J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 315 - 324, Th. 2017
ANALISIS PROKSIMAT DAN ORGANOLEPTIK BISKUIT DARI TEPUNG UBI JALAR KUNING (Ipomea Batatas), TEPUNG KACANG HIJAU DAN TEPUNG RUMPUT LAUT SEBAGAI SARAPAN SEHAT ANAK SEKOLAH (Proximate Analysis and Organoleptic of Biscuit From Sweet Potato Flour (Ipomea Batatas), Mung Bean Flour and Seaweed Flour as Healthy Breakfast of Schoolchildren) Rasmaniar1*, Ahmad1, Sukina Balaka1 1Jurusan
Gizi, Politeknik Kesehatan Kendari *Email:
[email protected] (Telp: 085232845667)
ABSTRACT The purpose of this study was to analyze the nutrient content and organoleptic of biscuits from yellow sweet potato flour (Ipomea batatas), mung bean flour and seaweed flour as healthy breakfast schoolchildren. This study uses a completely randomized design (CRD) consists of six treatments (sweet potato flour:mung bean flour:seaweed flour:wheat flour) ie. P1 (50%:20%:10%:20%), P2(40%:30%:10%:20%), P3(40%:10%:30%:20%), P4(40%:20%:20%:20%), P5(20%:25%:35%:20%) and P6(10%:30%:40%:20%). Organoleptic consists of color, aroma, flavor and texture. P6 product is selected product. The content of protein, carbohydrates, fat, water, ash and fiber are 2.17%, 11.14%, 12.72%, 0.98%, 21.8% and 41.8%, respectively. Keywords: Biscuit, healthy breakfast, schoolchildren, sweet potatoes.
ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kandungan gizi dan uji organoleptik biskuit dari tepung ubi jalar kuning (Ipomea batatas), tepung kacang hijau dan tepung rumput laut sebagai sarapan sehat anak sekolah. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari enam perlakuan (tepung ubi jalar:tepung kacang hijau:tepung rumput laut:tepung terigu) yaitu P1(50%:20%:10%:20%), P2(40%:30%:10%:20%), P3(40%:10%:30%:20%), P4(40%:20%:20%:20%), P5(20%:25%:35%:20%) dan P6(10%:30%:40%:20%). Uji organoleptik terdiri dari warna, aroma, rasa dan tekstur. Produk P6 merupakan produk yang tepilih. Kandungan protein, karbohidrat, lemak, air, abu dan serat berturut-turut yaitu 2,17%, 11,14 %, 12,72%, 0,98%, 21,8% dan 41,8%. Kata kunci: Biskuit, sarapan sehat, anak SD, ubi Jalar.
PENDAHULUAN Upaya diversifikasi pangan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal, seperti ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dan terigu. Sekitar 89% produksi ubi jalar di Indonesia digunakan untuk bahan pangan, sisanya untuk pakan ternak dan bahan baku industry (Jaya, 2013). Makanan sarapan yang terbaik bagi anak usia sekolah adalah makanan-makanan yang mengandung karbohidrat 315
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 315 - 324, Th. 2017
kompleks, protein, vitamin dan mineral. Karbohidrat kompleks terdapat pada sereal, roti dan biskuit (Wahida, 2009). Biskuit merupakan salah satu jenis makanan sereal siap saji yang dibuat dengan cara pencampuran bahan baku, kemudian dibuat menjadi adonan dengan kombinasi air dan pemanasan yang menyebabkan pati tergelatinasi kemudian dibentuk dan dicetak sesuai keinginan. Bentuk sereal sarapan seperti biskuit dapat dijadikan alternatif produk pangan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal seperti ubi jalar kuning sebagai sumber karbohidrat dan karoten, dicampur dengan kacang hijau dan rumput laut sebagai sumber protein, serat, vitamin dan mineral terutama iodium. Ubi jalar kuning merupakan salah satu jenis bahan pangan yang masih belum dimanfaatkan dengan baik, selain itu harganya relatif murah dan mudah diperoleh (Anggiarini dan Noor, 2004). Permintaan konsumen akan sarapan sekarang ini bergeser menjadi suatu produk sarapan yang praktis, cepat saji serta bergizi. Oleh karena itu penting untuk diciptakan/dibuat produk biskuit yang memenuhi kriteria sebagai pangan alternatif yang kaya akan zat- zat gizi baik zat gizi makro maupun zat gizi mikro dan dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat.
