CAMPUR KODE DALAM TEKS RUBRIK OBROLAN CABLAKA MAJALAH JAYA BAYA (Tinjauan Sosiolinguistik) Oleh: Chintya Kusumawardhani C0111009 Pembimbing 1: Drs. Y. Suwanto, M. Hum. Pembimbing 2: Prof. Dr. Sumarlam, M. S. Abstract
The objectives of the research are to describe the form and fungsion of code-mixing and explain the factors behind the use of code-mixing in Obrolan Cablaka Jaya Baya’s rubric. The theories that are applied in the research are sociolinguistics theory, bilingualism, diglossia, society, code, code-mixing, form of code-mixing, fuctional code-mixing, factors behind the code-mixing, component of speech, Obrolan Cablaka Jaya Baya’s rubric. The research is a linguistics research in the form of descriptive qualitative research. The source of data are rubric textstaken from Obrolan Cablaka Jaya Baya in 2014, while the data are in the form of sentences that contain code-mixing within the dialogues of the characters in Obrolan Cablaka Jaya Baya’s rubrics. The analysis method are agih analysis and equal analysis. The results of the research show that code-mixing within Obrolan Cablaka’s rubrics in Jaya Baya magazine are in the form of (1) word mixed code, (2) phrase mixed code, (3) baster mixed code, (4) repetition insertion, (5) idiom mixed code, and (6) clause mixed code. Fuctional code-mixing within the rubrics in Obrolan Cablaka in Jaya Baya magazine are (1) no similarity, (2) more prestige, (3) know the purpose of the discourse, (4) more easy to understand. While, the factors behind the use of codemixing in Obrolan Cablaka’s rubrics in Jaya Baya magazine are (1) relaxation of the speaker, (2) more correct, (3) usually, (4) social rules of speakers, (5) to explain or onterpret mean to understand. Keywords: Obrolan Cablaka, sociolinguistics, code-mixing
1. PENDAHULUAN Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang masih hidup dan hingga kini masih dipakai oleh masyarakat Jawa. Budaya dan cara pikir masyarakat Jawa dapat juga tercermin melalui bahasanya. Bahasa sebagai alat komunikasi dan alat interaksi, bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Kajian secara internal, artinya pengkajian bahasa itu hanya berdasarkan struktur intern bahasa itu, seperti struktur fonologi, struktur morfologi dan struktur sintaksis. Kajian secara eksternal, berarti kajian bahasa dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berada di luar kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan (Chaer dan Agustina, 2004:1).
42
Bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bahasa lisan dan tulis. Bahasa lisan berupa bentuk komunikasi manusia yang diucapkan secara langsung antara individu yang satu dengan individu lain, Bahasa lisan misalnya bahasa yang digunakan dalam pidato, ceramah dan kotbah. Bahasa tulis berupa tulisan yang terdapat pada media tulis. Bahasa tulis digunakan pada surat kabar, majalah, karya sastra dan lain sebagainya. Bahasa tulis berupa percakapan merupakan salah satu wujud komunikasi seseorang sebagai saran untuk menghadirkan sikap bahasa yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Salah satu contoh terdapat dalam rubrik Obrolan Cablaka Jaya Baya, digunakan bahasa tulis yang berisi mengenai percakapan sehari-hari dalam kehidupan sosial masyarakat. Bahasa yang digunakan mudah dipahami dan dimengerti. Rubrik Obrolan Cablaka Jaya Baya tidak hanya menggunakan satu bahasa, akan tetapi dua atau lebih antara lain bahasa Jawa, Indonesia dan Inggris, sehingga seseorang yang berbahasa tersebut mempunyai bilingualisme. Adanya bilingualisme atau kedwibahasaan, ditandai dengan penggunaan campur kode dalam masyarakat, seperti munculnya kosakata baru dari bahasa asing ke dalam bahasa Jawa karena adanya peminjaman bahasa atau tidak adanya padanan, jikalau ada akan tetapi tidak sesuai dalam bahasa Jawa. Menurut Suwito, di dalam campur kode, ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan (1983:75). Selain itu, peranan penutur juga mempunyai faktor yang lebih penting dalam mempengaruhi penggunaan campur kode oleh penutur. Campur kode secara tidak langsung juga mempunyai fungsi-fungsi tertentu dalam penggunaannya oleh penutur dalam komuniasi yang dilakukan. Fungsi tersebut yaitu (1) fungsi campur kode untuk penghormatan, (2) fungsi campur kode untuk menegaskan suatu maksud tertentu, (3) fungsi campur kode untuk menunjukan identitas diri, dan (4) fungsi campur kode karena pengaruh materi pembiacaraan (Dwi Sutana, 2000: 76). Campur kode dapat dilihat pada bahasa tulis yang berupa tuturan tokoh dalam suatu percakapan dalam rubrik Obrolan Cablaka Jaya Baya sebagai berikut. (01) Jare bakul sayur yen zaman canggih kaya saiki, para petani wis pinter bisa golek informasi rega kari nge-klik neng HP. (OC/JB/Des/14/2014/Pedhese Lombok) „Kalau zaman canggih seperti sekarang, para petani sudah pandai mencari informasi harga tinggal ngeklik/memencet di hp.