BUPATI BANGKA KATA SAMBUTAN Penyusunan Rencana Strategis
Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
Berbasis Masyarakat (Renstra AMPL-BM) perencanaan pembangunan untuk
2011-2015 ini merupakan salah satu tahap
mencapai Visi BANGKA IDAMAN. Dengan demikian
pelaksanaan-nya juga menjadi bagian penting dari sistem perencanaan pembangunan daerah, terutama RPJMD 2009-2013, dengan tujuan mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan AMPL; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antara SKPD; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaa, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya pengunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Salah satu prasyarat keberhasilan pelaksaaan Renstra AMPL-BM 2011-2015 adalah tersedianya
indikator
kinerja,
tertatanya
manajemen
kinerja
dan
terbangunnya
sistem
pengendalian dan pengawasan. Pengembangan indikator kinerja dan penataan manajemen kinerja sangat penting untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara prioritas kebijakan dan program SKPD terhadap pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, Renstra yang disusun dengan mempertimbangkan berbagai kriteria dan persyaratan teknis diatas, mempertimbangkan hasil dari serangkaian diskusi, lokakarya yang
partisipatif dan rekomendasi dari stakeholder yang kompeten, harus
menjadi dasar
pengambilan kebijakan, sehingga mampu menjawab berbagai permasalahan AMPL di Kabupaten Bangka, terutama dalam mencapai sasaran MDG‟s Tahun 2015. Akhirnya, saya berharap Renstra ini bisa menjadi katalisator dalam percepatan pembangunan di Kabupaten Bangka, terutama yang terkait langsung dengan air minum dan penyehatan lingkungan.
Sungailiat,
September 2010
BUPATI BANGKA
YUSRONI YAZID
DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR……………………..……………………………………......……………....
i
DAFTAR ISI…………..………………………………………………………...…….…...............
ii
DAFTAR TABEL………………..…………………………………………....……………….........
iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................
iv
1. PENDAHULUAN……………………..……………………………....………………………...
1
1.1. Rasional.....................................................................................................
1
1.2. Maksud dan Tujuan....................................................................................
4
1.3. Garis Besar Isi............................................................................................
4
1.4. Metode Penyusunan...................................................................................
6
2. VISI DAN MISI.................................................................…………………………….
7
2.1. Mandat........................………………………………………………….....………….
7
2.2. Visi......................................................…………………………..…………….....
8
2.3. Misi.............................................................................………………………...
9
2.4. Nilai.......................................………………………………………………………...
9
3. ANALISIS LINGKUNGAN.........……………………………………………………………….
11
3.1. Kondisi Daerah...........................................................................................
11
3.2. Development Diamond................................................................................ 12 3.3. Kondisi AMPL.............................................................................................
16
3.3.1. Cakupan MDGS Air Minum pada Musim Hujan & Musim Kemarau...... 16 3.3.2. Cakupan Penyehatan Lingkungan .................................................... 19 3.3.3. Cakupan Pembuangan Limbah Cair Non Tinja Rumah Tangga........... 23 3.3.4. Tempat Pembuangan Sampah Rumah Tangga................................... 26 3.4. Pembiayaan Investasi AMPL......................................................................... 29 3.5. Faktor-faktor Keberhasilan.........................................................................
30
3.6. Permasalahan Strategis...............................................................................
34
3.7. Intervensi dan Asumsi................................................................................. 35 4. STRATEGI PELAKSANAAN.................................................................................... 37 4.1. Isu, Tujuan dan Sasaran Strategis................................................................ 37 4.2. Kebijakan dan Program Strategis................................................................. 43 5. PENGUKURAN KINERJA....................................................................................... 45 6. PENUTUP………………………………………………………………………………….......... 54 5.1. Kesimpulan................................................................................................. 54 5.2. Rekomendasi Kebijakan..............................................................................
56
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Rasional Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan
program
pembangunan
nasional
secara
menyeluruh
dan
berkesinambungan. Salah satu program pembangunan yang dilakukan baik dan pemerintah, swasta maupun masyarakat adalah pembangunan sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL). Pelaksanaan pembangunan sektor AMPL di Kabupaten Bangka selama ini sudah berjalan cukup baik, namun pelaksanaannya masih belum terkoordinir dengan baik dan masih dilaksanakan oleh masing-masing Satuan Kerja yang berhubungan dengan kegiatan ini, begitu juga peran serta dari masyarakat dirasakan masih kurang. Rendahnya
kepedulian
masyarakat
dan
keterlibatan
pemerintah
dalam
menyikapi penyehatan lingkungan guna mendukung kualitas lingkungan menyebabkan masih rendahnya cakupan pelayanan penyehatan lingkungan. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS). Keadaan ini tercermin dari perilaku masyarakat yang hingga sekarang
masih banyak yang menggunakan air untuk keperluan rumah tangga tidak memenuhi syarat kesehatan, buang air besar di sungai dan kebun. Keadaan ini diperparah lagi oleh karena sebagian besar kegiatan penambangan Timah Inkonvensional (TI) yang secara illegal di Kabupaten Bangka. Kegiatan ini tidak hanya merusak lahan, bahkan telah berdampak buruk terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS), daerah resapan dan areal perkebunan yang setidaknya kini telah berdampak semakin sulitnya mendapatkan air bersih. Kolongkolong (lubang besar) eks penambangan timah yang digenangi air semakin banyak terlihat dimana-mana. Aliran sungai pun terjadi perubahan warna, ironisnya lagi kolong dan aliran sungai tersebut sejak turun temurun oleh sebagian masyarakat Bangka masih dijadikan sebagai tempat aktivitas Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) bagi keluarga. Apabila keadaan ini tidak cepat diatasi akan berdampak besar terhadap kesehatan masyarakat, seperti meningkatnya kasus penyakit menular, diantaranya penyakit diare, typus, disentry dan penyakit kulit serta penyakit lainnya yang berhubungan dengan rendahnya kualitas lingkungan hidup manusia. Berdasarkan kondisi tersebut maka pemerintah Kabupaten Bangka mempunyai kewajiban untuk mengambil suatu kebijakan yang lebih konkrit dengan memberikan perhatian ekstra terhadap pembangunan sektor AMPL. Perhatian dan prioritas terhadap sektor AMPL ini bukanlah merupakan kebijakan yang berdiri sendiri, karena kebijakan ini selaras dengan beberapa kebijakan serupa, baik ditingkat nasional maupun internasional. Selaras dengan kebijakan internasional karena kebijakan prioritas
terhadap sektor AMPL yang diambil Pemerintah Kabupaten Bangka sesuai dengan ratifikasi Milenium Development Goals (MDGs) yang dihasilkan pada Johanesburg
Summit pada tahun 2002, dengan salah satu kesepakatannya adalah mengurangi separuh penduduk yang tidak mendapatkan akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar pada tahun 2015. Selaras dengan kebijakan nasional, karena kebijakan prioritas terhadap sektor AMPL yang diambil Pemerintah Kabupaten Bangka ini juga sesuai dengan amanat pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa sektor AMPL merupakan salah satu urusan wajib daerah, juga memiliki harmoni dengan RPJMN tahun 2010-2014, terutama pada Sub-Bidang Perumahan dan Permukiman, yang secara eksplisit menyebutkan dengan jelas berbagai sasaran pembangunan sektor AMPL. Langkah yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bangka diantaranya adalah melalui penyusunan Rencana Strategis sebagai tahap awal dalam pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang harus dipedomani oleh seluruh SKPD terkait, sekaligus menjadi referensi bagi Pihak Swasta dan Masyarakat, sehingga memudahkan pencapaian seluruh target dan sasaran pembangunan AMPL di Kabupaten Bangka dan pada gilirannya dapat membantu masyarakat.
mengurangi
tingkat
kemiskinan
dan
memperbaiki
kesejahteraan
1.2. Maksud dan Tujuan Penyusunan
Renstra
AMPL-BM
Kabupaten
Bangka
dimaksudkan
agar
Pemerintah Daerah mempunyai kerangka berpikir dan kerangka bertindak secara strategis dalam melaksanakan pembangunan dan pengelolaan AMPL-BM secara komprehensif dan berkelanjutan. Tujuan dari penyusunan dokumen renstra AMPL-BM ini adalah : 1. Melakukan analisis dari kondisi dan potensi yang ada di Kabupaten Bangka serta melakukan identifikasi strategi dan langkah pelaksanaan kebijakan dalam sektor AMPL-BM. 2. Menghasilkan kebijakan daerah AMPL-BM yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan Pemerintah Daerah berdasarkan kesepakatan seluruh lintas pelaku (stakeholder) AMPL-BM Kabupaten Bangka. 3. Sebagai
pedoman
dalam pengambilan
keputusan
dan
pengorganisasian
pelaksanan pembangunan AMPL-BM secara efektif, efisien, sistematis, terpadu dan berkelanjutan.
1.3 . Garis Besar Isi Sebagai salah satu dokumen perencanaan, Renstra AMPL-BM Kabupaten Bangka berisikan komponen-komponen inti dari manajemen stratejik yaitu mandat, visi, misi, nilai, tujuan, sasaran, analisis kondisi internal dan eksternal, isu-isu strategis serta strategi pencapaian yang terdiri dari pokok kebijakan dan program.
Rangkaian pemikiran strategis tersebut akan diformulasikan dalam sistematika penulisan sebagai berikut : 1. Pendahuluan Penjelasan tentang latar belakang dan alasan-alasan rasional, serta maksud dan tujuan penyusunan Renstra AMPL-BM. 2. Visi dan Misi Merupakan pengungkapan visi, misi dan nilai serta penjelasan-penjelasan penting yang menyertainya. Juga dijelaskan tentang rumusan cara pencapaian visi dan misi dengan menguraikan sasaran yang akan dicapai. 3. Analisis Lingkungan Merupakan hasil analisa kondisi daerah, kondisi AMPL saat ini, faktor-faktor keberhasilan
dan
berbagai
permasalahan
dan
tantangan
dalam
pelaksanaan AMPL. 4. Strategi Pelaksanaan Merupakan uraian dari berbagai issue, tujuan, sasaran, kebijakan serta program strategis. 5. Indikator Kinerja Merupakan uraian dalam bentuk matriks yang berisikan target sasaran kinerja AMPL, baik tahunan maupun masa akhir Renstra
5. Penutup. Merupakan uraian kesimpulan penting dari proses penyusunan renstra serta uraian harapan dalam pelaksanaan Renstra AMPL-BM.
