Bab Empat
Bumi Seram dan Manusia Batti Mitologi Penciptaan Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Bumi Seram Mengapa Orang Seram senantiasa mengagung-agungkan Gunung Murekele ? Ada apa dengan Gunung Murkele ? Penamaan Murkele yang selama ini digunakan oleh sebagian besar Orang Seram di Maluku dipahami sebagai tempat asal Manusia Awal (Alifuru). Letak Gunung Murkele yang terdapat di Pulau Seram berada pada perbatasan Seram Utara dan Seram Timur. Murkele artinya besar1). Sebagian besar Orang Seram yang mendiami lokasi bermukim di Kanike, Roho, Maraina, Salamena, Manusela, Soleha, Kabauhari, Maneo Randa, Maneo Tinggi, Zeti, dan lainnya beranggapan bahwa Gunung Murkele sebagai gunung tertinggi di Pulau Seram adalah gunung keramat (sakral). Gunung Murkele dipercaya oleh sebagian besar Orang Seram adalah tempat penciptaan awal Bumi Seram dan Manusia Awal (Alifuru). Mahakuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia menciptakan Bumi Seram dengan
1)Wawancara dengan Oyang Suriti atau Teta Haya (73 Tahun) Tokoh Adat Dusun Banggoi, pada tanggal 15 Mei 2009, ia mengemukakan bahwa Gunung Murkele adalah tempat asal Alifuru (Manusia Awala) atau Alifuru Ina. Dalam pengamatan peneliti ketika berada di wilayah tersebut, ternyata Gunung Murkele mempunyai posisi lebih tinggi dari gunung lain yang ada disekitarnya, maupun di Pulau Seram. Untuk itu dapat dikatakan bahwa Gunung Murkele merupakan gunung tertinggi di Maluku. Murkele artinya “Besar”. Apabila mendaki (naik) tidak mendapat puncak karena puncak Gunung Murkele makin naik lebih tinggi. Apabila turun, tidak mendapat dasar Gunung Murekel tidak menemukan puncak, dan kalau turun tidak menjumpai dasar. Makna Gunung Murkele dalam hidup keseharian Orang Seram artinya “naik tidak dapat puncak, dan turun tidak dapat dasar”. Ingat pesan peneliti yaitu hanya orangorang yang memiliki pertalian darah secara langsung dengan keturunan Alifuru Seram dan memiliki hakikat “Batti” dapat mencapai puncak Gunung Murkele karena merupakan salah satu tempat sakral (keramat) yang terdapat di Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu).
125
Esuriun Orang Bati
tempat bernama Nusa Tuni atau Nusa Awal di-ungkapkan sebagai berikut; Pada awal penciptaan Nusa Tuni atau Nusa Awal, atau Bumi Pulau Seram adalah Gunung Murkele Kecil, kemudian Gunung Murkele Besar. Tempat ini pada awalnya masih berbentuk bundar yang dinamakan Nusa Kupano, sedangkan tanah yang melingkari pulau tesebut dinamakan Nusa Hulawano. Sebagian besar Orang Seram percaya bahwa pulau ini memiliki lima tiang utama sebagai penyangga yaitu; (1) Pondasi yang berada di tengah pulau ialah Murkele Kecil dan Murkele Besar; (2) Pondasi di sebelah utara ialah Salalea ; (3) Pondasi di sebelah selatan ialah Silalousana (Supa Maraina); (4) Pondasi di sebelah barat ialah Nunusaku; (5) Pondasi di sebelah timur ialah Amalia. Manusia Awal (Alifuru) yang diciptakan pertama yaitu seorang perempuan atau ibu yang bernama Hulamasa di Gunung Murkele Kecil, dan menempati Istana Kerajaan Lomine, kemudian di Gunung Murkele Besar diciptakan seorang laki-laki bernama Lupai yang menempati Istana Kerajaan Poiyano 2).
Berdasarkan lima pondasi utama sebagai penyangga Kerajaan Alifuru atau Alifuru Ina di Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu) terdapat istana Kerajaan Lomine yang berkedudukan di Gunung Murkele Kecil, dan istana Kerajaan Poyano di Gunung Murkele Besar. Kerajaan Alifuru ini ditopang oleh lima kerajaan besar lainnya yaitu Kerajaan Silalousana atau Silalou di bagian selatan Nusa Ina (Pulau Ibu) yaitu di Supa Maraina, Kerajaan Mumusikoe atau Lemon Emas di Salalea yang terdapat di sebelah utara Nusa Ina (Pulau Ibu), Kerajaan Amalia di Yamasina di sebelah timur Nusa Ina (Pulau Ibu), dan Kerajaan Nunusaku bernama Lounusa atau Tounusa di sebelah barat Nusa Ina (Pulau Ibu), dan masing-masing istana kerajaan memiliki nama yang menjadi Teon Negeri. Bersumber dari lima Istana Kerajaan Alifuru atau Alifuru Ina sebagai kerajaan besar di Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram kemudian angka 5 (lima) menjadi angka yang sakral (keramat) dalam kehidupan Alifuru Ina atau Alifuru Seram. Kesakralan angka 5 (lima) memiliki kaitan dengan konstruksi utama dari fondasi Kerajaan Alifuru 2).Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat Negeri Kabauhari-Seram Utara, pada tanggal 10 Juli 2010. Bapak AnTi adalah salah satu informan pada saat peneliti melakukan penelitian bertema Studi Budaya Tutur Orang Ambon-Maluku Tentang Orang Bati tahun 2005.
126
Bumi Seram dan Manusia Batti
yang bersifat kesemestaan, dan dipersepsikan sebagai totalitas yang menyatu dengan kosmos di mana Penciptaan Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seran dengan Manusianya yaitu Alifuru atau Alifuru Ina adalah satu, dan Alifuru perempuan (Ina) atau seorang ibu merupakan Penciptaan Awal oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia. Sebagian besar anak cucu keturunan Manusia Awal (Alifuru) atau Alifuru Ina atau Alifuru Seram percaya bahwa leluhur yaitu Manusia Awal (Alifuru) diciptakan bersamaan dengan Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram. Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar yang terdapat di Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram merupakan sumber kehidupan awal dari Manusia Seram atau Manusia Awal (Alifuru) dan dipercaya sebagai leluhur dari Manusia Maluku. Sebagian besar Orang Seram percaya bahwa orang-orang yang mendiami berbagai tempat di Maluku pada awalnya berasal dari Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram. Untuk itu Gunung Murkele sebagai salah satu gunung tertinggi di Kepulauan Maluku dipersepsikan sebagai tempat keramat karena pada tempat tersebut berdiamnya roh para leluhur yang sudah meninggal dunia. Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar merupakan tempat sakral (keramat) karena semua orang yang meninggal dunia atau mati akan dipanggil pulang ke Gunung Murkele oleh Penguasa Alam Semesta dan Manusia. Persepsi sebagian besar keturunan Alifuru Seram bahwa Gunung Murkele memiliki makna penting untuk memahami tentang kehidupan setelah kematian pada manusia. Artinya roh dari pada orang yang telah meninggal dunia akan menempati puncak gunung tertinggi. Untuk itu Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram dipahami sebagai Gunung Tanah atau Tampa Putus Pusa dari semua anak-cucu keturunan Manusia Awal (Alifuru) atau Alifuru Ina. Pemahaman terhadap makna Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram dan Manusianya menjadi penting karena dalam mitologi tentang Bumi Nusa Ina atau Bumi Seram pada waktu lampau, dan Bumi Nusa Ina atau Bumi Seram sebagai dunia nyata, maupun Bumi Nusa Ina atau Bumi Seram yang dihadapi kemudian masih diselumuti dengan berbagai rahasia.
