagai artikel lainnya, di antaranya: Para Pakar dari Dunia Serangga, Selalu Dalam Pengawasan-Nya, ‘Iffah, Cerita dari Perang Yarmuk, Najis, Arti Sebuah Kejujuran, dan masih banyak lagi artikel lainnya yang Insya Allah bermanfaat bagi kita semuanya. Akhir kata, semoga ‘Izzuddin yang tipis ‘n simple ini bisa berguna di dalam memberikan inspirasi, manfaat, ilmu, ‘n kenangan indah bagi Shahibuddin! Selamat menikmati, membaca, memetik pelajaran, ‘n semoga selalu diberikan kemudahan oleh Allah dalam mempelajari ilmu dien! Wassalaamu’alaykum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu
Taushiyah ---------------------------- 2 Fatwa --------------------------------- 4 Azaz Mulia -------------------------- 6 Aqidah ------------------------------- 8 Fokus ------------------------------- 14 Islamuda --------------------------- 17 Cuplis ------------------------------ 19 Fiqh --------------------------------- 20
Adab Islami ------------------------ 23 Jejak ------------------------------- 24 Ibroh -------------------------------- 25 Nisa’ -------------------------------- 26 Tadabbur Alam -------------------- 30 Muhasabah ------------------------ 31 Islam Online ----------------------- 32
TAUSHIYAH ❁
Realita Umat Islam...
ISLAM ONLINE
Saudaraku, Kenalilah Dirimu
Sebagai jalan hidup dan agama yang mengemban misi rahmatan lil 'alamin, Islam tentu mengatur kaidah bergaul bagi para pemeluknya. Baik itu terhadap sesama muslim maupun pemeluk agama lain. Tidak mengentengkan yakni tidak tenggelam dalam budaya toleransi yang menjebak, namun juga tidak berlebihan semisal melakukan tindak anarkis. Semuanya ini menuntut agar kita bisa memposisikan syariat sebagai landasan pergaulan sehingga bisa merangkul semua perbedaan tersebut dengan cara menyingkirkan sesuatu yang tidak ada syariatnya dan mengokohkan yang ada tuntunannya dari Rasulullah n. Ironisnya, perbedaan itu selama ini justru dijadikan sebuah kebanggaan sebagai bentuk keangkuhan dan kesombongan. Bahkan ada yang sudah dijadikan sebagai ajaran yang harus dianut oleh setiap orang. Akhirnya setiap seruan yang mengajak kepada adab dan akhlaq Islami menjadi sebuah seruan yang tidak berarti. Atau jika ada orang yang mempraktikkan adab bergaul yang Islami justru dicibir, dianggap aneh dan asing, bahkan dilekati tuduhan yang bukan-bukan, atau divonis sebagai orang yang melakukan pengrusakan dan kehancuran sebagaimana celaan Fir'aun menanggapi akhlaq dan perilaku serta dakwah Nabi Musa 'alaihissalam: "Dan berkata Fir'aun (kepada pembesarpembesarnya): 'Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Rabbnya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.' " (Ghafir: 26) Padahal Rasulullah n telah memerintahkan agar setiap orang berakhlaq di hadapan manusia dengan akhlaq yang mulia: "Dan berakhlaqlah kamu kepada manusia dengan akhlaq yang baik." (HR. At-Tirmidzi) Bahkan berakhlaq yang baik merupakan tonggak dakwah Rasulullah n: "Sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlaq." (HR. Bukhori) Bahkan permasalahan akhlaq inilah yang diwanti-wanti oleh Allah Ta'ala pada dakwah rasulNya: "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
2
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (Ali 'Imran: 159) Dari dalil di atas dapat disimpulkan bahwa kita diperintahkan oleh Allah untuk berbuat baik terhadap sesama manusia dan memperlakukan mereka sesuai dengan kondisi mereka.
❁
Manusia Dalam Hidup
Bersikap dan menyikapi manusia serta bergaul bersama mereka membutuhkan ilmu tentang syariat, karena manusia memiliki ragam agama dan aliran serta memiliki ragam perangai dan tabiat. Secara umum manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan. Yakni golongan orang-orang muslim dan golongan orang-orang kafir. Allah Ta'ala dan Rasul-Nya n telah mengajarkan kepada kita cara bergaul bersama mereka, baik dengan sesama muslim ataupun dengan yang kafir. Sehingga tidak ada lagi alasan untuk salah dalam bergaul bersama mereka, baik yang beriman ataupun yang ingkar kepada Allah Ta'ala karena hujjah yang telah ditegakkan. "Yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Anfal: 42) Ada 3 hal yang harus kita terapkan dalam pergaulan kita: Yang pertama, berteman karena agama adalah sebuah anjuran, dan mencari teman yang baik adalah sebuah perintah. Sementara berteman dengan orang yang tidak baik justru akan membahayakan bagi diri dan agamanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menegaskan dalam masalah ini dalam firman-Nya: "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (Al-Kahfi: 28) Orang yang beriman kepada Allah Ta'ala dengan sebenar-benarnya, memiliki kedudukan yang tinggi di sisi-Nya dan mendapatkan derajat yang lebih tinggi di
melewati berbagai negeri, sampai akhirnya saya tiba di Siria, Lebanon, Oman, dan alQuds. Saya tinggal di sana seminggu, kemudian saya kembali ke Italia, maka bertambahlah pertanyaan-pertanyaanku, saya kembali ke rumah lalu kubuka Injil. Pada kesempatan ini, saya merasa berkewajiban untuk membaca Injil dari permulaannya, maka saya memulai dari Taurat, menelusuri kisah-kisah para nabi Bani Israil. Pada tahap ini, mulai nampak jelas di dalam diriku makna-makna kerasulan hakiki yang Allah mengutus kepadanya, mulailah saya merasakannya, sehingga muncullah berbagai pertanyaan yang belum saya dapatkan jawabannya, saya berusaha menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut dari perpustakaanku yang penuh dengan bukubuku tentang Injil dan Taurat. Pada saat itu, saya teringat suara adzan yang pernah kudengar ketika berkeliling ke berbagai negeri serta pengetahuanku bahwa kaum muslimin beriman terhadap Tuhan yang satu, tiada sesembahan yang berhak disembah selain Dia. Dan inilah yang dulu saya yakini, maka saya berkomitmen: Saya harus berkenalan dengan Islam, kemudian mulailah kukumpulkan buku-buku tentang Islam, di antara yang saya miliki adalah terjemahan alQur’an dalam bahasa Italia, yang pernah saya beli ketika berkeliling ke berbagai negeri.
Kemudian saya putuskan untuk kembali ke al-Quds, karena saya yakin bahwa al-Quds adalah tempat turunnya kerasulan terdahulu, akan tetapi kali ini saya menaiki pesawat terbang dari Italia menuju al-Quds. Saya turun di tempat turunnya para pendeta dan peziarah di bawah panduan hause bus Armenia di daerah negeri kuno. Di dalam tasku, saya tidak membawa sesuatu kecuali sedikit pakaian, terjemahan al- Qur’an, Injil dan Taurat. Kemudian saya mulai membaca lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi, saya membandingkan kandungan al-Qur’an dengan isi Taurat dan Injil, sehingga saya berkesimpulan bahwa kandungan al-Qur’an sangat dekat dengan ajaran Musa dan Isa ‘alaihimassalaam yang asli. Selanjutnya, saya mulai berdialog dengan kaum muslimin untuk menanyakan kepada mereka tentang Islam, sampai akhirnya saya bertemu dengan sahabatku yang mulia Wasiim Hujair, kami berbincang-bincang tentang Islam. Saya juga banyak bertemu dengan teman-teman, mereka menjelaskan kepada saya tentang Islam. Setelah itu, saudara Wasiim mengatakan kepadaku bahwa dia akan mengadakan suatu pertemuan antara saya dengan salah seorang dari teman-temannya para da’i. Pertemuan itu berlangsung dengan saudara yang mulia, Amjad Salhub, kemudian terjadilah perbincangan yang bagus tentang agama Islam. Di antara perkara yang paling mempengaruhiku adalah kisah sabahat yang mulia, Salman al-Farisi, karena di dalamnya ada kemiripan dengan ceritaku tentang pencarian hakekat kebenaran.
Setelah kutelaah buku-buku tersebut, saya berkesimpulan bahwa Islam tidak seperti yang dipahami oleh mayoritas orang-orang barat, yaitu sebagai agama pembunuh, perampok, dan teroris akan tetapi yang saya dapati adalah Islam itu agama kasih sayang dan Kami berkumpul lagi dalam pertemuan petunjuk, serta sangat dekat dengan makna yang lain dengan saudara Amjad beserta temanhakiki dari Taurat dan Injil.
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
35
ISLAM ONLINE berbicara dengan siapapun, saya hanya kepadaku untuk mempelajari Islam di kota membaca dan beribadah. Qum, Iran, selama tiga bulan tanpa dipungut Sekitar tiga tahun, saya senantiasa biaya, akan tetapi saya memilih untuk berpindah-pindah dari satu ad-dir ke ad-dir yang melanjutkan perjalananku dan kutinggalkan lain. Saya membaca dan beribadah, berbeda mereka. dengan para pendeta yang mereka tidak bisa Kemudian saya menuju India, dan ketika meninggalkan ad-dir mereka, karena saya tidak saya turun dari kereta, pertama yang kulihat pernah memberikan janji untuk menjadi adalah manusia yang membawa kendi-kendi seorang pendeta di suatu ad-dir tertentu, dan di pagi hari sekali dengan berlari-lari kecil janji tersebut akan menghalangiku untuk keluar menuju ke dalam kota, maka kuikuti mereka masuk darinya. dan saya melihat mereka berthowaf Setelah itu, saya memutuskan untuk mengelilingi sapi betina yang terbuat dari berkeliling ke pelbagai negeri, maka saya emas, ketika itu saya sadar bahwa India memulai perjalanan panjangku dari Italia bukanlah tempat yang kucari. melalui Slovania, Hungaria, Nimsa, Romania, Setelah itu, saya kembali ke Italia dan Bulgaria, Turki, Iran, Pakistan, dari sana dirawat di rumah sakit selama sebulan penuh. menuju India. Semua perjalanan ini saya Hampir saja saya meninggal dikarenakan tempuh melalui jalur darat. Saya mendengar penyakit yang saya derita ketika di India, akan suara adzan di Turki, dan saya sudah pernah tetapi Allah telah menyelamatkanku. mendengarnya di Kairo (Mesir) pada Alhamdulillah. perjalananku sebelumnya, akan tetapi kali ini Saya keluar dari rumah sakit menuju sangat berkesan, sehingga saya mencintainya. rumah, dan mulailah saya berpikir tentang Dalam perjalanan pulang, saya bertemu dengan seorang muslim Syi’ah di perbatasan Iran dan Pakistan. Dia dan temannya menjamuku dan mulai menjelaskan kepadaku tentang Islam versi Syi’ah. Keduanya menyebutkan Imam Duabelas dan mereka tidak menjelaskan kepadaku tentang Islam dengan sebenarnya, bahkan mereka menfokuskan pada ajaran Syi’ah dan Imam Ali, serta tentang penantian mereka terhadap seorang Imam yang ikhlas, yang akan datang untuk membebaskan manusia.
langkah-langkah yang akan saya ambil setelah perjalanan panjang ini, maka saya memutuskan untuk terus dalam jalanku mencari hakekat kebenaran. Saya kembali ke ad-dir dan mulailah kujalani kehidupan seorang pendeta di sebuah ad-dir di Roma. Pada waktu itu, saya telah diminta oleh para pembesar pendeta di sana untuk memberikan kalimat dan janji. Pada malam itu, saya berpikir panjang, dan keesokan harinya saya memutuskan untuk tidak memberikan janji kepada mereka, lalu kutinggalkan ad-dir tersebut.
Semua diskusi tesebut sama sekali tidak menarik perhatianku, dan saya belum mendapatkan jawaban atas berbagai pertanyaanku dalam rangka mencari hakekat kebenaran. Orang Syi’ah itu menawarkan
Saya merasa ada sesuatu yang mendorongku untuk keluar dari ad-dir, setelah itu saya menuju al-Quds karena saya beriman akan kesuciannya. Maka mulailah saya berpergian menuju al-Quds melalui jalur darat
34
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
sisi-Nya. Sebagaimana firman Allah: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa derajat." (Al-Mujadalah: 11) Orang yang beriman kepada Allah tentu akan menganggap bahwasanya sesama muslim itu adalah saudara dan berusaha mendamaikan bila terjadi perselisihan di antara mereka. Hal ini diterangkan Allah dalam Al Quranul-Karim: "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudara kalian itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kalian mendapat rahmat." (Al-Hujurat: 10) Rasulullah n bersabda: "Perumpamaan persaudaraan orang-orang yang beriman bagaikan sebuah bangunan yang sebagiannya menguatkan yang lain." (HR. Bukhari-Muslim) Yang kedua, teman sangat memengaruhi baik tidaknya agama seseorang dan berpengaruh pula terhadap kebahagiaan dunia dan akhirat. Kisah kematian Abu Thalib paman Rasulullah n tentu bukanlah rahasia lagi. Diceritakan bahwa dia memilih tetap bersama agama nenek moyangnya, padahal Rasulullah n di samping ranjang kematiannya megucapkan kalimat Laa ilaha illallah. Ini dikarenakan mengultuskan ajaran nenek moyang dan salah dalam memilih teman bergaul. Oleh karena itu, Rasulullah n memperingatkan agar kita berhati-hati dalam mencari teman. Kita dapat mengumpamakan dengan kemungkinan kita jika berteman dengan tukang minyak wangi. (Pertama) engkau membeli wewangian darinya sehingga engkau menjadi wangi, (kedua) dia memberimu, atau (ketiga) engkau mencium bau yang harum. Sebaliknya jika engkau berteman dengan tukang pandai besi hanya ada dua kemungkinan: dia akan membakar pakaianmu dengan percikan api tersebut, atau engkau mencium bau yang tak sedap. Perumpamaan ini menggambarkan bahwa kita harus pandaipandai dalam memilih teman pergaulan. Rasulullah n bersabda: "Seseorang sesuai dengan agama / adat kebiasaan temannya, maka lihatlah teman bergaulnya." (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi) Orang yang bermaksiat kepada Allah Ta'ala tentunya jangan dijadikan sebagai teman hidup kecuali dalam batasan agama, seperti mendakwahi mereka dan mengajak untuk meninggalkan kebiasaan mereka yang jelek. Yang ketiga, orang awam membutuhkan bantuan saudara seiman mereka untuk mengajari mereka bimbingan agama. Bukan untuk dihakimi dan divonis
bila melakukan kesalahan di atas ketidaktahuan mereka, namun untuk diingatkan dan dibimbing ke jalan yang benar. Rasulullah n bersabda: "Agama itu adalah nasihat." Mereka berkata: "Bagi siapa, ya Rasulullah?" Beliau bersabda: "Bagi Allah, bagi kitab-kitab-Nya, bagi rasul-rasul-Nya, bagi pemimpin kaum muslimin dan orang umum mereka." (HR. Muslim) Bila kita salah bersikap terhadap mereka, dikhawatirkan mereka menjauh dari kebenaran bahkan fobia terhadapnya. Bila hal itu terjadi karena diri kita, dapat menyebabkan kita terjatuh ke dalam dosa, sebagaimana telah diperingatkan oleh Rasulullah n kepada Mu'adz bin Jabal z dan Abu Musa Al-Asy'ari z: "Berilah mereka kabar gembira dan jangan engkau menyebabkan mereka lari (dari kebenaran)." Orang-orang awam yang berbuat dosa (karena keawamam mereka) tidak akan diancam siksa oleh Allah kecuali jika perbuatan tersebut disebabkan oleh 3 perkara: 1. Disebabkan menyombongkan diri; dengan tidak mau mempelajari kebenaran atau sombong di hadapan kebenaran, maka kejahilan yang disebabkan hal ini tidak akan diampuni oleh Allah Ta'ala bila dia terjatuh dalam kemaksiatan karenanya. 2. Disebabkan mengentengkan dan meremehkan pengajaran ilmu agama yang benar sehingga tidak mau mempelajarinya terlebih mengamalkannya. 3. Disebabkan berpaling dari mempelajari ilmu agama sehingga bila dia terjatuh dalam penyelisihan karena kejahilannya, maka tidak akan dimaafkan. Bergaul bersama mereka dalam tiga sebab kejahilan ini harus ekstra hati-hati dan harus menjauhkan diri dari mereka, karena mereka tidak akan mendatangkan kebaikan sedikitpun bagi agama. Dalam bergaul bersama orang yang benar-benar awam, Rasulullah n menjadi uswatun hasanah dalam hal ini. Abu Hurairah z mengisahkan: Dari Abu Hurairah berkata: Seorang Badui kencing di masjid, lalu orangorang bangkit untuk memukulnya (dalam riwayat yang lain mereka menghardiknya). Rasulullah berkata: "Biarkan dia, tuangkan air di atas kencingnya atau satu ember dari air karena sesungguhnya kalian diutus sebagai pemberi kemudahan bukan memberikan kesulitan." (HR. Al-Bukhari) Oleh karena itu, senantiasalah kita sebagai penerus perjuangan Rasulullah untuk selalu memperhatikan langkah.
