BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Gangguan bipolar atau mannic-depressive illness (MDI) merupakan salah satu gangguan jiwa tersering yang berat dan persisten. Gangguan bipolar ditandai dengan suatu periode depresi yang dalam dan lama, serta dapat berubah menjadi suatu periode yang meningkat secara cepat dan atau dapat menimbulkan amarah yang dikenal sebagai mania. Gejala-gejala mania meliputi kurangnya tidur, nada suara tinggi, peningkatan libido, perilaku yang cenderung kacau tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, dan gangguan fikiran berat yang mungkin atau tidak termasuk psikosis. Diantara kedua periode tersebut, penderita gangguan bipolar memasuki periode yang baik dan dapat hidup secara produktif. Gangguan bipolar merupakan suatu gangguan yang lama dan jangka panjang. Gangguan bipolar mendasari satu spektrum kutub dari gangguan mood/suasana perasaan meliputi bipolar I (BP I), bipolar II (BP II), siklotimia (periode manik dan depresi yang bergantian/naik-turun) dan depresi yang hebat (Marlyn, 2008). Gangguan bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan dan proses berpikir. Disebut bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tak terkendali) dan depresi (Marlyn, 2008). Pada gangguan mood bipolar I, penderita tidak hanya mengalami depresi, tetapi pada suatu saat akan mengalami episode manik, sedangkan pada bipolar II, tidak ada episode manik, hanya hipomanik (tidak separah manik) dan yang selalu ada adalah episode depresi. Penyakit manik depresi biasanya diawali oleh depresi yang meliputi setidaknya satu episode manik dalam perjalanan penyakitnya. Episode depresi berlangsung selama 3-6 bulan (Maddock, 2003). Di dunia, tingkat prevalensi gangguan bipolar sebagai gangguan yang lama dan menetap sebesar 0,3 – 1,5 %. Di Amerika Serikat tingkat prevalensi ini dapat mencapai 1 – 6 %, dimana dua jenis gangguan bipolar ini berbeda pada populasi dewasa, yaitu sekitar 0,8 % populasi mengalami BP I dan 0,5 % populasi mengalami BP II. Morbiditas dan mortalitas 1
dari gangguan bipolar sangat signifikan. Banyaknya angka kehilangan pekerjaan, kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat dari gangguan tingkat produktivitas yang disebabkan gangguan ini di Amerika Serikat sepanjang periode awal tahun 1990an diperkirakan sebesar US $ 15,5 Miliar. Perkiraan lainnya sekitar 25-50% individu dengan gangguan bipolar melakukan percobaan bunuh diri dan 11% benar-benar tewas karena bunuh diri (Marlyn, 2008). Di Indonesia jumlah pasien yang mengalami gangguan ini tidak diketahui dengan pasti. Sekitar 10%, individu dengan gangguan depresi mayor biasanya akan mengalami episode manik atau hipomanik pada perkembangan penyakitnya. Onset usia yang muda, ditemukannya gejala psikotik (menyerupai skizoprenia), dan ditemukannya episode depresi berulang merupakan faktor resiko gangguan bipolar. Rata-rata angka morbiditas dari pasien yang tidak diterapi adalah 14 tahun dimana akan muncul kondisi hilangnya produktivitas dan gangguan dalam fungsi hidup sehari-hari. Dijumpai perilaku bunh diri pada 10-20% pasien. Gangguan ini umumnya muncul pada awal usia 20 tahunan walaupun variasinya luas (Marlyn, 2008). Maka dari itu, dirasa perlu untuk mengetaui lebih mendalam mengenai Gangguan Bipolar pada masing-masing periode. Pada referat ini kami akan menyoroti mengenai Gangguan Bipolar episode manik.
B. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari gangguan bipolar episode manik. 2. Untuk mengetahui faktor resiko dari gangguan bipolar episode manik. 3. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang yang harus dilakukan untuk mendiagnosisgangguan bipolar episode manik. 4. Untuk mengetahui difference diagnosis dari gangguan bipolar episode manik. 5. Untuk mengetahui terapi lama dan baru dari gangguan bipolar episode manik. 6. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis gangguan bipolar episode manik.
2
C. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari referat ini adalah : 1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa 2. Memberikan informasi bagi para pembaca tentang gangguan bipolar episode manik secara menyeluruh 3. Memberikan informasi kepada pembaca gambaran tentang gangguan bipolar episode manik untuk upaya pencegahan dan diagnosis dini
3
BAB II ISI
A. Definisi Gangguan bipolar menurut Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders-Text Revision edisi ke empat ialah gangguan mood yang terdiri dari paling sedikit satu episode manik, hipomanik atau campuran yang biasanya disertai dengan adanya riwayat episode depresi mayor (Amalina, 2011).
