Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 UJI EFEKTIFITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN SEBAGAI PENGENDALI PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabaidae) DI LABORATORIUM Efficacy Test of Entomopathogenic Nematodes as a Controll of Coconut Palm Beetle (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) in the Laboratory Selly Khairunnisa1*, Mukhtar Iskandar Pinem2, Fatimah Zahara2 1
Alumnus Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU. Medan 20155 2 Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU. Medan 20155 *Corresponding author :
[email protected] ABSTRACT
Efficacy Test of Entomopathogenic Nematodes as a Controll of Coconut Palm Beetle (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) in the Laboratory. This research was conducted to determine the effectiveness of entomopathogenic nematodes. as a controll of O. rhinoceros L. (Coleoptera : Scarabidae) in the Laboratory. This research was carried out in the Laboratory of Pests and Laboratory of Plant Diseases, Agroecotechnology, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra from January to March 2013. The method of this research was Completely Randomized Design (CRD) non-Factorial which consist of 6 treatments and 3 replications. Treatments being tested were 6 levels of population density Infective Juvenile (JI) of nematodes entomopathogenic (0, 50, 100, 150, 200, 250 JI/ml). The results of this research showed that with population density of nematodes entomopathogenic 200 JI/ml and 250 JI/ml at 144 hours after the application is effective for controlling larva mortality O. rhinoceros L. for 85,71% and 100%. The fastest ’s larval mortality time was found with population density of nematodes entomopathogenic 250 JI/ml at 24 hours after the application. Keywords: Oryctes rhinoceros L., oil palm, entomopathogenic nematodes ABSTRAK Uji Efektifitas Nematoda Entomopatogen Sebagai Pengendali Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) di Laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas nematoda entomopatogen terhadap O. rhinoceros L. (Coleoptera : Scarabidae) di laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara mulai bulan Januari-Maret 2013. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial yang terdiri dari 6 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diuji yaitu 6 tingkat kepadatan populasi Juvenil Infektif (JI) nematoda entomopatogen(0, 50, 100, 150, 200, 250 JI/ml). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan kepadatan populasi nematoda entomopatogen 200JI/ml dan 250JI/ml pada 144 jam setelah aplikasi efektif dalam mengendalikan larva O. rhinoceros L. dengan mortalitas 85,71% dan 100%. Waktu kematian larva O. rhinoceros L. tercepat terdapat pada perlakuan 250 JI/ml yaitu 24 jam setelah aplikasi. Kata kunci : Oryctes rhinoceros L., kelapa sawit, nematoda entomopatogen
607
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014
kelapa di seluruh Indonesia. Kerusakan
PENDAHULUAN Tanaman
kelapa
sawit
(Elaeis
tanaman
kelapa
sawit
akibat
serangan
guineensis Jacq.) saat ini merupakan salah
kumbang tersebut dapat terjadi pada tanaman
satu
belum
jenis
tanaman
perkebunan
yang
menghasilkan,
maupun
tanaman
menduduki posisi penting di sektor pertanian
menghasilkan.
umumnya, dan sektor perkebunan khususnya,
akibat serangan kumbang ini cukup besar
hal ini disebabkan dari sekian banyak
karena kumbang jantan dan betina yang
tanaman yang menghasilkan minyak atau
menggerek
lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai
pohon yang satu ke
ekonomi terbesar per hektarnya di dunia
(Lekahena, 2011).
