BUNUH DIRI DI BALI: PERSPEKTIF BUDAYA DAN LINGKUNGAN HIDUP
I Ketut Widnya Institut Hindu Dharma Negeri Abstract Bali is one of island in Indonesia that cannot avoid itself from domino effect of suicide as caused by modernization. The rate of suicide in Bali is improving year by year in associate with Balinese society that modernized themselves. The changing of culture environment and degradation of environment give a potential contribution toward the rising the suicide rate in Bali. This geographically correlated and countryside are where the suicide case frequently occurred. From the culture aspect, these countryside are not strong enough to do resistance toward social and cultural transformation caused by modernization. Whereas from the environmental aspect, the degradation of environmental quality in those and areas, causes economical depression and in suicide. For Bali Island that has a unique environmental potency and noble culture modality – so that it is called Paradise Island – the phenomenon of suicides is an extra ordinary because it has happened a tragic cultural tragedy in Bali. It is paradox because suicide is an anti climax of divine ideal that should be established in this the island of Paradise. Key word: suicide in Bali, cultural and environmental perspective 10-2-2007). Data ini, sebenarnya tidak
1. Pendahuluan. Angka bunuh diri di Bali semakin
valid. Sebab, beberapa penulis lain,
meningkat dari tahun ke tahun. Pada
seperti
tahun 2003 jumlah orang bunuh diri di
Dyatmikawati
Bali sebanyak 98 orang. Jumlah tersebut
Wibawa (2005: 2) menyajikan varian
meningkat menjadi 124 orang pada tahun
data bunuh diri yang berbeda-beda di
2004,
meningkat
Bali. Perbedaan itu disebabkan oleh
menjadi 137 dan 145 jiwa pada tahun
perbedaan sumber yang dijadikan
2005 dan tahun 2006. (lihat tabel 1). Data
rujukan oleh masing-masing penulis.
bunuh diri ini dikutip dari salah satu
Triguna,
misalnya,
yang
harian lokal di daerah Bali (Nusa Bali,
menggunakan
data
Sakit
dan
berturut-turut
Triguna
(2005:
(2006:
6-7)
Rumah
188), dan
Umum Pusat Sanglah sebagai rujukan,
beberapa hal, seperti pihak keluarga
menyebutkan jumlah kasus bunuh diri di
yang dengan sengaja menutupi kasus
Bali pada tahun 2002 dan 2003, masing-
bunuh
masing 146 kasus dan 100 kasus.
karena kejadian tersebut dianggap aib
Sementara,
(memalukan)
Dyatmikawati
yang
menginventarisasi data bunuh diri di Bali
diri
anggota
keluarganya
dan
bertentangan
dengan agama.
selama 5 tahun (2001-2005) berdasarksan
Perbedaan data bunuh diri
pemberitaan media massa yang terbit di
yang disajikan di atas menunjukkan
Bali, menyebutkan 81 kasus dan 63 kasus
bahwa data yang disajikan oleh
terjadi pada tahun 2002 dan 2003.
berbagai pihak, termasuk oleh pihak
Demikian
yang
kepolisian sendiri, tidak menunjukkan
menggunakan sumber dari data Polda
angka bunuh diri yang sebenarnya.
Bali, menyebutkan angka bunuh diri di
Artinya, jumlah orang mati karena
Bali pada tahun 2005 (sampai bulan
bunuh
September) berjumlah 115 kasus.
dibandingkan
juga
Wibawa,
diri
masih
lebih
dengan
banyak
data
yang
Data media massa sebenarnya
tersedia sampai sekarang. Belum lagi
bersumber dari data kepolisian, dan data
kalau dilakukan cross check dengan
kepolisian, seperti diakui Wibowo, masih
data bunuh diri yang dikumpulkan
dapat dipercaya akurasinya, sebab data
oleh masing-masing Pemda tingkat
itu
kabupaten
dihimpun
kepolisian
(Direktorat
di
Bali.
Seperti
di
Reserse dan Kriminal Polda Bali) melalui
Kabupaten Jembrana, misalnya, pada
laporan
wilayah
tahun 2003 ditemukan 36 kasus bunuh
(Polres/Poltabes) di jajaran Polda Bali,
diri (Triguna, 2005: 188). Artinya,
setelah melalui serangkaian pemeriksaan
data ini tidak tercakup dalam data
yang seksama dan ditentukan benar-benar
kepolisian. Hal ini bisa jadi benar
sebagai
demikian
kesatuan
kasus
karena
data
yang
ada
diri.
Namun
sendiri
masih
menunjukkan bahwa pada tahun 2005,
berdasarkan
ada 68 kasus bunuh diri di Bali yang
pemahaman terhadap realitas munculnya
tidak terdata dalam data kepolisian
kejadian bunuh diri yang tercatat di Polri
(lihat tabel 2).
demikian, mengakui
bunuh
Wibawa bahwa
“dark-
Terlepas dari perbedaan angka
number” atau adanya kasus-kasus yang
tersebut, yang pasti bahwa angka-
tidak terdata atau dilaporkan sebagai
angka bunuh diri yang disajikan di
kasus bunuh diri. Hal ini disebabkan
atas,
masih
menyisakan
muculnya
menunjukkan
bahwa
kasus
bunuh diri yang terjadi di wilayah Bali
yang luhur, ditambah lagi dengan
tergolong
dukungan keindahan alamnya. Dalam
sangat
tersebut
tinggi.
didapat
Kesimpulan
dengan
cara
perspektif
budaya,
angka-angka
membandingkan jumlah kasus bunuh diri
bunuh diri itu bisa mengindikasikan
di Bali dengan kasus bunuh diri yang
suatu transformasi nilai budaya yang
terjadi di tingkat dunia. Di Bali, sejak
sangat mendasar, atau sedang terjadi
empat tahun terakhir (2003-2007) rata-
tragedi
rata terjadi 121 kasus bunuh diri, atau
memilukan. Dalam konteks bunuh diri
setara dengan 1 kasus bunuh diri dalam
orang Bali, terjadi fenomena yang
setiap
tidak
dua
setengah
hari
sekali.
peradaban
lazim.
yang
Dalam
paling
masyarakat
dihimpun
modern, bunuh diri dianggap sebagai
organisasi kesehatan dunia WHO, setiap
peristiwa biasa yang sama sekali tidak
tahunnya di seluruh dunia, terjadi 2000
mengundang
kasus bunuh diri atau setara dengan 6
Namun, di Bali, yang terjadi justru
kasus
Dengan
eboh atau geger besar. Mengapa
kalkulasi matematis, akan didapatkan
demikian? Dalam perspektif spiritual,
angka-angka sebagai berikut: 121 setiap
kehidupan
tahun
Bali
merupakan tingkat kehidupan paling
berbanding dengan 2000 setiap tahun per
utama di antara seluruh makhluk
5 milyard penduduk dunia, hasilnya sama
hidup lain yang diciptakan Tuhan.
dengan 1: 41.000 berbanding dengan 1: 2,
Karena
5 juta. Artinya, dalam setiap 41.000
merupakan anti klimak dari cita-cita
penduduk Bali, ada 1 orang bunuh diri.
kebebasan spiritual. Dengan kata lain,
Sedangkan di tingkat dunia, dalam setiap
bunuh diri merupakan tindakan yang
2, 5 juta orang ada 1 orang bunuh diri.
mengingkari harkat dan martabat
Jadi, angka bunuh diri di Bali sangat
manusia
fantastis
ciptaan Tuhan. (Widnya, 2005: 5).