B. Etiologi Penyebab gangguan bipolar multifaktor.Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter yaitu dopamin, serotonin dan noraderenalin di otak.Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kanak-kanak, misalnya pola asuh yang overprotectivedan authoritarian(Anonim, 2006).
C. Klasifikasi Berdasarkan DSM-IV-TR, klasifikasi gangguan bipolar adalah sebagai berikut (Amalina, 2011): Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2, yaitu gangguan bipolar I dan II.Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi.PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita (Amalina, 2011).
Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31) F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
4
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan Dari tabel 1, dapat terlihat bahwa episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik.Hipomanik dapat diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (estrus) atau seorang laki-laki yang dimabuk cinta.Perasaan senang, sangat bersemangat untuk beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejalagejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi social(Amalina, 2011). Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial.Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis.Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi(suasana perasaan yang meningkat).Bila gejala tersebut sudah berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik perlu ditegakkan.Bertolakbelakang dengan hipomanik/manik, gejala pada depresi terjadi sebaliknya.Suasana hati diliputi perasaan depresif, tiada minat dan semangat, aktivitas berkurang, pesimis, dan timbul perasaan bersalah dan tidak berguna.Episode depresi tersebut harus berlangsung minimal selama 2 minggu baru diagnosis dapat ditegakkan. Bila perasaan depresi sudah menimbulkan keinginan untuk bunuh diri berarti sudah masuk dalam depresif derajat berat(Amalina, 2011).
D. Faktor Resiko 1. Genetik Gen adalah sebuah bangunan. Gen yang terkandung dalam sel seseorang yang diturunkan dari orang tua ke anak. Anak-anak dengan orang tua atau saudara yang memiliki gangguan bipolar adalah empat sampai enam kali lebih mungkin untuk
5
mengembangkan penyakit, dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat gangguan bipolar. Namun, sebagian besar anak-anak dengan riwayat keluarga bipolar tidak mengalami gangguan bipolar (National Institute of Mental Health, 2011). Gangguan Bipolar terutama BP I, memiliki komponen genetik utama. Bukti yang mengindikasikan adanya peran dari faktor genetik dari gangguan Bipolar terdapat beberapa bentuk, antara lain: a. Perlu digaris bawahi keturunan dari orang tua yang menderita gangguan Bipolar memiliki kemungkinan 50 % menderita gangguan psikiatrik lain. Secara genetik, diketahui bahwa pasien dengan gangguan Bipolar tipe I, 80-90% di antaranya memiliki keluarga dengan gangguan depresi atau gangguan Bipolar juga (yang mana 10-20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditemukan pada populasi umum). b. Penelitian pada orang yang kembar menunjukkan adanya hubungan 33-90 % menderita BP I dari saudara kembar yang identik. Anak kembar yang berasal dari satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita gangguan yang serupa dibandingkan anak kembar yang berasal dari dua telur, jika anak kembar tersebut dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Rata-rata tingkat kemungkinan pasangan kembar menderita gangguan yang sama berkisar 60-70%. c. Penelitian pada keluarga adopsi, membuktikan bahwa lingkungan umum bukan satu-satunya faktor yang membuat gangguan Bipolar terjadi dalam keluarga. Anak dengan hubungan bilogis pada orang tua yang menderita BP I atau gangguan depresif hebat memiliki resiko lebih tinggi dari perkembangan gangguan afektif, bahkan meskipun mereka bertempat tinggal dan dibesarkan oleh orangtua yang mengadopsi dan tidak menderita gangguan. Namun gen bukanlah satu-satunya faktor risiko untuk gangguan bipolar. Studi kembar identik telah menunjukkan bahwa kembar dari seseorang dengan penyakit bipolar tidak selalu mengembangkan gangguan tersebut. Hal ini dapat terjadi pada kembar identik bahwa dengan gen yang sama dapat tidak tertular untuk terjadi gangguan bipolar (National Institute of Mental Health, 2011).
