Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 Resolusi Konflik Nelayan di Kabupten Batang 2016-2017
Wenny Dwika Paradita Prodi Ilmu Politik Universitas Negeri Semarang Abstrak Konflik dapat terjadi didalam berbagai lapisan dalam masyarakat. Seperti contoh yaitu konflik nelayan yang menolak penggunaan cantrang atau pukat bala. Penolakan tersebut berakibat dengan dilakukannya aksi protes dan melakukan aksi long march di jalan pantura untuk menolak peraturan tersebut. Aksi protes tersebut diwarnai dengan bentrokan dengan pihak kepolisian. Aksi yang berjalan berjam-jam dan tidak kunjung mendapat tanggapan oleh bupati kabupaten Batang berakhir rusuh dengan memblokade jalan dan aksi pelemparan batu oleh nelayan terhadap pihak kepolisian di Kota Batang. Kata Kunci: Nelayan, Gubernur Jawa Tengah, Konflik Perikanan Latar Belakang Indonesia merupakan negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan hak asasi manusia dan mengemukakan pendapat di muka umum. Kekebasan berpendapat di Indonesia dilindungi oleh undang-undang. Oleh karena itu masyarakat di Indonesia mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi, menuntut dan mendukung kebijakan pemerintah, serta melakukan kontrol terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Indonesia juga merupakan negara yang terdiri dari banyak kelompok kepentingan yang mencerminkan implementasi dari demokrasi seperti kelompok petani, kelompok pedagang, kelompok nelayan dan lain-lain. Setiap kelompok kepentingan mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk memperjuangkan kepentingan dan tujuan dari kelompok masing-masing tersebut mereka tidak segan untuk melakukan protes yang dapat berupa demonstrasi untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Menyampaikan aksi protes dengan demonstrasi juga merupakan bentuk dalam dari demokrasi yang Indonesia terapkan. Namun, demonstrasi tersebut seringkali tidak berjalan dengan baik dan berakhir dengan kericuhan atau keributan. Hal tersebut sangat meciderai demokrasi itu sendiri. Aksi demonstrasi tersebut dapat menyebabkan timbulnya konflik yang berkepanjangan. Seperti contoh yaitu konflik antar nelayan dengan pemerintah yang menentang Peraturan Menteri nomor 2/2015 tentang pelarangan penggunaan cantrang atau pukat bala. Peraturan menteri tersebut telah mengundang reaksi protes dari berbagai nelayan di Indonesia tak terkecuali nelayan di kabupaten Batang. Aksi protes yang dilakukan
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 oleh nelayan didepan kantor bupati Batang dan melakukan long march di jalan pantura dekat alun-alun kota Batang yang berakhir dengan sebuah bentrokan dengan aparat kepolisian setempat. Aksi protes yang berakhir dengan bentrokan tersebut dilatar belakangi karena ketidaksetujuan nelayan terhadap peraturan menteri yang dianggap merugikan kaum nelayan. Larangan penggunaan cantrang atau pukat bala dianggap merugikan oleh kaum nelayan di kabupaten Batang. Menurut para nelayan di kabupaten Batang yang melakukan aksi protes bahwa penggunaan cantrang atau pukat bala tidak merusak ekosistem laut seperti terumbu karang, ikan-ikan kecil, dan bioma laut lainnya. Rumusan Masalah 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya konflik tersebut? 2. Bagaimana strategi penyelesaian konflik nelayan terhadap kebijakan pemerintah tersebut? Tujuan 1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya konflik nelayan melakukan aksi protes yang berujung dengan kericuhan. 2. Mengetahui strategi penyelesaian konflik antara nelayan dengan pemerintah. Manfaat Menambah wawasan tentang berbagai konflik yang ada di Indonesia yang disebabkan oleh berbagai faktor dan mengetahui strategi penyelesaian konflik atau yang lebih dikenal dengan manajemen konflik.
Kerangka teori Manajemen konflik Konflik berasal dari bahasa Latin yaitu “configure” yang mempunyai arti yaitu saling memukul. Konflik dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih, baik individu atau kelompok yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbedabeda. Sehingga dari kepentingan yang berbeda-beda tersebut akan menimbulkan pergesekan atau benturan antar individu atau kelompok dalam masyarakat. Menurut Gibson yang dikutip dalam jurnal manajemen konflik menyatakan hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal tersebut terjadi karena masing-maisng komponen dalam masyarakat memiliki kepentingan dan tujuan sendiri-sendiri dan tidak bekerja satu sama lain. Dengan demikian, terjadi persaingan antar individu maupun kelompok untuk mencapai tujuannya masing-masing.
