Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Sistem Persemaian Padi di Lahan Rawa Lebak, Pemulutan, Sumatera Selatan Rice Seedling Preparation System at Riparian Wetlands, Pemulutan, South Sumatera Erna Siaga1)*, Benyamin Lakitan1,2, Hasbi1,2, Siti Masreah Bernas1,2, Kartika Kartika1, Laily I. Widuri1, Lindiana1, Meihana1 1 Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang 30139, Indonesia 2 Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya Inderalaya 30662, Indonesia *Coressponding author:
[email protected] Telp. +6285267150924
ABSTRACT The major constraint of rice seedling preparation at riparian wetland is flooding condition during rainy season which its duration of flooding could not be predicted certainly, thus peasants have to do alternative rice seedling for doing transplanting on time. The objective of this research was to explore the kinds of rice seedling preparation system in riparian wetland. Data were obtained by observation method using Grounded Theory Procedure and direct interview with peasants guided by questionnaire. This study was conducted in five villages of Pemulutan District, South Sumatera. The results showed that there were three rice seedling preparation systems, namely floating seedbed, samir, and tugal. The utilization of floating seedbed, samir, and tugal mostly found in Muara Dua (80%), Pemulutan Ulu (75%), and Sukarami (75%). Floating seedbed was applied by most peasants of studied villages as compared to two other systems approximately above 58.36%. Key words: floating seedbed, samir, seedling, tugal, transplanting ABSTRAK Persemaian benih padi di lahan rawa lebak memiliki kendala berupa tergenangnya lahan pertanian pada saat musim hujan yang tidak dapat secara pasti diprediksi lamanya sehingga hal tersebut mengharuskan petani melakukan beberapa alternatif persemaian agar dapat melakukan pindah tanam tepat waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai sistem persemaian benih padi yang dilakukan oleh petani rawa lebak. Data diperoleh melalui metode survei lapangan menggunakan prosedur Grounded Theory dan wawancara langsung dengan petani dengan panduan kuisioner. Penelitian dilakukan di lima desa, Kec Pemulutan, Sumatera Selatan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat tiga sistem persemaian padi yang dilakukan oleh para petani, yaitu sistem terapung, samir dan tugal. Penerapan persemaian terapung, samir, dan tugal tertinggi yaitu terdapat pada Desa Muara Dua (80%), Desa Pemulutan Ulu (75%), dan Desa Sukarami (75%). Dari ketiga sistem persemaian tersebut, sistem persemaian padi yang diterapkan oleh semua petani di lima desa lokasi penelitian yaitu persemaian terapung, dengan ratarata persentase 58.36%. Kata Kunci: persemaian, pindah tanam, samir, terapung, tugal,
538
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
PENDAHULUAN Lahan rawa lebak dikenal sebagai salah satu lahan suboptimal basah yang pemanfaatannya masih belum optimal (underutilized). Lahan rawa lebak seringkali didefinisikan sebagai lahan yang tergenang secara periodik, yang airnya berasal dari curah hujan dan/atau luapan banjir sungai (Subagyo, 2006). Walaupun demikian, saat ini lahan rawa lebak diyakini merupakan lahan yang potensial untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian tanaman pangan, khususnya padi. Berdasarkan hasil pemetaan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, luas lahan rawa di seluruh Indonesia sekitar 33,43 juta ha. Dari total luas lahan rawa yang dikategorikan sesuai untuk pertanian, luas yang dimanfaatkan untuk budidaya pertanian baru mencapai sekitar 2,270 juta ha (23,8 persen), sedangkan 76,2 persen atau seluas sekitar 7,26 juta ha belum dimanfaatkan (Haryono, 2013). Berdasarkan sebaran lahan rawa lebak yang telah ditanami padi, provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang memanfaatkan lahan lebak untuk satu kali penanaman padi dalam setahun yaitu seluas 148.979 ha (Sudana, 2005). Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman utama yang dibudidayakan oleh petani rawa lebak karena tingkat adaptasinya yang tinggi pada kondisi kebanjiran/ tergenang (ElHendawy et.al, 2014). Padi yang produk jadinya berupa beras sudah menjadi makanan pokok dengan kepentingan yang strategis di negara berkembang, dimana konsumsi rumah tangga perkotaan dan pedesaan meningkat pesat (Ibrahim, 2014). Pengembangan lahan rawa lebak untuk budidaya tanaman padi masih terus dikembangkan terutama dalam hal produktivitasnya. Rendahnya kesuburan tanah, penggunaan varietas lokal yang berumur 56 bulan (varietas turun menurun), dan pengolahan lahan yang konvensional merupakan penyebab utama rendahnya produktivitas padi di lahan rawa lebak (Helmi, 2015). Selain itu, terdapatnya dua musim di Indonesia yaitu musim hujan dan kemarau mengakibatkan penanaman padi di lahan rawa umumnya hanya dilakukan satu kali dalam setahun pada saat air di lahan surut. Salah satu tahapan penting dalam budidaya tanaman padi adalah tahapan pembibitan. Umur bibit memiliki peran penting dalam produksi jumlah anakan produktif, panjang malai, persen gabah berisi dan berat 1000 bulir dalam menentukan tingginya produksi padi pada kultivar dan hibrida tertentu (Aslam et.al, 2015). Penananam bibit muda (10 hari) dapat menghasilkan hasil maksimum sedangkan penananam bibit (20 hari) pada kepadatan pembenihan rendah menghasilkan hasil yang sama dengan tanam bibit muda pada kepadatan lebih tinggi dari bibit yang lebih tua (Sarwar et.al, 2011). Lama tergenangnya lahan rawa pada musim hujan tidak dapat diprediksi secara pasti. Hal tersebut menjadi faktor pembatas bagi petani untuk menentukan waktu yang tepat untuk mulai melakukan kegiatan budidaya padi terutama pada fase pembibitan sedangkan ketersediaan benih dan umur bibit sangat penting dalam proses budidaya padi. Jika waktu tanam telah tiba, namun bibit tersedia tidak cukup atau belum cukup umur maka produksi yang maksimal tidak akan tercapai. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pembibitan tanaman padi di lahan rawa lebak umumnya dilakukan petani pada saat lahan masih banjir atau melakukan budidaya lebih awal sebelum air di lahan surut (Irmawati, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai sistem persemaian padi yang dilakukan oleh petani rawa lebak, Kec Pemulutan, Sumatera Selatan. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Juni 2015 di lima desa Kecamatan Pemulutan, Sumatera Selatan (Pemulutan Ulu, Pelabuhan Dalam, Teluk Kecapi, Muara Dua dan Sukarami). Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode survei 539
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
lapangan menggunakan prosedur Grounded Theory (tahap 1) dan wawancara langsung dengan petani dengan panduan kuisioner (tahap 2). Prosedur Grounded Theory dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi kegiatan umum serta permasalahan budidaya padi di lahan rawa lebak, Pemulutan, sedangkan wawancara langsung petani dengan bantuan kuisioner bertujuan untuk mengonfirmasi kembali tentang isu-isu pokok dari hasil prosedur Grounded Theory yang telah dilakukan terutama dalam hal persemaian benih. Responden yang diwawancarai pada melalui survei lapangan berbasis prosedur Grounded Theory terdapat sebanyak 69 orang dan responden pada wawancara langsung dengan petani dengan panduan kuisioner yaitu sebanyak 100 orang yang masing-masing 20 orang per desa. Data yang diperoleh pada prosedur Grounded Theory berupa data kualitatif sedangkan data dari wawancara langsung berupa data kuantitatif. Data yang diperoleh kemudian di analisis menggunakan metode Corbin dan Strauss (2014) dan Bryman and Cramer (2001). HASIL Sistem Persemaian Tanaman Padi di Lahan Rawa Lebak
Persentase (%)
Petani padi lahan rawa lebak melakukan berbagai jenis sistem persemaian untuk mendapatkan benih tepat waktu dan mengantisipasi berbagai kondisi yang tidak terduga dalam budidaya padi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa terdapat tiga jenis sistem persemaian padi yang dilakukan oleh petani di lima desa lokasi penelitian yaitu persemaian terapung, persemaian samir dan persemaian tugal.
