BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1. Profil BUMN Track BUMN Track pertama kali terbit pada 3 Juni 2007. BUMN Track adalah majalah ekonomi dan bisnis yang memfokuskan diri pada aktivitas BUMN di dalam dan di luar negeri. Majalah ini diterbitkan oleh Forum Humas BUMN. Forum yang dibentuk oleh Kementerian BUMN ini merupakan tempat berhimpunnya para Humas di Kementerian BUMN. Forum Humas ini menggandeng investor dan kemudian entuk PT Media Suara Sakti dan menerbitkan majalah BUMN Track. membentuk BUMN Track memiliki visi dan misi untuk, pertama, menjadi referensi utama dinamika, kinerja, capaian, dan prestasi BUMN. Kedua, menyebarkan informasi terkait BUMN kepada kalangan BUMN maupun kepada kalangan di luar BUMN. Ketiga, meluruskan informasi-informasi yang salah terkait dengan BUMN, sehingga citra perusahaan negara dapat tergambar dengan benar. Manfaat BUMN Track bagi insan BUMN sendiri diharapkan adalah untuk meningkatkan nilai-nilai perusahaan baik secara individu maupun bersama-sama. Dengan majalah ini, juga diharapkan tercipta citra dan pandangan yang inovatif guna meningkatkan daya saing dan kesadaran para pengelola BUMN akan tanggung jawab moral serta yuriditas formal yang sesuai fungsi dan perannya.
"#! http://digilib.mercubuana.ac.id/
BUMN Track pada awalnya dicetak sebanyak 15 ribu eksemplar, dan saat ini telah berkembang sebanyak 50 ribu eksemplar. Sasaran pembacanya terutama adalah internal BUMN, serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan BUMN, baik di pemerintahan maupun masyarakat secara umum, ataupun akademisi. Dari segi usia, pembaca BUMN Track didominasi oleh kalangan yang berusia 35 s/d 45 tahun sebanyak 40%, disusul 46 s/d 55 tahun sebanyak 30%, sedangkan kalangan yang berusia di bawah 35 tahun sebanyak 20%, dan di atas 55 tahun 10%. Penyebaran majalah yang bermoto “One Stop Magazine on BUMN” ini terpusat di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi sebesar 70 %, sementara di luar wilayah Jabodetabek (Bandung, Yogyakarta, Semarang, solo, Surabaya) 20 %. Sebagai One Stop Magazine on BUMN, BUMN Track menyajikan rubrikasi yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi visi dan misi yang telah dicanangkannya. Misalnya rubrik Kronika, rubrik ini menyajikan berita-berita singkat mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan BUMN. Rubrik Kolom,, berisi tulisan ahli atau pakar manajemen terkait dengan pengelolaan BUMN secara benar. Rubrik Rapor, berisi laporan kinerja beberapa BUMN dalam setahun terakhir dan target yang ingin dicapai dalam semester atau tahun berikutnya. Rubrik Laporan Utama, berisi laporan lengkap, mendalam, dan ditulis lebih panjang dibanding rubrik lain mengenai topik-topik yang sedang berkembang saat itu. Rubrikrubrik lain adalah misalnya seperti Indikator, Dinamika, dan laporan-laporan ringan seperti Otomotif dan Senggang. Hadi M. Djuraid saat menyusun penulisan buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia duduk sebagai Pemimpin Redaksi Majalah BUMN Track. Adapun susunan redaksi selengkapnya adalah:
"$! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Hadi Mustofa Djuraid Wakil Pemimpin Redaksi: Supriyanto Pirngadi Redaktur Pelaksana: Eko Edhi Caroko Redaktur: Evi Herawati, Martina Prianti, Andy Panca Prasetya Reporter: Julianto Fotografer: Roni Mawardi (Redaktur), Achmad Muhaimin Sekretaris Redaksi: Eka Dwi Sudaryati Artistik: Dwi Zulianto (Koordinator), Ardiansyah, Ade Erna
Selanjutnya per November 2014, Hadi M. Djuraid digantikan oleh Agus S. Riyanto, dan memimpin Majalah BUMN Insight yang juga diterbitkan oleh Forum Humas BUMN.
4.1.2.
Tujuan Penerbitan Buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia oleh
BUMN Track Penulisan buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia merupakan pengembangan laporan dalam rubrik Laporan Khusus di majalah BUMN Track tentang transformasi di PT KAI dengan tujuan agar bisa diketahui masyarakat secara lebih luas. Sebelumnya laporan khusus tentang Jonan dan transformasi PT KAI diturunkan dalam BUMN Track No. 69 Tahun VI September 2012. Selanjutnya keinginan untuk mendokumentasikannya dalam sebuah buku adalah saat diadakannya penganugerahan BUMN Award 2012. Setiap tahun BUMN Track menyelenggarakan BUMN Award sebagai ajang untuk memberikan penghargaan kepada BUMN-BUMN yang telah berhasil melakukan proses transformasi di berbagai aspek perusahaan.
"%! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sebelumnya, dalam ajang BUMN Award 2011, Ignasius Jonan menduduki peringkat ke-2 CEO terbaik, sementara peringkat ke-1 diduduki oleh RJ Lino, Dirut Pelindo II. Di tahun berikutnya, 2012, Jonan masih termasuk di antara The Best CEO dalam ajang Award itu. Menurut Hadi M. Djuraid, tujuan dari diterbitkannya buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia adalah: 1) Adanya sebuah buku untuk mengetahui secara pasti apa yang telah dilakukan oleh Ignasius Jonan, dan langkah-langkah apa yang sudah dilakukannya hingga sekarang ini, yang bermanfaat bagi siapa pun pelanjutnya di PT KAI nanti. 2) Memberikan inspirasi secara luas kepada masyarakat bahwa perubahan itu adalah suatu keniscayaan, sesuatu yang harus dilakukan. Perubahan bbisa dilakukan oleh siapa pun sepanjang memiliki kemauan yang kuat, termasuk perubahan dalam sebuah badan usaha milik negara. 3) Mendokumentasikan sebuah proses perubahan transformasi di sebuah BUMN dengan pendekatan yang lain, yaitu pendekatan seorang jurnalis. Hadi mengakui bahwa dirinya bukan seorang akademisi ataupun pakar perubahan ataupun manajemen, maka pendekatan yang digunakannya adalah pendekatan jurnalis. Suatu pendekatan yang tidak banyak digunakan dalam penulisan sebuah buku. Buku ini dicetak pertama pada Juli 2013, dan mengalami cetak ulang sebanyak dua kali. Buku ini ditulis oleh Hadi M. Djuraid bersama tim dari awak redaksi majalah BUMN Track, yang terdiri dari Eko Edhi Caroko, Martina Prianti, Julianto, dan Andy Panca Prasetyo. Wawancara penulisan dengan para narasumber
"&! http://digilib.mercubuana.ac.id/
dilakukan oleh anggota tim redaksi. Khusus wawancara dengan Jonan dilakukan sendiri oleh Hadi. Dari hasil bahan mentah yang ditulis anggota tim, Hadi M. Djuraid kemudian menuangkan ke dalam tulisan untuk buku ini. Riset sebagian besar juga dilakukan oleh Hadi sendiri, terutama sekali ketika Hadi ingin mendapatkan persepsi publik sebagai pengguna jasa kereta api. Tim penulis buku banyak tertolong dengan maraknya media sosial di era sekarang, semisal blog, sehingga didapatkan banyak sekali materi penulisan. Selain itu, Ignasius Jonan adalah seorang CEO yang rajin menulis—apakah berupa instruksi, penilaian, pendapat, dan sebagainya untuk disampaikan kepada jajarannya, sehingga materi tulisan itu menjadi data yang sangat membantu bagi tim penulis. Jonan juga memiliki kebiasaan tidur sekitar jam dua pagi untuk membaca semua laporan di hari itu dari seluruh Daerah Operasi dan Divisi Regional, dan kemudian memberinya respons saat itu juga dan menuliskannya ke dalam mailing list yang bisa dibaca para jajarannya. Jonan ingin semua bisa membaca apa yang diinginkannya, apa yang ada dalam pikirannya, apa yang membuatnya tidak suka, atau apa yang membuatnya marah. Atau sebaliknya Jonan memberikan apresiasi, pujian, dan sebagainya. Semua itu dilakukan secara terbuka. Misalnya, pesan mengenai tekad Jonan untuk memperbaiki perkeretaapian Indonesia, yang di-posting-nya di milis grup KAI pada 27 Agustus 2012 berikut ini: Kita sedang mengubah terus wajah perkeretaapian kita, pelayanan lebih baik, pendapatan lebih baik. Singkirkan oknum-oknum yang cuma ingin memanfaatkan KAI sebagai alat politik, alat pribadi dengan dalih kasihan atau apa pun. Tidak ada organisasi yang sukses atas dasar kasihan. (Halaman 138, paragraf 3)
"'! http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.1.3. Isi Buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia Sampul muka buku ini bergambar foto Ignasius Jonan sedang berada di tas lokomotif
kereta
api,
melihat
keluar
sambil
mengangkat
tangannya
dan
menempelkannya di dahi di atas mata, seakan melindungi matanya dari sengatan matahari. Di foto tersebut Jonan berpakaian seragam karyawan PT KAI berwarna putih lengkap dengan nama, logo KAI di atas saku baju, dan tanda pengenal (badge) menempel di saku sebelah kiri. Judul buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia terletak di sampul muka bagian bawah. Cukup menonjol dari sampul muka buku ini adalah bulatan bergerigi berwarna merah seperti stiker bertuliskan “Inspirasi Kepemimpinan untuk Perubahan”. Buku ini seakan mengajak pembacanya untuk mempelajari kepemimpinan Jonan dalam mengubah wajah perkeretapian di Indonesia. Jonan adalah simbol perubahan dalam perusahaan milik negara. Dan kepemimpinan untuk perubahan itu sesungguhnya dapat dipelajari. Salah satunya adalah dengan membaca buku ini. Buku ini bertaburkan apresiasi dan testimoni dari berbagai kalangan. Terdapat di sampul belakang apresiasi dari Dahlan Iskan, Menteri BUMN saat itu, dan Najwa Shihab, Wakil Pemimpin Redaksi dan Host “Mata Najwa” Metro TV. Dalam testimoni singkatnya Dahlan Iskan menyatakan bahwa Jonan telah melakukan revolusi untuk perbaikan layanan umum. Yang dulu begitu parahnya menjadi begitu menjanjikannya. Sedangkan Najwa Shihab menyatakan perlunya dukungan dan komitmen pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan untuk mewujudkan transportasi publik yang nyaman, aman, dan beradab, karena KAI menurut Najwa KAI tidak bisa bekerja sendiri.
""! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Apresiasi dan testimoni selanjutnya dapat ditemukan di halaman 8 sampai 17. Mereka yang menyampaikan apresiasi dan testimoninya adalah berturut-turut Dr. Sofyan A. Djalil (Menteri BUMN 2007-2009), Dr. Andi Ilham Said, Ph. D (Direktur Utama PPM Manajemen), Najwa Shihab (Wakil Pemimpin Redaksi dan Host “Mata Najwa” Metro TV), Nani Subarto (Wakil Ketua Dewan Pengurus Center for Corporate Leadership dan Direktur Eksekutif Leadership Inc., Agus Pambagio (Pemerhati Kebijakan Publik dan Managing Partner PH&H Public Policy Interest Group), Latief Siregar (Jurnalis MNCTV, Pemandu Talkshow ‘Polemik’ Sindo Trijaya Radio), Dr.Hifni Alifahmi, IAPR (Pengajar Magister Komunikasi UI, Senior Konsultan Spirit PR, penulis Kolom PR Corner BUMN Track), N. Syamsuddin Ch. Haesy (Imagineer, Instruktur Imagineering Mindset dan Indigopreneur, Redaktur Senior BUMN Track), dan apresiasi yang cukup panjang sebanyak empat setengah halaman dari Hermawan Kartajaya, CEO dan Founder Markplus Inc. Menarik untuk membaca apresiasi dari Hermawan Kartajaya terhadap Jonan. Mengutip buku Philip Kotler Marketing 3.0, Hermawan menyebutkan bahwa Jonan dapat dikategorikan sebagai tipe Pemimpin 3.0 karena berhasil menggerakkan perubahan di KAI. Pemimpin 1.0 adalah pemimpin yang mementingkan kesuksesan diri sendiri. Orientasinya adalah perintah dan instruksi. Pemimpin 2.0 adalah pemimpin yang memperlakukan employee layaknya customer sehingga harus disenangkan. Melakukan sesuatu dengan maksud supaya disukai karyawan. Yang penting everybody happy. Tetapi Jonan adalah Pemimpin 3.0, yaitu sosok yang memimpin dengan human spirit. Para direksi, manajer, staf, dan karyawan pada umumnya mengikuti apa yang dia kehendaki karena mereka melihat pemimpinnya mengedepankan kejujuran, bersih, amanah, dan kerja keras. Ia disegani, bukan ditakuti. (Halaman 16, paragraf 5 dan 6)
"(! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sebelum memulai Bab 1, buku ini diawali dengan prolog yang ditulis oleh Dahlan Iskan, Menteri BUMN di era Jonan masih menjabat sebagai Direktur Utama PT KAI. Di bawah judul “Modal Besar Itu Perasaan “Ternyata Bisa””, Dahlan memuji keberhasilan Jonan dalam melakukan perbaikan sistem angkutan lebaran tahun 2012 dan berhasil dipertahankan lebih baik lagi di tahun 2013. Menurut Dahlan, setidaknya terdapat dua faktor di balik kesuksesan Jonan dalam membenahi carut marut KAI. Pertama, prestasi istimewa yang dicapai Jonan hanya bisa diraih dari usaha yang terencana, sungguh-sungguh dan konsisten, dibarengi sikap teguh, tahan uji, tahan bantingan, tahan omelan, dan tahan tekanan. Semua ciri-ciri sukses itu terdapat pada diri pribadi Jonan. Kedua, Jonan berprinsip perbaikan pelayanan dalam kereta api akan memicu peningkatan pendapatan perusahaan. Setelah terbukti berhasil, hal itu mendatangkan optimisme bagi seluruh karyawan bahwa ternyata mereka BISA! “Ternyata bisa” memberikan keyakinan yang besar bahwa “mengerjakan yang lain-lain yang berat pun akan “bisa”. Perasaan “ternyata bisa” telah mengubur mental tidak percaya diri, mental pesimistis, dan mental gampang menyerah. Banyak pihak yang mengapresiasi prestasi Jonan. Dalam catatan Dahlan, bisa dikatakan hampir tiap bulan Jonan menerima penghargaan dari berbagai lembaga. Semua itu berkat kinerjanya, berkat ketabahannya, berkat keuletannya, dan berkat keteguhannya. Dibuka oleh prolog Dahlan Iskan, buku ini ditutup oleh epilog Rhenald Kasali. Dalam penilaian Rhenald, perubahan besar yang berhasil dilakukan Jonan di PT KAI adalah karena Jonan memiliki Self Power. Self Power berasal dari inner self, yaitu
")! http://digilib.mercubuana.ac.id/
dari dalam pemimpin itu sendiri—dalam hal ini dari dalam Jonan sendiri. Self power muncul bukan karena dorongan dari pejabat, penguasa, atau atasan. Self power datang dari inisiatifnya yang berisiko, dari kesungguhan-kesungguhannya, dari self discipline-nya, self awareness-nya, dan self-control yang dibentuk oleh self confidence. Karena itu, tekanan dan hambatan yang menghadangnya atas banyaknya perubahan yang dilakukan Jonan tak menyurutkan langkahnya untuk terus maju. Hambatan dari dalam, budaya guyub dan perilaku-perilaku feodalisme seperti “asal bapak senang” yang biasa berlaku bertahun-tahun di banyak badan usaha milik negara yang sentralistis dan manipulatif. Atau hambatan dari luar, protes para pedagang yang merasa lapak yang telah mereka bangun bertahun-tahun harus dipindahkan dari area stasiun, dan para mahasiswa yang meradang karena rasa empatinya kepada para pedagang tersebut. Tapi itulah Jonan, self power dan self confidence menuntunnya untuk terus melanjutkan program-program perubahannya. Hasilnya memang terbukti dengan semakin membaiknya pelayanan terhadap pengguna kereta api. Banyak pihak yang memuji pencapaian yang telah diperoleh Jonan dan jajarannya. Ke dalam, tingkat kesejahteraan dan kepastian karier karyawan semakin membaik. Selanjutnya inti dari isi buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia ini dan Selanjutnya, yang akan dikupas melalui pisau Analisis Framing Entman adalah kesebelas judul bab berikut ini: 1. Bab I: Membalikkan Ombak 2. Bab II: Bermula dari Toilet 3. Bab III: Menghapus Urut Kacang dan PGPS 4. Bab IV: Tinggak Klik Langsung Naik
(*! http://digilib.mercubuana.ac.id/
5. Bab V: Berita Kecelakaan Tak Lagi Dominan 6. Bab VI: Peristiwa Langka di Hari Raya 7. Bab VII: Hiruk Pikuk di Jabotabek 8. Bab VIII: Dari Mana Datangnya Rupiah 9. Bab IX: Agar Tidak Terus Dicaplok Hantu 10. Bab X: Perang Mengikis USA 11. Bab XI: Leading By Example
4.2.
Hasil Penelitian
4.2.1. Pemaparan Analisis Framing Entman Buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia Sebanyak 11 bab dari buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia akan dianalisis menggunakan Framing Entman untuk mengungkap seleksi dan penonjolan isu dalam setiap bab buku itu. Dari analisis itu dirangkum hasil seleksi isu dan penonjolan bagaimana kepemimpinan transformasional Jonan dalam keseluruhan buku. Selain itu analisis ini juga diharapkan dapat menjawab pertanyaan bagaimana Framing dalam penulisan buku ini mampu memberikan citra baru terhadap perkeretaapian Indonesia, dari yang semula dicitrakan buruk—kesemrawutan di musim lebaran, keterlambatan kereta, calo yang bergentayangan, sering terjadi kecelakaan, dan sebagainya—menjadi lebih baik dan teratur. Paparan akan disajikan mengikuti pola Framing Entman yang mengikuti empat tahap, yaitu pertama, Define problems (pendefinisian masalah); kedua, Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah); ketiga, Make moral judgement (membuat pilihan moral); dan keempat, Treatment recommendation (menekankan
(+! http://digilib.mercubuana.ac.id/
penyelesaian). Berikut adalah Framing kepemimpinan transformasional Jonan dalam 11 bab buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia.
4.2.1.1.
Bab I: Membalikkan Ombak
Buku ini diawali dengan Bab 1 yang berjudul “Membalikkan Ombak”. Judul tersebut menggambarkan adanya masalah yang sangat besar dalam di dalam tubuh PT KAI sehingga seolah-olah masalah itu sebesar ombak dan sukar untuk ditaklukkan. Tema besar atau seleksi isu dari bab ini adalah adanya kebutuhan untuk mereformasi PT KAI. Sedangkan penonjolannya terletak pada perlunya pembenahan mental karyawan dan penegakan disiplin dan good corporate governance (GCG). Untuk menaklukkan masalah besar yang mendera PT KAI sebagaimana yang tergambar pada judul bab, maka tentunya diperlukan orang yang sangat kuat dan tegas untuk mereformasi tubuh di dalam PT KAI. Dan tugas itu dipercayakan kepada Ignasius Jonan. Kebutuhan untuk mereformasi KAI tersebut itulah yang menjadi pendefinisian masalah (define problems) dalam Bab I ini, sebagaimana yang tergambar di dalam kutipan berikut: Kepemimpinan yang tegas dibutuhkan untuk mereformasi BUMN sebesar KAI yang memiliki kultur dan sejarah panjang, dengan jumlah karyawan mencapai lebih dari 27 ribu orang. Reformasi menjadi kebutuhan mendesak untuk membangkitkan KAI, terutama di sektor manajemen dan keuangan. Sebagai profesional dari luar KAI Jonan diyakini bisa mereformasi KAI karena dia tidak memiliki kepentingan dan tidak menjadi bagian dari masalah. (Halaman 29 paragraf ke-3)
Masalah besar yang mendera PT KAI adalah terjadinya keterpurukan di bidang manajemen dan keuangan. Dan sosok Jonan diperkirakan akan mampu membangkitkannya karena dipercaya jejak rekamnya yang bersih, bagus, dan berprestasi. Dari pengalaman sebelumnya, Jonan terbukti telah berhasil mengangkat
(#! http://digilib.mercubuana.ac.id/
kembali PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) pada 2001 – 2006, dan sukses di Citigroup sebagai Managing Director dan Head of Investment Banking for Indonesia, dari 2006 hingga akhir 2008. Sebagai orang luar PT KAI, tentunya Jonan tidak punya beban masa lalu sehingga diyakini dia akan lebih leluasa untuk melakukan reformasi di tubuh PT KAI. Apa yang sesungguhnya terjadi dalam tubuh PT KAI sehingga Jonan harus diterjunkan ke dalamnya untuk melakukan perubahan? Ternyata banyak masalah yang harus dihadapi oleh Jonan. Dari aspek bisnis, kualitas sarana dan prasarana yang semakin buruk, dan regulasi yang tidak sepenuhnya mendukung pengembangan transportasi massal kereta api. Hal itu berakibat pada keamanan dan keselamatan penumpang, dan lebih parah lagi terhadap kinerja keuangan PT KAI. Kutipan berikut berfungsi sebagai bingkai perkiraan masalah atau sumber masalah ((diagnose causes) dalam Bab 1: Permasalahan kereta api sebelum tahun 2009 amat berat. Bermasalah mulai dari aspek bisnis, kualitas sarana dan prasarana yang terus menurun, kualitas pelayanan yang rendah, serta regulasi yang tidak sepenuhnya mendukung pengembangan transportasi massal kereta api. Sarana dan prasarana yang sudah uzur, jumlah lokomotif, rangkaian KA, dan gerbong barang terus berkurang. Terjadi back-log yang cukup parah, sehingga kinerja operasional tidak maksimal. Keamanan dan keselamatan penumpang dipertaruhkan. Rangkaian masalah yang mendera PT KA tersebut berimbas pada kinerja keuangan. Pada tahun 2005 dan 2006 KAI masih membukukan laba bersih sebesar Rp 6,9 miliar dan Rp 14,2 miliar. Tapi tahun berikutnya kinerja keuangan terjun bebas hingga membukukan rugi sebesar Rp 38,6 miliar. Tahun 2008 kerugian melonjak hingga lebih dari seratus persen menjadi Rp 82,6 miliar. (Hal. 31, paragraf 1, 2, dan 3)
($! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Selanjutnya apa bingkai dari keputusan moral (make moral judgement) dalam masalah ini? Sebagai orang dari luar KAI, Jonan menyadari jika mungkin orang lain meragukan kapasitas dan kapabilitasnya dalam melakukan perubahan di PT KAI. Namun dia sadar jika orang lain pun, bahkan orang dalam PT KAI, belum punya pengalaman keberhasilan dalam mengelola pelayanan publik khususnya di sektor kereta api. Karena itu berbekal keyakinannya Jonan mencanangkan tekad untuk serius melakukan pembenahan di PT KAI. Hal itu tergambar dalam kutipan di bawah ini: Jonan sadar dirinya orang baru di dunia kereta api. Dia sadar banyak orang meragukan kapasitas dan kapabilitasnya untuk bisa membereskan karut marut persoalan kereta api. Tapi Jonan berkeyakinan, sampai saat dia dilantik belum pernah ada sosok yang mampu menjalankan pelayanan publik dengan baik, khususnya di sektor transportasi, dan lebih khusus lagi kereta api. Artinya di seluruh republik ini belum ada orang yang bisa dikatakan punya pengalaman dalam mengelola pelayanan publik di sektor kereta api, dengan praktik pengelolaan sebagaimana semestinya. Bahkan orang dalam PT KAI sekalipun. Dengan kata lain, siapa pun yang duduk di kursi dirut PT KAI waktu itu, statusnya adalah “pemain baru” yang belum punya jam terbang dalam mengelola dan menjalankan pelayanan publik. Semua berangkat dari nol. Apalagi hingga usia negeri ini mencapai 67 tahun, belum ada standar baku dan acuan penyelenggaraan pelayanan publik. Maka Jonan menyusun sendiri roadmap pembenahan kereta api. (Hal. 32, paragraf 1, 2, dan 3)
Karena
itu,
sebagai
bingkai
penyelesaian
masalahnya
(treatment
recommendation), Jonan melakukan dua langkah tindakan besar: pembenahan mental karyawan, dan penegakan disiplin dan good corporate governance (GCG). Berikut kutipan-kutipannya: Setelah orientasi singkat selama dua bulan, Jonan menyimpulkan pembenahan pertama dan terutama adalah mental karyawan. Ia melihat kenyataan yang ironis, bahwa sebagai perusahaan pelayanan publik KAI tidak didukung oleh sumber daya manusia yang paham bagaimana fungsi melayani dijalankan dengan baik.