METODE PENELITIAN BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: bahan pembuatan tepung (ubi jalar kuning, kacang hijau dan rumput laut), bahan pembuatan biskuit (tepung terigu, tepung ubi jalar kuning, tepung kacang hijau dan tepung rumput laut, telur ayam, margarin, garam, gula halus, susu bubuk, backing powder). Bahan untuk analisis kimia berkualitas teknis yaitu: reagen biuret dan petroleum eter. PROSEDUR PENELITIAN 1. Pembuatan Tepung Ubi Jalar Pembuatan tepung ubi jalar dmulai dengan pengupasan kulit ubi jalar kuning, pencucian, kemudian dilakukan pengirisan, pengeringan dengan suhu 60°C, penggilingan dan selanjutnya diayak menggunakan ayakan 80 mesh. 2. Pembuatan Tepung Kacang Hijau Pemilihan kacang hijau yang kualitas bagus, pencucian, perendaman selama 24 jam, penirisan, pengupasan kulit ari, pengeringan dengan sinar matahari, penggilingan, pengeringan dengan microwave selama 6 menit suhu medium, dihaluskan dan selanjutnya pengayakan dengan ayakan 80 mesh. 3. Pembuatan Tepung Rumput Laut Pemilihan rumput laut segar, pencucian dan pembersihan, pemotongan dan pencacahan, pengeringan pada suhu 40°C selama 10 jam dengan alat pengering tipe kabinet, penggilingan, selanjutnya pengayakan. 3. Pembuatan Biskuit Prosedur kerja pembuatan biscuit tepung ubi jalar kuning dilakukan berdasarkan metode Sayangbati 2012) yang dimodifikasi (Suprianto, 2015) yaitu tepung terigu dicampur dengan tepung kacang hijau sesuai perlakuan dengan total tepung 100 % kemudian pada masing-masing perlakuan ditambahkan 50 g gula halus, 1 g bahan pengembang, 1 g garam, 25 g mentega, dan kuning telur 1 biji, serta tambahkan susu bubuk 20 g 316
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 315 - 324, Th. 2017
dicampurkan dengan menggunakan mixer hingga adonan tercampur rata kemudian dicetak dan dipanggang dalam oven pada suhu 100°C selama 20 menit. 4. Pengujian Organoleptik Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji daya terima dengan 40 panelis tak terlatih yakni Mahasiswa Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kendari. Uji ini digunakan untuk melihat tingkat penerimaan konsumen terhadap produk biskuit yang dihasilkan dengan skor 1–5 (sangat tidak suka – sangat suka) dari parameter mutu organoleptik yang diuji yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur. Sampel disiapkan dan disajikan dipiring. Setiap panelis diberikan 6 macam produk biskuit dengan konsentrat yang berbeda, segelas air minum, dan 1 lembar format uji. 5. Analisis Kandungan Gizi Biskuit Analisis kandungan gizi meliputi :analisa kadar air menggunakan metode thermogavimetri, kadar abu menggunakan metodemetode thermogavimetri, protein menggunakan metode Biuret, lemak menggunakan metode ekstraksi Soxhlet, karbohidrat menggunakan metode by difference dan serat menggunakan metode enzimatik-gavimetrik (AOAC, 2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Daya Terima Biskuit Tepung Ubi Jalar 1) Hasil Penilaian Kesukaan Warna
Gambar 1. Daya Terima Produk Biskuit Ubi Jalar Berdasarkan Penilaian Warna Gambar 1 menunjukkan bahwa daya terima berdasarkan atribut warna biscuit ubi jalar terdapat pada kategori menarik. Produk P3 dan P6 memliki persentase (%) tertinggi yaitu 55.0%. sedangkan untuk kategori tidak menarik terdapat pada P4 yaitu 20.0%. Warna merupakan parameter pertama yang menentukan tingkat 317
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 315 - 324, Th. 2017
penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Penilaian secara subyektif dengan penglihatan masih sangat menentukan dalam pengujian organoleptik warna (Turelanda et al., 2016). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya terima biscuit ubi jalar berdasarkan atribut warna berada pada kategori menarik. Pada formula 1 (P1) sebagian besar panelis (52%) menyatakan menarik terhadap warna biskuit . Pada formula 2 (P2) sebanyak 42,5% panelis menyatakan menarik terhadap warna biscuit, pada formula 3 (P3) sebagian besar panelis (55,0%) menyatakan menarik terhadap warna biscuit, pada formula 4 (P4) sebanyak 42,5% panelis menyatakan menarik terhadap warna biscuit, pada formula 5 (P5) sebagian besar panelis (52,%) menyatakan menarik terhadap warna biskuit dan pada formula 6 (P6) sebagian besar panelis (55,0%) menyatakan menarik terhadap warna biscuit. Hasil tersebut terlihat bahwa formula 3 (P3) dan Formula 6 (P6) merupakan produk dengan daya terima terbaik menurut penilaian kesukaan warna produk . Warna biskuit agak coklat kekuningan, apabila dibandingkan dengan control memiliki persamaan. Warna tersebut dipengaruhi oleh warna bahan, warna dasar tepung ubi jalar kekuning-kuningan menjadikan warna produk agak coklat kekuning-kuningan. Sebagian besar panelis menyatakan formula 3 dan formula 6 menarik pada kategori atribut warnanya. Pada formula tersebut perpaduan antara warna tepung ubi jalar yang coklat kekuningan serta warna tepung kacang hijau dan tepung rumput laut yang putih menghasilkan warna kuning muda, selain itu pada saat pembakaran suhu yang pas menghasilkan produk kuning kecoklatan (Mulyadi et al,, 2014). Warna mempunyai peranan penting pada komoditas pangan terutama dalam hal daya tarik, tanda pengenal dan atribut mutu, diantara sifat-sifat produk pangan warna mempunyai faktor yang menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan disukai atau tidak disukai. 2) Hasil Penilaian kesukaan Aroma
Gambar 2. Daya Terima Produk Biskuit Ubi Jalar Berdasarkan Penilaian Aroma Gambar 2 menunjukkan bahwa daya terima berdasarkan atribut aroma terdapat pada kategori harum. Produk P5 memiliki presentase tertinggi yaitu 62,5%. Sedangkan untuk kategori tidak harum terdapat pada 318
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 315 - 324, Th. 2017
produk P1 yaitu 5.0%.Aroma makanan adalah suatu sifat bahan makanan yang dipengaruhi oleh komponen dan dapat dirasakan oleh indera penciuman yang biasanya dipengaruhi oleh faktor rasa, sehingga aroma makanan disertai dengan rasa makanan yang sama. Hasil menunjukkan bahwa daya terima biscuit ubi jalar berdasarkan atribut aroma berada dalam kategori harum. Pada pada formula 1 (P1) sebagian besar panelis (52,5%) menyatakan harum, pada formula 2 (P2) sebanyak 42,5% panelis menyatakan harum, pada formula 3 (P3) sebagian besar panelis (50,0%) menyatakan harum, pada formula 4 (P4) sebanyak 47,5% panelis menyatakan harum, pada formula 5 (P5) sebagian besar panelis (62,5%) menyatakan harum, serta pada formula 6 (P6) sebagian besar panelis (60,0%) menyatakan harum pada aroma biscuit ubi jalar. Hasil tersebut menunjukkan formula 5 (P5) merupakan produk yang paling bagus daya terimanya menurut penilaian aroma. Aroma yang timbul disebabkan oleh senyawa volatile yang terdapat pada bahan yang menguap. Aroma biscuit disebabkan oleh berbagai komponen bahan lain seperti margarine, gula. Menurut Matz dan Matz (1987), bahan pengembang dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai pengatur aroma . 3).
