Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6 No. 3 September 2011: 129-134
Rekonstruksi Suhu Permukaan Laut Periode 1993 - 2007 Berdasarkan Analisis Kandungan Sr/Ca Koral dari Wilayah Labuan Bajo, Pulau Simeulue Sea Surface Temperature Reconstruction Period 1993 - 2007 Based on Content Analysis of Coral Sr/Ca from the Region Labuan Bajo, Simeulue Island S. Y. Cahyarini Puslit Geoteknologi LIPI, Kompleks LIPI, Jln. Sangkuriang, Bandung Sari Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu parameter penting dalam studi iklim masa sekarang maupun masa lampau. Untuk lebih memahami perubahan iklim diperlukan data iklim dalam skala waktu yang panjang. Kandungan geokimia koral mampu mengatasi ketersediaan data parameter iklim secara kontinu untuk jangka waktu sampai ratusan tahun lampau. Kandungan Sr/Ca dalam koral telah terbukti merupakan proxy suhu. Dalam studi ini koral jenis Porites telah diambil dari wilayah Labuan Bajo, Simeulue Tengah pada kedalaman 10 m dan dianalisis kandungan Sr/Ca-nya untuk digunakan dalam merekonstruksi data SPL. Koral Sr/Ca berkorelasi kuat dengan SPL dalam skala musiman maupun tahunan. Hasil rekonstruksi SPL menunjukkan SPL dari tahun 1993 sampai 2007. Rekaman kandungan Sr/Ca pada koral menunjukkan bahwa SPL diwilayah penelitian kuat dipengaruhi oleh sinyal musiman daripada oleh sinyal tahunan seperti El Nino. Kata kunci: koral, Sr/Ca, suhu permukaan laut Abstract Sea surface temperature (SST) is one of the important parameters for (paleo) climate studies. The long time series of SST data are required to understand more the climate change. Coral geochemical proxy such as Sr/Ca overcomes this problem. Coral can provide long time series of climate data continuously from present till hundreds years ago, even fossil (dead) coral can do it till thousand years ago. In this study, Sr/Ca content of Porites coral within 10 m deep from Labuan Bajo, Simeulue Island was analyzed to reconstruct SST. Coral Sr/Ca shows a strong correlation with local SST in seasonal scale as well as in the annual mean scale. Reconstructed SST data show that the monsoon between 1993 2007 strongly influence the SST variation in the Simeulue region. It supposed that the seasonal variation signal strongly influence local SST than the annual mean signal such as El Nino. Keywords: coral, Sr/Ca, sea surface temperature
Pendahuluan
itu diperlukan data SPL dalam skala waktu yang panjang. Alat pengukur suhu permukaan laut dan data pengukuran yang tersedia pada saat ini hanya sampai puluhan tahun lampau. Padahal untuk memahami perubahan iklim diperlukan data iklim seperti SPL yang panjang sampai ratusan bahkan ribuan tahun lampau. Koral yang dapat dijumpai
Suhu permukaan laut (SPL) merupakan salah satu parameter yang penting untuk mempelajari variasi musim, fenomena iklim seperti El Nino, dan juga Indian Ocean Dipole yang selanjutnya dapat lebih memahami perubahan iklim. Untuk
Naskah diterima: 22 November 2010, revisi kesatu: 10 Januari 2011, revisi kedua: 05 April 2011, revisi terakhir: 28 Juni 2011
129
130
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6 No. 3 September 2011: 129-134
hampir di seluruh wilayah perairan dangkal di ketahui mampu menyediakan data iklim sampai ratusan tahun lampau (Abram drr., 2008), bahkan fosil koral dapat menyediakan data iklim sampai ribuan tahun lampau (Cobb drr., 2003; Felis drr., 2004; Zinke drr., 2005). Dalam studi koral untuk rekonstruksi data iklim, istilah fosil koral di gunakan untuk koral yang mati ratusan sampai ribuan tahun lalu, tidak harus untuk koral yang mati lebih 10.000 tahun lalu (Cobb drr., 2003; Felis drr., 2004). Kandungan geokimia dalam koral, yaitu Sr/Ca, dikenal sebagai proxy