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
3
FATWA HUKUM SHALAT DI MASJID YANG DI DALAMNYA ADA KUBURANNYA ATAU DI HALAMANNYA ATAU DI ARAH KIBLATNYA
Baz :
Jawaban Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin
ISLAM ONLINE melaknat kaum Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kuburan-kuburan para Nabi mereka sebagai masjid-masjid, hal ini sebagai peringatan terhadap apa yang mereka perbuat. Jika masjid itu telah dibangun lebih dulu daripada kuburannya, maka kuburan itu wajib dikeluarkan dari masjid, lalu dikuburkan di pekuburan umum, dan tidak ada dosa bagi kita dalam situasi seperti ini ketika membongkar kuburan tersebut, karena mayat tersebut dikubur di tempat yang tidak semestinya, sebab masjidmasjid itu tidak halal untuk menguburkan mayat.
Jika di dalam masjid tersebut terdapat kuburan, maka tidak sah shalat di dalamnya. Baik kuburan tersebut di belakang orang-orang shalat maupun di depan mereka, baik di sebelah kanan maupun di sebelah kiri mereka, hal ini berdasarkan sabda Nabi n: “Allah melaknat kaum Shalat di masjid (yang ada kuburannya) yang Yahudi dan kaum Nashrani karena mereka dibangun lebih dulu daripada kuburannya menjadikan kuburan - kuburan para Nabi mereka sebagai tempat-tempat ibadah” [Al-Bukhari dan hukumnya sah dengan syarat kuburan tersebut tidak berada di arah kiblat sehingga seolah-olah Muslim] orang shalat ke arahnya, karena Nabi n melarang Dan berdasarkan sabda Nabi n : shalat menghadap kuburan. Rasulullah bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum “Janganlah kalian duduk-duduk di atas kuburan dan kalian telah menjadikan kuburan– kuburan para jangan pula shalat menghadapnya” [HR Muslim] . Nabi mereka dan orang-orang shalih mereka Jika tidak mungkin membongkar kuburan tersebut, sebagai tempat ibadah. Ketahuilah, maka maka bisa dengan menghancurkan pagar janganlah kamu menjadikan kuburan sebagai masjidnya. masjid (tempat ibadah), sesungguhnya aku melarang kamu dari hal itu” [HR.Muslim] Lain dari itu, karena shalat di kuburan itu HIKMAH DIMASUKKANNYA KUBURAN termasuk sarana syirik dan sikap berlebihan RASULULLAH n KE DALAM MASJID terhadap penghuni kubur, maka kita wajib melarang hal tersebut, sebagai pengamalan Jawaban Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin terhadap hadits tersebut di atas dan hadits-hadits lainnya yang semakna, serta untuk menutup pintu Baz: penyebab syirik. Telah diriwayatkan dari Rasulullah n , bahwa beliau besabda: “Allah melaknat kaum HUKUM SHALAT DI MASJID YANG ADA Yahudi dan kaum Nashrani karena mereka KUBURANNYA menjadikan kuburan-kuburan para Nabi mereka sebagai masjid.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim] Jawaban Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin: Dan telah diriwayatkan dari ‘Aisyah Jika masjid tersebut dibangun di atas radhiyallahu ‘anha, bahwa Ummu Salamah dan kuburan, maka shalat di situ hukumnya haram, Ummu Habibah menceritakan kepada Rasulullah dan itu harus dihancurkan, sebab Nabi n telah
4
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
kemakmuran. Demikianlah, kulalui masa kecilku. Ketika masa remaja pun, saya banyak menghabiskan waktu dengan kemewahan bersama teman-temanku, ketika itu saya memiliki sebuah mobil mewah dan uang , Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan sehingga saya bisa memiliki segala sesuatu dan yang berhak disembah dengan benar kecuali tidak pernah kekurangan. Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad Akan tetapi sejak kecil, saya senantiasa adalah utusan-Nya merasa bahwa dalam kehidupan ini ada yang Inilah kalimat tauhid, kalimat yang baik, kurang, dan saya yakin bahwa ada sesuatu yang kunci surga. Kalimat inilah stasiun pertama dari salah di dalam hidupku, serta suatu kekosongan jalan panjang yang penuh dengan onak dan yang harus kupenuhi, karena semua sarana duri, kalimat taqwa bukanlah kalimat yang kehidupan ini bukanlah tujuanku. Saya mulai mudah bagi seorang insan yang ingin tertarik dengan agama, dan mulailah kubaca menggerakkan lisannya untuk mengucap- Injil, pergi ke gereja, serta kusibukkan diriku kannya, demikian juga ketika dia ingin dengan membaca buku-buku agama Kristen. mengeluarkannya dari hatinya yang paling Dari buku-buku yang kubaca tersebut, mulai dalam. Karena, ketika seorang insan ingin kudapatkan sebagian jawaban atas berbagai mengeluarkannya dari hatinya yang paling pertanyaanku, akan tetapi tetap saja belum dalam, maka dia harus mengetahui terlebih sempurna. dahulu, bahwa kalimat itu keluar dengan seizin Dahulu, saya bangun pagi setiap hari dan Allah Ta’aala. pergi ke pantai, saya merenungi laut sambil Demikianlah yang dialami oleh Ibrahim membaca buku-buku dan beribadah. Setelah (dulu bernama Danial) -semoga Allah dua bulan dari permulaan hidupku ini, saya memeliharanya, meluruskannya di atas jalan merasa mantap bahwa saya tidak mampu terus keistiqomahan, serta menutup lembaran menerus menjalani hidupku seperti biasanya hidupnya diatas Islam-. setelah beragama. Ketika itu, saya mendatangi Inilah dia yang akan menceritakan kepada ayahku dan kukabarkan kepadanya bahwa saya kita, bagaimana dia meninggalkan agama tidak bisa melanjutkan bekerja dengannya. kaumnya (Nashrani) menuju Islam, dan Saya juga pergi mendatangi ibu dan saudaribagaimana dia telah mengorbankan kekayaan saudariku dan kukabarkan kepada mereka ayahnya serta kemewahan hidupnya, di suatu bahwa saya telah mengambil keputusan untuk jalan (hakekat terbesar), demi mencari meninggalkan mereka. kebebasan akal dan jiwa. Kemudian kusiapkan tasku, lalu naik Ibrahim (dulu bernama Danial) -semoga kereta tanpa kuketahui ke mana saya hendak Allah memeliharanya, dan mengokohkannya pergi, hingga saya tiba di kota Polon, kemudian di atas jalan keistiqomahan- menceritakan: saya masuk ke ad-dir (Istilah untuk gereja yang Saya adalah seorang lelaki dari keluarga terpencil di pedalaman. – pent.) di sana, lalu Roma, seorang anak dari keluarga kaya, semasa naik gunung yang tinggi. Saya menetap di kecil, saya hidup dengan kemewahan dan gunung selama kira-kira sebulan, saya tidak Izzuddin edisi 66 Th. 2008
33
ISLAM ONLINE
Perjalanan Panjang Mencari kebenaran Kisah Islamnya Pendeta Roma
Segala puji bagi Allah. Semoga shalawat serta salam tetap terlimpahkan atas Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya, serta siapa saja yang mengikuti sunnahnya dan menjadikan ajarannya sebagai petunjuk sampai Hari Kiamat. Sejarah Islam, baik yang dulu maupun sekarang senantiasa menceritakan kepada kita, contoh-contoh indah dari orangorang yang mendapatkan petunjuk, mereka memiliki semangat yang begitu tinggi dalam mencari agama yang benar. Untuk itulah, mereka mencurahkan segenap jiwa dan mengorbankan milik mereka yang berharga, sehingga mereka dijadikan permisalan, dan sebagai bukti bagi Allah atas makhluk-Nya. Sesungguhnya siapa saja yang bersegera mencari kebenaran, berlandaskan keikhlasan karena Allah Ta’aala,
32
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
pasti Dia ‘Azza Wa Jalla akan menunjukinya kepada kebenaran tersebut, dan akan dianugerahkan kepadanya nikmat terbesar di alam nyata ini, yaitu kenikmatan Islam. Semoga Allah merahmati syaikh kami al-Albani yang sering mengulang-ngulangi perkataan:
Segala puji bagi Allah atas nikmat Islam dan as-Sunnah Diantara kalimat mutiara ulama salaf adalah:
Sesungguhnya di antara nikmat Allah atas orang ‘ajam (asing / non Arab) dan pemuda adalah ketika dia beribadah bertemu dengan pengibar sunnah, kemudian dia membimbingnya kepada sunnah Rasulullah.
n tentang suatu gereja yang pernah mereka lihat di negeri Habasyah termasuk gambar-gambar yang ada di dalamnya, lalu Rasulullah n bersabda: “Mereka adalah kaum yang apabila seorang hamba yang shalih di antara mereka meninggal atau seorang laki-laki yang shalih, mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuat gambar-gambar itu di dalamnya. Mereka itu adalah seburukburuk makhluk di sisi Allah” [HR. Bukhari dan Muslim] Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya, dari Jundab bin Abdillah AlBajali, ia berkata, aku mendengar Rasulullah n bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjadikanku sebagai kekasih sebagaimana Ia telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Seandainya aku (dibolehkan) mengambil kekasih dari antara umatku, tentu aku mejadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan - kuburan para Nabi mereka dan orang-orang shalih mereka sebagai masjidmasjid. Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid-masjid, sesungguhnya aku melarang kalian melakukan itu.” [HR. Muslim]
penghuninya, sebagaimana yang pernah terjadi dahulu dan sekarang. Maka yang wajib atas kaum muslimin di mana saja adalah waspada terhadap apa yang telah dilarang oleh Rasulullah n, jangan sampai terperdaya oleh perbuatan orang lain, karena kebenaran adalah ketika menemukan kesesatan seorang mukmin, maka hendaklah menuntunnya, dan kebenaran itu dapat diketahui dengan dalil dari Al-Quran dan AsSunnah, bukan berdasarkan pendapat dan perbuatan manusia. Rasulullah n dan kedua sahabatnya tidak dikubur di dalam masjid, akan tetapi di kubur di rumah Aisyah, namun ketika perluasan masjid pada masa Al-Walid bin Abdul Malik di akhir abad pertama hijriyah, rumah tersebut dimasukkan ke dalam masjid (termasuk dalam wilayah perluasan masjid). Demikian ini tidak dianggap mengubur di dalam masjid, karena Rasulullah n dan kedua sahabatnya tidak dipindahkan ke tanah masjid, tetapi hanya memasukkan rumah Aisyah, tempat mereka di kubur, ke dalam masjid untuk perluasan. Jadi hal ini tidak bisa dijadikan alasan oleh siapapun untuk membolehkan membuat bangunan di atas kuburan atau membangun masjid di atasnya atau menguburkan mayat di dalam masjid, karena adanya hadits-hadits yang melarang hal tersebut, sebagaimana yang telah saya sebutkan tadi. Apa yang dilakukan oleh AlWalid dalam hal ini tidak berarti menyelisihi sunnah yang telah pasti dari Rasulullah n.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim juga, dari Jabir z , ia berkata: “Rasulullah n melarang menghiasi kuburan dan duduk-duduk di atasnya serta membuat bangunan di atasnya.” [HR. Muslim]. Hadits-hadits shahih ini, dan haditshadits lain yang semakna menunjukkan haramnya membuat masjid di atas kuburan dan terlaknatnya orang yang melakukannya, serta haramnya Hanya Allah lah yang mampu memberi membuat kubah-kubah dan bangunan di atas petunjuk. kuburan, karena hal itu merupakan faktor-faktor kesyirikan dan penyembahan terhadap para Izzuddin edisi 66 Th. 2008
5
AZAZ MULIA
MUHASABAH
As-Sunnah, Wahyu Kedua Setelah Al-Qur‘an Pengertian As-Sunnah Yang dimaksud As-Sunnah di sini adalah Sunnah Nabi, yaitu segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya (terhadap perkataan atau perbuatan para sahabatnya) yang ditujukan sebagai syari’at bagi umat ini. Termasuk di dalamnya apa saja yang hukumnya wajib dan sunnah sebagaimana yang menjadi pengertian umum menurut ahli hadits. Juga ‘segala apa yang dianjurkan yang tidak sampai pada derajat wajib’ dan yang kedua ini yang menjadi istilah ahli fiqih. As-Sunnah atau Al-Hadits merupakan wahyu kedua setelah Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah: “Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur`an dan (sesuatu) yang serupa dengannya.”-yakni As-Sunnah- (HR. Abu Dawud , Imam Ahmad, Shahih) Para ulama juga menafsirkan firman Allah: “… dan supaya mengajarkan kepada mereka AlKitab dan Al-Hikmah” (Al Baqarah: 129), Imam As-Syafi`i berkata: “Setiap kata Al-Hikmah dalam Al-Qur`an yang dimaksud adalah As-Sunnah.” Demikian pula yang ditafsirkan oleh para ulama yang lain.
termaktub dalam firman Allah di dalam Al-Qur`an surat al-Hijr ayat 9, yang terjaga dari kepunahan dan ketercampuran dengan selainnya, sehingga dapat dibedakan mana yang benar-benar AsSunnah dan mana yang bukan.
