KESIMPULAN
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Studi eksperimental pembuatan biodiesel dengan Reactive Distillation melalui rute transesterifikasi trigliserida minyak nabati (minyak sawit dan jatropha) dengan metanol menggunakan katalis NaOH menunjukkan hasil sebagai berikut: a. Konversi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi katalis. Namun jika telah tercapai konsentrasi katalis yang optimum, maka penambahan konsentrasi katalis lebih lanjut akan menurunkan konversi. Untuk eksperimen yang dijalankan dengan RD pada suhu 65 C, rasio molar metanol terhadap minyak 8:1, dan waktu tinggal 6,34 menit dengan bahan baku minyak sawit, konversi trigliserida meningkat signifikan pada penambahan katalis NaOH dengan konsentrasi 0,5-1% b/b minyak, akan tetapi pada penambahan katalis sebesar 1,25% b/b minyak, konversi justru menurun. Untuk eksperimen dengan bahan baku minyak jatropha pada suhu, rasio molar reaktan, dan waktu tinggal yang sama, konversi trigliserida meningkat signifikan untuk konsentrasi katalis 0,25 menuju 0,75% b/b minyak. Akan tetapi pada penambahan konsentrasi katalis hingga di atas 0,75, konversi justru menurun. b. Konversi meningkat dengan kenaikan rasio molar reaktan. Namun jika telah tercapai rasio molar reaktan yang optimum, maka peningkatan rasio molar lebih lanjut akan menurunkan konversi. Untuk bahan baku minyak sawit, pada percobaan yang dijalankan pada suhu 65 ºC dan konsentrasi katalis 1%, konversi akan meningkat hingga 94,61% jika rasio molar ditingkatkan dari 4:1 menuju ke 8:1. Jika rasio molar ditingkatkan lagi, maka konversi justru menurun. Untuk bahan baku minyak jatropha, pada eksperimen yang dijalankan pada konsentrasi katalis 0,75% b/b dan suhu 65 ºC, konversi meningkat signifikan untuk rasio molar 4 menuju 10 dan dicapai konversi terbaik sebesar 94,83%.
194
c. Kenaikan suhu akan meningkatkan konversi reaksi. Untuk reaksi transesterifikasi dengan RD. Untuk percobaan dengan bahan baku minyak sawit yang dijalankan pada rasio molar metanol terhadap minyak sebesar 8:1, serta konsentrasi katalis 1% b/b, konversi meningkat pada kisaran suhu 45 menuju 65 ºC. Untuk percobaan dengan bahan baku minyak jatropha yang dijalankan pada rasio molar metanol terhadap minyak sebesar 8:1, serta konsentrasi katalis 0,75% b/b, konversi meningkat jika suhu reaksi dinaikkan pada kisaran 45 menuju 65 ºC. Namun pada suhu 75 ºC, konversi reaksi transesterifikasi dengan dengan bahan minyak sawit maupun jatropha justru menurun. d. Hasil optimum dicapai pada kondisi operasi sebagai berikut: untuk bahan baku minyak sawit, konversi terbaik didapatkan pada konsentrasi katalis 1% b/b minyak, rasio molar metanol – minyak 8:1, dan suhu 65 ºC, dengan konversi sebesar 94,61% dan kemurnian metil ester 99,1730 wt%. Adapun untuk bahan baku minyak jatropha, dicapai konversi terbaik sebesar 94,83% pada proses yang dijalankan pada suhu reaksi 65 ºC, konsentrasi katalis 0,75% b/b minyak, dan rasio molar metanol – minyak 10:1. Produk yang dihasilkan memiliki kadar ester 99,27%. e. Hasil pengujian sifat fisis menunjukkan bahwa biodiesel yang dihasilkan melalui transesterifikasi minyak sawit maupun minyak jarak memiliki karakteristik bahan bakar mesin diesel yang memenuhi standar SNI maupun ASTM 2. Hasil simulasi berbasis model EQ menggunakan ASPEN untuk produksi biodiesel dengan RD melalui jalur transesterifikasi minyak nabati dijalankan dengan base case sebagai berikut: kecepatan metanol dan minyak sawit 300 dan 100 kmol/ jam, jumlah stage (N) 10, tidak termasuk kondensor dan reboiler. Reflux ratio (RR) 2, kecepatan distilat 100 kmol/ jam, umpan dimasukkan pada stage ke-5 (stage umpan Nf = 5). Zona reaksi pada N=4 sampai dengan N=7 (4 reaktive stages), waktu tinggal rerata 10 menit. Pada kondisi ini diperoleh konversi sebesar 81,57%. Adapun hasil evaluasi terhadap pengaruh parameter menunjukkan kecenderungan sebagai berikut:
195
