METODE ILMIAH Prof.Dr.Ir Sollahudin,MS
Pendahuluan Research atau Riset adalah pemeriksaan atau pengujian yang teliti dan kritis dalam mencari fakta-fakta atau prinsip-prinsip; penyelidikan dengan tekun untuk memastikan sesuatu hal. Sehingga dapat juga diambil kesimpulan bahwa Riset adalah usaha untuk menemukan (pengetahuan tentang) suatu hal menurut metode ilmiah.
Metode Ilmiah Method yang biasanya ditulis methode, metode, metoda berasal dari kata Latin meta, yang berarti after (sesudah), dan hodos, yang berarti way (jalan). Selanjutnya menjadi methodus atau dalam bahasa Gerik methodos, yang berarti investigation following after (penyelidikan berikut setelah), atau a way of doing anything (cara melakukan sesuatu), atau regular or orderly arrangement (biasa atau tertib pengaturan), yaitu suatu cara atau jalan pengaturan atau pemeriksaan sesuatu atau susunan yang teratur. Dalam metafisika, istilah kata meta menunjukkan suatu wilayah yang masih gelap, masih belum dijangkau oleh pikiran manusia, sesuatu wilayah yang terbentang di hadapan manusia sesudah mereka sampai pada batas wilayah yang sudah dikenalnya (fisika). Demikian juga dengan dunia ilmu, sesudah batas wilayah obyek formal ilmu, maka akan membentur dunia yan masih penuh tanda tanya, penuh masalah. Metode adalah merupakan jalan atau cara untuk menguak wilayah ilmu yang masih gelap tersebut. Ciri utama metode adalah sifat empiris, artinya keputusan-keputusan pikiran diambil berdasarkan data empiris, data pengalaman, data yang telah diperiksa kebenarannya, dan kemudian harus diperiksa kecocokan/kesesuaian antara keputusan pikiran dengan kenyataan. Cara atau jalan untuk menemukan pengetahuan tentang suatu hal yang tidak berdasarkan mekanisme atau pola empiris, bukanlah metode ilmiah. Cara-cara bukan ilmiah tersebut antara lain : 1. Trial and error, mencoba untung-untungan, bila gagal mencoba lagi, cara kerja yang sembarangan, tidak mempunyai pola kerja tertentu dalam menghadapi situasi. Kegagalan hanyalah suatu kesialan saja.
2. Berdasarkan authority and tradition (otoritas dan tradisi), menolak pendapat seseorang, meskipun masuk akal, dan menerima pendapat orang lainnya berdasarkan anggapan bahwa orang lain tersebut yang berwenang memberi fatwa, dianggap suci, luhur, atau sudah menjadi adat. 3. Berdasarkan speculation and argumentation, seseorang berhasil dalam hal tertentu pada waktu tertentu, beranggapan bahwa ia akan berhasil dalam hal yang lain pada waktu yang lain. Bila pada waktu yang lain tersebut ia gagal, maka orang lainlah yang salah, karena tidak memahami dan menghargai keberhasilan yang terdahulu. Menurut beberapa penulis yang lain, metode ilmiah dapat bermakna sebagai pola kerja, ada juga yang menjelaskan sebagai suatu proses. Menurut Koentjaraningrat metode ilmiah dapat juga disebut sebagai pembangunan ilmu, yang selanjutnya dikatakan bahwa metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tentang hubungan antara pengetahuan dan ilmu dilanjutkannya, bahwa tanpa metode ilmiah suatu pengetahuan itu sebenarnya bukanlah suatu ilmu, namun hanya merupakan suatu himpunan tentang berbagai gejala, tanpa dapat disadari hubungan antara gejala yang satu dengan yang lain. Ndraha (1981) akhirnya mengemukakan uraian Copi, bahwa metode ilmiah dapat dipandang sebagai pemecahan masalah, sebagai berikut: ü Identifikasi masalah ü Hipotesis pendahuluan ü pengumpulan fakta-fakta tambahan ü Perumusan hipotesis ü Penjabaran lebih lanjut terhadap konsekuensi ü Pengujian terhadap konsekuensi ü Penerapan Pengetahuan Ilmiah Manusia adalah makhluk yang mempunyai sifat dasar ingin tahu. Terdapat berbagai cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang sesuatu hal. Pengetahuan yang benar hanya dapat ditemukan apabila dilakukan cara-cara berdasarkan aturan-aturan tertentu. Cara-cara berdasarkan aturan tertentu tersebut disebut ilmu. Sesuatu yang bersifat ilmu atau yang memungkinkan digunakannnya ilmu, disebut ilmiah.