‟ Data (01) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka dalam majalah Jaya Baya edisi No. 14 Minggu pertama bulan Desember 2014 dengan judul “Pedhese Lombok”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog. Campur kode yang terjadi merupakan campur kode intern karena campur kode yang digunakan berasal dari bahasa asli dengan segala variasi-variasinya. Campur kode berupa penyisipan kata dalam bahasa Indonesia ke bahasa Jawa yaitu informasi, canggih, klik dan hp. Campur kode kata informasi, klik dan hp berasal dari bahasa asing (bahasa Inggris) tetapi sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Kecenderungan yang ditimbulkan yaitu campur kode ke dalam atau inner code-mixing. Fungsi campur kode yang dimaksud agar terlihat lebih prestise dan juga menegaskan suatu maksud, faktor yang mempengaruhi adanya keinginan penutur memperoleh ungkapan yang „pas‟ atau sesuai dan kesantaian dari para penuturnya.
43
2. METODE PENELITIAN Penelitian “Campur Kode dalam Rubrik Obrolan Cablaka Jaya Baya (Tinjauan Sosiolinguistik)” adalah penelitian deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan aspek-aspek kebahasaan secara cermat dan teliti berdasarkan fakta-fakta kebahasaan yang sebenarnya. (Sumarlam, 2010:169). Data dalam penelitian ini berupa data tulis yaitu kalimat-kalimat yang mengandung campur kode pada percakapan para tokoh dalam rubrik Obrolan Cablaka Jaya Baya. Sumber data adalah asal muasal data penelitian itu diperoleh (Subroto,1992:34). Sumber data penelitian ini adalah rubrik Obrolan Cablaka Jaya Baya edisi 2014. Sumber data tersebut digunakan karena data yang ditemukan lebih produktif dan mempunyai ragam kekhasan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak dengan teknik dasar berupa teknik pustaka dan teknik lanjutan berupa teknik catat. Metode simak adalah mengadakan penyimakan terhadap pemakaian bahasa. Hal tersebut diterapkan oleh peneliti untuk melakukan penyimakan penggunaan bahasa dalam rubrik Obrolan Cablaka Jaya Baya. Penyimakan menggunakan teknik dasar berupa teknik pustaka. Teknik pustaka adalah mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Setelah itu, menggunakan teknik lanjutan berupa teknik catat. Teknik catat yaitu melakukan pencatatan terhadap data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti mencatat berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan campur kode dalam rubrik Obrolan Cablaka Jaya Baya dengan menggunakan kartu data agar lebih mudah dalam melakukan klasifikasi dan analisis data pada tahap berikutnya. Data dicatat pada kartu data, dikelompokkan sesuai dengan bentuk campur kode yang berbentuk kata, frasa dan klausa. Metode analisis data pada penelitian ini adalah metode distribusional dan metode padan. Metode distribusional adalah metode yang menganalisis suatu lingual tertentu berdasarkan perilaku atau tingkah laku kebahasaan satuan lingual itu dalam hubungannya dengan satuan lain (Sudaryanto, 1993:31). Teknik dasar yang digunakan yaitu teknik bagi unsur langsung (BUL) karena cara yang digunakan pada awal kerja analisis ialah membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau unsur; dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto,1993:31). Adapun teknik lanjutan yang digunakan yaitu teknik ganti atau subtansi. Teknik ganti dilakukan dengan cara menggantikan satuan lingual dengan satuan lingual lain. Teknik ini memiliki kegunaan kadar kesamaan kelas kata atau kategori unsur yang terganti dengan mengganti (Sudaryanto,1993:41). Metode distribusional digunakan untuk menganalisis bentuk campur kode dalam rubrik Obrolan Cablaka Jaya Baya. Metode dalam penelitian ini dipakai untuk mengetahui faktor dan fungsi campur kode. Metode padan yaitu metode analisis yang alat penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian yang bersangkutan (Sudaryanto,1993:21). Teknik dasar yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu (PUP), alatnya ialah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki peneliti. Teknik ini digunakan untuk memilah data dengan menggunakan alat komponen tutur dengan akronim SPEAKING.