(%! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Mental dan semangat melayani sangat rendah, bahkan bisa dibilang nyaris tidak ada. Mereka lebih sigap menyiapkan pesta penyambutan pejabat baru dibanding melayani penumpang dengan baik. Sudah terbangun mental yang keliru, bahwa yang menentukan karier mereka adalah seberapa baik mereka melayani pimpinan, bukan seberapa baik melayani pelanggan. (Hal 34, paragraf 4 dan 5) Di kalangan mereka berkembang adagium “USA”, kependekan dari Untuk Saya Apa. Artinya mereka tidak berpikir apa yang terbaik untuk perusahaan dan pengguna jasa kereta api, tapi apa yang terbaik untuk diri sendiri. Mental seperti itulah yang perlahan-lahan dikikis oleh Jonan dan direksi baru. Orientasi karyawan diubah dari product oriented menjadi customer oriented. Caranya dengan keteladanan pemimpin, kesediaan pemimpin untuk setiap saat terjun ke lapangan, peningkatan kesejahteraan, reward and punishment yang konsisten dan transparan, dan mengirim sebanyak mungkin karyawan untuk belajar ke luar negeri. Langkah kedua, pembenahan menyangkut penegakan disiplin dan good corporate governance (GCG). Jonan berprinsip ketika dua pembenahan itu bisa terlaksanakan, aspek-aspek yang lain akan mengikuti. (Hal. 35, paragraf 1, 2, dan 3)
Tabel 4.1. Rangkuman Frame Bab I: Membalikkan Ombak Define Problems
Kepemimpinan
yang
tegas
dibutuhkan
untuk
mereformasi BUMN sebesar KAI yang memiliki kultur dan sejarah panjang. Diagnose Causes
Permasalahan kereta api sebelum tahun 2009 terentang dari aspek bisnis, kualitas sarana dan prasarana yang terus menurun, kualitas pelayanan yang rendah, serta regulasi yang tidak sepenuhnya mendukung pengembangan transportasi massal kereta api.
Make Moral Judgement
Belum ada seorang pun yang punya pengalaman mengelola pelayanan sektor publik di bidang perkeretapian di Indonesia, karena itu berbekal keyakinannya Jonan mencanangkan tekad untuk
(&! http://digilib.mercubuana.ac.id/
serius melakukan pembenahan di PT KAI. Treatment Recommendation
Jonan melakukan dua pembenahan besar, yaitu mengubah mental karyawan dari product oriented menjadi customer oriented, dan penegakan disiplin dan implementasi GCG.
4.2.1.2.
Bab II: Bermula dari Toilet Tema besar atau seleksi isu dari Bab Kedua ini adalah upaya untuk merebut
hati masyarakat untuk selalu menggunakan jasa kereta api. Dalam lead bab ini dituliskan sebagai upaya mengembalikan KAI kepada khittahnya sebagai service company.. Penonjolannya terletak pada kebersihan toilet sebagai tolok ukur awal kepuasan pelanggan. Mengapa demikian? Karena toilet adalah indikasi paling mudah untuk mengukur sejauh mana pelayanan pelanggan menjadi prioritas dalam jajaran PT KAI. Kebersihan dan wewangian toilet merupakan bentuk penghargaan kepada penumpang pengguna jasa KA. Kebersihan toilet menunjukkan telah adanya perubahan mindset awak KAI keseluruhan dari product oriented menjadi customer oriented.. Bila pelanggan diperhatikan dan dimanjakan, diharapkan kereta api bisa merebut kembali hati masyarakat pengguna jasa kereta api dari yang sebelumnya lebih suka menggunakan ke moda transportasi lain. Pendefinisian masalah (define problems) dalam bab ini dinyatakan dengan dipinggirkannya
peran
kereta
api
dan
kecenderungan
pemerintah
untuk
memprioritaskan angkutan jalan raya dan kendaraan bermotor. Hal ini bisa dibaca dari kutipan berikut: Pamor kereta api mulai menurun seiring politik transportasi pemerintah yang meminggirkan peran penting kereta api, dan mengedepankan angkutan jalan raya dengan kendaraan bermotor. Kecenderungan itu mulai berkembang di tahun 1970-an. (Hal. 43, paragraf 6)
('! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bila hal itu terus berlangsung, akan berdampak pada keamanan dan keselamatan penumpang. Lebih buruk lagi jika adanya ancaman persoalan yang luar biasa kompleks: Kebijakan seperti itu mengakibatkan dari waktu ke waktu keandalan dan kualitas penyelenggaraan angkutan kereta api terus menurun. Sarana dan prasarana tidak terawat, tidak ada revitalisasi, dan diabaikannya pengembangan sumber daya manusia. Dampaknya, para pengguna jasa angkutan kereta api tidak memperoleh kenyamanan dan keamanan serta jaminan keselamatan. Peran kereta api semakin terpuruk seiring booming sektor transportasi lain, yaitu angkutan udara dan angkutan darat non-kereta api. Diabaikannya kereta api dan perkembangan kendaraan bermotor yang masif, bak bom waktu yang setiap saat siap meletus menjadi persoalan yang kompleks dan multiaspek. (Hal. 44, paragraf 1, 2, dan 3) Sementara perkiraan masalah atau sumber masalah ((Diagnose causes causes) dapat dibaca pada kutipan cukup panjang berikut ini: Permasalahan yang dihadapi Jonan dan jajaran direksi saat itu adalah: • Kualitas jalan rel dan persinyalan yang tidak memadai untuk mendukung perjalanan kereta api yang aman dan nyaman; • Kualitas lokomotif dan rangkaian serta gerbong yang telah jauh menurun, dengan jumlah yang terus berkurang; • Stasiun yang tidak terawat dengan baik, kumuh, kotor, dan tidak andal dalam menunjang operasional kereta api yang baik; • Permasalahan KRL di Jabodetabek; • Disiplin pegawai yang rendah, baik pegawai di back office, stasiun, dan awak perjalanan KA; • Mental SDM yang tidak berorientasi melayani pengguna jasa KA. Standar pelayanan terhadap penumpang rendah; • Remunerasi pegawai rendah, sehingga rawan penyimpangan; • Tidak dijalankannya prinsip-prinsip manajemen yang benar dan penyelenggaraan perusahaan yang baik (good corporate governance); • …………dan seterusnya. (Hal. 45)
("! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Untuk mengatasi sumber permasalahan itu, Jonan menganggap perlunya perubahan mindset dan kultur yang berorientasikan pelayanan, dan itu terletak pada kebersihan toilet pada khususnya dan kebersihan stasiun dan kereta pada umumnya. Karena itu, bingkai keputusan moral (Make moral judgement) dalam bab ini adalah sebagaimana yang diwakili di dalam kutipan di bawah ini:
Jonan memang menganggap penting kebersihan stasiun dan kereta, karena kebersihan yang terjaga merupakan bentuk penghargaan sekaligus pelayanan kepada penumpang. Toilet adalah indikasi paling gampang untuk mengukur sejauh mana customer friendly telah menjadi prioritas jajarannya. (Hal. 49, paragraf 6)
Selanjutnya sebagai realisasi dari keputusan moral tersebut, atau sebagai penyelesaian
masalahnya
(treatment
recommendation),
Jonan
melakukan
perubahan awal di toilet dan rajin melakukan “blusukan” ke stasiun atau kereta untuk mengetahui sejauh mana instruksi yang dia berikan ke seluruh jajarannya dilaksanakan, sebagaimana kutipan berikut:
Maka perubahan di toilet KA adalah cermin perubahan mind-set awak KAI secara keseluruhan. Perubahan dari product oriented ke customer oriented oriented. Seluruh potensi dan sumber daya diarahkan untuk customer friendly friendly, sehingga kereta api bisa merebut kembali hati masyarakat pengguna transportasi. (Hal. 49, paragraf 3) Itulah sebabnya dalam setiap kunjungan ke stasiun atau kereta, toilet menjadi sasaran inspeksinya. Dia tidak segan-segan menumpahkan kekesalannya jika mendapati toilet kotor dan bau. Kebersihan dan kenyamanan toilet tidak bisa ditawar lagi. Bahkan Jonan mencanangkan tekad stasiun kereta api tidak boleh kalah bersih dan rapi dibanding bandara sekelas Soekarno Hatta. (Hal. 50, paragraf 2, 3)
((! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 4.2. Rangkuman Frame Bab II: Bermula dari Toilet Define Problems
Peran kereta api terpinggirkan. Pemerintah lebih mengedepankan angkutan darat non-kereta api dan angkutan udara.
Diagnose Causes
Permasalahan Jonan dan jajarannya terentang dari kualitas sarana dan prasarana kereta api, kualitas SDM yang buruk yang tidak berorientasi pada pelayanan, rendahnya renumerasi terhadap para karyawan, ataupun tidak dijalankannya GCG secara benar.
Make Moral Judgement
Menganggap penting kebersihan stasiun dan kereta, karena kebersihan yang terjaga merupakan bentuk penghargaan
sekaligus
pelayanan
kepada
penumpang. Treatment Recommendation
Pembenahan awal dari toilet, sebagai indikasi paling gampang untuk mengukur sejauh mana perhatian terhadap pelanggan telah menjadi prioritas seluruh jajaran PT KAI.
4.2.1.3.
Bab III: Menghapus Urut Kacang dan PGPS Tema besar atau seleksi isu dari Bab Ketiga ini adalah rendahnya
produktivitas SDM yang berakibat pada tingkat kesejahteraan karyawan. Hal ini sesuai dengan lead dalam bab ini yang berbunyi: “Remunerasi yang rendah rawan penyimpangan. Kini dengan penghasilan yang terus membaik, karyawan dituntut untuk menunjukkan kualitas kinerja kelas satu.” Sedangkan penonjolannya adalah bagaimana melakukan rekrutmen dan pengembangan SDM di PT KAI secara benar. Dengan judul menghapus urut kacang berarti BUMN Track melakukan pembingkaian bahwa PT KAI tidak lagi melakukan rekrutmen atas dasar
()! http://digilib.mercubuana.ac.id/
golongan/tingkat atau usia, melainkan lebih pada kemampuan atau kompetensi. PGPS adalah kepanjangan dari Pintar Goblok Pendapatan Sama. Dengan demikian, dengan judul “Menghapus Urut Kacang dan PGPS” menunjukkan bahwa penulis buku ini mencoba membingkai bahwa di PT KAI selain tidak ada lagi sistem rekrutmen berdasarkan golongan/tingkat atau usia, melainkan lebih pada kemampuan atau kompetensi, dan dengan demikian sistem penggajiannya pun tergantung dari hasil kemampuan dan prestasi dari karyawan yang bersangkutan. Dengan perangkat Framing Entman, maka pendefinisian masalah (define problem) dalam bab ini adalah sebagai berikut: Sebelum 2009, PT Kereta Api adalah BUMN besar namun dengan tingkat produktivitas SDM yang rendah. Hal ini berimbas pada tingkat kesejahteraan karyawan yang tertinggal dari BUMN besar lainnya. (Hal. 61, paragraf 1)
Sedangkan bingkai perkiraan masalah atau sumber masalah (Diagnose causes) dapat dibaca pada kutipan di bawah ini:
Selama puluhan tahun gaji karyawan KA tergolong rendah. Ketika KA berubah menjadi BUMN, gaji karyawannya termasuk terendah di kalangan BUMN. Hal ini menyebabkan karyawan tidak termotivasi untuk bekerja dengan baik dan maksimal. Tidak ada kebanggaan menjadi karyawan kereta api. Lebih dari itu, sistem remunerasi seperti itu menyebabkan karyawan rentan melakukan penyimpangan. (Hal. 62, paragraf 4)
Jonan sadar, pembenahan sistem remunerasi harus dikaitkan dengan pemberian layanan yang prima kepada konsumen. Karyawan harus termotivasi untuk bekerja maksimal agar mereka dapat memberikan layanan yang baik kepada pelanggan. Maka keputusan moral (Make moral judgement) yang dibingkai dalam bab ini adalah sebagai berikut:
)*! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Terobosan Jonan untuk mengembalikan khittah KAI sebagai service company ditekankan pada pembenahan pelayanan kepada konsumen. Pembenahan itu secara langsung bersentuhan dengan pola kerja serta kebijakan kepegawaian. Tidak mungkin pembenahan dilakukan tanpa membereskan urusan SDM. (Hal. 62, paragraf 2)
Jonan memiliki visi yang jauh ke depan. Dalam melakukan rekrutmen harus didapatkan orang yang tepat, bukan asal ambil. Mereka harus punya kompetensi yang dibutuhkan untuk mengembangkan organisasi.
