KONSTRUKSI PEMBERITAAN TENTANG AHMADIYAH (ANALISIS FRAMING TERHADAP PEMBERITAAN AHMADIYAH PADA MAJALAH GATRA EDISI BULAN JULI s/d AGUSTUS 2005) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.i)
Oleh Mukhammad Imam Santoso NIM: 103051028588
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429H/2008
KONSTRUKSI PEMBERITAAN TENTANG AHMADIYAH (ANALISIS FRAMING TERHADAP PEMBERITAAN AHMADIYAH PADA MAJALAH GATRA EDISI BULAN JULI s/d AGUSTUS 2005) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.i)
Oleh Mukhammad Imam Santoso NIM: 103051028588
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429H/2008
KONSTRUKSI PEMBERITAAN TENTANG AHMADIYAH (ANALISIS FRAMING TERHADAP PEMBERITAAN AHMADIYAH PADA MAJALAH GATRA EDISI BULAN JULI s/d AGUSTUS 2005) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.i)
Oleh Mukhammad Imam Santoso 103051028588
Di Bawah Bimbingan
Gun Gun Heryanto, M.Si NIP. 150 371 094
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429H/2008
MBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukaan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syaruf Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 24 Mei 2008
Mukhammad Imam Santoso
ABSTRAK
MUKHAMMAD IMAM SANTOSO NIM: 103051028588 Konstruksi Pemberitaan tentang Ahmadiyah (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah Pada Majalah Gatra Edisi Bulan Juli S.D Agustus 2005) Media cetak adalah salah satu media yang digunakan sebagai sarana penyalur informasi dalam bentuk tulisan dengan tujuan membentuk pendapat umum dan mengendalikan pikiran dan sikap masyarakat akan suatu peristiwa yang ditampilkan. Karena itu peran jurnalis akan semakin penting dalam mengungkapakan fakta dimana seorang jurnalis harus mempunyai sikap independent dan obyektif dalam menampilkan kebenaran masyarakat. Peran media massa dalam memuat seputar isu Ahmadiyah dalam sebuah berita yang disampaikan tersebut terkadang dibuat melalui proses pembingkaian. Ditahun 2005 lalu, media cukup gencar memberitakan seputar kasus Ahmadiyah yakni tentang aksi penyegelan Kampus Mubarok yang juga kantor pusat Ahmadiyah di Parung, Bogor. Disini media akan memberikan pandangannya melalui tulisantulisan didalam pemberitaannya. Untuk mengetahui bagaimana pandangan penulis berita dan seperti apa pengemasan pesan yang dilakukannya seputar pemberitaan tentang Ahmadiyah, maka diperlukan rumusan masalah. Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana pengemasan pesan berita seputar Ahmadiyah dan bagaimana konstruksi yang melatarbelakangi proses pengemasan pesan berita tersebut. Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori konstruksi sosial yang dikemukakan oleh Peter L Berger dan thomas Lickman paradigma penelitian yang digunakan adalah konstriktivisme. Adapun metodologi yang dipakai adlah metode penelitian kualitatif, jenis penelitian deskriftif dengan pendekatan analisis framing model Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki. Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana suatu kasus atau peristiwa dikemas dan didefinisikan oleh media. Seperti kasus Ahmadiyah, Gatra menempatkan kasus Ahmadiyah dalam kemasan rubrik yang berbeda. Hal ini membuktikan bagaimana sebenarnya pandangan penulis berita terhadap seputar kasus Ahmadiyah itu sendiri. Maka dapat ditarik kesimpulan, dengan pendekatan analisis framing model Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki ternyata dapat menjadi alat yang cukup jitu untuk mengetahui pesan dibalik sebuah berita serta proses yang melatarbelakangi konstruksi pemberitaan seputar Ahmadiyah.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji penulis haturkan kepada Allah SWT yang mempunyai kuasa atas apa yang telah dan akan terjadi. Dengan segala nikmat dan karunia-Nyalah penulis masih merasakan segala nikmat yang Ia berikan. Segala nikmat yang penulis tidak berhak menerimanya bila dibandingkan dengan dosa yang telah penulis perbuat. Berkat nikmat dan karunia-Nya pulalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat beserta salam tidak lupa penulis persembahkan kepada khatim al-ambiya Nabi Besar Muhammad SAW seorang tokoh paling berpengaruh dalam Islam bahkan dunia, sang pendobrak tatanan kebudayaan jahiliyyah dan perbudakan menuju kehidupan yang manusiawi dan para sahabatnya yang telah membawa kita kejalan yang lurus. Semoga penulis mendapat syafaatnya kelak pada hari pembalasan nanti. Skripsi ini penulis susun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) jurusan KPI. Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam dengan Judul Skripsi “Konstruksi Pemberitaan Tentang Ahmadiyah (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah Pada Majalah Gatra edisi Bulan Juli 2005).” Terkadang rasa lemah, bosan dan putus asa selalu datang menghampiri penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tanpa disadari dalam situasi dan kondisi seperti itulah selalu ada pihak yang tanpa pamrih membantu dan mendukung penulis untuk memberi motivasi dan kekuatan untuk
membangkitkan rasa optimis, karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak karena keterbatasan ruang yang membuat mereka yang berjasa tak tercantum dalam ucapan terima kasih ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dimana masih banyak kekurangan didalamnya baik dari segi bahasa maupun isi karena penulis masih dalam tahap belajar. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Dengan selesainya penulisan skripsi ini. Penulis perlu berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu baik dan berjasa memberikan inspirasi dan semangat kepada penulis. 1. Rasa terima kasih tak terhingga selalu penulis haturkan kepada kedua orang tua saya Ayahanda Wasrap dan Ibunda Saimah yang tak pernah lelah membimbing, memberikan kasih sayang dan mengobarkan semangat kepada penulis yang lidahnya tak pernah lelah memberikan nasehat, yang keringatnya tak pernah kering dan mendukung kesuksesan. Kebaikan dan kebahagiaan penulis hanya kepada keduanya karya ini penulis persembahkan. 2. Bapak DR. H. Murodi, MA Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs Wahidin Saputra, MA Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 4. Ibu Umi Musyarofah, MA selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
5. Bapak Gun Gun M.Si, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang senantiasa meluangkan waktunya dan tidak bosan-bosannya untuk membimbing, mengarahkan, memberi motivasi, nasehat serta arahan kepada penulis. 6. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah jurusan KPI, terima kasih atas segala pelajaran dan bimbingan yang sangat berharga karena merekalah penulis faham akan beragam khazanah Islam sehingga penulis lebih bijak dalam menyikapi perbedaan. 7. Pimpinan dan Staf Karyawan Perpustakaan UIN Jakarta dan Perpustakaan Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan pelayanan yang sangat baik dalam menunjang penyusunan skrispsi ini. 8. Bapak Asrori S. Karni selaku Redaktur Majalah Gatra yang telah menerima Penulis untuk melakukan wawancara dan membantu memberikan data yang diperlukan guna menyelesaikan skripsi ini. 9. Kepada kakakku Suci dan Adik-adikku Susilo dan Imam Riyadi yang membuat penulis semakin berjuang keras untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Terima Kasih kepada seluruh keluargaku atas dukungan moral mapun finansialnya juga atas bimbingan serta kasih sayang yang tak terhihingga. 11. Buat teman-teman KPI D angkatan 2003 Arip, Abdillah, Amin, Iful, Cecep, Doni, Neneng, Sita, Nanang, Ihsan, Ia, Baehaqi dan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, semoga silaturahmi kita tetap terjalin. 12. Kepada mereka yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih semuanya.
Akhirnya penulis berharap segala amal baik yang telah diperbuat diterima di sisi-Nya dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak amin. Ciputat, 24 Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................. i KATA PENGANTAR........................................................................................... ii DAFTAR ISI..........................................................................................................vi DAFTAR TABEL...............................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... ix BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................... 7 D. Metodologi Penelitian ............................................................ 8 E. Tinjauan Pustaka..................................................................... 12 F. Sistematika Penulisan.............................................................. 13
BAB
II
II KERANGKA PEMIKIRAN A. Teori Konstruksi Sosial........................................................... 15 B. Teori Agenda Setting Media ....................................... ........ 20 C. Konseptualisasi Framing ............................................. ........ 24 D. Konseptualisasi Berita................................................. ........ 34
BAB III
PROFIL AHMADIYAH DAN MAJALAH GATRA A. Sekilas Tentang Sejarah Ahmadiyah ........................... ......... 39 B. Profil Majalah Gatra ................................................. ......... 41 1. Sejarah Berdirinya Gatra....................................... ......... 41
2. Visi dan Misi
.................................................... ......... 43
3. Rubrikasi Majalah Gatra ..................................... ......... 44 4. Profil Pembaca Gatra ......................................... ........ 47 BAB
IV
KONSTRUKSI BERITA SEPUTAR AHMADIYAH DI MAJALAH GATRA EDISI JULI-AGUSTUS 2005 A Pengemasan Berita tentang Ahmadiyah Pada Majalah Gatra............................................................ ......... 49 B Konstruksi yang Melatarbelakangi Proses Pemberitaan Tentang Ahmadiyah Pada Majalah Gatra.................... ........ 78
BAB
V
V PENUTUP A. Kesimpulan................................................................. ........ 81 B. Saran........................................................................... ........ 83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 01
Struktur Perangkat Framing ..................................................... .... 29 Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Tabel 02
Rubrikasi Majalah Gatra .......................................................... .... 44
Tabel 03
Judul berita tentang Ahmadiyah................................................ .... 49
Tabel 04
Marah Pada Yang Diberkahi (23/07/2005)................................ .... 50
Tabel 05
Habis Mubarak Tetaplah Remang (30/07/2005)........................ .... 57
Table 06
Sesat Yes! Kekerasan No! (30/072005)..................................... .... 63
Tabel 07
Bersahabat dengan Jemaat Sesat (6/08/2005) ............................ .... 68
Tabel 08
Sentimen Ulang Terus Berulang (13/08/2005) .......................... .... 72
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Lampiran II :
:
Surat Keterangan Bimbingan Skripsi Surat
Keterangan
Melakukan
Penelitian
dari
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sayrif Hidayatullah Lampiran III :
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Redaksi Majalah Gatra Jakarta Selatan.
Lampiran IV:
Hasil Wawancara dengan Redaktur Majalah Gatra.
Lampiran V:
Tema Penelitian Berita Ahmadiyah di Majalah Gatra.
Lampiran VI:
Struktur Kepengurusan Majalah Gatra.
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Masalah Ahmadiyah1 menjadi perhatian umat Islam Indonesia terutama
setelah terjadi peristiwa penyerangan terhadap Jemaah Ahmadiyah di Kampus Al Mubarok, Parung, Bogor oleh umat Islam yang tergabung dalam Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII) yang dipimpin oleh Habib Abdurrahman As-segaf, Jum’at (15 Juli 2005)2. Peristiwa tersebut berujung pada penutupan seluruh aktivitas Jemaah Ahmadiyah oleh aparat kepolisian. Aksi yang terjadi pada pertengahan Juli, 2005 inilah yang menjadi awal mula media massa nasional menurunkan ulasan aksi-aksi serupa terhadap pengikut Ahmadiyah di berbagai tempat di Indonesia.3. Misalnya di Kuningan, Jawa Barat (30/7/2005), Kampung Cimayang,
1
Gerakan Ahmadiyah adalah nama gerakan yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1839-1908) lahir pada tahun 1880 di Qadian, Gurdaspur, Provinsi Punjab, India. Tiga ajarannya yang berbeda dengan kelompok Muslim lainnya adalah mengenai penyaliban Isa a.s., mengenai alMahdi dan mengenai jihad. Menurut pendapatnya Isa tidak meninggal di kayu salib, melainkan setelah kematian dan kebangkitannya kembali dia berhijrah ke Kasymir untuk mengajarkan Injil di negara itu. Disitulah dia meninggal pada usia 120 tahun dan makamnya hingga sekarang masih ada di Srinagar. Mengenai Al-Mahdi, dia memproklamasikan diri sebagai Al-Mahdi yang dijanjikan itu dan sekaligus sebagai inkarnasi Isa dan Muhammad serta sebagai avatar (inkarnasi) Krishna. Menurut ajarannya, kepercayaan terhadapa dirinya sebagai Al-Mahdi (Messiah, Al-Masih) yang ke-2 atau yang dijanjikan termasuk salah-satu rukun iman, karena (1) kedatangannya di awal abad ke-14 H diramalkan oleh Nabi Muhammad sendiri dan (2) dia membuktikan dirinya menerima wahyu. Sedangkan mengenai jihad dikatakannya bahwa ayat-ayat tentang jihad sudah dihapuskan (mansukh) dan dia datang untuk membawa perdamaian, bukan perang. Gerakan ini terbagi menjadi dua kelompok: (1) kelompok Qadiyani, yang menganggap Mirza sebagai nabi, dan (2) kelompok Lahore, yang menganggap Mirza sebagai pembaharu (mujaddid). Dalam H.A.R. Gibb, Aliran-aliran Modern dalam Islam, terjemahan Machnun Husein (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1996), h. 18-19. judul asli: Modern Trends in Islam (Chicago: The University of Chicago Press, 1974; New York: Octagon Books, Cetakan ketiga 1978) 2 KH. M. Kholil Ridwan, Solusi Untuk Ahmadiyah. Artikel dalam Harian Umum Republika, 20 Juli, 2005. 3 Keterangan seputar peristiwa tersebut dapat dilihat dalam berbagai Koran nasional diantaranya, Media Indonesia, dengan judul Markas Ahmadiyah di Rusak, 16 Juli 2005. lihat juga harian Pikiran Rakyat, Kampus Ahmadiyah di Serbu Massa, 16 Juli 2005. lebih jelasnya dapat
Pamijahan Kabupaten Tasikmalaya, Kampung Ciaruteun Udik, Cibungbulan, Bogor, Majalengka, bebarapa kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Yogyakarta dan Masjid Al-Hidayah yang juga menjadi kantor pengurus Ahmadiyah di Jalan Balikpapan, Harmoni, Jakarta Pusat.4 Walau pihak Ahmadiyah telah banyak memberikan penjelasan dan argumentasi bahwa mereka Muslim dan menjalankan Syari’at Islam, para penentangnya tak surut untuk mengatakan bahwa Ahmadiyah sebagai aliran sesat dan menyesatkan keluar dari agama Islam. Doktrin Ahmadiyah tentang Al-Mahdi, Al-Masih, konsep tentang Kenabian, Wahyu dan Jihad yang disebarkan pada pusat-pusat aktivitas tersebut ternyata membuat keyakinan kelompok Islam yang lain terusik. Polemik inilah yang menyebabkan represi terhadap para pengikut Ahmadiyah yang dilakukan oleh masyarakat dengan mengaatasnamaakan agama dan mendapat liputan media yang cukup intens baik dari media elektronik maupun cetak. Aksi-aksi berlanjut dengan makin marak seiring keluarnya hasil Munas MUI VII di Jakarta pada 29 Juli 2005 lalu yang menegaskan kembali keputusan fatwa MUI dalam Munas II 1980 yaitu menetapkan aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan daan terlarang berkembang di Indonesia. 5 Massa umat Islam diantaranya adalah Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII), Front Pembela Islam (FPI), Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI), Forum Umat Islam (FUI), dan kelompok-kelompok lainnya menuntut dilihat dalam Koran-koran nasional seperti Republika, Kompas, Indo Pos, dan lain-lain yang terbit pada tanggal dan hari yang sama. 4 Www. Liputan6.com, akses 15 Februari 2006. pukul 17.30 Wib 5 Aris Mustafa, Indriyani Februana & Sri Wahyuni. Keyakinan yang di Gugat ( Jakarta: Pusat Data & Analisis Tempo: 2005 )
pemerintah melarang segala aktivitas komunitas Ahmadiyah yang dianggap “Islam menyimpang atau bisa dikatakan bukan Islam”. Tuntutan tersebut dilakukan karena dalam pandangan mereka aliran Ahmadiyah dianggap organisasi terlarang di Indonesia sebab ajaran-ajarannya telah sesat dan menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam sesuai dengan keputusan fatwa MUI pada tahun 1980 dan 13 fatwa MUI tahun 2005 yang menyatakan dengan tegas bahwa Ahmadiyah adalah organisasi sesat dan terlarang berkembang di Indonesia. Aliran Ahmadiyah adalah salah satu aliran dalam Agama Islam yang memiliki perbedaan signifikan dengan umat Islam arus utama, yakni meyakini bahwa Imam mereka Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi yang sering disebut dalam kitab suci Al-quran.6 Ia pun mengaku sebagai Isa al-Masih Mau’ud dan Nabi.7 Kelompok yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Madani (AMM) untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, tokoh-tokohnya antara lain yaitu Gus Dur, Adnan Buyung Nasution, Ulil Abshar Abdalla, Dawam Rahardjo, Djohan Efendi, Musdah Mulia, dan lain-lain mengeluarkan pernyataan, diantaranya meminta pemerintah untuk menjamin kebebasan dan keamanan setiap warga negara dalam melaksanakan agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan masing-masing. Mereka juga meminta MUI untuk mencabut fatwa tersebut karena bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan8.
6
S. Ali Yasir, Gerakan Pembaharuan dalam Islam, (Yogyakarta: PP. Yayasan Perguruan Islam Republik Indonesia, 1978), vol I. hlm.71 7 Muslih Fathoni, Faham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif (Jakarta: PT RajaGrafindo, 1994), h. 53. 8 Majalah Sabili No. 02 TH. XIII edisi 11 Agustus 2005
Tokoh-tokoh Islam seperti KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Adian Husaini, Habib Abdurrahman As-segaf, KH Kholil Ridwan, Mashadi, dan lainlain yang tergabung dalam Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) dan Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII) tidak kurang mengeluarkan kecaman kerasnya: ”Liberalisme keagamaan yang sudah diharamkan dalam muktamar NU di Boyolali9 yang diusung beberapa oknum yang selama ini giat merusak Islam dan agama-agama lain, sejatinya adalah paham yang sangat berbahaya, destruktif, dan
jauh lebih berbahaya dari Ahmadiyah itu sendiri.
