Creeping Expropriation dalam Sengketa Penanaman Modal Antara Negara dengan Penanam Modal Asing di International Centre For Settlement of Investment Dispute (ICSID) Vera Ruth Angelina Sihombing, Lita Arijati, dan Priskila Pratita Penasthika Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Sebagai salah satu bentuk ekspropriasi tidak langsung, creeping expropriation kerap menimbulkan permasalahan dalam penyelesaian sengketa antara negara dan penanam modal. Creeping expropriation sering digunakan negara dalam mengambil alih penanaman modal asing. Empat putusan ICSID yang dibahas dalam skripsi ini telah mempertimbangkan mengenai konsep creeping expropriation. Meskipun demikian, tidak terdapat suatu konsep yang jelas dan konsisten mengenai creeping expropriation. Untuk menganalisis permasalahan ini, digunakan penelitian hukum normatif yang dilakukan secara deskriptif analisis. Hasil dari penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pemahaman dan penerapan konsep creeping expropriation dalam sengketa penanaman modal asing di ICSID.
Creeping Expropriation in State-Investor Dispute in International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) Abstract As one form of indirect expropriation, creeping expropriation often rises problems in investor-state investment dispute. Creeping expropriation is often used by a state to undertake foreign investment. Four ICSID awards used in this thesis have acknowledged and put creeping expropriation into consideration. However, there is no clear and consistent understanding regarding creeping expropriation concept. This research is analyzed through normative legal research done through descriptive-analytic method. The research shows the different implementation of creeping expropriation concept in foreign investment dispute in ICSID. Keywords
: Creeping expropriation; Investment; Bilateral Investment Treaty.
Pendahuluan Creeping expropriation,1 dalam satu dekade terakhir, seringkali muncul sebagai dasar sengketa penanaman modal asing.2 Salah satu hal yang melatarbelakangi munculnya sengketa-sengketa penanaman modal3 asing adalah pesatnya perkembangan ekonomi dunia yang ditandai dengan maraknya kegiatan penanaman modal. 1
Penulis menggunakan istilah “creeping expropriation” karena tidak terdapat padanan kata dalam Bahasa Indonesia yang sesuai. 2
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) (a), International Investment Law: A Changing Landscape, (OECD Publishing, 2005), hlm. 44. 3
Penulis menggunakan istilah “penanaman modal” karena Undang-Undang Penanaman Modal (UU No. 25 Tahun 2007) menggunakan istilah “penanaman modal” sebagai padanan kata dari istilah “investment”.
1 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
Penanaman modal asing yang dilakukan oleh penanam modal di negara penerima modal juga tidak terlepas dari risiko dan ancaman sengketa. Salah satu ancaman terhadap penanaman modal asing adalah ekspropriasi.4 Ekspropriasi dimungkinkan terjadi karena negara memiliki hak berdaulat, berdasarkan hukum internasional, untuk mengambil alih properti yang dimiliki oleh warga negara atau orang asing untuk alasan ekonomi, sosial, politis, atau alasan lainnya.5 Dalam hal untuk melegitimasi tindakan ekspropriasi oleh negara, harus dipenuhi syarat berikut: a. pengambilalihan properti dilakukan untuk kepentingan umum; b. tidak diskriminatif; c. berdasarkan proses hukum; dan d. diimbangi dengan kompensasi.6 Konsep mengenai ekspropriasi ini, dalam perkembangannya, berkembang menjadi dua bentuk, yaitu ekspropriasi langsung (direct expropriation) dan ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation).7 Salah satu bentuk dari indirect expropriation adalah creeping expropriation, yang terkadang juga disebut ‘constructive’ expropriation.8 Creeping expropriation,9 dalam dekade terakhir, sering muncul dalam sengketa penanaman modal, terutama di ICSID. Creeping expropriation pada umumnya dikarakterisasi sebagai ekspropriasi yang terjadi sebagai hasil dari rangkaian tindakan yang mengakibatkan hilangnya hak penanam modal atas asetnya.10 Secara singkat, creeping expropriation adalah bagian dari Lihat Indonesia, Undang-Undang Penanaman Modal, UU No. 27 Tahun 2005, LN No. 67 Tahun 2007, TLN No. 4724. 4
Dalam menjalankan usahanya, penanam modal tidak terlepas dari risiko nasionalisasi, ekspropriasi, dan konfiskasi. Nasionalisasi adalah pengambilalihan seluruh aset asing dari seluruh bidang usaha atau bidang usaha tertentu. Ekspropriasi adalah pengambilalihan aset tertentu milik penanam modal asing oleh negara, yang disertai kompensasi. Konfiskasi adalah ekspropriasi tanpa kompensasi. Lihat UNCTAD, Taking of Property, (New York dan Geneva: United Nations, 2000), hlm. 4. 5
UNCTAD (a), Expropriation, (New York dan Geneva: United Nations, 2012), hlm. 1.
6
Ibid. Terjemahan bebas dari “In order to be lawful, the exercise of this sovereign right requires, under international law, that the following conditions be met: a. property has to be taken for a public purpose; b. on a non-discriminatory basis; c. in accordance with due process of law; d. accompanied by compensation.” 7
Ibid, hlm. 7.Indirect expropriation involves total or near-total deprivation of an investment but without a formal title or outright seizure. 8
August Reinisch, “Expropriation”, The Oxford Handbook of International Investment Law, Ed. Peter Muchilinski, Frederico Ortino, dan Cristoph Schreuer, (Oxford: Oxford University Press, 2008), hlm. 427. 9
Max Gutbrod, et. al., “Protection against Indirect Expropriation under National and International Legal Systems”, Gottingen Journal of International Law 1, (Gottingen: Göttingen Journal of International Law, 2009), hlm. 293. Lihat juga M. Sornarajah, The International Law on Foreign Investment, (Cambridge: Cambridge University Press, 2010), hlm. 345. 10
August Reinisch, op. cit., hlm. 426.