44
3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bentuk Campur Kode Rubrik Obrolan Cablaka Majalah Jaya Baya 1. Penyisipan Kata (14) Nanging yen anggone nyopiri kanthi ugal-ugalan lan mung nguber target wekasane iya banjur nemahi lelakon ora slamet. (OC/JB/20/Jan/2014/Macapate Lik Hir) „Tetapi jika saat menyopir dengan ugal-ugalan dan hanya mengejar target akhirnya juga tidak selamat.‟ Data (14) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka dalam majalah Jaya Baya No. 20 minggu kedua Januari 2014 dengan judul “Macapate Lik Hir”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar karena campur kode berupa penyisipan kata dalam bahasa Inggris yaitu target yang berarti sasaran yang sudah diserap dalam bahasa Indonesia dengan kata yang sama yaitu target dalam satu bahasa inti. Target adalah kata nominal merupakan kata dasar. Unsur langsung kalimat tersebut adalah Nanging yen anggone nyopiri kanthi ugal-ugalan lan mung nguber target wekasane iya banjur nemahi lelakon ora slamet. Maka satuan lingual kalimat data dapat dibagi menjadi dua unsur atau dua konsituen yaitu (i) Nanging yen anggone nyopiri kanthi ugal-ugalan lan mung nguber target, (ii) wekasane iya banjur nemahi lelakon ora slamet. Untuk membuktikan peristiwa tersebut adalah campur kode maka digunakan teknik ganti, penyisipan kata target dapat diganti dengan kata lain yang sekelas yaitu tujuan/karep sehingga tuturan tersebut menjadi Nanging yen anggone nyopiri kanthi ugal-ugalan lan mung nguber tujuan/karep wekasane iya banjur nemahi lelakon ora slamet. 2. Penyisipan Frasa (22) Aja nganti kepleset sabangsane minuman keras arupa barang oplosan sing nyatane ndadekake moral iki padha rusak. (OC/JB/21/Jan/2014/Oplosan) „Jangan sampai nanti terpeleset dengan minuman keras berupa barang oplosan yang merusak moral.‟ Data (22) merupakan peritiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka dalam majalah Jaya Baya No. 21 minggu ketiga Januari 2014 dengan judul “Oplosan”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar. Campur kode berupa penyisipan frasa dalam bahasa Indonesia yaitu minuman keras (frasa nominal) berada dalam satu bahasa inti. Unsur langsung kalimat tersebut adalah Aja nganti kepleset sabangsane minuman keras arupa barang oplosan sing nyatane ndadekake moral iki padha rusak. Maka satuan lingual kalimat data dapat dibagi menjadi dua unsur atau dua konsituen yaitu (i) Aja nganti kepleset sabangsane minuman keras arupa barang oplosan, (ii) sing nyatane ndadekake moral iki padha rusak.. Padanan frasa minuman keras dalam bahasa Jawa tidak ada padanannya.