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 Konflik yang terjadi dalam masyarakat sangat beragam yang disebabkan karena sebuah perbedaan dan keragaman tak terkecuali dengan Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi konflik yang disebabkan karena keragaman dan perbedaan tersebut. Di Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah dan didorong dengan sumber daya manusia yang kurang memadai dapat menimbulkan konflik dalam masyarakat. Terdapat konflik horizontal dan vertikal yang terjadi di Indonesia. Konflik horizontal yaitu konflik yang berkaitan dengan suku, ras, dan agama. Sedangkan konflik vertikal terjadi antara masyarakat dengan negara yang disebabkan berbagai macam faktor seperti ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah. Jenis-jenis Konflik Menurut Soerjono Soekanto (1989:90) membagi bentuk dan jenis-jenis konflik menjadi konflik pribadi, konflik rasial, konflik antar kelas sosial, konflik politik antar golongan dalam satu masyarakat maupun antara negara-negara yang berdaulat, dan konflik yang bersifat internasional. Pertama, konflik pribadi terjadi dalam diri seseorang terhadap orang lain. Konflik ini berawal dari rasa tidak suka yang berkelanjutan menjadi rasa benci seiring dengan berjalannya waktu. Konflik pribadi mendorong perasaan seseorang tersebut untuk memaki, menghina, bahkan memusnahkan pihak lawan. Konflik pribadi ini sering terjadi dalam masyarakat. Kedua, konflik rasial umumnya terjadi di suatu negara yang memiliki keragaman suku dan ras. Ketiga, konflik antar kelas sosial yang ada dalam masyarakat. Biasanya setiap kelas ada sesuatu yang dihargai seperti kekayaan, kehormatan, dan kekuasaan. Hal tersebut yang menjadi dasar penempatan seseorang dalam kelas-kelas sosial dalam masyarakat seperti kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Keempat, konflik politik antar golongan dalam satu masyarakat maupun anatara negara-negara yang berdaulat. Politik adalah cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah. Konflik politik terjadi karena setiap golongan di masyarakat melakukan politik yang berbeda-beda pada saat menghadapi suatu masalah yang sama. Karena perbedaan inilah, maka peluang terjadinya konflik antar golongan terbuka lebar. Kelima, konflik bersifat internasional. Konflik internasional biasanya terjadi karena perbedaan perbedaan kepentingan di mana menyangkut kedaulatan negara yang saling berkonflik. Karena mencakup suatu negara, maka akibat konflik ini dirasakan oleh seluruh rakyat dalam suatu negara. Pada umumnya konflik internasional selalu berlangsung dalam kurun waktu yang lama dan pada akhirnya menimbulkan perang antar bangsa. Menurut Jamnes A.F. Stoner dan Charles, dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu-individu, konflik antar kelompok, dan konflik antara organisasi. Pertama, konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik intrapersonal terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan atau lebih yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Kedua, konflik interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Ketiga, konflik antar
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 individu-individu dan kelompok-kelompok. Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Keempat, konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama. Konflik ini merupakan suatu bentuk konflik yang sering terjadi dalam kehidupan berorganisasi. Konflik ini biasanya terjadi antar anggota-anggota dalam organisasi tersebut. Kelima, konflik antar organisasi. Konflik ini terjadi karena antar organisasi satu dengan organsasi lainnya saling berkompetisi atau bersaing. Pola Konflik Konflik biasanya mengikuti suatu pola yang teratur, menurut G.R. Terry (2007: 1) terdiri dari empat macam tahapan. (1) Pertama-tama timbul suatu krisis tertentu. Proses pertama ini terlihat adanya bahaya potensi tertentu. Mereka mengancam pengoperasian secara harmonis serta eksistensi organisasi yang bersangkutan dan pada tahap ini mulai trelihat pertentangan paham yang serius yang akan mendorong timbulnya konflik. (2) Gejala eskalasi ketidaksesuaian paham yang terjadi. Konflik berlangsung mulai menarik oerhatian dari berbagai pihak termasuk pihak manajemen. Saat konflik mengalami eskalasi, pada saat itu perlu diadakan tindakan-tindakan koreksi tertentu walaupun pada tahapan ini hal tersebut tidak terduga. (3) Konfrontasi menjadi pusat perhatian. Pada tahap ini konfrontasi menjadi pusat perhatian dari erbagai pihak. Hal tersebut menyebabkan diadakannya pembicaraan-pembicaraan antara para manajer yang menduduki peringkat lebih tinggi. Pada tahap ini biasanya disampaikan janji-janji untuk menliti keluhan-keluhan yang ada dan kemudian orang mulai menyusun sebuah rencana untuk tindakan selanjutnya. Konflik terjadi melalui sebuah proses. Menurut Luthans (2006:140) konflik berproses melalui beberapa tahapan