2 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
indirect
expropriation
(ekspropriasi
tidak
langsung)
yang
merupakan
tindakan
pengambilalihan oleh negara di mana penanam modal masih menjadi pemilik secara hukum dari aset tersebut. Sedangkan ekspropriasi langsung adalah pengalihan paksa atas kepemilikan aset penanam modal oleh negara.11
Banyak terdapat perdebatan dalam menyelesaikan
sengketa mengenai creeping expropriation. Hal tersebut disebabkan karena tidak adanya pengaturan yang konsisten mengenai konsep creeping expropriation baik dalam Konvensi ICSID,12 BIT, maupun perjanjian internasional lainnya. Berdasarkan uraian di atas, Penulis tertarik untuk menulis penelitian dengan judul “Creeping Expropriation dalam Sengketa Penanaman Modal antara Negara dengan Penanam Modal Asing di International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID)” dengan menganalisis kasus: a. Tecnicas Medioambientales TECMED SA v. The United Mexican States (ICSID ARB (AF)/00/2, 2003); b. Middle East Cement Shipping dan Handling Co. SA v. Arab Republic of Egypt (ICSID ARB/99/6, 2002); c. Siemens AG v. The Argentine Republic (ICSID ARB/02/8, 2007); dan d. Rumeli Telekom AS dan Telsim Mobil Telekomikasyon Hizmetleri AS v. Republic of Kazakhstan (ICSID ARB/05/16, 2008). Pokok-Pokok Permasalahan Berdasarkan pemaparan latar belakang, terdapat dua pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana konsep creeping expropriation dalam sengketa penanaman modal antara negara dengan penanam modal asing? 2. Bagaimana penerapan konsep creeping expropriation dalam putusan Tecnicas Medioambientales TECMED SA v. The United Mexican States (ICSID ARB (AF)/00/2, 2003); Middle East Cement Shipping dan Handling Co. SA v. Arab Republic of Egypt (ICSID ARB/99/6, 2002); Siemens AG v. The Argentine Republic (ICSID ARB/02/8, 2007); dan Rumeli Telekom AS dan Telsim Mobil Telekomikasyon Hizmetleri AS v. Republic of Kazakhstan (ICSID ARB/05/16, 11
Max Gurtbrod, et. al., op. cit.
12
Konvensi ICSID (Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States) merupakan konvensi yang menjadi dasar pendirian ICSID. Konvensi ini mengatur mengenai mandat, organisasi, dan fungsi utama ICSID. ICSID, About ICSID, [https://icsid.worldbank.org/ICSID/ICSID/AboutICSID_Home.jsp]. Diakses pada tanggal 7 Maret 2014.
3 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
2008) yang diputus di International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID)? Tujuan Penelitian Setelah melihat latar belakang dan pokok permasalahan, maka pembahasan dalam penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui konsep creeping expropriation dalam sengketa penanaman modal antara negara dengan penanam modal asing. 2. Menganalisis penerapan konsep creeping expropriation dalam putusan Tecnicas Medioambientales TECMED SA v. The United Mexican States (ICSID ARB (AF)/00/2, 2003); Middle East Cement Shipping dan Handling Co. SA v. Arab Republic of Egypt (ICSID ARB/99/6, 2002); Siemens AG v. The Argentine Republic (ICSID ARB/02/8, 2007); dan Rumeli Telekom AS and Telsim Mobil Telekomikasyon Hizmetleri AS v. Republic of Kazakhstan (ICSID ARB/05/16, 2008) yang diputus di ICSID. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.13 Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap azas-azas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hukum.14 Tipe dari penelitian ini, dilihat dari sifat penelitian, adalah penelitian deskriptif. Tipe penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberikan data-data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala lainnya.15 Penelitian deskriptif memiliki tujuan untuk mempertegas hipotesis-hipotesis, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru.16 Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai penerapan konsep creeping expropriation dalam sengketa penanaman modal di ICSID, termasuk pendekatan-pendekatannya.
13
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: UI-Press, 2007), hlm. 13-14. 14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: UI-press, 2007),., hlm. 51.
15
Ibid., hlm. 10.
16
Ibid.
4 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
Penelitian hukum normatif menggunakan bahan pustaka sebagai data dasar yang dalam ilmu penelitian diklasifikasikan sebagai data sekunder,17 yang dilakukan dengan studi kepustakaan atau studi dokumen. Bahan pustaka hukum, berdasarkan kekuatan mengikatnya, terbagi menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.18 Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat.19 Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah Konvensi ICSID, putusan ICSID dan BIT terkait. Bahan hukum sekunder memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya rancangan undang-undang, hasil penelitian, dan hasil karya dari karangan hukum.20 Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku, artikel, jurnal, tesis, dan publikasi yang berkaitan dengan Hukum Perdata Internasional (HPI), BIT, ekspropriasi, dan creeping expropriation. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari kamus, ensiklopedia, dan direktori pengadilan.21 Bahan hukum tersier yang akan digunakan adalah kamus bahasa, kamus hukum, dan direktori ICSID untuk mendapatkan putusan yang relevan terkait creeping expropriation. Penelitian ini menggunakan metode analisis data berupa metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode analisis data yang dilakukan dengan mendalami makna di balik realitas, tindakan, atau data yang diperoleh dan diteliti atau dipelajari sebagai obyek penelitian.22 Penulis menggunakan metode kualitatif untuk menganalisis berbagai data dan bahan hukum terkait penyelesaian sengketa mengenai creeping expropriation yang diselesaikan di ICSID. Bentuk laporan penelitian dalam penelitian ini berupa deskriptif analitis, yaitu menjelaskan konsep creeping expropriation dan menganalisis penerapannya dalam putusan arbitrase ICSID.
Tinjauan Teoritis
17
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op. cit., hlm. 24.
18
Soerjono Soekanto, op. cit., hlm.52.
19
Ibid.
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op. cit., hlm. 67.
