HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
CALUNG DAN LENGGER SENI PERTUNJUKAN KHAS B ANYUMAS (Calung and Lengger The Performance Art ofBanyumas) Supriyadi PW StafPengajar Jurusan Tori ISI Surakarta
ABSTRAK
Gamelan Calung merupakan pendukung utama karawitan Banyumas yang perlu dikembangkan dan dilestarikan keberadaannya. Dalam penyajiannya biasanya terkait dengan Lengger. Penyajian Calung merupakan suatu pertunjukan tersendiri dan menarik untuk ditonton. Hal ini dapat dilihat dari senggakkan maupun gerak pemusik dalam memainkan Calung. Upaya untuk melestarikan dan mengembangkan salah satunya dengan memperbanyak ataupun memproduksi gamelan Calung itu sendirL Adapun usaha tersebut dimulai dari persiapan alat-alat yang akan dipergunakan, pemilihan dan pemotongan bahan, pengawetan bahan, pembuatan bilah, pelarasan, pembuatan rancakan dan perakitan bilah.
Kata Kunci: Calung, Lengger, Banyumas
A. Pendahuluan Calung dan Lengger merupa kan perpaduan dua kata untuk menyebut salah satu bentuk kesenian di wilayah Banyumas yang lebih populer disebut Lengger Calung Banyumasan. Perkembangan kesenian tersebut mampu memberi kan warna tersendiri bagi masyarakat Banyumas sebagai bentuk kesenian tradisi yang lahir dan berkembang di masyarakat Banyumas. Kesenian tersebut telah dikenal di berbagai daerah sebagai bentuk kesenian yang mempunyai ciri khas tersendiri. Istilah Banyumasan memberi kan penguatan pada satu daerah tempat kesenian itu lahir dan berkembang serta menunjukkan kesenian tersebut sebagai produk
dan identitas masyarakat Banyumas (Wolf, 1981:6). Lengger setelah tahun 1918 atau setelah memegang peran dalam seni pertunjukan rakyat tidak lagi ditarikan oleh pria (tledek, tetapi berubah menjadi ronggeng atau kngger. Lengger Calung Banyumasan merupakan serpihan tradisi yang tidak dapat ditinggal begitu saja, karena telah menjadi milik masyarakat Banyumas, sehingga identik dengan daerah. Kedua bentuk seni ini dalam pertunjukannya memiliki sajian yang berbeda Calung merupakan sajian musik bambu khas Banyumas dan kngger sajian tari Banyumasan. Kesenian Banyumas mempunyai daya tarik tersendiri dalam hal ini didukung oleh satu bentuk dialek Banyumasan sebagai pemberi bentuk identitas yang memiliki
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
186
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
kesan gecul atau lucu bagi masyarakat di luar Banyumas. Bentuk dialek Banyumasan sangat komunikatif mampu merangsang bagi masyarakat di luar Banyumas untuk menirukan logat Banyumasan sebagai referensi ketika diperlukan suasana humoris. Keterpaduan antara bahasa (dialek Banyumasan) dan seni inilah yang mampu mengangkat citra seni di Banyumas menjadi banyak dikenal oleh masyarakat luas. Kekuatan dialek Banyumasan juga mampu menunjukkan satu bentuk keakraban bagi sesarna pengguna dialek tanpa membedakan status sosial, yang nampak adalah sifat kerukunan, keselarasan dalam kehidupan serta rasa persaudaraan (Tafsir, 2002:26). Selain sebagai kebutuhan hiburan dan kepentingan religius kesenian Lengger Calling Banyumasan juga berfungsi sebagai satu bentuk komunikasi sekaligus sebagai penopang kesinambungan dan stabiKtas kebudayaan (Merriam, 1964: 219-227) utamanya bagi masyarakat atau etnis Banyumas. Perkembangan Kesenian Banyumas lebih banyak dipengaruhi oleh dua kebudayaan besar yang datang dari Barat (Parahiyangan atau Sunda) dan dari Timur yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Hal ini dikarenakan letak geografis Banyumas sebagai daerah per batasan antara propinsi Jawa Barat dan propinsi Jawa Tengah. Sebagai akibatnya seni Banyumasan lebih terkesan (mempunyai kemiripan) dengan kesenian Sunda dan juga Jawa Tengahan atau Yogyakarta, dan inilah satu keunikan bagi kesenian Banyumas. Sebagaimana pernyataan Suparno, (1975:6) Banyumas pada awalnya tidak memiliki gamelan, tetapi yang ada
hanya gumbengan sebagai kesenian rakyat yang terbuat dari bambu. Adanya gamelan (karawitan) merupakan pengaruh dari Surakarta dan Yogyakarta. Karawitan di Banyumas yang telah banyak dikenal oleh masyarakat berupa Calung, meskipun juga ada gamelan Jawa pada umumnya. Dalam berbagai kepentingan terhadap Calung ataupun Lengger Banyumasan telah banyak di lakukan kegiatan baik penelitian maupun komersial. Dalam kesempatan ini penulis bermaksud untuk mengungkap proses pembuatan gamelan Calung sebagai media informasi sekaligus dokumentasi. B. Calung dan Lengger Pertunjukan Khas Banyumas * Calung berasal dari bahasa Minangkabau yang artinya tabung yang terbuat dari bambu sebagai timba (ember) untuk mengambil air. Ada juga pendapat bahwa Calung adalah nama alat dari bambu bentuk terpagas yang digunakan untuk menyimpan tamba atau jamu. Menurut S.D. Humardani, Calung diartikan: 1. Bilah dari bambu. 2. Perangkat gamelan yang pokok ricikannya berbentuk calun. 3. Pertunjukan yang menggunakan gamelan calling khususnya pentas ronggeng atau lengger yang ditarikan oleh satu sampai tiga orang yang dilakukan sambil menyanyi atau nembang. Gamelan Calung dalam satu perangkatnya terdiri dari beberapa instrumen antara lain: gambang boning atau gambang penodos disebut juga gambang pengarep, gambang penerus, dendem atau
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
187
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
slenthem, satu perangkat kethuk kenong, gong bumbung (gong tiup), dua buah kendang terdiri dari ketipung dan kendang batangan. Berdasarkan pengklasifikasi anya dalam satu perangkat gamelan Calung terdiri dari tiga kelompok yaitu idiopon, aeropon dan membranopon. Kelompok idiopon meliputi: gambang barung, gambang penerus, dendem dan kethuk kenong, Kelompok aeropon meliputi instrumen gong bumbung, sedangkan yang kelompok membranopon yaitu kendang ketipung dan kendang batangan. 1. Perangkat Ricikan Gamelan Calung Perlu diketahui juga bahwa selain gamelan Calung di daerah Banyumas ada beberapa gamelan yang terbuat dari bambu berbentuk calung atau tabung, yang kesemua nya memiliki kemiripan diantara nya: a. Gamelan Bongkel dengan wilayah nada 6, 5 (nem, ma) terdiri dari satu ricikan.
