CITRA PEREMPUAN DALAM MEDIA
DITERBITKAN OLEH: BALAI PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA BANDUNG (BPPKI) BADAN LITBANG SDM KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
DAFTAR ISI Observasi Volume 10, No. 1, Tahun 2012 Dari Redaksi v Komunikasi Pemerintahan versus Pelayanan Publik Topik Utama 1 Interelasi Perempuan dan Internet Dedeh Fardiah 13
Stereotip, Bahasa, dan Pencitraan Perempuan pada Iklan dalam Perspektif Budaya Populer Sapta Sari
29
Representasi Citra Perempuan di Media
Lucy Pujasari Supratman 41
Konstruktivisme Bias Gender Dalam Media Massa
Haryati 57
Media, Perempuan, dan Kemandirian
Ami Purnamawati 65
Perempuan dan Media Sosial Sebagai Pilihan Komunikasi Terkini Dessy Trisilowaty
75
Tubuh Perempuan Tambang Emas bagi Media Massa Ditha Prasanti
85
Tentang Penulis
87
Petunjuk Penulisan
93
Topik Mendatang Observasi Vol. 10 No. 1 Tahun 2012
KUMPULAN ABSTRAK ISSN. 1412 – 5900
Vol. 10, Nomor 1, Tahun 2012
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa ijin dan biaya
INTERELASI PEREMPUAN DAN INTERNET
INTERRELATION OF WOMEN AND THE INTERNET Dedeh Fardiah
Abstract Internet not only made changes about women’s way to interact with each other that went through distance, space and time; but also, it came with it’s own culture which affected women’s character to communicate. Their intimacy with natural and real things was replaced with something not real or virtual. The naturality was considered as virtuality, in contrast the illusion was considered as reality. Internet was considered to have created a new reality called virtual reality inside the virtual world.. The interrelation between women and internet is interesting to observe. There are transitions about women’s way to search the information’s source, meet, talk, learn, and trade through the internet which confirm them as the subjects. On the other hand, the women’s figure usually became object of cybercrimes. As the object, women became victims of violence at cyber pornography, sexual harassment, abduction, narcissistic behavior, and as a target of consumptive culture. Keywords: Women, Mass media, Internet Abstrak Internet tidak hanya merevolusi cara perempuan dalam berinteraksi yang menembus jarak, ruang, dan waktu, tetapi ia juga hadir dengan budayanya sendiri memengaruhi watak perempuan dalam berkomunikasi. Keakraban dengan sesuatu yang alami dan nyata (real) kini telah diganti dengan keeratan dengan sesuatu yang tidak nyata, virtual, dan semu. Kealamian pun bahkan dianggap sebagai kesemuan, namun ilusi dianggap riil. Internet dianggap telah menciptakan realitas baru yang dikenal sebagai virtual reality di dalam sebuah virtual
world.Fenomena
interelasi perempuan dan internet menarik untuk dicermati. Di satu sisi ada peralihan cara perempuan dalam pencarian sumber informasi, bertemu, berbicara, belajar, dan berdagang melalui internet yang mengukuhkannya sebagai subjek. Di sisi lain sosok perempuan di internet tetap menjadi objek beragam bentuk kejahatan yang dilakukan di internet (cybercrime). Pada posisinya sebagai objek perempuan masih menjadi korban kekerasan secara verbal dan visual dalam wujud pornografi (cyberporn), pelecehan seksual, penculikan, perilaku narsistik, dan sasaran budaya konsumtif. Kata Kunci : Perempuan, Media Massa, dan Intenet
STEREOTIP, BAHASA, DAN PENCITRAAN PEREMPUAN PADA IKLAN DALAM PERSPEKTIF BUDAYA POPULER
STEREOTYPES, LANGUAGE AND IMAGING OF WOMEN IN ADVERTISEMENTS IN POPULAR CULTURE PERSPECTIVE Sapta Sari
Abstract Behind the nice packed, advertisement gives much matters that can be study, entered woman issue like exploitation, violence object, hedonism style, consumptive, language, imaging, and stereotype. Nothing that wrong in every advertisement in television, because entire show for sale product to marketing. Nevertheless, there is sensitive things that implicit in an advertisement, especially advertisement that use woman as model. Advertisement not only emerge product advertised, emerge woman button hole with all stereotype that stick in woman it-self, emerge the usage of advertisement language that strengthen advertisement construction, but also can emerge various of images. We will see how
KUMPULAN ABSTRAK advertisement can form stereotype in society about woman world. Keywords: Woman and Media, Television Advertisement, Imaging, Women Stereotype. Abstrak Dibalik kemasannya yang bagus, iklan memberikan banyak hal yang bisa kita pelajari, termasuk isu perempuan di dalamnya seperti ekploitasi, objek kekerasan, gaya hedonisme, konsumtif, bahasa, pencitraan, stereotip. Sekilas tidak ada yang salah dalam setiap tayangan iklan di televisi, semuanya menayangkan produk yang akan dijual ke pasaran. Namun, ada hal-hal sensitif yang tersembunyi dalam sebuah iklan, terutama iklan yang menggunakan perempuan sebagai modelnya. Iklan tidak hanya memunculkan produk yang diiklankan, memunculkan sosok perempuan dengan segala stereotip yang melekat dalam diri perempuan, memunculkan penggunaan bahasa iklan yang menguatkan konstruksi iklan, tetapi juga bisa memunculkan berbagai pencitraan di dalamnya. Penulis akan melihat bagaimana iklan dapat membentuk stereotip dalam masyarakat mengenai dunia perempuan. Kata kunci: Perempuan dan Media, Iklan Televisi, Pencitraan, Stereotip Perempuan
REPRESENTASI CITRA PEREMPUAN DI MEDIA
REPRESENTATION OF WOMEN IMAGE IN THE MEDIA
women never feel to be the fantasy of man in the media because they are very often exploitated as the object. Otherwise, they are feeling freed to express and actualize themselves in every field of life. Keywords: Women image, Media, Feminism Abstrak Citra perempuan hingga saat ini tetap berkisar pada wilayah subordinatnya. Masyarakat memaknai eksistensi perempuan masih pada wilayah realitas fisik perempuan saja. Begitupun dalam keseharian kehidupan kita yang diberondong oleh produk-produk yang diarahkan terhadap kaum perempuan sebagai target media terbesar. Sebab media-media patriarki berfikir bahwa iklan atau tayangan-tayangan televisi lainnya akan terasa hambar dan kehilangan segi estetikanya bila tidak menyisipkan objek perempuan. Seakan-akan perempuan sangat dituntut untuk menjadi seorang perempuan modern berparadigma feminis. Nilai-nilai tersebut akhirnya terinternalisasi oleh perempuan masa kini yang berhasil disuntikkan media. Kepentingan komersialisme atau pengejaran rating tertinggi menjadi alasan utama kenapa perempuan dijadikan objek pelengkap. Namun saking seringnya diekploitasi oleh media patriarki, perempuan tidak merasa tengah dijadikan obek fantasi lelaki. Sebaliknya, mereka merasa lebih bebas untuk berekspresi dan mengaktualisasikan dirinya di segala sendi kehidupan. Kata Kunci: Citra Perempuan, Media, Feminisme
Lucy Pujasari Supratman
Abstract Women image are still in their subordinate position. People think that women existence will always be on their physical appearance. In addition, the media affirmed women as their biggest target. The patriarchy media considers that ads and other TV shows will be flat and lost its aesthetic without the presence of woman touch. As if, a woman demanded to be a modern feminist. Eventually, those values internalies the woman mind that injected successfully by the media. The commercialism interest and rate have been the main reason for women to be the identifier. Unfortunately,