5 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
Dalam hukum penanaman modal asing, ekspropriasi, pada umumnya, diartikan sebagai pengambilalihan hak penanam modal atas aset untuk keuntungan negara atau perseorangan yang ditunjuk oleh negara.23 Berdasarkan definisi tersebut, maka terlihat mengenai pertentangan antara hak berdaulat negara untuk mengambil alih aset penanaman modal asing dan hak penanam modal atas asetnya. Ekspropriasi, dalam pelaksanaanya, harus memenuhi beberapa kriteria untuk dinyatakan sebagai ekspropriasi yang sah (lawful expropriation). Kriteria-kriteria ini dijadikan jembatan antara pertentangan hak negara dan hak penanam modal dalam hal ekspropriasi. Adapun kriteria-kriteria untuk melakukan ekspropriasi yang sah secara hukum beserta penjelasannya adalah sebagai berikut.24 a)
Untuk kepentingan umum (for a public purpose); Istilah kepentingan umum, secara umum, dapat dianggap memiliki maksud
untuk mencapai kesejahteraan rakyat, bukan keuntungan pribadi atau kelompok.25 Maksud utama dari kepentingan umum ini telah terkandung di dalam berbagai perjanjian penanaman modal yang disesuaikan dengan budaya kepentingan umum di masing-masing negara. b)
Tidak diskriminatif (non-discrimination); Tolok ukur dalam menentukan sifat diskriminatif atas suatu tindakan
ditentukan berdasarkan perbedaan perlakuan negara terhadap warganya dan warga negara asing.26 Perbedaan perlakuan oleh negara terhadap warga negara asing tidak selalu dianggap sebagai suatu tindakan diskriminatif. Majelis Arbiter, pada umumnya, menentukan adanya tindakan diskriminatif apabila tindakan pemerintah hanya berimbas pada beberapa warga negara asing saja.27
c)
Berdasarkan proses hukum (due process of law); dan
23
UNCTAD (a), op. cit.,. Lihat juga Sempra Energy International v. Argentina, putusan ICSID No. ARB/02/13, diputus tanggal 28 September 2007, par. 280; Enron Corporation and Penderosa Assets, LP v. Argentina, putusan ICSID No. ARB/01/3, diputus tanggal 22 Mei 2007, par. 243. Terjemahan bebas dari “… it is defined as the formal withdrawal of property rights for the benfit of the State or for private persons designated by the State.” 24
Ibid., hlm. 18.
25
Ibid, hlm. 29.
26
Ibid, hlm. 34.
27
Ibid.
6 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
Prinsip proses hukum dalam ekspropriasi mensyaratkan untuk a) ekspropriasi dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam hukum nasional negara tersebut dan diakui oleh hukum internasional; dan b) penanam modal yang diekspropriasi asetnya dapat menggunakan haknya untuk meninjau kasusnya di badan independen dan tak berpihak (hak atas peninjauan independen).28 Selain atas pemenuhan hak bagi penanam modal, proses ekspropriasi juga harus bebas dari kesewenang-wenangan.29 International Court of Justice (selanjutnya disebut “ICJ”) mendefinisikan kesewenang-wenangan sebagai tindakan pengabaian atas proses hukum terhadap tindakan yang mengancam kepemilikan aset dari penanam modal.30 d)
Pembayaran kompensasi (payment of compensation). Kompensasi dapat ditentukan berdasarkan beberapa cara perhitungan. Salah
satu teori yang paling sering dipakai dalam menentukan kompensasi adalah Hull Formula. Hull Formula memiliki pendekatan kompensasi yang prompt, adequate, and effective.31 Prompt berarti pembayaran dilakukan tepat waktu, adequate berarti pembayaran ekspropriasi memiliki hubungan yang rasional dengan harga pasar (market value) dari penanaman modal tersebut, dan effective berarti kompensasi dibayarkan dengan mata uang yang dapat dialihkan ataupun mudah digunakan.32 Dalam perkembangannya, ekspropriasi dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu ekspropriasi langsung (direct expropriation) dan ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation). Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai ekspropriasi langsung dan ekspropriasi tidak langsung. 1.
Ekspropriasi Langsung (Direct Expropriation) Ekspropriasi langsung adalah ekspropriasi yang selama ini dikenal dalam konsep hukum internasional. Ekspropriasi langsung mensyaratkan adanya pengalihan resmi atas hak atas aset atau penyitaan aset secara fisik dari penanam modal asing ke negara.33 Dalam
28
Ibid, hlm. 36
29
Ibid.
30
Terjemahan bebas dari “a willful disregard of due process of law, an act which shocks, or at least surprises, a sense of juridical propriety.” Elettronica Sicula SpA (ELSI) (United States of America v. Italy), diputus oleh International Court of Justice pada tanggal 20 Juli 1989, hlm. 15. 31
UNCTAD (b), Expropriation, (New York dan Geneva: United Nations, 20120, hlm. 40.
32
Ibid.
33
Sergey Ripinsky dan Kevin Williams, Damages in International Investment Law, (London: British Institute of International and Comparative Law, 2008), hlm. 64.
7 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
kasus-kasus terkait ekspropriasi langsung, terdapat maksud yang jelas dari negara untuk mengambil alih hak penanam modal atas asetnya.34 2.
Ekspropriasi Tidak Langsung (Indirect Expropriation) Ekspropriasi tidak langsung adalah pengambilalihan sebagian atau seluruh dari penanaman modal tanpa ada suatu pengalihan hak secara formil atau penyitaan terangterangan.35 Ekspropriasi tidak langsung tidak diperbolehkan dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing.36
Creeping Expropriation Salah satu bentuk dari ekspropriasi tidak langsung adalah creeping expropriation. Creeping expropriation merujuk kepada suatu proses yang memiliki dampak berupa ekspropriasi. Rangkaian dari tindakan yang dilakukan oleh pemerintah harus dipandang sebagai suatu proses. Hal ini disebabkan karena tidak ada suatu tindakan khusus oleh pemerintah yang dapat dianggap sebagai suatu tindakan ekspropriasi. Sebagai a contrario dari kesimpulan di atas, apabila dalam hal proses tersebut berhenti sebelum dampak tersebut terjadi, maka ekspropriasi dianggap tidak terjadi. Pembahasan 1. Tecnicas Medioambientales TECMED SA v. The United Mexican States (ICSID ARB (AF)/00/2, 2003) a. Kasus Posisi Tecmed adalah perusahaan yang tunduk pada hukum Spanyol yang memiliki anak perusahaan yang tunduk pada hukum Meksiko.37 Tecmed menggugat Meksiko atas tuduhan adanya pelanggaran berdasarkan BIT antara Spanyol dan Meksiko.38 Pada tanggal 25 November 1998, Hazardous Materials, Water and Activities Division of the Natural Ecology Institute of Mexico (“INE”)39 mengeluarkan 34
Suzy Nikiema, “Compensation for Expropriation”, Best Practice Series, (International Institute for Sustainable Development, Maret 2013), hlm. 7. 35 36
Rudolf Dolzer dan Cristoph Schreuer, op. cit., hlm. 84. Reinisch, op. cit., hlm. 420.