b. Gamelan Bendul, dengan wilayah nada 6, 5, 3 (nem, ma, lu) tengah terdiri dari satu ricikan. c. Gamelan Angklung, dengan wilayahnada t y ! 2 3 5 6 ! @ # % A 9192 93 (ma, nem titik satu dibawah) nada besar, (ji,ro, lu, ma, nem tanpa titik artinya nada tengah, (ji, ro, lu, ma, mm titik satu di atas) adalah nada tinggi, (ji, ro, lu, titik dua di atas) adalah nada tingi sekali. 2. Gamelan Calung, wilayah nada:
memiliki
a. Gambang I, dengan wilayah nada 5 61 2 3 5 61 2 3 5 61 2 (ma, nem) titik satu dibawah adalah nada besar, (ji, ro, lu, ma, nem) tanpa titik
adalah nada tengah, (ji, ro, lu, ma, nem) titik satu di atas adalah nada tinggi, (ji, ro, lu) titik dua di atas adalah nada tinggi sekali. b. Gambang II dengan wilayah nada 5 612 3 5 612 3 5 612 3 (ma, nem) titik satu di bawah adalah nada besar, (ji, ro, lu, ma, nem) tanpa titik adalah nada tengah, (ji, ro, lu, ma, nem) titik satu di atas adalah nada tinggi, (ji, ro, lu) titik dua di atas adalah nada tinggi sekali. c. Slenthem atau dendhem, dengan wilayah nada 82 83 85 86 q w (ro, lu, ma, nem) titik dua di bawah adalah nada besar sekali (ji, ro) titik satu di bawah adalah nada rendah. d. Kethuk kenong, dengan wilayah nada 2 3 5 6 1 2 (ro, lu, ma, nem) * titik satu di bawah adalah nada besar, (ji, ro) tanpa titik adalah nada tengah. e. Gong bumbung, dengan wilayah nada 6 5 3 (nem, ma, lu) titik dua dibawah. f. Kendang batangan dan ketipung. Selain berbentuk calung juga ada yang berbentuk gong bumbung pada gamelan calung dan angklung, juga gamelan gumbeng. Gamelan calung semula disebut gambang renteng atau juga disebut cangklung. Disebut gambang renteng karena peletakan bilahannya direnteng dengan menggunakan tali dan dirangkai dalam bentuk rancakan. Disebut pula dengan cangklung merupakan akronim dari kalimat pecahing angklung. Menurut gotek dari para tokoh gamelan calung bahwa gamelan calung merupakan perombakan dari gamelan angklung.
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
188
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
Dalam setiap bilah gamelan calling rata-rata dibuat dari satu sampai dua ruas bambu, kadang-kadang ada yang memerlukan dua seperempat ruas. Bentuk bilah calung dan nama bagianbagian bilah dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Keterangan: a. Bilah Calung b. Tumbeng (resonator) c. Godongan (wilahan) d. Pongesan (lambe) e. Kowekan f. Lemahan C. Peitunjukan
Calung
dan Lengger
Calung dalam pertunjukannya dapat memainkan gendhing-gendhing Jawa seperti yang dimainkan dalam gamelan Jawa, namun dalam Calung terdapat suatu ciri yang memberi nuansa dinamis yaitu permainan gambang yang menggantikan fungsi bonang dalam gamelan Jawa. Di Banyumas pada awalnya per tunjukan Lengger menggunakan musik iringan Calung, maka tidak mengherankan apabila setiap ada pertunjukan Lengger di situ terdapat Calung. Pada aknir-akhir ini Lengger menggunakan musik iringan gamelan Jawa. Dalam permainan musik Calung akan mengghidupkan gerak langkah penari Lengger, hal ini ditopang oleh permainan gambang dalam Calung yang dalam musik gamelan Jawa biasanya digantikan oleh ricikan Saron, walaupun ada gambang di gamelan Jawa.