KONSTRUKTIVISME BIAS GENDER DALAM MEDIA MASSA
CONSTRUCTIVISM GENDER BIAS IN THE MASS MEDIA Haryati
Abstract In the view of Constructivism, the events presented by mass media are the result of construction workers media. The mass media is not the only factor which affects public perception of gender bias. But the community consumption intensity of media possibly can strengthen the existing stereotypes in community values. The
KUMPULAN ABSTRAK mass media did not result the gender inequality, but media can revive, preserve, even aggravate inequalities against women in society. Keywords: Constructivism, gender bias,women, mass media Abstrak Dalam pandangan konstruktivisme, peristiwa yang disajikan media massa merupakan hasil konstruksi pekerja media. Media massa bukan merupakan faktor tunggal yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap bias gender. Namun intensitas konsumsi masyarakat terhadap media, dimungkinkan dapat memperkokoh stereotip yang memang sudah ada dalam nilainilai masyarakat. Media massa memang bukan yang melahirkan ketidaksetaraan gender, namun media massa dapat memperkokoh, melestarikan, bahkan memperburuk ketidakadilan terhadap perempuan dalam masyarakat. Kata Kunci: Konstuktivisme, bias gender, perempuan, media massa
Fungsi media massa bagi masyarakat bukanlah memberikan informasi, dan hiburan semata, namun juga mendidik dan memberikan pembelajaran bagi para pembaca atau audiensnya. Konten pemberitaan yang memunculkan sosok perempuan mandiri dan berkarya akan memberikan pencerahan dan sumber inspirasi bagi para perempuan sehingga menjadi bahan pembelajaran bagi para perempuan untuk berdaya dan mandiri. Banyak faktor yang dapat dipelajari dari sebuah pemberitaan tentang profil perempuan yang berkarya; diantaranya adalah tujuan berkarir, latar belakang mengapa terjun pada bidangnya, pandangan tentang perempuan ideal dan usahausaha yang harus dilakukan untuk terus berkembang dan berdaya. Audiens yang dapat menyerap berita seperti ini akan dapat terilhami untuk menggali potensi dirinya sehingga dapat tampil menjadi perempuan yang tidak hanya berguna bagi dirinya tapi menjadi inspirator bagi pihak lain. Kata kunci : Media Massa, Inspirasi dan Perempuan Mandiri
MEDIA, PEREMPUAN, DAN KEMANDIRIAN
MEDIA, WOMEN AND INDEPENDENCE Ami Purnamawati
Abstract The functions of mass media for society are not only to inform and to entertain, but also to educate the audience. The news contents which broadcast the figure of a career woman would enlighten and inspire other women as the lessons therefore they would be able to be empowered and independent. There are many factors that can be learned from a news about the profile of a career woman; including their career goals, their stimulating background, their thoughts about an ideal woman and also their efforts to develop themselves. The audience who is able to comprehend the news will be inspired to explore her potential; so they could become a women who are not only useful for herself but more than that as the inspiration for others. Keyword: Mass Media, Inspiration, and Independent women Abstrak
PEREMPUAN DAN MEDIA SOSIAL SEBAGAI PILIHAN KOMUNIKASI TERKINI
WOMEN AND SOCIAL MEDIA AS A RECENT COMMUNICATION OPTIONS Dessy Trisilowaty
Abstract Women are free beings who can determine the decision of her life. One of the woman’s freely chosen decisions is in terms of communicating. The reality of urban communities that is the requirement to be able to meet the necessary while keeping the continuity of good communication with the women around them, and they must be good to keep both of them in order to function properly. Distance and time has been consumed by the high mobility is one reason for women to choose a social media like twitter to establish communication with their partner. It is still part that should be considered by them as social media users, especially women to provide personal information or provide an argument in a subject. Social media is giving the
KUMPULAN ABSTRAK facility to connect with people who wanted but still have character as a medium that it is accessed by many people that the user should know the rules for the sake of communication continuity. Keywords: women, social media, twitter Abstrak Kenyataan dalam masyarakat perkotaan yang dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sekaligus menjaga keberlangsungan komunikasi yang baik dengan sekelilingnya menjadikan kaum perempuan harus pandai menjaga keduanya agar berjalan sebagaimana mestinya. Jarak dan waktu yang telah tersita oleh mobilitas yang tinggi adalah salah satu alasan kaum perempuan untuk memilih media sosial seperti twitter untuk menjalin komunikasi dengan pasangannya. Hal ini tetap menjadi bagian yang harus dipertimbangkan oleh mereka para pengguna media sosial terutama perempuan untuk memberikan informasi pribadi maupun memberikan argumen dalam sebuah topik. Media sosial memang memberi fasilitas untuk terhubung dengan orang yang diinginkan namun tetap memiliki sifat sebagai sebuah media yang diakses oleh banyak orang sehingga aturannya harus diketahui oleh penggunanya demi kelancaran dalam komunikasi. Kata kunci: perempuan, media sosial, twitter
TUBUH PEREMPUAN TAMBANG EMAS BAGI MEDIA MASSA
WOMEN BODY A MASS MEDIA GOLDEN MINE Ditha Prasanti
Abstract The woman involvement in Indonesia Media industry progress today is not showing a satisfactionary nomina. Incompetence to become one? This question suppose to motivated
Indonesian Woman to be more pro active in Indonesia Media activities. This situation had presented imbalance and unobjective reporting about woman in media. Woman in media, both printed and electronic media, is more to be the object of the issue. In this case, we have no clue whether woman like being exposed or people see woman as a commodity that potential to produce benefit. It obvious woman in Indonesia nowadays is only a media commercial to endorse a media company profit. And sinetron in television mostly plotted woman as a cheated wife, a mean mother, in other word, to asserted woman is typically bad. If we look closer, woman became a victim. Woman only became a golden mine and profit machine for an institution which exploited them. Keywords: Woman, Gold Mine, Television Media Abstrak Keterlibatan perempuan dalam perkembangan industri media tanah air saat ini belum menunjukkan persentase memuaskan. Terlalu bodohkan perempuan? Pertanyaan inilah seharusnya menjadi cambuk bagi kaum perempuan untuk lebih pro aktif dalam kancah dunia media di negeri ini. Akibatnya pemberitaan media terhadap perempuan menjadi tidak objektif. Perkembangan media baik itu media cetak atau elektronik, perempuan lebih banyak menjadi bahan berita bagi sebuah media. Terlihat jelas selama ini perempuan hanya dijadikan media iklan komersial untuk pencapaian keuntungan. Tidak hanya sampai di situ, dalam tayangan sinetron pada media TV sering sekali menampilkan peran seorang istri yang selingkuh, ibu yang jahat, seolah mempertegas perempuan memang bertipikal buruk. Padahal jikalau kita mau mencermati, perempuanlah yang menjadi objek penderita. Perempuan hanya dijadikan sebagai tambang emas dan mesin pencetak uang bagi suatu golongan atau institusi dari eksploitasi dirinya.