temperatur. Banyak studi terdahulu yang membuktikan bahwa Sr/Ca dalam koral merekam temperatur lokal (Ren drr., 2002; Mitsuguchi drr., 2002; Linsley drr., 2005; Cahyarini drr., 2009). Variasi iklim regional di Indonesia dipengaruhi oleh musim dan fenomena iklim global, seperti El Nino Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD), serta arus lintas Indonesia (Gordon drr., 2002; Susanto dan Gordon, 2005). Suhu permukaan laut rata-rata tahunan di wilayah Indonesia berkisar dari 28,2°C hingga 29,2°C (Levitus drr., 1994). Fenomena iklim global seperti El Nino memberi dampak pada perubahan iklim regional di wilayah Indonesia, terutama pada perubahan curah hujan (Aldrian dan Susanto, 2003), yaitu rendahnya curah hujan di wilayah Indonesia, sehingga mengakibatkan kekeringan. Selain itu, fenomena monsun (perubahan musim an arah angin) juga memengaruhi variasi iklim di Indonesia. Selama musim barat, angin bertiup menuju barat daya membawa hujan di wilayah Indonesia. Sebaliknya selama musim timur, angin bertiup dari Australia membawa musim kering. Siklus musiman ini mendominasi perubahan suhu permukaan laut dan salinitas di wilayah perairan Sumba (Laut Sawu) (Sprintall drr., 2003). Dalam studi ini dilakukan rekonstruksi data SPL berdasarkan kandungan Sr/Ca dalam koral dari Labuan Bajo, Simeulue (Gambar 1). Pengaruh musim dan fenomena iklim terhadap perubahan SPL di wilayah tersebut juga dianalisis.
Metodologi Koral jenis Porites telah diambil dari wilayah Labuan Bajo, Simeulue Tengah di kedalaman 10 m pada
20º 15º
100º
120º
A
0º -5º -10º
P. S P. S
im
im
eul P. Su ma eu tr
Sam
udra
a
Sam
udra
-15º -20º
P. Sumatra
B
10º 5º
140º
100º
Lokasi koral
eul
eu
160º 20º 15º 10º 5º 0º
Indo
nesi
a
-5º -10º
Indo
nesi
a
-15º 120º
140º
-20º 160º
Gambar 1. (A) Peta Indonesia menunjukkan lokasi Pulau Simeulue (kotak merah). (B) Inset adalah peta lokasi pengambilan percontoh koral di Labuan Bajo (titik merah).
sisi lereng terumbu. Panjang percontoh koral yang diambil adalah 25 cm. Koral kemudian dipotong membentuk lempengan setebal 3 mm, kemudian dicuci dengan menggunakan alat ultrasonic bath. Lempengan koral tersebut kemudian dirontgen untuk melihat struktur tulang koral tersebut, dan perlapisan pertumbuhan tahunan koral untuk selanjutnya digunakan untuk penentuan lintasan subsampling. Subsampling digunakan untuk memperoleh percontoh bubuk koral. Dalam studi ini subsampling dilakukan dengan menggunakan bor tangan yang berdiameter 1 mm untuk memperoleh resolusi data bulanan. Percontoh bubuk kemudian dianalisis kandungan unsur rasio Sr/Ca-nya. Preparasi untuk analisis Sr/ Ca mengikuti kombinasi metode Schrag (1999) dan de Villiers drr. (1994). Analisis Sr/Ca dilakukan di laboratorium geokimia, Universitas Kiel Jerman. Pembangunan kronologi didasarkan pada variasi Sr/Ca dengan metode anchor point (detil metode lihat Cahyarini drr., 2009).
Hasil dan Pembahasan Koral Labuan Bajo memiliki variasi bulanan kandungan Sr/Ca rata-rata 8,76 mmol/mol, dengan nilai maximum 8,89 mmol/mol dan nilai minimun 8,67 mmol/mol. Gambar 2 menunjukkan variasi bulanan Sr/Ca dan hasil rekonstruksi data SPL berdasarkan kandungan Sr/Ca koral. Hasil kronologi menunjukkan kisaran umur koral dari bulan Juli 1993 - Agustus 2007.
-0,2
0,8
-0,1
0,4
0
0
0,1
SPL
SrCa (mmol/mol)
Rekonstruksi Suhu Permukaan Laut Periode 1993 - 2007 Berdasarkan Analisis Kandungan Sr/Ca Koral dari Wilayah Labuan Bajo, Pulau Simeulue (S. Y. Cahyarini)
-0,4
SrCa
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
0,2
1994
SPL -0,8
Gambar 2. Variasi bulanan SPL dan kandungan Sr/Ca koral. Data pada gambar merupakan data anomali, yaitu diperoleh dengan mengurangi data dengan rata-rata bulanan (mean seasonal remove).