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Pelabuhan Dalam
Pemulutan Ulu Muara Dua
Teluk Kecapi
Sukarami
Desa Terapung
Samir
Tugal
Gambar 1. Tiga sistem persemaian padi di lima desa, Kec Pemulutan Sistem persemaian terapung dilakukan oleh petani di lima desa lokasi penelitian, kemudian sistem persemaian samir dilakukan oleh petani di tiga desa, yaitu Pelabuhan Dalam, Pemulutan Ulu, dan Teluk Kecapi, dan persemaian tugal dilakukan oleh petani di empat desa, kecuali desa Muara Dua. Penerapan sistem persemaian terapung banyak dilakukan oleh petani di tiga desa yaitu Muara Dua, Teluk Kecapi dan Sukarami dengan persentase 80%, 75% dan 75%, sedangkan penerapan persemaian samir banyak dilakukan di Pemulutan Ulu dengan persentase 75% dan persemaian tugal di Sukarami dengan persentase 75%. Dari ketiga sistem persemaian tersebut, sistem persemaian padi yang 540
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
diterapkan oleh semua petani di lima desa lokasi penelitian yaitu persemaian terapung, dengan rata-rata persentase 58.36 persen (Gambar 1).
120
Persentase (%)
100 80 60
40 20 0
Pelabuhan Dalam
Pemulutan Ulu
Muara Dua Teluk Kecapi
Pindah Tanam
Tanam Benih Langsung
Sukarami
Desa
Gambar 2. Sistem tanam padi pada lima desa di Pemulutan Sistem tanam pada budidaya tanaman padi dilakukan dengan dua cara yaitu pindah tanam (transplanting) dan tanam benih langsung (direct planting). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa > 95 % petani padi rawa lebak melakukan sistem tanam dengan cara pindah tanam dan diketahui bahwa hanya petani Desa Pelabuhan Dalam (5%) yang melakukan sistem tanam tebar benih langsung (tabela)(Gambar 2). Tabel 1. Persentase Sumber Ketersediaan Benih Padi Petani pada Desa Pelabuhan Dalam, Pemulutan Ulu, Muara Dua, Teluk Kecapi dan Sukarami
Sumber Benih
Membeli Hasil Panen Sebelumnya Bantuan Pemerintah
Desa Pelabuhan Pemulutan Muara Teluk Dalam Ulu Dua Kecapi Sukarami (%) 31.58 50.00 23.50 25.00 23.50 78.95 15.79
55.00 5.00
88.20 23.50
70.00 25.00
88.20 23.50
Ratarata
30.72 76.07 18.56
Petani rawa lebak memperoleh benih dari tiga sumber yaitu dari hasil panen sebelumnya, bantuan dari pemerintah, dan membeli dari toko pertanian (Gambar 3). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada petani di lima desa lokasi penelitian diketahui bahwa 76.07 persen petani memperoleh benih dari hasil panen sebelumnya, 30.72 persen petani memperoleh benih dari hasil membeli dan 18.56 persen petani memperoleh dari bantuan pemerintah (Tabel 1). Dari lima desa lokasi penelitian, terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada desa Pemulutan Ulu yaitu benih yang mereka peroleh dari pemerintah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan keempat desa lainnya
541
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Gambar 3. Skema sistem persemaian padi di lahan rawa lebak, Pemulutan Kendala pada Sistem-Sistem Persemaian Tanaman Padi Pada budidaya padi di lima desa, Kec Pemulutan, para petani di setiap desa memiliki alasan tersendiri dalam hal memilih sistem persemaian yang akan mereka lakukan. Adapun alasan petani tidak menggunakan sistem persemaian tertentu dikarenakan adanya kendala yang mereka hadapi jika memilih persemaian tersebut. Petani cenderung memilih sistem persemaian yang paling