Dalil-dalil yang Menunjukkan Terpeliharanya As-Sunnah: Pertama: Firman Allah: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9) Adz-Dzikr dalam ayat ini mencakup AlQur’an dan -bila diteliti dengan cermatmencakup pula As-Sunnah. Sangat jelas dan tidak diragukan lagi bahwa seluruh sabda Rasulullah yang berkaitan dengan agama adalah wahyu dari Allah sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: “Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (An-Najm: 3). Tidak ada perselisihan sedikit pun di kalangan para ahli bahasa atau ahli syariat bahwa setiap wahyu yang diturunkan oleh Allah merupakan Adz-Dzikr. Dengan demikian, sudah pasti bahwa yang namanya wahyu seluruhnya berada dalam penjagaan Allah; dan termasuk di dalamnya AsSunnah. As-Sunnah Terjaga Sampai Hari Kiamat Segala apa yang telah dijamin oleh Allah Di antara pengetahuan yang sangat penting, untuk dijaga, tidak akan punah dan tidak akan namun banyak orang melalaikannya yaitu bahwa terjadi penyelewengan sedikitpun. Bila ada sedikit As-Sunnah termasuk dalam kata ‘Adz-Dzikr’ yang saja penyelewengan, niscaya akan dijelaskan
6
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
Kala hati berdzikir kepada-Nya Atau hati berniat tuk maksiat, Kala diri berzina, mengingkari-Nya Atau diri bergegas tuk bertaubat Pandang-Nya meliputi seluruhnya, semuanya Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al Hadiid: 4) Bicara mengenai kepengawasan, maka puasa Ramadhan-lah yang sepertinya lebih tepat untuk dijadikan contoh. Sebab, siapakah yang mengetahui bahwa seseorang itu berpuasa selain Allah dan orang itu sendiri? Mungkin saja seseorang di siang hari (di bulan Ramadhan -pen) nampak lesu, lemah dan tak berdaya; yakni mempunyai tanda-tanda lahiriah bahwa dia adalah sesorang yang sedang berpuasa. Namun tentu saja hal itu tidaklah merupakan jaminan bahwa dia benar-benar berpuasa. Sebab, mungkin saja dia melakukan sesuatu yang membatalkan puasa ketika sedang sendirian. Misalnya saja dengan meneguk segelas air. Sebaliknya, dapat terjadi pula seseorang yang nampak sehat dan tetap bersemangat, biarpun hari telah sampai di pertengahan. Tetapi justru dialah yang sedang berpuasa, dan tetap teguh mempertahankan diri dari godaan yang membuat puasanya batal. Siapa yang tahu, selain Allah dan dirinya sendiri? Saudaraku.. Sikap yang diperagakan oleh orang yang berpuasa sejati mengambarkan betapa kuatnya semangat dalam pengawasan Allah. Dan sikap seperti itu mengandung beberapa rahasia, di antaranya yaitu:
Pertama, orang yang merasa selalu diawasi Allah, dia akan senantiasa merasa terjaga dari perbuatan maksiat. Bagaimana dia akan mencontek, jika niat untuk mencontek saja Allah sudah tahu? Bagaimana dia bisa ber-ZINA dihadapan Dzat Yang Maha Melihat?? Kedua, orang yang merasa selalu dalam pengawasan Allah akan memiliki rasa pengharapan yang tinggi (optimisme). Bagaimana tidak optimis, jika “Kemana saja kamu menghadap, maka di sanalah wajah Allah” (Al Baqarah:115). Di mana saja dia berada, Allah selalu memperhatikannya, dan pasti akan menolongnya?? Ketiga, orang yang merasa selalu dalam pengawasan Allah, akan menemukan rahasia keikhlasan. Bukankah keikhlasan dibangun dengan membangun “jembatan” langsung antara hamba dengan Tuhan? Orang yang ikhlas tidak membutuhkan pamrih manusia dan akan selalu melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Dalam keyakinannya, pengawasan oleh Allah jauh sangat berharga dibanding penglihatan manusia. Jadi, dalam pikirannya.. Mengapa berbuat harus diperlihatkan kepada manusia, jika Yang Maha Teliti sendiri secara langsung akan selalu melihatnya?? Dalam suatu hadits, Rasulullah pernah ditanyai Jibril tentang ihsan, maka jawaban Rasulullah adalah: “… Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat kepada-Nya, sekalipun engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau …” (HR Muslim). Wallahu ‘alam Izzuddin edisi 66 Th. 2008
31
AZAZ MULIA
TADABUR ALAM
Sistem pertahanan diri, perkembangbiakan dan berburu yang sangat rumit dari serangga menunjukkan kalau semua sistem tersebut diciptakan oleh satu-satunya Pencipta yang Maha Agung. Desain mengagumkan pada serangga adalah bukti keberadaan Allah dan ciptaan-Nya yang sempurna. Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. (Al-Jaatsiyah: 4) Kumbang Pembom: “Pakar Senjata Kimia” Bombardier beetle atau yang sering Sohibbudin kenal dengan sebutan ‘Kumbang Pembom’ adalah serangga yang udah dijadikan obyek bagi sejumlah besar penelitian. Yang menjadikan serangga ini teramat sangat populer adalah senjata kimia yang sangat canggih dalam tubuhnya yang panjangnya sekitar 2 cm. Kalau merasa terancam oleh binatang kecil lain, larutan panas mendidih dan pedih terbentuk dalam tubuhnya. Kemudian serangga ini menyemprotkan zat kimia tersebut ke arah musuh lewat lubang di bagian belakang tubuhnya. Ketika menghalau musuh dengan cara ini, kumbang pembom sendiri tidak sadar betapa menakjubkan perilaku yang ia tunjukkan. Senjata kimia ini adalah hasil reaksi kimia berantai sangat rumit yang terjadi dalam tubuh serangga tersebut. Sejumlah organ khusus yang disebut kantung sekresi, menghasilkan cairan sangat pekat yang merupakan campuran dua zat kimia, yaitu hidrogen peroksida dan hidroquinon. Campuran ini terus ditempatkan pada bilik penyimpanan yang disebut dengan collecting vesicle atau kantung pengumpul. Kantung pengumpul ini dihubungkan dengan ruangan yang kedua yang dinamakan bilik ledakan.
30
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
Waktu kumbang merasa dalam bahaya, ia menegangkan otot-otot di sekeliling bilik penyimpanan tersebut dan bilik ini tiba-tiba berkontraksi. Secara bersamaan, saluran yang menghubungkan bilik penyimpanan dengan bilik ledakan terbuka. Sehingga larutan kimia terdorong dan memasuki bilik ledakan. Segera setelah itu, saluran bilik ledakan menutup. Ketika larutan kimia ini bercampur dengan katalis enzim yang dikeluarkan oleh kelenjar ektodermal yang menempel pada bilik ledakan, reaksi berantai terjadi. Reaksi-reaksi ini menghasilkan panas dalam jumlah besar, sehingga suhu larutan naik hingga mencapai titik didih. Otot-otot di sekeliling pipa yang mengarah keluar dari tubuh kumbang, memungkinkan semburan uap untuk diarahkan ke sumber bahaya tersebut. Dan kumbang membakar musuhnya dengan menyemprotkan cairan yang dihasilkannya ke arah si musuh. Senjata kimia yang sangat ampuh untuk mengusir musuh ini tidak berbahaya bagi serangga itu sendiri, sebab bagian tubuh kumbang yang menghasilkan zat kimia ini dilapisi dengan bahan anti-panas. Sistem mengagumkan yang “mengejutkan” banyak ilmuwan ini harus terbentuk pada saat yang bersamaan dan sudah lengkap, sebagaimana jutaan sistem serupa di alam. Satu saja dari bagiannya hilang, maka sistem tersebut tidak akan bekerja dan makhluk kecil ini akan punah dari bumi. Setiap tahapan dari mekanisme pertahanan diri serangga ini dikendalikan oleh kecerdasan yang luar biasa. Kumbang pembom, sebagaimana milyaran makhluk hidup lainnya, ialah salah satu contoh ciptaan luar biasa dan tiada tara dari Allah Yang Maha Tahu dan Maha Kuasa. Maroji’: Al-Qur’anul Karim
kebatilan penyelewengan tersebut sebagai konsekuensi dari penjagaan Allah. Karena seandainya penyelewengan itu terjadi sementara tidak ada penjelasan akan kebatilannya, hal itu menunjukkan ketidak akuratan firman Allah yang telah menyebutkan jaminan penjagaan. Tentu saja yang seperti ini tidak akan terbetik sedikitpun pada benak seorang muslim yang berakal sehat. Jadi, kesimpulannya adalah bahwa agama yang dibawa oleh Muhammad ini pasti terjaga. Allah sendirilah yang bertanggung jawab menjaganya; dan itu akan terus berlangsung hingga akhir kehidupan dunia ini. Kedua: Allah menjadikan Muhammad sebagai penutup para Nabi dan Rasul, serta menjadikan syari’at yang dibawanya sebagai syari’at penutup. Allah memerintahkan kepada seluruh manusia untuk beriman dan mengikuti syari’at yang dibawa oleh Muhammad sampai Hari Kiamat, yang hal ini secara otomatis menghapus seluruh syari’at selainnya. Dan adanya perintah Allah untuk menyampaikannya kepada seluruh manusia, menjadikan syari’at agama Muhammad tetap abadi dan terjaga. Adalah suatu kemustahilan, Allah membebani hamba-hamba-Nya untuk mengikuti sebuah syari’at yang bisa punah. Sudah kita maklumi bahwa dua sumber utama syari’at Islam adalah Al-Qur‘an dan As-Sunnah. Maka bila Al-Qur’an telah dijamin keabadiannya, tentu AsSunnah pun demikian. Ketiga: Seorang yang memperhatikan perjalanan umat Islam, niscaya ia akan menemukan bukti adanya penjagaan As-Sunnah. Di antaranya sebagai berikut: (a) Perintah Nabi kepada para sahabatnya agar menjalankan As-Sunnah. (b) Semangat para sahabat dalam menyampaikan As-Sunnah. (c) Semangat para ulama di setiap zaman dalam mengumpulkan As-Sunnah dan menelitinya sebelum mereka menerimanya. (d) Penelitian para ulama terhadap para periwayat As-Sunnah. (e) Dibukukannya Ilmu Al Jarh wa At Ta’dil. (Ilmu
(f) (g) (h)
yang membahas penilaian para ahli hadits terhadap para periwayat hadits, baik berkaitan dengan pujian maupun celaan) Dikumpulkannya hadits–hadits yang cacat, lalu dibahas sebab-sebab cacatnya. Pembukuan hadits-hadits dan pemisahan antara yang diterima dan yang ditolak. Pembukuan biografi para periwayat hadits secara lengkap.
Wajib merujuk kepada As-Sunnah dan haram menyelisihinya Tidak boleh seorang pun melawan AsSunnah dengan pendapat, ijtihad maupun qiyas. Imam Syafi’i rahimahullah di akhir kitabnya, ArRisalah berkata: “Tidak halal menggunakan qiyas tatkala ada hadits (shahih).” Kaidah Ushul menyatakan: “Apabila ada hadits (shahih) maka gugurlah pendapat” dan juga kaidah: “Tidak ada ijtihad apabila ada nash yang (shahih).” Perintah Al-Qur‘an agar berhukum dengan AsSunnah Firman Allah: “Dan tidaklah patut bagi lakilaki maupun perempuan mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketetapan dalam urusan mereka, mereka memilih pilihan lain. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah nyata-nyata sesat.” (Al Ahzab: 36) Hadits yang memerintahkan agar mengikuti Nabi dalam segala hal diantaranya: Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda: ”Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selamalamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Dan tidak akan terpisah keduanya sampai keduanya mendatangiku di haudh (Sebuah telaga di surga).” (HR. Al-Hakim,Imam Malik ,shahih). Maraji : Al-Hadits Hujjatun bi nafsihi fil Aqaid wa Al Ahkam, karya as-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cet. III/1400 H, AdDar As-Salafiyah, Kuwait.
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
7
AQIDAH
SYIRIK
NODA PALING MEMBANDEL Gimana kabarnya shohibudin semua? Bulan yang penuh barokah telah kita tinggalkan, lalu apakah yang masih bisa kita kerjakan dengan semangat yang sama dengan semangat di waktu bulan tersebut? Insyaallah kita masih dapat bertauhid kepada Rabb Semesta Alam Yang Menguasai Kerajaan Langit dan Bumi. Lalu bagaimana cara kita membentengi diri dengan tauhid murni? Salah satu caranya adalah dengan mengenal dahulu lawannya, yaitu syirik. Telah dimaklumi bahwa sesuatu akan lebih mudah dikenali dengan memahami lawannya. Secara mutlak syirik kepada Allah tergolong keharaman terbesar. Sandarannya berupa hadits dari Abu Bakrah, yang menuturkan bahwa Rasulullah bersabda: “Maukah kukabarkan kepada kalian dosa yang paling besar? (tiga kali). Mereka berkata: ‘Kami menjawab: ’Ya wahai Rasulullah!’ Beliau berkata: ’Menyekutukan Allah’ “ [HR. Bukhari dan Muslim]. Tiap dosa dan kesalahan sangat mungkin diampuni Allah, terkecuali syirik. Karenanya untuk meraih ampunan dosa ini harus ditempuh dengan metode khusus.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. [An-Nisa’: 48]
8
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
Sembah Kubur Merebaknya keyakinan bahwa para wali yang telah mati memiliki kemampuan untuk memenuhi hajat, membantu menghilangkan kesempitan hidup, dan tempat mohon pertolongan. Kalau kita cermati lebih lanjut keyakinan macam ini berseberangan dengan firman Allah yang menegaskan: “Dan Rabbmu telah memerintahkanmu supaya kamu tidak beribadah kecuali hanya kepadaNya.” [Al-Israa’: 23] Begitu halnya dengan permohonan do’a kepada para nabi dan orang sholih atau lainnya yang telah mati untuk dimintai pertolongan, atau agar terbebas dari segala keruwetan. Allah menyatakan dalam firmanNya:”Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang berada dalam kesulitan apabila engkau sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada (tuhan) yang lain?” [An-Naml: 62] Sementara orang mengitari kuburan, memeluk batu nisan serta mengelus-elusnya, mencium ambang pintu, melumuri wajah dengan debu kuburan, dan bersujud kepadanya. Jika melihat makam, berhenti dengan penuh kekhusyukan dan kepasrahan, memohon terkabulnya permintaan dan hajat, seperti kesembuhan dari penyakit, memperoleh keturunan, kemudahan dalam urusan, atau bahkan menyeru kepada penghuni kubur untuk dikabulkan segala maksudnya. Allah berfirman: ”Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahansembahan selain Allah yang tiada mampu memperkenankan doanya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do’a mereka” [Al-Ahqaf: 5] Bernadzar untuk selain Allah juga merupakan bentuk kesyirikan, seperti halnya orang-orang
laki yang bukan mahram. Tentu hal ini akan Jika ingin mendapatkan kemuliaan lebih menjaga kehormatannya. sebagai wanita shalihah, maka sesungguhnya 8. Menjauh dari hal-hal yang kemuliaan itu hanya dapat diraih ketika ia memiliki kemampuan untuk menjaga mengundang fitnah martabatnya dengan iman, menerima semua Seorang muslimah yang cerdas haruslah karunia yang Allah Ta’ala berikan, menghijab memahami akibat yang ditimbulkan dari suatu dirinya dari kemaksiatan, menghiasi semua perkara dan memahami cara-cara yang aktivitasnya dengan ibadah, dan memberikan ditempuh orang-orang bodoh untuk yang terbaik bagi sesamanya. Seorang wanita menyesatkan dan menyimpangkannya. yang mampu melakukan semua itu akan mulia Sehingga ia akan menjauhkan diri dari d i sisi Allah Ta’ala dan terhormat di hadapan mendengarkan musik, nyanyian, menonton manusia. film dan gambar yang mengumbar aurat, Memang usaha yang dilakukan membeli majalah-majalah yang merusak untuk meraih ‘iffah bukanlah hal yang dan tidak berfaedah, ringan. Diperlukan perjuangan yang dan lain-lain. Ia juga sungguh-sungguh dan tidak akan membuang keistiqamahan yang stabil hartanya untuk merobek dengan meminta kehormatan dirinya dan kepada Allah Ta’ala. menghilangkan ‘iffah-nya. Allah Ta’ala telah Karena kehormatan serta berfirman: “Dan orang‘iffah adalah sesuatu yang orang yang bersungguh-sungguh mahal dan sangat untuk mencari keridhaan Kami, berharga. benar-benar akan Kami tunjukkan Sebuah Penutup kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan Wahai ukhti sesungguhnya Allah benar-benar muslimah… beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69) ‘Iffah adalah pondasi kemuliaan bagi seorang wanita shalihah. Sungguh mulia wanita Wallahu Ta’ala a’lam bish-showab shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan Maroji’: generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah Ta’ala akan menjadikannya bidadari di surga. 1. Asy-Syariah Vol I/No.11/1425 H/2004 Kemuliaan wanita shalihah digambarkan oleh 2. js.ugm.ac.id/?p=51 Rasulullah n dalam sabdanya: “Dunia ini 3. homiket. wordpress.com/2007/05/31/ adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan iffah-lambang-kemuliaan-wanita/ adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
29
AQIDAH 6.