Nafas Lengger tidak dapat dipisahkan dengan musik Calung. Gendhing-gendhing yang biasa dimainkan dengan Calung memUiki nafas tersendiri, sulit digantikan dalam musik gamelan. Pertunjukan Calung dalam penyajian gendhing telah menjadi suatu pertunjukan tersendiri tanpa hadimya lengger. Lebih lengkap apabila dalam pertunjukan Calung hadir penari Lengger. Calung sebagai suatu pertunjukan sangat komunikatif, hal ini dapat dilihat dari senggakan seperti" Gelung papak gelung bunder buka sithik /os" . biasanya senggakkan ini disaut oleh penonton terutama pada segakan "bukak sithik /0s" Gendhing-gendhing yang biasanya dimainkan dalam Calung seperti ElingEling, Kulu-Kulu, dan Bendrong Kulon, memiliki nafas tersendiri yang sulit terwakili dalam gamelan Jawa, walaupun gendhing ini dapat dimainkan pada gamelan Jawa. Yang sangat menarik dalam Calung adalah pemusik dalam memainkan gendhing menjadikan suatu pertunjukan tersendiri, dengan kekhasan dialek yang digunakan dalam senggakan maupun gerak-gerak pada waktu menabul\ Calung. Tempat pertunjukan Calung tidak memerlukan tempat khusus, sebagai bentuk seni pertunjukan rakyat yang memilki ciri komunikatif dan dekat dengan penonton, biasanya Calung dipertunjukan di tempat terbuka, pada akhir-akhir ini Calung dalam pertunjukannya dibuatkan panggung tersendM. Namun demikian kehadirannya tidak dapat dipisahkan dengan penonton dalam pengertian terdapat komunikasi dengan penonton dalam penyajian gendhing maupun seggakan.
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
189
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
D. Proses Pembuatan Gamelan Calung Sebagai sebuah bentuk alat musik tradisi Calung tentu memiliki kerumitan tersendiri. Untuk mengenal lebih jauh tentang Calung tidak hanya pada pertunjukannya alangkah lengkapnya apabila kita m e n g e t a h u i t e n t a n g c a r a pembuatannya. Dalam penulisan ini selain pertunjukan Calung penulis sengaja menguraikan tentang cara pembuatan Calung, yang apabila dimainkan menjadi sebuah pertunjukan yang menarik. Jenis bambu yang bisa dipergunakan untuk gamelan Calung adalah jenis bambu wulung atau bambu tutul. Bambu wulung memiliki ciri kulit luarnya berwarna kecoklatcoklatan atau keunguan, sedangkan bambu tutul kulit luarnya berwarna kuning yang ditaburi oleh bintik-bintik coklat. Pengerjaan pembuatan gamelan Calung tidak memiliki khusus atau yang disebut besalen mengingat bentuk dan peralatan yang digunakan juga sangat sederhana. Dalam pembuatan gamelan Calung melalui proses tahapan-tahapan yang harus dilalui agar pekerjaan dapat lancar. Yang dimaksud dengan tahapan adalah urut-urutan proses kerja sebagaimana hasil pengamatan dari penulis. Tentu saja tahapan ini berbeda jauh dengan tahapan yang ada pada pembuatan gamelan perunggu yang ada di besalen. Adapun tahap-tahap pembuatan gamelan Calung sebagai berikut:
Instrumen gamelan. Peralatan yang digunakan antara lain gergaji, lading, pengurat, pangot atau boboan, kudhi, bendho, meteran, pensil dan bur (ncek) atau besi alat pembuat lubang. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini.
1. Persiapan Tahapan paling awal ini merupakan satu persiapan utamanya pada penyiapan peralatan yang akan digunakan untuk membuat
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
190
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
191
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
sebab bila tidak tepat waktunya bambu itu akan mudah tennakan bubuk. Waktu-waktu yang dianggap tepat untuk penebangan bambu itu diantaranya: 1. Dengan menggunakan perhitu ngan terbitnya bulan (padang bulan Jawa). Bila bulan kelihatan sore hari, penebangan dilakukan pagi hari, sebaliknya bila bulan kelihatan pagi maka penebangan dilakukan sore hari. 2. Diantara bulan Januari sampai dengan bulan Mei, dengan pilihan paling baik bulan maret. 3. Pada waktu musim semi atau pada waktu musim peralihan musim kemarau ke musim penghujan. 4. Penebangan bambu yang baik dilaksanakan pada musim kemarau (usum ketiga) agar bambu itu kering kerontang dan tidak banyak mengandung air serta penebangannya dilakukan pada siang hari. (Atik Sopandi, 1987:64). 5. Masyarakat Jawa pada umumnya memulai menanam bambu pada mangsa III yang dinamakan mangasri atau mangsa ketiga yang dimulai dari tanggal 25 atau 26 Agustus dan berakhir tanggal 18 atau 19 September, lamanya 24 hari. CTriharso, 1983:3) 6. Penebangan yang baik dan tepat adalah sekitar bulan April sampai dengan September. (G. Margono, 1987:6) 7. Penebangan bambu dilakukan pada permulaan musim kemarau dan berakhirnya musim kemarau antara bulan April sampai dengan bulan September (S. Wahudi, 1979:21) Dari ketiga cara ini yang paling baik dan paling banyak
dilakukan adalah cara khususnya bulan Maret.