Kata kunci : Perempuan, Tambang Emas, Media Televisi
Topik Utama
Tubuh Perempuan Tambang Emas bagi Media Massa
TUBUH PEREMPUAN TAMBANG EMAS BAGI MEDIA MASSA Ditha Prasanti Fakultas Ilmu Komunikasi FIKA USB YPKP Bandung, Jln. PHH Mustofa No.68 Bandung 40124 Telp (022) 7201751, No.HP : 08562205143, email
[email protected] Naskah diterima tanggal 12 April 2012, disetujui tanggal 28 Juni 2012
WOMEN BODY A MASS MEDIA GOLDEN MINE Abstract The woman involvement in Indonesia Media industry progress today is not showing a satisfactionary nomina. Incompetence to become one? This question should be a whip for Indonesian Woman to be more pro active in Indonesia Media activities. This situation had presented imbalance and unobjective reporting about woman in media. Woman in media, both printed and electronic media, is more to be the object of the issue. In this case, we have no clue whether woman like being exposed or people see woman as a commodity that potential to produce benefit. It obvious woman in Indonesia nowadays is only a media commercial to endorse a media company profit. And sinetron in television mostly plotted woman as a cheated wife, a mean mother, in other word, to asserted woman is typically bad. If we look closer, woman became a victim. Woman only became a golden mine and profit machine for an institution which exploited them. Keywords: Woman, Gold Mine, Television Media Abstrak Keterlibatan perempuan dalam perkembangan industri media tanah air saat ini belum menunjukkan persentase memuaskan. Terlalu bodohkan perempuan? Pertanyaan inilah seharusnya menjadi cambuk bagi kaum perempuan untuk lebih proaktif dalam kancah dunia media di negeri ini. Akibatnya pemberitaan media terhadap perempuan menjadi tidak objektif. Perkembangan media baik itu media cetak atau elektronik, perempuan lebih banyak menjadi bahan berita bagi sebuah media. Terlihat jelas selama ini perempuan hanya dijadikan media iklan komersial untuk pencapaian keuntungan. Tidak hanya sampai disitu, dalam tayangan sinetron pada media TV sering sekali menampilkan peran seorang istri yang selingkuh, ibu yang jahat, seolah mempertegas perempuan memang bertipikal buruk. Padahal jikalau kita mau mencermati, perempuanlah yang menjadi objek penderita. Perempuan hanya dijadikan sebagai tambang emas dan mesin pencetak uang bagi suatu golongan atau institusi dari eksploitasi dirinya. Kata kunci : Perempuan, Tambang Emas, Media Televisi
75
Topik Utama
Tubuh Perempuan Tambang Emas bagi Media Massa
Pendahuluan Perempuan dalam bingkai media massa seringkali menjadi topik pembicaraan menarik yang tak berujung. Kesetaraan gender yang didengungkan selama ini idealnya menjadi jaminan bagi perempuan untuk setara dengan laki-laki terutama dalam bidang IPTEK, sehingga tidak menjadi bias gender. Dalam hal ini peran media yang mendidik sangat diperlukan untuk mendongkrak dan mengangkat martabat kaum perempuan, bukan justru menjadikan perempuan sebagai objek eksploitasi bagi media. Sejatinya keberadaan media menjadi sarana bagi perempuan untuk menuangkan ekspresi dan kreasinya dalam kehidupan bermasyarakat melalui kemampuan intelektual yang dimiliki perempuan. Media massa mempunyai tanggung jawab yang besar sebagai perantara penyebaran pengetahuan kepada masyarakat, bukan hanya sekedar pencari uang untuk kepentingan pribadi dan golongan dengan mengeksploitasi perempuan. Ada satu falsafah mengatakan, “baik buruknya suatu bangsa tergantung pada perempuan, bila perempuannya bagus maka majulah suatu negara. Tetapi bila perempuannya bermoral jelek maka hancurlah sebuah negara”. Begitu besarnya tanggung jawab yang dipikul perempuan demi kemajuan suatu bangsa. Namun, mengapa perempuan selalu saja menerima perlakuan yang diskriminatif dan stereotype yang negatif, misalnya saja kemolekan tubuh perempuan yang selalu dipertontonkan dan menjadi sorotan utama dalam media massa. Contoh lain, ketika maraknya kasus perkosaan di media massa, maka yang sering dibahasnya pun adalah kesalahan 76
korbannya bukan pelakunya. Persoalan tentang perempuan merupakan persoalan yang senantiasa aktual dan seringkali mengundang perdebatan panjang yang tak berujung. Apapun isu tentang perempuan tidak terasa basi untuk menghiasi atmosfir pembicaraan publik. Media massa pun, tentu saja merupakan pihak yang sangat berkepentingan terhadap dieksposnya persoalan-persoalan yang menarik seputar perempuan untuk bisa dikonsumsi khalayak. Media massa dan perempuan ibarat dua sisi mata uang yang tak bisa di pisahkan, keduanya memiliki kaitan erat yang berjalin, berkeliling, dan saling melengkapi. Perempuan banyak yang memanfaatkan jasa media massa untuk meningkatkan popularitasnya, sebaliknya media massa butuh sebuah “nuansa khas” dari seorang perempuan, mulai dari sisi keberhasilan karir dan jabatannya, ketegarannya menyikapi sebuah persoalan besar, “kenekatannya” dalam melakukan sesuatu dan terakhir adalah keberaniannya untuk memperlihatkan auratnya. Setiap perempuan sebenarnya secara umum memiliki “rasa” yang sama dengan laki-laki yakni keinginan untuk terkenal, untuk mendapatkan banyak uang serta untuk menjadi terhormat. (Athiya, 2012) Persoalannya kemudian, apakah akan dibiarkan kondisi ini berjalan apa adanya, tanpa sebuah kontrol dan garis batas yang tegas? Relakah kondisi ini didiamkan dan sebaliknya seolah menutup mata dan telinga serta sama sekali tidak peduli dengan hal ini ? Bagi seorang manusia yang masih memiliki nurani dan peduli pada nasib generasi persoalan ini menjadi tidak sederhana. Orang yang memiliki hati nurani tentu tidak akan bisa dengan tenang “menikmati” persoalan ini, Ia akan malu Observasi | Vol. 10, No.1| Tahun 2012
Topik Utama
Tubuh Perempuan Tambang Emas bagi Media Massa
mengonsumsi gambar-gambar seronok yang tersaji di berbagai media massa. Dalam tulisan ini juga akan dikupas alasan tentang kepedulian masyarakat terhadap media massa yang menampilkan gambar-gambar pornografi. Ada empat alasan yaitu : Pertama, ketika masyarakat kita belum terdidik dan cerdas dalam memilahmilah informasi yang sampai kepadanya bukan berarti dibenarkan bagi pengusaha media massa untuk menghalalkan segala cara demi lebih berorientasi pada keuntungan dengan menyajikan info-info serta foto-foto vulgar seorang perempuan. Kondisi masyarakat yang sebagian besar belum memiliki pendidikan yang cukup terus dibodohi dan direndahkan martabatnya. Selayaknya ada proses pendidikan di tingkat wacana masyarakat untuk sedikit demi sedikit menuju sebuah perbaikan. Apabila pembodohan ini dilakukan terus-menerus, bisa jadi berjalannya waktu tidak akan berpengaruh sedikitpun terhadap perubahan cara pandang dan cara berpikir masyarakat. Maka jika hal ini terjadi hanya akan menghambat proses “pencerahan” kepada masyarakat. Pembahasan Sungguh disayangkan jika media massa yang ada tidak memiliki pertimbangan yang jauh ke depan, demi penyelamatan sebuah generasi. Di mana dengan mudah persoalan moralitas ditukar dengan nilai-nilai nominal semua pihak dari si artisnya sendiri, fotografernya, pengusaha media yang bersangkutan serta seluruh yang terkait dengan pembuatan dan penyebaran hal itu memiliki andil yang sama dalam melakukan demoralisasi anak Observasi | Vol. 10, No.1| Tahun 2012
