Choristess. Tika Kartika dan. Program. Abstrak. Penelitian ini membuktikan. Abstract

Makna lagu ..., Tika Kartika, FIB UI, 2014



Maakna lagu Vois sur toon chemin bagi tokooh utama dalam d Less Choristess

T Kartika dann Rahayu Surtiiati Hidayat Tika

Program m Studi Pranciss, Fakultas Ilmuu Pengetahuann Budaya, Univversitas Indoneesia, Depok 164244, Jawa Barat, Indonesia I

Email: tika.kartika@hotm mail.com

Abstrak Penelitian ini membuktikan P m t chemin baagi tokoh utam ma dan menjelaskkan makna laagu Vois sur ton ditamppilkan dalam film Les Choristes karya Christophe C Barrratier. Penelittian ini mengggunakan metodde kualitaatif. Sumber daata berupa DV VD film Pranciss berjudul Les Choristes yanng disutradarai oleh Christophhe Barrattier dan diterbitkan pada 7 Noovember 2005. Film ini menngandalkan musik sebagai komponen pentinng karenaa bukan hanya befungsi sebaagai komponenn latar dalam fiilm, namun sebbagai bagian dari isi cerita daan mengggerakan alur. Hasil H penelitiaan menunjukkaan bahwa terddapat perubahaan perilaku baagi tokoh utam ma sebeluum ia mengenaal musik dan seetelah ia mengeenal musik. K kunci : maakna, latar, alurr, perilaku. Kata

Abstract T This research proves p and exxplains the meeaning of the song "Vois sur ton cheminn" for the main characcter in the fillm "Les Choriistes" works of o Christophe Barratier. Thiis research is classified as a qualitaative research by using a desscriptive and argumentative method. m The daata collected are based a DV VD titled Les L Choristes directed by Chhristophe Barrratier and publlished on 7 Noovember 2005. This film relieed on muusic as an impo ortant component because noot only serve as a a backgrounnd in the film, but as a part of the stooryline. The ressults showed thhat there is a change c in behaavior for the main character before he know ws music and after he ca ame to know thhe music. K Keywords: mea aning, backgrouund, story, behhaviour.


Pendahuluan

Kata "musik" tidak asing di telinga para pembaca karena tiap hari kita mendengar sebuah lagu diputarkan, bahkan ketika sedang berjalan tak jarang orang mendengarkan musik di gadget milik mereka sendiri. Musik merupakan seni yang menggunakan bunyi beraturan sebagai media dan tercipta dari gabungan berbagai elemen musik. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Swanwick (2003), "musik adalah suara-suara yang teratur dan memiliki karakteristik getaran yang beraturan di samping suara yang menimbulkan bunyi tidak beraturan". Untuk mengerti maksud dari sebuah musik, pengarang memasukan kata-kata di dalamnya yang disebut dengan lirik. Sama dengan seni musik, lirik lagu berfungsi sebagai pengungkapan emosi pengarang kepada pendengar. Sejalan dengan pendapat Suseno (2012), "lirik lagu termasuk dalam genre sastra karena lirik lagu adalah karya sastra utama dari puisi yang berisi curahan perasaan pribadi, susunan kata sebuah nyanyian". Pendapat Suseno itu di dukung oleh pernyataan Colwell bahwa semua seni adalah sebuah cara yang dilakukan manusia "berbicara" untuk diri mereka sendiri dan satu sama lain. Oleh karena itu, lirik sama dengan puisi namun disajikan dengan nyanyian yang diiringi oleh musik dan termasuk dalam genre sastra imajinatif 1 . Melalui lirik, pengarang mengekspresikan berbagai macam perasaan, seperti ketakutan, kecemasan, keingintahuan, kelaparan, kegembiran, penemuan, dan harapan. F

penting dalam pembentukan sebuah film. Musik yang digunakan sebagai latar suara berbeda dengan film musikal. Menurut Susan Hayward (2006), "komponen musik bersatu atau disesuaikan dengan isi film, sementara komponen penting dalam penyutradaan film musikal adalah nyanyian dan tarian". Di dalam film, para tokoh menyanyi bahkan menari bersama-sama. Lagu-lagu yang dinyanyikan para pemain dijadikan soundtrack film dan dijual. Film musikal berfokus pada menyanyi atau menyanyi sambil menari dalam menceritakan suatu peristiwa (dialog) dan film musikal memiliki unsur utama, yaitu diagetic audience 2 . Sementara itu, musik yang digunakan sebagai latar dalam sebuah film digunakan untuk membantu menyampaikan emosi penonton dan untuk membangun aspek naratif agar lebih mudah dimengerti oleh penonton. F

F

Salah satu film musikal adalah Les Choristes. Les Choristes merupakan sebuah film Prancis yang diproduksi pada tahun 2004 dan disutradai oleh Christophe Barratier. Film ini diadaptasi dari film La Cage aux Rossignols, yang juga merupakan hasil adaptasi Noël-Noël dan René Wheeler dari karya Wheeler dan Georges Chaperot. Ciri khas film Barratier adalah musik klasik dan permasalahan anak-anak yang jarang ditemukan di film Prancis sehingga film Les Choristes mendapat banyak penghargaan dan pengakuan di dunia perfilman. 3 F

F

Seni musik dapat bergabung dengan berbagai bentuk seni lain, salah satunya dalam film. Musik dan film memang tidak dapat dipisahkan. Musik yang terdapat di dalam film mempunyai nilai dan fungsi yang beragam lebih karena musik bukan sekadar sebagai latar. Sesuai dengan pemikiran Boggs, "musik yang sering bergerak di luar peran hanya bawahan atau pelengkap untuk mengasumsikan fungsi cerita utama, memungkinkan sutradara untuk mengekspresikan hal-hal yang tidak dapat dinyatakan secara verbal atau visual" (2008: 295). Di dalam film, terdapat musik yang membantu penyampaian isi pesan. Musik dalam film merupakan salah satu elemen