Liberalisme keagamaan inilah yang digunakan untuk melegitimasi berbagai paham dan aliran sesat, serta tindakan amoral, komunisme, Ateisme, pornografi dan sebagainya, dengan alasan kebebasan dan hak asasi manusia”10 Tak kurang pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Agama M. Maftuh Basyuni mengatakan sebaiknya para pengikut Ahmadiyah keluar dari Agama Islam dan membuat Agama baru untuk meredakan Umat Islam11. Pada tahap ini, media massa kembali menjadi ajang perebutan opini. Media massa memang memiliki kekuatan untuk memilih isu apa yang seharusnya menjadi pembicaraan publik. Terkadang, khalayak tidak sadar bahwa sesuatu itu sudah dipilih dan disaring dari kacamata media. Khalayak memang memiliki kehendak bebas untuk tidak menerima apa yang disajikan oleh media, namun khalayak sama sekali tidak memiliki kebebasan untuk memilih apa yang seharusnya dijadikan wacana oleh media atau tidak.
9
Muktamar NU di Boyolali diselenggarakan pada Desember 2004 Ibid 11 Majalah Tempo edisi 20-26 Februari 2006. 10
Mengapa suatu peristiwa menjadi penting untuk diberitakan, sementara peristiwa yang lain tidak, adalah pilihan media massa. Mengapa sisi tertentu dari suatu peristiwa penting untuk dibahas, sementara sisi yang lain tidak, adalah juga merupakan hak media untuk menghadirkan. Semua proses ini ditentukan oleh apa yang disebut nilai berita, karenanya nilai berita dianggap sebagai ideologi profesional wartawan, yang memberi prosedur bagaimana peristiwa yang begitu banyak disaring dan ditampilkan kepada khalayak.12 Di sini negosiasi makna terjadi, khalayak aktif melakukan perbandingan dengan melihat teks atau pesan tandingan di media lain atau mengkritisi sudut pandang yang dihadirkan media atas suatu pemberitaan berdasarkan subyektivitas, pengalaman, dan latar belakang khalayak tersebut. Namun bagi mereka yang tidak aktif mungkin jumlahnya banyak akan menerima realitas yang dihadirkan media sebagai realitas yang sebenarnya. Pada titik ini, menjadi signifikan bagi media untuk mengkonsumsi suatu peristiwa sesuai pemahaman yang dimiliki oleh media tersebut. Pemahaman inilah yang kerap kali berbeda antar media massa. Pemahaman yang dimiliki oleh media, akan bergantung pada pandangan dunia atau ideologi yang dimiliki oleh media tersebut. Ideologi inilah yang akan menentukan kearah mana suatu pemberitaan diarahkan. Setiap media pasti memiliki visi dan misi, berdasarkan ideologi tersebut dipercaya sepenuhnya oleh pekerja media yang bersangkutan, serta tercermin dalam konstruksi realitas yang dilakukan oleh media tersebut. Perbedaan ideologi
12
Eriyanto, Analisis Framing; Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta : LKiS, 2002). h. 106
karenanya, akan tertuang dalam perbedaan pilihan berita, perbedaan sudut pandang yang diambil dan perbedaan framing yang dilakukan atas suatu wacana. Kenyataan bahwa Ahmadiyah telah hadir di Indonesia dan berkembang hidup berdampingan dengan masyarakat sejak awal 1920-an13 selama ini tidak terlalu dikupas oleh media massa. Beberapa media mengangkat isu Ahmadiyah dari sisi penyimpangan ideologi. Sementara media lain meresponnya sebagai sasaran penindasan, karena posisinya sebagai kelompok di luar Islam. Ketika pusat Ahmadiyah disegel oleh masyarakat hingga terjadi bentrok, suatu media boleh jadi mengangkatnya sebagai isu kekersan vertikal, media lain boleh jadi mengangkatnya sebagai tindakan yang harus dilakukan demi menertibkan suatu penyimpangan Mengapa suatu media memilih suatu bingkai tertentu atas suatu peristiwa, tidak bisa dilepaskan dari ideologi dan pemaknaan yang dimiliki oleh institusi media tersebut serta sudut pandang yang dimiliki oleh wartawan penulis berita. Hal ini terkait dengan karakterisrik media sebagai agen mendefinisikan realitas. Oleh karenanya penulis tertarik untuk meneliti Majalah Gatra dalam memberitakan seputar Ahmadiyah pada tahum 2005 lalu dengan Judul: ”Konstruksi Pemberitaan Tentang Ahmadiyah (Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Ahmadiyah Pada Majalah Gatra edisi Juli-Agustus 2005)”.
13 Ahmadiyah masuk ke Indonesia pada tahun 1924, dibawa oleh dua orang mubalignya yaitu Maulana Ahmad dan Mirza Wali Ahmad, mereka memulai kegiatannya di Yogyakarta. Setahun kemudian yaitu tahun 1925, sekte Qadian menyusul, dibawa oleh seorang mubalignya bernama Rahmad ‘Ali H. A. O. T.dan mulai mendakwahkan ide kemahdian Mirza, di Tapak tuan, dua tahun kemudian ia pindah ke Padang. Lihat tulisan Drs. Muslih Fathoni, M.A. dalam Faham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994) Cet Pertama. hlm.69
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah Pemberitaan seputar kasus Ahmadiyah pada pertengahan Juli, 2005 ini
mendapat liputan media massa yang cukup intens baik media elektronik maupun cetak, sehingga mengundang berbagai pihak untuk berkomentar dengan beragam sudut pandang. Untuk mengetahui analisis teks media terhadap pesan dalam pemberitaan seputar kasus Ahmadiyah, maka penelitian ini hanya dibatasi pada majalah Gatra edisi bulan Juli 2005. Subyek penelitian ini adalah redaksional majalah berita mingguan Gatra dan yang menjadi obyek penelitiannya adalah teks berita seputar Ahmadiyah. Pokok permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apa pesan berita dan bagaimana pengemasan berita seputar Ahmadiyah pada Majalah Gatra edisi bulan Juli-Agustus 2005 dilihat dari teks berita? 2. Bagaimana konstruksi yang melatarbelakangi proses pemberitaan Ahmadiyah pada Majalah Gatra edisi bulan Juli-Agustus 2005?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis rumuskan di atas, sehingga secara singkat tujuan penelitian adalah: 1)
Untuk mengetahui bagaimana pengemasan pesan berita oleh redaksi
majalah Gatra dalam pemberitaan seputar Ahmadiyah edisi bulan Juli 2005.
2)
Untuk mengetahui konstruksi pemberitaan Ahmadiyah oleh redaksi
Majalah Gatra edisi bulan Juli-Agustus 2005. 2.
Manfaat Penelitian 1) Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi hasil riset terutama di
bidang komunikasi massa dengan fokus pada tehnik analisis framing. 2) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian serupa. Selain itu juga memberi informasi tentang fenomena kecenderungan pemberitaan tentang Ahmadiyah sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi berbagai pihak yang terkait dengan gerakan Ahmadiyah.
D.
Metodologi Penelitian
D. 1 Paradigma Penelitian Penelitian ilmiah komunikasi dapat dikelompokkan ke dalam empat tipologi paradigma, seperti ddikemukakan oleh Guba dan Lincoln yakni paradigma positivisme, postpositivisme, konstrutivisme, dan kritis.14 Karena penelitian ini menggunakan metode analisis framing, yaitu analisis yang melihat wacana sebagai hasil dari konstruksi realitas sosial, maka penelitian dalam skripsi ini masuk dalam kategori paradigma constructivisme (konstruksionis) Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Rancangan konstruktivis melihat realitas 14
Agus Salim, Teori dan Paradigma Sosial dari Denzin Guba dan Penerapannya (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2001) cet ke-1 h. 41
pemberitaan media
sebagai aktivitas konstruksi sosial15.
Konstruksionis
memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil dari konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaiamana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. D. 2 Metode Penelitian Penelitian ini meggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode ini memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat. Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasil. Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan intepretasi. Ketiga, peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam pengumpulan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di lapangan. Keempat, peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian, intrepetasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.16 C. 3 Teknik Pengumpulan Data
15
Burhan Bungin MetodologiPenelitian Kualitatif (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004) cet. Ketiga hlm. 204 16 Agus Salim, Teori dan Paradigma Sosial dari Denzin Guba dan Penerapannya, h. 303
1.
Observasi Sebagai metode ilmiah observasi adalah suatu cara penulisan untuk
memperoleh data dalam bentuk pengamatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki.17 Obeservasi teks dalam hal ini di bedakan menjadi dua bagian yaitu teks berupa data primer dan data sekunder. a.
Data primer, yaitu teks berita seputar pemberitaan Ahmadiyah di Gatra.
b.
Data sekunder, yaitu berupa buku-buku dan jurnal-jurnal maupun tulisan lain yang berkaitan dengan masalah yang menjadi obyek studi ini.
2.
Wawancara Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai.18 Wawancara dilakukan dengan wartawan majalah Gatra terkait masalah Ahmadiyah dalam upaya menghimpun data yang akurat sesuai dengan penelitian ini, sedangkan data-data yang diperoleh adalah dengan cara tanya jawab secara lisan ataupun melalui surat elektronik. 3.
Dokumentasi Dokumentasi adalah tehnik mengumpulkan data-data melalui telaah dan
mengkaji buku-buku, majalah-majalah, website, dan literatur-literatur lain yang 17 18
Sutrisno Hadi, Metodologi Research. (Yogyakarta: Andi Offset, 1989). hlm. 92 Moh. Nazin. Metode Penelitian (Bandung, Ghalia Indonesia, 1999) h. 234
ada relevansinya dengan materi penelitian untuk selanjutnya dijadikan bahan argumentasi. D. 4 Teknik Analisis dan Pengolahan Data Analisis Data dalam penelitian ini menggunakan analisis framing dengan menggunakan model Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. 1)
Unit-unit Analisisnya
Pertama, Sintaksis: yaitu bagaimana cara wartawan menyusun sebuah fakta atau peristiwa yang diliputnya dan perangkat framenya adalah skema berita tersebut, sementara unit yang diamati adalah headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, dan penutup. Kedua, Skrip yakni bagaimana cara wartawan mengisahkan fakta, dan perangkat framingnya serta unit yang diamati meliputi kelengkapan berita tersebut yang terdiri dari unsur 5 W 1 H (what, who, where, when, why, dan how) Ketiga, Tematik, yakni bagaimana cara wartawan menulis fakta, dengan perangkat framing yang diamatinya adalah bentuk kalimatnya, kata ganti yang digunakan, detail penulisannya, serta koherensinya, sedang unit yang diamati meliputi paragrap, proposisi, kalimat, serta hubungan antar kalimatnya. Keempat, Retoris, yakni bagaimana cara wartawan menekankan fakta, dengan perangkat framing
yang diamati yaitu leksikon, grafis serta metafora dengan unit yang diamati adalah kata, idiom, grafik atau tabel serta gambar atau foto.19 2)
Pengolahan Data
Selanjutnya data diolah dengan menggunakan teori analisis framing yang merujuk pada model Pan dan Kosicki, dari penyajian dan penjelasan tersebut maka akan tampak bentuk pengemasan pesan berita pada pemberitaan seputar Ahamadiyah pada majalah Gatra.
E.
Tinjauan Pustaka Untuk menentukan judul skripsi ini, penulis melakukan tinjauan pustaka di
Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ternyata ada 1 judul skripsi yang membuat penulis terinspirasi dalam penyusunan skripsi ini. Adalah skripsi yang ditulis oleh Ade Saripullah mahasiswa UIN Fakultas Dakwah angkatan 2002 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dengan judul ”Analisis Framing Berita Sebelas Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam Majalah Syir’ah dan Sabili” yang penulis jadikan rujukan dalam penyusunan skripsi ini. Meskipun penulis melakukan rujukan terhadap skripsi tersebut, penelitian yang dilakukan tetaplah berbeda dalam hal ini penulis membahas mengenai bagaimana pengemasan pesan berita yang dilakukan oleh Majalah Gatra seputar pemberitaan tentang Ahmadiyah menggunakan analisis Framing model Zhondang Pan dan Kosicki, sedangkan skripsi yang menjadi rujukan penulis membahas 19
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi Ideologi, dan politik Media (Yogyakarta: LKiS, 2002) hlm 257-264.
bagaimana gagasan yang terdapat pada teks berita pada Majalah Sabili dan Majalah Syir’ah tentang Sebelas Fatwa MUI dengan menggunakan analisis Framing model Robert Entman.
F.
Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan ini terdiri dari
lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab dengan penyusunan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka serta Sistematika Penulisan.
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN Membahas Teori Konstruksi Sosial, Teori
Agenda
Setting
Media,
Konseptualisasi
Framing,
Konseptualisasi Berita. BAB III
AHMADIYAH DAN POFIL MAJALAH GATRA Membahas Tentang Sekilas Aliran Ahmadiyah dan Ahmadiyah di
Indonesia,
Profil Majalah Gatra membahas tentang berdirinya Majalah Gatra, Visi dan Misi Majalah Gatra. Rubrikasi Majalah Gatra. Profil Pembaca Gatra. BAB IV KONSTRUKSI PEMBERITAAN SEPUTAR AHMADIYAH DI MAJALAH GATRA EDISI BULAN JULI-AGUSTUS 2005 Membahas Tentang Pengemasan Pesan Berita Ahmadiyah Pada
Majalah Gatra dan Konstruksi yang melatarbelakangi Proses Pemberitaan Tentang Ahmadiyah Pada Majalah Gatra.. BAB V
Bab terakhir membahas Kesimpulan dan Saran.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
A.
Teori Konstruksi Sosial Bagi banyak orang media merupakan sumber untuk mengetahui suatu
kenyataan atau realitas yang terjadi, bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah media akan dinilai apa adanya. Apa kata media dan bagaimana penggambaran media mengenai sesuatu, begitulah realitas yang mereka tangkap1 Berita dari sebuah media bagi masyarakat umum dipandang sebagai barang suci yang penuh dengan obyektifitas. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu yang memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita ternyata menyimpan subjektivitas seorang penulis. Seorang penulis pasti akan memasukkan ide-ide mereka dalam analisis data-data yang diperoleh di lapangan. Kenyataan ini seperti mengamini bahwa media berhasil dalam tugasnya merekonstruksi realitas dari peristiwa itu sendiri, sehingga pada akhirnya pembaca terpengaruh dan memiliki pandangan seperti yang diinginkan media dalam menilai suatu peristiwa. Melalui berbagai instrumen yang dimiliki, media berperan membentuk realitas yang tersaji dalam berita. Konstruksi terhadap realitas dipahami sebagai upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun.. Fakta atau realitas diproduksi dan dikonstruksi dengan menggunkan perspektif tertentu yang 1
Zulkarimein Nasution. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional: 2004. 1-10.
akan dijadikan bahan berita oleh wartawan. Maka tidak mengherankan jika media memberitakan berbeda sebuah peristiwa yang sama karena masing-masing media memiliki pemahaman dan pemaknaan sendiri.2 Seringkali berita sebuah peristiwa yang kita baca, kita tonton dan kita dengar berbeda dengan peristiwa sebenarnya yang terjadi dilapangan bila suatu ketika kita mendapat informasi langsung dari saksi maupun korban. Bahkan pemberitaan media yang satu dengan yang lain seringkali berbeda padahal berasal dari peristiwa yang sama bahkan waktu meliputnyapun bersamaan. Tanpa disadari, ternyata berita yang kita konsumsi setiap harinya dari media massa, baik cetak maupun elektronik adalah berita dimana fakta-faktanya sudah mengalami proses penciptaan atau pembangunan ulang (konstruksi) oleh media itu sendiri. Bukan merupakan fakta mentah yang sebenar-benarnya diperoleh dari narasumber suatu peristiwa, berita mengalami perubahan mengenai angle atau bagian apa yang ingin difokuskan media. Media mengkonstruksi fakta peristiwa disesuaikan dengan ideologi, kepentingan, keberpihakan media dalam memandang sebuah berita, apalagi bila berita tersebut memiliki akibat yang mungkin menguntungkan atau merugikan media berkaitan dengan pihak-pihak berpengaruh atas pemberitaan peristiwa itu. Isi media adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai dasarnya, sedangkan bahasa bukan saja alat mempresentasikan realitas, tatapi juga menentukan relief seperti apa yang hendak diciptakan bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk 2
Fahri Firdusi, Artikel: Berita Sebagai Konstruksi Media, artikel diakses pada 5 November 2007 dari http:fahri99.wordpress.com/2007/po2.html
mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya.3 Teori dan pendekatan konstruksi atas realitas terjadi secara simultan melalui tiga proses sosial, yaitu eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi. Proses ini terjadi antara individu satu dengan yang lainnya di dalam masyarakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif.4 Menurut Peter L. Berger dan Thomas Luckman dalam teorinya ”The Social Construction Theory of Reality” proses mengkonstruksi berlangsung melalui interaksi sosial dialektis dari tiga bentuk realitas, yakni symbolic reality, objective reality, dan subjective reality yang berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan; eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.5 Eksternalisasi (penyesuaian diri), adalah sebagaimana dikatakan Berger dan Luckman usaha ekspresi diri manusia ke dalam dunia luar, keberadaan manusia tak mungkin berlangsung dalam suatu lingkungan interioritas yang tertutup dan tanpa gerak. Moment ini bersifat kodrati manusia. Ia selalu mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada. Manusia harus terus menerus mengekternalisasi dirinya dalam aktivitas. Objektivasi. Tahap obyektivasi produk sosial terjadi dalam dunia intersubyektif masyarakat yang dilembagakan. Pada tahap ini sebuah peroduk sosial berada pada proses instituniolisasi, sedangkan individu oleh Berger dan 3
Ibnu Hamad, Muhamad Qadari dan Agus Sudibyo. Kabar-Kabar Kebencian. Institut Studi Arus Informasi. PT. Sembrani Aksara Nusantara. Jakarta: 2001 h.74-75. 4 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 202. 5 Deddy N. Hidayat, Konstruksi Sosial Industri Penyiaran, (Jakarta: Pascasarjana Ilmu Komunikasi UI, 2003), h. 7-8.