Nikah jenis akan membangkitkan gejolak di dalam jiwa yang akan membuat hati Nikah adalah salah satu jalan condong kepada perbuatan yang terbaik untuk menjaga kesucian keji dan hina. diri. Bahkan nikah adalah sarana utama untuk Asy-Syaikh Abdul Aziz menumbuhkan sifat ‘iffah. bin Abdillah bin Baz Dengan menikah, seorang rahimahullah berkata: muslimah akan terjaga “Secara mutlak tidak boleh pandangan mata dan berjabat tangan dengan kehormatan dirinya. Nikah wanita yang bukan adalah fitrah kemanusiaan mahram, sama saja yang di dalamnya terdapat apakah wanita itu masih rasa cinta, kasih sayang, muda atau sudah tua. dan kedamaian yang tidak Dan sama saja apakah lakididapatkan dengan cara lain, seperi laki yang berjabat tangan firman Allah Ta’ala: “Dan di antara dengannya itu masih muda atau tanda kekuasaan-Nya adalah Dia kakek tua. Karena berjabat tangan menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu seperti ini akan menimbulkan fitnah bagi kedua sendiri supaya kamu merasa tenteram pihak. kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata tentang cinta dan kasih sayang.” (Ar-Rum: 21) Rasulullah n: “Tangan Rasulullah n tidak pernah menyentuh tangan wanita, kecuali 7. Rasa Malu tangan wanita yang dimilikinya (istri atau budak Malu adalah sifat yang agung dan terpuji. beliau).” (HR. Al-Bukhari) Dengan rasa malu, seseorang akan terhindar “Tidak ada perbedaan antara jabat tangan dari perbuatan keji, tidak pantas, mengandung yang dilakukan dengan memakai alas atau dosa dan kemaksiatan. Rasa malu akan penghalang (kaos tangan atau kain) maupun bertambah indah jika melekat pada diri seorang tanpa penghalang. Karena dalil dalam masalah muslimah. Dengan malu, seorang muslimah ini bersifat umum dan semua ini dalam rangka akan selalu nampak dalam fitrah menutup jalan yang mengantarkan kepada kewanitaannya, tak mau mengumbar aurat fitnah.” (Majmu’ Al-Fatawa, I/185) tubuhnya, tak mau mengeraskan suara yang tak diperlukan di tengah kumpulan manusia, 5. Tidak khalwat (berduaan) dengan tidak tertawa lepas, dan lain-lain. laki-laki yang bukan mahram Rasa malu ini benar-benar akan menjadi Rasulullah n telah memerintahkan dalam penjaga yang baik bagi seorang muslimah. Ia sabdanya: “Tidak boleh sama sekali seorang akan menyedikitkan beraktivitas di luar rumah lak-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita yang tanpa manfaat. Ia akan menjaga diri kecuali bila bersama wanita itu ada ketika berbicara dengan orang lain, terlebih lakimahramnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
28
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
yang bernadzar dengan menyalakan lilin ataupun pelita bagi penghuni kubur. Di antara fenomena-fenomena yang ada adalah melakukan penyembelihan untuk para penghuni kubur, padahal dilansir dalam sebuah ayat:”Dan dirikanlah sholat karena Rabbmu, dan berkurbanlah!” [Al-Kautsar: 2] Secara tegas ayat menyatakan: “Berkurbanlah untuk dan atas nama Allah.” Sementara itu Nabi bersabda: “Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selainNya.” [HR. Muslim] Sebab yang mendasari larangan tersebut berupa dua kandungan keharamannya, yaitu menyembelih untuk selain Allah dan menyembelih atas nama selainNya. Kedua sebab ini pula yang menjadi penghalang memakan sesembelihan yang dilakukan. Sembah ‘Ulama? Merupakan wujud kesyirikan (akbar) besar adalah menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah dan mengharamkan segala hal yang dihalalkanNya. Atau berkeyakinan ada seseorang yang memiliki wewenang dalam menetapkan halal dan haram selain Allah. Allah berfirman:”Mereka menjadikan orangorang ‘alimnya dan para rahib mereka sebagai tuhan selain Allah.” [At-Taubah: 31] Manakala ‘Adi bin Hatim mendengar ayat ini, ia pun berujar: ’Sesungguhnya mereka tidak menyembah para rahib itu!’ Kemudian Rasulullah menanggapi ucapannya dengan berkata: ’Benar, tetapi para rahib itu menghalalkan bagi mereka apa yang diharamkan Allah, dan orang-orang menganggapnya halal. Mereka juga mengharamkan untuk merka apa yang dihalalkan Allah, lalu (para pengikutnya) mengharamkannya. Demikianlah bentuk penyembahan mereka kepada para rahib (itu)’ [HR. Baihaqi] Begitupun dengan kondisi umat Islam, ketika seorang figur berani mengatakan haram dan haram tanpa dasar syari’at, merekapun mengikutinya dengan berkata: ‘Fulan telah mengharamkan hal ini dan membolehkan itu’. Maka ini pula tak jauh beda dengan keadaan umat yang disinyalir oleh hadits tersebut.
Ramalan Bintang QIDAH Fenomena yang mewabah adalah kuatnya keyakinan akan adanya pengaruh perbintangan terhadap kehidupan, rizki, jodoh, dan lainnya. Dilansir dalam sebuah riwayat, suatu ketika Rasulullah dan para sahabatnya usai menunaikan sholat Shubuh, bertepatan dengan itu muncul semburat warna di ujung malam. Maka Rasulullah berbalik dan menghadap ke arah para sahabatnya seraya mengatakan:”Tahukah kalian apa yang difirmankan oleh Rabb kalian? Mereka menjawab: ‘Allah dan RasulNya lebih mengetahui.’ Nabi bersabda: ‘Dia berfirman: Pagi ini di antara hambahamba-Ku ada yang beriman dan kufur kepadaKu. Adapun orang yang mengatakan: ‘Telah turun hujan kepada kita berkat karunia dan rahmat Allah, berarti dia beriman kepada-Ku dan kufur kepada bintang. Sedangkan orang yang mengatakan: ‘Telah turun hujan kepada kita karena bintang ini tau bintang itu’ Maka dia kufur kepada-Ku dan percaya kepada bintang.” [HR. Bukhari] Masuk dalam kategori ini adalah bergantung pada ramalan nasib di surat kabar, tabloid, maupun media lain. Siapapun yang mempercayai pengaruh ramalan perbintangan dan astronomi yang termuat, dia seorang musyrik. Jika hanya sekedar membaca dalam rangka menghibur diri maka dia telah berbuat maksiat yang berhak mendapat dosa, karena tidak diperbolehkan menghibur diri dengan membaca hal-hal haram terlebih sesuatu yang bermuatan syirik.
A
Syirik Kecil Terjaganya kemurnian ibadah dari riya’ merupakan syarat terciptanya amal shalih yang terikat kuat dengan sunnah. Jika pelaksanaan ibadah karena tendensi agar dilihat orang lain, masuk dalam kriteria riya’, Allah menegaskan dalam firmanNya: ”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka menegakkan sholat, mereka berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya’ di hadapan manusiia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” [An-Nisa’: 142] Pun masuk dalam cakupan ini adalah
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
9
AQIDAH melakukan amalan agar didengar dan dibicarakan orang banyak. Orang-orang model ini telah terjebak dalam kubangan syirik. Rasulullah telah bersabda :”Barang siapa berupaya agar didengar niscaya Allah juga akan memperdengarkan kejelekannya. Dan barangsiapa berbuat riya’ niscaya Allah juga akan membalasnya dengan perlakuan riya.” [HR. Muslim] Bahkan riya’ memiliki bahaya yang teramat besar, hingga berimbas tercabutnya amalan yang dikerjakan seseorang. Rasulullah menyatakannya dalam sebuah hadits qudsi:”Akulah Dzat yang paling tak butuh kepada persekutuan, Barang siapa melakukan suatu amalan, sedang di dalamnya dia menyekutukanKu dengan selainKu, maka aku tinggalkan dia dan persekutuannya.” [HR. Muslim]. Orang yang memulai suatu amalan karena Allah, kemudian terjangkiti riya’, bila dia menyikapinya dengan kebencian dan berupaya keras untuk menepis serta memeranginya, maka benarlah amalnya. Sebaliknya, jika dia tidak berusaha menepis serta memeranginya tetapi malah menikmati riya’nya tersebut, maka mayoritas ulama menetapkan kesia-siaan amalan yang dilakukannya. Bersandar dengan Keburukan Syahdan, orang Arab jika akan melakukan aktivitas tertentu, seperti bepergian mereka memegang ekor burung kemudian melepaskannya. Jika burung tersebut terbang kearah kanan, maka merasa optimis dan meneruskan pekerjaan. Apabila burung tersebut terbang kearah kiri, dia berhenti dan merasa pesimis dengan tindakan yang akan dilakukan. Kalau kita telusuri kebiasaan model ini, sangat bertentangan dengan apa yang diungkapkan Rasulullah: “Meramal dengan sebuah keburukan adalah syirik.” [HR.Ahmad] Masuk dalam cakupan ini adalah berpantangan dengan bulan atau hari-hari tertentu. Juga dengan tempat, waktu, serta angka khusus, seperti meyakini bahwa angka 13 adalah angka pembawa sial. Karakter meramal dengan keburukan model
10
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
tersebut sangatlah tercela, yang keberadaannya dibenci Rasulullah:”Bukan termasuk golongan kami, orang yang meramal dengan suatu keburukan dan minta diramal, orang yang melakukan perdukunan dan yang minta perdukunan.” [HR. Ath Thabraniy] Memang, pesimisme merupakan tabiat jiwa, yang terkadang mengalami pasang surut. Langkah penyembuhannya adalah dengan bertawakal kepada Allah. Seperti ungkapan yang dituturkan oleh Ibn Mas’ud:”Tidaklah dari kami mendapati sesuatu berupa pesimisme, melainkan Allah melenyapkannya dengan tawakal.” [HR. Abu Dawud] Bersumpah dengan Selain-Nya Telah menjadi kelumrahan dan biasa terjadi adalah melontarkan sumpah dengan selain Allah. Padahal sumpah adalah satu bentuk pengagungan, yang hanya layak ditujukan kepada Allah. Sebuah sumber meriwayatkan:”Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah, berarti telah syirik.” [HR. Ahmad] Walhasil, bersumpah dengan ka’bah, kemuliaan, barakah si fulan, keagungan Nabi, wali ataupun bapak-ibu serta benda-benda lain haram hukumnya. Orang yang melakukannya dikenai kafarah (tebusan) dengan mengucapkan Laa ilaha illallah, sebagaimana konteks perintah hadits: ”Barangsiapa bersumpah, kemudian mengatakan dalam sumpahnya, demi Latta dan ‘Uzza. Maka hendaklah (ia) mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah.” [HR. Bukhari] Senada pula dengan bahasan ini adalah deretan ucapan yang bernada mengumpat zaman, seperti zaman sial, zaman sulit, zaman pengecut dan lainnya. “Janganlah kalian mencela masa, maka sesungguhnya Allah yang menguasai masa.” [HR. Muslim]. Termasuk hal-hal haram lain adalah menjuluki manusia dengan ungkapan hakim segala hakim, raja diraja, atau mengucapkan lafadz ‘tuan’ untuk orang-orang kafir atau munafik. Juga mengungkapkan kata-kata ‘seandainya’ sebagai isyarat kemarahan, penyesalan, keluh kesah, dan membuka pintu amalan setan.
1. Ketaqwaan kepada Allah Ta’ala Taqwa adalah asas paling fundamental dalam mengusahakan ‘iffah pada diri seseorang. Ketaqwaan adalah pengekang seseorang dari perbuatan-perbuatan tercela yang dilarang oleh Allah Ta’ala, sehingga ia akan selalu berhati-hati dalam berbuat seseuatu, baik di saat sendirian maupun dalam keramaian.