45
3. Penyisipan Baster (179) Nyatane dadi juri menehi workshop lan liya-liyane asring bareng Cablaka .(OC/JB/15/Des/2014/Obah Opah Mamah) „Nyatanya menjadi juri memberikan workshop dan lain-lainnya sering bersama Cablaka.‟ Data (179) merupakan peritiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka dalam majalah Jaya Baya No. 15 minggu kedua Desember 2014 dengan judul “Obah Opah Mamah”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ekstern. Campur kode berupa penyisipan baster yaitu menehi workshop berada dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko. Unsur langsung kalimat tersebut adalah Nyatane dadi juri menehi workshop lan liya-liyane asring bareng Cablaka. Maka satuan lingual kalimat data dapat dibagi menjadi dua unsur atau dua konsituen yaitu (i) Nyatane dadi juri menehi workshop lan liya-liyane, (ii) asring bareng Cablaka. Penyisipan baster menehi workshop dalam bahasa Jawa tidak ada padanannya. 4. Penyisipan Pengulangan Kata (87) Saiki akeh pasar-pasar tradisional sing wiwit mati, iku ateges pasar sing ndhisik swarane gumrenggeng iku padha ilang, ganti dadi mini market-mini market kang tekan desa ngadesa. (OC/JB/35/Apr/2014/Gathutkaca lan Pasar Ilang Kumandhange) „Sekarang banyak pasar-pasar tradisional yang hampir mati, itu berarti yang dulu menjadi incaran banyak orang sekarang hilang, berganti menjadi mini market-mini market.‟ Data (87) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka dalam majalah Jaya Baya No. 35 minggu keempat April 2014 dengan Judul “Gathutkaca lan Pasar Ilang Kumandhange”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ekstern. Campur kode berupa penyisipan kata ulang bahasa Inggris yaitu mini market-mini market dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko lugu. 5. Penyisipan Ungkapan (176) Ngene sing jeneng macan iku simbule raja hutan. (OC/JB/13/Nop/2014/Macan Kesrimpet Gading) „Seperti ini yang namanya macan simbolnya raja hutan.‟ Data (176) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka dalam majalah Jaya Baya No. 13 minggu kelima November 2014 dengan Judul “Macan Kesrimpet Gading”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar. Campur kode berupa penyisipan ungkapan bahasa Indonesia yaitu raja hutan dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko lugu. Unsur langsung kalimat tersebut adalah Ngene sing jeneng macan iku simbule raja hutan. Maka satuan lingual kalimat data dapat dibagi menjadi dua unsur atau dua konsituen yaitu (i) Ngene sing jeneng macan iku, (ii) simbule raja hutan. Padanan kata raja hutan dalam bahasa Jawa tidak ada padanannya.
46
6. Penyisipan Klausa (127) Tujuane kanggo nampung para calon legislatif (caleg) shock merga gagal dadi anggota dewan. (OC/JB/22/Jan/2014/Kamar Kanggo Caleg “Owah Pikire”) „Tujuannya untuk menampung para calon legislatif (caleg) shock karena gagal menjadi anggota dewan.‟ Data (127) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka dalam majalah Jaya Baya No. 22 minggu keempat Januari 2014 dengan Judul “Kamar Kanggo Caleg “Owah Pikire””. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar. Campur kode berupa penyisipan klausa bahasa Indonesia yaitu calon legislatif (caleg) shock dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko lugu. Unsur langsung kalimat tersebut adalah Tujuane kanggo nampung para calon legislatif (caleg) shock merga gagal dadi anggota dewan. Maka satuan lingual kalimat data dapat dibagi menjadi dua unsur atau dua konsituen yaitu (i) Tujuane kanggo nampung para calon legislatif (caleg) shock, (ii) merga gagal dadi anggota dewan. Padanan klausa calon legislatif (caleg) shock dalam bahasa Jawa calon legislatif kaget. B. Fungsi Campur Kode Rubrik Obrolan Cablaka Majalah Jaya Baya 1. Fungsi Campur Kode Tidak Ada Padanannya. (52) Apa maneh sing liwat media sosial ana ing internet. (OC/JB/27/Mar/2014/Kelud Kang ”Ngeludi”) „Apa lagi lewat media sosial yang ada di internet.‟ Data (52) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka majalah Jaya Baya No. 27 minggu pertama Meret 2014 dengan judul “Kelud Kang Ngeludi”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar. Penyisipan kata bahasa Indonesia yaitu internet dan frasa bahasa Indonesia media sosial. Campur kode yang digunakan penutur menunjukkan bahwa kata dan frasa yang digunakan dalam tuturan tidak ada padanannya dalam bahasa Jawa dan lebih mudah diucapkan. 2. Fungsi Campur Kode Lebih Prestise atau Bergengsi (28) Kadhangkala sing dadi pretungan ndadekake caleg iki mung adhehasar kapasitas finansial lan popularitas. (OC/JB/22/Jan/2014/Kamar Kanggo Caleg “Owah Pikire”) „Terkadang yang menjadi perhitungan menjadikan caleg ini hanya berdasarkan kapasitas finansial dan popularitas.‟ Data (28) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka majalah Jaya Baya No. 22 minggu keempat Januari 2014 dengan judul “Kamar Kanggo Caleg “Owah Pikire””. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar. Penyisipan kata dalam bahasa Indonesia yaitu kapasitas finansial dan polularitas. 3. Fungsi Campur Kode Menegaskan Maksud Tuturan (55) Lha yen anane angka 4 utawa kursi kuwalik, bisa ditegesi minangka bahan renungan sing jeru lamun saiki jamane akeh rebutan kursi.