yaitu yang pertama antecedent conditions or latent conflict. Kondisi ini berpotensi untuk menimbulkan suatu konflik tertentu dan menjadi sebuah awalan terjadinya konflik. Sikap seorang individu dapat menyebabkan konflik seperti sikap agresif. Kedua yaitu perceived conflict. Perceived conflict yaitu pihak tersebut merasa dalam situasi konflik. Ketiga yaitu manifest conflict. Pada tahap ini individu atau kelompok yang berkonflik tersebut akan muncul berbagai argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya tindakan baik untuk menyelesaikan konflik. Keempat yaitu conflict resolution or suppression. Conflict suppression atau hasil suatu konflik dapat muncul dari berbagai cara. Kedua belah pihak yang berkonflik mungkin akan mencapai persetujuan untuk mengakhiri konflik tersebut. Tidak menutup kemungkinan bahwa kedua belah pihak yang berkonflik tersebut akan mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah konflik tersebut untuk muncul kembali. Kelima, yaitu conflict alternative. Dalam proses penyelesaian konflik jika masih terdapat perasaan tidak enak maka akan memicu munculnya konflik kembali. Penyelesaian Konflik
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 Konflik memerlukan sebuah penyelesaian menurut Stevenin dalam Handoko (2001: 48). Terdapat lima langkah dalam menyelesiakan konflik. Langkah pertama yang harus diambil yaitu melalui pengenalan. Pengenalan konflik sangat diperlukan untuk mengidentifikasi sebuah konflik itu muncul. Melalui pengenalan konflik akar permasalahan konflik dapat ditemukan dan dapat memikirkan dan mencari solusi dari konflik tersebut. Kedua yaitu diagnosis. Diagnosis merupakan langkah yang terpenting yang akan mengidentifikasi lebih lanjut siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana konflik itu terjadi. Ketiga yaitu menyepakati suatu solusi. Terdapat berbagai macam cara untuk menyelesaikan konflik. Namun, harus dicari jalan yang paling baik dalam menyelesaikan suatu konflik. Keempat yaitu pelaksanaan. Dalam pelaksanaan memecahkan dan mencari solusi terdapat keuntungan dan kerugian namun dalam mempertimbangkan hal tersebut jangan terlalu mempengaruhi pilihan dan arah pada individu atau kelompok tertentu. Kelima yaitu evaluasi. Evaluasi berguna untuk mengecek secara keseluruhan bagaimana proses dan akhir dari penyelesaian masalah tersebut. Jika terdapat hal yang masih dirasa kurang dalam menyelesaikan konflik, maka dalam tahap evaluasi ini dapat diperbaiki dan diulang kembali. Resolusi Konflik Terdapat berbagai macam permasalahan dan pemecahannya. Salah satu pemecahan atau penyelesaian masalah yaitu dengan resolusi konflik. Resolusi konflik menurut Pruitt dan Carnavela (1993) terdapat tiga kelas prosedur resolusi konflik. Pertama, prosedur pengambilan keputusan bersama (joint decision making) yaitu prosedur dimana pengambilan keputusan dilakukan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Prosedur ini adalah prosedur yang paling baik untuk dilakukan karena memeberikan kesempatan yang sama bagi pihak yang berkonflik. Kedua, prosedur pengambilan keputusan oleh pihak ketiga (third party decision making procedures) yaitu prosedur dimana pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak yang tidak terlibat dalam konflik. Lebih tepatnya prosedur ini disebut sebagai metode penyelesaian masalah dengan mediasi. Ketiga, prosedur aksi sepihak (separate action procedurs) yaitu prosedur dimana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mnegambil keputusan secara sepihak atau sendiri-sendiri. Prosedur ini seringkali menimbulkan konflik baru dan meningkatkan eskalasi konflik. Selain yang telah disebutkan diatas juga terdapat negosiasi daam termasuk dalam resolusi konflik. Negosiasi mempunyai banyak tantangan untuk mnegatasi masalah secara kolaboratif, negosiasi memunculkan perilaku integratif, mendorong konflik ke arak konstruktif, ke arah penyelesaian masalah, yang bertujuan unutk memaksimalkan kepentingan dari berbagai pihak dengan menjaga hubungan. Negosiasi juga dapat diartikan sebagai sebuah seni bagaimana membawa semua unsur yang terlibat dan menghubungkan mereka dalam satu sistem pengelolaan konflik yang terintegrasi. Semua unsur tersebut terdiri dari para pihak dengan semua kepentingan mereka yang berbeda, sumber daya alam yang tersedia, kebijakan dan pihak yang berwenang, dan tentu saja sejumlah masalah yang berkembang. Hal ini berarti negosiasi membutuhkan
