CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY : PERSPEKTIF AKUNTANSI ARI DEWI CAHYATI, S.E.,M.SA ABSTRACT The shift of thinking on the organization responsibility from stockholdesr (owners / shareholders) to the stakeholders (owners, employees, government and the public) have pushed development of accounting branch that is social accounting which is a measurement tool, documenting, and reporting financial and non-financial activities related to an organization's interaction with the physical environment and social environment. Companies need to report their social activities because of social activity was responded positively by the market with the increase in stock price (Almilia and Wijayanto, 2007). CSR activities of firms are generally outlined in the corporate disclosure that was published in the annual report can be presented in the form of financial statements and other communications media such as notes to the financial statements, overview, a letter from the commissioners, and the letter from the board. In Indonesia, non-financial report have been accommodated in the exposure draft of Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) No. 1 of 2009 Revision of the Presentation of Financial statements. Key words : Corporate Social Responsibility, social accounting, corporate disclosure 1. Pengantar Pada awalnya Perusahaan sebagai entitas bisnis bertujuan mencari laba sebanyak-banyaknya. Namun pada perkembangannya perusahaan sebagai entitas bisnis tidak lagi bisa bersifat egoistik semata-mata mencarai laba untuk kepentingan stockholder tetapi harus juga memperhatikan kepentingan stake holder lain. Dengan kata lain bahwa selain beroreintasi mencari keuntungan perusahaan harus tetap memperhatikan masyarakat. Dari aspek ekonomi perusahaan bertujuan mencari keuntungan sedangkan dari aspek sosial perusahaan harus memenuhi tanggung jawab sosialnya terhadap masyarakat. Jika masyarakat (terutama masyarakat sekitar merasakan tidak merasakan adanya kontribusi dari suatu perusahaan yang berada di lingkungannya bahkan merasakan dampak negatif maka akan timbul gejolak sosial. Begitu pula masyarakat sebagai konsumen perusahaan seringkali melakukan protes terhadap hal-hal yang berkaitan dengan mutu produk sehubungan dengan kesehatan, keselamatan, dan kehalalan suatu produk bagi konsumennya. Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas responden (60%) menyatakan bahwa CSR seperti etika bisnis, praktik sehat terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, merupakan unsur utama mereka dalam menilai baik atau tidaknya suatu perusahaan. Sedangkan faktor fundamental bisnis,
69
seperti kinerja keuangan, ukuran perusahaan, strategi perusahaan atau manajemen, hanya dipilih oleh 30% responden. Sebanyak 40% responden bahkan mengancam akan "menghukum" perusahaan yang tidak melakukan CSR. Separo responden berjanji tidak akan mau membeli produk perusahaan yang mengabaikan CSR. Lebih jauh, mereka akan merekomendasikan hal ini kepada konsumen lain.(Suharto, 2008). Laporan keuangan yang merupakan produk dari akuntansi yang juga sebagai media informasi mengenai kondisi perusahaan juga memuat informasi mengenai aktivitas CSR. Tulisan ini mencoba mengemukakan Corporate Social Responsibility dari sudut pandang Akuntansi. 2.