ke
dua,
3. Pengawetan Bahan Setelah ditebang ranting-ranting bambu dihilangkan, pada bagian pucuk bambu tidak dipotong. Setelah itu bambu disandarkan pada pohon yang rindang selama lebih kurang satu setengah bulan, hal ini adalah pengeringan tahap pertama. Sesudah itu bambu dipotong dua ruas-dua ruas (disebut bakalan), daging bambu yang terlalu tebal tidak dipakai dan kemudian potongan-potongan itu ditaruh pada para-para dan diletakan di atas tungku masak di dapur. Tinggi para-para lebih kurang 2 sampai 2,5 m sedang luasnya 1$ m x 1 m atau disesuaikan dengan besar kecilnya dapur dan jumlah potongan bambu yang akan ditarang. Para-para adalah anyaman belahan bambu setebal 0,5 cm sampai 1 cm dengan jarak anyaman 5 cm. Cara meletakan potonganpotongan bambu (bakalan) tersebut pada para-para berjajar, bersap, selang-seling, membujur dan melintang agar bakalan tersebut dapat terkena panas api seluruhnya dengan merata. Lama pengeringan tahap kedua ini lebih kurang satu tahun, dengan tiap tiga bulan sekali dirubah susunan sap-sapannya. Adapun susunan sap-sapnya dua sampai tiga batang. 4. Pembuatan Bilah Calung Setelah proses pengawetan dianggap cukup, bakalan mulai dibentuk menjadi bilah calung. Adapun urutan pekerjaan sebagai berikufc Bakalan dipilih dari yang kecil hingga besar untuk pembuatan gambang I atau gambang pengarep,
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
192
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
gambang II atau gambang penerus, kethuk kenong, slenthem dan gong bumbung. Bahan tersebut sebelum dipacung terlebih dahulu di urutkan panjang pendeknya dan besar kecflnya lingkaran, yang nantinya akan dipilih 42 saja. Untuk bilah calung yang dibutuhkan hanya satu ruas bambu, maka bahan yang masing-masing dua ruas itu dipotong menjadi dua bagian, dengan cara menggergaji bahan tersebut dibawah ruas yang kedua. Dengan maksud agar sisanya masih dapat digunakan. 1 3
Dengan demikian maka bahan (bakalan) akan ketihatan seperti tersebut dibawah ini. b
a
Bahan yang sudah dipacung Keterangan: a. Pacungan pada bahan tampak memanjang dari samping b. Potongan melintang pada bagian godhongan
2
Keterangan: 1. Ruas pertama 2. Ruas kedua 3. Daerah yang digergaji Setelah bakalan terpilih dan tersusun, langkah berikutnya adalah mengambil babon (nada pokok) nada 6 (nem) tengah. Babon tersebut disebut mal. Selanjutnya memilih bahan atau bakalan yang sesuai dengan nada 6 (nem) tengah, dengan cara membandingkan dengan mal nada 6 (nem) tengah. Setelah itu dicari yang bersuara bening, dengan jalan memukul bahan (bakalan) tersebut berkeliling dengan alat pemukul yang terbuat dari bambu pula. Bagian yang paling nyaring bunyinya itulah yang nantinya berfungsi sebagai godhongan. Dengan demikian pacungan akan terletak berlawanan dengan sisi yang nyaring tadi. Cara memacung sebagai berikut: Bahan nada 6 (nem) tengah ini digergaji tepat pada pertengahan bahan (bakalan) sedalam seperempat lingkaran. Setelah itu bahan dipacung dari atas sesuai dengan bagian yang digergaji tadi.
Bahan yang sudah dibentuk menjadi bilah calung
Dengan pacungan pada bahan menghasilkan bagian tumbeng atau resonator dan godhongan. Bekas potongan baik gergaji maupun belahan diperhalus dengan meng gunakan lading pengurat dan bendho, yaitu dengan cara mengiris miring sudut bekas gergaji dan meng haluskan kedua buah sisi godhongan , maka terbentuk kowefan. Pada ujung godhongan dibentuk setengah lingkaran dengan cara meng hilangkan kedua buah sudut pada ujung godongan tersebut, maka terbentuklah pongesan (lambe). Bilah calung yang pertama kali dibuat adalah bilah calung yang bernada 6 (nem) tengah, dikerjakan hingga selesai. 5. Pelarasan Setelah bahan (bakalan) terwujud menjadi bilah calung langkah selanjutnya adalah melaras. dengan cara sebagai berikufc 5.1 Bila nada terlalu tinggi
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
193
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
Bila nada terlalu tinggi dari yang telah ditentukan atau nada babonnya, maka pada bagian godongan sebelah kanan dan kiri diseset atau ditipiskan dengan cara sedikit demi sedikit sambil diselaraskan dengan nada babonnya. Agar lebih jelas lihat gambar. b a
Bagian godongan yang dilaras Keterangan: a. Tumbeng b. Bagian godongan yang diseset (ditipiskan) 5.2 Bila nada terlalu rendah Bila nada terlalu rendah dari nada babonnya, maka daging bambu yang terdapat pada lambe diseset (ditipiskan) sedikit demi sedikit. Bila hal tersebut belum berhasil maka bagian ujung atau bagian lambe dipotong sedikit. Bila hal ini juga belum berhasil maka penyesetan seperti di atas diulangi lagi, demikian seterusnya hingga dapat dicapai nada yang dimaksud. Walaupun demikian harus me-ngingat bilah-bilah calung lainnya, agar bilah yang dimaksud tidak terlalu pendek. Bila hal ini tidak mungkin, maka harus diganti dengan bahan yang lebih tipis dagingnya. Unttik jelasnya lihat gambar. a