1.4. Metode Penyusunan Metode yang dipakai dalam penyusunan Renstra bertumpu pada prinsip partisipasi masyarakat melalui lokakarya, observasi lapangan serta diskusi yang difasilitasi oleh Kelompok Kerja AMPL-BM Kabupaten Bangka. Renstra disusun berdasarkan karakteristik daerah, kapasitas kebijakan, serta melibatkan sebanyak mungkin pelaku dari berbagai unsur dan kepentingan dengan tetap berdasarkan kemampuan riil daerah, kesepakatan masyarakat, kepentingan daerah serta aturan perundang-undangan yang berlaku. Keterlibatan masyarakat secara aktif pada tahap penyusunan merupakan upaya untuk meningkatkan kepedulian terhadap air minum dan penyehatan lingkungan serta sebagai upaya melakukan perubahan perilaku masyarakat secara bertahap. Rasa kepedulian masyarakat tidak saja akan melahirkan kesadaran dalam memelihara prasarana dan sarana, tetapi juga dalam menjaga keberlanjutan sumber air baik kuantitas maupun kualitasnya dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan yang dilakukan pada tahap awal adalah koordinasi, lokakarya di tingkat kabupaten, dialog, pertemuan dengan masyarakat, pemangku kepentingan dan
lembaga yang terlibat. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menghasilkan rencana kerja, jadwal, data, dukungan politis maupun pendanaan dalam penyusunan dokumen Rencana Strategis AMPL-BM Kabupaten Bangka.
BAB II VISI DAN MISI
2.1.
Mandat Penyusunan Renstra AMPL-BM Kabupaten Bangka
berdasarkan klasifikasi
mandat yang bersumber dari hukum, peraturan, kebijakan dan nilai kearifan lokal
(local wisdom)
yang dianut dan berkembang di tengah masyarakat. Selengkapnya
mandat tersebut tersaji pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1. Klasifikasi Mandat Renstra AMPL Kabupaten Bangka No.
A.
Sumber Mandat
Substansi Mandat
Hukum / Peraturan/ Kebijakan 1.
Amandemen ke-4 UUD ‟45 Pasal 33
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat
2
UU Nomor 23 Tahun 1997
Pengelolaan Lingkungan Hidup
3
UU Nomor 7 Tahun 2004
Sumber Daya Air
4
UU Nomor 25 Tahun 2004
Sistem
Perencanaan
Pembangunan
Nasional 5
UU Nomor 32 Tahun 2004
Pemerintahan Daerah
6
UU Nomor 33 Tahun 2004
Perimbangan
Keuangan
Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 7
UU Nomor 19 Tahun 2004
Kehutanan
8
UU Nomor 36 Tahun 2009
Kesehatan
9
UU Nomor 17 Tahun 2007
RPJPN 2005-2025
10 11
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
Pengembangan
2005
Minum
Peraturan Presiden Nomor 5
Tahun
Sistem
Penyediaan
Air
RPJMN 2010-2014
2010 12
Perda Kabupaten Bangka Nomor 6
Pertambangan Umum
Tahun 2001 13
Perda Kabupaten Bangka Nomor 10
Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong
Tahun 2002 15
Perda Kabupaten Bangka
16
Nomor 5
Rencana
Umum
Tata
Ruang
Tahun 2001
Kabupaten Bangka
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
Persyaratan Kualitas Air Minum
Wilayah
907/Menkes/SK/VII/2002 18
Kebijakan
Nasional
AMPL
Berbasis
Pijakan pembangunan AMPL – BM
Masyarakat 19 20
Keputusan Bupati Bangka
Pembentukan Pokja AMPL-BM Kabupaten
Nomor188.45/680/Bapeda/2007
Bangka
Ratifikasi Millenium Development
Setengah dari jumlah penduduk dunia
Goals
pada tahun 2015 yang mempunyai akses AMPL akan terlayani AMPL secara layak
B.
2.2.
Adat Istiadat 1
Nganggung
Tanggung persoalan secara bersama
2
Sepintu Sedulang
Gotong royong dan kebersamaan
Visi Visi Pembangunan dan Pengelolaan AMPL-BM Kabupaten Bangka adalah
“Bangka 2015; Sehat Air dan Sehat Lingkungan”. Kata Sehat Air mengandung makna tersedianya
air minum dengan kuantitas dan kualitas yang memenuhi standar
kesehatan yang disertai perubahan perilaku masyarakat untuk mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan dan kelestarian sumberdaya alam. Kata Sehat Lingkungan mengandung makna terciptanya
kondisi lingkungan yang bersih dan sehat yang
disertai perubahan perilaku masyarakat dalam mengadopsi konsep pola hidup bersih dan sehat.
2.3.
Misi Untuk merealisasikan Visi Program Pembangunan AMPL-BM Kabupaten
Bangka menjadi kondisi nyata, langkah-langkah yang akan ditempuh
dirumuskan
dalam bentuk misi sebagai berikut : 1. Mewujudkan Ketersediaan Air Baku Air Minum Yang Berkualitas dan Kontinyu Bagi Masyarakat 2. Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Di Sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 3. Peningkatan Pembangunan Sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
Yang
Kontinyu Dan Berkualitas. 4. Mewujudkan Kelembagaan Pengelola AMPL Yang Optimal.
2.4.
Nilai Untuk dapat mencapai misi tersebut, terdapat nilai–nilai yang patut dianut
dalam pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan AMPL-BM. Nilai–nilai tersebut adalah: (i) partisipatif: kesediaan masyarakat untuk berperan serta mengubah perilaku hidup menjadi bersih dan sehat;
(ii)
sustainable: pembangunan harus dilakukan
dengan memperhatikan kebutuhan generasi yang akan datang; (iii) spirit untuk hidup sehat; (iv) bersih itu sebagian dari iman; (v) air sumber kehidupan; (vi) environment
friendly; kesadaran stakeholder pertambangan untuk melakukan pertambangan yang ramah lingkungan; (vii) forest friendly;
kesadaran stakeholoder kehutanan untuk
melakukan pembangunan yang tidak merusak dan merubah fungsi hutan sebagai cadangan sumber air; (vii) transparan dan akuntabel: kesadaran stakeholder untuk melakukan
pembangunan
dipertanggungjawabkan.
dengan
cara
yang
terbuka
dan
dapat
BAB III ANALISIS LINGKUNGAN
3.1. Kondisi Daerah Secara formal-legal, pembentukan Kabupaten Bangka ditetapkan dengan Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1959
tentang Pembentukan
Daerah Tingkat II dan Kota Praja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821), dan merupakan bagian dari Propinsi Sumatera Selatan. Namun sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang pembentukan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kabupaten Bangka menjadi salah satu kabupaten dari Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tabel 3.1. Nama Kecamatan, Luas Wilayah dan Jarak Ke Sungailiat Luas No
Kecamatan
Wilayah (km2)
Jarak ke Sungailiat (km)
1
Belinyu
546,5
54
2
Merawang
164,4
21
3
Mendo Barat
570,46
33
4
Puding Besar
383,29
32
5
Bakam
488,10
38
6
Riau Silip
523,68
42
7
Pemali
127,87
15
8
Sungailiat
146,38
0
Kabupaten Bangka mempunyai wilayah seluas 2.950,68 Km², terdiri dari 8 kecamatan, dengan jumlah penduduk 229.707 jiwa dan Sungailiat sebagai ibukota
kabupaten. Selengkapnya nama-nama kecamatan,
luas wilayah dan jaraknya dari
ibukota kabupaten tersaji pada tabel 2.1 diatas. Luas wilayah dan jarak kecamatan ke ibukota kabupaten ternyata membawa dampak terhadap perekonomian, baik terhadap struktur perekonomian maupun terhadap disparitas perekonomian wilayah. Secara umum, struktur perekonomian wilayah kecamatan yang berada jauh dari Sungailiat sebagai pusat pertumbuhan masih di dominasi oleh sektor primer, yang mengandalkan pertambangan dan pertanian sebagai kontributor perekonomian. Sedangkan Sungailiat dan beberapa kota orde II cenderung sudah mengarah kepada struktur perekonomian yang berbasis sektor sekunder dan tersier. Dari sisi lain, perbedaan jarak dan basis perekonomian tersebut juga menimbulkan disparitas perekonomian wilayah. Kecamatan-kecamatan utama seperti Sungailiat
dan
Belinyu
yang
menjadi
pusat
pertumbuhan,
memiliki
kondisi
perekonomian yang jauh lebih baik dibandingkan kecamatan lain. Perbedaan tersebut disamping disebabkan karena pola pembangunan yang cenderung bergaya growth
pole, juga disebabkan karena pemerintah daerah belum memiliki perencanaan dan dokumen identifikasi potensi dan daya saing yang berbasis wilayah kecamatan.
3.2. Development Diamond Kinerja
pembangunan di suatu wilayah dapat dilihat dari perkembangan
segiempat pembangunan (development diamond), dalam selang waktu beberapa tahun
(World Bank, 1995). Terdapat empat sisi dalam development diamond yang dapat menggambarkan sejauh mana keberhasilan pembangunan, yaitu GNP per kapita (di tingkat Kabupaten diwakili oleh PDRB per kapita), tingkat harapan hidup ( Life
Expectancy), tingkat partisipasi Sekolah Dasar atau GPER (Gross Primary Enrollment Rate), dan akses ke safe water. Pada dasarnya masing-masing sisi memiliki aspek pembangunan yang sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. PDRB per kapita
menggambarkan
perkembangan
dari
aspek
ekonomi
pembangunan.
Pembangunan dikatakan berkembang jika PDRB per kapita semakin lama semakin meningkat. Tingkat harapan hidup waktu lahir menggambarkan aspek kesehatan dan tingkat partisipasi sekolah menggambarkan aspek pendidikan, yang merupakan aspek sosial dari pembangunan. Idealnya, seiring dengan perkembangan waktu diharapkan bahwa kedua nilai aspek sosial ini dapat meningkat. Sementara itu, akses ke safe water mencerminkan aspek lingkungan dari tujuan pembangunan. Jika kualitas lingkungan atau ekosistem terjaga dengan baik, maka masyarakat akan tetap mendapatkan air bersih untuk kebutuhan hidupnya. Jika akses ke safe water cenderung menurun maka terdapat indikasi adanya penurunan kualitas lingkungan, misalnya pencemaran, berkurangnya
air
tanah,
dan
seterusnya
sehingga
terdapat
kesulitan
untuk
mendapatkan air bersih.