Perkembangan Konsep CSR Perkembangan konsep CSR dimulai sejak berjayanya aliran Klasik pada jaman Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke ( 1623-1704 ) dan Adam Smith ( 1723-1790 ) yang meyakini bahwa perusahaan adalah korporasi impersonal yang bertujuan untuk memperoleh laba. Sebagai institusi impersonal atau pribadi yang artifisial, bisnis tidak mempunyai nurani, sehingga tidak bertanggung jawab secara moral . Dengan kata lain, bisnis adalah institusi yang tidak berkaitan dengan moralitas yang bertujuan meningkatkan pemenuhan kepentingan pihakpihak yang terlibat. Paham semacam ini terus bertahan hingga dekade 1970 –an sebagaimana pendapat Milton Friedman yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan hanya satu, yaitu memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai laba dengan cara-cara yang sesuai dengan aturan permainan dalam persaingan bebas tanpa penipuan dan kecurangan. Satu-satunya tanggung jawab perusahaan adalah meningkatkan keuntungan sebesar mungkin bagi pemegang saham ( shareholders ). Pandangan Friedman tersebut dikritik oleh Edward Freeman yang menyatakan bahwa di samping shareholders masih ada stakeholders lain yang semuanya berhak diperhatikan dalam pengelolaan perusahaan (dikenal dengan teori Stakeholders). Sejalan dengan pendapat tersebut, Kenneth Goodpaster dan John Matthews mengemukakan bahwa perusahaan adalah analog dengan individu, yang mempunyai kehendak, nurani, tujuan dan strategi. Pengertian individu di sini bukanlah secara harfiah, melainkan sebagai kumpulan orang yang mendukung nilai-nilai moral mewakili perusahaan. Prinsip keseimbangan ini juga nampak dalam pandangan John Elkington yang dikemukakan pada tahun 1997 dalam bukunya ‘Canibals with Forks the Triple Bottom Line of Twenteeth Century Business’ yang mengembangkan konsep triple bottom line, yaitu economic prosperity, enviromental quality dan social justice. Dalam hal ini perusahaan tidak hanya mengejar profit, tetapi juga harus terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) serta berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). CSR merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah Triple Bottom Lines, yaitu profit, people dan planet : a. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mecari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroprasi dan berkembang. b. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan 70
manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendiri sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan ada yang merancang berbagai skema perlindungan social warga setempat. c. Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan berkelanjutan keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan saran air bersih, perbaikan pemukiman, pengembangan pariwisata (ekoturisme).(Wibisono, 2007) Pada awal perkembangannya, bentuk CSR yang paling umum berupa bantuan terhadap organisasi-organisasi lokal dan masyarakat miskin di seputar perusahaan. CSR pada tingkat ini hanya sekadar berbuat baik agar terlihat baik (Suharto, 2008). Kegiatan CSR dewasa ini mulai beragam, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Mulai dari pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan, pemberian pinjaman modal bagi UKM, social forestry, penakaran kupu-kupu, pemberian beasiswa, penyuluhan HIV/AIDS, penguatan kearifan lokal, pengembangan skema perlindungan sosial berbasis masyarakat dan seterusnya. CSR pada tataran ini menciptakan kebaikan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3.
Model CSR Berbagai model CSR diterapkan oleh perusahaan di Indonesia. Ternyata terdapat empat model atau pola CSR yang umum di terapkan yaitu ( Saidi dan Abidin, 2004) : 1. Keterlibatan langsung Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation. 2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaanperusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. 3. Bermitra dengan pihak lain Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah (Ornop). Instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatas sosialnya. 4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium
71
Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaanperusahaan yang mendukungnya secara proaktif mencari mitra kerjasama dari lembaga operasional. 4.
Manfaat CSR Program Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan investasi jangka panjang yang berguna untuk meminimalisasi risiko sosial, serta berfungsi sebagai sarana meningkatkan citra perusahaan di mata publik. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa CSR mempunyai manfaat untuk perusahaan diantaranya : 1. Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. 2. Perlindungan dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. 3. Ketertiban dan kebanggaan karyawan. 4. Memperbaiki dan mempererat hubungan perusahaan. 5. Meningkatkan jumlah penjualan. 6. Insentif-insentif lainnya. (Susanto, 2007) 5.
Type Perusahaan Menurut Suharto, 2008, Dalam Kaitannya dengan pelaksanaan CSR perusahaan bisa dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. 1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR: Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk kategori ini. Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi, namun anggaran CSR-nya rendah. Perusahaan besar, namun pelit. Perusahaan Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi anggaran CSRnya relatif tinggi. Disebut perusahaan dermawan atau baik hati. Perusahaan Reformis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang tinggi. Perusahaan seperti ini memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk lebih maju. 2. Berdasarkan tujuan CSR: apakah untuk promosi atau pemberdayaan masyarakat: Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas: bukan untuk promosi, bukan pula untuk pemberdayaan. Sekadar melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan CSR sebagai hal yang kurang bermanfaat bagi perusahaan. Perusahaan Impresif. CSR lebih diutamakan untuk promosi daripada untuk pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan "tebar
72
pesona" ketimbang "tebar karya". Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan ketimbang promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata ketimbang tebar pesona. Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi dan sekaligus pemberdayaan. Promosi dan CSR dipandang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu-sama lain bagi kemajuan perusahaan (Suharto, 2008). 6.