mereka sukai. Berdasarkan hasil penelitian diketahui kendala-kendala yang akan dihadapi petani dalam ketiga sistem persemaian sehingga menjadi alasan tidak dipilih persemaian tersebut. Pada persemaian terapung, kendala utama yang dihadapi petani yaitu biaya produksi tinggi (Pemulutan Ulu-25%), bahan baku tidak tersedia (Pelabuhan Dalam14.30%, Pemulutan Ulu-41.70%, dan Muara Dua-33.30%), dan tidak praktis dalam penggunaannya (Pelabuhan Dalam-85.75%, Pemulutan Ulu-66.70%, Muara Dua-83.30%, Teluk Kecapi-100%(2/2), dan Sukarami-66.7(4/6)). Kendala pada persemaian samir yaitu berupa lahan tergenang (Pemulutan Ulu-100%, Muara Dua-64.71%, dan Teluk Kecapi42.86%), kebutuhan benih tinggi (Pelabuhan Dalam-8.33%), repot pemeliharaan (Pelabuhan Dalam-83.30%, Muara Dua-29.41%, Teluk Kecapi-57.14%, dan Sukarami31.25%), tidak tersedia lahan semai (Pelabuhan Dalam-8.33%), kualitas benih rendah (Muara Dua-11.76%, Teluk Kecapi-28.58%, dan Sukarami-12.50%), dan petani tidak terbiasa (Sukarami-56.25%) dan kendala pada persemaian tugal yaitu berupa repot pemeliharaan (Pelabuhan Dalam-60 %(3/5), Pemulutan Ulu-52.60 %, Muara Dua-27.27 %, dan Teluk Kecapi-60%(3/5)), kualitas benih rendah (Pemulutan Ulu-42.10% dan Teluk Kecapi 60%(2/5)), tidak tersedia lahan kering (Pemulutan Ulu-15.80% dan Muara Dua27.27%) dan lahan tergenang (Muara Dua-45/.45% dan Sukarami 66.7 (4/6)). Alasanalasan tersebut merupakan kendala-kendala yang dihadapi oleh petani di lima desa lokasi penelitian selama kegiatan persemaian (Tabel 2). Tabel 2. Alasan Petani Tidak Menerapkan Sistem Persemaian Terapung, Samir dan Tugal
542
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Alasan Tidak Menerapkan Persemaian Terapung Biaya Tinggi (%) Bahan Baku Tidak Tersedia (%) Tidak Praktis (%) Alasan Tidak Menerapkan Persemaian Samir Lahan Tergenang (%) Kebutuhan Benih Tinggi (%) Repot Pemeliharaan (%) Tidak Tersedia Lahan (%) Kualitas Benih Rendah (%) Tidak Terbiasa (%) Alasan Tidak Menerapkan Persemaian Tugal Repot Pemeliharaan (%) Kualitas Benih Rendah (%) Tidak Tersedia Lahan Kering (%) Lahan Tergenang (%) *
Pelabuha n Dalam 0.00
Nama Desa Pemuluta Muara Teluk n Ulu Dua Kecapi 25.00 0.00 0.00
14.30
41.70
85.70
66.70
Pelabuha n Dalam 0.00 8.33 83.30 8.33 0.00 0.00 Pelabuha n Dalam 60(3/5) 0.00
33.30
83.30 Nama Desa Pemuluta Muara n Ulu Dua 100.00 64.71 0.00 0.00 0.00 29.41 0.00 0.00 0.00 11.76 0.00 0.00 Nama Desa Pemuluta Muara n Ulu Dua 52.60 27.27 42.10 0.00
Sukarami 0.00
0.00 100(2/2) *
0.00 66.7(4/6) *
Teluk Kecapi 42.86 0.00 57.14 0.00 28.58 0.00
Sukarami 0.00 0.00 31.25 0.00 12.50 56.25
Teluk Kecapi 60(3/5) 40(2/5)
Sukarami 0.00 0.00
0.00
15.80
27.27
0.00
0.00
0.00
45.45
0.00
0.00 66.7(4/6) *
responden < 10 orang
PEMBAHASAN Sistem persemaian padi yang dilakukan oleh petani di lima desa lokasi penelitian terdiri atas persemaian terapung, persemaian samir dan persemaian tugal. Persemaian terapung yaitu persemaian yang dilakukan pada rakit terapung yang terbuat dari tumbuhan rumput rawa (sering disebut: berondong) dengan media tanam persemaian berupa ganggang air tawar (sering disebut: reamun) sehingga bibit padi yang tumbuh tidak akan tenggelam justru terapung diatas permukaan air dan tidak perlu disiram. Persemaian samir yaitu persemaian benih padi di atas tanah macak-macak di depan