127
Esuriun Orang Bati
Hal yang diyakini oleh sebagian besar keturunan Alifuru Seram atau Orang Seram bahwa, Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar merupakan tempat berdiam roh para leluhur dari semua keturunan Suku Alifuru atau Alifuru Ina yang telah meninggal dunia sehingga tempat ini adalah suci. Semua anak cucu keturunan Manusia Awal (Alifuru) yang telah meninggal dunia akan dipanggil pulang oleh Penguasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia untuk kembali ke Gunung Murkele dalam keadaan apa adanya. Makna kembali ke Gunung Murkele berarti semua anak cucu keturunan Suku Alifuru atau Alifuru Ina yang telah meninggal dunia kembali menjadi penghuni Gunung Murkele. Selama ini Gunung Murkele diagungagungkan sebagai tempat suci sehingga dilarang keras untuk orang luar datang ke tempat tersebut tanpa memiliki tujuan dan niat yang jelas. Proses penciptaan awal Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram yang selama ini diyakini oleh sebagian besar keturunan Alifuru Seram atau Orang Seram dapat dijelaskan lebih lanjut yaitu :
Penciptaan Awal Nusa Tuni atau Nusa Awal Penuturan Orang Seram tentang penciptaan awal mengenai Pulau Seram dipahami sebagai Nusa Tuni (Pulau Pertama) atau Nusa Awal 3). Makna dari Nusa Tuni atau Nusa Awal bertolak dari pemahaman bahwa, pada awal Pulau Seram diciptakan adalah gumpalan awan putih yang turun dari langit membentuk gunung, dan menempati lokasi di Gunung Murkele. Gumpalan awan putih ini membentuk Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar. Kedua posisi gunung yang dikenal dengan nama Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar pada awalnya berbentuk bundar sehingga dinamakan Nusa Kupano.
3) Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat Negeri Kabauhari, Seram Utara, pada tanggal 26 September 2009. Ia mengemukakan bahwa penuturan seperti ini belum pernah ia sampaikan pada siapapun juga. Ini adalah informasi pertama yang ia sampaikan ketika memperoleh penuturan dari leluhur mereka secara turun-temurun.
128
Bumi Seram dan Manusia Batti
Tempat yang bernama Nusa Kupano berada pada pulau atau terbungkus dengan pulau yang dinamakan Nusa Hula Wano. Pulau ini pada masa lampau adalah satu benua yang besar dan disebut dengan nama Nusa El Hak, yang memiliki makna yaitu Pulau Ku, atau “Benua Mu” yang berupa daratan luas yang membentang dari timur ke barat, maupun dari utara ke selatan. Pada benua yang besar ini terdapat tempat-tempat keramat (sakral), dan oleh sebagian besar Orang Seram percaya bahwa tempat itu bernama Gunung Murkele Kecil, karena awalnya terdapat Istana Kerajaan Lomine atau Kerajaan Alifuru Ina atau lasim disebut Kerajaan Alifuru.
Istana Kerajaan Lomine berdiri kokoh di puncak Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar, karena ditopang oleh kerajaankerajaan lainnya yaitu kerajaan Amalai di Yamasina yang terletak di sebelah Timur, Kerajaan Nunusaku (Lounusa atau Tounusa) di sebelah Barat, Kerajaan Mumusikoe atau Lemon Emas di Salalea di sebelah Utara, dan Kerajaan Silalousana atau Silalou di Supa Maraina di sebelah Selatan. Akibat perkembangan yang terjadi dari zaman dahulu sampai sekarang, di mana telah berlangsung perubahan-perubahan besar pada wilayah ini, sehingga sekarang yang tinggal adalah ceritra turuntemurun yang diwariskan oleh leluhur Orang Seram kepada anak cucu Alifuru.
Seram Sebagai Pulau Suci Setelah Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia menciptakan Nusa Tuni atau Nusa Awal yang berbentuk bundar (bulat) atau disebut Nusa Kupano, maka Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar berada dalam kesatuan yang saling berdampingan. Pulau atau daratan yang luas membentang dari Gunung Murkele Kecil sampai ke Gunung Murkele Besar dengan dataran rendah yang berada di bawahnya dinamakan Nusa Hula Wano (Nusa = Pulau; Hula = Suci; Wano = Limpah). Nusa Hula Wano artinya Pulau Suci Berkelimpah-
129
Esuriun Orang Bati
an 4). Makna dari Nusa Hula Wano dipahami oleh Orang Seram se-bagai daerah yang subur dan memiliki berbagai sumber daya alam sebagai warisan bagi keturunan anak cucu Alifuru atau Orang Maluku. Pulau Seram dimaknai sebagai Pulau Suci karena merupakan tempat asal Manusia Awal (Alifuru) dan merupakan leluhur dari Manusia Maluku adalah seorang Perempuan atau Ibu yang bernama Hulamasa sehingga Pulau Seram dimaknai sebagai Nusa Ina (Pulau Ibu).
Penciptaan Manusia Awal (Alifuru) di Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram Tempat ini dipercaya oleh sebagian besar Orang Seram sampai sekarang sebagai tempat Penciptaan Manusia Awal (Alifuru) oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia bernama Hulamasa, kemudian menempati istana di Gunung Murkele Kecil, sedangkan tempat yang bernama Gunung Murkele Besar ditempati oleh seorang lakilaki bernama Lupai. Penciptaan Manusia Awal (Alifuru) ini terdiri dari seorang perempuan bernama Hulamasa dan seorang laki-laki bernama Lupai adalah leluhur yang hidup sepanjang masa. Untuk itu sampai sekarang sebagian besar Orang Seram percaya bahwa Istana Kerajaan Lomine merupakan kerajaan awal dari Manusia Awal (Alifuru) yang diciptakan oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta pada masa lampau, dan sampai sekarang kerajaan tersebut tetap ada, dan tidak berubah sepanjang masa karena sifatnya kekal dan abadi. Mengenai penciptaan Manusia Awal (Alifuru) dalam mitologi Alifuru Seram atau Orang Seram yang mendiami wilayah sekitar Gunung Murkele seperti Supa Maraina, Kanike, Roho, Salamena, Soleha, Manusela, dan Murkele, maupun Orang Seram yang mendiami Negeri Maneo Tinggi, Maneno Randa, Siriwa, Kabailu, Siahari, Seti, Kabauhari, di Seram Utara, maupun masyarakat Banggoi di Seram Timur Kecamatan Bula meyakini bahwa penciptaan Manusia Awal atau Alifuru adalah penciptaan yang dilakukan oleh Maha Kuasa Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat Negeri Kabauhari-Seram Utara pada tanggal 27 September 2009.