Bagi Jonan, rekrutmen SDM yang baik tidak semata untuk mengisi posisi yang dibutuhkan, tetapi juga untuk menyiapkan pemimpin di masa depan. Yang terpenting adalah kompetensi, bukan ijazah. (Hal. 68, paragraf 4)
Banyak kutipan yang bisa dianggap mewakili tahapan pola Framing dalam hal penyelesaian masalah (treatment recommendation), di antaranya adalah: Selama empat tahun kepemimpinannya, Jonan telah memperbaiki sistem remunerasi dan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Hal itu bisa dilihat dari rasio antara laba dan biaya tenaga kerja yang terus meningkat dari tahun ke tahun. (Hal. 63, paragraf 2) Sistem promosi “urut kacang” yang selama ini lazim digunakan tidak ada lagi. Tidak ada lagi model PGPS atau pintar bodoh pendapatan sama. (Hal. 67, paragraf 1) Perubahan sistem kepegawaian itu bisa berlangsung dengan baik dan relatif cepat, karena Jonan sebagai orang pertama punya keberanian dan ketegasan, dan tidak punya kepentingan pribadi. (Hal. 67, paragraf 3)
Transformasi di bidang SDM kini sudah membuahkan hasil. Para karyawan KAI lebih antusias bekerja, paham fungsinya sebagai bagian dari sebuah service company, dan lebih mengedepankan integritas. Produktifitas mereka pun terus membaik. Transformasi SDM KAI bisa berlangsung relatif cepat karena terjadinya perubahan mindset dan kultur karyawan. Perubahan itu tidak semata karena
)+! http://digilib.mercubuana.ac.id/
adanya aturan yang diterapkan dengan tegas dan transparan, tetapi juga karena model pendekatan Ignasius Jonan. (Hal. 76, paragraf 5 dan 6)
Tabel 4.3. Rangkuman Frame Bab III: Menghapus Urut Kacang dan PGPS Define Problems
Sebelum 2009, tingkat produktivitas SDM di PT KAI tergolong rendah, akibatnya kesejahteraan karyawan juga rendah.
Diagnose Causes
Rendahnya renumerasi menyebabkan karyawan tidak bekerja secara maksimal dan rawan penyimpangan.
Make Moral Judgement
Pembenahan pelayanan kepada konsumen harus disertai dengan pembenahan kebijakan kepegawaian.
Treatment Recommendation
Jonan
berhasil
mengubah
mindset
dan
kultur
karyawan secara cepat karena ketegasan transparansi aturan yang diterapkannya serta model pendekatan yang dilakukannya.
4.2.1.4.
Bab IV: Tinggal Klik Langsung Naik Tema besar atau seleksi isu dalam bab keempat ini adalah pemberantasan calo
tiket KA yang sangat merugikan calon penumpang kereta api, terutama di saatsaat-saat musim lebaran dan liburan. Sedangkan penonjolannya adalah pada penerapan information technology untuk membenahi persoalan tiket. Dengan judul bab “Tinggal Klik Langsung Naik”, BUMN Track mencoba melakukan pembingkaian bahwa sekarang ini untuk memesan tiket kereta api sudah sangat mudah. Calon penumpang tidak perlu lagi mengantre, mereka tinggal memesannya dari depan komputer melalui internet, atau tempat-tempat penjualan yang sudah ditunjuk seperti di Indomart atau Alfamart, dan lain-lain.
)#! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Lead di bawah judul bab yang tertulis “Aku mudik pakai KA, Anda luar biasa—transformer!” adalah kutipan yang diambil dari pujian yang disampaikan kepada Ignasius Jonan dari Sarwoto Atmosutarno, mantan Direktur Utama PT Telkomsel. Dengan lead ini, buku ini ingin menunjukkan bahwa seseorang setingkat mantan Direktur Utama pun untuk mudik ke kampung menggunakan jasa kereta api, bukan mobil pribadi atau pesawat. Kenyamanan melakukan perjalanan dengan kereta api telah menarik mengundang decak kagum dan dirasakan secara langsung juga oleh pejabat tinggi perusahaan ternama. Dengan perangkat framing, maka pendefinisian masalah (define problems problems) dalam Bab IV: Tinggal Klik Langsung Naik ini adalah sebagai berikut:
Saat peak season seperti musim lebaran, antrean pembeli karcis di stasiun kereta api mengular berhari-hari. Suasana stasiun semrawut, tak ubahnya pasar. Jangan salah situasi itu justru dinikmati segelintir orang. Di tengah kesemrawutan, ada orang-orang yang mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Mereka adalah para calo tiket. Modus operandi para calo adalah memborong tiket sebanyak-banyaknya, untuk dijual dengan harga lebih mahal. Bisa berlipat-lipat nilainya dari harga normal. Para calon penumpang yang ogah antre, atau tidak dapat tiket karena di loket resmi tiket sudah habis, tidak punya pilihan lain selain membeli dari para calo. Berapa pun harganya! (Hal. 91, paragraf 1, 2, 3)
Sedangkan perkiraan masalah atau sumber masalah (Diagnose causes) dapat diwakili oleh kutipan berikut ini: Selama bertahun-tahun pula manajemen KA mencanangkan perang melawan calo. Caranya dengan menggandeng aparat keamanan dan menghimbau penumpang agar tidak membeli tiket dari calo. Penumpang diminta melapor ke petugas jika menjumpai calo beroperasi di stasiun. Spanduk imbauan dipasang di berbagai sudut.
)$! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Nyatanya “manajemen perang” seperti itu tidak mempan memberantas para calo. Para calo masih berkeliaran. Musababnya, pembelian tiket terkonsentrasi di loket stasiun, dan adanya oknum KA yang kongkalingkong dengan para calo. (Hal. 92, paragraf 2, dan 3)
Belajar dari kegagalan pendahulunya dalam memerangi para calo, maka Jonan pun melakukan pendekatan yang berbeda dengan memanfaatkan secara maksimal teknologi informasi (TI) untuk menyelesaikan persoalan sistem tiket tersebut. Hal itu terangkum dalam bingkai keputusan moral (make moral judgement) berikut ini:
Pengembangan teknologi informasi (information technology, IT) adalah bagian dari evolusi kereta api ala Ignasius Jonan. Ia sadar benar, IT adalah jalan keluar membenahi karut marut sistem tiket yang ada di KAI. Meningkatkan kinerja perseroan dan meningkatkan pelayanan terhadap pengguna jasa kereta api, mustahil dilakukan tanpa sentuhan IT. (Hal. 94, paragraf 2)
Tidaklah sia-sia apa yang diputuskan Jonan dengan penerapan teknologi informasi. Hadi M. Djuraid dalam buku tersebut menuliskan bahwa penerapan IT bermanfaat bagi pelayanan kepada calon penumpang, reputasi PT KAI, dan petugas dan karyawan KAI akan bekerja sesuai dengan aturan, sehingga penerapan IT cocok jika dikategorikan sebagai penyelesaian masalah (treatment recommendation recommendation) dalam buku ini, sebagaimana kutipan berikut ini:
Bak pisau bermata dua, penerapan IT berdampak ke luar dan ke dalam. Ke luar, pelayanan kepada calon penumpang (customer) lebih maksimal, dan reputasi PT KAI sebagai perusahaan modern terdongkrak naik. Ke dalam, IT telah “memaksa” petugas dan karyawan PT KAI untuk bekerja sesuai dengan sistem aturan. Praktik nakal petugas bagian penjualan tiket dengan calo dapat dihapus. Penerapan IT berhasil mengikis praktik KKN, dan meningkatkan level penerapan GCG. (Hal. 94, paragraf 5)
)%! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 4.4. Rangkuman Frame Bab IV: Tinggal Klik Langsung Naik Define Problems
Di saat musim lebaran, banyak calo yang berkeliaran yang menawarkan harga tiket yang jauh lebih mahal.
Diagnose Causes
Meskipun telah dinyatakan “perang” untuk melawan para calo, namun mereka masih berkeliaran karena pembelian tiket terkonsentrasi di loket stasiun, dan adanya oknum KA yang melakukan kongkalingkong dengan para calo.
Make Moral Judgement
Pengembangan teknologi informasi (information technology, IT) adalah bagian dari evolusi kereta api ala Ignasius Jonan untuk memutus rantai percaloan.
Treatment Recommendation
Hasil penerapan IT antara lain memaksimalkan pelayanan kepada penumpang, reputasi PT KAI terdongkrak naik, mengikis praktik KKN, dan meningkatkan level penerapan GCG.
4.2.1.5.
BAB V: Berita Kecelakaan Tak Lagi Dominan Beberapa paragraf awal bab ini bercerita tentang tragedi kecelakaan besar
yang pernah terjadi dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Tragedi Bintaro di tahun 1987 yang menewaskan 156 penumpang dan 300 lainnya luka-luka. Begitu dahsyatnya kecelakaan tersebut membuat media-media memberitakannya sebagai headline
selama
berhari-hari.
Tragedi
itu
merupakan
gambaran
persoalan
perkeretaapian secara keseluruhan, dari masalah sarana dan prasarana, manajemen, hingga kedisiplinan penumpang dan petugas KA. Karena itu seleksi isu dalam bab ini adalah usaha untuk mengurangi jumlah kecelakaan, sementara penonjolannya terletak pada pentingnya budaya keselamatan bertransportasi dan keandalan armada.
)&! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dengan perangkat framing, pendefinisian masalah (define problems) dalam bab ini bisa ditelaah dari paragraf di bawah ini: Indonesia berduka. 156 orang tewas dan 300 lainnya terluka. Peristiwa itu dikenang sebagai Tragedi Bintaro, tercatat di sejarah Indonesia sebagai tragedi kereta api terburuk. Investigasi yang dilakukan menyimpulkan tabrakan terjadi karena faktor human error. Masinis KA 255 salah mendengar semboyan sehingga KA berangkat tanpa sepengetahuan PPKA Stasiun Sudimara. (Hal. 107, paragraf 2)
Meskipun akhirnya dapat disimpulkan bahwa penyebab dari kecelakaan tersebut adalah human error, namun tidak dapat dipungkiri bahwa human error hanyalah puncak dari gunung es, dimana penyebab yang sesungguhnya sangatlah luar biasa kompleks, akibat dari kesalahan sejak awal dalam pengelolaan kereta api di tanah air. Karena itu perkiraan masalah atau sumber masalahnya dibingkai dari kutipan berikut ini: Apa pun penyebabnya, tak bisa dipungkiri Tragedi Bintaro adalah buah dari tata kelola kereta api yang tidak ditangani dengan benar. Dan itu merupakan konsekuensi dari visi pemerintah tentang transportasi yang tidak menjangkau jauh ke depan. (Hal. 108, paragraf 7)
Untuk menekan jumlah kecelakaan, ada dua hal yang menjadi perhatian utama judgement Jonan, dan itu yang dibingkai sebagai keputusan moral (make moral judgement) dalam bab ini, yaitu budaya safety yang ditekankan ke seluruh direktorat di tubuh KAI dan meningkatkan keandalan armada kereta apinya. Berikut kutipannya: Oleh sebab itu untuk mengurangi angka kecelakaan manajemen KAI memulai dengan mengkampanyekan pentingnya budaya keselamatan bertransportasi. Kampanye dimulai dari kalangan internal. Intinya semua direktorat di tubuh KAI harus mengedepankan safety first. Keselamatan menjadi pilar utama KAI, bersama dengan kenyamanan, pelayanan, dan ketepatan waktu. (Hal. 112, paragraf 5) !