bangsa. Kondisi ini akan lebih parah jika pejabat-pejabat yang terkait dengan izin dan pengontrolan media massa tidak ambil pusing dengan persoalan ini. Dengan alasan popularitas perempuan kerapkali dengan senang hati memamerkan auratnya di hadapan publik. Seakan popularitas hanya bisa dilakukan dengan cara seperti ini. Maka hal ini akan merendahkan martabat seorang perempuan. Padahal manusia diciptakan Tuhannya dengan sejumlah bekal hidup dan potensi diri yang akan memandu manusia menjadi terhormat di antara makhluk lainnya yang ada di bumi. Salah satu yang sangat berharga bagi manusia adalah diberikannya manusia akal dan pikiran demi untuk kelangsungan hidupnya, yang akan menjadi penentu arah dari seluruh keinginan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dengan demikian jelas ukuran popularitas seorang perempuan akan sangat rendah nilainya jika hanya disandarkan pada penilaianpenilaian fisik semata. Siapapun orangnya, jika hanya mampu mengeskploitasi kemolekan tubuhnya semata dalam mencapai popularitasnya maka ia harus rela disamakan nilainya dengan binatang peliharaan, yang lebih banyak di nilai dengan standar-standar yang rendah seperti itu. Fenomena lain di kalangan artis serta foto model muncul stigma yang salah tentang arti profesionalisme kerja di bidang mereka. Mereka merasa bahwa semakin berani membuka tubuhnya maka akan semakin banyak mendapatkan imbalan. Tidak mengherankan jika kondisi ini memicu persaingan tidak sehat di kalangan para artis, yang beranggapan masalah pose-pose vulgar merupakan bagian dari dunia kerjanya. 77
Topik Utama
Tubuh Perempuan Tambang Emas bagi Media Massa
Anggapan bahwa pose-pose vulgar perempuan di media massa merupakan perwujudan nilai seni, rasanya berlebihan. Apa yang terjadi saat ini sudah mengarah ke pornografi. Pornografi bukan hasil karya seni tapi merupakan perbuatan pelecehan terhadap martabat perempuan karena dalam pornografi selera murahan dikipaskipas dengan mengeksploitasi aurat kaum hawa. Pornografi juga kebanyakan membangkitkan selera rendah yang menjadikan perempuan sebagai objek, padahal sensualitas perempuan penuh dengan sensualitas kasih sayang bukan sensualitas yang rendahan. Unsur keindahan di dalam bentuk tubuh wanita merupakan ciptaan Tuhan yang tidak layak dan tidak patut dijadikan objek untuk membangkitkan selera murahan dan rendahan. (Benny, 2001) Ketika kebebasan pers dilindungi undang-undang, insan pers dan pelaku bisnis media seakan mendapat angin segar untuk mengekspresikan karya atau tulisannya tanpa memedulikan kelayakan. Kelemahan intelektual kaum perempuan sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Semua perempuan harus mendapatkan prioritas utama dalam pendidikan sebab pendidikan memegang peranan penting bagi pengembangan intelektual dan kecerdasan kaum perempuan. Kemajuan teknologi yang berkembang pesat, memiliki banyak bias buruk, tak terkecuali pada perempuan. Perempuan menjadi ikon industrialisasi media yang dapat menghasilkan keuntungan banyak. Fakta ini tidak lepas dari persepsi umum, bahwa perempuan memiliki penampilan menarik serta dengan mudah dapat memikat hati seseorang. Sehingga tak heran bila perempuan 78
menjadi ladang empuk bisnis media. Akibatnya, peran media dalam membentuk budaya perempuan sangat dominan sekali. Akting, karakter, mind set, gaya hidup, dan beragam tontonan yang disodorkan oleh media kepada publik sudah menjadi bagian dari budaya perempuan Indonesia. Hal itu terjadi tanpa kita sadari, seolah-olah tontonan media menjadi hal biasa sehingga perlahan namun pasti, perempuan digiring pada kecenderungan gaya hidup perempuan dalam visualisasinya di telivisi. Begitulah dampak hegemoni telivisi bagi kontruksi budaya perempuan di Indonesia. Tanpa merasakan secara pasti, mereka dibuat buta dengan beragam adegan yang secara jelas merugikan posisi perempuan. Seringkali adegan yang ada memosisikan perempuan sebagai pelaku kekerasan, objek kekerasan, gaya hedonisme, sifat manja, serta ketergantungan hidupnya kepada laki-laki. (Piliang, 2001) Penelitian yang kritis terhadap program tayangan televisi, dilakukan Widjajanti M. Santoso menguak segala bentuk industrialisasi perempuan dalam media televisi. Termasuk akar-akar bentukan media televisi terhadap perkembangan budaya perempuan di tengah-tengah masyarakat. Seperti visualisasi perempuan sebagai pelaku kekerasan, hubungan antar perempuan yang divisualisasikan penuh problem, kriminalisasi hubungan emosional, serta disharmoni keluarga akibat persoalan yang ditimbulkan oleh perempuan. (Mulyana, 2009). Semua bentuk feminitas tersebut, telah menetapkan stereotip perempuan dalam budaya masyarakat Indonesia, sehingga menimbulkan suatu stigma berupa nilai dan ideologi misoginis yang tidak menguntungkan perempuan. Observasi | Vol. 10, No.1| Tahun 2012
Topik Utama
Tubuh Perempuan Tambang Emas bagi Media Massa
Akibatnya nilai tersebut menghegemoni pikiran masyarakat, termasuk perempuan sendiri, tentang budaya perempuan Indonesia yang seolah sudah menjadi stereotip yang tidak dapat berubah. Di mana dalam realitas nyata, visualisasi perempuan telah banyak memengaruhi sikap dan gaya hidup perempuan Indonesia. Seperti kriminalisasi yang dilakukan oleh perempuan, mode pakaian, pergaulan bebas dengan laki-laki, dan lain sebagainya. Industri media seperti televisi mestinya tidak hanya menjadi ikon hiburan yang banyak memikat minat penonton, dengan keuntungan media yang banyak, lebih dari itu peran edukasi media televisi harus lebih dikedepankan. Sekalipun menayangkan sinetron hiburan, harus lebih banyak edukasinya ketimbang adegan yang hanya hura-hura tanpa makna kehidupan yang mendidik bagi perempuan. Apalagi tayangan televisi sampai mendiskriminasi perempuan dan membentuk stereotip perempuan yang tidak baik. Tentu hal tersebut sangat mengancam masa depan perempuan Indonesia. Berbagai penelitian tentang perempuan dalam media massa pada umumnya menunjukkan wajah perempuan yang kurang menggembirakan. Perempuan sering digambarkan sebagai sosok yang penuh derita, noda dan terdiskriminasi. Media massa, khususnya televisi, menampilkan perempuan sebagai sosok yang lemah, pasif dan tidak berdaya. Padahal perempuan pun sama dengan lakilaki sebagai manusia utuh yang terdiri atas badan dan jiwa serta bebas menentukan sikap dan menjadi dirinya sendiri. Sejumlah kalangan menilai, pemberitaan
Observasi | Vol. 10, No.1| Tahun 2012