6
2. Ras Tidak ada kelompok ras tertentu yang memilik predileksi kecendereungan terjadinya gangguan ini. Namun, berdasarkan sejarah kejadian yang ada, para klinisi menyatakan bahwa kecenderungan tersering dari gangguan ini terjadi pada populasi Afrika-Amerika(National Institute of Mental Health, 2011). 3. Jenis kelamin Angka kejadian dari BP I, sama pada kedua jenis kelamin, namun Rapidcycling Bipolar Disorder (gangguan dengan 4 atau lebih episode dalam setahun) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Insiden BP II lebih sering pada wanita daripada pria(National Institute of Mental Health, 2011). 4. Usia Usia individu yang mengalami gangguan Bipolar ini bervariasi cukup besar. Rentang usia dari keduanya, BP I dan BP II adalah antara anak-anak hingga 50 tahun, dengan perkiraan rata-rata usia 21 tahun. Kasus ini terbanyak pada usia 15-19 tahun dan rentang usia terbanyak kedua adalah pada usia 20-24 tahun. Sebagian penderita yang didiagnosa dengan depresi hebat berulang mungkin saja juga mengalami gangguan Bipolar dan baru berkembang mengalami episode manik yang pertama saat usia mereka lebih dari 50 tahun. Mereka mungkin memiliki riwayat keluarga yang juga menderita gangguan Bipolar. Sebagian besar menderita dengan onset manik pada usia lebih dari 50 tahun harus dilakukan penelusuran terhadap adanya gangguan neurologis seperti penyakit serebrovaskuler. Gangguan Bipolar juga dipengaruh oleh beberapa faktor meliputi genetik dan lingkungan(National Institute of Mental Health, 2011). 5. Lingkungan a. Faktor psikososial yang diketahui sering memicu timbulnya gangguan mood ini, di antaranya tekanan lingkungan sosial, gangguan tidur, atau kejadian traumatis lainnya seperti pola asuh masa kanak-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan berkepanjangan. b. Pada beberapa kejadian, suatu siklus hidup mungkin berkaitan langsung dengan stress eksternal dan tekanan eksternal yang dapat memperburuk berulangnya
7
gangguan pada beberapa kasus yang memang sudah memiliki predisposisi genetik atau kimiawi. c. Kehamilan merupakan stres tertentu bagi wanita dengan riwayat mannicdepressive
illness
(MDI)
dan
meningkatkan
kemungkinan
psikosis
postpartum(National Institute of Mental Health, 2011).
E. Penegakan Diagnosis Gangguan bipolar ditandai oleh dua episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depesi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi satu tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis) (Maslim, 2001). Episode manik terdiri dari (Maslim, 2001). : a. Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik (F31.0) Pedoman diagnostik gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik (F31.0) Untuk menegakkan diagnostik pasti (Maslim, 2001). 1) Episode yang sekarang harus memenuhi kiteria hipomania (F30.0) 2) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, deprsif, atau campuran) di masa lampau. Pedoman diagnostik hipomania (F 30.0) (Maslim, 2001). 1) Derajat gangguan yang lebh ringan dari mania (F 30.1) afek yang meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi siklotima (F34.0) dan tidak disertai halusinasi atau waham.
8
2) Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu berat atau mnyeluruh maka diagnosis mania harus ditegakkan. b. Gangguan afektif bipolar, episode kini tanpa gejala psikotik (F31.1) Pedoman diagnostik gangguan
bipolar episode kini manik tanpa gejala psikotik
menurut PPDGJ III (F31.1) (Maslim, 2001): 1. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik (F30.1); dan 2. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran di masa lampau). Pedoman diagnostik F30.1 mania tanpa gejala psikotik (Maslim, 2001): 1. Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya satu minggu, dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yan biasa dilakukan. 2. Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas berlebih, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran dan terlalu optimistik. c. Gangguan afektif bipolar, episode kini dengsn gejala psikotik (F31.2) Pedoman diagnostik gangguan bipolar episode kini manik dengan gejala psikotik menurut PPDGJ III (F31.2) (Maslim, 2001): 1. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik (F30.2) dan 2. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran di masa lampau). Pedoman diagnostik F30.2 mania dengan gejala psikotik (Maslim, 2001): 1. Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (mania tanpa psikotik) 2. Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham kebesaan, iritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar, waham dan halusinasi sesuai dengan keadaan afek tersebut.