Akuntansi Sosial Seiring dengan perkembangan CSR, pergeseran dari arah pandangan tradisional ke arah kesejahteraan sosial dan Tekanan dan tuntutan terhadap perusahaan mengakibatkan berkembangnya akuntansi sosial/ social accounting. Ramanathan (1976) dalam Arief Suadi (1988) mempergunakan istilah Social Accounting dan mendefinisikannya sebagai proses pemilihan variabelvariabel yang menentukan tingkat prestasi sosial perusahaan baik secara internal maupun eksternal. Lee D Parker (1986) dalam Arief Suadi (1988) menggunakan istilah Sosial Responsibility Accounting, yang merupakan cabang dari ilmu akuntansi. Menurut Belkoui (1985) yang dikutip oleh Harahap (1993), pelaporan dalam akuntansi sosial, berarti memuat informasi yang menyangkut dampak positif atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akuntansi sosial merupakan alat pengukuran, pendokumentasian, dan pelaporan baik keuangan maupun non keuangan berkaitan dengan interaksi suatu organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Akuntansi sosial merupakan alat yang sangat berguna bagi perusahaan dalam mengungkapan aktivitas sosialnya di dalam laporan keuangan mengingat investor dan calon invetor dalam mengambil keputusan bisnis/investasi tidak hanya memperhatikan aspek keuangan saja tetapi juga memperhatikan aspek tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat. Aktivitas CSR juga dapat menjadi elemen yang menguntungkan sebagai strategi perusahaan, memberikan kontribusi kepada manajemen risiko dan memelihara hubungan yang dapat memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Almilia dan Wijayanto (2007), perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang bagus akan direspon positif oleh para investor melalui fluktuasi harga saham yang semakin naik dari periode ke periode dan sebaliknya jika perusahaan memiliki kinerja lingkungan yang buruk maka akan muncul keraguan dari para investor terhadap perusahaan tersebut dan direspon negatif dengan fluktuasi harga saham perusahaan di pasar yang semakin menurun dari tahun ke tahun. 7. Penyajian CSR Pada Laporan Keuangan
Laporan keuangan selain memuat informasi keuangan (kuantitatif) juga mengkomunikasikan aktivitas CSR yang dilakukan perusahaan melalui media pengungkapan. Hendriksen (1991) mendefinisikan pengungkapan (disclosure) 73
sebagai penyajian sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien. Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory) yaitu pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary) yang merupakan pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum dari paraturan yang berlaku. Pengungkapan aktivitas perusahaan merupakan pengungkapan yang bersifat sukarela (voluntary). Penelitian yang dilakukan dibanyak negara membuktikan bahwa laporan tahunan media yang tepat untuk menyampaikan corporate disclosure. Pengungkapan dalam laporan tahunan bisa disajikan dalam bentuk laporan keuangan maupun media komunikasi lain seperti catatan atas laporan keuangan, overview, surat dari dewan komisaris, surat dari dewan direksi. Jika dilihat dari tempat atau lokasinya dalam laporan tahunan, maka lokasi yang paling banyak digunakan untuk pengungkapan adalah Catatan atas Laporan Keuangan. Di Indonesia, pada dasarnya pelaporan nonkeuangan ini secara umum telah terakomodasi dalam Exposure draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 Revisi tahun 2009 tentang Penyajian laporan Keuangan. Dalam ED PSAK no.1 No.1 Revisi tahun 2009 tentang Penyajian Laporan Keuangan, bagian Tanggung jawab atas Laporan Keuangan paragraf 12 dinyatakan bahwa : ”Entitas dapat pula menyajikan secara terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statemen), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan peneting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar Standar Akuntansi Keuangan” 8. Pengungkapan Sosial
a. Argumen yang dapat menjelaskan justifikasi pengungkapan sosial Terdapat beberapa argumen yang menjustifikasi pengungkapan sosial diantaranya yaitu: 1) market- related yaitu argumen yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menjustifikasi pengungkapan tambahan mempunyai kandungan informasi. Pengungkapan akuntansi sosial mempengaruhi pendapatan perusahaan dan nilai pasar saham. Hal ini berguna bagi shareholder dan kreditur untuk mengambil keputusan yang lebih baik dan keuntungan ekonomi untuk jangka waktu yang panjang dari informasi tambahan tersebut. 2) Social-related. Argumen ini digunakan dimana pengungkapan tambahan akan dibuat untuk menetapkan moral perusahaan dalam memenuhi kontrak 74
sosial antara bisnis dan masyarakat juga untuk mendapatkan legitimasi organisasi di mata publik. Kontrak sosial perusahaan dapat dilakukan dengan karyawan, pelanggan dan lain-lain. 3) Radically-related. Argumen yang mengakui adanya sumber-sumber penting yang dapat mempengaruhi akuntansi yaitu, hukum, keagamaan, keilmuan dan kepercayaan masyarakat sosial. Sumber-sumber ini merupakan kultur yang mempengaruhi praktik pengungkapan. Dimana diharapkan perubahan disini secara cepat. Pandangan radikal dari organisasi adalah mencari seberapa banyak jalan yang dapat mengajak masyarakat mayoritas untuk bergabung dalam mengadakan pergerakan untuk melakukan perubahan terutama yang berhubungan dengan lingkungan. Ekonomi perusahaan dilihat sebagai bagian masyarakat yang utuh, untuk mempertimbangkan tingkat sosial, moral dan faktor-faktor kehidupan yang tidak dapat diproses pada kegiatan pasar. Banyak masalah motivasi dan interaksi individu-individu dan kelompok masyarakat. Masalah yang lebih luas dalam organisasi adalah dapat dimanipulasinya aturan tentang lingkungan termasuk pengungkapan dalam laporan tahunan. Literatur radikal tidak bersimpatik pada pemegang saham dan kreditur, juga tidak sependapat dengan argumen social related dimana evolusi alam berubah secara lambat (Mathews,1993). b. Tema Pengungkapan Sosial Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary (sukarela), unaudited (belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan tertentu). Glouter dalam Utomo (2000) menyebutkan tema-tema yang termasuk dalam wacana Akuntansi Sosial adalah : 1. Kemasyarakatan Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan dan seni serta pengung kapanaktivitas kemasyarakatan lainnya. 2. Ketenagakerjaan Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi : rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi dan lainnya. 3. Produk dan Konsumen Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain keguanaan durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan/kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.