Pada situs Michel Jean-François 4 , www.apprendreaapprendre.com, Christophe Barratier mengatakan alasan ia lebih memilih tema musik pada film-filmnya bahwa musik lebih mudah digambarkan melalui film. Selain karena latar belakang sebagai musisi, F

F

HU

UH

2

Menurut Susan Hayward dalam bukunya Cinema Studies: The Key Concepts (3rd ed.) (2006), diagetic adalah unsur narasi sebuah cerita. Pada sebuah film, diagetic adalah semua unsur yang ada di dalamnya, seperti dialog dan perilaku dari para tokoh atau semua aksi yang dilakukan tokoh. Terdapat pula diagetic audience yang merupakan sebuah unsur naratif yang membuat semua penonton menentukan siapa menjadi bintang ketika melakukan adegan bernyanyi. 3

Dikutip dari website http://www.allocine.fr/film/fichefilm-50325/secr ets-tournage/ diakses pada 26 maret 2012 pukul 17 :05 WIB. HU

UH

1

Menurut Sumardjo dan Saini dalam bukunya IAntologi Apresiasi Kesusastraan (1986), pembagian sastra imajinatif terdiri dari puisi, fiksi atau prosa naratif, dan drama. Sastra imajinatif cenderung bersifat khayali dan menggunakan bahasa yang konotatif.

4

Michel Jean-François adalah seorang pengajar, pemilik situs, dan editor situs www.apprendreaapprendre.com HU


U

Barratier menganggap bahwa musik dapat mengajarkan orang berbagai hal dan musik adalah suatu karya yang indah. Oleh karena itu, film pertamanya yang berjudul Les Choristes dan film-film sesudahnya selalu bertemakan musik klasik. Melalui film ini, Barratier memberi kekuatan untuk mencoba mengubah kehidupan, namun bukan berarti dapat mengubah kehidupan seseorang karena sesuatu hal yang terjadi pada film belum tentu akan terjadi pada kehidupan sesungguhnya (di luar film). Namun, pada umumnya film menceritakan sebuah peristiwa dalam bentuk visual yang menggambarkan kehidupan yang pada kenyataannya justru dapat mengubah jalan hidup seseorang karena film sendiri merupakan salah satu sarana pendidikan dan komunikasi. Film Les Choristes ini direkam di Château de Ravel, Puy-de-Dome. Film ini beredar di Hollywood pada tahun 2005. Lagu-lagu dalam film itu dinyanyikan oleh Les Petits Chanteurs de Saint-Marc. Les Petits Chanteurs memperoleh pengakuan setelah film itu dirilis pada 2004. Salah satu solois, Jean-Baptiste Maunier dipilih untuk memainkan peran utama dalam film itu. Film ini sendiri memperoleh banyak pengakuan dunia perfilman, misalnya sebagai nominasi Academy Awards untuk kategori Best Achievement in Music Written for Motion Pictures dan Best Foreign Language Film. Musik pada film Les Choristes memenangkan Penghargaan César untuk Best Music Written for a Film dan dinominasikan dalam Penghargaan BAFTA untuk Best Film Music. 5 F

Salah satu faktor kesuksesan film Les Choristes adalah lagunya, salah satunya berjudul Vois sur ton chemin yang juga merupakan original soundtrack film ini. Dalam film, lagu itu dibawakan oleh paduan suara Fond de l’Etang, hasil ciptaan seorang guru baru. Lagu itu secara perlahan-lahan dapat membawa perubahan di dalam diri setiap anggota paduan suara, bahkan dapat membentuk watak dan kehidupan tokoh utama. Maka, dapat dikatakan bahwa musik merupakan sarana pendidikan karena dapat mengubah persepsi seseorang tentang kehidupan, terutama untuk anak-anak yang masih membutuhkan pendidikan demi mencapai harapan dan mimpinya. Pernyataan itu sejalan dengan pendapat Swanwick bahwa kekuatan musik mampu memengaruhi dan mengembangkan 5

Dikutip dari website http://www.unifrance.org/film/24171/les-chorist es diakses pada 16 maret 2012 pukul 16:45 WIB. HU

berbagai perasaan manusia (2003: 103). Tulisan ini akan memaparkan apa makna lagu Vois sur ton chemin yang dinyanyikan sekelompok paduan suara dalam film Les Choristes dan bagaimana lagu itu dapat mengubah perilaku dan nasib tokoh utama.

Ringkasan film Les Choristes Les Choristes mengisahkan kehidupan di sebuah sekolah anak-anak nakal di Prancis. Kisah dimulai saat Pierre Morhange, seorang konduktor terkenal mendapat kabar bahwa ibunya meninggal dunia. Setelah pemakaman, dia mendapat kunjungan Pépinot, kawan lama yang telah berpisah 50 tahun lamanya. Sambil melihat foto, Pépinot memberikan sebuah buku titipan Clément Mathieu, guru mereka, yang ditujukan kepada Morhange. Isinya adalah catatan pengalamannya mengajar di Fond de l’Etang. Buku itu membawa mereka berdua kembali ke tahun 1949. Dikisahkan seorang lelaki paruh baya, Mathieu, berjalan mendekati pintu gerbang Fond de l’Etang. Dia adalah mantan musisi yang melamar pekerjaan sebagai pengawas asrama. Setelah masuk, Mathieu dikagetkan oleh pendidikan sangat keras di asrama yang dipimpin oleh kepala sekolah bernama Mr. Rachin yang selalu mengatakan action-reaction, artinya siapa pun yang berbuat nakal dan tidak mematuhi peraturan asrama akan menerima hukuman. Namun, Mathieu berpikir bahwa sistem yang selama ini dijalankan oleh Mr. Rachin tidak dapat membendung kenakalan murid-muridnya dan merasa ada sesuatu yang salah dalam sistem pendidikan di asrama itu Mathieu lebih memilih menghukum seorang siswa untuk mengurus pesuruh sekolah yang sedang sakit daripada menghukum siswanya dengan menyuruh mereka membersihkan lantai sekolah. Cara itu membuat Mr. Rachin geram. Namun, siswanya merasa nyaman dengan perlakuan Mathieu. Keadaan itu membuat Mathieu berniat untuk memberikan sebuah karyanya (lagu) kepada mereka. Akhirnya ia berinisiatif untuk membuat sebuah paduan suara yang terdiri dari para siswa Fond de l’ Etang. Awalnya Mathieu secara diam-diam mengajarkan kepada anak-anak itu bernyanyi. Mathieu pun menemukan talenta luar biasa dalam bernyanyi dalam diri siswanya. Itulah awal yang membuat jalan hidup semua orang yang terlibat di dalamnya berubah.