tentang wanita pun masih sedikit, sehingga terjadi ketimpangan informasi. Isu seputar perempuan seperti kesetaraannya dengan laki-laki, terutama dalam sektor publik, memang sudah menjadi kebijakan pemerintah. Tak kurang dari regulasi tentang perempuan dan pembentukan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang mengurusi masalah-masalah kaum perempuan. Tapi, kondisi aktual masyarakat saat ini kurang mendukung upaya penyetaraan itu. Masyarakat kita masih menganut ideologi dan nilai-nilai patriarki, yang menganggap posisi laki-laki lebih dominan ketimbang perempuan. Bahkan, perempuan masih dianggap sebagian besar orang sebagai subordinat dari sebuah sistem. Pencitraan perempuan dapat dilihat saat media massa memproyeksikan perempuan. Tidak sedikit dalam media iklan, halaman depan tabloid, dan majalah hiburan yang menampilkan wajah dan bentuk tubuh perempuan sebagai daya tarik. Begitu pula dengan sinetron-sinetron dan film masih juga menggambarkan perempuan sebagai makhluk yang lemah, tergantung pada pria, yang hanya di rumah dan peran utamanya hanyalah menyenangkan kaum pria. Selain itu, banyak pula perempuan yang dianggap sebagai simbol seks. Sosok perempuan dalam media massa seperti itu tentu saja menunjukkan stereotip yang merugikan mereka. Dalam TV, gambaran perempuan tanpa pekerjaan, sebanyak 65 persen digambarkan sebagai pigura (pajangan atau dekorasi), rekreasi 34 persen dan keluarga 1 persen. (Bungin, 2001) Seandainya sinetron menampilkan image (citra) perempuan yang positif, maka akan sangat berpengaruh pada pemikiran kaum wanita baik dalam peran publik 79
Topik Utama
Tubuh Perempuan Tambang Emas bagi Media Massa
maupun domestiknya. Lantas kenapa media massa masih menggambarkan sosok perempuan seperti di atas? Apakah yang ditampilkan media massa (cetak dan elektronik) sebagai cerminan realitas perempuan dalam masyarakat? Hal ini dimungkinkan karena kuatnya budaya patriarki, juga praktisi media, baik pemilik, sutradara, penulis skenario, produser, maupun jurnalis (wartawan) masih didominasi oleh kaum laki-laki. Kenyataan ini berdampak kepada perspektif yang dipakai media massa. Sebagai contoh, tahun 2007 perempuan jurnalis di Indonesia hanya 8,6 persen dan sisanya 91,4 persen adalah laki-laki. (Alimi,2002) Masyarakat tontonan Di dalam masyarakat tontonan (society of spectacle), perempuan berfungsi dominan sebagai pembentuk citra (image) dan tanda (sign) berbagai komoditi (misalnya salesgirl, covergirl, dan modelgirl). Menurut Guy Debord, seperti dikutip Yasraf Amir Piliang (1998), masyarakat tontonan adalah masyarakat yang dalam dirinya setiap sisi kehidupan menjadi komoditi. Setiap komoditi itu menjadi “tontonan”. Dalam masyarakat tontotan, tubuh wanita sebagai objek tontonan untuk menjual komoditi - atau tubuh itu sendiri sebagai suatu komoditi tontonan – mempunyai peran yang sangat sentral. Menjadikan tubuh sebagai tontonan bagi sebagian perempuan adalah jembatan atau jalan pintas untuk masuk ke dunia populer, meraih popularitas, mengejar gaya hidup, dan buat mencapai kepuasan material. Dalam kondisi ini, perempuan tanpa menyadari sesungguhnya mereka telah dikonstruksi secara sosial untuk 80
berada di dunia marjinal yakni dunia objek, dunia citra, dan dunia komoditi. Karena pencitraan perempuan dalam masyarakat tontonan seperti itu, kerap media massa khususnya TV, dituduh hanya menampilkan perempuan sebagai pemikat biologis semata. Inilah yang acapkali dilontarkan kaum feminis sebagai kritikan kepada media massa. Bagaimanapun, media massa memiliki manfaat yang cukup penting dalam masyarakat. Tokoh emansipasi, RA Kartini yang hari kelahirannya 21 April diperingati setiap tahun sebagai Hari Kartini pun, mendobrak tradisi yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat kaum wanita lewat bacaan-bacaannya yakni majalah wanita ketika itu. Karena itu, gambaran positif tentang perempuan dalam media massa akan memperbaiki citra mereka. Minimnya media menampilkan sosok perempuan, menurut Akhmad Zaini Abar, lebih disebabkan faktor struktural, yakni realitas sosial bahwa laki-laki lebih banyak menciptakan peristiwa yang layak menjadi berita ketimbang perempuan. Propaganda Televisi Pada sebuah media televisi, isi maupun kemasan acara cenderung mengikuti selera “pasar” yang dimaknai sebagai kepentingan kelas kapital dan banyak menguasai produksi. Pola pasar ini mengakibatkan banyaknya pengaruh persepsi pasar dalam sebuah kemasan acara yang ditayangkan oleh televisi. Alasan yang cukup mendasar mengapa para perusahaan sangat antusias dalam mempromosikan acara di televisi adalah karena televisi sendiri memiliki kelebihan dalam hal audio-visual. Kelebihan ini secara ekonomis bisa mempromosikan produk dengan cara yang sangat maksimal Observasi | Vol. 10, No.1| Tahun 2012
Topik Utama
Tubuh Perempuan Tambang Emas bagi Media Massa
dengan menampilkan secara jelas mengenai produk tersebut. Penandaan masyarakat terhadap hal atau sesuatu yang ditampilkan oleh televisi, akan menyebabkan berubahnya pola pandang masyarakat terhadap suatu hal. Ini akan terjadi jika sesuatu yang ditandai oleh masyarakat tersebut ditampilkan secara terus menerus atau berulang-ulang. Inilah yang disebut sebagai propaganda televisi pada sesuatu yang menjadi kepentingannya. Pola propaganda televisi seperti ini, pada kenyataannya, sudah tidak sesuai dengan fungsi utama media massa yang harus diperhatikan yaitu fungsi informatif, edukatif, rekreatif, dan sebagai sarana menyosialisasikan nilai-nilai atau pemahaman, baik yang lama maupun yang baru. Perempuan dalam Televisi Sebuah pertarungan yang terjadi dalam wilayah budaya, membawa akibat pada masuknya perempuan sebagai salah satu aktor dalam media televisi. Keikutsertaan perempuan dalam sebuah televisi belakangan ini, merupakan sebuah ajang eksistensi diri mereka di ruang publik. Artinya, peran televisi di sini perlu digarisbawahi bahwa tidak selamanya peran televisi ini mampu membangkitkan sebuah nilai estetika perempuan dalam layar kaca. Masuknya jenis macam kepentingan modal dalam sebuah “isi” televisi menyebabkan berubahnya orientasi kepentingan televisi tersebut yang berimbas pada masyarakat sebagai konsumen acara TV. Masuknya perempuan dalam televisi dapat dilihat dalam sebuah media iklan yang secara jelas menampilkan sosok perempuan yang sedemikian cantik dengan kriteria putih, tinggi, langsing dan berambut Observasi | Vol. 10, No.1| Tahun 2012
hitam lurus yang panjang. Pola konstruksi ini yang sangat memengaruhi pandangan masyarakat mengenai sosok perempuan dengan kriteria di atas. Propaganda yang dilakukan oleh media televisi dalam membangun secara terus menerus pola pemikiran mengenai perempuan tersebut, memengaruhi pandangan masyarakat yang kemudian menganggap bahwa perempuan ideal adalah perempuan dengan kriteria di atas. Iklan-iklannya secara gencar menawarkan berbagai produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan fisik yang sifatnya sementara : alat kecantikan, makanan, minuman, pakaian dan kendaraan, yang umumnya hanya dapat dijangkau oleh keluarga yang berada. Seksisme yang terjadi dalam iklan televisi ini dengan menampilkan perempuan sebagai objek utamanya yang diekspoitasi dengan pola pikir yang sudah dibangun oleh kepentingan pemodal yang masuk dalam media televisi. Kemudian yang terjadi adalah bentuk ketidakmandirian pada perempuan, artinya perempuan tersebut diposisikan bukan sebagai perempuan yang sebenarnya yang memiliki nilai estetika murni dalam dirinya. Saat ini sulit menyebutkan sebuah pekerjaan, bahkan aktivitas di dunia, yang tidak dapat dilakukan perempuan. Kita sudah melihat bagaimana perempuan menjadi Presiden, tidak hanya di negara membangun, tapi juga di negara yang dianggap maju. Menjadi astronot, pergi ke luar angkasa, menganalisis penyakit atau tren perekonomian dunia, juga bukan profesi yang bebas dari kiprah perempuan. Gambaran perempuan tangguh, cerdas dan berdaya guna seperti itu, jarang kita temukan di televisi Indonesia, kalau tidak bisa kita katakan tidak ada sama sekali. 81