Lukcman (1990: 49), dikatakan memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya, maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. Obyektivasi ini bertahan lama sampai melampaui batas tatap muka di mana mereka dapat dipahami secara langsung.6 Internalisasi, adalah penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran subyektif sedemikian rupa sehingga individu dipengaruhi oleh struktur sosial atau dunia sosial. Salah satu wujud internalisasi adalah sosialisasi bagaimana suatu generasi menyampaikan nilai-nilai norma-norma sosial (termasuk budaya) yang ada di kepala generasi berikutnya.7 Dalam realitas obyektif yang merupakan hasil dari kegiatan eksternalisasi manusia baik mental maupun fisik, menurut Berger realitas obyektif berbeda dengan kenyataan subyektif perorangan, bahwa realitas obyektif besifat eksternal, berada diluar dan tidak dapat kita tiadakan dari angan-angan. Kemampuan ekspresi diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia baik bagi produsen-produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur-unsur dari dunia bersama ini, dan dalam realitas subyektif kehidupan ini menyangkut makna, intrepetasi, dan hasil relasi antara individu dengan obyek.8 Dalam hidup ini menurut pandangan Berger dan Luckman, kehidupan sehari-hari terutama adalah kehidupan melalui dan dengan bahasa, bahasa tidak
6
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 197-198. 7 Masnur Muslich, Kekuasaan Media Massa Menkonstruksi Realitas, Sebuah Kajian, artikel diakses pada 10 november 2007 di www. Kabmalang.go.id/10/11/2007. 8 Peter L. Berger, Thomas Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan; sebuah risalah tentang sosiologi pengetahuan. Penerjemah Hasan Basri (Jakarta : LP3ES, 1990), h. 49-50.
hanya mampu membangun simbol-simbol yang diabstraksikan dari pengalamanpengalaman sehari-hari, melainkan juga ‘mengembalikan’ simbol-simbol itu dan menghadirkannya sebagai unsur yang obyektif dalam kehidupan sehari-hari, sehingga yang menjadi titik perhatian dalam pandangan konstruksionis bukanlah pesan tetapi maknanya yang ditimbulkan dari pembuatan simbol-simbol.9 Karena itu, Berger melihat bahasa mampu mentransendensikan kenyataan hidup sehari-hari secara keseluruhan dengan mengacu pengalaman yang menyangkut wilayah kenyataan yang berlainan. Bahasa disini didefinisikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari, tanda-tanda suara, gerakan (ekspresi) tulisan, yang dengan mudah dapat dilepaskan. Inilah yang menurut Berger dan Luckman sebagai kenyataan yang dipahami melalui bahasa simbolik (kenyataan simbolik).10 Menurut Peter Berger, realitas sosial tidak dibentuk secara ilmiah tidak juga sesuatu yang diturunkan Tuhan tetapi sebaliknya realitas dibentuk semacam ini, realitas berwajah ganda atau prulal. Setiap orang mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang mempunyai pengalaman, preferensi pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu dan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.11
9
Peter L. Berger, Thomas Luckman, The Social Construction Theory of Reality, dalam Eriyanto, Analisis Framing; Konstruksi Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: LKiS. 2002), h. 39-41. 10 Peter L. Berger, Thomas Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan; sebuah risalah tentang sosiologi pengetahuan. Penerjemah Hasan Basri (Jakarta : LP3ES, 1990), h. 49-50. 11 Peter L. Berger, Thomas Luckman, The Social Construction Theory of Reality, dalam Eriyanto, Analisis Framing; Konstruksi Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: LKiS. 2002), h. 39-41.
Media massa cenderung melakukan konstruksi realitas atas peristiwa yang diterimanya sebagai sumber berita. Tujuannya agar pembaca memilki pandangan hingga akhirnya menciptakan opini publik setidaknya diharapkan sesuai dengan pandangan frame media itu. Itulah tujuan media, menciptakan agar khalayak memiliki opini yang sama dan sesuai dengan pandangan media terhadap suatu peristiwa. Sadar atau tidak pembaca telah terperangkap oleh pola konstruksi media.
B.
Teori Agenda Setting Media. Teori agenda setting yang dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan
Donald Shaw ini adalah salah satu teori dari sekian teori komunikasi massa tentang proses dampak media atau efek komunikasi massa terhadap masyarakat dan budaya.12 Jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Maxwel McCombs dan Donald L. Shaw adalah oraang yang pertama kali memperkenalkan teori agenda setting ini. Teori ini muncul sekitar tahun 1973 dengan publikasi pertamanya ”The Agenda Stting Function of The Mass Media” Public Opinion Quarterly No. 37 13 Teori ini menyatakan bahwa media massa mengangkat sejumlah isu dan mengabaikan isu yang lain dalam rangka menjadikan suatu isu atau peristiwa sebagai wacana publik. Publik cenderung untuk mengetahui isu yang diangkat 12
Wina Puspitasari, S. Sos, Pengaruh Komunikasi Massa Terhadap Masyarakat; Analisa “Kedatangan Presiden Bush” dengan Menggunakan Teori Agenda Setting. Artikel di akses di http://Jurnal.bl.ac.id/wp.content/uploads/2007/01/BL com 7 Januari 2008 13 Nuruddin, M.Si. Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2007) h.195
oleh media massa dan mengadopsi perhatian terhadap suatu isu berdasarkan urutan yang dipilihkan oleh media massa. David Heaver dalam bukunya “Media Agenda Setting and Media Manipulation” (1981) menuliskan bahwa pers sebagai media komunikasi masa tidak merefleksikan kenyataan, melainkan menyaring dan membentuknya seperti sebuah kaledioskop yang menyaring dan membentuk cahaya. Sehingga media tidak hanya sekedar merefleksikan hal-hal atau peristiwa, melainkan menyeleksi dan membentuknya menjadi bernilai berita (news value) dan hanya sedikit saja yang tidak benilai berita.14 Agenda setting menggambarkan kekuatan pengaruh media yang sangat kuat terhadap pembentukan opini masyarakat. Mengutip dari tulisan S. Djuarsa Senjdaya dalam bukunya ”Teori Komunikasi”. “Media massa dengan memberikan perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan media massa dan menerima susunan prioritas yang diberikan media massa terhadap isu-isu yang berbeda”15 Media massa memiliki kemampuan untuk memberitahukan kepada masyarakat atau khalayak tentang isu-isu tertentu yang dianggap penting dan kemudian khalayak tidak hanya mempelajari dan memahami isu-isu pemberitaan tapi juga seberapa penting arti suatu isu atau topik berdasarkan cara media massa memberikan penekanan terhadap isu tersebut. Jadi apa yang dianggap penting dan
14 Onong Uchjana ffendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003),h.287 15 S. Djuarsa Sendjaya, Ph.d.,dkk, Teori Komunikasi: Materi Pokok IKOM 4230/3sks/modul 1-9, Universitas Terbuka, Jakarta, hal. 199
menjadi agenda media maka itu pulalah yang juga dianggap penting dan menjadi agenda media bagi khalayak. Dari sekian peristiwa dan kenyataan sosial yang terjadi, media massa memilih dan memilahnya berdasarkan kategori tertentu, dan menyampaikan kepada khalayak dan khalayak menerima bahwa peristiwa tersebut adalah penting. Secara singkat teori penyusunan agenda ini mengatakan media (khususnya media berita) tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita pikir, tetapi media tersebut benar-benar berhasil memberitahu kita berpikir tentang apa. Media massa selalu mengarahkan kita pada apa yang harus kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda
melalui
pemberitaannya,
sedangkan
masyarakat
akan
mengikutinya. Menurut asumsi teori ini media mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting. Media pun mengatur apa yang harus kita lihat, tokoh siapa yang harus kita dukung. Dengan kata lain, agenda media akan menjadi agenda masyarakatnya. Media melakukan seleksi sebelum melaporkan berita kemudian melakukan gatekeeper (penjaga gawang) terhadap informasi dan akan membuat pilihan apa saja yang akan diberitakan dan tidak. Apa yang diketahui oleh khalayak pada umumnya merupakan hasil dari media gatekeeping.16 Secara umum, peran gatekeeper sering dihubungkan dengan berita, khsusnya surat kabar. Editor sering malaksanakan fungsi gatekeeper ini. Mereka 16
Wina Puspitasari, S. Sos Analisa “Kedatangan Presiden Bush” dengan Menggunakan Teori Agenda Setting artikel di akses di www. jurnal. bl.ac.id pada 7 Januari 2008
menentukan apa yang dibutuhkan khalayak atau sedikitnya menyediakan bahan bacaan untuik pembacanya. Dengan kata lain, tugas gatekeeper adalah bagaimana dengan seleksi berita dilakukan sehingga pembaca menjadi tertarik dan enak untuk membacanya.17 Sebagai contoh yang akan diketengahkan penulis adalah peristiwa yang terjadi di Parung, Bogor. seorang wartawan saat meliput aksi unjuk rasa yang dilakukan umat Islam beberapa waktu lalu terkait dengan Ahmadiyah. Dalam aksi massa tersebut, tidak hanya orasi yang dilakukan tetapi juga penyampaian tuntutan yang dilakukan massa umat Islam, bahkan telah terjadi tindakan main hakim sendiri, merusak tempat disekitar sehingga aparat keamanan sampai mengevakuasi. Dalam hal ini seorang wartawan dihadapkan pada beberapa fakta. Apakah dia akan menekankan aksi massa umat Islam yang sebagai sebuah pelanggaran, isinya yakni tuntutan aksi masa umat Islam terhadap pembuabran Ahmadiyah, atau pihak aparat yang dinilai lemah dalam mengatasi persoalaan Ahmadiyah. Ketika wartawan memilih suatu fakta dengan menonjolkannya dalam tulisan, saat itu ia sedang melakukan fungsi gatekeeping (penapisan informasi, palang pintu atau penjaga gawang) karena ia menyeleksi berita-beritanya. bahkan, ia sendiri bisa menambahi berita itu, misalnya wawancara dengan salah satu aparat
atau warga yang menyaksikan aksi masa tersebut. Dengan demikian,
menambahkan fakta juga merupakan pelaksanaan fungsi gatekeeping.
17
Nuruddin, M,.Si.Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: PT RajaGarafindo Persada, 2007) h. 120
Dengan demikian, tidak ada bahan objektif yang telah didapatkan seorang wartawan. Sebab, semua yang ditulis wartawan dipengaruhi oleh orientasi, misi, visi dan kebijakan media yang bersangkutan. Pandangan, persepsi terhadap suatu kejadian akan diwarnai oleh ”kacamata” wartawan tersebut. Ada 3 Proses agenda Setting:18 1. Media Agenda dimana isu didiskusikan dalam media. 2. Public Agenda ketika isu didiskusikan dan secara pribadi sesuai dengan khalayak. 3. Policy Agenda pada saat para pembuat kebijakan menyadari pentingnya isu tersebut. Jadi media massa mempunyai kemampuan untuk memilih dan menekankan topik tertentu yang dianggapnya penting (menetapkan agenda) sehingga membuat publik berpikir bahwa isu yang dipilih media itu penting.
C.
Konseptualisasi Framing Framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana,
khususnya untuk menganalisis media. Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana serta menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan
18
“http://en.wikipedia.org/wiki/Agenda-setting theory, tgl 21 Desember 2005
perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas19 Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi realitas ini, hasil akhirnya adalah bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah tampak. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek yang disajikan secara menonjol oleh media. Aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan oleh khalayak.20 Abrar menyebutkan bahwa pada umumnya terdapat empat tehnik membingkai berita yang dipakai wartawan, yaitu ketidaksesuaian sikap dan perilaku, empati, pengemasan dan asosiasi. Sekurangnya, ada tiga bagian berita yang menjadi objek framing seorang wartawan, yakni:judul berita, fokus berita, dan penutup berita. 21 Dengan frame, jurnalis memroses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disampaikan kepada khalayak. Sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai secara berbeda oleh media. Bahkan pemaknaan itu bisa jadi akan sangat berbeda. Kalau saja ada realitas dalam arti obyektif, bisa jadi apa yang ditampilkan dan dibingkai oleh media
19
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006) cet. Ke-4 h. 161-162 20 Eriyanto, Analisis Framing, h. 66-77 21 Ana Nadya Abrar, Media dan Minimnya Semangat Kesetaraan Jender. Majalah Pantau, Yogyakarta. Edisi 8 Maret 2000, Yogyakarta. H. 73
berbeda dengan realitas objektif tertentu. Karena realitas pada dasarnya bukan ditangkap dan ditulis, realitas sebaliknya dikonstruksi.22 Framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atu lebih diingat, untuk mengiring interpretasi khlayak sesuai dengan perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, agian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut.23 Sebagai sebuah konstruksi, ia menentukan mana yang dianggap penting, dan mana yang tidak penting. Artinya, peristiwa itu penting dan bernilai berita, bukan karena secara inheren peristiwa itu penting. Media dan wartawanlah yang mengkonstruksi sedemikian rupa sehingga peristiwa tersebut dinilai sebagai penting.
Dalam memframing sebuah berita, media harus melihat dua aspek
penting yang menjadi dasar bagaimana sebuah realitas dari peristiwa itu dibangun dan akhirnya ditulis dengan Frame yang dianutnya seperti yang dituliskan Eriyanto, yaitu: Pertama, memilih fakta/realitas. Fakta dipilih berdasarkan asumsi bahwa wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam melihat fakta selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Bagian mana yang ditekankan dalam realitas, bagian mana 22
Eriyanto, Analisis Framing, h. 139 Nugroho, Eriyanto, Frans Suadiarsis Politik Media Mengemas Media. (Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1999) h.21 23
dari realitas yang diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan. Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angle tertentu, memilih fakta tertentu dan melupakan fakta yang lain hingga peristiwa itu dilihat dari sisi tertentu akibatnya bisa jadi berbeda antara satu media dengan media yang lain. Kedua, menuliskan fakta, berhubungan dengan bagaimana fakta dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa dengan bantuan aksentuasi foto dan gambaran apa dan sebagainya. Bagaimana fakta yang dipilih ditekankan denagn pemaaian perangkat tertentu seperti: penempatan yang mencolok (headline bagian depan atau belakang), pengulangan. Label tertentu ketika menggambarkan peristiwa yang diberitakan. Asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi dan pemakaian kata yang mencolok, gambar dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas.24 Ada beberapa model framing yang telah diperkenalkan, namun didalam penelitian ini model framing yang digunakan adalah model framing milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki mendefinisikan framing sebagai strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.25 Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalan skema tertentu. Framing di sini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang 24 25
Analisis Framing h. 69-70 Ibid h. 256
unik/khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol salam kognisi seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi dari suatu isu/peristiwa tersebut menjadi lebih penting dalam mempengaruhi pertimbangan dalam membuat keputusan tentang realitas. Kedua, konsepsi sosiologis. Kalau pandangan psikologis lebih melihat pada proses internal seseorang, bagaimana individu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu, maka pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Frame di sini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Frame di sini berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami, dan dapat dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu.26 Pan dan Kosicki membuat suatu model yang mengintegrasikan secara bersama-sama konsepsi psikologis yang melihat frame semata sebagai persoalan internal pikiran dengan konsepsi sosiologis yang lebih tertarik melihat frame dari sisi bagaimana lingkungan sosial dikonstruksi seseorang. Dalam media, framing karenanya dipahami sebagai perangkat kognisi yang digunakan
dalam
informasi
untuk
membuat
kode,
menafsirkan,
dan
menyimpannya untuk dikomunikasikan dengan khalayak yang kesemuanya dihubungkan dengan konvensi, rutinitas, dan praktik kerja profesional wartawan. Model Pan dan Kosicki merupakan modifikasi dari dimensi operasional analisa wacana Van Dijk, sedang rumusan yang kedua adalah milik Gamson dan
26
Eriyanto, Analisis Framing h. 252-253
Mogdiliani.27 Model framing yang diperkenalkan Pan dan Kosicki dapat diasumsikan bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide yaitu dimana frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita, kutipan, sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara keseluruhan.28 Struktur Perangkat Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Tabel 01
STRUKTUR SINTAKSIS
PERANGKAT FRAMING ↓ 1. Skema Berita
cara wartawan menyusun fakta SKRIP Cara wartawan mengisahkan Fakta
↓ 2. Kelengkapan Berita
UNIT YANG DIAMATI Headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup 5 W + 1H
↓ TEMATIK
3.Detail
Cara Wartawan Menulis Fakta
4. Koherensi 5. Bentuk Kalimat 6. Kata Ganti
Paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antar kalimat ↓
RETORIS Cara wartawan menekankan fakta
7. Leksikon 8. Grafis Metafora
Kata, idiom, gambar/foto, Grafik
Sumber: Eriyanto, h. 25
27
Alex Sobur. Analisa Semiotika dan Analisa Framing (Bandung: Rosdakarya, 2002).