UH


Salah satu anak yang spesial di dalam paduan suara itu adalah Pierre Morhange yang sering disebut si ‘wajah malaikat’ oleh guru lain di asrama karena wajahnya yang lugu dan baik. Di balik wajah malaikatnya, dia nakal dan keras kepala. Morhange mempunyai suara emas yang membuat paduan suara itu berbeda. Dengan bakatnya itu, Morhange membuat Mathieu takjub dan dia mendapat kehormatan untuk bernyanyi secara solo. Secara tidak langsung, hal itu mengubah sikap dan sifat Pierre : ia menjadi bersahabat dan membantu Mathieu di dalam paduan suara. Namun, perjuangan paduan suara ini berakhir saat sekolah asrama tempat mereka belajar dan tinggal dibakar oleh Mondain, salah satu mantan murid di asrama Fond de l’ Etang. Mondain dendam karena pernah dituduh mencuri uang sekolah dan dimasukkan ke penjara. Sialnya, pada saat kebakaran terjadi, Mathieu yang sedang bertugas menjaga asrama. Akhirnya, Mathieu dipecat dan sekolah ditutup. Akibatnya, anak-anak tersebut dikembalikan kepada orang tua masing-masing, sementara Pépinot yang yatim-piatu dibawa dan diurus oleh Mathieu. Adapun Pierre akhirnya mendapat beasiswa dan masuk sekolah musik di Lyon hingga menjadi musisi berbakat dan terkenal.

Kerangka Teori Pengkajian Puisi Puisi merupakan bentuk kesusastraan yang mementingkan kualitas estetis dalam setiap tulisan dengan pengulangan yang disengaja atau disebut dengan rima. Pernyataan itu sesuai dengan pendapat Luxemburg, dkk (1989: 70), "ciri-ciri puisi ialah rima, kiasan, dan bentuk khusus penggunaan lain". Sementara itu, menurut Waluyo (1995: 1), "puisi adalah bentuk kesusastraan yang paling tua dan puisi tidak hanya dipergunakan untuk penulisan karya besar, tetapi juga erat hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari". Puisi yang erat dengan kehidupan sehari-hari yang dimaksud adalah lagu atau nyanyian yang sering kita dengar. Kita menikmati lagu bukan hanya karena musik atau melodi yang indah, tetapi juga didukung oleh isi puisi atau lirik yang mampu menghibur. Puisi atau lirik lagu telah diciptakan dan didendangkan oleh banyak penyanyi dari

berbagai kurun waktu dan tetap menarik perhatian peminatnya. Penyebabnya, puisi itu akan selalu diperbaharui oleh penyairnya (dalam hal ini adalah penulis lirik lagu itu. "Nyanyian yang banyak dilagukan adalah contoh puisi yang populer" (Waluyo, 1995: 2). Dalam puisi populer atau lagu, bahasa yang digunakan haruslah bahasa yang mudah dipahami karena pendengar harus menangkap isinya sementara lagu didendangkan. Berlawanan dengan puisi kontemporer atau populer, dalam puisi lama, majas, rima, ritma, dan diksi disusun secara lebih seksama. Jadi, dapat dikatakan bahwa bentuk dalam puisi populer terkesan lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam jumlah baris, suku kata, maupun rima. Selain musik, faktor pendukung penciptaan sebuah lagu adalah liriknya. Lirik lagu pada umumnya berbicara tentang cerita penggubah yang secara tidak langsung akan mengungkap dirinya sendiri. Fakta itu sesuai dengan pendapat Waluyo (1995: 2), "Setiap puisi pasti berhubungan dengan penyairnya, karena puisi diciptakan dengan mengungkapkan diri penyair sendiri". Selanjutnya, "Dalam puisi, lirik memberikan tema, nada, perasaan, dan amanat. Kenyataan sejarah yang melatarbelakangi proses penciptaan puisi, mempunyai peranan yang penting dalam memberikan makna puisi itu" (Waluyo, 1995: 3). Sebuah lirik lagu ataupun puisi tidak lepas dari latar belakang penulis dan konteks sosial. Terdapat unsur pembentuk puisi, yang menurut Waluyo (1995: 28), "pada dasarnya puisi dibentuk dari dua unsur, yaitu struktur fisik yang berupa bahasa yang digunakan dan struktur batin atau struktur makna, yaitu pikiran atau perasaan yang disampaikan oleh penyair". Berbeda dengan Waluyo, menurut Pradopo (2005: 7), ada "tiga unsur yang membentuk puisi", pertama adalah ide, pemikiran atau emosi. Kedua adalah bentuk dan ketiga adalah keasliannya. Dalam pengkajiannya, puisi dapat diteliti dari berbagai macam aspek struktural dan jenis-jenis atau ragamnya, melihat bahwa setiap kali puisi selalu berkembang dinamis sesuai dengan zamannya. Pradopo (2007) mengemukakan bahwa pengkajian puisi terdiri dari dua bagian, yang pertama analisis struktur puisi berdasarkan lapis normanya yang merupakan fenomena puisi. Lapisan norma yang pertama adalah bunyi atau intonasi. Dengan adanya lapis bunyi yang ditangkap oleh para pendengarnya timbul lapis kedua, yaitu lapis arti. Lapis arti berupa rangkaian