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 sistem pendekatan yang menangani interaksi antar unsur sumber daya alam, kolaborasi multi pihak, dan kemauan politik untuk merubah peraturan atau kebijakan. Terdapat empat tahap pelaksanaan agar negosiasi dapat memebrikan resolusi konflik (Van Noordwjik) yaitu langkah pertama yaitu dengan mengidentifikasi pelaku atau stakeholder serta mengerti tujuan dan indicator yang digunakan untuk memprediksi kondisi saat ini dan masa datang. Kedua yaitu membnagun piranti untuk menghubungkan rencana pemanfaatan sumber daya alam kelautan, keuntungan ekonomi, fungsi sosial yang dapat diterima oleh para pihak. Ketiga yaitu mendukung proses negosiasi. Keempat yaitu menyediakan pilihan-pilihan teknis dan institusional yang terperbaiki untuk membantu para pihak untuk pemecahan masalah. Faktor-Faktor Penyebab Konflik Konflik muncul dengan berbagai macam faktor. Menurut soerjono soekanto mengemukakan bahwa sebab terjadinya konflik antara lain yang pertama yaitu perbedaan antara perorangan. Perbedaan perorangan ini dapat berupa perbedaan perasaan, pendirian, atau pendapat. Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik sosial. Sebab dalam menjalani sebuah pola interaksi sosial tidak mungkin seseorang akan selalu sejalan dengan individu yang lain. Kedua yaitu perbedaan kebudayaan. Perbedaan kebudayaan mempengaruhi pola pemikiran dan tingkah laku perseorangan dalam kelompok kebudayaan yang bersangkutan. Selain perbedaan dalam tataran individual, kebudayaan dalam masingmasing kelompok juga tidak sama. Setiap individu dibesarkan dalam lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam lingkungan kelompok masyarakat yang samapun tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan kebudayaan, karena kebudayaan lingkungan keluarga yang membesarkannya tidak sama. Dalam tataran kebudayaan ini akan terjadi perbedaan nilai dan norma yang ada dalam lingkungan masyarakat. Ukuran yang dipakai oleh satu kelompok atau masyarakat tidak akan sama dengan yang dipakai oleh kelompok atau masyarakat lain. Apabila tidak terdapat rasa saling pengertian dan menghormati perbedaan tersebut, tidak menutup kemungkinan faktor ini akan menimbulkan terjadinya konflik sosial. Ketiga yaitu bentrokan kepentingan. Bentrokan kepentingan dapat terjadi di bidang ekonomi, politik, dan sebagainya. Hal ini karena setiap individu memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda dalam melihat atau mengerjakan sesuatu. Demikian pula halnya dengan suatu kelompok tentu juga akan memiliki kebutuhan dan kepentingan yang tidak sama dengan kelompok lain. Keempat yaitu perubahan sosial yang terlalu cepat didalam masyarakat. Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya disorganisasi dan perbedaan pendirian mengenai reorganisasi dari sistem nilai yang baru. Perubahanperubahan yang terjadi secara cepat dan mendadak akan membuat keguncangan proses-proses sosial di dalam masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada. Sebenarnya perubahan adalah sesuatu yang wajar terjadi, namun jika terjadinya secara cepat akan menyebabkan gejolak sosial, karena adanya
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 ketidaksiapan masyarakat yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya konflik sosial. Konflik terjadi karena muncul pertentangan-pertentangan di dalam masyarakat yang diakibatkan oleh berbagai faktor. Konflik terjadi tidak hanya pada ruang lingkup yang luas saja tetapi konflik juga dapat muncul di ruang lingkup yang cakupan wilayah lebih kecil seperti desa. Konflik dapat menjadi masalah yang cukup serius dalam masyarakat apabila konflik yang terus berkembang tidak diselesaikan. Hal ini akan menjadi lebih rumit dan dapat menyebabkan disintegrasi dalam masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan keahlian untuk mengelola konflik atau manajemen konflik. Temuan dan Diskusi Faktor-faktor yang Menyebabkan Konflik Manajemen konflik yaitu suatu upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk membantu menyelesaikan konflik. Proses penyelesaian konflik dapat melibatkan pihak ketiga sebagai mediator atau hanya pada pihak-pihak yang sedang berkonflik. Menurut Fisher, salah satu manajemen konflik yang digunakan dalam penyelesaian masalah yaitu transformasi konflik dimana dalam menyelesaikan suatu permasalahan atau suatu konflik memerlukan pihak ketiga. Sedangkan manajemen konflik yang lain yaitu resolusi konflik yang merupakan penyelesaian konflik tanpa adanya pihak ketiga namun konflik selesai hanya untuk sementara waktu saja atau dengan pihak ketiga namun konflik tersebut dapat muncul lagi. Resolusi konflik juga dapat diartikan bahwa pihak-pihak yang berkonflik menyelesaikan sendiri konfliknya atau sebagain dari pihak yang berkonflik mengambil keputusan sepihak. Salah satu konflik yang ada membutuhkan adanya manajemen konflik yaitu konflik antar nelayan dengan pemerintah yang berakhir dengan tawuran dan pemblokade jalan. Konflik bermula dengan adanya peraturan menteri kelautan dan perikanan tentang Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahaun 2015 tentang larangan penggunaan trawl atau sein nets yang mana termasuk melarang penggunaan cantrang atau pukat bala dalam menangkap ikan. Hal tersebut tentu menimbulkan polemik bagi kaum nelayan karena dianggap merugikan nelayan. Penggunaan cantrang