Sedangkan
data
bunuh
per
yang
diri
5
dilihat
perhari.
juta
penduduk
dari
faktor
jumlah
sebagai
itu,
fakta
sebagai
mereka.
manusia
bunuh
makhluk
diri
utama
Jadi, wajar apabila masyarakat Bali
penduduk. Tingginya tersebut
perhatian
seolah
kasus
bunuh
kontradiktif
diri
dengan
realitas Bali yang dijuluki pulau Surga yang dikenal dengan kerukunan dan
menyikapi
fenomena
bunuh
diri
secara tidak lazim, karena bunuh diri merupakan tragedi kemanusiaan. Kasus bunuh diri di Bali dapat
menjalankan
dianalisa dari berbagai aspek. Aspek-
ajaran-ajaran agama serta nilai budayanya
aspek tersebut akan tampak jelas
ketaatan
masyarakatnya
melalui pengelompokan data bunuh diri.
(modus) serta faktor penyebab, bisa
Misalnya, data bunuh diri berdasarkan
memberi kesimpulan yang berbeda-
kelompok
beda
umur,
akan
menghasilkan
sesuai
dengan
aspek
yang
kesimpulan rata-rata umur pelaku bunuh
ditekankan. Tulisan ini, secara khusus
diri yang dihitung berdasarkan umur
akan menekankan pengkajian kasus
tertinggi dan terendah. Demikian juga,
bunuh diri di Bali dari perspektif
data bunuh diri berdasarkan perbedaan
budaya
jenis
kelamin
dan
cara
dan
lingkungan
hidup.
melakukan
TABEL 1: ANGKA BUNUH DIRI DI BALI TH 2003-2006 NO
KABUPATEN/KOTA
T A
H U
N
2003
2004
2005
2006
1
DENPASAR
13
17
10
16
2
BADUNG
-
-
7
12
3
GIANYAR
8
8
10
15
4
BANGLI
12
14
20
14
5
KLUNGKUNG
2
2
10
5
6
KARANGASEM
31
29
31
27
7
BULELENG
13
24
20
30
8
JEMBRANA
8
11
12
12
9
TABANAN
11
19
17
14
TOTAL
98
124
137
145
Sumber: Nusa Bali, 10-02-2007.
2. Pengaruh Perubahan Lingkungan Budaya
Terhadap
Fenomena
Bali merupakan daerah tujuan yang
pelancong
dunia,
menyebabkan
Bali
mengalami proses modernisasi yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah-
Bunuh Diri wisata
wisata
paling dari
digemari seluruh
para dunia.
Konsekwensi sebagai daerah tujuan
daerah lain di Indonesia. Modernitas bersifat ambigu: dia membawa banyak kemajuan
dan
perubahan,
namun
harapan-harapan disisi
lain
juga
banyak
bunuh diri adalah orang-orang yang
malapetaka. Bunuh diri adalah salah satu
menguasai ilmu-ilmu modern – terutama
patologi sosial yang dibawa modernisasi,
ilmu-ilmu teknik – yang sangat sedikit
selain
strain,
sekali memperhatikan kebutuhan rohani,
kenakalan remaja, narkoba, KKN, dan
mendidik jiwa, dan menambah iman. (al-
berbagai bentuk kejahatan yang lain.
Husain, 2005: 4).
mengakibatkan
terjadinya
perceraian,
stress,
Bunuh diri pada mulanya adalah
Pola bunuh diri yang terulang
masalah klasik yang berdiri sendiri.
seperti itu sama dengan efek domino
Artinya, sejarah bunuh diri sudah terjadi
dalam fenomena alam raya, seperti
sejak manusia ada, dan sama sekali tidak
bencana
terkait dengan modernisasi. Akan tetapi,
mengakibatkan
peningkatan jumlah orang yang bunuh
penerbangan di berbagai daerah lain di
diri secara signifikan justru terjadi pada
Indonesia. Bali semakin membuka diri
era modernisasi. Ini terbukti dari data
lebih
statistik yang mengungkapkan bahwa
bersamaan
angka bunuh diri tertinggi justru terjadi
millennium ketiga sejak akhir abad ke-
di negara-negara industri maju, seperti
21. Jika mengikuti sillogismus di atas,
Eropa Barat, Amerika dan Jepang.
maka dampak negatif yang menjadi
Angka bunuh diri di pedesaan jauh lebih
ikutan
kecil dibandingkan dengan perkotaan.
positif tentunya, secara otomatis akan
Dan lebih sedikit lagi jumlahnya di
turut
kalangan
terhadap
orang-orang
yang
taat
beragama (Hafni, 1992, Sawin, 1979).
banjir
lebar
di
Jakarta
yang
penundaan
terhadap dengan
modernisasi, berpengaruh
jadwal
modernisasi dimulainya
selain secara
dinamika
dampak signifikan kehidupan
masyarakat Bali. Sillogimus ini bukan
Melihat konsentrasi orang bunuh
mengada-ada, karena dalam realitasnya,
diri lebih banyak terjadi di negara-
fakta bunuh diri di Bali sudah terjadi
negara industri besar seperti Eropa
sejak beberapa tahun terakhir. Bahkan
Barat, Amerika dan Jepang, maka secara
jumlah orang bunuh diri dari tahun ke
silogismus dapat disimpulkan bahwa
tahun semakin meningkat terus.
bunuh
diri
merupakan
salah
Ada
satu
ungkapan
sentimental
fenomena peradaban yang tersebar luas
berkenaan dengan dampak modernisasi.
di
Sebagaimana
negara-negara
yang
banyak
diketahui,
menikmati kemajuan industri. Al-Husain
yang
secara
bahwa
rasionalisme merupakan hasil penerapan
melakukan
ilmu pengetahuan pada teknologi. Dalam
khusus
kebanyakan
orang
mencatat yang
mengusung
modernisasi
kapitalisme
dan
sejarah kemanusiaan di muka bumi ini,
Dilihat dari perspektif budaya,
tidak pernah terjadi suatu faham yang
Triguna (2005: 187) melihat, kasus
berpengaruh
bunuh diri orang Bali disebabkan karena
sebegitu
cepat
dan
menyebar dengan luas ke seluruh dunia,
orang
selain
dan
Terminologi anomie (anormatif) pertama
oleh
kali digunakan oleh Emile Durkheim
modernisasi. Dan tidak ada kekuatan apa
ketika membagi aksi-aksi bunuh diri
pun
menjadi
faham
rasionalisme yang
membendung
kapitalisme
yang
dibawa
mampu arus
secara
epektif
kapitalisme
dan
Bali
tiga
perbedaan
mengalami
corak
anomie.
sesuai
faktor-faktor
dengan
sosial
yang
rasionalisme tersebut. Bahkan kekuatan
mempengaruhinya. (al-Husain, 2005: 39-
tradisional yang dijiwai oleh nilai-nilai
41).