fonem, suku kata, kata, frasa, dan kalimat. Semuanya merupakan satuan arti. Rangkaian satuan arti itu menimbulkan lapis ketiga, yaitu berupa latar, pelaku, objek yang dikemukakan, dan dunia pengarang yang berupa cerita atau lukisan. Bagian kedua analisis adalah analisis unsur satu per satu yang membicarakan kaitan antarunsur dan sarana kepuitisan yang menyeluruh. Akan tetapi, unsur kepuitisan itu juga harus dibicarakan berdasarkan konteksnya. Hampir sama dengan Pradopo, Luxemburg, dkk. (1989), lebih menekankan pada pembicara dan pendengar, selain penggunaan bahasa puisi (gaya dan majas), rima, dan irama/ritme. Dalam puisi, penyair tidak memberikan keterangan yang langsung tentang subjek lirik sehingga kita harus menentukan identitasnya berdasarkan informasi tak langsung yang disarankan oleh sajak. Kemudian, pendengar atau lawan bicara yang kehadirannya dapat ditemukan dalam teks, baik eksplisit maupun implisit. Akan tetapi, dalam puisi kontemporer, bahasa yang digunakan penulis tidak terikat dengan aturan penulisan puisi lama, terkadang lawan bicaranya pun jelas diungkapkan dalam lirik. Jadi, untuk menganalisis sebuah lirik lagu, mesti menggunakan teknik pengkajian puisi, yaitu kata per kata, larik per larik, ataupun bait per bait. Dengan demikian, terlihat makna dari isi pesan lagu yang di sampaikan. Selain itu, konteks sosial dan pengalaman kehidupan pengarang lagu terhadap analisis juga sangat penting karena pada umumnya pesan dalam lagu berkaitan dengan kedua faktor itu.

Pengkajian Musik Sebagai salah satu seni, musik menggunakan media bunyi sebagai komponen utama. Keith Swanwick (2003: 8) mengungkapkan definisi musik adalah suara yang dibentuk oleh getaran yang tersusun, yang mana susunan itu tidak dimiliki oleh suara yang tidak beraturan. Tidak semua bunyi yang di dengar oleh pendengaran kita disebut dengan musik, harus ada ketentuan-ketentuan tertentu sehingga sebuah bunyi dapat dikatakan sebagai musik, menurut kamus besar bahasa indonesia, sebuah musik harus mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu). Untuk mempelajari sebuah musik dan perkembangannya, dibutuhkan sebuah teori musik yang disebut dengan musikologi. Dengan

musikologi, akan memudahkan dalam mengkaji musik dari sebuah lagu. Sama dengan puisi, pembentukan musik juga tidak lepas dari konteksnya. Swanwick (2003: 96) menyatakan, "musik berada di konteks sosial dan di sanalah terjadi interaksi antara pembuatan musik dan tanggapan atas berbagai objek musikal serta sikap dan kondisi sosial". Pernyataan Swanwick diperkuat dengan pendapat David Beard dan Kenneth Cloag (2005: x) bahwa musik terbentuk berdasarkan kehidupan sosial dan budaya yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Swanwick juga mengatakan bahwa manusia dapat mengekspresikan emosi melalui musik dan bagi setiap individu, musik memiliki makna yang berbeda, baik makna negatif maupun positif.

Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menganalisis suatu permasalahan secara induktif. Maksudnya, peneliti ini mulai meneliti dari sebuah permasalahan, yaitu makna musik bagi tokoh utama yang dijawab oleh data dari lirik lagu. Kemudian, peneliti ini menginterpretasi data untuk menjelaskan makna lirik lagu yang terdapat dalam Les Choriste berdasarkan data-data yang diperoleh sehingga dapat menemukan sebuah penjelasan dari analisis penelitian tersebut. Selain itu, penelitian kualitatif bersifat eksploratoris sehingga peneliti ini dapat mengkaji makna sebuah lagu bagi tokoh utama film Les Choristes. Pernyataan itu sesuai dengan pendapat Creswell (2010: 4), “penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yangoleh sejumlah sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial. Untuk memperkuat penjelasan tentang makna musik, penelitian ini diikuti oleh interpretasi dari peneliti.

Analisis lirik lagu Vois sur ton chemin

Vois sur ton chemin (Lihatlah jalanmu) Lagu ini diawali dengan larik Vois sur ton chemin. Larik pertama ini sama dengan judul lagu utama film Les Choristes. Dalam pengulangan yang digunakan penulis lagu tergambar bahwa ia menginginkan adanya penekanan dalam larik Vois


sur ton chemin. Pengulangan itu disebut dengan paralelisme, yaitu kesamaan struktur kalimat atau bagian kalimat (Luxemburg, dkk., 1989: 62). Melalui pengulangan itu, penyair (penulis lagu) ingin menunjukkan terdapat kejadian penting, yaitu ada seseorang atau sekelompok orang yang kehilangan jalannya. Apabila dikaitkan dalam film, maka subjek yang kehilangan jalannya adalah sekelompok anak Fond de l'Etang. Jalan yang dimaksud di sini kemungkinan adalah jalan hidup anak-anak itu. Dianggap sebagai unsur penting, maka penulis pun mengangkat larik Vois sur ton chemin menjadi judul pada lagu ini. Kemudian, dari lirik tersebut pengarang seolah langsung bertutur kata dengan lawan bicaranya. Hal itu terlihat dari penggunaan kata ton yang merupakan kata ganti kepunyaan kamu, -mu, engkau, -kau. Penggunaan kata ganti kamu itu menunjuk kepada siapa seseorang berbicara secara langsung (http://www.larousse.com/en/dictionaries/french). Kata ton di sini mengacu setiap anak di paduan suara Fond de l'Etang. Meskipun nyanyian ini dilakukan oleh paduan suara, namun pesan lagu disampaikan untuk masing-masing individu. Pengarang bermaksud menulis lagu ini memang ditujukan untuk masing-masing individu dalam paduan suara karena pengarang memiliki pengalaman sendiri terhadap anak-anak Fond de l'Etang. HU