75
4. Lingkungan Hidup Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam c. Teori Pengungkapan Sosial Teori yang dipergunakan oleh para peneliti untuk menjelaskan kecenderungan pengungkapan sosial yaitu: 1) Decision-Uselfuness Studies. Sebagian dari studi-studi yang dilakukan oleh para peneliti yang mengemukakan teori ini menemukan bukti bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh para users. Para analis, banker, dan pihak lain yang dilibatkan dalam penelitian tersebut diminta melakukan pemeringkatan terhadap informasi akuntansi. Informasi akuntansi itu tidak terbatas pada informasi akuntansi tradisional, namun juga informasi lain yang relatif baru dalam wacana akuntansi. Mereka menempatkan informasi aktivitas sosial perusahaan pada posisi yang moderately important. 2) Economic Theory Studies. Studi tentang teori ekonomi dalam corporate responsibility reporting ini mendasarkan diri pada economic agency theory dan accounting positive theory. Penggunaan agency theory menganalogikan manajemen adalah agen dari suatu prinsipal. Prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users lain. Namun pengertian prinsipal tersebut meluas menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik. 3) Social dan Political Theory Studies. Studi ini menggunakan teori stakeholders, teori legitimasi organisasi dan teori ekonomi politik. Teori stakeholders mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para stakeholders. Perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para stakeholders dalam menjalankan operasi perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholders, semakin besar pula kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan para stakeholdersnya. Gray et al. (1995: 50-56)
76
PENUTUP Walaupun pelaporan aktivitas CSR perusahaan merupakan salah satu cara manajer untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan, penerapan pengungkapan sosial di Indonesia masih sangat rendah dibuktikan oleh hasil penelitian Muslim Utomo (2000); Heny dan Murtanto (2001). Hal ini mungkin dikarenakan 1) Bahwa pengungkapan informasi dipengaruhi oleh biaya dan manfaat yang diperolehnya. Manajemen akan mengungkapkan informasi jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari biayanya.(Elliot dan Jacobson, 1994) 2) Masih kurangnya kesadaran perusahaan untuk melakukan pengungkapan sosial yang luas dan masih banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang mengabaikan keselarasan sosialnya. (Utomo, 2000). Praktik pengungkapan sosial di Indonesia bersifat suka rela. Karena sifatnya sukarela, perusahaan memiliki kebebasan untuk mengungkapkan karena tidak diharuskan oleh badan penyelenggara pasar modal. kebebasan tersebut menyebabkan terjadinya keragaman dalam kualitas pengungkapan sukarela diantara perusahaan publik (Marwata, 2001). Hal ini mungkin perlu dicermati oleh organisasi profesi akuntan untuk merespon pengungkapan sosial menjadi suatu keharusan (mandatory disclosure) sehingga tujuan disclosure yaitu untuk memberikan informasi yang layak kepada pengguna (informative disclosure) dan perlindungan terhadap investor (protective disclosure) dan bisa lebih tercapai .
Referensi Almilia dan Wijayanto (2007). Proceeding the 1st Accounting Conference, Depok 7-9 November 2007 Elliot, E.O dan P.D jacobson 1994. Cost and Benefits Of Business Information Disclosure “ Accounting Horizon Vol 8 Dec Hal. 80-96 Elkington John, 1997 Cannibals with Fork, The Tripple Bottom Line of Twentieth Century Business, Gebriole Island, BC : New Society Publishers.
77
Harahap Sofyan Safri, 1988, Sosio Economic Accounting (SEA) : Menyoroti etika dan tanggung jawab social perusahaan, Majalah Akuntansi No. 3 bulan Maret Gray, Rob, Reza Kouhy and Simon Lavers, 1995. Corporate Social and Environmental Reporting aReview of literature of a longitudinal study of UK disclosure, Accounting, Auditing and accountability journal Vol. 8 No.2 P. 47-77 Marwata, 2001. Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Makalah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IV, 2001. IAI, 2010. Eksposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1, Salemba empat Suadi Arief , et.al, 1988. Akuntansi Sosial : Implikasi dan Kemungkinan Pengembangan di Indonesia, majalah akuntansi, no. 11 bulan Nopember. Suharto, Edi, 2008, CSR What is Benefits For Corporate, Http/
[email protected] . Diakses pada 05 maret 2010 Suharto, 2008. CSR Konsep Perkembangan dan Pemikiran. Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia Susanto, 2007. Corporate Social Responsibility. Jakarta : The Jakarta Consulting Group, 2007 Utomo Muhammad Muslim, 2000. Praktek Pengungkapan Sosial pada Laporan Tahunan Perusahaan di Indonesia (Studi Perbandingan antara Perusahaan- Perusahaan High-Profile dan Low-Profile). Simposium Nasional Akuntansi III. Mathews, M.R dan M.H.B perera (1993). Accounting Theory and Development , Victoria, Nelson Zuhroh dan Sukwanti (2003 ) Analisis Pengaruh Luas Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor (Studi Kasus pada Perusahaan High-Profile di Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VI.
78