moral, etis dan spiritual, juga takluk di
adalah: (1) Bunuh Diri Egoistis, yaitu
bawah kekuasaan modernisasi. Pulau
bunuh
Bali, yang terkenal dengan Pulau Surga,
kerapuhan
juga tidak luput dari gempuran arus
keluarga dan kekerabatan. Kasus bunuh
modernisasi tersebut. Sayang sekali,
diri yang dipicu oleh pertengkaran,
kekuatan tradisional Bali yang dijiwai
percekcokan dan perasaan dipojokkan,
agama Hindu, tidak sepenuhnya mampu
termasuk dalam kategori ini; (2) Bunuh
menangkal penetrasi kebudayaan asing
Diri Altruistis, yaitu bunuh diri yang
yang datang dari Barat. Akibatnya,
terjadi
Pulau Bali, Pulau Surga, dianggap
kekeluargaan dan kekerabatan. Contoh
mengulang
bunuh diri ini adalah kasus hara-kiri,
kembali
kegagalan-
kegagalan sama yang dialami oleh pulau-pulau
Neraka1
Ketiga corak bunuh diri tersebut diri
kamikaze
yang ikatan
akibat
di
disebabkan hubungan
eratnya
Jepang,
satya
oleh dalam
ikatan
yang
negara-
dilakukan para janda dalam masyarakat
negara barat). Bunuh diri adalah salah
Hindu kuno, dan semangat heroik dalam
satu fakta kekuatan modernisasi yang
sejarah perang puputan di Bali (“wirang
tidak mampu dibendung oleh kekuatan
mantuk
modal budaya Bali yang bersumber dari
bunuh diri Altruistis memang bertolak
ajaran agama Hindu. Bahkan seiring
belakang dengan bunuh diri Egoistis; (3)
dengan akselerasi pembangunan dan
Bunuh Diri Anormatif, yaitu bunuh diri
modernisasi, jumlah orang bunuh diri di
yang terjadi karena depresi eonomi,
Bali justru semakin meningkat.
kekacauan, kemiskinan, penyakit kronik
1
(baca:
Kaum Brahmana India pada umumnya menjuluki Negara-negara barat sebagai Neraka.
ring
rananggana”).
Bentuk
yang tak pernah kunjung sembuh, dan permasalahan lain.
Peter
L
Berger
mengembangkan
35)
yang dialami dapat bersumber dari krisis
Durkheim
ekonomi yang berkepanjangan yang
(1982:
konsep
dengan mengatakan bahwa manusia
diikuti
modern mengalami anomie, dimana
ketidakmampuan bersaing dengan new
manusia
comers
kehilangan
ikatan
yang
pemutusan
hubungan
(pendatang)
yang
kerja,
biasanya
dan
memiliki kemampuan dan motivasi lebih
kemantapan dengan sesama manusia,
baik dari penduduk asli yang cenderung
serta
arti
manja, dan tersumbatnya saluran-saluran
kehidupan di dunia ini. Mengingat,
komunikasi dengan berbagai institusi
gejala anomie itu, sering dihubungkan
yang ada, termasuk di dalamnya ketidak
dengan “bunuh diri akibat depresi
mampuan
ekonomi” maka pendapat Daniel Bell
memberikan rasa aman kepada situasi
(1982: 45) patut ditambahkan disini
dan kondisi yang berubah dengan cepat”.
memberikan
perasaan
kehilangan
aman
tujuan
dan
Para
untuk menguatkan klaim atas gejala
pemerintah
sosiolog
dalam
melihat
gejala
modernitas yang menimbulkan tekanan
krisis modern itu sebagai kemunduran
ekonomi
Bell
(regress) yang ditandai oleh kerusakan
menuduh modernisasi telah mencerabut
dalam jalinan struktur perilaku manusia
dan
dalam
yang
berat.
melenyapkan
Daniel
nilai-nilai
luhur
kehidupan
masyarakat,
yang
kehidupan tradisional yang digantikan
pertama-tama berlangsung pada level
oleh nilai-nilai kemodernan masyarakat
pribadi (individu) yang berkaitan dengan
borjuis-perkotaan
penuh
motif, persepsi, dan respons (tanggapan),
watak
termasuk di dalamnya konflik status dan
keserakahan
yang
sebagaimana
peran. Kedua, berkenan dengan norma
masyarakat modern-kapitalis. Dalam kontek fenomena bunuh
agama, yang berkaitan dengan rusakya
diri orang Bali, Triguna merumuskan
kaidah-kaidah
terminologi
dalam rumusan
patokan kehidupan perilaku, yang oleh
bahasa seperti berikut ini: “Dalam
Durkheim disebut dengan kehidupan
konteks fenomena bunuh diri orang Bali,
tanpa acuan norma (normlessnes). Pada
saya menduga hal itu terjadi karena
level kebudayaan, krisis itu berkenaan
orang Bali semakin mengalami tekanan
dengan pergeseran nilai dan pengetahuan
yang berlebihan pada individu-individu,
masyarakat, yang oleh Ogburn (1982:
sementara
55)
anomie
ikatan
sosial
dengan
kelompok sosialnya (keluarga, kerabat, krama) semakin melonggar. Tekanan
disebut
yang
gejala
harus
menjadi
kesenjangan
kebudayaan atau “cultural lag”.
dikemukakan
ekonomi. Ini mencakup tekanan-tekanan
oleh para ilmuwan di atas tentang akan
tertentu yang dalam kondisi-kondisi
terjadinya malapetaka peradaban umat
tertentu, atau di bawah pengaruh faktor
manusia akibat modernisasi, ternyata
keturunan (gen) tertentu, atau pengaruh
tidak jauh berbeda dengan realitas yang
lingkungan tertentu, dapat menimbulkan
terjadi dalam masyarakat Bali dewasa
perilaku bunuh diri. Faktor-faktor ini
ini.
dinamika
dianggap sebagai faktor-faktor prediktif
masyarakat dan kebudayaan Bali, maka
yang dapat menimbulkan perilaku bunuh
terdapat beberapa fenomena menarik
diri dan tidak dengan sendirinya menjadi
yang patut disimak, yaitu telah terjadi
faktor yang pasti dalam bunuh diri. (al-
perubahan sikap dan perilaku orang Bali
Husain, 2005: 84)
secara signifikan. Orang Bali tidak lagi
Al-Husain
Wawasan
Jika
kita
yang
mengikuti
telah
merinci
ada
teridentifikasi sebagai orang yang polos,
sekitar 12 sebab-sebab bunuh diri. (al-
sabar, ramah, dan jujur sebagaimana
Husain, 2005: 67-82). Sayang sekali, al-
pernah
Baterson,
Husain tidak menyebutkan faktor mana
telah
paling dominan sebagai penyebab bunuh
dipersepsikan oleh outsiders sebagai
diri. Di tempat lain, al-Husain (2005: 67)
orang yang temperamental, egoistis,
mengatakan bahwa penyebab bunuh diri
sensitif, dan cenderung menjadi human
sangat beragam, namun ada kondisi-
ekonomikus. (Triguna, 2005: 187).
kondisi atau sikap-sikap tertentu yang
digambarkan
melainkan
orang
Bali
Dikaitkan dengan teori bunuh diri
Integrasi,
perubahan
signifikan
jelas-jelas
dapat
mengakibatkan
munculnya bencana ini. Data bunuh diri
itu,
dapat
di Bali yang berkaitan dengan faktor
bunuh
diri.
penyebab bunuh diri, cukup melegakan.