UH

U

Gamins oubliés egarés (Anak-anak terlupakan dan tersesat) Lagu ini berfokus pada anak-anak yang diabaikan oleh orang-orang di sekitarnya, terlihat dari kata oubliés dan egarés. Kata oubliés dapat memiliki arti terlupakan, di dalam konteks film ini berarti mereka kurang diperhatikan dan diabaikan oleh orang tua. Sementara kata egarés memiliki arti tersesat; anak-anak yang bersekolah di Fond de l'Etang kehilangan jalan yang mereka tempuh karena di dalam film, para guru hanya memberikan mereka hukuman pada siapa pun yang berbuat nakal tanpa memperbaiki kesalahan mereka sehingga yang mereka tahu adalah apabila mereka berbuat nakal, maka guru atau orang tua akan menghukum mereka. Mereka merasa bahwa mereka kurang diperhatikan dan ditelantarkan sehingga menimbulkan kesan mereka tidak berguna.

yaitu yang menjadi pokok pembicaraan (1989: 74). Pembicara dalam musik berarti penyanyi. Dalam lagu ini, penyanyi dan tokoh pusat lagunya adalah anak anak, terlihat dari kata gamins yang memiliki makna anak-anak. Menurut kamus Le Robert Micro (2008), kata gamin sendiri memiliki kesan akrab atau familier, sehingga tidak ada jarak antara penulis lagu dan penyanyi. Penulis lagu Vois sur ton chemin adalah Clément Mathieu yang merupakan orang yang membentuk paduan suara di Fond de l'Etang sekaligus pelatih. Dengan menggunakan bahasa familier, penulis lagu ingin memberikan kesan lebih dekat dengan anak muridnya. Kadang-kadang si aku lirik 6 berbicara tidak kepada satu orang, melainkan kepada suatu kelompok, publik yang khusus, atau pembaca pada umumnya. Terkadang kata-kata subjek lirik terutama ditujukan kepada dirinya sendiri (Luxemburg, dkk., 1989). Pada lirik ini, pencerita (penyanyi) mengungkapkan perasaannya tidak hanya pada satu orang saja, tetapi sekelompok orang terlihat dari kata gamin yang ditambah huruf -s sebagai penanda jamak. Meskipun kata gamins ini terlihat mengacu pada anak-anak Fond de l'Etang, namun sebenarnya gamins itu mengacu pada anak-anak seumuran mereka yang ditelantarkan sama dengan para murid Fond de l'Etang. Menurut Kamus Prancis Indonesia (2004), gamin memiliki makna anak dari kalangan rakyat kecil sehingga dapat dikatakan bahwa anak-anak di sini mengacu pada anak-anak kalangan bawah yang hidup masa itu yang memiliki nasib yang sama dengan para murid di Fond de l'Etang. Sesuai dengan artikel yang ditulis oleh Hernandes 7 (2004), film Les Choristes memiliki latar cerita sekitar abad ke-20 setelah terjadinya Perang Dunia II (1927-1949). Periode itu ditandai dengan Marshall Plan dan ketidakstabilan pemerintah Prancis. Sama dengan yang digambarkan di Les Choristes, perekonomian Prancis sangat lemah sehingga anak-anak tidak mampu untuk menempuh pendidikan yang layak. Oleh karena itu, paduan suara Fond de l'Etang bernyanyi bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk anak-anak yang ditelantarkan sama dengan mereka F

F

F

6

Menurut Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn, pembicara dalam sebuah teks puisi kita namakan si aku, si aku lirik atau subjek lirik. 7

Menurut Luxemburg, dkk., dalam banyak sajak, pembicara bukan saja pihak yang mengatakan semuanya, tetapi juga tokoh pusatnya,

F

Gérard Hernande adalah seorang pengajar di Perguruan Tinggi di Val de Charente 16 Ruffec dan mendirikan website http://cahiers-pedagogiques.com HU


U

pada pasca PD II.

(Semangat hidup) Sentier de la gloire (Jejak kemuliaan)

Donne-leur la main Pour les mener Vers d'autres lendemains (Ulurkan tanganmu untuk menuntun mereka Menuju hari esok lainnya) Lirik tersebut mengungkapkan bahwa penyanyi Fond de l'Etang ingin memberikan bantuan kepada anak-anak yang memiliki nasib yang sama dengan mereka. Pernyataan itu terlihat dari kata leur dan les yang mengacu pada kata gamins dari lirik sebelumnya. Selain itu, penggunaan imperatif pada kata Donne bermakna menyuruh mereka sendiri untuk menolong dan membimbing anak-anak terlantar itu menuju keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Seperti http://leconjugueur.lefigaro.fr, dalam situs, imperatif digunakan untuk mengekspresikan perintah, memberikan saran atau membuat saran. Dalam film, Clément Mathieu ingin mengarahkan bakat menyanyi anak-anak Fond de l'Etang, khususnya Pierre Morhange (tokoh utama). Dengan bakat yang dimiliki tokoh utama, Clément Mathieu sadar bahwa ia dapat memainkan musiknya suatu saat nanti. HU