rumah atau perkarangan, atau pada karung yang diatasnya dihamparkan media tanam (tanah dan pupuk kandang) dengan ketebalan kurang lebih 5 cm kemudian ditutup dengan karung kembali atau dengan pelepah daun kelapa selama kurang lebih 2 minggu setelah benih disemai. Persemaian tugal yaitu persemaian yang dilakukan di atas galangan lahan sawah yang tanahnya telah ditinggikan sehingga ketika air pasang/ tinggi benih tidak akan tergenang. Sistem persemaian padi yang dilakukan oleh petani di lima desa Kec. Pemulutan yaitu terdiri atas persemaian terapung, persemaian samir dan persemaian tugal. Dari ketiga persemaian tersebut, persemaian terapung dan tugal merupakan persemaian yang telah lama diterapkan oleh petani sebelum munculnya persemaian samir yang menjadi persemaian alternatif bagi petani yang tidak dapat membuat rakit terapung dan tidak memiliki galangan tinggi di lahan (Yunindyawati et al. 2014). Akan tetapi, persemaian yang efektif dan efisien untuk menghasilkan bibit padi tersedia tepat waktu, jumlah cukup,
543
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
dan berkualitas lebih mungkin dapat terpenuhi dengan menerapkan sistem persemaian terapung. Kearifan lokal dapat digunakan sebagai landasan untuk mengembangkan teknologi di lahan suboptimal seperti lahan rawa (Lakitan, 2014). Sistem persemaian terapung merupakan salah satu kearifan lokal petani di lahan rawa lebak dalam sistem budidaya padi. Melalui sistem persemaian ini, bibit dapat dihasilkan tepat waktu dengan jumlah yang cukup karena pembibitan dapat dilakukan saat air pasang tanpa perlu khawatir tergenang dan bibit dapat tumbuh dengan baik karena tidak akan mengalami kekurangan air pada area perakarannya. Selain itu, bibit dari persemaian terapung terlihat lebih sehat, hijau dan seragam dibandingkan dengan bibit dari sistem persemaian lainnya sehingga peluang hidup bibit setelah pindah tanam (transplanting) jauh lebih besar. Zhang et. al (2015) melaporkan bahwa fase vegetatif setelah pindah tanam adalah fase penting bagi tanaman untuk memulai pertumbuhan di lapangan sehingga bibit yang berwarna hijau sangat berperan penting untuk keberhasilan fase tersebut. Tanaman padi dapat ditanam melalui metode tanam benih langsung (tabela) atau sistem pindah-tanam (transplanting). Umumnya, penanaman padi pada lahan rawa lebak dilakukan secara pindah tanam pada saat air mulai surut sebab terlalu tingginya genangan air dilahan dapat menurunkan persentase daya berkecambah benih jika penanaman padi dilakukan secara tabela. Pemilihan metode tanam padi harus mempertimbangkan empat aspek penting, yaitu lokasi, tipe tanah, ekosistem tanaman, dan ketersediaan sarana produksi tanaman dan tenaga kerja. Metode tabela pada budidaya tanaman padi memerlukan tenaga kerja yang sedikit dan tanaman padi jauh lebih cepat matang. Akan tetapi, penanaman secara tabela akan mengakibatkan tingginya kompetisi tanaman padi terhadap gulma dan sulitnya pengendalian hama keong (Figueroa et al. 2014) sehingga berpotensi besar menurunkan hasil panen, sedangkan metode transplanting menggunakan benih lebih sedikit tetapi tenaga kerja dibutuhkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan persemaian langsung dan juga bibit yang ditransplantasikan jauh lebih lama untuk matang (Rice Knowledge Bank