Hasil Penilaian Kesukaan Rasa
Gambar 3. Daya Terima Produk Biskuit Ubi Jalar Berdasarkan Penilaian Rasa Gambar 3. menunjukkan bahwa daya terima biscuit terhadap atribut rasa terdapat pada kategori enak. Produk P6 memiliki presentase tertinggi yaitu sebesar 50,0%. Sedangkan untuk kategori tidak enak terdapat pada P2 yaitu 27,5%. Rasa merupakan faktor yang penting dalam menentukan keputusan bagi konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Meskipun parameter nilai lainnya baik, jika rasa tidak enak atau tidak disukai, maka produk akan ditolak. Rasa diketahui apabila produk biskuit dikonsumsi. Rasa dapat dibedakan sebagai rasa manis, asam, asin dan tawar. Rasa tersebut dapat dipengaruhi oleh bahan yang digunakan. Biskuit yang baik mempunyai rasa manis dan lezat. 319
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 315 - 324, Th. 2017
Hasil penelitian menunjukkan daya terima biskuit ubi jalar menurut atribut rasa berada dalam kategori enak. Pada formula 1 (P1) lebih banyak panelis (40,0%) menyatakan enak, pada formula 2 (P2) lebih banyak panelis (47,5%) menyatakan enak. Pada formula 3 (P3) lebih banyak panelis (47,5%) menyatakan enak, pada formula 4 (P4) lebih banya panelis (45,0%) menyatakan enak, pada formula 5 (P5) lebih banyak panelis (47,5%) menyatakan enak, serta pada formula 6 (P6) sebagian besar panelis (50,0%) menyatakan enak pada pada produk biskuit ubi jalar menurut atribut rasa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa formula 6 (P6) merupakan produk yang paling bagus daya terimanya dilihat dari jumlah presentasenya menurut atribut rasa. Rasa produk disebabkan oleh bahan-bahan dari produk itu sendiri, pada produk terlihat produk yang paling disukai adalah produk P6, formula 6 terdiri atas 10 g tepung ubi jalar, 20 g, tepung terigu, 30 g tepung kacang hijau dan 40 g tepung rumput laut. Rasa rumput laut terasa lebih dominan, ditambah dengan rasa tepung kacang hijau yang sedikit gurih. Selain itu rasa ubi jalar tidak terlalu dominan. Semakin banyak tepung rumput laut maka semakin bagus rasa yang dihasilkan. Menurut Woolfe (1999) tepung ubi jalar mengandung komponen penyebab rasa pahit yang berada dalam bahan pangan mentah. Rasa pahit pada tepung ubi jalar biasanya disebabkan beberapa senyawa kimia seperti fenolik dan alkaloid. Rasa pahit juga disebabkan oleh adanya infeksi black root pada akar tanaman ubi jalar yang menyebabkan terbentuknya senyawa phytoalexin (Fenwick et al., (1990) dalam Rouseff 1990). 4) Hasil penilaian Kesukaan Tekstur Gambar 4 menunjukkan bahwa daya terima biscuit ubi jalar berdasarkan atribut tekstur terdapat pada ketegori renyah. Produk P3 memiliki presentase tertinggi yaitu 62,5%. Sedangkan untuk kategori tidak renyah terdapat pada produk P2 dan P5 yaitu masing-masing sebesar 7,5% Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat dirasakan dengan mulut dan dirasakan pada waktu digigit, dikunyah, ditelan ataupun perabaan dengan jari. Tekstur makanan banyak dipengaruhi oleh kadar air dan juga kandungan lemak dan jumlah karbohidrat (selulosa, pati dan pektin) serta proteinnya. Perubahan tekstur dapat disebabkan oleh hilangnya kandungan air atau lemak, pecahnya emulsi, hidrolisis karbohidrat dan koagulasi atau hidrolisis protein (Fellow, 1990). Hasil penelitian menunjukkan daya terima ubi jalar menurut atribut tekstur berada dalam kategori renyah. Pada formula 1 (P1) sebanyak 42,5% panelis menyatakan renyah dan tidak renyah, pada formula 2 (P2) lebih banyak panelis (42,5%) menyatakan renyah, pada formula 3 (P3) sebagian besar panelis (62,5%) menyatakan renyah, pada formula 4 (P4) sebagian besar (50,0%) menyatakan renyah, pada