c. Kenaikan rasio refluks akan meningkatkan konversi reaksi serta beban reboiler dan kondensor. Pada penelitian ini, kenaikan rasio refluks (RR) dari 1 menjadi 10 akan meningkatkan konversi reaksi dari 80,25% menjadi 88,25% serta meningkatkan Qc dari 1952,87 kJ/det menjadi 10740,82 kJ/det dan Qb dari 13763,11 kJ/det menjadi 22971,09 kJ/det. Jika RR dinaikkan dari 10 hingga 20, maka konversi akan meningkat dari 88,25% menjadi 92,44%, namun beban reboiler dan kondensor juga meningkat tajam menjadi 33066,98 kJ/det (Qb) dan 22505 kJ/det (Qc) pada RR= 20. d. Posisi stage umpan dievaluasi pada kisaran Nf = 2 – 9. Hasil menunjukkan bahwa menggeser lokasi Nf dari 2 menjadi 6 memberikan kenaikan konversi namun tidak signifikan, yaitu dari 80,34% hingga konversi tertinggi sebesar 81,57% pada Nf=5. Akan tetapi jika Nf digeser dari 7 menjadi 9, maka konversi akan menurun. Penurunan konversi ini terjadi karena input umpan terlalu rendah, sehingga zona reaksi menjadi lebih sempit (kurang dari 4 reactive stages), sehingga waktu reaksi secara keseluruhan akan menjadi lebih pendek dan berakibat pada menurunnya konversi reaksi. e. Pengaruh kecepatan distilat (D) dipelajari pada kisaran simulasi ini pada kisaran D = 60 – 260 kmol/jam. Hasil menunjukkan bahwa kenaikan aliran distilat dari D = 60 menjadi 260 kmol/jam menyebabkan penurunan konversi reaksi dari 87,27% menjadi 26,48%. f. Simulasi yang baru dijalankan pada N=10, RR= 2, D= 60 kmol/jam, dan Nf= 5 (reactive stages 5-8) dan didapatkan konversi terbaik sebesar 87,27%. 3. Studi kinetika reaksi esterifikasi asam lemak bebas dengan metanol menggunakan katalis heterogen tin (II) chloride dihydrate menunjukkan hasil sebagai berikut: a. Pengaruh parameter utama terhadap konversi reaksi esterifikasi dipelajari pada kisaran suhu 40–60 C, konsentrasi katalis 2,5-15% b/b minyak, waktu reaksi 0-240 menit, dan rasio molar metanol terhadap asam lemak
196
bebas 60:1. Hasil menunjukkan bahwa konversi asam lemak bebas menjadi ester meningkat dengan meningkatnya konsentrasi katalis hingga 10% b/b minyak, namun selanjutnya konversi menurun jika konsentrasi ditambahkan hingga 15% b/b minyak. Adapun evaluasi terhadap waktu reaksi
menunjukkan
bahwa
konversi
dapat
ditingkatkan
dengan
memperpanjang waktu reaksi, namun pada eksperimen ini terlihat bahwa konversi meningkat secara dramatis sesaat setelah katalis ditambahkan ke dalam campuran reaksi dan disebut sebagai fenomena reaksi spontan. Kenaikan konversi pada waktu reaksi selanjutnya tidak setinggi kenaikan konversi pada awal reaksi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kecepatan reaksi meningkat signifikan dengan naiknya suhu sehingga terbaik diperoleh pada suhu 60 C. Adapun evaluasi terhadap pengaruh rasio molar memperlihatkan konversi asam lemak bebas meningkat dengan naiknya rasio molar metanol terhadap asam lemak bebas. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap parameter utama dalam reaksi diperoleh kondisi optimum percobaan ini pada rasio molar metanol terhadap asam lemak bebas sebesar 120:1, suhu reaksi 60 C, waktu reaksi 240 menit, dan konsentrasi katalis 10%. Adapun konversi yang diperoleh adalah sebesar 77,20%. b. Pada penelitian ini dilakukan studi kinetika reaksi esterifikasi asam lemak bebas dengan metanol menggunakan katalis heterogen tin (II) chloride dihydrate. Tiga jenis model kinetika digunakan untuk mengintepretasikan data eksperimental esterifikasi FFA dengan metanol, yaitu: 1) Model 1: Model kinetika homogen semu irreversibel order satu 2) Model 2: Model kinetika homogen semu irreversibel order dua 3) Model 3: Model kinetika homogen semu reversibel order dua. Hasil evaluasi berdasarkan observasi visual pada grafik dan melalui minimasi SSE menunjukkan bahwa Model 3 (model kinetika homogen semu reversibel order dua) merupakan model terbaik. Hasil perhitungan parameter kinetika untuk Model Kinetika 3 menunjukkan nilai energi aktivasi (Ea) 64,50 kJ/mol untuk reaksi ke kanan. Reaksi dengan katalis tin chloride ini menunjukkan
197