37
Rudolf Dolzer dan Cristoph Schreuer, Principles in International Investment Law, (Oxford: Oxford University Press, 2012), par. 4. 38
BIT Spanyol-Meksiko, op. cit.
39
Tecnicas Medioambientales TECMED SA v. The United Mexican States (“Tecmed v. Mexico”), putusan ICSID No. ARB(AF)/00/2, diputus pada tanggal 29 Mei 2003, par. 36. Hazardous Materials, Water, and Activities Division of the Natural Ecology Institute of Mexico (“INE”) adalah agensi Pemerintah Meksiko yang berada di bawah Menteri Lingkungan, Sumber Daya Natural dan Perikanan. INE adalah pihak yang memiliki kewenangan mengatur mengenai hal-hal terkait lingkungan.
8 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
Keputusan tertanggal 25 November 1998 yang menyatakan berakhirnya kewenangan Cytrar untuk mengoperasikan TPA.40 Izin penggunaan lahan Cytrar yang digunakan sebagai TPA tidak diperpanjang, sehingga Cytrar tidak dapat menjalankan usahanya.41 Hal ini disebabkan karena adanya berbagai protes dari masyarakat sekitar terkait isu lingkungan atas TPA tersebut. Atas keputusan INE untuk tidak memperpanjang izin lahan Cytrar, Tecmed mengajukan gugatan bahwa Pemerintah Meksiko telah melakukan ekspropriasi atas penanaman modal Tecmed dan melanggar Pasal 5 BIT antara Spanyol dan Meksiko. b. Analisis Creeping expropriation adalah salah satu bentuk ekspropriasi tidak langsung yang memiliki karakter berupa adanya serangkaian tindakan negara dalam satu periode yang berujung pada ekspropriasi atas aset penanam modal.42 Dalam pendapat Majelis Arbiter, dituliskan bahwa creeping expropriation dapat terjadi berdasarkan satu tindakan, serangkaian tindakan dalam satu periode yang singkat atau beberapa tindakan yang dilakukan secara serentak.43 Namun demikian, creeping expropriation menekankan kepada serangkaian tindakan negara yang berujung pada ekspropriasi, sedangkan ekspropriasi tidak langsung dapat terjadi atas satu tindakan atau beberapa tindakan negara yang berujung pada ekspropriasi.44 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendapat Majelis Arbiter dalam mengartikan creeping expropriation adalah kurang tepat. Majelis Arbiter dalam kasus ini memilih bentuk ekspropriasi tidak langsung berupa de facto expropriation karena tindakan pemerintah menghilangkan hak penanam modal atas penanaman modalnya tanpa mengalihkan aset tersebut kepada pihak ketiga maupun Pemerintah.45 Majelis Arbiter, seharusnya mempertimbangkan 40
Ibid, par. 95. INE tidak memperpanjang izin Cytrar untuk mengoperasikan lahan untuk kegiatan usahanya berdasarkan Keputusan INE tanggal 25 November 1998. 41
Ibid, par. 96.
42
Generation Ukraine, Inc. v. Ukraine, Putusan ICSID No. ARB/00/9, diputus pada tanggal 15 September 2003, hlm. 87. 43
Tecmed v. Mexico, op. cit. “…”creeping” refers only to a type of indirect expropriation – and may be carried out through single actions, through series of actions in the short period of time or through simultaneous action”. 44
Brigitte Stern, “The Scope of Investor’s Protection Under The ICSID/BIT Mechanism: Recent Trends”, Contemporary Issues in International Arbitration and Mediation, Ed. Arthur W. Rovine, hlm. 37. 45
Ibid. Lihat juga “Thus, expropriation […] includes not only open, deliberate and acknowledge takings of property, such as outright seizure or formal or obligatory transfer of title in favor of the host states, but also covert or incidental interference with the use of property which has the effect of depriving the owner, in whole or in significan part, of the use or reasonably-to-be expected economic benefit of property even if it not
9 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
mengenai keuntungan yang mungkin didapatkan oleh Meksiko terkait kembalinya kepemilikan lahan tersebut ke Pemerintah Meksiko. Saat TPA di Las Viboras dikembalikan ke Pemerintah Meksiko, Pemerintah Meksiko tidak seketika mendapatkan keuntungan dari pengembalian tersebut. Namun demikian, Pemerintah Meksiko dapat mendapatkan keuntungan di masa mendatang, beriringan dengan perkembangan zaman dan teknologi. Dengan demikian, Majelis Arbiter seharusnya menggunakan ekspropriasi tidak langsung sebagai bentuk ekspropriasi atas kasus ini karena tetap dimungkinkan terdapat keuntungan bagi Pemerintah Meksiko dalam kasus ini. 2. Middle East Cement Shipping dan Handling Co. SA v. Arab Republic of Egypt (ICSID ARB/99/6, 2002) a. Kasus Posisi Pada tahun 1982, Middle East Cement (“MEC”) mendirikan cabang perusahaan di Mesir, Badr Cement Terminal, untuk melakukan kegiatan usaha berupa impor semen, penyimpanan semen, dan penjualan semen. MEC mendapatkan izin untuk melakukan kegiatan usahanya selama sepuluh tahun, yaitu sampai 19 Januari 1993.46 Pada tahun 1989, Mesir mengeluarkan Keputusan Menteri Konstruksi No. 195 tahun 1989 (“Keputusan No. 195”).47 yang melarang kegiatan impor dan penjualan Grey Portland sehingga MEC tidak dapat menjalankan usahanya. Meskipun keputusan ini dicabut pada tahun 1992, MEC memutuskan tidak membangun kembali bisnisnya. Mesir tidak memberikan izin untuk re-impor instalasi pantai MEC sampai tahun 1995.48 Akhirnya, pada tahun 1999, kapal MEC (Poseidon 8) disita oleh Red Port Sea Authority untuk membayar utang MEC.49 Kapal ini akhirnya dijual melalui lelang sebesar EP (Egyptian Pounds) 301.000.000.50
necessarily to be obvious benefit of host state.” ICSID, Metalclad v. United Mexican States, No. ARB(AF)/97/1, 30 Agustus 2000. 46
Mesir, Decree of Minister of Economy and Economic Cooperation No. 43 of 1974.