formula 5 (P5) sebagian besar panelis (57,5%) menyatakan renyah, dan pada formula 6 (P6) sebagian besar panelis (50,0%) menyatakan renyah . Adanya penambahan tepung ubi jalar dan tepung kacang hijau dan tepung rumput laut dapat menurunkan sifat elastis pada gluten dan tekstur biskuit menjadi agak keras. Menurut Subandoro et al., (2013) jumlah gluten dalam adonan sedikit menyebabkan adonan kurang mampu menahan gas, sehingga pori-pori terbentuk dalam adonan juga kecil-kecil. Akibatnya adonan tidak mengembang dengan baik, maka setelah pembakaran selesai menghasilkan produk yang keras.
320
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 315 - 324, Th. 2017
Gambar 4. Daya Terima Produk Biskuit Ubi Jalar Berdasarkan Penilaian Tekstur Renyah
5) Analisis atribut daya terima biskuit ubi jalar, kacang hijau dan rumput laut Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara ke enam formula biskuit maka dilakukan uji kruskal wallis. Tabel 6. Hasil analisis terhadap atribut formula biskuit (Uji Kruskal Wallis) Chi-square Warna Aroma Rasa
Tekstur
28,527
8.720
5.322
10.025
Df
5
5
5
5
Asymp. Sig.
0.000
0.121
0.378
0.75
Berdasarkan hasil uji tersebut (Tabel 6), terlihat bahwa nilai untuk atribut warna (p=0,000), karena nilai P<0,05, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan atribut dari keenam formula tersebut. Sedangkan pada atribut aroma (p=0,121), atribut rasa (p=0,378) dan atribut tekstur (P=0,750) karena nilai P>0,05 dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan dari segi aroma, rasa dan tekstur dari keenam formula tersebut. Rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit ubi jalar, kacang hijau dan rumput laut. Rata-rata tingkat kesukaan biskuit kacang hijau dan rumput laut dapat dilihat pada Tabel 7:
321
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 315 - 324, Th. 2017
Tabel 7. Rata-rata tingkat kesukaan terhadap biskuit ubi jalar. Biskuit
Kriteria
P1 3,7 3,8 4,0 4,3 15,8 3,9
Warna Aroma Rasa Tekstur Jumlah Rata-Rata
P2 3,5 3,8 3,6 3,7 14,6 3,6
P3 4,0 3,9 3,8 4,0 15,7 3,9
P4 3,5 3,9 3,9 3,9 15,2 3,8
P5 4,0 4,1 4,0 3,8 15,9 4,0
P6 4,4 4,2 3,9 3,8 16,2 4,1
Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa berdasarkan nilai rata-rata warna, aroma, rasa dan tekstur produk diperoleh nilai tertinggi berada pada produk/formula 6 (P6) yaitu tepung ubi jalar 10 g, tepung kacang hijau 30 g, dan tepung rumput laut 40 g. Kandungan Zat Gizi Kandungan gizi biskuit tepung ubi jalar diuji dengan melakukan analisis proksimat, meliputi: karbohidrat, protein, lemak , kadar air, kadar abu dan serat. Kandungan zat gizi biskuit ubi jalar pada keenam formula dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil analisis proksimat biskuit ubi jalar penambahan kacang hijau dan rumput laut. No 1 2 3 5 6 7
Zat gizi Karbohidrat Protein Lemak Kadar air Kadar abu Kadar serat
Konsentrasi (g/100 g) 11.14 2.17 12.72 0.98 21.8 41.8
Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan kadar karbohidrat tepung biscuit ubi jalar yang dihasilkan adalah 11,4 g/100 g bahan dibawah persyaratan minimum SNI (70 g/100 g bahan). Pengurangan kadar Karbohidrat ini terjadi karena penggantian sebagian tepung terigu yang merupakan sumber utama karbohidrat dengan tepung rumput laut. Sumber utama karbohidrat dari tumbuhan. Bahan yang menjadi sumber utama karbohidrat dalam pembuatan biscuit antara lain: tepung terigu, tepung ubi jalar, dan gula (Winarno, 997). Karbohidrat merupakan salah satu bahan pangan sumber utama energy. Karbohidrat merupakan sumber energy yang paling murah (Sediaoetama, 2012). Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, seperti: rasa, tekstur, dan warna.