4)
130
Bumi Seram dan Manusia Batti
Pencipta Alam Semesta dan Manusia setelah menciptakan Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram, kemudian disusul dengan kedua dan penciptaan ketiga. Mengenai penciptaan awal, kedua, dan ketiga dituturkan oleh Alifuru Seram atau Orang Seram bahwa penciptaan pertama oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia yaitu Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Bumi Pulau Seram. Setelah terbentuknya Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram, kemudian Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta menciptakan Manusia Awal (Alifuru) atau Alifuru Ina yaitu seorang perempuan. Manusia Awal (Alifuru) atau Alifuru Ina tersebut masih merupakan benda yang tidak bergerak. Persepsi sebagian besar Alifuru Seram atau Orang Seram mengenai penciptaan Alifuru atau Alifuru Ina dipahami dari konsep pembuatan atau penciptaan bagan atau bentuk manusia di Gunung Murkele Kecil. Penciptaan Manusia Awal (Alifuru) perempuan (ina) kemudian Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia menghembuskan nafas melalui kekuatan (roh-Nya) dalam diri Manusia Awal (Alifuru) tersebut sehingga ia hidup. Setelah Manusia Awal atau Alifuru bisa bernafas (hidup), kemudian diberi nama oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia yaitu ”Hulamasa”. Manusia Awal atau Alifuru perempuan (Ina) atau ibu ditempatkan pada istana Kerajaan Lomine di Gunung Murkele Kecil. Setelah itu Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia menciptakan seorang Alifuru laki-laki di Gunung Murkele Besar, kemudian dihembuskannya nafas dan ia menjadi hidup. Alifuru laki-laki ini kemudian diberi nama Lupai, kemudian Alifuru laki-laki tersebut ditempatkan pada Kerajaan Poiyano yang berkedudukan di Gunung Murkele Besar. Dikemukakan oleh Alifuru Seram atau Orang Seram bahwa pada saat Manusia Awal (Alifuru) ini diciptakan, Bumi Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu) masih kosong atau sama sekali belum dihuni oleh manusia lain. Nama dari Manusia Awal (Alifuru) perempuan yaitu Hulamasa mengandung makna yaitu Hula = Suci dan Masa = Waktu atau Zaman. Jadi Hulamasa artinya suci sepanjang zaman atau suci sepanjang masa. Laki-laki diberi nama Lupai, artinya Api. Setelah bagan manusia awal ini bisa bergerak dan sudah menjadi manusia karena roh sudah
131
Esuriun Orang Bati
berdiam di dalam diri manusia itu dan terus bekerja, kemudian lahir kemampuan berpikir, bertindak, dan berbuat pada manusia. Kedua Alifuru Perempuan dan Laki-Laki ini menjadi hidup dan mulai berkomunikasi. Bahasa yang digunakan oleh mereka yaitu bahasa Upa atau Koa. Bahasa Upa atau Koa ini masih digunakan oleh penduduk atau keturunan Alifuru Seram yang mendiami wilayah sekitar Gunung Murkele sampai sekarang, dan juga suku-suku lainnya yang telah melakukan migrasi ke luar dari wilayah tersebut. Induk dari bahasa Upa atau Koa masih dijumpai pada keturunan Alifuru Seram atau Orang Seram yang mendiami Negeri Kabauhari di Seram Utara, dan lainnya. Alifuru Seram atau Orang Seram yang telah bermigrasi ke arah selatan Pulau Seram di sekitar Teluk Teluti, baik yang mendiami wilayah pesisir pantai maupun pegunungan menyebutnya bahasa Lamasa, karena induk dari bahasa Lamasa yaitu bahasa Upa atau Koa. Bertolak dari mitologi penciptaan Bumi Nusa Ina atau Bumi Seram tersebut, maka keberadaan Manusia Awal atau Alifuru sebagai manusia yang utuh, kemudian Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia memberikan segala perannya untuk mengatur dan menguasai alam semesta di mana mereka berada. Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia terus berada dengan Manusia Awal atau Alifuru sebagai hasil ciptaannya. Artinya keberadaan mereka setiap saat tidak dilepaskan begitu saja. Hal ini dimaksudkan agar Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia dapat memantau tentang cara berpikir, cara bertindak, dan cara berbuat yang dilakukan pada Manusia Awal atau Alifuru ciptaannya. Hulamasa sebagai manusia ciptaannya terus menyimpan semua amanat itu di dalam hatinya agar ia selalu berpikir, bertindak, dan berbuat secara suci di hadapan Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia. Ia selalu taat kepada Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia, sehingga semua permintaannya selalu dipenuhi. Untuk itu mencari Manusia Awal atau Alifuru di Bumi Pulau Seram yang menghuni Gunung Murkele bukan dalam bagan manusia tidak bergerak, tetapi mencarinya di dalam peta manusia hidup karena telah memperoleh nafas kehidupan di dalam diri Hulamasa, maupun Lupai.
132
Bumi Seram dan Manusia Batti
Hulamasa sejak jutaan tahun yang lampau berdiam di Gunung Murkele Kecil dan dikenal oleh masyarakat Seram sebagai Ibu Bumi Pulau Seram dengan segala yang diperankannya. Dipercaya sampai saat ini oleh masyarakat Seram bahwa Hulamasa itu adalah manusia suci, dan tidak pernah mati. Ia selalu jujur di hadapan Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia sehingga pada waktunya ia diangkat hiduphidup oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia. Setelah Hulamasa diangkat hidup-hidup oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia sehingga yang ditinggalkan pada anak cucu (keturunan) sebagai warisan yaitu berupa “Matitinia” yang artinya “Kelimpahan”. Penciptaan Manusia Awal atau Alifuru yang bernama Hulamasa dan Lupai dipercaya oleh masyarakat Seram sampai sekarang bahwa mereka masih mendiami Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar. Untuk itu kedua tempat ini dianggap sebagai wilayah yang sangat keramat (sakral) dan dirahasiakan (secret). Orang yang dapat datang ke tempat ini adalah keturunan Alifuru yang benar-benar memahami dan mengetahui asal-usulnya secara benar. Orang lain yang bukan keturunan Alifuru sulit untuk datang ke tempat tersebut karena dianggap pamali (tabu). Makna penciptaan Manusia Awal (Alifuru) perempuan dan laki-laki sebagai peristiwa yang sama hanya hakikatnya yang berbeda, dan dimaksudkan adalah penciptaan Manusia Awal (Alifuru) di Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram. Penciptaan Kedua yaitu Kelilau Penciptaan yang kedua oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia yaitu menciptakan manusia yang diberi nama Ipapoto. Manusia kedua ini dijadikan oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia untuk menyediakan tempat bagi orang-orang yang sudah meninggal (orang-orang yang telah mati) dan disebut Pu Hua atau dengan ungkapan lain yaitu orang yang mendiami alam barsah agar roh dari manusia atau orang yang telah meninggal dunia tadi bisa berdiam di alam barsah secara tenang. Maksudnya yaitu, ketika orang yang telah meninggal dunia ini berada di alam barsah, kemudian orang ter-
133
Esuriun Orang Bati