Asal kata Ilmu dari bahasa Arab dan dalam bentuk jamak adalah Ulum, artinya mengetahui sesuatu dengan hakekat/yakin dan mengerti, atau mengetahui sesuatu dengan mendasar, atau sesuatu yang dapat mengungkapkan masalah secara jelas. Dalam bahasa Inggris ilmu disebut science, yang berasal dari Latin scire, yang berarti to know, mengetahui. Kemudian timbul kata sciens, lalu scientia, berarti pengetahuan yang diperoleh dari penelitian atau studi. Kata Ilmu mengandung pengertian yang bermacam-macam tergantung pada konteks penggunaannya. Ilmu disebut juga ilmu pengetahuan atau sains. Ilmu mengandung arti ilmu pengetahuan secara umum, namun sains cenderung diartikan ilmu alamiah (natuaral science), walaupun dalam bahasa Inggris kata science diartikan ilmu secara umum (misalnya, social science, educational science, dan linguistic science). Sebaliknya dalam bahasa Inggris, scientist diartikan sebagai ahli ilmu alamiah, sedangkan ilmuwan sosial cenderung disebut scholar. Sebaliknya, kata scholarship (kesarjanaan atau bobot ilmiah) dalam bahasa Inggris mengacu ke sifat keilmiahan semua ilmuwan. Selain itu ada pendapat yang menyatakan bahwa pengetahuan adalah nama lain dari ilmu, yang satu dapat digunakan sebagai substitusi dari yang lainnya. Kedua kata tersebut di-rangkaikan menjadi ilmu pengetahuan, sekedar untuk mengintensifkan arti katanya. Pendapat tersebut dari suatu segi mengandung kebenaran, dengan alasan bahwa istilah ilmu disini harus dapat dibedakan dari ilmu dalam konteks ilmu ghaib, ilmu sihir, ilmu (ngelmu kejawen), dan sebagainya. Untuk membedakannya, ilmu yang diperoleh dari hasil penelitian atau studi disebut ilmu pengetahuan. Ilmu Pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan merupakan satu kesatuan dalam kelompok bidang ilmu, yang dihasilkan melalui penelitian dengan menggunakan pengetahuan ilmiah. Suatu pengetahuan disebut ilmiah apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: · Obyektif, pengetahuan yang obyektif adalah pengetahuan yang seuai dengan kenyataan, · Luas, orang yang berpengetahuan sempit akan tertipu oleh suatu kesimpulan yang kemudian ternyata keliru apabila pengetahuannya diperluas, ·
Dalam, sehingga menyelesaikan masalah dengan mencari akar permasalahan,
· Relatif, setiap pengertian adalah terbatas, terletak pada posisi tertentu dalam dunia pengetahuan, yang satu berkaitan erat dengan yang lain, · Dapat diabstraksikan, dapat dipisahkan dan ditarik dari berbagai pengetahuan yang luas dan dalam, sehingga lebih jelas bersifat kelompok pengetahuan tertentu.