9
Untuk mendiagnosis gangguan bipolar episode manic dengan anamnesis yang terdiri dari alloanamnesis dengan keluarga, saudara, atau teman pasien yang paham kondisi pasien, selain itu autoanamnesis atau anamnesis terhadap pasien sendiri. Pemeriksaan lain seperti fisik diagnostik, status mentalis, laboratorium, dan radiologi bila diperlukan (Videbeck, 2008). 1. Anamnesis (Alloanamnesis) a. Riwayat Gangguan Sekarang Gejala-gejala dari tahap gangguan bipolar episode mania adalah sebagai berikut (Tomb, 2003).: 1. Gembira berlebihan 2. Mudah tersinggung sehingga mudah marah 3. Merasa dirinya sangat penting 4. Merasa kaya atau memiliki kemampuan lebih dibanding orang lain 5. Penuh ide dan semangat baru 6. Cepat berpindah dari satu ide ke ide lainnya 7. Seperti mendengar suara yang orang lain tak dapat mendengar 8. Nafsu seksual meningkat 9. Menyusun rencana yang tidak masuk akal 10. Sangat aktif dan bergerak sangat cepat 11. Berbicara sangat cepat sehingga sukar dimengerti apa yang dibicarakan 12. Menghamburkan uang 13. Membuat keputusan aneh dan tiba-tiba, namun cenderung membahayakan 14. Merasa sangat mengenal orang lain 15. Mudah melempar kritik terhadap orang lain 16. Sukar menahan diri dalam perilaku sehari-hari 17. Sulit tidur 18. Merasa sangat bersemangat, seakan-akan 1 hari tidak cukup 24 jam b. Riwayat Gangguan Dahulu Riwayat stress, riwayat melahirkan, riwayat epilepsi, riwayat trauma pasca operasi,
riwayat penggunaan obat antidepresan, alkohol, antikonvulsan,
bronkodilator, cimetidin, dekongestan, disulfiram, halusinogen, steroid, isoniazid, 10
prokainamid. Selain itu, seorang penderita bipolar disorder ( gangguan bipolar) yang gejalanya mulai muncul saat masa ramaja kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau depresi (Videbeck, 2008). c. Riwayat Penyakit Keluarga Memiliki keluarga dengan riwayat yang sama. Gen bawaan adalah faktor umum penyebab bipolar disorder. Seseorang yang lahir dari orang tua yang salah satunya merupakan pengidap bipolar disorder memiliki resiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15%-30% dan bila kedua orang tuanya mengidap bipolar disorder, maka 50%-75%. anak-anaknya beresiko mengidap bipolar disorder. Kembar identik dari seorang pengidap bipolar disorder memiliki resiko tertinggi kemungkinan berkembangnya penyakit ini daripada yang bukan kembar identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetis pada bipolar disorder pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10-15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar disorder pernah mengalami satu episode gangguan mood (Carpenito, 2009). d. Riwayat Sosial Ekonomi Penderita penyakit ini cenderung mengalami faktor pemicu munculnya penyakit yang melibatkan hubungan antar perseorangan atau peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan (reward) dalam hidup. Contoh dari hubungan perseorangan antara lain jatuh cinta, putus cinta, dan kematian sahabat. Sedangkan peristiwa pencapaian tujuan antara lain kegagalan untuk lulus sekolah dan dipecat dari pekerjaan. Stres dapat memicu gangguan bipolar pada seseorang dengan kerentanan genetik. Peristiwa ini cenderung melibatkan perubahan drastis atau tiba-tiba-baik atau buruk-seperti akan menikah, akan pergi ke perguruan tinggi, kehilangan orang yang dicintai, dipecat (Videbeck, 2008). e. Perubahan Musiman. Episode mania dan depresi sering mengikuti pola musiman. Manik episode lebih sering terjadi selama musim panas, dan episode depresif lebih sering terjadi selama musim dingin, musim gugur, dan musim semi
11
(untuk negara dengan 4 musim). Kurang tidur atau sesedikit melewatkan beberapa jam istirahat bisa memicu episode mania (Tomb, 2003) 2. Autoanamnesis Episode Manik (Tomb, 2003): a. Deskriksi Umum atau kesan umum 1. Penampilan : umumnya pasien dalam episode manik penampilannya rapi, menggunakan pakaian yang berwarna cerah, terkadang tidak tampak sakit jiwa. 2. Tatapan mata: bias berbinar atau hidup, dan sering mengarah pada orang yang mengajak bicara, misalnya pemeriksa. b. Sikap : pasien episode manik biasanya kooperatif atau mau bekerja sama dengan pemeriksa, tetapi sedikit agresif. c. Tingkah laku : biasanya hiperaktif (aktivitas motorik meningkat), bersemangat, dan terkadang seperti menantang. d. Orientasi 1) Waktu : bisa baik, bisa buruk 2) Orang : bias baik, bisa buruk 3) Tempat: bias baik, bisa buruk 4) Situasi : bisa baik, bisa buruk e. Kesadaran :compos mentis f. Proses pikiran 1) Bentuk pikir : bisa realistis atau nonrealistsc, pada hipomanik, manik tanpa psikosis umumnya realitis atau sesuai kenyataan. Sedangkan pada manik dengan gejala psikosis bentuk pikirnya nonrealistik karena pasien dengan psikosis mempunyai waham dan atau halusinasi. 2) Isi pikir: terdapat waham atau tidak. Isi pikirannya termasuk tema kepercayaan dan kebesaran diri, sering kali perhatiannya mudah dialihkan 3) Progresi pikir: fligh of idea atau penuturan pikiran dan pembicaraan yang meloncat-loncat, logorrhea atau intonasi bicara keras dan cepat alurnya banyak bicara tidak dapat disela, sirkumtangensial atau bicara memutar-mutar. g. Roman muka: biasanya banyak mimik
12
h. Afek: terkadang afek inappropriate atau afek tidak sesuai , selain itu pasien manik biasanya euforik dan lekas marah. Mereka memiliki toleransi frustasi yang rendah, yang dapat menyebabkan perasaan kemarahan dan permusuhan. Secara emosional adalah labil, beralih dari tertawa menjadi lekas marah . i. Gangguan Persepsi : jika nonpsikosis tidak ada halusinasi, tetapi jika psikosis ada halusinasi. j. Hubungan jiwa: jika non psikosis hubungan jiwa bias masih baik, tetapi jika psikosis umumnya hubungan jiwa cenderung buruk. k. Perhatian : bias mudah ditarik atau sukar ditarik, dan mudah dicantum atau sukar dicantum. l. Insight/ tilikan berbeda-beda setiap pasien: Jenis - jenis tilikan: 1) Tilikan derajat 1: penyangkalan total terhadap penyakitnya 2) Tilikan derajat 2: ambivalensi terhadap penyakitnya 3) Tilikan derajat 3: menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya 4) Tilikan derajat 4: menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namum tidak memahami penyebab sakitnya 5) Tilikan derajat 5: menyadari penyakitnya dan faktor - faktor yang berhubungan dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya 6) Tilikan derajat 6 (sehat): menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk mencapai perbaikan F. Penatalaksanaan 1. Farmakologi a. Lini I Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR, aripiprazol, litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium atau divalproat + olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazol. b. Lini II Karbamazepin, TKL*, litium + divalproat, paliperidon. c. Lini III 13
Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium + karbamazepin, klozapin. Tidak
direkomendasikanGabapentin,
topiramat,
lamotrigin,
risperidon+
karbamazepin, olanzapin + karbamazepin(Tim PDSKJI, 2010). Masing – masing obat dapat dijelaskan sebagai berikut (Tim PDSKJI, 2010): a. Stabilisator Mood 1. Litium Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun yang lalu. Ia lebih superior bila dibandingkan dengan plasebo. Farmakologi Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium dieksresikan dalam bentuk utuh hanya melalui ginjal. Indikasi Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi rumatan GB. Dosis Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L. Efek samping Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat pula terjadi akibat penggunaan litium. Neurotoksisitas bersifat ireversibel. Akibat intoksikasi litium, defisit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, defisist memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan. Litium dapat merusak tubulus ginjal. Faktor risiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, 14
polifarmasi dan adanya penyakit fisik lainnya. Pasien yang mengonsumsi litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak meminum air. Pemeriksaan Laboratorium Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid, harusdiperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun, pemeriksaan EKG harusdilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa setiap 23 bulan dan fungsi tiroid dalam enam bulanpertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau bilaada indikasi. Efek Samping Obat Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin. Kejadiannyameningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita dengan GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat melanjutkan litium selama kehamilan bilaada indikasi secara klinis. Kadar litium darahnya harus dipantau dengan seksama. PemeriksaanUSG untuk memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita tersebut harusdisupervisi oleh ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadapjanin dan efek putus litium terhadap ibu harus didiskusikan(Tim PDSKJI, 2010). 3. Valproat Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai antimania. Valproat tersedia dalam bentuk: Preparat oral: a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam
valproat dan
sodiumvalproat adalah sama (1:1) b. Asam valproat c. Sodium valproat d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan. e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari. 15
Preparat intravena Preparat supositoria Farmakologi Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam sedangkan sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan dengan makanan. Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak. Dosis Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar antara 45 -125 g/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma 50 g/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 g/mL. Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum 100 g/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 g/mL. Indikasi Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia. Efek Samping Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat(Tim PDSKJI, 2010). 16
4. Lamotrigin Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat. Farmakokinetik Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan dalam bentuk utuh.
Indikasi Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat. Dosis Berkisar antara 50-200 mg/hari. Efek Samping Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk kemerahan di kulit(Tim PDSKJI, 2010). b. Antipsikotika atipik Baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin, risperidon, quetiapin, dan aripiprazol. 1. Risperidon Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin. Absorbsi Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia dimetabolisme oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6. Dosis Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat 17
pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu. Indikasi Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan Efek Samping Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan, berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi pada pemberian risperidon(Tim PDSKJI, 2010). 2. Olanzapin Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin 1(H1), dan 1- adrenergik. Indikasi Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB. Dosis Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari. Efek Samping Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik(Tim PDSKJI, 2010).
18
3. Quetiapin Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai antagonis 5- HT1A dan 5-HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor adrenergik 1 dan2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A. Dosis Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari. Indikasi Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan. Efek Samping Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek samping yang sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan berat badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipik(Tim PDSKJI, 2010). 4. Aripiprazol Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin. Farmakologi Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7,1- adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik.
Dosis
19
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas. Indikasi Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi. Efek Samping Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QTc(Tim PDSKJI, 2010). 3. Antidepresan Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi hipomania atau mania. Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan antipsikotika atipik (Marionate, 2008). 2. Intervensi Psikososial Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi kelompok, psikoedukasi, dan berbagaibentuk terapi psikologi atau psikososial lainnya. Intervensi psiksosial sangat perlu untukmempertahankan keadaan remisi (Marionate, 2008).