28
Ibid h. 175
h.175
Berikut penjelasan mengenai keempat struktur yang menjadi model dari analisis framing model Pan dan Kosicki: 1) Struktur Sintaksis Struktur sintaksis menunjuk kepada pengertian susunan dari bagian berita (headline, lead, latar informasi, sumber, penutup) dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Segi sintaksis seringkali muncul dalam bentuk pireamida terbalik. Struktur ini dapat memberi petunjuk mengenai wartawan memaknai peristiwa dan hendak kemana berita tersebut dibawa. Headline merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat kemenonjolan tinggi yang menunjukkan kecenderungan berita. Headline mempengaruhi bagaimana kisah dimengerti untuk kemudian digunakan dalam membuat pengertian isu dan peristiwa sebagaimana mereka beberkan. Lead pada umumnya memberikan sudut pandang dari berita, menunjukkan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan. Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi arti kata yang ditampilkan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan kearah mana pandangan khalayak hendak dibawa. Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks. Ini merupakan cerminan ideologis, dimana komunikator dapat menyajikan latar belakang atau juga tidak tergantung kepentingan mereka. Bagian lain yang penting dari berita adalah pengutipan sumber berita. Bagian ini menjadi perangkat framing yang kuat atas tiga hal, yaitu mengklaim
validitas atau kebenaran dari pernyataan yang dibuat dengan mendasarkan diri pada klaim otoritas akademik, menghubungkan poin tertentu dari pandangannya kepada pejabat yang berwenang dan mengecilkan pendapat atau pamdangan tertentu yang dihubungkan dengan kutipan atau pandangan mayoritas sehingga pandangan tersebut tampak sebagai menyimpang. 2)
Skrip Yaitu laporan berita yang disusun sebagai suatu cerita. wartawan juga
mempunyai cara agar berita yang ditulis menarik perhatian pembaca. Wartwan mempunyai strategi daan cara bercerita tertentu. Segi cara bercerita ini dapat menjadi pertanda framing yang ingin ditampilkan. Skrip salah satu strategi wartawan dalam mengkonstruk berita. Skrip memberikan tekanan mana yang didahulukan dan bagian mana dari suatu informasi penting yang disembunyikan. Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5 W=1H who, what, when, where, why, dan how. Meskipun pola ini tidak selalu dijumpai dalam setiap berita yang ditampilkan. Kategori informasi ini yaang diharapkan diambil oleh wartawan untuk dilaporkan. Unsur kelengkapan berita ini dapat menjadi penanda framing yang penting. 3)
Tematik Yaitu berhubungan bagaimana fakta ditulis. Penempatan dan penulisan
sumber berita kedalam teks secara keseluruhan. Dalam menulis berita seorang wartawan mempunyai tema tertentu atas suatu peristiwa. Tema itulah yang akan dibuktikan dengan susunan atau bentuk kalimat tertentu, proposisi, atau hubungan antar proposisi. Dalam suatu peristiwa tertentu pembuat teks dapat memanipulasi
penafsiran pembaca tentang suatu peristiwa. Struktur tematik yang bisa digunakan adalah sebagai berikut: Detail. Elemen wacana detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan komunikator. Komunikator akan menonjolkan secara berlebihan informasi yaang menguntungkan dirinya atau citra yang baik sebaliknya ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit aatau bahkan tidak disampaikan bila hal itu dapat merugikan kedudukannya. Informasi yang menguntungkan komunikator bukan hanya ditampilkan secara berlebih tetapi juga dengan detail yang lengkap. Detail yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak. Detail yang lengkap itu akan dilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang mengangkat kelemahan atau kegagalan dirinya. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata. Proposisi atau kalimat dan koherensi merupakan elemen wacaana untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Koherensi terbagi atas tiga koherensi yaitu koherensi kondisional, koherensi fungsional dan koherensi pembeda. Koherensi kondisional dalam wacana dapat berupa berhubungan dengan sebab akibat, bisa juga berupa hubungan penjelas. Koherensi kondisional dapat dilihat dari pemakaian kata hubung untuk menggambarkan dan menjelaskan hubungan atau mengisahkan suatu proposisi dihubungkan dengan bagaimana seseorang memaknai peristiwa yang ingin ditampilkan didepan publik. Koherensi kondisional juga ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas. Koherensi pembeda
berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta tersebut mudah dibedakan. Dua buah peristiwa dapat dibuat seolah-olah bertentangan. Bentuk kalimat adalah bentuk kalimat yang berhubungan dengan cara berpikir logis yaitu prinsip kausalitas. Kata ganti adalah digunakan untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan imajinasi. Kata ganti merupakan alat yang dipakai. Komunikator menunjukkan dimana posisi orang dalam wacana. 4)
Retoris Yaitu berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu
ke dalam bentuk berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memakai leksikon, gaya, grafik atau gambar dan metafora. Yang bertujuan tidak hanya untuk mendukung tulisan tetapi juga menekankan arti tertentu kepada pembaca. Leksikon menandakan bagaimana seseorang memilih kata dari berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata yang digunakan tidak secara kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas. Pilihan kata-kata yang dipakai menunjukkan sikap dan ideologi tertentu. Grafis biasanya muncul dalam bentuk foto, gambar dan tabel untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan. Metafora merupakan cara penyampaian melalui kiasan dan ungkapan. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat pesan utama.29
29
Bimo Nugroho, Eriyanto, Frans Surdiasis, Politik Mengemas Berita. (Jakarta: Penerbit Institut Studi Arus Informasi, 1999), h.29-30
D.
Konseptualisasi Berita Menurut kamus besar Bahasa Indonesia arti berita adalah laporan mengenai
kejadian atau peristiwa yang hangat.30 Berita berasal dari Bahasa Sangsekerta, yakni Vrit yang dalam bahasa Inggris disebut write, arti sebenarnya ialah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan Vritta, artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi“. Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta.31 Menurut Mitchel U. Charrley dan James M. Neal berita atau news adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang penting, menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan.32 Kata News itu sendiri menunjukkan adanya unsur waktu, apa yang new, apa yang baru, yaitu lawan dari lama. Berita memang selalu baru, selalu hangat.33 Ada beberapa definisi tentang berita dari pakar komunikasi, ilmuwan dan penulis diantaranya: a. Dean M. Spencer mendefinisikan berita sebagai suatu kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagaian besar pembaca. b. Dr. Wlliar C. Balayer, berita adaalah sesuatu yng termasuk (baru) yang dipilih wartawan untuk dimuat dalam media cetak oleh karena itu, ia
30
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002)h. 46 31 Drs. Totok Djuroto, M. Si, Manajemen Penerbitan Pers (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2000) cet ke-1. h. 46 32 AS. Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005) cet ke-1 h.64 33 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006) cet ke-2 h.57
dapat menarik atau mempunyai makana dan dapat menarik minat bagi pembaca surat kabar tersebut.. c. William S. Maaulsby menyebutkan berita sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi. d. Eric C. Hesfwood, berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting dan menarik perhatian pembaca. e. Djafar H. Assegaf mengartikan berita sebagai laporan tentang fakta atau ide yang termasa dan dipilih oleh staf redaksi suatu media massa untuk disiarkn dengan harapan dapat menarik perhatian khalayak. Sementara J.B wahyudi mendefinisikan berita sebagai laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai penting dan menarik bagi sebagian khalayak, masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui media massa. Peristiwa atau pendapat tidak akan menjadi berita bila tidak dipublikasikan secara periodik.34 Dengan demikian berita adalah fakta, opini, pesan , informasi yang mengandung nilai-nilii yang diumumkan, diinformasikan yang menarik perhatian sejumlah orang yang memilki pertimbangan diantaranya: 1. Akurat, singkat, padat dan sesuai dengan kenyataan. 2. Tepat waktu dan aktual. 3. Obyektif, sama dengan fakta yang sebenarnya, tanpa opini dari penulis.
34
Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004)h.
4. Menarik, disajikan dengan kata-kata dan kalimat yang khas, segar dan enak dibaca. 5. Baru. 35 Berita
juga
harus
lengkap,
adil dan berimbang tidak boleh
mencampurkan fakta dan opini sendiri dengan kata lain berita harus obyektif dan tentu saja harus ringkas, jelas dan hangat sebagai syarat praktis penulisan berita. Sifat-sifat berita yang istimewa ini merupakan bentuk khas praktik pemberitaan yang juga sebagai pedoman yang membeimbing wartawan dalam menyajikan dan menilai layak tidaknya suatu berita dimuat. Artinya untuk membuat berita paling tidak harus memenuhi dua syarat untuk layak menjadi berita yaitu faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa sehingga kebenaran tinggal sebagian saja dan berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap. Jadi, dapat dikatakan bahwa berita merupakan rangkuman detail mengenai suatu peristiwa yang baru saja atau sedang terjadi. Bila berita ditulis hanya berdasarkan benar-benar fakta atau realitas suatu peristiwa di lapangan yaitu dimana unsur 5W+1H (what, why, who, when, where, dan how) sudah terpenuhi. Mengenai konteks berita sendiri menurut gagasan Berger dalam bukunya ”The Social Construction Theory of Reality”, harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas, karena sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Setiap wartawan mempunyai pandangan dan konsepsi yang
35
Sr. Maria Assumti Kumanti, Dasar-dasar Publik Relation Teori dan Praktik (Jakarta: Grasindo, 2002) h. 130.
berbeda atas suatu peristiwa. Hal ini dapat dilihat bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dalam pemberitaannya.36 Berita dalam pandangan konsruksionis merupakan hasil dari konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan, ideologi dan nilai media. Sehingga mustahil berita merupakan pencerminan dari realitas, realitas yang sama bisa jadi menghasilkan berita berbeda karena cara pandang yang berbeda.37 Abrar, pakar jurnalistik dari Universitas Gajah Mada mendefinisikan berita dilihat dengan pendekatan konstruksionis yakni sebagai hasil rekonstruksi tertulis dari realitas sosial yang terdapat dalam kehidupan. Itulah sebabnya ada orang yang
beranggapan bahwa
penulisan berita
lebih merupakan pekerjaan
merekonstruksi realitas sosial ketimbang gambaran dari realitas itu sendiri.38 Jadi, berita yang disuguhkan kehadapan pembaca bukanlah berita mentah berisi informasi, melainkan telah dibangun, atau dikonstruksi ulang
sesuai
pandangan, nilai-nilai ideologi, bahkan kepentingan media itu sendiri terhadap peristiwa sampai kepada siapa aktor dibalik peristiwa itu. Sehingga berita itu lebih memilki bobot pemberitaan yang sangat sarat makna dan tujuan tersirat media, menciptakan pandangan atau opini pembaca yang sesuai dengan yang diinginkan. Menurut Ibnu hamad seperti dikutip Alex Sobur dalam bukunya ”Analisis Teks Media,” menyatakan karena sifat dan faktanya bahwa tugas redaksional
36
Peter L.Berger &Thomas luckman, “The Social Construction Theory of Reality”, dalam Eriyanto, Analisis Framing.h.15 37 Ibid h. 25 38 Ana Nadya Abrar, Modul Pelatihan Jurnalistik Berita, 12-15 Desember, 2005, Artikel diakses pada 20 April 2007 di http://www. infojawa.org/file/pdf/20/04/07
media massa dalam menceritakan peristiwa-peristiwa. Maka tidak berlebihan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang dikonstruksikan.39 Berita dalam pandangan konstruksi sosial bukan merupakan fakta yang riil. Berita adalah produk interaksi wartawan dengan fakta. Realitas sosial tidak begitu saja menjadi berita tetapi melalui proses. Diantaranya proses internalisasi, dimana wartawan dilanda oleh realitas yang ia amati dan diserap dalam kesadaranya. Kemudian selanjutnya adalah eksternalisasi, dalam proses ini wartawan menceburkan diri dalam memaknai realitas. Berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektika.40 Proses pembangunan atau penciptaan ulang realitas berita ini dilakukan dengan berdasarkan pada ideologi, kepentingan dan nilai tertentu yang dianut media, sehingga para jurnalis juga tidak serta merta menyusun berita begitu saja. Media, tentu memiliki kecenderungan masing-masing pada suatu aspek pemberitaan tertentu, sehingga akan tampak beragam hasil laporannya. Ada yang berisisi informastif, ada yang terkesan mendukung atau sangat nyata keberpihakannya terhadap salah satu kelompok, tetapi adapula yang netral, berupaya seimbang, bahkan berpihak pada publik. Kejadian atau masalah yang diangkat menjadi isi pesan media bukan ditempatkan begitu saja tanpa konteks, namun perlu penempatan yang menjadikan pesann kontekstual.. konteks itu ikut dibangun dan diberikan filsafat, visi, kerangka referensi media itu sendiri.41
39
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) h. 98 Eriyanto, Analisis Framing, h. 17 41 Jacob Oetama, Pers Indonesia-Berkomunikasi dalam Masyarakat tidak Tulus (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001) h. 42 40
BAB III PROFIL AHMADIYAH DAN MAJALAH GATRA
A.
Tentang Ahmadiyah 1.
Sekilas Tentang Aliran Ahmadiyah
Sejarah berdirinya Ahmadiyah, tidak terlepas dari Mirza Ghulam Ahmad sebagai pendiri aliran ini. Ia di lahirkan di Qadian tahun 1835, kemudian pada tahun 1889 M bertepatan dengan tahun 1306 H Ia mendirikan Ahmadiyah.1 Ahmadiyah adalah sebutan singkat dari Jemaah Ahmadiyah. Jemaah berarti kumpulan individu yang bersatu padu dan bekerja untuk suatu program bersama. Ahmadiyah diambil dari satu nama Rasulullah saw yang diinformasikan kepada Nabi Isa a.s dalam surat Ash Shaf ayat 6 yang menyatakan bahwa akan datang seorang nabi dan rasul bernama Ahmad.2 nama “Ahmadiyah” oleh Mirza Ghulam Ahmad diumumkan penggunaannya secara resmi pada tanggal 4 November 1900, dan sejak itulah nama aliran ini dimasukkan dalam catatan resmi kolonial Inggris.3 Saat ini anggota Ahmadiyah di Dunia berjumlah kurang lebih 20 juta orang. Beberapa pusat gerakan Ahmadiyah atau sering disebut pusat pentablighan pada mulanya terdapat di Pakistan, India, dan Bangladesh, tetapi saat ini dengan
1
Terjadi perbedaan pendapat mengenai berdirinya Ahmadiyah. Aliran Lahore berpendapat bahwa Ahmadiyah berdiri tahun 1988 M berdasarkan ilham yang diterimanya untuk mendirikan bahtera dan melakukan baiat kepada Mirza Ghulam Ahmad. Sementara aliran Qadian menyatakan bahwa Ahmadiyah berdiri 1889 M. hal ini didasarkan pada permulaaan pembaiatan yang dilakukan banyak orang terhadap Mirza Ghulam Ahmad. Lihat Saleh A. Nahdi, Ahmadiyah Selayang Pandang (Jakarta: Yayasan Raja Pena, 2001), cet IV, h.5 2 Saleh A. Nahdi Ahmadiyah Selayang Pandang (Jakarta: Yayasan Raja Pena, 2001), cet IV, h. 60 3 Ibid. h. 61
perkembangannya yang sangat pesat, pusat pentablighan tersebut mulai tersebar ke berbagai Negara di dunia, termasuk di Negara kita Indonesia. 4 Pasca kematian sang pendiri, tepatnya sepeninggal Khalifah I Hadhrat II Hakim Nuruddin Pada tahun 1914, pengikut Ahmadiyah terpecah dua. Pertama, Aliran Ahmadiyah Qadian yang meyakini bahwa orang yang tidak beriman kepada Ghulam Ahmad adalah di luar Islam. Kelompok ini juga mengakui bahwa pintu kenabian masih terbuka, Gulam Ahmad tidak hanya sebagai mujaddid, tetapi juga seorang Nabi yang harus ditaati ajarannya. Kelompok ini dipimpin oleh Bashiruddin Mahmud Ahmad. Kedua, adalah Ahmadiyah Lahore yang disebut juga Ahmadiya Anjuman Asha’at Islam dipimpin oleh Maulana Muhammad Ali dan Kwaja Kamaluddin yang ajarannya tidak menyetujui prinsip-prinsip ajaran golongan pertama. golongan ini berpendapat bahwa pintu kenabian sudah tertutup setelah Nabi Muhammad Saw. Kedudukan Mirza Ghulam Ahmad hanya sebagai Mujaddid.5 Ahmadiyah Qadian, kemudian lebih dikenal dengan Jemaah Ahmadiyah. Di Indonesia Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) berdiri pada tahun 1925.6 sedangkan Ahmadiyah Lahore, dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI), hadir empat tahun kemudian yakni pada tahun 1929.7 Perkembangan Ahmadiyah Lahore dan Qadian di Indonesia ini cukup pesat. Beberapa tahun setelah resmi berdiri, kedua kelompok aliran tersebut
4
A. Fajar Kurniawan, Teologi Kenabian Ahmadiyah (Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia, 2006) h. 23 5 Ibid h. 21 6 Drs. Muslih Fathoni, MA, Faham Mahdi Sy’iah dan Ahmadiyah dalam Perspektif (PT. RajaGrafindo Persada, 1994) h. 69 7 A. Fajar Kurniawan, Teologi Kenabian Ahmadiyah, h. 33
menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Perkembangan yang sangat pesat dari Gerakan Ahmadiyah Qadian dan Lahore ini adalah karena mereka banyak menggunakan berbagai macam media, antara lain melalui majalah, tabligh, kegiatan sosial, dan buletin-buletin.8
C.
Profil Majalah Gatra 1. Sejarah Berdirinya Majalah Gatra Majalah Gatra lahir sebagai akibat dari peristiwa pembredelan Surat Izin
Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) terhadap tiga penerbitan pers, yaitu Majalah Tempo, Majalah Editor, dan Tabloid Detik, pada tanggal 21 Juni 1994 lewat keputusan Direktorat Jenderal Penerbitan Pers dan Grafika (PPG) Departemen Penerangan drs. Subrata. Pembredelan pers tersebut tertuang dalam SK Menpen No. 123/1994 dengan alasan kesalahan substansi pemberitaan. Pemberitaan Tempo mengenai perselisihan antara Habibie dan Mar’ie Muhammad terkait pembelian kapal perang bekas buatan Jerman Timur yang dimuat pada edisi 11 dan 18 Juni 1994 membuat Presiden Soeharto geram yang berbuntut pemberedelan terhadap sejumlah pers.9 Setelah Majalah Tempo dibredel akhirnya, PT. Era Media Informasi mengumumkan bahwa perusahaan akan menerbitkan majalah Gatra yang akan menampung
wartawan
eks-majalah
Tempo.
Pada
saat
Majalah
Gatra
mendapatkan izin penerbitan SIUPP bernomor 297/SK/Mempen/C.194 yang
8 9
Ibid Yasuko Hanasaki, Pers Terjebak (Jakarta: Institut Arus Informasi, 1998) h. 148
ditanda-tangani oleh Dirjen PPG drs Subrata tertanggal 13 Oktober 1994, maka bergabunglah sekitar 80% dari 240-an karyawan dari majalah Tempo.10 Majalah Gatra secara resmi terbit pada tanggal 22 Oktober 1994 oleh PT. Era Media Informasi. Kelahiran Majalah Gatra merupakan penggaanti Majalah Tempo yang dibredel Oerde Baru pada tanggal 21 juni 1994. Adapun pemberian nama Gatra tidaklah mudah Gatra diangkat dari sebuah khazanah bahasa bangsa yang tidak mencerminkan simbol golongan, mudah diingat, mudah diucapkan singkat ditulis maknanyapun bersahaja yakni kata, wujud dan sudut pandang. Majalah Gatra sempat menduduki peringkat pertama sumber informasi yang dipilih responden dan mendapat simpati dari masyarakat terutama saat terjadinya kerusuhan yang melanda Jakarta dan sekitarnya pada bulan Mei 1998. namun pada tahun 1998 tepatnya tanggal 28 oktober terjadi konflik ditubuh Majalah Gatra sehingga sebagian ada yang hengkang membuat Majalah baru yakni Majalah GAMMA. Namun sayang hanya bertahan selama dua tahun dan berhenti terbit pada tahun 2000.11 Saat ini Majalah Gatra masih tetap eksis terbit sepekan sekali sebagai sebuah majalah berita mingguan, meskipun Majalah Tempo pada tahun 2000 telah terbit kembali. Majalah Gatra saat ini beralamat di jl. Kalibata Timur IV No. 15 Jakarta Selatan 12740 telp. (021) 7973535, Fax. (021) 79196941/79196942. websitenya dapat diakses di www.Gatra.com dan e-mail :
[email protected]. Saat ini
10
Lais Abit,et. Al, wartawan Terpasung, Intervensi Negara di Tubuh PWI, (Jakarta, Institut Studi Arus Informasi, 1998) hal 105 11 Www. Gatra.com
Majalah Gatra masih tetap eksis terbit sepekan sekali sebagai sebuah Majalah berita mingguan, meskipun Majalah Tempo pada tahun 2000 telah terbit kembali.