(Khaswarina, 2001). Budidaya
Kerugian yang ditimbulkan
selalu
Berbagai saat
pohon sekitarnya
pestisida
kimia
telah
digunakan tanpa pandang bulu sejak beberapa
menghadapi masalah yang cukup pelik yaitu
dekade untuk mengendalikan serangga hama
adanya gangguan hama dan penyakit terutama
pada tanaman pertanian. Dampak jangka
kumbang badak. Pada areal persemaian
panjang dari bahan kimia pada organisme
kelapa
bukan
serangan
pada
dari
ini
sawit
kelapa
berpindah-pindah
kumbang
dapat
target,
perkembangan
resistensi
mengakibatkan tertundanya masa berproduksi
serangga terhadap pestisida kimia dan efek
sampai satu tahun dan tanaman yang mati
berbahaya terhadap manusia dan lingkungan
dapat
O.
merangsang minat para ilmuwan untuk
rhinoceros menyerang tanaman kelapa sawit
mengukur kontrol alternatif melalui kontrol
yang baru ditanam di lapangan sampai
bio berarti untuk menghancurkan serangga
berumur 2,5 tahun (PPKS, 2010).
hama
mencapai
25
%.
Kumbang
Hama O. rhinoceros merupakan hama penting tanaman kelapa yang menimbulkan
untuk
meningkatkan
produktivitas
pertanian. Nematoda entomopatogen
telah
dianggap sebagai sangat potensial dan efektif
kerugian cukup besar dan menyerang tanaman 608
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 sebagai bio-agen kontrol memiliki sifat non
Entomopatogen menjadi harapan baru bagi
polusi (Tabassum dan Shahina, 2004).
petani, karena diketahui sebagai nematoda
Menurut Gaugler (2006) nematoda
entomopatogen
yang
efektif
untuk
entomopatogen (NEP) merupakan parasit
mengendalikan
beberapa
hama
penting
serangga yang berada di dalam tanah. Istilah
komoditas
entomopatogen, entomon berasal dari kata
komoditas perkebunan, nematoda ini telah di
Yunani, yang berarti serangga, dan patogen,
uji cobakan untuk mengendalikan hama uret
yang
penyakit.
tebu yang selama ini menjadi musuh petani
Meskipun banyak nematoda parasit lainnya
tebu terutama di lahan berpasir (Wibawanti,
menyebabkan penyakit pada tanaman, ternak,
2011).
berarti
menyebabkan
pertanian.
Khususnya
untuk
dan manusia, nematoda entomopatogen hanya menginfeksi serangga. Mereka menginfeksi berbagai
jenis
lepidoptera,
serangga
kumbang,
dan
tanah,
larva
lalat,
serta
BAHAN DAN METODE Penelitian Laboratorium
ini
Hama
dilaksanakan dan
Laboratorium
jangkrik dewasa dan belalang. Genera paling
Penyakit
sering dipelajari adalah yang berguna dalam
Agroekoteknologi
pengendalian hayati serangga hama, yaitu
Universitas Sumatera Utara mulai bulan
Steinernematidae
Juli 2012 sampai dengan Maret 2013.
dan
Heterorhabditidae
(Zahro’in, 2010). Nematoda
Tumbuhan
di
Program
Fakultas
Studi Pertanian
Penelitian ini dilaksanakan dengan (NEP)
menggunakan Rancangan Acak Lengk ap
merupakan parasit serangga yang berada di
(RAL) non faktorial yang terdiri dari 6
dalam tanah. Istilah entomopatogen, entomon
perlakuan dan 3 ulangan antara lain: J0 =
berasal dari kata Yunani, yang berarti
Kontrol; J1 = Diaplikasikan
serangga,
= Diaplikasikan 100 JI/ml; J3 = Diaplikasikan
dan
menyebabkan
entomopatogen
patogen, penyakit.
yang
berarti
50 JI/ml; J2
Nematoda 609
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 150 JI/ml; J4 = Diaplikasikan 200 JI/ml; J5 =
(diameter 9 cm). Dalam cawan petri besar
Diaplikasikan 250 JI/ml.
diisikan aquadest sampai mencapai setengah
Sampel tanah diperoleh dari lahan
permukaan cawan petri tempat ulat diletakkan
perkebunan kelapa sawit PTPN III Kisaran,
(cawan petri diameter 5 cm) sehingga kertas
diambil di sekitar perakaran tanaman pada
tissu selalu terendam air. Cawan petri besar
kedalaman 20 cm. Sampel tanah dijaga agar
ditutup dan diletakkan dalam suhu kamar.