Dalam studi iklim masa lampau, regresi linier biasa digunakan untuk mengetahui hubungan antara suhu permukaan laut (SPL) dan data proxy, seperti kandungan Sr/Ca dalam koral. Kenaikan SPL berkorelasi dengan penurunan kandungan Sr/ Ca dalam koral (Cahyarini drr., 2009; de Villier drr., 1994). Idealnya, kandungan Sr/Ca dalam koral dikorelasikan dengan SPL hasil pengukuran. Karena keterbatasan data SPL, kebanyakan studi iklim masa lampau menggunakan data SPL dari data model maupun reanalysis untuk mengkalibrasi kandungan Sr/Ca dalam koral (Ren drr., 2002, Linsley drr., 2005; Mitsuguchi drr., 2003; Cahyarini drr., 2009). Walau begitu, hasil kalibrasi Sr/Ca koral dengan SPL membuktikan bahwa kandungan Sr/Ca dalam koral merupakan proxy temperatur yang dapat digunakan untuk merekonstruksi data suhu masa lampau (Ren drr., 2002, Mitsuguchi drr., 2002; Linsley drr., 2004; Cahyarini drr., 2009). Perubahan kandungan Sr/Ca terhadap SPL dalam setiap 1oC adalah -0,04 mmol/ mol sampai -0,08 mmol/mol (Cahyarini drr., 2009; McCulloch drr., 2002; Mitsuguchi drr., 2002; de Villiers drr, 1994). Dalam studi ini, data SPL diambil dari ERSST (Extended Reconstructed Global Sea Surface Temperature) dataset untuk koordinat lokal koral yaitu Labuan Bajo, Simeulue (2º24 LU, 96º29 BT). Perubahan kandungan Sr/Ca dalam percontoh koral terhadap SPL berkisar dari -0,04 sampai 0,08 mmol/ mol/ºC (Cahyarini drr., 2009; Mitsuguchi drr., 2002; de Villier, 1994). Dalam studi ini digunakan slope regresi -0,04 mmol/mol/ºC untuk rekonstruksi SPL
131
berdasarkan Sr/Ca koral, dengan pertimbangan bahwa dari hasil kalibrasi Sr/Ca dengan SPL dari beberapa wilayah lainnya di Indonesia (yaitu Timor dan Kepulauan Seribu) dihasilkan slope regresi -0,04 (Cahyarini drr., 2008; Cahyarini dan Zinke, 2010). Hasil korelasi spasial SPL koordinat lokal Simeulue 2º24 LU, 96º29 BT dengan SPL global menunjukkan bahwa variasi lokal SPL di daerah penelitian (Simeulue- barat Sumatra bagian utara) berkorelasi tinggi dengan global SPL pada ratarata bulan Desember - Januari - Februari (DJF) di wilayah perairan utara Pulau Sumatra, dan korelasi ini menurun pada rata-rata bulan Juni-Juli-Agustus (JJA) (Gambar 3). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh musim yang kuat terhadap SPL di bagian wilayah perairan Sumatra bagian utara pada saat bulan basah dibandingkan saat bulan kering (Gambar 3). Serupa dengan SPL lokal, korelasi SPL global proxy yang tinggi terlihat di wilayah perairan utara Pulau Sumatra pada musim basah, sebaliknya pada musim kering korelasi tinggi ditunjukkan di wilayah perairan Kepulauan Mentawai Tengah (Gambar 3 A, B). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan Sr/ Ca dalam koral menunjukkan pula pengaruh musim seperti halnya yang ditunjukkan oleh data SPL. Hal ini meyakinkan bahwa koral di wilayah Simeulue merupakan juga perekam variasi SPL lokal. Berdasarkan korelasi temporal skala musiman dan rata-rata tahunan antara koral Sr/Ca dan SPL, di lokasi penelitian terlihat bahwa korelasi paling tinggi antara lokal SPL dengan Sr/Ca diperoleh pada musim kering (April sampai Agustus) (Gambar 4) (R= -0,4 - -0,6), sedangkan untuk musim basah (September sampai Februari) diperoleh korelasi yang lebih kecil (R= -0,2 - -0,4) (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa selama musim kering korelasi penurunan Sr/Ca terhadap kenaikan SPL di lokasi penelitian lebih kuat dibandingkan pada musim basah. Berdasarkan korelasi tahunan terlihat bahwa, pengaruh sinyal rata-rata tahunan SPL terhadap Sr/ Ca sangat kuat (R= -0,5 - 0,6) (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa musim dan sinyal iklim tahun an sangat berpengaruh pada suhu permukaan laut di wilayah penelitian. Untuk variasi bulanan SPL sangat kecil untuk bisa terekam oleh Sr/Ca, hal ini terlihat dari hasil korelasi SPL dengan Sr/Ca yang sangat kecil (R= -0,1).
