NASIONALITAS INDONESIA (di)INDAH-INDAHKAN(kan) Editor:
• Budi Susanto, SJ. • Windarto
Fidelis
• Sisilia
• Baskoro • Lando
• Saverin
Penerbit Universitas Sanata Dharma
Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik
Lembaga Studi Realino
NASIONALITAS INDONESIA (di)INDAH-NDAH(kan) Copyright © 2013
Diterbitkan oleh:
Penerbit Universitas Sanata Dharma Jl. STM Pembangunan (Mrican) 1A, Gejayan Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 513301, 515253; Ext.1527/1513 Fax (0274) 562383 e-mail:
[email protected]
Editor: Budi Susanto, SJ. Windarto Fidelis Saverin Sisil Baskoro Lando
ASOSIASI PERGURUAN TINGGI KATOLIK Jl. Jend. Sudirman No. 51, Jakarta 12930, Indonesia Telp. : 021 - 5703306 ext 240, 357; 021 - 5706059; 021-57951407 Fax : 021 – 5706059 E-mail :
[email protected]
LEMBAGA STUDI REALINO Jl. STM Mrican, Gejayan, Sanata Dharma, Yogyakarta 55002, Indonesia Telp. : 0274-565751; HP: 0274-7407837 Fax. : 0274-542502 Email :
[email protected]
Desain Sampul: Baskoro Tata Letak: Windarto Cetakan Pertama
264 hlm.; 155 x 225 mm. ISBN: 978-602-9187-44-1 EAN: 9-786029-187441
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit.
DAFTAR ISI AWAL KATA-KATA / 7 BAGIAN SATU: RAKYAT INDONESIA (di)INDAH(kan) PARTAI POLITIK RAKYAT (DI)INDAH(KAN) Abraham Ferry Rosando / 25 MASA KINI UTANG INDONESIA UNTUK NEGERI (DI)INDAH(KAN) MASA LALU Yohanes Maria Vianey Mudayen / 45 BAGIAN DUA: INDONESIA MINI (di)INDAH(kan) SAYA MINUM MAKA INDONESIA(KU) ADA Carolina Yulia Tri Prasetyani / 85 TEKNIK MATEMATIKA UNTUK KECERDASAN EMOSI(ONAL) Fransiskus Gatot Iman Santoso / 107 MATEMATIKA INDAH UNTUK PENG(H)AJARAN HIDUP Vigih Hery Kristanto / 135 BAGIAN TIGA: MEKANIK INDONESIA (di)INDAH(kan) PEMBELAJARAN REALITAS KOMPUTER DAN VIRTUALITAS BAHASA INDONESIA Rishe Purnama Dewi / 151
TEKNOLOGI PANGAN (HEWAN) KESAYANGAN Tony Handoko / 173 TEKNOLOGI TEMPUR USA, SISTEM PAKAR MADIUN Lorensius Anang Setiyo W. / 201 LAYANAN TINGGI PERGURUAN (DI)INDAH(KAN) Albertus Daru Dewantoro / 225 DAFTAR PUSTAKA / 249 TENTANG PENULIS / 264
AWAL KATA-KATA Dalam pertemuan awal dari para penulis buku bunga rampai ini, September 2011, apa arti sesungguhnya dari Menara Gading segera dipertanyakan dan diperbincangkan. Pertanyaan yang sering dijadikan sorot pandangan mata warga masyarakat sesama mereka yang berada di luar kampus. Salah satu jawaban yang dipaparkan yaitu bahwa Menara Gading tidaklah terlalu berbeda dengan menara atau bangunan tinggi yang lain. Dengan memanfaatkan gagasan Heidegger bahwa berada di sebuah batas pada ketinggian tertentu—seperti bangunan menara—bukan berarti berada pada titik di mana seseorang atau sesuatu berhenti, melainkan (justru) adalah titik dari mana seseorang atau sesuatu tersebut memulai kehadiran dan perannya1. Berikut ini adalah buku bunga rampai kumpulan karangan dari sejumlah 53 dosen yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi Swasta yang bernaung di bawah APTIK (Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik) di Indonesia. Saat mulai berkumpul untuk menjalankan lokakarya, mulai meneliti, mengkaji hasil riset, dan menulis karangan mereka (akhir 2012), para penulis yang dimaksud sedang atau sudah menyelesaikan studi pasca sarjana dalam jenjang S2. Tersedia empat buku bunga rampai sebagai salah 1
Rudolf Mrázek, 2006, Engineers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di sebuah Koloni, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), 103.
8
satu cara untuk menyebar-luaskan hasil penelitian para pemukim Perguruan Tinggi—semoga—yang sudah dengan lebih jernih memahami apa artinya hidup di sebuah saat dan tempat “tinggi “ yang menjadi sorotan orang banyak tersebut. Keempat buku ini dengan memanfaatkan berbagai sumber yang tersedia di internet menggunakan gambar-gambar yang terkait dengan Menara (Gading) sebagai sampul halaman depan. Terima kasih untuk ketersediaan akses internet publik tersebut. Ada empat buku bunga rampai yang di(m)ajukan oleh para dosen APTIK tersebut, dengan judul: Nasionalitas Kamp(ung) Teknologi, Nasionalitas Indonesia (di)Indah-indah(kan), Nasionalitas Penelitian (IpTek) Kerakyatan, dan Rumah Sakit “Patient” dan Perawat Hospital(itas) Sebagaimana diharapkan oleh pimpinan dan warga APTIK pada umumnya, dan secara khusus oleh para penulisnya--semoga juga bagi para pembaca - seluruh proses dan pengalaman sampai terbit dan penyebar-luasan buku-buku tersebut dapat memberi katakata, gagasan dan pikiran tentang bagaimana dapat secara lebih tulus dan adil dalam meneliti, menafsir dan mengungkap berbagai kehidupan dan kebudayaan yang dialami, dihayati dan diingat masyarakat post-kolonial di Indonesia. Cara bekerja dan bergerak yang diwakil-i-kan oleh para dosen dan penulis buku bunga rampai ini adalah: *
Membentuk suatu komunitas akademik lintas-ilmu yang mempunyai sikap independen dan altruis demi membela
9
massa rakyat “yang terlupakan dan dilupakan.” *
Membentuk suatu jaringan data informasi, komunikasi dan aksi komunitas akademik di Indonesia−dan di luar negeri−untuk membuahkan gagasan baru yang dapat membangkitkan kesadaran sejarah akademik yang lebih progresif, tajam, toleran dan inklusif;
dan melawan
kesenjangan dan ketidak-adilan sosial dan pelanggaran hak asasi manusia. *
Menghasilkan gagasan-gagasan baru yang berdasarkan data konkret, pengetahuan lokal, dan pikiran kritis dengan memanfaatkan kajian dekonstruksi dan rekonstruksi.
*
Membimbing peserta dalam penelitian terfokus yang bersinggungan dengan sejarah, kesadaran sejarah dan kebudayaan akademik dalam masyarakat Indonesia yang beragam, toleran dan demokratik. Pada awal pertemuan lokakarya mereka di Lembaga Studi
Realino - Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta, pada paruh kedua tahun 2011, para penulis ini sadar bahwa sebagaimana masyarakat banyak telah mengetahui bahwa sejumlah tak lebih dari sepuluh perusahaan-perusahaan besar lintas nasionalitas yang dengan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang mereka kuasai mampu mengajukan dan/atau memajukan cara dan gaya hidup kita sehari-hari. Maka bukan sebuah kebetulan kalau buku pegangan pokok untuk berpikir ulang, mengamati ulang, dan mengkaji ulang
10
pergulatan dengan IPTEK para dosen peneliti penyumbang tulisan bunga rampai ini, adalah memanfaatkan buku tulisan Rudolf Mrázek berjudul, Nationalism
in
Engineers of Happy Land: Technology and a
Colony
(Princeton
Studies
in
Culture/Power/History, Princeton Univ. Press, 2002). Tanpa banyak perubahan dalam hal judul—perlu, dan mungkinkah?— buku yang dimaksud diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi, Engineers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di sebuah Koloni. Buku ini diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia, di Jakarta pada tahun 2006. Sebagaimana diujarkan oleh penulisnya dalam bagian Awal Kata-kata, buku ini memberi sebuah cara yang tidak biasa-biasa saja untuk mempelajari kebudayaan, identitas, dan kebangsaan pada saat abad ke-20. Tempatnya di kepulauan Hindia Belanda yang mengalami banyak invasi budaya dan perlawanan. Mrázek juga mengharapkan bahwa pembacaan terhadap bukunya mengenai sebuah koloni—Hindia Belanda, kini Republik Indonesia—juga membantu membuka pikiran pembaca tentang hal dan masalah yang sama, seluas dunia2. Pada pertemuan awal pada tahun 2011, sesudah membaca buku Mrázek dengan teliti—dengan lumayan kebingungan—para penulis buku ini melakukan perbandingan dan penafsiran terkait 2
Rudolf Mrázek, Engineers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di sebuah Koloni, 2006, op.cit., xv.
11
antara hal dan masalah IPTEK yang “membahagiakan” yang telah dibaca, dengan situasi lapangan dan konteks masyarakat (modern) di kota Jogja. Dengan pengalaman lapangan singkat tersebut, para dosen APTIK sempat dengan saat dan tempat tepat untuk mendengar, menghirup, mencecap, menyentuh dan melihat—juga dengan kamera—sesama warga masyarakat kota Jogjakarta, dan bangsa Indonesia; yang sedang berada di berbagai “happy land,” dalam berbagai mall, plaza, supermarket, jalan Malioboro, istana kediaman sultan “Pemangku Dunia” (kraton Hamengku Buwana) dan juga pasar tradisional. Pengalaman—dengan
nilai-nilai
dan/atau
kesimpulan
pemikiran—para peserta selama di Jogjakarta tersebut, dituangkan dalam hasil akhir tulisan para peneliti yang sekarang tersaji di hadapan para pembaca budiman. Tentu saja, para penulis buku bunga rampai ini—para pendamping lokakarya, dan para editor— sadar akan (per)ingatan yang diajukan Mrázek bahwa para cerdik pandai dalam hal IPTEK, para “insinyur” atau ahli reka-reka, atau pakar rekayasa, adalah tetap, termasuk dalam kalangan kelas pekerja, tetapi kelas “pekerja yang lebih atas,” yang superior. Tulis Mrázek, Mereka itu percaya pada cara berbahasa mereka sendiri, seperti sebagaimana biasa setiap orang juga percaya pada bahasa mereka masing-masing. Akan tetapi, merasa lebih dari yang bukan kelompoknya, para insinyur tersebut percaya diri bahwa bahasa dan hal-hal lainnya selalau saja dapat dibongkar dan dirangkai kembali—dan dibongkar lagi—demi manfaat kegunaan bahasa
12
itu sendiri maupun segala sesuatu yang lain yang terkait dengannya. Para insinyur tersebut sama seringnya dengan kita dalam hal bermimpi dan merencanakan sesuatu. Tetapi merasa lebih dari sesamannya, mereka sering mengkalkulasi dan yakin bahwa sama saja antara apa yang disebut perencanaan dan bermimpi itu. Mereka para insinyur tersebut menjadi sekedar lebih mengesankan kepada kita-kita lainnnya, (tetapi juga) menjadi lebih tragis dan lebih (mem)berbahaya(kan). Ketika mereka mencapai ujung batas , sebagaian dari mereka dan menurut katakata dari seseorang dari mereka yang mungkin paling tragis, bahkan boleh jadi berani memaklumkan diri sebagai kalangan “pereka-yasa jiwa manusia.” Tentu saja, harap diingat, bahwa selalu saja juga ada seseorang insinyur seperti itu dalam diri kita masing-masing3.
Harapannya, seperti dilakukan oleh (peminat sejarah) Mrázek, para penyumbang buku bunga rampai ini - sampai batasbatas tertentu−dan juga pembaca budiman dapat mulai ikut waspada dan jeli dalam memperhatikan, menyapa, dan hidup ber(se)sama−bahkan dalam meneliti atau berkegiatan lain-lainnya yang terkait dengan IPTEK−di dalam maupun di luar kampus perguruan tinggi. Seperti sudah mengalami sendiri ketika para penulis mempercakapkan bukunya, Mrázek memberi contoh bahwa dirinya dapat memperhatikan hal dan masalah yang kelihatannya remeh-temeh dalam IPTEK dari masa lalu, tetapi sesungguhnya mampu memaparkan dan mengkaji-ulang secara mendalam 3
Ibid., xvii.
13
mengapa
dan
bagaimana
yang
(di)tersembunyi(kan),
yang
(di)samar-samar(kan) dalam kegiatan (dan kebudayaan) hidup kerakyatan sehari-hari dalam masa kini. Nasionalitas−kebangsaan−yang dipahami oleh para penulis dari empat buku bunga rampai ini merujuk kepada gagasan Benedict Anderson4 yang mengatakan, bangsa adalah sesuatu yang terbayang karena para anggota bangsa terkecil sekalipun tidak bakal tahu dan tak akan kenal sebagian besar anggota lain, tidak akan bertatap muka dengan mereka itu, bahkan mungkin tidak pula pernah mendengar tentang mereka. Namun toh di benak setiap orang yang menjadi anggota bangsa itu hidup sebuah bayangan tentang kebersamaan mereka.
Para penulis empat buku bunga rampai berikut ini - kurang lebih−juga membuka topeng atau samaran, dan memaparkan berbagai taktik dan strategi IPTEK yang dimimpi-mimpikan, direncanakan, dan direkayasakan secara berlebih-lebihan sebagai hal yang seakan-akan membahagiakan sesamanya dari para insinyur termaksud. Orientasi pada nasionalitas seperti digagas oleh Anderson di atas, memungkinkan para penulis mengkaji-ulang jejak-langkah “perkembangan teknologi dan nasionalisme di sebuah koloni” sebagaimana disediakan dalam buku rujukan utama yang ditulis oleh Mrázek. Dalam segala keterbatasannya, para penulis bunga rampai ini yang−semoga−segera melanjutkan 4
Benedict Anderson, 1995, Imagined Communities. Reflections on the Origin and Spread of Nationalism, revised edition, (New York: Verso), 6.
14
jenjang studi dan penelitiannya untuk jenjang doktoral mereka, mengungkap mengapa dan bagaimana IPTEK yang bermula dalam rangka kolonisasi Hindia Belanda (sekarang Republik Indonesia) adalah hal yang rawan dan rapuh−langsung maupun tidak langsung−untuk dibengkak-bengkokkan atau ditelikung(kan) demi kepentingan
sepihak.
Penelikungan
tersebut
masih
terus
berlangsung sampai ke dalam kehidupan bangsa negara Indonesia, dan bahkan warga dunia global masa kini. Tentu saja, selanjutnya, sebagaimana dipahami dalam masyarakat dan kebudayaan Barat−sebagai asal-usul IPTEK dan para perekayasa tertentu yang terkait−keadaan dan peran para cerdik pandai dari komunitas Perguruan Tinggi juga perlu diperhatikan. Apakah para para cerdik pandai
dalam bidang
IPTEK−termasuk para penulis buku ini−akan berperan seperti seorang penjinak singa (lion tamer) yang diperlengkapi dengan kursi tinggi dan cambuk kuat seperti sering kita lihat dalam tontonan (tuntunan) sebuah sirkus hewan? Atau, para cerdik cendekiawan-cendekiawati Perguruan Tinggi sekedar seperti seorang peniup seruling (snake charmer) yang sedang bertugas menjaga agar si ular berbisa dapat sibuk lenggak-lenggok meneruskan tarian mautnya5 Atau, kalau dalam konteks “bahasa aspal” dari gagasan Mrázek, para ahli IPTEK yang kurang waspada
5
Pierre Marthinus, “Public intellectuals or policy architects?” dalam The Jakarta Post, July 15, 2010.
15
dan jeli akan hanya suka mengandalkan peralatan dan gadget modern mereka - pesawat, kereta api, radio, mikroskop, teleskop, kamera, dll. - untuk menyoroti, mengamat(amat)i sesama mereka sebagai sesuatu(sic.) yang lain, yang eksotik, yang molek - dari kejauhan. Apa yang disebut “menara (gading)” adalah ibarat tempat yang menyediakan sarana dan suasana pengamatan yang jelas, dan memberi rasa (ny)aman kepada para penghuninya−yang mungkin saja dianggap akan membahayakan negeri bahagia (happy land) yang mereka bayang(bayang)kan. *** NASIONALITAS INDONESIA (di)INDAH-INDAH(kan) Mempercakapkan
hal
dan
masalah
nasionalitas
di
Indonesia, ada sesuatu yang menarik di kota Tarutung, Sumatera Utara, untuk secara cakap dipandang dan dibaca. Kota Tarutung adalah ibukota Kabupaten Tapanuli Utara, yang sering disebut sebagai salah satu bona pasogit (kampung halaman) masyarakat Batak Toba. Penduduk kota Tarutung tak lebih dari 40 ribu orang, mayoritas terdiri PNS, pedagang, dan petani. Letak kota Tarutung yang berada di persimpangan jalur transportasi lintas Sumatera, membuat banyak warung makan berdiri di jalan-jalan kota tersebut. Dari arah Medan, sesudah melewati danau Toba, sesampai di Tarutung, orang dapat meneruskan perjalanan ke arah barat menuju
16
Sibolga. Kalau dari Tarutung mengarah ke selatan, itu berarti orang meneruskan perjalanan ke arah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan kota-kota seperti Sipirok, dan Padangsidempuan. Kalau terus ke arah selatan, perjalanan akan sampai di daerah Propinsi Sumatera Barat. Di sepotong jalan sepanjang tak lebih dari satu kilo meter di Tarutung, bernama jalan D.I. Panjaitan, terdapat tak kurang dari lima belas tempat makan dengan berbagai nama: restoran, rumah makan, warung makan, ataupun juga kedai nasi. Di ujung jalan D.I. Panjaitan tersebut, di wilayah kediaman keturunan marga Hutabarat, memang terletak terminal bis kota Tarutung. Kalau tidak ada perubahan, sampai bulan terakhir dalam tahun 2012 yang lalu, adalah menarik perhatian penulis ketika menyadari bahwa banyak tempat makan tersebut, dengan atau tidak memakai nama, segera menyebutkan, misalnya: rumah makan khas Batak, menyediakan ikan masak arsik atau panggang, saksang B1 dan/atau juga saksang dan panggang B2. Tempat yang lain akan menyebutkan, rumah makan Islami. Termasuk dalam kategori rumah makan Islami tersebut adalah rumah makan yang menyediakan menu masakan Jawa, masakan Sunda, masakan Minang atau Padang. Seorang guru SMA swasta di Tarutung mengatakan bahwa selama ini dia memang tidak pernah menjumpai ada kedai nasi Batak yang menulis menyediakan “makanan bukan halal.” Maka, cukup dengan singkatan B1 (biang = anjing) dan B2 (babi)
17
seseorang yang masuk ke rumah makan khas Batak sudah maklum dengan jenis menu tersedia yang tak banyak ragam pilihannya. Seorang PNS perempuan berkomentar bahwa rumah makan khas Batak hanya menulis singkatan jenis menu yang tersedia adalah, mungkin, untuk alasan kesopanan−daripada harus menulis nama lengkapnya. Tentu saja, bagi kedua orang responden tersebut, tak terbayangkan bahwa akan ada rumah makan Protestan, atau kedai nasi Katolik. Meskipun, di salah satu sudut kota Tarutung ada juga sebuah tempat makan dengan papan nama “Rumah Makan Nasional” yang tidak menyediakan−tentu saja−menu khas Batak. Para penulis dalam seri kedua buku bunga rampai berikut ini−dalam arti tertentu−juga memahami bahwa nasionalitas negara dan bangsa dengan wilayah seluas “dari Sabang sampai Merauke” adalah sesuatu yang belum selesai, masih terus untuk “menjadi Indonesia.” Sembilan penulis yang juga staf pengajar dari PTS APTIK dari seluruh wilayah Indonesia tersebut juga cukup waspada dan jeli bahwa selalu saja ada kecenderungan pihak-pihak berwenang dan berkepentingan tertentu yang berpikir bahwa Indonesia adalah sekedar dibayangkan seperti digagas dalam apa yang dibakukan dalam kompleks bangunan megah Taman Mini Indonesia Indah−atau mungkin lebih tepat ditulis sebagai Taman Mini Indonesia (yang di)Indah-Indah(kan). Taman bangunan yang secara
teknologis−dalam
tata-rencana
maupun
mimpi−merekayasakan dan meminiaturkan keberagaman suku,
18
agama dan kelas sosial penduduk Indonesia dan diletakkan di Jakarta tersebut seakan telah memastikan atau membekukan adanya jenjang hirarkis yang semakin meninggi antara kata-kata, gagasan dan kenyataan. Dua penulis pertama, Abraham Ferry Rosando dan Yohanes Maria Vianey Mudayen mengingatkan pembaca bahwa apa yang direkayasakan dalam politik kerakyatan dan politik ekonomi kerakyatan untuk Indonesia masa kini adalah karena pola teknologi “pasar hitam” (jalan aspal) yang mampu menggusur “pasar merah” (jalan tanah) tradisional−menurut istilah kata-kata bahasa Batak Toba. Hal tersebut−kurang lebih−kalau mengikuti gagasan Mrazek, katanya, Bahasa “lama,” entah apa itu artinya sampai sekarang, “dirampas” menjadi sebuah bahasa umum baru jalanan. Melalui bahasa jalanan baru, kemudian, dilakukan usaha untuk “mengabstrakkan dunia dari keadaan-keadaan sosialnya, untuk membuatnya tampak seolah-olah, secara teknologis, menggantung di awang-awang6
Tiga penulis berikutnya Carolina Yulia Tri Prasetyani, Fransiskus Gatot Iman Santoso, dan Vigih Hery Kristanto mewaspadai bahwa kalau kita tidak jeli memahami strategi miniatur-isasi, teknologi mampu bermuka dua. Pertama, teknologi mampu membuat tidak sukar atau memperlancar kehidupan
6
Rudolf Mrázek, 2006, Engineers of Happy Land. Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), 41.
19
bersama. Kedua, teknologi juga sekaligus mampu mengawasi, menyelidik, mendata, dan malah dapat membuat khawatir kalau ada resiko pihak-pihak tertentu yang tidak memahami atau tidak mampu memilikinya. Apalagi kalau tidak ada kontrol yang sepadan, kepentingan sendiri dari pihak-pihak tertentu yang (sedang) berkuasa yang akan mengendalikan rekayasa teknologi. Mengakhiri buku bunga rampai seri kedua ini, ada empat penulis Rishe Purnama Dewi, Tony Handoko, Lorensius Anang Setiyo W, dan Albertus Daru Dewantoro yang dengan teliti mewaspadai bahwa peran teknologi modern yang tak terhindarkan juga berbasis imajinasi atau bayangan-bayangan baru−terlepas dari baik atau buruk hasil akhirnya−akan selalu memperluas pasar. Pemilik kapital dan pemegang kekuasaan berdasar dinasti (keilahiilahian) akan membuat tidak mudah bagi kemajuan teknologi berbasis nasionalitas. Benedict Anderson7 sudah memperingatkan bahwa untuk dapat memahami − termasuk membayangkannya − suatu nasionalitas yang lebih seimbang, perlu ada tiga pilar konsepsi kebudayaan yang perlu ditinggalkan dari pikiran orang sebagai warga negara bangsa. Pertama bahwa tidak ada lagi bahasa tulisan yang dianggap suci atau keramat; apalagi bahasa kata-kata tersebut dianggap sebagai bagian dari sebuah kebenaran. Kedua,
7
Benedict Anderson, 1995, Imagined Communities. Reflections on the Origin and Spread of Nationalism (New York: Verso), Revised edition. First pub.1983. 36. Versi Indonesianya berjudul Imagined Communities. Komunitas-komunitas Terbayang, 2001, (Yogyakarta: INSIST Press).
20
konsepsi kebudayaan bahwa adanya dinasti keluarga besar tertentu yang menganggap diri sebagai keturunan yang ilahi. Ketiga, yaitu menyamakan saja hal asal usul manusia dengan asal mula kejadian alam semesta di mana manusia masa kini berada. Gagasan empat peneliti ini, semoga, akan menyadarkan para pembaca menjadi
jeli
dalam
membayang-bayangkan
untuk
kebersamaan
nasionalitas (di) Indonesia. Kehadiran IPTEK modern di Indonesia yang semula disiarkan dan disebar-luaskan oleh radio−selanjutnya berkat jasa kampus Menara Gading, juga oleh televisi dan internet−pengertian kekuasaan yang terutama dipahami bersifat mekanis, selama ini telah menolong melonggarkan ikatan-ikatan antara derau (sound) dan suara (voice), antara kata (word) dan perbuatan (deed).8 Kekuasaan dari masa lalu kolonial seperti itulah, nampaknya, yang menghasilkan teknologi untuk Indonesia masa kini. *** Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:
sesama
kami,
para
penulis
bunga
rampai,
para
pendamping: Dr. Eka Priyatma, Monika Eviandaru M.A., Dr. Nani Nurrachman; para fasilitator: Prof. Dr. Agustinus Supratiknya,
8
Mrázek, Engineers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di sebuah Koloni, 2006, op.cit., 261.
21
Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Dr. Anton Haryono, M.Hum., Dr. Budiawan, M.A., Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum.; kelompok editor: Windarto, Baskoro, Saverin, Lando, Fidelis, Sisilia, dan Sofia Wahyu Widiati yang membereskan semua urusan logistik. Kontinuitas lokakarya para dosen APTIK, sebagian penelitian dan penerbitan empat kumpulan karangan ini adalah berkat kemurahan hati pihak Misereor Jerman yang bersedia bekerja sama dengan Lembaga Studi Realino - Sanata Dharma, dan APTIK. Profesor Dr. Bernadette Setiadi dan ibu Rosa yang dengan sabar dan kemurahan hati meeka telah sangat berjasa besar membantu sehingga memungkinkan semua hal ini semua terjadi. Sesungguhnya, gambar-gambar ilustrasi dalam buku ini tidak terlalu sukar dapat dilihat dengan cara meng-klik tampilan “gambar” yang disediakan oleh pelayanan mekanis teknologi informasi “Google.” Kapan saja ribuan orang dapat dengan mudah memandang(i), dan dipengaruhi secara merdeka dan kreatif terimakasih banyak! - oleh gambar-gambar pilihan termaksud, sesuai dengan gagasan pengguna internet yang bersangkutan. Para penulis buku ini cukup akrab dengan gambar-gambar unduhan dari Google tersebut ketika mereka dulu pernah bersama-sama membaca dan mempercakapkan buku ahli sejarah Rudolf Mrazek tentang politik teknologi rekayasa suatu “Happy Land.” Gambar ilustrasi yang disertakan dalam buku ini dimaksudkan agar para penulis, tim editor, dan para pembaca senantiasa mengingat dengan
22
waspada dan jeli tentang bagaimana berkata-kata dan bertindak secara tepat terhadap beragam peristiwa yang (pernah) terjadi di tempat dan saat tertentu di sekitar kita. Buku ini menawarkan sebuah sudut pandang baru tentang ingatan manusia bagi perjalanan negara bangsa Indonesia masa kini.
Jogjakarta, 10, 13-14 Februari 2013 Pada perayaan hari-hari: Imlek, Rabu Abu & Valentine Editor Utama: Budi Susanto, S.J.
BAGIAN PERTAMA RAKYAT INDONESIA (di)INDAH(kan)
PARTAI POLITIK RAKYAT (DI)INDAH(KAN) Abraham Ferry Rosando Unika. Darma Cendika Surabaya
Pendahuluan Politik kepartaian bisa saja tidak mengindahkan keberadaan rakyat. Hal itulah yang pertama kali keluar dari pemikiran manakala di daerah – daerah di seluruh tanah air Indonesia akan mengadakan hajatan besar, atau pesta demokrasi, Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Pusat/Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati atau bahkan dalam Pemilihan Kepala Dusun maupun Kepala Desa sekalipun. Isinya beragam, mulai dari foto ukuran besar yang terpampang dengan gagah dan moleknya memenuhi sudut perempatan jalan raya, atau spanduk visi misi program jangka pendek dan panjang yang muluk dari calon pasangan maupun partai politik yang akan maju dalam pemilihan umum dengan dalih kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat yang pasti akan membuat rakyat ngiler dan tersihir dibuatnya. Masyarakat dapat menilai berapa harga yang harus dibayar untuk mencari kepopuleran tersebut. Sungguh nominal yang fantastis untuk
26
mempersolek diri baik pribadi maupun untuk pencitraan sebuah partai politik yang akan bertarung dalam pemilihan umum dihadapan para pemilih nantinya. Politik Janji
Teknologi, termasuk poster, menyebarkan pengertian kekuasaan sebagai terutama bersifat mekanis, dan itu menolong melonggarkan ikatan-ikatan antara derau (noise) dengan suara (voice), antara kata (words) dengan perbuatan (deeds) (Mrázek, 2006, 261).
Fenomena yang membuat banyak orang tertarik bergumul dalam politik mengindah-indahkan rakyat antara lain :
Kekuasaan
Eksistensi orang yang ingin mempunyai nama besar
27
Mempunyai massa pendukung
Ingin menjadi pemenang dalam pemilu
Memperoleh keuntungan dalam proses keberhasilan kader partai Partai memiliki banyak peluang yang menggiurkan untuk
memperkaya
kelompok
ataupun
diri
sendiri.
Misalnya:
diperbolehkan menghimpun dana dari masyarakat. Honor atau gaji sebagai wakil rakyat baik dalam posisi legislatif ataupun kepala daerah dapat menutupi kebutuhan pembiayaan politik selama masa kampanye. Belum lagi partai pun mendapatkan sepersekian dari perolehan kader tersebut selama menjabat. Jika kader memiliki jabatan sebagai kepala daerah maka akan ada banyak proyek daerah ataupun pusat yang dapat diberikan pada pimpinan atau anggota partai yang ikut berjasa dalam proses pemenangan tersebut. Begitu molek dan menggiurkan kondisi masa kini membuat partai politik tumbuh begitu subur. Setelah era reformasi Indonesia telah melaksanakan 3(tiga) kali proses pemilihan umum. Pertama, tahun 1999 jumlah kontestan sebanyak 48 Partai Politik Nasional. Kedua, tahun 2004 jumlah kontestan sebanyak 24 Partai Politik Nasional. Ketiga, tahun 2009 dengan jumlah kontestan sebanyak 38 Partai Politik Nasional dan 6 Partai Politik Lokal (Nangroe Aceh Darusalam).
28
Lain halnya pada masa orde baru dimana hanya ada 3 partai yaitu: GOLKAR, PPP, PDI. Begitu sulitnya partai PPP dan PDI bergerak dengan adanya dominasi GOLKAR yang dikomandani oleh pemimpin pemerintahan yaitu Presiden sendiri. Semua keindahan dan kemolekan kekuasaan partai politik dinikmati hanya oleh ”pemenang pemilu abadi” selama orde baru yaitu GOLKAR. Kemolekan Partai politik sebegitu memikat. Didalamnya mengandung unsur kekuasaan sehingga, banyak yang terjatuh karena tak tahan akan pesonanya. Saat ini banyak kader yang terlibat kasus hukum mengindikasikan betapa partai sangat minim melakukan pengawasan dan pendidikan. Contohnya, Muhammad Nazaruddin dan Angelina Sondakh dari Partai Demokrat terkait kasus korupsi pengadaan proyek Wisma Atlet SEA Games. Kasus Emir Moeis tersangka kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung, hingga kasus dugaan suap pengadaan Alquran yang melibatkan Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar Zulkarnaen Djabbar. Pada saat kampanye pemilihan kader partai, begitu banyak janji politik bahkan kontrak politik yang dibuat untuk menarik simpati konstituen. Dengan pemaparan visi misi yang tinggi, janji yang begitu manis, konstituen terpikat dan memilih calon yang terbaik menurut mereka. Meski mereka hanya melihat kemasan sementara dan belum melihat isinya.
29
Konsep perjanjian dalam hukum berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, bahwa perjanjian merupakan suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih (definisi dengan konteks perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan dimana ada para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian dan jika ada pihak yang tidak dapat memenuhi janji (prestasi) nya disebut sebagai wanprestasi. Saat kader partai berkampanye dan memberikan janji pada para konstituennya saat terpilih akan melakukan sesuatu. Ada yang menepati tetapi tidak sedikit yang mengingkari janji tersebut. Jika janji merupakan sebuah kontrak politik untuk terpilihnya sang kader, maka jika kader tersebut melakukan pengingkaran janji atau tidak ada pemenuhan prestasi maka apakah konstituen dapat mengajukan gugatan untuk pemenuhan prestasi. Apakah partai politik yang mengusung sang kader juga dapat dikenakan tanggung gugat terhadap janji saat kampanye tersebut? Seberapa besar janji politik yang tidak dipenuhi dapat diminta pertanggungjawaban secara hukum ?
30
Pesta Janji Pesta Demokrasi-Janji “Aspal”
Ini merupakan calon bahasa aspal dari sebuah bangsa yang lemah dan sedang tumbuh.(Mrázek, 2006, 49)
31
Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita – cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat , bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Tujuan dari pendirian Partai Politik, dijabarkan secara detail dalam Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Dibagi secara umum maupun secara khusus. 1.
Tujuan umum Partai Politik:
a. Mewujudkan cita–cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesaruan Republik Indonesia; dan d. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
32
2.
Tujuan Khusus Partai Politik:
a. Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaran kegiatan politik dan pemerintahan; b. Memperjuangkan cita–cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara; dan c. Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan Fungsi Partai Politik, dalam Pasal 11 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2008 adalah sebagai sarana: a. Pendidikan bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; b. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; c. Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetetapkan kebijakan negara; d. Partisipasi politik warga negara Indonesia; dan e. Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme
demokrasi
dengan
memperhatikan
kesetaraan dan keadilan gender. Kewajiban Partai Politik secara jelas juga diatur dalam pasal 13 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2008 yang isinya: Partai Politik berkewajiban:
33
a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang–undangan; b. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. Berpartisipasi dalam pembangunan nasional; d. Menjunjung tinggi supremasi, demokrasi dan hak asasi manusia; e. Melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya; f. Menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum; g. Melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota; h. Membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka kepada masyarakat; i. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan; j. Memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum; dan k. Menyosialisasikan program Partai Politik kepada masyarakat.
34
Partai politik mempunyai kewajiban untuk melakukan proses pendidikan bagi para kadernya. Kader yang tampil dalam parlemen adalah kader yang terpilih secara kualitas oleh partai, sekaligus merupakan kader yang mewakili masyarakat dalam kepentingan politiknya. Nilai moral yang harus dipertanggungjawabkan oleh partai politik untuk kadernya yang telah melanggar janji politiknya terhadap masyarakat, sehingga proses pendidikan karakter kader harus dilakukan terus menerus. Partai politik harus dapat berfungsi sesuai dengan amanat yang diemban oleh Undang–Undang Nomor 2 Tahun 2008. Konsep The Rule of Law awalnya dikembangkan oleh Albert Venn Dicey (Inggris). Dia mengemukakan tiga unsur utama The Rule of Law, yaitu : 1.
Supremacy of law (supremasi hukum), yaitu bahwa negara diatur oleh hukum, seseorang hanya dapat dihukum karena melanggar hukum.
2.
Equality before the law (persamaan dihadapan hukum), yaitu semua warga Negara dalam kapasitas sebagai pribadi maupun pejabat Negara tunduk kepada hukum yang sama dan diadili oleh pengadilan yang sama.
3.
Constitution based on individual right (konstitusi yang didasarkan pada hak – hak perorangan), yaitu bahwa konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekwensi dari hak–hak
35
individual yang dirumuskan dan ditegaskan oleh pengadilan dan
parlemen
hingga
membatasi
posisi
Crown
dan
aparaturnya. Kader terpilih yang menduduki posisi karena sebagai pemenang, meski telah menjadi wakil rakyat tetaplah terikat dengan konsep Equality before the law. Bahwa tidak ada satu orangpun yang kebal terhadap hukum atau diistimewakan oleh hukum karena jabatannya. Sehingga, jika ada kader partai yang menurut hukum salah, maka proses tersebut tetap harus berjalan. Kita hidup dalam Negara demokrasi, dimana asas kedaulatan rakyat atau paham demokrasi mengandung dua arti: Pertama: Demokrasi yang berkaitan dengan sistem pemerintahan atau bagaimana caranya rakyat diikutsertakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kedua: Demokrasi sebagai asas yang dipengaruhi keadaan kultural, historis suatu bangsa sehingga muncul istilah demokrasi konstitusional, demokrasi rakyat dan demokrasi Pancasila. Yang jelas bahwa disetiap negara dan disetiap pemerintahan modern, akhirnya akan berbicara tentang rakyat dalam proses bernegara akan sering dianggap hulu dan sekaligus muaranya. Rakyat adalah titik sentral, karena rakyat disuatu negara pada hakekatnya adalah pemegang kedaulatan. Artinya rakyat menjadi sumber kekuasaan.1
1
D. Thaib, 1999, Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi, (Yogyakarta: Liberty), 7.
36
Dalam
perkembangannya
negara-negara
di
dunia
pelaksanaan demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi bersifat demokrasi berdasarkan perwakilan (representative democracy), artinya rakyat memilih seseorang dari dirinya untuk mewakilinya.2 Henry B Mayo dalam buku Introduction Democratic Theory, memberi definisi mengenai demokrasi sebagai sistem politik yang demokratis di mana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat, dalam pemilihan yang berkala yang berdasarkan atas prinsipprinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa rakyat tetap mengawasi secara langsung ataupun tidak langsung. Partai harus dapat mewakili rakyat dalam mengawasi “kader jadi”nya. Partisipasi rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan pada negara demokrasi, secara positif ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, yang berarti bahwa aturan permainan dalam kehidupan demokrasi menunjukkan
bahwa
diatur secara kelembagaan. Hal keinginan-keinginan
rakyat
ini
dalam
memerintah suatu negara disalurkan melalui lembaga-lembaga perwakilan yang ada, yang dibentuk melalui pemilihan umum yang demokrasi.3 2 3
Ib.id., 7. Ib.id., 9.
37
Politik Kontrak(tor) Sosial Semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama, apapun yang hendak mereka lakukan, semua dapat menentukan kendati tidak seorangpun berhak meminta orang lain untuk melakukan apa yang ia sendiri tidak melakukannya. Hal ini adalah wajar dan demikian sangat diperlukan oleh kehidupan dan gerak dalam negara hukum, Sementara, orang menganggap bahwa tindakan membentuk pemerintahan adalah suatu kontrak antara rakyat dan para pemimpin yang mereka pilih bagi diri mereka sendiri. Kontrak ini menetapkan persyaratan antara dua pihak, yaitu pihak yang satu wajib memerintah dan pihak yang lain berkewajiban mentaatinya. Akta kontrak politik merupakan aplikasi dari kontrak sosial untuk memecahkan persoalan rendahnya tingkat keterwakilan politik di Indonesia selama ini. Tanpa mekanisme kepastian hukum yang dituangkan dalam kebijakan publik, dalam format tertulis dan kontrak hitam diatas putih yang berisi dan rinci, maka proses keterwakilan dan pemilihan umum pejabat eksekutif dan legislatif hanya
akan
menjadi
ditanggunggugatkan
kabur,
terhadap
formalitas para
dan
tidak
konstituennya.