yang tak tertandingi keindahannya. Mengalahkan emas, perak, berlian, dan hiasan dunia lainnya. 2. Menundukkan pandangan menjaga kemaluan
dan
Saudariku muslimah… Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: ‘Hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka…’ “ (An-Nur: 31) Asy-Syaikh Muhammad Amin AsySyinqithi rahimahullah berkata: “Allah Jalla wa ‘Ala memerintahkan kaum mukminin dan mukminat untuk menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka. Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya dari perbuatan zina, liwath (homoseksual), dan lesbian, serta menjaganya dengan tidak menampakkan dan menyingkapnya di hadapan manusia.” (Adhwa-ul Bayan, 6/186)
Sesungguhnya kemuliaan yang diraih seorang wanita shalihah adalah karena kemampuannya dalam menjaga martabatnya (‘Iffah) dengan hijab serta iman dan taqwa. Ibarat sebuah bangunan, ia akan berdiri kokoh jika mempunyai pondasi yang kokoh. Andaikan pondasi sebuah bangunan tidak kokoh, maka seindah dan semegah apapun pasti akan cepat runtuh. Begitu juga dengan ‘iffah yang dimiliki oleh seorang wanita, dengan iman dan taqwa sebagai pondasi dasar untuk meraih kemuliaankemuliaan lain. Segala anggota tubuh akan selalu terjaga jangan sampai melanggar larangan Allah Ta’ala 3. Tidak bepergian jauh (safar) sendirian tanpa didampingi sehingga terjerumus ke dalam kesesatan. mahramnya Mulutnya terjaga dari pembicaraan yang siaSeorang wanita tidak sia, ghibah, fitnah, adu domba, boleh bepergian jauh tanpa dusta, mengumpat , didampingi mahramnya mencela, dan lain-lain. yang akan menjaga dan Tangannya pun akan terjaga melindunginya dari dari hal yang dilarang seperti gangguan. Rasulullah n mencuri, bersentuhan dengan bersabda: “Tidak boleh orang yang bukan seorang wanita safar kecuali mahramnya, dan lain-lain. didampingi mahramnya.” Mata pun demikian, tak ingin (HR. Al-Bukhari dan Muslim) terjerumus dalam mengumbar pandangan yang diharamkan. 4. Tidak berjabat tangan Sungguh ketika taqwa berdiam dengan lelaki yang bukan pada diri seseorang, maka muncullah mahramnya pribadi yang penuh dengan hiasan Bersentuhan dengan lawan Izzuddin edisi 66 Th. 2008
27
AQIDAH
NISA’
Dimana Allah? Dia… di atas Langit
Segala puji bagi Allah Ta’ala, Robb semesta alam. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad n. Akhwatifillah… Di masa sekarang ini, di saat kejahiliahan kembali merata di seluruh penjuru dunia, upaya penjagaan diri dari berbagai bentuk kemaksiatan, kesia-siaan, dan kerendahan harus lebih ditekankan. Terlebih lagi bagi seorang muslimah yang kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. ‘Iffah adalah bahasa yang lebih akrab untuk menyatakan penjagaan diri ini. Lalu apa sebenarnya ‘iffah itu? Pengertian ‘Iffah Wahai muslimah… Menurut bahasa, ‘iffah artinya adalah menahan. Sedangkan menurut istilah, ‘iffah adalah menahan diri sepenuhnya dari perkaraperkara yang diharamkan oleh Allah. Jadi, ‘afifah (sebutan bagi muslimah yang ‘iffah) adalah muslimah yang bersabar dari
26
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
perkara-perkara yang diharamkan walaupun jiwanya menginginkannya. Allah Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang belum mampu untuk menikah hendaklah menjaga kesucian dirinya sampai Allah menjadikan mereka mampu dengan karuniaNya.” (An-Nur: 33). Wanita yang ‘afifah Saudariku… ‘Iffah adalah akhlaq yang tinggi, mulia, dan dicintai oleh Allah Ta’ala. Bahkan akhlaq ini merupakan sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang shalih, yang senantiasa memuji keagungan Allah Ta’ala, takut akan siksa, adzab, dan murka-Nya, serta selalu mencari keridhaan dan pahala-Nya. Ada beberapa hal yang dapat menumbuhkan akhlaq ‘iffah dan perlu dilakukan oleh seorang muslimah untuk menjaga kehormatan dirinya, di antaranya adalah:
Amat mengherankan perkaranya ketika dimunculkan satu pertanyaan i’tiqodiyah ( t e n t a n g keyakinan): “Di mana Allah?”, kita mendapatkan jawaban yang bermacam-macam dan berbedabeda dari mulut-mulut kaum muslimin. Ada yang beranggapan bahwa tidak boleh mempertanyakan di mana Allah, tetapi tak sedikit pula yang menjawab: “Allah ada di mana-mana”, lebih ironisnya ada yang mengatakan: “Allah tidak di atas, tidak juga di bawah, tidak di sebelah kanan tidak pula di sebelah kiri, tidak di barat tidak di timur, tidak di selatan tidak juga di utara.” Para pembaca, sungguh sangat memprihatinkan bila seorang muslim atau banyak muslim tidak mengetahui masalah pokok dalam agamanya ini, tapi apa hendak dikata bila memang realita yang ada menunjukkan demikian, satu fenomena yang cukup mu‘sif (menyedihkan) menimpa ummat ini yang dilatarbelakangi dengan jauhnya dari pendidikan ilmu agama yang benar. Sementara Allah telah berfirman: “Allah menganugrahkan al hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al Qur`an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendakiNya. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orangorang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.” (Al Baqoroh: 269) “Katakanlah: ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran.” (Az Zumar: 9) Bagaimana tidak dikatakan hal yang pokok dalam agama, pengetahuan tentang “di mana Allah?” tatkala ternyata Rasulullah n menjadikannya sebagai dalil akan kebenaran iman seseorang. Di dalam Shohih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan An Nasa‘i, dan lainnya dari sahabat Mu’awiyah bin Hakam as Sulami, ia berkata: Aku punya seorang budak yang biasa menggembalakan kambingku ke arah Uhud dan sekitarnya, pada suatu hari aku mengontrolnya, tiba-tiba seekor serigala telah memangsa salah satu darinya -sedang aku ini seorang laki-laki keturunan Adam yang juga sama merasakan kesedihan- maka akupun amat menyayangkannya hingga kemudian akupun menamparnya (menampar budaknya), lalu aku mendatangi Nabi n dan kuceritakan kejadian itu padanya. Beliau membesarkan hal itu padaku, aku pun bertanya: “Wahai Rosulullah apakah aku harus memerdekakannya?” Beliau menjawab: “Panggil dia kemari!” Aku segera memanggilnya, lalu beliau bertanya padanya: “Di mana Allah?” Dia menjawab: “Di langit.”. “Siapa aku?”, tanya Rasul. “Engkau Rasulullah (utusan Allah)”, ujarnya. Kemudian Rasulullah berkata padaku: “Merdekakan dia, sesungguhnya dia seorang mu‘min.” Di dalam hadits ini terkandung tiga pelajaran yang sangat signifikan. Pertama : Nabi n menetapkan keimanan sang budak ketika ia mengetahui bahwa Allah di atas langit. Kedua : Disyari’atkannya ucapan seorang Izzuddin edisi 66 Th. 2008
11
AQIDAH muslim yang bertanya: “Di mana Allah?”. Ketiga : Disyari’atkannya bagi orang yang ditanya hal itu agar menjawab: “Di atas langit.” Sulaiman at Taimi, salah seorang tabi’in mengatakan: “Bila aku ditanya di mana Allah? Aku pasti akan menjawab di atas langit.” Para pembaca, apa jadinya jika ternyata sebagian kaum yang tahunya sebatas “air barokah” dan orang-orang yang spesialisasinya hanya itu,kemudian apriori untuk menolak bahkan lebih dari itu mengkafirkan orang yang mempertanyakan: “Di mana Allah?”. Ketahuilah bahwa siapa saja yang mengingkari permasalahan ini berarti ia telah mengingkari Rasulullah n, wal ‘iyadzubillah bila kemudian mengkafirkannya. Jawaban seorang budak dalam hadits di atas sesuai dengan firman Allah Ta’ala: “Apakah engkau merasa aman terhadap Allah yang di langit, bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama engkau… Atau apakah engkau merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu.” (Al Mulk: 16-17). Tidaklah mengherankan bila kemudian penetapan bahwa Dzat Allah di atas langit menjadi keyakinan para imam yang empat. Imam Abu Hanifah (seorang alim dari negeri Iraq) berkata: “Barangsiapa yang mengingkari Allah ‘Azza wa Jalla di langit maka ia telah kufur!” Imam Malik (imam Darul Hijroh) mengatakan: “Allah di atas langit, sedang ilmuNya (pengetahuanNya) di setiap tempat, tidak akan luput sesuatu darinya.” Muhammad bin Idris yang lebih dikenal dengan sebutan Imam asy Syafi’i berkata: “Berbicara tentang sunnah yang menjadi peganganku dan para ahli hadits yang saya lihat dan ambil ilmunya seperti Sufyan, Malik, dan selain keduanya, adalah berikrar bahwa tidak ada ilah (yang berhak untuk diibadahi secara benar)
12
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
IBROH kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu di atas ‘arsy di langit…” Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal: “Apakah Allah di atas langit yang ke tujuh di atas ‘arsyNya jauh dari makhlukNya, sedangkan kekuasaanNya dan pengetahuanNya di setiap tempat?” Beliau menjawab, “Ya, Dia di atas ‘arsyNya tidak akan luput sesuatupun darinya.” Aqidah yang agung ini telah tertanam dalam dada-dada kaum muslimin periode pertama, para salafus shalih ahlussunnah wal jama’ah. Berkata Imam Qutaibah bin Sa’id (wafat: 240 H): “Ini adalah pendapat / ucapan para imam-imam Islam, sunnah, dan jama’ah, bahwa kita mengenal Rabb kita di atas langit yang ke tujuh di atas ‘arsyNya.” Sehingga semakin jelaslah bahwa Allah di atas langit sebagai ijma’ ahlissunnah wal jama’ah yang berlandaskan Kitab, Sunnah, akal, dan fitrah. Allah berfirman: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi.” (As Sajdah: 5) “Kepada-Nyalah naik perkataan yang baik dan amal shalih yang dinaikkanNya.” (Fathir: 10) “Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepadaNya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (Al Ma’arij: 4) “Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit…” (Al Mulk: 16-17) “Sucikanlah nama Rabbmu yang Maha Tinggi.” (Al A’laa: 1) Dan ayat-ayat lainnya teramat banyak untuk disebutkan sampai-sampai sebagian besar kalangan madzhab Syafi’i mengatakan: “Di dalam Al Qur`an terdapat seribu dalil atau bahkan lebih menunjukkan bahwa Allah Ta’ala tinggi di atas makhlukNya.”. Di dalam Shohih Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Bakroh d bahwa ketika Rasulullah n berkhutbah di hadapan manusia pada hari
‘Abdullah bin Mas’ud Seorang anak gembala tengah menghalau domba-dombanya. Domba–domba tersebut adalah milik seorang bangsawan Quraisy. Anak tersebut dipanggil dengan Ummi Ibn Abd. Nama aslinya adalah Abdullah bin Mas’ud. Suatu hari ia melihat dari kejauhan dua orang laki-laki menuju ke arahnya. Keduanya kelihatan sangat letih dan kehausan. Ketika keduanya berada dekat dengan anak gembala itu, mereka memberi salam dan berkata, “Hai anak muda, berikanlah kami susu dombamu sekedar untuk menghilangkan rasa haus kami!”. “Maaf Pak, saya tidak dapat memberi bapak karena domba–domba ini bukan milik saya, saya sekedar menggembalakannya saja.”, jawabnya. Kedua laki-laki itu tidak membantah jawabannya, bahkan tampak bahwa mereka suka terhadap jawaban tersebut, lalu salah seorang di antaranya berkata, “Bawalah kemari seekor domba yang betina dan yang belum kawin!”. Anak itu mengambil seekor domba, lalu dibawanya ke dekat mereka berdua. Orang itu memegang domba tersebut dengan membaca basmalah. Sebentar kemudian domba tersebut mengeluarkan susu yang berlimpah. Anak tersebut bingung dan takjub, mana mungkin domba tersebut dapat mengeluarkan susu. Kedua orang tersebut adalah Rasulullah n dan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang sedang menghindari tekanan kaum musyrikin Quraisy. Sejak peristiwa tersebut, Abdullah bin Mas’ud tertarik pada wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah, dan Rasulullah pun kagum atas kejujuran dan tanggung jawabnya. Tak lama setelah kejadian tersebut, Abdullah bin Mas’ud masuk Islam. Ia menjadi pelayan Rasulullah. Abdullah bin Mas’ud dibesarkan dan dididik
dengan sempurna dalam rumah tangga Rasulullah. Karena itu tak heran kalau ia menjadi seorang yang terpelajar, berakhlaq tinggi, sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah. Abdullah bin Mas’ud pernah berkata mengenai pengetahuannya mengenai Al-Qur’an sebagai berikut, “Demi Allah tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Dia, tidak ada satu ayatpun dalam Al-Qur’an, melainkan aku tahu dimana dan bagaimana diturunkannya. Seandainya ada orang yang lebih tahu daripada saya, niscaya saya akan datang kepadanya.” Abdullah bin Mas’ud bukan saja Qari’ terbaik, namun beliau juga seseorang yang pemberani, kuat, dan teliti. Beliau tercatat sebagai muslim pertama yang mengumandangkan AlQur’an dengan merdu dan lantang. Suatu hari, kira-kira waktu dhuha, Abdullah bin Mas’ud berdiri di dekat Ka’bah lalu membaca surah ArRahman dengan suara lantang . Orang-orang Quraisy yang yang berada di sekitar Ka’bah terkesima saat mendengarnya, namun ketika tersadar mereka langsung mendatangi Abdullah bin Mas’ud dan memukulinya. Tetapi Abdullah bin Mas’ud tetap melanjutkan bacaan AlQur’annya hingga selesai. Ketika Abdullah bin Mas’ud hampir meninggal, ia berkata kepada Ustman, “Saya tidak khawatir anak-anak saya hidup miskin, saya menyuruh mereka membaca surah Al-Waqi’ah setiap malam. Karena saya mendengar Rasulullah n bersabda, ‘Siapa yang membaca surah Al-Waqi’ah setiap malam, dia tidak akan ditimpa kemiskinan selama-lamanya.’ “ Pada suatu hari yang mulia, Abdullah bin Mas’ud pergi menemui Rabbnya dengan tenang. Lidahnya basah dengan dzikrullah dan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
25
AQIDAH
JEJAK
Cerita Dari Perang Yarmuk “Wahai Hamba Allah, bantulah agama Allah, pasti Ia akan membantu kalian dan mengokohkan kaki kalian. Sesungguhnya janji Alloh adalah benar. Wahai kaum muslimin, bersabarlah kalian. Sesungguhnya kesabaran akan menyelamatkan kalian dari kekufuran dan membuat ridha Rabb kalian dan menjauhkan kalian dari celaan. Jangan sampai kalian meninggalkan tempat dan jangan memulai maju menyerbu mereka. Tetapi seranglah mereka dahulu dengan panah, dan berlindunglah kalian dengan perisai kalian. Perbanyak diam kecuali dzikir kepada Alloh dalam diri kalian, hingga aku mengintruksikan sesuatu kepada kalian, insya Alloh.” Perkataan di atas merupakan nasihat Abu Ubaidah kepada kaum muslimin dalam Perang Yarmuk yang terjadi pada tahun 13 H, yakni pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar ashShiddiq. Perang Yarmuk adalah perang antara Muslim Arab yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dengan Kekaisaran Romawi Timur yang dipimpin oleh Tazariq. Pertempuran ini oleh beberapa sejarawan, dipertimbangkan sebagai salah satu pertempuran penting dalam sejarah dunia, karena perang ini menandakan gelombang besar pertama penaklukan Muslim di luar Arab, dan cepat masuknya Islam ke Palestina, Suriah, dan Mesopotamia yang rakyatnya menganut agama Nasrani. Pada peperangan ini Khalid bin Walid membawa 30.000 hingga 40.000 pasukan. Jumlah tersebut merupakan jumlah pasukan Muslim terbesar yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Arab. Saif bin Umar meriwayatkan dengan sanadnya dari para gurunya, bahwa dalam tentara kaum muslimin terdapat 1000 orang sahabat nabi, 100 dari mereka adalah pasukan yang ikut dalam perang Badar. Sedangkan di pihak Romawi, jumlahnya jauh lebih besar daripada pasukan Muslim. Pada peperangan ini tentara Romawi keluar dalam jumlah yang tidak pernah terjadi sebelumnya, yakni sebanyak 240.000 personil pasukan. Terdiri dari 80.000 pasukan diikat dengan rantai besi, 80.000 pasukan berkuda dan 80.000 pasukan infantri.