47
(OC/JB/27/Mar/2014/Kelud Kang ”Ngeludi”) „Jika ada angka 4 atau kursi terbalik, bisa diartikan sebagai bahan renungan yang dalam tetapi sekarang jamannya berebut kursi.‟ Data (55) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka majalah Jaya Baya No. 27 minggu pertama Maret 2014 dengan judul “Kelud Kang “Ngeludi””. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar. Penyisipan kata dalam bahasa Indonesia yaitu kursi. Campur kode yang digunakan penutur menggunakan kata kursi yang bermakna kias yaitu jabatan. Penutur menggunakan makna kias untuk menegaskan suatu maksud tuturan kepada mitra tutur agar lebih menarik dan bervariasi dalam percakapan. 4. Fungsi Campur Kode Lebih Mudah Dimengerti (30) Dhe... urusan musibah banjir ngene iki kepara banjur digunakake kanggo acara promosi para caleg-caleg utawa partai politik. (OC/JB/23/Jan/2014/Pepenget Musibah Banjir) „Dhe... masalah musibah banjir seperti ini lalu dijadikan sebagai acara promosi para caleg-caleg atau partai politik.’ Data (27) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka majalah Jaya Baya No. 23 minggu pertama Januari 2014 dengan judul “Pepenget Musibah Banjir”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar. Penyisipan kata dalam bahasa Indonesia yaitu promosi dan partai politik. Campur kode yang digunakan penutur menggunakan kata promosi dan partai politik digunakan agar lebih mudah dimengerti. Campur kode tidak ada padanannya dalam bahasa Jawa, walaupun ada mungkin akan tidak pas maksudnya.
C. Faktor yang Melatarbelakangi Penggunaan Campur Kode Rubrik Obrolan Cablaka Majalah Jaya Baya 1. Kesantaian (54) Saben-saben gunung mbledhos iku biasane minangka tandha dumadine kedadeyan kang luar biasa. Ning G. Kelud iku jeneng asline Kampud lho.. apa artine Kampud? Pitakone kancane Cablaka. (OC/JB/27/Mar/2014/Kelud Kang ”Ngeludi”) „Setiap gunung meletus biasanya sebagai tanda terjadinya kejadian yang luar biasa. Tetapi G. Kelud mempunyai nama asli Kampud, apa artinya Kampud? Tanya teman Cablaka.‟ Data (54) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka majalah Jaya Baya No. 27 minggu pertama Maret 2014 dengan judul “Kelud Kang „Ngeludi‟”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar. Penyisipan frasa dalam bahasa Indonesia yaitu luar biasa dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Saben-saben gunung mbledhos iku biasane minangka tandha dumadine kedadeyan kang luar biasa. Padanan kata luar biasa dalam bahasa Jawa adalah ngetab-ngetabi.