)'! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Adalah sebuah kemustahilan meningkatkan keselamatan dan keamanan penumpang di tengah jumlah armada yang terbatas dan tingkat keandalan yang rendah. Oleh sebab itu, di samping memperkuat budaya safety, PT KAI juga terus meningkatkan keandalan armadanya. (Hal. 118, paragraf 2)
Karena itu, sebagai bentuk pelaksanaan keputusan moral, buku ini membingkai penyelesaian masalahnya (treatment recommendation) dalam paragraf berikut ini: Di tahun pertama memimpin, Jonan menempatkan soal keselamatan penumpang sebagai salah satu dari empat pilar utama KAI. Tiga lainnya adalah pelayanan, ketepatan waktu, dan kenyamanan. Dia berupaya menekan angka kecelakaan dengan berbagai cara, seperti meningkatkan disiplin petugas di stasiun dan di KA, pendidikan dan pelatihan, sertifikasi masinis, disiplin pemeriksaan dan perawatan lokomotif, kereta, gerbong, persinyalan, dan perlintasan KA. (Hal. 123, paragraf 5)
Tabel 4.5. Rangkuman Frame BAB V: Berita Kecelakaan Tak Lagi Dominan Define Problems
Human error menyebabkan terjadinya kecelakaan kereta api yang sangat tragis di Bintaro, yang menelan korban 156 tewas dan 300-an luka-luka.
Diagnose Causes
Tragedi Bintaro berakar dari tata kelola kereta api yang tidak ditangani secara benar. Dan itu merupakan konsekuensi dari visi pemerintah tentang transportasi yang tidak menjangkau jauh ke depan.
Make Moral Judgement
Keselamatan adalah pilar utama KAI, bersama dengan kenyamanan, pelayanan, dan ketepatan waktu, termasuk juga keandalan armada.
Treatment Recommendation
Di tahun pertama memimpin, Jonan menempatkan soal keselamatan penumpang sebagai salah satu dari empat pilar utama KAI. Tiga lainnya adalah pelayanan, ketepatan waktu, dan kenyamanan.
)"! http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.2.1.6.
BAB VI: Peristiwa Langka di Hari Raya Kesemrawutan di stasiun dan gerbong kereta api di hari Lebaran adalah hal
yang biasa terjadi di setiap tahunnya. Antrean orang di loket karcis, pedagang minuman dan makanan yang hilir mudik menjajakan jajanannya, calo-calo bergentangan yang menawarkan tiket yang semaunya dinaikkannya hingga hampir dua kali lipat harga semula, atau ketika kereta datang para penumpang berhamburan berebut tempat duduk hingga menerobos jendela. Tak pelak setiap sudut gerbong dipenuhi dengan para penumpang hingga toilet kereta pun bisa jadi rebutan. Namun sejak Jonan memegang tampuk pimpinan PT KAI, dan banyak melakukan langkah evolusioner, pemandangan seperti itu perlahan mulai hilang—terutama sejak Lebaran tahun 2012. Stasiun dan gerbong sejak saat itu terlihat tertib dan rapi. Pedagang asongan dan calo tiket telah hilang, penumpang bisa tertib dan rapi dan tidak lagi berebutan karena semua sudah memiliki tiket bernomor tempat duduk di tangan. Karena itu, lead dari bab ini adalah: Angkutan lebaran 2012 adalah puncak gunung es dari sebuah proses perubahan yang berlangsung evolusioner di seluruh lini korporasi PT KAI. Kesemrawutan yang berubah tiga ratus derajad menjadi kerapihan dan ketertiban itu menjadi sesuatu yang langka di hari Raya Lebaran, sehingga judul Bab VI ini berbunyi: “Peristiwa langka di Hari Raya”. Sementara seleksi isu yang bisa ditangkap dalam bab ini adalah tidak ada lagi kesemrawutan KA di hari Lebaran, dan penonjolannya adalah semua pihak di KAI berhasil membuktikan bahwa mereka telah berubah. Dengan perangkat Framing Entman, maka pendefinisian masalah (define problem) dalam bab ini bisa dibaca pada beberapa kutipan sebagai berikut:
)(! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Angkutan Lebaran kereta api adalah momen yang ditunggu para pewarta foto. Pada hari-hari itulah mereka memperoleh objek foto yang sangat menarik: drama perjuangan manusia untuk bisa mudik dengan kereta api. Pemandangan itu bisa dijumpai di stasiun KA di kota-kota besar khususnya stasiun yang melayani KA kelas ekonomi seperti Stasiun Senen, Jakarta. Pada arus mudik maupun arus balik. Suasana stasiun yang semrawut karena antrean panjang di loket karcis. Banyak di antara calon penumpang harus menginap untuk bisa antre. Pedagang asongan dan calo karcis berkeliaran. Penumpang berjubel di peron dan ruang tunggu. Ketika kereta datang, para calon penumpang berhamburan menyerbu dan berdesakan di pintu kereta. Tidak sedikit yang memaksa masuk lewat jendela. (Hal. 131, paragraf 1, 2, dan 3) Foto utama media-media cetak hari-hari itu, juga gambar-gambar berita televisi, adalah perjuangan dramatis calon penumpang untuk bisa terangkut rangkaian kereta. Tidak ada kenyamanan, tidak ada jaminan keamanan. Lengkaplah sudah kesemrawutan itu. (Hal. 132, paragraf 1, 2, dan 3)
Sedangkan perkiraan masalah atau sumber masalah ((Diagnose causes causes) dapat diwakili dalam kutipan berikut ini: Lebaran tahun 2012, pemandangan tahunan itu tak terlihat. Tak ada gambar “sexy” di halaman depan surat kabar yang menggambarkan karut marut layanan kereta api. Televisi pun “mati gaya” karena tidak mendapat gambargambar dramatis di stasiun. Di Stasiun Senen, “pusat kesemrawutan” angkutan lebaran selama bertahuntahun, suasana tertib dan rapi. Para penumpang menunggu di ruangan yang bersih. Tidak boleh ada pengantar masuk. Mereka antre dengan tertib untuk masuk kereta. Semua dapat tempat duduk, tidak ada yang berdiri. Karena kehilangan objek dramatis seperti tahun-tahun sebelumnya, seorang fotografer mengisi waktu dengan memotret ikan di akuarium. Petugas KAI iseng memotret kejadian itu dan dikirimkan ke Direktur Utama KAI Ignasius Jonan. Jonan lalu mem-posting foto itu ke milis grup KAI disertai teks: “ha ha ha…” (Hal 132, paragraf 4, 5, dan 6)
))! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Keberhasilan Jonan dan jajarannya dalam mengubah potret semrawut kereta api dan stasiun menjadi rapi, bersih, dan tertib merupakan buah dari keputusan moral (make moral judgement) dalam mengatasi kesemrawutan itu. Satu paragraf di bawah ini cukup menggambarkan bingkai keputusan moral tersebut: Spirit perubahan sejatinya sudah berkembang di KAI sejak tahun pertama Jonan memimpin. Semangat itu meliputi seluruh aspek korporasi, dengan empat pilar utama yaitu pelayanan, kenyamanan, keselamatan, dan ketepatan waktu. Angkutan Lebaran tahun 2012 menjadi semacam proklamasi insan KAI, untuk menunjukkan bukti kepada para stakeholder dan masyarakat luas bahwa kini mereka telah berubah. (Hal. 133, paragraf 2)
Selanjutnya,
pembingkaian
penyelesaian
masalahnya
( (treatment
recommendation) dapat dibaca pada beberapa paragraf berikutnya: Dan itu adalah buah dari perubahan mindset para insan KAI. Dari mental “dilayani” menjadi “melayani”. Dari product oriented menjadi customer oriented. Pelayanan terbaik kepada penumpang menjadi tema utama Jonan. Inilah isu yang terus menerus menjadi perhatian dan kepedulian Jonan. Di setiap kesempatan, termasuk melalui broadcast message yang dikirimkan ke seluruh jajaran, Jonan tak bosan-bosan mengingatkan pentingnya melayani pelanggan dan penumpang. Perubahan mindset diikuti dengan penegakan disiplin yang tegas dan tidak pandang bulu. Manajemen tidak segan-segan menindak petugas yang melalaikan tugas. Dari sisi manajemen, prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) yang selama ini diabaikan, ditegakkan dengan konsisten dan transparan. (Hal. 133, paragraf 3 dan 4)
Tabel 4.6. Rangkuman Frame BAB VI: Peristiwa Langka di Hari Raya Define Problems
Kesemrawutan di stasiun kereta api menjadi objek yang
menarik
bagi
para
pewarta
foto
untuk
mengabadikan suatu drama perjuangan manusia untuk bisa mudik dengan kereta api. Diagnose Causes
Lebaran tahun 2012, pewarta foto tidak lagi mendapatkan gambaran carut marut layanan kereta
+**! http://digilib.mercubuana.ac.id/
api di stasiun-stasiun kereta api. Suasana Lebaran sejak tahun itu mulai terlihat tertib dan rapi. Make Moral Judgement
Spirit perubahan sejatinya sudah berkembang di KAI sejak tahun pertama Jonan memimpin. Keberhasilan angkutan Lebaran tahun 2012 merupakan bukti bahwa kini PT KAI di bawah Jonan telah berubah.
Treatment Recommendation
Keberhasilan angkutan lebaran merupakan buah dari perubahan mindset para insan KAI. Dari mental “dilayani” menjadi “melayani”. Dari product oriented menjadi customer oriented.
4.2.1.7.
BAB VII: Hiruk Pikuk Penataan Jabodetabek Sepanjang tahun 2013 PT KAI banyak melakukan sterilisasi dan penertiban
terhadap stasiun-stasiun di wilayah Jabodetabek. Sterilisasi itu ditujukan untuk mengembalikan fungsi stasiun sebagai sarana pelayanan publik yang selama ini banyak tersita lahannya oleh kios-kios jualan para pedagang. Banyak pihak yang mencoba menentang langkah yang dilakukan PT KAI, baik para pedagang sendiri yang mencoba untuk tetap bertahan, maupun para mahasiswa yang melakukan demo atas langkah itu. Namun bagaimanapun Jonan tidak mungkin mundur atas tentangan itu. Ada dua hal yang mendorong sterilisasi dan penertiban itu. Pertama, tuntutan agar pelayanan untuk penumpang KRL lebih baik dan manusiawi. Kedua, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 tahun 2011 yang mengamanatkan KRL Jabodetabek untuk bisa mengangkut penumpang sebanyak 1,2 juta orang per hari pada 2018—dua kali lipat lebih dibanding tahun 2013 sebanyak 550.000 penumpang. Karena itulah lead yang mengawali bab ini berbunyi: Tahun 2018 KRL harus bisa mengangkut 1,2 juta orang per hari. Bisa dicapai asalkan pimpinan KAI “cukup gila” untuk melaksanakannya.