Menurut Teori Integrasi, perilaku bunuh
Dari data yang ada ditemukan fakta
diri adalah hasil dari hubungan komplek
bahwa faktor ‘penyakit yang tidak
antara faktor-faktor psikologis, biologis,
kunjung sembuh’ menjadi alasan yang
sosial, dan keagamaan. Hasil riset terkini
paling banyak mendasari tindakan bunuh
menunjukkan bahwa perilaku bunuh diri
diri. (Wibawa, 2005: 5; Dyatmikawati,
tidak hanya disebabkann oleh faktor
2006: 8). Aksi bunuh diri ini tergolong
biologis, psikologis, atau sosial saja,
kedalam jenis bunuh diri anormatif.
seperti diyakini sebelumnya. Seseorang
Artinya, orang Bali yang melakukan
dapat terpengaruh dengan lingkungan di
bunuh diri, sesuai dengan dalil bunuh
sekitarnya, baik materi, sosial, maupun
diri Anormatif ini, adalah orang-orang
perilaku
orang
menimbulkan
Bali
perilaku
yang
tidak
berjalan
sesuai
dengan
sehingga
pada
gilirannya
hanya
dibangun
mementingkan materi di atas segala-
masyarakat, sehingga mereka hidup
galanya. Penilaian ini ada hubungannya
tanpa nilai yang menentukan perilakunya
dengan pendapat Nurkolis Madjid (2000:
atau caranya berafiliasi pada masyarakat.
100)
kaedah-kaedah
yang
Sedangkan kalau dianalisa dari
yang
modernisasi
mengatakan menyebabkan
bahwa terjadinya
sudut pandang teori integrasi, gejala
kehampaan spiritual. Sedangkan kalau
bunuh diri orang Bali menggambarkan
diukur dari ajaran agama, kecenderungan
bahwa orang Bali modern menghadapi
menempatkan materi di atas segala-
masalah yang jauh lebih kompleks
galanya merupakan pelanggaran norma
ketimbang sebelum mereka memasuki
agama
sejarah modernisasi. Rahmat (1989: 172)
Bhagavata Purana dijelaskan, jivasya
membenarkan
tersebut,
tattva jijnasa na artho na artho na artho
dampak
yo palkapate. Artinya, tujuan utama
ketika
ia
kesimpulan
menggambarkan
yang
sangat
kehidupan
pancaroba (akibat pengaruh modernisasi:
mengetahui hakekat kebenaran (jivasya
pen), biasanya segala macam masalah
tattva), bukan untuk mencari uang,
muncul dalam struktur yang rumit,
bukan untuk mencari uang, bukan untuk
sehingga
mencari uang. Penekanan “bukan untuk
“chimera-monstery”,
citra
suatu
diri sosok
mencari
uang”
ialah
Dalam
modernisasi demikian, “dalam situasi
menampilkan
manusia
berat.
sebanyak
tiga
untuk
kali,
pribadi-pribadi bertubuh manusia dan
menunjukkan bahwa pelanggaran atas
binatang sekaligus”. Dampak negatif
masalah ini adalah pelanggaran yang
modernisasi menyebabkan nilai-nilai dan
sangat serius.
material
Berita tentang bunuh diri kadang
tumbuh subur melampaui hal-hal yang
dapat memicu tindakan bunuh diri.
bersifat spiritual, sehingga masyarakat
Seperti diakui dr. Rai Tirta, Sp. Kj,
kehilangan keseimbangan. Dengan kata
Direktur Rumah Sakit Jiwa Bangli,
lain, orang-orang Bali yang bunuh diri,
setiap satu orang yang melakukan bunuh
merupakan orang-orang yang kehilangan
diri akan berdampak pada enam orang di
kepekaan
sekitarnya
pengetahuan
kompleksitas
yang
bersifat
kemanusiaan permasalahan
akibat yang
(Wiyana,
2005:
29).
Meskipun di Bali belum ada penelitian
dihadapi, yang lebih jauh, menyebabkan
secara
khusus
untuk
membuktikan
dirinya kehilangan keseimbangan dan
kebenaran pendapat ini, namun di Barat
jatuh kedalam taraf kehidupan binatang
riset mengenai hal itu sudah banyak
dilakukan. Dalam riset yang dilakukan
menyediakan solusi bagi dinamika orang
Philips (1974) untuk mengetahui angka
Bali yang demikian cepat, terlebih dalam
bunuh diri bulanan di Amerika Serikat
situasi keterbukaan seperti sekarang.
antara tahun 1948 sampai tahun 1968,
Sekalipun
ditemukan bahwa jumlah rata-rata bunuh
perkembangan keinginan bergerak lebih
diri meningkat secara drastis setelah
cepat ketimbang kemampuan lembaga
gencarnya pemberitaan tentang kisah
dalam mengantisipasinya, namun toh
bunuh diri di surat kabar, khususnya
diperlukan langkah-langkah cepat dan
pada halaman pertama. Peningkatan ini
sistematis
terjadi terutama di daerah tersebarnya
dinamika. Yang terjadi adalah, berbagai
kisah tersebut. Hasil penelitian ini
institusi
menunjukkan realitas yang antagonis
mengantisipasi secara cepat fenomena
antara lingkungan sosial budaya modern
semakin banyaknya orang Bali yang
dengan lingkungan kemanusiaan idial
terlibat dengan persoalan narkoba, sex
yang digagas Peter Koesterbaum. Dalam
bebas, dan tindakan yang menjurus
bukunya The Vitality of Death, Peter
kepada
Koesterbaum
Ketidakmampuan
mengatakan,
kematian
ada
pembenar
dalam sosial
bahwa
merespon tidak
mampu
tindakan
setiap lagi
patologis.
institusi
dalam
orang-orang yang dicintai, memberi
menyiapkan secara cepat dan pragmatis
pengalaman kematian juga bagi orang
berbagai pengetahuan dan ketrampilan
lain
Kalau
bagi generasi muda Bali agar tidak
fenomena
terpinggirkan oleh para new comer.
menggambarkan
Akibatnya, banyak perilaku orang Bali
yang
mengikuti bunuh
mencintainya. oposisi
diri
biner,
dapat
cinta
orang-
yang tidak mampu lagi ditampung dan
diri
dengan
atau dijastifikasi oleh norma-norma yang
lingkungan sosialnya. Dalam konteks
sesuai dan didukung oleh prinsip-prinsip
bunuh diri orang Bali, wawasan tersebut
moral
bisa jadi benar, jika kita mencermati
dalam masyarakat, krisis ekonomi, dan
pendapat Triguna (2005: 190), sebagai
longgarkan kungkungan sosial secara
berikut: “Bunuh diri anomic pada orang
tiba-tiba dan ketidak-mampuan lembaga
Bali
adanya
dalam menyediakan jastifikasi kultural
pengaturan bagi tujuan dan aspirasi
dan agama terhadap dinamika yang
individu. Maksudnya, bahwa berbagai
demikian
institusi yang ada pada masyarakat Bali
lainnya yang mendorong tingginya angka
tidak
bunuh diri pada orang Bali”.
tercerabutnya orang
yang
muncul
lagi
perasaan bunuh
dari
secara
tidak
cepat
mampu
umum.