UH

Karena lagu ini dikesankan oleh suatu pengalaman langsung dari penyanyi, maka dari larik donne-leur la main pour les mener vers d'autres lendemains, pada murid didiknya Clément Mathieu kelak akan melakukan hal yang sama dengan Clément Mathieu. Mereka kelak akan membimbing dan mengarahkan anak-anak yang ditelantarkan, melalui musik. Selain itu, kata lendemains di sini bukan berarti keesokan harinya, namun dapat bermakna l'avenir atau le futur (masa depan) (http://www.larousse.com/en/dictionaries/french). Jadi, disini terdapat kesan perubahan ke arah masa depan yang lebih baik. Meskipun terdapat makna masa depan, tetapi masa depan dalam konteks ini merupakan masa depan yang berjarak dekat sehingga diharapkan kemunculan perubahan ke arah yang lebih baik itu berlangsung cepat dan dekat. HU

UH

Sens au coeur de la nuit (Merasakan di tengah malam) L'onde de l'espoir (Gelombang harapan) Ardeur de la vie

U

Menurut Luxemburg, dkk., khususnya di bagian bumi yang mengalami empat musim, dalam banyak sajak, pagi dan musim semi dihubungkan dengan kegembiraan, kebahagiaan, harapan, dan masa muda; musim dingin dan malam dihubungkan dengan kesenduan dan kemandekan (1989: 86). Jika dikaitkan dengan lirik sens au coeur de la nuit, la nuit (malam) dapat diasosiasikan dengan perasaan sedih. Kesedihan yang dirasakan oleh subjek lirik dapat mengacu pada lirik sebelumnya, yaitu oubliés dan egarés yang berarti dilupakan dan diabaikan oleh orang-orang disekitar mereka. Di tengah-tengah kesedihan mereka, muncul harapan, semangat, dan jalan mencapai kejayaan. Jika dihubungkan dalam konteks film Les Choristes, perlahan-lahan anak-anak Fond de l'Etang menemukan cara untuk menggapai impian mereka. Mereka berpikir bahwa ada jalan untuk mencapai impian mereka. Khususnya bagi Pierre Morhange, ia menyadari bakat menyanyinya yang baru ditemukan dapat mengubah hidupnya dan menjadikan musik sebagai media penggapaian masa depannya. Bagi sebagian orang, musik itu hanya omong kosong, tapi baginya, musik dapat menimbulkan perubahan karakter dirinya, bahkan dapat mengubah nasibnya. Lirik l'onde de l'espoir, ardeur de la vie, sentier de la gloire yang dideretkan berurutan menimbulkan kesan bahwa setelah anak-anak mendapatkan harapan di tengah derita mereka, akhirnya semangat untuk menjalani hidup bangkit dan mereka menjalani kehidupan yang baik menuju kejayaan yang ingin mereka raih. Kenakalan-kenalan yang sering mereka lakukan di sekolah mulai berkurang dan mulai memikirkan masa depan mereka. Dalam film, setelah para murid melakukan latihan paduan suara tiap hari, mereka mulai sadar pentingnya sekolah dan impian yang sering mereka pikirkan. Kemudian hubungan para guru dan murid pun semakin membaik sehingga hukuman dan kenakalan yang dilakukan mereka semakin berkurang. Apabila dikaitkan dengan lirik sebelumnya, donne-leur la main pour les mener vers d'autres lendemains, terlihat bahwa apabila anak-anak dibimbing dan dididik dengan baik, tanpa kekerasan dan hukuman, mereka pun akan memperbaiki kesalahan dan akan tercipta hubungan yang baik antara guru dan murid. Para guru pun dapat menuntun mereka yang hidup


dalam kondisi keputusasaan. Menurut http://www.larousse.com/en/dictiona ries/french/, sentier de la gloire dapat bermakna sebuah jalan yang kita ikuti untuk mencapai suatu tujuan. Sesuai dengan konteks cerita, dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan jalan kehidupan dan perilaku mereka seiring dengan kedatangan Clément Mathieu. Kesadaran mereka akan harapan juga menciptakan sebuah semangat untuk menjalani kehidupan demi menggapai tujuan hidup atau impian. HU

UH

Bonheurs enfantins, Trop vite oubliés effacés, Une lumière dorée brille sans fin Tout au bout du chemin (Kegembiraan masa kecil) (Terlalu cepat terlupakan dan terhapuskan) (Sebuah kemilau cahaya bersinar tanpa henti) (di ujung jalan) Dari lirik lagu di atas, dapat dikatakan bahwa masa kecil anak-anak terlalu sedih untuk dikenang. Pernyataan itu dapat dilihat dari kalimat bonheurs enfantins, trop vite oubliés effacés. Meskipun kata "kesedihan" tidak dicantumkan secara eksplisit, lirik trop vite oubliés effacés dapat mewakili kesedihan masa kecil mereka. Penggunaan kata trop vite menandakan bahwa terdapat kedekatan jarak waktu dalam penghapusan kenangan masa kecil mereka. Hal itu menimbulkan kesan bahwa anak-anak hampir tidak memiliki kebahagiaan pada saat itu. Anak-anak yang seharusnya masih membutuhkan pendidikan dan kegembiraan pada masanya, justru mendapatkan kepahitan dalam kehidupan mereka. Mayoritas anak-anak di masa itu seperti tidak memiliki cita-cita dan hanya pasrah menerima keterpurukan yang dialami. Dengan kekacauan kondisi ekonomi akibat PD II, biaya masuk sekolah elit yang sangat tinggi membuat mereka hanya mampu masuk sekolah biasa, seperti Fond de l’Etang. Tujuan para orangtua memasukkan mereka ke sekolah asrama, seperti Fond de l’Etang agar mereka mendapat pendidikan yang baik meskipun keadaan ekonomi saat itu masih kacau. Ironisnya, para pendidik di sekolah itu bertindak keras pada mereka. Para guru mengklaim mayoritas murid di sekolah itu adalah pemberontak dan selalu melakukan kenakalan. Siapa pun melakukan kenakalan kecil sekali pun harus dihukum. Walaupun kegembiraan masa kecil mereka direnggut, selalu ada cara untuk mengakhiri masa