Hal
bisa ini
memberikan peluang bagi masyarakat untuk menuntut atau mempertahankan hak-haknya secara bersama-sama dengan cara perwakilan atau representasi. Hal ini didukung oleh ketentuan Pasal 1866 Kitab Undang–Undang Hukum Perdata yang mengatur
38
tentang alat pembuktian dalam sebuah perjanjian yang terdiri dari bukti tulisan, bukti dengan saksi–saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, sumpah. Tidak dapat dipungkiri, bahwa yang terjadi disini adalah hubungan politik yang transaksional. Dimana terjadi hak dan kewajiban bagi masing–masing pihak yang berkontrak. Fenomena yang dewasa ini sangat marak terjadi di negara Indonesia. Bahkan untuk kasus yang lebih sederhana, seorang bocah Sekolah Dasar di sebuah desa di Pacet Mojokerto tidak mau bersekolah apabila tidak dibelikan sepeda motor baru oleh orangtuanya!Jadi kehidupan politik transaksional seperti menjadi sebuah budaya baru dalam masyarakat saat ini. Kontrak ini juga merupakan bagian dari salah satu bentuk pertanggungjawaban kader partai kepada rakyat yang akan memilih mereka dalam pemilu. Apabila dipikir lebih jauh, penandatanganan akta kontrak politik ini juga berguna untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada para anggota legislatif yang telah banyak mengingkari janji (wanprestasi) kepada rakyat. Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahan, debitur (kader partai politik) tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian. Tidak memenuhi janji atau wanprestasi, diatur dalam hukum positif Indonesia. Aturan umum wanprestasi ada dalam Pasal 1236, Pasal
39
1238, Pasal 1239, Pasal 1242 dan Pasal 1243 Kitab Undang– Undang Hukum Perdata). Bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu: 1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali Sehubungan dengan dengan debitur (kader partai politik) yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur (kader partai politik) tidak memenuhi prestasi sama sekali. 2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya Apabila prestasi debitur (kader partai politik) masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur (kader partai politik) dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. 3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru Debitur (kader partai politik) yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur (kader partai politik) dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan Dampak yang terjadi jika partai politik mengingkari janji akta kontrak politik yang telah disepakati : 1.
Masyarakat atau konstituen kecewa terhadap kader partai dan partai politik;
2.
Masyarakat atau konstituen menuntut janji yang telah disepakati bersama;
40
3.
Masyarakat atau konstituen melakukan mosi tidak percaya kepada kader partai dan partai politik;
4.
Masyarakat atau konstituen menggugat kader partai dan partai politik melalui jalur peradilan. Dengan
melihat
dampak
yang
terjadi
terhadap
permasalahan diatas, yang tentunya merugikan masyarakat, kader, partai politik itu sendiri, bahkan merugikan negara. Tentunya partai harus tetap menyadari peran dan fungsinya sesuai dengan amanat Undang–Undang Parpol, terutama dalam pengawasan kepada kader partai sebagai penyalur aspirasi rakyat, agar tidak hanya molek dalam konteks yang negatif saja, namun juga dalam segi yang positif. Serta secara berkesinambungan melakukan pendidikan politik yang bermartabat seperti I.J Kasimo kepada masyarakat. Tokoh ini adalah Ketua Partai Katolik era 70’an yang dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional karena kegigihannya menerapkan kehidupan politik yang bermartabat.
41
Insinyur-insinyur…“kelas buruh yang unggul”…percaya akan bahasa mereka…yakin bahwa bahasa mereka dan segala sesuatu lainnya dapat dibongkar dan disusun kembali (dan dibongkar lagi) (Mrázek, 2006, xvii).
KESIMPULAN DAN SARAN Perlu kita ingat kembali bahwa akta kontrak politik merupakan aplikasi dari kontrak sosial, dalam format tertulis dan kontrak hitam diatas putih oleh calon yang akan dipilih dan masyarakat yang memilihnya, untuk memecahkan persoalan
42
kepastian hukum terutama pada saat akan diadakan pesta demokrasi dalam pemilihan umum,. Akta ini memberikan peluang bagi masyarakat untuk menuntut atau mempertahankan hak-haknya secara bersama-sama dengan cara perwakilan atau representasi bahkan hingga melalui jalur peradilan. Dampak yang terjadi, apabila partai politik melakukan pengingkaran janji terhadap
akta kontrak politik yang telah
disepakati bersama sangat merugikan. Baik itu untuk masyarakat, kader partai, partai politik, maupun bagi negara. Sebab dapat menciptakan situasi yang tidak kondusif, yang dapat merusak keharmonisan bermasyarakat. Untuk itu Partai Politik dalam kemolekannya harus tetap menyadari peran dan fungsinya sesuai dengan amanat Undang–Undang Partai Politik. Terutama dalam pengawasan kepada kader partai sebagai penyalur aspirasi rakyat, agar tidak hanya molek dalam konteks yang negatif saja, misalnya berlomba-lomba mengumpulkan kekayaan pribadi dari uang yang tidak halal. Namun juga dalam segi yang positif dan bermartabat, dengan lebih dekat kepada masyarakat dan menjadi sosok panutan bagi generasi muda saat ini. Dimana hal tersebut sudah langka terlihat dalam gemerlap dunia politik di tanah air dewasa ini. Partai politik juga tetap harus melaksanakan pendidikan politik yang baik kepada anggota kader partainya secara berkesinambungan demi terwujudkan cita–cita nasional bangsa
43
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang– Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Koloni itu sedang dibuat miniatur, diinventarisasi, dan disurvei; selanjutnya akan datang penertiban (Mrázek, 2006, 180).
MASA KINI UTANG INDONESIA UNTUK NEGERI (di)INDAH(kan) MASA LALU Yohanes Maria Vianey Mudayen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Intisari Artikel ini bertujuan menganalisis dampak utang luar negeri pemerintah terhadap ”kemolekan” pertumbuhan ekonomi dan Kesinambungan Fiskal Indonesia periode 1979-2009. Model yang digunakan dalam kajian ini adalah model regresi terkointegrasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Model Persamaan Simultan dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Utang luar negeri pemerintah menjadi bagian dari sejarah masa lalu sekaligus beban bagi pemerintah Indonesia masa kini terutama dalam hal pembayaran cicilan pokok utang bersama bunganya. Kebijakan utang luar negeri ditempuh oleh pemerintah sebagai salah satu sumber utama pembiayaan pembangunan demi ”kemolekan” tatanan kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Utang luar negeri dianologikan sebagai ”aspal” yang berfungsi memperlancar pelaksanaan proyek pembangunan dalam rangka mengantarkan rakyat Indonesia ke pulau impian (happy land). Hasil kajian menunjukkan bahwa utang luar negeri membawa berkah sekaligus masalah bagi perekonomian Indonesia. Di satu sisi, utang luar negeri pemerintah berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, di sisi lain utang luar negeri pemerintah juga berdampak negatif dan signifikan terhadap kesinambungan fiskal Indonesia. Untuk itu, perlu sikap kritis sekaligus rasional dalam menempatkan utang luar negeri sebagai salah satu sarana yang telah dipilih pemerintah Indonesia untuk ”kemolekan” masa kini dalam rangka mengantarkan Indonesia menuju ke happy land. Kata kunci: utang luar negeri pemerintah, pertumbuhan ekonomi, kesinambungan fiskal.
46
Pendahuluan: Mengindahkan Globalisasi Pemanfaatan utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan sudah menjadi bagian tak
terpisahkan dari
pembangunan khususnya negara-negara berkembang, termasuk Indonesia (Syaparuddin, 1996: 12). Sejak Pelita I sebagai awal proses
pembangunan
Indonesia,
utang
luar
negeri
telah
dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk menanggulangi masalah kelangkaan modal sekaligus membuat perekonomian Indonesia menjadi lebih ”molek”. Kata ”molek” mengandung arti menarik, menyenangkan dan membahagiakan. Dengan kata lain, utang luar negeri diharapkan dapat menjadi salah satu sarana atau ”aspal” yang berfungsi memperlancar pelaksanaan proyek pembangunan dalam rangka mengantarkan rakyat Indonesia ke pulau impian (happy land). Tabungan pemerintah dan tabungan domestik tidak dapat menanggulangi masalah kekurangan dana untuk pembangunan dan investasi (saving-investment gap). Selain itu, utang luar negeri juga digunakan untuk mengatasi masalah kesenjangan ekspor-impor (export-import gap) dan kesenjangan fiskal (fiscal gap). Kesenjangan ekspor-impor merupakan selisih negatif antara total ekspor dan total impor. Kesenjangan fiskal (fiscal gap) merupakan selisih negatif antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal
47
Pemanfaatan utang luar negeri sebagai salah satu komponen pembiayaan pembangunan Indonesia hingga saat ini masih terus berlangsung. Bahkan awal April 2009, utang luar negeri kita disebut-sebut tertinggi sepanjang sejarah. Data dari Departemen Keuangan, 2009 menunjukkan bahwa total utang pemerintah RI per Februari 2009 mencapai Rp 1.667 triliun, dengan jumlah utang luar negeri pemerintah sebesar 90,853 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 837,301 triliun. Dalam lima tahun terakhir jumlah utang pemerintah Indonesia meningkat sebesar 31 persen dari Rp 1.275 triliun pada Desember 2003 menjadi Rp 1.667 triliun pada bulan Januari 2009 atau naik sebesar Rp 392 triliun (Depkeu, 2009). Bahkan, data dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan yang dikutip oleh Medan Bisnis, 1 September 2012 menunjukkan bahwa total utang pemerintah Indonesia hingga Mei 2012 mencapai Rp 1.944,14 triliun, naik Rp 140,65 triliun dari posisi di akhir 2011 yang nilainya Rp 1.803,49 triliun. Utang luar negeri pemerintah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, terutama akademisi dan tim peneliti. Bagi kelompok yang mendukung kebijakan utang luar negeri pemerintah, penggunaan utang luar negeri diyakini dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Artikel yang dilakukan oleh Quazi (2005) menunjukkan bahwa utang luar negeri secara signifikan meningkatkan pertumbuhan GDP di Bangladesh dalam
48
kurun waktu 1973-1999. Artikel yang dilakukan oleh Moreira (2003) dalam studi lintas negara dalam kurun waktu 1970-1998 menunjukkan bahwa utang luar negeri berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Utang luar negeri dapat menjadi stimulus awal guna peningkatan kehidupan (kesejahteraan) yang lebih baik di negara-negara miskin, yang tertinggal jauh dalam masalah pendidikan, pemeliharaan kesehatan, nutrisi yang baik (good nutrition) maupun perumahan (Ferraro and Rosser, 1994). Menurut Svensson (2000), jika ada kemauan yang kuat dari pemerintah negara penerima utang dan tidak adanya moral hazard problem terkait dengan dengan penggunaan utang, maka utang luar negeri akan berdampak positif terhadap perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, kelompok yang kontra terhadap kebijakan utang luar negeri pemerintah mengungkapkan bahwa utang luar negeri tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil artikel Dowling and Hiemenz (1982) menunjukkan bahwa dampak bantuan luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tidak signifikan di sembilan negara Asia (Burma, China, India, Korea Selatan, Nepal, Philipina, Singapura, Srilangka dan Thailand). Kajian yang dilakukan White (1992) menunjukkan bahwa utang luar
negeri
tidak
menimbulkan
dampak
positif
terhadap
pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Hasil artikel Syaparudin dan Hermawan (2005) untuk kasus Indonesia juga
49
menunjukkan bahwa permintaan utang luar negeri pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap PDB Indonesia periode 1980-2002. Indonesia selama ini menempatkan utang sebagai salah satu tiang penyangga pembangunan, padahal pemerintah mengatakan bahwa utang luar negeri hanya sebagai pelengkap (Makmun, 2005). Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara tahun 2005-2009 menyebutkan sampai saat ini, utang masih merupakan sumber utama pembiayaan APBN untuk menutup defisit maupun untuk pembayaran kembali pokok utang yang telah jatuh tempo (refinancing). Utang luar negeri pemerintah juga membawa konsekuensi negatif terhadap APBN (Soelistianingsih, 2003). Hal itu terjadi karena utang luar negeri digunakan sebagai salah satu cara untuk menutup defisit anggaran pemerintah. Utang luar negeri pemerintah selain berdampak pada neraca pembayaran juga berdampak pada kinerja
anggaran
pemerintah
Indonesia
yaitu
APBN
(Soelistianingsih, 2003). Utang luar negeri pemerintah ini seolaholah sebagai ‘penerimaan’ pemerintah karena berfungsi sebagai penutup defisit APBN, tetapi di sisi lain pembayaran atas utang menjadi beban APBN yang dicatat dalam pos pengeluaran. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengukuran tentang bagaimana kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) sebagai akibat dari utang luar negeri pemerintah Indonesia. Salah satu interpretasi
50
kesinambungan fiskal secara sederhana yaitu jika pemerintah dapat memenuhi pengeluarannya dengan pendapatannya sendiri tanpa tergantung utang (Hanni, 2006). Kondisi fiskal yang sustainable dapat didefinisikan dalam persamaan identitas berikut:
Kondisi fiskal dikatakan sustainable apabila GAP PB bernilai positif, sebaliknya kondisi fiskal dikatakan unsustainable apabila GAP PB bernilai negatif (Hanni, 2006: 25). Berdasarkan latar belakang di atas, artikel ini hendak menganalisis dampak utang
luar
negeri
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
dan
kesinambungan fiskal Indonesia periode 1979-2009. Pertumbuhan Ekonomi, Kesinambungan Fiskal dan Utang Luar Negeri: Tinjauan Teoritis Ada 3 variabel kunci dalam artikel ini yaitu pertumbuhan ekonomi, kesinambungan fiskal, dan utang luar negeri pemerintah. Pertama, pertumbuhan ekonomi. Simon Kuznets, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Ada 3 komponen yang terkadung dalam definisi tersebut yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi suatu bangsa
terlihat
dari
meningkatnya
secara
terus-menerus
persediaan barang; 2) teknologi maju sebagai faktor yang sangat
51
menentukan pertumbuhan ekonomi dan; 3) penggunaan teknologi secara luas dan efisien (Jhingan, 2000:57). Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dengan penekanan pada tiga hal yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan output perkapita (Todaro dan Smith, 2009). Dalam artikel ini, pertumbuhan ekonomi dianalisis berdasarkan nilai dari Produk Domestik Bruto (PDB) riil per tahun di negara Indonesia yang dinyatakan dalam persen. Kedua,
kesinambungan
fiskal.
Salah
satu
interpretasi
kesinambungan fiskal secara sederhana yaitu jika pemerintah dapat memenuhi pengeluarannya dengan pendapatannya sendiri tanpa tergantung utang (Hanni, 2006). Interpretasi yang lain, secara struktural sama tapi secara substansial berbeda, yaitu jika pemerintah dapat memenuhi pengeluaran operasional termasuk investasi dengan pendapatannya sendiri, seperti pajak dan fee, serta transfer dan utang. Indikator utama dari fiskal yang sustainable atau tidak adalah ukuran (size) defisitnya dan apakah unsur tersebut akan mengecil atau membesar di masa mendatang (Slack dan Bird, 2004). Sedangkan pengertian fiscal sustainability menurut Quanes dan Thakur (1997: 66), yaitu: “While there is no generally accepted definition of what constitutes a sustainable fiscal policy, there is a broad agreement that fiscal policy is not sustainable if the present and prospective fiscal stance results in a persistent and rapid increase in the public debt-to-GDP ratio. Thus, a key indicator of sustainability is based on the size and growth ratio of the debt-to-GDP ratio”
52
Dari pengertian tersebut, ada dua indikator yang perlu diperhatikan dalam menilai posisi utang pemerintah yaitu: 1) jumlah utang yang dinyatakan dalam besarnya debt-to-GDP ratio; 2) peningkatan jumlah pinjaman atau pertumbuhan pinjaman. Namun, definisi di atas tidak memberikan batasan yang jelas tentang batas yang dapat ditoleransi tentang besarnya ratio utang suatu negara sebagai prosentase dari PDB. Salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai pendekatan tingkat debt to GDP ratio yang aman adalah ketentuan Maastrict Treaty tahun 1991 yang mensyaratkan negara-negara Eropa yang hendak bergabung dalam European Monetary Union dengan mata uang Euro, harus memiliki ratio debt to GDP kurang dari 60%. Syarat lain adalah ratio defisit anggaran per GNP kurang dari 3%, dan negara tersebut harus menjamin stabilitas harga, serta memelihara tingkat nilai tukar sesuai ketentuan Exchange Rate Mechanism (Direktorat Keuangan Negara dan Analisis Moneter, 2004). Ada dua pendekatan
yang dapat
digunakan untuk
menentukan kesinambungan fiskal, yaitu: accounting approach dan present value constraint approach (Hanni, 2006: 23-24). Dalam accounting approach, fiscal sustainability diterjemahkan ke dalam sustainability dari surplus pada primary balance (PB) dengan rumus sebagai berikut:
53
Kondisi fiskal dikatakan sustainable apabila GAP PB bernilai positif, sebaliknya kondisi fiskal dikatakan unsustainable apabila GAP PB bernilai negatif (Hanni, 2006: 25). Pendekatan lain, present value constraint approach (PVC) dengan persamaan sebagai berikut:
Dalam artikel ini, penentuan kesinambungan fiskal menggunakan accounting approach. Ketiga, utang luar negeri pemerintah. Utang luar negeri pemerintah Indonesia merupakan utang dari pihak-pihak asing seperti negara sahabat, lembaga internasional (IMF, World Bank, Asian Development Bank), dan pihak lain yang bukan penduduk Indonesia. Bentuk utang yang diterima dapat berupa dana, barang atau jasa. Berbentuk barang bila pemerintah membeli barang modal ataupun peralatan perang yang dibayar secara kredit. Berbentuk jasa sebagian besar berupa kehadiran tenaga ahli dari pihak kreditur untuk memberikan jasa konsultasi pada bidang-bidang tertentu yang lebih dikenal dengan technical assistance. Dari sisi waktu, utang luar negeri dapat dibedakan menjadi utang jangka panjang dan utang jangka pendek. Utang jangka pendek adalah utang dengan jatuh tempo satu tahun atau kurang. Utang jangka panjang umumnya berjangka waktu lebih dari satu tahun. Utang yang berjangka panjang dapat diperinci menurut jenis
54
utangnya, yaitu utang swasta yang tidak dijamin oleh pemerintah (public and publicly guaranteed debt). Utang swasta yang non guaranteed debt adalah utang yang dilakukan oleh debitur swasta, di mana utang tersebut tidak dijamin oleh institusi pemerintah. Di lain pihak, utang pemerintah adalah utang yang dilakukan oleh suatu institusi pemerintah, termasuk pemerintah pusat, departemen, dan lembaga pemerintah yang otonom. Utang luar negeri yang berasal dari sumber resmi dibagi menjadi dua yaitu utang bilateral dan utang multilateral. Utang bilateral adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun dalam bentuk barang atau jasa, yang diperoleh dari pemberi utang luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga atau badan keuangan yang dibentuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk melaksanakan pemberian utang yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Utang miiltilateral adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun dalam bentuk barang atau jasa yang diperoleh dari pemberian Utang luar negeri yang berasal dari lembaga keuangan internasional maupun regional dan biasanya Indonesia merupakan anggota dari lembaga keuangan tersebut (Syaparuddin dan Hermawan, 2005). Ada beberapa artikel hasil kajian sebelumnya yang relevan dengan kajian ini yaitu sebagai berikut. Pertama, artikel Hanni (2006) yang menunjukkan bahwa primary balance merupakan
55
indikator utama bagi sustainabilitas fiskal. Tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh besaran PDB, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, investasi, suku bunga, inflasi, PMA, ekspor, impor, kurs, pajak, lag konsumsi rumah tangga, lag investasi, lag konsumsi pemerintah, PDB Jepang dan suku bunga Jepang. Suku bunga dipengaruhi oleh uang beredar, tingkat pertumbuhan dan lag kurs. Stok utang pemerintah dipengaruhi oleh overall balance dan PDB. Kedua, artikel Quazi (2005) yang menunjukkan bahwa bantuan luar negeri memiliki marginal efek terhadap pertumbuhan PDB. Pinjaman luar negeri signifikan meningkatkan pertumbuhan PDB, sedangkan hibah tidak signifikan meningkatkan pertumbuhan PDB. Hibah luar negeri sebagian besar digunakan untuk pengeluaran yang bersifat non-produktif, misalnya untuk belanja pegawai, sedangkan pinjaman luar negeri pada umumnya digunakan untuk membiayai proyek-proyek investasi publik dan program
pembangunan
modal
manusia,
yang
akhirnya
mengakibatkan pertumbuhan output yang lebih tinggi. Ketiga, artikel Moraga and Vidal (2004) yang menunjukkan bahwa ketidakseimbangan anggaran mempengaruhi dinamika ekonomi dan prospek pertumbuhan ekonomi. Respon yang tepat dari kebijakan fiskal untuk guncangan sesaat tidak dapat dilakukan tanpa ada kaidah fiskal. Kaidah Fiskal memungkinkan kita untuk melakukan reaksi tepat waktu, sehingga kita dapat menghindari
56
potensi gangguan dalam penyesuaian fiskal di masa depan, dalam bentuk penyesuaian yang tertunda, dan semakin besarnya skala yang diperlukan. Model Regresi Terkointegrasi dan Model Persamaan Simultan dalam artikel ini diadaptasi dari model artikel Quazi, 2005 di Bangladesh. Hipotesis dalam artikel ini yaitu: Pertama, diduga utang luar negeri berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1979-2009. Kedua, diduga utang luar negeri
berdampak
negatif
terhadap
Kesinambungan
Fiskal
Indonesia periode 1979-2009. Metode Kajian Kajian ini menggunakan data time series dengan periode waktu mulai dari tahun 1979 sampai 2009. Sumber data utama berasal dari International Financial Statistic (IFS), Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Departemen Keuangan, dan Dirjen Pengelolaan Utang. Pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi, dengan mengutip data dari dokumen laporan IFS, BI, BPS Departemen Keuangan, Dirjen Pengelolaan Utang Negara, dan sumber-sumber lain yang relevan dengan artikel ini. Data diolah menggunakan model Regresi Terkointegrasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Model Persamaan Simultan dengan metode Two Stage Least Square (TSLS).
57
Definisi operasional berbagai variabel dalam kajian ini sebagai berikut: 1. Kesinambungan fiskal yaitu nilai positif dari surplus primary balance. 2. Pertumbuhan Ekonomi yaitu pertumbuhan PDB riil per tahun yang dinyatakan dalam persen. 3. Utang Luar Negeri Pemerintah yaitu utang pemerintah Indonesia kepada pihak-pihak asing seperti negara sahabat, lembaga internasional (IMF, World Bank, Asian Development Bank), dan pihak lain yang bukan penduduk Indonesia, yang harus dibayarkan kembali beserta bunganya. 4. Primary balance yaitu selisih antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah di luar pembayaran bunga dan cicilan utang. 5. Suku bunga yaitu rata-rata tertimbang dari suku bunga tabungan BI yang dinyatakan dalam persen. 6. Investasi yaitu pembentukan modal tetap domestik bruto Indonesia. 7. Ekspor netto yaitu selisih antara ekspor dengan impor yang dilakukan oleh negara Indonesia. 8. Jumlah uang yang beredar yaitu jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) yang terdiri dari uang dalam arti sempit (M1) dan uang kuasi.
58
Kaitan Utang Luar Negeri Pemerintah, Pertumbuhan Ekonomi dan Kesinambungan Fiskal: Temuan Empiris Deskripsi
tentang
kaitan
antara
utang
luar
negeri
pemerintah, pertumbuhan ekonomi dan kesinambungan fiskal Indonesia periode 1979-2009, dapat diamati pada grafik 1 berikut ini: Grafik 1 Utang Luar Negeri Pemerintah, Produk Domestik Bruto dan Kesinambungan Fiskal Indonesia tahun 1979-2009 (Rp M)
Sumber: data BI dan IFS, diolah 2011 (diolah)
Grafik 1 di atas menunjukkan bahwa peningkatan utang luar negeri pemerintah periode 1979-2009 searah dengan peningkatan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada periode yang sama. Ketika
utang
luar
negeri
pemerintah
periode
1979-2009
menunjukkan trend peningkatan, PDB juga menunjukkan trend peningkatan sangat baik pada periode yang sama. Namun di sisi
59
lain, peningkatan utang luar negeri pemerintah periode 1979-2009 berlawanan arah dengan nilai gap primary balance yang menjadi indikator kesinambungan fiskal Indonesia periode 1979-2009. Ketika
utang
luar
negeri
pemerintah
periode
1979-2009
menunjukkan trend peningkatan, gap primary balance yang menjadi indikator kesinambungan fiskal Indonesia periode yang sama justru menunjukkan trend yang terus menurun. Utang Luar Negeri Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi: Temuan Empiris Hasil olah data model regresi terkointegrasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan bahwa nilai R-squared (R2) sebesar 0,763864. R2 tersebut mengandung arti bahwa 76,39% pertumbuhan ekonomi (growth) dapat dijelaskan oleh lag (jeda dalam pembayaran utang) utang luar negeri pemerintah (debt(1)), investasi (I), rata-rata suku bunga tabungan (r), jumlah uang beredar (M2) dan ekspor neto (Xn), sedangkan sisanya 23,61% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Koefisien korelasi lag utang luar negeri pemerintah (Debt(1)) bertanda positif sebesar 0,10769 dengan probabilitas sebesar 0,0028 sehingga dapat disimpulkan bahwa lag utang luar negeri pemerintah berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada tingkat signifikansi α=1%. Koefisien korelasi lag utang luar negeri pemerintah sebesar 0,10769 mengandung arti
60
bahwa apabila lag utang luar negeri bertambah sebesar 1 satuan maka pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 0,10769 satuan. Koefisien korelasi investasi (I) bertanda positif sebesar 0,3046 dengan probabilitas sebesar 0,0197 sehingga dapat disimpulkan bahwa investasi berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada tingkat signifikansi α=5%. Koefisien korelasi investasi sebesar 0,3046 mengandung arti bahwa apabila investasi bertambah sebesar 1 satuan maka pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 0,3046 satuan. Koefisien korelasi suku bunga tabungan Bank Indonesia (r) bertanda negatif sebesar -0,392395 dengan probabilitas sebesar 0,0000 sehingga dapat disimpulkan bahwa suku bunga tabungan Bank Indonesia berdampak negatif
dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi pada tingkat signifikansi α=1%. Koefisien korelasi suku bunga tabungan Bank Indonesia sebesar -0,392395 mengandung arti bahwa apabila suku bunga tabungan Bank Indonesia bertambah sebesar 1 satuan maka pertumbuhan ekonomi menurun sebesar 0,392395 satuan. Koefisien korelasi jumlah uang beredar (M2) bertanda positif sebesar 0,031787 dengan probabilitas sebesar 0,2867. Probabilitas
sebesar
0,2867
lebih
besar
daripada
tingkat
signifikansi α=5% (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah uang beredar tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
61
Koefisien korelasi ekspor neto (Xn) bertanda negatif sebesar -0,385034 dengan probabilitas sebesar 0,0002 sehingga dapat disimpulkan bahwa ekspor neto berdampak negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada tingkat signifikansi α=5%.
Koefisien
korelasi
ekspor
neto
sebesar
-0,385034
mengandung arti bahwa apabila ekspor neto bertambah sebesar 1 satuan maka pertumbuhan ekonomi menurun sebesar 0,385034 satuan. Utang Luar Negeri Pemerintah Untuk Kemolekan Masa Kini Indonesia Utang luar negeri pemerintah ditujukan untuk ”kemolekan” pertumbuhan ekonomi Indonesia secara konsisten dari waktu ke waktu. Dalam mengadopsi bahasa dalam kajian Mrazek (2006) tentang ”Bahasa sebagai Aspal”, utang luar negeri pemerintah juga bisa dianalogikan sebagai aspal, artinya utang luar negeri berfungsi sebagai ”jalan beraspal” yang memperlancar pelaksanaan kegiatan pembangunan yang diprogramkan oleh pemerintah. Utang luar negeri digunakan oleh pemerintah untuk membiaya berbagai proyek pembangunan sehingga dapat membawa masyarakat Indonesia secara perlahan-lahan menuju ke pulau impian (happy land). Hal ini didukung oleh temuan dalam kajian ini bahwa Lag Utang luar negeri pemerintah (Debt(-1)) berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien
62
korelasi sebesar 0,10769 dan probabilitas sebesar 0,0028. Hal ini disebabkan oleh adanya letter of intent (LoI) antara negara Indonesia dengan negara dan lembaga pemberi pinjaman yang mengatur pemanfaatan utang luar negeri Indonesia. Permintaan utang luar negeri pemerintah disertai dengan pedoman paket kebijakan pemanfaatan utang luar negeri dari negara atau lembaga pemberi pinjaman. Paket kebijakan tersebut berisi pemanfaatan utang luar negeri pemerintah untuk membangun infrastruktur dan fasilitas umum seperti sekolah impress, puskesmas, rumah sakit, jalan, dan jembatan. Selain itu, negara atau lembaga pemberi pinjaman juga mengatur agar pemanfaatan utang luar negeri pemerintah
digunakan
untuk
program-program
pengentasan
kemiskinan seperti BLT, raskin, dan JPS, serta untuk mendirikan perusahaan negara. Semua paket kebijakan tersebut membawa dampak positif ketika diterapkan di negara berkembang lain yang kondisinya mirip dan relevan dengan Indonesia. Pemanfaatan utang luar negeri pemerintah juga diawasi oleh negara atau lembaga pemberi pinjaman sehingga pemanfaatannya harus sesuai dengan paket kebijakan yang telah disepakati dalam LoI, dan tidak boleh digunakan untuk kegiatan rutin pemerintah misalnya untuk belanja pegawai. Pemanfaatan utang luar negeri pemerintah untuk membangun infastruktur, fasilitas pendidikan dan kesehatan serta untuk program pengentasan kemiskinan ini membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
63
Kondisi di atas sejalan dengan hasil artikel Quazi (2005) menunjukkan
bahwa
utang
luar
negeri
secara
signifikan
meningkatkan pertumbuhan GDP di Bangladesh dalam kurun waktu 1973-1999. Artikel lintas negara yang dilakukan oleh Moreira (2003) dalam kurun waktu 1970-1998 menunjukkan bahwa utang luar negeri berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil artikel Svensson (2000) menunjukkan bahwa utang luar negeri berdampak positif terhadap perekonomian dan peningkatan
kesejahteraan
masyarakat,
jika
utang
tersebut
digunakan untuk pembangunan dan tidak ada moral hazard problem terkait dengan dengan penggunaan utang. Bulow dan Rogof (1990) dan Chowdurry dan Levy (1997) dalam Arief (1998) menyimpulkan bahwa utang luar negeri telah menjadi salah faktor yang signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negaranegara berkembang. Hasil artikel yang berbeda dikemukakan oleh Syaparuddin dan Hermawan (2005) bahwa permintaan utang luar negeri pemerintah berdampak positif
namun tidak signifikan
terhadap peningkatan PDB Indonesia dalam kurun waktu 19802002. Investasi berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien korelasi 0,3046 dengan probabilitas sebesar 0,0197. Investasi yang meningkat membuat kegiatan produksi pada sektor riil sehingga pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan
64
dalam model Solow bahwa persediaan modal yang besar akan meningkatkan output. Jika suatu negara menyisihkan sebagian besar pendapatannya ke investasi, negara itu memiliki persediaan kondisi mapan dan tingkat pendapatan yang tinggi (Mankiw, 2000: 80-81). Investasi (I) berdampak positif terhadap peningkatan PDB karena investasi (baik PMDN maupun PMA) dialokasikan pada sektor riil terutama pada sektor industri. PMDN banyak yang diarahkan pada sektor industri misalnya industri perbankan, industri manufaktur, industri perkebunan, industri perikanan, industri pertanian, industri pertambangan, industri perminyakan, dan industri PMA dari Amerika Serikat lebih banyak berinvestasi pada sektor minyak. PMA Jepang, Jerman, Inggris dan Belanda lebih banyak berinvestasi pada industri manufaktur non minyak. Pada dua dekade terakhir negara-negara industri baru seperti Hongkong, Taiwan, Singapura dan Korea Selatan telah ikut menyemarakkan PMA di Indonesia pada bidang industri elektronik (Saad, 2001). Hasil kajian ini sejalan dengan artikel Rilam (1997) yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan investasi asing langsung terutama FDI periode sebelumnya berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDB Indonesia 1969-1993 pada alpha 0,10 (α=10%). Suku bunga tabungan Bank Indonesia (r) berdampak negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan
65
koefisien korelasi
-0,392395 dan probabilitas sebesar 0,000. Hal
ini sesuai dengan teori ekonomi makro bahwa suku bunga tabungan yang meningkat akan menyebabkan jumlah tabungan secara umum juga akan meningkat. Namun, di sisi lain peningkatan suku bunga tabungan akan menyebabkan total investasi secara keseluruhan akan menurun karena sebagian jumlah modal akan beralih fungsi menjadi tabungan. Penurunan total investasi akan menyebabkan modal yang disertakan dalam industri juga berkurang sehingga pertumbuhan ekonomi juga akan menurun (Mankiw, 2000). Kajian ini sejalan dengan hasil artikel Hanni (2006) yang menyimpulkan bahwa suku bunga tabungan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1991-2003. Hasil kajian Ervani (2008) juga menunjukkan bahwa tingkat bunga deposito riil 12 bulan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode tahun 1980.I-2004.IV. Jumlah uang beredar (M2) berdampak positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan koefisien korelasi sebesar 0,031787 dan probabilitas sebesar 0,2867. Peningkatan jumlah uang yang beredar dapat memicu kenaikan harga-harga barang (inflasi). Kenaikan harga barang dapat menggairahkan pertumbuhan sektor riil. Namun, untuk kasus di Indonesia, peningkatan jumlah uang yang beredar tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi karena tidak didukung dengan peningkatan kesejahteraan dan daya beli
66
masyarakat. Konsekuensinya, peningkatan jumlah uang yang beredar tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil temuan ini sejalan dengan temuan Quazi (2005) bahwa jumlah uang yang beredar berdampak positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Bangladesh tahun 1973-1999. Hasil yang berbeda dikemukakan oleh Belinda (2007) bahwa jumlah uang yang beredar berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca krisis moneter periode 1999-2004. Ekspor neto (Xn) berdampak negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan koefisien korelasi sebesar -0,385034 dan probabilitas sebesar 0,0002. Ekspor neto berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia karena karakteristik ekspor Indonesia yang dominan berupa barang mentah dan impor Indonesia berupa barang jadi. Barang-barang mentah yang diekspor Indonesia berupa karet, minyak bumi dan gas, buah kelapa sawit, kayu, ikan, dan lain-lain, dihargai jauh lebih murah daripada ketika barang-barang tersebut kita impor kembali dalam bentuk barang jadi. Menteri Perindustrian Indonesia periode 2009-2014, MS Hidayat mengakui banyak sekali ekspor barang mentah dari Indonesia ke berbagai negara seperti China dan Jepang, untuk diproses menjadi produk siap pakai, kemudian produk itu masuk kembali ke Indonesia dengan harga 15 kali lebih mahal (Lumbangaol, 2010).
67
Hasil kajian ini selaras dengan temuan dari Ardhi (2009) bahwa ekspor dikurangi dengan impor tahun sebelumnya berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1983-2001. Namun, sektor ekspor di Indonesia tidak berdampak nyata terhadap perkembangan PDRB di Indonesia. Jung dan Marshall (1985) mengungkapkan bahwa sebagian besar negara-negara berkembang tidak menunjukkan dukungan empiris bahwa pertumbuhan ekspor mendorong pertumbuhan ekonomi. Arief (1993) menyatakan jika sektor ekspor ini masih tergantung pada input impor maka dampaknya terhadap PDRB tidak signifikan. Hasil temuan Holman dan Graves (1995) menunjukkan bahwa ekspor tidak berkointegrasi dengan PDB Negara Korea tahun 1953-1990. Hasil temuan berbeda dikemukakan oleh Quazi (2005) bahwa ekspor impor berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDB. Utang Luar Negeri Pemerintah dan Kesinambungan Fiskal: Temuan Empiris Hasil olah data Model Persamaan Simultan dengan metode Two State
Least Square (TSLS) yang pertama menunjukkan
bahwa nilai R-squared (R2) sebesar 0,948287. R2 tersebut mengandung arti bahwa 94,83% pertumbuhan ekonomi (growth) dapat dijelaskan oleh lag utang luar negeri pemerintah (debt(1)), kesinambungan fiskal yang berasal dari persamaan reduced
68
form (
), dan primary balance, sedangkan sisanya 5,17%
dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Lag utang luar negeri pemerintah (Debt(-1)) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien korelasi sebesar 0,207010 dan probabilitas sebesar 0,0000. Hal ini terjadi karena tambahan utang luar negeri pemerintah menyebabkan pos “penerimaan” pemerintah bertambah sehingga stok pemerintah yang dapat digunakan untuk investasi juga meningkat. Dengan adanya utang luar negeri, pemerintah dapat mendirikan BUMN dan perusahaan negara yang berpotensi meningkatkan devisa negara dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Keberadaan
BUMN
dan
perusahaan
negara
ikut
menggairahkan sektor riil sehingga pertumbuhan ekonomi juga ikut terdongkrak. Selain itu, karakteristik utang luar negeri pemerintah yang sebagian besar bersifat jangka panjang dan berupa pinjaman lunak memungkinkan pemerintah lebih leluasa memanfaatkan pinjaman tersebut untuk kepentingan pembangunan di Indonesia. Utang luar negeri pemerintah juga disertai dengan letter of intent (LoI) antara negara Indonesia dengan negara dan lembaga pemberi pinjaman yang mengatur pemanfaatan utang luar negeri
Indonesia.