sangat membantu dalam mendapatkan ikan dan dapat menopang kehidupan ekonomi sehari-hari. Diberlakukannya larangan menangkap ikan menggunakan cantrang karena dianggap merusak terumbu karang, kaum nelayan di Batang melakukan protes terhadap pemerintah kabupaten Batang agar menuntut pencabutan aturan pelarangan menggunakan cantrang dalam menangkap ikan. Protes oleh kaum nelayan di alun-alun kabupaten Batang tepat didepan rumah dinas bupati Batang yang berawal dengan sangat tertib, tetapi berakhir dengan bentrokan antara nelayan dan polisi. Aksi protes tersebut memanas disebabkan karena beberapa pemuda melempar batu ke arah polisi yang berusaha mengamankan dan membubarkan aksi protes tersebut. Polisi yang bertugas mengamankan aksi protes tersebut terlibat tawuran dengan para nelayan. Bentrok yang terjadi menyebabkan sejumlah polisi dan nelayan lainnya mengalami luka-luka. Akibat lain dari bentrokan
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 tersebut yaitu jalan pantura disekitar Batang menjadi macet total karena masa membakar ban dan banyak batu berserakan akibat bentrokan. Setelah kronologi dijabarkan, penulis melihat bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan bentrokan antara nelayan dan polisi. Faktor yang pertama yaitu tidak ada koordinasi antara pihak nelayan dengan kepolisian setempat jika akan melakukan aksi protes. Tidak adanya koordinasi antara kedua belah pihak menimbulkan kurang adanya pengamanan oleh pihak kepolisian setempat. Tidak adanya koordinasi antara kedua belah pihak juga mengakibatkan masa yang ikut dalam aksi protes tidak terkoordinir dengan baik. Hal tersebut mengakibatkan bentrokan. Kedua yaitu aksi protes tersebut tidak mempunyai ijin. Faktor pertama karena tidak adanya sebuah koordinasi dengan pihak kepolisian berakibat aksi protes yang dilakukan oleh nelayan di kabupaten Batang tidak mempunyai ijin untuk melakukan aksi protes tersebut. Setiap kegiatan masyarakat yang menyangkut dengan jumlah masa yang banyak atau menggelar suatu kegiatan harus meminta ijin kepada kepolisian setempat. Akibatnya aksi yang digelar oleh kaum nelayan bersifat illegal atau tanpa persetujuan dan ijin dari kepolisian setempat. Ketiga, terdapat pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang memperkeruh suasana. Aksi protes yang digelar untuk menuntut dihapusnya peraturan menteri tentang penggunaan pukat bala atau cantrang yang semula berjalan dengan aman dan tertib, kemudian terdapat pemuda-pemuda yang belum dikenal apakah pemuda tersebut merupakan kaum nelayan atau tidak. Pihak-pihak yang tidak bertanggung seperti ini yang membuat kerusuhan yang berakibat bentrok dengan aparat kepolisian. Selain itu, terdapat beberapa anggota nelayan yang diduga merupakan provokator terjadinya bentrokan. Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan bentrokan di kabupaten Batang. Strategi Penyelesaian Konflik Penyelesaian konflik nelayan yang menolak peraturan menteri yang menyatakan tidak diperbolehkan menggunakan cantrang atau pukat bala yaitu dengan menggunakan resolusi konflik. Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian kajian literatur bahwa resolusi konflik merupakan suatu upaya untuk menyelesaikan konflik namun tidak secara permanen dan dapat menimbulkan peluang meunculnya konflik yang serupa kembali. Hal ini dapat dibuktikan dengan diberinya perpanjangan jangka waktu untuk menggunakan cantrang atau pukat bala dan pemerintah akan menyaipkan pengganti alat penangkap ikan yang ramah lingkungan yang tidak merusak lingkungan seperti cantrang. Pemberian alat penggantian penangkapan ikan ternyata tidak cukup kuat dalam meredam konflik nelayan tersebut, hal ini dibuktikan dengan dilakukannya protes yang sama setelah 2 tahun tidak ada protes kembali. Protes tahun ini kembali ditujukan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk mundur dari jabatannya. Hal ini tentu dilatar belakangi dengan pelarangan penggunaan cantrang bagi nelayan. Dalam resolusi konflik masih terdapat peluang konflik tersebut untuk kembali terulang kembali. Resolusi konflik penyelesaian konflik hanya dalam waktu yang
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 singkat atau dengan kata lain konflik dapat kembali terjadi dalam waktu yang singkat setelah konflik diselesaikan karena resolusi konflik tidak bersifat permanen tetapi hanya penyelesaian yang bersifat sementara. Oleh karena itu dalam kasus nelayan yang melakukan aksi protes yang dilatarbelakangi dengan kecemasan serta emosi karena dua bulan tidak dapat mencari ikan dilaut karena adanya larangan menggunakan pukat bala atau cantrang yang biasa digunakan oleh para nelayan. Pemerintah menyelesaikan permasalahan ini dengan resolusi konflik dengan pemberian solusi yang bukan permanen. Resolusi konflik juga terdapat penyelesaian masalah oleh pihak ketiga serta dengan negosiasi. Terdapat berbagai strategi penyelesain konflik