penderitaan mereka. Pernyataan itu terlihat dari lirik une lumière doree brille sans fin tout au bout du chemin. Lirik itu memiliki makna yang berlawanan dengan lirik sebelumnya, hal ini menjelaskan bahwa ada sebuah jalan yang menuntun mereka menuju sebuah kebahagiaan. Une lumière dorée menekankan bahwa sebelumnya anak-anak itu hidup dalam sebuah kegelapan atau kesuraman. Frasa ini menjelaskan kembali makna lirik bonheurs enfantins, trop vite oubliés effacés mengenai kesedihan masa kecil para murid Fond de l'Etang. Kegelapan itu kemudian diterangi oleh sebuah cahaya yang akan terus bersinar di sepanjang hidup mereka dalam perjalanan penggapaian impian. Kata cahaya pada konteks ini mengacu pada harapan yang dapat mengubah perjalanan kehidupan mereka. Apabila lirik une lumière dorée brille sans fin tout au bout du chemin dihubungkan dengan lirik sebelumnya yang mengenai semangat hidup untuk menemukan harapan di tengah-tengah kesedihan dan keputusasaan mereka, dapat dikatakan bahwa jika anak-anak itu memiliki semangat juang untuk menggapai cita-cita yang diinginkan, keberhasilan di akhir perjuangan akan di dapat. Selama bersekolah di Fond de l'Etang, tokoh selalu menimbulkan keributan di aksi kenakalannya. Akibatnya, para guru mengklaim dia sebagai murid yang nakal. Namun, dia memiliki bakat istimewa yang ditemukan oleh Clément Mathieu. Semenjak musik dikenalkan oleh Clément Mathieu, perilaku Pierre Morhange dan teman-temannya berubah menjadi penurut. Seolah-olah ia tersihir oleh kehebatan musik, ia menjadi pendiam dan melakukan latihan menyanyi secara rutin. Melalui musik, ia menemukan hal yang baru dalam kehidupan. Bakatnya itu membuat dirinya masuk ke sekolah musik di Lyon. Keberhasilannya di dunia musik menjadikannya konduktor hebat pada masa itu. Oleh karena itu, bagi Morhange musik merupakan sarana pendidikan yang dapat mengubah persepsi seseorang tentang kehidupan, terutama untuk anak-anak yang masih membutuhkan pendidikan demi mencapai harapan dan mimpinya. Akan lebih mudah mendidik anak-anak melalui musik, karena di dalamnya terdapat kesenangan, kesedihan, kegembiraan, bahkan penyesalan bergantung pada pesan yang disampaikan sehingga anak-anak itu akan mengetahui makna kehidupan di sekitarnya. Jelas bahwa kehidupan sosial dan budaya memengaruhi proses dan pembentukan sebuah musik dan sebaliknya, musik berpengaruh dalam


kehidupan masyarakat interpretasi setiap individu.

bergantung

pada

Analisis rima dan tempo lagu Vois sur ton chemin Vois sur ton chemin Gamins oubliés égarés Donne leur la main Pour les mener Vers d'autres lendemains

penekanan terdapat pada dua larik terakhir, yaitu ardeur de la vie dan sentier de gloire karena kedua larik itu mengalami persamaan bunyi. Pengulangan bunyi itu menunjukkan bahwa antara larik ardeur de la vie dan sentier de gloire berfungsi untuk menguatkan makna usaha pencapaian keberhasilan bagi tokoh utama. Sementara itu, pada bait terakhir terdapat rima berpeluk 9 , yaitu bonheurs enfantins dan tout au bout du chemin. Rima berpeluk ini berfungsi memperkuat kata-ekspresi kata dan menghidupkan hubungan makna tertentu antarkata. Larik bonheurs enfantins belum memiliki makna tertentu apabila tidak dilanjutkan dengan larik selanjutnya. Kemudian pada larik ketiga dan keempat di larik terakhir ini juga terdapat pengulangan bunyi akhir. Pengulangan bunyi itu juga digunakan untuk menekankan pengucapan ng pada kata chemin yang bermakna jalan kehidupan para murid Fond de l'Etang yang jadi pesan lagu ini. F

Sens au coeur de la nuit L'onde d'espoir Ardeur de la vie Sentier de gloire Bonheurs enfantins Trop vite oubliés effacés Une lumière dorée brille sans fin Tout au bout du chemin Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Hubungan antara bunyi dan makna disebut dengan ekspresi bunyi. Dengan berbagai cara, pengulangan bunyi dapat berpengaruh pada makna. Rima merupakan pengulangan bunyi yang berselang, baik di dalam larik sajak maupun pada akhir sajak. Pada bait pertama, terdapat rima akhir yaitu chemins, égarés, main, mener, dan lendemains. Selain itu, terdapat rima dalam 8 , yaitu oubliés égarés. Yang terpenting dalam rima adalah pengucapan akhir larik sajak. Meskipun memiliki huruf yang berbeda, asal pelafalannya sama maka memiliki rima yang sama. F

F

Rima akhir pada bait pertama ini berfungsi untuk menekankan pesan pada akhir larik. Secara mandiri, bunyi tidak memiliki arti, tetapi dapat memperoleh makna dalam kata-kata yang merangkainya. Selain untuk organisasi sajak, rima yang sama di akhir untuk menekankan makna lagu yang diinterpretasi. Kemudian, rima dalam pada bait pertama juga digunakan untuk menekankan kata gamins yang bermakna 'diabaikan' dengan memakai dua kata oubliés dan égarés yang memberi kesan yang sama, yaitu dibaikan atau ditelantarkan. Pada bait kedua, terdapat rima akhir yang berfungsi untuk menekankan makna lagu, tetapi