tetap dalam keadaan lembab, agar nematoda
Juvenil infektif akan keluar dari tubuh ulat
yang berada di dalam tanah tetap hidup.
hongkong ke dalam aquadest. Setelah 2 hari
Isolasi nematoda dari tanah dilakukan
nematoda infektif juvenil yang terkumpul
dengan menempatkan 10 ekor perangkap T.
pada air di cawan besar dapat dipanen.
molitor dalam wadah gelas yang berisi 200
Pemanenan dapat dilakukan setiap 2 hari
gram tanah yang sudah dilembabkan, wadah
sekali
gelas dibalik sehingga larva ditutupi tanah
menambahkan air dalam cawan besar. Hasil
dan diinkubasi pada suhu kamar selama 3
panen yang diperoleh kemudian disimpan
hari. Setelah 3-5 hari larva yang mati
dalam botol kaca.
kemudian diamati. Larva T. militor yang mati
selama
2
Perbanyakan
minggu
dengan
nematoda
tetap
dilakukan
karena terinfeksi oleh nematoda ditandai
secara in vivo yaitu menggunakan ulat
dengan perubahan warna menjadi coklat tua
hongkong
atau
cara menginokulasikan 200 JI/ml nematoda
kemerahan
dan
tubuhnya
menjadi
lembek serta tidak berbau busuk.
(T. militor). Dengan
hasil pemurnian pada 10 larva
T.
Metode white trap yaitu dengan
militor diletakkan ke dalam petri yang telah
meletakkan larva T. militor yang mati pada
dilapisi kertas saring lembab. Setelah 3-4 hari
kertas tisu di atas cawan petri berdiameter 5
larva terinfeksi, diperangkap menggunakan
cm yang diletakkan terbalik. Cawan tersebut
Perangkap White (White Trap).
diletakkan
didalam
cawan
petri
besar 610
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 Juvenil
infektif
yang
tertangkap
1.
Gejala
Serangan
dihitung setiap dua hari. Untuk mendapatkan
Entomopatogen
jumlah
rhinoceros L.
nematoda
yang
sesuai
dengan
pada
Nematoda Larva
O.
perlakuan dilakukan perhitungan setiap 0,1 ml
Pengamatan dilakukan 24 , 48, 72, 96,
suspensi nematoda yang telah dipanen dengan
120, dan 144 jam setelah aplikasi (JSA).
hand counter dan counting chamber (cawan
Pengamatan secara makroskopis dilakukan
hitung), pipet, dan dihitung dengan bantuan
dengan melihat perubahan warna, perilaku
mikroskop.
gerak, dan bentuk tubuh larva sampai larva
Larva O. rhinoceros diperoleh dari
tersebut mati. Pengamatan secara mikroskopis
pertanaman kelapa sawit. Diambil larva instar
dilakukan setelah larva mati dengan cara
1 dari lapangan dan dilakukan perbanyakan di
membedah tubuh larva selanjutnya diamati di
laboratorium untuk mendapatkan larva instar
bawah mikroskop untuk melihat kerusakan
2.
jaringan yang terjadi dan memastikan terdapat Untuk
menggunakan
pengalikasian metode
percobaan
kertas
saring
keberadaan nematoda di dalam tubuh larva sebagai
penyebab
(Woodring & Kaya 1988 dalam Uhan , 2005).
rhinoceros tersebut.
Metode
2. Persentase
ini
dilakukan
dengan
cara
memasukkan 7 larva O. rhinoceros instar ke-2 ke dalam toples yang dialasi kertas saring yang
sebelumnya
telah
kematian
Mortalitas
larva
Larva
O.