24
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
Mereka juga membawa para pendeta, uskup, maupun pihak gereja untuk memberikan motivasi kepada pasukan agar agama Nasrani menang. Namun, jumlah musuh yang lebih banyak tidak membuat gentar Khalid dan pasukannya. Mereka terus berjuang melawan orang-orang kafir. Abu Hurairah memberi semangat kepada para tentara dan berkata: “Berlombalah kalian mengejar para bidadari surga dan untuk bertemu Rabb kalian di surga yang penuh kenikmatan. Sesungguhnya Rabb kalian sangat cinta kepada kalian dalam situasi dan kondisi seperti ini. Ingatlah bahwa orang-orang yang bersabar memiliki kemuliaan yang khusus.” Akhirnya, dengan pertolongan Allah, perang yang dahsyat ini dimenangkan oleh pasukan Muslim. Tazariq, saudara Heraklius yang menjadi panglima tertinggi pasukan Romawi, terbunuh dalam peperangan ini. Kaisar Romawi, Heraklius, ketika berada di Anthakiyah bertanya kepada para pasukannya apa yang menyebabkan mereka kalah perang, padahal jumlah mereka lebih banyak berlipat ganda dari jumlah pasukan kaum Muslim. Maka salah seorang yang dituakan dari mereka menjawab: “Kami kalah disebabkan mereka shalat di malam hari, berpuasa di siang hari, mereka menepati janji, mengajak kepada perbuatan ma’ruf, mencegah dari perbuatan mungkar dan saling jujur sesama mereka. Sementara kita gemar minum khamr, berzina, mengerjakan segala yang haram, menyalahi janji, menjarah harta, berbuat kezhaliman, menyuruh kepada kemungkaran, melarang dari apa-apa yang diridhai Allah, dan kita selalu berbuat kerusakan di bumi.” Mendengar jawaban itu Heraklius berkata: “Engkau telah berkata benar.” “Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya. Sebaliknya Dia pasti akan menghinakan orang-orang yang kafir terhadapNya. Sesungguhnya kalian tidak akan dikalahkan karena jumlah kalian yang sedikit, tetapi kalian akan dikalahkan disebabkan dosa-dosa kalian…” (Abu Bakar ash-Siddiq, dalam suratnya menjelang Perang Yarmuk)
Arafah, beliau berkata: “Ya Allah, saksikanlah” (seraya mengangkat jari telunjuknya ke arah langit). Semua orang yang berakal akan menetapkan bahwa ketinggian adalah sifat sempurna sedangkan kebalikannya adalah sifat kekurangan, sementara Allah ‘Azza wa Jalla tersucikan dari hal-hal yang bersifat kekurangan, ini semua menunjukkan bahwa Dzat Allah di atas langit adalah suatu kesempurnaan bagiNya. Demikian pula secara fitrah, semua kaum muslimin di belahan dunia apabila berdo’a mengangkat kedua tangannya ke langit, tak didapatkan seorang pun dari mereka apabila mengatakan, “Ya Allah, ampunilah dosaku” mengarahkan kedua tangannya ke tanah -selama-lamanya!!menunjukkan secara fitrah, semua manusia menetapkan bahwa Dzat Allah di atas langit. Para pembaca, perjalanan waktu yang cukup lama aqidah Islam ini tak lagi dikenal dan diketahui mayoritas umat Islam, seakan-akan sirna dari sumbernya, malah sebaliknya faham-faham Jahmiyah, Asy’ariyah, Mu’tazilah, dan ahli kalam yang merajalela bak wabah penyakit yang menular. Kalangan anak-anak, remaja, dan para orang tua, bahkan sang ustadz atau kyai dan guru ngaji bila ditanya: “Di mana Allah?” serempak menjawab: “Allah ada di mana-mana.” Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Sebagian yang dinisbatkan kepada ilmu berdalil atas pernyataannya itu dengan firman Allah: “Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada.” (Al Hadid: 4) Memang menjadi ciri khas ahli bathil adalah “seenaknya mengambil dalil tetapi buruk ketika berdalil”. Ketahuilah bahwa ayat itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa Allah ada di manamana, sebab bila difahami demikian, maka tentu ketika seseorang berada di masjid Allah ada di situ, ketika di pasar Allah juga ada di situ, bahkan tatkala seseorang berada di tempat kotor sekalipun, seperti WC, maka Allah pun ada di situ! Maha
tinggi Allah atas pernyataanpernyataan ini. Kebersamaan Allah Tetapi maksud dari ayat itu “Dia bersamamu…” ialah ilmu-Nya, pengawasan-Nya, penjagaan-Nya bersama kamu, sedang Dzat Allah di atas ‘arsy di langit. Imam Sufyan ats Tsaury (wafat: 161 H) pernah ditanya tentang ayat ini “Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada.” Beliau menjawab: “yakni ilmu-Nya.” Hanbal bin Ishaq berkata: Abu Abdillah (Imam Ahmad) ditanya apa makna “Dan Dia bersamamu?”. Beliau menjawab: “Yakni ilmuNya, ilmu-Nya meliputi segala hal sedangkan Rabb kita di atas ‘arsy…” Imam Nu’aim bin Hammad (wafat: 228 H) ditanya tentang firman Allah “Dan Dia bersamamu”. Beliau berkata: “Maknanya tidak ada sesuatupun yang luput darinya, dengan ilmu-Nya.” Ketika Imam Abu Hanifah mengatakan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala di langit tidak di bumi”, ada yang bertanya: “Tahukah Anda bahwa Allah berfirman, ‘Dia (Allah) bersamamu?’ “. Beliau menjawab: “Ungkapan itu seperti kamu menulis surat kepada seseorang ‘Saya akan selalu bersamamu’ padahal kamu jauh darinya.” Para pembaca rahimakallah (semoga Allah merahmati engkau), sudah saatnya kita tanamkan kembali aqidah yang murni warisan Nabi dan para salafus shalih ini di dalam jiwa-jiwa generasi Islam kini dan mendatang . Sungguh keindahan, ketentraman mewarnai anak-anak kita dan para orang tua saat kita tanyai: “Di mana Allah?” lalu mereka mengarahkan jari telunjuknya ke atas dan berucap: “Allah di langit.” Wallahul haadi ila sabilir rosyaad. Wal ‘ilmu ‘indallah. Maraji’: Buletin Al Wala’ wal Bara’ Edisi ke42 Tahun ke-1/ 06 Sya’ban 1424 H.
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
13
ADAB ISLAMI
FOKUS
Arti Sebuah
Kejujuran Di antara nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada hamba-hamba-Nya adalah dengan dijadikannya segala sesuatu teratur dan tertata rapi. Salah satunya adalah waktu. Allah Ta’ala telah menjadikan 1 tahun ini sebanyak 12 bulan, dan 4 bulan di antaranya adalah bulan Haram. Allah jadikan waktu tersebut sebagai takdir bagi hamba-Nya untuk dimakmurkan dengan ketaatan dan supaya mereka bersyukur kepadaNya atas karunia tersebut.
Rajab, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah. Mengenai makna bulan haram, telah dijelaskan oleh para ulama ahli tafsir, seperti AsySyaikh ‘Abdurrahman As-Sa’dy rahimahullah bahwa dinamakan bulan haram dikarenakan bertambahnya keharamannya (kehormatannya) dan haramnya berperang pada bulan tersebut.
Insya Allah dalam kesempatan ini, Bang Udin akan menjelaskan beberapa hukum yang berkaitan dengan salah satu dari bulan haram, Allah Ta’ala berfirman dalam surat At-Taubah yaitu Dzulhijjah yang di dalamnya terdapat ayat 36: banyak sekali hukum-hukum, ketaatan, dan ibadah yang dapat kita lakukan pada bulan tersebut. Sehingga untuk menyambut dan memuliakan bulan tersebut maka selayaknya kita mengetahui dan mempelajari perkara-perkara apa saja yang dapat kita amalkan pada bulan tersebut. Di antara amalan yang dapat kita lakukan di bulan Dzulhijjah adalah: Berpuasa pada 10 Hari yang Pertama (1-9 “Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah Dzulhijjah) adalah 12 bulan di dalam hukum Allah, hari Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dari dimana Allah menciptakan langit dan bumi, di antara 12 bulan tersebut terdapat 4 bulan ‘Abdullah bin Al-‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma: “Tidak ada amalan yang dikerjakan pada hari-hari haram” 4 bulan haram yang dijelaskan Rasulullah yang lebih afdhal daripada amalan yang dikerjakan Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Muharram, pada hari-hari ini (10 hari pertama Bulan
14
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
Para pembaca, setiap yang menabur biji kebaikan pasti ia akan menuai kebaikan dan demikian pula setiap yang menabur biji kejelekan pasti ia akan menuai kejelekan pula. Ini merupakan sunnatullah (ketetapan Allah Ta’ala) yang sejalan dengan fitrah yang suci. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari shahabat Abdullah bin Mas’ud, bahwa Rasulullah n bersabda: “Sesungguhnya kejujuran itu akan mengantarkan kepada jalan kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan mengantarkan ke dalam al jannah (surga), sesungguhnya orang yang benar-benar jujur akan dicacat di sisi Allah sebagai ash shidiq (orang yang jujur). Dan sesungguhnya orang yang dusta akan mengantarkan ke jalan kejelekan, dan sesungguhnya kejelekan itu akan mengantarkan kedalam an naar (neraka), sesungguhnya orang yang benar-benar dusta akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Al Bukhari dan Muslim) Dalam hadits di atas menunjukkan bahwa jujur merupakan amalan yang amat terpuji. Dari sebuah kejujuran akan tegak kebenaran, keadilan, dan sekian banyak kebaikan di baliknya. Hati akan menjadi tenang dan tentram. Karena orang yang jujur itu tidak mengurangi atau menzhalimi hak orang lain. Sehingga semakin menambah kepercayaan dari orang lain. Cobalah perhatikan, bila seseorang berkata atau bertindak jujur, maka orang lain akan merasa dirinya dihormati, diperlakukan adil, tidak dizhalimi, atau tidak dikhianati. Sehingga menumbuhkan rasa saling percaya, menambah rajutan ukhuwah (persaudaran), dan mahabbah
(kasih sayang). Namun sebaliknya, dari ketidakjujuran akan menyebabkan terjatuh dalam perbuatan zhalim, curang, atau berdusta kepada orang lain. Yang berakibat memudarnya sikap saling percaya, bahkan akan timbul kedengkian, permusuhan, dan sikap jelek lainnya. Di antara dampak dari perbutan jujur adalah: 1. Mendapat barakah dari Allah Ta’ala. 2. Jujur sebagai sebab akan diperbaiki dan diterima amalan-amalan lainnya oleh Allah Ta’ala. 3. Jujur sebagai sebab datangnya maghfirah (ampunan) Allah Ta’ala Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar (jujur), niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalanmu dan akan mengampuni dosa-dosamu, …” (Al Ahzab: 70-71) 4. Mendapat pahala yang besar. Allah Ta’ala berfirman: “(Sesungguhnya), … laki-laki dan perempuan yang benar (jujur), … maka Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al Ahzab: 35) Akhir kata, semoga kajian yang ringkas ini sebagai koreksi bagi kita semua. Tiada seorang pun yang bersih dari noda dosa dan kesalahan. Namun seyogyanya kita selalu berusaha untuk berjalan di atas prinsip kejujuran, bila ada kelalain dari kita, hendaknya segera kita bertaubat kepada Allah Ta’ala. Semoga Allah Ta’ala menggolongkan kita termasuk hamba-hambanya yang jujur. Amien, ya Rabbal ‘alamin.
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
23
FIQIH dalil tentang najisnya madzi, dimana Rasulullah memerintahkan untuk mencuci kemaluan yang terkena madzi tersebut.” Suatu hal yang perlu kita ketahui, madzi ini menimpa laki-laki maupun wanita, namun lebih sering dan kebanyakan terjadi pada wanita seperti yang dikatakan Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim. 3. Wadiy Wadiy adalah cairan yang keluar setelah kencing atau saat mengejan setelah buang air besar. Hukum wadiy sama dengan madzi atau kencing, yaitu najis. Bahkan Imam An-Nawawi rahimahullah ta’ala di dalam kitabnya Al Majmu’ menukilkan ijma’ (kesepakatan) bahwa wadiy itu najis. Beliau mengatakan: “Telah bersepakat umat ini tentang najisynya madzi dan wadiy.” 4. Darah Haid dan Nifas Darah haid dan nifas adalah dua hal yang umum dijumpai kaum wanita. Namun masih ada dari mereka yang belum mengetahui, apakah darah haid dan nifas termasuk najis atau bukan, sementara hal ini sangat penting bagi mereka. Tentang dalil yang menunjukkan kenajisan darah haid dan nifas dalam hadits Asma’ bintu Abi Bakr radhiallahu’anha. Beliau menceritakan: “Seorang wanita bertanya pada Rasulullah. Ia berkata: ’Ya Rasulullah, jika salah seorang dari kami terkena darah haid pada pakaiannya, apa yang harus ia lakukan?’ Maka Rasulullah bersabda: ’Apabila darah haid mengenai pakaian salah seorang dari kalian, hendaknya ia mengerik lalu membasuhnya, kemudian ia shalat mengenakan pakaian tersebut.’ “ (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Muslim) Berkata Imam Ash Shan’ani rahimahullah di dalam Subulus Salam setelah membawakan hadits di atas: “Hadits ini merupakan dalil yang menunjukkan najisnya darah haid.” Kaum muslimin sendiri telah bersepakat bahwa darah haid itu najis dengan nash yang ada ini dan Imam An Nawawi menukilkan adanya ijma’ dalam hal ini. Adapun darah nifas, hukumnya sama dengan darah haid. 5. Bangkai Begitu pula halnya dengan bangkai, ulama sepakat tentang kenajisannya sebagaimana dinyatakan Imam Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid, juga Imam An Nawawi dalam Al Majmu’. Rasulullah bersabda: “Apabila kulit telah disamak maka itu merupakan penyuciannya.” (HR.Muslim)
22
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
Dari hadits di atas dipahami bahwa kulit hewan yang telah mati (bangkai) itu najis sehingga bila ingin disucikan harus disamak terlebih dahulu. Apabila kulitnya saja dihukumi najis maka tentunya bangkainya lebih utama lagi untuk dihukumi akan kenajisannya. Dikecualikan dari bangkai ini adalah: 1. Bangkai manusia dengan keumuman sabda Nabi: “Sesungguhnya mukmin itu tidak najis.” (HR. Bukhari Muslim) 2. Bangkai hewan laut dengan dalil firman Allah: Dihalalkan bagi kalian binatang buruan dari laut dan makanan dari hasil laut...(Al Maidah: 96) Imam Thabari menukilkan dari Ibnu Abbas rahimahumullah tafsir dari ayat di atas, yakni yang dimaksud dengan
adalah binatang laut itu
diambil dalam keadaan hidup dan adalah binatang itu diambil dalam keadaan mati (telah menjadi bangkai). Dalam hadits, Rasulullah bersabda: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya “. (Hadits Shahih diriwayatkan Ashabus Sunan) 3. Setiap hewan yang tidak memiliki darah yakni darahnya tidak mengalir ketika hewan itu dibunuh atau terluka seperti lalat, belalang , kalajengking, dan lainnya. Berdalil dengan hadits: “Apabila jatuh lalat dalam bejana salah seorang dari kalian maka hendaklah ia mencelupkan lalat tadi ke dalam air kemudian dibuangnya.” (HR. Bukhari) Imam Ash Shan’ani rahimahullah berkata: “Dimaklumi bahwa lalat akan mati apabila jatuh ke dalam air ataupun makanan terlebih lagi apabila makanan dalam keadaan panas. Maka seandainya lalat itu menajisi makanan tersebut niscaya makanan tersebut rusak sedangkan Nabi memerintahkan untuk memperbaiki makanan yang ada, tidak merusaknya.” Ketiga poin di atas sebenarnya ada perselisihan pendapat tentang kenajisannya, namun pendapat yang kuat dengan dalil yang ada, ketiganya bukannya najis, wallahu a’lam bishawwab. Sudah semestinya setiap muslim mengetahui perkara-perkara penting dalam agamanya khususnya dalam pembahasan kita tentang najasat agar tidak terjatuh dalam kekeliruan dan kesalahan yang dapat merusakkan ibadahnya kepada Allah. Wallahu a’lam Maroji’: Asy Syariah No. 01/Shafar 1424/April 2003