2. Visi dan Misi Visi dan misi adalah suatu aspek yang sangat penting bagi setiap organisasi dalam menjalankan roda organisasinya. Setiap gerak langkah yang dijalankan mengacu dan berpijak pada visi dan misi organisasi tersebut. Majalah Gatra mempunyai visi dan misi yang tertuang dalam buku pedoman visi dan misi yang dibuat pada tanggal 23 November 1999. Dalam buku itu disebutkan bahwa visi majalah Gatra adalah membangun industri informasi global yang menggugah kesadaran masyarakat terhadap hak dan kewajibannya, mendorong tegaknya hukum yang berkeadilan, serta mengkomunikasikan aspirasi masyarakat dunia yang cerdas dan berakal.12 sedangkan Misi dari Majalah Gatra seperti tertuang dalam dokumen adalah menyajikan informasi yang terpercaya, mencerdaskan, objektif, akurat, jujur, jernih, dan berimbang.
1)
Pembaca: meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan dan loyalitas pembaca
2)
Usaha: meningkatkan hasil usaha dengancara yang sehat, efesien, efektif, inovatif dan berkelanjutan dalam masyarakat bisnis global
3)
Pasar : memimpin pasar media nasional dengan cakupan global melalui media cetak dan elektronik
12
Dokumen Visi dan Misi Majalah Gatra (Jakarta, 2 November 1999), h. 1
4)
Karyawan : meningkatkan kemampuan profesional, loyalitas, disiplin, kebanggaan terhadap perusahaan, kerjasaama, daya inovasi, kesejahteraan, dan akhlak terpuji
5)
Teknologi : meningkatkan kemampuan dan pemberdayaan teknologi dengan asas efesiensi dan efektivitas
6)
Lingkungan Kerja : prinsip-prinsip kepemimpinan dan manajemen yang sehat
7)
Kepedulian Sosial : mengambil bagian secara aktif dalam menanggulangi persoalan sosial. Dengan visi dan misi majalah Gatra, media ini berusaha untuk berdiri di
atas semua golongan, menyajikan berita yang berimbang dan senantiasa menjaga kredibilitasnya sebagai media massa yang netral serta berusaha menyajikan informasi secara objektif, sesuai dengan mottonya “Jangan bicara sebelum baca Gatra”
3. Rubrikasi Majalah Gatra Adapun rubrikasi Majalah Gatra adalah sebagai berikut 13 Tabel 02 No 1
Rubrik Arsitektur
Isi Rubrik Tulisan tentang raancangan arsitek kota Bandung
2
Album
Berita
ringan
tentang
prestasi
penghargaan 3
Apa dan siapa
13
Gatra, 22 Oktober 2005
Berita seputar tokoh dan selebritis
dan
4
Buku
Resensi terhadap buku-buku baru
5
Dari Pembaca
Surat dari pembaca
6
Ekonomi
Berita ekonomi dan bisnis
7
Esai
Sikap redaksi terhadap tema utama dalam bahasa ringan
8
Film
Resensi terhadap film layar lebar
9
Gatrasiana
Cerita
ringan,
yang mengandung unsur
menghibur 10
Hukum
Seputar masalah hukum dan peradilan
11
Ilmu dan teknologi
Berita mengenai perkembangan ilmu dan teknologi
12
Internasional
Berita-berita internasional
13
Intrik
Heaadlinelaput eserta foto
14
Kesehatan
Seputar dunia kesehatan
15
Kolom
Opini
pakar/pengamat
terhadap
suatu
permasalahan 16
Komentar
Pandangan
pembaca
terhadap
satu
isu/
permasalahan 17
Kriminalitas
Seputar dunia kriminal
18
Laporan khusus
Berita mendalam seputar isu aktual
19
Laporan utama
Berita mendalam yang menjadi topik utama mingguan
29
Lingkungan
Berita
mingguan
seputar
seluk
beluk
lingkungan 21
Luar Negeri
Berita mendalam seputar maslah global luar negeri
22
Meskipun tetapi
Cerita-cerita lucu dibalik laporan Utama
23
Media
Berita mendalam dan ringan seputar seluk beluk media massa
24
Musik
Berita ringan tentang seputar seluk beluk media massa
25
Nasional
Berita mendalam tentang kejadian di daerah/ dalam negeri
26
Obituari
Profil tokoh atau selebritis yang telah wafat
27
Olah raga
Berita seputaar seluk beluk dunia olah raga
28
Pasar modal
Berita sekilas tentang bursa saham
29
Pendidikan
Berita seputar pendidikan
30
Perjalanan
Berita seputar resort, dan pariwisata
31
Pumpunan
Editorial dalam karikatur terhadap tema laput
32
Ragam
Berita ringan tentang tren
33
Romantika Indonesia
Berita ringan dan kocak yang terjadi di nusantara
34
Seni rupa
Berita ringan seputar dunia lukis dan patung
35
Serambi Redaksi
Pengantar seputar peristiwa yang dialami redaksi
36
37
Suplemen
Tips dan trik yang berkaitan dengan teknologi
[email protected]
informasi
Siasat
Trik
dab
tips
dari
pakar
manajemen
pemasaran 38
Tamu kita
Profile tokoh/selebritis berkaitan dengan tema utama
39
Tatapan
Berita sekilas peristiwa
40
Tari
Berita ringan seputar pentas tari
41
Teater
Berita ringan seputar dudunia teater
42
wawancara
Wawancara dengan pengamat tentang topik utama
4. Profil Pembaca Gatra Sejak awal Majalah Gatra mendapat tempat khusus bukan saja dipasar berita, melainkan juga di Dunia pemasaran. Baru memasuki tahun keempat, Majalah Gatra sudah dibaca oleh lebih dari 879.000 orang di sembilan kota ditanah air, demikian hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga independen, AC Nielsen. Namun data terbaru tahun 2005 oplahnya meningkat menjadi 105.000 eksemplar/edisi. Jenis kelamin pembaca Majalah Gatra 73,3% pria dan 26,6 % wanita dengan rentang usia 8-25 tahun 16,5 %, 26-30 tahun 21, 8%, 31-35 tahun 24, 7%, 36-40 tahun 14, 65, 41-45 tahun 14, 1 % dan 46-50 tahun 8, 2 %.14
14
www. Gatra. Com akses tanggal 17 April 2008, pukul 19.00
Dari sejumlah pembaca tersebut ternyata 54,4% ternyata lulusan perguruan tinggi mulai tingkatan sarjana agama dan umum hingga S3. Data ini menunjukkan bahwa Majalah Gatra dibaca oleh komunitas berfikir yang memiliki daya kritis dengan demikian tidak mudah dicekoki. Lebih menarik lagi adalah kenyataan bahwa 37,9% pembaca Majalah Gatra adalah Mahasiswa.15
15
www. Gatra. Com akses tanggal 17 April 2008, pukul 19.00
BAB IV KONSTRUKSI PEMBERITAAN TENTANG AHMADIYAH PADA MAJALAH GATRA EDISI JULI-AGUSTUS 2005
A.
Pengemasan Pesan Pemberitaan Seputar Ahmadiyah Pada Majalah
Gatra edisi Bulan Juli-Agustus 2005. Berkaitan dengan peristiwa kekerasan yang menimpa Ahmadiyah beberapa waktu yang lalu, berupa penutupan dan penyegelan Kampus Mubarok yang juga Kantor Pusat Ahmadiyah di Parung, Bogor dan kasus-kasus serupa dibeberapa daerah lainnya. Ternyata peristiwa tersebut menarik perhatian media untuk meliputnya. Salah satu media yang cukup intens dalam melaporkan perkembangan isu Ahmadiyah adalah Majalah Gatra. majalah yang menfokuskan pada berita ini, mempublikasikan seputar pemberitaan Ahmadiyah dengan memuat lima berita tentang Ahmadiyah pada edisi bulan Juli hingga Agustus 2005. Berita-berita tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: Tabel 03 Judul
Tanggal Publikasi
1.
”Marah Pada yang Diberkahi”
(23/07/2005)
2.
”Habis Mubarok Tetaplah Remang” ”Sesat Yes!Kekerasan No!
(30/07/2005)
”Bersahabat Dengan Jemaat Sesat” ”Sentimen Ulang Terus Berulang”
(6/08/2005)
3. 4. 5.
(30/07/2005)
(13/08/2005)
Pemberitaan seputar Ahmadiyah ini oleh Gatra dikemas dalam rubrik yang berbeda diantaranya adalah rubrik Kriminal, rubrik Laporan Utama, rubrik Nasional dan rubrik Laporan Khusus. Pengemasan pesan pada masing-masing berita tentang Ahmadiyah tersebut dianalisis dengan metode analisis framing model Pan dan Kosicki berikut pesan yang terkandung didalam pemberitaannya:
1.
Judul berita: Marah Pada Yang Diberkahi (23/07/2005) Tabel 04
Struktur Sintaksis (skema berita)
Unit Headline Lead
Latar
Teks Marah Pada yang Diberkahi Pusat Ahmadiyah diserang ribuan massa. Menuntut kampus dikosongkan dan kegiatan dihentikan. Emoh dikatakan sesat. Aksi massa yang menentang dan menuntut pembubaran Ahmadiyah.
Ket. headline Paragraf 1
Paragraf 18
Kutipan
-Kapolres Bogor, Agus Sutisna. ”Polres bogor menurunkan dua satuan Paragraf 5 setingkat kompi (SSK) brimob dan dua SSK dan dua pengendali massa... -Mubarik Ahmad, Wakil Ketua Jalasah Salnah 1. ”Sekitar 300 Jemaat Ahmadiyah Paragraf 6 terjebak dalam lingkungan kampus. Sebenarnya hanya ada 80 orang . ’karena ada warga Ahmadiyah di sektar Bogor yang ikut sholat Jum’at” -M. Amin Jamaluddin, Ketua LPII ”Saya lihat habib mengambil buku- Paragraf 9 buku Ahmadiyah untuk dimusnahkan” -Habib Abdurrahman, ketua GUII ”kita harus bersyukur kepada Allah”
-M. Amin Jamaluddin, ketua LPII ”Saya minta acara Ahmadiyah dibubarkan” ”kalau begitu, masyarakat akan bertindak sesuai dengan Hak Asasi Manusia” -Alawi Usman, Ketua Badan Investigasi FPI Pusat. ”Kami ingin Ahmadiyah dibubarkan!” ”Ini sudah pemurtadan besar” ”Walaupun ada polisi, kami tetap akan menggempur mereka yang terdepan” ”lihat saja nanti kami pasti menyerbu lagi”
Paragraf 11
Paragraf 12 Paragraf 13
Paragraf 14 Paragraf 16 Paragraf 18
-Abdul Basit, Amir Nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia. ”Penyerang harus Paragraf mempertanggungjawabkan baik secara 19 pidana maupun perdata” -Zafarullah Ahmad Pontoh, Mubaligh Paragraf Ahmadiyah. 20
Paragraf 21 Paragraf 22
Pernyataan
Penutup
Skrip Who (kelengka pan berita) What
Why
When Where How
Tematik (paragraf, proposisi, hubungan antar kalimat Retoris
Detail, koherensi, bentuk kalimat
Leksikon
Grafis
Pernyataan Lies Soegondo ”Tindakan tersebut telah mencederai kebebasan beragama yang dijamin UUD 1945” -Pernyataan Lies Soegondo dari sub Komisi Hak Sipil dan Politik Komnas HAM. ”Tindakan tersebut telah mencedeai kebebasan beragama yang dijamin UUD 1945”. Kepolisian harus mengusut tuntas siapapun yang melakukan tindakan kekerasan” Massa Ormas Islam menuntut kegiatan Ahmadiyah dihentikan dan Kampus dikosongkan. Aksi massa Ormas Islam menuntut kegiatan Ahmadiyah dihentikan dan Kampus dikosongkan. Ahmadiyah menolak dibubarkan karena itu Hak Asasi Manusia yang dijamin Undang-Undang. Jum’at pekan lalu (15 Juli 2005)
Paragraf 26
Paragraf 26
Paragraf 3
Paragraf 2
Paragraf 13
Paragraf 12 Di Desa pondok Udik, Kemang, Paragraf 4 Parung, Bogor. Pengepungan berakhir dengan Paragraf evakuasi Jemaat Ahmadiyah oleh 10 aparat empat diantaranya terluka akibat pelemparan batu oleh FPI, sedangkan Kantor Pusat Ahmadiyah disegel oleh Ormas Islam. 1. Pusat Ahmadiyah diserang massa Paragraf 1 menuntut Ahmadiyah dibubarkan. 2. Aksi unjuk rasa Ormas Islam Paragraf terhadap Jemaah Ahmadiyah dianggap 26 telah mencederai kebebasan beragama yang dijamin UUD 1945 -Menyatroni, hengkang, amuk massa, Paragraf beringas, penyerang, menyerbu. 4, 5, 10 dan 11 -Foto Kampus Mubarok, Ahmadiyah sebelum diserang. -Foto .kelompok FPI berkumpul di Masjid sebelum penyerbuan. -Foto kelompok FPI merobohkan gerbang Kampus dan saat penyerbuan. -4 Foto Korban pelemparan oleh FPI
Metafora
-
Penjelasan: Pengemasan pesan berita seputar pemberitaan tentang Ahmadiyah oleh Gatra dianalisis melalui analisis framing model Pan dan Kosicki adalah sebagai berikut: Frame Gatra mengenai pemberitaan tentang Ahmadiyah dapat dilihat dari Struktur Sintaksis yang melihat bagaimana cara wartawan menyusun fakta pemberitaan tentang Ahmadiyah ke dalam teks secara keseluruhan. Skema berita pada judul berita yang pertama tentang Ahmadiyah ini diawali dengan judul ”Marah Pada yang Diberkahi” dari judul tersebut nampak memperlihatkan pandangan Gatra terhadap pemberitaan mengenai Ahmadiyah yang terjadi pada beberapa waktu yang lalu. Pada judul berita yang pertama mengenai Ahmadiyah ini, Gatra menampilkan berita kemarahan massa dari sejumlah Ormas Islam yang menuntut pembubaran Ahmadiyah di Kampus Mubarok, Parung. Penempatan berita tentang Ahmadiyah dengan judul ”Marah Pada yang Diberkahi” pada rubrik kriminalitas bukan pada rubrik Agama hal ini menunjukkan bahwa Gatra ingin menegaskan sikapnya kepada pembacanya bahwa tindakan yang dilakukan oleh massa dari sejumlah Ormas Islam adalah tindakan kriminal. Asrori S. Karni selaku redaktur Majalah Gatra mengatakan bahwa ”Peristiwa tersebut oleh Gatra ditampilkan pada rubrik kriminalitas, bukan pada rubrik Agama, karena aksi yang dilakukan oleh massa dari sejumlah Ormas Islam adalah sebuah tindakan aksi brutal, melanggar hukum yakni penyerangan terhadap
kantor pusat Ahmadiyah”.1 Hal ini menunjukkan bahwa Gatra nampaknya cenderung memberitakan seputar Ahmadiyah pada judul berita pertama tentang Ahmadiyah ini tampak dari sisi kekerasannya/kriminalitasnya. Pada lead tertulis bahwa ribuan massa yang menyerang Pusat Ahmadiyah menuntut kampus dikosongkan dan kegiataan dihentikan, namun menolak dikatakan sesat. Hal ini menegaskan Frame berita Gatra mengenai seputar kasus Ahmadiyah yang menonjolkan berita tentang tindakan anarkis para penentang Ahmadiyah. Gatra
mengutip
narasumber
sebagai
sumber
informasinya
terkait
pemberitaan tentang Ahmadiyah dari berbagai sumber baik pihak yang pro Ahmadiyah maupun yang kontra juga dari pihak independen. Dalam pengutipan narasumber sebagai sumber informasinya tampaknya Gatra berusaha berimbang artinya semua pihak diberikan tempat untuk menyatakan pernyataannya seputar peristiwa tersebut, Namun Berita ditutup dengan pernyataan Lies Soegondo dari Komnas HAM sebagai sumber beritanya yang mengatakan bahwa tindakan tersebut telah mencederai kebebasan beragama yang dijamin UUD 1945”. Memberikan indikasi bahwa penekanan pemberitaan seputar aksi kontra terhadap keberadaan Ahmadiyah oleh Gatra adalah sebagai bentuk pelanggaran kebebasan beragama yang dijamin UUD 1945. Dengan Analisis Skrip terlihat bagaimana wartawan mengisahkan peristiwa ini. berita ini lengkap dengan unsur 5 W+1H unsur who (jemaat Ahmadiyah), what (Pusat Ahmadiyah diserang ribuan massa), when (Jum’at, 15 Juli 2005), why 1
Hasil wawancara penulis dengan Redaktur Majalah Gatra, Asrori S. Karni pada 20 Maret 2008 di gedung Gatra.