O.
rhinoceros L. Pengamatan mortalitas dilakukan 24 ,
diinfestasikan
48, 72, 96, 120, dan 144 jam setelah aplikasi
suspense nematode entomopatogen dengan
(JSA). Pengamatan tersebut dilakukan dengan
kepadatan populasi sesuai perlakuan yang
menghitung jumlah larva yang mati dan
diuji.
kemudian
Parameter Pengamatan
larva. Persentase mortalitas larva dapat
dihitung
persentase
mortalitas
611
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
hiperaktif. Dibandingkan dengan larva O.
berikut:
rhinoceros P=
__a__ a+b
X 100%
yang
Dimana :
pada perlakuan kontrol, larva
diberi
perlakuan
nematoda
entomopatogen. terlihat lebih hiperaktif, hal
P = Persentase mortalitas larva
ini terlihat dengan hancurnya kertas saring
a = Jumlah larva yang mati
yang digunakan sebagai alas toples. Hasil
b = Jumlah larva yang hidup
pengamatan
ini
didukung
oleh
laporan
Simoes dan Rosa (1996) yang menyatakan 3. Periode
Inkubasi
Nematoda bahwa serangan nematoda entomopatogen
Entomopatogen dalam Tubuh Larva O. menyebabkan
perubahan
perilaku
pada
rhinoceros L. serangga inang, sebelum serangga inang Pengamatan dilakukan mulai dari 24 , mengalami kematian, serangga akan bergerak 48, 72, 96, 120, dan 144 jam setelah aplikasi secara hiperaktif. (JSA) terhadap larva O. rhinoceros yang telah Dari hasil pengamatan gejala serangan diinfestasikan
nematoda
entomopatogen larva O. rhinoceros yang terinfeksi nematoda
sesuai
dengan
perlakuan
yang
telah entomopatogen
ditandai
dengan
adanya
perubahan warna. O. rhinoceros
sehat
ditentukan.
awalnya berwarna putih kekuningan berubah
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Gejala
Serangan
Entomopatogen
pada
Nematoda Larva
O.
rhinoceros L.
warna menjadi hitam kecoklatan/karamel. Menunjukkan
bahwa
nematoda
entomopatogen yang menyerang larva di
Dari hasil pengamatan tampak bahwa
dominasi oleh Steinernema spp. Hal
ini
sebelum terjadi kematian O. rhinoceros yang
sesuai dengan literatur Zahro’in (2010) yang
terserang
menyatakan gejala serangan terhadap inang
mengalami
nematoda perubahan
entomopatogen perilaku
menjadi
yang mati karena serangan Steinernema spp. 612
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 dapat dikenali dengan adanya perubahan
nematoda
warna menjadi hitam kecoklatan/caramel,
berkembang dan bereproduksi di dalam tubuh
karena pigmen yang dihasilkan pada serangga
O. rhinoceros, dan menyebabkan kematian.
inangnya.
Ketidakmampuan
O.
mempertahankan
diri
Kemampuan
untuk
menyebabkan
entomopatogen
mampu
rhinoceros diduga
untuk
disebabkan
kematian dari nematoda entomopatogen tidak
karena senyawa anti bakteri yang terdapat di
hanya
patogenisitas
dalam
tetapi
juga
dihancurkan oleh nematode entomopatogen.
ditentukan oleh kemampuan O. rhinoceros L.
Halini sesuai dengan pernyataan Simoes dan
untuk mempertahankan diri. Hal ini pernah
Rosa (1996), bahwa serangga mempunyai
dilaporkan
bahwa
ketahanan internal yang berupa senyawa
kemampuan menyebabkan kematian dari
kimia anti bakteri. Senyawa ini menyebabkan
hubungan parasitasi nematoda entomopatogen
terjadinya pengkapsulan nematoda di dalam
dengan inang tidak hanya ditentukan oleh
haemocoel, apabila nematoda tidak berhasil
patogenesitas
kompleks,
melawan ketahanan serangga inang. Apabila
tetapi juga oleh seberapa besar kemampuan
nematoda berhasil menghancurkan senyawa
serangga inang untuk mempertahankan diri
anti bakteri yang diproduksi oleh serangga,
melawan parasit yang menyerang.