FOKUS Dzulhijjah)”. Mereka mengatakan: “Tidak juga jihad fii sabilillah?” Beliau berkata: “Tidak juga jihad fii sabilillah, kecuali seeorang keluar (berjihad) dengan harta dan jiwanya dan tidak kembali dengan perkara tersebut sedikitpun”. (HR. Al-Bukhari) Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah: “Hadits tersebut menjadi dalil atas keutamaan berpuasa pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, dikarenakan kedudukan puasa tersebut di dalam amal”. Lalu muncul sebuah permasalahan dengan apa yang dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa beliau berkata: “Tidaklah aku melihat Rasulullah n berpuasa pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah”. Zhahir hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha di atas menunjukkan bahwa beliau tidak melihat Rasulullah n berpuasa pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah sedikitpun. Akan tetapi, berkata Al-Imam An-Nawawi rahimahullah: “Perkataan ‘Aisyah tersebut ditafsirkan bahwa beliau tidak berpuasa pada hari tersebut dikarenakan sakit atau safar atau sebab lainnya; atau bahwa ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tidak melihat beliau berpuasa padanya. Dan tidak mengharuskan dari hal tersebut (perkataan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tidak melihat Rasulullah n berpuasa) tidak adanya puasa beliau pada waktu tersebut”. Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah: “Kemungkinan beliau meninggalkan amalan tersebut padahal beliau suka untuk mengamalkannya dikarenakan beliau khawatir amalan tersebut akan diwajibkan atas umatnya, sebagaimanatersebut dalam Shahihain dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha”. Rasulullah bersabda: “Sungguh Rasulullah n meninggalkan suatu amalan padahal beliau suka untuk mengamalkannya karena khawatir manusia akan mengerjakannya sehingga amalan itu akan diwajibkan atas mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim) Berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-‘Utsaimin rahimahullah: “Dalil disunnahkannya puasa pada hari-hari tersebut adalah ucapan Nabi n: “Tidak ada amalan yang dikerjakan pada hari-hari yang lebih afdhal daripada amalan yang dikerjakan pada hari-hari ini (10 hari pertama Bulan Dzulhijjah)”. Dan puasa juga merupakan amal shalih. Adapun apa yang diriwayatkan bahwa Nabi n tidak pernah berpuasa pada sepuluh awal Dzulhijjah, maka ini adalah pengkhabaran seorang rawi berdasarkan ilmu (pengetahuannya), dan ucapan Rasulullah n didahulukan daripada sesuatu yang tidak diketahui oleh rawi. Dan sungguh Al-Imam Ahmad rahimahullah telah merajihkan (menguatkan) bahwa Nabi n dahulu berpuasa pada sepuluh awal Dzulhijjah. Maka jika hal ini (yang dirajihkan (dikuatkan) oleh Al-Imam Ahmad adalah sesuatu yang tetap (tsabit)) maka itulah yang dicari, dan jika tidak tsabit, maka puasanya beliau n masuk ke dalam kategori keumuman amal-amal shalih yang Rasul n berkata padanya: “Tidak ada amalan yang dikerjakan pada hari-hari yang lebih afdhal daripada amalan yang dikerjakan pada hari-hari ini (10 hari pertama Bulan Dzulhijjah)”. Berkata Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah: “Orang yang menetapkan (tentang adanya puasa pada hari-hari tersebut) lebih didahulukan (pendapatnya) daripada orang yang menafikan (menolak) adanya puasa pada harihari tersebut jika shahih/benar (dalil mereka).” Berkata Syaikhuna Al-Fadhil Yahya bin ‘Ali Al- Hajuri hafizhahullah dalam sebagian pelajarannya: “Disukai bagi seseorang yang berkurban pada bulan Dzulhijjah untuk melakukan kebaikan-kebaikan dan bersungguh-sungguh di atas ketaatan, Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 28:
“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan agar mereka menyebut Izzuddin edisi 66 Th. 2008
15
FIQIH
FOKUS nama Allah pada hari-hari yang tertentu (telah diketahui)”. Berkata jumhur ulama: yakni sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Maka disunnahkan baginya untuk berpuasa pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Akan tetapi tidak bersungguh-sungguh (bersangat-sangat) dengannya (yakni tidak dilaksanakan secara terusmenerus), dikarenakan telah datang dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam Shahih Muslim bahwa beliau berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah n berpuasa pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah”. Maka bagi yang berpuasa tidak diingkari atasnya dikarenakan keumuman hadits ‘Abdullah bin Al-‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam riwayat Al-Bukhari. Adapun apa yang Dan ini merupakan pendapat jumhur datang dalam sebuah riwayat bahwa Nabi n ulama, meskipun ada sebagian ulama yang berpuasa pada sepuluh hari pertama dari bulan berpendapat bahwa zhahir hadits Abu Qatadah Dzulhijjah, telah dilemahkan oleh Al-Imam Anzmeliputi dosa-dosa besar dan kecil, namun Nasaai rahimahullah. yang rajih (kuat) wallahu a’lam adalah pendapat jumhur. Berpuasa pada Hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) Disunnahkan untuk berpuasa pada hari ‘Arafah yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari Abu Qatadah Al-Harits bin Rib’I Al-Anshari z bahwa Rasulullah n ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau berkata: “ ‘Menghapuskan (dosa-dosa kecil) tahun yang lalu dan tahun yang akan datang’, dan ditanya tentang puasa ‘Asyura (10 Muharram), beliau berkata: ‘Menghapuskan (dosa-dosa kecil) tahun yang lalu’ “. Kami katakan bahwa kedua jenis puasa tersebut dapat menghapuskan dosa-dosa kecil (bukan dosa-dosa besar), karena dosa-dosa besar butuh kepada taubat dan selain itu juga bahwa keduanya tidaklah lebih afdhal daripada puasa Ramadhan dan tidak juga shalat lima waktu, sementara Rasulullah n pernah bersabda dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah z: “Shalat lima waktu, dan dari Jum’at ke Jum’at, dan dari Ramadhan ke Ramadhan merupakan kaffarah (penghapus dosa-dosa) selama dijauhi dosa-dosa besar”.
16
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
Apa yang kami sebutkan di atas adalah berkenaan dengan orang-orang yang tidak sedang wukuf di ‘Arafah.
Adapun bagi yang melakukan wukuf di ‘Arafah, berkata Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah: “Dikarenakan hari ini adalah hari berdo’a dan beramal, terlebih lagi bahwa seutama-utama waktu berdo’a pada hari itu adalah di akhir hari ini, jika seseorang berpuasa maka dia akan menjumpai akhir hari tersebut dalam keadaan malas dan lelah, terlebih lagi pada musim panas dan panjangnya siang serta teriknya panas, maka dia akan menjadi lemah dan akan hilang faedah besar yang dihasilkan pada hari ini; sementara berpuasa (pada hari ‘Arafah) dapat dijumpai pada waktu yang lain.” Maroji’: Tuntunan Rasulullah dalam Berpuasa dan Berkurban di Bulan Dzulhijjah, Abu Hudzaifah Muhammad Al-Cireboni
kencing anak laki-laki yang masih menyusu dan belum makan makanan tambahan itu najis, sebagaimana dinyatakan Imam Nawawi v dalam Syarah Muslim, namun najisnya ringan. Dalil keringanannya diisyaratkan dengan ringannya cara membersihkannya seperti dalam hadits Ummu Qais bintu Mihsan yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Imam Muslim. Ummu Qais bintu Mihshan Al Asadiyah membawa anaknya yang masih kecil dan belum makan makanan kepada Rasulullah, lalu Rasulullah menundukkan anak itu di pangkuannya. Kemudian anak itu kencing di baju beliau. Maka Rasulullah meminta air dan mengguyurkannya ke bajunya (hingga air menggenangi bekas kencing tersebut) dan tidak mencucinya. (Dalam lafadz lain: lalu beliau menuangkan air ke atas bekas kencing tersebut) Walaupun najis tersebut ringan, namun masih tetap harus dibersihkan dengan mengguyurkan air padanya sesuai dengan apa yang bisa kita lihat pada hadits di atas. Syaikh Muhammad bin ShalihAl ’Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum kencing anak kecil apabila mengenai pakaian. Beliau menjawab: Yang benar dalam masalah ini, kencing anak laki-laki yang hanya minum susu adalah najis yang ringan dan penyuciannya cukup dengan basuhan, yaitu dituangkan air pada pakaian tersebut hingga menggenanginya (yakni air itu lebih banyak dan lebih dominan daripada kencing tersebut) tanpa dikucek maupun diperas. Hal ini disebutkan dalam hadits yang shahih bahwasanya didatangkan kepada Nabi seorang anak laki-laki yang masih kecil, kemudian beliau meletakkan di atas pangkuannya, lalu anak itu mengencingi beliau. Maka beliau meminta air, lalu menuangi kencing tersebut dengan air dan tidak mencucinya. Adapun kencing anak perempuan maka harus dicuci, karena pada asalnya kencing itu najis dan wajib dicuci. Akan tetapi dikecualikan kencing anak laki-laki yang masih kecil (yang hanya minum susu) berdasarkan dalil yang ditunjukkan oleh Sunnah. Adapun dalam masalah kotoran dan kencing hewan, masih diperselisihkan kalangan ulama. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa kotoran hewan baik yang dimakan dagingnya maupun tidak adalah najis, sebagaimana pendapat jumhur ulama dan Syafi’i. Sebagian yang lain berpendapat, yang najis hanya kotoran hewan yang tidak dimakan dagingnya. Sementara pendapat yang lain dari kalangan ulama dan wallahu ta’ala a’lamu bishshawab ini adalah
pendapat yang kuat, pada asalnya semua kotoran hewan suci, kecuali ada nash yang mengatakan najis, maka barulah dikatakan najis. Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa tidak semua yang kotor pada wujudnya itu najis, kecuali ada nash yang menerangkan kenajisannya. Misalnya tahi cicak, tidak ada nash yang menunjukkan kenajisannya, maka itu bukan najis. Namun bila dikatakan kotoran (sesuatu yang kotor) maka tahi cicak itu memang termasuk kotoran. Hal lain yang berkaitan dengan masalah ini adalah kencing unta. Seperti kita ketahui, kencing unta adalah kotoran, namun bukan najis. Bahkan ada riwayat dari Anas bin Malik yang menerangkan bahwa Rasulullah memerintahkan untuk minum air kencing unta, sebagaimana tertera dalam Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) dan lainnya: “Sekelompok orang dari Bani ’Akl (Bani ’Urainah) datang menemui Nabi. Namun mereka merasa tidak betah tinggal di Madinah karena sakit yang menimpa mereka, maka Rasulullah memerintahkan agar didatangkan seekor unta betina yang banyak susunya dan menyuruh mereka minum air kencing dan susunya. Lalu mereka beranjak melakukannya. Ketika telah sehat, mereka membunuh penggembala ternak Nabi dan meminum susu ternak itu. Datanglah berita tentang peristiwa itu menjelang siang sehingga Rasulullah memerintahkan untuk mengikuti jejak mereka. Pada siang harinya, mereka didatangkan di hadapan Nabi, lalu beliau memerintahkan agar dipotong tangan dan kaki mereka, dicungkil matanya, dan dilemparkan di tengah padang pasir yang panas. Mereka meminta-minta minum, namun tidak diberi minum.” 2. Madzi Madzi adalah cairan yang hampir mirip dengan mani. Bedanya, madzi lebih encer dan tidak pekat. Keluarnya madzi ini tidak terasa dan keluar ketika seorang bersyahwat sebelum dia bercampur dengan istrinya (jima’) atau di luar jima’. Kaum muslimin bersepakat bahwa madzi itu najis, sebagaimana dinukilkan Imam An-Nawawi dalam Al Majmu’. Dalil lain yang menunjukkan najisnya madzi adalah hadits yang dikeluarkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dari hadits ’Ali, menyuruh seorang shahabi, Miqdad ibnul Aswad, untuk menanyakan tentang madzi ini kepada Rasulullah. Beliau menjawab: “Hendaknya ia mencuci kemaluannya dan berwudhu.” Ibnul Daqiqil ’Id rahimahullah mengatakan dalam Ihkamul Ahkam: “Dari hadits ini diambil Izzuddin edisi 66 Th. 2008
21
FIQIH
NAJIS MUDAH
DIJUMPAI, JARANG DIKENALI
Pengetahuan tentang najis sangat penting bagi seorang muslim karena berkaitan erat dengan ibadah. Jangan sampai karena ketidaktahuannya, benda yang sebenarnya hanya kotoran biasa dianggap najis dan sebaliknya menganggap remeh benda-benda yang dianggap najis oleh syariat. Najis merupakan hal yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan harus diperhatikan keberadaannya, khususnya oleh seorang muslim karena berkaitan dengan ibadahnya kepada Allah. Contoh yang paling mudah, ketika seorang hendak menegakkan shalat, ia harus memperhatikan kesucian diri dan tempat shalatnya dari hadats maupun najis. Namun sangat disayangkan, berapa banyak kaum muslimin yang belum mengetahui dengan benar masalah najis ini walaupun sebenarnya permasalahan ini telah banyak dibahas oleh para ulama, baik dari sisi pengertian maupun penjelasannya macam-macamnya secara rinci. Terkadang sesuatu yang najis disangka sebagai sesuatu yang bukan najis. Di waktu lain, sesuatu yang sebelumnya tidak najis berusaha dihindari karena disangka najis. Keadaan ini adalah kenyataan pahit yang kita dapati dalam kehidupan kaum muslimin. Agama kita yang sempurna telah menjelaskan dengan lengkap dan rinci tentang najis ini. Para ulama telah menerangkan bahwa najis adalah kotoran yang wajib dijauhi oleh seorang muslim dan harus dibersihkan ketika mengenai sesuatu. Di antara macam-macam najis tersebut ada yang disepakati oleh para ulama bahwa perkara itu adalah najis, dan ada pula yang diperselisihkan tentang kenajisannya, apakah hal itu termasuk sesuatu yang najis atau bukan. Kali ini kami akan menjelaskan terlebih dahulu hal-hal yang disepakati oleh para ulama sebagai najis. 1. Kotoran (tahi) dan kencing manusia Najisnya kotoran manusia diisyaratkan dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat yang mulia, Abu Sa’id Al Khudri. Beliau menceritakan
20
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
bahwasanya Rasulullah pernah shalat bersama para sahabatnya dalam keadaan mengenakan sandal namun tiba-tiba beliau melepas sandalnya dan meletakkannya di sebelah kiri beliau dan perbuatan ini diikuti oleh para sahabat. Selesai shalat, beliau mempertanyakan perbuatan para sahabatnya tersebut dan memberitahukan alasan melepas sandal yaitu dikarenakan Jibril mengabarkan bahwa di sandal beliau ada kotoran, dan beliau bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian datang ke masjid, hendaklah dia membalikkan dan melihat sandalnya. Apabila ia melihat ada kotoran (tahi) padanya, hendaknya digosokkan ke tanah kemudian dipakai untuk sholat.” (HR. Imam Ahmad) Adapun najisnya kencing manusia dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan di dalam Shahihain (Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim) tentang dua orang penghuni kubur yang diadzab. Dikatakan oleh Rasulullah: “Adapun salah satu dari keduanya tidak membersihkan dirinya dari kencingnya.” (HR. Bukhari Muslim) Masalah kenajisan kotoran dan kencing manusia ini banyak ataupun sedikit disepakati oleh ulama. Adapun Abu Hanifah dalam masalah kencing, beliau berpendapat jika didapati kencing setitik jarum, maka ini tidak memudharatkan. Namun sebagaimana diterangkan di atas, kencing manusia baik banyak ataupun sedikit adalah najis, dengan dalil yang jelas dan terang, serta merupakan kesepakatan ulama. Sedangkan apa yang datang dari Abu Hanifah adalah pendapat yang tertolak. Lain halnya dengan kencing anak kecil lakilaki yang masih menyusu dan belum makan makanan tambahan kecuali kurma untuk tahnik (tahnik adalah mengunyah sesuatu, dalam hal ini kurma sampai lumat kemudian dimasukkan/ digosok-gosokkan ke langit-langit mulut bayi yang baru lahir) dan madu untuk pengobatan. Kebanyakan para ibu mengatakan bahwa itu bukan najis sehingga mereka bermudah-mudah dalam hal ini. Walaupun dalam hal ini ada perselisihan ulama, pendapat yang kuat menyatakan bahwa