(dinilai sebagai aliran sesat), where (di desa Pondok Udik, Kemang, Parung, Bogor) how (Pengepungan berakhir dengan evakuasi jemaat Ahmadiyah oleh aparat). Yang ditonjolkan dalam pemberitaan ini adalah aspek what yakni pusat Ahmadiyah diserang ribuan massa menuntut kegiatan Ahmadiyah dikosongkan. Hal ini mengindikasikan bahwa Gatra ingin agar pembacanya tampak empati terhadap kasus yang menimpa Ahmadiyah secara kronologis tampak Ahmadiyah digambarkan sebagai sasaran penindasan secara detail dan panjang. Kemudian dari unsur how (bagaimana) yang menekankan pesan berita dijelaskan oleh Gatra secara detail yakni sejumlah Ormas Islam yang mengepung markas Ahmadiyah dengan tuntutan pembubaran Ahmadiyah yang berakhir dengan evakuasi sejumlah Anggota Ahmadiyah yang terluka akibat penyerangan massa. Dengan Analisis Tematik, ada dua tema yang dikemukakan oleh Gatra dalam berita ini. Tema pertama adalah tindakan kriminal para penyerang terhadap kampus Mubarok yang juga Kantor Pusat Ahmadiyah yang menuntut acara Ahmadiyah dibubarkan.. Tema Kedua adalah tindakan massa tersebut melanggar hukum dan dapat dijerat pasal 170 UHP tentang perusakan di depan umum dan dianggap telah mencederai kebebasan agama yang dijamin UUD 1945. Dengan Analisis Retoris Gatra memperlihatkan dengan perangkat leksikon untuk menonjolkan yakni berupa kata-kata untuk menekankan pesan berita yang hendak disampaikan yakni ”pengganyangan,” beringas, mengempur , menyerbu dimaksudkan bahwa kesan brutal pihak yang kontra terhadap keberadaan Ahmadiyah. Pesan berita seputar Ahmadiyah ini dapat dilihat dari foto atau gambar yang ditampilkannya. Gatra menampilkan foto atau gambar yang diawali
dengan foto kampus Mubarak Ahmadiyah sebelum diserang, disusul FPI saat merobohkan gerbang kampus, kelompok FPI saat penyerbuan, foto korban pelemparan batu oleh FPI yang menyebakan korban terluka dimuat sebanyak empat kali. dari sejumlah gambar atau foto yang ditampilkan oleh Gatra tampak pemberitaan seputar Ahmadiyah ini didominasi oleh foto aksi kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah Ormas Islam. Dari sumber yang dikutip yang menunjukkan bagaimana keberpihakan media dalam memandang isu Ahmadiyah ini. Gatra mengutip narasumber dari pihak pemerintah sebanyak 1 kali, pihak ormas Islam sebanyak 3 kali dan dari pihak Ahmadiyah sebanyak 3 kali kemudian dai kalangan independen sebanyak 1 kali. dapat disimpulkan bahwa dalam pengutipan narasumber Gatra dinilai cukup berimbang, dimana semua kalangan mendapat tempat untuk memberikan pernyataannya. Dari sejumlah pernyataan yang dikutip oleh Gatra tampak dipenutup beritanya Gatra cenderung menilai aksi tuntutan pembubaran Ahmadiyah dinilai mencederai kebebasan beragama. Setelah dianalisis tampak pesan yang hendak disampaikan dilihat dari teks berita tentang Ahmadiyah di Majalah Gatra adalah: a)
Anarkisme tidak dibenarkan bagi Asrori
2
pesan dari berita ini adalah
kebencian pada sekelompok orang, tidak boleh membuat kita bertindak tidak fair, tidak adil terhadap mereka dengan melakukan tindakan anarkis dan kekerasan dan sebagainya.
2
Hasil wawancara penulis dengan Redaktur Majalah Gatra, Asrori S. Karni pada 20 Maret 2008 di gedung Gatra.
b)
Aksi kekerasan Massa tersebut harus mendapat sanksi yang setimpal,
menurut Gatra aksi massa tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Hukum Pidana pasal 170 tentang perusakan didepan umum dan kepolisian harus mengusut tuntas pelaku tindak kekerasan.3 c)
Kebebasan menjalankan suatu keyakinan merupakan Hak Asasi yang
dijamin Undang-Undang.4
2.
Judul Berita: Habis Mubarak Tetaplah Remang (30/07/2005) Berita seputar Ahmadiyah pada judul berikutnya adalah ”Habis Mubarak
Tetaplah Remang” berikut tabel analisisnya yang mengacu pada model analisis framing model Pan damn Kosicki. Tabel 05 Struktur Sintaksis (skema berita)
Unit Headline Lead
Latar
3 4
Teks Ket. Habis Mubarok Tetaplah Remang headline Pemerintah daerah berbeda dalam Paragraf 1 menyikapi keberadaan jemaat Ahmadiyah Qadian. Massa melakukan eksekusi ketika aparat dinilai lemah Ditutupnya Kampus Mubarok bukan Paragraf 3 berarti masalahnya selesai. Masingmasing pemerintah daerah tak sama dalam menyikapi keberadaan Ahmadiyah Qadian.
Lihat berita “Marah Pada yang Diberkahi” paragraph 18 dan 26. Lihat berita “Marah Pada yang Diberkahi” paragraph 13 dan 26.
Kutipan
-Daniel Panjaitan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang juga Anggota Tim Advokasi Jemaat Ahmadiyah. ”Kami berharap kepada Kejagung Paragraf 4 agar melakukan evaluasi terhadap larangan-larangan tersebut, yaitu kebebasan beragama dan menjalankaan keyakinan. ”sedikitpun tidak bisa diharapkan, Paragraf 5 wong jawabannya begitu” ”Kayaknya kita harus mendobrak langsung ke Presiden,” -Abdul Bassit, Pimpinan Nasional Ahmadiyah Qadian. ”Tidak ada Agama bernama Paragraf 11 Ahmadiyah yang ada adalah Islam” -Dawam Raharjo, Ekonom ”Ini Preseden buruk, Bagaimana Paragraf 7 Pemerintah secara resmi melindungi perbuatan teror? -Abdurahmana saleh, Kejagung ”Saya minta dipahami juga, ada masalah keamanan, ketertiban masyarakat, dan keresahan yang implikasinya luas” ”Kalau ditinjau dari segi HAM saja, agak sulit dalam konteks masyarakat yang luaas seperti ini.””kalau ada konflik dan konfliknya fisik, Pemerintah akan turun,” ”Jika diselesaikan secara parsial, tidak pernah akan selesai, baik bagi Ahmadiyah maupun masyarakat yang lain”
Paragraf 8
Paragraf 9
Paragraf 10
-Naman Kasim, Ketua RW 04 ”Tapi sejauh ini, warga sekitar tak ada Paragraf yang tertarik dengan ajaran 16 Ahmadiyah” -Kiai Haji Ahmad Hasyim, Pengasuh Pondok Pesantren Al Mujahidin. ”sejak awal, kami sudah menolak Paragraf 17 keberadaan Kampus itu” ”saat mereka minta izin MUI. Kami sudah menggalang tandda tangan untuk melakukan penolakan”
Pernyataan
”Kekerasan Tak hanya atas nama Paragraf Agama melaikan juga negara” 26
Penutup
”Lepas dari sikap pro dan kontra negara ikut mengatur beribadah warganya” Aliansi Masyarakat Madani untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dan Kejaksaan Agung Pertemuan antara Aliansi Masyarakat Madani untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dengan Jaksa Agung Abdurrahman shaleh menyikapi keberadaan Jemaat Ahmadiyah.
Paragraf 27
Rabu pekan lalu, 20 Juli 2005 Di hotel Borobudur, Jakarta Mempertanyakan sikap Pemerintah terhadap keberadaan Ahmadiyah Di Hotel Borobudur, Jakarta
Paragraf 3 Paragraf 3 Paragraf 4
Jaksa Agung membentuk Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat. 1. Pro Kontra Jaksa Agung dengan Aliansi Masyarakat Madani untuk Kebebasan Berekspresi dan Berkeyakinan tentang Ahmadiyah 2. Pemerintah daaerah berbeda dalam menyikapi keberadaan Ahmadiyah, sehingga kerap terjadi kekerasan menimpa Ahmadiyah di daerah -Tampak foto/gambar massa merobohkan gapura ‘aliaran yang dianggap sesat” -
Paragraf 9
Who
What
When Where Why Where How Tematik (paragraf, proposisi, hubungan antar kalimat
Detail, koherensi, bentuk kalimat
Retoris
Leksikon Grafis
Metafora
Paragraf 3
Paragraf 3
Paragraf 3
Paragraf 11
Paragraf 24
Penjelasan: Frame Gatra dari Struktur Sintaksis, terlihat bagaimana Gatra menyusun fakta tentang pemberitaan Ahmadiyah ke dalam skema beritanya secara keseluruhan. Dengan penonjolan berita yang diperlihatkan pada bagian headline
dengan singkat ”Habis Mubarak Tetaplah Remang”. Judul tersebut ditempatkan oleh Gatra pada rubrik Nasional karena pemberitaan tentang Ahmadiyah dengan judul tersebut diatas menekankan pada sisi politik terkait peran pemerintah dalam menyikapi Ahmadiyah. dengan judul berita tersebut, nampak Gatra ingin menginformasikan kepada pembacanya bahwa keberadaan Ahmadiyah tanpak ’remang” artinya Gatra ingin menunjukkan keprihatinannya atas nasib Ahmadiyah pasca peristiwa yang terjadi di Kampus Mubarok di Parung, Bogor. Pemberitaan tentang Ahmadiyah kali ini, Gatra mengangkat seputar pertemuan antara Aliansi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dengan Kejaksaan Agung yang berakhir dengan kekecewaan pihak Aliansi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan atas jawaban yang disampaikan oleh Kejaksaan Agung terkait ketidaktegasan pemerintah atas Keberadaan Ahmadiyah. Lead yang tertulis berisi penjelasan singkat mengenai pemerintah daerah yang berbeda dalam menyikapi keberadaan Ahmadiyah Qadian. Massa lakukan eksekusi ketika aparat dinilai lemah. Penjelasan dari lead yang singkat tersebut berkaitan dengan tindakan kekerasaan yang kerap dialami Ahmadiyah dimana hal tersebut dilakukan massaa tatkala aparat tidak bertindak tegas kepada massa yang melakukan aksi main hakim sendiri. Dari Analisis Skrip, bagaimana Pemberitaan Gatra mengisahkan fakta. Gatra mengisahkan Fakta mengenai Pemberitaan Ahmadiyah kali ini ditulis dengan lengkap dimana unsur 5 W+1H aspek yang ditonjolkan dalam berita kali ini ada pada aspek what yakni perdebatan antara Jaksa Agung dengan Aliansi Masyarakat Madani untuk Kebebasan Beragama dan berkeyakinan dalam
menyikapi keberadaan Ahmdiyah yang diulas secara detail. Penjelasan mengenai kondisi dan situasi jemaah Ahmadiyah didaerah-daerah juga diulas secara detail oleh Gatra menunjukkan bahwa Gatra tampak memberikan perhatian lebih terhadap situasi yang dialami Ahmadiyah didaerah daerah. Secara Tematik, berita kali ini mengandung beberapa tema yakni pertama seputar perdebatan Jaksa Agung dengan sejumlah tokoh yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Madani untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan mengenai larangan terhadap keberadaan Ahmadiyah termasuk didaerah-daerah, kedua adalah Pemerintah daerah berbeda dalam menyikapi keberadaan Ahmadiyah, sehingga dalam pemberitaan ini tampak menunjukkan keprihatinan Ahmadiyah terhadap Ahmadiyah. Secara Retoris, elemen grafis yang digunakan Gatra untuk menekankan pesan yang hendak disampaikan berkaitan seputar pemberitaan tentang Ahmadiyah ini terlihat berupa Gambar/ foto yakni, massa merobohkan gapura milik Jemaah Ahmadiytah yang dinilai sebagai aliran sesat, tampak pula gambar Habib Abdurrahman Assegaf dan Kantor Ahmadiyahdi Surabaya. Gambar atau foto tampak didominasi oleh massa yang melakukan pengrusakan terhadap kantor Pusat Jemaah Ahmadiyah. Penekanan ini tentunya memperlihatkan bahwa Gatra cenderung menekankan pesan keprihatinan terhada main hakim sendiri terhadap Jemaah Ahmadiyah yang dilakukan oleh massa sejumlah Ormas Islam.. Narasumber yang dikutip Gatra dari pihak independen sebanyak 2 kali menyususl dari Kejaksaaan Agung yang mewakili Pemerintah sebanyak 1 kali, lalu dari pihak warga biasa 1 kali, kemudian pihak Ormas Islam sebanyak 2 kali
dan Ahmadiyah sebanyak 1 kali. ini menunjukkan bahwa Gatra dalam mengutip narasumber sebagai sumber informasinya tampak berimbang artinya semua pihak mendapat tempat untuk memberikan pernyataannya baik dari pro maupun yang yang kontra. Pesan yang hendak disampaikan dalam Majalah Gatra mengenai pemberitaan tentang Ahmadiyah dengan judul ”Habis Mubarok tetaplah remang” dilihat dari Teks Berita adalah sebagai berikut: a)
Ungkapan keprihatinan terhadap nasib Ahmadiyah pasca peristiwa
penutupan markas Ahmadiyah yang terjadi di Parung.5 b)
Negara dalam hal ini Pemerintah dituntut harus mengatur beribadah
warganya dan tegas terhadap aksi pelanggarn hukum yakni pelaku tindakan anarki dan main hakim sendiri jangan timbul kesan bahwa aparat membiarkan aksi perusakan dan penyerangan terhadap fasilitas milik warga negara dalam hal ini Jemaah Ahmadiyah.6
3.
Judul Berita: Sesat Yes! Kekerasan No! (30/072005) Berita seputar Ahmadiyah pada judul berikutnya adalah ”Sesat Yes!
Kekerasan No!” dari judul berita tersebut tampak menunjukkan pandangan Gatra terkait tentang Ahmadiyah yang menilai bahwa menilai sesat tidak seharusnya menggunakan cara kekerasan,
berikut tabel analisisnya yang mengacu pada
model analisis framing model Pan dan Kosicki untuk mengetahui pesan yang hendak disampaikan oleh Gatra . 5
Hasil wawancara Penulis dengan Redaktur Majalah Gatra, Asrori S. Karni pada tanggal 20 Maret 2008. 6 Lihat berita “Habis Mubarok Tetaplah Remang” Paaragraph 11 dan 6
Tabel 06 Struktur Sintaksis (skema berita)
Unit Headline Lead
Latar
Kutipan
Pernyataan
Teks Sesat Yes! Kekerasan No! Ahmadiyah menawarkan sejumlah pandangan teologi yang berbeda dengan keyakinan mayoritas. Berondongan vonis sesat tak terhadang. Tapi solusi anarki bukan pilihan Mayoritas Muslim memegang akidah bahwa Muhammad Nabi terakhir, sedangkan Ahmadiyah dicitrakan menganut keyakinan bahwa pendirinya adalah Nabi pasca Nabi Muhammad -KH, Ma’ruf Amin Ahmadiyah telah memutarbalikkan Al-Quran,” ”Fatwa MUI kan sudah lama, kenapa sekarang baru dijadikan sumber aksi penyerangan ?” ”Kalau Ulama tak boleh berpendapat, setiap orang bisa berpendapat kacaubalau,” -Prof. Amin Abdullah, Rektor UIN Yogyakart. ”Aksi kekerasan itu kan dipicu fatwa yang menyatakan sesat dan menyesatkan? -Abdul Basit, Amir Nasional Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia. ”Syahadat kita sama, rukun iman dan rukun Islam juga sama” ”Kami mau berdakwah untuk membangkitkan kembali roh Islam yang benar,” -Ahmadiyah Lahore taahu persis bahwa isu kenabian pasca Muhammad adalah tema sensitif yang rentan pertentangan. -Gerakan Ahmadiyah Lahore mau menunjukkan ada juga Ahmadiyah yang tidak percaya adanya nabi setelah Muhammad.
Ket. headline Paragraf 1
Paragraf 3
Paragraf 10 Paragraf 13
Paragraf 11
Paragraf 14 Paragraf 3
Paragraf 4
Penutup
Skrip Who (kelengka What pan berita) when Where Why How Tematik
Retoris
Detail, koherensi, bentuk kalimat Leksikon Grafis
Metafora
Terlepas boleh menilai sesat atau tidak, pemetaan secara jernih tematema yang memicu polemik tetap perlu biar publik paham duduk soalnya. Ahmadiyah Lahore Vonis sesat Ahmadiyah -
Paragraf 15
Teologi Ahmadiyah yang berbeda dengan keyakinan mayoritas MUI masih tetap konsisten dengan fatwa sesat Ahmadiyah 1. Ahmadiyah menawarkan sejumlah pandangan teologi yang berbeda dengan keyakinan mayoritas 2. Vonis sesat Ahmadiyah oleh MUI - Tampak Gambar/foto aktivitas jemaah Ahmadiyah di Masjid Peshawar, Pakistan menyusul foto pengurus Ahmadiyah di Madiun dan foto close-up Ketiga tokoh diantaranya Amin Djamaludin, Abdul Basit dan Mirza Ghulam Ahmad dan Al Quran Ahmadiyah. -
Paragraf 1
Paragraf 2 Paragraf 9
Paragraf 9 Paragraf 11 Paragraf 9
Penjelasan: Frame Gatra pada teks berita kali ini dapat dilihat dari Analisis Sintaksis terlihat bagaimana Gatra menyusun skema berita tentang pemberitaan Ahmadiyah. Berita kali ini diawali dengan judul berita yang menjadi headlinenya yakni ”Sesat Yes! Kekerasan No! Menurut Asrori,7 Ungkapan ini diambil dari ungkapan populer Nurcholis Madjid ”Islam Yes! Partai Islam No! Ini
7
Hasil wawancara Penulis dengan Redaktur Majalah Gatra, Asrori S. Karni pada 20 Maret 2008 di gedung Gatra.
dimaksudkan agar pembaca tak merasa asing dan cepat menangkap pesan pokoknya yakni menilai sesat, tidak harus disertai dengan aksi kekerasan. Dari lead berisi tulisan ”Ahmadiyah menawarkan sejumlah pandangan teologi yang berbeda dengan keyakinan mayoritas. Berondongan vonis tak terhadap. Tapi solusi anarki bukan pilihan. Dari lead tersebut diatas menunjukkan seikap Gatra yang cukup bijak bahwa solusi anarki bukan pilihan walaupun Ahmadiyah dalam hal keyakinan berbeda dengna mayoritas. Dijelaskan oleh gatra dalam pemberitaan kali ini bahwa Ahmadiyah yang beraliran Lahore dengan mengutip situs dari Ahmadiyah Lahore, Gatra ingin menginformasikan kepada pembacanya bahwa ada juga Ahmadiyah yang tidak percaya adanya Nabi setelah Nabi Muhammad. Dalam pengutipan sumber, Gatra mengutip pernyataan dari pihak MUI yakni din syamsuddin dan Ma’ruf Amin bahwa Ahmadiyah baik Lahore maupun Qadian keduanya tetap dinilai menyimpang dan sesat, naamun menolak apabila fatwa MUI sebagai pemicu aksi kekerasan terhadap Jemaaah Ahmadiyah sebagaimana yang dikatakan oleh Prof Amin Abdullah, Rektor UIN Yogyakarta. Berita kali ini Gatra membahas dengan mendalam mengenai Ahmadiyah dari aspek teologisnya. Narasumber yang ditampilkan pada pemberitaan kali ini adalah Din Syamsuddin, Ketua PP Muhammadiyah dan KH Ma’ruf Amin, Rais Syuriah PBNU yang menilai Ahmadiyah dua-duanya sesat, namun Gatra juga mengutip narasumber sebagai sumber beritanya adalah Prof Amin Abdullah, Rektor UIN Kalijaga yang menolak pelabelan sesat pada Ahmadiyah, sedangkan dari pihak
Ahmadiyah yakni Amir Nasional Pengurus Besar Jemaah Ahmadiyah menyatakan bahwa tujuan Ahmadiyah didirikan adalah untuk berdakwah dan membangkitkan kembali roh Islam. Dari Analisis Skrip, terlihat bagaimana pemberitaan Gatra tentang Ahmadiyah aspek yang ditekankan pada berita kali ini adalah unsur (what) yakni mengenai seputar vonis sesat Ahmadiyah tidak harus melakukan kekerasan dan (why) Teologi Ahmadiyah yang berbeda dengan keyakinan mayoritas. Hal ini menunjukkan bahwa Gatra ingin menginformasikan kepada pembacanya bahwa vonis sesat terhadap kelompok tertentu tidak harus melakukan tindakan kekerasan. Dari Analisis Tematik, pada pemberitaan kali ini ada dua tema yakni tema seputar pandangan teologi Ahmadiyah Lahore dan Fatwa sesat MUI terhadap Ahmadiyah yang mengundang kontroversi. Secara Retoris, Gatra memperlihatkan penekanannya dalam gambar/foto dimana tampak jemaat Ahmadiyah di Masjid Peshawar, Pakistan disertai pula foto pengurus Ahmadiyah di Madiun, foto close-up tiga tokoh diantaranya Amin jamaludin, Abdul Basit dan Mirza Ghulam Ahmad dan Alquran Ahmadiyah. Hal ini menunjukkan frame gatra tampak kecenderungan berita kali ini dari sisi teologis. Narasumber yang dikutip Gatra dari pihak independen sebanyak 1 kali, menyusul dari MUI 1 kali, dari pihak Ahmadiyah sebanyak 1 kali. pemberitaan kali ini tampaknya berimbang. Artinya semua pohak mendapat tempat untuk memberikan pernyataannya baik dari pihak yang pro maupun yang kontra.