nelayan ini yaitu dengan adanya mediasi atau bantuan dari pihak kepolisian. Upaya untuk dapat membubarkan masa dan meredam konflik, pihak kepolisian telah menahan 49 orang yang dianggap menjadi provokator dan melakukan perusakan dalam aksi protes tersebut. Sejumlah orang yang ditahan akan dikenakan pasal pidana tentang 170 KUHP karena terbukti telah melakukan pengerusakan dan kekerasan terhadap anggota kepolisian. Selain polisi yang berusaha menyelesaikan konflik, warga nelayan yang terlibat juga menyesalkan aksi bentrok dengan meminta maaf kepada pemerintah kabupaten Batang, polisi, dan warga disekitar kota Batang. Hal ini, pemerintah kabupaten Batang sangat menyesalkan terjadinya bentrok antara polisi dan para nelayan. Hal ini juga termasuk penyelesaian konflik dengan resolusi konflik dimana pihak-pihak yang berkonflik menyelesaikan masalah sendiri dengan meminta maaf kepada aparat kepolisian setempat. Konflik berakhir dengan dicabutnya peraturan menteri yang melarang penggunaan cantrang atau pukat. Menurut Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan bahwa menteri perikanan dan kelautan sudah mencabut peraturan menteri tersebut dan telah mengijinkan nelayan untuk menggunakan cantrang atau pukat untuk menangkap ikan. Oleh krena itu, para nelayan di Indonesia termasuk nelayan di kabupaten Batang dapat kembali melakukan aktivitasnya mencari ikan dengan menggunakan cantrang atau pukat bala. Namun, kebijakan tersebut tidaklah dicabut namun hanya berupa perpanjangan perbolehan penggunaan pukat bala atau cantrang. Menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan bahwa penggunaan cantrang diperpanjang hingga akhir 2017 khusus hanya untuk wilayah Jawa Tengah. Kapal yang berukuran 10 GT (gross ton) akan diganti oleh pemerintah tetapi yang ukurannya melebihi 10 GT tidak akan diganti. Menurutnya yang besar akan di asistensi ke perbankan. Telah diketahui sebelumnya menteri Susi Pudjiastuti melalui Peraturan Menteri No.2/PERMEN-KP/2015 Tentang Pelarangan Penggunaan Pukat Hela (Trawl dan Pukat Tarik (Seine Net) dimana cantrang merupakan alat tangkap pukat Tarik. Terkait dengan transisi perubahan alat tangkap yang ramah lingkungan, menteri kelautan dan perikanan (KKP) telah memperpanjang penggunaan cantrang hingga akhir juni 2017. Selain itu, pemerintah telah menyiapkan beberapa solusi. Pertama untuk nelayan dengan kapal di bawah 10 gross ton pemerintah akan menyediakan alat tangkap
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 pengganti yang ramah lingkungan. Penggantian alat tangkap ikan cantrang dengan alat penangkap ikan yang lebih ramah lingkungan akan dilakukan secara menyeluruh dan akan dibagikan pada nelayan di seluruh Indonesia. Kedua, untuk nelayan dengan kapal 10-30 gross ton, pemerintah mengatakan akan membantu fasilitas permodalan dari bank. Fasilitas tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan usaha nelayan. Ketiga, untuk untuk kapal-kapal yang berukuran besar di atas 30 gross ton pemerintah akan menyediakan wilayah pengelolaan perikanan (WPP) di bagian timur dan barat yaitu laut Arafuru dan Natuna. Akan tetapi pemerintah menegaskan kapalkapal besar yang akan masuk ke laut Arafuru dan Natuna dilarang menggunakan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan. Pemerintah mengantisipasi agar ekosistem laut di kedua laut tersebut tidak rusak sehingga pemerintah menerapkan kebijakan tersebut. Khusus untuk wilayah Jawa Tengah pemerintah menyiapkan 6.972 penganti cantrang dengan alat penangkap ikan yang lebih ramah lingkungan. Jawa Tengah memang mendapat keistimewaan daripada wilayah-wilayah lain. Hal tersebut karena mendapatkan perpanjangan penggunaan cantrang oleh nelayan. Jawa Tengah merupakan daerah nelayan yang paling banyak menggunakan cantrang. Hal tersebut terbukti dari total 14.367 usulan penggantian cantrang yang ditangani Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebanyak 6.972 di antaranya berasal dari Jawa Tengah. Sementara peringkat kedua yaitu dari lampung. Jumlah pengajuan alat pengganti cantrang yang ditangani pemerintah hanya sekitar 2.308 unit. Begitu juga nelayan di Kalimantan Barat hanya mengajukan usulan penggantian cantrang sebanyak 2.187 alat pengganti cantrang. Sedangkan dari wilayah lain usulan penggantian cantrang hanya berkisar antara ratusan hingga seribuan unit. Dalam hal ini khusus untuk Jawa Tengah diperpanjang karena mengingat banyaknya jumlah alat pengganti cantrang yang diusulkan kepada pemerintah hampir setengah dari jumlah total pengganti cantrang. Namun pemberian penggantian alat penangkap ikan yang lebih ramah lingkungan dan berbagai solusi lain yang telah ditawarkan oleh pemerintah ternyata tidak cukup dalam menyelesaikan permasalahn terkait dengan kebijakan yang telah dikeluarkan. Pada Juli 2017, telah terjadi aksi protes yang dilakukan oleh para nelayan yang ditujukan kepada menteri kelautan dan perikanan.