Perubahan
cepat,
mendadak
merupakan
faktor
Putra (1998: 237) menguatkan pandangan
Triguna
ketika
ia
satwika atau kebajikan. Jiwa sattvam merupakan
kekuatan
spiritual
yang
masalah
otomatis manifes manakala seseorang
yang dihadapi Bali dalam posisinya
mendapat tekanan-tekanan dari luar.
sebagai
Masalah
Dalam sejarah Purana, peperangan yang
ketigabelas dari enambelas identifikasi
terjadi antara para dewa (sura) dengan
masalah
lemahnya
raksasa (asura), selalu dimenangkan oleh
pemahaman berbagai institusi terhadap
para dewa karena mereka didominasi
esensi dan posisi Bali sebagai daerah
oleh sifat-sifat kebajikan. Karena itu,
global, yang harus diimbangi dengan
dalam perspektif ini, bunuh diri orang
perilaku
Bali, adalah suatu tragedi kebudayaan
mengidentifikasi
enambelas
daerah tersebut
dan
global. adalah
kesiapan
untuk
yang sangat memilukan bagi masyarakat
mengantisipasi dampaknya. Pertanyaan yang muncul sampai
dan kebudayaan Bali, karena perbuatan
disini ialah: apa makna fenomena bunuh
tersebut bertentangan dengan pesan-
diri orang Bali – dengan seluruh dalil
pesan
teori yang dikemukakan para ahli di atas
menjadi ciri utama para penduduk di
– bagi eksistensi kebudayaan dan agama
Pulau Surga.
kedewataan
yang
seharusnya
Hindu Bali? Dalil-dalil di atas jelas
Julukan Bali sebagai The Last
mengindikasikan rapuhnya ikatan sosial
Paradise bukanlah ungkapan murahan.
yang
mengintegrasikan
Predikat itu diberikan oleh Powell,
masyarakat Bali, dan lebih jauh berarti
seorang wisatawan yang juga penulis
sedang terjadi suatu tragedi kebudayaan
Amerika, ketika mengunjungi Bali pada
yang sangat dahsyat dalam masyarakat
tahun 1930. Julukan itu diberikan karena
Bali. Betapa tidak, Bali selama ini
keindahan alam Bali dan keharmonisan
dijuluki sebagai “the last paradise of the
hubungan masyarakatnya dan keramah-
world” atau Surga terakhir dunia. Surga
tamahan warganya (Wayan P Windia,
dalam perspektif agama, berarti “akibat
BP, 5 April 200). Julukan itu tetap
dari perbuatan baik atau subha-karma”.
dipertahankan sampai detik ini oleh
Makna etimologis ini, menggambarkan
orang-orang Bali sendiri. Bahkan dalam
bahwa penduduk Bali adalah komunitas
batas-batas tertentu, predikat itu sering
para dewa dan orang-orang saleh yang
dijadikan
sedang
kebanggaan
selama
ini
menikmati
hasil
perbuatan
alasan
cauvinisme
in-group
orang
atau Bali.
baiknya. Para dewa dan orang-orang
Kesalehan masyarakat Bali bersumber
saleh selalu didominasi oleh sifat-sifat
dari nilai-nilai tradisi yang diwarisi
turun-temurun. Nilai tradisi itu, untuk
itu
sebagian besar bersumber dari ajaran-
individualisme dan materialisme yang
ajaran agama Hindu, dan sebagian
dibawa modernisasi. Bunuh diri orang
lainnya bersumber dari kearipan lokal.
Bali, yang jumlahnya meningkat terus
Keseluruhan nilai-nilai tersebut (baik
dari tahun ke tahun, merupakan fakta
ajaran agama maupun kearifan lokal)
yang tidak dapat dipungkiri, bahwa nilai
diimplementasikan
kebersamaan orang Bali itu, sudah
dalam
bentuk
mulai
dihadapkan
pengaturan hukum yang disertai sanksi
semakin
sehingga menimbulkan ikatan sosial
pendukungnya sendiri. Data statistik
yang sangat kuat. Ketaatan kepada
lebih menguatkan kesimpulan ini, karena
sanksi hukum itulah yang melahirkan
berdasarkan data statistik itu ditunjukkan
kesalehan. Di antara perilaku yang
bahwa faktor utama penyebab orang Bali
menonjol dari kesalehan itu adalah
bunuh diri adalah karena memudarnya
kebersamaan. Dalam arti sosiologis,
atau melonggarnya ikatan sosial dalam
kebersamaan,
masyarakat Bali.
yaitu
kesatuan
merupakan
ciri
dan
ditinggalkan
dengan
oleh
para
utama
Durkheim menyatakan bahwa jika
Adalah
ikatan agama, keluarga, dan politik
kebersamaan yang selama ini menjadi
menguat maka angka bunuh diri akan
dasar
menjadi kecil. Tapi jika semua itu
persatuan, ‘kebalian’
masalah
orang
atas
Bali.
berbagai
(problem
penyelesaian
solving)
yang
dihadapi orang Bali. Berbagai konplik yang terjadi pada masyarakat Bali selalu
melemah, maka angka bunuh diri akan menjadi besar. Artinya: 1) jika
ajaran
agama
banyak
diselesaikan
dalam
bingkai
mempengaruhi
kebersamaan.
Kebersamaan
mampu
individu dan perilaku mereka, maka
menjaga Bali tetap survive di tengah-
angka bunuh diri akan menjadi
tengah arus modernisasi dan globalisasi
kecil. Tapi jika pengaruhnya lemah,
hingga dewasa ini. Namun demikian,
maka
kuatnya
bertambah;
arus
modernisasi
yang
angka
ikatan
bunuh
diri
antara
akan
menerjang Bali sebagai konsekwensi
2) jika ikatan keluarga kuat, maka
atas dipilihnya Bali sebagai daerah
angka bunuh diri akan menjadi
tujuan wisata dunia, menyebabkan satu-
kecil. Tapi jika ikatan tersebut
persatu
lemah, maka angka bunuh diri akan
pondasi
yang
membangun
kebersamaan masyarakat Bali mulai runtuh. Secara khusus nilai kebersamaan
bertambah;
3) jika bangunan politik negara kuat, maka
angka
bunuh
diri
menjadi
kecenderungan pelaksanaan agama yang
akan
tunggal sudah ditinggalkan, dan sebagai
kecil.
gantinya, mereka mempraktekkan agama
Sebaliknya jika anarki merajalela.
universal
(universal
religion)
yang
umum
merupakan praktek keagamaan yang
nilai-nilai
menekankan keseimbangan pelaksanaan
spiritual” pada diri seseorang merupakan
ajaran agama melalui Tattwa, Susila dan
salah satu faktor penentu yang ikut
Acara. Artinya, dalam konteks mencegah
memicu tindakan bunuh diri. Dalam
kecenderungan meningkatnya bunuh diri
konteks
Bali,
orang Bali, agama Hindu Bali hendaknya
yang
melakukan reinterpretasi, revitalisasi dan
dihadapi orang Bali nampaknya tidak
reaktualisasi. Wujud konkritnya, agama
mampu lagi diatasi dengan sistem
Hindu
keagamaan
menyertakan pelaksanan meditasi, yoga,
Para mengakui
ilmuwan
secara
“lemahnya
bunuh
kompleksitas
diri
orang
permasalahan
yang
ada
sehingga
Bali
japa,
melalui tindakan bunuh diri. Sistem
pemahaman terhadap Tattwa agama
agama Hindu Bali yang eksis sampai
Hindu,
kedalam
saat ini, menekankan pada praktek
agama
Hindu
keagamaan yang tunggal, yaitu hanya
menyempurnakan praktek agama tunggal
menekankan praktek keagamaan melalui
yang semata-mata menekankan kepada
Acara. Dalam Agama Hindu, diajarkan
pelaksanaan Acara. Bersama dengan itu,
tiga kerangka pelaksanaan agama Hindu,
wacana bunuh diri perlu disebarkan terus
yaitu melalui Tattwa (filsafat), Susila
menerus ke tengah-tengah gelanggang
(tingkah laku) dan Acara (upacara).