sebut dipanggil pulang ke Gunung Murkele oleh Hulamasa sebagai penguasa. Dalam kepercayaan Alifuru Seram atau Orang Seram termasuk keturunan Alifuru Bati atau Orang Bati bahwa orang yang telah meninggal dunia ini akan dipanggil pulang oleh penguasa pada Gunung Tertinggi (Murkele) dan gunung lainnya seperti Gunung Bati yang sangat dipercaya sebagai tempat berdiamnya para leluhur yang telah meninggal dunia. Sebab orang yang telah meninggal dunia, ia datang dengan mata yang masih tertutup, tetapi telinganya masih peka untuk mendengar. Orang yang sudah meninggal ini dipanggil pulang ke Gunung Murkele kemudian dimandikan oleh Hulamasa. Setelah itu Hulamasa akan membuka mata dan telinganya sehingga ia bisa melihat dan mendengar. Hulamasa memberikan nama baru pada orang tersebut dan menyerahkannya pada Kelilau, artinya penguasa kerajaan maut. Kelilau adalah manusia berkepala besar, dan bermata empat. Terdapat dua mata di bagian depan dan dua mata di bagian belakang. Keturunan Alifuru Seram atau Orang Seram yang mendiami wilayah sekitar Gunung Murkele maupun wilayah di Seram Utara menyebut orang bermata empat sesuai bahasa lokal yang mereka anut yaitu Mata Leli Kalua. Menurut keterangan yang diperoleh dari Alifuru Seram atau Orang Seram di sekitar Gunung Murkele dan juga Alifuru Bati atau Orang Bati yaitu Kelilau berdiam di Gunung Murkele. Kelilau sangat ditakuti oleh penduduk yang berada di sekitar tempat ini sampai sekarang. Sebab, di daerah sekitar mereka sampai saat ini seringkali mengalami peristiwa-peristiwa yang sangat mengerikan seperti tiba-tiba ada orang yang diculik dan hilang tidak pernah kembali. Orang yang sering diculik antara lain anak-anak kecil, baik laki-laki maupun perampuan, serta orang perempuan dewasa. Apabila terjadi peristiwa seperti ini masyarakat percaya bahwa itu adalah perlakuan dari Kelilau, karena orang tersebut mengakhiri ajalnya dan dipanggil pulang oleh Hulamasa, dan diambil oleh Kelilau. Kedatangan Kelilau dalam berbagai wujud seperti burung elang, atau disebut juga Lusi (Garuda) atau Rajawali yang sedang be134
Bumi Seram dan Manusia Batti
terbangan. Ia juga bisa nampak berupa seekor babi hutan, anjing, bahkan menyerupai awan merah atau awan hitam yang sedang bergerak di langit dan membentuk gumpalan tebal. Situasi seperti ini sangat menakutkan penduduk sekitar wilayah ini, terutama bagi mereka yang melihatnya. Informasi yang disampaikan oleh Orang Seram, apabila muncul tanda-tanda seperti ini mereka sangat percaya bahwa akan muncul suatu bencana tertentu, dan mereka sama sekali tidak mengetahui kapan hal itu terjadi. Mereka sebagai anggota masyarakat hanya bisa berdoa sesuai dengan kepercayaan yang diturunkan oleh leluhurnya, agar mereka semua dapat diampuni dan dijauhkan dari segala musibah yang dapat mengancam diri mereka masing-masing maupun masyarakatnya. Doa-doa yang mereka sampaikan yaitu ditujukan pada leluhur yang sudah meninggal dunia, dan dipercaya bahwa mereka semua berdiam di Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar. Penciptaan Ketiga yaitu Lolaka Penciptaan ketiga yaitu Lolaka yang kemudian memunculkan keempat kursi Emas Raja di Murkele yaitu Ilelapotoa, Halamure, Sulumena, dan Lailosa. Keempat kursi emas ini oleh Hulamasa menempatkan pada Usali Nusa Hulawano. Usali artinya Baeleo atau rumah adat dalam Nusa Hula Wano (Pulau Suci Berkelimpahan). Jadi Usali Nusa Hula Wano artinya Baeleo (rumah adat) yang terdapat di dalam Pulau Suci Berkelimpahan. Dikemukakan oleh Orang Seram bahwa yang dimaksud dengan keempat kursi emas itu adalah: (1) Ilelapotoa yang menempati Istana Kerajaan Silalou di Supa Maraina; (2) Halamure yang menempati Istana Kerajaan Yamasina di Amalia Manusela; (3) Selumena yang menempati Istana Kerajaan Mumusikoe atau Lemon Emas di Salalea; (4) Lailosa yang menempati Istana Kerajaan Lounusa atau Tounusa di Nunusaku. Kehidupan ini terus berlangsung di Nusa Ina (Pulau Ibu) sampai terjadi kebinasaan dunia yang pertama, dan dipahami oleh sebagian besar Orang Seram yaitu ”Bumi Pulau Nusa Ina atau Bumi Pulau Seram” tergenang oleh air laut. Semua wilayah tergenang oleh air laut, 135
Esuriun Orang Bati
kecuali Gunung Murkele 5) yang tidak tergenang oleh air laut sehingga tempat tersebut dianggap sakral karena merupakan awal kehidupan Manusia Seram atau Manusia Maluku. Keturunan Alifuru atau Alifuru Ina Dalam perkembangannya, Lupai kawin dengan seorang perempuan bernama Kapitiolu atau Ilelapotoa di Supa Maraina. Hasil perkawinan antara Lupai dan Ilelapotoa memperoleh anak-anak yaitu Sinarala, Kohonusa, Sinalata, Atuani, Ituhuni, Tehuayo, Tanasale, dan seorang saudara perempuan bernama Matinapole. Sinarela kawin dengan seorang perempuan dari marga Aitonam bernama Tasipela. Hasil perkawinan mereka yaitu memiliki anak-anak antara lain Tanamal, Lesiain, Waraia, dan Fot. Empat anak ini kemudian menjadi Raja di Kepulauan Raja Ampat. Keturunan Lupai ini sangat banyak sehingga ia bersama isteri dan anak-anaknya tidak mendiami lagi Gunung Murekele Besar, tetapi mereka pindah ke Supa Maraina. Ketika berada di Supa Maraina Lupai dimandikan atau diurapi oleh seorang Latu yang bernama Latu Kene atas perintah Hulamasa untuk menerima jabatan Latu (Raja) yang bernama Latu Konsina pada pemerintahan istana Tihulu di Gunung Kabau. Atas dasar itulah Hulamasa menempatkan Latu Konsina menjadi Raja sampai dengan kebinasaan dunia yang pertama. Berikut ini dikemukakan mengenai susunan kekerabatan pada bagan 1 sebagai berikut:
5)
Pada saat berdiskusi dengan Oyang Suriti atau Tete Haya (73 Tahun) Tokoh Adat Dusun Banggoi, pada bulan April 2009 dijelaskan bahwa dalam bahasa lokal atau bahasa Upa atau Koa yang digunakan oleh orang-orang di Gunung Murkele maupun bahasa Lamasa yang digunakan oleh orang-orang di Teluk Teluti, arti dari Murkele yaitu “Besar” atau “Benua Mu”. Arti yang sama tentang Murkele juga disampaikan oleh bapak AnTi pada saat berdiskusi bulan januari 2010, itu adalah Benua Mu, Nusa El Hak. Makna mendasar dari Murkele yaitu Benua ale dan beta atau benua kamu dan saya, atau tampa (tempat) asal, tanah kelahiran, tampa putus pusa, Gunung Tanah dari leluhur ale dan beta atau kamu dan saya yaitu Alifuru (Manusia Awal) atau Alifuru Ina. Makna lain dari Murkele yang diketahui yaitu, apabila mendaki tidak menemukan puncak, dan menuruni tidak menemukan dasar. Itu adalah hakikat dari “Gunung Murkele” yang terdapat di Pulau Seram atau Nusa Ina atau Ina Nusa.
136
Bumi Seram dan Manusia Batti
Bagan 1 Struktur Kekerabatan Keturunan Alifuru di Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian.
Mitologi Kebinasaan Dunia atau Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) Mitologi tentang kebinasaan dunia atau bumi Nusa Ina atau Pulau Seram dapat dikemukakan lebih lanjut: Kebinasaan Dunia yang Pertama Dituturkan oleh Orang Seram bahwa, kebinasaan dunia yang pertama ini disebabkan karena hujan lebat yang turun secara terusmenerus pada siang maupun malam hari. Sungai-sungai besar mengalami banjir besar. Air yang terbawa oleh sungai menuju ke laut yang mengakibatkan permukaan air laut terus naik dan menutup seluruh dataran sampai daerah sekitar pegunungan. Air itu naik setinggi Gunung Kabau, Unaheli, Ala, Lumute, Reirenisiwa, Kakopi, Hoale, Musele Inai, dan pegunungan Lube di Seram Timur. Melihat kejadian alam yang ganas dan mengerikan saat itu, kemudian Latu Konsina bekerja keras untuk mengatur semua lalu-lintas darat maupun lalulintas laut, serta lalu-lintas udara.