maka nematoda akan berhasil mencapai
ditentukan
nematoda-bakteri
oleh
kompleks,
oleh
Ehlers
(1996)
nematoda-bakteri
Untuk mempertahankan diri terhadap
tubuh
haemocoel,
O.
dapat
berkembang
menjadi
dewasa
mempunyai senyawa anti bakteri. Terjadinya
haemocoel.
kematian
diduga
dihancurkan oleh enzim ekstraseluler yang
tidak
dilepaskan oleh nematoda bersamaan dengan
melawan
saat nematoda melakukan penetrasi ke dalam
disebabkan mampu
karena
penelitian O.
mempertahankan
ini,
rhinoceros diri
serangan nematoda entomopatogen, sehingga
bereproduksi
berhasil
serangan nematoda entomopatogen, serangga
dalam
dan
rhinoceros
Senyawa
anti
di
dalam
bakteri
akan
haemocoel serangga 613
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 Kemampuan NEP untuk bisa sampai ke dalam haemocoel serangga dan dengan
senyawa kimia anti bakteri yang berfungsi sebagai ketahanan internal serangga
bantuan bakteri simbionnya merupakan faktor
Dari hasil pengamatan larva O.
spesifik yang menentukan virulensinya dalam
rhinoceros
menyerang dan menyebabkan kematian pada
entomopatogen
serangga inang. Mekanisme pertahanan tubuh
busuk, meskipun keadaan larva telah mati dan
serangga tidak berhasil dalam mengatasi
berubah warna. Gejala lain dari serangan
kompleksitas
nematoda–bakteri
nematoda entomopatogen adalah tubuh larva
Hal ini sesuai dengan pernyataan Simoes dan
O. rhinoceros menjadi lunak tetapi bentuk
Rosa (1996) bahwa dalam haemolymph
tubuh tetap utuh dan tidak berbau busuk. Hal
serangga, bakteri menghasilkan enzim ekstra
ini sesuai dengan literatur Nugrohorini (2010)
seluler selama multiplikasi (Protease, Lipase,
bahwa gejala serangan yang diakibatkan
Lechitinase, DNAase dan Phosphatase) dan
nematoda entomopatogen ditandai dengan
Lipo Poli Sakharida (LPS) yang merusak
terjadinya perubahan warna pada kutikula
haemocyt
dan
serangga inang, tubuh serangga menjadi lunak
yaitu
dan apabila di bedah jaringan tubuh menjadi
menghambat
simbiosis
(sel
darah
serangga)
Prophenoloxidase,
cair
tetapi
yang
terinfeksi
tidak
tidak
nematoda
menimbulkan
berbau
bau
busuk.
Gambar 1. Larva sehat (kiri) dan larva terinfeksi nematoda entomopatogen(kanan)
614
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 Pada pengamatan mikroskopik, saat
pernyataan Simoes dan Rosa (1996) bahwa
tubuh larva O.rhinoceros dibedah, jaringan
setelah nematoda malakukan penetrasi ke
dalam larva menjadi hancur tetapi tidak
dalam
berbau busuk dan ditemukan juvenil-juvenil
menyebabkan paralisis pada serangga yang
nematoda entomopatogen didalam tubuh larva
diikuti
tubuh
larva,
dengan
nematoda
kematian
akan
serangga.
yang terinfeksi. Hal ini sesuai dengan
Nematoda entomopatogen
Gambar 2. Pengamatan Mikroskopik larva O.rhinoceros L. 2.
Persentase
Mortalitas
Larva
O.