47
Mesir, Decree of Ministry of Construction No. 195 of 1989 in respect of the import of Grey Portland Cement (“Keputusan No. 195”), 28 Mei 1989. 48
Middle East Cement Shipping and Handling v. Arab Republic of Egypt (“MEC v. Egypt”), Putusan ICSID No. ARB/99/6, diputus tanggal 12 April 2002, par. 5. 49
MEC v. Egypt, op. cit., par 131.
50
Ibid.
10 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
Atas tindakan Pemerintah Mesir, MEC menggugat Mesir di hadapan ICSID berdasarkan Pasal 10 ayat (4) BIT antara Yunani dan Mesir mengenai ekspropriasi.51 b. Analisis Tindakan pertama yang dilakukan oleh MEC adalah mengeluarkan Keputusan No. 195 yang menyatakan bahwa semua impor Grey Portland Cement, baik yang melalui pemerintah ataupun pihak swasta, dilarang.52 Melalui keputusan ini, MEC merasa penanaman modalnya diekspropriasi secara tidak langsung. MEC tidak dapat menjalankan kegiatan usahanya, meskipun kepemilikan atas Badr Cement Terminal masih ada padanya. Tindakan kedua yang dilakukan oleh Mesir adalah penyitaan dan pelelangan kapal Poseidon 8 milik MEC kepada pembanding (bidder) seharga EP (Egyptian Pounds) 301.000, pada tanggal 28 November 1999.53 Tindakan penyitaan dan pelelangan kapal Poseidon 8 dapat dikategorikan sebagai ekspropriasi langsung karena terdapat pengambilalihan aset secara formil. Pengambilalihan secara formil dapat diejahwantahkan dalam bentuk pengalihan secara nyata (fisik) atas kapal Poseidon 8. Penguasaan nyata kapal tidak lagi berada di MEC dan berpindah ke Red Sea Port Authority. Berdasarkan tindakan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Mesir melakukan dua bentuk ekspropriasi, yaitu ekspropriasi tidak langsung berdasarkan tindakannya dalam mengeluarkan larangan impor Grey Portland Cement dan ekspropriasi langsung dalam melelang kapal Poseidon 8. 3. Siemens AG v. The Argentine Republic (ICSID ARB/02/8, 2007) a. Kasus Posisi Pada tahun 1996, Argentina melelang tender untuk provision of service terkait kontrol imigrasi, identifikasi personal, dan teknologi sistem informasi elektoral.54 Siemens AG, sebuah persahaan Jerman, memenangkan tender tersebut melalui anak
51
BIT Yunani – Mesir, op. cit., Ps. 10 ayat 4.
52
Arab Republic of Egypt Ministry of Construction, Ministrial Decree No. 195 of 1989, Ministrial Decree in respect of the Import of Grey Portland Cement, dikeluarkan tanggal 28 Mei 1989. Lihat juga Putusan MEC v. Mesir, op. cit., par. 106. 53
MEC v. Mesir, op. cit, par. 132.
54
Siemens AG v. The Argentine Republic, Putusan ICSID No. ARB/02/8, diputus tahun 2007, op. cit.,
par. 81.
11 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
perusahaan, SITS (Siemens IT Service S.A.).55 Pada tahun 1998, SITS dan Argentina membuat kontrak untuk provision of service dengan jangka waktu selama enam tahun (penanaman modal). Berdasarkan kontrak, Argentina menerima pembayaran obligasi sebesar US$ 20 juta untuk menjamin kinerja SITS berdasarkan kontrak. Pada tahun 1999, sebelum pemilu di Argentina, ketentuan terhadap jasa tertentu ditangguhkan berdasarkan permintaan Argentina. Selanjutnya, kegiatan jasa lainnya ditangguhkan pada tahun 2000.56 Pada tahun 2000, Pemerintah Argentina melakukan renegosiasi kontrak. Para pihak akhirnya setuju dengan renegosiasi, tapi tidak ada formalisasi dari renegosiasi tersebut. Pada akhir tahun 2000, Kongres Argentina mengeluarkan peraturan baru yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk merenegosiasi kontrak yang terkait sektor publik. Draft proposal yang diajukan ke Siemens AG tahun 2001 adalah tidak konsisten dengan renegosiasi yang disetujui pada tahun 2000.57 Siemens AG selanjutnya diberitahu bahwa proposal tersebut tidak dapat dinegosiasikan. Pada Mei 2001, kontrak tersebut dibatalkan dengan keputusan karena Siemens AG tidak menyetujui proposal baru yang diberikan.58 Atas rangkaian tindakan dari Pemerintah Jerman di atas, Siemens AG mengajukan kasus ini ke Arbitrase ICSID karena pelanggaran BIT antara Argentina dan Jerman. b. Analisis Siemens AG diekspropriasi berdasarkan serangkaian tindakan, yaitu: i.
Pemerintah Argentina menekan SITS untuk menunda produksi data awal karena adanya pemilihan umum pada tanggal 31 Januari 2000;
ii.
pada Januari 2000, Pemerintah Argentina memberitahu Siemens AG atas niatnya untuk mengurangi harga yang disetujui di kontrak, dimana persetujuan tersebut merupakan syarat keberlangsungan kontrak;
iii.
pada tahun 2000, negosiasi antara SITS dan Pemerintah Argentina mengenai keberlangsungan kembali sistem dan untuk mempercepat persetujuan atas Kontrak berdasarkan 2000 Emergency Law.;
55
Ibid, par. 82.
56
Ibid, par. 92-93.
57
Ibid, par. 97.
58
Ibid.