Development diamond sebagai hasil pembangunan di Kabupaten Bangka untuk tahun 2009 memperlihatkan bahwa masing-masing aspek memiliki trend tersendiri. Aspek ekonomi (PDRB yang diukur berdasarkan pendekatan PDRB per kapita)
menunjukkan perkembangan yang sangat berarti, yaitu Rp. 15.010.502, meningkat 4,75% dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut memang sudah selayaknya, karena semakin bertambahnya waktu, nilai uang cenderung menurun (ada inflasi). Namun jika dibandingkan dengan tingkat inflasi selama 6 tahun tersebut, maka pengeluaran per kapita per bulan dari masyarakat di Kabupaten Bangka cenderung meningkat. Dari aspek sosial, terutama bidang kesehatan yang ditunjukkan oleh angka harapan hidup waktu lahir, adalah
67,22 tahun, meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya 66,99 tahun. Angka harapan hidup waktu lahir ini dapat menunjukkan taraf gizi dan lingkungan di luar rumah. Ini berarti bahwa taraf gizi dan lingkungan di luar rumah masyarakat Kabupaten Bangka dapat dikatakan mulai membaik. Aspek sosial lainnya adalah bidang pendidikan yang diwakili oleh GPER, yaitu persentasi penduduk yang masih bersekolah di Sekolah Dasar (SD) atau yang sederajat terhadap penduduk usia SD (di Indonesia, usia SD adalah 7-12 tahun). Angka ini menunjukkan kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan, setidaknya pendidikan dasar. Pada tahun 2009, GPER adalah 122,50, mengalami peningkatan luar biasa dibandingkan tahun 2008 yang hanya 101,08. Nilai GPER yang terus meningkat menunjukkan bahwa penduduk yang masih bersekolah di SD semakin bertambah dibandingkan dengan perkembangan penduduk usia 7-12 tahun. Sedikitnya terdapat 2 alasan terhadap peningkatan nilai GPER ini. Pertama, kesadaran masyarakat untuk menuntut ilmu di sekolah dasar semakin baik. Kedua, kondisi perekonomian rumah tangga lebih memungkinkan bagi orang tua untuk menyekolahkan putra-putrinya.
Meskipun demikian, upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan harus terus dilakukan dan harus diiringi dengan upaya peningkatan perekonomian masyarakat. Jika perekonomian masyarakat dapat meningkat maka peluang meningkatnya proporsi pengeluaran untuk non makanan, termasuk biaya pendidikan akan semakin meningkat pula. Dari aspek lingkungan, akses ke safe water (air bersih) di ukur dari persentase penduduk (atau rumah tangga) yang dapat akses ke persediaan air bersih, baik yang telah mengalami perlakuan khusus seperti PDAM ataupun sarana lain tetapi tidak terkontaminasi (World Bank, 1995). Dalam hal ini, nilai akses ke air bersih dihitung sebagai persentase rumah tangga dengan air minum ledeng, air dalam kemasan, pompa, sumur terlindung, atau mata air terlindung. Nilai yang semakin meningkat menunjukkan bahwa akses ke air bersih semakin membaik. Hasil survey tahun 2009 memperlihatkan bahwa akses masyarakat terhadap air bersih mencapai 65,35 persen. Angka ini jauh meningkat dibandingkan tahun 2007 yang
baru
mencapai 54,14 persen. Hasil ini menunjukkan pada tahun 2009, hanya sekitar 34,65 persen rumah tangga masih diragukan; apakah air yang mereka gunakan benar-benar bebas dari kontaminasi? Sebab sumber air minum dari rumah tangga ini adalah sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, sungai atau penampungan air hujan yang tidak saniter. Selama lingkungan di sekitar mereka masih murni dan terbebas dari polusi, terutama polusi air, tanah, atau hujan asam, maka mereka dapat dikategorikan mempunyai akses juga ke air bersih.
3.3. Kondisi AMPL 3.3.1. Cakupan MDGs Air Minum Musim Hujan dan Musim Kemarau Sarana air minum yang termasuk dalam indikator MDGs adalah Air yang berasal dari sistem perpipaan, sumur gali terlindungi, sumur bor terlindungi, mata air terlindungi, sumur pompa tangan terlindungi dan penampungan air hujan. Sarana air minum dikatakan terlindungi apabila sarana tersebut secara fisik memenuhi syarat misalnya ada cincin sumur setinggi minimal 3 meter, ada bibir sumur setinggi 1 meter, lantai sumur kedap air dengan radius minimal 1 meter, ada katrol dan tali timba sehingga ember yang digunakan untuk mengambil air tidak diletakkan sembarang dilantai sumur (jika tidak menggunakan pompa air), dan minimal berjarak 10 meter dari sumber pencemar misalnya pembuangan akhir tinja, kandang ternak, tempat pembuangan sampah sementara, sarana pembuangan air limbah dan sumber pencemar lainnya. Cakupan MDGs air minum Kabupaten Bangka Tahun 2009 adalah 65,35% pada musim hujan dan 53,02% pada musim kemarau. Pada Grafik 3.1 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi untuk cakupan MDGs air minum pada musim hujan adalah di Kecamatan Mendo Barat yaitu 68,8% dan
cakupan
terendah berada di Kecamatan
Sungailiat yaitu sebesar 54,26%, sedangkan pada musim kemarau cakupan MDGs air minum tertinggi berada Kecamatan Merawang yaitu 63,2% dan cakupan terendah berada di Kecamatan Puding Besar yaitu 46,53%.
Grafik 3.1. Cakupan MDGs Air Minum Pada Musim Hujan
lip
yu
ka m Ba
Pe
m
al i
t
53,02
47,48
R
Pu
di n
Su
g
ilia
Be sa
r
an g er M
51,04
46,53
aw
Ba en do M
61,67
Si
54,26 53,31
46,85
69,39
65,16
64,38 62,2
ia u
66,59
lin
61,31 57,75
Be
68,08
ng a
80 70 60 50 40 30 20 10 0
ra t
Persentase (%)
dan Musim Kemarau Kabupaten Bangka Tahun 2009
MDG's AM Musin Hujan
MDG's AM Musin Kemarau
Pada musim penghujan sarana air minum utama kriteria MDG‟s yang digunakan oleh rumah tangga di Kabupaten Bangka adalah sumur gali terlindungi yaitu sebesar 56,08%, kemudian sumur bor terlindungi sebesar 5,63%, ledeng/perpipaan 3,25%, Mata air terlindungi 0,3% dan sumur pompa tangan terlidungi yaitu 0,09%. Sedangkan sarana air minum yang tidak memenuhi kritria MDG‟s namun digunakan oleh masyarakat adalah sumur gali tidak terlindungi sebesar 17,63%, air kemasan sebesar 11,47% dan sisanya adalah sarana air minum tidak terlindungi lainnya dengan proporsi masing-masing tidak lebih dari 2%. Sedangkan pada musim kemarau sebagian besar masyarakat menggunakan air untuk
minum
bersumber
dari
sumur
gali
(40,93%),
sumur
bor
(6,84%),
ledeng/perpipaan (4,23%) sedangkan mata air dan sumur pompa tangan hanya 0,59%
dan 0,42%, proporsi selebihnya yaitu 46,99% adalah sarana air minum pada musim kemarau yang tidak termasuk dalam kriteria MDG‟s
yang terdiri dari air kemasan
(13,17%), sumur gali tidak terlindungi (13,03%), sungai (8,90%), kolong (5,06%), mata air tidak terlindungi (4,87%) dan sisanya adalah sumur pompa tangan dan sumur bor tidak terlindungi (1,47%). Pada grafik diatas terlihat bahwa ada perbedaan penggunaan air minum pada musim hujan dan pada musim kemarau di hampir semua kecamatan yaitu rata-rata 16% kecuali pada Kecamatan Sungailiat dan Kecamatan Pemali dimana rata-rata perbedaan kedua kecamatan tersebut hanya 3%. Hal ini terjadi karena masyarakat di setiap kecamatan (kecuali Kecamatan Sungailat dan Kecamatan Pemali) yang biasa menggunakan air minum yang berasal dari sumur gali terlindungi pada musim hujan sebagian besar beralih menggunakan sarana air minum yang tidak masuk dalam kriteria MDG‟s yaitu bersumber dari air sungai rata-rata 8,6% terutama di kecamatan Mendo Barat (16%), mata air tidak terlindungi rata-rata 4,5% terutama di Kecamatan Puding Besar (6 %), sedangkan untuk sumber air minum yang berasal dari kolong sebagian besar digunakan oleh masyarakat di Kecamatan Belinyu dan Riau Silip dengan masing-masing perbedaan proporsi musim hujan dan musim kemarau adalah 18% dan 11%. Pada Kecamatan Sungailiat dan Pemali sudah diterangkan sebelumnya bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang signifikan antara penggunaan sarana air minum dimusim hujan dan musim kemarau, ini dikarenakan di kedua kecamatan tersebut
terdapat sarana Penyediaan Air Minum yaitu PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), walaupun belum banyak masyarakat yang bisa mengakses air perpipaan/ledeng di kedua kecamatan tersebut yaitu hanya rata-rata 8,1% dimusim kemarau dan 5,2% dimusim hujan. Namun pada musim kemarau terjadi peningkatan status kepemilikan pada sarana milik orang lain/tetangga dari 33,51% menjadi 39,0%, pada sarana umum juga mengalami peningkatan sebesar 11,6%. Bila dilihat status kepemilikan sarana dari hasil survei AMPL Kabupaten Bangka tahun 2009 dimana pada musim hujan sebesar 47,80% masyarakat menggunakan sarana milik sendiri, 28,51% sarana milik tetangga/orang lain dan 23, 69% masyarakat Kabupaten
Bangka
menggunakan
sarana
umum,
namun
dimusim
kemarau
penggunaan sarana milik sendiri mengalami penurunan sebesar 13,07%, sarana milik tetangga/orang lain relatif stabil yaitu 28,30%, sedangkan sarana milik umum mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu 13,28%. Jadi dapat dikatakan bahwa pada musim kemarau, hampir semua masyarakat yang sarana air minumnya mengalami kekeringan beralih menggunakan sarana air minum yang dibangun oleh pemerintah (sarana umum).
3.3.2.
Cakupan Penyehatan Lingkungan Kabupaten Bangka
Sarana penyehatan lingkungan yang termasuk dalam indikator MDGs adalah sarana sanitasi Cubluk dan Tangki Septik.
Bila dilihat pada grafik 3.2 hanya ada 3 (tiga) kecamatan yang belum memenuhi target MDG‟s Kabupaten Bangka yang akan dicapai pada tahun 2015 yaitu Kecamatan Mendo Barat dimana cakupannya adalah 61,65%, Kecamatan Puding Besar adalah 55,70% dan Kecamatan Bakam baru mencapai 68,90%. Sedangkan pada 5 (lima) kecamatan lain sudah memenuhi target yang ditetapkan dalam rencana strategis program AMPL Kabupaten Bangka.