48
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah kesantaian penutur saat menuturkan tuturan luar biasa. Penutur menggunakan campur kode frasa luar biasa untuk menjelaskan peristiwa gunung meletus dapat dijadikan tanda akan terjadi kejadian yang luar biasa. Menggunakan beberapa komponen SPEAKING faktor yang melatarbelakangi tuturan tersebut berupa Participant yaitu teman Cablaka sebagai penutur dan Cablaka sebagai mitra tutur. Ends, didasarkan pada maksud dan tujuan terjadinya tuturan tersebut. Tuturan di atas penutur bermaksud menegaskan bahwa gunung meletus dapat menjadi tanda bahwa akan terjadi fenomena besar. Act sequences berkaitan bentuk ujaran dan isi ujaran yang berkaitan dengan kata-kata yang digunakan. Tuturan di atas kata-kata yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko lugu dan ada penggunaan bahasa Indonesia. Tuturan tersebut digunakan karena kesantaian penutur. Key mengacu sikap atau cara saat tuturan ini diutarakan berbentuk kalimat tanya. Ganres mengacu pada jenis penyampaian. Peristiwa tutur di atas disampaikan secara monolog dalam rubrik Obrolan Cablaka pada majalah Jaya Baya dengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yang mudah dimengerti. 2. Lebih Pas (188) “Ngrembug perkara jeneng neng emperan omahe Cablaka sagotrah....” (OC/JB/31/Mar/2014/Jeneng) „Membahas masalah nama di teras rumah Cablaka sekeluarga....‟ (74) “Jarene para nimpuna sepisan bisa kanggo mbangun etos kerja sarta nodhi kualitas profesional, bakat lan kaprigelan.”(OC/JB/31/Mar/2014/Jeneng) „Kata para nimpuna pertama bisa untuk membangun etos kerja serta nodhi kualitas profesional, bakat dan keterampilan.‟ Data (74) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka majalah Jaya Baya No. 31 minggu kelima Maret 2014 dengan judul “Jeneng”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar. Penyisipan frasa dalam bahasa Indonesia yaitu etos kerja dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Jarene para nimpuna sepisan bisa kanggo mbangun etos kerja sarta nodhi kualitas profesional, bakat lan kaprigelan. Padanan kata etos kerja dalam bahasa Jawa tidak ada padanannya. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah pilihan frasa etos kerja dan kualitas profesional yang lebih pas untuk diucapkan karena lebih praktis saat diucapkan. Penutur menggunakan campur kode frasa etos kerja dan kualitas profesional untuk menjelaskan membangun etos kerja serta kualitas profesional, bakat dan keterampilan. Menggunakan beberapa komponen SPEAKING faktor yang melatarbelakangi tuturan tersebut berupa Setting merujuk pada tempat tuturan itu diucapkan adalah di teras rumah Cablaka. Participant adalah Cablaka sebagai penutur. Ends, didasarkan pada maksud dan tujuan terjadinya tuturan tersebut. Tuturan di atas penutur bermaksud untuk membangun etos kerja serta kualitas profesional, membutuhkan bakat dan keterampilan. Act sequences berkaitan bentuk ujaran dan isi ujaran yang berkaitan dengan kata-kata yang digunakan. Tuturan di atas katakata yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko lugu dan ada penggunaan bahasa Indonesia. Tuturan tersebut digunakan karena lebih pas atau cocok. Ganres
49
mengacu pada jenis penyampaian. Peristiwa tutur di atas disampaikan secara monolog dalam rubrik Obrolan Cablaka pada majalah Jaya Baya dengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yang mudah dimengerti. 3. Kebiasaan (63) Modhuse bukak aura dening Mbah Dhukun alias Pakdhe iki sawuse iku banjur ngongkon kurbane mau supaya wuda... ngono kandane Bagong. (OC/JB/29/Mar/2014/Keblasuk Dalan) „Modusnya membuka aura oleh Mbah Dukun alias Pakdhe ini sesudah itu lalu menyuruh korbannya supaya telanjang... begitu kata Bagong.‟ Data (63) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka majalah Jaya Baya No. 29 minggu ketiga Maret 2014 dengan judul “Keblasuk Dalan”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar. Penyisipan kata modhus dalam bahasa Indonesia dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Modhuse bukak aura dening Mbah Dhukun alias Pakdhe iki sawuse iku banjur ngongkon kurbane mau supaya wuda. Padanan kata modhus dalam bahasa Jawa tidak ada padanannya. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah pilihan kata modhus yang terbiasa menggunakan kata tersebut. Penutur menggunakan campur kode modhus karena kata ini sering digunakan sehingga familier terdengar dalam percakapan agar mudah dimengerti. Menggunakan beberapa komponen SPEAKING faktor yang melatarbelakangi tuturan tersebut berupa Participant adalah Bagong sebagai penutur dan ibunya Sadrana sebagai mitra tutur. Ends, didasarkan pada maksud dan tujuan terjadinya tuturan tersebut. Tuturan di atas penutur bermaksud untuk menjelaskan bahwa modus membuka aura oleh mbah dukun alias pakde digunakan untuk menyuruh korbannya telanjang badan. Act sequences berkaitan bentuk ujaran dan isi ujaran yang berkaitan dengan kata-kata yang digunakan. Tuturan di atas kata-kata yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko lugu dan ada penggunaan bahasa Indonesia. Tuturan tersebut digunakan karena kebiasaan yang sering digunakan dalam komunikasi. Ganres mengacu pada jenis penyampaian. Peristiwa tutur di atas disampaikan secara monolog dalam rubrik Obrolan Cablaka pada majalah Jaya Baya dengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yang mudah dimengerti. 4. Peran Sosial Penutur (30) Dhe... urusan musibah banjir ngene iki kepara banjur digunakake kanggo acara promosi para caleg-caleg utawa partai politik. Sadrana nrambul gunem. (OC/JB/23/Jan/2014/Pepenget Musibah Banjir) „Dhe... masalah musibah banjir seperti ini lalu dijadikan sebagai acara promosi para caleg-caleg atau partai politik. Sadrana menambahi’ Data (30) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka majalah Jaya Baya No. 23 minggu pertama Februari 2014 dengan judul “Pepenget Musibah Banjir”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar. Penyisipan kata dalam bahasa Indonesia yaitu promosi dan partai politik dalam satu bahasa inti, bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Dhe... urusan musibah banjir ngene iki kepara banjur digunakake kanggo acara promosi para caleg-caleg utawa partai politik. Padanan kata promosi dalam
50
bahasa Jawa ragam ngoko adalah tawa dan padanan kata partai politik dalam bahasa Jawa tidak ada padanannya. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah peran sosial yang menjelaskan mengenai peran sosialnya sebagai seorang keponakan dan rakyat biasa. Penutur menggunakan panggilan Dhe singkatan dari Pakdhe untuk menjelaskan perannya sebagai keponakan yang menyampaikan pendapat kepada pakdhe (paman) sekaligus rakyat kecil yang sedang mengomentari tentang musibah banjir yang digunakan sebagai tempat promosi oleh partai politik agar mendapatkan dukungan. Menggunakan beberapa komponen SPEAKING faktor yang melatarbelakangi tuturan tersebut berupa Participant adalah Sadrana sebagai penutur dan Pakdhe sebagai mitra tutur. Ends, didasarkan pada maksud dan tujuan terjadinya tuturan tersebut. Tuturan di atas penutur bermaksud menegaskan pendapatnya tentang musibah banjir yang justru digunakan sebagai ajang promosi oleh partai politik. Act sequences berkaitan bentuk ujaran menggunakan kata-kata dalam bidang politik dan isi ujaran yang berkaitan dengan kata-kata yang digunakan. Tuturan di atas kata-kata yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko lugu dan ada penggunaan bahasa Indonesia. Tuturan tersebut digunakan untuk menegaskan suatu maksud agar lebih mudah dimengerti. Ganres mengacu pada jenis penyampaian. Peristiwa tutur di atas disampaikan secara monolog dalam rubrik Obrolan Cablaka pada majalah Jaya Baya dengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yang mudah dimengerti. 5. Keinginan untuk Menjelaskan dan Menafsirkan suatu Tuturan (57) Nafsu aluamah, amarah, supiyah, mutmainah sing kudu ditaklukake dening satriya. (OC/JB/28/Mar/2014/Cakil,Simbul Nglawan Nafsu Sing Saya Ilang) „Nafsu aluamah, amarah, supiyah, mutmainah yang harus ditaklukan oleh satriya.