+*+! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Seleksi isu dalam bab ini adalah usaha untuk memperbaiki pelayanan KRL secara baik dan manusiawi, dan penonjolannya adalah penertiban kios-kios di seantero stasiun Jabodetabek dan pengambilan kembali aset. Namun seleksi isu dan penonjolan dalam bab ini masih menyisakan pertanyaan, meskipun dinyatakan secara baik dan manusia, bagaimana nasib pedagang dan pengasong setelah mereka tidak lagi berjualan di stasiun KA? Bagaimana dengan mereka yang berjualan di luar wilayah Jabodetabek yang jumlahnya jauh lebih banyak lagi? Dengan perangkat Framing Entman, pendefinisian masalah (define problem) dalam bab ini terletak pada belum dijalankannya instruksi dari Jonan setelah menerima Perpres mengenai amanat yang harus dijalankan KRL Jabodetabek. Hal ini bisa dibaca pada kutipan berikut ini: Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Ignasius Jonan sudah memerintahkan penertiban setelah menerima Perpres itu. Di antaranya dengan mengambil alih pengelolaan stasiun dari anak perusahaan yaitu PT KCJ dan dikembalikan ke Daerah Operasi 1. Nyatanya hingga November 2012, instruksi itu belum jalan. Dalam broadcast message ke milis grup KAI, 17 November 2012, Jonan menumpahkan kekesalannya: “Saya menggunakan KRL sore ini dari Juanda ke Citayam, Bojong Gede, Cilebut. Memang benar yang dikatakan KRL Mania dan semua stakeholders bahwa pelayanan KRL Jabodetabek itu menggunakan sarana yang membaik tetapi stasiun yang memburuk! Hampir dua tahun lalu, saya ambil kembali semua stasiun KRL dari KCJ kembali ke DAOP 1 dengan harapan dibenahi dengan baik dan rapi serta bersih, tapi hasilnya nyaris NOL besar! Walaupun saya mendapat info bahwa Cilebut dan Bojong Gede akan dibersihkan per 1 Desember ini. Lalu Citayam bagaimana? Menurut SM Pam 1, belum disurati lagi, emang kirim surat perlu waktu berbulan-bulan? Saya menganggap Kadaop 1 sebelumnya gagal membenahi semua stasiun KRL tersebut, dengan skala 0-10, saya beri nilai 4! (Tidak layak sekali).….dst.
(Hal. 167-168, paragraf 4)
+*#! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sedangkan perkiraan masalah atau sumber masalah (Diagnose causes) mengapa instruksi itu belum dijalankan karena tidak adanya standar yang jelas dalam aturan penyewaan lahan. Hal itu dapat diwakili dalam kutipan berikut ini: Proses penertiban stasiun di Jabodetabek dimulai pada bulan Desember 2012. Total 4.525 kios ditertibkan. Paling akhir ditertibkan adalah 108 kios di emplasemen Stasiun Universitas Indonesia (UI), Depok, Rabu 29 Mei 2013. Satu kios bertahan hingga 31 Mei 2013 karena kontraknya baru habis hari itu. Kios-kios di seantero stasiun Jabodetabek itu ditertibkan karena dua hal. Kontrak penyewaan lahan sudah habis atau tidak ada kontrak sama sekali alias liar. Kontrak yang sudah habis tidak diperpanjang. Dulu PT KAI sudah menyewakan kepada siapa saja yang mau. Akibatnya tidak ada standar yang jelas, sehingga keberadaannya membuat stasiun jadi kumuh dan semrawut. Beberapa kios dimiliki pensiunan pegawai KAI. Bahkan ada seorang pensiunan yang diduga punya 20 kios di sejumlah stasiun. (Hal. 168, paragraf 3 dan 4)
make moral judgement) judgement dalam penertiban di seluruh Keputusan moral (make stasiun kereta di wilayah Jabodetabek itu bisa dinyatakan sebagaimana satu kutipan berikut ini: Ada dua hal yang mendorong sterilisasi itu. Pertama, tuntutan agar pelayanan untuk penumpang KRL lebih baik dan manusiawi. Kedua, Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2011 tentang Penugasan PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk Menyelenggarakan Prasarana dan Sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan jalur lingkar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi. Perpres mengamanatkan KRL Jabodetabek harus bisa mengangkut penumpang sebanyak 1,2 juta orang per hari pada 2018. Itu artinya lebih dua kali lipat dibanding kemampuan KRL mengangkut 550.000 penumpang per hari tahun 2013. (Hal. 166, paragraf 4 dan 5)
Pada umumnya kutipan dari bingkai penyelesaian masalah (treatment recommendation) terletak setelah kutipan-kutipan bingkai sebelumnya. Namun dalam bab ini ditemukan bingkai keempat justru berada di depan. Buku ini mencoba menggambarkan hasil dari yang diperoleh dari seleksi isu dalam bab ini, yaitu usaha
+*$! http://digilib.mercubuana.ac.id/
untuk memperbaiki pelayanan KRL secara baik dan manusiawi, dan penonjolannya yang berupa penertiban kios-kios di seantero stasiun Jabodetabek dan pengambilan kembali aset, dan jawaban ketiga bingkai sebelumnya. Berikut kutipannya: Bertandanglah ke Stasiun Bogor. Bayangan tentang stasiun kereta api yang kotor, semrawut, dan dijejali pedagang, tak akan lagi dijumpai lagi di stasiun ini. Sebagainya gantinya, sebuah fasilitas publik yang bersih, lapang, tertata rapi, dan nyaman menyapa pengunjung dan calon penumpang. Keindahan dan kemegahan stasiun yang didirikan tahun 1881 itu pun kembali bisa dirasakan. Karakter bangunan era kolonial yang kokoh namun indah, tergambar jelas seiring ditertibkannya pedagang, pengasong, dan kios dari dalam dan areal sekitar stasiun. Jalan masuk menuju stasiun pun menjadi lega karena tidak lagi disesaki lapak pedagang kaki lima. (Hal. 165, paragraf 1 dan 2) siun Bogor adalah contoh stasiun kereta api di kawasan Jakarta, Bogor, Stasiun Depok, Tangerang, dan Bekasi yang telah ditertibkan dari keruwetan dan kesemrawutan yang ditimbulkan kios dan lapak pedagang yang tidak tertata. Praktis kini 67 stasiun di Jabodetabek steril dari kios dan lapak. (Hal. 166, paragraf 4)
Tabel 4.7. Rangkuman Frame BAB VII: Hiruk Pikuk Penataan Jabodetabek Define Problems
Penertiban untuk menjalankan Perpres No. 83 Tahun 2011—tugas PT KAI untuk menyelenggarakan prasarana dan sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan jalur lingkar Jakarta-BogorDepok-Tangerang-Bekasi—belum
dilaksanakan
sebagaimana yang diperintahkan Jonan. Diagnose Causes
Kekumuhan dan kesemrawutan di stasiun kereta api terjadi karena tidak ada standar penyewaan yang jelas. Musababnya, PT KAI hanya menyewakan kepada pihak mana pun yang mau, dan adanya oknum KAI yang memiliki banyak kios di sejumlah stasiun.
Make Moral Judgement
Tuntutan agar pelayanan untuk penumpang KRL lebih baik dan manusiawi dan Peraturan Presiden
+*%! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Nomor 83 Tahun 2011 mendorong Jonan untuk melakukan sterilisasi dan penertiban stasiun kereta api se-Jabodetabek. Treatment Recommendation
Stasiun Bogor merupakan contoh dari hasil sterilisasi dan penertiban di stasiun-stasiun. Kesemrawutan dan ketidaktertiban akibat banyaknya pedagang asongan dan kaki lima tidak lagi dijumpai di stasiun ini. Stasiun Bogor sekarang ini tampak bersih, lapang, tertata rapi, nyaman, indah, dan megah, kembali fungsinya sebagai sarana pelayanan publik.
4.2.1.8.
BAB VIII: Dari Mana Datangnya Rupiah Awal bab ini bercerita tentang beberapa bentuk perubahan status badan hukum
perusahaan PT KAI. Berawal dari proses nasionalisasi di tahun 1945 dalam bentuk sebuah Djawatan, Perusahaan Negara, Jawatan lagi, Perusahaan Umum, hingga terakhir tahun 1998 menjadi Perseroan Terbatas hingga kini. Perubahan status badan hukum menjadi Perseroan Terbatas itu membawa pada implikasi keharusan untuk memperoleh keuntungan—sesuai dengan Pasal 12 UU No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Hal ini berbeda dengan Perusahaan Umum (Perum) di mana kegiatan usahanya adalah untuk pelayanan kepada masyarakat, tanpa keharusan untuk memperoleh keuntungan. Dengan judul bab “Dari Mana Datangnya Rupiah”, menunjukkan bahwa buku ini mencoba membingkai bagaimana PT KAI menjalankan usahanya untuk memperoleh keuntungan sesuai yang diamanatkan UU. Tema besar atau seleksi isu dari bab ini dengan demikian adalah orientasi PT KAI untuk memperoleh keuntungan. Sedangkan penonjolannya adalah pada peningkatan efisiensi untuk memperoleh keuntungan tersebut. Terkait dengan itu,
+*&! http://digilib.mercubuana.ac.id/
lead dalam bab ini berbunyi: “Dinosaurus” pun bisa bergerak dengan postur tubuhnya yang gemuk dan besar. Syaratnya, dikelola dengan prinsip-prinsip korporasi yang benar, efisien, transparan, dan bersih dari korupsi. Artinya, PT KAI adalah perseroan besar dengan lebih dari 27 tenaga kerja dengan berbagai macam permasalahannya sehingga tidak bisa bergerak lincah bak dinosaurus. Namun dengan melakukan peningkatan efisiensi, diharapkan meskipun PT KAI menanggung beban yang besar dan berat namun dapat tetap menjalankan bisnisnya, dan bahkan mendapatkan keuntungan. Dengan perangkat Framing Entman, pendefinisian masalah (define problem) problem terletak pada perubahan PT KAI dari status Perum menjadi Persero yang konsekuensinya dikelola secara menguntungkan. Berikut kutipannya: Maka perubahan dari status Perum menjadi Persero pada tahun 1998 membawa konsekuensi kereta api harus dikelola sebagai sebuah perusahaan dengan orientasi untuk memperoleh keuntungan. Orientasi perusahaan harus diarahkan untuk memberikan jasa pelayanan publik yang berkualitas, dan mengejar keuntungan. (Hal. 219 paragraf 2)
( causes Sedangkan perkiraan masalah atau sumber masalah (Diagnose causes) terletak pada masih kuatnya budaya lama di kalangan PT KAI, dan tidak konsistennya penerapan GCG, sehingga untuk mendapatkan keuntungan masih diperlukan usaha yang maksimal. Berikut kutipannya:
Sayangnya perubahan bentuk itu tidak diikuti dengan upaya keras dan sungguh-sungguh untuk melakukan transformasi budaya dan etos kerja. Hingga tahun 2009, budaya kerja di PT KAI masih didominasi oleh budaya instansi, bukan budaya korporasi. Prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) tidak dijalankan secara konsisten. Akibatnya perseroan rentan digerogoti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Imbasnya, perseroan tidak bisa mengembangkan bisnis dengan benar untuk memperoleh keuntungan. Aset yang besar tidak bisa dioptimalkan dan dikelola
+*'! http://digilib.mercubuana.ac.id/
dengan baik, malah dinikmati oleh jajaran pimpinan atau pihak lain secara tidak sah. (Hal. 219 paragraf 3, dan 4)
Karena itu, keputusan moral (make moral judgement) yang diambil dalam analisis Framing ini adalah upaya untuk terus mengibarkan semangat juang dan integritas yang baik. Maka ketika mulai memimpin PT KA (Persero) tahun 2009, Ignasius Jonan harus mengawali dengan memperkenalkan banyak hal baru. Hal itu juga menjadi tekad direksi yang lain. Sesuatu yang sulit dan penuh tantangan. “Ketabahan, semangat perjuangan tanpa kenal lelah serta integritas yang tanpa cela amat diperlukan untuk memulai sesuatu yang baru,” kata Ignasius Jonan. (Hal. 219, paragraf 7)
Sesuatu yang baru itulah yang selanjutnya menjadi langkah-langkah Jonan untuk mencari sumber di mana “rupiah” itu bisa diperoleh. Kutipan berikut recommendation di merupakan bingkai dari penyelesaian masalah (treatment recommendation) dalam bab ini:
Tantangan yang berat tak membuat Jonan dan jajaran direksi surut semangat. Di tengah banyaknya suara yang mencibir dan mencuatkan pesimisme dan skeptisme, Jonan maju terus dengan jurus transformasinya. Salah satunya adalah dengan meningkatkan efisiensi. Jonan berprinsip, efisiensi adalah kunci penting transformasi. Prinsipnya, kalau target tidak tercapai biaya harus dikurangi. (Hal. 221, paragraf 5)
Halaman-halaman berikutnya menceritakan langkah-langkah efisiensi yang dilakukan
Jonan
dan
jajarannya
dan
pencapaian-pencapaiannya.
Misalnya,
optimalisasi aset KAI yang tersebar di berbagai kota dan di lokasi-lokasi strategis yang bernilai Rp 15 triliun. Dengan optimalisasi lahan, KAI bisa mendapatkan income progresif, yaitu pendapatan dari optimalisasi lahan yang semakin besar seiring dengan berjalannya waktu.