20
3. Rawat Inap Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya, seperti depresi atau manic, dan derajat keparahan fase tersebut.Contoh, seseorang dengan depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat inap.Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan (Tim PDSKJI, 2010). Pengobatan pasien rawat inap : indikasi seseorang dengan gangguan bipolar untuk dirawat inap adalah sebagai berikut (Tim PDSKJI, 2010): a. Berbahaya untuk diri sendiri : Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan ideasi spesifik dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun, bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian, sejalan dengan itu, penderita dengan manik yang ekstrim yang tidak mau tidur atau makan mungkin mengalami kelelahan yang hebat. b. Berbahaya bagi orang lain : Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa ornag lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia c. Ketidakmampuan total dari fungsi : Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali, meninggalkan orang seperti ini sendirian sangat berbahaya dan tidak menyembuhkannya. d. Tidak dapat diarahkan sama sekali : Hal ini benar-benar terjadi selama episode manik. Dalam situasi ini, perilaku penderita sangat di luar batas, mereka menghancurkan karir dan berbahaya bagi orang di sekitarnya. e. Kondisi medis yang harus dimonitor : Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan medi, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi. 21
Rawat inap parsial atau program perawatan sehari Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil. Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap malamdan harus peduli terhadap penderita.Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja.Kembali secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal (Tim PDSKJI, 2010). Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama, yaitu (Tim PDSKJI, 2010): a. Pertama, lihat stresornya dan cari cara untuk menanganinya. Stres ini bisa berasal dari keluarga atau pekerjaan, namun bila terakumulasi, mereka mendorong penderita menjadi manic atau depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi. b. Kedua, memonitor dan mendukung pengobatan. Pengobatan membuat perubahan yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek samping. Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap, namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan pengobatan. Ketiga, membangun dan memelihara sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu mempertahankan gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima di masyarakat. Keempat, aspek yang melibatkan edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa. 22
c. Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi, komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit f. Diagnosis Banding 1. Gangguan Bipolar II Ciri khas yang penting pada gangguan bipolar II secara klinis adalah ditandai dengan munculnya satu atau lebih episode defresi berat yang disertai dengan episode hipomanik. Adanya episode manik atau episode campuran menyingkirkan diagnosis gangguan bipolar II. Selain itu gejala mood pada depresi berat dan hipomanik dimasukan kedalam gangguan skizoafektif (Kaplan, 2005). 2. Gangguan Siklotimik Gejala gangguan siklotimik adalah identik dengan gejala yang ditemukan pada gangguan bipolar I. Gejalanya sama dalam segi keparahannya tetapi dengan durasi yang lebih singkat dari pada yang terlihat pada gangguan bipolar I. Penyalahgunaan alkohol dan penyalahgunaan zat lain sering ditemukan pada pasien gangguan siklotimik. Yang mengguanakan zat untuk mengobati dirinya sendiri( dengan alkohol, benzodiazepin) (Kaplan, 2005).
g. Komplikasi 1. Gangguan neurologis atau Emosional Pasien dengan gangguan bipolar, terutama tipe II atau gangguan cyclothymic, memiliki episode sering depresi berat. Gangguan kecemasan, seperti gangguan panik, Pasien dengan gangguan bipolar, terutama mereka dengan tipe II, mengalami fobia. Gejala gangguan bipolar pada anak-anak sering bingung dengan perhatiandeficit hyperactivity disorder (ADHD), ADHD mempengaruhi anak usia sekolah sehingga mengalami kegelisahan, bertindak impulsif, dan kurangnya fokus yang mengganggu kemampuan mereka untuk belajar dengan baik(Smith, 2007). 2. Bunuh diri Risiko bunuh diri sangat tinggi pada pasien yang menderita gangguan bipolar dan yang tidak menerima perhatian medis. Antara 10 - 15% dari pasien dengan gangguan bipolar I bunuh diri, dengan risiko yang tertinggi selama episode depresi 23
atau mania campuran (depresi dan mania simultan). Pasien yang menderita gangguan kecemasan juga beresiko lebih besar untuk bunuh diri(Smith, 2007). Banyak pra-remaja dengan gangguan bipolar lebih sakit parah daripada orang dewasa dengan penyakit, dan risiko bunuh diri tinggi. Mereka memiliki risiko lebih tinggi untuk mania campuran, ganda dan sering siklus, dan durasi panjang penyakit tanpa periode baik(Smith, 2007). 3. Efek Perilaku dan Emosional fase manik Sebagian kecil pasien gangguan bipolar menunjukkan produktivitas tinggi atau kreativitas selama fase manik. Pemikiran menyimpang dan gangguan penilaian yang merupakan ciri khas dari episode manik dapat menyebabkan perilaku berbahaya, termasuk(Smith, 2007): a. Menghabiskan uang menyebabkan kehancuran finansial b. Marah, perilaku paranoid, dan bahkan kekerasan c. Perilaku terbuka promiscuous Perilaku seperti ini sering diikuti dengan rendah diri dan rasa bersalah, yang dialami selama fase depresi. Selama semua tahapan penyakit, pasien perlu diingatkan bahwa gangguan mood akan berlalu dan beratnya bisa dikurangi dengan pengobatan. 4. Penyalahgunaan Zat Merokok adalah umum di antara pasien dengan gangguan bipolar, terutama mereka yang memiliki gejala psikotik sering atau berat. Beberapa dokter berspekulasi bahwa, seperti dalam skizofrenia, penggunaan nikotin dapat menjadi bentuk pengobatan sendiri karena efek tertentu pada otak(Smith, 2007). Hingga 60% dari pasien dengan gangguan bipolar penyalahgunaan zat lain (paling sering alkohol, diikuti dengan ganja atau kokain) di beberapa titik dalamperjalanan penyakit mereka.Berikut ini adalah faktor risiko untuk alkoholisme dan penyalahgunaan zat pada pasien dengan gangguan bipolar(Smith, 2007): a.