Kemampuan manusia adalah terbatas. Oleh karena itu harus berusaha mengefektifkan dan mengefisienkan penguasaan pengetahuannya. Ciri khusus yang kurang atau tidak esensial, dianggap tidak ada, dan hanya ciri penting yang eseinsial ditandai dengan sebutan kelompok pengertian tertentu. · Dapat dikonkritisasi, agar pengertian abstrak dapat bermanfaat. Proses konkritisasi adalah kebalikan dari abstraksi. Konkritisasi antara lain dapat ditempuh dengan : (a) memberikan definisi tentang suatu pengertian, (b) menunjukkan sebanyak-banyaknya contoh pengertian yang ada, (c) memberikan teladan yang konsisten, dan aplicable. · Sistematis, susunan buah pikiran atau pengetahuan disebut sitematis jika letak setiap pengertian telah teratur dalam suatu sistem, · Terdisiplin, sistem memerlukan disiplin, menempatkan di bawah pengawasan, penertiban, pengaturan. Sistem tanpa disiplin ibarat susunan batu tanpa semen. Disiplin menunjukkan beberapa hal : (a) setiap term, istilah, atau kata mempunyai atau diberi arti atau pengertian tertentu, (b) arti atau pengertian dari setiap term adalah terbatas, (c) ada aturan, ketentuan, atau tertib tertentu yang menjadikan hubungan antar pengetahuan serasi, teratur, dan tertib, ·
Berkembang
·
Metodis instrumental,
· Mobil, memungkinkan pengertian digerakkan ke segala penjuru, seolah-olah berada dalam suatu sistem stereometris multidimensional, · Terbuka, dapat dipelajari oleh siapa saja sesuai kemampuan dan kebutuhan, tanpa kerahasiaan dan pemalsuan, terbuka bagi saran dan kritik.
Sikap Ilmiah Setiap orang pada saat dan tempat tertentu akan berada dalam suatu situasi. Jika orang tersebut merasa sebagai bagian dari situasi itu, maka orang itu disebut mengalaminya. Orang disebut sebagai bagian dari situasi tersebut apabila orang itu langsung atau tidak langsung mempengaruhi atau dipengaruhi oleh situasi yang bersangkutan. Seseorang yang mampu melihat adanya hubungan antara dirinya dengan situasi tempat orang itu berada, dan dengan situasi di luar dirinya, maka orang itu disebut menyadari sesuatu hal atau obyek. Dari hubungan itu orang tersebut melihat sesuatu secara jelas dan terang, akan tetapi barangkali terdapat bagian-bagian atau unsur-unsur dari situasi yang bersangkutan masih kabur, membingungkan, gelap, tidak jelas. Dengan adanya jaur-jalur yang gelap tersebut, situasi seakan-akan terpecah-pecah, belum dapat
dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh, menyeluruh. Situasi yang demikian ini dijadikan sebagai obyek penelitian/ penyelidikan. Penelitian tidak hanya meliputi usaha manusia untuk menjelajahi hal-hal yang berada di luar dirinya, melainkan juga meliputi proses pemikiran yang berlangsung di dalam otak. Bila seseorang menyadari sesuatu hal, berarti ia dapat membedakan hal itu dari hal-hal lainnya yang jumlahnya sangat banyak. Kemampuan membedakan dan menyoroti sesuatu di antara sekian banyak obyek, disebut sense of discrimination. Semakin tajam dan peka kemampuan seseorang dalam membedakan sekian banyak obyek, maka akan semakin terang suatu situasi atau perbedaannya dengan situasi yang lain. Ada orang yang beranggapan bahwa hal-hal yang dialami dan disadari hanyalah semu belaka, sehingga tidak diperhatikan, dan dibiarkan berlalu begitu saja. Namun ada juga orang yang berpendapat bahwa hal-hal yang dialami dan disadari itu sungguh-sungguh nyata ada, orang yang berpendapat demikian dibagi menjadi dua golongan : Ø Golongan yang berpendapat bahwa segala situasi adalah wajar, biasa, sesuatu yang sudah semestinya ada. Ø Golongan yang tidak menerima begitu saja, melainkan memandang hal-hal itu sebagai sesuatu yang menimbulkan pertanyaan dan memerlukan jawaban. Golongan kedua inilah yang lazim disebut sebagai memiliki sikap ilmiah, scientific attitude. Sikap ilmiah ialah sikap yang memungkinkan seseorang berfikir dan bertindak secara ilmiah yang didasarkan pada pengalaman. Sikap ilmiah meliputi beberapa sikap :