+*"! http://digilib.mercubuana.ac.id/
PT KAI juga melakukan investasi dengan meminjam dana di bank—hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Kepada pemerintah dan kalangan DPR, KAI juga menuntut perlakuan yang sama subsidi BBM yang diberlakukan kepada angkutan jalan raya, dimana KAI harus menggunakan BBM yang lebih mahal sehingga angkutan barang KAI tidak berkembang. Langkah itu berhasil sehingga PT KAI bisa menggenjot pendapatan dari angkutan barang. Selain itu KAI juga terus mengembangkan beberapa anak usahanya, seiring dengan meningkatnya bisnis KAI secara keseluruhan. Bila volume angkutan penumpang dan barang naik, maka bisnisbisnis yang digeluti anak perusahaan juga ikut terdongkrak naik. Dengan demikian, postur tubuh yang besar dan gemuk dari PT KAI tidak membuat langkah transformasi Jonan terkendala, melainkan bertambah lincah dan berhasil membukukan kinerja keuangan yang membanggakan.
Tabel 4.8. Rangkuman Frame BAB VIII: Dari Mana Datangnya Rupiah Define Problems
Pada 1998, status PT KAI berubah menjadi Persero. Status
tersebut
mengejar
mengharuskan
keuntungan,
namun
PT
KAI tidak
untuk boleh
mengabaikan kualitas jasa pelayanan kepada publik. Diagnose Causes
Hingga tahun 2009, budaya kerja di PT KAI masih didominasi oleh budaya instansi, bukan budaya korporasi. Prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) tidak dijalankan secara konsisten.
Make Moral Judgement
Memulai memimpin di tahun 2009, Jonan banyak memperkenalkan
hal
baru
dengan
ketabahan,
semangat perjuangan tanpa kenal, dan integritas tanpa cela.
+*(! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Treatment Recommendation
Salah
satu
jurus
transformasi
Jonan
untuk
mendapatkan keuntungan perusahaan adalah dengan meningkatkan efisiensi. Prinsip Jonan, efisiensi adalah kunci penting transformasi. Terobosan kecil lain adalah peningkatan produktivitas lokomotif, dari 2 jam menjadi 14 jam, dan optimalisasi aset.
4.2.1.9.
BAB IX: Agar Tidak Terus Dicaplok Hantu Istilah “hantu” di dalam judul bab ini diambil dari tulisan di majalah Tempo
edisi 8 Juli 2013 yang dikutip secara utuh di buku ini pada halaman 250 – 256. Hantu adalah julukan yang diberikan kepada dua orang makelar tanah yang punya tangan di pemerintahan daerah dan pusat. Seperti hantu, mereka tak terlihat nyata di setiap urusan tanah. Menurut Edi Ihksan, Koordinator Pusaka, lembaga swadaya masyarakat yang berbasis di Medan, mereka ini adalah mafia yang menggunakan tangan orang lain untuk merebut tanah orang. Pada setiap sengketa tanah di Medan, Ishak dan Asing, demikian nama mereka, selalu menang di pengadilan. Sumber Tempo menyatakan, jaringan keduanya terbentang dari kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan. Tak heran jika banyak instansi yang selalu mengalami kekalahan jika berhadapan dengan mereka—termasuk PT KAI. Tanah milik PT KAI seluas tujuh hektar yang terletak di antara Jalan Veteran, Jalan Timor, dan Jalan Madura, Kelurahan Gang Buntu, Medan Timur, kini berada di bawah kekuasaan PT Arga Citra Kharisma, untuk pembangunan mal dan apartemen bintang lima. Karena itu seleksi isu dalam bab ini adalah upaya penertiban dan perlindungan aset KAI. Sedangkan penonjolannya adalah usaha untuk membentuk direktorat Aset Non-produksi untuk penertiban aset.
+*)! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dengan perangkat Framing Entman, pendefinisian masalah (define problem) dalam bab ini bisa dibaca dari kutipan berikut ini: Dari lobi City Railink Station di Stasiun Besar Medan, terlihat bangunan tinggi menjulang. Ada mal, hotel, rumah sakit, dan deretan ruko. Jaraknya hanya sepelemparan batu dari bagian belakang stasiun, dipisahkan sebuah jalan. Bukan hanya jarak yang dekat. Lokasi bangunan-bangunan itu berdiri memang masih di areal lahan milik PT Kereta Api Indonesia (Persero). Tapi jarak itu memang jauh karena lahan itu tidak lagi berada dalam penguasaan PT KAI. Setidaknya untuk saat ini, status tanah itu telah beralih secara tidak wajar kepada pihak lain. (Hal. 242, paragraf 1, 2)
Sedangkan perkiraan masalah atau sumber masalah (diagnose causes) causes adalah karena dimenangkannya PT Arga Citra Kharisma yang telah mencaplok aset PT KAI: Musababnya, setelah melalui sengketa hukum yang panjang, Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan Nomor 1040 K/PDT/2012 tertanggal 5 November 2012. Keputusan itu memenangkan PT Arga Citra Kharisma (ACK) sebagai pemilik sah tanah seluas 35.955 m2 itu. Rinciannya, 13.578 m2 berada di Jalan Jawa, dan 22.377 m2 berada di Jalan Madura, Kelurahan Gang Buntu, Kota Medan. Atas dasar keputusan itu, Pengadilan Negeri Medan melakukan eksekusi pada Rabu 3 Juli 2013. Eksekusi batal dilaksanakan karena ditentang dan dihalanghalangi oleh ratusan pegawai KAI Divisi Regional I. para pegawai itu spontan bergerak untuk menyelamatkan aset perusahaan yang dicaplok pihak lain. Majalah Berita Mingguan Tempo mengulas kasus itu di edisi 8 Juli 2013. Hasil investigasi majalah ini, ada permainan mafia tanah di balik kasus ini. (Hal. 246, paragraf 1, 2, dan 3)
Atas kasus itu, Jonan dan jajaran PT KAI tidak akan menyerah. Karena itu mereka bertekad untuk membereskan persoalan aset-asetnya hingga ke ranah hukum. Karena itu, keputusan moral (make moral judgement) yang dibingkai dalam analisis Framing ini adalah tiga kutipan berikut:
++*! http://digilib.mercubuana.ac.id/
KAI menempuh segala cara untuk bisa mempertahankan aset tersebut. Sebab jika lahan di dekat Stasiun Besar Medan itu beralih tangan, akan jadi preseden buruk bagi pengelolaan aset KAI secara umum. Sebaliknya, jika persoalan yang berkepanjangan dan cukup rumit ini bisa diselesaikan, maka persoalan aset KAI lainnya akan bisa dibereskan. (Hal. 248, paragraf 2) Untuk mengatasi sengketa aset, KAI mengedepankan persuasi dan negosiasi. Baik kaitannya dengan individu, perusahaan, atau juga instansi pemerintah yang menguasai aset secara tidak sah. Namun jika persuasi dan negosiasi menemui jalan buntu, maka KAI tidak segan menempuh jalur hukum. “Prinsipnya, kita menghindari persoalan berlarut-larut, apalagi sampai ke meja hukum. Tapi kalau memang itu harus ditempuh, ya kita tidak segan untuk pakai pendekatan hukum,” terang Jonan. (Hal. 260, paragraf 3 dan 4)
Sebagai bingkai penyelesaian masalah (treatment recommendation), recommendation dibentuk direktorat Aset Non-produksi. Ada dua besar langkah untuk penyelesaian -aset PT KAI, pertama yaitu pendataan seluruh aset non-produksi, meliputi tanah, aset-aset rumah dinas, dan bangunan dinas; dan kedua, upaya memperkuat legalitas dan status hukum aset-aset tersebut. Selengkapnya dapat dibaca pada tiga paragraf kutipan berikut:
Terhitung sejak Januari 2013, Jonan membentuk direktorat baru yaitu Direktorat Aset Non-Produksi. Dengan demikian ada organ dengan kewenangan dan ruang lingkup besar yang fokus menertibkan dan menyelesaikan sengketa aset perusahaan. “Kita ingin melakukan upaya yang progresif untuk penertiban maupun penyelesaian sengketa yang terjadi atas aset-aset kita,” jelas Jonan tentang tugas strategis direktorat yang untuk pertama kalinya dipimpin Edi Sukmoro itu. (Hal. 261, paragraf 1) Untuk mencapai target tersebut, langkah pertama adalah pendataan seluruh aset non-produksi, meliputi tanah, rumah dinas, dan bangunan dinas. Pada April 2013 PT KAI telah menerbitkan buku aset yang berisi data seluruh aset perusahaan. Berapa luasnya, jenis bangunannya, di mana lokasi persisnya, hingga status terakhir aset-aset tersebut. Buku akan terus di-update sesuai dengan perkembangan status aset. (Hal. 261, paragraf 5)
+++! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tidak kalah pentingnya adalah upaya memperkuat legalitas dan status hukum aset-aset tersebut. Untuk itu telah dibentuk tim khusus yang bertugas menelusuri dan menemukan dokumen legal atas aset-aset KAI. Mengingat sebagian besar dokumen merupakan peninggalan era kolonial, banyak dokumen legal aset-aset itu berada di negeri Belanda. Maka salah satu agenda tim ini adalah menelusuri status aset hingga ke negeri Kincir Angin itu. (Hal. 262, paragraf 2)
Tabel 4.9. Rangkuman Frame BAB IX: Agar Tidak Terus Dicaplok Hantu Define Problems
Banyak aset tanah milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang beralih kepemilikan secara tidak wajar kepada pihak lain. Aset-aset tanah itu telah menjadi bangunan-bangunan mal, rumah sakit, hotel, dan deretan ruko.
Diagnose Causes
Penyebab terjadinya persoalan aset salah satunya adalah karena untuk waktu yang cukup lama PT KAI tidak mengurus secara benar aset-asetnya. Jajaran manajemen lebih fokus pada operasional kereta api, dan
tidak
cukup
punya
perhatian
terhadap
pengelolaan aset non-produksi. Make Moral Judgement
Untuk mengatasi sengketa aset, KAI di bawah Jonan mengedepankan persuasi dan negosiasi. Namun jika persuasi dan negosiasi menemui jalan buntu, maka KAI tidak segan menempuh jalur hukum.
Treatment Recommendation
Agar mampu mempertahankan asetnya, PT KAI melakukan beberapa upaya, di antaranya adalah membentuk Direktorat Aset Non-Produksi, yang bertugas untuk mendata seluruh aset non-produksi, meliputi tanah, rumah dinas, dan bangunan dinas, untuk kemudian diperkuat legalitas dan status hukum atas aset-aset tersebut.
++#! http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.2.1.10.