b
Bagian lambe yang dilaras Keterangan: a. Tumbeng b. Lambe yang diseset atau diponges
5.3 Suara kurang bening (nyaring) Suara kurang bening disebabkan karena tumbeng dan godongan belum nyupok artinya belum sesuai frekwensinya, mungkin tumbeng terlalu besar atau terlalu kecil. Bila tumbeng terlalu besar dapat diatasi dengan mengurangi panjang tumbeng, hal ini juga berarti menambah panjangnya godongan. Bila tumbeng terlalu kecil dapat diatasi dengan menipiskan bagian dalam tumbeng atau dengan memperkecil nada daun. Untuk lebih jelasnya lihat gambar: b a Bagian tumbeng yang dilaras
Keterangan: a. Bagian yang dikurangi panjangnya atau bagian tumbeng yang ditipiskan b. Godongan Nada godongan dapat kita ketahui dengan cara memegang bagian tumbeng erat-erat, dan memukul bagian godongan, adapun nada tumbeng bisa kita dapatkan dengan meniup bagian tumbeng tersebut. Hasil pelarasan tersebut di atas harus sedikit lebih tinggi dari nada babonnya, agar setelah diberi lobang pada bagian godongan nanti bilah tersebut tidak terlalu rendah nadanya. Dalam penentuan tempat lobang ada 3 macam cara, yaitu: a. Dengan mengambil seperempat dari panjang seluruh bilah, hal ini akan kelihatan rapi tetapi tidak menjamin kebeningan suara. Dengan menaburkan sedikit debu di atas godongan
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
194
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
dan memukul-pukul godongan tersebut sehingga debu berkumpul menjadi satu dan ditempat itulah dibuat lobang. b. Memegang godongan tadi dengan ujung jari telunjuk dan memukul-mukul bilah tersebut sambil mencari bagian mana yang paling bening, dan tempat itulah diberi lobang. Biasanya cara memegang dari bagian bawah godongan menggeser sedikit demi sedikit ke atas sampai ditemukan tempat yang dimaksud. Bila tempat lubang sudah dapat ditentukan diberi tanda lalu dibuat lobang dengan pisau khusus atau bur, ukuran lobang bergaris tengah lebih kurang 0,8 cm. Setelah selesai pembuatan nada 6 (nem) tengah mulai dibuat nada dibawahnya yaitu nada 5 (lima) tengah dengan cara yang sama hanya berbeda letak penggergajiannya/ yaitu lebih sedikit ke atas dari nada 6 (nem) tengah. Demikian seterusnya hingga nada terbesar nanti penggergajiannya mencapai lebih kurang seperempat panjang bahan dibagian atas. Setelah selesai pembuatan nada 2 (ro) besar mulai dibuat nada di atasnya nada 6 (nem) tengah yaitu nada 1 (ji) kecil dengan cara yang sama hanya berbeda letak penggergajiannya, yaitu lebih sedikit ke bawah dari pada nada 6 (nem) tengah. Demikian seterusnya hingga nada terkecil nanti penggergajiannya mencapai lebih kurang tiga perempat panjang bahan dibagian bawah. Untuk memperjelas uraian tersebut di atas, maka dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
d=3/4y c=1/4y
a=1/4x
a=3/4x
Perbandingan bilah calung untuk nada 3 (lu) kecil setelah dilaras Keterangan: a. Bagian tumbeng Vt x (x = panjang bilah calung) b. Bagian godongan % x c. Bagian kovxkan Vt y (y » besar lingkaran bambu) d. Bagian pongesan % y
d=1/2y c=1/2y a=2/3x
a=1/3x
Perbandingan bilah untuk nada 2 (ro) besar setelah dilaras Keterangan:
a. Bagian tumbeng 2/3 x b. Bagian godongan 1/3 x c. Bagian hnoekan Vi y d. Bagian lambe V^ y 6.
Pembuatan Rancakan dan Cara Merangkai Bilah Calung pada Rancakan Rancakan gamelan calung ada dua macam, diantaranya: Rancakan untuk gambang dan rancakan untuk kethuk kenong dan slenthem. Bahanbahan yang diguna kan dalam pembuatan rancakan ini bambu, kayu, kawat dengan ukuran garis tengah 5 (lima) mm, pluntur atau tali plastik.
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
195
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
Langkah pertama adalah pembuatan gendewa dengan bahan bambu wulung yang tebal dagingnya kurang lebih 0,5 cm dengan ukuran panjang lebih kurang 125 cm, Bambu tersebut dibelah dibagi menjadi empat bagian atau lebih kurang lebar bambu 5 cm. Langkah selanjutnya belahan bambu tersebut dihaluskan, kedua ujung bambu diikat dan dibengkokkan dengan tali pengikat yang dibuat dari bahan jenis bambu tali. Sehingga bambu tersebut akan membentuk 1/3 (sepertiga) lingkaran atau seperti bentuk gendewa atau busur panah. Untuk pembuatan satu rancakan gambang calung mem butuhkan dua gendewa. Panggulan letaknya di sebelah bawah rancakan berfungsi sebagai bagian yang untuk di panggul bila gamelan calung akan dibawa ke manamana, juga berfungsi sebagai penghubung kedua gendewa