322
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 315 - 324, Th. 2017
Kadar lemak biscuit ubi jalar dalam penelitian ini adalah 12,72 g/100 g, diatas persyaratan kadar lemak minimum pada SNI (9,5 g/100 g bahan). Kandungan lemak biskuit tepung ubi jalar telah memenuhi persyaratan mutu bisuit SNI. Lemak merupakan bahan baku paling penting dalam pembuatan biscuit. Semakin banyak lemak yang ditambahkan pada adonan, semakin rapuh biscuit yang dihasilkan. Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Di dalam tubuh lemak berfungsi terutama sebagai cadangan energy dalam bentuk jaringan lemak. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Fungsi lemak di dalam makanan memberikan rasa gurih dan kualitas renyah (terutama makanan yang digoreng), serta memberikan sifat empuk (lunak) pada kue yang dibakar (Sediaoetama, 2012). Kandungan protein biskuit pada penelitian ini adalah 2,1 g/ 100g bahan, dibawah persyaratan minimum SNI (9 g/100 g bahan). Pengurangan kadar protein ini terjadi karena penggantian sebagian tepung terigu yang memiliki kadar protein yang lebih tinggi dengan tepung ubi jalar. Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Semua hayat hidup sel berhubungan dengan zat gizi protein. Protein berfungsi sebagai penghasil energy, zat pembangun, dan zat pengatur. Bila terjadi kekurangan konsumsi protein pertumbuhan juga akan terganggu, terutama pada anak yang sedang dalam masa pertumbuhan (Sediaoetama, 2012). Kadar air biskuit tepung ubi jalar yang dihasilkan adalah 0,98 g/100 g bahan dibawah syarat maksimum SNI (5 g/100 g bahan). Kadar air biskuit tepung ubi jalar telah memenuhi persyaratan mutu biskuit SNI. Penentuan kadar air merupakan analisis penting selama pengolahan dan pengujian produk pangan. Kandungan air pada biscuit akan mempengaruhi penerimaan konsumen terutama pada atribut tekstur (kerenyahan). Biskuit dengan kadar air tinggi cenderung tidak renyah sehingga teksturnya tidak disukai (Winarno, 1997). Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi “acceptability”, kenampakan, kesegaran, tekstur, serta cita rasa pangan. Kadar abu biskuit tepung ubi jalar pada penelitian ini adalah 21,8 g/ 100g bahan, di atas persyaratan maksimum SNI (1,5 g/100 g bahan). Peningkatan kadar abu ini terjadi karena adanya penambahan tepung rumput laut. Kadar abu adalah sisa yang tertinggal bila suatu sampel bahan makanan dibakar sempurna di dalam suatu tungku. Kadar abu ini menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap (Sediaoetama, 2012). Tabel 8 menunjukkan bahwa kandungan gizi terbesar pada produk biskuit ubi jalar terdapat pada kadar serat sebesar 41,8 g/ 100g bahan. Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar (Anonim, 2001). Rata-rata konsumsi serat masyarakat Indonesia (9,9-10,7 g/hari) masih jauh dari kebutuhan serat yang dianjurkan yaitu 30 g/ hari (Santoso, 2011).