Hasil dari pengamatan persentase mortalitas larva O. rhinoceros dapat dilihat lampiran 2 – lampiran 7. Dari
rata-rata analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan dengan menggunakan
nematoda
pengaruh
tidak
nyata
pada
pengamatan 24 JSA dan 48 JSA, pengaruh
rhinoceros L.
pada
memberi
entomopatogen
nyata terlihat pada pengamatan 72 JSA, sedangkan pada pengamatan 96 JSA hingga 144 JSA memberikan pengaruh sangat nyata terhadap mortalitas larva O. rhinoceros
di
laboratorium. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
615
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 Tabel 1. Pengaruh nematoda entomopatogen terhadap mortalitas O. rhinoceros untuk Setiap Perlakuan Pada 6 Kali Pengamatan Pengamatan (JSA) Persentase Mortalitas (%) Perlakuan 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam 120 jam 144 jam J0 0.00 0,00B 0,00B 0,00C 0,00D 0,00D J1 0,00 0,00B 4,76B 14,28B 14,28C 19,04C J2 0,00 0,00B 4,76B 23,81B 23,81B 33,33B J3 0,00 0,00B 9,52A 33,33A 38,09B 47,62B J4 0,00 4,76A 14,28A 38,09A 57,14A 85,71A J5 0,00 9,52A 23,81A 52,37A 66,66A 100.00A Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut Uji Jarak Duncan % dan 9,52%. Kejadian ini menunjukkan Pada pengamatan 24 JSA, belum bahwa setelah 48 JSA , nematoda terjadi mortalitas pada larva O. rhinoceros. entomopatogen. sudah dapat melakukan Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan penetrasi ke tubuh larva dan meyebabkan nematoda entomopatogen pada berbagai kematian larva O. rhinoceros. Hal ini tingkat kepadatan populasi belum sesuai dengan pernyataan Uhan (2008) bahwa memberikan pengaruh terhadap mortalitas faktor penentu patogenitas nematoda pada larva O. rhinoceros. Kondisi ini entomopatogen yaitu dengan diproduksinya berhubungan dengan mekanisme toksin yang dihasilkan dalam waktu 24-48 pernyerangan nematoda entomopatogen. yang jam. membutuhkan waktu untuk menyebabkan Tabel 1 menunjukkan pada kematian inang. penggunaan nematoda entomopatogen Pada pengamatan 48 JSA sudah terjadi didapatkan perlakuan yang paling efektif mortalitas pada larva O. rhinoceros walaupun yaitu pada perlakuan J4 dan J5 (200 JI/ml dan tingkat mortalitasnya relatif rendah. Pada 250 JI/ml) sebesar 85.71% dan 100%. Karena setiap perlakuan menggunakan nematoda rataan mortalitas pada perlakuan J4 tidak entomopatogen, mortalitas baru terjadi pada berbeda nyata dengan perlakuan J5 dan perlakuan 200 dan 250 JI/ml dengan perlakuan J4 dan J5 berbeda nyata dengan persentase mortalitas sebesar 4,76 perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan 616
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 bahwa
kepadatan
nematoda
Pada pengamatan 24, 48, 72, 96, 120,
memberikan pengaruh yang sangat nyata
dan 144 JSA kematian larva O. rhinoceros
terhadap mortalitas O. rhinoceros. Menurut
meningkat
Uhan (2005) semakin tinggi tingkat kepadatan
konsentrasi dan lamanya perlakuan. Hal ini
populasi nematoda semakin tinggi pula
diduga disebabkan karena semakin lama,
menyebabkan kematian pada serangga.
nematoda yang berada di dalam tubuh larva
Tabel
pupulasi
1
penggunaan
menunjukkan
nematoda
pada
entomopatogen
seiring
O. rhinoceros
dengan
bertambahnya
akan semakin tumbuh dan
berkembang.