Topik Utama
Tubuh Perempuan Tambang Emas bagi Media Massa
Ada dugaan, televisi menggambarkan perempuan sebagai komoditas, sekaligus sebagai konsumen. Dalam acara infotainment, seringkali ditampilkan gossip dari para artis yang biasanya tidak jauh dari putusnya sebuah hubungan, terjalinnya sebuah hubungan atau aib seorang publik figur. Publik figur yang ditampilkan jarang seorang artis atau aktor yang baik-baik, selalu dicari yang mengundang sensasi, bukan secara positif atau karena prestasinya. Dengan massive nya tayangan infotainment, seolah-olah menggambarkan betapa penonton kita sangat menyukai pergunjingan. Bukan hanya itu, jam tayang acara-acara tersebut, ditengarai, diperuntukkan bagi kaum perempuan. Apa yang bisa kita simpulkan? Bahwa perempuan di layar televisi, seringkali menjadi bahan pergunjingan dan sangat disukai oleh perempuan yang melihatnya di depan televisi. Dengan kata lain, perempuan-perempuanlah yang suka bergunjing tentang perempuan lain. Buat televisi hal ini sah-sah saja, yang penting rating menunjukkan bahwa acara tersebut diminati oleh penonton. Apabila kita cermati, setiap stasiun televisi mempunyai acara talk show sebagai upaya menarik penonton. Just Alvin dan Kick Andy di Metro TV, Jakarta Lawyer’s Club di TV One, Bukan Empat Mata show dan Hitam Putih di Trans7 Media Corporations. Semua acara tersebut dipandu oleh host laki-laki. Sekarang kita bandingkan dengan host perempuan, ada seorang chef perempuan, kalau sedang tampil di televisi maka status jejaring sosial akan dipenuhi komentar kaum adam mengenai penampilan fisiknya. Tidak banyak yang berusaha mencatat resep dan tip yang diberikan sang pemandu acara masak itu. Ada acara yang dipandu host 82
perempuan dikemas dengan hal mistik dan tawa. Rossi yang dulu pernah memiliki talk show ala Kick Andy pun sekarang menghilang, padahal tidak ada yang meragukan kemampuan jurnalisme Rossi Silalahi yang bertahun-tahun malang melintang di dunia pertelevisian Indonesia. Ada perasaan rindu tampilnya wajah perempuan yang cerdas di televisi Indonesia, seperti ketika televisi swasta kita belum marak. Dulu kita disuguhi kecerdasan Ira Koesno dan Dessy Anwar dalam memandu dialog dengan nara sumber yang sulit untuk ditampilkan. Kita bandingkan dengan apa yang ditampilkan televisi kita saat ini. Host perempuan yang tidak lugas dalam bertanya, tidak cerdas dalam mengorek informasi tanpa membuat nara sumber (atau penonton) terganggu, tidak ada semangat jurnalisme di situ, yang ada hanyalah semangat memojokkan nara sumber. Seperti itulah gambaran perempuan di media televisi Indonesia sekarang ini. Citra Tubuh Perempuan Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alison Shaw dalam Mulyana,( 2007 : 311), dikatakan bahwa sebuah sisi penting argumen feminis adalah bahwa media telah berperan dalam objektivikasi tubuh kaum wanita: tubuh wanita adalah pertunjukan yang memadai dan diterima, sebagai objek yang eksternal bagi diri mereka (MacSween,1983). Citra media tentang tubuh yang sudah memiliki peran penting dalam proyek-proyek tubuh demikian, khususnya bagi kaum wanita yang tubuhnya digunakan secara simbolis dalam citra-citra demikian yang bertindak sebagai pengingat yang konstan mengenai siapa kita, apa kita dan dapat menjadi apa kita
Observasi | Vol. 10, No.1| Tahun 2012
Topik Utama
Tubuh Perempuan Tambang Emas bagi Media Massa
dengan usaha yang kita lakukan (Featrherstone, 1993). Media televisi hampir selalu menampilkan perempuan dengan proporsi tubuh yang ideal, atau cenderung kurus. Pada penampilan perempuan yang tubuhnya tidak ideal, seringkali tampil sebagai objek penderita atau tokoh yang menjadi sasaran lelucon. Keadaan seperti ini, secara tidak sadar membentuk citra tubuh perempuan yang ideal baik di mata perempuan itu sendiri maupun masyarakat. Citra tubuh perempuan cantik menjadi seragam, yakni berkulit putih, berambut lurus berwarna hitam, kaki yang panjang dan leher yang jenjang. Baik iklan, sinetron baik drama maupun komedi, talk show, akan menampilkan perempuan dengan kriteria tubuh yang seragam. Bila ada yang berbeda dari gambaran umum perempuan ideal, jumlahnya tidaklah sebanding dengan gambaran ideal. Padahal sebetulnya, perempuan sendiri menyadari bahwa apa yang tampil di layar kaca tidak selalu seindah aslinya. Ada make up, proses editing, angle yang bisa mengoreksi tampilan artis dan aktor di layar televisi. Bagaimanapun, perempuan menjadi terdorong untuk membentuk tubuhnya sesuai citra ideal yang ada di televisi. Dan caranya adalah dengan menggunakan produk-produk yang iklannya hilir mudik di media televisi. Inilah sebenarnya tujuan produser dan pembuat iklan, yakni memasarkan produk yang mereka tawarkan. Disinilah kita dapat melihat, bagaimana sebetulnya perempuan didorong untuk konsumtif. Membeli apa yang ditawarkan, supaya mejadi apa yang digambarkan, karena itulah yang selalu tampil di televisi. Latar belakangnya tidak lain adalah strategi pemasaran. Produsen Observasi | Vol. 10, No.1| Tahun 2012
melihat perempuan sebagai komoditas yang bisa menarik penonton atau konsumen, perempuan juga yang menjadi konsumen potensial. Pilihan yang mana pun menguntungkan bagi produsen. Penutup Berdasarkan pada tulisan di atas, pada bagian ini penulis mencoba menyimpulkan kajian tentang wacana “Perempuan dalam Media Massa”, yang idealnya tidak seperti keadaan sekarang ini. Perempuan sekedar dieksploitasi keindahan tubuhnya untuk menarik penonton, tidak lebih dari sekedar komoditas. Kondisi seperti ini bukan hanya merendahkan harkat dan martabat perempuan, tetapi sesungguhnya juga melecehkan selera dan intelektualitas penonton. Seolah-olah penonton memang benar hanya memandang tubuh perempuan sebagai bahan eksploitasi. Media seharusnya menggambarkan keadaan sosial masyarakat yang sebenarnya, bahwa perempuan memiliki harkat dan martabat yang terhormat di masyarakat khususnya Indonesia. Sebagaimana penulis lampirkan di atas bahwa, terlihat jelas selama ini perempuan hanya dijadikan media iklan komersial untuk pencapaian keuntungan. Tidak hanya sampai disitu, dalam tayangan sinetron pada media TV sering sekali menampilkan peran seorang istri yang selingkuh, ibu yang jahat, seolah mempertegas perempuan memang bertipikal buruk. Padahal jikalau kita mau mencermati, perempuanlah yang menjadi objek penderita. Perempuan hanya dijadikan sebagai tambang emas dan mesin pencetak uang bagi suatu golongan atau institusi dari eksploitasi dirinya. 83
Topik Utama
Tubuh Perempuan Tambang Emas bagi Media Massa
Sudah saatnya bukan hanya perempuan yang melakukan gerakan kesadaran memartabatkan perempuan di media massa, tetapi juga penonton secara keseluruhan. Penonton harus menunjukkan pada industri media, bukan eksploitasi perempuan yang seperti itu yang menarik perhatian penonton. Apabila industri media
melihat bahwa eksploitasi perempuan di media tidak menarik penonton, maka sesuai hukum ekonomi, industri media akan menghentikan eksploitasi perempuan. Selama penonton membenarkan asumsi media, selama itulah perempuan akan hanya menjadi bahan eksploitasi di media massa.