137
Esuriun Orang Bati
Pada waktu itu banyak kapal-kapal yang sedang mondar-mandir di sekitar wilayah ini, dan orang-orang yang berada di atas kapal meminta pertolongan. Sebagai seorang raja, Latu Konsina memiliki karunia yang unik untuk bisa berbicara lewat udara dan suaranya dapat disadap pada semua tempat antara Kabau dengan Murkele, Kabau dengan Amalia, Kabau dengan Supa Maraina, Kabau dengan Salalea, Kabau dengan Nunusaku, Kabau dengan Lube di Seram Timur, Kabau dengan kapal-kapal yang berada di laut, Kabau dengan Hulamasa yang mendiami Istana Lomine di Gunung Murkele Kecil. Kapal-kapal tersebut diizinkan untuk masuk di pelabuhan yang bernama Totulaia yaitu suatu tempat di sebelah timur Istana Kabau. Kapal-kapal besar itu kemudian dipandu oleh Latu Konsina untuk masuk ke Gunung Murkele kemudian melaporkan diri kepada Hulamasa. Setelah Nusa Tuni atau Nusa Awal mengalami bencana alam yang dasyat, dan menimbulkan kebinasaan dunia yang pertama dituturkan oleh Orang Seram bahwa setelah kejadian itu tersebut Nusa Ina mengalami perubahan besar pada bentuk fisik, sewaktu bumi ini tenggelam oleh air laut, kemudian air membeku. Ketika keadaan air laut mulai surut karena air yang membeku mulai mencair, di manamana dalam wilayah Nusa Ina (Pulau Ibu) terjadi patahan sehingga postur Nusa Ina (Pulau Ibu) yang besar sebagai benua pada saat itu menjadi rusak. Atau saat air telah surut, banyak belahan bumi mengalami kerontokan. Dalam dialek lokal disebutkan bahwa Bumi Nusa Tuni atau Nusa Awal atau Nusa Ina (Pulau Ibu) mengalami kebinasaan (kerusakan), karena belahan bumi ini jatuh berkeping-keping, kemudian terjadi kekeringan atas wilayah yang tergenang air laut dan menjadi daratan baru. Tempat di mana air menceraikan daratan yang satu dengan daratan yang lain, maupun lautan yang satu dengan lain, gunung yang satu dengan gunung yang lain sehingga terdapat garis pemisah di antara daratan dengan daratan maupun lautan dengan lautan. Kerusakan tersebut meninggalkan induk atau inti pulau atau poros dari Nusa Ina (Pulau Ibu) yang dinamakan ”Seram”. Timbul garis pemisah antara Nusa Tuni atau Nusa Awal yang dinamakan Papialaka. Batas yang memisahkan Nusa Tuni dengan laut-
138
Bumi Seram dan Manusia Batti
an dinamakan Nusa Holu yang artinya ”Daratan Baru” atau Pulau Seram. Leluhur yang mendiami daratan baru atau Pulau Seram beserta keturunannya bahwa Nusa Hulawano sudah berubah hanya gununggunung saja yang berdiri kokoh dan tetap menjulang tinggi. Semua jalan yang dahulu-nya ada tetapi sekarang (pada saat itu) tidak ada lagi, dan pada saat ini tidak ada lagi karena sudah mencul jalan yang baru. Wilayah ini menjadi sukar untuk dijelajahi keturunan Alifuru saat itu karena tidak mendapatkan jalan yang sesungguhnya atau jalan yang sebenarnya. Pemahaman Alifuru Seram atau Orang Seram mengenai mitologi kebinasaan dunia yang pertama yaitu Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Bumi Pulau Seram mengalami kehancuran atas kehendak dari Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia. Penuturan Orang Seram tentang kebinasaan dunia yang pertama ini disebabkan karena turunnya hujan lebat secara terus-menerus, baik siang maupun malam hari. Hujan lebat berlangsung sangat lama sehingga terjadi banjir di manamana, dan sungai-sungai besar meluap kemudian airnya mengalir ke laut. Air hujan dan air laut bercampur menjadi satu, kemudian naik menutupi seluruh daratan. Wilayah yang tidak tergenang oleh air yaitu Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar. Situasi yang sangat genting saat itu dituturkan oleh Alifuru Seram atau Orang Seram bahwa: Akibat permukaan air laut terus naik dan menutup seluruh daratan maupun gunung-gunung, setinggi gunung Kabau, Unaheli, Ala, Lumute, Reirenisiwa, Kakopi, Hoale, Musele Inai, dan pegunungan Lube di Seram Timur. Melihat kejadian alam yang sangat ganas dan mengerikan, kemudian Latu Konsina bekerja keras mengatur semua lalu-lintas darat, laut, serta udara. Pada waktu itu banyak kapal-kapal yang sedang mondar-mandir disekitar wilayah ini. Semua kapal meminta pertolongan. Sebagai seorang raja, Latu Konsina yang berkedudukan di Gunung Kabau memiliki karunia unik yaitu bisa berbicara lewat udara dan suaranya dapat disadap pada semua tempat, seperti wilayah antara Kabau dengan Murkele, Kabau dengan Amalia, Kabau dengan Supa Maraina, Kabau dengan Salalea, Kabau dengan Nunusaku, Kabau dengan Lube di Seram Timur, Kabau dengan kapal-kapal yang berada di laut, Kabau dengan H di Gunung Murkele Kecil. Kapal-kapal itu kemudian diizinkan untuk masuk ke pelabuhan yang bernama Totulaia yaitu suatu tempat di
139
Esuriun Orang Bati
sebelah timur istana Kabau. Kapal-kapal itu antara lain Kapal Belanda, Inggris, Jepang, Cina, dan lainnya. Kapal-kapal besar itu kemudian dipandu untuk masuk ke Gunung Murkele kemudian melaporkan diri kepada “H”. Ketika Nusa Tuni atau Nusa Awal dilanda bencana alam yang dasyat, maka timbul kebinasaan dunia, dan hal itu dipahami sebagai kebinasaan dunia yang I (pertama)”. 6)
Setelah berakhirnya peristiwa tersebut, maka Hulamasa sebagai penguasa bersama Upu Ama mengambil inisiatif untuk memantau daerah sekelilingnya. Mereka berjalan meninjau bumi itu dengan menggunakan petunjuk jalan dari hewan piaran yaitu anjing dan babi. Untuk meninjau wilayah timur dan selatan mereka dipandu oleh seekor anjing berwarna merah yang bernama Wasula. Untuk meninjau wilayah barat mereka dipandu oleh seekor anjing berwarna macan yang bernama Asiaule. Untuk meninjau wilayah pegunungan dan daratan bagian utara dan sebagian wilayah selatan mereka dipandu oleh seekor babi bernama Masila. Maksudnya yaitu mereka melakukan pemantauan terhadap keadaan bumi pada saat itu melalui empat wilayah. Hasil pemantauan terhadap kondisi tersebut kemudian mereka memberi nama bagi bumi yang ditinjau yaitu; (1) Bumi atau wilayah sebelah barat sampai penghujung bumi itu dinamakan Siale; (2) Bumi atau wilayah sebelah timur sampai penghujung bumi dinamakan Siritotuni; (3) Bumi atau wilayah sebelah utara dinamakan Tasihihina; (4) Bumi atau wilayah sebelah selatan dinamakan Tasi Manoa. Dikisahkan oleh leluhur kepada anak cucunya keturunan Alifuru bahwa, setelah bumi atau dunia ini mengalami kerontokan (patahan) dan terjadi kekeringan di mana-mana. Kondisi ini menyebabkan timbulnya bumi Nusa Tuni atau Nusa Awal telah menjadi daratan yang luas. Bumi yang telah menjadi daratan luas ini dinamakan Nusa Holu. Daratan baru yang melingkari atau membungkus Nusa Tuni atau Nusa Awal ini oleh Hulamasa diberi nama yaitu Seram. Setelah air laut surut, terjadi perubahan besar karena banyak belahan bumi mengalami keruntuhan, gugur, atau patahan. Bumi 6)Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat Negeri Kabauhari, Seram Utara, pada tanggal 11 Juli 2010.