Jika
jumlah
nematoda
didapatkan bahwa perlakuan J4 dan J5 (200
meningkat, maka kerusakan jaringan tubuh
JI/ml dan
larva
250 JI/ml)
mampu memberi
O.
rhinoceros
akibat
serangan
pengaruh nyata terhadap mortalitas larva O.
nematoda akan semakin parah, sehingga
rhinoceros
tingkat mortalitas larva akan tinggi. Menurut
berarti
(85,71% dan 100%). Hal ini kerapatan
nematoda
sebesar
Uhan (2008) semakin lama waktu kontak
250 JI/ml belum melebihi batas kompetensi
nematoda entomopatogen dan inang maka
nematoda pada suatu aplikasi. Hal ini sesuai
semakin
dengan pernyataan Kaya dan Koppenhofer
entomopatogen untuk menginfeksi inang
(1996) bahwa pada jenis nematoda tertentu,
sehingga
kerapatan nematoda yang melebihi batas
peningkatan mortalitas larva. Semakin tinggi
optimalnya akan menciptakan suatu kompetisi
tingkat konsentrasi yang digunakan maka
dalam hal ruangan dan makan antar nematoda
akan
itu sendiri. Karena apabila terjadi kerapatan
mortalitas inang.
nematoda yang melebihi batas optimal akan mengakibatkan nematoda tersebut.
penurunan
efektifitas
besar
kemungkinan
mengakibatkan
semakin
besar
pula
nematoda
terjadinya
kemungkinan
Hubungan antara kematian larva O. rhinoceros dengan konsentrasi nematoda entomopatogen
yang diaplikasikan dapat
dilihat telah terjadi korelasi positif antara 617
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 konsentrasi nematoda entomopatogen yang
yang
diaplikasikan dengan persentase kematian
terhadap
larva O. rhinoceros .
Hal ini dapat
rhinoceros di laboratorium.
dilihat
peningkatan
dengan
terjadinya
kematian larva O. rhinoceros pada setiap peningkatan
konsentrasi
nematoda
diaplikasikan persentase
3. Periode
berpengaruh kematian
Inkubasi
positif
larva
O.
Nematoda
entomopatogen . dalam Tubuh Larva O. rhinoceros L. (JSA)
entomopatogen sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi nematoda entomopatogen Tabel
2.
Pengaruh Nematoda Entomopatogen
Entomopatogen
Terhadap
Periode
Perlakuan
Periode Inkuibasi (JSA)
J0 J1 J2 J3 J4 J5
0,00 72,00 72,00 48,00 48,00 24,00
Inkubasi
Nematoda
mengalami kematian. Hal ini sesuai dengan Tabel 2 menunjukkan bahwa waktu literatur
Uhan (2005) yang menyatakan
muncul gejala awal larva terinfeksi nematoda bahwa semakin tinggi tingkat kepadatan entomopatogen tercepat (24,00 JSA) terdapat populasi nematoda semakin tinggi pula pada perlakuan J5 (250 JI/ml) sedangkan menyebabkan kematian pada serangga inang. paling lama (72,00 JSA) terdapat pada Mekanisme patologi NEP memarasit perlakuan J1 (50 JI/ml) dan J2 (100 JI/ml). serangga inang dimulai dengan jalan penetrasi Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi secara langsung melalui kutikula ke dalam kepadatan nematoda yang diaplikasikan maka hemocoel atau melalui lubang-lubang alami, semakin tinggi pula jumlah nematoda yang seperti spirakel, mulut dan anus. dan stigma. masuk ke dalam tubuh larva O. rhinoceros Setelah
masuk
dalam
tubuh
serangga,
sehingga makin cepat pula serangga inang nematoda
melepaskan
bakteri
dalam 618
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 haemolymph.
Adanya
simbiosis
antara
J5 (250 JI/ml) sedangkan paling lama (72,00
nematoda dan bakteri simbiosis tersebut
JSA) terdapat pada perlakuan J1 (50 JI/ml)
menyebabkan serangga mati dalam waktu
dan J2 (100 JI/ml).
cepat (24-48 jam). Ha ini sesuai dengan literatur Burnell dan Stock (1999) bahwa
DAFTAR PUSTAKA
patogenitas nematoda entomopatogen terjadi
Burnell, A. M., Stock, S.P. 2000. Heterorhabditis, Steinernema and Their Bacterial Symbiont-Lethal Pathogens of Insect. Nematology 2(1): 31-42.