Sikap positip, sikap untuk tetap berperan dalam setiap situasi, sekalipun situasi yang seburuk-buruknya, walaupun peranan yang diberikan sangat kecil. Suatu situasi yang terbatas bagi seseorang, sesungguhnya merupakan suatu yang lebih luas berada dalam situasi yang lain. Yang bersangkutan akan berperan di dalam suatu situasi, jika memiliki pegangan/dasar tertentu. Sikap bertanya, menjadikan orang untuk tidak membiarkan sesuatu berlalu tanpa diperhatikan terlebih dahulu, barangkali terdapat bagian atau unsur yang perlu dicermati. Sikap bertanya dapat dikembangkan atau berkembang berdasarkan sikap dasar manusia, yaitu ingin tahu. Sosiologi riset merupakan suatu jalur kajian yang mempelajari hubungan antara perkembangan ilmu pengetahuan atau riset dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Sebagai contoh adalah mempelajari : kendalakendala yang dihadapi seseorang untuk menemukan fakta-fakta di dalam masyarakat,
atau kendala-kendala mengakomodasi rekomendasi ilmiah ke dalam keputusan kebijakan. Sikap sangsi, menjadikan seseorang tidak begitu saja menerima sesuatu jawaban terhadap suatu pertanyaan yang timbul dari keingintahuan manusia, jika tanpa diperiksa terlebih dahulu kebenaran jawaban tersebut. Bahkan terhadap kebenaran aksiomatis, sebagai contoh bahwa dua garis sejajar tidak akan pernah saling berpotongan, ia juga masih merasa ragu-ragu. Sikap sangsi ini mendorong manusia untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan, dan menguji kebenaran dari setiap detil atau bukti yang ada. Sikap sangsi seperti itulah yang melahirkan faham skeptisisme.
Skeptisisme Skeptisisme berarti faham yang mengandung pertimbangan atau pemikiran. Terdapat dua macam skeptisisme, yakni:
Skeptisisme negatif, faham ini berpendapat bahwa manusia tidak akan pernah sampai pada suatu kebenaran, baik disebabkan oleh sifat hakekat obyek yang tidak menampakkan diri secara utuh/seluruhnya, maupun oleh pengenalan manusia yang sangat terbatas. Skeptisisme positif (kritis, me), faham ini berpendapat bahwa kesangsian terhadap sesuatu hal justru mendorong manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran yang sesungguhnya.
Sikap kritis adalah ciri pokok dari skeptisisme, terutama skeptisisme positif. Orang yang bersikap kritis adalah orang yang cakap menunjukkan batas-batas suatu masalah, mampu membuat problemstelling, mampu menunjukkan perbedaan dan kesamaan suatu hal dibanding dengan yang lain, dan cakap menempatkan suatu pengertian dalam kedudukannya yang tepat terhadap yang lain. Mengapa skeptis?.- Misal rel kereta api (Bertrand Russell). Tampaknya (appearance) semakin jauh semakin rapat, bahkan seakan-akan bertemu ujungnya. Tetapi orang tidak percaya terhadap appearance itu, sebab orang mengetahui bahwa jarak antara kedua rel tetap sama. Jadi kenampakan (appearance) belum tentu sesuai dengan kenyataan (reality) yang sesungguhnya. Orang beruntung, karena mengetahui bahwa kedua rel tersebut sesungguhnya berjarak sama, dan tidak bertemu di ujung, berdasarkan
pengujian dari pengalaman, pengukuran dan sebagainya. Akan tetapi bagaimana halnya dengan kasus lain yang realitasnya tidak dikenal atau tidak dapat diteliti, diukur, dan orang hanya mengenal appearance itu? Yang pasti adalah bahwa realitas dapat atau bahkan sama sekali berbeda dengan appearancenya. Oleh karena itu common sense yang memungkinkan orang melihat appearance perlu dikaji secara kritis. Inilah yang menjadi sumber skeptisisme. Informasi-informasi yang oleh alat-alat indera disampaikan ke otak dapat berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan situasi subyek dan obyek, serta metode pengenalan dan sifat hubungan antara subyek dan obyek. Demikian pula, kenampakan suatu obyek dapat berbeda-beda menurut segi pandang atau sudut pandang subyek dalam memandang obyek dan alat yang digunakan untuk memandang (kaca mata pandang). Bagaimanakah cara agar orang dapat menemukan suatu pengetahuan yang benar dari appearance yang mungkin sama sekali berbeda dengan realitasnya?, dan mungkinkah orang menemukan pengetahuan yang benar? Jawaban itu semua adalah memungkinkan asal dalam rangka pencariannya dipenuhi syarat-syarat keilmiahan.