132
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6 No. 3 September 2011: 129-134
SPL
MUSIM BASAH
A. 20LU
Sr/Ca
B.
Korelasi rata-rata Des-Feb HadlSST1 SST 96BT 2LU index dengan rata-rata Des-Feb HadlSST1 SST 1993-2007 p<10%
10
10
0
0
10
10
20 LS 40 BT
60
80
100
120
Korelasi rata-rata Des-Feb Sr/Ca dengan rata-rata Des-Feb HadlSST1 SST (diff) 1995-2007 p<10%
20LU
150 BT
20 LS 90 BT
100
110
120
130
140
150 BT
MUSIM KERING
C. 20LU
Korelasi rata-rata Jun-Agt HadlSST1 SST 96BT 2LU index dengan rata-rata Jun-Agt HadlSST1 SST 1993-2007 p<10%
D.
Korelasi rata-rata Jun-Agt Sr/Ca dengan rata-rata Jun-Agt HadlSST1 SST (diff) 1995-2007 p<10%
20 LU 15
10
10 5
0
0
10
10
5
15 20 LS 40 E
60 E -0,6
80 E -0,4
100 E -0,2
0,2
20 LS 150 E 90 BT
120 E 0,4
100 -0,6
0,6
110 -0,4
120 -0,2
140
130 0,2
0,4
150 BT 0,6
Gambar 3. Korelasi spasial antara (A, C) SPL lokal koordinat Simeulue dengan SPL global dan (B, D) antara Sr/Ca koral dengan SPL global pada (A, B) musim basah dan (C, D) musim kering. MUSIMAN
Korelasi
1e+00 1e-01
J F M AM J J A S O N D J F M AM J J A S O N D
1e-02
0,60
0,00
0,20
-0,20
-0,20
-0,40
-0,60 -1,00
srLB vs HadlSST1_SST_96BT_2LU 1993:2006
Probabilitas
1e-01 1e-02
TAHUNAN
Korelasi
Probabilitas
1e+00
srLB index vs HadlSST1_SST_96BT_2LU 1993:2007
J F M AM J J A S O N D J F M AM J J A S O N D
-0,60 -0,80
J F M AM J J A S O N D J F M AM J J A S O N D Bulan pertama dari musim tiga bulan
J F M AM J J A S O N D J F M AM J J A S O N D Bulan pertama dari musim dua belas bulan
Gambar 4. Korelasi pada (kiri) skala rata-rata musiman dan (kanan) skala rata-rata tahunan antara Sr/Ca koral dengan SPL. Garis hitam tebal menunjukkan korelasi dan garis putus-putus menunjukkan 95% confidential level. (Atas) Grafik probabilitas, (Bawah) Grafik koefisien korelasi.
Rekonstruksi Suhu Permukaan Laut Periode 1993 - 2007 Berdasarkan Analisis Kandungan Sr/Ca Koral dari Wilayah Labuan Bajo, Pulau Simeulue (S. Y. Cahyarini)
El Nino Southern Oscillation (ENSO) me rupakan salah satu fenomena iklim yang berdampak global pada perekonomian dunia. El Nino yang disebut pula ENSO fase hangat dicirikan dengan adanya peningkatan suhu permukaan laut (SPL) di wilayah timur Pasifik. Di Indonesia sendiri El Nino menimbulkan kekeringan bagi sejumlah wilayah Indonesia. Untuk melihat bahwa sinyal fenomena iklim tahunan El Nino berkorelasi dengan suhu lokal di wilayah penelitian maka kandungan Sr/Ca dalam koral yang merupakan perekam SPL lokal di wilayah penelitian, dikorelasikan dengan indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO), yaitu indeks
133
Nino 3,4. Indeks Nino 3,4 merupakan anomali SPL di wilayah Nino 3,4, yaitu wilayah yang mencakupi koordinat 120°BB-170°BB dan 5°LS- 5°LU. Korelasi SPL dengan Nino 3,4 sangat kuat pada musim basah (Gambar 5) dibanding dengan musim kering. Terlihat bahwa pengaruh fenomena iklim global ini berbeda dari musim satu ke musim lainnya (Gambar 5). Pada saat musim basah, bila terjadi kenaikan suhu di wilayah timur Pasifik maka terjadi pula kenaikan SPL lokal daerah penelitian. Sebaliknya di musim kering kenaikan suhu di timur Pasifik berkaitan dengan penurunan SPL lokal daerah penelitian.