kecepatan reaksi yang lambat dan diperlukan waktu yang lama untuk mendapatkan konversi reaksi yang memadai. Oleh karena itu, data kinetika yang diperlukan untuk menjalankan simulasi RD diambil dari data literatur. 4. Simulasi untuk RD untuk produksi biodiesel dengan RD melalui jalur esterifikasi asam lemak bebas menjadi biodiesel dengan model equilibrium (EQ) memberikan hasil sebagai berikut: c. Simulasi base case dijalankan dengan kondisi berikut ini: konfigurasi basic RD, jumlah total stages 20, jumlah reaktif stages 8 (stages 7-14), konsentrasi katalis 0,32 kg/L, umpan asam oleat dimasukkan pada stage ke-7 pada suhu 60 C, umpan metanol dimasukkan pada stage ke-14 pada suhu 64,7 C, total kecepatan umpan 30 mol/jam, rasio molar metanol terhadap asam lemak bebas 1:1, tekanan atmosferis, digunakan kondensor total dan kettle reboiler. Hasil simulasi basic RD menunjukkan fenomena berikut ini: -
Evaluasi terhadap pengaruh rasio refluks (RR) pada kisaran 0,01 – 1,2 menunjukkan bahwa semakin tinggi RR, konversi akan menurun. Selain itu, semakin tinggi RR, semakin tinggi pula kebutuhan panas kolom RD. Oleh karena itu diambil nilai RR yang rendah (RR = 0,01) untuk mendapatkan konversi yang lebih tinggi dengan beban panas yang rendah.
-
Konversi meningkat ketika posisi seksi reactive digeser ke atas. Konversi terbaik sebesar 73% diperoleh ketika seksi reaktif berada pada stage 2-9 atau dengan kata lain, dengan menghilangkan sama sekali seksi rectifying.
-
Kolom beroperasi pada kisaran suhu yang lebar, yaitu 64–318 C, namun reaksi berjalan pada kondisi yang mendekati isotermal karena kisaran suhu pada seksi reaktif seragam (64–72 C).
d. Untuk tujuan intensifikasi proses, beberapa variasi konfigurasi
RD
disimulasikan dan dibandingkan hasilnya, yaitu: -
RD dengan top recycle, yaitu dengan mengubah kondensor total menjadi parsial 198
-
RD dengan top and bottom recycle tipe A (recovery asam lemak bebas)
-
RD dengan top and bottom recycle tipe B (recovery metanol)
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa RD dengan top recycle memberikan hasil terbaik di antara konfigurasi yang diuji, baik dari sisi kinerja kolom maupun dari sisi termodinamika. Hal ini karena konfigurasi ini sederhana, yaitu hanya dengan jalan memodifikasi basic RD, yakni dengan mengubah kondensor total menjadi kondensor parsial tanpa penambahan unit yang lain. Dengan konfigurasi RD dengan top recycle diperoleh konversi 90%, kemurnian 85% dan kebutuhan panas 287,3 kkal/ mol metil ester. Hasil ini jauh lebih baik dari pada hasil yang diperoleh dengan plug flow reactor yang dilengkapi dengan recycle metanol, yang menghasilkan konversi 70%, kemurnian produk 65%, dan kebutuhan panas 218,4 kkal/mol metil ester. e. Simulasi pada RD dengan top recycle memperlihatkan fenomena yang berbeda dengan fenomena yang muncul pada basic RD, yaitu: -
Untuk konfigurasi RD dengan top recycle, kenaikan refluks rasio (RR) akan meningkatkan konversi maupun beban panas. Hasil evaluasi pada kisaran nilai RR = 0,01 – 20 memperlihatkan bahwa RR = 10 adalah nilai optimum yang memberikan kenaikan konversi yang signifikan (90%) dengan beban panas yang relatif rendah (287,3 kkal/mol metil ester)
-
Pada konfigurasi ini konversi terbaik dicapai ketika posisi zona reaksi berada pada stages N = 7-14 atau N = 8-15. Seksi rectifying berfungsi untuk pemulihan sisa metanol yang tidak bereaksi agar dapat dikembalikan ke dalam zona reaksi.
-
Kolom beroperasi pada kisaran suhu yang lebih sempit dari pada basic RD, yaitu 64–126 C, namun fenomena pada seksi reaktif menunjukkan kecenderungan isotermal sebagaimana yang terjadi pada basic RD.
5. Simulasi RD berbasis model non equilibrium (NEQ) tiga fase untuk produksi biodiesel dengan RD melalui jalur esterifikasi asam lemak bebas dijalankan
199
pada kondisi base case sebagai berikut: N = 3 meter, diameter kolom 0,5 meter, rasio molar metanol terhadap asam oleat sebesar 2:1. Pada kondisi operasi ini dihasilkan konversi sebesar 30,76%, EXL total pada reboiler sebesar 1256,6389 kJ/det dan pada kondensor sebesar
769,3514 kJ/det.