karena adanya simbiosis mutualistik dengan bakteri simbion. Kompleks simbion bakterinematoda
entomopatogen
dapat
menghancurkan sistem kekebalan serangga
Ehlers, R. U. 1996. Current and Future Use Nematodes in Biocontrol-Practice and Comercial Aspects with Rugard to Regulatory Policy Issues. Biocontrol Sci and Technol 6(3): 303-316.
inang dengan toksin yang di hasilkannya, dimana
bakteri
menghasilkan
berbiak
toksin
dengan
dalam
cepat
hemolimfa
serangga hingga fase stasioner. Jaringan serangga akan terurai oleh toksin, hingga
Gaugler, R. 2006. Nematodes Biological Control. Cornel University, New York. Kaya, H. K. dan A. M. Koppenhofer. 1996. Effect Microbial and Other Antagonistic Organuism and Competition on Entomophatogenic Nematodes. Biocontrol Science and Technology: 357-371.
menyebabkan kematian serangga dalam kurun waktu 24-48 jam. SIMPULAN Pesentase mortalitas tertinggi (100%) terdapat pada perlakuan J5 (250 JI/ml) dan terendah (0%) pada perlakuan J0 (kontrol). Perlakuan yang paling efektif yaitu pada perlakuan J4 dan J5 (200 JI/ml dan 250 JI/ml) sebesar 85,71% dan 100%. Periode inkubasi
Khaswarina, S. 2001. Keragaman Bibit Kelapa Sawit Terhadap Pemberian Berbagai Kombinasi Pupuk di Pembibitan Utama. Fakultas Pertanian Universitas Riau. Jurnal Natur Indonesia III (2): 138–139. Lekahena, R. 2011. Pengenalan Dan Pengendalian Hama Oryctes sp. Dengan Jamur Metharizium Anisopliae. http://ditjenbun.deptan.go.id. (Diakses 3 April 2012). Nugrohorini. 2010. Eksplorasi Nematoda Entomopatogen Pada Beberapa Wilayah di Jawa Timur. Jurnal Pertanian MAPETA XII (2): 72-144.
tercepat (24,00 JSA) terdapat pada perlakuan 619
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.2 : 607- 620, Maret 2014 PPKS. 2010. Pengendalian Oryctes rhinoceros yang Ramah Lingkungan Menggunakan Feromonas dan Metarizhium. Tersedia di http://www.docstoc.com/docs/2165810 3/Teknologi-Pengendalian-Hama-danPenyakit-pada-Kelapa-Sawit-Siap. (Diakses 03 Juli 2012). Simoes, N., Rosa J. S. 1996. Pathogenicty and host specifity of entomopathogenic nematodes. J Biocontrol Sci and Technol. 6: 403-411 Tabassum, K. A. dan F. Shahina. 2004. In Vitro Mass Rearing of Different Species of Entomopathogenic Nematodas In Monoxenic Solid Culture. National Nematological Research Centre University of Karachi, Pakistan: 298299. Uhan, T. S. 2005. Bioefikasi Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Isolat Lembang terhadap Larva Crocidolomia
pavonana (F) Pada Tanaman Kubis di Rumah Kaca. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung. J. Hort. 15(2): 109115. __________. 2008. Kemangkusan Nematoda Entomopatogen Steinernema carpocapsae terhadap Hama Penggerek Umbi Daun (Phthorimaea operculella Zell.) Kentang. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. J. Hort. 18(1): 4654. Wibawanti, R. 2011. Steinernema spp, Agen Hayati Pengendali Hama Uret Tebu (Lepidiota stigma). http://ditjenbun.deptan.go.id. (Diakses 3 April 2012). Zahro’in, E., 2010. Nematoda Entomopatogen APH Mematikan tapi Ramah Lingkungan. http://ditjenbun.deptan.go.id. (Diakses 3 April 2012).
620