MUSIM BASAH HadlSST1 SST 96BT 2LU vs Nino 3,4 1994:2006 (diff) r= 0.522
0,2
2004 2001 2000
1995
0 2003 -0,2
1997
2002 1996 12. 1994 1999
1998 -0,4 -0,6
-4
-3
-2
-1
r= 0.432
0,04
B.
1996 2004
1998
2000
2005
0,02
1999
0
2001
-0,02
2003
-0,04 -0,06
2002 12. 1994
1995
2006
-0,08
2005
-0,8 -5
srLB indeks vs Nino 3,4 1994:2006 (diff)
0,06
2006
0,4 Des-Feb averaged (diff)
0,08
A. Des-Feb averaged index (diff)
0,6
-0,1 0
1
2
-0,12 -5
3
Des-Feb averaged Nino 3,4 (diff)
-4
-3
-2
-1
0
1
1997 3
2
Des-Feb averaged Nino 3,4 (diff)
MUSIM KERING HadlSST1 SST 96BT 2LU vs Nino3,4 1994:2007 (diff) 1998 = -0,445
1999
C.
0,4 Jun-Aug averaged (diff)
0,08
r= 0,292
2000
D.
2001
0,2 2007 2005
0
2002 2004
1997
2003 2006 2000
-0,2
6,1994
-0,4 -0,6 -3
srLB indeks vs Nino3,4 1995:2007 (diff)
0,06 Jun-Aug averaged index (diff)
0,6
0,02
-15
-1
-0,5
1999 0 0,5
1
Jun-Agt averaged Nino3,4 (diff)
1,5
2
2007 2003
0,02 0
2004 1999 1996
-0,02 -0,04
-2,5 -2
1997
2005
1998
-0,06 -3
-2,5 -2
6,1995
-15
-1
-0,5
2006 0
2001 2002 0,5
1
1,5
2
Jun-Agt averaged Nino3,4 (diff)
Gambar 5. (A,C) Korelasi SPL dengan indeks El Nino yaitu indeks Nino 3,4 dan (B,D) korelasi Sr/Ca koral dengan indeks Nino 3,4 pada (atas) musim basah dan (bawah) musim kering.
134
Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 6 No. 3 September 2011: 129-134
Kesimpulan Variasi SPL global di wilayah perairan bagian barat-utara Pulau Sumatra dipengaruhi oleh musim. Hal ini terekam oleh koral dari wilayah Labuan Bajo, Pulau Simeulue. Kandungan Sr/Ca koral menunjukkan adanya korelasi yang kuat dengan SPL dalam skala rata-rata bulanan (musiman) maupun tahunan. Selain iklim tahunan juga memengaruhi wilayah ini selama periode 1993 - 2007. Pengaruh fenomena iklim global di wilayah ini berbeda dari musim satu ke musim lainnya. Pada saat terjadi El Nino ketika SPL di wilayah timur Pasifik mengalami kenaikan, terjadi pula kenaikan SPL di lokasi penelitian. Kondisi ini bertepatan dengan musim basah, sebaliknya pada musim kering SPL mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan pengaruh musim lebih dominan di wilayah ini dibandingkan sinyal kejadian iklim tahunan-antar tahunan seperti El Nino. Ucapan Terima Kasih---Penulis mengucapkan terima kasih kepada program 2nd invitation Deutsche Akademische Austauch Dienst Prof. W.Chr. Dullo untuk pendanaan analisis kandungan kimia koral di Universitas Kiel, Jerman.