Setelah episode campuran daripada yang mania murni
b.
Menjadi seorang pria dengan gangguan bipolar
5. Asosiasi dengan Penyakit Fisik
24
Orang dengan penyakit mental memiliki insiden yang lebih tinggi dari kondisi medis, termasuk penyakit jantung, asma dan masalah paru-paru lainnya, gangguan pencernaan, infeksi kulit, diabetes, hipertensi, sakit kepala migrain, hipotiroidisme, dan kanker. Pasien dengan gangguan bipolar juga kurang mungkin untuk menerima perawatan medis dibandingkan orang tanpa gangguan mental. Penyalahgunaan zat, termasuk merokok, alkoholisme, dan penyalahgunaan narkoba, juga berkontribusi pada banyak masalah ini serta mengurangi akses ke perawatan. Obat yang digunakan untuk gangguan bipolar juga dapat meningkatkan risiko untuk masalah kesehatan(Smith, 2007). Namun, orang dengan gangguan bipolar dan penyakit mental lainnya memiliki risiko lebih tinggi untuk sejumlah kondisi ini independen dari faktor tersebut (Smith, 2007): a. Diabetes Diabetes didiagnosis hampir tiga kali lebih sering pada orang dengan gangguan bipolar daripada di populasi umum. Banyak pasien dengan gangguan bipolar mengalami kelebihan berat badan, dengan sekitar 25% memenuhi kriteria untuk obesitas. Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko yang signifikan untuk diabetes dan sehingga mungkin menjadi faktor umum di kedua penyakit. Obat yang digunakan untuk mengobati bipolar juga dapat menyebabkan kenaikan berat badan dan diabetes. Faktor genetik umum pada diabetes dan gangguan bipolar dapat menyebabkan gangguan langka yang disebut sindrom Wolfram dan masalah lain dengan metabolisme karbohidrat. b. Tekanan Darah Tinggi Pasien dengan gangguan bipolar mungkin berada pada risiko yang lebih tinggi untuk tekanan darah tinggi (hipertensi) dibandingkan pasien tanpa gangguan. Tingginya prevalensi hipertensi pada pasien dengan gangguan bipolar juga dapat menjelaskan risiko lebih besar untuk penyakit dan kematian dari kondisi yang berhubungan dengan jantung. c. Migraine Headaches Migrain adalah umum pada pasien dengan sejumlah penyakit mental, tetapi mereka sangat umum di antara pasien dengan gangguan bipolar II. Pasien dengan 25
bipolar II menderita migrain lebih sering dibandingkan pasien dengan bipolar I, menunjukkan bahwa faktor biologis yang berbeda mungkin terlibat dengan setiap bentuk bipolar. d. Hypothyroidism Hypothyroidism (tingkat tiroid yang rendah) adalah efek samping yang umum dari lithium, pengobatan standar untuk bipolar. Namun, bukti juga menunjukkan bahwa pasien, khususnya perempuan, mungkin berada pada risiko yang lebih tinggi untuk tingkat tiroid rendah terlepas dari obat yang mereka gunakan. Hypothyroidism mungkin, pada kenyataannya, menjadi faktor risiko untuk gangguan bipolar pada beberapa pasien.