KESIMPULAN Produk terbaik biskuit ubi jalar kuning dapat diterima oleh panelis adalah produk P6 (10% tepung ubi jalar kuning, 30% tepung kacang hijau, 40% tepung rumput laut dan 20% tepung terigu). Kandungan gizi biskuit 323
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)
ISSN: 2527-6271
2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 1, P. 315 - 324, Th. 2017
tepung ubi jalar kuning (Ipomea batatas) dengan penambahan tepung kacang hijau dan rumput laut (Eucheuma cottonii) terpilih yaitu protein sebesar 2,17 %, Karbohidrat 11.14 %, dan Lemak 12,72 %, dan kadar serat sebesar 41,8 %.
DAFTAR PUSTAKA Anggiarini dan Noor A, 2004. Formulasi biskuit ubi jalar siap saji. http:Repository .ipb.ac.id (diakses tgl 20 Juni AOAC, 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist ,18th edition,AOAC International Gaithersburg. Fellow PJ. 1990. Food Processing Technology Principles and Practice.2nd .Ellis Horwood Limited. New York . Jaya EFP, 2013. Pemanfaatan Antioksidan dan Betakaroten Ubi Jalar Ungu pada Pembuatan Minuman Non Beralkohol. Download.portalgaruda.org/article (diakses Juni 2015).Universitas Hasanuddin, Makassar. Matz SA dan Matz TD, 1978. Coockie and Cracker Technology, second edition. Westport: AVI publishing company, Inc. Mulyadi AF, Wijana S, Dewi IA, Putri WI, 2014. Studi Pembuatan Mie Kering Ubi Jalar Kuning (Ipomea Batatas) (Kajian Penambahan Telur dan CMC), Prosiding Seminar Nasional BKS PTN Barat, Bandar Lampung, 1186-1194. Rouseff RL.1990. Bitternes in Foods and Beverages.Elsevier Science Publishing Company, Inc. New York . Santoso A, 2011. Serat Pangan (dietary fiber) dan Manfaatnya Bagi Kesehatan, jurnal Magistra No.75 Th.XXIII: 35-40. Sayangbati F, Nurali EJN, Mandey LML, Lelengboto MB, 2013. Karakteristik fisiko kimia crackers berbahan baku tepung pisang groho (musa acuminate,sp), Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Samratulangi 1 (2), ejournal.unsrat.ac.id/index.php/cocos article/view 721, (diakses tgl 10 Desember 2016 Sediaoetama AD, 2012, Ilmu Gizi, Dian Rakyat. Jakarta Subandoro RH, Basito, Atmaka W, 2013. Pemanfaatan tepung millet kuning dan tepung ubi jalar kuning sebagai substitusi tepung terigu dalam pembuatan cookies terhadap karakteristik organoleptik dan fisiko kimia. Jurnal teknosains pangan 4 (2) : 68-74. Suprianto AB, Mamuaja CF, Tuju TDJ, 2015, Substitusi Tepung Kacang Hijau (Phaseolus radiathus L) dalam Pembuatan Biskuit Kimpul. Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Samratulangi 12 (6): 1-6. Turelanda SP, Harun N, Rahmayuni, 2016. Potensi Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea Batatas L) dalam Pembuatan Bolu Kemojo sebagai makanan khas Provinsi Riau. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia 1 (8) : 6-11. Wahida, Ana,2009. Kajian Pembuatan Flakes Berbahan Dasar Campuran Ubi Jalar Kuning (Ipomea Batatas L) dan Kacang Merah (Phaseolus Vurgaricus). http;//repository.unand.ac.id /other tesis.Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas (diakses Juni 2015). Winarno FG, 1997. Kimia pangan dan gizi, PT Gamedia. Jakarta
324