Pesan yang hendak disampaikan dalam berita mengenai Ahmadiyah di Majalah Gatra dengan Judul berita ”Sesat Yes! Kekerasan No! Dilihat dari Teks berita: a)
Menilai sesat tidak berarti harus disertai dengan aksi kekerasan8
b)
Teologi Ahmadiyah yang berbeda dengan kalangan umat Islam Mayoritas,
namun solusi anarki bukan pilihan. Terlepas boleh menilai sesat atau tidak, pemetaan secara secara jernih tema yang memicu polemik tetap perlu diharapkan agar publik paham duduk soalnya.9 c)
Seorang yang kompeten dn expert, faqih sah-sah saja menilai aliran sesat
sepanjang tidak memaksa dan tidak mengklaim sebagai kebenaran mutlak, sekedar pandangan keagamaan bagi masyarakat awam.10
4.
Judul Berita: Bersahabat dengan Jemaat Sesat (6/08/2005) Berita tentang Ahmadiyah di Majalah Gatra untuk judul berikutnya berjudul
”Bersahabat dengan Jemaat Sesat” Gatra menggunakan judul tersebut terkait dengan keputusan Fatwa MUI mengenai Ahmadiyah yang dinilai MUI sesat dan keputusan tersebut menurut MUI merujuk pada keputusan Majma’ al-Fiqh alIslami organisasi Konferensi Islam (OKI ) lalu seperti apa pesan yang hendak disampaikan oleh Gatra berkaitan dengan judul yang ditampilkan tersebut berikut analisinya: Tabel 07 8
Hasil wawancara Penulis dengan Redaktur Majalah Gatra, Asrori S. Karni pada 20 Maret 2008 di gedung Gatra. 9 Lihat berita “Sesat Yes! Kekerasan No!” Paaragraph 15 10 Hasil wawancara Penulis dengan Redaktur Majalah Gatra, Asrori S. Karni pada 20 Maret 2008 di gedung Gatra.
Struktur Sintaksis (skema berita)
Unit Headline
Teks Bersahabat dengan Jemaat Sesat
Lead
Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa terhadap jemaaat Ahmadiyah. Merujuk Putusaan Organisaasi Konferensi Islam. Dalam musyawarah Nasional MUI yang berakhir Jum’at pekan lalu, ahmadiyah difatwa sesat yang dilibas tidak hanya yang berpaham Qadian Ahmadiyah Lahorepun divonis sama. -Kyai Toha, Ketua MUI Yogyakarta ”kami biasa Bertukar pikiran” ”tentang Ahmadiyah yang sesat, apakah seluruhnya? ”kami minta penjelasan lebih jelas, supaya tidak ada permasalahan jelek, hubungan antara kaum muslimin” -KH. Ma’ruf Amin, ketua komisi fatwa ”Penganut Ahmadiyah Lahore menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai bayangan (dzillun) dan Penampakan (buruz) Nabi Muhammad mereka juga sudah murtad” -Prof . Umar Shihab, Guru besar hukum Silam IAIN Makssar ”Ini Bukan keputusan ulama Jeddah, melainkan keputusan OKI, indonesia termasuk didalamnya.” -Nanang Racmatullah, Ketua Majelis Amanah Organisasi Gerakan Ahmadiyah Indonesia beraliran Lahore. ”Itulah resiko keputusan tergesa-gesa karena belum paham ajaran sebenarnya” -Musni, Warga Lahore ”warga Lahore tak mengunci diri, boleh sholat berjamaah dengan siapapun malah Kami berhasil mendirikan masjid yang dikelola bersama NU dan Muhammadiyah
Latar
Kutipan
Pernyataan
Ket. Headlin e Paragraf 1
Paragraf 4
Paragraf 2 Paragraf 6
Paragraf 8
Paragraf 9
Paragraf 10 Paragraf 20
Akibat minim pengetahuan muncul Paragraf fitnah dan kesalahpahaman tentang 11 ajaran Ahmadiyah
Penutup
Skrip Who (kelengka pan berita) What
When Where Why
How Tematik (paragraf, proposisi, hubungan antar kalimat Retoris
Detail, koherensi, bentuk kalimat
Leksikon Grafis
Metafora
Masihkan suasana itu dinikmati warga Paragraf Lahore?hingga kini, ancaman baru 21 tertuju pada ahmadiyah Qadian Ahmadiyah Lahore
Paragraf 3 MUI memutuskan keduanya sesat, baik Paragraf Qadian maupun Lahore. merujuk 8 putusan OKI Jum’at, 15 Juli 2005 Paragraf 4 Di Jakarta Ahmadiyah Lahore anggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai bayangan dan penampakan Nabi Hingga kini ancaman baru tertuju pada Ahmadiyah Qadian 1 Hubungan Ahmadiyah Lahore dengan warga dan Ormas Islam tampak harmonis 2. MUI keluarkan fatwa menyatakan Ahmadiyah baik Lahore maupun Qadian keduanya sesat. Tampak foto komplek Ahmadiyah, dilarang, dan Aset Ahmadiyah Yogyakarta berupa gedung sekolah SMA. -
Paragraf 8 Paragraf 21 Paragraf 2,3,4 Paragraf 8
Penjelasan: Frame Gatra pada teks berita kali ini dapat dilihat dari analisis sintaksis terlihat bagaimana Gatra menyusun skema beritanya tentang pemberitaan Ahmadiyah kali ini. Diawali dengan judul berita yang menjadi headlinenya yakni ”Bersahabat dengan Jemaat Sesat” melalui judul ini diperlihatkan bagaimana Ahmadiyah khususnya Ahmadiyah Lahore tidak hanya melebur dengan warga sekitar, bahkan dapat mendirikan masjid bersama yang dikelola bersama NU dan
Muhammadiyah. Memberikan indikasi bahwa Gatra terkesan ingin menunjukkan kepada pembacanya tentang gambaran Ahmadiyah Lahore yang tidak eksklufif. Dalam lead Gatra dijelaskan ”Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Merujuk Putusan Organisasi Konferensi Islam. Hal ini terkait dikeluarkannya keputusan Majma’ al-Fiqh al-Islami Organisasi Konferensi Islam (OKI) no 4 dalam muktamar II di Jeddah Arab Saudi, pada 22-28 Desember 1985. Gatra memberitakan seputar keputusan Organisasi Konferensi Islam yang mengeluarkan Fatwa sesat terhadap Ahmadiyah keputusan tersebut kemudian menjadi rujukan Majelis Ulama Indonesia, namun pada berita ini kemudian disusul dengan penolakan dari Ahmadiyah atas keputusan fatwa sesat Ahmadiyah oleh MUI sehingga tampak kecenderungan pada berita tentang Ahmadiyah kali ini menunjukkan simpatiknya khususnya kepada Ahmadiyah Lahore. Narasumber yang dicantumkan pada pemberitaan kali ini adalah Din Syamsudin, ketua PP Muhammadiyah dan KH Ma’ruf Amin, syuriah PBNU yang menilai Ahmadiyah dua-duanya sesat., namun gatra juga mengutip narasumber sebagai sumber beritanya adalah Prof Amin Abdulah, Rektor UIN Kalijaga yang menolak pelabelan sesat pada Ahmadiyah, sedangkan dari pihak Ahmadiyah yakni Amir Nasional Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah menyatakan bahwa tujuan Ahmadiyah adalah untuk berdakwah dan membangkitkan kembali roh Islam. Pengutipan sumber yang berimbang tersebut menunjukkan bahwa Gatra berusaha menyajikan berita yang seimbang. Namun penonjolan berita tampak didominasi narasumber dari kalangan yang pro terhadap Ahmadiyah Lahore.
Dari Analisis Skrip, terlihat bagaimana pemberitaan Gatra tentang Ahmadiyah aspek yang ditekankan pada berita kali ini adalah pada (what) keputusan MUI yang memutuskan sesat Ahmadiyah dan (how) hingga kini ancaman baru tertuju pada Ahmadiyah Qadian Hal ini makin menegaskan kecenderungan pembelaan Gatra terhadap Ahmadiyah Lahore yang diulas secara detail mengeanai Ahmadiyah Lahore. Dari Analisis Tematik, pada pemberitaan kali ini ada dua tema yakni hubungan harmonis Ahmadiyah Lahore dengan warga sekitar dan ormas Islam dan Fatwa MUI yang memutuskan Ahmadiyah sesat yang merujuk pada keputusan Organisasi Konferensi Islam (OKI).menunjukkan bahwa Gatra cenderung menunjukkan kesan tampak dukungan terhadap Ahmadiyah. Secara Retoris, Gatra memperlihatkan penekanannya dalam gambar/foto mengenai Ahmadiyah dimana tampak gambar kompelek Jamaah Ahmadiyah; Dilarang dan Aset Ahmadiyah Yogyakarta. Sehingga tampak adanya empati Gatra terhadap Jemaat Ahmadiyah. Kutipan sumber dalam pemberitaan Ahmadiyah kali ini dari pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebanyak 2 kali disusul dari pihak Ahmadiyah 3 kali. Dukungan Gatra terhadap Ahmadiyah tampak menonjol dilihat dari kutipan narasumber yang menjadi sumber informasinyatampak didominasi dari pihak yang pro terhadap Ahmadiyah. Pesan yang hendak disampaikan oleh Gatra dalam berita Ahmadiyah kali ini adalah:
a)
Bahwa Ahmadiyah Lahore dan warga sekitar selama ini berjalan dengan
damai dan terjalin hubungan yang harmonis.11 b)
Jemaah Ahmadiyah berharap keputusan tergesa-gesa MUI agar tidak timbul
fitnah dan kesalhpahaman tentang ajaran Ahmadiyah.12
5.
Berita: ”Sentimen Ulang Terus Berulang” (13/08/2005) Berita seputar Ahmadiyah pada judul berikutnya adalah ”Sentimen Ulang
Terus Berulang” berikut tabel analisisnya yang mengacu pada model analisis framing model Pan dan Kosicki. Tabel 08 Struktur Sintaksis (skema berita)
Unit Headline Lead
Latar
11 12
Teks Ket. Sentimen Ulang Terus Berulang headline Ada ancaman, juga penyegelan, atas Paragraf 1 kantor-kantor Ahmadiyah. Banyak pula yang tidak terlalu ambil pusing. Tiap-tiap daerah punya cara tersendiri menyikapi fatwa MUI Reaksi warga masyarakat, khususnya Paragraf 2 komunitas Ahmadiyah terkait dikeluarkannya fatwa MUI
Lihat Berita “Bersahabat dengan Jemaah Sesat” Paragrap 5 Ibid Paragraph 10
Kutipan
-KH. Muhyidin Junaedi, juru bicara Ormas ”Kami meminta agar Pemerintah Paragraf 6 menutup, menyegel, melarang, dan membubarkan Ahmadiyah”Aset-aset mereka, boleh diambil oleh pemerintah” -Diani Budiarto,Wali Kota Bogor ”bahwa Aparat telah mencopot semua papan Ahmadiyah, menolak membuat pernyataan tertulis ”karena itu bukan wewenang kami” -Ferdias Mochamad zafrullah, wakil ketua Ahmadiyah kota Bogor ”Kami menghindari konflik” ”Aktivitas Ibadah tetap berjalan seperti biasa” -Drs H. Kanjeng Raden Tumenggung Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, sekretaris MUI Yogyakarta. ”Yang Pasti, kami hanya mengajak untuk kembali pada ajaran yang benar” ”Syahadat mereka sama dengan Islam kebanyakan. Selain itu mereka juga mengakui Muhammad sebagai nabi terakhir” -Ahmad Maksum Khan,mubaligh Ahmadiyah ”sejak pengumuman fatwa MUI hingga hari ini, keadaan masih aman. Kami masih melakukan aktivitas keagamaan. -Supardi, anggota Ahmadiyah ”Hari ini tak seperti biasanya” terkait dengan fatwa MUI -Basuki Ahmad, Mubaligh JAI ”Mungkin Jemaah lagi colling down” Kegiatan Ahmadiyah memang mengendur ”kadang kami berkumpul dirumah jemaat,” -Ibnu Aqil, ketua LSM, paganari Ahmadiyah dan Jil harus telah membubarkan diri dalam waktu sepekan . jika tidak, mereka akan dilaporkan kepihak yang berwajib untuk ditindak” Irfianda Abidin, SE Koordinator FTPSI ”mereka Cuma menyampaikan seruan bahwa JIL dan Ahmadiyah adalah ajaran sesat dan menyesatkan,
Paragraf 7
Paragraf 8
Paragraf 10
Paragraf 12
Paragraf 13 Paragraf 14
Paragraf 19
Paragraf 20
Pernyataan
”Kami Meminta agar pemerintah Paragraf 6 menutup, menyegel, melarang, dan membuabarkan Ahmadiyah. Aset-aset mereka boleh diambil alih dan dikelola pemerintah
Penutup
Mereka bertekad akan secara aktivmenyosialisasikan dan mengimplementasikan fatwa MUI itu kepada masyarakat, artinya Ahmadiyah dianggap sebagai kelompok penista agama. Bisa gawat memang. Sejumlah aktivis ormas Islam Fatwa MUI yang menyatakan Ahmadiyah sesat -Jum’at dua pekan lalu Di berbagai daerah Ahmadiyah dinilai sesat
Paragraf 22
Aktivitas Ahmadiyah mengendur, kegiatan dikurangi, kantor pengurus Ahmadiyah disegel, namun adapula yang tidak terusik atas dikeluarkannya fatwa MUI. 1. Reaksi jemaah Ahmadiyah didaereh-daerah atas dikeluarkannya fatwa oleh MUI 2. Sejumlah ormas Islam dan OKP mendesak pemerintah melarang dan MembbubarkanAhmdiyah Fatwa panas, semangatnya berdenyutdenyut, “krisis” Ahmadiyah Tampak Gambar Ulama membahas kitab Tadzkirah, gedung GIA; tampak Tenang -
Paragraf 15
Skrip Who (kelengka What pan berita) When Where Why How
Tematik (paragraf, proposisi, hubungan antar kalimat Retoris
Detail, koherensi, bentuk kalimat
Leksikon Grafis
Metafora
Paragraf 5 Paragraf 2 Paragraf 2 Paragraf 4 Paragraf 2
Paragraf 1
Paragraf 6
Paragraf 2
Penjelasan: Frame Gatra pada pemberitaan Ahmadiyah kali ini dilihat dari struktur sintaksis yang melihat bagaimana cara wartawan menyusun fakta kedalam teks secara keseluruhan. Pemberitaaan Ahmadiyah kali ini diawali dengan judul yang
menjadi headline yakni ”Sentiimen Ulang Terus Berulang”. Pemberitaan kali ini memuat seputar reaksi komunitas Jemaah Ahmadiyah diberbagai derah pasca dikeluarkannya fatwa sesat Ahmadiyah oleh MUI. Gatra menempatkan pemberitaan tentang Ahmadiyah dengan judul ”Sentimen Ulang terus Berulang” pada rubrik Laporan Utama hal ini menurut Asrori, karena peristiwa tersebut penting untuk diketahui publik. Judul berita kali ini disusul dengan lead yang berisi tentang ancaman dan juga penyegelan atas kantor-kantor Ahmadiyah. banyak pula yang tidak terlalu ambil pusing. Tiap-tiap daerah punya cara tersendiri menyikapi fatwa MUI. Pemberitaan mengenai Ahmadiyah oleh Gatra pada judul berita kali ini tampak menonjolkan berita seputar fatwa yang dikeluarkan oleh MUI yang membawa dampak terhadap aktivitas Ahmadiyah di daerah-daerah. Gatra menginformasikan pula beragam reaksi yang ditunjukkan oleh beberapa anggota Jemaah Ahmadiyahdiberbagai daerah terkait dikeluarkannya fatwa MUI mengenai aliran Ahmadiyah yang dinilainya sesat. ada jemaah Ahmadiyah yang merasa terusik dengan fatwa MUI tersebut, namun adapula yang tanpak tenang-tenang saja. Uraian tentang situasi dan kondisi yang dialami komunitas Jemaah Ahmadiyah tampak diulas secara detail. Sehingga hal ini menunjukkan Gatra tampak begitu bersimpati terhadap kondisi yang dialami oleh Ahmadiyah. Selain menginformasikan seputar dampak dari fatwa terhadap komunitas Ahmadiyah. Gatra menginformasikan bahwa sejumlah aanggota Forum Tokoh Peduli Syariat Islam (FPSI) Sumatera Barat menyatakan” Ahmadiyah dan JIL
harus dibubarkan dalam waktu sepekan meminta Ahmadiyah untuk kembali ke ajaran Islam yang benar, namun bagi Ahmadiyah ditanggapi sebagai tuduhantuduhan yang sudah usang. Dari Analisis Skrip terlihat bagaimana Gatra mengisahkan pemberitaan tentang Ahmadiyah kali ini. Berita Ahmadiyah kali ini lengkap dengan unsur 5W+1H. Who (sejumlah aktivis Ormas Islam) What (Fatwa MUI yang menyatakan Ahmadiyah sesat) When (Jum’at dua pekan lalu) Where (diberbagai daerah) Why (Ahmadiyah dinilai sesat) How (Aktivitas Ahmaddiyah mengendur, kegiatan dikurangi, Kantor Pengurus Pusat Ahmadiyah disegel, namun adapula yang tidak terusik atas dikeluarkannya fatwa MUI). Aspek yang tampak ditonjolkan pada berita kali ini pada aspek What yakni mengenai reaksi komunitas Ahmadiyah atas fatwa yang dikeluarkan MUI diderah-daerah. Hal ini menunjukkan bahwa Gatra ingin pembacanya mengetahui bahwa fatwa yang dikeluarkan MUI berdampak terhadap seluruh aktivitas komunitas Ahmadiyah didaerah-daerah. Dari Analisis Tematik dalam pemberitaan kali ini dapat ditemukan dua tema yakni fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan Ahmadiyah adalah sesat dan menyesatkan ternyata mengundang reaksi dari sebagian maasyarakat khususnya komunitas Ahmadiyah. Yang kedua adalah sejumlah Ormas Islam dan OKP (Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda) mendesak pemerintah melarang dan membubarkan Ahmadiyah. Dari Analisis Retoris tampaknya tidak memberikan penekanan yang cukup berarti dipemberitaanya kali ini. pemberitaan Ahmadiyah kali ini hanya melalui
gambar atau foto yaang nampak yaitu Ulama membahas kitab Tadzkirah dan gedung GIA di Yogyakarta. Kutipan sumber pada berita kali ini dari pihak Ormas Islam sebanyak 3 kali dari pihak pemerintah sebanyak 1 kali, dari pihak Ahmadiyah 4 kali dan dari pihak MUI sebanyak 1 kali. Berita kali ini memuat lebih banyak sumber dari pihak Ahmaddiyahsehingga tampak Gatra cenderung dalam pemberitaan kali ini cukup memberi simpati terhdapa Ahmadiyah. Pesan
yang
hendak
disampaikan
dalam
pemberitaan
tentang
Ahmadiyah dilihat dari teks berita kali ini adalah: a)
Diharapkan persoalaan Ahmadiyah dapat menemukan jawaban yang tuntas,
agar sentimen lamaa tidak kembali berulang yakni tuduhan-tuduhan sesat yang kerap menerpa Ahmadiyah.13 b)
Sebagaimana fatwa MUI yang menyatakan Ahmadiyah sesat, diharapkan
Ahmadiyah kembali ke ajaran Islam yang benar. 14
13 14
Lihat Berita Sentimen Ulang Terus Berulang Paragrap 21 Lihat Berita Sentimen Ulang Terus Berulang Paragrap 21
B.