12 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
iv.
pada bulan Mei 2001, ketentuan baru yang diusulkan Pemerintah Argentina diusulkan secara baku. SITS tidak menerima usulan tersebut sehingga terjadi pengakhiran kontrak pada tanggal 18 Mei 2001 dengan kewenangan di 2000 Emergency Law. Berdasarkan rangkaian tindakan di atas, terlihat bahwa terdapat creeping
expropriation atas penanaman modal Siemens AG. Creeping expropriation adalah serangkaian tindakan yang berujung pada ekspropriasi. Bedasarkan definisi tersebut, dapat terlihat bahwa melalui serangkaian tindakan di atas, Siemens AG tidak lagi dapat mendapatkan keuntungan dari penanaman modalnya sehingga terjadi ekspropriasi. Tindakan dari Pemerintah Argentina ini juga memenuhi unsur kepentingan umum. Hal ini disebabkan karena adanya suatu krisis fiskal yang menyebabkan keluarnya 2000 Emergency Law dan Keputusan 669/01. Namun demikian, Pemerintah Argentina tetap harus membayar kompensasi untuk membuat ekspropriasi ini menjadi sah. 4. Rumeli Telekom AS dan Telsim Mobil Telekomikasyon Hizmetleri AS v. Republic of Kazakhstan (ICSID ARB/05/16, 2008) a.
Kasus Posisi Pada tahun 1998, Rumeli Telekom AS (“Rumeli”)59 melakukan usaha patungan
dengan perusahaan yang didirikan di Kazakhstan, Investel, yang menghasilkan KarTel LLP (“Kar-Tel”).60 Rumeli memiliki 70% saham Kar-Tel, sementara Investel memiliki 30% saham Kar-Tel. Setelah berdirinya Kar-Tel, Kar-Tel memenangkan lelang lisensi61 penggunaan pita radio GSM.62 Pada tahun 1998, Kar-Tel menerima pinjaman dana dari Motorola untuk membayar biaya lisensi GSM Kar-Tel dan juga pembiayaan kegiatan usaha sehari-hari dari Kar-Tel.63
59
Rumeli Telekom AS and Telsim Mobil Telekomikasyon Hizmetleri AS v Republic of. Kazakhstan, Putusan ICSID No. ARB/05/15, diputus tanggal 29 Juli 2008, par. 75. Pemegang saham dari Rumeli Telekom AS adalah Rumeli Telefon yang dibentuk oleh Kemal Uzan (20%), Hakan Uzan (24%), Cem Uzan (24%) dan Aysegul Akay (22%) untuk melakukan kegiatan usaha berupa operasi telepon seluler di Asia Tengah. 60
Ibid, par. 77.
61
Ibid, par. 88. Lisensi Kar-Tel merupakan lisensi atas penggunaan pita radio selama 15 tahun.
62
Ibid, par. 85.
63
Ibid, par. 93.
13 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
Pada tahun 1999, Kar-Tel mendapatkan kontrak penanaman modal Pemerintah Kazakhstan (“Kontrak Penanaman Modal”) yang bertujuan untuk merangsang penanaman modal dalam bidang telekomunikasi seluler.64 Selanjutnya, pada tahun 2000, Telsim masuk menjadi penanam modal sehingga komposisi permodalan Kar-Tel adalah Telsim (15%), Rumeli (45%) dan Investel (40%). Namun demikian, seluruh saham dari Investel diambil alih oleh Telecom Investment LLP (“Telecom Investment”) yaitu sebanyak 40% saham Kar-Tel. Pada tahun 2002, terdapat perintah dari Kazakhstan Investment Committee65 untuk menghentikan Kontrak Penanaman Modal dengan alasan telah terjadi pelanggaran kewajiban pelaporan.66 Selanjutnya, Telecom Investment, sebagai pemegang saham Kar-Tel, mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang menghasilkan keputusan bahwa saham dari Rumeli dan Telsim Mobil Telekomikasyon Hizmetleri AS (“Telsim”)akan dialihkan secara paksa dan kepemilikan atas sahamnya dianggap berakhir.67 Rumeli dan Telsim, yang tidak hadir dalam RUPSLB, menyatakan bahwa Rumeli dan Telsim tidak diundang dalam RUPSLB dan menganggap bahwa penanaman modalnya diekspropriasi. Keputsan RUPSLB ini selanjutnya diratifikasi oleh Pengadilan Kota Almaty, dan pada bulan Oktober 2003, yang dipertegas melalui putusan Mahkamah Agung Kazakhstan dan keputusan Presidium Mahkamah Agung Kazakhstan yang memutuskan bahwa saham sejumlah 60% yang dimiliki oleh Telsim dan Rumeli adalah bernilai sejumlah US$3.000. Saham yang dialihkan ini selanjutnya dijual ke perusahaan telekomunikasi Rusia, Vimpelcom. Rumeli dan Telsim mengguggat Kazakhstan atas pelanggaran BIT antara Turki dan Kazakhstan, dengan detail pelanggaran: a) gagal menerapkan FET dan full protection and security;68 b) ketidakadilan;69 c)diskriminasi;70 dan d)ekspropriasi.71 64
Ibid, par. 99.
65
Kazakhstan Investment Committee merupakan badan pengaturan, pengawasan dan fungsi nyata untuk penanaman modal, proyek penanaman modal, pendirian, operasi dan penghapusan daerah ekonomi khusus berdasarkan kompetensi Kementrian Industri dan Teknologi Baru Kazakhstan (Ministry of Industry and New Technologies of the Republic of Kazakhstan). Ministry of Industry and New Technologies of the Republic of Kazakhstan, [http://www.mint.gov.kz/?page=committee&comm=3&lang=en] 66
Rumeli – Telsim v. Kazakhstan, op. cit., par 113.
67
Ibid, par. 116.
68
BIT Turki – Kazakhstan, op. cit., Ps. II.
69
Ibid.
14 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
b.