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 Kesimpulan Konflik dapat terjadi didalam berbagai lapisan dalam masyarakat. Seperti contoh yaitu konflik nelayan yang menolak penggunaan cantrang atau pukat bala. Penolakan tersebut berakibat dengan dilakukannya aksi protes dan melakukan aksi long march di jalan pantura untuk menolak peraturan tersebut. Aksi protes tersebut diwarnai dengan bentrokan dengan pihak kepolisian. Aksi yang berjalan berjam-jam dan tidak kunjung mendapat tanggapan oleh bupati kabupaten Batang berakhir rusuh dengan memblokade jalan dan aksi pelemparan batu oleh nelayan terhadap pihak kepolisian di Kota Batang. Terdapat faktor yang melatar belakangi aksi protes tersebut berakhir dengan ricuh dan diwarnai berbagai kericuhan yaitu Faktor yang pertama yaitu tidak ada koordinasi antara pihak nelayan dengan kepolisian setempat jika akan melakukan aksi protes. Tidak adanya koordinasi antara kedua belah pihak menimbulkan kurang adanya pengamanan oleh pihak kepolisian setempat. Tidak adanya koordinasi antara kedua belah pihak juga mengakibatkan masa yang ikut dalam aksi protes tidak terkoordinir dengan baik. Hal tersebut mengakibatkan bentrokan. Kedua yaitu aksi protes tersebut tidak mempunyai ijin. Faktor pertama karena tidak adanya sebuah koordinasi dengan pihak kepolisian berakibat aksi protes yang dilakukan oleh nelayan di kabupaten Batang tidak mempunyai ijin untuk melakukan aksi protes tersebut. Setiap kegiatan masyarakat yang menyangkut dengan jumlah masa yang banyak atau menggelar suatu kegiatan harus meminta ijin kepada kepolisian setempat. Akibatnya aksi yang digelar oleh kaum nelayan bersifat illegal atau tanpa persetujuan dan ijin dari kepolisian setempat. Ketiga, terdapat pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang memperkeruh suasana. Aksi protes yang digelar untuk menuntut dihapusnya peraturan menteri tentang penggunaan pukat bala atau cantrang yang semula berjalan dengan aman dan tertib, kemudian terdapat pemuda-pemuda yang belum dikenal apakah pemuda tersebut merupakan kaum nelayan atau tidak. Pihak-pihak yang tidak bertanggung seperti ini yang membuat kerusuhan yang berakibat bentrok dengan aparat kepolisian. Selain itu, terdapat beberapa anggota nelayan yang diduga merupakan provokator terjadinya bentrokan. Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan bentrokan di kabupaten Batang. Terdapat berbagai strategi penyelesain konflik nelayan ini yaitu dengan adanya mediasi atau bantuan dari pihak kepolisian. Upaya untuk dapat membubarkan masa dan meredam konflik, pihak kepolisian telah menahan 49 orang yang dianggap menjadi provokator dan melakukan perusakan dalam aksi protes tersebut. Sejumlah orang yang ditahan akan dikenakan pasal pidana tentang 170 KUHP karena terbukti telah melakukan pengerusakan dan kekerasan terhadap anggota kepolisian. Selain polisi yang berusaha menyelesaikan konflik, warga nelayan yang terlibat juga menyesalkan aksi bentrok dengan meminta maaf kepada pemerintah kabupaten Batang, polisi, dan warga disekitar kota Batang. Hal ini, pemerintah kabupaten Batang sangat menyesalkan terjadinya bentrok antara polisi dan para nelayan. Konflik berakhir dengan dicabutnya peraturan menteri yang melarang penggunaan cantrang atau pukat. Menurut Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 bahwa menteri perikanan dan kelautan sudah mencabut peratutan menteri tersebut dan telah mengijinkan nelayan untuk menggunakan cantrang atau pukat untuk menangkap ikan. Oleh krena itu, para nelayan di Indonesia termasuk nelayan di kabupaten Batang dapat kembali melakukan aktivitasnya mencai ikan dengan menggunakan cantrang atau pukat bala. Namun, kebijakan tersebut tidaklah dicabut namun hanya berupa perpanjangan perbolehan penggunaan pukat bala atau cantrang. Menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan bahwa