Mush’ab bin Umair Duta Islam Pertama
ISLAMUDA
Tetapi Rasulullah n mengulurkan tangannya yang penuh berkat dan kasih sayang dan mengurut dada Bingung mencari sosok buat dijadiin tokoh idola? pemuda yang sedang panas bergejolak, hingga tibaSelain Uswatun Hasanah kita semua Rasulullah n, salah tiba menjadi sebuah lubuk hati yang tenang dan damai, seorang pemuda dari kalangan sahabat yang bernama tak ubah bagai lautan yang teduh dan dalam. Mush’ab bin Umair juga layak kita jadikan contoh. Pada kali ini, Bang Udin akan menceritakan tentang sekelumit Kebesaran Hatinya Dalam Mempertahankan perjalanan hidup beliau. Penasaran kan??? Here we Islam Setelah Mush’ab menganut Islam, tidak ada satu go...! pun yang ditakuti dan dikhawatirkannya selain ibunya Siapakah Dia? sendiri, yang bernama Khunas binti Malik. Ia pun segera Mush’ab adalah seorang remaja Quraisy berpikir keras dan mengambil keputusan untuk terkemuka, seorang yang paling ganteng dan tampan, menyembunyikan keislamannya. Demikianlah ia penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan. Para senantiasa bolak-balik ke rumah Arqam menghadiri muarrikh (sejarawan) dan ahli riwayat melukiskannya majelis Rasulullah, sedang hatinya merasa bahagia dengan kalimat: “Seorang warga kota Mekah yang dengan keimanan dan bersedia menebusnya dengan mempunyai nama paling harum”. Ia lahir dan dibesarkan amarah murka ibunya yang belum mengetahui berita dalam kesenangan, dan tumbuh dalam lingkungannya. keislamannya. Mungkin tak seorang pun di antara anak-anak muda Tetapi di kota Mekah tiada rahasia yang Mekah yang beruntung dimanjakan oleh kedua orang tersembunyi, apalagi dalam suasana seperti itu. Mata tuanya sedemikian rupa sebagaimana yang dialami kaum Quraisy berkeliaran di mana-mana mengikuti Mush’ab bin Umair. setiap langkah dan menelusuri setiap jejak. Sampai pada suatu ketika, ada salah seorang yang bernama Awal Masuk Islam Usman bin Thalhah melihat Mush’ab memasuki rumah Suatu hari anak muda ini mendengar berita yang Arqam secara sembunyi. Kemudian pada hari yang lain telah tersebar luas di kalangan warga Mekah mengenai dilihatnya pula ia shalat seperti Muhammad n. Secepat Muhammad al-Amin, yang mengatakan bahwa dirinya kilat ia mendatangi ibu Mush’ab dan melaporkan berita telah diutus Allah sebagai pembawa berita suka maupun yang dijamin kebenarannya. duka, sebagai da’i yang mengajak umat beribadah Ibunya berusaha keras mengembalikan Mush’ab kepada Allah Yang Maha Esa. kepada agamanya yang lama dengan berbagai cara, Di antara berita yang didengarnya ialah bahwa dari mulai mengurungnya hingga mengusir Mush’ab Rasulullah n bersama pengikutnya biasa mengadakan dari rumahnya dan tidak mengakuinya lagi sebagai pertemuan di suatu tempat yang terhindar jauh dari anaknya. Ini juga berarti akhir dari kehidupan mewah gangguan gerombolan Quraisy dan ancaman- dan perlente pemberian orang tuannya yang selama ancamannya, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam bin ini dinikmatinya. Begitulah, pemuda rupawan ini lebih Abil Arqam. Keraguannya tidak berjalan lama, hanya memilih hidup miskin dan sengsara, dengan pakaiannya sebentar waktu ia menunggu, maka pada suatu senja yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari didorong oleh kerinduannya pergilah ia ke rumah lapar demi cintanya pada Allah Ta’ala. Suatu hari pernah Arqam menyertai rombongan itu. Di tempat itu beberapa orang Muslimin duduk di sekeliling Rasulullah n sering berkumpul dengan para Rasulullah n. Ketika mereka memandang Mush’ab, shahabatnya, tempat dimana beliau mengajarkan ayat- mereka menundukkan kepala dan memejamkan mata. ayat Al-Quran dan membawa mereka shalat beribadah Sebagian dari mereka tak kuasa menahan air mata kepada Allah Ta’ala. karena rasa ibanya terhadap Mush’ab. Akan tetapi Baru saja Mush’ab mengambil tempat duduknya, Rasulullah n melihat Mush’ab dengan pandangan ayat-ayat al-Quran mulai mengalir dari kalbu Rasulullah penuh arti, rasa cinta kasih dan syukur. Sambil bergema melalui kedua bibir beliau dan sampai ke tersenyum beliau berkata,”Dahulu saya melihat telinga, meresap di hati para pendengar. Di senja itu, Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi dalam Mush’ab pun terpesona oleh untaian kalimat Rasulullah memperoleh kesenangan dari orangtuanya, kemudian yang tepat menemui sasaran pada kalbunya. Hampir ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah saja anak muda itu terangkat dari tempat duduknya dan Rasul-Nya.” karena rasa haru, dan serasa terbang ia karena gembira.
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
17
CUPLIS
ISLAMUDA Duta Pertama Islam Suatu saat Mush’ab dipilih Rasulullah untuk melakukan suatu tugas yang amat penting saat itu. Ia menjadi utusan Rasul ke Madinah untuk mengajarkan seluk beluk agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan bai’at kepada Rasulullah di bukit ‘Aqabah. Di samping itu mengajak orang-orang lain untuk menganut Agama-Allah, serta mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijraturRasul sebagai peristiwa besar. Sebenamya di kalangan sahabat ketika itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah daripada Mush’ab. Tetapi Rasulullah menjatuhkan pilihannya kepada “Mush’ab yang baik”. Dan bukan tidak menyadari sepenuhnya bahwa beliau telah memikulkan tugas amat penting ke atas pundak pemuda itu, dan menyerahkan kepadanya tanggung jawab nasib Agama Islam di kota Madinah, suatu kota yang tak lama lagi akan menjadi kota hijrah, pusat para da’i dan da’wah, tempat berhimpunnya penyebar Agama dan pembela al-Islam. Sesampainya di Madinah, Mush’ab mendapati kaum muslimin di sana tidak lebih dari dua belas orang, yakni hanya orang-orang yang telah dibai’at di bukit ‘Aqabah. Tetapi tidak sampai beberapa bulan kemudian, meningkatlah orang yang sama-sama memenuhi panggilan Allah dan Rasul-nya. Pada musim haji berikutnya dari perjanjian ‘Aqabah, Kaum Muslimin Madinah mengirim utusan untuk menemui Nabi. Dan utusan itu dipimpin oleh guru mereka, oleh duta yang dikirim Nabi kepada mereka, yaitu Mush’ab bin Umair. Dengan tindakannya yang tepat dan bijaksana, Mush’ab bin Umair telah membuktikan bahwa pilihan Rasulullah n atas dirinya itu tepat. Ia memahami tugas dengan sepenuhnya, hingga tak terlanjur melampaui batas yang telah ditetapkan. Kepahlawanan dalam Perang Uhud Setelah kaum Muslimin memenangkan Perang Badar, kemudian datang perang Uhud dan Rasulullah n memilih Mush’ab untuk membawa bendera. Peperangan berkobar lalu berkecamuk dengan sengitnya. Pasukan panah melanggar tidak mentaati peraturan Rasulullah, mereka meninggalkan kedudukannya di celah bukit setelah melihat orangorang musyrik menderita kekalahan dan mengundurkan diri. Perbuatan mereka itu secepatnya merubah suasana, hingga kemenangan Kaum Muslimin beralih menjadi kekalahan. Mush’ab bin Umair menyadari suasana gawat ini. Maka diacungkannya bendera setinggi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya, maju
18
Izzuddin edisi 66 Th. 2008
ke arah musuh, melompat, mengelak dan berputar lalu menerkam. Tujuannya untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah. Kemudian datanglah seorang musuh berkuda, lalu menebas tangannya hingga putus, sementara Mush’ab mengucapkan, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul”. Maka dipegangnya bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mushab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil mengucapkan, “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul.” Lalu musuh berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mushab pun gugur, dan bendera jatuh. Setelah perang usai, Rasulullah bersama para shahabat datang meninjau medan pertempuran untuk menyampaikan perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai di tempat terbaringnya jasad Mush’ab, bercucuranlah dengan deras air mata beliau. Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasad Mush’ab selain sehelai burdah. Andai ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah kepalanya. Maka Rasulullah bersabda, “Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan dahinya tutupilah dengan rumput idzkhir!” Rasulullah berdiri di depan Mush’ab bin Umair dengan pandangan mata yang pendek bagai menyelubunginya dengan kesetiaan dan kasih sayang, dibacakannya ayat :”Di antara orang-orang Mu’minin terdapat pahlawanpahlawan yang telah menepati janjinya dengan Allah” [Al-Ahzab: 23] Sambil melihat para syuhada Uhud Rasulullah n bersabda: “Saya bersaksi bahwa mereka adalah para syuhada di sisi Allah pada hari kiamat kelak, dan demi yang jiwaku berada pada genggaman-Nya tidaklah seseorang memberikan salam kepada mereka hingga hari kiamat kecuali akan kembali kebaikannya kepadanya”. (Al-Hakim dan Al-Baihaqi) Begitulah kisah Mush’ab bin Umair, kisah ini mengajarkan kepada Bang Uddin dan shahibuddin tercinta untuk tidak terlena dan terpedaya oleh segala kemewahan dunia yang Allah berikan. Bagaimanapun juga kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah di atas segala-galanya. Mush’ab bin Umair merupakan contoh nyata pemuda yang aktif berdakwah dan menggunakan seluruh potensinya untuk kepentingan Islam. Sikap sahabat Mush’ab bin Umair dalam hal ketaatan: “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat pada Allah.”
Wasiat Sebelum Tidur “Ali berkata: Fathimah mengeluhkan alat penggiling yang dialaminya. Lalu pada saat itu ada seorang tawanan yang mendatangai Nabi n. Maka Fathimah pergi ke rumah Nabi, namun tidak bertemu dengan beliau. Dia mendapatkan Aisyah. Lalu dia mengabarkan kepadanya. Tatkala Nabi n tiba, Aisyah mengabarkan kedatangan Fathimah kepada beliau. Lalu beliau mendatangi kami, yang kala itu kami hendak berangkat tidur. Lalu aku siap berdiri, namun beliau berkata: ‘Tetaplah di tempatmu’. Lalu beliau duduk di tengah kami, sehingga aku bisa merasakan dinginnya kedua telapak kaki beliau di dadaku. Beliau berkata: ‘Ketahuilah, akan kuajarkan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripada apa yang engkau minta kepadaku. Apabila engkau hendak tidur, maka bertakbirlah tiga puluh empat kali, bertasbihlah tiga puluh tiga kali, dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali, maka itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu”. [Hadits Shahih, riwayat Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ahmad, Al-Baihaqy] Wahai Ukhti Muslimah! Inilah wasiat Nabi n bagi putrinya yang suci, Fathimah, seorang pemuka para wanita penghuni surga. Maka marilah kita mempelajari apa yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat kita dari wasiat ini. Fathimah merasa lelah karena banyaknya pekerjaan yang harus ditanganinya, berupa pekerjaanpekerjaan rumah tangga, terutama pengaruh alat penggiling. Maka dia pun pergi menemui Rasulullah n untuk meminta seorang pembantu, yakni seorang wanita yang bisa membantunya. Tatkala Fathimah memasuki rumah Nabi n, dia tidak mendapatkan beliau. Dia hanya mendapatkan Aisyah (Ummul Mukminin). Lalu Fathimah menyebutkan keperluannya kepada Aisyah. Tatkala beliau tiba, Aisyah mengabarkan urusan Fathimah. Beliau mempertimbangkan permintaan Fathimah. Dan memang beliau mempunyai beberapa orang tawanan perang, ada pula dari kaum wanitanya. Tetapi tawanan-tawanan ini akan dijual, dan hasilnya akan disalurkan kepada orang-orang Muslim yang fakir, yang tidak mempunyai tempat tinggal dan makanan kecuali dari apa yang diberikan Rasulullah. Lalu beliau pergi ke rumah Ali, suami Fathimah, yang saat itu
keduanya siap hendak tidur. Beliau masuk rumah Ali dan Fathimah setelah meminta izin dari keduanya. Tatkala beliau masuk, keduanya bermaksud hendak berdiri, namun beliau berkata: “Tetaplah engkau di tempatmu”. “Telah dikabarkan kepadaku bahwa engkau datang untuk meminta. Lalu apakah keperluanmu?”. Fathimah menjawab:”Ada kabar yang kudengar bahwa beberapa pembantu telah datang kepada engkau. Maka aku ingin agar engkau memberiku seorang pembantu untuk membantuku membuat roti dan adonannya. Karena hal ini sangat berat bagiku”. Beliau berkata: “Mengapa engkau tidak datang meminta yang lebih engkau sukai atau lebih baik dari hal itu?”. Kemudian beliau memberi isyarat kepada keduanya, bahwa jika keduanya hendak tidur, hendaklah bertasbih kepada Allah, bertakbir, dan bertahmid dengan bilangan tertentu yang disebutkan kepada keduanya. Lalu akhirnya beliau berkata. “Itu lebih baik bagimu daripada seorang pembantu”. Boleh jadi engkau bertanya-tanya apa hubungan antara pembantu yang diminta Fathimah dan dzikir? Orang yang banyak dzikir sebelum berangkat tidur, tidak akan merasa letih. Sebab Fathimah mengeluh letih karena bekerja. Lalu beliau mengajarkan dzikir itu. Begitulah yang disimpulkan Ibnu Taimiyah. Ibnul Qayyim mengisahkan tentang gurunya (Ibnu Taimiyyah, wafat 728 H) bahwa beliau sangat memperhatikan dzikir-dzikir sebelum tidur, dan beliau pun jarang kelelahan. Beliau dapat menulis satu kitab dalam satu hari, padahal kitab tersebut diselesaikan juru tulis pada zaman itu selama satu minggu, dan tulisan beliau sangat bagus. Sampai sekarangpun masih kita dapatkan kitabkitab beliau sangat banyak. Begitulah wahai Ukhti Muslimah, wasiat Nabi n yang disampaikan kepada salah seorang pemimpin penghuni surga, Fathimah, yaitu berupa kesabaran yang baik. Perhatikanlah bagaimana seorang putri Nabi dan istri seorang shahabat yang mulia, harus menggiling, membuat adonan roti, dan melaksanakan pekerjaanpekerjaan rumah tangganya. Maka mengapa engkau tidak menirunya? Maraji’: Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul n Lin Nisa, Edisi Indonesia: Lima Puluh Wasiat Rasulullah n Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim Izzuddin edisi 66 Th. 2008
19