kehidupan karena bertentangan dengan
Dalam evolusi pemikiran agama Hindu,
ajaran
sistem agama yang tunggal, apalagi
bertentangan dengan kedudukan manusia
menekankan pada pelaksanaan Acara,
sebagai makhluk utama ciptaan Tuhan.
sudah ditinggalkan oleh komunitas umat
Wacana ini sangat penting dilakukan,
Hindu yang ada di berbagai tempat di
mengingat hasil riset membuktikan, ada
dunia. Perubahan ini lebih banyak
keterkaitan antara larangan bunuh diri
dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran
yang dianjurkan dalam ajaran agama
yang disebarkan oleh kaum Vedantin.
dengan perbedaan angka bunuh diri
Dalam komunitas umat Hindu yang ada
karena faktor agama. Miqdam seperti
berbagai
tempat
di
dunia,
agama
dan
mulai
menyebabkan mereka mencari pelarian
di
kirtana,
hendaknya
meningkatkan
praktek Bali
Hindu,
kehidupan
demi
untuk
khususnya
dikutif
al-Husein
(2005:
23)
Hal ini kembali kepada ajaran agama
mengemukakan sebagai berikut: “Beberapa
riset
bunuh diri yang dicapainya lebih tinggi.
menunjukkan
yang
melarang
pemeluknya
bahwa perbedaan angka bunuh diri ini
melakukan
dipengaruhi
solidaritas sosial dan bentuk interaksi
oleh
Masyarakat
faktor
agama.
yang
mayoritas
sosial yang
bunuh ada
diri.
Selain
untuk itu,
dalam masyarakat
dan
tersebut memungkinkan setiap individu
Kristen Katolik cenderung memiliki
untuk mengatasi semua rintangan yang
angka
ada
penduduknya
beragama
bunuh
Sedangkan
diri
Islam
yang
masyarakat
rendah.
maayoritas
penduduknya Kristen Protestan, angka
di
hadapannya
dan
tidak
memotivasinya untuk melakukan bunuh diri.”
Tabel 2: Data Kasus Bunuh Diri Berdasarkan Faktor Penyebab No
Faktor penyebab
Jumlah
1.
Sakit tidak kunjung sembuh
19 kasus
2.
Gangguan kejiwaan
9 kasus
3.
Kesulitan ekonomi
5 kasus
4.
Stres, depresi, putus asa
4 kasus
5.
Masalah pacaran / percintaan
4 kasus
6.
Dimarahi orang tua
2 kasus
7.
Sakit hati (diejek teman)
2 kasus
8.
Merasa malu (hamil di luar nikah
1 kasus
9.
Merasa malu keningnya tergores pada saat 1 kasus menangkap ayam
10. Tidak terdata dengan seksama
68 kasus
Sumber: Drajat Wibowo (2005: 5)
3.
Pengaruh
Lingkungan
Hidup
Terhadap Fenomena Bunuh Diri Sampai sejauh ini, belum ada penelitian
yang
fenomena bunuh diri di Bali. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa tidak ada korelasi antara fenomena bunuh diri
menghubungkan
dengan pengaruh lingkungan hidup.
pengaruh lingkungan hidup terhadap
Secara langsung barangkali tidak cukup
berpotensi, namun secara tidak langsung
geografis
pengaruhnya
Artinya,
(Buleleng, Karangasem, Bangli) dengan
faktor-faktor penyebab bunuh diri seperti
banyaknya kasus bunuh diri di wilayah
sakit tak kunjung sembuh, gangguan
tersebut. Meski belum terungkap melalui
kejiwaan, kesulitan ekonomi, stress,
kajian penelitian yang komprehensif,
depresi dan putus asa, untuk sebagian
namun
besar
bahwa kondisi geografis yang tandus
cukup
dipengaruhi
hidup.
Data
kuat.
oleh
kasus
lingkungan bunuh
diri
yang
setidaknya
cenderung
menguntungkan
dapat
menyulitkan
dimengerti masyarakat
berdasarkan wilayah dan bulan kejadian
untuk melakukan pengolahan sumber
(lihat tabel 2) menunjukkan bahwa
daya
daerah yang mempunyai angka kejadian
minimnya
bunuh
adalah:
pendapatan di wilayah tersebut. Temuan
Kabupaten
dari pendalaman Bag. Psikologi Polda
diri
Kabupaten
paling
tinggi
Karangasem;
alam
yang mata
berakibat
pada
pencaharian
dan
Buleleng;
Kabupaten
Tabanan
dan
Bali pada kasus bunuh diri di Kec.
Kabupaten
Bangli.
Kenyataan
ini
Kintamani (2005) menyebutkan bahwa
kontradiktif dengan dua wilayah lain
46.7% kasus bunuh diri terjadi di
yang relatif rendah angka kejadian
wilayah desa tertinggal”.
bunuh diri, yakni Kabupaten Klungkung
Korelasi antara lingkungan hidup
dan Kotamadya Denpasar. Dari 145
terhadap faktor-faktor penyebab bunuh
kasus bunuh diri yang terjadi tahun
diri seperti disebutkan di atas, dapat
2006, 27 kasus di antaranya terjadi di
dimengerti
Karangasem, 30 di Buleleng dan 14
melalui konsep Bhuvana, yang pada
kasus di Bangli. Data bunuh diri tersebut
intinya menegasikan kesatuan holistik
sekaligus
memperlihatkan
antara Bhuvana Alit (alam manusia) dan
kecenderungan jumlah orang bunuh diri
Bhuvana Agung (alam semesta) sehingga
di Bali justru terjadi sebagian besar di
terjadi hubungan timbal balik (causal) di
daerah-daerah
antara keduanya. Manusia dan makhluk
pinggiran,
seperti
Buleleng, Bangli dan Karangasem.
secara
lebih
mendalam
hidup lainnya adalah bagian dari alam.
angka-
Apabila manusia memelihara alam, maka
angka bunuh diri di Bali, Wibowo
alam juga akan memelihara manusia.
(2005:
demikian:
Demikian sebaliknya. Di Bali, kesatuan
“Fakta yang menarik untuk diamati dari
semesta dan hubungan timbal-balik di
data yang disajikan dimuka adalah
antara entitas itu, dirumuskan kedalam
adanya korelasi positif antara kondisi
konsep Tri Hita Karana. Secara teknis,
Ketika 8-9)
mengomentari menyatakan
hubungan di antara kesatuan holistik itu
“menempati”. Dalam ilmu semantik
bisa dipahami melalui ilmu pengetahuan
Sanskerta, kata ini dihubungkan sangat
Vastu Sastra, yaitu ilmu pengetahuan
dekat
tentang “sistem alam semesta”. Alam
“keadaan” dan vasana atau “nafsu”. Jadi,
semesta ini merupakan komposisi dari
Vastu Sastra, mengajarkan kita tentang
lima elemen yang disebut Panca Maha
cara hidup yang diselaraskan dengan
Butha, yaitu: apah (air), teja (api),
keinginan dan keadaan lingkungan hidup
pertiwi
yang sebenarnya.
(tanah),
bayu
(angin/nafas),
dengan
kata
vastava
atau
Dengan uraian-uraiuan di atas
akasa (ether). Melalui kelima elemen alam tersebut, badan kita menerima baik
dapat
energi internal maupun energi eksternal.
hidup berpengaruh terhadap fenomena
Energi
bunuh diri, meskipun pengaruh tersebut
internal
karbohidrat,
berbentuk
lemak
dan
protein,
sebagainya.
tidak
dimengerti
bersifat
bahwa
lingkungan
langsung.