dibagian tengah dan juga sebagai bagian dari kaki rancakan . Satu rancakan mem-butuhkan satu panggulan. Setelah panggulan terbentuk, maka langkah selanjutnya membuat pasikon dengan bahan yang sama, panjang lebih kurang 15 cm, tinggi lebih kurang 7 cm dan 4 cm sisi b, tebal 5 cm. Sesudah ke empat macam bagian tersebut terbentuk maka tinggal menyetel. Masing-masing gendewa dimasukan kelubang panggulan sehingga letak panggulan ada ditengahtengah panjang gendewa, bagian kulit bambu terletak di atas. Masing-masing ujung gendewa dipasang golok. Golok panjang ada disebelah ujung kiri dan golok pendek ada disebelah ujung kanan, dengan jalan me masukan ujung-ujung gendewa pada lubang golok dari bagian
bawah golok. Untuk lebih kuatnya sambungan golok dan gendewa dipaku dari luar. Setelah itu kedua pasikon dipasang sebagai kaki rancakan, caranya sisi b pasikon ditempelkan pada sisi a panggulan tepat dibawah salah satu gendewa dan sisi c pasikon ditempelkan pada salah satu gendewa, sedangkan pasikon yng lain ditempelkan pada gendewa yang lain. Gendewa dan sisi c pasikon dipaku dari arah pasilton. Langkah selanjutnya di-antara masing-masing ujung golok pendek dan golok panjang diikat dan di hubungkan dengan kawat sehingga gendewa akan membentuk sepertiga setengah lingkaran. Kawat ini juga berfungsi sebagai peng * gantung bilah-bilah calung. Sebagai pengikat bilah-bilah calung pada kawat digunakan tambang atau tali plastik. Macam rancakan yang kedua adalah rancakan yang dipergunakan untuk ricikan kethuk kenong dan slenthem, rancakan kedua ricikan ini sama bentuknya hanya, bedanya untuk kethuk kenong lebih kecil dibandingkan dengan slenthem. Bahan-bahan yang digunakan sama dengan yang telah diuraikan diatas hanya tidak menggunakan kawat. Langkah pertama untuk pembuatan rancakan ini adalah menyiapkan pembuatan tiang-tiang yang dibuat dari kayu. Ukurannya: tinggi lebih kurang 35 cm panjang 5 cm lebar 5 cm Langkah selanjutnya meng haluskan tiang-tiang tersebut, setelah itu masing-masing sisi a diberi dua lubang, jarak lubang dari ujung atas sisi a ke lubang pertama lebih kurang 7 cm, lubang pertama ke lubang kedua lebih kurang berjarak 12 cm besar dan panjang lubang menyesuaikan pengeret
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
196
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
yang akan digunakan sebagai peng hubung antara tiang satu dengan tiang lainnya. Pada sisi b juga diberi dua lubang yang sama, jarak dari ujung sisi b ke lubang pertama lebih kurang 10 cm dari lubang pertama ke lubang kedua berjarak 12 cm. Lubang-lubang dibuat persis di tengah tiap-tiap sisi. Untuk pembuatan satu rancakan membutuhkan empat tiang. Setelah tiang terbentuk untuk langkah selanjutnya membuat pengeret besar dan kecil untuk rancakan slenthem. Untuk setiap rancakan dibutuhkan dua pasang, pengeret besar yang nantinya merupakan panjang dari rancakan tersebut dan dua pasang pengeret kecil yang berukuran berbeda sebagai lebar rancakan bagian kanan dan bagian kiri Pengeret dibuat dari bahan belahan bambu dengan ukuran panjang pengeret besar masing-masing lebih kurang 46 cm sedangkan pengeret kecil lebih kurang 36 cm dan 30 cm. Sedangkan lebar lebih kurang 5 cm, tebal daging bambu lebih kurang 0,7 cm . Pengeret rancakan kethuk kenong mempunyai ukuran berbeda dengan pengeret rancakan slenthem, yaitu panjang pengeret besar lebih kurang 37 cm panjang pengeret kecil 32 cm dan 27 cm. Setelah pembuatan pengeret selesai langkah berikutnya adalah pembuatan penglari, yaitu bagian rancakan yang digunakan sebagai tempat penggantung bilah-bilah calung. Penglari dibuat dari bahan bambu dengan ukuran panjang lebih kurang 65 cm untuk slenthem dan 60 cm untuk kethuk kenong. Masing-masing penglari lebarnya lebih kurang 5 cm dan tebal daging bambu lebih kurang 1 cm. Setelah penglari dihaluskan, maka langkah selanjutnya membuat
lubang-lubang. Untuk penglari sebelah depan dibutuhkan enam lubang dengan jarak yang sama, sedang untuk penglari sebelah belakang dibutuhkan tujuh lubang dengan jarak yang sama pula. Lubang biasanya berbentuk lingkaran dengan garis tengah lebih kurang 0,8 cm dan berbentuk segi empat dengan ukuran panjang 0,8 cm dan lebar 0,4 cm. Setelah ketiga bagian rancakan ini terbentuk maka langkah selanjutnya adalah menyetel Adapun cara penyetelan nya ranckan kethuk kenong dan slenthem adalah sama, yaitu dengan jalan mengambil dua buah tiang dan satu pasang pengeret besar. Kedua ujung pengeret yang satu, tiar>-tiap ujungnya dimasukan ke lubang nomor 3 sisi b sampai menembus sisi yang berlawanan pada tiang I dan HI, selanjutnya pengeret yang satu juga dengan cara yang sama dimasukan pada lubang nomor 4.