Berfikir Ilmiah Berfikir adalah proses mengenal sesuatu. Alat untuk berfikir adalah pengertian. Hasil proses pengenalan disebut pengetahuan, yaitu faham atau tanggapan atau pengertian subyek pemikir terhadap obyek difikirnya. Berfikir ilmiah ialah berfikir yang memenuhi persyaratan keilmiahan. Terdapat dua metode atau teknik dasar berfikir ilmiah :
Berfikir reflektif, yaitu suatu proses merubah suatu situasi yang gelap menjadi terang dan tertentu. Untuk itu diperlukan suatu proses peloncatan atau proses penerangan dari dunia yang sudah dikenal ke dunia yang belum diketahui. Setiap obyek akan menyatakan diri melalui gejala-gejala atau fenomena. Gejala-gejala itu terpancar dan memantul pada permukaan indera manusia. Informasi tentang fenomena ini disampaikan ke otak, kemudian ditanggap oleh fikiran. Berfikir Kreatif.- Otak menangkap gejala-gejala yang disebut pengertian. Semakin tinggi teknologi, semakin besar daya olah sumber daya yang ada; semakin efektif pengertian, semakin banyak gejala yang dapat ditanggapi. Gejala-gejala dapat ditanggapi secara kurang sempurna, apabila alat-alat yang dipakai untuk menanggapi tidak sempurna, akibatnya keputusan fikiran dapat keliru.
Hipotesis Hipotesis berarti suatu pernyataan yang kedudukannya belum sekuat suatu proposisi atau dalil, yaitu masih berupa subposition. Berdasarkan pengertian metode ilmiah, setiap penelitian terhadap suatu obyek harus di bawah tuntunan suatu hipotesis yang berfungsi sebagai pegangan sementara atau jawaban sementara yang masih diuji kebenarannya di dalam kenyataan (empirical verification), percobaan (experimentation) atau praktik (implementation). Fungsi hipotesis, setiap hipotesis memegang salah satu dari beberapa fungsi: v Sebagai jawaban sementara yang masih perlu diuji kebenarannya, v Petunjuk ke arah penyelidikan lebih lanjut, v Sebagai working hypothesis, atau hipotesis kerja, v Suatu prakiraan atau dugaan tentang sesuatu yang bakal datang atau yang akan ditemukan, v Sebagai konsep yang berkembang, v Sebagai bahan untuk membangun suatu teori.
Jenis-jenis hipotesis : à Preliminary hypothesis, ialah hipotesis pendahuluan atau sementara, yang belum atau sedang diuji kebenarannya. à Hipotesis, yaitu hipotesis pada umumnya atau Preliminary hypothesis yang telah diterima sebagai hipotesis, ternyata benar. à Hipotesis penelitian, ialah hipotesis yang berfungsi sebagai penuntun dalam melakukan penelitian. à Hipotesis kerja, yaitu hipotesis yang menuntun pelaksanaan rekomendasi yang disusun berdasarkan penelitian ilmiah. Setiap cara, program, rekomendasi, dan sebagainya yang dimaksudkan untuk mencegah terulangnya suatu kejadian yang bermasalah, atau untuk memperbaikinya, pada hakekatnya adalah hipotesis juga.