140
Bumi Seram dan Manusia Batti
Seram atau saat itu bernama Bumi Nusa Tuni atau Nusa Awal atau Nusa Ina (Pulau Ibu) juga mengalami demikian. Belahan Bumi Pulau Seram yang patah kemudian jatuh berkeping-keping. Kondisi ini kemudian menimbulkan kekeringan dan muncul sebagai wilayah daratan. Sisa genangan air yang menceraikan daratan yang satu dengan daratan yang lainnya tetap menjadi lautan. Timbul garis pemisah antara daratan dengan daratan maupun lautan dengan lautan. Garis pemisah bagi Nusa Tuni atau Nusa Awal dinamakan Papialoka artinya menjadi batas antara Nusa Tuni dengan lautan yang dinamakan Nusa Holu yang artinya Daratan Baru yang kemudian dinamakan Seram. Artinya Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) telah berubah dan menjadi Bumi Pulau Seram, karena bentuk aslinya sebagai daratan (benua) yang luas menjadi pulau-pulau yang berukuran kecil, dan dikelilingi oleh lautan yang luas. Oleh Orang Seram diungkapkan bahwa: Bumi Pulau Seram atau Benua-Mu (Nusa El Hak) menjadi binasa (rusak) dan hilang. Kondisi pada awalnya Nusa Tuni atau Nusa Awal adalah suatu daratan yang sangat luas. Tetapi saat ini hanya tinggal induk dari Nusa Ina (Pulau Ibu) yang terbesar dari pulaupulau lain disekitarnya 7), dan dinamakan Seram. Jadi Seram merupakan induk dari Nusa Ina (Pulau Ibu) menurut mitologi penciptaan Bumi Nusa Ina atau Bumi Seram.
Makna penuturan ini mengingatkan pada keturunan Manusia Awal (Alifuru) atau keturunan Alifuru Ina beserta anak cucunya yaitu Nusa Hulawano sudah berubah. Hanya gunung-gunung yang tetap berdiri kokoh dan menjulang tinggi. Semua jalan yang dahulu ada telah mengalami kebiasaan sehingga tidak dapat dilalui saat itu. Pada saat ini jalan tersebut sudah tidak ada lagi, sehingga untuk menjelajahi alam di Pulau Seram menjadi sangat sukar karena jalan yang sebenarnya tidak ada lagi, kemudian anak cucu yang bisa bertahan hidup dari bencana alam yang maha dasyat tersebut membuat jalan-jalan yang baru.
7)Wawancara dengan bapak SeSa (74 Tahun) Tokoh Adat Dusun Rumbou (Bati Tengah) Negeri Kian Darat pada tanggal 21 Januari 2009, kemudian melalui verifikasi data lapangan hal yang sama ditegaskan oleh Oyang Suriti atau teta Haya (Tokoh Adat) Kampung atau Dusun Banggoi pada tanggal 4 Juli 2009.
141
Esuriun Orang Bati
Kebinasaan Nusa Hula Wano (Pulau Suci Berkelimpahan) Makna dari kebinasaan dunia yang pertama adalah kemarahan dari Penguasa Pencipta Alam Semesta terhadap manusia dunia ini, termasuk manusia yang mendiami Nusa Hula Wano (Pulau Suci Berkelimpahan). Kehidupan manusia pada saat itu makin hari makin serakah, dan ingin menguasai dunia dengan kekuatan sendiri sebagai wujud keangkuhannya, dan manusia telah mengabaikan kekuatan yang dimiliki oleh Penguasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia. Kemarahan dari Penguasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia diwujudkan dengan cara menurunkan hujan yang deras. Hujan yang diturunkan oleh Penguasa Pencipta Alam Semesta berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, dan bertahun-tahun sehingga seluruh permukaan bumi tergenang oleh air dan bumi menjadi tenggelam, termasuk bumi Nusa Hula Wano. Setelah pulau ini mengalami kebinasaan yang pertama karena tergenangnya air yang disebabkan karena hujan lebat yang turun sepanjang waktu dan seluruh daratan (dataran) tergenang air, kemudian terjadi pembekuan, dan kemudian pembekuan tersebut mencair secara perlahan-lahan. Pada tahapan ini terjadi patahan yang luar biasa, dan maka lambat laun bumi Nusa Hula Wano mulai kering dan ditumbuhi oleh rumput dan pohon-pohon. Pada saat itu belum ada sumber air. Untuk itu Loloaka bertindak memerintahkan Siria dan Aitura untuk membuka sumber-sumber air. Perintah ini tidak diketahui oleh Hulamasa. Setelah diketahui oleh Hulamasa, maka ia memerintahkan Tinapole untuk menutup semua sumber mata air.
Lolaka bersama Aitura dan Siria selanjutnya membuat satu rumah yang dinamakan Luma Pakai Siwa. Rumah ini berkedudukan di
sebelah timur dari Gunung Murkele, pada tempat yang bernama Ulasae. Untuk membangun rumah dengan syarat yang sudah ditentukan yaitu; (1) Tiang rumah harus 9 buah; (2) Panjang rumah harus 9 meter; (3) Lebar rumah harus 9 meter; (4) Tinggi rumah harus 9 meter;
142
Bumi Seram dan Manusia Batti
(5) Kasu rumah harus 9 buah; (6) Atap rumah dari daun rumbia (daun sagu); (7) Tiap-tiap senal atap harus berlapis atau bersusun 98)”. Setelah mereka selesai membangun rumah, kemudian mereka menghuninya. Siria dan Aituria kemudian berpikir bahwa, apabila tidak membuka sumber air maka manusia yang mendiami bumi baru ini akan mati lemas. Apabila mereka tidak melaksanakan perintah atau amanat itu maka dapat mendatangkan malapetaka bagi mereka berdua. Siria dan Aituria kemudian membuka lobang. Ketika lobang ini dibuka, maka terjadilah ledakan, dan hembusan angin dari dalam bumi itu dengan menimbulkan bunyi yang sangat dasyat. Hembusan dasyat ini mengakibatkan lautan (daratan yang masih tergenang itu) menjadi surut. Lobang tersebut dinamakan Titos. Sekitar lobang ini masih bertiup angin sampai sekarang, dan di atas lobang itu tumbuh satu jenis pohon bakau (mangi-mangi atau mange-mange atau aata) atau jenis tanaman mangrov. Pohon mangrov yang masih hidup dan terdapat di daerah tersebut dipercaya sebagai tempat keramat (sakral). Bersamaan dengan peristiwa itu juga naik ke darat di atas Gunung Kabau yaitu seekor ikan sebagai Tuan Laut. Sebagian besar Orang Seram yang mendiami wilayah sekitarnya menyebut ikan tersebut dengan nama Welia. Kondisi ini membuat Latu Konsina segera bertindak melaporkan kejadian tersebut kepada Hulamasa. Perintah Hulamasa kepada Kahonusa yaitu ikan tersebut agar segera dibunuh. Kahonusa segera membunuh ikan tersebut dengan satu alat yang bernama Sokoletia. Ikan itu merasa sakit, kemudian ikan tersebut menghempaskan badannya sekuat tenaga sehingga membuat bumi Pulau Seram terguncang. Bersamaan dengan itu juga rontoklah bumi Pulau Seram, sehingga membuat Gunung Murkele Besar dan Nunusaku turut tergoncang. Ikan tersebut terus lari mengelilingi lautan Murkele sampai ikan itu mati sendiri. Dipersepsikan oleh Orang
8)Wawancara
verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat Negeri Kabauhari-Seram Utara pada tanggal 22 November 2009.