Artinya,
Sedangkan energi eksternal meliputi
terjadinya pengaruh lingkungan hidup
panas,
dan
terhadap fenomena bunuh diri melalui
sebagainya. Ketika keseimbangan unsur
sebuah proses. Proses situ, pertama-tama
Panca Maha Butha tersebut terganggu,
lingkungan hidup menstimulasi faktor-
energi kita tersebar ke berbagai arah
faktor penyebab bunuh diri, seperti sakit
sehingga mengakibatkan stress, tegang,
tak kunjung sembuh, gangguan kejiwaan,
dan
sehingga
kesulitan ekonomi, stress, depresi dan
kedamaian dari pikiran kita juga lenyap.
putus asa, dan selanjutnya faktor-faktor
Ketika ketidak-seimbangan ini terjadi,
penyebab bunuh diri itulah yang bekerja.
kita harus mengarahkan kembali energi-
Jadi, lingkungan hidup memang tidak
energi tersebut baik secara subjektif
muncul ke permukaan sebagai penyebab
maupun objektif untuk mengembalikan
langsung bunuh diri, melainkan bekerja
keseimbangan antara energi dalam dan
dibalik faktor-faktor penyebab bunuh
luar,
dengan
diri. Dalam konteks bunuh diri orang
keseimbangan tersebut akan dicapai
Bali, kami menduga, bahwa pengaruh
kesehatan badan dan ketenangan pikiran
lingkungan
sebagai dasar mewujudkan kesehatan,
memberikan
kemakmuran,
terjadinya fenomena bunuh diri di Bali.
cahaya,
kesehatan
dan
suara,
angin,
terganggu
selanjutnya
kebahagiaan,
hidup
sangat
kontribusi
potensial terhadap
dalam
Adanya korelasi positif antara kondisi
kehidupan. Kata Vastu berasal dari akar
geografis yang menguntungkan, seperti
kata vas yang berarti “tinggal” atau
Buleleng,
kesejahteraan,
dan
sukses
Karangasem,
dan
Bangli
dengan banyaknya kasus bunuh diri di
makin pdat, heterogen dan dengan
wilayah tersebut, sebagimana dibuktikan
kualitas
oleh
berpotensi
memacu
tersebut. Dikaji dari konsep Bhuvana,
lingkungan
dibandingkan
merosotnya kualitas lingkungan hidup di
konservasi alam dan budaya Bali.
Wibowo,
menguatkan
dugaan
Bali, ikut memberi sumbangan terhadap
SDM
Ketiga,
yang
makin
rendah
lebih
kerusakan dengan
berkembanganya
maraknya bunuh diri di Bali. Geriya
format ekonomi industri dan jasa disertai
(2007: 56-57) membenarkan adanya
dengan menurunya ekonomi agraris.
fakta kemerosotan lingkungan hidup di
Berkembang pesatnya pariwisata yang
Bali, yang dirumuskannya dalam lima
menggandeng industri kerjinan dan jasa,
kecenderungan, sebagai berikut:
serta sistim kapitalisme global lebih
Pertama, ekosistem
makin
Bali
membesarnya lingkungan
sesaknya
yang
berdampak
tekanan
terhadap
hidup.
Bali
merupakan
berpotensi mengeksploitasi alam dan linkungan
dari
pada
penghematan
sumberdaya alam. Keempat,
makin
ekosistem pulau kecil yang makin
komitmen
dijejali
kendaraan,
diiringi bangkitnya semangat primodial
manusia yang membawa konsekwensi
yang kebablasan. Pelaksanaan otonomi
tingginya ketersesakan ruang. Fenomena
daerah tahun 2001 sebagai iplementasi
fisik ini memberikan tekanan ekologis
Undang-Undang No. 22 tahun 1999
yang makin besar dan fenomena ini lebih
(dengan pembaharuan UU No. 32 tahun
berpotensi
merusak
lingkungan
2004) telah dimplementasikan secara
dibandingkan
pelestarian
alam
kebablasan. Tiap daerah kabupaten/kota
bangunan
fisik,
dan
cenderung
sumbernya. Kedua.,
makin
padat
dan
daerah
otonomi
mengentalnya daerah
mengeksploitasi secara
berlebihan
dengan
potensi untuk
heterogennya penduduk Bali. Sensus
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang
penduduk tahun 1961 memcatat jumlahl
cenderung mengarah kepada fragmentasi
penduduk
Bali
Sensus
Bali sebagai satu kesatuan ekologis,
penduduk
tahun
mencatat
ekonomi, dan budaya yang berpotensi
3.146.999 jiwa dan registrasi than 2004
menjurus ke arah distorsi alam, budaya
melaporkan
dan aneka sumberdaya.
1,5
sekitar
juta.
2000 3,3
juta
yang
menghuni wilayah Bali yang luasnya
Kelima, makin timbulnya kesadaran
5.623,86 km² dengan kepadatan 555
identitas sebagai bagian dari persoalan
jiwa/km².
dasar tentang arti makna kehidupan
Struktur
demografi
yang
sebaran
efektif akan merupakan potensi penting
populasi yang masih terbatas, tanpak
bagi konservasi alam dan budaya ke
adanya kecenderungan akan bangkitnya
depan.
sebagai
manusia.
Dengan
kesadaran akan arti dan makna hidup,
Meskipun belum didukung oleh
akan arti dan makna identitas sebagai
penelitian yang komprehensif, namun
manusia
kapitalis
dapat
dimengerti
humanitas yang mendorong berbagai
hidup
berpengaruh
bentuk revitalisasi, termasuk revitalisasi
terhadap fenomena bunuh diri orang Bali
kearifan local. Apabila potensi ini
Bali,
mampu dikelola secara sinergis dan
langsung.
Bali,
sebagai
baik
bahwa
lingkungan
sangat
langsung
potensial
maupun
tidak
Tabel 3: Data Kasus Bunuh Diri Berdasarkan Wilayah dan Bulan Kegiatan No
Wilayah
Jan
Feb
Mrt
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Spt
Jiml
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
DENPASAR
1
1
-
1
-
-
1
1
1
6
2
BULELENG
3
4
1
4
3
2
2
1
-
20
3
TABANAN
2
1
1
-
2
-
2
6
2
16
4
GIANYAR
1
2
4
-
2
-
-
1
-
10
5
KLUNGKUNG
-
-
1
1
1
2
1
1
-
7
6
BANGLI
2
3
2
-
3
-
2
2
1
15
7
KARANGASEM 4
2
3
1
2
4
4
1
2
23
8
JEMBRANA
-
2
-
3
-
3
-
1
-
9
9
BADUNG
-
1
-
2
-
5
1
-
-
9
JUMLAH
13
16
12
12
13
16
13
14
6
115
Sumber: Ditreskrim Polda Bali 2005 (dalam Drajat Wibawa, 2005: 2-3)
4. Penutup.
dan
4.1. Kesimpulan
merupakan cermin dari kemerosotan
Fakta masyarakat
bunuh Bali
kebersamaan
tersebut
juga
dalam
moral, etis dan spiritual masyarakat Bali.