Konstruksi yang Melatarbelakangi Proses Pemberitaan Ahmadiyah
Pada Majalah Gatra. Peristiwa aksi penyerangan terhadap Kantor Pusat Ahmadiyah yang terjadi pada pertengahan Juli 2005 lalu, ternyata mengundang polemik di masyarakat dan liputan media mengenai isu tersebut ternyata cukup intens pada saat itu termasuk Majalah Gatra. Konstruksi yang melatarbelakangi proses pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Gatra dalam memberitakan seputar isu Ahmadiyah sebagaimana dituturkan oleh Redaktur Majalah Gatra Asrori. S Karni Ada beberapa alasan diantaranya adalah: 1.
Isu Ahmadiyah muncul dan marak menjadi pemberitaan di media pada Juli-
Agustus 2005 itu, tengah menjadi perhatian publik dan mengandung interest kalangan luas. Akibat adanya serangan brutal kantor pusat Ahmadiyah. Sehingga Gatra sebagai bagian dari media massa perlu menyuguhkan informasi yang konfrehensif seputar berita tentang Ahmadiyah untuk mengetahui hak ingin tahu masyarakat berkaitan dengan persoalan Ahmadiyah yang tidak berkesudahan. 2.
Bahwa Gatra merasa perlu turut membangun opini publik dan kesadaran
publik yang lebih dewasa rasional, dan konstruktif dalam menyikapi kasus kelompok Ahmadiyah ini. agar penyelesaian dengan cara kekerasan bisa dihindari. setelah memperoleh pasokan informasi yang memadai masyarakat bisa menempatkan secara proporsional. Dijelaskan pula bahwa pandangan Gatra mengenai fatwa MUI tentang Ahmadiyah kedudukannya hanya sebagai legal opinion sah saja dikemukakan sebagai bagian kebebasan berpendapat, sebagai panduan bagi kalangan awam, tapi tidak bisa dipakai justifikasi untuk aksi main
hakim sendiri. Tak ada sama sekali pembenaran bagi aksi kekerasan. penindakan hanya bisa dilakukan pihak berwenang. Soal Ahmadiyah bagi Gatra semestinya menyadari bahwa pengakuan mereka terhadap adanya nabi setelah nabi Muhammad adalah isu sensitif dimata mayoritas massyarakat. 3.
Kepada Pemerintah agar bersikap tegas terhadap pelaku anarki dan Gatra
melalui pemberitaannya merasa perlu mendesak agar diambil langkah baik bersifat pencegahan, maupun penanganan pasca peristiwa: jangan timbul kesan, aparat membiarkan aksi pengrusakan dan penyerbuan properti negara. Dalam hal ini jemaah Ahmadiyah. Dan mengapa Berita seputar Ahmadiyah oleh Gatra ditempatkan pada rubrik yang berbeda? diantaranya adalah rubrik Kriminal, rubrik Nasional, rubrik Laporan Utama dan Laporan Khusus, mengapa hal tersebut dilakukan. Berikut penjelasan yang dikemukakan Redaktur Majalah Gatra melalui hasil wawancara dengan Penulis: 1.
Gatra memilih berita tentang Ahmadiyah dan menempatkannya dirubrik
Kriminal, ternyata Gatra lebih memberikan penekanan peristiwa pada aspek kriminalnya karena peristiwa tersebut dinilai sebagai aksi brutal berupa penyerangan terhadap kantor Ahmadiyah yang semestinya mendapat sanksi setimpal. Tidak ada justifikasi bagi kelompok-kelompok masyarakat atau individu untuk main hakim sendiri, dengan merusak rumah atau melempari batu dan sebagainya. Kebencian pada sekelompok orang kata Allah tidak boleh sampai membuat kita bertidak tidak fair, tidak adil, pada mereka.
2.
Penempatan berita tentang Ahmadiyah pada rubrik Nasional memberi pesan
pokok bahwa penempatan peristiwa pada rubrik Nasional adalah pada aspek ”politik,”menekankan relasi peristiwa itu dengan kebijakan pihak yang punya otoritas, dikaitkan dengan peran Negara dalam membuat public policy menekankan
kewajiban penyelenggara
Negara
dalam
menangani
kasus
Ahmadiyah secara tepat. 3.
Penempatan berita tentang Ahmadiyah dalam ”Laporan Khusus” atau
”Laporan Utama”, adalah dengan alasan pertimbangan kadar kedalaman dan keluasan aspek yang dikupas baik dari sisi aspek polemik teologisnya maupun kekerasannya. Dengan maksud agar pembaca memperoleh bacaan yang konfrehensif. Dikatakan pula bahwa rubrik Laporan Utama dan rubrik Laporan Khusus pada prinsipnya sama saja, hanya saja penempatan pada laporan Utama adalah karena pertimbangan bahwa peristiwa itu paling layak, paling menarik dan paling penting bagi pembaca.
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari data yang terkumpul dan setelah dianalisis, maka dapat ditarik
kesimpulan : 1. Berkaitan dengan pemberitaan mengenai seputar Ahmadiyah yang terjadi pada Juli 2005 lalu, Majalah Gatra memuat lima berita tentang Ahmadiyah dengan rubrik yang berbeda diantaranya adalah rubrik Kriminalitas, rubrik Nasional, rubrik Laporan Utama dan rubrik Laporan Khusus dari rubrik yang berbeda tersebut Majalah Gatra mengangkat berita tersebut tidak hanya dari aspek kekerasannya, tetapi juga dari aspek polemik teologisnya juga dari aspek politiknya. Pengemasan pesan berita tentang Ahmadiyah di Majalah Gatra dianalisis dengan menggunakan analsisis Framing model Zhondang Pan dan Kosicki ditemukan bahwa kecenderungan pesan yang hendak disampaikan dari masing-masing berita tentang Ahmadiyah yang ditampilkan oleh Majalah Gatra diataranya secara garis besar mengharapkan bahwa penyelesaian dengan cara kekerasan agar bisa dihindari, menekankan kewajiban penyelenggara Negara dalam menangani kasus Ahmadiyah secara tepat dan kasus Ahmadiyah dan kelompok sempalan lainnya harus ditangani dengan kepala dingin saling menghargai. Mayoritas umat menilai Ahmadiyah menyimpang Tindakan anarki, dan main hakim sendiri pada orang lain. Pola pengemasan Baik dirubrik Laporan Utama atau laporan Khusus menurut redaktur Majalah Gatra Asrori S. Karni
adalah sama yakni ”mengangkat berbagai sisi Ahmadiyah baik dari aspek kekerasannya, maupun teologisnya. Penempatan laporan Utama dan Laporan Khusus dengan pertimbangan bahwa peristiwa tersebut memang paling penting bagi pembaca pada pekan itu” 2.
Menurut Asrori S. Karni Konstruksi yang melatarbelakangi proses
pemberitaan Ahmadiyah diantaranya adalah bahwa isu tersebut (kasus Ahmadiyah) tengah menjadi perhatian publik dan mengandung interest kalangan luas. Akibat adanya serangan brutal kantor pusat Ahmadiyah di Parung. Asrori mengatakan pada saat kasus Parung meledak pada Juli 2005 itu, Gatra menempatkan berita itu di rubrik ”kriminalitas” bukan rubrik ”Agama” hal tersebut menurut Asrori sebagai bentuk penegasan sikap Majalah Gatra yang menampatkan aksi brutal penyerangan kantor Ahmadiyah itu sebagai tindakan kriminal yang semestinya mendapat sanksi yang setimpal. Adapun penempatan berita tentang Ahmadiyah pada rubrik Laporan Utama maupun rubrik Laporan khusus karena menganggap bahwa Gatra merasa perlu membangun opini publik dan juga menyuguhkan informasi secara konprehensif baik kepada khalayak dari sisi kekerasannya maupun teologisnya Asrori menambahkan bahwa keputusan mengangkat berita kasus Ahmadiyah merupakan keputusan kolektif yakni hasil olah argumen dalam rapat jajaran redaksi dengan Wartawan Majalah Gatra bukan atas pertimbangan satu, dua wartawan. Artinya tampak bahwa setiap pemberitaan mengenai peristiwa atau kejadian yang ditulis oleh wartawan tentunya dipengaruhi oleh kebijakan dari media yang bersangkutan atau lebih dikenal
dengan ideologi profesional wartawan yang tercermin dari visi dan misi media tersebut.
B.
Saran Persoalan Ahmadiyah hingga kini memang masih mengundang polemik
antara kelompok pro maupun yang kontra terhadap keberadaan Ahmadiyah menyusul keputusan MUI yang menfatwakan sesat terhadap Aliran Ahmadiyah. Bagi mereka yang menolak Ahmadiyah dibubarkan atau dilarang keberadaannya tentu dengan alasan karena hak kebebasan dalam beragama dan menjalankan keyakinan, sedangkan bagi mereka yang kontra terhadap keberadaan Ahmadiyah tentu menganggap bahwa ajaran Ahmadiyah dinilainya menyimpang dari pokokpokok ajaran Islam dan menganggapnya telah melakukan penodaan Agama, oleh karena itu penulis menyarankan: 1. Agar dalam memberitakan seputar Ahmadiyah ini diharapkan Gatra menginformasikan tidak hanya menonjolkan pemberitaan dari sisi kekerasan yang menimpa Ahmadiyah, namun Gatra juga seharusnya menampilkan pemberitaan seputar Ahmadiyah dari aspek penyimpangan Ajaran-ajaran pokok Ahmadiyah yang tentunya agar publik mengetahui lebih lengkap seputar Aliran Ahmadiyah ini. 2. Mengenai pemberitaan seputar Aliran Ahmadiyah ini gatra sebagai media massa cetak Nasional yang cukup terkemuka melalui tulisan-tulisannya diharapkan Gatra daapat menyampikan pesan yang konstruktif sehingga permasalahan Ahmadiyah tidak lagi semakin berlarut-larut.
3. Berkaitan dengan persoalan Aliran Ahmadiyah yang hingga kini masih mengundang kontroversial diharapkan media massa khususnya Gatra tetap melanjutkan upaya menghadirkan informasi yang lebih adil dan argumentatif serta selalu membuka dialog konstruktif berkenaan dengan upaya penanganan terhadap Aliran Ahmadiyah di Indonesia. 4. Kepada imam dan jemaah Ahmadiyah diharapkan intropeksi diri bahwa pengakuan mereka pada adanya nabi setelah nabi Muhammad adalah sensitif bagi mayoritas Umat Islam, tidak eksklusif dan memisahkan diri dengan umat Islam lainnya menganggap dirinya paling bebar, tidak mau bermakmum dan menikah dengan muslim yang lain. Juga jangan demonstratif dalam menggelar kegiatann, yang bisa mengusik kepekaan kaum mayoritas. 5.
Kepada masyarakat Muslim yang menentang keberadaan Ahmadiyah
diharapkan tidak melakukan tindakan anarki atau main hakim sendiri terhadap Jemaah Ahmadiyah karena perbuatan tersebut justru membuat citra Islam menjadi negatif dihadapan masyarakat baik masyarakat dalam negeri maupun masyarakat di luar negeri, padahal Islam tidak mengajarkan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan. 6. Penulis berharap kepada Pemerintah agar bersikap lebih tegas dalam menyikapi keberadaan Aliran Ahmadiyah ini, sehingga tidak timbul keresahan dikalangan masyarakat terutama mayoritas umat Islam yang meyakini bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat atau menyimpang, namun perkembangan hingga saat ini Pemerintah tidak juga tegas membubarkan Ahmadiyah. Pemerintah melalui Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri serta Jaksa Agung belum lama ini
mengeluarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) tentang Ahmadiyah yang garis besarnya
tidak
membubarkan
Ahmadiyah,
namun
hanya
melarang
menyebarluaskan ajaran-ajarannya ke masyarakat yang bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam, walaupun demikian kita harapkan persoalan Ahmadiyah tidak lagi semakin berlarut-larut dan tindakan kekerasan tidak lagi terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Abrar, Ana Nadya. Modul Pelatihan Jurnalistik Media. 12-15 Desember 2005. Artikel di akses di http://www.infojawa.org/file/pdf/20/04/2007. Berger L. Peter. Thomas Luckman. Tafsir Sosial Atas Kenyataan, Sebuah Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan. Terj. Hasan Basri. Jakarta: LP3ES, 1990. Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana, 2007. ----------------. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2004. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Djuroto, Totok. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Effendi, O. Uchjana. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. --------------------------. Ilmu Teori dan Filsafat Komuniikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS, 2002. Fardusi, Fahri. Berita Sebagai Konstruksi Media. Artikel di akses pada November 2007 di http://fahri99.wordpress.com/2007/po2.html Fathoni, Muslich, Faham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif. Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1994. Gibb, H.A.R. Aliran-aliran Modern Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo, 1996. Hamad, Ibnu, Qadari, Muhammad dan Sudibyo, Agus. Kabar-kabar Kebencian. Institut Studi Arus Informasi. PT. sembrani Aksara Nusantara, Jakarta, 2001. Harasaki, Yasuaki. Pers Terjebak. Jakarta: Institut Arus Informasi, 1998 Hidayat, N. Dedi. Konstruksi Sosial Industri Penyiaran. Jakarta: Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi UI, 2003
Kurniawan. A. Fajar. Teologi Kenabian Ahmadiyah. Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia, 2006. Kusumaningrat, Hikmat dan Kusumaningrat, Purnama. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Muslih, Masnur. Kekuasaan Media Massa Mengkonstruksi Realitas, sebuah Kajian. Artikel diakses pada 10 November, di www.kabmalang.go.id/10/11/2007 Mustafa, Aris, Indriyani dan Sri Wahyuni. Keyakinan yang Digugat. Jakarta: Pusat Data dan Analisis Tempo, 2005. Nahdi A. Saleh. Ahmadiyah Selayang Pandang. Jakarta: Panitia Penerbit, 1996. Nasution, Zulkarmein. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Pusat Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional, 2004. Nazin, Moh. Metodologi Penelitian. Bandung: Ghalia Indonesia, 1999. Nugroho, Bimo, Eriyanto dan Frans Surdiasis. Politik Mengemas Media. Jakarta: Penerbit Institut Studi Arus Informasi, 1999. Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002. Oetama, Jakob. Pers Indonesia-Berkomunikasi Dalam Masyarakat Tidak Tulus. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001. Puspitasari, Wina. Pengaruh Komunikasi Terhadap Masyarakat, Analisa Kedatangan Bush dengan Menggunakan Teori Agenda Setting. Artikel diakses di http://jurnal.bl.ac.id/wp.content/uploads/2007/01/BL.com dan http://en.Wikipedia.org/wiki/Agenda-Setting Theory/21desember 2005 Ridwan, Kholil. Solusi Untuk Ahmadiyah. Artikel pada Harian Umum Republika, 20 Juli 2005. Salim, Agus. Teori dan Paradigma Sosial dan Denzin Guba dan Penerapannya. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001. Sendjaya, S. Djuarsa.dkk. Teori Komunikasi: Materi Pokok IKOM modul .UT. Jakarta. 1999.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Sumadiria, AS. Haris. Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalitik Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005. Sutrisno, Hadi. Metodologi Recearch. Yogyakarta: Andi Ofset, 1989. Yasir S. Ali. Gerakan Pembaharuan dalam Islam. Yogyakarta: Yayasan Perguruan Islam Reublik Indonesia, 1978. Media dan Jurnal Majalah Tempo, edisi 20-26 Februari, 2006 Majalah Sabili, edisi 11 Agustus, 2005 Media Indonesia, 16 Juli, 2005 Pikiran Rakyat, 16 Juli, 2005. Republika, 20 Juli, 2005