Permintaan utang luar negeri pemerintah disertai dengan pedoman paket kebijakan pemanfaatan utang luar negeri dari negara atau
69
lembaga pemberi pinjaman. Paket kebijakan tersebut berisi pemanfaatan utang luar negeri pemerintah untuk membangun infrastruktur dan fasilitas umum
seperti
sekolah impress,
puskesmas, rumah sakit, jalan, dan jembatan. Selain itu, negara atau lembaga pemberi pinjaman juga mengatur agar pemanfaatan utang luar negeri pemerintah digunakan untuk program-program pengentasan kemiskinan seperti BLT, raskin, dan JPS, serta untuk mendirikan perusahaan negara. Semua paket kebijakan tersebut sudah membawa dampak positif ketika diterapkan di negara berkembang lain yang kondisinya mirip dan relevan dengan Indonesia. Pemanfaatan utang luar negeri pemerintah juga diawasi oleh
negara
atau
lembaga
pemberi
pinjaman
sehingga
pemanfaatannya harus sesuai dengan paket kebijakan yang telah disepakati dalam LoI, dan tidak boleh digunakan untuk kegiatan rutin pemerintah misalnya untuk belanja pegawai. Pemanfaatan utang luar negeri pemerintah untuk membangun infastruktur, fasilitas
pendidikan
dan
kesehatan
serta
untuk
program
pengentasan kemiskinan ini membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kondisi di atas selaras dengan hasil penelitian Quazi (2005) menunjukkan
bahwa
utang
luar
negeri
secara
signifikan
meningkatkan pertumbuhan GDP di Bangladesh dalam kurun waktu 1973-1999. Penelitian lintas negara yang dilakukan oleh Moreira (2003) dalam kurun waktu 1970-1998 menunjukkan
70
bahwa utang luar negeri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Utang luar negeri dapat menjadi stimulus awal guna peningkatan kehidupan (kesejahteraan) yang lebih baik di negaranegara miskin, yang tertinggal dalam bidang pendidikan, pemeliharaan kesehatan, nutrisi yang baik (good nutrition) maupun perumahan. Hasil penelitian Svensson (2000) menunjukkan bahwa utang luar negeri berdampak positif terhadap perekonomian dan peningkatan
kesejahteraan
masyarakat,
jika
utang
tersebut
digunakan untuk pembangunan dan tidak ada moral hazard problem terkait dengan dengan penggunaan utang. Bulow dan Rogof (1990) dan Chowdurry dan Levy (1997) dalam Arief (1998) menyimpulkan bahwa utang luar negeri telah menjadi salah faktor yang signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negaranegara berkembang. Hasil penelitian yang berbeda dikemukakan oleh Syaparuddin dan Hermawan (2005) bahwa permintaan utang luar negeri pemerintah berdampak positif namun tidak signifikan terhadap peningkatan PDB Indonesia dalam kurun waktu 19802002. Kesinambungan fiskal yang berasal dari persamaan reduced form
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
pertumbuhan ekonomi, dengan koefisien korelasi sebesar 0,315753 dan probabilitas sebesar 0,0000. Kesinambungan fiskal terjadi ketika surplus primary balance bernilai positif. Surplus primary
71
balance bernilai positif ketika terjadi peningkatan nilai primary balance yang mengandung arti bahwa terjadi peningkatan ratio penerimaan pemerintah terhadap pengeluaran pemerintah di luar pembayaran bunga dan cicilan utang pemerintah. Peningkatan nilai primary balance menyebabkan pemerintah memiliki lebih banyak stok anggaran yang dapat digunakan untuk melakukan investasi. Peningkatan investasi pemerintah ikut menggairahkan sektor riil yang pada gilirannya ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Alasan di atas menyebabkan peningkatan taraf kesinambungan fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Hanni (2006) bahwa kesinambungan fiskal yang terjadi karena
adanya
peningkatan
penerimaan
pemerintah
dan
pengoptimalisasian pengeluaran negara, serta peningkatan investasi pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1991-2003. Primary balance (PB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan koefisien korelasi sebesar 0,628143 dan probabilitas sebesar 0,0000. Hal ini terjadi karena peningkatan
primary
balance
mengindikasikan
terjadinya
peningkatan ratio penerimaan pemerintah terhadap pengeluaran pemerintah di luar pembayaran bunga dan cicilan utang pemerintah. Peningkatan primary balance dapat dicapai melalui peningkatan penerimaan pemerintah dan pengoptimalisasian
72
pengeluaran negara secara efisien dan tepat guna. Peningkatan ratio penerimaan
pemerintah
terhadap
pengeluaran
pemerintah
menyebabkan pemerintah memiliki lebih banyak stok anggaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan konsumsi pemerintah dan meningkatkan investasi pemerintah. Peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi pemerintah ikut menggairahkan sektor riil yang pada gilirannya ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil kajian ini selaras dengan hasil penelitian Hanni (2006) bahwa peningkatan primary balance yang dapat dicapai melalui
peningkatan
pengoptimalisasian
penerimaan
pengeluaran
dalam
negara,
serta
negeri
dan
peningkatan
konsumsi pemerintah dan investasi pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 19912003. Selanjutnya, hasil Regresi Model Persamaan Simultan Kedua yang diolah dengan menggunakan metode Two Stage Least Square (TSLS). Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat diketahui bahwa nilai R-squared (R2) sebesar 0,801670. R2 tersebut mengandung arti bahwa 80,17% kesinambungan fiskal (KF) dapat dijelaskan oleh lag
utang
luar
negeri
pemerintah (debt(-1)), pertumbuhan
ekonomi yang berasal dari persamaan reduce form (
dan
suku bunga tabungan Bank Indonesia (r), sedangkan sisanya 19,83% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
73
Dari model persamaan simultan kedua dapat diketahui bahwa lag utang luar negeri pemerintah (Debt(-1)) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesinambungan fiskal Indonesia. Hal itu terjadi karena utang luar negeri digunakan sebagai salah satu cara untuk menutup defisit anggaran pemerintah. Utang luar negeri pemerintah seolah-olah sebagai ‘penerimaan’ pemerintah karena difungsikan sebagai penutup defisit APBN, tetapi di sisi lain pembayaran atas cicilan pokok utang dan bunga utang menjadi beban APBN yang dicatat dalam pos pengeluaran. Data data dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan yang dikutip oleh Medan Bisnis, edisi 1 September 2012 menunjukkan bahwa tahun 2012, pemerintah berencana membayar cicilan pokok dan bunga utang dengan total Rp 175,9 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari Rp 68,16 triliun berupa cicilan pokok utang luar negeri dan Rp 117,785 triliun berupa cicilan bunga.Total cicilan pokok dan bunga utang tersebut mewakili 11,3% dari total belanja negara di tahun 2012 yang jumlahnya mencapai Rp 1.548,31 triiun. Utang luar negeri pemerintah yang lebih banyak berupa pinjaman jangka panjang menyebabkan kewajiban negara untuk membayar cicilan pokok utang dan bunga menjadi beban yang cukup berat dalam jangka panjang. Beban pengeluaran negara yang diperberat oleh keharusan membayar bunga dan cicilan pokok utang luar negeri berdampak negatif terhadap kesinambungan
74
fiskal Indonesia karena utang luar negeri pemerintah membuat surplus primary balance bernilai negatif. Surplus primary balance yang bernilai negatif dan terjadi dalam jangka panjang memberikan indikasi serius bahwa keadaan fiskal Indonesia mengalami masalah unsustainable. Keadaan fiskal yang unsustainable menjadi semakin diperparah oleh program penjaminan dan rekapitalisasi dalam rangka penyehatan perbankan saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998. Beban utang luar negeri pemerintah semakin membengkak akibat depresiasi rupiah karena krisis ekonomi tahun 1998 dan dampaknya sangat terasa beberapa tahun setelah itu. Dengan demikian, utang luar negeri pemerintah pada periode sebelumnya berdampak negatif terhadap kesinambungan fiskal Indonesia. Hasil kajian di atas sejalan dengan temuan Soelistianingsih (2003) bahwa utang luar negeri pemerintah berdampak negatif terhadap kinerja anggaran pemerintah Indonesia (APBN) dan kesinambungan fiskal Indonesia tahun 1983-2000. Hasil penelitian Hanni (2006) menunjukkan bahwa stok utang pemerintah berpengaruh signifikan terhadap kesinambungan fiskal Indonesia tahun 1991-2003. Hasil kajian Edwards (2003) menunjukkan bahwa stok awal utang pemerintah, ketersediaan pinjaman lunak di
masa
depan, dan bagian yang diperoleh dari hibah dan
sumbangan berpengaruh signifikan terhadap kesinambungan fiskal di Nikaragua tahun 2002. Hasil kajian Moraga and Vidal (2004) menunjukkan bahwa utang publik berpengaruh signifikan terhadap
75
kesinambungan fiskal di European Union (Germany, France, Italy and United Kingdom) 1995-2000. Suku bunga tabungan Bank Indonesia (r) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesinambungan fiskal Indonesia dengan koefisien korelasi sebesar -1,083289 dan probabilitas sebesar 0,0078. Kondisi ini terjadi karena peningkatan suku bunga tabungan Bank Indonesia yang berlangsung dalam waktu yang lama akan menyebabkan tabungan domestik meningkat tetapi investasi pada sektor riil secara umum menurun. Tingkat bunga merupakan fungsi dari investasi dan keduanya memiliki hubungan yang negatif. Peningkatan suku bunga tabungan Bank Indonesia dalam waktu yang lama menunjukkan bahwa bank-bank yang ada di Indonesia sedang mengalami masalah kesehatan perbankan (baik masalah ketersediaan modal, likuiditas, maupun solvabilitas). Ketika terjadi krisis ekonomi global tahun 1998, rata-rata tertimbang dari suku bunga tabungan Bank Indonesia sebesar 38,44% (Laporan Tahunan BI, 2000). Rata-rata suku bunga tabungan BI tersebut adalah yang tertinggi dalam kurun waktu 1979-2009. Peningkatan suku bunga tabungan secara tajam mengindikasikan adanya gangguan yang serius terhadap stabilitas ekonomi makro Indonesia. Ancaman terhadap stabilitas ekonomi makro menunjukkan bahwa keadaan fiskal Indonesia unsustainable karena salah satu indikator bahwa keadaan fiskal yang sustainable adalah pemerintah dapat mempertahankan stabilitas ekonomi
76
makro tanpa adanya ancaman krisis. Dengan demikian, suku bunga tabungan BI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesinambungan fiskal Indonesia. Hasil kajian ini sejalan dengan temuan Hanni (2006) bahwa tingkat suku bunga BI berpengaruh signifikan terhadap kesinambungan fiskal Indonesia tahun 19912003. Kajian yang dilakukan oleh Edwards (2003) juga menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh signifikan terhadap kebijakan kesinambungan fiskal di Nikaragua tahun 2002. Pertumbuhan ekonomi yang berasal dari persamaan reduced form (
) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
kesinambungan fiskal Indonesia pada tingkat signifikansi α=10%, dengan koefisien korelasi sebesar 1,249630 dan probabilitas sebesar
0,0951.
mengindikasikan
Pertumbuhan bahwa
sektor
ekonomi riil
yang
sedang
meningkat
ekspansif
dan
kesempatan kerja tersedia bagi para pencari kerja. Pertumbuhan ekonomi yang pesat mengindikasikan bahwa ekonomi makro dalam keadaan stabil dan tidak terjadi ancaman krisis sehingga kesinambungan fiskal Indonesia dapat terjaga. Dengan demikian, pertumbuhan
ekonomi
berpengaruh
signifikan
terhadap
kesinambungan fiskal. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Hanni (2006) bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat merupakan salah satu indikator tercapainya kesinambungan fiskal Indonesia tahun 1991-2003. Kajian yang dilakukan oleh Edwards (2003) juga
77
menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan PDB riil berpengaruh signifikan terhadap kesinambungan fiskal di Nikaragua tahun 2002. Hasil Uji Asumsi Klasik Uji multikolinearitas dalam artikel ini menggunakan metode deteksi Klien. Hasil uji multikolinearitas menunjukkan bahwa koefisien determinasi model regresi asli (R2) lebih besar daripada masing-masing koefisien determinasi auxiliary 1, 2, 3, 4, dan 5. Koefisien determinasi model regresi asli (R2) sebesar 0,763864. Koefisien regresi auxiliary 1 (R2X1X2X3X4X5) sebesar 0,466434. Koefisien regresi auxiliary 2 (R2X2X1X3X4X5) sebesar 0,104467. Koefisien regresi auxiliary 3 (R2X3X1X2X4X5) sebesar 0,162218. Koefisien regresi auxiliary 4 (R2X4X1X2X3X5) sebesar 0,437169. Koefisien regresi auxiliary 5 (R2X5X1X2X3X4) sebesar 0,212176. Karena koefisien determinasi model regresi asli (R2) lebih besar daripada masing-masing koefisien determinasi auxiliary 1, 2, 3, 4, dan 5, maka dapat disimpulkan bahwa model tidak mengandung masalah multikolinearitas. Uji heteroskedastisitas dalam artikel ini menggunakan Metode
White.
Berdasarkan
hasil
deteksi
masalah
heteroskedastisitas dengan menggunakan metode White, dapat diketahui bahwa nilai probabilitas chi-squares sebesar 0,065 (6,5%) lebih besar daripada α=5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak mengandung masalah heteroskedastisitas.
78
Uji autokorelasi dalam artikel ini menggunakan metode Breusch-Godfrey. Berdasarkan uji Lagrange Multiplier (LM) yang dikembangkan oleh Breusch dan Godfrey, dapat diketahui bahwa nilai probabilitas chi-squares sebesar 0,19604 (19,56%) lebih besar daripada α=5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak mengandung masalah autokorelasi. Penutup Utang luar negeri pemerintah menjadi bagian dari masa lalu Indonesia yang pelunasannya menjadi beban pemerintah Indonesia hingga saat ini. Kebijakan utang luar negeri ditempuh oleh pemerintah Indonesia sebagai salah satu sumber utama pembiayaan pembangunan dalam rangka membuat tatanan kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia masa kini menjadi lebih ”molek”. Utang luar negeri menjadi salah satu sarana atau ”aspal” yang memperlancar pembiayaan program pembangunan yang dirancang ibarat jalan aspal oleh pemerintah Indonesia yang satu ”bahasa” (seia-sekata) untuk mengantarkan masyarakat Indonesia ke pulau impian (happy land). Lag utang luar negeri pemerintah berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Investasi juga berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, suku bunga tabungan Bank Indonesia maupun ekspor
neto
berdampak
negatif
dan
signifikan
terhadap
pertumbuhan ekonomi. Jumlah uang beredar tidak berdampak
79
signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
Indonesia.
Kesinambungan fiskal yang berasal dari persamaan reduced form dan primary balance berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, lag utang luar negeri pemerintah berdampak negatif dan signifikan terhadap kesinambungan fiskal Indonesia. Suku bunga tabungan Bank Indonesia juga
berdampak negatif dan
signifikan terhadap kesinambungan fiskal Indonesia. Namun, pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesinambungan fiskal Indonesia. Ada beberapa hal yang dapat disarankan sehubungan dengan hasil kajian ini, yaitu: Pertama, Pemerintah disarankan untuk berusaha memilih pinjaman yang bersifat lunak dan jangka panjang serta berupaya serius menghindari pinjaman yang berbunga tinggi dan pinjaman yang disertai Letter of Intent dapat merugikan Indonesia. Pemanfaatan utang luar negeri pemerintah sebaiknya benar-benar didasarkan atas upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penggunaannya benar-benar diarahkan untuk kegiatan produktif (repayment capacity). Investasi (baik PMDN maupun PMA) sedapat mungkin benar-benar diupayakan terarah pada sektor riil terutama sektor industri karena investasi berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. PMA dan PMDN yang telah disetujui oleh pemerintah
80
pada tahun tertentu harus diupayakan bisa terealisasi pada tahun yang sama. Di sisi lain, Bank Indonesia sebaiknya mempertimbangkan dengan seksama penetapan suku bunga tabungan BI karena suku bunga tabungan BI berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bank Indonesia perlu lebih seksama memilih instrumen yang tepat untuk mengontrol jumah uang yang beredar supaya jumlah uang yang beredar berdampak positif terhadap perekonomian. Pemerintah dan dunia usaha Indonesia sebaiknya mengurangi ekspor barang mentah dan mengusahakan sebanyak mungkin ekspor barang jadi serta impor bahan mentah untuk diolah menjadi barang jadi supaya ekspor neto dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemerintah perlu mengusahakan optimasi penerimaan negara, terutama penerimaan dari wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya. Pemerintah juga
sebaiknya
mengefisienkan
mengendalikan pengeluaran
biaya
operasional
operasional rutin
dan supaya
kesinambungan fiskal dan primary balance terus meningkat sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kedua, Pemerintah sebaiknya segera menginventarisasi komponen utang luar negeri pemerintah yang berbunga tinggi dan berusaha melunasi komponen utang luar negeri yang berbunga tinggi tersebut supaya tidak mengganggu kesinambungan fiskal Indonesia. Pemerintah perlu mengusahakan langkah-langkah
81
terobosan
untuk
mengurangi
beban
pinjaman
luar
negeri
diantaranya melalui: 1) program penukaran utang (debt swap); 2) komunikasi intensif dengan lembaga multilateral (World Bank dan UNDP)
mengenai
kajian
kesinambungan
utang
(debt
sustainability); dan 3) diplomasi ekonomi dalam setiap forum internasional dalam rangka mengupayakan penurunan stok utang luar negeri supaya tidak mengganggu kesinambungan fiskal Indonesia. Pemerintah juga perlu mengupayakan agar pinjaman luar negeri tidak hanya pada satu nilai tukar saja untuk mengurangi resiko perubahan nilai tukar dan mengupayakan utang luar negeri dengan bunga pinjaman yang bersifat lunak serta tetap (flat). Bank Indonesia perlu mempertimbangkan dengan seksama suku bunga tabungan BI yang ditetapkan supaya tidak berdampak negatif terhadap kesinambungan fiskal Indonesia. Pemerintah, BI dan dunia usaha memperkuat koordinasi dan membuat kebijakan yang komprehensif dalam rangka mengusahakan pertumbuhan ekonomi yang mantap dan konsisten sehingga berdampak positif terhadap kesinambungan fiskal Indonesia.
82
INDONESIA MINI (di)INDAH(kan)
SAYA MINUM MAKA INDONESIA(KU) ADA Carolina Yulia Tri Prasetyani Universitas KatolikWidya Mandala Madiun
Kemolekan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Kebutuhan yang akan dipenuhi sebagai bagian dari kebutuhan dasar tentulah sandang, papan dan pangan. Konteks pangan menjadi haruslah untuk dipenuhi karena diasumsikan manusia tidak dapat hidup tanpa adanya makanan dan minuman. Berbicara minuman sebagai bagian dari kebutuhan dasar maka diskusi mengenai air minum menjadi menarik untuk dibahas, terlebih hal ini didukung melalui pergeseran gaya hidup yang ada. Air minum bagi mereka yang hidup di perkotaan bukan lagi menjadi barang gratis karena umumnya konsumen memilih untuk membeli air minum dalam kemasan dikarenakan kondisi air yang tidak terlalu baik. Gaya hidup ini juga terdukung karena adanya pemikiran untuk hidup lebih sehat melalui air yang berkualitas serta pemikiran kepraktisan yang dianggap lebih memudahkan untuk urusan minum. Air minum menjadi kebutuhan hidup manusia yang harus dipenuhi dan menjadi bagian menarik bagi para pelaku
86
bisnis.
Perkembangan penggunaan air minum dalam kemasan
(AMDK) menunjukkan peningkatan penggunaan baik di Indonesia maupun di negara lain. Dalam harian Kompas, 22 Maret 2011 dapat kita lihat perkembangan volume penjualan AMDK yang meningkat di Indonesia dan perkiraan pangsa pasar merek AMDK (Data dari Asosiasi Produsen Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin).
87
Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa peluang pasar dalam bisnis air minum dalam kemasan masih cukup tinggi dengan tingkat persaingan dari beberapa merek yang ada. Data ini kemudian menjadikan air minum tidak hanya dipandang sebelah mata, menjadikannya tidak cukup hanya memenuhi kebutuhan semata tetapi juga menciptakan kebutuhan dan itupula yang coba dilakukan oleh merek Aqua. Pertanyaan yang kemudian muncul akan terkait dengan bagaimana memenangkan pasar air minum dalam kemasan di pasar Indonesia. Penelitian ini mencoba untuk menjawab pertanyaan tersebut melalui penciptaan loyalitas merek atas produk. Ada 3 hal yang menjadi perhatian dalam loyalitas merek antara lain melalui
88
iklan, membangun citra merek dan membentuk kepercayaan merek. Iklan dapat menceritakan apa yang ada dalam produk tersebut, baik segi tampilan, kegunaanya, nilainya, dan lainnya. Iklan juga dapat membuat seseorang percaya jika produk yang ditawarkan begitu berkualitas, menarik, dan layak dijual. Iklan diharapkan mampu mempengaruhi afeksi, kognisi, dan konasi dengan tujuan akhir mempengaruhi perilaku membeli konsumen (Peter dan Olson, 2003: 424). Pendekatan dalam iklan dapat dikategorikan dalam dua pendekatan yaitu pendekatan rasional dan pendekatan emosional (Assael, 1994: 512). Menurut Holbrook and Hirschman dalam Nam Hyun Um (2008) iklan rasional lebih menjelaskan fungsi produk, alasan menggunakan dan alasan logis terkait dengan produk, sedangkan iklan emosional lebih pada spesifik psikologikal antara lain identitas sosial, eksistensi diri serta pendekatan emosi (perasaan senang, marah dll). Produk
perlu menempatkan dirinya di mata konsumen.
Pencitraan merek sebuah produk melibatkan peran produsen dan persepsi konsumen. Citra merek adalah serangkaian asosiasi yang dipersepsikan oleh individu sepanjang waktu sebagai hasil pengalaman langsung maupun tak langsung atas sebuah merek (Tjiptono, 2005: 10). Citra merek merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terciptanya loyalitas merek. Merek yang dapat memberikan kesan baik bagi konsumen akan mendapatkan perhatian tersendiri dari konsumen.
89
Ketika membahas loyalitas merek maka unsur kepercayaan dilibatkan. Di dalam kepercayaan merek, kepercayaan bukan merupakan orang melainkan sebuah simbol. Menurut Lau and Lee (1999), membangun kepercayaan terhadap merek dipengaruhi 3 (tiga) hal, yaitu merek itu sendiri (brand characteristic), perusahaan
pembuat
merek
(company
characteristic)
dan
konsumen (consumer-brand characteristic). Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam setiap proses pemasaran adalah terciptanya loyalitas terhadap sebuah merek. Loyalitas membuat konsumen memiliki kebiasaan termotivasi yang sulit diubah dalam pembelian barang atau jasa yang sama dan sering kali diikuti dengan keterlibatan yang tinggi terhadap barang atau jasa tersebut (Engel dkk, 1995: 501). Hal tersebut dapat tercipta jika konsumen memiliki sikap yang positif terhadap suatu merek. Loyalitas merek dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terhadap merek yang terakumulasi dalam
jangka
waktu
tertentu.
Seorang
konsumen
akan
menunjukkan loyalitas merek ketika ia tidak hanya melakukan pembelian berulang tapi ia juga benar-benar menyukai dan memilih merek tersebut (Mowen, 1994: 531-533). Aqua sebagai salah satu perusahaan air minum dalam kemasan berusaha membangun loyalitas merek dari konsumen dengan
memberikan
citra
merek
positif
dan
membangun
kepercayaan merek di mata konsumen. Pencapaian loyalitas merek
90
Aqua di dukung pula melalui iklan emosional bertemakan “it’s in me” yang memberikan pendekatan tersendiri untuk persepsi dan ikatan emosional dengan konsumen. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Nam Hyun Um (2008) mengenai iklan emosional dan rasional dikaitkan dengan citra merek dan loyalitas, Baver dan Sauer (2008) yang meneliti citra merek, Holbrook and Hirschman (2001) yang telah meneliti mengenai kepercayaan merek dan Lau dan Lee (1999) yang meneliti mengenai kepercayaan merek pada loyalitas merek memberikan inspirasi bagi penulis untuk mengetahui dua hal dalam proses mediasi dalam loyalitas merek. Tulisan ini lebih spesifik ingin mengetahui peran citra merek sebagai mediasi hubungan kausal iklan emosional pada loyalitas merek dan yang kedua ingin mengetahui peran kepercayaan merek yang memediasi hubungan kausal iklan emosional pada loyalitas merek. It’s in Me Responden yang digunakan sebagai sampel merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM yang sudah menyaksikan iklan tersebut, mereka juga mampu membedakan iklan emosional dengan iklan rasional, dan telah melakukan pembelian air minum dalam kemasan merek Aqua minimal satu kali dalam enam bulan terakhir. Tulisan ini juga fokus pada tema iklan “It’s In Me” produk Aqua baik di media elektronik maupun
91
media cetak. Berikut beberapa gambar iklan Aqua dengan tema “It’s in Me” yang bernuansakan pendekatan iklan secara emosional:
Hal lain yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah konteks variabel citra merek yang dijelaskan dalam tiga faktor yaitu kekuatan, keunikan dan favorit dimana kekuatan berkaitan dengan seberapa kuat hubungan yang mampu diciptakan oleh merek dengan konsumen. Biasanya pengukuran kekuatan ini dapat dibentuk
melalui
pengalaman
masa
lalu,
harga,
kualitas,
rekomendasi perorangan, iklan, dan lain-lain. Sedangkan keunikan adalah kemampuan membedakan sebuah merek diantara merekmerek lainnya. Kesan unik ini muncul dari atribut produk yang berarti terdapat diferensiasi antara produk satu dengan produk
92
lainnya. Termasuk dalam kelompok unik ini, antara lain variasi layanan yang diberikan sebuah produk, variasi harga dari produk bersangkutan, maupun diferensiasi dari penampilan fisik sebuah produk. Bagian dari variabel citra merek adalah favorit atau Favorable yang mengarah pada kemampuan merek untuk mudah diingat oleh konsumen. Termasuk dalam kelompok favorable ini, antara lain kemudahan merek produk untuk diucapkan, kemampuan merek untuk tetap diingat konsumen, maupun kesesuaian antara kesan merek di benak konsumen dengan citra yang diinginkan perusahaan atas merek bersangkutan. Untuk variabel kepercayaan merek ruang lingkupnya dijelaskan dalam tiga faktor yaitu pertama, merek itu sendiri, brand characteristic mempunyai peran yang sangat penting dalam penentuan pengambilan keputusan konsumen untuk mempercayai suatu merek. Hal ini disebabkan karena konsumen melakukan penilaian sebelum membeli. Karakteristik merek yang berkaitan dengan kepercayaan merek meliputi; dapat diramalkan, mempunyai reputasi dan kompeten. Faktor kedua adalah karakteristik produsen yang menempel pada suatu merek. Pengetahuan konsumen mengenai perusahaan yang ada di balik merek suatu produk merupakan dasar awal pemahaman konsumen terhadap merek suatu produk. Karakteristik ini meliputi reputasi suatu perusahaan, motivasi perusahaan yang diinginkan, dan integritas suatu perusahaan. Sedangkan faktor yang ketiga adalah karakteristik
93
konsumen dan merek atau consumer-brand characteristic yang merupakan
dua
kelompok
yang
saling
mempengaruhi.
Karakteristik ini meliputi kemiripan antara konsep emosional konsumen dengan kepribadian merek, kesukaan terhadap merek, dan pengalaman terhadap merek. Untuk loyalitas merek fokus pada attitudinal dan behaviour loyalty yang dikembangkan dari tulisan Holbrook dan Chaudhuri (2001). Pembuktian, Pemodelan dan Metode dalam Kemolekan Beberapa hasil penelitian dan teori mencoba menjelaskan fakta kemolekan iklan emosional pada loyalitas merek dan mediasinya. Penelitian Nam Hyun Um (2008) menjelaskan bahwa iklan emosional berpengaruh pada citra merek dan pada loyalitas merek. Grace dan O’Cass (2002) menyebutkan bahwa citra merek merupakan faktor yang paling kuat mempengaruhi pemaknaan suatu merek melalui iklan salah satunya dengan pendekatan iklan emosional. Penelitian Didit Setyaningsih (2004) menyatakan bahwa
iklan
ditujukan
untuk
mempengaruhi
perasaan,
pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek. Kepercayaan konsumen terhadap nilai merek yang positif dan kemauan untuk terus melanjutkan pembelian merek tersebut dapat berfungsi untuk mempengaruhi minat konsumen terhadap promosi merek di masa mendatang dan jaminan kekebalan
94
konsumen terhadap aktivitas promosi dari merek pesaing (Schiffman and Kanuk, 2000). Penelitian Nam Hyun Um (2008)
menjelaskan bahwa iklan emosional berpengaruh pada loyalitas merek. Millward Brown (2009) menyebutkan bahwa iklan emosional adalah komponen dari janji sebuah merek yang apabila terpenuhi maka akan meningkatkan kepercayaan merek di mata konsumen sehingga mewujudkan loyalitas merek. Gambar berikut mencoba melihat model penelitian:
Citra Merek Loyalitas Merek
Iklan Emosio nal Kepercaya an Merek
Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif non ekspermental. Penelitian ini juga melakukan pengujian hipotesis (hypothesis testing). Oleh karena penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya, maka penelitian ini merupakan causal research dan menggunakan metode survei yaitu penelitian yang mengambil
95
sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data serta menggunakan data primer yang didapat langsung dari responden dimana kuesioner itu sendiri menggunakan skala likert. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah non probability sampling yaitu teknik sampling yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama kepada anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel dengan metode purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Cooper, 2011: 167). Unit analisis dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM yang sudah melakukan pilot tes terlebih dahulu. Pilot test dilakukan untuk melihat tema iklan “It’s In Me” sebagai iklan emosional dan melakukan cek atas kuesioner. Dalam penelitian ini terdapat 160 responden karena melihat jumlah indikator yang dikalikan 5 (Ferdinand, 2005: 75). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan face dan content validity untuk validitas dan menggunakan Cronbach Alpha untuk reliabilitas. Sementara itu stepwise regression dengan bantuan program SPSS 13.0. Regresi digunakan untuk melihat hubungan kausalitas antara variabel dependent dengan variabel independent, dimana mediated regression analysis juga digunakan dalam penelitian ini (Mackinnon, 2002). Persamaan dalam
96
penelitian ini menggunakan 2 langkah untuk menjawab peran mediasi yaitu: Langkah 1 : untuk menjawab peran mediasi citra merek pada hubungan kausal iklan emosional pada loyalitas merek Y
= b0 + b1X1 + e
M
= b0 + b1X1 + e
Y
= b0 + b1X1 + b2M1 + e
Langkah 2 : untuk menjawab peran mediasi kepercayaan merek pada hubungan kausal iklan emosional pada loyalitas merek. Y
= b0 + b1X1 + e
M
= b0 + b1X1 + e
Y
= b0 + b1X1 + b2M2 + e
Dimana : Y
= Loyalitas Merek
X1
= Iklan Emosional
M1
= Citra Merek
M2
= Kepercayaan Merek
Responden yang didapat dan datanya dapat digunakan untuk penelitian ini ternyata mampu melebihi target diatas 160 yaitu sejumlah 176. Dari 176 responden 82 diantaranya adalah wanita dan 94 responden adalah laki-laki. Dari pertanyaan yang diberikan diawal kuesioner, para responden menjawab bahwa iklan
97
Aqua It’s In Me adalah iklan emosional. Jawaban mereka mendukung hasil pilot test yang dilakukan di awal penelitian pada 32 responden. Hasil validitas dan reliabilitas pada item pernyataan menunjukkan kesesuaian dengan batas kewajaran validitas dan dapat dikatakan reliabel sehingga item dari data dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Tabel 1.1 Mediasi Citra Merek Langkah 1 Y = b0 + b1X1 + e M = b0 + b1X1 + e Y = b0 + b1X1 + b2M1 + e
Hasil Beta 0,233 dengan nilai sig 0,02 Beta 0,352 dengan nilai sig 0,00 Beta iklan emosional 0,042 nilai sig 0,482 Beta citra merek 0,526 nilai sig 0,000
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa iklan emosional berpengaruh terhadap loyalitas merek dan pada citra merek. Pada kolom ketiga menunjukkan iklan emosional tidak berpengaruh terhadap loyalitas merek sedangkan citra merek berpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek. Sehingga dari hasil di atas menunjukkan bahwa pada saat iklan emosional tidak mendapat tambahan dari variabel mediating atau independent maka berpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek, sedangkan pada saat iklan emosional ditambahkan dengan citra merek sebagai mediasi maka hasilnya menjadi tidak signifikan terhadap loyalitas
98
merek. Hal ini menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi pada model adalah fully moderating dimana peran citra merek benarbenar sebagai mediasi hubungan kausal iklan emosional pada loyalitas merek. Tabel 1.2 mediasi kepercayaan merek Langkah 2 Y = b0 + b1X1 + e M = b0 + b1X1 + e Y = b0 + b1X1 + b2M2 + e
Hasil Beta 0,233 dengan nilai sig 0,02 Beta 0,389 dengan nilai sig 0,000 Iklan emosional Beta 0,10 nilai sig 0,888 Kepercayaan merek Beta 0,531 nilai sig 0,00
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa iklan emosional berpengaruh terhadap loyalitas merek dan kepercayaan merek. Pada
kolom
ketiga
menunjukkan
iklan
emosional
tidak
berpengaruh terhadap loyalitas merek sedangkan kepercayaan merek berpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek, sehingga hasil di atas menunjukkan bahwa pada saat iklan emosional tidak mendapat tambahan dari variabel mediating atau independent maka berpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek, sedangkan pada saat iklan emosional ditambahkan dengan kepercayaan merek sebagai mediasi maka hasilnya menjadi tidak signifikan terhadap loyalitas merek. Hal ini menunjukkan bahwa mediasi yang terjadi pada model adalah fully moderating dimana peran kepercayaan
99
merek benar-benar sebagai mediasi hubungan kausal iklan emosional pada loyalitas merek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumen, khususnya para mahasiswa FEB UGM sudah menunjukkan loyalitas merek Aqua yang baik dimana citra merek dan kepercayaan merek telah terbangun dengan baik dan salah satunya melalui iklan emosional. Pemasaran dan Kemolekan Dari model penelitian dan analisis data yang ada, kemudian menggiring pada sebuah pertanyaan: mengapa harus iklan apalagi iklan emosional sebagai variabel bebas dan mengapa citra merek dan kepercayaan merek yang digunakan sebagai mediasi dalam pembentukan loyalitas merek, ditambah kondisi terbuktinya variabel tersebut sebagai pemberi pengaruh pada loyalitas merek? Untuk menjawabnya akan ada beberapa sudut pandang baik yang didapat dari studi pustaka maupun dari wawancara yang lebih mendalam pada responden penelitian. Menariknya adalah ketika berbicara iklan dalam wacana persaingan usaha yang semakin ketat maka iklan akan dianggap sebagai senjata untuk mencapai kemenangan, terbukti dari maraknya iklan air minum dalam kemasan. Belajar dari tulisan Mrázek maka dapat diibaratkan bahwa iklan adalah bahasa dalam konteks bahasa sebagai aspal sehingga sifatnya mempermudah dimana terdapat kiasan tersendiri
100
dalam berbahasa, ini jugalah yang mengajak pada wacana iklan emosional1. Pada tulisan Mrázek lebih gamblang lagi disebutkan mengenai bahasa dan jargon ketika Mrázek menceritakan tentang modernitas yang terstruktur sehingga munculnya bahasa berlapis.2 Dari tulisan Mrázek dapat diambil inti keterikatan tulisan tersebut dengan iklan terlebih iklan emosional, dimana iklan haruslah menjadi stimulus yangmana simbol dan desainnya harus mudah dipahami konsumen. Mrázek ketika menuliskan mengenai bahasa berlapis dan modernitas terstruktur juga dapat digunakan sebagai gambaran dari pengkhususan iklan dimana iklan emosional adalah lapisan dari iklan secara umum yang terstruktur dengan bidikan secara emosional pada konsumen. Berbicara bidikan iklan secara emosional juga tidak terlepas dari keperilakuan konsumen. Dalam iklan emosional yang disasar adalah konsumen yang secara demografi dapat dikategorikan dalam beberapa hal, antara lain usia, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan. Dalam iklan emosional Aqua yang bertemakan “it’s in me’ maka secara demografi sasaran konsumennya semakin jelas, yaitu konsumen usia muda antara 19 tahun hingga 35 tahun yang dianggap produktif sehingga menunjukkan gaya hidup dengan tingkat pendapatan menengah ke atas serta tingkat pendidikan minimal SMA karena diasumsikan konsumennya adalah orang-orang yang mampu menunjukkan 1
R. Mrázek, 2006, Engineers of Happy Land. Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), 47. 2 Ibid., 41, 44, 49.
101
eksistensi diri dengan kepercayaan diri yang tinggi sehingga pendidikan yang tinggi dianggap sebagai salah satu bekal cerminan dari kepercayaan diri tinggi. Teori Maslow juga dapat digunakan dalam memotret motivasi keperilakuan konsumen air minum khususnya Aqua. Pada saat berbicara produknya saja dalam hal ini Aqua maka produk ini akan masuk di tingkat hierarki kebutuhan Maslow yang paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan tubuh manusia untuk mempertahankan hidup dan air merupakan salah satu elemen di dalamnya. Berdasarkan hierarki kebutuhan Malsow, iklan Aqua bertema “it’s in me” yang bersifat emosional berada di tingkat kebutuhan tertinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri yang merupakan keinginan dari seorang individu untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang terbaik sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Iklan “it’s in me” mengajak orang lain untuk melakukan karya terbaik dan perubahan terbaik yang dimulai dari diri sendiri. Ketika iklan memiliki pembagian iklan rasional dan emosional, dalam motivasi dan pembagian konsumen sendiri ada yang disebut motif rasional, emosional dan konsumen dengan gaya konsumsi hedonic dan utilitarian. Iklan emosional “it’s in me” Aqua lebih merujuk pada motif emosional yang mengandung arti bahwa pemilihan sasarannya menurut kriteria pribadi atau subyektif (adanya kebanggaan, kepercayaan diri, identitas anak muda, rasa senang dan gaya hidup sehat). Iklan emosional Aqua juga dapat dikatakan
102
sebagai gaya konsumsi hedonic yang mengkonsumsi produk untuk kepuasan emosional sehingga produk secara simbolik lebih diperhatikan. Beberapa responden dalam diskusinya dengan peneliti sempat melontarkan pernyataan yang menarik ketika mereka berkata “ini kan cuman air minum, air putih yang tidak berasa” sehingga
untuk
mereka
produk
ini
tidak
membutuhkan
pengorbanan khusus. Namun pada saat responden ditanya saat membeli air minum dalam kemasan apa yang mereka sebutkan di toko adalah mereka menyebutkan Aqua padahal mungkin bukan merek itu yang ditunjuk ataupun yang didapat dari penjual. Fenomena yang menarik bahwa secara tidak mereka sadari mereka sudah memiliki citra merek dan kepercayaan merek yang positif pada merek Aqua. Citra merek kemudian dapat diambilkan perumpamaan seperti dalam tulisan Mrázek, “ketika terbedakannya para pesolek, terbedakan dengan pribumi sehingga pembentukan citra merek dapat sebagai penunjuk identitas, pembeda dan persepsi atas sebuah produk”3. Konsep citra merek sendiri dapat dipersepsikan di mata konsumen secara negative maupun positif, sehingga untuk mencapai citra merek yang positif maka penampilan fisik produk harus menyakinkan, dilengkapi dengan layanan informasi yang baik, iklan yang menarik, mudah diucapkan dan diingatnya merek Aqua dan adanya kepuasan konsumen atas 3
Ib.id., 196–197.
103
kualitas dan harga yang didapat oleh konsumen. Kepercayaan merek yang juga sebagai peran mediasi menunjukkan tingkat kepentingan yang tinggi dalam membentuk loyalitas merek. Sifatnya yang memediasi penuh seperti halnya citra merek membuat iklan emosional bukan satu-satunya cara dalam membentuk loyalitas merek. Konsep kepercayaan merek jika dilihat dari kacamata Mrázek, “maka penggambaran para mekanik dan teknologi radio dan munculnya majalah baru menggambarkan sisi kepercayaan pada sebuah merek yang di dengar oleh masyarakat”.4 Mrázek memunculkan sosok Sjahrir yang disebut oleh Pramoedya karena kepercayaannya pada tulisan-tulisan seorang Sjahrir sebagai sumber berita.5 Sisi tulisan Mrázek jika digambarkan dalam kepercayaan merek mampu mencerminkan pentingnya kepercayaan konsumen pada produsen baik dari reputasi maupun keandalan produk serta adanya pengalaman positif dan kesesuaian harapan dari konsumen saat mengkonsumsi produk. Menciptakan loyalitas merek menjadi tidak mudah ketika ada beberapa elemen yang dipenuhi. Ketika konsumen setia pada produk maka akan ditunjukkan oleh konsumen baik secara sikap, dalam hal ini secara kognitif maupun afektif dan secara perilaku yang ditunjukkan melalui tindakan nyata konsumen dengan
4 5
Ib.id., 255–256. Ib.id., 266-267.