Dengan berbagai kondisi diatas,
persentase
cakupan MDGs penyehatan lingkungan di Kabupaten Bangka secara rataan adalah 75,96%. Walaupun demikian masih banyak desa-desa yang cakupan penyehatan lingkungannya jauh dibawah target kabupaten. Grafik 3.2. Cakupan MDGs Penyehatan Lingkungan
94,28
85,56
76,36
75,87
lip
yu lin R
ia u
Ba
ka m
al i m Pe
ilia ng a
g Pu
di n
Su
Be sa
r
an g M
er
aw
Ba en do
t
55,7
M
75,04
60,9
Be
61,65
Si
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
ra t
Persentase (%)
Kabupaten Bangka Tahun 2009
MDG's PL
Sebagian
besar
masyarakat
di
setiap
Kecamatan
di
Kabupaten
Bangka
menggunakan sarana sanitasi dengan jenis cubluk seperti yang terlihat pada grafik 3.3 dan gambar peta di bawah ini. Persentase rata-rata cakupan MDGs penyehatan
lingkungan Kabupaten Bangka adalah 75,96% yang terdiri dari
penggunaan cubluk
55,66% dan tangki septic 20,31%, sedangkan sebesar 24,03% tempat pembuangan akhir tinja masyarakat dikategorikan lainnya yang terdiri dari kebun/lahan terbuka (16,65%), MCK umum (1,2%), sungai (3,32%), kolong (2,47%) dan sisanya adalah lainnya (0,48%) Grafik 3.3. Cakupan MDG‟s Penyehatan Lingkungan Jenis Cubluk dan
63,64
62,31
48,93
47,32 30,64 13,86
Si lip
yu R
ia u
lin
al i m Pe
ilia ng a
g di n Pu
M
er
aw
Be sa
r
an g
ra t Ba
t
8,38
10 0
en do
26,71
19,97
Su
11,28
48,33
45,91 29,96
25,54
ka m
50 40 30 20
60,05
Be
50,37
Ba
70 60
M
Persentase (%)
Tangki Septik di Kabupaten Bangka Tahun 2009
Cubluk
Tangki Septik
3.3.3. Cakupan Pembuangan Limbah Cair Non Tinja Rumah Tangga Air limbah non tinja rumah tangga mengandung berbagai bahan organik dan non organik yang dapat mencemari air tanah, oleh karena itu air limbah harus dibuang pada sarana yang tidak menimbulkan pencemaran tersebut. Untuk daerah yang belum ada sistem saluran pembuangan air limbah maka sebaiknya air limbah dialirkan ke tempat pembuangan berupa sumur peresapan agar air kotor tersebut tidak mengalir sembarang. Pembuangan air limbah ke dalam selokan terbuka tidak dianjurkan apalagi selokan tersebut tidak mengalir. Grafik 3.4. Cakupan Pembuangan Limbah Cair Non Tinja Rumah Tangga Kabupaten Bangka
75,56
80 66,14
Persentase (%)
70
71,38
68,32
63,5
60
48,55 46,84
50
55,03
50,03 44,42
35,8
40
30,15
30 24,17 20
23,06
9,69
6,35
10
8,62
24
18,51 5,55
4,61
9,17
5,93
4,62
Saluran terbuka/got
Si l ip ia u R
Be l in yu
Ba ka m
al i Pe m
Su ng ai l ia t
es ar
Pu di ng
B
an g M er aw
M en do
Ba ra t
0
Kebun/lahan terbuka
Lainnya
Pada grafik diatas dapat dijelaskan bahwa Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) Rumah Tangga merupakan bagian dari kategori lainnya dan yang menggunakan sarana tersebut masih sangat rendah yaitu hanya 1,01% (rata-rata tingkat kabupaten) padahal
sarana ini merupakan sarana yang relatif aman jika suatu daerah belum mempunyai sistem pembuangan limbah cair non tinja secara komunal. Kebun/lahan terbuka merupakan tempat pembuangan limbah cair non tinja yang paling banyak digunakan oleh masyarakat yaitu sebesar 59,97%, pembuangan limbah cair non tinja yang dibuang di saluran terbuka menduduki peringkat kedua setelah kebun/lahan terbuka yaitu sebesar 32,76% dan proporsi sisanya adalah kategori lainnya yaitu sebesar 6,26%.
3.3.4. Tempat Pembuangan Sampah Rumah Tangga Sama halnya dengan air limbah, sampah juga merupakan sumber pencemar bagi sumber air, untuk itu sampah perlu dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan maupun estetika. Cara pembuangan sampah di masyarakat dapat bermacam-macam, namun cara yang cukup saniter adalah composting (sampah dijadikan pupuk tanaman), incenerator (sampah dibakar dengan suhu tinggi) dan
sanitary landfill (ditujukan untuk lahan yang tidak bermanfaat menjadi lahan yang bisa digunakan). Grafik 3.5. Cakupan Pembuangan Sampah Rumah Tangga
Persentase (%)
Kabupaten Bangka Tahun 2009 (1)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
91,87 81,67 75,22 57,8
55,22 48,96 47,98
45,06
51,16
49,37
44,43
36,53
35,52 23,83 15,85
3,06
Mendo Barat
8,25
Merawang
5,57
Puding Besar
0,95
Sungailiat
dibakar
6,68
4,41
2,48
Pemali
Bakam
Belinyu
ditimbun
6,63 1,5
Riau Silip
lainnya
Di Kabupaten Bangka lebih dari separuh rumah tangga yang mengolah sampahnya dengan cara dibakar yaitu sebesar 63,55%, membuang sampah dengan cara dibuang ke TPS yang diangkut petugas masih sangat rendah yaitu 3,81%, sampah yang dibuang di lahan terbuka juga cukup tinggi yaitu 26,93% dan sebanyak 5,71%
rumah tangga membuang sampah ke tempat lainnya (kolong, sungai dan lainnya). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 3.5 diatas.
3.4. Pembiayaan Investasi AMPL Kondisi per-AMPL-an yang belum sepenuhnya mampu memenuhi target MGD,s tersebut,
mengharuskan
Pemkab
Bangka
melakukan
perencanaan-perencanaan
investasi yang berkaitan dengan air bersih atau air minum. Meskipun banyak data yang masih cenderung prediktif, namun perencanaan investasi harus tetap dilakukan dengan
berdasarkan
asumsi-asumsi
pembiayaan
yang
general
dan
dihitung
menggunakan unit cost/jiwa. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan pembiayaan investasi ini adalah kondisi akses masyarakat terhadap air minum dan sanitasi pada tahun 2006 : (i) cakupan air bersih adalah 54,14 persen; (ii) cakupan sanitasi adalah 51,43 persen; (iii) kebutuhan investasi air minum/air bersih per KK adalah Rp1.600.000 (iv) kebutuhan investasi sanitasi
per KK adalah Rp3.000.000; dan (v)
pembiayaan investasi diperuntukkan hingga tahun 2015. Selengkapnya rincian detail kebutuhan pembiayaan investasi AMPL tersebut tersaji pada tabel dibawah ini. Tabel 3.2. Prediksi Pembiayan Investasi AMPL di Kabupaten Bangka
Indikator Investasi
Uraian Investasi
Jumlah Desa & Kec.
60 desa+9 kel= 8 Kecamatan
Jumlah Penduduk
234.889 jiwa: 95.842 perkotaan + 138.827 pedesaan)
Jumlah KK
60.222 KK
Cakupan Bersih
54,14 % x 60.222 KK = 32.604 KK Sisa yang harus ditangani 60.222 – 32.604 = 27.618 KK
Cakupan Sanitasi
51,43 % x 60.222 KK = 30.972 KK Sisa yang harus ditangani 60.222 - 30.972 = 29.250 KK
Investasi Air Bersih
Rp1.600.000 x 27.618 KK = Rp44.188.494.720
Investasi Sanitasi
Rp3.000.000 x 29.250 KK = Rp87.749.476.200
Investasi AMPL-BM
Rp44.188.494.720 + Rp87.749.476.200 =Rp131.937.970.920
Investasi/tahun selama
Rp131.937.970.920/8= Rp16.492.246.365
2008-2015
3.5.
Faktor-Faktor Keberhasilan Untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana yang telah direncanakan,
perlu diketahui faktor-faktor kunci keberhasilan dan strategi pelaksanaan. Untuk identifikasi faktor kunci keberhasilan dan perumusan strategi ini digunakan análisis SWOT. Analisis SWOT yang terdiri dari analisis internal dan eksternal, digunakan untuk menentukan dan menganalisa strategi dimaksud, karena faktor-faktor internal dan eksternal di dalam pembangunan memiliki tingkat kohesi dan kombinasi yang tinggi untuk saling mempengaruhi. Analisis lingkungan internal bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai faktor yang menjadi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), kajian internal pada hakekatnya merupakan analisis dan evaluasi atas kondisi, kinerja dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan. Sedangkan analisis lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai faktor yang menjadi kesempatan (Opportunity) dan tantangan (Threat). Berikut ini matrik identifikasi faktor-faktor eksternal dan internal yang digunakan dalam analisis SWOT dalam AMPL-BM Kabupaten Bangka.
Tabel 3.3. Identifikasi Faktor Strategis Eksternal AMPL Kabupaten Bangka
Faktor Strategis Eksternal
Deskripsi
Respon Pemda
Kesempatan 1. MDG‟s
1. Kesempatan
2. Otonomi Daerah 3. Dukungan (perguruan
melaksanakan
kebijakan AMPL
NGO tinggi,
2. Dukungan
Lokal 2. Kemudahan program AMPL LSM, 3. Dukungan banyak pihak
ormas)
4. Perlindungan
4. Peraturan UU LH dan Sumber
1. Renstra AMPL
kawasan
sarana
dan
prasarana AMPL 3. Fasilitasi NGO lokal
SDA
dan LH
Daya Air
4. Penertiban
dan
kelestarian
lingkungan
hidup dan SDA
Ancaman 1. Menurunnya
kuantitas, 1.
kualitas dan kontinuitas air baku air minum masyarakat 2. Rendahnya
(tambang
kesadaran
rakyat)
air
bersih
berkurang penyakit
berbasis
AMPL
Mempercepat
b. Sosialisasi kelembagaan
AMPL 3.