‟ Data (57) merupakan peristiwa tutur dalam rubrik Obrolan Cablaka majalah Jaya Baya No. 28 minggu kedua Februari 2014 dengan judul “Soimah, Joged, lan Kesenian Tradisional”. Bentuk peristiwa tutur adalah monolog, dalam tuturan terdapat campur kode ke luar. Penyisipan kata dalam Indonesia yaitu Nafsu aluamah, amarah, supiyah, mutmainah dalam satu bahasa inti bahasa Jawa ragam ngoko yaitu Nafsu aluamah, amarah, supiyah, mutmainah sing kudu ditaklukake dening satriya. Padanan kata nafsu aluamah, amarah, supiyah, mutmainah dalam bahasa Jawa tidak ada padanannya. Penutur ingin menjelaskan bahwa nafsu aluamah (kejam), amarah (marah), supiyah (harta/duniawi), mutmainah (ibadah) yang harus ditaklukkan oleh manusia. Campur kode ke luar kata nafsu aluamah, amarah, supiyah, mutmainah digunakan supaya maksud tuturan tersebut menjadi jelas dan mudah dimengerti. Menggunakan beberapa komponen SPEAKING faktor yang melatarbelakangi tuturan tersebut berupa Participant adalah Sadrana sebagai penutur dan Cablaka sebagai mitra tutur. Ends, didasarkan pada maksud dan tujuan terjadinya tuturan tersebut. Tuturan di atas penutur bermaksud menjelaskan bahwa nafsu aluamah berarti nafsu untuk berbuat kejam, nafsu amarah berarti keinginan untuk marah, nafsu supiyah berarti keinginan duniawi seperti harta kekayaan, nafsu mutmainah
51
keinginan untuk beribadah mendekatkan diri kepada Tuhan yang harus ditaklukan oleh kesatriya. Act sequences berkaitan bentuk ujaran dan isi ujaran yang berkaitan dengan kata-kata yang digunakan. Tuturan di atas kata-kata yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko lugu dan ada penggunaan bahasa Indonesia. Tuturan tersebut digunakan untuk menegaskan suatu maksud. Ganres mengacu pada jenis penyampaian. Peristiwa tutur di atas disampaikan secara monolog dalam rubrik Obrolan Cablaka pada majalah Jaya Baya dengan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko yang mudah dimengerti.
4. SIMPULAN DAN SARAN a. Simpulan Berdasarkan analisis data pemakaian campur kode dalam teks rubrik Obrolan Cablaka majalah Jaya Baya maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Pemakaian CK yang ditemukan di rubrik Obrolan Cablaka majalah Jaya Baya dibagi menjadi berbagai macam bentuk menurut struktur kebahasaan yang terlibat di dalamnya sebagai berikut: (1) CK berwujud penyisipan kata, (2) CK berwujud penyisipan frasa, (3) CK berwujud penyisipan baster, (4) CK berwujud penyisipan kata ulang, (5) CK berwujud penyisipan ungkapan dan (6) CK berwujud penyisipan klausa. Fungsi CK yang ditemukan di rubrik Obrolan Cablaka majalah Jaya Baya adalah (1) fungsi campur kode tidak ada padanannya, (2) fungsi campur kode lebih prestise atau bergengsi, (3) fungsi campur kode menegaskan maksud tuturan, (4) fungsi campur kode lebih mudah dimengerti. Faktor yang melatarbelakangi pemakaian CK di rubrik Obrolan Cablaka dalam majalah Jaya Baya adalah (1) kesantaian, (2) lebih pas, (3) kebiasaan, (4) peran sosial penutur, (5) menjelaskan/menafsirkan suatu maksud dimengerti. b. Saran Penelitian ini hanya membahas pemakaian CK dalam rubrik Obrolan Cablaka pada majalah Jaya Baya (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik). Oleh karena itu diharapkan pada penelitian berikutnya peneliti dapat meneliti dari sudut pandang yang berbeda seperti penggunaan bahasa yang lebih kompleks dan menyeluruh atau membahas dengan pendekatan wacana (kohesi, koherensi) maupun pragmatik.
DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Edi Subroto, D. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: UNS Press. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. 52
Sumarlam. 2010. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra. Dwi Sutana. 2000. “Faktor Penyebab Alih Kode dalam Majalah Djaka Lodhang. Jurnal Widyaparwa nomor 55”. Yogyakarta: Balai Bahasa Yogyakarta. (Jurnal). Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta: Henary Offset.
53