104
melakukan pembelian produk. Konsumen yang puaslah yang dapat menjadi setia. Mrázek juga mengangkat loyalitas merek melalui sebuah klub motor dimana perjalanan klub tersebut dilaporkan oleh Magneet.6 Klub motor merupakan gambaran komunitas yang setia pada merek tertentu yang menunjukkan kesetiaannya selain dengan menggunakan merek tersebut juga melakukan rekomendasi secara langsung pada konsumen lain dan Magneet dianggap mereka sebagai media untuk melakukan rekomendasi. Dari beberapa pemaparan maka diskusi pemasaran menjadi lebih
menarik
dikarenakan
membentuk
citra
merek
dan
kepercayaan merek dapat menggunakan iklan yang emosional agar konsumen lebih tersentuh secara emosi sehingga mereka dapat menunjukkan loyalitas merek baik melalui sikap maupun tindakan. Cara yang cukup pintar telah dilakukan Aqua, ketika produk lain lebih fokus pada produk semata dengan memberikan informasi yang rasional pada konsumen, Aqua bukan hanya memposisikan dirinya untuk fokus pada produk semata namun juga pada konsumen. Konsep fokus pada konsumen ini ditunjukkan Aqua melalui tema iklan emosional “it’s in me” yang diharapkan mengolah rasa konsumen terhadap produk. Iklan molek dalam merek Aqua adalah iklan emosional yang dibalut oleh citra merek dan kepercayaan merek dalam mencapai loyalitas merek. Selain Saya minum (iklan) Aqua, maka saya “ada”, juga teknologi 6
Ib.id., 29.
105
“menyebarkan pengertian kekuasaan sebagai terutama bersifat mekanis, dan itu menolong melonggarkan ikatan-ikatan antara derau (noise) dengan suara (voice), antara kata (words) dengan perbuatan (deeds).”7
7
Ib.id., 261.
TEKNIK MATEMATIKA UNTUK KECERDASAN EMOSI(onal) Fransiskus Gatot Iman Santoso Universitas Katolik Widya Mandala Madiun
Di tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini, merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidakberhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas. Banyak usaha yang dilakukan oleh siswa untuk meraih prestasi belajar agar menjadi yang terbaik seperti membentuk kelompok belajar atau mengikuti bimbingan belajar. Usaha semacam ini jelas positif, namun masih ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosi. Karena kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitankesulitan dan kehidupan. Dengan kecerdasan emosi, individu mampu mengetahui dan menganggapi perasaan siswa sendiri dengan baik dan mampu membaca serta menghadapi perasaanperasaan orang lain dengan efektif. Individu dengan keterampilan emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan
108
berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi, sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang mengganggu kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya dan memiliki pikiran yang jernih. Sebuah laporan dari National Center for Clinical Infant Programs pada tahun 1992 menyatakan bahwa keberhasilan di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang siswa atau kemampuan dirinya untuk membaca, melainkan oleh ukuranukuran emosi dan sosial, yakni pada diri sendiri dan mempunyai minat, tahu pola perilaku yang diharapkan orang lain dan bagaimana mengendalikan dorongan hati untuk berbuat kurang baik, mampu menunggu, mengikuti petunjuk dan mengacu pada guru untuk mencari bantuan, serta mengungkapkan kebutuhankebutuhan saat bergaul dengan siswa lain. Hampir semua siswa yang prestasi sekolahnya kurang baik, menurut laporan tersebut, tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan emosi ini (Goleman, 2002b: 273). Keterampilan dasar emosi tidak dapat dimiliki secara tibatiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosi tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh, bila siswa diajarkan keterampilan dasar kecerdasaran emosi, secara emosinal akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaan-perasaan dan
109
lebih bnayak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri, sehingga pada saat remaja akan lebih banyak sukses serta akan terlindungi dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks yang tidak aman (Gotman, 1998: 250). Kecerdasan Matematika Ketika orang awam atau anggota masyarakat ditanya “Apakah Matematika?” Jawabannya mungkin berkisar pada sesuatu yang mereka ingat sewaktu mereka sekolah di antaranya: 1. operasi bilangan
yaitu penjumlahan, pengurangan,
perkalian, pembagian, penarikan akar, dan pemangkatan (aritmatika), 2. macam-macam bilangan yaitu bilangan cacah, asli, dan pecahan (aljabar), 3. bangun-bangun
datar
dan
bangun-bangun
ruang
(geometri), 4. konversi satuan (beserta turunannya) panjang, massa, dan waktu (pengukuran). Jawaban di atas sudah betul, namun belum lengkap. Selain yang disebutkan di atas, pembelajaran Matematika di SD/MI adalah pengolahan data (statistika). Pertanyaan yang timbul selanjutnya adalah “Mengapa harus belajar matematika?” Pertanyaan ini yang mungkin muncul di
110
benak anak atau kita waktu semasa sekolah dulu. Hal ini muncul, mungkin disebabkan karena anggapan matematika itu suatu yang sulit untuk dipelajari. Namun demikian, tentu saja pada tahap-tahap dasar, kita perlu belajar matematika. Belajar untuk perhitungan dasar matematika, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, yang tak terlalu sulit bagi kebanyakan kita untuk memahami alasan dari mempelajari semua itu. Kita membutuhkan kemampuan-kemampuan perhitungan sederhana semacam itu, agar kita bisa menghitung secara tepat berapa jumlah uang yang harus kita keluarkan saat membeli 2 (dua) kilogram beras, berapa ongkos perjalanan kita dari rumah kita ke tempat tujuan yang mau kita capai, berapa uang kembalian yang harus kita terima jika kita membeli 5 meter kain dengan menggunakan uang 100 ribu rupiah dan sebagainya. Intinya, dalam kehidupan sehari-hari, ada sekian banyak konteks di mana kemampuan-kemampuan berhitung sederhana semacam itu sangatlah dibutuhkan, dan mau tidak mau kita harus menguasai agar kita tidak tertipu dalam kehidupan kita. Salah
satu
sebab
utama
dari
kesulitan
memahami
matematika ialah karena sifatnya yang abstrak. Hal ini sangat kontras dengan alam pikiran kebanyakan dari kita yang terbiasa berpikir tentang obyek-obyek yang kongkret. Bahasa matematika adalah bahasa yang abstrak, bahasa yang dipenuhi dengan begitu banyak pelambang. Karena sifatnya yang abtrak inilah, seringkali kebanyakan orang awan mengira bahwa matematika itu tidak ada
111
hubungannya
dengan
dunia
nyata
yang
kongkret.
Orang
menyangka bahwa matematika itu berhubungan dengan dunia lain, dunia yang sama sekali berbeda sifatnya dengan dunia kita yang nyata ini. Operasi perhitungan matematis yang tertentu, seperti penjumlahan dan perkalian, memang berguna dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun konsep-konsep matematika yang lain, seperti logaritma, trigonometri dan sebagainya, sungguh tak kita pahami apa kaitannya dengan dunia kita yang nyata. Susahnya lagi, di sekolah, kita sama sekali tak diberitahu tentang apa arti semua konsep tersebut dan apa gunanya bagi kehidupan kita sehari-hari. Tidak ada guru yang menjelaskan kepada kita untuk apa semua pengetahuan kita tentang begitu banyak rumus matematika. Kita hanya disuruh menghafal dan bisa menerapkan
rumus
tersebut
untuk
memecahkan
soal-soal
matematika yang diujikan kepada kita. Kita pun terpaksa menjalaninya karena memang itulah yang harus kita jalani jika ingin nilai ujian kita bagus. Kita menjadi pandai memecahkan soalsoal matematika di kelas, tapi bagaimana menggunakan semua itu di luar kelas, di kehidupan sehari-hari? Untuk apa kita membebani kepala kita dengan sekian banyak rumus itu? Kita
pun
secara
bawah
sadar
menganggap
bahwa
matematika itu hanya bernilai di sekolah. Dengan kata lain, matematika itu adalah ritualnya dunia persekolahan. Ritual yang rutin. Akibatnya, proses belajar matematika menjadi sebuah proses
112
belajar yang mekanis. Kita menjadi robot-robot pemecah soal-soal yang pintar, namun kosong dalam pemahaman. Rumus-rumus matematika kita jejalkan dalam otak selama kita di sekolah. Begitu lepas sekolah, rumus-rumus itu pun kita tanggalkan dan tinggalkan di alam sekolah seiring dengan lepasnya kita dari dunia persekolahan. Timbul pemikiran bahwa “Jadi, apa sesungguhnya yang kudapat dari sekolah, jika pada akhirnya dari sekian banyak yang diajarkan di sekolah, hampir semuanya dengan penuh rasa senang kutanggalkan saat lulus sekolah?” Jika berpikir seperti demikian, maka bersekolah lalu bermakna dangkal: mengikuti proses pengajaran tanpa harus memahami apa dan mengapa semua itu harus dipelajari, dan semua itu dijalani hanya demi mendapatkan sebuah ijazah. Begitu ijazah didapatkan, maka semua hafalan selama di bangku sekolah, tidak perlu lagi dipertahankan karena hidup yang nyata tidak ada kaitannya dengan semua hafalan tersebut. Matematika Kecerdasan (Si)Apa? Pembelajaran matematika yang diberikan selama dua belas tahun dari sejak SD sampai dengan SMA dan dengan porsi jam pembelajaran yang paling banyak, tentunya akan menjadi wahana yang tepat untuk memahatkan berbagai karakter pada peserta didik. Jika pembelajaran matematika di Indonesia masih belum seperti di Rumania seperti perasaan yang diungkapkan seorang sopir taksi di
113
sana (Preston, 2005: 83), ”Di Rumania, ketika orang tahu kau seorang matematikawan, orang tersebut akan bilang, ’Aku pun dulu pintar matematika. Matematika adalah mata pelajaran favoritku’. Demikianlah keadaannya”, maka memahatkan karakter melalui pembelajaran matematika perlu dilakukan. Setidaknya, jika seorang siswa tidak begitu gemilang dalam matematika, atau benar-benar gagal, siswa tersebut masih bisa menyerap karakter-karakter yang dapat ditumbuhkan dalam pembelajaran matematika, dengan tetap percaya diri menyatakan bahwa matematika bukanlah pelajaran yang tidak dapat diselesaikan, meskipun yang menyatakannya pada akhirnya tidak harus menjadi matematikawan atau profesor matematika.
Kasus
tersebut
menggambarkan
bagaimana
pembelajaran matematika berhasil menanamkan kepercayaan diri pada mereka, bukan sekedar apa tetapi juga siapa yang pernah belajar matematika. Salah satu hasil penelitian yang dilakukan seorang profesor matematika bernama Alan Schoenfeld, menunjukkan bahwa ketekunan, kesanggupan untuk bertahan, kegigihan dan semangat untuk tidak menyerah berhasil mengantarkan seorang perawat yang asing dengan konsep-konsep abstrak matematika seperti gradien atau kemiringan dan ketakhinggaan berhasil menyelesaikan persoalan yang terkait dengan konsep tersebut (Gladwell, 2009). Karakter seperti itu ternyata berakar dan bersumber pada budayanya. Tanpa disadari perawat tersebut berhasil menyerap
114
budaya masyarakatnya sendiri yang ternyata cocok dengan karakter yang diperlukan dalam matematika dan menjadi sikap hidupnya. Dalam matematika, menurut Profesor matematika Alan Schonfeld, yang penting bukanlah kemampuan, tetapi lebih kepada
sikap.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanpa pengetahuan awal tentang matematika yang memadai, seseorang bisa sukses dalam matematika, asalkan ia mempunyai karakter dan sikap hidup yang mendukung dalam belajar matematika. Dari cerita pengalaman di atas, apakah kemolekan dari matematika
itu
mengembangkan
sesungguhnya? dan
menyusun
Mengapa
umat
hukum-hukum
manusia
perhitungan
matematika dalam kehidupannya? Tidakkah cukup hidup hanya sekedar bekerja, mendapatkan uang, membesarkan anak, dan menikmati hari tua dengan santai? Mengapa harus ada matematika? Untuk apa matematika itu sesungguhnya? Untuk memaknai pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita dapat menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut melalui pernyataan-pernyataan berikut (Alisah dkk, 2007): Number Ruler the Universe (Phytagoras) Alam semesta diatur secara terukur. Ada seorang peternak ayam bernama pak Ahmad. Suatu hari, ayam yang dipeliharanya itu bertelur sebanyak 3 butir. Keesokan harinya, ayam tersebut bertelur lagi sebanyak 2 butir. Oleh pak Ahmad 2 butir tersebut
115
disatukan dengan 3 butir hari sebelumnya. Menurut pembaca yang budiman, apakah setelah kedua kelompok itu digabungkan lalu tiba-tiba jumlah butir telur ayamnya menjadi 7 butir? Ataukah ketika digabungkan menjadi 4 butir, dan esoknya menjadi 6 butir? Apa yang mengagumkan dari alam ialah betapa disiplinnya alam patuh mengikuti hukum-hukum matematis. Dalam kisah pak Ahmad tersebut, jumlah butir telur yang digabungkan selalu dan pasti selalu 5 butir, tidak lebih tidak kurang. Kapan pun butir telur ayam digabungkan, akan selalu terhitung 5 butir. Contoh kisah lain, semisal saat kita mengumpulkan uang hasil keuntungan berdagang kita. Pada hari pertama berdagang, kita mendapatkan untung sebesar 1000 rupiah. Pada hari kedua, karena ramai, kita mendapatkan untung sebesar 5000 rupiah. Kita lalu mengumpulkan kedua hasil itu di dalam suatu celengan yang ada di rumah kita, dan hasilnya akan selalu 6000 rupiah. Kita tidak bisa berharap tiba-tiba saja uang hasil penggabungan keduanya di celengan akan berubah menjadi 10.000 atau bahkan 1.000.000 rupiah. Dari
contoh
ini,
memperlihatkan
betapa
alam
itu
sesungguhnya tidaklah berlangsung secara semau-maunya sendiri, namun patuh kepada hukum tertentu, dalam hal ini hukum matematis. Ada keteraturan di alam. Dalam hal ini, keteraturan yang dimaksud ialah keaturan persamaan di alam. Ini yang mungkin hendak dinyatakan oleh Pytagoras dalam kutipan di atas.
116
Namun Pytagoras tidak sedang mengatakan bahwa angka-angka itu bersifat seperti Tuhan dalam hubungannya dengan alam semesta. Pythagoras hanya hendak menyatakan bahwa alam semesta berperilaku berdasarkan hukum angka-angka atau hukum-hukum matematis yang bersifat mutlak. Dunia matematika lahir dari rahim kesadaran bahwa alam semesta itu diatur oleh hukum-hukum yang teratur. Dari kesadaran yang sedemikian itu, manusia lalu berusaha menetapkan hukumhukum keteraturan yang diikuti oleh alam tersebut. Dari ketetapan itu, manusia lalu bisa menentukan dan mengatur apa yang harus dilakukannya. Hukum keteraturan di alam menjadi petunjuk dan landasan bagi manusia untuk bertindak di alam ini. Barangkali kita tidak akan pernah percaya tentang betapa satunya alam raya ini dalam satu untaian mata rantai besar karena memang cara pandang kita terbiasa dan dibiasakan melihat segala sesuatunya sebagai kepingan-kepingan yang terpisah. Dalam dunia ilmu pengetahuan, kita belajar bagaimana membaca dan memahami kepingan-kepingan itu sebagai sebuah kesatuan mata rantai yang saling kait-mengkait satu sama lain. Kita belajar bagaimana hal yang satu mengubah atau diubah oleh hal yang lain menjadi hal yang lain lagi. Matematika merupakan hasil karya pikiran manusia dalam membaca dan memahami untaian mata rantai di antara kuantitas-kuantitas yang bertebaran di alam raya ini. Para ahli matematika telah membuat kita terpesona dengan cara mereka pada
117
saat mereka semakin menekuni dunia matematika, mereka semakin menemukan
harmoni
antara
bagian-bagian
yang
terpisah,
menemukan kesimetrisan, menemukan keseimbangan yang selaras. Mereka menyaksikan betapa dekatnya keteraturan hubungan antara sudut dan jarak, antara waktu dan jarak, antara jarak dan kecepatan, antara
kecepatan
dan
percepatan
dan
sebagainya.
Dunia
matematika sungguh merupakan pintu gerbang untuk bisa menyaksikan betapa teraturnya proporsi dan relasi di alam raya. Mathematics is a Language (Josiah Willard Gibbs, 1839-1903) Matematika adalah sebuah bahasa. Setelah memahami bahwa dunia matematika lahir dari rahim kesadaran bahwa ada hukum keteraturan yang mengatur alam raya, dan hukum keteraturan itu mengambil bentuk persamaan-persamaan, maka sekarang persoalannya ialah bagaimana manusia bisa menetapkan persamaan-persamaan di alam raya itu secara tepat. Dunia matematika dalam hal ini, lalu menjadi dunia upaya manusia untuk membaca dan menuliskan kembali persamaan-persamaan di alam raya ke dalam bahasa manusia. Jika persamaan-persamaan di alam mengambil bentuk gerak keteraturan benda-benda alam, maka persamaan-persamaan dalam pengetahuan manusia mengambil bentuk sebuah bahasa, dalam hal ini bahasa simbolik. Dengan demikian, dunia matematika merupakan dunianya cara manusia membahasakan kembali persamaan-persamaan sebagaimana yang
118
terbentang dalam gerak di alam raya. Matematika adalah sebuah bahasa,
ini
artinya
matematika
merupakan
sebuah
cara
mengungkapkan atau menerangkan dengan cara tertentu, dengan menggunakan simbol-simbol. Dengan menggunakan bahasa simbol, maka penjelasan yang bila diajukan dengan menggunakan bahasa kata akan bisa menjadi panjang lebar, akan bisa dinyatakan dalam beberapa rumusan simbol yang lebih ringkas. Keringkasan ini sangat membantu dalam proses tukar pikiran di antara mereka yang menekuni dunia matematika untuk menghindarkan diri dari bias arti atau pergeseran makna yang sering berlaku untuk medium kata. Seiring waktu, arti kata biasanya bergeser atau berubah dari arti asalnya, sehingga jika kemudian sebuah penjelasan lewat kata diwariskan ke generasi berikutnya, besar kemungkinan generasi yang lebih kemudian itu akan mengartikan kata tersebut secara berbeda sekali dari arti awal seperti dimaksud oleh generasi sebelumnya. Kelebihan lain dengan menggunakan bahasa simbol ialah dengan menggunakan medium bahasa simbol, kita akan terhindar dari kebingungan fokus. Seringkali saat kita menggunakan bahasa kita, kita menciptakan kebingungan-kebingungan yang membuat kita gagal melihat bahwa jawaban itu telah ada dalam pertanyaan kita.
119
Waktu kita sekolah, tentunya kita pernah mendapatkan soal matematika dalam bentuk cerita. Sebelum bisa menjawab soal tersebut, maka pertama-tama yang harus dilakukan adalah mengubah
cerita
tersebut
ke
dalam
kalimat
matematika.
Pengubahan soal dari bentuk cerita ke bentuk rumusan matematika memungkinkan kita untuk memahami lebih sederhana dan sekaligus lebih tepat terhadap apa sebenarnya yang ditanyakan dan informasi-informasi apa yang kita miliki yang bisa membantu kita menyelesaikan soal tersebut. Dengan kata lain, pengubahan bahasa kata menjadi bahasa simbol membuat kita bisa melihat secara lebih sederhana dan tepat mengenai hukum persamaan apa sebenarnya yang tengah diajukan. Dalam soal cerita, hukum persamaan itu sesungguhnya telah ada secara implisit, dan lewat pembahasaan ulang menjadi kalimat matematika, kita mengeksplisitkannya agar memudahkan
dan
menjernihkan
pemahaman
kita
dalam
menemukan jawaban atas soal yang sedang diajukan. Dengan melihat dua pernyataan di atas, maka dapat diperoleh Matematika, secara umum, mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang dikenal sebagai berikut : 1.
Matematika adalah pelajaran tentang suatu pola atau susunan (pattern) dan hubungan (relationship) antar obyek.
2.
Matematika adalah suatu cara berfikir (a way of thinking), melihat dan mengorganisasi dunia sekitar.
3.
Matematika adalah suatu bahasa
120
4.
Matematika adalah suatu alat.
5.
Matematika adalah suatu bentuk seni.
6.
Matematika adalah suatu kekuasaan (power).
Kemolekan Pembelajaran Matematika Melalui Memecahkan Masalah Jika selama ini pembelajaran matematika lebih dominan pada ranah kognitif, maka sudah saatnya untuk mengeksplorasi ranah-ranah lainnya, salah satunya dapat dilakukan dengan memahatkan
karakter
melalui
pembelajaran
matematika.
Pembelajaran matematika di kelas dapat dilakukan dengan mendorong siswa untuk melakukan refleksi dan penghayatan. Dengan
cara
seperti
matematika dapat
ini,
sesungguhnyalah
pembelajaran
menanamkan dan menguatkan motivasi,
apresiasi atau penghargaan siswa terhadap matematika, kontribusi siswa dalam pembelajaran, interest (minat kuat), beliefs (sikap mental
yakin),
confidence
(sikap
mental
percaya)
dan
perseverance (ketekunan, kekuatan hati, kegigihan). Hal-hal yang seperti ini selama ini telah hilang dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di ruang kelas. Pada dasarnya objek pembelajaran matematika adalah abstrak. Walaupun menurut teori Piaget bahwa anak sampai umur SMP dan SMA sudah berada pada tahap operasi formal, namun pembelajaran
matematika
masih
perlu
diberikan
dengan
121
menggunakan alat peraga karena sebaran umur untuk setiap tahap perkembangan mental dari Piaget masih sangat bervariasi. Mengingat hal-hal tersebut di atas, pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa. Karena itu perlu memperhatikan karakteristik pembelajaran matematika di sekolah (Suherman, 2003) yaitu sebagai berikut: 1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap). Materi pembelajaran diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dari hal konkrit ke abstrak, hal yang sederhana ke kompleks, atau konsep mudah ke konsep yang lebih sukar. 2. Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral. Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan
memperdalam
adalah perlu dalam
pembelajaran matematika (Spiral melebar dan menaik). 3. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif. Matematika adalah deduktif, matematika tersusun secara deduktif
aksiomatik.
Namun
demikian
harus
dapat
dipilihkan pendekatan yang cocok dengan kondisi siswa. Dalam pembelajaran belum sepenuhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan deduktif.
122
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak bertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataanpernyataan
yang
terdahulu
yang
telah
diterima
kebenarannya. Memecahkan masalah selalu bergantung kepada individu dan waktu. Artinya, suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang siswa, tetapi mungkin bukan merupakan suatu masalah bagi siswa yang lain. Jika pertanyaan yang tidak bermakna dihadapkan kepada siswa, maka bukan merupakan masalah bagi siswa tersebut. Dengan kata lain, pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa haruslah dapat diterima oleh siswa tersebut. Jadi pertanyaan itu harus sesuai
dengan struktur kognitif siswa.
Demikian juga suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang siswa pada suatu saat, tetapi bukan merupakan suatu masalah lagi bagi siswa tersebut pada saat berikutnya, bila siswa sudah mengetahui cara atau proses mendapatkan penyelesaian masalah tersebut. Jelas kiranya, syarat suatu masalah bagi seorang siswa adalah:
123
1. Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya. 2. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial. Dalam
pengajaran
Matematika,
pertanyaan
yang
dihadapkan kapada siswa biasanya disebut soal. Dengan demikian, soal–soal Matematika akan dibedakan manjadi dua bagian: 1. Latihan yang diberikan pada waktu belajar Matematika adalah bersifat berlatih agar terampil atau sebagai aplikasi dari pengertian yang baru saja diajarkan. 2. Masalah tidak seperti halnya latihan tadi, menghendaki siswa untuk menggunakan sintesa atau analisa. Untuk menyelesaikan suatu masalah, siswa harus menguasai hal–hal yang telah dipelajari
sebelumnya
yaitu
mengenai
pengetahuan,
ketrampilan dan pemahaman, untuk digunakan dalam situasi baru. Masalah yang baik menurut Arends (1997) memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Masalah harus autentik, jadi masalah harus terdapat di dunia nyata, di dalam kehidupan anak sehari-hari.
124
2. Masalah seharusnya tidak terdefinisikan dengan ketat dan terdapat makna misteri atau teka-teki, mencegah munculnya jawaban sederhana dan menghendaki alternative pemecahan. 3. Masalah harus bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. 4. Masalah seharusnya cukup luas untuk memungkinkan guru mengelola pembelajaran, sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia, serta konsisten dengan kurikulum yang berlaku. 5. Masalah harus memberi kesempatan siswa bekerja dalam kelompok. Dengan demikian, pembelajaran matematika melalui memecahkan masalah
menyuguhkan
berbagai
situasi
bermasalah
dalam
kehidupan sehari-hari yang autentik dan bermakna kepada siswa yang bekerja dalam kelompok, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Pada
pelajaran
Matematika
yang
berorientasi
pada
pemecahan masalah, maka langkah-langkah yang dilakukan siswa seperti yang dianjurkan Polya yaitu: 1. Memahami persoalan. Untuk mengetahui apakah seorang siswa memahami masalah, maka dapat dilihat apakah siswa dapat menunjukkan kembali masalah dengan kata-katanya sendiri, menulis dalam bentuk lain, dan menulis dalam bentuk yang lebih operasional. Atau
125
dapat dilihat dari apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam masalah. 2. Membuat rencana atau cara untuk menyelesaikannya. Mencari hubungan antara data yang diketahui dan yang ditanyakan dalam bentuk model Matematika, membuat alternatif
penyelesaian,
dan
menyusun
rencana
untuk
menyelesaikan masalah tersebut. 3. Menjalankan rencana. Menjalankan rencana yang telah dibuat pada tahap 2. Dengan kata lain, menyelesaikan masalah dengan cara yang telah dibuat pada tahap 2. 4. Melihat kembali apa yang telah dilakukan. Meninjau
atau
memeriksa
kembali
masalahnya, dengan cara mengevaluasi
jawaban
dengan
langkah-langkah
pengerjaan yang telah dilakukan. Kemolekan Emosional Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi; menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial (Goleman, 2002a). Oleh Gardner menempatkan kecerdasan pribadi dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosi yang dicetuskannya
126
dan memperluas kemampuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu : 1. Mengenali Emosi Diri atau kesadaran diri meliputi : kesadaran emosi dan percaya diri; 2. Mengelola Emosi atau peraturan diri meliputi : kendali diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptabilitas dan inovasi; 3. Memotivasi Diri Sendiri meliputi : dorongan pribadi, komitmen, inisiatif dan optimisme; 4. Mengenali Emosi Orang Lain atau empati meliputi : memahami orang lain, mengatasi keragaman dan kesadaran politis; dan 5. Membina Hubungan meliputi : komunikasi, kepemimpinan, manajemen konflik dan kolaborasi. Kemolekan Matematika Emosional Antara matematika dan emosional merupakan sebuah hal yang berbeda, suatu pemikiran dan ranah yang berlawanan. Dua ranah yang selama ini dipahami berlawanan, yaitu matematika di wilayah ranah rasional, sedangkan emosional di wilayah ranah rasa. Muncul suatu pertanyaan, bagaimana dua ranah ini dapat dihubungkan? Mungkinkah kedua ranah ini dapat berjalanan beriringan? Namun demikian, untuk mewujudkan lima kemampuan utama emosional tidaklah berdiri sendiri-sendiri tapi dalam satu kesatuan, sehingga di dalam perwujudannya dalam pembelajaran
127
matematika melalui memecahkan masalah lima kemampuan utama emosional diwujudkan dalam satu kesatuan. Dalam perencanaan pembelajaran matematika melalui memecahkan masalah perlu beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: 1.
Siswa harus menjadi pusat dari proses pembelajaran
matematika, bukan guru yang menjadi pusat dari proses pembelajaran matematika. Dalam hal ini guru hanya sebagai fasilitator. Untuk itu guru harus bisa membentuk hal tersebut pada siswa, siswa tidak dibuat untuk sekedar berdiri di luar proses dan “menyiramkan” materi pelajaran ke siswa seperti menyiram air dari ember. Salah satu siswa menjadi pusat dari proses pembelajaran matematika adalah membuat siswa untuk belajar mandiri. Di dalam belajar mandiri diharapkan siswa dapat memahami bahwa untuk memperoleh pengetahuan didasari dari diri sendiri, sehingga hal ini merupakan kesadaran diri siswa sendiri untuk dapat menemukan pengetahuannya sendiri. Akibatnya dapat peningkatan kepercayaan diri siswa dalam mengelola emosi atau pengaturan
diri.
Dengan
menemukan
sendiri
pengetahuannya dapat memotivasi diri siswa sendiri untuk selalu optimis dalam memperoleh pengetahuan.
128
2.
Guru sebagai fasilitator membantu siswa untuk
mengembangkan keterampilan-keterampilan pada diri siswa yang
dapat
siswa
gunakan,
yang
kemudian
siswa
kembangkan secara mandiri tanpa bantuan guru. Di dalam mengembangkan keterampilan-keterampilan pada diri siswa tidak hanya pada kemampuan kognitifnya, melainkan dapat pula kemampuan diluar kemampuan kognitif salah satunya kemampuan
emosional.
Keterampilan
kemampuan
emosional, singkat saja keterampilan emosional, dapat dikembangkan di sela-sela guru menyampaikan materi dan waktu siswa belajar. Di
dalam
pembelajaran
matematika
melalui
pemecahan masalah, siswa perlu bekerjasama dengan guru atau siswa lainnya untuk memecahkan masalah yang dipelajari pada saat itu. Di dalam kerjasama ini, siswa diharapkan dapat mengelola emosi dan mengenal emosi sesama siswa dengan saling mendengarkan dan memahami pendapat orang lain. Di samping itu, siswa dapat mengenali emosinya
melalui
kritik
atas
penyelesaian
masalah
matematika yang disampaikan baik oleh guru maupun oleh sesama siswa. Ketika pemasalahan matematika dapat diselesaikan, baik oleh diri siswa sendiri maupun atas kerjasama antar siswa, membuat siswa termotivasi dalam pembelajaran
matematika,
lebih
optimis
dalam
129
memecahkan
masalah
matematika.
Dengan
adanya
kerjasama antar siswa dalam pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah dapat membina hubungan antar siswa, membangun sikap kepemimpinan, berkomunikasi dan berkolaboratif antar siswa, serta dapat mengendalikan diri dalam memecahkan masalah matematika bila ada perbedaan pendapat. Dengan demikian melalui pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah, keterampilan-keterampilan emosional dapat diwujudkan dan diasah lebih baik. 3.
Sebuah pelajaran perlu dipandang sebagai bagian
dari cerita. Nuansa bercerita secara kreatif membantu guru untuk menghubungkan pengajaran dengan pengetahuan siswa dan bantuan penguatan pengetahuan pada diri siswa. Nuansa bercerita secara kreatif yang dimaksud dalam pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah adalah masalah matematika yang diselesaikan dapat disampaikan ke dalam bentuk masalah yang menarik dan sederhana supaya siswa mampu memahami dan tertarik untuk menyelesaikan masalah matematika tersebut. Apabila masalah matematika dapat dibuat ke dalam bentuk nuansa bercerita yang kreatif, hal ini akan membuat siswa tertarik terhadap matematika dan dapat termotivasi dalam belajar
130
matematika yang selama ini dianggap siswa sulit dan menjemukan. Namun demikian, untuk dapat menciptakan nuansa bercerita, guru sebaiknya berusaha menyederhanakan skema rencana materi pelajaran matematika sehingga para siswa dapat dengan seketika memahaminya. Skema rencana materi pelajaran matematika ini bisa diumumkan kepada para siswa dan dipasang di dinding kelas. Saat skema ini dipasang, gambar-gambar di dalamnya dapat digarisbawahi menggunakan tinta berwarna atau sesuatu yang menarik, yang efeknya menyemangati siswa untuk mengikuti alur diagram tersebut layaknya mengikuti suatu cerita. Dengan siswa bersemangat mengikuti alur diagram tersebut, akan membuat siswa percaya diri dalam memecahkan masalah matematika sehingga siswa termotivasi untuk belajar matematika lebih lanjut. Dengan demikian, siswa dapat berinovasi dalam memecahkan masalah matematika, dan bahkan siswa dapat mengkolaborasikan pengetahuan siswa sendiri dengan gambar atau diagram yang disampaikan oleh guru. Aktivitas
ini
selain
mengajak
siswa
untuk
memahami materi pelajaran matematika, juga mengajak siswa berlatih menghubungkan satu hal dengan lainnya. Model
pengajaran
ini
juga
membangun
suasana
131
kebersamaan dalam menyelesaikan pekerjaan yang penting bagi pengembangan diri siswa. Nuansa siswa berlatih menghubungkan satu hal dengan lainnya serta membangun suasana kebersamaan dalam menyelesaikan pekerjaan, dalam
hal
membantu
ini siswa
menyelesaikan untuk
dapat
masalah membina
matematika, hubungan,
membangun komunikasi dan berkolaborasi, mengendalikan diri dan membangun sifat dapat dipercaya antar siswa. Penutup Untuk
membangun
atau
membentuk
keterampilan
emosional dalam pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah tidaklah mudah, perlu suatu cara yang kreatif dan inovatif supaya siswa dapat mempelajari dan mengatur emosionalnya. Sebagai seorang guru atau pendidik, hindarkanlah hal-hal yang merugikan siswa, seperti kata-kata kotor atau tidak pantas, “bodoh”, “tidak pandai”, “salah”, “tidak benar”, karena hal-hal tersebut dapat membuat emosional siswa tidak dapat berkembang dengan baik. Gunakanlah kata-kata yang pantas, bukan sekedar apa tetapi juga siapa agar siswa merasa dihargai, seperti “kurang pandai”, “kurang tepat”, “mendekati benar”, sehingga emosional siswa dapat berkembang dengan baik. Ucapkanlah “tolong” kepada siswa, bila Anda menyuruh siswa untuk melakukan sesuatu atau mengerjakan masalah matematika di depan kelas, dan ucapkanlah
132
“terima kasih” kepada siswa, bila siswa tersebut sudah melakukan yang Anda minta atau sudah menyelesaikan masalah matematika di depan kelas. Karena kata-kata tersebut paling manjur bagi Anda sebagai seorang guru ketika berinteraksi dengan siswa Anda. Satu hal lagi, sampaikan pada siswa Anda, “Jangan takut untuk bertanya. Bila kamu tidak bertanya, maka kamu tidak akan mendapat apa-apa dan juga siapa-siapa pun!”
MATEMATIKA INDAH UNTUK PENG(h)AJARAN HIDUP Vigih Hery Kristanto Unika. Widya Mandala Madiun
Belajar Matematika di Benak Siswa Mendengar kata matematika, dalam benak kita akan terpapar banyak gambaran, salah satunya adalah gambaran dengan kata kunci menghitung, rumus, simbol-simbol. Di sekolah, matematika merupakan mata pelajaran favorit, favorit yang menakut-nakuti, karena kesulitannya.“Saya sudah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk belajar matematika, mulai dari menghafal, memahami, mendengarkan arahan guru, selalu mengikuti pelajaran di kelas, dan berlatih, tetapi tetap nilai mata pelajaran matematika saya tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Mimimal (KKM)”. “Saya juga sudah les privat ke guru matematika, namun hasil yang saya peroleh tidak bisa maksimal”. “Saya memang berkemampuan kurang dalam hal matematik, saya sangat takut dengan matematika, karena saya hampir tidak pernah mendapat nilai baik”1. Penggalan di atas, adalah fakta yang benar-benar terjadi, yaitu mata 1
Cerita siswa SMA Negeri di Kota Madiun pada 8 September 2012
136
pelajaran matematika sulit. Jika mata pelajaran matematika tidak sulit, seorang siswa dengan kemampuan rendah akan sangat mudah memahami dan menguasai mata pelajaran tersebut. Namun, pada kenyataannya hanya siswa dengan kemampuan tinggilah yang mampu mendapatkan hasil maksimal dalam belajar matematika. Dengan demikian, matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk siswa tersebut dan mungkin untuk sebagian besar siswa lainnya. Memang matematika itu sulit, saya sebagai penulis juga mengakui bahwa matematika itu sulit. Dengan pendidikan yang telah saya lalui pada jenjang strata satu maupun strata dua, banyak konsep yang belum saya mengerti sepenuhnya. Oleh karena matematika itu sulit, maka belajar matematika bukan masalah gampang. Belajar matematika bukan hal yang sederhana dan tidak dapat dianggap sederhana, karena belajar matematika tidak sekedar menghafal rumus, bukan sekedar dapat menghitung, dan tidak hanya dengan dibaca. Pada bagian selanjutnya kita akan mengetahui fenomena yang terjadi pada dunia pendidikan matematika bangsa ini, yaitu fenomena belajar matematika di jenjang sekolah formal. Empirisme Peng(h)ajaran Matematika Terdapat beberapa fakta yang terjadi pada jenjang pendidikan formal di Indonesia. Salah satu fakta yang terjadi, misalnya setelah pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) 2012.
137
Banyak permasalahan yang muncul terkait dengan hasil ujian pada saat pengumuman kelulusan. Mengapa demikian? Hasil ujian nasional di Indonesia tidak hanya digunakan untuk melanjutkan studi dan mencari pekerjaan. Namun, hasil ujian nasional merupakan tolak ukur keberhasilan pembelajaran pada jenjang dasar dan menengah. Prestasi siswa pada mata pelajaran matematika di tingkat nasional dapat dilihat dari Hasil UN. Dengan kata lain, salah satu cara untuk mengetahui tingkat keberhasilan “belajar” pada mata pelajaran matematika dapat dilihat dari perolehan nilai UN mata pelajaran matematika. Oleh karena itu, jika nilai UN mata pelajaran matematika rendah,
maka
dapat
diindikasikan
bahwa
prestasi
belajar
matematika siswa di tingkat nasional juga rendah. Lalu, bagaimana hasil UN 2012 yang telah dilaksanakan kemarin? Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M. Nuh mengungkapkan, siswa yang mengikuti UN 2012 tingkat SMP dan sederajat tidak lulus terbanyak dalam mata pelajaran Matematika, kemudian diikuti Bahasa Inggris, IPA, dan Bahasa Indonesia. Secara riil, sebanyak 229 siswa tidak lulus mata pelajaran Matematika di Jakarta2. Jika kita cermati ungkapan tersebut, maka akan timbul banyak pertanyaan di benak kita misalnya, bagaimana hasil UN untuk tingkat SD dan SMA sederajad di Jakarta? Di Ibu Kota saja terjadi 2
http://edukasi.kompas.com/read/2012/06/02/10035432/Banyak.Siswa.Tak.Lulus .Ujian.Matematika [3 September 2012]
138
fenomena seperti itu, lalu bagaimana dengan daerah lain? Jika pertanyaan tersebut ditemukan jawabannya, maka kita akan tahu betapa rendahnya prestasi belajar matematika siswa di tingkat nasional. Sehingga hal ini secara tidak langsung mengungkapkan bahwa siswa Indonesia belum berhasil dalam “belajar” matematika. Belajar Cerdas yang Sebenarnya Apa yang dimaksud dengan belajar? Para ahli banyak yang telah mendefinisikan tentang belajar. Salah satunya adalah pengertian belajar menurut Dimyati dan Mujiono (2002:10). Belajar menurut mereka adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru3. Belajar menurutnya adalah serangkaian proses kognitif yang dapat mengubah stimulasi sehingga terbentuk kemampuan baru yang lebih baik daripada sebelumnya. Jika dipertegas, kegiatan belajar menuntut perubahan kognitif menjadi lebih baik. Namun, belajar itu bukan hanya serangkaian proses kognitif, belajar juga melibatkan afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan). Seharusnya setelah belajar juga terjadi perubahan sikap menjadi
lebih
baik dan pelaku
belajar menguasai
keterampilan-keterampilan khusus berkaitan dengan hal yang dipelajari. 3
Dimyati & Mujiono, 2002, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rosdakarya).