2. a. JKSS, abatisasi, PSN /memperkuat
b. Mempersulit program dan
1. Reklamasi, reboisasi dan rehabilitasi
lainnya
Hidup Bersih dan Sehat asosiasi
terhadap
2. a. KLB Malaria, diare dan
masyarakat untuk ber Pola 3. TI
akses
3. Penertiban tambang proses
kerusakan lingkungan dan SDA
Tabel diatas memperlihatkan bahwa faktor strategis eksternal dalam aspek kesempatan (opportunity), terdapat setidaknya empat opportunity utama yang dapat digunakan untuk mencapai visi renstra AMPL, yaitu; (i) ratifikasi MDG‟s yang menjadi referensi standar bagi seluruh negara; (ii) otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan yang memungkinkan pemerintah daerah membuat perencanaan dan melaksanakan pembangunan tanpa terlalu banyak intervensi dari pemerintah pusat; (iii) dukungan dan komitmen dari berbagai NGO lokal, terutama perguruan tinggi, LSM yang bergerak di wilayah AMPL dan organisasi massa yang peduli AMPL; dan (iv)
adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan payung hukum bagi pelanggaran terhadap lingkungan hidup, pertambangan, sumberdaya air dan peraturan lain yang terkait. Dari aspek ancaman (threats), terdapat setidaknya empat hambatan utama yang dapat memperlambat pencapaian sasaran Renstra, yaitu; (i) menurunnya kuantitas, kualitas dan kontinuitas air baku air minum bagi masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat sangat merasakan terjadinya penurunan kuantitas, kualitas dan kontinuitas air bersih. Berbagai permasalahan diperkirakan menjadi penyebabnya. Penggundulan hutan akibat
aktivitas illegal logging, makin meluasnya lahan
perkebunan sawit yang sangat rakus dalam mengkonsumsi air tanah, maupun berbagai pencemaran air, merupakan diantara penyebabnya.; (ii) rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, seringkali menjadikannya sebagai faktor pencetus terjadinya wabah diare,
malaria dan berbagai penyakit
berbasis lingkungan lainnya; (iii) marak dan tidak terkendalinya aktivitas tambang timah inkonvensional, menjadikan banyak kawasan-kawasan lindung Aliran
Sungai
yang
beralih
fungsi
menjadi
kawasan-kawasan
dan Daerah
pertambangan.
Persoalannya menjadi lebih kompleks ketika asosiasi yang menaungi para penambang timah rakyat, justru banyak mengambil kebijakan yang tidak pro kelestarian llingkungan hidup dan keberlanjutan Sumber Daya Air (SDA).
Disamping faktor strategis eksternal, faktor keberhasilan lain yang sama pentingnya adalah faktor strategis internal. Selengkapnya identifikasi faktor strategis internal tersebut tersaji pada tabel berikut. Tabel 3.4. Identifikasi Faktor Strategis Internal AMPL Kabupaten Bangka
Faktor Strategis Internal
Deskripsi
Respon PEMDA
Kekuatan 1. Komitmen pimpinan daerah
1. Konsistensi kebijakan
1. RPJMD Pro AMPL
2. Dukungan PEMDA
2. Aksesibilitas program
2. Kuatnya dukungan
3. SDM tersedia
3. Ketrampilan
3. Peningkatan kualitas
4. Pokja AMPL
4. Fasilitasi pembangunan
4. Fasilitasi
1. SDM aparatur rendah
1. Inkoordinasi
1. Intensifikasi Rakor
2. Anggaran tidak proporsional
2. Fungsi fasilitasi menjadi
2. Peningkatan anggaran
Kelemahan
3. Belum memadainya perangkat peraturan yang mendukung pembangunan dan pengelolaan AMPL 4. Rendahnya jumlah dan kinerja
tidak optimal 3. Kebijakan pembangunan tidak terfokus pada AMPL
AMPL secara bertahap 3. Penyusunan perangkat peraturan
4. Aksesibilitas dan akselerasi
4. penambahan dan
pencapaian sasaran rendah
perbaikan kinerja
kelembagaan pengelola AMPL
Tabel diatas memperlihatkan bahwa dari sisi kekuatan (strength) dalam aspek internal, setidaknya terdapat empat
faktor utama yang sangat berkorelasi terhadap
pencapaian visi AMPL. Keempat faktor tersebut adalah: (i) komitmen pimpinan daerah; dalam visi dan misi Bupati yang kemudian dijabarkan dalam RPJMD, sektor AMPL menjadi salah satu sektor yang menjadi titik tekan; (ii) dukungan pemda yang memadai, baik dari sisi budget maupun kebijakan yang pro AMPL. Faktor ini menjadi sangat penting, karena menunjukkan fungsi langsung sebagai fasilitator sekaligus
regulator dalam pembangunan yang harus berkelanjutan dengan terus memberikan peluang kehidupan yang sama untuk generasi masa depan; (iii) SDM tersedia, yang terkait ketersediaan SDM AMPL yang cukup, sehingga jika keterampilan SDM ditingkatkan melalui berbagai perlakuan, pembangunan AMPL akan mudah terlaksana dengan baik; dan (iv) Kelembagaan Pokja AMPL, walaupun bersifat ad hoc, namun tupoksinya sebagai fasilitator dan koordinator pembangunan AMPL, akan sangat membantu dalam pencapaian sasaran pembangunan. Dari aspek kelemahan
(weakness), terdapat empat faktor utama yang
diperkirakan memiliki pengaruh negatif yang kuat terhadap pencapaian sasaran. Faktor-faktor tersebut adalah; (i) SDM aparatur rendah, yang seringkali menyebabkan berbagai
introduksi
kebijakan
menjadi
berkembang dan koordinasi antar
terhambat,
kemampuan
teknis
sulit
instansi menjadi sangat lemah; (ii) Anggaran
Sektor AMPL yang Rendah, menyebabkan fungsi fasilitasi pembangunan Sektor AMPL tidak berjalan optimal; (iii) Belum memadainya perangkat peraturan yang mendukung pembangunan dan pengelolaan AMPL, menyebabkan pengambilan kebijakan dan berbagai program pembangunan terutama yang bersumber dana dari pemerintah tidak terarah
pada AMPL; dan (iv) Rendahnya jumlah dan kinerja kelembagaan
pengelola AMPL, menyebabkan aksesibilitas dan akselerasi pencapaian sasaran menjadi rendah.
3.6. Permasalahan Strategis Keberlanjutan hasil pembangunan merupakan isu yang perlu mendapatkan penanganan bersama dan menjadi prioritas utama dalam pembangunan. Pengalaman mengajarkan bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik dan berkelanjutan dalam pembangunan dan pengelolaan AMPL sangat ditentukan oleh beberapa aspek penting, yaitu
aspek
sosial, lingkungan, teknologi, pendanaan
dan
kelembagaan. Jika
permasalahan-permasalahan yang terkait dengan keseluruhan aspek tersebut dapat diatasi atau dieliminir, maka hampir dipastikan pembangunan dan peengeloaan AMPL akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan
mengidentifikasi
permasalahan-permasalahan
strategis
seluruh
aspek
pembangunan tersebut. Hasil identifikasi permasalahan strategis pembangunan AMPL di Kabupaten Bangka, tersaji pada tabel 3.5 berikut. Tabel 3.5. Permasalahan Strategis Pembangunan AMPL di Kabupaten Bangka
Aspek Keberlanjutan
Permasalahan Strategis Rendahnya Kesadaran Masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat Rendahnya kesadaran akan pentingnya pembangunan
Sosial
berkelanjutan Kurangnya Sense of belonging infrastruktur AMPL yang dibangun pemerintah Ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah dalam pembangunan infrastruktur AMPL Kerusakan hutan lindung dan DAS yang parah
Lingkungan
Sumber air tanah yang korosif akibat pencemaran limbah pertambangan Pencemaran lingkungan akibat limbah industri rumah
Aspek Keberlanjutan
Permasalahan Strategis tangga Teknologi pengolahan dan distribusi air PDAM dan SPAM yang masih sangat terbatas
Teknik
Teknologi pengelolaan sampah dan limbah masih sangat tradisional Prinsip 3 R masih belum terinternalisasi dengan baik Rasio anggaran AMPL per APBD yang rendah Rasio anggaran AMPL per APBDes yang rendah
Pendanaan
Prinsip kemitraan melalui CSR belum mengarah pada AMPL Swadaya Masyarakat masih kurang Kinerja PDAM masih dipertanyakan IKK dan SPAM belum beroperasi dengan baik
Kelembagaan
Kinerja UPTD TPA belum optimal Belum banyak perangkat peraturan yang mendukung pembangunan AMPL
3.7. Intervensi dan Asumsi Permasalahan yang muncul kemudian adalah bagaimana mengatasai atau mereduksi permasalahan strategis yang riil dan terkait dengan keseluruhan aspek keberlanjutan.
Secara
teknis,
karena
melibatkan
seluruh
stakeholders,
suatu
permasalahan AMPL tidak hanya dapat diselesaikan oleh pemerintah saja, namun harus juga melalui keterlibatan dan peran serta stakeholders tersebut. Keterlibatan
stakeholders internal dikenal sebagai asumsi, sedangkan keterlibatan stekholders eksternal dikenal dengan intervensi. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan strategis di Kabupaten Bangka, sangat diperlukan intervensi dan asumsi-asumsi yang berperan dan menjadi faktor penting.