lubang sisi a sama diatas. Setelah masing-masing pengeret terpasang maka tiang I, II, III, dan IV akan berbentuk jajaran genjang. Setelah tiang terbentuk menjadi bentuk jajaran genjang, pada
tumbeng selanjutnya dililitkan pada kawat kembali, yaitu tepat pada tengahtengah antara tumbeng yang telah dililit dan tumbeng yang akan dililit, demikian selanjutnya htngga sampai pada tumbeng
7. Penyetelan rancakan kethuk kenong dan slenthem Untuk lebih kuatnya setiap hubungan antara lubang tiang dan ujung pengeret dipaku, dari arah sisi a. Langkah selanjutnya mengambil dua tiang, yaitu tiang II dan TV satu pasang pengeret besar, dengan cara seperti di atas tiap-tiap ujung pengeret dimasukan pada lubang nomor 3 dan 4 sisi b tiang II dan IV. Selanjutnya kedua pasang tiang tersebut masing-masing dihubungkan dengan pengeret kecil, yang berukuran panjang ada disebelah kiri dan pengeret yang berukuran pendek ada di sebelah kanan. Cara memasukan ujung-ujung pengeret pada tiap-tiap
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
197
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
tiap-tiap sisi c tiang I dan III, dan pada sisi c tiang II dan IV dihubungkan dengan penglari. Untuk kuatnya antara sisi c dan penglari, dipaku dari arah penglari. Dalam pemasangan penglari dan pengeret letak kulit bambu ada di sebelah luar. Ada beberapa cara me-rangkai bilah-bilah calung pada rancakan. Pekerjaan itu disebut nglanthe. Sebelum nglanthe ditentu kan dulu jarak bilahbilah itu pda rancakan nantinya. Hal itu biasanya dilakukan sebagai berikut: Bilah-bilah itu dijajarkan dari yang paling besar ke yang paling kecil dan diatur jaraknya sesuai dengan panjang rancakan. Pada rancakan dimana bilahbilah tadi terletak diberi tanda. Cara merangakai bagian tumbeng sebagai berikut. Bahan yang dibutuhkan tambang plastik yang besarnya disesuaikan dengan besar lubang pada godongan. Untuk merangkai tumbeng dibutuhkan lebih kurang 6 meter tambang plastik. Tambang tersebut dilipat di tengah dan ditalikan pada ujung golok tepat pada ikatan kawat yang terdapat pada ujung golok tersebut, dengan menggunakan ikatan tali pati. Kedua tambang tersebut dililitkan pada kawat dengan lilitan kekanan sehingga kawat terbalut rapat oleh tambang tersebut. Tepat pada tanda tempat bilah tambang yang satu digunakan untuk mengikat tumbeng dengan satu kali ikatan, sedangkan tali yang satunya tetap dililitkan pada kawat. Tambang pengikat tumbeng tadi setelah digunakan mengikat
terakhir pada rancakan itu.Sisa tambang dililitkan kembali pada kawat hingga menyentuh golok pendek dan diikatkan pada golok tepat pada ikatan kawat. Bilah-bilah calung yang dirangkai diusahakan jangan sampai ada yang menempel pada kawat dengan jalan melonggarkan ikatan tumbeng. Setelah bagian tumbeng terangkai semua langkah selanjut nya merangkai bagian godongan. Yang perlu disiapkan di* dalam merangkai bagian godongan adalah tambang plastik lebih kurang 3 m dan pantek (bremoro) yang dibuat dai karet yang tebal dengan ukuran panjang lebih kurang 2,5 cm dan tebalnya lebih kurang 1 cm. Ujung tambang yang satu diikatkan pada ujung golok panjang persis pada ikatan kawat, tambang dililitkan pada kawat bila sampai pada lubang godongan tumbeng tersebut dimasukan pada lubang itu dan dipantek seperti memasukan pluntur dan dipantek dengan bremoro pada bilah gender atau yang sejenis. Begitu seterusnya sampai nada yang terkecil. Sisa tambang diperlakukan seperti pada bagian ikatan tumbeng.
Untuk merangkai tumbeng ini ada dua cara, yaitu: 1. Ujung tambang yang satu diikatkan pada lubang pertama penglari sebelah kiri, selanjutnya ujung tambang yang satunya dimasukan pada lubang sebelahnya (kedua dari kiri) melalui
terbesar. Sisa tambang diikatkan pada penglari sebelah kiri ujung. Langkah selanjutnya merangkai bagian godongan dimulai dari bilah calung terbesar. Tambang yang digunakan untuk merangkai bagian tumbeng. Ujung tambang yang satu diikatkan pada lubang
Cara merangkai bilah-bilah calung pada rancakan slenthem dan kethuk kenong Untuk rancakan kethuk kenong dan slenthem cara me-rangkainya dimulai dari rancakan sebelah belakang (bagian tumbeng). Tambang yang diperlukan 1,5 m.
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
198
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
bagian atas dari penglari. Bilah calling yang akan dirangkai bagian tumbengnya diletakan di bawah penglari ditengahtengah kedua lubang tersebut Selanjutnya tambang yang telah dimasukan di lubang kedua tadi dililitkan pada bagian tumbeng satu kali lilitan, seterusnya ujung tambang tersebut kembali keluar di atas penglari melalui lubang kedua tadi. Untuk selanjutnya ujung tambang dimasukan pada lubang ketiga. Bilah calling yang bemada diatasnya dililit dengan jalan yang sama dan ujung tambang keluar lagi diatas penglari melalui lubang ketiga tersebut. Begitu pula selanjutnya sampai pada nada yang terakhir, pada ujung bagian kanan rancakan tambang tersebut dililitkan pada bagian rancakan. 2. Cara kedua ini merangkainya dimulai dari nada yang terkecil atau dari ancakan sebelah kanan. Tambang dimasukan pada lubang pertama sampai setengah panjang tambang tersebut. Sehingga tambang akan terbagi menjadi dua bagian, satu terletak di atas penglari dan bagian lainnya terletak di bawah penglari. Bilah terkecil ricikan slenthem mulai dirangkai. Tambang sebelah bawah dililitkan pada bagian tumbeng dan ujungnya dimasukan pada lubang yang diatas penglari dimasukan ke lubang kedua dengan arah kebawah yang nantinya tambang ini untuk merangkai bilah selanjutnya, begitu pula seterusnya sampai nada yang