Simulasi ini terintegrasi dengan analisis eksergi dengan diagram Ex-N-A, yaitu diagram yang dibuat dengan cara menggambarkan tiga jenis grafik batang pada satu diagram. Tinggi kolom (N) digunakan sebagai ordinat sedangkan absis berupa EXL total, EXL dari sub-sub proses non reaksi kimia, dan A (level energi) gas dan cairan. Diagram Ex-N-A terdiri atas Ex-N dan diagram A-N. Berdasarkan simulasi dan perhitungan eksergi ini terlihat fenomena sebagai berikut: a. Perbedaan suhu antara gas dan cairan akan menyebabkan terjadinya perbedaan level energi. Dengan menggunakan diagram Ex-N-A, dapat diketahui
korelasi grafis antara profil suhu pada kolom RD dengan
perbedaan level energi gas dan cairan (Agas-Aliq) serta nilai exergy loss (EXL). b. Ketika suhu cairan sama dengan atau mendekati suhu gas, maka nilai (Agas-Aliq) mendekati nol dan akan terbentuk zona close-to-equilibrium point (CEP) di dalam kolom RD. Pada kondisi ini akan didapatkan nilai exergy loss (EXL) karena sub proses non reaksi kimia yang rendah. c. Jika terjadi perbedaan suhu cairan dengan suhu gas yang besar, maka nilai (Agas-Aliq) juga besar dan terbentuk zona non-equilibrium (NEQ) di dalam kolom RD. Pada kondisi ini akan didapatkan nilai EXL karena sub proses non reaksi kimia yang tinggi. d. Zona CEP cenderung muncul pada bagian bawah kolom. Hal ini karena pada bagian bawah kolom, terdapat suplai panas yang sangat besar dari reboiler, yang menyebabkan perpindahan panas yang baik antara fase gas dan cair sehingga terjadi perbedaan suhu yang sangat kecil antara gas dan cairan. e. Zona NEQ lebih banyak terjadi pada bagian atas kolom. Hal ini karena pada puncak kolom terdapat arus cairan masuk yang sangat besar
200
sehungga mengubah secara drastis komposisi gas-cair dan menyebabkan perpindahan panas yang tidak efisien antara gas dengan arus cairan. f. Profil EXL menunjukkan bahwa EXL dari subproses non reaksi kimia menurun dari atas ke bawah sesuai dengan profil A-N yang dihasilkan. Adapun nilai EXL karena subproses reaksi kimia memiliki korelasi dengan jumlah mol yang bereaksi pada tiap inkremen. g. Rasio molar merupakan parameter penting dalam simulasi RD berbasis model NEQ tiga fase ini. Kenaikan rasio molar dari 2:1 menjadi 6:1 pada tinggi dan diameter kolom yang tetap akan meningkatkan konversi reaksi dari 30,76% menjadi 66,41%, memperluas zona CEP dalam kolom, dan menurunkan
EXL.
Penerapan
rasio
molar
reaktan
yang
tinggi
menguntungkan dari sisi kinerja kolom RD maupun dari sisi termodinamika. h. Perubahan tinggi kolom (N) memberikan efek yang signifikan terhadap konversi reaksi maupun profil eksergi. Kenaikan tinggi kolom dari 3 menjadi 6 meter pada molar rasio reaktan dan diameter kolom yang tetap akan meningkatkan konversi reaksi dari 30,76% menjadi 58,52% sekaligus meningkatkan nilai EXL pada tiap inkremen. Meningkatnya tinggi kolom akan memperluas zona CEP namun tanpa mengurangi luas zona NEQ. Penggunaan kolom yang tinggi akan menguntungkan dari sisi kinerja kolom RD namun merugikan dari sisi termodinamika. i. Analisis eksergi dengan metode diagram Ex-N-A terbukti powerful dan dapat mengungkapkan profil eksergi dengan terperinci secara inkremental, namun disajikan secara sederhana dan mudah dipahami. Diagram yang disusun dapat menunjukkan karakteristik dan kuantitas EXL pada tiap-tiap subproses maupun letak dan penyebab inefisiensi termodinamis yang
sangat
bermanfaat
untuk
perancangan
proses
maupun
untuk
mengarahkan perbaikan dalam perancangan dan modifikasi RD. 6. Berdasarkan hasil evaluasi secara eksperimental, simulasi, maupun kajian termodinamis, dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaaan rasio molar reaktan yang tinggi pada proses produksi biodiesel dengan RD akan
201
memberikan keunggulan dari sisi kinerja kolom (konversi reaksi yang dihasilkan) maupun dari sisi termodinamika (efisiensi eksergi).
202