à Asumsi atau anggapan. Hipotesis yang disusun berdasarkan asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi tersebut juga merupakan hipotesis. Oleh karena itu jika asumsi meleset, maka hipotesis juga meleset. à
Hipotesis nol, dan hipotesis alternatif.
Syarat-syarat hipotesis yang baik (menurut Copi dalam Ndraha, 1981) : · Relevance, .... be relevant to the fact which it is intended to explain, that is, the fact in question must be deducible from the proposed hypothesis .... (Relevansi, .... relevan dengan fakta yang dimaksudkan untuk menjelaskan, yaitu, kenyataan tersebut harus deducible dari hipotesis yang diajukan ....) · Testability, artinya .... there must be the possibility of making observations which tend to confirm or disprove any scientific hypothesis. (harus ada kemungkinan untuk membuat pengamatan yang cenderung untuk mengkonfirmasi atau menyangkal hipotesis ilmiah apapun) · Compatibility, artinya hipotesis yang baru harus konsisten dengan hipotesis yang di lapangan yang sama dan telah teruji kebenarannya, sehingga hipotesis demi hipotesis membangun suatu sistem: Science, in seeking to encompass more and more facts, aims at achieving system of explanatory hypothesis. (Ilmu pengetahuan, untuk mencari sebanyak-banyaknya fakta pendukung, yang bertujuan untuk mencapai kejelasan hipotesis. · Predictive or Explanatory Power, artinya hipotesis yang baik mempunyai kemampuan untuk memprakirakan tentang yang akan terjadi atau akan diketemukan : .... is meant the range of observable facts that can be deduced from it (dimaksudkan kisaran fakta diamati yang dapat disimpulkan dari itu) ·
Simplicity, sederhana atau yang lebih sederhana.
Kebenaran Ilmiah Manfaat utama dari pengujian hipotesis adalah untuk mencapai kebenaran ilmiah. Istilah kebenaran berasal dari akar kata benar, salah satu diantara norma dasar yang diajarkan oleh Filsafat. Dalam arti umum kebenaran adalah relatif. Dalam bahasa asing disebut Scientific Truth. Harus dapat dibedakan dari arti kebenaran menurut kepercayaan spiritual atau ajaran-ajaran agama. Di lingkungan keagamaan, orang harus
percaya dulu baru berfikir. Sebaliknya dalam lingkungan ilmiah, berfikir dulu baru percaya. Kebenaran ilmiah harus memiliki beberapa kriteria, antara lain : ü Sesuai dengan fakta.- Suatu dalil atau ucapan disebut benar, kalau dalil atau ucapan itu sesuai dengan fakta atau realitas. ü Sesuai dengan ketentuan. ü Obyektif.- Sesuatu disebut benar jika sesuatu itu obyektif. Dalam hal ini obyektif berarti lepas dari subyektivitas atau kesadaran. Misalnya seseorang yang belum pernah ke Mekah ditanya, dimanakan terletak kota Mekah?, Jawaban :di Arab Saudi, adalah benar, walaupun ia sendiri belum pernah melihatnya. Ini dapat disebut scientific belief. ü Sesuai Bukti Akal.- Ada banyak hal yang tidak dapat atau tidak mampu dibuktikan sebenarnya secara empiris, misal adanya Tuhan. Bukti akal memberi keyakinan bahwa Tuhan itu benar-benar ada, karena kalau tidak, dari mana asal mula segala ini ?. Kesulitan-kesulitan.