139
Pengertian lain tentang belajar, disampaikan oleh Hazel and Papert (1991). Mereka mendefinisikan belajar berdasarkan pada filsafat konstruktivisme. Belajar menurut filsafat konstruktivisme adalah membangun pengetahuan. Selain itu, belajar adalah knowledge dependent yang berarti pembelajaran menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membentuk pengetahuan baru4. Belajar menurut filsafat konstruktivisme ini mengarah pada proses pembangunan pengetahuan yang dilakukan sendiri oleh pelaku belajar. Mereka (pelaku belajar) mengorganisasikan secara mandiri pengetahuan dasar yang telah dimiliki dalam membangun struktur pengetahuan yang lebih baru dan lebih mutakhir. Dengan demikian, tujuan belajar pada konteks konstruktivis adalah untuk menemukan pengetahuan baru yang berguna bagi pelaku belajar sendiri maupun orang lain. Idealnya, belajar menjadi kebutuhan semua individu. Agar hidup menjadi lebih baik, maka seseorang harus belajar. Belajar tidak hanya sekedar berubah, namun secara lebih mendalam belajar itu memudahkan hidup. Dengan kata lain, belajar itu untuk kelangsungan hidup dan kehidupan. Hidup tidak akan berlangsung dengan mudah tanpa belajar. Hal ini mengindikasikan bahwa belajar seharusnya dilakukan sepanjang hayat, tidak berhenti pada waktu tertentu (tidak hanya ketika menempuh pendidikan). 4
Haris Mudjiman, 2009, Belajar Mandiri (Self-Motivated Learning), (UNS Press: Surakarta).
140
Sehingga tidak ada istilah “tua” untuk belajar dan tidak ada istilah “pensiun” dalam belajar. Yang terjadi di Indonesia sekarang makna belajar menjadi lebih sempit. Belajar hanya untuk yang menempuh pendidikan, khususnya pendidikan formal. Di pendidikan formalpun, belajar berhenti ketika telah mendapat nilai yang baik. Bahkan, tujuan dari belajar hanya sekedar untuk mencari nilai. Hal ini membuat kegiatan belajar hanya sekedar pemahaman materi. Akibatnya, guru pun turut serta menyederhanakan proses pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika misalnya, guru cukup menuliskan rumus jadi. Sehingga murid cukup menggunakan formula cepat dengan hasil akurat, tanpa tahu dasar konsepnya dan apa tujuan rumus itu diciptakan. Inovasi Belajar Matematika Sekolah Begitu dalamnya makna belajar, membuat para ahli menciptakan berbagai macam terobosan dalam belajar, berupa strategi (cara), pendekatan, dan model pembelajaran. Semua itu hanya untuk satu tujuan, yaitu: membuat belajar menjadi lebih bermakna. Agar “belajar” yang dilakukan bisa menjadi lebih hidup. Maksudnya agar belajar bisa sejalan dengan makna (arti), fungsi, dan tujuannya. Demikian juga dengan belajar matematika, banyak terobosan yang telah diadaptasi, sehingga belajar matematikapun menjadi lebih sederhana. Hal ini ditandai dengan banyaknya
141
penelitian inovatif dalam pembelajaran matematika. Mulai dari tahun ke tahun, sejalan dengan banyaknya lulusan pendidikan matematika di negeri ini adalah bukti lain dari banyak jenis penelitian inovatif yang telah dilakukan. Namun, apakah memang benar terobosan yang diadaptasi untuk belajar matematika itu telah dapat berfungsi dengan baik? Jika telah berfungsi dengan baik, seharusnya tidak ada lagi pemberitaan bahwa prestasi belajar matematika siswa rendah. Lebih jauh lagi, apakah terobosan itu memang telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh guru sebagai fasilitator belajar? Atau terobosan itu hanyalah sekedar teori dan tulisan yang tidak berguna? Faktanya, cara, pendekatan, dan model pembelajaran yang telah diciptakan belum sepenuhnya membuahkan hasil maksimal. Siswa tetap kesulitan dalam belajar matematika. Hal ini ditandai oleh perolehan nilai prestasi belajar yang kurang dan beberapa fakta empiris terkait dengan pembelajaran matematika yang telah dituliskan pada bagian sebelumnya. Selain itu, terdapat fakta lain yang memperkuat pendapat, “belajar matematika kurang maksimal” meskipun telah banyak pembelajaran inovatif yang diciptakan dan diterapkan. Penelitian yang dilaksanakan oleh penulis di SMP Negeri Kota Madiun, Dengan menerapkan salah satu inovasi model pembelajaran, menghasilkan data sebagai berikut, siswa kelas VII SMP Negeri di Kota Madiun memperoleh rerata nilai prestasi belajar matematika
142
sebesar 49,789 dan 59,158. Rerata nilai prestasi sebesar 49,789 adalah rerata nilai hasil dari pembelajaran pada pokok bahasan himpunan menggunakan model pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Sedangkan rerata nilai prestasi sebesar 59,158 diperoleh dari pembelajaran pokok bahasan himpunan menggunakan model pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) yang telah dimodifikasi dengan pendekatan kontekstual. Belajar (Tidak) Cerdas Matematis Betapa sulitnya belajar matematika, bahkan mungkin inovasi dalam pembelajaranpun belum mampu membuat pelaku belajar berhasil setelah melalui pembelajaran. Sebenarnya apa dan bagaimana matematika itu? Mengapa matematika itu benar-benar sulit? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus mengetahui bagaimana definisi matematika dan bagaimana karakteristik matematika. Dengan demikian kita akan mengetahui apa yang menyebabkan matematika itu sulit. Kita juga akan mengetahui apakah memang belajar matematika itu dapat disederhanakan. Sesungguhnya, matematika itu adalah buah pikir manusia yang
kebenarannya
bersifat
umum
(deduktif).
Kebenaran
matematika dapat dilihat dari tiga hal, yaitu kebenaran berdasarkan pada kebenaran yang telah diterima sebelumnya (konsistensi), kebenaran berdasarkan “kecocokan” dengan realitas kebenaran yang ada (korelasional), dan kebenaran yang didasarkan atas
143
manfaat atau kegunaannya (pragmatis)5. Berikut ini terdapat contoh yang menunjukkan ilustrasi dari kebenaran matematika. Contoh 1: [ilustrasi kebenaran matematika] Pernyataan matematika “3 + 2 = 5” bernilai benar bukan karena kita melakukan suatu percobaan. Namun, menurut pemikiran logis kita tiga ditambah dua bisa dipastikan hasilnya lima. Andaikan kita memasukkan tiga bola kasti ke dalam kotak, kemudian kita memasukkan dua bola lagi, maka siapapun akan yakin bahwa di dalam kotak terdapat lima bola kasti6.
Selain itu, matematika merupakan produk pemikiran intelektual manusia. Pemikiran intelektual itu dapat didorong dari “persoalan pemikiran belaka”, maupun persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah contoh bahwa matematika merupakan produk pemikiran intelektual manusia. Contoh 2: [matematika sebagai produk pemikiran] Bilangan merupakan produk pemikiran manusia belaka. Bilangan asli7 dipercaya muncul karena kebutuhan manusia untuk mengetahui jumlah hewan ternak yang dimiliki oleh manusia kuno. Selain itu, bilangan kompleks8 dipercaya muncul karena kebutuhan manusia untuk menyelesaikan persoalan yang 5
Sumardyono, 2004, Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Matematika, (Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika: Yogyakarta).
6
Ilustrasi kebenaran matematika secara korelasional.
7
Bilangan asli adalah bilangan yang anggotanya adalah 1, 2, 3, 4, dst….
8
Simbol dari bilangan kompleks adalah , yang nilainya sama dengan
.
144
murni matematis. Misalnya, pernyataan yang paling mungkin adalah dengan bilangan kompleks.
. Nilai
yang kemudian disebut
Matematika juga merupakan proses berpikir. Matematika membantu menata pemikiran manusia sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal ini logika matematikalah yang sangat berperan. Contoh bahwa matematika merupakan produk proses berpikir sebagai berikut. Contoh 3: [matematika sebagai proses berpikir] Iman dan Amin membeli pensil dan buku tulis dengan jenis yang sama. Iman membeli dua pensil dan sebuah buku seharga Rp. 2.500,00. Sedangkan Amin membayar Rp. 4.500,00 untuk membeli tiga pensil dan dua buku tulis. Bagaimana setiap orang dapat mengetahui harga masing-masing pensil dan buku tulis tanpa bertanya kepada Iman, Amin, maupun toko penjual? Hanya matematika sebagai proses berpikirlah yang bisa membantu. Menurut Matematika, andaikan Iman membeli pensil dan buku tulis sebanyak dua kalinya, maka Iman akan membayar dua kalinya juga, yaitu 4 pensil dan 2 buku tulis seharga Rp. 5.000,00. Andaikan yang telah Iman beli itu dikembalikan 3 pensil dan 2 buku tulis, maka akan tersisa satu pensil. Harga 3 pensil dan 2 buku tulis adalah Rp. 4.500,00 seperti yang telah dibayarkan Amin pada toko penjual. Sehingga harga satu pensil adalah Rp. 5.000,00 – Rp. 4.500,00, yaitu Rp. 500,00. Dengan demikian, harga buku tulis Rp. 2.500,00 – Rp. 1.000,009 sama dengan Rp. 1.500,00.
9
Iman membeli 2 pensil sehingga Rp. 500,00 x 2 = Rp. 1.000,00.
145
Tidak ada definisi pasti dari matematika. Para ahlipun hanya dapat menggambarkan matematika berdasarkan pada beberapa karakteristiknya. Tidak ada yang bisa menjelaskan matematika secara sederhana, karena matematika memiliki begitu banyak cabang ilmu. Dengan demikian, gambaran apa itu matematika yang dapat kita ketahui hanya sebatas kulit luarnya saja dan tentu hal ini tetap tidak menggambarkan matematika secara detail. Karakteristik umum dari matematika yang pertama adalah mempunyai obyek kajian yang bersifat abstrak. Maksudnya, obyek dan kajian matematika hanya terdapat dalam pikiran saja. Dengan kata lain, obyek matematika merupakan obyek mental dan pikiran. Obyek matematika yang abstrak tersebut, terdiri dari fakta-fakta, operasi (relasi), konsep-konsep, dan prinsip. Fakta merupakan perjanjian dalam matematika (kesepakatan) yang kemudian dimunculkan dalam simbol tertentu, misalnya “2” adalah simbol untuk menyatakan suatu benda yang jumlahnya dua. Sehingga hanya dapat dipelajari dengan cara menghafal. Operasi (relasi) merupakan pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematik lain . Operasi atau relasi juga menyatakan hubungan antara dua atau lebih elemen. Misalnya “+”, menyatakan pengerjaan hitung penjumlahan. Untuk mempelajari operasi (relasi) antara dua atau lebih elemen, maka cara yang paling tepat adalah dengan demonstrasi dan driil (latihan). Hal yang
146
paling diutamakan dalam mempelajari operasi (relasi) antara dua buah elemen atau lebih adalah keterampilan (skill). Konsep mengkategorikan
adalah atau
ide
abstrak
yang
mengelompokkan
bertujuan
untuk
sekumpulan
obyek
tertentu. Contohnya “segitiga”, segitiga merupakan konsep yang dapat dipelajari dengan cara memahami definisi. Konsep segitiga juga dapat dipelajari dengan melakukan observasi langsung terhadap benda-benda yang berbentuk segitiga. Yang diutamakan dalam belajar konsep adalah mampu membedakan antara konsep satu dengan konsep yang lain atau menunjukkan keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain. Prinsip merupakan obyek matematika yang kompleks. Prinsip merupakan gabungan dari beberapa konsep, beberapa fakta yang dihubungkan oleh suatu relasi maupun operasi tertentu. Secara sederhana, prinsip dapat dikatakan sebagai gabungan dari beberapa obyek dasar dari matematika. Prinsip biasanya muncul dalam bentuk, “teorema”, “aksioma”, “dalil”, “sifat”, dan sebagainya. Untuk mempelajari suatu prinsip, maka kita harus dapat memahami bagaimana pembentukan prinsip dan dapat menggunakannya pada konteks permasalahan yang cocok. Untuk dapat memahami prinsip, maka seseorang harus paham konsep, fakta, maupun operasi-operasi yang menyusunnya. Berikutnya, karakteristik yang kedua adalah bertumpu pada kesepakatan. Semua simbol-simbol dalam matematika merupakan
147
hasil konvensi. Konvensi ini bertujuan untuk mempermudah komunikasi
ketika
melakukan
pembahasan-pembahasan
selanjutnya. Karakteristik yang ketiga adalah berpola pikir deduktif. Dalam matematika, pola pikir yang diterima hanya pola pikir deduktif. Pemikiran berjalan (bermulai) dari hal-hal yang bersifat umum, kemudian diarahkan kepada hal-hal yang bersifat khusus. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, karakteristik keempat dari matematika adalah menganut kebenaran konsistensi dalam
membangun
suatu
sistem.
Dengan
demikian
antar
pernyataan dalam satu sistem tertentu tidak bertentangan (kontradiksi). Antara sistem satu dengan sistem yang lain saling mendukung,
tidak
saling
meniadakan
ataupun
saling
menghancurkan antara yang satu dengan yang lain. Karakteristik lain dari matematika adalah memiliki simbol yang kosong dari arti. Simbol dalam matematika tidak mempunyai arti (tidak bermakna). Simbol dalam matematika menjadi bermakna ketika digunakan dalam konteks tertentu. Contohnya simbol “”, simbol tersebut tidak bermakna. Namun, simbol itu menyatakan “gabungan (union)” ketika digunakan dalam konsep “himpunan”. Matematika juga memiliki karakteristik yang memperhatikan semesta pembicaraan (asumsi dasar). Segala sesuatu dalam matematika dikatakan benar dengan asumsi dasar tertentu. Suatu pernyataan dapat bernilai “benar” dalam semesta pembicaraan
148
tertentu, dapat juga bernilai “salah” untuk semesta pembicaraan yang lain. Beberapa
karakteristik
tersebut
membuat
belajar
matematika benar-benar tidak “molek”. Tidak gampang untuk belajar matematika apalagi membelajarkan matematika. Belajar matematika
menjadi
tidak
sederhana
dan
tidak
dapat
disederhanakan. Dibutuhkan beberapa kemampuan khusus untuk belajar maupun membelajarkan matematika. Dengan inovasi yang bagaimanapun, tidak akan dapat menyederhanakan pembelajaran matematika. Guru sebagai fasilitator belajar seharusnya ekstra hati-hati ketika membelajarkan matematika, agar persepsi yang muncul adalah persepsi positif. Karena memang matematika tidak hanya sekedar menghafal rumus, tidak hanya sekedar berhitung, dan tidak dapat sekedar dibaca. Namun, belajar matematika juga harus mengedepankan dasar konsep untuk melatih kemampuan berpikir. Dengan demikian mereka (pelaku belajar) dapat menggunakan matematika sebagai alat yang tidak membuat kesukaran hidup dan kehidupan sukar.
MEKANIK INDONESIA (di)INDAH(kan)
PEMBELAJARAN REALITAS KOMPUTER DAN VIRTUALITAS BAHASA INDONESIA Rishe Purnama Dewi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Pendahuluan Pada tahun 1900 imaji Kartini telah menggambarkan bagaimana teknologi masuk ke negara ini dan nyatanya hal itu terjadi. Dalam bukunya, Mrazek memaparkankan bagaimana imaji Kartini itu muncul.1 Di awali
pembangunan kabel-kabel untuk
jalur telegram, tiang-tiang pemancar radio ada di mana-mana, dan bagaimana harapan adanya televisi pada waktu itu. Sayangnya, prediksi Kartini tidak dapat dinikmatinya. Bayangan teknologi Kartini menjadi nyata saat ini. Tidak hanya jalur telegram, pemancar radio, atau televisi saja yang berkembang,
tetapi
alat-alat
modern
yang
tidak
pernah
dibayangkan sebelumnya, yaitu komputer. Komputer hadir
1
R. Mrázek, 2006, Engineers of Happy Land. Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), 222, 224, 259.
152
membawa modernitas.Benda tersebut mampu menghadirkan tidak hanya suara dan gambar saja, tetapi mampu menghadirkan hal nyata atau konkret kepada penggunanya. Bukan lagi imaji yang ada di pikiran penggunanya, tetapi sungguh-sungguh realitas virtual yang dihadirkan bayangan itu sehingga dapat dilihat nyata melalui monitornya. Kehadiran komputer sebagai benda modern yang selalu mengalami perubahan sesuai perkembangan teknologi itu pun membawa keuntungan di segala bidang kehidupan. Salah satunya adalah bidang pendidikan. Di bidang pendidikan khususnya pembelajaran, peran komputer menjadi penting sebagai media pembelajaran. Terlebih lagi dengan berkembangnya pendekatan sistem pada tahun 1965-1970 yang memandang media bukan hanya alat bantu mengajar guru tetapi media pembawa pesan sehingga harus
dipilih
dan
dikembangkan
secara
sistematis
dalam
pembelajaran (Depdiknas, 2009:4). Hal tersebut membuat peran komputer semakin diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar. Karakteristik
komputer
yang
khas
dan
mampu
menghadirkan sejumlah elemen dipandang membawa kemudahan dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan Dale melalui Dale’s Cone Experience (Azhar, 2010:10), semakin dapat menghadirkan situasi nyata akan lebih lama pesan itu bertahan dalam memori. Dalam hal ini komputer mampu menggabungkan elemen visual, suara, dan video sehingga
153
pembelajaran menjadi lebih bermakna dengan menghadirkan hal yang konkret tersebut. Selain itu, komputer mampu melibatkan indera penglihatan dan pendengaran untuk membuat konstruksi imaji pembelajar menjadi nyata dan bayangan pesan yang ada di dalamnya menjadi bertahan lama. Karakteristik komputer sebagai media pembelajaran yang dipandang mampu membawa pengaruh yang besar dalam pembelajaran belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para guru dan pihak sekolah. Berdasarkan hasil penelitian pada lima sekolah dasar di Yogyakarta yang meliputi SD Kanisius Gayam, SD Kanisius Wirobrajan, SD Kanisius Sorowajan, SD Tarakanita Bumijo, dan SD Kalam Kudus, diperoleh data bahwa guru belum mampu memanfaatkan penggunaan komputer dalam pembelajaran secara maksimal (Gregorius Ari Nugrahanta dan Rishe Purnama Dewi, 2012). Hasil angket dan wawancara yang ditujukan kepada seluruh guru bahasa Indonesia dan para siswa kelas V di kelima SD tersebut berhasil mengungkapkan informasi bahwa 95% guru bahasa
Indonesia
pada
kelima
SD
tersebut
cenderung
menggunakan buku teks, papan tulis, atau lembar kerja siswa saja dalam pembelajaran dan belum memanfaatkan komputer dalam pembelajaran. Fenomena lain terjadi di Universitas Sanata Dharma. Fasilitas pendukung pembelajaran dengan media komputer sudah tersedia tetapi sebagian dosen belum memanfaatkan media tersebut
154
secara maksimal dalam pembelajaran. Hal ini diperoleh dari hasil analisis kebutuhan yang dilakukan kepada para dosen program studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah (PBSID) hanya lima dosen PBSID saja yang memanfaatkan penggunaan komputer dalam pembelajaran mata kuliah Menyimak dan itupun belum maksimal (Rishe, 2011: 96-98). Selain di Prodi PBSID, penggunaan komputer sebagai media pembelajaran di program studi Pendidikan Akuntansi pun belum maksimal. Hasil Penelitian B. Indah Nugraheni (2007: 8-9) diperoleh informasi bahwa pembelajaran bermedia komputer sangat diperlukan. Alasan perlunya penggunaan media komputer dalam pembelajaran khususnya untuk mata kuliah Akuntansi Dasar I adalah sebagai berikut: (1) komputer dipandang dapat mengatasi kesulitan mahasiswa dalam menguasai materi kuliah Akuntansi Dasar I, (2) komputer dapat meningkatkan apresiasi dan persepsi positif mahasiswa terhadap mata kuliah Akuntansi, (3) komputer dapat meningkatkan motivasi mempelajari mata kuliah Akuntansi karena dianggap sebagai mata kuliah sulit, (4) komputer dapat meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa sehingga anggapan bahwa dosen sebagai satu-satunya sumber belajar dapat diatasi, dan (5) komputer dapat mengatasi sistem pembelajaran konvensional yang memanfaarkan sumber belajar dan media yang terbatas.
Pada program studi yang sama Agustinus Heri Nugroho (2009: 94-97) meneliti bahwa pembelajaran bermedia komputer dapat mengatasi sejumlah kesulitan pembelajaran pada mata kuliah Akuntansi Dasar II (AKD II). Kesulitan pembelajaran yang
155
dimaksud adalah (1) mahasiswa kurang berpartisipasi dalam proses pembelajaran, (2) mahasiswa mengartikan akuntansi dalam konteks yang sempit yaitu hanya aspek teknis dan prosedural, (3) mahasiswa kurang mampu mengaitkan mata kuliah akuntansi yang satu dengan mata kuliah akuntansi yang lainnya dalam suatu kerangka yang utuh dalam membentuk disiplin akuntansi, (4) penggunaan metode ekspositori dan keterbatasaan penggunaan media atau sumber belajar yang optimal, dan (5) anggapan bahwa akuntansi merupakan mata kuliah sulit menyebabkan nilai yang diperoleh mahasiswa kurang maksimal. Berdasarkan fakta tersebut, penggunaan komputer dalam pembelajaran memang sangat diperlukan. Karena itu, tulisan ini akan berisi dua paparan terkait komputer, yaitu: (1)bagaimana peran komputer sebagai media yang efektif dipergunakan dalam pembelajaran? Atau, dengan kata lain bagaimana komputer membawa kecerdasan dalam pembelajaran? dan (2) bagaimana komputer dapat membawa keprihatinan terkait penggunaannya dalam pembelajaran? Dengan demikian, tulisan ini diharapkan mampu memberi wawasan, gambaran,
dan pandangan tentang
komputer sebagai media yang memiliki nilai positif dan efektif bila dipergunakan
dalam pembelajaran dan sisi lain penggunaan
komputer dalam pembelajaran dapat membawa keprihatinan.
156
Komputer sebagai Media Pembelajaran Komputer merupakan bagian dari media pembelajaran. Istilah media berasal dari bahasa Latin “medius” atau “medium” sebagai bentuk jamaknya, yang berarti ‘antara’. Kata “antara” dimaknai
sebagai
sesuatu
yang
berisi
informasi
yang
menghubungkan sumber informasi dan penerimanya (Newby, et al., 2000: 100). Dengan demikian, media dapat diartikan sebagai sarana komunikasi. Istilah media apabila dikaitkan dengan pembelajaran menjadi satu ungkapan yang memiliki definisi tersendiri. Berikut ini empat ahli yang mendefinisikan istilah media pembelajaran secara berbeda. Pertama, Rossi & Breidle (1966: 3 dalam Depdiknas, 2009: 3) mengungkapkan bahwa media pembelajaran merupakan seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk media pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah. Kedua, Scram (1997 dalam Depdiknas, 2009: 3) menyatakan bahwa media merupakan teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Ketiga, Miarso (1989 dalam Depdiknas, 2009: 3) mengatakan bahwa media merupakan segala sesuatu yang dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, serta kemauan peserta didik untuk belajar. Keempat, Newby, et al., (2000:100) mendefinisikan
media
pembelajaran
sebagai
usaha
untuk
menciptakan komunikasi antara pengajar dan peserta didik terkait
157
dengan
penyampaian
substansi
materi
pembelajaran.
Kesimpulannya bahwa media itu dapat berupa alat atau sarana baik itu
bahan cetak maupun bahan berteknologi yang dapat
dipergunakan sebagai komunikasi antara pendidik dan peserta didik dalam menyampaikan substansi materi pembelajaran. Terkait dengan definisi, media pembelajaran memiliki ciri khusus yang melekat padanya. Ketiga ciri khusus media pembelajaran adalah ciri fiksatif (fixative property), manipulatif (manipulative property), dan distributif (distributive property) (Arsyad, 2010:12-15). Media pembelajaran memiliki ciri fiksatif karena media mampu merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Ciri ini melekatkan media sebagai sarana yang memungkinkan perekaman suatu peristiwa pada satu kurun waktu tertentu dan dipergunakan tanpa mengenal waktu. Dengan ciri ini, guru sebagai pengguna media pembelajaran mampu mengabadikan suatu peristiwa terkait pembelajaran, menyimpannya, dan menggunakannya dalam kurun waktu yang lain. Ciri manipulatif berhubungan dengan media pembelajaran dapat menghadirkan realitas yang memakan waktu lama menjadi lebih singkat dan menghemat waktu. Sebagai salah contoh ciri manipulatif pada media adalah menghadirkan pembelajaran metamorfosa pada katak atau kupu-kupu yang pada kenyataannya memakan waktu yang lama tetapi dapat dihadirkan dalam waktu
158
singkat. Selain itu, peristiwa metamorfosa dapat diputar ulang beberapa kali. Ciri yang ketiga adalah distributif. Ciri distributif media pembelajaran
dapat
ditinjau
dari
bagaimana
media
dapat
dipergunakan dalam pembelajaran dengan melibatkan sejumlah besar siswa. Tidak hanya kuantitas jumlah pembelajarnya tetapi ruangan dan lokasi pembelajaran dengan kapasitas besar dapat dikaitkan dengan ciri ini. Dapat disimpulkan bahawa ciri ini terkait dengan penggunaan media pembelajaran di seluruh penjuru tempat dengan jumlah pembelajar yang besar, dan dapat digunakan kapanpun. Ketiga penjelasan ciri media pembelajaran tersebut melekat pada jenis media pembelajaran komputer. Komputer berdasarkan jenisnya termasuk dalam kategori multimedia. Disebut multimedia karena komputer mampu memadukan sejumlah elemen tampilan baik teks, visual, audio, gambar, maupun efek animasinya dalam satu kesatuan. Variasi tersebut berdampak pada sejumlah guru yang memilih
menggunakan
komputer
sebagai
media
dalam
pembelajaran di kelas. Penggunaan komputer dalam pembelajaran sudah dimulai sejak tahun 1960an (Newby, et al., 2000: 164). Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran dikenal dengan istilah CAI (computer assisted instruction) atau CBI (computer based instruction).
Komputer
merupakan
mesin
dengan
berbagai
159
kegunaan dan dilengkapi dengan berbagai macam software pendukung pembelajaran, mulai dari pengolah kata, grafik, perangkat presentasi, data, lembar kerja, dan komunikasi internet (Newby, et al., 2000:62). Lebih dari itu, komputer mampu menggabungkan berbagai sistem atau elemen seperti teks, grafik, gambar, animasi, audio, video, dan CD. Penggabungan berbagai sistem itu dipandang sesuai dengan teori perkembangan kognitif seperti yang disampaikan Bruner. Bruner memandang bahwa perkembangan kognitif ditentukan oleh tiga hal yang dikenal dengan istilah enactive, iconic, dan symbolic yang mampu mendukung kehadiran komputer dalam pembelajaran (Smith, et al., 2009: 123). Komputer yang dilengkapi dengan gambar atau animasi
yang bergerak mampu memberikan
pengetahuan dari yang konkret sampai yang abstrak. Komputer dapat menjadi sarana visualisasi pengetahuan yang tidak mungkin dihadirkan secara langsung atau dapat menjadi jembatan antara dunia teori dan dunia realitas. Menghadirkan kekhasan suatu daerah di Indonesia dalam pembelajaran menjadi lebih mudah dibandingkan dengan melihat langsung ke lokasi yang belum tentu dapat menjamin keselamatan pembelajarnya, seperti menghadirkan “Erupsi Merapi” dalam pembelajaran. Komputer yang bukan barang mahal lagi pada saat ini dipandang sebagai sarana penting dalam pembelajaran. Komputer dipandang sebagai bagian dari perkembangan IPTEK yang perlu
160
dikuasai oleh para pendidik. Dampaknya penggunaan perangkat ini semakin meluas di berbagai instansi pendidikan khususnya sekolah-sekolah.
Penggunaan
komputer
dipandang
mampu
mengefisienkan waktu dan tenaga dalam pembelajaran. Komputer dapat dijadikan media pembelajaran dan sekaligus dapat menjadi jawaban atas berbagai hal terlebih mengetahui perkembangan di seluruh pelosok bumi melalui bantuan penggunaan internet sebagai koneksinya. Realitas Virtual Teknologi Komputer Kemolekan pembelajaran bermedia komputer dipahami sebagai hal-hal positif atau keuntungan menggunakan komputer sebagai
media
pembelajaran.
Pertama,
komputer
dapat
mengantikan peran guru sebagai pengajar. Peran guru yang dimaksud
adalah
komputer
dapat
memberikan
instruksi
pembelajaran, menyediakan sejumlah aktivitas pembelajaran, mengevaluasi respon pembelajar, menyediakan umpan balik, dan menyediakan aktivitas lanjut yang dibutuhkan pembelajar (Newby, et al., 2000: 164). Kedua, komputer mampu memberi peluang kepada pembelajar untuk mengendalikan laju atau kecepatan mereka belajar termasuk menentukan urutan pembelajaran. Bagi siswa yang lamban dalam menerima pembelajaran, komputer dapat mengakomodasi dan memberikan iklim yang lebih efektif karena
161
komputer dapat menjalankan instruksi seperti yang diprogramkan (Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto, 2011: 77). Selain itu, komputer tidak akan pernah bosan dan sangat sabar menjalankan perintah penggunanya termasuk siswa berkebutuhan khusus. Ketiga, komputer dengan memadukan penggunaan animasi grafik, warna, dan musik dapat menambahkan realisme bahan ajar (Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto, 2011: 77). Dengan memanfaatkan perpaduan tersebut, pembelajaran di laboratorium atau metode simulasi akan lebih mudah disajikan dengan media komputer. Keempat,
penggunaan
komputer
sebagai
media
pembelajaran oleh setiap siswa akan memudahkan para pengajar dalam memantau perkembangan kemampuan siswa (Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto, 2011: 77). Perkembangan kemampuan perorangan yang direkam komputer memudahkan guru dalam mencari jalan keluar bila siswa mengalami hambatan dalam menguasai satu bagian dari bahan ajar yang belum dikuasainya. Selain itu, komputer pun dapat memudahkan guru dalam mempersiapkan bahan ajar untuk seluruh siswa atau perorangan bahkan juga untuk siswa normal istimewa (Smaldino, 2011:173). Kelima,
komputer
sangat
membantu
siswa
yang
berkebutuhan khusus (Smaldino, 2011:173). Kebutuhan khusus yang dimaksud adalah siswa yang berasal dari latar belakang
162
budaya beragam dan kemampuan yang berbeda-beda dapat diatasi dengan menggunakan komputer sebagai media pembelajarannya. Keenam,
pembelajaran
dipandang
efektif
bermedia
komputer karena kekhasan yang dimilikinya, yaitu memunculkan pengalaman multisensorik (Smaldino, 2011: 173). Selama ini komputer dipandang lebih dapat mengakomodasi berbagai macam strategi pembelajaran bahkan komputer pun dapat dipergunakan untuk semua jenjang pengajaran, baik itu kegiatan belajar mengajar di kelas, remidi, atau pengayaan. Dengan multisensorik itu, komputer mampu memberikan ketahanan kepada siswa untuk lebih fokus atau perhatian dalam pembelajaran dan menjadikan siswa aktif berkegiatan sesuai instruksi yang diprogramkan. Ketujuh, komputer mampu memberikan ketersediaan materi dan umpan balik yang sesuai dalam pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa khususnya mata kuliah Menyimak sangat terbantu dengan adanya media ini. Menyimak menjadi sangat tepat sasaran dalam penyampaian materi mengingat bahan simakan disajikan dalam rekaman dan komputer dapat memenuhi kebutuhan ini (Rishe, 2011). Begitu juga dalam pembelajaran bahasa untuk keterampilan menulis. Komputer dipandang sangat mampu memberikan umpan balik atas kesalahan tulisan yang disusun pembelajar. Hal ini dibuktikan melalui penelitian eksperimental dengan melakukan pembelajaran secara tradisional dengan masukan guru dan pembelajaran menggunakan komputer. Hasil
163
penelitiannya, kelas eksperimen atau kontrol memiliki kemampuan menulis lebih baik dibandingkan kelas menulis dengan cara tradisional (Koorosh Jafarian, et al., 2012:146). Dapat disimpulkan bahwa kemolekan komputer terkait dengan penggunaan dan penggunanya. Penggunaan yang efektif dan tepat sasaran, seperti siswa yang berkebutuhan khusus, memuat bahan ajar yang sesuai tujuan pembelajaran, dirangkai dengan berbagai elemen pendukung, dan memfasilitasi pengalaman multisensorik membuat komputer sebagai media sungguh memiliki peran penting selain unsur guru, materi, siswa, dan evaluasi. Terlebih dalam pembelajaran bahasa, menulis dan menyimak akan lebih efektif apabila pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan media komputer. Ditinjau dari penggunanya dalam hal ini siswa, mereka menjadi lebih terbantu mengingat komputer mampu mengikuti ritme perkembangan pembelajaran mereka.Sama halnya dengan siswa, guru lebih terbantu lagi dalam pembelajaran karena kemampuan siswa baik secara individual maupun klasikal dapat terpantau sehingga dapat menentukan dan menyusun bahan ajar yang sesuai bagi siswa yang memiliki karakteristik berbeda-beda ataupun berkebutuhan khusus.
164
Ketidakmolekan Media Komputer dalam Pembelajaran Ketidakmolekan komputer dalam pembelajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Sudut pandang yang pertama berkaitan dengan pengaruh tradisi penggunaan komputer dalam pembelajaran. Pengaruh tradisi di sini adalah terbentuknya dua aliran pendidik, yaitu pendidik berorientasi tradisional dan berorientasi teknologi. Pendidik aliran pertama akan tetap bertahan menggunakan media tradisionalnya karena menganggap komputer sulit dipergunakan dan mereka sudah nyaman dengan metode pembelajaran yang digunakan saat ini sehingga kehadiran komputer tidak diperlukan (Thomas dan Kobayasi, 1987: 47). Pendidik kedua beranggapan bahwa komputer merupakan jalan keluar bagi pembelajaran yang efektif. Dengan demikian, pengklasifikasian guru atau pendidik terjadi hanya didasarkan penggunaan komputer. Guru yang tidak mampu menggunakan komputer dipandang sebagai guru tradisional dan tidak berorientasi pada teknologi pembelajaran. Media ini mampu mendukung pembelajaran yang bersifat konvensional tetapi tetap saja tidak dapat mengantikan peran guru yang mampu menciptakan situasi pembelajaran yang bernuansa cura personalis. Pembelajaran tidak semata-mata media, tetapi melibatkan afeksi dan interaksi antara guru dan siswa secara personal. Pengenalan akan setiap karakteristik siswa dalam
165
pembelajaran
hanya
dimiliki
oleh
pendidik
bukan
benda
berteknologi canggih yang tidak memiliki akal budi dan empati. Ketidakmolekan komputer dalam pembelajaran berikutnya adalah rasa keterpaksaan. Keterpaksaan yang dimaksud adalah orang tua nurid terpaksa memenuhi kebutuhan penyediaan pada sekolah tempat anak mereka dididik. Hal ini terkait proses pengembangan
pembelajaran
bermedia
komputer
yang
membutuhkan biaya besar untuk pengadaannya. Dampaknya sekolah mengedarkan surat punggutan kepada orang tua/wali tanpa terlebih dulu menanyakan kesanggupan para orang tua/wali siswa. Hal ini seperti yang terjadi di Sekolah SD Negeri 01 Ngemplak, Kecamatan Karangpandan. Memang orang tua mengharapkan anaknya mampu menggunakan komputer, tetapi tindakan salah pihak sekolah yang mengedarkan surat pungutan kepada wali murid dengan besaran berbeda tanpa adanya komunikasi terlebih dahulu(www.seputarIndonesia.com/edisicetak/content/view/49713 7, 23 Mei 2012 diakses 25 Mei 2012). Pemerintah saat ini menentukan tambahan penilaian kualitas kompetensi guru. Kompetensi yang awalnya terkait kompetensi kepribadian, profesionalitas, pedagodik, dan sosial ditambah dengan kompetensi pengguasaan atau pengunaan teknologi informasi (TI) dalam pembelajaran. Dalam hal ini guru diharapkan untuk
mampu
menyusun
perangkat
pembelajaran
dan
menggunakan media komputer dalam proses pembelajaran di kelas.
166
Akibatnya, para guru berusaha mengembangkan bahan ajarnya dan komputer dipergunakan dalam pembelajaran mereka di kelas dengan seadanya. Seadanya berarti menggunakan program sederhana yang mereka kuasai tanpa memikirkan dampak pemilihan program terhadap penguasaan materi pelajaran dari sisi siswa. Akibatnya, guru terpaksa dalam mengembangkan bahan ajar bermedia komputer dan tidak sedikit guru memanggil jasa pengembang media pembelajaran ini demi memperoleh penilaian kompetensi ini dengan baik. Tidak hanya guru yang mencoba memenuhi tuntutan pemerintah, sekolah-sekolah mulai melengkapi diri dengan menghadirkan media tersebut di instansi mereka. Kelas-kelas pembelajaran dirancang sedemikian rupa bahkan dengan label ruang multimedia tetapi tanpa memberikan bekal yang cukup kepada guru mereka tentang bagaimana menggunakan media tersebut dalam pembelajaran. Dengan kata lain, komputer bermakna positif apabila antar sekolah berupaya menyediakan media tersebut dalam pembelajaran dan menjadi bermakna negatif saat ketersediaan media pembelajaran itu tidak diikuti pelatihan pemanfaatan media tersebut dalam pembelajaran kepada para guru. Dalam hal ini media hadir demi membangun citra diri sekolah di masyarakat tanpa melengkapi kompetensi guru terkait penguasaan media tersebut.