h. Prognosis Gangguan bipolar dapat parah dan jangka panjang, atau dapat ringan dengan episode jarang. Pasien dengan penyakit ini dapat mengalami gejala dengan cara yang sangat berbeda. Sebuah khas gangguan bipolar pasien rata-rata 8-10 manik atau episode depresif selama seumur hidup. Namun, beberapa orang mengalami episode lebih dan beberapa sedikit(Smith, 2007). Dari segi medis, pasien dengan gangguan bipolar memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi akibat bunuh diri, masalah jantung, dan kematian dari semua penyebab dibandingkan populasi umum. Pasien yang mendapatkan pengobatan, bagaimanapun, mengalami peningkatan besar dalam tingkat kelangsungan hidup, termasuk kematian akibat bunuh diri. a. Bipolar Cycles. Dalam kebanyakan kasus gangguan bipolar, fase depresi jauh melebihi jumlah fase manik, dan siklus mania dan depresi yang tidak teratur atau diprediksi. Banyak pasien mengalami mania campuran, atau keadaan campuran, di mana kedua mania dan depresi hidup berdampingan selama 7 hari(Smith, 2007). b. Bersepeda cepat. Sekitar 15% pasien dengan gangguan tersebut memiliki sementara, fase yang rumit yang dikenal sebagai bersepeda cepat. Dengan tahap yaitu manik dan depresi episode alternatif setidaknya empat kali setahun dan dalam kasus yang parah, bahkan dapat 26
berkembang menjadi beberapa siklus sehari. Bersepeda cepat cenderung terjadi lebih sering pada wanita dan pada mereka dengan bipolar II. Biasanya, bersepeda cepat dimulai pada fase depresi, dan episode sering dan parah dari depresi mungkin ciri khas acara ini. Fase ini sulit untuk mengobati, terutama karena antidepresan dapat memicu beralih ke mania dan mengatur pola siklus (Smith, 2007).
27
BAB III KESIMPULAN
1. Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. 2. Episode depresif dari gangguan bipolar memiliki kriteria diagnostik yang sama dengan gangguan depresi mayor episode tunggal. 3. Sedangkan pada gangguan bipolar episode campuran terdapat gejala-gejala manik atau hipomanik dan depresi yang berganti-ganti secara cepat pada suatu periode waktu yang berlangsung sekurangnya satu minggu. 4. Pada tampilan klinis, seorang yang menderita gangguan bipolar episode campuran biasanya mengalami kondisi mood yang sangat tidak stabil. 5. Secara umum, terdapat dua jenis gangguan bipolar, pada gangguan bipolar tipe satu, ditemukan sekurangnya satu episode manik. Sedangkan pada gangguan bipolar tipe dua ditemukan sekurangnya satu episode hipomanik. 6. Hingga saat ini, tatalaksana untuk gangguan bipolar masih difokuskan dalam pemberian terapi farmakologi. Obat-obat golongan mood stabilizer diberikan (seperti Lithium dan Valproate) baik untuk kondisi akut maupun untuk terapi maintenance yang bertujuan mencegah kekambuhan. Terapi farmakologis biasanya dikombinasi dengan terapi non farmakologis berupa psikoterapi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Amalina, Dian Budianti. 2011. Gangguan Bipolar. Medan: FK Universitas Sumatera Utara. American Psychiatric Association.2005. Mood Disorders. Dalam: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Ed, Text Revision, DSM-IV-TR, Washington DC: hal. 345 Anonim, Global Missing, Available from URL:http://www.spirit of tiger.com, Last update 2009 Anonim.2010 Pedoman Tatalaksana GB PDSKJI. Anonym. 2006. Gangguan Bipolar (Psikiatri). Racikan Utama.Vol. 6 No. 3. Carpenito, Lynda J. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis edisi 9. Jakarta: EGC. Carpenito, Lynda J. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis edisi 9. Jakarta: EGC. Kaplan I. H. 2005. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi Ketujuh, Wiguna M. S; Jakarta, 1997. Hal:799-806. Maddock, L. 2003. Pschyatry Clerckship Gude, chapter 29 figure 2. Manley : MRS, United State of America. Marionate,
Gangguan
Bipolar:
Manik
Depresif,
Available
from
Available
from
URL:http://www.miracle_Health.com, Last update January 2008 Marlyn,
E,
S.
2008.Gangguan
Afektif
Bipolar.
URL:http://www.atwordpress.com Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika AtmaJaya. National Institute of Mental Health. 2011. Bipolar Disorder. Bathesda: National Institute of Mental Health U.S. Departement Of Health and Human Services. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. 2010. Pedoman Tatalaksana Gangguan Bipolar Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia 2010. Jakarta.
29
Smith LA, Cornelius V, Warnock A, Bell A, Young AH. 2007. Effectiveness of mood stabilizers and antipsychotics in the maintenance phase of bipolar disorder: a systematic review of randomized controlled trials.Bipolar Disord. Tim PDSKJI. Panduan Tatalaksana Gangguan Bipolar Pokja SPM & Seksi Bipolar PDSKJI. Rapat Kerja Konsensus Nasional Terapi Gangguan bipolar. Novotel Hotel Mangga Dua Square. Jakarta. 7 Maret 2010. Tomb, David A. 2003. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC. Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
30