IRRI). Selain itu, penanaman bibit padi yang lebih tua tumbuh di persemaian pembibitan yang dikelola dengan baik dapat mengurangi input air dan meningkatkan produktivitas padi (Lampayan et.al 2015). Beberapa petani memilih untuk melakukan sistem tanam tabela pada sistem tanam padi dikarenakan lahan yang mereka miliki cukup datar dan merupakan lebak pematang yang tinggi airnya masih dapat ditoleransi tanaman dan surutnya lebih cepat. Selain itu, beberapa juga petani berpendapat bahwa biaya yang keluarkan dengan sistem tanam tabela dinilai lebih rendah dibandingkan dengan pindah tanam sehingga dapat menekan biaya produksi. Budidaya padi di lahan rawa lebak dilakukan secara terus-menerus setiap tahun oleh para petani sehingga ketersediaan benih merupakan hal yang paling diperhatikan oleh petani. Pilihan petani untuk mencukupi kebutuhan benih pada budidaya padi dengan cara menyisahkan hasil panen untuk disimpan sebagai benih dilakukan untuk keberlangsungan praktik budidaya agar tetap berkelanjutan. Menurut Yunindyawati et al. (2014) panen padi untuk bibit dilakukan oleh para perempuan dengan cara menampi (menggunakan alat tampir dari bambu), alat tersebut digoyang-goyangkan sehingga akan terpisah antara padi yang bernas dan padi yang hampa, biji yang bernas disimpan sebagai benih. Petani tidak dapat mengandalkan ketersediaan benih dengan cara membeli karena terkendala biaya produksi yang terbatas ataupun tidak dapat mengandalkan bantuan pemerintah karena tidak pasti ketersediaannya. Para petani desa Pemulutan Ulu memperoleh benih bantuan dari pemerintah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan keempat desa lainnya. Hal ini terjadi karena kurangnya komunikasi antar petani terutama anggota kelompok tani sehingga distribusi bantuan benih tidak berjalan dengan lancer. 544
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Salah satu kendala dalam pelaksanaan budidaya persemaian padi terapung di lahan rawa lebak adalah sulit didapatkannya lagi bahan baku untuk membuat rakit terapung. Hal ini menyebabkan persemaian terapung padi saat ini sudah banyak ditinggalkan oleh para petani. Ketidaktersediaan bahan-bahan tersebut kemungkinan terjadi akibat konversi habitat alami dan vegetasi asli menjadi lansekap buatan manusia, baik untuk perluasan lahan pertanian maupun digunakan untuk kepentingan non-pertanian. Kendala utama petani tidak melakukan persemaian samir karena tidak adanya lahan yang dimiliki oleh petani untuk melakukan persemaian dan petani tidak terbiasa dengan sistem persemaian tersebut, sedangkan kendala utama petani dalam persemaian tugal yaitu repot pemeliharaannya karena perlu disiram secara rutin jika tidak bibit akan mengalami kekeringan dilapangan. KESIMPULAN Terdapat tiga sistem persemaian padi yang dilakukan oleh para petani di Desa Pelabuhan Dalam, Pemulutan Ulu, Muara Dua, Teluk Kecapi dan Sukarami, Kec Pemulutan, yaitu sistem persemaian terapung, samir dan tugal. Persemaian terapung merupakan persemaian padi yang diterapkan oleh semua petani di kelima desa tersebut dengan persentase rata-rata 58.36 persen. Akan tetapi, beberapa petani mulai beralih dari persemaian terapung ke persemaian tugal dan samir dengan alasan ketersediaan bahan baku rakit semai yang mulai sulit ditemukan dan ketidakpraktisan dalam praktik budidayanya. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan pada Pusat Unggulan Riset Lahan Suboptimal (PUR-LSO) atas bantuannya selama penelitian di Kec Pemulutan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak yang memberikan dukungan dalam penelitian atau penulisan makalah, baik sebagai mitra konsultasi. DAFTAR PUSTAKA Aslam MM, Muhammad z, Ayesha I, M Umair H, Saif A, Rashid H, Pia MAR, M Farhan R. 2015. Influence of Seedling Age and Nitrogen Rates on Productivity of Rice (Oriza sativa L.): A Review. American Journal of Plant Sciences.6:1361-1369 Bryman, A., Cramer, D., 2001. Quantitative data analysis with SPSS release 10 for Windows. Routledge, East Sussex. Corbin, J. and Strauss, A. 2014. Basics of qualitative research: Techniques and procedures for developing grounded theory. Sage publications Inc, New York. El-Hendawy S, Nasser AS, Urs S, Jun S. 2014. Adaptive traits associated with tolerance to flash flooding during emergence and early seedling growth stages in rice. Plant Omics Journal.7(6): 474-489 Figueroa, JY, Maria Liberty P.Almazan, Finbarr G. Horgan. 2014. Reducing seed-densities in rice seedbeds improves the cultural control of apple snail damage. Crop Protection. 62: 23-31 Haryono. 2013. Lahan Rawa Lumbung Pangan Masa Depan Indonesia. Bogor: IAARD Press. 12p Helmi. 2015. Peningkatan produktivitas padi lahan rawa lebak melalui penggunaan varietas unggul padi rawa. Jurnal Pertanian Tropik .2(11): 78-92
545
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016 ISBN .........................
Ibrahim, A.A. 2014. Adoption Decision on Rice Production Technologies By Farming Households Under Borno State Agricultural Development Programme, Nigeria. International Journal of Research in Agriculture and Food Sciences 2(3): 23112476. International Rice Research Institute [IRRI]. Transplanting.[3 Mei 2016]. http://www.knowledgebank.irri.org/step-by-step production/growth/planting/transplanting Lakitan, B., 2014. Inclusive and Sustainable Management of Suboptimal Lands for Productive Agriculture in Indonesia. Jurnal Lahan Suboptimal 3(2: 181-192. Lampayan, Faronilo, Tuong, Espiritu, Dios, Bayot. 2015. Effects of seedbed management and delayed transplanting of riceseedlings on crop performance, grain yield, and water productivity. Field Crops Research.183: 303-214 Sarwar N. M Maqsood, Syed Aftab Wajid, M Anwar Ul-Haq. 2011. Impact of nursery seeding density, nitrogen, and seedling age on yield and yield attributes of fine rice. Chilean Journal of Agriculture Research. 71 (3):343-349 Subagyo, H. 2006. Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa dalam Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Sudana, W. 2005. Potensi dan prospek lahan rawa sebagai sumber produksi pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian. 3(2), 141-151. ZHANG, Yuping, Jing XIANG, Huizhe CHEN, Yikai ZHANG, Xianqing LIN, Defeng ZHU. 2015. Fhysiological Characterization of Green Turning of Rice Seedlings at Different Temperatures. Agricultural Science & Technology. 16(7): 1390-1394 Yunindyawati, Titik Sumarti MS, Soeryo Adiwibowo, Aida Vitayala, Hardinsyah. 2014. Sejarah pertanian sawa lebak, peran perempuan dan pangan keluarga di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan. Paramita. 24(2): 211-221
546