167
Menciptakan bahan ajar yang sesuai standar atau bermutu tidaklah mudah terlebih dengan penggunaan media komputer ini. Walker
(1983
dalam
mengungkapkan
Thomas
dibutuhkan
dan
Kobayasi,
waktu
yang
1987:
lama
50)
dalam
pengembangannya. Hal ini disebabkan bahan tersebut pelu diuji coba terlebih dahulu hingga dapat dikatakan terstandar, baik segi isi atau unsur pendukung lainnya. Akibatnya, tidak hanya waktu yang lama dalam penyusunan bahan terstandar
tetapi dana yang
dibutuhkan untuk pengembangan ini juga tidak sedikit. Kegiatan
pembelajaran
di
kelas
lebih
mudah
diselenggarakan dan mampu dikombinasikan secara langsung dengan memadukan berbagai teknik pembelajaran. Namun, komputer tidak dapat memadukan pembelajaran yang menuntut atau melibatkan kemampuan dalam memberi penilaian atau keputusan, intuisi, improvisasi, dan daya kreatif siswa secara langsung (Thomas dan Kobayasi, 1987:50). Dengan demikian, guru tetap
memerlukan
pemikiran
berulang
kali
bila
hendak
menggunakan komputer sebagai media pembelajaran. Pembelajaran bermedia komputer akan membawa kesulitan apabila guru tidak dapat mengoperasikan komputer dengan baik. Mulai dari pengembangan konten materi ajar bahkan juga pengoperasiannya di kelas. Guru yang tidak mengenali perangkat ini akan membuang banyak waktu dalam mengkoneksikan media
168
tersebut dengan sumber listrik atau perangkat pendukung lain seperti LCD maupun sistem audio. Pendidik dan komputer mempunyai hubungan yang saling berkaitan. Maksudnya konten dalam perangkat lunak komputer tidak dapat dipakai dalam pembelajaran bila guru tidak menyusunnya dengan baik. Peran guru sebagai penyusun, pengembang media menjadi kunci penentu kebermanfaatan penggunaan komputer dalam pembelajaran. Gurulah yang mampu menilai kapasitas media tersebut apabila dipergunakan dalam pembelajaran.
Jangan-jangan
pembelajaran
dengan
media
komputer tidak mengaktifkan siswa dan membuat siswa bosan saat bahan ajar dipresentasikan dalam bentuk teks dengan tampilan Microsoft Word atau Microsoft PowerPoint. Selanjutnya, guru masa kini atau guru dikatakan modern bila mampu memanfaatkan media komputer dalam pembelajaran di kelas, tetapi bila dikaji lebih lanjut ternyata tujuan pembelajaran dan materi yang disampaikan pada siswa tidak tepat atau tidak optimal bila menggunakan media komputer. Sebagai salah satu bukti adalah pembelajaran bahasa Indonesia yang berupa meningkatkan keterampilan menyimak siswa. Ternyata, boneka kayu (Si Unyil atau Upin-Ipin?) jauh lebih optimal dipergunakan dalam pembelajaran tersebut dibandingkan dengan media lainnya. Hasilnya, media boneka mampu meningkatkan kemampuan
169
kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dalam keterampilan tersebut (Wimbuh, 2012). Berdasarkan ulasan di atas, sangat dipahami bahwa pembelajaran
bermedia
komputer
dapat
menimbulkan
permasalahan atau keprihatinan. Keprihatinan yang terkait instansi, bahan ajar, pendidik selaku pengembang dan pengguna media itu membuat
kompleks
permasalahan
yang
ditimbulkan
dari
penggunaan media komputer dalam pembelajaran. Lebih jauh lagi, demi memenuhi ketercapaian tujuan pembelajaran, komputer yang bersifat ”you get what you see” atau bermodel Word Perfect yang ”memorized” dijadikan sarana utama dalam pembelajaran padahal belum tentu materi sesuai dengan media yang dipilih dan juga belum tentu sesuai untuk meningkatkan kompetensi peserta didik. Oleh karena itu, diperlukan pemikiran ulang dalam penentuan dan penggunaan komputer sebagai media pembelajaran di kelas. Penutup: Virtualitas Kehidupan Real Paparan di atas jelas memberikan gambaran bagaimana pembelajaran menjadi molek bermedia komputer dan menjadi tidak molek pada sisi tertentu. Kemolekan pembelajaran bermedia komputer terkait sejumlah hal, yaitu (1) komputer dapat mengantikan peran guru sebagai pengajar; (2) komputer mampu memberikan peluang kepada pembelajar untuk menentukan kecepatan dan urutan pembelajaran; (3) penggunaan anomasi,
170
grafik, warna, dan musik dapat menambah nuasa realitas bahan ajar; (4) perkembangan kemampuan belajar siswa mudah dipantau guru dengan media komputer; (5) siswa berkebutuhan khusus sangat tertolong dengan media ini; (6) mampu menghadirkan pengalaman multisensorik; dan (7) mampu menyediakan materi dan umpan balik. Ketidakmolekan komputer sebagai media pembelajaran pun terkait sejumlah hal. Hal tersebut adalah (1) nuansa cura personalis tidak
nampak
pada
saat
pembelajaran
berlangsung;
(2)
menyebabkan berkembangnya rasa keterpaksaan dari sisi orang tua maupun guru sebagai pengembang konten materi pembelajarannya; (3) sekolah-sekolah berupaya menghadirkan media tersebut untuk memenuhi kualitas pembelajaran tanpa diikuti dengan pelatihan penggunaan media tersebut kepada para guru; (4) dibutuhkan banyak waktu untuk menghasilkan bahan ajar terstandar dengan media tersebut; (5) media ini tidak selalu pas dengan berbagai teknik pembelajaran termasuk pembelajaran yang mengembangkan kemampuan
siswa
dalam
memberikan
penilaian,
intuisi,
improvisasi dan daya kreatif siswa; dan (6) pada saat menggunakan media ini pun diperlukan pemikiran ulang, meski sudah menggunakan komputer belum tentu keberhasilan pembelajaran tercapai terlebih materi disampaikan dalam teks dengan program tertentu.
171
Dari
kesimpulan
di
atas,
banyak
hal
yang
perlu
direfleksikan kembali terutama bagi pendidik dan komponen sekolah
lainnya.
Apakah
media
komputer
sungguh
baik
dipergunakan dalam pembelajaran? Apakah perangkat tersebut sungguh membantu siswa dalam memahami konsep ilmu pengetahuan? Bagaimana dengan peran telepon genggam, termasuk SMS, yang juga merupakan bagian dari media pembelajaran? Jangan sampai komputer dipergunakan untuk meningkatkan citra diri
pengajar
dan
sekolah
tanpa
memperhatikan
dampak
pengikutnya termasuk para orang tua. Perlu diingat pepatah yang mengatakan “sepandai-pandainya tupai melompat, tetap akan jatuh juga” artinya secanggih apapun komputer dan digunakan dalam pembelajaran, tanpa memperhatikan konten dan peserta didiknya, pastinya tidak akan membuahkan pengetahuan atau keterampilan pada dan yang ada hanya kesia-siaan.
TEKNOLOGI PANGAN (HEWAN) KESAYANGAN Tony Handoko Universitas Katolik Parahyangan Intisari Memelihara anjing menjadi suatu hobi yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini. Perkembangan tersebut diikuti pula dengan perkembangan pakan anjing, yang selama ini selalu diimpor dari luar negeri dengan berbagai merk dan kualitas. Penyediaan pakan anjing dari dalam negeri masih sangat jarang karena kurangnya pengetahuan tentang teknologi dalam pembuatan dan kurangnya kemampuan dalam pemenuhan gizi. Oleh karena itu, formulasi dan penggunaan teknologi yang tepat guna merupakan dua hal utama yang harus dibangun agar industri pakan anjing dapat berkembang. Transfer teknologi vertikal merupakan langkah awal yang tepat dalam membangun industri pakan anjing, mulai dari skala rumah tangga. Transfer teknologi vertikal berbicara tentang perkembangan tahap-tahap penelitian dasar hingga tahap perekayasaan. Transfer teknologi tersebut perlu diintegrasikan dengan rekayasa produk kimia sebagai penentu arah dalam setiap tahapnya. Rekayasa produk kimia mengarahkan formulasi dan teknologi berdasarkan kebutuhan dari pengguna sehingga menghasilkan produk pakan yang baik dengan teknologi tepat guna yang sederhana. Integrasi kedua hal tersebut membantu scale-up alat utama berdasarkan teknologi yang tepat guna. Kata kunci: pakan anjing, rekayasa produk, scale-up, transfer teknologi vertikal.
174
Kemolekan Anjing dan Masalahnya Anjing merupakan salah satu jenis hewan peliharaan yang disukai oleh masyarakat karena kesetiaan, kelucuan, kepintaran, dan kemampuannya untuk menjadi sahabat manusia yang terbaik. Dalam perkembangannya, anjing tidak lagi menjadi "perabot" namun menjadi bagian dari sebuah keluarga. Manusia dan anjing pada dasarnya adalah pemburu dengan perbedaan penciuman anjing yang lebih tajam. Hal ini membuat manusia jaman dulu melakukan penjinakan terhadap serigala, cikal bakal anjing, agar mereka dapat melakukan perburuan yang berhasil. Seiring dengan berjalannya waktu, manusia melakukan pengembangan terhadap kualitas unggul anjing sesuai dengan kebutuhan yang spesifik. Hal ini membuat adanya berbagai macam jenis trah anjing seperti sekarang ini. Keunggulan tersebut nyata dalam kemampuan anjing, seperti mampu melindungi, mampu menjaga rumah, menjadi teman setia dan bermain, hingga rela berkorban untuk tuannya. Saat ini, memiliki anjing dapat dikatakan sebagai gaya hidup.1 Perkembangan anjing cukup menarik apabila dilihat dalam tahun-tahun terakhir ini. Hal tersebut terlihat dari kegiatan lomba dan acara-acara yang dibuat oleh pet shop maupun oleh himpunan pencinta anjing (PERKIN), bertambahnya klub-klub pecinta anjing dan jumlah pesertanya, bertambahnya peternak anjing yang disebut 1
Dalam bukunya berjudul Battle Hymn of the Tiger Mother, Amy Chua menunjukkan bahwa anjing dapat dipakai untuk melatih “sosialitas” di Amerika.
175
breeder, bermunculannya pusat latihan anjing, dan semakin diperbaruinya aturan-aturan dan syarat-syarat dalam pelatihan anjing. Menurut data PERKIN[2], Bandung memiliki 2.700 breeder dengan berbagai macam trah anjing yang setiap tahunnya mengadakan lomba secara rutin baik secara nasional maupun internasional. Jumlah tersebut belum termasuk pemilik anjing yang tidak terlibat dalam PERKIN. Dari perkembangan tersebut, segala macam kebutuhan, sarana dan prasarana untuk membuat anjing menjadi baik dan layak sebagai hewan peliharaan ikut berkembang pula. Salah satu kebutuhan mendasar yang harus diperhatikan adalah pakan anjing. Hal ini menjadi yang utama karena pakan anjing memiliki fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan jenis trah anjing, umur anjing, fungsi dari anjing yang bersangkutan, dan jenis kebutuhannya. Selama ini, pakan anjing banyak diimpor dari luar negeri, yaitu Thailand, Canada, dan lain-lain, dengan berbagai macam merk baik yang umum dijual di pasaran, seperti: Pedigree, Alpo, Eukanuba; maupun yang melalui distributor-distributor khusus, seperti: Juriken, Royal Canine, Gold Eagle. Semua jenis merk pakan anjing tersebut memiliki komponen-komponen gizi yang sama yaitu: protein, lemak, karbohidrat dengan komposisi yang hampir sama dan dibuat dari daging yang umum ada di pasar. Pakan impor
2
PERKIN. 2009. Data Anggota PERKIN. Bandung.
176
tersebut berharga mahal dan kadang memiliki kandungan gizi yang kurang cocok dengan anjing-anjing di Indonesia. Melihat hal tersebut, merupakan suatu kesempatan yang besar apabila pakan anjing tersebut dapat dipenuhi dari dalam negeri. Sayangnya, pakan anjing yang ada di dalam negeri umumnya tergantung selera dari pemilik sehingga menjadi bias dalam kandungan gizi, biaya, dan tidak ekonomis untuk industri. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang pemenuhan gizi dan teknologi pembuatan pakan anjing Indonesia.
Teknologi
pembuatan
pakan
anjing
di
umumnya
menggunakan teknologi ekstrusi untuk pencampuran bahan baku. Teknologi tersebut mahal karena menggunakan ekstruder yang memiliki biaya operasi tinggi. Oleh karena itu, ada dua hal yang menjadi masalah utama yaitu bagaimanakah formula dasar yang harus dibuat agar pemenuhan gizi dalam pakan anjing dapat dipenuhi? bagaimanakah perancangan proses non-ekstrusi dengan alat yang tepat guna untuk mensubstitusi ekstruder? Formulasi pakan dan teknologi tepat guna adalah dua hal yang harus dibangun sebagai langkah awal untuk industri pakan anjing dengan skala rumah tangga. Upaya pembangunan langkah awal tersebut memerlukan langkah-langkah yang jelas dan sistematis agar proses formulasi dan penggantian teknologi berjalan dengan baik dan produk diterima oleh konsumen. Langkah-langkah
177
tersebut menggunakan transfer teknologi vertikal yang terintegrasi dengan rekayasa produk kimia.
Transfer Teknologi Vertikal Transfer teknologi vertikal merupakan aliran knowledge dan know how dalam rantai penelitian dan pengembangan serta inovasi teknologi yang ditransfer ke industri. Transfer teknologi vertikal berjalan mulai dari penelitian dasar, terapan, pengembangan, hingga produksi skala besar.[3],[4] Transfer teknologi tersebut akan menghasilkan informasi tentang formula makanan anjing yang sesuai dengan kebutuhan, rangkaian proses serta alat non-ekstrusi yang cocok untuk industri rumah tangga, serta scale-up alat yang digunakan. Blakeney (1986) mendefinisikan transfer teknologi sebagai proses pemindahan suatu teknologi dari transferor kepada transferee yang dapat dilindungi oleh hukum.[5] Sedangkan Suharto (2009) menyatakan secara detail bahwa transfer teknologi merupakan transfer batang tubuh pengetahuan yang terpadu dan pengalaman yang berkaitan erat dengan teknologi proses, alat, mesin dan produk barang dan jasa pelayanan yang mempunyai 3
Ign. Suharto. 2009. Diktat Kuliah Manajemen Transfer Teknologi. Program Magister Sarjana Teknik Kimia UNPAR. Bandung. 4 K. Ramanathan. An Overview of Technology Transfer and Technology Transfer Models, Asian and Pacific Centre for Transfer of Technology, www.businessasia.net. Maret 2011. 5 Transfer of Technology, UNCTAD series on issues in international investment agreements, New York and Geneva. United Nations. 2001.
178
kadar teknologi tinggi dan berhubungan dengan teknologi proses bahan baku dan ketrampilan sumber daya manusia untuk menghasilkan produk dan barang tertentu, ketrampilan dan keahlian (humanware) untuk menjamin bahwa fasilitas produksi (technoware) telah tersusun sehingga keterlibatan kelembagaan R & D (organoware) untuk perbaikan masalah proses dan alat (infoware) dan produk barang sangat diperlukan.[6] Dalam pelaksanaannya,
transfer
teknologi
tersebut
membutuhkan
manajemen transfer teknologi yang terdiri dari 4 komponen yaitu teknologi wujud ketrampilan (humanware), teknologi wujud benda atau fasilitas (technoware), teknologi wujud dokumen (infoware), dan teknologi wujud kerangka kerja (organoware).[7] Rekayasa Produk Kimia Agar
pelaksanaan
transfer
teknologi
vertikal
tepat,
penelitian harus didasarkan pada kebutuhan dan minat dari masyarakat atau konsumen. Hal ini akan membantu dalam terjadinya
perpindahan
pengetahuan
antara
transferor
dan
transferee sehingga transfer teknologi berjalan sukses. Kesesuaian antara penelitian dengan kebutuhan dan minat masyarakat atau konsumen tersebut diperoleh melalui rekayasa produk kimia. Warren (2009) mengklasifikasikan produk-produk kimia menjadi 6 7
Ign. Suharto. 2009. op.cit.. Ibid..
179
tiga jenis yaitu: produk kimia dasar seperti biomaterial, polimer; produk-produk industri seperti film, kertas, pasta, krim, dan lainlain; dan configured consumer products seperti alat dialisis, kosmetik, Post-It, dan lain-lain.[8] Sedangkan Costa, dkk (2006) mengklasifikasikan produk-produk kimia menjadi 6 jenis yaitu: produk kimia khusus (contoh: surfaktan), produk formulasi (contoh: kosmetik), produk berbasis bio (contoh: obat-obatan), alatalat medis, software proses kimia, dan consumer goods.[9] Produkproduk tersebut umumnya dibuat secara batch dan lebih tergantung pada kecepatan masuk ke dalam pasar dibandingkan dengan efisiensi dalam proses maupun integrasi panas.[10] Menurut Costa, dkk (2006), rekayasa produk kimia dalam teknologi produk terdiri dari tiga macam pilar yang saling terkait dan mempengaruhi, yaitu: piramida produk kimia, integrasi produk kimia dan rekayasa proses, serta pendekatan aneka ragam; yang dapat didekati dari dorongan teknologi, technology push, dan permintaan pasar, market pull. Dalam melakukan rekayasa produk
8
WD Seider, S Widagdo, J.D Seader, dan D.R Lewin. 2009. Perspective on Chemical Product and Process Design, Computers and Chemical Engineering 33, 930-935, Elsevier. 9 R. Costa, GD Moggridge, and P.M Saraiva. June 2006. “Chemical Product Engineering: An Emerging Paradigm Within Chemical Engineering”. AIChE Vol. 52, No. 6, Wiley InterScience. 10 E.L. Cussler, and Wei Jame. May 2003. “Chemical Product Engineering”. AIChe Journal vol.49, No. 5, Academic Research Library.
180
kimia, Cussler dan Moggridge (2000) memberikan 4 konsep utama dalam rekayasa produk, yaitu:[11], [12] 1.
Mendefinisikan kebutuhan (needs) dari masyarakat sebagai konsumen terhadap suatu produk. Hal ini untuk mencari kelebihan dan kekurangan terhadap suatu produk untuk menentukan perlu tidaknya suatu produk dikembangkan dan menentukan sifat serta siapa yang menjadi konsumen dari produk tersebut.
2.
Pencarian ide-ide terhadap produk yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai konsumen. Hal ini akan memberikan perbedaan antara produk satu dengan yang lain, terutama dengan pesaing.
3.
Melakukan seleksi dari ide-ide yang berkembang untuk menghasilkan
produk
unggulan.
Dalam
konsep
ini,
pertimbangan-pertimbangan dari berbagai macam sisi menjadi suatu hal yang harus dilakukan. 4.
Melakukan proses produksi untuk menghasilkan produk yang diinginkan.
Batasan dan Sistematika Kenyamanan Penelitian ini bertujuan melakukan integrasi transfer teknologi vertikal dan rekayasa produk kimia untuk mendapatkan 11 12
Ibid.. Cussler, E.L. and GD Moggridge. 2001. Chemical Product Design (Chp. 1). (USA: Cambridge University Press).
181
formula pakan anjing yang baik dan teknologi non-ekstrusi. Tahap awal integrasi adalah menentukan needs melalui survei terhadap peternak anjing (breeder) dan pemilik anjing (owner). Survei dilakukan di Bandung dan Padalarang. Peternak yang disurvei merupakan peternak anjing medium yang terlibat secara langsung dalam operasional sehari-hari dan sering mengikuti lomba. Pemilik anjing yang disurvei merupakan pemilik anjing yang benar-benar mengetahui perkembangan anjing serta terlibat secara langsung dalam penyediaan makanan dan perawatan anjingnya. Hasil survei digunakan untuk memunculkan ide-ide yang akan diseleksi untuk penelitian dasar dan terapan. Dalam penelitian ini terdapat empat pembatasan masalah. Pembatasan masalah yang pertama adalah pakan anjing yang dibuat adalah pakan untuk anjing berumur di atas satu tahun dan berukuran medium dengan kegiatan pemeliharaan atau santai. Pembatasan masalah kedua adalah penetapan formula pakan anjing hanya, menggunakan 2 macam bahan baku utama berupa daging dan tepung beras, tanpa penambahan aditif makanan. Pembatasan masalah ketiga adalah analisis kimia, dilakukan dengan metode proksimat untuk menguji protein, lemak, dan karbohidrat. Pembatasan masalah keempat adalah transfer teknologi vertikal yang dilakukan hingga tahap scale-up alat non-ekstrusi atau penelitian pengembangan.
182
Model transfer teknologi vertikal industri pakan anjing skala rumah tangga yang terintegrasi dengan rekayasa produk dapat dijabarkan dalam tahap-tahap sebagai berikut:
Identifikasi kebutuhan akan pakan anjing melalui survei kepada breeder dan owner. Identifikasi ini akan menentukan jenis dan pola makan yang umum digunakan bagi anjing, produk impor yang biasa digunakan untuk pembanding produk pakan
buatan
dalam
negeri,
hal-hal
yang
menjadi
pertimbangan dalam membeli pakan anjing yang dapat dikembangkan untuk informasi pemasaran produk.
Pemunculan dan seleksi ide. Dari hasil survei akan diperoleh data dan informasi yang dapat digunakan untuk menyusun formula yang sesuai kebutuhan, termasuk di dalamnya adalah pemilihan dan ketersediaan bahan baku sebagai sumber protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Teknologi untuk pembuatan pakan anjng juga menjadi pertimbangan, terutama untuk industri rumah tangga.
Formulasi sebagai tahap penelitian dasar dalam teknologi transfer vertikal. Formulasi dapat disusun berdasarkan survei dan seleksi ide yang dilakukan sebelumnya. Formulasi tersebut dapat diujicobakan dengan teknologi yang akan digunakan dalam produksi pakan anjing.
Desain proses dan alat pengganti teknologi ekstrusi untuk industri skala rumah tangga. Penggunaan ekstruder yang mahal
183
dapat diganti dengan teknologi non-ekstrusi, yaitu teknologi pembuatan biskuit kering. Teknologi ini menggunakan mixer untuk melakukan pencampuran, sebagai pengganti ekstruder. Adonan
yang terbentuk
kemudian
dapat
dicetak
dan
dipanggang dengan oven. Formula yang sudah dihasilkan dapat diujicobakan pada teknologi non-ekstrusi. Tahap ini dapat dikategorikan sebagai tahap penelitian terapan untuk melihat hasil formula dalam proses dan alat non-ekstrusi. Hasil analisis dari tahap ini dapat digunakan sebagai dasar untuk tahap berikutnya, yaitu tahap penelitian pengembangan.
Hasil analisis dari tahap penelitian terapan dapat dibandingkan dengan standar internasional pakan anjing atau standar gizi yang ditetapkan oleh dokter hewan atau standar pembanding dari pakan impor yang ada di pasar. Hasil yang memenuhi standar akan digunakan untuk scale-up alat. Tahap ini dapat dikategorikan sebagai tahap penelitian pengembangan. Tahap ini akan memberikan keluaran berupa model matematika untuk scale-up yang dapat digunakan untuk tahap manufaktur. Model transfer teknologi vertikal di atas disajikan pada gambar 1.
Identifikasi Kebutuhan yang Seia-Sekata Identifikasi akan kebutuhan pakan anjing dilakukan melalui kuesioner dan wawancara terhadap breeder dan owner. Breeder akan berpikir untung-rugi sehingga pemberian pakan kepada anjing
184
harus disesuaikan dengan keuntungan yang diperoleh dengan biaya operasional. Owner lebih berfokus kepada penyediaan pakan yang memiliki gizi yang cukup bagi anjing mereka. Owner yang sensitif dengan kenaikan harga pakan anjing akan melakukan perubahan terhadap pola makan maupun jenis pakan agar gizi tetap terpenuhi. Kuesioner yang dibuat bertujuan mendapatkan identitas dari responden agar sesuai dengan kriteria yang diinginkan dalam penelitian ini yaitu anjing berukuran medium, informasi produk pakan impor yang umum digunakan untuk benchmark dalam hal gizi, pertimbangan-pertimbangan responden dalam membeli pakan anjing sebagai pertimbangan dalam teknologi, dan kepuasan responden terhadap pakan impor untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan produk pakan impor.
Gambar 1. Model transfer teknologi vertikal industri pakan anjing
185
Hasil wawancara dengan breeder menyatakan bahwa pakan anjing impor cukup bagus, beberapa jenis pakan impor kurang cocok dengan kebutuhan anjing dan menimbulkan alergi seperti penyakit kulit dan bulu rontok. Harga pakan impor yang terlalu tinggi membuat breeder beralih dari pakan anjing kering ke pakan anjing yang dibuat sendiri, berupa daging mentah atau daging yang hanya direbus. Bagi breeder, penggunaan pakan anjing kering merupakan bentuk yang disukai karena praktis dalam penggunaan, penyimpanan, dan pembersihan. Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pakan anjing yang diinginkan breeder adalah pakan anjing kering dengan harga yang murah atau terjangkau. Pakan tersebut juga harus sesuai dengan biaya operasional sehari-hari, memiliki gizi yang cukup untuk pemeliharaan, dan tidak menimbulkan alergi atau penyakit. Hasil yang dapat disimpulkan dari kuesioner kepada owner yang memiliki anjing yang berukuran medium dengan fungsi pemeliharaan adalah: a.
Harga dan gizi memegang peranan utama dalam pertimbangan pembelian pakan anjing.
b.
Selera anjing juga menjadi perhatian sebagai ukuran kepuasan terhadap produk pakan anjing. Selama ini belum dirasakan dengan baik melalui produk pakan impor, yang ditunjukkan dengan seringnya anjing bosan dan adanya pembuatan pakan sendiri sebagai alternatif.
186
c.
Pakan anjing impor yang digunakan adalah jenis pakan anjing kering dengan merek Pedigree, Eukanuba, dan Best in Show. Dari hasil wawancara dengan breeder dan pengisian
kuesioner dari owner dapat diperoleh kesimpulan bahwa pakan anjing harus memiliki gizi yang cukup dengan harga terjangkau, tidak menimbulkan penyakit dan alergi, dan harus mampu membangkitkan selera makan anjing, serta bentuk pakan anjing adalah pakan kering. Ide untuk menghasilkan produk pakan anjing dengan kriteria tersebut dibagi menjadi dua, yaitu ide untuk formulasi dan ide untuk teknologi.
Ketepatan dalam Seleksi Ide Formulasi dan Teknologi Ide formulasi terkait erat dengan pemilihan bahan baku pakan anjing
yang memiliki gizi berupa protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral. Daging merupakan bahan makanan sumber protein utama yang dapat digunakan dalam formulasi pakan anjing. Daging yang digunakan adalah daging yang bukan first grade, yang artinya bukan daging segar dan rusak agar tidak menimbulkan penyakit bagi anjing. Ketersediaan daging dengan kriteria tersebut terdapat pada supermarket. Daging-daging yang tidak habis terjual dalam satu hari akan dikumpulkan oleh pihak supermarket dan diolah menjadi daging second grade yang dijual dengan istilah daging dog food.
187
Ada dua macam jenis daging dog food yang dijual di supermarket-supermarket yaitu daging sapi dan ayam. Penggunaan daging sapi memang lebih baik untuk pertumbuhan karena kandungan lemak dan protein yang tinggi, namun harga menjadi pertimbangan tertentu. Aroma daging sapi juga tidak sekuat daging ayam sehingga pembangkitan selera makan kurang dapat terpenuhi. Daging dog food ayam jauh lebih murah dari daging sapi dan ketersediaannya lebih stabil di supermarket. Daging tersebut juga sering dicampur dengan cakar ayam yang dapat menimbulkan aroma yang kuat bagi anjing sehingga meningkatkan selera makan. Karena
fungsi
pakan
anjing
yang
dibuat
adalah
untuk
pemeliharaan, penggunaan daging ayam menjadi pilihan yang tepat dari segi harga, ketersediaan, aroma, dan kandungan protein serta lemak. Sumber karbohidrat utama diperoleh dari beras sedangkan sumber vitamin dan mineral hanya disesuaikan dengan mineral dan vitamin dari daging dan beras saja. Harga produk pakan anjing akan terkait dengan canggih tidaknya teknologi yang digunakan. Pada umumnya, teknologi ekstrusi adalah teknologi yang digunakan untuk membuat pakan anjing. Teknologi ini membutuhkan alat yang cukup kompleks dalam konstruksinya, yaitu ekstruder. Biaya operasi dan perawatan dari alat tersebut mahal karena membutuhkan motor dengan daya yang besar. Hal ini kurang cocok apabila digunakan dalam industri skala rumah tangga. Formula pakan anjing yang bervariasi sesuai
188
dengan segmen yang membutuhkan juga membuat penggunaan ekstruder kurang fleksibel dan tidak efisien. Oleh karena itu, teknologi non-ekstrusi berupa teknologi pembuatan kue kering adalah teknologi yang dipilih untuk membangun industri pakan anjing dalam penelitian ini. Pencampuran daging dan beras akan menjadi adonan dengan penambahan air. Proses pencampuran tersebut sama dengan proses membuat kue kering yang dilakukan dalam mixer. Pencampuran dengan mixer tersebut dapat memberikan hasil yang baik karena desain dari impeller yang memungkinkan terjadinya homogenisasi campuran, dispersi tepung dengan daging, dan pengecilan ukuran daging. Teknologi ini hanya membutuhkan alat sederhana yang sudah umum dijual di pasar dan akan membantu dalam menekan harga produk pakan anjing.
Formulasi dan Desain Proses yang Cocok Hasil seleksi ide formulasi dan teknologi tersebut dilanjutkan dalam transfer teknologi vertikal penelitian dasar. Formulasi dilakukan dengan membuat rasio daging dan tepung beras 1:2 dan 1,5:1. Pengaduk dengan bentuk bunga yang beruji empat menghasilkan adonan yang homogen dan mengecilkan ukuran daging. Posisi pengaduk tidak berada di titik tengah wadah dengan tujuan menghilangkan kelemahan pada mixer batch jenis detachable bowl. Mixer jenis ini akan menimbulkan dead zone
189
pada sudut-sudut wadah karena tidak teraduk. Penggeseran posisi pengaduk dari titik tengah disertai dengan pemutaran wadah membuat pencampuran dapat terjadi dengan baik. Hasil pencampuran, baik rasio 1:2 maupun rasio 1,5:1, menghasilkan adonan yang agak lengket dan homogen. Tekstur dari adonan masih terlihat agak kasar karena tidak ada penambahan emulsifier. Adonan yang dibuat kemudian dicetak secara manual ke dalam loyang dan dimasukkan ke dalam oven untuk dimatangkan. Proses pematangan dilakukan dengan dua tahap yaitu 150oC selama 20 menit dilanjutkan 200 oC selama 10 menit. Selain konsistensi adonan, proses pematangan juga akan berpengaruh terhadap produk pakan anjing. Penggunaan temperatur yang terlalu tinggi dan lama akan membuat produk pakan anjing mengalami kerusakan gizi dan menjadi keras serta mengubah sifat-sifat fisikokimia dari bahan penyusun.
Hasil Pakan yang Higienis Kedua produk memiliki tekstur dan perubahan warna yang sama diakibatkan reaksi browning pada tepung beras. Kedua produk juga renyah karena terbentuk pori-pori selama proses pematangan dan pemadatan akibat uap air yang keluar. Aroma dari produk pakan tersebut tidak dapat diidentifikasi karena kesulitan dalam menerjemahkan aroma tetapi dapat dirasakan oleh anjing. Saat produk didekatkan dengan anjing, mereka menjadi tertarik
190
walaupun sudah diberi makan. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan bahan tepat dan kondisi proses pembuatan tidak menghilangkan aroma karena dapat membangkitkan selera anjing. Produk pakan anjing kemudian dianalisis kandungan protein, lemak, dan karbohidrat untuk dilakukan uji benchmark. Pakan anjing dianalisis kandungan protein dengan metode Kjedahl, lemak dengan metode Soxhlet, dan karbohidrat dengan metode Luff-Schoorl. Hasil analisis dibandingkan dengan standar Dr. Meadows dan disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis produk pakan anjing Kandungan
Rasio
Rasio
Standar pemeliharaan
Standar pertumbuhan, [9]
hamil/menyusui[9]
1:2
1,5 : 1
Protein
12,56 %
18,24 %
22 %
32 %
Lemak
8,03 %
16,43 %
8%
15 %
Karbohidrat 56,86 %
38,99 %
50 %
40 %
Dari hasil tersebut, formula 1:2 telah mendekati standar gizi dari Dr. Meadows dalam kandungan lemak dan karbohidrat. Kandungan protein yang diperoleh dari hasil penelitian lebih rendah karena karakteristik dari daging yang digunakan. Formula 1,5:1 tidak memenuhi standar gizi pemeliharaan, namun mendekati
191
standar untuk pertumbuhan, hamil atau menyusui dalam hal kandungan lemak dan karbohidrat. Dengan perhitungan kalori protein dan karbohidrat masing-masing 4 kkal/g dan lemak 9 kkal/g maka setiap 100 gram produk pakan dengan formula 1:2 mengandung 350 kkal. Hasil analisis kemudian dibandingkan dengan produk pakan impor yang diperoleh dari kuesioner. Perbandingan produk hasil penelitian dengan pakan impor disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Perbandingan produk dengan pakan impor Kandungan
Formula 1 : 2
Pedigree
Eukanuba
Best in Show
Protein
12,56 %
Min. 18 %
Min 26 %
Min 29 %
Lemak
8,03 %
Min. 10 %
Min 18 %
Min 18 %
Karbohidrat
56,86 %
-
-
-
Produk hasil penelitian hampir mendekati batas minimal kandungan protein dan lemak dari pakan impor merek Pedigree. Merek Eukanuba dan Best in Show memiliki batas minimal kandungan protein dan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk hasil penelitian maupun standar dari dokter hewan. Kandungan karbohidrat tidak dapat dibandingkan karena tidak ada data pada kemasan ketiga merek pakan impor. Produk pakan anjing
192
hasil penelitian dengan formula 1:2 diujicoba kepada 6 ekor anjing medium, yaitu anjing Siberian Husky. Anjing Siberian Husky merupakan anjing yang tergolong pintar dan mudah berubah selera makan sehingga sangat cocok untuk ujicoba pakan hasil penelitian. Selera makan anjing stabil dan anjing tidak pernah bosan. Kotoran anjing juga berbeda setelah penggunaan pakan formula 1:2. Kotoran anjing saat menggunakan pakan impor sangat lembek dan sangat bau, serta anjing kadangkala diare. Penggunaan pakan formula 1:2 membuat kotoran anjing tidak lembek, tidak bau dan anjing tidak pernah diare. Berdasarkan hasil tersebut, penggunaan bahan baku dan formula dalam penelitian telah sesuai dengan sistem pencernaan anjing. Teknologi yang digunakan membuat pakan anjing yang memiliki gizi yang cukup, tidak menimbulkan sakit atau alergi, dan tidak menghilangkan aroma dari pakan. Oleh karena itu, penggunaan teknologi non-ekstrusi menggunakan mixer dapat digunakan untuk menggantikan teknologi ekstrusi.
Scale-up Scale-up alat kemudian dilakukan karena analisis telah menyatakan bahwa teknologi non-ekstrusi dapat menghasilkan pakan
anjing
yang
berkualitas
baik.
Scale-up
bertujuan
menghasilkan model matematika yang dapat digunakan sebagai
193
perkiraan untuk menghitung ukuran alat berdasarkan kapasitas yang akan dibuat, khususnya mixer. Dalam proses pencampuran, pola aliran pencampuran bahan menjadi
sangat
kompleks sehingga sulit
untuk dilakukan
penghitungan. Oleh karena itu, analisis dimensi menjadi metode yang cocok untuk melakukan scale-up mixer. Dengan model mixer pada gambar 2, pola aliran dalam mixer kecil akan sama dengan mixer besar agar menghasilkan produk yang sama, yang artinya bilangan Reynolds kedua mixer tersebut sama. [13]
Gambar 2. Model mixer untuk analisis dimensi[14]
13
Bird, R.B., W.E Stewart, and E.N Lightfoot. 1960. Transport Phenomena. USA: Wiley International Edition, John Wiley and Sons. 14 Ib.id..
194
Dengan model mixer tersebut, Bird, dkk menyatakan bahwa: [15]
T1 T2 .....................................(1.1) D1 D2 H1 H 2 .....................................(1.2) D1 D2 D1 N 12 D2 N 22 .............................(1.3) Hasil analisis dimensi tersebut diterapkan pada mixer yang digunakan pada penelitian ini, yang dimodelkan dalam gambar 3. Dengan menggunakan persamaan 1.1 dan 1.2, untuk mixer kecil diperoleh:
T D1 H D
15
Ib.id..
20 2,5........................................(1.4) 8
5 0,625.....................................(1.5) 8
195
Gambar 3. Model mixer kue
Volume adonan (Va) yang akan diolah dalam mixer adalah volume dari silinder dengan diameter mixer, T, dan tinggi H sedangkan volume adonan juga merupakan massa adonan (ma) dibagi dengan densitas adonan (ρa). Maka hubungan keduanya dapat dinyatakan dengan:
196
Va
m 1 T 2 H a .....................................(1.6) 4 a
Menggunakan persamaan 1.4 dan 1.5 untuk mensubstitusi T dan H pada persamaan 1.6 akan menghasilkan:
m 1 (2,5) 2 D 2 0,625D a .....................................(1.7) 4 a 0,97D 3
ma
a
........................................................(1.8)
Persamaan 1.8 merupakan model matematika sederhana yang dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran mixer. Harga massa adonan ditentukan berdasarkan kapasitas yang diinginkan. Kapasitas tersebut dapat ditentukan melalui jumlah produk pakan anjing yang akan dijual atau dari jumlah bahan baku yang akan digunakan. Apabila kapasitas produk pakan anjing sebagai dasar perhitungan maka massa adonan adalah 1,2 kali dari massa produk yang diinginkan. Hal ini disebabkan setelah pemanasan massa adonan akan berkurang rata-rata sebesar 20% menjadi produk pakan anjing. Densitas adonan diperoleh dari data densitas formula yang diinginkan, yang dapat diperoleh dari percobaan. Oleh karena itu, persamaan 1.8 dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran mixer dengan berbagai jenis formula pakan anjing. Ukuran
impeller
dapat
menggunakan
perbandingan
diameter impeller bunga (d) terhadap tinggi impeller bunga (I).
197
Diameter impeller bunga (d) yang diperoleh pada penelitian adalah 4,5 cm sehingga perbandingan ukuran impeller adalah: d 4,5 0,64.......... .......... .......... .......(1.9) I 7
Seluruh adonan yang akan dicampur tidak boleh merendam seluruh impeller karena akan memperberat kinerja motor dan proses pengecilan ukuran daging tidak dapat terjadi. Selain itu, tepung yang digunakan dapat berhamburan pada saat pengadukan. Akibatnya, tinggi adonan dan tinggi impeller bunga memiliki batas perbandingan yaitu: H 5 0,7.......... .......... .......... .......(1.10) I 7
Persamaan 1.9 dan 1.10 memberikan hubungan ukuran impeller dengan ukuran mixer sebagai berikut: d 0,64 0,9.....................................(1.11) H 0,7 Model matematika di atas merupakan model matematika sederhana yang dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran mixer dan impeller untuk kapasitas yang lebih besar. Perlu diperhatikan bahwa persamaan tersebut merupakan persamaan sederhana yang belum menghubungkan antara kecepatan putar impeller, konsistensi adonan, dan daya dengan ukuran mixer.