penggunaan cantrang diperpanjang hingga akhir 2017 khusus hanya untuk wilayah Jawa Tengah. Kapal yang berukuran 10 GT (gross ton) akan diganti oleh pemerintah tetapi yang ukurannya melebihi 10 GT tidak akan diganti. Menurutnya yang besar akan di asistensi ke perbankan. Telah diketahui sebelumnya menteri Susi Pudjiastuti melalui Peraturan Menteri No.2/PERMEN-KP/2015 Tentang Pelarangan Penggunaan Pukat Hela (Trawl dan Pukat Tarik (Seine Net) dimana cantrang merupakan alat tangkap pukat Tarik. Terkait dengan transisi perubahan alat tangkap yang ramah lingkungan, menteri kelautan dan perikanan (KKP) telah memperpankang penggunaan cantrang hingga akhir juni 2017. Saran Penggantian alat tangkap ikan cantrang sebaiknya terdapat koordinasi antara kepala desa yang mempunyai masyarakat dengan jenis pekerjaan sebagai nelayan cantrang dengan menteri perikanan dan kelautan. Interaksi di antara mereka pun akan didorong dalam rangka memajukan potensi yang ada. Dorongan tersebut termasuk dalam upaya untuk memastikan, betapa pemimpin lokal harus mengetahui potensi wilayahnya sekaligus cara cerdas untuk memaksimalkan potensi tersebut. Hal ini tampak pada wilayah-wilayah yang memiliki sumber daya alam lokal yang dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa (PADes). Pendekatan ini dapat dilihat dari aspek ekonomis, ekologis, maupun politik (Seftyono, 2012). Koordinasi yang baik antara kedua belah pihak dengan penggunaan dana desa dapat memudahkan penggantian cantrang di seluruh desa di seluruh Indonesia dengan cepat dan tentunya tepat sasaran. Hal ini akan membantu memudahkan penggantian alat tangkap ikan berupa cantrang dengan alat tangkap ikan yang lebih ramah lingkungan. Daftar Pustaka Ahere, J., & Hellmüller, S. (2014). Mediation and conflict transformation. Discussion Points of the Mediation Support Network, 5. Arumsari, N., Septina, W. E., Luthfi, M., & Rizki, N. K. A. (2017). KOMUNIKASI POLITIK KEPALA DESA DALAM MENDORONG INOVASI PEMBANGUNAN DESA: STUDI KASUS TIGA DESA DI LERENG GUNUNG UNGARAN, JAWA TENGAH. JPolitik Indonesia: Indonesian Political Science Review, 2(1), 87-100.
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017 Boateng, I. A. (2014). Conflict Resolution in Organization-an analysis, Vol. 2, No. 6, pp.1-8. Firman, Muhammad,. Tunda Larangan Cantrang, Susi Siapkan 6.972 Alat Pengganti di Jateng. [Online] Tersedia di: http://oceansummit.katadata.co.id/berita/2017/05/04/tunda-larangan-cantrangsusi-siapkan-6972-alat-pengganti-di-jateng [Diakses 28 Juni 2017]. Lipsky, D. B., & Avgar, A. C. (2010). The conflict over conflict management. Dispute Resolution Journal, 65(2/3), 11. Muspawi, M. (2014). MANAJEMEN KONFLIK (UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK DALAM ORGANISASI). Jurnal Penelitian Universitas Jambi: Seri Humaniora, 16(2). Nelayan Bentrok dengan Polisi di Batang, dapat di akses pada https://nasional.sindonews.com/read/971928/149/nelayan-bentrok-denganpolisi-di-batang-1425443754 [Diakses 4 Juni 2017] Paffenhoz, Tania & Lederach. J. H. (2009). Conflict Transformation: Three lenses in one frame. Journal of Peace Research and Action, Vol. 14. Santoso, Budi,. 2015. Jaring Cantrang Yang Kini Dilarang. [Online] Tersedia di: http://www.antaranews.com/berita/477380/jaring-cantrang-yang-kini-dilarang [Diakses 28 Juni 2017]. Suparpto, Hadi,. 2015. Kronologi Kerusuhan Di Batang hingga Polisi Di amuk Massa. [Online]. Tersedia di: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/596967kronologi-kerusuhan-di-batang-hingga-polisi-diamuk-massa [Diakses 28 Juni 2017]. Sukmana, Yoga., 2017. Ini Solusi Susi untuk Para Nelayan Cantrang. [Online]. Tersedia di: http://kompas.com/amp/s/app.kompas.com/amp/bisniskeuangan/read/2017/04 /28/180705526/ini.solusi.susi.untuk.para.nelayan.cantrang [Diakses 28 Juni 2017].
Conflict Management Unnes Student Working Paper Series 2017