Acuan Abram, J.A., Gagan, M.K., Cole, J.E., Hantoro, W.S., dan Mudelsee, M., 2008. Recent intensification of tropical climate variability in the Indian Ocean. Nature, doi:10.1038/ngeo357. Aldrian, E. dan Susanto, R.D., 2003. Identification of three dominant rainfall regions within Indonesia and their relationship to sea surface temperature. International Journal of Climatology, 23, h.1435-1452. Cahyarini, S.Y., Pfeiffer, M., dan Dullo, W-Chr., 2009. Calibration of the Multicores Sr/Ca records-Sea Surface Temperature: Records from Tahiti Corals (French Polynesia). International Journal of Earth Sciences, 98, h.31-40 (DOI: 10.1007/s00531-008-0323-2). Cahyarini, S.Y., Pfeiffer, M., Timm, O., Dullo, W-Chr., dan garbe-Schoenberg, D., 2008. Reconstructing seawater 818O from paired coral 818O and Sr/Ca ratios: Methods, Error Analysis and Problems, with examples from Tahiti (French Polynesia) and Timor (Indonesia). Geochimica et Cosmochimica Acta, 72(12), h.2841-2853. DOI: 10.1016/j.gca.2008.04.005.). Cahyarini, S.Y. dan Zinke, J., 2010. Geochemical tracer in coral as a sea surface temperature proxy: records from Jukung coral. ITB Journal, 42B(1).
Cobb, K.M., Charles, C.D.,. Edward, R.L., Cheng, H., dan Kastner, M., 2003. El Niño-Southern Oscillation and tropical Pacific climate during the last millennium. Nature, 424, h.271-276. de Villiers, S., Shen, G. T., dan Nelson, B.K., 1994. The Sr/Ca temperature relationship in coralline aragonite: Influence of variability in (Sr/Ca) seawater and skeleton growth parameters. Geochimica et Cosmochimica Acta, 58 , h.197-208. Felis, T., Lohmann, G., Kuhnert, H., Lorenz, S.J., Scholz, D., Pätzold, J., Al-Rousan, S.A., dan Al-Moghrabi, S.M., 2004. Increased seasonality in Middle East temperatures during the last interglacial period. Nature, 429, h.164-168. Gordon, A.L., Susanto, D.R., dan Vranes, K., 2003. Cool Indonesian Throughflow as a consequence of restricted surface layer flow. Nature, 425, h.824-828. Levitus, S., Burgett, R., dan Boyer, T., 1994. World Ocean Atlas, 3. Linsley, B.K., Wellington, G.M., Schrag, D.P., Ren, L., Salinger, M.J., dan Tudhope, A.W., 2005. Geochemical evidence from corals for changes in the amplitude and spatial pattern of south Pacific interdecadal climate variability over the last 300 years. Climate Dynamics, 22 (1), doi:10.1007/s00382-003-0364-y. Mitsuguchi, T., Matsumoto, E., dan Uchida, T., 2002. Mg/ Ca and Sr/Ca ratios of Porites coral skeleton: Evaluation of the effect of skeletal growth rate. Coral Reefs, doi: 10.1007/s00338-003-0326-1. Ren, L., Linsley, B.K., Wellington, G.M., Schrag, D.P., dan Hoegh-Guldberg, O., 2002. Deconvolving the 818O seawater component from subseasonal coral 818O and Sr/Ca at Rarotonga in the southwestern subtropical Pacific for the period 1726 to 1997. Geochimica et Cosmochimica Acta, 67, h.1609-1621. Susanto, R. D. dan Gordon, A.L., 2005. Velocity and transport of the Makassar Strait throughflow. Journal of Geophysical Research, 110, C01005, doi:10.1029/2004JC002425. Schrag, D. P., 1999. Rapid analysis of high-precision Sr/Ca ratio in corals and other marine carbonates. Paleoceanography, 14, h.97-102. Sprintall, J., Potemra, J.T., Hautala, S., Nancy, A.B., dan Pandoe, W.W., 2003. Temperature and salinity variability in the exit passages of the Indonesian Throughflow. Deap-Sea Research Part II, 50, h.2183-2204. Zinke J., Dullo, W.-Chr., Heiss, G.A., dan Eisenhauer, A., 2005. ENSO and Indian Ocean subtropical dipole variability is recorded in a coral record off southwest Madagascar for the period 1659 to 1995. Earth and Planetary Science Letters, 288, h.177-194.