DAFTAR PUSTAKA Buku : Alimi, Moh.Yasir. (2002). Dekonstruksi Seksualitas Poskolonial, dari wacana Bangsa hingga Wacana Agama. Yogyakarta : LKiS. Bungin, Burhan. (2001). Erotika Media Massa. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Hoed, Benny H. (2001). Dari Logika Tuyul ke Erotisme. Jakarta : Tera. Mulyana, Deddy. (2007). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Piliang, Yasraf Amir. (2004). Posrealitas Realitas Kebudayaan dalam Era Postmetafisika. Yogyakarta : Jalansutra. Signorielli, Nancy & Morgan, Michael. (1990). Cultivation Analysis. California : Sage Publication. Storey, John. (2004). Teori Budaya dan Budaya Pop Memetakan Lanskap Konseptual Cultural Studies. YogyakartaQalam. —————- . (2007). Pengantar Komprehensif Teori dan Metode Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop. Jalasutra; Yogyakarta. Sumber lain : Kompendium Tentang Hak-Hak Perempuan. (2008). Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. dikutip dari hasil seminar “Perempuan dan Jurnalistik” oleh Ketua KPID Jabar, Neneng Athiya, pada 21 April 2012 di UIN Bandung)
84
Observasi | Vol. 10, No.1| Tahun 2012
PETUNJUK PENULISAN
Petunjuk Penulisan Naskah Observasi BPPKI Bandung 1.Umum Observasi merupakan media yang terbit secara berkala dua nomor dalam setahun. Nomor 1 terbit setiap bulan Agustus, nomor 2 terbit bulan Desember. Proses penerbitan nomor 1 berlangsung sejak awal Januari hingga Juli. Proses penerbitan nomor 2 berlangsung sejak Juli hingga November. Sebagai media pengembangan dan rekayasa ilmu yang berasal dari hasil pengamatan lapangan, pengalaman, telaahan, gagasan, tinjauan maupun kritik di bidang komunikasi, informatika, dan media. Sasaran khalayak penyebaran ditujukan kepada masyarakat ilmiah, instansi pemerintah dan swasta serta pihak-pihak yang berminat. Jenis tulisan berupa makalah, hasil kajian pemikiran dan, tinjauan kritis, di bidang komunikasi, informatika, dan media. Redaksi menerima sumbangan naskah dari kalangan peneliti, akademisi, pengamat dan praktisi komunikasi, media, dan informatika. Naskah yang disumbangkan harus orisinal dan belum pernah dipublikasikan di media lain. Jika di kemudian hari diketahui ada naskah yang dimuat di jurnal atau media lain maka segala risiko menjadi tanggung jawab penulis. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia mengacu pada EYD. Segala macam bentuk plagiasi menjadi tanggung jawab penulis dan yang bersangkutan tidak dipekenankan untuk mengisi penerbitan di BPPKI Bandung. Setiap naskah yang masuk akan dikaji dan ditelaah oleh Dewan Redaksi. Naskah yang masuk tidak diterbitkan menjadi hak Redaksi dan tidak dapat diminta kembali. Untuk menentukan layak atau tidaknya sebuah naskah dimuat, semua naskah yang masuk ke redaksi Observasi akan ditelaah oleh Mitra Bestari sesuai dengan bidang kepakarannya. Untuk menjaga objektivitas maka setiap naskah yang di kirim ke Mitra Bestari dalam kondisi tanpa nama. Setelah dalam bentuk proof, Penulis naskah diminta menandatangani lembar pernyataan persetujuan untuk dicetak menjadi jurnal. 2. Khusus Format Penulisan: a. Naskah diketik dengan Souvenir Lt BT font 12 di atas kertas A4, spasi ganda melalui program MS Word 2003/ Open Office Writer. b. Naskah yang dikirim maksimal 20 halaman. Per halaman rata-rata sekitar 429 kata hingga 450 kata. c. Pengiriman dilakukan melalui e-mail (
[email protected]) atau melalui hard copy (dilengkapi soft copy/CDRW) ke BPPKI Bandung, Jalan Pajajaran no: 88 Bandung – 40173, telp. 022-6017493. d. Naskah mengacu pada sistematika sebagai berikut: Judul; Nama Penulis (termasuk alamat instansi, nomor hp/faxs, e-mail); Abstrak; Kata kunci; Pendahuluan; Pembahasan; Penutup.
PETUNJUK PENULISAN
Penjelasan format penulisan: Judul: Ditulis dengan singkat, padat, maksimal 10 sampai 12 kata (ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris). Isinya mencerminkan masalah pokok. Ditulis dengan huruf kapital font 14. Hindari judul penelitian dengan menggunakan kata-kata “Telaah”, “Studi”, “Pengaruh”, “Analisis”, dan sejenisnya. Hindari penggunaan kata kerja dan singkatan. Nama Penulis ( termasuk alamat instansi, nomor hp/faxs, e-mail, tgl kirim naskah): Contoh: Muhammad Zein Abdullah, S.Ip, M.Si Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Jurusan Komunikasi, Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Tenggara - 93232 Telp/Fax/HP (0401) 3192511, 081341877133, e-mail:
[email protected] Naskah dikirim pada tanggal 7 Januari 2011 Abstrak: Ditulis dalam dua bahasa, Inggris dan Indonesia, maksimal 200 kata tanpa paragraph. Isinya harus mencerminkan latar belakang dan permasalahan, pembahasan dan implikasi. Abstrak bukan merupakan turunan dari pendahuluan. Kata Kunci: Ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris di bawah abstrak. Terdiri atas 3 sampai 5 kata. Tidak harus kata tunggal, boleh kata majemuk. Ditulis dengan huruf kecil format miring (Italic). Bukan kata yang bersifat Umum. Contoh judul: Membangun Format Kemitraan Media Dalam Rangka Diseminasi Informasi. Kata-kata kunci: Kemitraan, Media, Diseminasi Informasi. Pendahuluan: berisi tentang latar belakang masalah; pentingnya permasalahan tersebut untuk ditelaah lebih jauh; Kerangka konsep/analisis: perspektif pemikiran/tinjauan, bingkai analitik yang digunakan. Pembahasan: Secara substansial isinya mencakup telaahan terhadap permasalahan dengan bingkai analitik yang digunakan. Jika menggunakan tabel, maka bentuk tabel, hendaknya menggunakan tiga garis horisontal dan tidak menggunakan garis vertikal, tabel menggunakan nomor sesuai dengan urutan penyajian (Tabel 1 , dst), judul tabel diletakan di atas tabel dengan posisi di tengah (centre justified ) contoh : Tabel 1 Jenis Kelamin Responden No Jenis Kelamin
Frekuensi
1. Laki-laki 2. Perempuan
25 25
Jumlah :
50
PETUNJUK PENULISAN
Sumber : ……………………… Penutup: isinya mencakup simpulan dan saran. Cara pengutipan : menggunakan pola bodynote, yakni menuliskan nama belakang penulis buku yang dijadikan sumber dan tahun terbit buku tanpa disertai halaman. Sumber bacaan hendaknya terdiri dari minimal 60% yang terbit dalam sepuluh tahun terakhir ini, dan 40% bebas. Tidak diperbolehkan menggunakan sumber dari wikipedia, blog yang kredibilitasnya kurang. Daftar Pustaka: Daftar pustaka ditulis mengacu pada Standard Harvard. Contoh: 1. Buku (satu penulis): Berkman, R.I (1994) Find It Fast: how to uncover expert Information on any subject. New York: Harper Perennial. 2. Buku (dua penulis/lebih): Moir, A. & Jessel, D. (1991) Brain sex: the real difference between men and women. London: Mandarin. Cheek, J., Doskatsch, I., Hill, P. & Waish, L. (1995) Finding out: Information Literacy for the 21st century. South Melbourne: MacMillan Education Australia. 3. Editor atau Penyusun sebagai penulis: Spence,B. ed. (1993) Secondary School Management in the 1990s: Challenge and Change. Aspects of Education Series, 48. London: Independent Publishers. Robinson, W.F & Huxtable, C.R.R. eds. (1998) Clinicopathologic principles for veterinary medicine. Cambridge: Cambridge University Press. 4. Penulis dan Editor: Breediove, G.K. & Schorfheide, A.M. (2001) Adolescent pregnancy. 2nd ed. Wleczorek, R.R. ed. White Plains (NY): March of Dimes Education Services. 5. Institusi, Perusahaan, Atau Organisasi sebagai penulis UNESCO (1993) General Information Programme and UNISIST. Paris: Unesco, PGI-93/WS/22 6. Salah satu tulisan dalam buku kumpulan tulisan: Porter, M.A. (1993) The Modification of Method in Researching Postgraduate Education. In: Burgess, R.G.ed. The Research Process in Educational Setting: Ten case studies. London: Falmer Press, pp. 35-47 7. Referensi kedua (buku disitasi dalam buku yang lain): Confederation of British Industry (1989) Towards a skills revolution: a youth charter. London: CBI. Quoted In: Bluck, R., Hilton, A., & Noon, P. (1994)
Information skills In Academic libraries: a teaching and learning role in
PETUNJUK PENULISAN
higher education. SEDA Paper 82. Birmingham: Staff and Educational Development Association, p.39 8. Prosiding Seminar Atau Pertemuan: ERGOB Converence on Sugar Substitutes, 1978. Geneva, (1979). Health and
sugar substitutes: proceedings of the ERGOB conference on sugar substitutes, Guggenheim, B, ed. London: Basel. 9. Naskah yang dipresentasikan dalam seminar atau pertemuan: Romonav, A.P. & Petroussenko, T.V. (2001) International book exchange: has It any future In the electronic age? In: Neven, J, ed. Proceedings of the 67th
IFLA Council and General Conference, August 16-25, 2001, Boston USA. The Hague, International Federation of Library Association and Institutions, pp. 80-8. 10. Naskah seminar atau pertemuan yang tidak dikumpulkan dalam suatu prosiding: Lanktree, C. & Briere, J. (1991, January). Early data on the Trauma Symptom Checklist for Children (TSC-C). Paper presented at the meeting of the
American Professional Society on the Abuse of Children, San Diego, CA. Haryo, T.S. & Istiadjid, M. (1999, September). Beberapa factor etlologi meningokel nasofrontal. Naskah dipresentasikan dalam konggres MABI, Jakarta. 11. Sumber referensi yang berasal dari makalah pertemuan berupa poster: Ruby, J. & Fulton, C. (1993, June), Beyond redllning: Editing software that works.