bakalan. Bila nada terlalu kecil, dapat diatasi dengan menipiskan bakalan, dengan jalan mengorek daging bambu bagian dalam sedikit demi sedikit hingga sampai nada yang dikehendaki. Alat yang digunakan adalah lading. Mantap dan tidaknya suara gong bumbung tergantung dari letak
pertama penglari, tepat di bawah lubang tersebut diletakan godongan bilah yang besar, dan lubang godongan tersebut dimasuki lipatan tambang, selanjutnya dipantek dengan karet (bramoro). Begitu pula selanjutnya sampai pada bilah terakhir. 8. Pembuatan Gong Bumbung dan Alat Peniup Bahan yang dipergunakan untuk pembuatan gong ini adalah sama dengan bahan yang dipergunakan untuk pembuatan bilah calung, yaitu jenis bambu wulung atau bambu tutul, begitu pula alat peniupnya (semprong), Untuk bahan ini dipilih bambu yang besar lingkaran bagian atasnya lebih kurang 32 cm lingkaran bagian bawah lebih kurang 33 cm panjang 75 cm yang terdiri lebih kurang satu seperempat ruas. Tebal daging bambu lebih kurang 0,6 cm. Pemilihan bahan untuk alat peniup dengan ketentuan besar lingkaran bagian atas lebih kurang 11 cm, bawah 12 cm dan panjang 67 cm yang terdiri dari lebih kurang satu seperempat ruas, tebal daging bambu lebih kurang 0,3 cm. Pembuatan gong bambu biasanya mengambil nada 6 (nem), 5 (lima) dan 3 (lu) besar. Setelah bahan ditemukan, menghilangkan ruas bagian dalam dengan alat seperti linggis. Pelarasan, bila nadanya terlalu besar dari nada yang ditentukan, maka dapat diatasi dengan mengurangi panjang
Garis tengah kempyang - llcm 10. Fembuatan pemukul)
Tabuh
(alat
Tabuh gambang calung sama dengan tabuh gambang pada umumnya, hanya
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
199
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
kedalaman alat peniup, biasanya suara mantap itu didapat bila bagian alat peniup yang kelihatan lebih kurang sepanjang satu genggam. 9. Pembuatan Kendang dan Ketipung Kendang dan ketipung gamelan calung sama bentuknya dengan kendang dblon atau batangan dan ketipung gamelan gede dan juga pembuatannya, hanya ukurannya lebih kecil. Kendang dan ketipung gamelan calung tidak menggunakan ran, hal tersebut dimaksudkan agar suara kendang akan lebih keras. Dibawah ini salah satu ukuran kendang dan ketipung gamelan calung: Ukuran batangan:
kendang
ciblon
atau
Panjang = 64 cm Besar lingkarari gendung = 67 cm Besar lingkarn kempyang =50cm Besar lingkaran kluwung bagian tengah = 85cm Tebal Kluwung = 0,5cm Garis tengah gendung = 20cm Garis tengah kempyang = 15cm Ukuran kendang ketipung: Panjang = 30cm Besar lingkaran gendung = 45cm Besar lingkaran kempyang = 38,5cm Besar lingkaran kluwung bagian tengah = 50cm Tebal kluwung = 0,4cm Garis tengah gendung = 13cm
pegangannya dibuat dari bambu. Untuk melunakan bagian yang dipukulkan digunakan karet ban sepeda bagian dalam. Biasanya karet tersebut dipasang dua sap. Tabuh kethuk kenong dan tabuh slenthem sama dengan tabuh kethuk kenong gamelan gede, hanya yang dipukulkan lebih pendek dan pada bagian itu pula dibalut dengan karet. E. Penutup Calung bukanlah satu-satunya alat musik yang berada di wilayah Banyumas tetapi di luar Banyumas pun memiliki calung misalnya Jawa Barat tetapi sebagai ciri dari Banyumas selain dialek serta memiliki garap musikal yang dipengaruhi oleh kesenian Parahiyangan (Pasundan) ataupun Yogyakarta dan Surakarta. lylembicarakan Calung tidak lepas dari Lengger dan Banyumas karena ini merupakan satu bentuk keterpaduan antara wilayah budaya dan seni yang berkembang di masyarakat yang cukup populer. Pendokumentasian proses pembuatan gamelan calung merupakan upaya untuk melengkapi informasi dengan harapan produk gamelan calung bisa berkesinambungan atau dipelajari oleh siapapun. Hal ini juga sebagai upaya memberikan penghargaan kepada seniman yang telah berupaya memproduksi gamelan calung sebagai hasil
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
200
HARMONIA JURNAL PENGETAHUAN DAN PEMIKIRAN SENI
gamelan calung sebagai hasil kera-jinan bagi masyarakat Banyumas. Proses pembuatan gamelan calung tidaklah sulit dan memerlu-kan biaya yang besar, apalagi bahan sangat mudah didapat selanjutnya tergantung dari niat dan keuletan. Dengan adanya pemaparan ini semoga memberikan gambaran bagi siapapun untuk mempraktekkan membuat gamelan tentu saja harus disertai juga oleh eksperimen karena tidak dengan membaca langsung bisa mempraktekkan tetapi juga disertai oleh percobaan.
Suparno, 1975. Naskah Karawitan Banyumas. Proyek Pengembangan Kesenian Jawa Tengah. Semarang : Depdikbud. Tafsir, 2002. Islam dan Kebudayaan Jawa. Darori Amin (ed). Yogyakarta : Gama Media. Wahudi S, et al. 1979. Pengetahuan Teknologi Kerajinan Anyaman. Jakarta : depdikbud. Wolf. Janet. 1981. The Social Production of Art. New York: St. Martin's Press.
Gamelan Calung (Foto:Widintyo)
DAFTAR PUSTAKA Atik Sopandi, et.al. 1987. Peralatan Hiburan dan Kesenian Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud.
Margono, 1987. Ketrampilan Anyaman Bambu dan Rotan. Semarang : Aneka Ilmu. Merriem, Alan P. 1963. The Antropology of Music. Indiana : University Press. Bloomington.
Volume VIII No.2 / Mei-Agustus 2007
201