Analisis Rumeli
dan
Telsim
mengalami
creeping
expropriation
berdasarkan
serangkaian tindakan, yaitu: i. pemutusan Kontrak Investasi No. 0123-05-99 berdasarkan Law No. 75 of 1997 mengenai State Support of Direct Investment in the Republic of Kazakhstan (“Kontrak Investasi”); ii. keluarnya resolusi RUPSLB yang menyatakan bahwa terdapat pertimbangan untuk mengeluarkan kepemilikan Rumeli-Telsim atas Kar-Tel; iii. keputusan Pengadilan Kota Almaty tanggal 6 Juni 2003 yang menyatakan bahwa RUPSLB adalah sah dan tidak memperhitungkan mengenai jumlah harga saham yang akan dijual; iv. keputusan Mahkamah Agung tanggal 23 Juli 2003 yang menyatakan bahwa Rumeli dan Telsim menyebabkan pemutusan Kontrak Investasi sehingga Kar-Tel dapat melepaskan saham Rumeli dan Telsim di Kar-Tel; dan v. keputusan Presidium Mahkamah Agung tanggal 30 Oktober 2003 yang dilanjutkan dengan restrukturisasi Kar-Tel dan pembelian Kar-Tel seharga US$35.000.000.000. Berdasarkan rangkaian tindakan tersebut, terlihat adanya suatu creeping expropriation dan de facto expropriation. Hal ini disebabkan Pemerintah Kazakhstan mengalihkan keuntungan atas ekspropriasi yang dilakukannya berdasarkan serangkaian tindakan ke pihak ketiga, Vimpelcom. Namun demikian, apabila ditelusuri sampai ke para pemegang saham dari Telecom Investment, yaitu keluarga Presiden Kazakhstan, dapat diketahui bahwa tindakan dari Pemerintah Kazakhstan dalam melakukan ekspropriasi merupakan tindakan untuk kepentingan pribadi yang dilegitimasi melalui tindakan negara. Hal ini dikuatkan oleh keyakinan Majelis Arbiter yang menyatakan bahwa seluruh tindakan ekonomi di Kazakhstan merupakan tindakan dari Presiden Kazakhstan dan keluarganya. Berdasarkan penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa creeping expropriation yang terjadi dalam kasus ini merupakan kepentingan pribadi yang dilegitimasi oleh negara sehingga Kazakhstan menjadi pihak yang bertanggung jawab atas ekspropriasi. 70
Ibid,
71
Ibid, Ps. III.
15 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan seperti yang diuraikan di bawah ini. 1.
Creeping expropriation dapat digambarkan sebagai ekspropriasi yang terjadi
berdasarkan serangkaian tindakan yang masing-masing tidak memiliki dampak berupa ekspropriasi, tapi secara bersama-sama memiliki dampak sama seperti ekspropriasi. Dalam menentukan adanya creeping expropriation, tidak terdapat suatu pendekatan umum. Berdasarkan beberapa putusan di ICSID, creeping expropriation, sampai saat ini, diputuskan berdasarkan kasus per kasus. Creeping expropriation, sebagai bagian dari ekspropriasi juga harus dilihat berdasarkan keabsahan ekspropriasi. Terdapat empat syarat keabsahan ekspropriasi, yaitu: a.
demi kepentingan umum;
b.
tidak diskriminatif;
c.
melalui proses hukum yang sah; dan
d.
pembayaran kompensasi yang sesuai.
Tanpa pemenuhan syarat tersebut, pemerintah yang melakukan ekspropriasi dianggap melakukan ekspropriasi tidak sah dan wajib membayar kompensasi sebesar yang diperintahkan oleh badan peradilan yang mengadilinya. 2.
Berdasarkan empat putusan ICSID yang dibahas dalam skripsi ini, yaitu Tecnicas
Medioambientales TECMED SA v. The United Mexican States (ICSID ARB (AF)/00/2, 2003); Middle East Cement Shipping dan Handling Co. SA v. Arab Republic of Egypt (ICSID ARB/99/6, 2002); Siemens AG v. The Argentine Republic (ICSID ARB/02/8, 2007); dan Rumeli Telekom AS dan Telsim Mobil Telekomikasyon Hizmetleri AS v. Republic of Kazakhstan (ICSID ARB/05/16, 2008), dapat diperoleh kesimpulan bahwa Majelis Arbiter dalam
mempertimbangkan
creeping
expropriation
seringkali
menyamakan
dengan
ekspropriasi tidak langsung, meskipun creeping expropriation adalah bentuk yang lebih khusus dari eksprorpriasi tidak langsung. Namun demikian, terdapat penggunaan konsep creeping expropriation yang telah sesuai dengan pemahaman konsep berdasarkan tinjauan teoritis dalam kasus Siemens AG v. The Argentine Republic dan Rumeli Telekom AS dan Telsim Mobil Telekomikasyon Hizmetleri AS v. Republic of Kazakhstan. Dalam kedua kasus tersebut, Majelis Arbiter mempertimbangkan adanya unsur serangkaian tindakan yang berujung pada ekspropriasi.
16 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat kesimpulan bahwa creeping expropriation seringkali diartikan sama dengan ekspropriasi tidak langsung meskipun creeping expropriation merupakan bentuk khusus dari ekspropriasi tidak langsung. Dengan demikian, masih belum terdapat satu konsistensi dalam mempertimbangkan creeping expropriation dalam sengketa penanaman modal asing. Saran Pemerintah Indonesia dapat memberikan sosialisasi mengenai creeping expropriation kepada aparatur negara, baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tujuan dari hal ini adalah terdapat pemahaman dan kesadaran mengenai creeping expropriation dalam pelaksanaan pemerintahan, pembentukan peraturan, dan putusan pengadilan. Sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia diharapkan dapat berada dalam tingkat nasional dan daerah. Hal ini ditujukan agar pelaksanaan pemerintahan, pembentukan peraturan dan putusan di tingkat daerah juga memperhatikan creeping expropriation sebelum melaksanakan fungsinya untuk menghindari terjadinya creeping expropriation yang dilakukan aparatur negara terhadap kegiatan penanaman modal asing. Daftar Referensi A.
Buku
Alvarez, Gullermo Aguilar dan W. Michael Reisman. The Reasons Requirement in International Investment Arbitration. Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2008. Amicorum, Liber dan Tibor Varady. Resolving International Conflict. Ed. Peter Hay, et. al. Budapest: Central European University Press, 2009. Bosch, Peter Van den. The Law and Policy of the World Trade Organization: Text, Cases and Materials. Cambridge, Cambridge University Press, 2005. Brownlie, Ian. Principles of Public International Law. Ed. James Crawford. ed. 7. Oxford: Oxford University Press, 2008. Dolzer, Rudolf dan Cristoph Schreuer. Principles in International Investment Law. Oxford: Oxford University Press, 2012. Dolzer, Rudolf dan Margrete Stevens. Bilateral Investment Treaty. Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 1995. Dugan, Christopher, et. al. Investor State Arbitration. NewYork: Oxford University Press, 2008.