mencerminkan
Seluruh degradasi tersebut berpuncak
diri
rapuhnya ikatan sosial dan kebersamaan
dalam
peristiwa
bunuh
diri
yang
yang selama ini menjadi modal sosial
angkanya meningkat terus dari tahun ke
kebudayaan Bali yang dijiwai oleh
tahun. Fakta ini juga menunjukkan
agama Hindu. Rapuhnya ikatan sosial
memudarnya nilai-nilai cinta kasih dalam
masyarakat Hindu di Bali. Cinta kasih
yang lain, dan para sannyasi adalah guru
yang bersumber dari ajaran agama
spiritual bagi semua varna dan golongan
Hindu
nilai
di masyarakat. Demikian juga raja dan
kemanusiaan universal yang mengikat
para pemimpin masyarakat bertanggung
manusia untuk tetap berada di dalam
jawab atas kesejahteraan material semua
kebersamaan, persatuan dan kesatuan, di
orang. Mereka adalah pilar-pilar segala
tengah-tengah
kebahagiaan,
merupakan
salah
satu
masyarakat.
sehingga
mereka
Kebersamaan, persatuan, dan kesatuan –
dimaksudkan untuk kerjasama total demi
yang dikemas dalam bingkai tradisi dan
kesejahteraan
adat istiadat – merupakan modal sosial
penemuan
yang selama ini menjaga keutuhan Bali,
diterapkan
termasuk mencegah tindakan bunuh diri
menghasilkan modernisasi. Salah satu
warganya. Oleh karena itu, bunuh diri,
dampak menonjol modernisasi adalah
hendaknya tidak
sebagai
kehampaan spiritual dalam masyarakat
suatu
modern. Dalam masyarakat modern,
peristiwa yang luar biasa. Sebab, bunuh
banyak orang justru mengalami kesepian
diri
di tengah-tengah keramaian kota.
peristiwa di
dipandang
biasa, Pulau
melainkan Surga,
tidak
hanya
kemanusiaan,
melainkan
juga
ilmu
Kedua,
pengetahuan dalam
yang
teknologi
Pada saat masyarakat modern
merupakan antiklimaks dari cita-cita luhur
bersama.
mengalami kehampaan spiritual, sistem
merupakan tragedi kebudayaan yang
varnāsrama
paling
berfungsi dengan maksimal. Pada saat
mengenaskan
dalam
sejarah
dharma
justru
tidak
seperti itu otomatis orang kehilangan
kebudayaan manusia Bali.
pegangan yang kukuh, yaitu pegangan dari
4.2 Saran
Tuhan,
sebab
hanya
Tuhan
yang
merupakan pegangan yang paling kukuh.
semakin marak akhir-akhir ini harus
Akibatnya banyak orang mengalami
dilihat dari dua sisi. Pertama, sistem
stagnasi dalam kehidupan, banyak orang
varnāsrama
mengalami
Phenomena
bunuh
dharma
diri
jungkir
balik
bahwa
hidupnya
telah
sehingga fungsi-fungsi yang diembannya
berakhir dan selesai. Akibat lanjutannya
tidak lagi dijalankan dengan maksimal.
ialah orang menjadi bosan dan inilah
Dalam masyarakat varnāsrama dharma
salah satu pemicu orang bunuh diri.
setiap varna dan āśsrama mempunyai
Disamping itu, akibat tidak berfungsinya
tugas yang jelas. Para brahmana adalah
varnāsrama dharma dengan maksimal,
pembimbing agama bagi semua varna
orang tidak mengerti apa sebenarnya
yang menjadi tujuan kehidupannya yang
Jalan keluar terhadap masalah
sejati. Akibatnya orang kehilangan arah,
bunuh diri ini ialah memaksimalkan
dan dalam keadaan seperti itu pandangan
kembali fungsi varnāsrama dharma
orang terputar balik; hal-hal yang baik
didalam masyarakat dan meningkatkan
dianggap tidak baik, dan sebaliknya hal-
pembinaan agama sesuai dengan anjuran
hal yang tidak baik dianggap baik.
Prisadha, yaitu melalui dharma wacana,
Bunuh diri yang merupakan perbuatan
dharmathula, dharmagita, dharmayatra,
tercela justru dianggap sebagai jalan
dharmasadhana, dharmasanthi.
pembebasan.
Daftar Pustaka Al-Husain, Sulaiman. 2005. Mengapa Harus Bunuh Diri. Qisthi Press, Jakarta. Ardika, Dr. I Wayan, dan Dr. I Made Sutaba (ed). 1997. Dinamika Kebudayaan Bali. Upada Sastra. Denpasar. Becker, Ernest. 1975. Escape From Evil. The Free Press, New York. Bell, Daniel. 1986. Dalam Daniel L. Pals. 2006. Seven Theories of Religion. Qalam, Jakarta. Berger, Peter L. 1982. Dalam Doyle Paul Johson. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. PT Gramedia, Jakarta. Dyatmikawati, Putu, dkk. 2006. Ulah Pati. Bunuh Diri Perspektif Agama Hindu dan Hukum Adat Bali. Fakultas Hukum, Universitas Dwijendra., Denpasar. Easwaran, Eknath. 1999. Dialogue With Death, A Journey Throuh Consciousness. Jaico Publishing House, Delhi. Geriya, Wayan. 2007. “Konsep dan Strategi Revitalisasi Kearipan Lokal Dalam Penataan Lingkungan Hidup Daerah Bali”, dalam A.A. G. Raka Dalem, dkk. Kearipan Lokan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. PPLH Unud. Denpasar. Hafni, 1992. Dalam Doyle Paul Johson. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. PT Gramedia, Jakarta. Koesterbum, Peter. 1974. The Pullness of Life. Horizon Press, New York. Lama, The Dalai. 2000. The Way to Freedom. The Library of Tibet., Delhi. Madjid, Nurcholish, dkk. 2000. Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern. Mediacita, Jakarta. Ogburn. 1986. Dalam Doyle Paul Johson. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. PT Gramedia, Jakarta. Philip. 1974. Dalam Doyle Paul Johson. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. PT Gramedia, Jakarta. Putra, I.B. Wyasa. 1998. Bali Dalam Perspektif Global. Upada Sastra, Denpasar. Rahmat. 1989. Dalam Suhadi. Pendidikan IPS Sebagai Rekonstruksi Pengalaman Budaya Berbasis Idiologi Tri Hita Karana (Study Etnografy Tentang Pengaruh Masyarakat Terhadap Program Pendidikan IPS Pada SMU Negeri 1 Ubud, Bali). 2006. Disertasi Pada Sekolah Pascasarjana Univewrsitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Savin. 1979. Dalam Doyle Paul Johson. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. PT Gramedia, Jakarta. Srilaprabhupada. 1980. Bhagavad-gita As It Is. Bhaktivedanta Book Trust, Singapora. _________ 1983. Bhagavata Purana (Srimad Bhagavatam). Bhaktivedanta Book Trust, Singapora. Triguna, I.B. Gede Yudha. 2006. “Bunuh Diri: Orang Bali Mengalami Anomia,” dalam Dharma Putra dan Windu Sancaya. Kompetensi Budaya Dalam Globalisasi. Denpasar: Fakultas Sastra Unud dan Pustaka Larasan. Wibowo, Drajat. 2005. “Bunuh Diri Dalam Perspektif Data dan Tindakan Kepolisian”. Makalah disampaikan dalam Seminar Bunuh Diri tanggal 24 September 2005. di IHDN Denpasar.
Widnya, I Ketut. 2005. “Bunuh Diri Mengingkari Harkat dan Martabat Manusia”. Makalah disampaikan dalam Seminar Bunuh Diri tanggal 24 September 2005. di IHDN Denpasar.