143
Esuriun Orang Bati
Seram di sekitar wilayah ini yaitu ikan itu mati dan kepalanya terletak di Lahua, sedangkan ekornya di Kaimala. Wilayah sekitar Lahua dan Kaimala ini tumbuh pohon sagu yang sangat banyak, dan dipercaya oleh sebagian besar Orang Seram bahwa pohon-pohon sagu tersebut berasal dari darah ikan. Tulang ikan tersebut kemudian diambil dan disimpan oleh marga Aitonam dan Kiahali sampai sekarang. Peristiwa yang mengakibatkan Bumi Pulau Seram tergoncang tadi, kemudian jatuh berkeping-keping sehingga air yang terdapat di lautan sekitarnya menjadi surut. Terjadi kekeringan di mana-mana di Bumi Pulau Seram. Keadaan laut yang telah surut senantiasa dipantau sehingga diketahui bahwa daratan yang pertama kering di Pulau Seram terdapat pada beberapa tempat yaitu, Imamaihaue, Nusaole, Pualola, Tolofafa, Katoule, Lumisa, dan Seram Timur. Tahap kekeringan berikutnya yaitu Tapi Makahala, Ulai Selia, Ulai Moronia, Ulai Makahala, dan di tempat ini air laut mengendap, kemudian membeku menjadi garam dalam tumpukan yang besar, dan disebut garam batu atau Tasi Utua. Garam batu itu dipercaya masih ada sampai sekarang. Sebagian besar Orang Seram percaya bahwa garam batu itu adalah tanda bahwa tidak akan terjadi lagi genangan air laut. Garam batu itu bisa digunakan untuk berbagai keperluan hidup atau sering dikonsumsi oleh penduduk sekitar wilayah tersebut, tetapi harus memperoleh izin dari penjaganya. Orang yang mengambil garam batu tanpa memperoleh izin dari penjaga, dipercaya bahwa orang tersebut akan meninggal dunia atau mati pada hari itu juga. Berbagai wilayah yang telah kering di bumi Pulau Seram, kemudian tumbuh rumput dan pohon. Adanya rumput dan pohon ini maka kehidupan manusia dapat berlangsung sampai saat ini. Dalam bahasa lokal yang digunakan oleh masyarakat sekitarnya yaitu Nusa Holu (daratan baru). Melihat kenyataan Bumi Pulau Seram yang hancur sedemikian rupa, maka Hulamasa memanggil semua Upu Ama berbicara untuk menata kembali kehidupan yang akan datang dengan dunia yang luas. Kata-kata bijak yang diungkapkan yaitu ”masa lampau
144
Bumi Seram dan Manusia Batti
penuh kelimpahan, tetapi masa yang akan datang menjadi rahasia”. Ungkapan ini ditemui dalam bahasa tanah yaitu: Leko-leko sewae. Tutumani leomu rulue. Lawa ria wai sehu nusa. Nusa seale sailala kek. Mata koikoi kopi silunie. Lumu lassie roe wele-wele. Inai sei ronia safatenu koa. Saala hoto nunaisa. Rulua pale nesa malua. Polo koikoi pulileka salaka. Hulai kesa manu lio lioe. Heno.....Hena......” 9)
Nusa Holu telah menjadi dunia baru dengan tanah yang subur.
Berikutnya yaitu dilakukan perpindahan penduduk dari tempat itu. Namun mereka tidak memperoleh sumber air atau mata air. Manusia saat itu mulai kehausan. Loloaka kemudian bertindak dan memerintahkan Siria dan Aituria untuk membuka sumber mata air tanpa sepengetahuan Hulamasa. Tetapi Hulamasa mengetahui rencana tersebut, dan memerintahkan seorang perempuan yang bernama Tinapole agar menutup seluruh sumber air. Siria dan Aituria kemudian berpikir, apabila mereka tidak melaksanakan perintah Loloaka maka dapat menimbulkan bencana pada diri mereka sendiri. Untuk itu mereka berdua berunding dan mengambil keputusan sendiri dengan jalan membunuh Tinapole. Peristiwa pembunuhan Tinapole ini mengakibatkan dunia (Bumi Seram) mengalami kegelapan selama tujuh hari siang dan tujuh hari malam. Dalam kegelapan malam itu di Luma Paki Siwa (Rumah Sembilan Tiang), maka Loloaka memberitahukan semua rumput dan pohonpohon dengan namanya masing-masing. Buah pohon mana yang bisa dimakan dan buah pohon mana yang tidak bisa dimakan. Rumput mana yang bisa dimakan, dan tidak bisa dimakan. Memberitahukan nama-nama pohon dan rumput yang menjadi obat, memberitahukan semua jenis binatang berkaki empat dengan nama-namanya mulai dari binatang melata, burung di udara, dan memberitahukan semua binatang yang berbisa yang dimakan maupun binatang berbisa yang tidak bisa dimakan, serta segala yang ada di bumi ini dengan segala manfaatnya. 9)Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat Negeri Kabauhari pada tanggal 11 Juli 2010, kapata ini memiliki makna yaitu, masa lampau penuh kelimpahan, tetapi masa yang akan datang merupakan rahasia.
145
Esuriun Orang Bati
Melihat peristiwa kegelapan selama tujuh hari siang dan tujuh hari malam adalah aneh, kemudian Hulamasa membentuk dua kelompok untuk memeriksa keadaan tersebut. Kelompok pertama dipimpin oleh Rehena, dan kelompok kedua dipimpin oleh Ropena. Kedua kelompok ini ditugaskan untuk menyelidiki tentang peristiwa yang sedang terjadi disekitar Ulasae. Ketika Rehena melakukan pemeriksaan, kemudian ia memberikan laporan kepada Hulamasa bahwa tidak terjadi sesuatu di wilayah itu. Hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Ropena kemudian ia melaporkannya kepada Hulamasa bahwa Siria dan Auturia telah membunuh Tinapole. Sesudah bumi mengalami kegelapan tujuh hari siang dan tujuh hari malam, maka Hulamasa memerintahkan anak-anaknya untuk berangkat dari Gunung Murkele ke Ulasae untuk hadir menyaksikan dibukanya sumber mata air. Anak-anak tersebut adalah Ailatua, Tamalapotoa, Awasona, Liliahu, Tamala Huku, Waekehi, Awalale, Amanokuani, dan Penyisa. Mereka melaksanakan perintah masing yaitu; (1) Siria dan Aituria membuka sumber air yang diberi nama Samahaulu. Sumber air ini mengalir ke laut menjadi sungai dan memberi nama atas sungai-sungai itu adalah “Samal”. Sumber air Samahaulu memncarkan sumber-sumber mata air Sariputih, Isal, Muhana, dan Tebuha untuk wilayah Seram Utara, sedangkan untuk wilayah Seram Selatan ialah Waelao atau Wailao; (2) Membuka sumber mata air Lofing untuk wilayah Seram Timur. Sumber mata air Lofing mengalirkan sumber mata air Masiwang (Alsul Masiwang) dan Bobot; (3) Membuka sumber mata air Nunusaku maka mengalirlah sumber mata air atau wai Tala, Eti, dan Sapalewa atau yang dikenal dengan Tala Batai, Eti Batai, dan Sapalewa Batai atau Batang Air Tala, Batang Air Eti, dan Batang Air Sapalewa. Setelah itu Hulamasa memberikan jabatan kepada 9 orang anaknya yaitu; (1) Ailatua menjadi Raja dengan gelar Raja Tanah; (2) Tamalapatoa menjadi Kapitan yang berkedudukan di Amalia Manusela; (3) Awasona sebagai pembantu Kapitan; (4) Liliahu diberikan jabatan Latu yang disebut Latumaloi untuk melaksanakan pemerintahan Amalia; (5) Huku diberi nama Tamala Huku; (6) Waekehi ditempatkan
146
Bumi Seram dan Manusia Batti
di Iha Tala Liwa untuk menjaga buku tembaga; (7) Awalele ditempatkan di Lopika atau Laimu dengan kedudukan dan jabatan sebagai Latu atau Raja; (8) Amanokuani ditempatkan di Amalia Manusela dan diangkat menjadi Ketua Adat untuk melaksanakan Sumpah Adat bagi pelantikan raja-raja; (9) Penyisa ditempatkan di Amalia dalam kedudukan dan jabatan sebagai Marinyo (penyiar berita dari Latu atau Raja kepada penduduk).