- Jawaban atas pertanyaan, bagaimana rasanya dipukul, sukar sekali diberikan. Hal itu dapat diungkapkan dengan berbagai cara dan alat. Selanjutnya dapat muncul pernyataan yang berantai terus-menerus, misal: bila dipukul terasa sakit, sehingga timbul pertanyaan: Bagaimana rasanya sakit? Jawaban yang tepat dan benar adalah memukul si penanya, agar ia merasakan sendiri dipukul dan sakit. Akan tetapi hal ini juga sulit dilakukan tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Obyek Obyek adalah sesuatu yang dengan cara tertentu dapat dikenali oleh subyek pemikir, baik sebagai suatu konsep atau pengertian yang dibentuk sendiri oleh subyek dalam fikirannya. Obyek riset.- adalah barang atau sasaran yang hendak diteliti oleh peneliti. Obyek riset sangat erat hubungannya dengan hipotesis yang telah ditetapkan, dikaitkan dengan unsur-unsur kejadian. Dalam hal membuktikan bahwa keluarga petani di suatu daerah rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan. Yang menjadi responden adalah keluarga petani, dan menjadi obyek penelitian. Obyek harus dapat dibedakan dengan lokasi. Lokasi ialah tempat / wilayah / daerah obyek berada. Realitas dan fenomena.- Realitas adalah suatu benda atau hal; fenomena adalah muncul menampakkan diri. Pemeriksaan realitas terhadap obyek penelitian dapat dilakukan secara : (a) Langsung, dengan jalan melakukan pengukuran, sebagai contoh untuk membuktikan bahwa rel kereta api sejajar tidak pernah memotong. Obyek tersebut dapat dilihat, diukur, dan
diraba, sedangkan jika obyek tidak demikian, maka secara (b) Tidak langsung: (i) melalui perhitungan-perhitungan logis; dengan perhitungan dan prinsip logika bahwa karena jarak antara roda-roda lokomotif dan gerbongnya tetap, dan roda-roda berjalan di atas rel, jarak antara kedua rel pasti sama, jika jarak tidak sama, maka roda-roda keluar rel; (ii) melalui appearance, yang diduga dapat menunjukkan realitas. Appearance inilah yang disebut sebagai gejala atau fenomena. Oleh karena realitas tidak dapat langsung diketahui, maka yang dianggap sebagai obyek riset adalah gejala-gejala yang nampak, fakta-fakta, berarti sesuatu yang telah terjadi atau berlaku. Realitas dan kenyataan.- Di dalam bahasa Indonesia, kenyataan mengandung dua arti : Sebagai terjemahan dari reality, Sebagai terjemahan dari fenomena, sama dengan gejala. Gejala-gejala seperti cahaya, tenaga, rasa tersentak, jika karena alirannya adalah gejala-gejala elektrisitas yang juga sekaligus sebagai kenyataannya.
HAKEKAT PENELITIAN Kegiatan yang dapat diwadahi dengan istilah penelitian sangat beragam. Kegiatan tersebut dapat mencakup kajian tentang bentuk dan isi kepustakaan; pengecekan keaslian suatu dokumen, baik historis, administratif, maupun akademis; penyusunan dan pengembangan rumus matematis; pengembangan model atau prototipe karya teknologi; penyusunan dan pengembangan teori; dan yang amat lazim adalah pengunpulan dan analisis data survei atau eksperimen. Istilah penelitian sekarang mengandung pengertian yang luas dan kompleks, yang sulit difahami maknanya dengan baik, tanpa mengacu kepada individu yang melaksanakannyaatau konteks yang mendasari pelaksanaan penelitian itu. Anggapan bahwa penelitian itu hanyalah kegiatan seperti survei, eksperimen, atau studi kasus, adalah pandangan yang sempit. Dari berbagai keanekaan wujud macam penelitian tersebut mengandung kesamaan pokok, yaitu bahwa kegiatan penelitian terkait dengan akumulasi pengetahuan, baik langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan dapat bersifat teoritis, praktir, ilmiah, non ilmiah. Untuk memperjelas hakekat penelitian, maka perlu dibahas kaitan pengetahuan dengan ilmu, dan antara ilmu dengan penelitian.