Selengkapnya inventarisasi intervensi dan asumsi dalam kebijakan pengelolaan AMPL di Kabupaten Bangka, tersaji pada tabel berikut. Tabel 3.6. Kebijakan, Intervensi dan Asumsi Dalam Pembangunan dan Pengelolaan AMPL di Kabupaten Bangka
Kebijakan
Intervensi
Asumsi
Menjamin Ketersediaan Air Baku Air
Konsistensi Dukungan
Konsistensi Dukungan
Minum Bagi Masyarakat
Pokja AMPL Nasional dan
Segenap Unsur
Provinsi
Pemerintahan Daerah
Dukungan Sektor Swasta
Komitmen Pimpinan
Menjamin Ketersediaan Sumber Air Baku Yang Sehat Dan Lestari Bagi
Daerah
Masyarakat Menyediakan Perangkat Peraturan
Dukungan Perguruan
Kelembagaan Pengelolaan
Yang Mendukung Pembangunan
Tinggi dan LSM
AMPL Kab Yang Kuat
Keterlibatan Aktif
Sistem Perencanaan AMPL
Masyarakat
Yang Optimal
Dan Pengelolaan AMPL Mengembangkan Alternatif Sumber Pendanaan Untuk Pembangunan AMPL
Perangkat Peraturan Yang Mendukung
Melibatkan Masyarakat Dan Pemerintahan Desa Dalam Promosi
SDM Aparatur Yang
Dan Edukasi PHBS
Handal
Meningkatkan Kinerja Manajemen Penyelengaraan Dan Pengelolaan AMPL
B A B IV STRATEGI PELAKSANAAN
4.1. Isu, Tujuan dan Sasaran Strategis Secara umum tujuan strategis ini diturunkan dari issue-issue strategis. Sedangkan issue strategis yang dirumuskan dari berbagai permasalahan seperti yang eksplorasi dalam analisis matrik faktor strategis internal dan eksternal juga memiliki keterkaitan yang erat dengan misi-misi yang sudah diidentifikasi sebelumnya. Dengan demikian ada hubungan korelasional yang kuat antara misi, issue strategis dan tujuan strategis yang merupakan tiga variabel penting dalam Renstra AMPL Kabupaten Bangka. Tabel 4.1. Isu dan Tujuan Strategis Renstra AMPL Kabupaten Bangka Isu Strategis Menurunnya
Tujuan Strategis Kuantitas,
Kualitas
Dan
Kontinyuitas Air Minum Bagi Masyarakat
Peningkatan Kuantitas Dan Kualitas Air Minum Bagi Masyarakat Peningkatan Kontinyuitas Air Baku Air Minum Bagi Masyarakat
Rendahnya Kesadaran Masyarakat untuk Ber
Mewujudkan
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
Sehat di Masyarakat
Belum
Memadainya
Perangkat
Yang
Mendukung
Pembangunan
Peraturan dan
Pengelolaan AMPL
Pola
Hidup
Bersih
Dan
Mewujudkan Kebijakan Kepastian Hukum Yang
Mendukung
Pembangunan
dan
Pengelolaan AMPL Meningkatkan
Kapasitas
Pendanaan
Untuk Pembangunan dan Pengelolaan AMPL Rendahnya Jumlah dan Kinerja Kelembagaan
Peningkatan
Pengelolaan AMPL
Kelembagaan Pengelolaan AMPL
Jumlah
Dan
Kinerja
Dari hasil analisis faktor strategis internal dan eksternal, ternyata terdapat empat isu strategis yang memiliki bobot, rating dan skor yang jauh lebih besar dibandingkan isuisu lainnya, sehingga diperkirakan juga memiliki dampak yang lebih besar terhadap pencapaian target dan sasaran Renstra. Selengkapnya isu dan tujuan strategis Renstra AMPL Kabupaten Bangka, tersaji pada tabel 4.1 diatas. Isu strategis pertama adalah “Menurunnya kuantitas, kualitas dan kontinyuitas air minum bagi masyarakat”. Isu yang berasal analisis stragetis eksternal ini menjadi isu paling krusial yang berkembang dalam tahun-tahun terakhir ini. Berkaitan langsung dengan berkurangnya sumber, volume dan kualitas air bersih di Kabupaten Bangka yang diakibatkan oleh maraknya akitivitas pertambangan timah dan penebangan hutan, baik yang legal maupun illegal, juga diperkirakan juga sebagai akibat meluasnya
lahan
perkebunan
kelapa
sawit
yang
memiliki
kecenderungan
mengkonsumsi air sangat banyak. Ketiga aktivitas besar tersebut telah merambah ke wilayah-wilayah yang merupakan fungsi lindung dan sumber air. Sehingga menyebabkan jumlah luas hutan, lahan dan daerah aliran sungai kritis semakin meningkat. Dari sisi lain, pengelolaan limbah pertambangan yang tidak managable telah mengakibatkan banyak sumber air yang menjadi sumber air baku bagi masyarakat mengalami pencemaran hebat. Sungaisungai mengalami pencemaran dan pendangkalan, air tanah permukaan mengalami penurunan kapasitas. Sementara untuk beberapa kecamatan yang berdekatan dengan pantai, air tanah mengalami intrusi air laut yang korosif dan sudah tercemar limbah TI
apung. Penyakit generatif dan degenaratif banyak bermunculan yang diduga berkaitan erat dengan konsumsi air yang telah tercemar ini. Selain penyakit kulit, penyakit generatif yang terekspos ke permukaan adalah adanya fenomena kelahiran bayi dengan usus terburai atau tanpa tempurung kepala. Jika dalam kondisi normal, penyakit generatif seperti ini hanya terjadi pada satu dari 200.000 kelahiran, maka di Bangka Belitung, dalam dua tahun terakhir telah terjadi setidaknya 5 kasus yang mencengangkan. Dengan permasalahan masyarakat yang menjadi isu strategis tersebut, maka terdapat dua tujuan strategis yang diambil masing-masing adalah; (i) Peningkatan kuantitas dan kualitas air minum bagi masyarakat, dan (ii) peningkatan kontinyuitas air baku air minum bagi masyarakat.
Kedua tujuan strategis diatas, terkait langsung
dengan rencana dan upaya pencapaian sasaran berupa peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih, baik dari sisi pemeliharaan sumber daya (air maupun peningkatan) dan cadangan air bersih masyarakat. Secara detail, manifestasi tujuan dalam sasaran tersebut tersaji pada tabel berikut. Tabel 4.2. Tujuan dan Sasaran Strategis Isu Pertama Renstra AMPL Kabupaten Bangka Tujuan Strategis
Sasaran
Peningkatan Kuantitas dan Kualitas
Seluruh Masyarakat Memiliki Akses Terhadap Air
Air Minum Bagi Masyarakat
Minum Yang Sehat
Peningkatan Kontinyuitas Air Baku
Seluruh Sumber Air Baku Dan DAS Dalam Kondisi
Air Minum Bagi Masyarakat
Terlindungi
Isu
strategis
kedua
adalah
“Rendahnya
Ber-Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)”.
Kesadaran
Masyarakat
Untuk
Isu yang juga berasal analisis strategis
eksternal ini menjadi isu penting penyehatan lingkungan yang berkembang dalam tahun-tahun terakhir ini. Indikator rendahnya kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat masyarakat di Kabupaten Bangka dapat dilihat dari rendahnya prosentase kepemilikan MCK atau jamban masyarakat dari keseluruhan total keluarga yang ada. Juga dapat dilihat dari rendahnya prosentase masyarakat yang membuang sampah pada tempat pembuangan akhir (TPA) yang sudah disediakan dan rendahnya prosentase masyarakat yang memiliki sistem saluran pembuangan air limbah. Pemberlakuan PHBS sebaiknya memang harus dilakukan sejak dini serta terus disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat dan sekolah-sekolah. Peran keluarga dan sekolah sangat besar dalam menumbuhkan sikap berprilaku hidup bersih dan sehat, begitu juga dari peran lembaga-lembaga keagamaan dapat dioptimalkan mengingat dampak dan bahaya yang diakibatkan oleh rendahnya kesadaran untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Dengan permasalahan masyarakat yang menjadi isu strategis penyehatan lingkungan tersebut, maka tujuan strategis yang diambil Hidup Bersih dan Sehat di Masyarakat”.
adalah „Mewujudkan Pola
Peningkatan kesadaran masyarakat untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat, terkait langsung dengan rencana
pencapaian
sasaran berupa pemicuan kepada seluruh masyarakat desa untuk secara perlahan meningkatkan kesadaran PHBS-nya, yang diindikasikan oleh banyaknya desa yang
telah melakukan pemicuan dalam Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), jumlah Kepala Desa yang berperan aktif dalam promosi PHBS kepada masyarakatnya, serta tersedianya akses penyehatan lingkungan bagi masyarakat, terutama pada peningkatan akses masyarakat terhadap buang air besar sembarangan (BABS),
seluruh aspek sanitasi lingkungan, bebas
akses terhadap sistem pengolahan air limbah
non tinja, akses terhadap pengelolaan sampah dan akses terhadap sarana drainase. Secara detail, manifestasi tujuan dalam sasaran tersebut tersaji pada tabel berikut Tabel 4.3. Tujuan dan Sasaran Strategis Isu Kedua Renstra AMPL Kabupaten Bangka Tujuan Strategis
Sasaran
Mewujudkan Pola Hidup Bersih dan
Seluruh Pemerintahan dan Masyarakat Berperan Aktif
Sehat di Masyarakat
dalam Promosi dan Edukasi PHBS Seluruh Masyarakat Memiliki Akses Terhadap Lingkungan yang Sehat
Isu strategis ketiga adalah “Belum Memadainya Perangkat Peraturan Yang Mendukung Pembangunan dan Pengelolaan AMPL”.
Isu yang berasal dari analisis
stragetis internal ini menjadi isu penting karena dampaknya sangat besar terhadap upaya
me-mainstream-kan AMPL terutama dalam perannya mendorong prioritas
AMPL dalam pembangunan. Legaliasi dan payung hukum terhadap aspek pendanaan pembangunan dan pengelolaan AMPL terutama yang bersumber dana dari pemerintah, akan memberikan jaminan kepastian bagi pengarusutamaan sektor AMPL. Dalam konteks inilah, penetapan sasaran dari tujuan lebih banyak berupa terbentuknya
berbagai instrumen peraturan perundangan serta peningkatan proporsi anggaran. Secara detail, manifestasi tujuan dalam sasaran tersebut tersaji pada tabel berikut. Tabel 4.4. Tujuan dan Sasaran Strategis Isu Ketiga Renstra AMPL Kabupaten Bangka Tujuan Strategis
Sasaran
Mewujudkan Kebijakan Kepastian
Sektor AMPL Memiliki
Hukum
Mendukung Pembangunan dan Pengelolaan AMPL
yang
Pembangunan
dan
Mendukung
Perangkat Peraturan Yang
Pengelolaan
AMPL Meningkatkan Kapasitas Pendanaan
Pembangunan Sektor AMPL
untuk
yang Memadai
Pembangunan
dan
Mendapatkan Pendanaan
Pengelolaan AML
Isu strategis keempat adalah “Rendahnya Jumlah dan Kinerja Kelembagaan Pengelolaan AMPL”. Isu yang berasal analisis stragetis internal ini menjadi isu penting karena kelembagaan merupakan faktor vital yang menentukan mobilitas dan akselerasi pencapaian
target
sasaran
AMPL.