BAB X: Perang Mengikis USA
USA adalah singkatan dari “Untuk Saya Apa”. Istilah ini sangat populer di kalangan karyawan KAI. Istilah ini muncul dari hilangnya ketidakpedulian karyawan terhadap perusahaan. Masing-masing petugas, karyawan, hingga pimpinan hanya peduli pada kepentingan sendiri. Lebih sempit lagi, hanya peduli pada periuk nasi sendiri. Dan itu semua tidak lepas dari apa yang dicontohkan oleh para pimpinan. Karena itu, Jonan selalu menekankan nilai kepedulian kepada seluruh jajarannya. Selain itu, penerapan GCG juga menjadi prioritas Jonan setelah perubahan mindset karyawan. Terkait dengan itu, seleksi isu dalam bab ini adalah usaha menghapus budaya korporasi yang tidak mendukung penerapan GCG. Sedangkan penonjolannya adalah contoh dan keteladanan sebagai kunci penerapan GCG. Karena itu lead di bawah judul “Perang Mengikis USA” dalam bab ini tertulis “GCG dan budaya perusahaan sebagai landasan utama untuk mewujudkan perusahaan yang sehat, bersih, dan produktif”. Dengan perangkat Framing Entman, pendefinisian masalah (define problem) problem dimulai dari seorang bankir yang bercerita kepada Jonan tentang adanya seju sejumlah eks kepala daerah operasi dan kepala divisi regional yang memiliki simpanan miliaran rupiah di banknya:
Bagi Jonan, cerita itu cukup memberi gambaran tentang bagaimana kereta api dikelola di masa lalu. Tanpa harus menyalahkan dan menghakimi, kata yang tepat untuk menggambarkannya adalah diabaikannya Good Corporate Governance (GCG) dalam pengelolaan perusahaan. Akibatnya, kesehatan perusahaan terus memburuk hingga titik terendah. Kinerja keuangan terjun bebas hingga mencapai rugi Rp 83 miliar di tahun 2008. Imbasnya, pelayanan kepada penumpang dan pengguna jasa kereta api
++$! http://digilib.mercubuana.ac.id/
pun terabaikan. Keandalan sarana dan prasarana turun drastis sehingga keselamatan penumpang tidak terjamin, dan on time performance rendah. (Hal. 265, paragraf 2, dan 3)
Sedangkan bingkai perkiraan masalah atau sumber masalah (diagnose causes) dapat dibaca pada paragraf berikut ini: Dalam konteks KAI, proses menghadirkan GCG dalam segenap aspek dan lini korporasi adalah isu besar yang tidak mudah untuk diimplementasikan. Banyak pihak meragukannya, karena untuk kurun waktu yang cukup panjang GCG diabaikan. Praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, wajar, independen, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam keseharian aktifitas korporasi. Dengan kata lain sudah terbentuk budaya korporasi yang tidak mendukung penerapan GCG secara konsisten dan berkelanjutan. (Hal. 266, paragraf 4 dan 5)
Karena itu, keputusan moral (make make moral judgement) judgement yang dibingkai dalam analisis Framing buku ini adalah kutipan berikut ini: Namun bagi Jonan tidak ada kata mustahil. Dalam praktik keseharian di KAI masih tertanam kuat relasi patron klien. Para pimpinan adalah patron, karyawan pada umumnya adalah klien. Pimpinan adalah panutan, dan para karyawan akan mengikuti atau meniru apa yang dilakukan oleh para pimpinan. (Hal. 267, paragraf 1)
Paragraf-paragraf berikutnya merupakan bingkai dari penyelesaian masalah (treatment recommendation) di dalam analisis Framing ini. Berikut adalah dua contoh di antaranya: Oleh sebab itu, kunci utama untuk menerapkan GCG di KAI adalah dengan memberikan contoh dan keteladanan. Itulah sebabnya, Jonan secara pribadi memosisikan diri sebagai contoh dan teladan tentang penerapan GCG dalam aktifitas sehari-hari. Jajaran direksi dan pimpinan di berbagai tingkatan pun selalu didorong dan diingatkan untuk memberi contoh dan keteladanan. Bukan hanya pada ucapan dan kata-kata, tapi pada praktik nyata. Ucapan harus selaras dengan perbuatan. (Hal. 267, paragraf 2 dan 3)
++%! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 4.10. Rangkuman Frame BAB X: Perang Mengikis USA Define Problems
Di masa lalu PT KAI tidak dikelola secara sewajarnya. Kesehatan perusahaan dan kinerja keuangan semakin memburuk, dan pelayanan kepada penumpang
dinomorduakan.
Harus
dilakukan
penerapan GCG secara konsisten. Diagnose Causes
Di lingkungan PT KAI, sebelumnya sudah terbentuk budaya korporasi yang tidak mendukung penerapan GCG secara konsisten dan berkelanjutan.
Make Moral Judgement
Jonan berprinsip, pimpinan adalah panutan, dan para karyawan akan mengikuti atau meniru apa yang dilakukan oleh para pimpinan. Prinsip itu dianut Jonan untuk implementasi GCG.
Treatment Recommendation
Kunci utama untuk menerapkan GCG adalah dengan memberikan contoh dan keteladanan. Itu sebabnya Jonan secara pribadi memosisikan diri sebagai contoh aktivitas dan teladan tentang penerapan GCG dalam aktiv sehari-hari.
4.2.1.11.
BAB XI: Leading By Example
Seleksi isu dalam bab ini adalah cara Jonan memimpin PT KAI. Sedangkan penonjolannya terletak pada gaya kepemimpinan Jonan di luar kelaziman pemimpin pada umumnya, tetapi sukses. Bab ini banyak bercerita tentang gaya kepemimpinan Jonan dalam memimpin PT KAI. Dalam memimpin, Jonan banyak memberikan contoh, bukar sekadar apa yang diomongkan. Selain itu Jonan memiliki dua modal penting yang jarang dimiliki
++&! http://digilib.mercubuana.ac.id/
pemimpin pada umumnya: tidak takut tidak popular dan menguasai detil. Itulah yang membuat Jonan sukses dalam memimpin KAI. Dengan perangkat Framing Entman, pendefinisian masalah (define problem) dalam bab ini bisa dibaca dari kutipan berikut ini: Kalau dibaca apa adanya, orang bisa mengira Menteri BUMN Dahlan Iskan terlampau kasar dan vulgar terhadap Ignasius Jonan. Betapa tidak? Dia menggunakan hampir semua jenis ungkapan ‘tidak lazim’ untuk mendeskripsikan sosok Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) itu. Dalam beberapa kesempatan mengulas tentang KAI di artikel rutin Manufacturing Hope, Dahlan menyebut Jonan kurang waras, ndableg, kosro, dan menyebalkan. Mungkin kalau ada ungkapan lain yang lebih kasar dari itu akan dipakai pula oleh Dahlan. Tapi jangan salah baca. Semua ungkapan itu adalah cara Dahlan mengungkapkan respek dan apresiasinya kepada Jonan. (Hal. 301, paragraf 1, 2, dan 3)
Sedangkan bingkai perkiraan masalah atau sumber masalah ((diagnose causes) dapat dibaca pada paragraf berikut ini: Itulah cara sesama orang yang dibesarkan dalam tradisi Suroboyoan untuk memuji dan menghargai. Dalam tradisi Suroboyoan, umpatan yang paling kasar pun tidak selalu bermakna negatif. Menurut Dahlan, Jonan terhitung sosok kurang waras karena sudah enak-enak jadi eksekutif puncak Citibank, dia memilih repot mengurus kereta api. Padahal membenahi kereta api itu repotnya bukan main, musuhnya juga banyak. Dari dalam dan dari luar. Jonan disebut ndableg alias ekstra bandel karena tidak pernah menyerah mewujudkan obsesi membenahi perkeretaapian di Indonesia. Tegak dan lurus. Kosro adalah ungkapan khas Surabaya untuk menggambarkan sosok yang kasar dan kadang menerabas tata krama dan kelaziman, tabrak sana tabrak sini, dan terkadang ngawur. Jonan juga sosok menyebalkan bagi mereka yang pro-kemapanan, prokesemrawutan stasiun, pro-kejumudan. Menjengkelkan bagi mereka yang resistance to change, anti perubahan di KAI. Dahlan mengutip tagline sebuah majalah terkenal: Arek Suroboyo satu ini ‘menyebalkan dan perlu’. (Hal. 302, paragraf 1, 2, 3, dan 4)
++'! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Jonan sebelumnya berkecimpung di dalam dunia jasa perbankan, sebuah perusahaan multinasional yang sudah dikenal memiliki reputasi terbaik. Sementara PT KAI ketika itu adalah perusahaan yang sedang terpuruk, rugi miliaran rupiah, dengan budaya korporasi yang sama sekali tidak kondusif. Dan Jonan bersedia ditugaskan oleh Menteri BUMN Sofyan Djalil saat itu untuk membenahinya. Apa yang mendorong Jonan untuk berpindah dari ekstrem satu ke ekstrem yang lain? Ya, buku ini membingkai keputusan moral (make moral judgement) Jonan dalam tiga paragraf di bawah ini: Jonan memutuskan untuk terjun total ke dunia perkeretaapian yang “tidak sedap” ini. Meski untuk itu dia harus rela menerima penghasilan jauh lebih kecil. Dan dia bukan hanya mulai terbiasa dengan segala bentuk ketidakberdayaan yang ada, tapi juga menemukan passion baru. Sebuah passion tentang hakikat menjadi manusia berguna dengan melayani orang lain sebaik-baiknya. Passion itu dia tekuni dan geluti dengan totalitas yang intens. Dengan intensitas yang total. Fokus, dengan visi dan misi yang jelas. Hingga akhirnya dia sampai pada sebuah kredo pribadi: bekerja untuk kebaikan orang lain adalah ibadah yang amat mulai. Kemuliaan melayani. Itulah spirit yang dibangun Jonan untuk diri sendiri dan ditularkan ke seluruh insan kereta api. Dengan spirit itulah hakikat dan khittah PT KAI sebagai perusahaan jasa transportasi, service company, dikembalikan dan diaktualisasikan dalam bentuk dan format yang semestinya. (Hal. 303, paragraf 5, 6, dan 7)
Perusahaan BUMN tentu lain dengan perusahaan multinasional. Keduanya memiliki kultur yang berkebalikan. Jonan tidak lagi berada di lingkungan Citibank, tetapi saat itu dia memasuki perusahaan yang kurang memiliki spirit melayani. Arus besar yang berkembang adalah mental birokrasi yang cenderung dilayani. Served instead of serving. Karena itu bingkai penyelesaian masalah (treatment recommendation) di dalam analisis Framing ini adalah beberapa paragraf berikut ini:
++"! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Untuk mengubah mental dan kultur itu, Jonan memosisikan dan menyediakan diri sebagai role model. Dia tidak hanya berbicara tapi juga melakukan apa yang dia omongkan. Walk the talk. Dia blusukan dari satu stasiun ke stasiun lain, dari satu Daop dan Divre ke Daop dan Drive lain untuk melihat, mendengar, memberi arahan, dan memberi contoh bagaimana mengimplementasikannya. (Hal. 304, paragraf 3) Bagi Jonan, memimpin adalah memberi contoh. Kelihatannya mudah, tapi itu sulit dilakukan bagi mereka yang tidak punya kualitas sebagai pemimpin. Apalagi jika seorang pemimpin tidak punya track record yang tidak baik. Sulit untuk memimpin dengan baik, apalagi memimpin untuk perubahan. (Hal. 304, paragraf 6) Pemimpin yang sukses, terutama dalam memacu perubahan sebuah korporasi, adalah mereka yang punya dua modal penting: tidak takut tidak popular dan menguasai detil. (Hal. 305, paragraf 2) Kultur baru yang dibawa Jonan adalah integritas, kebanggaan, dan kerja keras, dibarengi dengan reward and punishment serta kompensasi yang layak. Jonan sendiri adalah contoh konkret untuk semua nilai-nilai baru itu. Ia bekerja keras tanpa mengenal waktu. Siang dan malam, hari libur atau hari biasa, baginya itu adalah hari kerja. Dia juga memimpin dengan integritas terjaga, tidak punya konflik kepentingan, dan selalu mengutamakan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dalam setiap proses korporasi. Ia leluasa untuk memutuskan segala hal karena tidak punya kepentingan pribadi dan konflik kepentingan yang membelenggu. Juga tidak ada beban masa lalu. (Hal. 306, paragraf 2, 3, dan 4)
Tabel 4.11. Rangkuman Frame BAB XI: Leading By Example Define Problems
Menteri BUMN saat itu, Dahlan Iskan, sering menggunakan jenis ungkapan yang ‘tidak lazim’ untuk mengungkapkan respek dan apresiasinya kepada Jonan.
Diagnose Causes
Sebagai sesama orang yang dibesarkan dalam tradisi Suroboyoan, Dahlan memiliki ungkapan-ungkapan yang “tidak lazim” untuk memuji dan menghargai.
++(! http://digilib.mercubuana.ac.id/
Make Moral Judgement
Kemuliaan melayani. Itulah spirit yang dibangun Jonan untuk diri sendiri dan ditularkan ke seluruh insan kereta api. Dengan spirit itulah hakikat dan khittah PT KAI sebagai perusahaan jasa transportasi, service company, dikembalikan dan diaktualisasikan dalam bentuk dan format yang semestinya.
Treatment Recommendation
Jonan berupaya mendobrak kultur internal KAI, yaitu mental birokrasi yang cenderung minta dilayani, dengan memimpin melalui contoh (leading by example), antara lain selalu berupaya memosisikan diri sebagai role model,, dan melakukan apa yang diomongkan (walk walk the talk talk).
++)! http://digilib.mercubuana.ac.id/