Poster session presented at the annual meeting of the Society for Scholarly Publishing, Washington, DC. 12. Ensiklopedia: Hibbard, J.D., Kotler, P. & Hitchens, K.A. (1997) Marketing and merchandising, in: The new Encyclopedia Britannica, vol. 23, 15th revised ed. London: Encyclopedia Britannica. 13. Laporan Ilmiah atau Laporan Teknis diterbitkan oleh pihak pemberi dana/sponsor: Yen, G.G (Oklahoma State University, School of Electrical and Computer Engineering, Stillwater, OK). (2002, Feb). Health monitoring on vibration signatures. Final Report. Arlington (VA): Air Force Office of AFRL.SRBLTR020123. Contract No.: F4962098100049. 14. Laporan Ilmiah atau Laporan Teknis diterbitkan oleh pihak Penyelenggara: Yen, G.G (Oklahoma State University, School of Electrical and Computer Engineering, Stillwater, OK). (2002, Feb). Health monitoring on vibration signatures. Final Report. Arlington (VA): Air Force Office of AFRL.SRBLTR020123. Contract No.: F4962098100049. 15. Tesis atau Disertasi: Page, S. (1999) Information technology impact: a survey of leading UK companies. MPhil. Thesis, Leeds Metropolitan University. Istiadjid, M. (2004) Korelasi defisiensi asam folat dengan kadar transforming growth factor.β1 dan insulin-like growth factor I dalam serum Induk dan tulang kepala janin tikus. Disertasi, Universitas Airlangga.
PETUNJUK PENULISAN
16. Paten: Phillip Morris Inc. (1981) Optical perforating apparatus and system. Europeen patent application 0021165A1.1981-01-07. 17. Artikel Jurnal: Bennett, H., Gunter, H. & Reld, S. (1996) Through a glass darkly: images of appraisal. Journal of Teacher Development, 5 (3) October, pp. 39-46. 18. Artikel Organisasi atau Institusi sebagai Penulis: Diabetes Prevention Program Research Group. (2002) Hypertension, Insulin, and proinsulin in participants with Impaired glucose tolerance. Hypertension, 40 (5), pp. 679-86. 19. Artikel tidak ada nama penulis: How dangerous is obesity? (1977) British Medical Journal, No. 6069, 28 April, p.1115. 20. Artikel nama orang dan Organisasi sebagai penulis: Vallancien, G., Emberton, M. & Van Moorselaar, R.J; Alf-One Study Group. (2003) Sexsual dysfunction In d, 274 European men suffering from lower urinary tract symptoms. JUrol, 169 (6), pp. 2257-61. 21. Artikel volume dengan suplemen: Geraud, G., Spierings, E.L., & Keywood, C. (2002) Tolerability and safety of frovatriptan with short-and long-term use for treatment of migraine and in comparison with sumatriptan. Headache, 42 Suppl 2, S93-9. 22. Artikel volume dengan bagian: Abend, S.M. & Kulish, N. (2002) The psychoanalytic method from an epistemological viewpoint. Int J Psychoanal, 83 (Pt 2), pp.491-5. 23. Artikel Koran: Sadil, M. (2005) Akan timbul krisis atau resesi?. Kompas, 9 November, hal. 6. 24. Artikel Audio-visual ( Film 35mm, Program Televisi, Rekaman, Siaran Radio, Video Casette, VCD, DVD): Now voyager. (Film 35mm). (1942) Directed by Irving Rapper, New York: Warner. Now wash your hands.(videocassette). (1996). Southampton: University of Southamton, Teaching Support & Media Services. 25. Naskah-naskah yang tidak dipublikasikan: Tian, D., Araki, H., Stahl, E, Bergelson, J., & Kreitman, M. (2002) Signature of balancing selection in Arabidopsis.Proc Nati Acad Sci USA. In press. 26. Naskah-naskah dalam media Elektronik (Buku-buku Elektronik / e-books): Dronke, P. (1968) Medieval Latin and the rise of European love-lyric [internet]. Oxford University Press. Avaliable from: netLibrary
[Accessed 6 March 2001]. 27. Artikel Jurnal Elektronik:
PETUNJUK PENULISAN
Cotter, J. (1999) Asset revelations and debt contracting. Abacus [internet], October, 35 (5) pp. 268-285. Available from: [Accessed 19 November 2001]. 28. Artikel dalam web pages: Rowett, S. (1998) Higher Education for capability: autonomous learning for life and work [internet], Higher Education for Capability. Available from: [Accessed 8 August 2000]. 29. Artikel dalam website: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM. (2005) Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM [internet].Yogyakarta: S2 IKM UGM. Tersedia dalam: [diakses 8 November 2005]. 30. Artikel dalam CD-ROM: Picardle, J. (1998) I can never say goodbye. The observer [CD-ROM], 20 September, 1, Available from: The Guardian and Observer an CD-ROM. [Accessed 16 June 2000]. 31. Artikel dalam Database Komputer: Gray, J.M. & Courtenay, G. (1988) Youth cohort study [computer file]. Colhester: ESRC Data Archive (Distributor). 32. Artikel online images (informasi visual, foto, dan ilustrasi): Hubble space telescope release In the space shuttle’s playload bay. (1997) [Online Image]. SPACE/GIF/s3104-015.glf, [Accessed 6 July 1997]. 33. Artikel dalam e-mail: July 2001. Lawrence, S. ([email protected]), 6 Re:government office for Yorkshire and Humberside Information.Email to F.Burton ([email protected]).
TOPIK MENDATANG
TOPIK MENDATANG OBSERVASI VOL. 10 NO. 2
TAHUN 2012
KONVERGENSI DAN DIGITALISASI MEDIA Konvergensi secara harfiah dapat diartikan sebagai dua benda atau lebih bertemu/bersatu di suatu titik; pemusatan pandangan ke suatu tempat yang amat dekat. Sehingga, secara umum konvergensi media merupakan penyatuan berbagai layanan dan teknologi komunikasi serta informasi (ICTS-Information and Communication Technology and Service) (http://satrioarismunandar6.blogspot.com). Konvergensi media merupakan konsep di mana media massa lama dan baru berkelindan, ketika kalangan akar rumput dan perusahaan jalin menjalin, dengan keseimbangan kekuatan antara produsen media dan konsumen media yang saling berganti secara tidak terkira. (http://en.wikipedia.org) Kunci dari konvergensi pada tingkat teknologi adalah digitalisasi, di mana semua bentuk informasi (angka, kata, gambar, suara, data, dan gerak) dikodekan ke dalam bentuk bit (binary digit) yang memungkinkan manipulasi dan transformasi data ( bitstreaming). Apapun isi yang ditampilkan, bit dapat dimanipulasi, termasuk penggandaan informasi asli, pengurangan, maupun penambahan. http://www2.kompas.com Observasi mengundang para pakar, akademisi, peneliti, dan praktisi untuk menulis sesuai topik di atas. Naskah bisa berupa resume laporan hasil penelitian, opini, telaahan teoritis, atau hasil pengamatan. Ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, dilengkapi dengan abstrak dengan jumlah 100-150 kata. Diketik dengan menggunakan program MS Word 2003/Open Office dengan spasi 1,5 di atas kertas A4, panjang naskah antara 10-20 halaman, dilengkapi biodata penulis. Naskah harus asli dan belum pernah dipublikasikan media lain. Kutipan ditulis dengan sistem endnotes. Naskah dikirim dalam bentuk hard copy beserta soft copy ke alamat redaksi Observasi: Jl. Pajajaran No. 88 Bandung atau melalui email : [email protected]