Kelembagaan
yang
kuat
dipastikan
dapat
mempercepat berbagai target dan sasaran. Dalam konteks Kabupaten Bangka, kelembagaan yang terkait langsung dan sudah eksis dengan AMPL adalah PDAM, Sekolah, UPTD Persampahan, IKK dan SPAM Desa, baik dari aspek kesehatan lingkungan maupun pengelolaan air minum. Secara detail, manifestasi tujuan dalam sasaran tersebut tersaji pada tabel berikut Tabel 4.5. Tujuan dan Sasaran Strategis Isu Ketiga Renstra AMPL Kabupaten Bangka Tujuan Strategis
Sasaran
Peningkatan Jumlah Dan Kinerja
Seluruh Lembaga Pengelola Ampl Memiliki Memiliki
Kelembagaan Pengelolaan Ampl
Kinerja Yang Baik
4.2. Kebijakan dan Program Strategis Kebijakan dan program strategis Renstra AMPL tersaji pada tabel 4.6 berikut. Tabel 4.6. Kebijakan dan Program Strategis Renstra AMPL Kab Bangka Kebijakan
Program Strategis Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum
Menjamin
Ketersediaan
Air
Minum
Bagi
Masyarakat
dan Air Limbah Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Pengembangan Data/Informasi Pengembangan Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau dan Sumber Air Lainnya Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku Pembinaan dan Pengawasan Bidang
Menjamin Ketersediaan Sumber Air Baku yang Sehat dan Lestari
Pertambangan Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam
Menyediakan
Perangkat
Peraturan
yang
Penataan Peraturan Perundang-Undangan
Mendukung Pembangunan dan Pengelolaan AMPL Mengembangkan Alternatif Sumber Pendanaan
Perencanaan Pembangunan Daerah
Untuk Pembangunan AMPL
Kerjasama Pembangunan Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa Pembangunan Infrastruktur Perdesaan
Melibatkan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
Pengembangan Lingkungan Sehat
dalam Promosi dan Edukasi PHBS
Lingkungan Sehat Perumahan Pembangunan Sarana Penyehatan Lingkungan Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahtraan Sosial
Meningkatkan
Kinerja
Manajemen
Penyelenggaraan Dan Pengeloaan AMPL
Keberdayaan Masyarakat Desa Pendidikan Usia Dini Wajib Belajar Sembilan Tahun Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah
Kebijakan strategis sangat erat kaitannya dengan upaya pencapaian target sasaran-sasaran strategis. Untuk mencapai target sasaran strategis ini kemudian ditetapkan kebijakan-kebijakan strategis yang menyertainya. Selanjutnya kebijakankebijakan strategis ini diintervensi melalui serangkaian program dalam upaya mewujudkan visi praktis
dengan mengoptimalkan pemanfaatan
sekaligus menekan pengaruh faktor penghambat.
faktor pendukung
BAB V PENGUKURAN KINERJA
Pelaksanaan Renstra AMPL-BM menjadi bagian penting dari RPJMD Kabupaten Bangka 2009-2013 dengan tujuan mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antara SKPD; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Salah satu prasyarat keberhasilan pelaksaaan Renstra tersebut ditentukan oleh tersedianya indikator kinerja. Penetapan indikator kinerja dan penataan manajemen kinerja sangat penting untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara prioritas kebijakan dan program SKPD terhadap pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan AMPL 2011-2015. Penetapan indikator kinerja AMPL didasarkan pada perkiraan realistis tentang tujuan dan sasaran yang ditetapkan, dan ketersediaan data. Oleh sebab itu, pengukuran kinerjanya bersifat spesifik dan jelas, dapat diukur secara objektif, relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, serta tidak bias. Indikator kinerja AMPL ini kemudian akan diukur tingkat capaiannya melalui evaluasi kinerja Evaluasi kinerja AMPL merupakan proses penilaian secara sistematik terhadap keberhasilan dan kegagalan suatu kebijakan atau program setiap tahunnya dalam
pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi kinerja ini kemudian untuk
dimanfaatkan sebagai sumber informasi dalam pengambilan keputusan
melanjutkan
dan
melakukan
perbaikan
suatu
kebijakan
dan
program
pembangunan AMPL. Oleh karena sifatnya yang demikian, evaluasi kinerja berorientasi penilaian terhadap kinerja AMPL tahun ini
dibanding kinerja tahun sebelumnya.
Dengan kata lain, evaluasi kinerja bersifat retrospektif terhadap kinerja saat ini dan dilakukan setelah kebijakan (ex-post). Hasil evaluasi kinerja bersifat prospektif untuk perbaikan kebijakan di masa depan dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex-ante). Selengkapnya indikator dan pengukuran kinerja AMPL-BM tersaji pada matrik Renstra dan target indikatif pencapaian sasaran tahunan berikut. Matrik 5.1. Target Indikatif Pencapaian Sasaran Tahunan
Data INDIKATOR
SASARAN
SASARAN 2009
1.1.1.
Seluruh
1.Persentase
Masyarakat
Masyarakat yang
Memiliki Akses
Memiliki
Terhadap Air
Air
Minum
Perpipaan
Akses
TARGET
SKPD
Dasar 2010
2011
2012
2013
2014
2015
3,82
3,97
4,11
Dinas PU, 3,25
3,39
3,54
3,68
PDAM
Minum
2..Persentase
Dinkes,
Masyarakat Yang
Memiliki
Akses AM
62,10
73,08
75,82
78,56
64,84
67,59
70,33
3
4
4
4
5
5
BLH
9
9
9
9
9
9
BLH
1
1
2
2
3
3
BLH
BPMDes
Non
Perpipaan. 1.2.1.
Seluruh Sumber
1.Jumlah sumber
Air Baku dan
air
DAS dalam
terlindungi
Kondisi
3. Jumlah
Terlindungi
potensi air
baku
yang
5
sumber
baku
3 dari
yang
9
sehat 5. Jumlah yang
DAS
berfungsi
1 Dari
dengan baik 2.1.1.
4
Seluruh
1.Jumlah
desa
Pemerintahan
yang
telah
dan Masyarakat
melaksanakan
Desa Berperan
STBM
Aktif Ddalam
2. Jumlah kades
Promosi dan
yang
telah
39
Edukasi PHBS
berperan
aktif
dari
dalam
11 Dari
13
16
19
22
25
28
43
49
52
55
58
61
Dinkes
61
promosi
BPMDes
61
PHBS
Data SASARAN
INDIKATOR SASARAN
SKPD
Seluruh
1.Prosentase
Masyarakat
Masyarakat
Memiliki Akses
Yang Bebas BABS
Terhadap
2. Prosentase
Lingkungan
Masyarakat Yang
Yang Sehat
Memiliki
2013
2014
2015
87,98
91,99
95,99
100
11,01
16,01
21,01
26,01
31,01
3,81
6,41
7,74
10,34
12,94
15,54
BLH
46
49
52
55
58
61
Dinas PU
1
2
3
4
4
4
2010
2011
2012
75,96
79,97
83,97
1,01
6,01
3,81
2009 2.1.2
TARGET
Dasar
Akses
Terhadap Sistem Pengolahan
Din Kes BPMDesa
Din Kes BLH
Air
Limbah
Non
Tinja 3.Prosentase Masyarakat Yang Memiliki
Akses
Terhadap Pengelolaan Persampahan 4.Prosentase Kelurahan Desa Memiliki
43 dan
yang
dari
Akses
Terhadap
61
Drainase 3.1.1.
Seluruh Sektor
1.Jumlah
AMPL Memiliki
Peraturan
Perangkat
Daerah
Peraturan Yang
2. Jumlah
Memadai
Peraturan Bupati
Bappeda 1
Bag Hukum Bappeda
6
6
6
8
8
8
8
Bag Hukum
3. Jumlah Peraturan Desa
0
0
20
40
61
61
61
BPMDes
Data INDIKATOR
SASARAN
Pembangunan
1.Prosentase
Sektor AMPL
Anggaran
Mendapatkan
Berbanding
Pendanaan
APBD
Yang
2. Jumlah
Proporsional
APBDes
SKPD
Dasar
SASARAN 2009
3.1.2.
TARGET
2010
2011
2012
4,17
4,54!
4,90
2013
2014
2015
5,27
5,63
6
Bappeda,
AMPL
3,91
BPMDes,
yang
Mengalokasikan
Bappeda 38
40
60
61
61
61
61 BPMDes
Anggaran Untuk AMPL 3. Jumlah
CSR
Perusahaan Yang Dialokasikan
0
1
2
4
6
8
10
23
26
29
32
35
38
41
Bappeda
untuk AMPL 4.1.1.
Seluruh
1.Jumkah
Lembaga
dan SPAM
IKK
Pengelolaa
2.Jumlah IKK dan
BPMDesa
AMPL Memiliki
SPAM
dan PDAM
Kinerja Yang
Berfungsi
Baik
Dengan Baik
Yang
91,30
Dinas PU
100
100
100
100
100
100
88,25
89
89,75
90,5
91,25
92
0
0
0
1
1
1
1
BLH
3
3
5
6
8
8
8
BLH
3.Prosentase Sekolah
Yang
87,5
memiliki Sarana
(238
Air
dan
dari
Yang
272)
Bersih
Sanitasi
Dinas Pendidikan
Sehat 4.Jumlah Tempat Pembuangan Akhir
Dengan
Sanitary Landfill 5.Jumlah Tempat Pembuangan Sampah
Yang
Ada Kecamatan
di
MATRIK 5.2. RENCANA STRATEGIS AMPL KABUPATEN BANGKA 2011-2015
MISI 1.
Mewujudkan Ketersediaan Air Baku Air Minum Yang Berkualitas Dan Kontinyu Bagi Masyarakat.
TUJUAN 1.1.
1.2.
Peningkatan Kuantitas Dan Kualitas Air Minum Bagi Masyarakat
Peningkatan Kontinuitas Air Baku Air Minum Bagi Masyarakat
SASARAN 1.1.1.
1.2.1.
Seluruh Masyarakat Memiliki Akses Terhadap Air Minum Yang Sehat
Seluruh Sumber Air Baku Dan DAS Dalam Kondisi Terlindungi
INDIKATOR SASARAN 1 Persentase Masyarakat Yang Memiliki Akses Air Minum Perpipaan 2. Persentase Masyarakat Yang Memiliki Akses Air Minum Non Perpipaan. 1.Jumlah Sumber Air Baku Yang Terlindungi
2. Jumlah Potensi Air Baku Yang Sehat
KEBIJAKAN Menjamin Ketersediaan Air Minum Bagi Masyarakat
PROGRAM STRATEGIS 1.1.1.1
Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum Dan Air Limbah
1.1.1.2
Program Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Program Pengembangan Data/Informasi
1.1.1.3 Menjamin Ketersediaan Sumber Air Baku Yang Sehat Dan Lestari
1.2.1.1 1.2.1.2 1.2.1.3 1.2.1.4 1.2.1.5 1.2.1.6
3. Jumlah DAS Yang Berfungsi Dengan Baik
1.2.1.7
Program Pengembangan, Pengelolaan Dan Konservasi Sungai, Danau Dan Sumber Air Lainnya Program Pengendalian , Pencemaran Dan Perusakan Lingkungan Program Rehabilitasi Dan Pemulihan Cadangan SDA Program Penyediaan Dan Pengelolaan Air Baku Program Pembinaan Dan Pengawasan Bidang Pertambangan Program Perlindungan Dan Konservasi Sumber Daya Alam Program Pengawasan Dan Penertiban Kegiatan Rakyat Yang Berpotensi Merusak Lingkungan
MISI 2.
Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Di Sektor Air Minum Dan Penyehatan Lingkungan.
TUJUAN 2.1
Mewujudkan Pola Hidup Bersih Dan Sehat Di Masyarakat.
SASARAN 2.1.1.
2.1.2.
MISI
TUJUAN
Seluruh Pemerintahan Dan Masyarakat Desa Berperan Aktif Ddalam Promosi Dan Edukasi PHBS
Seluruh Masyarakat Memiliki Akses Terhadap Lingkungan Yang Sehat
SASARAN
INDIKATOR SASARAN 1. Jumlah Desa Yang Telah Melaksanakan STBM
KEBIJAKAN 2.1.1.1
Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Membangun Desa
2.1.1.2
Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan
1. Prosentase Masyarakat Yang Bebas BABS 2. Prosentase Masyarakat Yang Memiliki Akses Terhadap Sistem Pengolahan Air Limbah Non Tinja
2.1.2.1
Program Pengembangan Lingkungan Sehat
2.1.2.2
Program Lingkungan Sehat Perumahan
3.Prosentase Masyarakat Yang Memiliki Akses Terhadap Pengelolaan Persampahan
2.1.2.3
Program Pembangunan Sarana Penyehatan Lingkungan
4. Prosentase Kelurahan Dan Desa Yang Memiliki Akses Terhadap Drainase
2.1.2.4
Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan
2.1.2.5.
Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan
2. Jumlah Kepala Desa Yang Berperan Aktif Dalam Promosi PHBS
INDIKATOR SASARAN
Melibatkan Masyarakat Dan Pemerintahan Desa Dalam Promosi Dan Edukasi PHBS
PROGRAM STRATEGIS
KEBIJAKAN
PROGRAM STRATEGIS
3.
Peningkatan Pembangunan Sector AMPL Yang Kontinyu Dan Berkualitas
3.1.
3.2.
Mewujudkan Kebijakan Kepastian Hukum Yang Mendukung Pembangunan Dan Pengelolaan AMPL
3.1.1.
Meningkatkan Kapasitas Pendanaan Untuk Pembangunan Dan Pengelolaan AMPL
3.2.1.
Sektor AMPL Memiliki Perangkat Peraturan Yang Mendukung Pembangunan Dan Pengelolaan AMPL Pembangunan Sektor AMPL Mendapatkan Pendanaan Yang Memadai
1. Jumlah Peraturan Daerah 2. Jumlah Peraturan Bupati 3. Jumlah Peraturan Desa
1. Prosentase Anggaran AMPL Berbanding APBD 2. Jumlah Apbdes Yang Mengalokasikan Anggaran Untuk AMPL 3. Jumlah CSR Perusahaan Yang Dialokasikan Untuk AMPL
Menyediakan Perangkat Peraturan Yang Mendukung Pembangunan Dan Pengelolaan AMPL
2.1.1.1
Program Penataan Peraturan Perundang-Undangan
Mengembangkan Alternatif Sumber Pendanaan Untuk Pembangunan AMPL
3.2.1.1
Program Perencanaan Pembangunan Daerah
3.2.1.2
Program Kerjasama Pembangunan
3.2.1.3
Program Pengembangan Kemitraan Sektor AMPL
MISI 4
Mewujudkan Kelembagaan Pengelolaan AMPL Yang Optimal
TUJUAN 4.1
Peningkatan Jumlah Dan Kinerja Kelembagaan Pengelola AMPL
SASARAN 4.1.1.
Seluruh Lembaga Pengelolaa AMPL Memiliki Kinerja Yang Baik
INDIKATOR SASARAN 1. Jumlah IKK Dan SPAM
KEBIJAKAN 4.1.1.1.
Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum Dan Limbah
4.1.1.2.
Program Keberdayaan Masyarakat Desa
4.1.1.3
Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahtraan Sosial
3. Prosentase Sekolah Yang Memiliki Sarana Air Bersih Dan Sanitasi Yang Sehat
4.1.1.4.
Program Pendidikan Usia Dini
4.Jumlah Tempat Pembuangan Akhir Dengan Sanitary Landfill
4.1.1.5
Program Wajar Sembilan Tahun
5.Jumlah Tempat Pembuanan Sampah Yang Ada Di Kecamatan
4.1.1.6
Program Pendidikan Menengah
2. Jumlah IKK Dan SPAM Yang Berfungsi Dengan Baik
Meningkatkan Kinerja Manajemen Penyelengaraan Dan Pengelolaan AMPL
PROGRAM STRATEGIS
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan Pemerintah Kabupaten Bangka melalui Peraturan Bupati
No. 1/2009 telah
menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2009-2013 sebagai acuan dalam pelaksanan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan selama lima tahun. Salah satu turunan dari RPJMD
tersebut adalah Renstra AMPL-BM 2011-2015 yang
memuat visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan program strategis pembangunan AMPL. Durasi waktu dalam periode Renstra ini menyesuaikan dengan ratifikasi Milenium
Development Goals (MDGs) yang dihasilkan pada Johanesburg Summit pada tahun 2002, yang
salah satu kesepakatannya adalah mengurangi separuh penduduk yang tidak
mendapatkan akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar pada tahun 2015. Visi pembangunan AMPL 2011-2015 adalah: Bangka 2015, Sehat Air Sehat Lingkungan. Kata Sehat Air mengandung makna tersedianya air minum dengan kuantitas dan kualitas yang memenuhi standar kesehatan yang disertai perubahan perilaku masyarakat untuk mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan dan kelestarian sumberdaya alam. Kata Sehat Lingkungan
mengandung makna terciptanya
kondisi
lingkungan yang bersih dan sehat yang disertai perubahan perilaku masyarakat dalam mengadopsi konsep pola hidup bersih dan sehat.
Untuk merealisasikan Visi program Pembangunan AMPL-BM Kabupaten Bangka menjadi kondisi nyata, langkah-langkah yang akan ditempuh dirumuskan dalam bentuk misi sebagai berikut : (i) Mewujudkan Ketersediaan Air Baku Air Minum Yang Berkualitas Dan Kontinyu Bagi Masyarakat; (ii) Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Di Sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan; (iii) Peningkatan Pembangunan Sektor Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan
Yang
Kontinyu
Dan
Berkualitas;
dan
(iv)
Mewujudkan
Kelembagaan Pengelolaan AMPL Yang Optimal. Dokumen Renstra AMPL-BM juga memuat tujuan dan sasaran strategis pembangunan dalam lima tahun mendatang. Berbagai tujuan dan sasaran
penting
tersebut akan dicapai melalui berbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan setiap tahun melalui APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, APBDes, Mitra
Swasta
dan
Masyarakat.
Penyusunan
dokumen
anggaran
tersebut
harus
memperhatikan konsistensi dalam targeting terutama tujuan dan sasaran Renstra.
Targeting tujuan dan sasaran kinerja AMPL ini, setiap tahun akan diukur tingkat capaiannya melalui evaluasi kinerja. Hasil evaluasi kinerja ini kemudian
dimanfaatkan
sebagai sumber informasi dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan dan melakukan perbaikan suatu kebijakan dan program pembangunan AMPL. Oleh karena sifatnya yang demikian, evaluasi kinerja bersifat retrospektif terhadap kinerja saat ini dan dilakukan setelah kebijakan (ex-post). Hasil evaluasi kinerja
bersifat prospektif untuk
perbaikan kebijakan di masa depan dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex-ante).
6.2.
Rekomendasi Kebijakan
a. Renstra AMPL-BM
harus dijadikan acuan dari rencana pembangunan yang
beberapa tahun kedepan serta dapat dievaluasi kembali menurut kebutuhan yang terjadi pada saat itu. Karenanya wajib didukung oleh segenap elemen stakeholders yang ada di Kabupaten Bangka. b. Guna memperkuat posisi tawar, Renstra AMPL-BM harus mendapatkan legitimasi secara teknokratik atau bahkan politik. Oleh karena itu, perlu ditetapkan, setidaknya dalam bentuk Peraturan Bupati. Dari sisi lain, sebagai dokumen perencanaan, Renstra AMPL-BM juga harus menjadi bagian penting dari Review RPJMD 2009-2013. c. Sebagai dokumen perencanaan yang dihasilkan secara partisipatif, pembiayaan investasi pembangunan AMPL juga harus partisipatif dengan proporsi 40 persen dari pemerintah, 30 persen dari masyarakat dan 30 persen dari pelaku usaha.
DAFTAR GRAFIK
halaman 3.1. Cakupan MDG‟s Air Minum Pada Musin Hujan dan Kemarau Kabupaten Bangka Tahun 2009..….................................................……
15
3.2. Cakupan MDG‟s Penyehatan Lingkungan Kabupaten Bangka Tahun 2009..................................................…...……………………………………
18
3.3. Cakupan MDG‟s Penyehatan Lingkungan Jenis Cubluk dan Tangki Septik di Kabupaten Bangka Tahun 2009.....……………………………......
19
3.4. Cakupan Pembuangan Limbah Cair Non Tinja Rumah Tangga Kabupaten Bangka.................................................................................................
21
3.5. Cakupan Pembuangan Sampah Rumah Tangga Kabupaten Bangka Tahun 2009 (1).....………………………………………………………………….
24
DAFTAR TABEL
halaman
2.1. Klasifikasi Mandat Renstra AMPL Kabupaten Bangka....................................
6
3.1. Nama Kecamatan, Luas Wilayah dan Jarak ke Sungailiat...............................
9
3.2. Prediksi Pembiayaan Investasi AMPL di Kabupaten Bangka...........................
27
3.3. Identifikasi Faktor Strategis Eksternal AMPL Kabupaten Bangka...................
29
3.4. Identifikasi Faktor Strategis Internal AMPL Kabupaten Bangka.....................
32
3.5. Permasalahan Strategis Pembangunan AMPL di Kabupaten Bangka..............
34
3.6. Kebijakan, Intervensi dan Asumsi dalam Pembangunan dan Pengelolaan AMPL di Kabupaten Bangka..........................................................................
36
4.1. Isu dan Tujuan Strategis Renstra AMPL Kabupaten Bangka............................ 37 4.2. Tujuan dan Sasaran Strategis Isu Pertama Renstra AMPL Kab. Bangka............ 39 4.3. Tujuan dan Sasaran Strategis Isu Kedua Renstra AMPL Kab. Bangka............... 41 4.4. Tujuan dan Sasaran Strategis Isu Ketiga Renstra AMPL Kab. Bangka............... 42 4.5. Tujuan dan Sasaran Strategis Isu Keempat Renstra AMPL Kab. Bangka............ 42 4.6. Kebijakan dan Program Strategis Renstra AMPL Kab. Bangka........................... 43