F

Dalam lagu, melodi dapat menunjukkan suasana dan perasaan penyanyi dan pesan yang disampaikan. Menurut Kamien, melodi adalah susunan nada yang diatur tinggi rendahnya, pola, dan harga nada sehingga menjadi kalimat lagu (1998: 40). Cara sederhana untuk menentukan apakah lagu ini sedih atau senang adalah melalui tempo. Tempo adalah cepat lambatnya suatu lagu dan diukur dalam satuan BPM (Beat Per Minute). Lagu Vois sur ton chemin bertempo largo karena di setiap ketukan berjumlah 40-60 bpm. Lagu yang bertempo largo memiliki tempo yang lamban, bahkan ada yang mengkategorikan sangat lambat. Pada umumnya, lagu yang bertempo lambat memberi kesan kesedihan dalam penyampaian pesan. Dengan alunan piano, nyanyian sendu dari kelompok paduan suara ini menambah kesan sedih. Apabila lantunan melodi dan lirik pada lagu Vois sur ton chemin digabungkan maka muncul makna kesedihan dan pengharapan.

Kesimpulan Musik adalah media sarana komunikasi dengan menggunakan bunyi yang paling mudah penyampaiannya karena, dengan cukup 9

Menurut http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi, rima berpeluk adalah rima akhir pd bait berlarik genap, yg larik pertamanya berima dengan larik ketiga dan larik keduanya berima dengan larik keempat. HU

U

H

H

8

Menurut http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi, rima dalam adalah rima antara dua kata atau lebih dalam satu larik sajak. HU

H

H

U

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H


H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

H

mendengarnya, tercipta persepsi yang kemudian menjadi interpretasi seorang individu. Pengarang dikatakan berhasil menyampaikan informasinya apabila pendengar dan pengarang menangkap sebuah makna yang sejalan. Untuk menyampaikan maksud sebuah lagu, melodi saja terkadang tidak cukup sehingga peranan lirik dalam lagu dibutuhkan. Lirik itu berfungsi sebagai pengungkapan perasaan lewat kata-kata atau frasa. Melalui sebuah lagu, persepsi orang tentangf kehidupan dapat berubah, baik ke arah positif maupun negatif. Lagu Vois sur ton chemin adalah salah satu lagu yang bertemakan mengenai harapan menuju ke jalan yang lebih baik. Melalui pengamatan langsung, pengarang ingin menuntun anak-anak didiknya menuju kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, ia menggunakan musik sebagai sarana pendidikan bagi para muridnya karena melalui musik: anak-anak akan mudah menangkap maksud pesan yang ditulis oleh pengarang lagu. Mathieu, seorang guru Fond de l'Etang sekaligus penulis lagu Vois sur ton chemin, sedih melihat penderitaan anak muridnya yang terus dihukum karena telah melakukan kesalahan kecil. Menurutnya, untuk mendidik anak-anak bukanlah dengan kekerasan sehingga ia menggubah sebuah lagu bagi para murid yang bertemakan harapan dan masa depan. Dengan terbentuknya paduan suara, ia tidak menyangka menemukan bakat terpendam pada anak didiknya, salah satunya adalah Pierre Morhange. Mathieu ingin Morhange menjadi seorang musisi berbakat dan sukses, serta kelak dapat membimbing anak-anak yang bernasib sama dengannya. Oleh karena itu, lewat lagu yang diajarkan oleh Mathieu, Morhange mencoba untuk mencari arah kehidupan yang lebih baik dari kehidupannya dulu yang tidak memiliki harapan dalam masa depannya. Kekuatan musik yang diajarkan Mathieu membuat Morhange menjadi murid di sekolah musik di Lyon yang membawa nasibnya menjadi salah satu musisi terkenal di Prancis.

Boggs, Joseph M dan Dennis. W. Petrie (2008). The Art of Watching Film (7th ed.). New York : McGraw-Hill. Colwell, Richard (ed.) (1991). Basic Concepts in Music Education, II. Colorado: University of Colorado. Creswell, J.W. (2010). Research design: Pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan metode campuran (Ahmad Wafaid, Penerjemah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hayward, Susan. Cinema Studies: The Key Concepts (3rd ed.). London: Routledge, 2006. Hernandes, Gérard. Les Choristes, Un Couchemar Français. 18 September 2004. diakses pada tanggal 17 Maret 2012, pukul 21 :05 WIB. H

H

Michel, Jean-François. Interview: Christophe Barratier, réalisateur du film « Les Choristes ». 21 Februari 2005. diakses pada tanggal 16 Maret 2012, pukul 19 :45 WIB. H

H

Kamus Besar Bahasa Indonesia. diakses pada 24 Januari 2014, pukul 19:46 WIB. HU

UH

U

Larousse. diakses pada 23 Januari 2014, pukul 24:50 WIB. HU

UH

U

Le Figaro Conjugaison. <> diakses pada 23 Janurai 2014, pukul 13:44 WIB. HU

UH

U

U

U

Luxemburg, Jan Van, dkk (1989). Tentang Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Daftar Acuan Allocine. <> diakses pada 26 maret 2012 pukul 17 :05 WIB.

Pradopo, Rachmat Djoko (2005). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

HU

UH

Beard, David dan Kenneth Gloag (2005). Musicology: The Key Concepts. London: Routledge.

Soemargono, Farida dan Winarsih Arifin. Kamus Perancis Indonesia (2004). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sumardjo, Jacob, Saini K.M (ed.) (1986). Antologi


Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.

Suseno, Silvia Restu (2012) Teks Lisan Daerah: Sebuah Kajian Semantik. Serang: Untirta Press. Swanwick, Keith (2003). A Basis for Music Education. London: Routledge. Waluyo, Herman J (1995). Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta: UNS Press. UniFrancefilms. <> diakses pada 16 maret 2012 pukul 16:45 WIB. H

H


Choristess. Tika Kartika dan. Program. Abstrak. Penelitian ini membuktikan. Abstract

Recommend Documents