17 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
Escarcena, Sebastian Lopez. Indirect Expropriation in International Law. Glos: Edward Elgar Publishing Limited, 2014. Gautama, Sudargo. Pengantar Hukum Perdata Internasional. Cet. 5. Bandung: Alumni, 1987. _______. Hukum Perdata Internasional Indonesia: Jilid II Bagian 1 Buku Ke-2. Cet.2. Bandung: Alumni, 1972. _______. Hukum Perdata Internasiona Jilid III Bagian I Buku ke-7. Cet.3. Bandung: Alumni, 2010. _______. Hukum Dagang dan Arbitrase Internasional. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991. _______. Indonesia dan Arbitrase Internasional. Cet.2. Bandung: Penerbit Alumni, 1992. _______. The Comercial Laws of Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998. _______. Aneka Hukum Arbitrase. Bandung; Citra Aditya Bakti, 1996. _______. Segi-segi Hukum Nasionalisasi pada Nasionalisasi di Indonesia. Bandung: Alumni, 1975. ICSID. The ICSID Caseload: Statistics. Issue 2013-1. Londong, Tineke L. Tuegeh. Asas Ketertiban Umum dan Konvensi New York 1958. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998. Malanczuk, Peter. Akehurst’s Modern Introduction to International Law. ed. 7. London dan New York: Routledge, 1997. Mann, Howard. International Investment Agreement, Business and Human Rights: Key Issues and Opportunities. International Institute for Sustainable Development, 2008. Montt, Santiago. State Liability in Investment Treaty Arbitration. Portland: Hart Publishing, 2009. Muchilinski, Peter T. Multinational Enterprises and the Law. Oxford: Blackwell Publisher, 1995. Muchilinski, Peter, et.al. The Oxford Handbook of International Investment Law. New York: Oxford University Press, 2008. Newcombe, Andrew dan Lluis Paradell. Law and Practice of Investment Treaties: Standard of Treatment. Alphen aan den Rijn: Kluwer Law International. Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). International Investment Law: A Changing Landscape. OECD Publishing, 2005. Ortino, Frederico et. al. Investment Treaty Law: Current Issues Volume II: Nationality and Investment Treaty Claims, Fair and Equitable Treatment in Investment Treaty Law. London: The British Institute of International and Comparative Law, 2007.
18 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
Paasivirta, E. Participation of States in International Contracts and Arbitral Settlement of Disputes. Finland: Finnish Lawyers Publishing Company, 1990. Redfern, Alan. Law and Practice of International Commercial Arbitration. Ed. 4. London: Sweet&Maxwell, 2004. Reed, Lucy, Jan Paulsson, Nigel Blackaby. Guide to ICSID Arbitration. Kluwer Law International, 2010. Ripinsky, Sergei dan Kevin Williams. Damages in International Law. London: British Institute of International and Comparative Law, 2008. Sauvant, Karl P. dan Lisa E Sachs. The Effect of Treaties on Foreign Direct Investment: Bilateral Investment Treaties, Double Taxation Treaties, and Investment Flow. New York: Oxford University Press, 2009. Schreuer, Cristoph H., et. al. ICSID Convention: A Commentary. Cambridge: Cambridge University Press, 2009. Segger, Marie-Claire Cordonier, et. al. Sustainable Development in World Investment Law. AH Alpen aan den Rijn: Kluwer Law International, 2011. Shea, Donald R. The Calvo Clause: A Problem of Inter-American and International Law and Diplomacy. Minneapolis: University of Minnesota Press, 1955. Sornarajah, M. The International Law on Foreign Investment. Ed. ke-3. Cambridge: Cambridge University Press, 2010. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum Cet. 3. Jakarta: UI-press, 2007. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: UI-Press, 2007. Subedi, Surya P. International Investment Law: Reconciling Policy and Principle. Oxford dan Portland: Hart Publising, 2008. United Nations Conference on Trade and Development. Expropriation. New York dam Geneva: United Nations, 2012. _______. Taking of Property. New York dan Geneva: United Nations, 2000. _______. World Investment Report 2013: Global Value Chains: Investment and Trade for Development. New York dan Geneva: United Nations, 2013. _______. Bilateral Investment Treaties 1995-2006: Trends in Investment Rulemaking. New York dan Geneva: United Nations, 2007. Vandevelde, Kenneth J. Bilateral Investment Treaties: History, Policy, and Interpretation. Oxford: Oxford University Press, 2010. _______. United States Investment Treaties: Policy and Practice. Kluwer Law and Taxation, 1992. 19 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014
Voss, Jan Ole. The Impact of Investment Treaties on Contracts between Host States and Foreign Investors. Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2011. Vrellis, Spyridon. Private International Law in Greece. Alphen aan den Rijn: Kluwer Law International, 2011. B.
Jurnal
Reinisch, August. “Expropriation”. The Oxford Handbook of International Investment Law. Oxford: Oxford University Press, 2008. Stern, Brigitte. “The Scope of Investor’s Protection Under The ICSID/BIT Mechanism: Recent Trends”. Contemporary Issues in International Arbitration and Mediation. Ed. Arthur W. Rovine. C.
Putusan
Generation Ukraine, Inc. v. Ukraine, Putusan ICSID No. ARB/00/9. Diputus pada tanggal 15 September 2003. Middle East Cement Shipping dan Handling Co. SA v. Arab Republic of Egypt Putusan ICSID No. ARB/99/6. Diputus pada 2002. Rumeli Telekom AS dan Telsim Mobil Telekomikasyon Hizmetleri AS v. Republic of Kazakhstan. Putusan ICSID No. ARB/05/16. Diputus tanggal 2008. Siemens AG v. The Argentine Republic. Putusan ICSID No. ARB/02/8. Diputus pada 2007. Tecnicas Medioambientales TECMED SA v. The United Mexican States. Putusan ICSID No. ARB(AF)/00/2. Diputus tanggal 29 Mei 2003,
20 Creeping expropriation…, Vera Ruth Angelina Sihombing, FH UI, 2014