Pengetahuan dan Ilmu Kata pengetahuan (knowledge) berasal dari kata tahu (know, learn, perceive, see, understand, comprehend). Kegiatan tahu atau mengetahui itu melibatkan indera, syaraf,
dan otak. Produk dari kegiatan ini adalah pengetahuan, yang dapat berbentuk gagasan atau ide, cara-cara berfikir, informasi dan data. Pengetahuan diperoleh dari berbagai sumber yaitu pengalaman, orang yang berkewenangan, berpikir deduktif, berfikir induktif, dan pendekatan ilmiah. Sumber pengetahuan pertama dan yang paling produktif adalah pengalaman; dengan pengalaman dapat menemukan jawaban terhadap berbagai pertanyaan yang ada di benak kita. Pengalaman memiliki keterbatasan, antara lain tergantung pada sifat dan kondisi subyek yang memperoleh pengalaman itu sendiri (kondisi fisik subyek dan kemampuan untuk mengindera yang dihayati). Orang yang memiliki keahlian dalam satu bidang juga dapat menjadi sumber pengalaman. Namun hal ini tidak menambah akumulasi pengetahuan, melainkan berfungsi sebagai pengumpul dan penyimpan pengetahuan. Cara lain untuk memperoleh pengetahuan adalah dengan berfikir induktif dan deduktif secara terpisah atau sistematik mengikuti prosedur tertentu. Penggabuangan dua pendekatan berfikir tersebut, yaitu deduktif dan induktif dapat menghasilkan pengetahuan yang akurat dan shahih. Oleh karena itu cara ini disebut dengan pendekatan ilmiah. Ilmu adalah sekumpulan pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis mengenai alam semesta. Kumpulan pengetahuan itu terakumulasi bertahun-tahun dan bahkan mungkin dari satu generasi ke generasi berikutnya yang mengalami penambahan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia, istilah ilmu (science) disebut juga ilmu pengetahuan.
DASAR PENGETAHUAN
Binatang memiliki pengetahuan, namun hanya terbatas untuk mempertahankan jenisnya. Manusia mampu menalar, artinya berfikir secara logis dan anaitis. Karena berkemampuan menalar dan berbahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran yang abstrak, maka manusia selain memiliki pengetahuan, juga mampu mengembangkannya. Pengetahuan diperoleh manusia tidak hanya dengan penalaran, melainkan juga dengan kegiatan berfikir lainnya, dengan perasaan dan intuisi. Pengetahuan dapat juga diperoleh lewat wahyu (untuk para Nabi) atau inspirasi. Induksi dan deduksi merupakan inti penalaran logika-empiris. Kegiatan berfikir ilmiah menggunakan teori koherensi dan juga teori korespondensi dalam menetapkan kebenaran hasilnya.
Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Manusia mengetahui sesuatu yang benar dan salah, baik dan buruk, indah dan jelek, serta secara terus menerus dipaksa harus mengambil pilihan jalan yang benar atau salah, tindakan yang baik atau buruk, sesuatu yang indah atau jelek. Dalam menentukan pilihan tersebut, manusia merujuk kepada ilmu pengetahuan. Binatang juga mempunyai pengetahuan, akan tetapi terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Sedangkan manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Mereka tidak hanya sekedar mengatasi kebutuhan kelangsungan hidup, namun juga memikirkan hal-hal baru, menjelajah ufuk baru. Manusia mengembangkan kebudayaan, memberi makna kepada kehidupannya, memanusiakan diri dalam hidupnya dan sebagainya. Semua itu pada hakekatnya menyimpulkan bahwa dalam hidupnya, manusia mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi daripada hanya sekedar kelangsungan hidup. Pengembangan pengetahuan tersebut mendorong manusia menjadi makhluk yang bersifat khas di muka bumi ini. Manusia dapat mengembangkan pengetahuan disebabkan oleh dua hal utama, yakni: pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan fikiran yang melatar belakangi informasi tersebut; kedua, kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu, sehingga manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap. Secara garis besar kemampuan berfikir seperti itu disebut penalaran. Binatang juga mampu berfikir, namun tak mampu berfikir nalar.
Pustaka : Ndraha, Taliziduhu. 1981. RESEARCH. Teori, metodolagi, administrasi. PT. Bina Aksara Jakarta. Nuril Huda, 2000. Penelitian dan Publikasi Ilmiah. Dalam Menulis Artikel Untuk Jurnal Ilmiah (Editor: Ali Saukah dan Guntur Waseso). Universitas Negeri Malang Press. hal.: 113.