198
Transfer teknologi vertikal pakan anjing yang dilakukan dalam penelitian ini juga memenuhi empat komponen utama yaitu technoware, humanware, infoware, dan organoware. Technoware dalam pakan anjing ini dinyatakan dengan penggunaan teknologi non-ekstrusi, yaitu mixer. Teknologi yang digunakan adalah teknologi yang sederhana dan mudah sehingga dapat diterapkan oleh transferee. Humanware yang terlibat dalam pelaksanaan transfer teknologi vertikal merupakan tenaga yang profesional, terdidik, dan berpengalaman. Hal ini disebabkan kebutuhan pengetahuan akan material dan teknologi untuk melakukan formulasi dan perubahan teknologi ekstrusi menjadi teknologi non-ekstrusi. Pengetahuan di bidang teknik dan kimia merupakan keharusan dalam transfer teknologi vertikal tersebut. Infoware yang muncul dalam pakan anjing tersebut adalah formulasi pakan anjing dan model matematika untuk scale-up mixer. Infoware ini terkait dengan technoware dan akan memudahkan humanware untuk melakukan pengembangan dan optimasi. Pelaksanaan transfer teknologi ini juga melalui tahaptahap yang sistematis, dari identifikasi kebutuhan hingga scale-up, yang merupakan bagian dari organoware.
199
Teknologi Pakan, Taman Indonesia (di)Indah(kan) Membangun industri pakan anjing dalam negeri merupakan suatu peluang yang baik seiring dengan perkembangan minat masyarakat terhadap hewan peliharaan. Pembangunan tersebut membutuhkan langkah awal yang tepat agar industri dapat berjalan dengan baik, mulai dari skala rumah tangga hingga skala besar. Transfer teknologi vertikal yang terintegrasi dengan rekayasa produk kimia dapat menjadi jawaban bagi pembangunan industri tersebut. Integrasi keduanya dapat memberikan langkah-langkah sistematis untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan minat masyarakat,
penggunaan
teknologi
yang
tepat
guna,
dan
pengembangannya hingga skala besar. Integrasi tersebut juga membantu dalam melakukan scale-up alat sederhana sesuai dengan kapasitas produk yang diinginkan. Namun, kontinuitas ketersediaan bahan baku perlu menjadi pertimbangan untuk produksi.
TEKNOLOGI TEMPUR USA SISTEM PAKAR MADIUN Lorensius Anang Setiyo W Universitas Widya Mandala Madiun
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, di mana banyak pulau-pulau yang tersebar yang dikelilingi oleh lautan. Untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas pemerintahan perlu dukungan dari militer, jika terjadi kemungkinan gangguan dan ancaman baik dari luar maupun dalam negeri sendiri. TNI Angkatan Udara memiliki peranan yang baik untuk mengatasi permasalahan di atas, salah satu contohnya pengamanan udara di sekitar perbatasan sangat vital. Kekuatan udara sangat penting, keberadaan pesawat tempur akan selalu diperhatikan, sistem perawatan yang rutin dan kesiapan untuk operasional pada pesawat sebelum melakukan penerbangan harus memiliki kesiapan yang cukup tinggi. Menarik bahwa sejak masa kolonial Lanud Iswahyudi telah dijadikan pangkalan militer dengan nama Maospati dan ketika
202
pecah perang Pasifik 1941 dijadikan basis kekuatan tentara Sekutu di Pulau Jawa. Semasa pendudukan Jepang, pangkalan ini digunakan untuk menyimpan berbagai jenis pesawat buatan Jepang. Bahkan dalam operasi perebutan Irian Barat, pangkalan ini dipakai sebagai lapangan udara utama (lanuma). Di samping itu, Madiun juga telah dikenal sebagai bangsal pertukangan kayu untuk kereta api dan saat ini menjadi pabrik pembuatan kereta api yang dikelola PT Industri Kereta Api (Inka). Di sana pula kini sedang dipersiapkan Sekolah Tinggi Kereta Api yang akan mencetak insinyur-insinyur perkereta-apian nasional. Kesiapan dan kemampuan tempur yang tinggi memerlukan kesiapan dan pemeliharaan yang rutin, kesiapan dan kemampuan ini bukan saja dari segi mesin pesawat, tetapi sumber daya manusia atau teknisi mesin pesawat perlu kesiapan dan kemampuan yang tinggi pula. Saat ini pemeliharaan pesawat yang dilakukan di Skatek 042 Lanud Iswahjudi, Madiun, untuk melihat prosedur gejala dan solusi jika terjadi kerusakan masih menggunakan buku manual atau Technical Orders (TO). Hal ini akan menjadi kesulitan bagi personil bengkel dalam melakukan perbaikan dan perawatan, pekerjaan menjadi lambat dan dapat mengganggu proses kesiapan penerbangan. Start engine merupakan prosedur pertama kali yang dilakukan sebelum melakukan penerbangan dan merupakan salah satu tugas pokok dalam kesiapan tempur (Combat Readiness),
203
untuk memastikan bahwa pesawat yang ada siap untuk melakukan penerbangan dalam keadaan sempurna tanpa ada gangguan mesin. Jumlah personel teknisi yang ada, sangat kurang memadahi dibanding dengan jumlah rata-rata perbulan pesawat F-16 yang mengalami gangguan sekitar 2 sampai 3 tiap bulan. Untuk menangani permasalahan tersebut diperlukan alat bantu sebuah aplikasi sistem pakar diagnosis start engine pada pesawat F-16 untuk
type
mesin
F-100-PW-220/220E,
di
mana
dengan
dibangunnya sistem pakar ini diharapkan dapat membantu teknisi dalam menyelesaikan tugas dan permasalahan yang dihadapinya. Beberapa peneliti telah mencoba untuk menerapkan aplikasi sistem pakar baik dalam penerbangan maupun sebuah mesin, Eugene et.al (2010) dalam sebuah penelitiannya mengaplikasikan sistem pakar untuk mengevaluasi kondisi teknis dari pembangkit listrik pada pesawat terbang dengan tipe mesin TB-3-117 dan PS90A. Hasil dari penelitian ini adalah evaluasi deteksi pencarian serta pengukuran kondisi teknis dari pembangkit listrik status mesin pesawat, sedangkan Seref et.al (2008) mengaplikasikan sistem pakar untuk pemantauan dan pengembangan automated engine health pada pesawat komersial dengan menggunakan metode fuzzy logic. Hasil dari penelitian ini memicu peringatan jika terjadi kegagalan yang terkait dengan komponen mesin dengan menyediakan deteksi kesalahan yang akurat serta pemeliharaan dalam rangka untuk meningkatkan keselamatan. Keuntungan dari
204
sistem baru ini tidak hanya untuk menghemat waktu, tetapi juga untuk mempertahankan pengetahuan ahli di perusahaan. Hal ini juga mencegah kesalahan manusia selama laporan evaluasi. Pemanfaatan aplikasi sistem pakar untuk mesin, Ogbeide et.al (2010) dalam penelitiannya mengaplikasikan sistem pakar untuk menentukan kapasitas produksi mesin di industri semen dalam rangka memenuhi produksi secara optimal. Sistem yang dibangun berbasis web dan hasil dari penelitian ini, sistem pakar yang dikembangkan lebih efektif dan akurat serta mampu menentukan kapasitas mesin untuk memproduksi antara 1 juta sampai 2 juta kantong semen. Sedangkan Yash et.al (2010) mengaplikasikan sistem pakar untuk mendiagnosis kegagalan dan perbaikan pada mobil, diharapkan dengan aplikasi ini dapat membantu dalam mendiagnosis kerusakan dan perbaikan mobil jika terjadi kerusakan. Kamarudin et.al (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Intelligent Transport System for Motorcycle Safety and Issues” mengaplikasikan sistem pakar pada bidang keselamatan terhadap pengendara kendaraan sepeda motor. Aplikasi sistem pakar yang dibangun dapat membantu dalam meningkatkan keamanan, dimana sistem dapat beradaptasi dengan kecepatan, sistem dapat memantau pengendara dalam mengendarai sepeda motor, fasilitas peringatan kecelakaan, dan meningkatkan visibilitas.
205
Sistem Pakar (Expert System) Sistem pakar sendiri umumnya dianggap sebagai cabang kecerdasan buatan dengan basis pengetahuan. Sistem ini dapat berfungsi sebagai seorang ahli untuk membuat keputusan. Menurut Ibrahiem et.al (2009) definisi sebuah sistem pakar adalah sebuah program komputer interaktif yang menggabungkan penilaian, pengalaman, aturan praktis, intuisi dan cara lain untuk memberikan saran yang kompeten pada berbagai tugas. Hal ini dapat digambarkan sebagai teknologi perangkat lunak baru yang memungkinkan formalisasi dan representasi pengetahuan dan keahlian. Menurut Yash (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Approach towards Car Failure Diagnosis-An Expert System” mengatakan bahwa sistem pakar merupakan cabang dari ilmu kecerdasan buatan, yang mempelajari bidang pengembangan dan pelaksanaan program komputer yang dapat bertindak dan bekerja seperti otak manusia yang dapat memperoleh pengetahuan dan mengembangkan kecerdasan mereka sendiri untuk bertindak sesuai dalam situasi yang mungkin sebagian atau sama sekali baru. Menurut Josephine M.S et.al (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Software error detection and correction (SEDC) using layer based approach in expert system” berpendapat bahwa sistem
pakar
menawarkan
solusi
untuk
masalah
yang
pemecahannya menggunakan basis pengetahuan yang memerlukan
206
keahlian manusia. Sistem pakar merupakan program komputer yang mensimulasikan perilaku orang atau organisasi yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu. Secara umum, sistem berisi tentang basis pengetahuan yang diakumulasikan ke dalam pengalaman dan satu set aturan untuk menerapkan dasar pengetahuan setiap situasi tertentu yang dijelaskan dalam sebuah program. Dalam penelitian lainnya yang dilakukan Sridhar et.al (2010) mengatakan bahwa sistem pakar adalah software yang bisa untuk
menjawab
pertanyaan,
masalah
atau
ketidakpastian,
memperjelas mana solusi permasalahan yang perlu dikonsultasikan untuk memberikan solusi yang baik. Berbagai metode yang tersedia saat ini dapat digunakan untuk mensimulasikan kinerja sistem pakar. Sistem pakar berperan di hampir setiap bagian dari kehidupan manusia yang lebih besar. Sistem pakar mungkin berguna untuk melaksanakan pekerjaan rutin, terutama pekerjaan yang lebih sulit. Roventa dan Spircu (2008) dalam bukunya menyebutkan bahwa sistem pakar terdiri dari lima komponen aturan dasar yang ada diantaranya: 1. Knowledge based: pada bagian ini berisi tentang domain pengetahuan yang merepresentasikan aturan produk dari IFTHEN.
207
2. Facts Base: merupakan
aturan atau fakta-fakta yang
tersimpan dalam database yang berisi data yang akan digunakan untuk mencocokkan bagian pada apakah aturan yang disimpan dalam basis pengetahuan. 3. Inference engine: yang melakukan penalaran dengan menghubungkan aturan dengan fakta, dan menyimpulkan fakta-fakta baru. 4. User dan Developer Interface: User Interface adalah sebagai sarana komunikasi antara pemakai dengan sistem, sedangkan Developer Interface merupakan antarmuka pengembang dalam kebutuhan untuk memodifikasi basis pengetahuan dan untuk menyimpan pengetahuan dalam Data Base Management System (DBMS) eksternal. Antarmuka
ini
biasanya
menyertakan
editor
basis
pengetahuan, alat bantu fasilitas debugging dan input atau output. 5. Explanation Module: modul ini memungkinkan pengguna untuk
bertanya
bagaimana
sistem
pakar
mencapai
kesimpulan tertentu, dan mengapa sebuah fakta yang spesifik diperlukan.
208
Knowledge base
Facts base
External database
Inference engine
External program Explanation module User interface Developer interface user Domain
Knowledge
expert
enginear
Gambar 1. Struktur expert system. (Roventa dan Spircu, 2008)
Sedangkan Knowledge Management merupakan sebuah proses yang membantu sebuah organisasi dalam mengidentifikasi, memilih, mengatur, menyebarkan, dan mentransfer informasi penting dan keahlian yang merupakan bagian dari memori organisasi terstruktur.
yang biasanya Penerapan
berada dalam
Knowledge
organisasi
memungkinkan
secara dalam
pemecahan masalah yang efektif dan efisien, dengan pembelajaran yang dinamis, strategis dan pengambilan keputusan (Turban dan Volonino, 2010). Knowledge Management dalam sistem pakar menunjukkan bagaimana pengetahuan itu didapat, knowledge
209
acquisition yaitu bagaimana mendapatkan proses, mengatur dan pembelajaran pengetahuan, bagaimana pengetahuan tersimpan, knowledge representation yaitu pengetahuan yang telah di dapat, disimpan dan di dokumentasikan agar pengetahuan yang ada dapat digunakan oleh anggota organisasi lainnya, dan bagaimana pengetahuan dipulihkan, reasoning yaitu dilakukan pemulihan update dari teknologi yang baru juga di perlukan untuk mendapatkan informasi yang terkini (Jidal, 2010 dan Watcharachai, 2009). Tentang Pesawat F16 Pesawat F-16 merupakan salah satu jet tempur paling canggih yang dimiliki Negara Indonesia saat ini. Pesawat ini memiliki
kombinasi kekuatan dan kemampuan manuver yang
bagus. Pesawat F-16 relatif mudah untuk terbang tetapi ada yang mengatakan lebih mudah dari pesawat Cessna, tetapi hal ini tidak berarti bahwa pilot hanya dapat duduk santai dan mengendarainya. Meskipun kokpit F-16 dirancang untuk memberikan beban kerja pilot sekecil mungkin tetapi pilot masih harus memproses banyak informasi. Pesawat F-16 digunakan oleh banyak negara, sebagian besar yang telah membuat penyesuaian dari F-16 dengan versi yang baru. Ada empat jenis utama dari F-16 yaitu: F-16A, F-16B, F-16C dan F-16D. Jenis pesawat F-16B dan F-16D memiliki 3 pilot, pesawat ini biasanya dipakai untuk pelatihan penerbangan, sedangkan untuk jenis pesawat F-16A dan F-16C hanya satu pilot.
210
Perbedaan utama lainnya antara jenis pesawat F-16A dan F-16B dengan jenis pesawat F-16C dan F-16D adalah terletak pada sistem radar motor yang ditingkatkan (Mouthaan dan Quint, 2003). Start Engine merupakan salah satu prosedur dari banyak prosedur yang harus dilakukan pada teknisi Pesawat F-16. Prosedur ini selalu dilakukan pada saat pesawat
akan melakukan
penerbangan, tahap ini sangat penting untuk mengetahui kesiapan terbang dari pesawat F-16. Prosedur start engine merupakan prosedur pertamakali yang harus dikerjakan sebelum mengerjakan prosedur berikutnya. Yang termasuk pada prosedur start engine adalah: Engine Dieout, Hot Ground Start, Hot Air Start, dan Engine No Start. Perancangan Sistem Use Case Diagram Use case merupakan deskripsi level tertinggi bagaimana perangkat lunak akan digunakan oleh penggunanya. Dalam tahap analisis use case memiliki peranan yang sangat penting, selain itu juga penting dalam tahap perancangan (design), untuk mencari kelas-kelas yang terlibat dalam aplikasi, dan untuk melakukan proses pengujian (Nugroho, 2009). Actor yang terlibat dalam aplikasi perangkat lunak yang sedang dikembangkan ini terdiri dari 2 tingkatan, tingkatan pertama yaitu
pengguna
atau
teknisi
bengkel
yang
menghadapi
211
permasalahan kerusakan mesin pesawat, dan tingkatan kedua yaitu administrator atau komandan yang mengelola data pakar, mengawasi, dan menerima laporan. Gambar 1 merupakan gambar use case dari system atau perangkat lunak yang akan dibangun.
Gambar 2 Use case diagram SPSE-F16
Diagram Alir Sistem (Flowchart) Metode pelacakan dalam perancangan perangkat lunak yang dibangun menggunakan metode backward chaining dan forward chaining, dibawah ini merupakan diagram alir dari sistem yang dibuat. a. Diagram alir (flowchart) user umum
212
Diagram alir pada sistem yang digunakan user umum (bagian bengkel)
merupakan
diagram
alir
yang
menunjukkan
bagaimana flowchart dari proses yang terjadi dalam sistem yang dibangun yang berhubungan langsung dengan user umum. Bagaimana aliran proses jika menggunakan metode backward chaining dan forward chaining akan dijelaskan pada gambar 2. b. Diagram alir (flowchart) user administrator Diagram alir pada sistem yang digunakan user administrator merupakan diagram alir yang menunjukkan bagaimana user administrator
mengelola
data-data
serta
mengisi
data
pengetahuan yang di butuhkan user umum dalam melakukan proses identifikasi kerusakan pesawat. Gambar 3 merupakan gambar diagram alir pada user administrator.
213
Gambar 3. Flowchart user (umum)
Gambar 4. Flowchart administrator
214
Untuk diagram alir (flowchart) pengelolaan data technical orders, work package, procedure, result, corrective active, dan basis pengetahuan intinya sama yaitu terdapat pilihan tambah, edit, dan delete. Gambar 5 merupakan flowchart dari proses pengelolaan data.
Gambar 5. Flowchart pengelolaan data
Basis Pengetahuan Basis pengetahuan merupakan kumpulan aturan-aturan yang saling
berhubungan
satu
sama
lain.
Aturan-aturan
ini
direpresentasikan dalam bentuk persyaratan IF-Then. Pernyataan ini menghubungkan bagi premis (IF) dan bagian konklusi (Then). Basis pengetahuan
pada sistem pakar yang digunakan untuk
penelusuran forward chaning yang pertama adalah dengan memilih TO (technical order) kemudian pemilihan WP (work package), procedure, result sebagai premis dan corrective sebagai konklusi.
215
Jika tidak memenuhi premis maka akan dilanjutkan ke procedure berikutnya, sedangkan untuk penelusuran backword chaning proses pertama dengan melakukan pencarian corrective action, result, procedure, WP (work package), dan TO (technical order). Dalam artikel ini terdapat 4 permasalahan yang dibahas, diantaranya : Engine Dieout (ED), Hot Ground Start (HG), Hot Air Start (HA), dan Engine No Start (NS). Sebagai contoh table 1 merupakan table basis pengetahuan untuk Engine Dieout.
216
Tabel 1. Tabel basis pengetahuan Engine Dieout Kode T.O
No.WP
Kode Procedure
Kode Result
Kode Corrective
IF
THEN
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP01
EDR01
EDC01
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP02
EDR02
EDC02
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP03
EDR03
EDC03
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP04
EDR04
EDC04
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP05
EDR05
EDC04
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP06
EDR06
EDC05
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP07
EDR07
EDC06
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP07
EDR08
EDC07
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP08
EDR09
EDC08
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP09
EDR10
EDC09
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP10
EDR11
EDC10
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP11
EDR12
EDC11
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP12
EDR13
EDC12
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP13
EDR14
EDC13
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP14
EDR15
EDC14
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP15
EDR16
EDC15
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP16
EDR17
EDC16
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP17
EDR19
EDC18
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP16
EDR17
EDC16
T.O.2J-F100-41-3
WP05400
EDP17
EDR18
EDC17
217
Implementasi Antarmuka Halaman Depan Antarmuka pada bagian ini merupakan layout awal dari sistem pakar yang dibuat, pada gambar 6 terdapat beberapa fasilitas atau fungsi yang dapat dipilih oleh pengguna atau user. Menu utama dari halaman tersebut adalah home, forward chaining, backword chaining dan quest book, sedangkan pada bagian sidebars terdapat menu login untuk administrator atau pengguna. Fungsi lainnya adalah admin online dan share, ini merupakan tampilan tambahan untuk mengetahui siapa saja admin yang sedang online dan share informasi ke jejaring sosial. Pada halaman utama hanya menampilkan keterangan atau informasi tentang kerusakan sistem pakar.
Gambar 6. Interface halaman utama.
218
Antarmuka Login User dan Pakar Untuk semua pengguna atau user sebelum menggunakan sistem pakar ini diwajibkan untuk melakukan registrasi. Jika telah melakukan registrasi baik admin maupun pengguna berhak untuk akses dan penggunakan sistem pakar ini sesuai dengan hak akses yang telah diberikan. Jika dalam masukan user dan password terjadi kesalahan sistem akan menginformasikan bahwa user atau password yang di inputkan salah. Gambar 7 adalah layout halaman login sistem.
Gambar 7. Interface halaman login pakar
Antarmuka Pengelolaan Data Technical Orders Antarmuka pada pengolahan data technical orders tampil jika masuk sistem sebagai administrator. Tugas dari administrator adalah mengelola data-data technical orders yang berkaitan dengan permasalahan start engine. Didalam tampilan dihalaman ini terdapat menu tambah (add), edit data, delete data, dan tampilan (list) data yang telah di masukkan. Gambar 8 dan gambar 9 adalah tampilan antarmuka pengelolaan data technical orders dan
219
tampilan antarmuka jika akan menambah data technical orders yang baru.
Gambar 8. Interface halaman pengelolaan techical orders
Gambar 9. Interface halaman add data technical orders baru
Begitu pula untuk interface pengelolaan data work pack, data procedure, dan data result untuk proses input, edit, dan delete prosesnya sama dengan proses pengelolaan data technical orders.
Antarmuka metode Forward Chaining Antarmuka untuk diagnosis start engine pesawat dengan menggunakan metode forward chaining, Proses pertama yang
220
dilakukan pada metode ini dengan memilih technical order, gambar 10 merupakan tampilan untuk pilihan technical order. Metode penelusuran forward chaning dalam implementasinya menampilkan technical orders, work package, prosedure, result, dan pada akhirnya akan menampilkan correction active, selain itu juga di tampilkan gambar jika terdapat gambar pada correction active.
Gambar 10. Halaman Technical Order
Gambar 11. Halaman Work Package / problem forward chaining
Pada tampilan halaman work package/ problem pengguna memilih salah satu dari problem yang di hadapi, setelah memilih salah satu akan tampil halaman procedure (gambar 12), procedure yang pertama harus dipilih untuk memulai penelusuran kemudian akan ditampilkan pertanyaan result (gambar 13). Pada tampilan
221
result terdapat dua jawaban YES dan NO, jika pilihan pengguna NO, maka akan menuju halaman procedure berikutnya, jika jawaban YES, maka akan menuju tampilan corrective action (gambar 14).
Gambar. 12. Halaman penelusuran Procedure forward chaining
Gambar 13. Halaman penelusuran Result forward chaining
Gambar 14. Halaman penelusuran Corrective action forward chaining
Pada akhir proses ini akan ditampilkan hasil dari penelusuran yang telah dilakukan dan hasil laporan ini dapat di cetak dalam bentuk
222
file excel. Gambar 15 merupakan tampilan hasil akhir dari penelusuran, yang di tampilkan dari hasil akhir diantaranya nama dari user, works, tanggal konsultasi, technical order, procedure, result dan corrective.
Gambar 15. Halaman hasil penelusuran dengan forward chaining
Kesimpulan: Menara Angkasa Indonesia (di)Indah(kan) Manfaat dari aplikasi sistem pakar ini sangat membantu teknisi dalam penelusuran dan perbaikan pesawat serta mengetahui jenis kerusakan yang terjadi terutama pada start engine. Sedangkan pada pihak komandan dengan hasil atau laporan dari aplikasi ini, dapat mengetahui prosedur yang dilakukan oleh teknisi dalam menyelesaikan permasalahan apakah sudah sesuai prosedur yang ada atau belum. Berdasarkan hasil pengujian baik secara fungsional maupun pengujian pengguna dapat disimpulkan bahwa sistem telah
223
berjalan dengan baik, layak untuk dimplementasikan, dan sangat membantu personel Skatek 024 lanud Iswahjudi Madiun dalam menganalisis
kerusakan
atau
melakukan
corrective
active
khususnya pada start engine serta dalam melaksanakan prosedurprosedur perbaikan dengan mudah dan benar. Sistem pakar yang dibangun sesuai dengan kebutuhan informasi pengguna. Dengan menggunakan metode pelacakan forward dan backward chaining dapat menentukan identifikasi kerusakan pada kasus start engine mesin pesawat F16. Metode ini memudahkan pengguna dalam memberikan jawaban terkait dengan hasil identifikasi corrective active yang harus dilakukan oleh pengguna sistem. Dari hasil kuesioner, baik mengenai kualitas website, interaksi pengguna, dan interaksi program responden 60,1% mengatakan bahwa sistem yang telah dibuat baik, sedangkan yang mengatakan sangat baik 17,9%, dan yang mengatakan cukup baik 21,9%. Penting untuk diketahui bahwa pesawat F16 yang ada saat ini semuanya adalah hibah dari Amerika. Maka dibutuhkan perawatan yang berbiaya tidak sedikit, termasuk untuk meng-up grade-nya, agar dapat layak terbang. Berbeda dengan pesawat Hawk 200 yang dibeli dari Inggris pada tahun 1994, hibah F16 ini dicurigai sebagai ”syarat” untuk semakin melancarkan jalannya kepentingan ekonomi Amerika di Indonesia.
LAYANAN TINGGI PERGURUAN (di)INDAH(kan) Albertus Daru Dewantoro Unika. Darma Cendika Surabaya
Pendahuluan Sebagai suatu dampak globalisasi, perubahan di segala bidang terjadi secara terus menerus, dan perubahan tersebut berlangsung cepat dan tak terduga. Perubahan berlangsung secara cepat dirasakan oleh setiap individu maupun organisasi yang tidak terlibat pada perubahan tersebut. Perubahan juga terjadi secara tak terduga, karena sering kali perubahan tidak mampu diprediksi secara pasti. Perubahan terjadi tidak terkecuali pada tingkat kepuasan konsumen terhadap kualitas jasa layanan pendidikan tinggi. Kualitas kinerja layanan harus diupayakan untuk senantiasa ditingkatkan
agar
mampu
bersaing
dan
mempertahankan
eksistensinya. Pendidikan tingi dituntut untuk senantiasa semakin profesional dalam mengupayakan layanan yang optimal namun tetap
memperhatikan
kapasitas
institusi
sehingga
upaya
peningkatan kinerja layanan tidak membebani operasional institusi secara keseluruhan.
226
Kepuasan pelanggan dalam hal ini adalah mahasiswa merupakan salah satu kunci sukses suatu perguruan tinggi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Upaya perbaikan kinerja layanan dalam rangka memuaskan pelanggan haruslah dipahami bahwa semua keinginan konsumen tidak harus dipenuhi. Hal yang harus diperhatikan adalah kemampuan pendidikan tinggi untuk mampu mengidentifikasi keinginan dari pelanggannya. Lembaga pendidikan tinggi harus memperhatikan kualitas jasa (service quality) yang diberikan kepada mahasiswa sebagai pelanggan, sehingga kebutuhan mahasiswa dapat terpenuhi dengan memuaskan. Sumber pembiayaan Perguruan Tinggi yang disediakan oleh penyelenggara Perguruan Tinggi untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pendidikan tinggi agar sesuai dengan peranan, tugas dan fungsi Perguruan Tinggi sangat bergantung pada besaran dana yang dihimpun dari mahasiswa. Oleh karena itu Perguruan Tinggi perlu memperhatikan jumlah mahasiswa. Pada kenyataan yang terjadi saat ini ini masih banyak perguruan tinggi yang memiliki rata-rata jumlah mahasiswa dibawah 30 mahasiswa untuk setiap setiap program studi. Penting untuk diketahui bahwa jumlah mahasiswa di Indonesia saat ini baru mencapai sekitar 4,2 juta. Tahun 2013 diprediksi akan meningkat 4,6 juta (www.jpnn.com, 6 November 2012). Sementara jumlah dosen hanya berjumlah 165.331
227
(garduguru.blogspot.com, 28 Maret 2012). Sementara jumlah perguruan tinggi mencapai 3100 PTS (Perguruan Tinggi Swasta) dan 92 PTN (Perguruan Tinggi Negeri) (m.sindonews.com, 31 Desember 2012). Dengan adanya fenomena tersebut sangat penting untuk menyadari bahwa dewasa ini perguruan tinggi tidak hanya dituntut agar memiliki kemampuan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu secara akademik, melainkan keseluruhan program dari unit kerja atau lembaga-lembaga di perguruan tinggi harus mampu membuktikan kualitas yang baik serta didukung dengan laporan yang dapat dipertanggungjawabkan secara organisasi. Bukti prestasi, penilaian terhadap ukuran kinerja, keberhasilan alumni dalam mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang ilmunya, serta hasil penilaian juga dibutuhkan untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat. Untuk memenuhi tuntutan itu, maka Perguruan Tinggi perlu memperoleh kepercayaan masyarakat dengan jaminan mutu atau kualitas, pengendalian kualitas, serta perbaikan kualitas. Menurut Tjiptono (1996:131), ada tiga kemungkinan bentuk tuntutan yang dilakukan konsumen apabila tidak merasa puas atas kinerja layanan jasa suatu perusahaan: 1. Tuntutan dengan menyampaikannya secara langsung pada perusahaan. 2. Tuntutan dengan memberikan informasi kepada temannya mengenai kondisi buruk dari suatu perusahaan.
228
3. Tuntutan dengan bantuan hukum atau media massa seperti televise, radio, maupun koran dan majalah. Dari ketiga bentuk tuntutan konsumen tersebut, tuntutan dalam bentuk memberikan informasi kepada temannya dan tuntutan dengan bantuan hukum atau media massa harus dihindari karena dapat berimbas kepada turunnya nama baik kampus dan dapat berdampak pada perolehan jumlah mahasiswa pada tahun selanjutnya. Pentingnya Kualitas Pelayanan atau Service Quality Service dan quality adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia bisnis jasa dan sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Jasa (service) adalah tindakan atau kinerja yang menciptakan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut (Lovelock and Wright, 1999: 5). Kualitas merupakan tingkat kesesuaian dengan persyaratan, dalam hal ini persyaratan pelanggan. Total quality service merupakan konsep tentang bagaimana menanamkan kualitas pelayanan pada setiap fase penyelenggaraan jasa yang melibatkan semua personel yang ada dalam organisasi (Handriana, 1998). Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa: jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan atau dipersepsikan (perceived service) (Parasuraman, dkk, 1985).
229
Apabila perceived service sesuai dengan expected service, maka kualitas pelayanan bersangkutan akan dipersepsikan baik atau positif. Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih jelek dibandingkan expected service, maka kualitas pelayanan dipersepsikan negatif atau buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten yang dikutip (Tjiptono, 2005). Scientific Management yang Mengindahkan Kualitas Layanan Metode Servqual, Lima Gap, dan Dimensinya Servqual berasal dari kata service quality yang artinya kualitas layanan. Metode servqual dikenal pula dengan istilah Gap Analysis Model yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1990). Model ini dikembangkan dengan maksud membantu para manajer dalam menganalisis sumber masalah kualitas dan memahami cara-cara memperbaiki kualitas pelayanan. Pada gambar 3.1 garis putus – putus horizontal memisahkan dua fenomena utama: bagian atas merupakan fenomena yang berkaitan dengan pelanggan dari bagian bawah mengacu pada fenomena pada perusahaan atau penyedia jasa. Selain dipengaruhi pengalaman masa lalu, kebutuhan pribadi pelanggan dan komunikasi gethok
230
tular, jasa yang diharapkan (expected service) juga dipengaruhi komunikasi pemasaran perusahaan. PELANGGAN Komunikasi Gethok Tular
Kebutuhan Pribadi
Pengalaman Masa Lalu
Jasa yang Diharapkan GAP 5 Jasa yang Dipersepsikan
PEMASAR
GAP 1
Penyampaian Jasa
Persepsi Manajemen Atas Harapan Palanggan GAP 4
GAP 3 Spesifikasi Kualitas Jasa GAP 2
Persepsi Manajemen Atas Harapan Palanggan Gambar 3.1 Model Konseptual Servqual (Zeithaml, et al. (1990)
Sementara itu jasa yang dipersepsikan pelanggan (perceived service) merupakan hasil dari serangkaian keputusan dan aktivitas internal perusahaan. Persepsi manajemen terhadap ekspektasi
231
pelanggan memandu keputusan menyangkut spesifikasi kualitas jasa yang harus diikuti perusahaan dan diimplementasikan dalam penyampaian jasa kepada para pelanggan. Pelanggan mengalami proses produksi dan penyampaian jasa sebagai komponen kualitas berkaitan dengan proses (process-related qualioty) dan solusi teknis yang diterima melalui proses tersebut sebagai komponen kualitas
berkaitan
dengan
hasil
(outcome-related
quality).
Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar dibawah, komunikasi pemasaran bisa mempengaruhi perceived service dan expected service (Tjiptono, 2005). Fandy Tjiptono menyebutkan bahwa metode Servqual terbagi menjadi lima macam gap yang dijelaskan sebagai berikut: a. Gap 1 yaitu gap antara persepsi manajemen mengenai harapan konsumen dan harapan konsumen (knowledge gap). b. Gap 2 yaitu gap antara spesifikasi standar kualitas pelayanan dan persepsi manajemen terhadap harapan konsumen (standards gap). c. Gap 3 yaitu gap antara pelaksanaan penyampaian jasa dan spesifikasi standar kualitas pelayanan (delivery gap). d. Gap 4 yaitu gap antara pelaksanaan penyampaian pelayanan dan komunikasi eksternal (communications gap). e. Gap 5 yaitu gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap).
232
Berdasarkan Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, Fandy Tjiptono mengidentifikasi dan menyimpulkan dimensi Serqual sebagai berikut: 1. Bukti fisik (tangibles) Berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material
yang digunakan perusahaan, serta
penampilan
karyawan. 2. Reliabilitas (reliability) Berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan serta tepat sejak awal tanpa membuat kesalahan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang disepakati. 3. Daya tanggap (responsiveness) Berkaitan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu pelanggan dan merespon permintaan mereka. Karyawan juga menginformasikan kapan pelayanan akan diberikan dan kemudian memberikan pelayanan secara cepat. 4. Jaminan (assurance) Berkaitan
dengan
perilaku
karyawan
yang
mampu
menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan
perusahaan
bisa
menciptakan
rasa
aman
bagi
pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu
bersikap
sopan,
menguasai
pengetahuan
dan
233
keterampilan
yang dibutuhkan untuk menangani
setiap
pertanyaan atau masalah pelanggan. 5. Empati (emphaty) Berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. Dalam model Servqual untuk menghitung Servqual score dapat menggunakan perhitungan di bawah ini:
Servqual Score = Perception Score – Expectation Score
Semakin besar servqual score yang terjadi berarti perbedaan antara persepsi dan harapan konsumen terhadap kualitas pelayanan perusahaan semakin besar sehingga tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan perusahaan tersebut juga semakin tinggi. Sebaliknya semakin kecil servqual score, tingkat ketidakpuasan konsumen terhadap pelayanan perusahaan tersebut semakin tinggi. Quality Function Deployment Quality Function Deployment (QFD) adalah suatu alat untuk mendesain
dan mengembangkan
produk
baru
yang mampu
mengintegrasikan kualitas ke dalam desain, memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen (customer needs and wants) yang diterjemahkan ke dalam technical responses. Pada proses desain dan pengembangan
234
produk, QFD digunakan pada tahap evaluasi konsep-konsep produk (Green, 2002). Gambar matriks HOQ dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. The House of Quality ( Cohen, 1995: 187)
House of Quality sebagai tool dalam metode QFD, dimana langkah langkanya adalah sebagai berikut: 1
Penetapan Demand of Quality (What’s)/ Voice of Custumer/ Custumer Requirement, merupakan gambaran dari kebutuhan pelanggan terhadap atribut jasa yang diidentivikasi melalui nilai Gap yang terjadi diatas.
2
Penetapan Descriptors,
Quality bagian
Characteristic yang
(How’s)/
menerjemahkan
Technical keiinginan
pelanggan kedalam spesifikasi jasa yang dapat diukur. Dalam penyusunannya dilakukan bersama pihak manajemen kampus
235
dengan mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki. 3
Develop Relationship (What’s & How’s), semakin besar nilai korelasinya semakin penting pula atribut layanan tersebut bagi kepuasan pelanggan.
4
Develop Intererationship (How’s), untuk mengetahui korelasi masing-masing spesifikasi jasa.
5
Priotize Custumer Requirements, bagian ini yang nantinya dijadikan acuan kebutuhan pelanggan mana yang akan diperioritaskan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
6
Priotize Technical Descriptors, bagian ini yang nantinya akan menentukan bagian mana yang paling penting dan harus dilakukan perbaikan layanan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
Isu–Isu Layanan Indah Perguruan Tinggi Penyelenggara pendidikan diharapkan dapat memberikan pelayanan prima kepada peserta didik dengan prinsip perbaikan yang berkelanjutan, transparan, akuntabel dan jaminan mutu. Berdasarkan
Undang-Undang
Sistem
Pendidikan
Nasional,
Perguruan Tinggi dituntut untuk mempersiapkan diri dalam segala aspek terutama aspek pengelolaan. Pelayanan prima adalah paradigma baru di dalam dunia manajemen bisnis yang kemudian juga diadaptasi oleh dunia pendidikan. Inti dari pelayanan prima
236
adalah memberikan yang terbaik bagi para pelanggan, yaitu kepuasan pelanggan. Manajemen pendidikan juga dituntut untuk mengedepankan pelayanan prima tersebut. Di dalam hal ini, Perguruan Tinggi juga harus mempertimbangkan jasa apa yang akan ditawarkan kepada para pelanggannya dan apakah jasa tersebut bisa memuaskan pelanggannya. Dalam dunia pendidikan tinggi, yang dapat ditawarkan meliputi jasa yang terkait dengan hal akademik yaitu pelaksanaan Tri Dharma Pendidikan (pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat) dan pelayanan administrasi. Kedua jasa inilah yang disebut sebagai jasa pendidikan. Agar pelayanan akademik menjadi baik, maka syarat-syarat kualifikasi pendidikan yang baik juga harus dipenuhi. Misalnya, kualifikasi dosen yang baik, proses perkuliahan yang berkualitas, karya akademis dosen dan mahasiswanya bermutu, saranaprasarana yang memadai dan sebagainya. Di tengah persaingan antar lembaga pendidikan tinggi, maka pengakuan di tingkat nasional maupun internasional tentang kualitas lembaga menjadi sangat penting. Perguruan tinggi perlu suatu pengakuan terkait standart akademis atau Akreditasi yang dilakukan oleh BAN PT. Pengakuan kualitas akademis yang melibatkan BAN-PT merupakan suatu kewajiban bagi Perguruan Tinggi. Bahkan sudah ditentukan bahwa tahun 2014, semua program studi harus berakreditasi, kecuali prodi
237
yang baru saja didirikan. BAN-PT memiliki otoritas untuk menentukan mana prodi yang layak memperoleh pengakuan terakreditasi dan mana yang tidak. Melalui pengakuan ini, maka standart akademik PT tersebut tentu sudah dianggap layak sebagai lembaga penjual jasa pendidikan. Melalui standart kualifikasi A, B dan C yang diterapkannya, maka BAN-PT akan memberi kualifikasi sesuai dengan kenyataan riil di lapangan. Di dalam hal ini, kualifikasi akademik PT sangat penting. Semakin banyak prodi yang memperoleh skore A maka semakin baik kualifikasi lembaga pendidikan tersebut dan sebaliknya semakin banyak yang memperoleh C atau bahkan tidak terakreditasi, maka semakin rendah kualifikasi akademik lembaga pendidikan tersebut. Meninggikan
Layanan
Perguruan
yang
Masih
Belum
(di)Indah(kan) Dalam suatu studi penelitian yang dilakukan di salah satu perguruan tinggi Katolik di Surabaya, sejak pertama kali sampai saat ini Universitas tersebut berkomitmen memiliki kepedulian sosial untuk peduli terhadap pendidikan murah bagi mahasiswa yang kurang mampu, dan dapat dibuktikan dengan biaya perkuliahan yang terjangkau dan memiliki beberapa kebijakankebijakan berkaitan keringanan biaya dan kemudahan pembayaran. Namun sampai saat ini jumlah mahasiswa yang mendaftar di prodi
238
tertentu Universitas tersebut masih dibawah 30 mahasiswa dalam satu angkatan tahun pendaftaran. Dalam hal ini, salah satu faktor yang mungkin menyebabkan keadaan tersebut terjadi adalah ketidakmampuan Universitas tersebut dalam memberikan kepuasan terhadap mahasiswa dalam memberikan layanan yang prima. Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode Service Quality, menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan masih belum dapat memenuhi harapan para mahasiswa, terjadi negative gap pada semua bentuk layanan akademik, administrasi maupun penunjang akademik lainnya, hal tersebut dapat dihat pada gambar 5.1. Setelah mengetahui tingkat gap antara nilai persepsi dan harapan melalui metode Servqual, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis sebagai upaya mendesain dan mengembangkan kualitas
layanan
Perguruan
Tinggi
tersebut
yang
mampu
mengintegrasikan kualitas ke dalam desain, memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen (customer needs and
wants)
yang
diterjemahkan ke dalam technical responses dengan menggunakan matriks House of Quality sebagai tool dalam metode Quality Function Deployment. Melalui gambar 5.2, maka dapat diketahui nilai relative weight
custumer
requirement,
sehingga
Priotize
Custumer
Requirements dapat diketahui, bagian ini yang nantinya dijadikan
239
acuan kebutuhan pelanggan mana yang akan diperioritaskan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
Gambar 5.1. Nilai Persepsi, Nilai Ekspektasi, dan Nilai Servqual
Gambar 5.2. Priotize Custumer Requirement
240
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 A21 A22 A23 A24 A25 A26 A27
Kurikulum yang ada disesuai dengan kebutuhan kerja dan wirausaha Pelayanan administrasi keuangan oleh Biro Adminsitrasi Keuangan dilaksanakan dengan segera (cepat), tepat dan jelas Pelayanan administrasi perpustakaan dilaksanakan dengan segera (cepat), tepat dan jelas Dosen mampu menyampaikan perkuliahan dalam proses belajar mengajar secara interaktif dan mampu dipahami oleh mahasiswa Dosen pengajar mata kuliah kompeten/ahli terhadap bidang ajarnya (mata kuliah yang diajarkan) Materi perkuliahan yang diberikan oleh dosen berkualitas Level atau tingkat status akreditasi program studi Universitas mengupayakan agar nama perguruan tinggi dapat dikenal luas oleh masyarakat dengan pencapaian prestasi Perlu adanya bimbingan kerohanian dan bimbingan konseling bagi mahasiswa Perlu adanya bimbingan karier bagi mahasiswa guna menghadapi dunia kerja Dosen dan karyawan memberikan pelayanan tampa membedakan mahasiswa Keluhan dan kritik mahasiswa direspon dengan baik oleh dosen dan karyawan perguruan tinggi Dosen dan karyawan perguruan tinggi simpatik dan ramah terhadap mahasiswa Pejabat struktural Perguruan Tinggi mudah untuk dihubungi untuk keperluan Akademik Dosen dan karyawan Perguruan Tinggi berpenampilan bersih, rapi dan berpakaian serasi (kerapihan dan kepantasan) Perguruan Tinggi memiliki bangunan dan dekorasi tata ruang yang baik dan bersih Kualitas Laboratorium (kelengkapan, kebersihan, kenyamanan) Kebersihan dan kenyamanan kelas Alat bantu perkuliahan selalu tersedia (OHP/LCD) Ketersediaan fasilitas olah raga Kebersihan dan kenyamanan toilet Kebersihan dan kenyamanan kantin Keamanan dan kenyamanan area parkir Koneksi internet/wifi yang cepat dan stabil Tersedianya media informasi dan komunikasi yang baik dan up to date Kelengkapan koleksi buku di perpustakaan Perguruan Tinggi mengupayakan meningkatkan jumlah jurnal ilmiah yang ada di perpustakaan
Dengan memperhatikan gambar 5.2, maka dapat diketahui karakteristik kualitas layanan jasa yang diinginkan oleh mahasiswa dengan prioritas dari urutan tertinggi sampai terendah sebagai berikut:
241
Nomor Urut Perioritas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Atribut/ Kriteria Layanan Perguruan Tinggi yang diinginkan Mahasiswa (Voice of Custumer) Level atau tingkat status akreditasi program studi Perlu adanya bimbingan karier bagi mahasiswa guna menghadapi dunia kerja Universitas mengupayakan agar nama Perguruan Tinggi dapat dikenal luas oleh masyarakat dengan pencapaian prestasi Dosen pengajar mata kuliah kompeten/ahli terhadap bidang ajarnya (mata kuliah yang diajarkan) Materi perkuliahan yang diberikan oleh dosen berkualitas Dosen dan karyawan memberikan pelayanan tampa membedakan mahasiswa Koneksi internet/wifi yang cepat dan stabil Keluhan dan kritik mahasiswa direspon dengan baik oleh dosen dan karyawan Perguruan Tinggi Pejabat struktural Perguruan Tinggi mudah untuk dihubungi untuk keperluan Akademik Alat bantu perkuliahan selalu tersedia (OHP/LCD) Tersedianya media informasi dan komunikasi yang baik dan up to date Kelengkapan koleksi buku di perpustakaan Keamanan dan kenyamanan area parker Kebersihan dan kenyamanan toilet Kualitas Laboratorium (kelengkapan, kebersihan, kenyamanan) Kebersihan dan kenyamanan kantin Dosen dan karyawan Perguruan Tinggi simpatik dan ramah terhadap mahasiswa Kebersihan dan kenyamanan kelas Dosen mampu menyampaikan perkuliahan dalam proses belajar mengajar secara interaktif dan mampu dipahami oleh mahasiswa Dosen dan karyawan Perguruan Tinggi berpenampilan bersih, rapai dan berpakaian serasi (kerapihan dan kepantasan) Perguruan Tinggi mengupayakan meningkatkan jumlah jurnal ilmiah yang ada diperpustakaan Kurikulum yang ada di Perguruan Tinggi sesuai dengan kebutuhan kerja dan wirausaha Perguruan Tinggi memiliki bangunan dan dekorasi tata ruang yang baik dan bersih Pelayanan administrasi keuangan oleh Biro Adminsitrasi Keuangan dilaksanakan dengan segera (cepat), tepat dan jelas Perlu adanya bimbingan kerohanian dan bimbingan konseling bagi mahasiswa Ketersediaan fasilitas olah raga Pelayanan administrasi perpustakaan dilaksanakan dengan segera (cepat), tepat dan jelas
242
Respon
teknis
(technical
descriptors)
merupakan
hasil
penerjemahan dari karakteristik konsumen (Voice of Costumer) seperti terpapar di bawah ini:
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34
Menggali masukkan dari Alumni, Akademisi, Praktisi dan Stakeholder Pengguna Lulusan Dalam evaluasi Kurikulum Kelancaran pada sistem SIAU (Sistem Informasi Administrasi Keuangan) Komputerisasi Sistem Katalog Buku Berbasis Online Pembelajaran berbasis pada Problem Base & Student Centered Learning Meningkatkan porposi Studi Lapangan untuk mata kuliah yang memungkinkan Pembelajaran berbasis multi media Spesialisasi Dosen dengan pembekalan AA/Pekerti Penerbitan Angket kesediaan mengajar yang diisi oleh para Dosen sebelum mengampuh mata kuliah Memfasilitasi para Dosen untuk aktif dalam mengikuti Seminar-seminar berdasarkan disiplin ilmunya Review Silabus dan SAP Konsistensi SAP yang telah disepakati di awal perkuliahan Pembenahan Sistem Administrasi Akademik dan Pengarsipan Peningkatan Jumlah Sumber Daya Dosen Pemberdayaan Unit-unit kegiatan mahasiswa Mengirimkan mahasiswa dalam lonba-lomba yang bersifat kompetisi baik skala regional maupun nasional Sosialisasi Jadwal bimbingan konseling dan kerohanian oleh Romo Kampus Informasi Lowongan Kerja yang up to date Penerbitan standar baku pelayanan akademik terhadap mahasiswa di tingkat Prodi Transparansi Sistem penilaian Diadakannya forum komunikasi antara Pejabat Struktural Fakultas, Prodi dan Dosen bersama mahasiswa Sosialisasi Pemanfaatan Kotak Saran Pejabat Struktural Fakultas dan Prodi harus komitmen terhadap jadwal pelayanan mahasiswa Publikasi terbatas contact person pejabat struktural Penyesuaian spesifikasi peralatan Laboratorium berdasarkan standar minimal Peningkatan Spesifikasi dan kwantitas Komputer di Laboratorium Komputer Rutinitas program kebersihan ditingkatkan Penambahan jumlah alat bantu perkuliahan terutama LCD proyektor Pengadaan alat-alat penunjang kegiatan olahraga Perbaikan dan renovasi toilet mahasiswa Penambahan SDM yang khusus menangani kebersihan dan pelayanan di kantin Penataan lahan parkir Maintenance terhadap peralatan penunjang konektifitas Wifi Meningkatkan Koordinasi dengan Prodi berkaitan dengan materi Informasi yang akan di update di media informasi Koordinasi dengan Fakultas berkaitan tentang daftar buku ajar serta jaringan penerbit jurnal ilmiah
243
Dari perhitungan terstruktur pada matrik interaksi (matriks untuk menghubungkan antara atribut jasa yang dianggap penting oleh konsumen dengan respon teknis yang telah disusun). Lemah dan kuatnya interaksi yang terjadi dipengaruhi oleh tingkat kedekatan antara atribut dengan respon teknis. Interaksi yang terjadi kemudian dinyatakan dalam angka dan simbol. Interaksi ini harus dikalikan dengan normalisasi bobot dari setiap atribut yang telah dihitung sebelumnya, sehingga menghasilkan nilai untuk setiap respon teknis dan atribut jasa. Nilai ini kemudian dijumlahkan sehingga diketahui total setiap respon teknis. Setelah diketahui nilai setiap respon teknis, maka dapat menentukan respon teknis mana yang menjadi prioritas untuk dikembangkan terlebih dahulu.
Gambar 5.3. Relative Weight Technical Descriptors
Dengan memperhatikan gambar 5.3. maka tindakan yang dapat dilakukan oleh Perguruan Tinggi dalam upaya perbaikan kualitas pelayanan kepada mahasiswa adalah sebagai berikut dengan urutan prioritas tertinggi sampai terendah:
244
Nomor Urut Perioritas
Upaya Teknis yang harus dilakukan Perguruan Tinggi dalam Upaya Perbaikan Layanan Perguruan Tinggi
1
Sosialisasi Pemanfaatan Kotak Saran Menggali masukkan dari Alumni, Akademisi, Praktisi dan Stakeholder Pengguna Lulusan Dalam evaluasi Kurikulum Pembelajaran berbasis pada Problem Base & Student Centered Learning Koordinasi dengan Fakultas berkaitan tentang daftar buku ajar serta jaringan penerbit jurnal ilmiah Rutinitas program kebersian ditingkatkan Peningkatan jumlah sumber daya Dosen Peningkatan spesifikasi dan kwantitas Komputer di Laboratorium Komputer Perbaikan dan renovasi toilet mahasiswa Diadakannya Forum komunikasi antara Pejabat Struktural Fakultas, Prodi dan Dosen bersama mahasiswa Memfasilitasi para Dosen untuk aktif dalam mengikuti Seminar-seminar berdasarkan disiplin ilmunya Transparansi Sistem penilaian Pembelajaran berbasis multi media Spesialisasi Dosen dengan pembekalan AA/Pekerti Penambahan SDM yang khusus menangani kebersihan dan pelayanan di kantin Pembenahan Sistem Administrasi Akademik dan Pengarsipan Kelancaran pada sistem SIAU (Sistem Informasi Administrasi Keuangan) Pemberdayaan Unit-unit kegiatan mahasiswa Sosialisasi Jadwal bimbingan konseling dan kerohanian oleh Romo Kampus Meningkatkan Koordinasi dengan Prodi berkaitan tentang materi Informasi yang akan di update di media informasi Penerbitan standar baku pelayanan akademik terhadap mahasiswa di tingkat Prodi Penyesuaian spesifikasi peralatan Laboratorium berdasarkan standar minimal Konsistensi SAP yang telah disepakati di awal perkuliahan Maintenance terhadap peralatan penunjang konektifitas Wifi Pejabat Struktural Fakultas dan Prodi harus komitmen terhadap jadwal pelayanan mahasiswa Komputerisasi Sistem Katalog Buku Berbasis Online Meningkatkan proporsi Studi Lapangan untuk mata kuliah yg memungkinkan Review Silabus dan SAP Informasi Lowongan Kerja yang up to date Penataan Lahan Parkir Mengirimkan mahasiswa dalam lonba-lomba yg bersifat kompetisi regional maupun nasional Pengadaan alat-alat penunjang kegiatan olah raga Publikasi terbatas contact person pejabat struktural Penambahan jumlah alat bantu perkuliahan terudama LCD proyektor Penerbitan angket kesediaan mengajar yang diisi oleh para Dosen sebelum mengampu mata kuliah
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Kesimpulan Perguruan Tinggi harus mampu memolekkan pelayanan dengan memberikan yang terbaik bagi para pelanggan, yaitu
245
kepuasan
pelanggan.
Perguruan
Tinggi
juga
harus
mempertimbangkan jasa apa yang akan ditawarkan kepada para pelanggannya
dan
apakah
jasa
tersebut
bisa
memuaskan
pelanggannya. Dalam dunia pendidikan tinggi, yang dapat ditawarkan meliputi jasa yang terkait dengan hal akademik yaitu pelaksanaan Tri Dharma Pendidikan (pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat) dan pelayanan administrasi. Penerapan scientific management dalam memolekan kualitas layanan perlu dilakukan dalam upaya pengukuran kinerja layanan Perguruan Tinggi. Metode Servqual dan Quality Function Deployment dapat diintegrasikan dalam rangka mengukur kinerja layanan Perguruan Tinggi serta mendesain upaya yang dapat meningkatkan kinerja layanan. Dalam suatu penelitian, kriteria layanan akademik yang menjadi prioritas mahasiswa sebagai konsumen Perguruan Tinggi adalah: level atau tingkat status akreditasi program studi, bimbingan karier bagi mahasiswa guna menghadapi dunia kerja, Perguruan Tinggi mengupayakan agar nama Universitas dapat dikenal luas oleh masyarakat dengan pencapaian prestasi, dosen pengajar mata kuliah berkompeten atau ahli terhadap bidang ajarnya (mata kuliah yang diajarkan) serta materi perkuliahan yang diberikan oleh dosen berkualitas. Sedangkan upaya perbaikan layanan akademik yang dapat dilakukan dalam upaya perbaikan kualitas pelayanan kepada mahasiswa yang perlu mendapatkan
246
prioritas adalah sebagai berikut: sosialisasi pemanfaatan kotak saran sebagai upaya mendapatkan umpan balik dari mahasiswa, menggali masukan dari alumni, akademisi, praktisi dan stakeholder pengguna lulusan dalam evaluasi kurikulum, pembelajaran berbasis pada
problem
base
&
student
centered
learning,
serta
mengupayakan kebersihan lingkungan kampus. Inikah bukti, sebagaimana dinyatakan Mrazek, bahwa insinyur-insinyur adalah “sebuah kelas buruh yang unggul”?1 Mereka percaya akan bahasa mereka. Mereka juga yakin bahwa melalui bahasa mereka segala sesuatunya dapat dibongkar dan disusun kembali (dan dibongkar lagi). Mereka bermimpi dan merencanakan sesuatu dengan giatnya. Boleh jadi ada yang memaklumkan diri sebagai “insinyur-insinyur jiwa manusia” dan ada dalam diri kita masing-masing.
1
R. Mrázek, 2006, Engineers of Happy Land. Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), xvii.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David. 1991. Managing Brand Equity Capitalizing on the Value of a Brand Name. NewYork : The Free Press. Adi, Nugroho. 2009. Rekayasa Perangkat Lunak Menggunakan UML dan Java. Yogyakarta: C.V.Andi Offset. Alisah, Evawati dan Eko Prasetyo Dharmawan. 2007. Filsafat Dunia Matematika, Pengantar untuk Memahami Konsepkonsep Matematika. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Anderson, Benedict. 1995. Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of Nationalism, revised edition. New York: Verso. Arends, Richard I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw-Hill. Arief, Sritua. 1998. Teori dan Kebijakan Pembangunan. Jakarta: Pustaka CIDESINDO. Arief, Sritua. 1993. Metodologi Artikel Ekonomi. Jakarta: UI Press. Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN. Arsyad, Azhar. 2010. Media pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Assael, Henry. 1994. Consumer Behaviour and Marketing Action: Fourth Edition. Ohio: International Thomson, Inc. Bank Indonesia. 2000. Laporan Tahunan Bank Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
250
Bappenas RI. 2004. Strategi Pendanaan Luar Negeri: Kajian dan Rekomendasi Kebijakan. Jakarta: Bappenas RI. Belinda, Viyani Kartika. 2007. Analisis Statistika Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pasca Krisis Moneter 1999-2004. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Maret. Baver,H.H.,et.al. 2008. Brand Image and Fan Loyalty In Profesional Team Sport: A Refined Model and Empirical Assessment, Journal of Sport Management, Vol 22, pp. 205226. Bird, R.B., et.al. 1960. Transport Phenomena. USA: John Wiley and Sons, Inc. Budiardjo, Miriam.1992. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cheng, Wenly dan Zhang, Dingsheng. 2002. The Effects of Foreign Aid on the Creation and Distribution of Wealth. Monash University and CEMA. Cheong, Edith and Phau, Ian. 2009. How Young Adult Consumer Evaluate Diffusion Brands Effects of Brand Loyalty and Status Comsumption, Journal of International Consumer Marketing, Vol 21, pp. 109–123. Cooper and Schindler. 2011. Business Research Methods eleventh edistion. New York: McGraw-Hill. Costa, R., et.al. 2006. Chemical Product Engineering: An Emerging Paradigm Within Chemical Engineering, AIChE Journal, Vol. 52, No. 6. Cussler, E.L, and Jame Wei. 2003. Chemical Product Engineering, AIChe Journal, Vol.49, No. 5.
251
Cussler, E.L. and G.D Moggridge. 2001. Chemical Product Design. USA: Cambridge University Press. Depdiknas. 2009. Media. Jakarta: Depdiknas.
Departemen Keuangan. 2009. Laporan Tahunan. Jakarta: Depkeu. Dewi, Rishe Purnama. 2011. Pengembangan media pembelajaran berbasis komputer untuk pembelajaran mata kuliah menyimak. Tesis magister tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Yogyakarta. Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rosdakarya. Dunn, S. W. 1969. Advertising, It’s Role In Modern Marketing. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Edwards, Sebastian. 2003. “Debt Relief and Fiscal Sustainability,” Review of World Economics, Vol.139, No. 1, hal.38-65. Ervani,
Eva. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode tahun 1980.I2004.IV. Tesis. Universitas Gajah Mada.
Engel, J. F., dkk. 1994. Perilaku Konsumen, edisi ke- 6, jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
Eugene Kopytov., et.al. 2010. “Expert System for Evaluating the Aircraft Power Plants' Technical Condition,” Transport and Telecommunication, Vol. 11 No.1. Transport and Telecommunication Institute. Eugene Roventa, Tiberiu Spircu. 2008. Management of Knowledge Imperfection in Building Intelligent Systems. (E-book). New York: Springer. Fakrulloh, Zudan Arif. Seminar Nasional Mencari Format Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang
252
demokratis dalam rangka terwujudnya persatuan dan Kesatuan Berdasarkan UUD 1945,Universitas Surabaya, 31 Mei 2012. Fosu, Agustin Kwasi. 2001. The External Debt Burden and Government Allocation for Health Expenditures In SubSaharan Africa. Dipresentasikan Pada The WIDER Confrence On Debt. Helsinki, Finland. Gladwell, Malcolm. 2009. Outliers: Rahasia di Balik Sukses. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Goleman, Daniel. 2000. Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ----------------------. 2002a. Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ----------------------. 2002b. Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Grace, D and A O’Cass. 2002. Brand Associations: Looking Through The Eye of The Beholder, Qualitative Market Research: An International Journal, pp. 5, 2, 96-111.
Gujarati, Damodar N, 2003. Basic Econometrics: Fourth Edition. New York: McGraw-Hill Companies. Gupta, K. dan M. Islam. 1983. Foreign Capital, Savings, and Growth: An International Cross-Sectional Study. Dordrecht: Reidel Publishing. Hair.
2010. Multivariate Data Analysis NewJersey: Pearson Prentice Hall.
seventh
edision.
Handjon, Philipus M. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. Surabaya: PT Bina Ilmu. Holbrook, M.B and A Chaudhuri. 2001. The Chain of Effects From Brand Trust and Brand Effect To Brand Performance: The
253
Role of Brand Loyalty, Journal of Marketing, Vol. 65, pp. 81-93. Hyun Um, Nam. 2008. Revisit Elaboration Likelihood Model: How Advertising Appeals Work on Attitudinal and Behavioral Brand Loyalty Centering Around Low vs. High-Involvement Product, European Journal of Social Sciences, Vol 7, No.1, pp. 126 – 139. Intriligator, Michael dkk, 1996. Econometric Models, Techniques and Aplication: Second Edition. New Jersey: Printice-Hall, Inc. Jhingan. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali Press. Josephine.M.S, dan Sankara Subramania. K. Dr. 2009-2010. “Software Error Detection and Correction (SEDC) Using Layer based Approach in Expert System,” International Journal of Reviews in Computing. Jung, W.S. and P.J. Marshall. 1985. “Exports, Growth and Causality in Developing Countries,” Journal of Development Economics, Vol. 18, No. 1, pp.1-12. Kamarudin A., et.al. 2009. “Intelligent Transport System for Motorcycle Safety and Issues,” European Journal of Scientific Research ISSN 1450-216X, Vol.28 No.4. Koorosh Jafarian, et al. 2012. “The Effect of Computer Assited Language Learning (Call) on Efl Hing School Students’ Writing Achievement,” European Journal of Social Sciences, 27 (2), 138-148.
Kotler and Keller. 2009. Marketing Management 13th edision. NewJersey: Pearson Prentice Hall.
254
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: PT. Gelora, Aksara Pratama. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim.1988. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI dan Sinar Sakti. Kusnardi, Moh dan Bintan Saragih. 1995. Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-undang Dasar 1945. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kustandi, Cecep dan Bambang Sutjipto. 2011. Media pembelajaran manual dan digital. Bogor: Ghalia.
Lee, J., P. Rana and Y. Iwasaki. 1986. “Effects of Foreign Capital Inflows on Developing Countries of Asia,” Asian Development Bank Economic Staff Paper, No. 30. Makmun. 2005. Pengelolaan Utang Negara dan Pemulihan Ekonomi. Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus November 2005. Jakarta: BAPPEKI. Mankiw, N. Gregory. 2000. Macroeconomics. Edisi Keempat. Diterjemahkan oleh: Imam Nurmawan. Jakarta: Erlangga. MD, Moh Mahfud. 1998. Politik Hukum Di Indonesia. Jakarta: PT Pustaka LP3ES. Meadows, Graham dan Elsa Flint. 2006. Buku Pegangan Bagi Pemilik Anjing. Batam: Karisma Publishing Group. Mosley, P. 1987. “Aid, Savings and Growth Revisited,” Bulletin of the Oxford Institute of Economics and Statistics, Vol. 42. Mrazek, R. 2006. Engineers of Happy Land : Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di sebuah Koloni. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
255
Mudjiman, Haris. 2009. Belajar Learning). UNS Pres: Surakarta.
Mandiri
(Self-Motivated
Nachrowi, Nachrowi D. 2006. Ekonometrika: Pendekatan Populer dan Praktis Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: FEUI. Neeta V., et.al. 2010. “An Approach towards designing of Car Troubleshooting Expert System,” International Journal of Computer Applications, Volume 1 – No. 23. Newby,T., et. al. 2000. Instructional Technology for Teaching and Learning: Designing Instruction, Integrating Computers, and Using Media. New Jersey: Pearson Education. Nugrahanta, Gregorius Ari dan Rishe Purnama Dewi. 2012. Pengembangan multimedia interaktif untuk empat keterampilan berbahasa pada mata pelajaran bahasa Indoensia SD kelas V semester genap. Penelitian HIBAH DIA-BERMUTU. PGSD USD: Yogyakarta. Nugraheni, B. Indah. 2007. “Pengembangan multimedia interaktif untuk pembelajaran mata kuliah akuntansi dasar 1.” Tesis magister tidak diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta.
Nugroho, Agustinus Heri. 2009. Pengembangan multimedia pembelajaran untuk peningkatan kualitas pembelajaran mata kuliah akuntansi, Jurnal Pendidikan Widya Dharma, 20, 91-118. Peter, J. P and J.C Olson. 2000. Consumer Behavior, Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran, Edisi 4, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Prabowo, Agung dan Pramono Sidi. 2010. Memahat Karakter Melalui Pembelajaran Matematika. Proceedings of The 4th International Conference on Teacher Education, Bandung, Indonesia.
256
Preston, Richard., et al. 2005. Gunung Pi Kisah-Kisah Matematika Paling Asyik. Depok: Banana Publisher. Quanes, A. and S. Thakur. 1997. Macroeconomic Accounting and Analysis in Transition Economies. Washingtong D.C: International Monetary Fund. Razak, Ibrahiem Abdul., et.al. 2009. Artificial Intelligence Expert System for Minimizing Solid Waste during Highway Construction Activities. Proceeding of the International Multi Conference of Engineers and Computer Scientists, IMECS Vol I. Kowloon: Hongkong. Rejeki, Khatarina Wimbuh. 2012. Peningkatan Kemampuan Menyimak Siswa Kelas XI IPS SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012 Dalam Memahami dan Mengidentifikasi Dialog Pementasan Drama dengan Menggunakan Media Boneka Tongkat. Skripsi tidak dipublikasikan. Yogyakarta: PBSID USD. Rilam, Ahmadi. 1997. Dampak Investasi Asing Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 19691993. Disertasi Program Pascasarjana. Universitas Padjadjaran Bandung. Saad, Ilyas. 2001. External Direct Investment, Structural Change and Deregulation in Indonesia. Dalam Nomura Research Institute and Institute of Southeast Asean Study (Compiled). The New Wave of External Direct Investment in Asia, 197219. Institute of Southeast Asean Study. Singapura. Schiffman, L. G and L.L Kanuk. 2000. Consumer Behavior, Seventh Edition. NewJersey: Prentice Hall International, Inc.
Seider, WD., et.al. 2009. “Perspective on Chemical Product and Process Design,” Computers and Chemical Engineering, pp. 33, 930-935. Sekaran. 2006. Metode Penelitian Untuk Bisnis. Salemba: Jakarta.
257
Seref. D., et.al. 2008. “Fuzzy Logic-Based Automated Engine Health Monitoring for Commercial Aircraft,” Aircraft Engineering and Aerospace Technology: An International Journal. Shimp, T A. 2003. Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, edisi ke-5, jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Smaldino, S. E., et. all. 2011. Instructional technology and media for learning:teknologi pembelajaran dan media untuk belajar. Jakarta: Kencana. Smith, M., et. al. 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta: Mirza. Sridhar.D.V.P.R., et.al. 2010. “Implementation of Web-Based Chili Expert Advisory System Using ABC Optimization,” International Journal on Computer Science and Engineering, IJCSE Vol. 02, No. 06. Suherman, Erman. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : JICA. Suhud, Muhammad. 2004. Utang Indonesia Pasca Program IMF. INFID Annual Lobby. Jakarta: INFID. Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika.. Suminto. 2006. Manajemen Utang Pemerintah: Best Practices dan Pengalaman Indonesia. Majalah Treasury Indonesia No. 2/2006. Jakarta: DJPB Depkeu RI. Syaparuddin. 1996. Utang Luar Negeri dan Debt Service Ratio Indonesia. Karya Ilmiah. Tidak Dipublikasikan.
258
Syaparuddin. 2002. ”Beban Utang Luar Negeri Indonesia Periode 1996-2000,” Jurnal Manajemen dan Pembangunan. FE Universitas Jambi. Edisi Maret 2002. Syaparuddin dan Heri Hermawan. 2005. Utang Luar Negeri Pemerintah: Kajian dari Sisi Permintaan dan Dampaknya Terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia Periode 19802002. Makalah disampaikan dalam Simposium Riset Ekonomi II. Surabaya. Thaib, Dahlan. 1999. Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Konstitusi. Yogyakarta: Liberty. Thomas, Murray dan Victor N. Kobayashi. 1987. Educational Technology– Its Creation, Development and Cross-Cultural Transfer. New York: Pergamon Press. Tjiptono, F. 2005. Brand Management and Strategy. Yogyakarta: Andi.
Todaro, Michael P. And Stephen C. Smith. 2009. Economic Development. 10th Edition. New York: Eddison Wesley. Ulfa, Almizan. 2004. Studi Manajemen Utang Luar Negeri dan Dalam Negeri Pemerintah dan Assessment Terhadap Optimal Borrowing. Jurnal Bunga Rampai Hasil Artikel 2004. Jakarta: Badan Kebijakan Fiskal. United Nations Conference on Trade and Development. 2001. Transfer of Technology. UNCTAD Series on Issues in International Investment Agreements. New York and Geneva. Turban, E., dan Volonino, L. 2010. Information Technology for Management. Singapore: John Wiley and Sons Pte Ltd.
259
Wagiono, Yayah K. 1994. Berbagai Metode Artikel Sosial Ekonomi. Dalam Bungaran Saragih dkk (Editor). Metode Artikel Sosial Ekonomi, 31-33. Jakarta: Direktorat PTS. Watson-Davis, Roy. 2011. Strategi Pengajaran Kreatif. Jakarta: Esensi Erlangga. Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika, Teori dan Aplikasi: Edisi Ketiga. Yogyakarta: FE UII. Wijoyanti, Nenik. 2003. Dampak Utang Luar Negeri dan PMA Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pra dan Pasca Krisis Moneter. Semarang: Lembaga Artikel Universitas Diponegoro. AKSES INTERNET Ali, Abdiweli M and Hodan S. Isse. 2005. ”An Empirical Analysis of the Effect of Aid on Growth,” International Advances in Economic Research (2005) 11:1-11, DOI: 10.007/s11294004-7177-6. (www.jstor.org). Dilihat pada: 6 Juni 2010. Allayanis, George; et.al. 2003. “Capital Structure and Financial Risk: Evidence from Foreign Debt Use in East Asia,” The Journal of Finance, Vol.58, No.6, Desember 2003 hal 2667-2709. (www.jstor.org). Dilihat pada: 1 Juli 2010. Anna, Lusia Kus. (2012, 2 Juni). Banyak Siswa Tak Lulus Ujian Matematika. (http://edukasi .kompas.com/read/2012/06/02/10035432/Banyak.Siswa.Ta k.Lulus.Ujian.Matematika). Dilihat pada: 3 September 2012. Ardhi,
Oka. 2009. ”Analisis Perkembangan Ekspor dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.”
260
(http://okaardhi.wordpress.com) Dilihat pada: 8 November 2010. Aryani, Yani Frida dan Heru Subiyantoro. 2006. ”Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Daya Serap Pinjaman LNIBRD. Studi Kasus: Sektor Pembangunan Perkotaan dan Pedesaan,” Jurnal Keuangan Publik Vol. 4, No. 2, hal. 39 – 60. (http://www.bppk.depkeu.go.id). Dilihat pada: 3 Juni 2010. Direktorat Keuangan Negara dan Analisis Moneter. 2004. ”Prospek Sustainabilitas APBN Dalam Jangka Menengah,” Jurnal Info Kajian Bappenas, No.1 Vol.1. (http://perpustakaan.bappenas.go.id). Dilihat pada: 6 Juli 2010. Ferraro, Vincent and Melissa Rosser. 1994. Global Debt and Third World Development. From World Security: Challenges for a New Century, edited by Michael Klare and Daniel Thomas. New York. St. Martin's Press, 1994, pp. 332-355. (http://www.unesc ap.org). Dilihat pada: 21 Mei 2010. Firdaus, Farid. “Pungutan Pengadaan Komputer Diprotes,” (2012, 23 Mei) (www.seputarIndonesia.com/edisicetak/content/view/497137) . Dilihat pada: 25 Mei 2012. Hanni, Umi. 2006. ”Sustainabilitas Fiskal Indonesia dan Faktorfaktor yang Mempengaruhinya,” Jurnal Keuangan Publik Vol 4, No. 2, hal 19-37. (http://www.bp pk.depkeu.go.id/index.php). Dilihat pada: 5 Juni 2010. Lumbangaol, Nora Deliyana. 2010. Indonesia Berencana Stop Ekspor Barang Mentah. Media Indonesia. 28 November 2010. (http://www.waspada.co.id). Dilihat pada: 2 Januari 2011.
261
Medan Bisnis. 2012. Pemerintah Bayar Cicilan Pokok dan Bunga Rp 175,9 Triliun. (http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/06/19/10 1965/pemerintah_bayar_cicilan_pokok_dan_bunga_rp_1759 _triliun/#.UEHiFXLm7IU). Dilihat pada: 2 September 2012. Modeste, Nelson. 2005. “The Impact of the Foreign Debt Burden on Exchange Market Pressure in Guyana, 1986-2000: An Aplication of the Error Correction Methodology,” The Journal of Developing Areas, Vol.38, No.2, hal.25-39. (www.jstor.org). Dilihat pada: 11 Agustus 2010. Moraga, Jes’us Fernan’dez-Huertas and Jean-Piere Vidal. 2004. “Fiscal Sustainability and Public Debt in an Endogenous Growth Model,” Working Paper Series, No.395. (www.ecb.int). Dilihat pada: 5 Juni 2010. Moreira, Sandrina Berthault. 2003. Evaluating the Impact of Foreign Aid on Economic Growth: A Cross-Country Study (1970-1998). Paper to be presented at the 15th Annual Meeting on Socio-Economics. Provence, France. (www.jstor.org). Dilihat pada: 25 Juli 2010. Ogbeide.S.O., et.al. 2010. “An Expert System for Determining Machines Capacity in Cement Industri,” Journal of Emerging Trends in Engineering and Applied Sciences. (Jeteas.scholarlinkresearch.org). Pattilo, Catherine;et.al. 2003. “Through What Channels Does External Debt Affect Growth?” Brookings Trade Forum, 2003, hal.229-258. (www.muse.jhu.edu). Dilihat pada: 21 Juli 2010. Quazi, Rahim M. 2005. “Effect of Foreign Aid on Growth and Fiscal Behavior: An Econometric Case Study of Bangladesh,” The Journal of Developing Area, Vol.38,
262
No.2, hal. 95-117. (www.jstor.org). Dilihat pada: 11 Agustus 2010. Ramanathan, K. “An Overview of Technology Transfer and Technology Transfer Models,” Asian and Pacific Centre for Transfer of Technology. (www.business-asia.net) Dilihat pada: Maret 2011. Saju, Pascal S Bin. “Berharap Hibah F-16 dari Obama.” (2010, 9 November). (http://interna sional.kompas.com/read/2010/11/09/06514657/Berharap.Hib ah.F6.dari.Obama). Dilihat pada: 25 Februari 2011. Soelistianingsih, Lana. 2003. Utang Luar Negeri Pemerintah dan Kaitannya Dengan Fiskal Sustainability. (www.staff.ui.ac.id). Dilihat pada: 2 Juni 2010. Sunarto. “Apa Sih Matematika (http://sunartombs.wordpress.com/2010/05/25/apa-sihmatematika-itu/). Dilihat pada: 25 Mei 2010.
Itu.”
Svensson, Jakob. 2000. “When is External Aid Policy Credible ? Aid Dependence and Conditionality,” Journal of Development Economics, Vol 61. No. 2. (www.jstor.org). Dilihat pada: 4 Juni 2010. White, H. 1992. “The Macroeconomic Impact of Development Aid: A Critical Survey,” The Journal of Development Studies, Vol.8 No. 2, hal. 163-240. (www.jstor.org). Dilihat pada: 5 Juni 2010. Wijoyanti, Nenik. 2007. Analisis Dampak Utang Luar Negeri (Foreign Debt) dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. (http://one.indoskripsi.com). Dilihat pada: 14 Maret 2010. “Karakteristik Pembelajaran (http://andinurdiansah.blogspot.com/2010/10/
Matematika.” karakteristik-
263
pembelajaran-matematika.html). Dilihat pada: 2010.
4 Oktober
“Kecerdasan Emosional dalam Belajar.” (http://nadhirin.blogspot.com/2009/07/kecerdasan-emosi onal-dalam-belajar-html). Dilihat pada: 4 Juni 2010. “RI
Pertimbangkan Beli F-16 dari AS.” (http://www.indonesia.go.id/id/index.php?ption=com_content &task=view&id=6944&Itemid=705). Dilihat pada: 3 Maret 2011.
“Tawaran Hibah F-16 Ditanggapi Kritis DPR.” (http://www.politikindonesia.com/ index.php?k=politik&i=13442). Dilihat pada: 25 Februari 2011. “TNI Setuju Hibah di Skuadron F.16 dari Amerika Serikat.” (http://id.voi.co.id/berita-indonesia/pertahanan-dankeamanan/7904-tni-setuju-hibah-du-skuadron-f16-dariamerika-serikat.html). Dilihat pada: 3 Maret 2011. Handriana, 1998. Analisis Perbedaan Harapan Kualitas Jasa pada Lembaga Pendidikan Tinggi di Surabaya. Tesis S2. Parasuraman., dkk. 1985 Parasuraman, Zeithaml, A.V. dan Berry, L.L. (1985). A Conceptual Model of Service Quality. Journal of Retailing, Vol. 67:420-450.
264
TENTANG PENULIS Abraham Ferry Rosando Unika Darma Cendika Surabaya Yohanes Maria Vianey Mundayen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Carolina Yulia Tri Prasetyani Unika Widya Mandala Madiun Fransiskus Gatot Iman Santoso Unika Widya Mandala Madiun Vigih Hery Kristanto Unika Widya Mandala Madiun Rishe Purnama Dewi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Tony Handoko Unika Parahyangan Bandung Lorensius Anang Setiyo W Unika Widya Mandala Madiun Albertus Daru Dewantoro Unika Darma Cendika Surabaya