Kosmologi Alifuru Seram atau Orang Seram Analisis yang dilakukan terhadap kosmologi Alifuru Seram atau Orang Seram meliputin pemahaman dan pemaknaan terhadap: Muncul Sebutan Seram Munculnya sebutan Seram dipersepsikan oleh masyarakat Seram bahwa setelah Nusa Hula Wano dilanda bencana alam tersebut, maka pulau ini menjadi tenggelam. Kehidupan yang tersisa yaitu di Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar. Untuk itu wilayah ini benar-benar dianggap sebagai keramat, karena tidak hancur dalam bencana tersebut. Konsep tentang Seram yang saat ini digunakan oleh masyarakat asli di wilayah tersebut untuk menamakan pulau terbesar di Kepulauan Maluku ini dengan nama Pulau Seram. Jadi berbicara mengenai Pulau Seram sesungguhnya tidak terbedakan dari pemahaman masyarakat tentang Nusa Ina (Pulau Ibu) atau juga Tanah Besar. Semua bentuk penamaan terhadap pulau tersebut memiliki makna filosofis yang sama yaitu pada masa lampau menurut penciptaan alam semesta bahwa perempuan adalah penguasa pulau itu, dan perempuan juga diciptakan pertama kali oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta. Untuk itu di Maluku sampai saat ini Pulau Seram dikenal sebagai Pulau Ibu atau Nusa Ina, dan bisa dipahami melalui pemaknaan terhadap Seram.
147
Esuriun Orang Bati
Makna Seram Mengapa leluhur masyarakat Seram yang berasal dari keturunan Alifuru menamakan pulau ini dengan nama Seram? Dalam bahasa lokal (bahasa asli) penduduk yang mendiami wilayah di sekitar Gunung Murkele yang dinamakan bahasa Upa atau bahasa Koa. Makna Seram atau Ceram yaitu Tidak Ada Lagi Kekuatan Yang Bisa Menghancurkan Bumi Pulau Itu, kecuali kekuatan dari Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia. Untuk itu nama bagi pulau terbesar di Kepulauan Maluku tersebut adalah “Seram” dan sampai saat ini terus digunakan. Dituturkan oleh Orang Seram bahwa Nusa Hula Wano yang di dalamnya terdapat Kerajaan-Kerajaan Alifuru antara lain Kerajaan Lomine di Murkele, Kerajaan Amalai di Yamasina, Nunusaku (Lounusa atau Tounusa), Kerajaan Mumusikoe atau Lemon Emas di Salalea, Kerajaan Silalousana atau Silalou di Supa Maraina, merupakan lima kerajaan yang memiliki pengaruh besar pada masa lampau, dan merupakan penyangga Nusa Ina atau Pulau Ibu atau Pulau Seram. Kerajaan-kerajaan ini memiliki pengaruh sangat luas, dan dikenal sampai ke mana-mana di seluruh benua tersebut. Kerajaan-kerajaan ini pernah mengalami masa kejayaannya pada masa lampau, kemudian mengalami masa surut ketika Nusa Hula Wano dilanda oleh bencana alam yang dahsyat. Kejadian ini oleh sebagian besar Orang Seram dipahaminya sebagai Kebinasaan Dunia Yang Pertama, dan memiliki kaitan dengan nama lain dari Pulau Seram setelah kejadian yang pernah melanda Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram.
Nama Lain dari Pulau Seram Persepsi Orang Seram seperti dikemukakan di atas sekaligus menegaskan bahwa nama Pulau Seram bukan baru lahir pada waktu sekarang, tetapi nama Pulau Seram sudah ada sejak leluhur dari keturuan Alifuru atau Alifuru Ina mendiami wilayah ini pada waktu lampau, dan nama Pulau Seram sudah digunakan. Persoalannya yaitu, proses sosialisasi yang berlangsung selama ini mengenai nama Pulau Seram 148
Bumi Seram dan Manusia Batti
belum dikenal secara luas. Berikut ini dapat dikemukakan beberapa nama lain untuk menyebut Pulau Seram yaitu:
Nusa Ina (Pulau Ibu) Berdasarkan mitologi Penciptaan Alam Semesta yang terkait dengan Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu), bukan hak manusia, tetapi hak dari Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta. Awal penciptaan dunia ini, atau yang dimaksud adalah dunia Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Tanah Besar atau disebut Pulau Seram adalah tempat yang kosong. Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia benar-benar menunjukkan kekuasaannya sehingga Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Tanah Besar ini jadi dan ada dalam kenyataan, dan peristiwa ini tidak diketahui oleh siapapun juga. Pekerjaan ini adalah rahasia besar yang selama ini berada di balik realitas Pulau Seram. Makna dari Nusa Ina (Pulau Ibu) apabila dikaitkan dengan mitologi Penciptaan Alam Semesta yang dikemukakan di atas, maka hal ini berkaitan langsung dengan Penciptaan Manusia Awal (Alifuru) di mana Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta menciptakan “Perempuan (Ibu atau Ina)” yang pertama di pulau ini, baru menciptakan seorang “Laki-laki (Bapak atau Upu Ama)”. Untuk itu Pulau Seram dinamakan Nusa Ina (Pulau Ibu), artinya di tanah ini seorang Ibu yang diciptakan pertama kali oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia Awal atau Alifuru atau Alifuru Ina. Pandangan ini sekaligus memperkuat jawaban terhadap persepsi yang berkembang selama ini dalam kehidupan Orang Maluku seperti pertanyaan yaitu, di mana pulau bapak? Jawabannya yaitu tidak ada pulau bapak. Hanya ada Pulau Ibu. Jawaban tersebut berdasarkan makna penciptaan karena yang diciptakan pertama kali oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia adalah seorang perempuan atau ibu (ina, nina). Berdasarkan mitologi Penciptaan Alam Semesta, maka hak dari Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia untuk menciptakan Manusia Awal (Alifuru) yaitu seorang Perempuan (Ibu atau Ina) yang diberi nama Hulamasa. Penciptaan Alam Semesta dan Manusia Awal 149
Esuriun Orang Bati
(Alifuru) adalah demikian adanya. Kalau yang diciptakan pertama itu laki-laki, sangat memungkinkan pulau ini memiliki nama yang lain. Berdasarkan hukum Penciptaan Alam Semesta sesuai dengan mitologi Seram, maka sejak dahulu kala, saat ini, maupun akan datang bahwa nama lain dari Pulau Seram atau Ceram ini adalah Nusa Ina (Pulau Ibu) tidak pernah berubah. Manusi Awal (Alifuru) yang diciptakan oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia yaitu seorang perempuan atau ibu. Pandangan ini memiliki alasan kuat tentang nama Nusa Ina (Pulau Ibu) yang diberikan selain nama mengenai Pulau Seram. Jadi di Kepulauan Maluku hanya ada Nusa Ina (Pulau Ibu) atau, dan tidak ada pulau bapak. Selama ini seringkali tim-bul pertentangan dalam masyarakat bahwa mengapa dinamakan Nusa Ina (Pulau Ibu). Kalau ada Nusa Ina (Pulau Ibu) di mana pulau bapak? Sekali lagi ditegaskan bahwa berdasarkan mitologi Pencipataan Alam Semesta yang selama ini tersimpan rapat oleh masyarakat Seram, bahwa yang dikenal adalah Nusa Ina (Pulau Ibu). Hal itu berarti pulau bapak sesungguhnya tidak ada. Sebutan Pulau Seram sebagai Nusa Ina (Pulau Ibu), karena Perempuan atau Ibu yang diciptakan oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta pertama kali. Artinya, Perempuan atau Ibu berada dalam konsep penciptaan awal. Selain itu juga makna dari ibu karena ia yang mengandung, melahirkan, memberi makan, dan membesarkan semua anak-anak. Dalam kepercayaan masyarakat Seram, Ibu (Ina) ini senantiasa memandang semua anak-anak keturunan Alifuru dari kejauhan. Makna tentang kejauhan yaitu dari tempat kediamannya di Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar sebagai tempat keramat, dihormati, disegani, dan disakralkan karena berdiam roh dari ibu (Ina) Pulau Seram. Tanah Besar Selain nama Pulau Seram yang telah dikemukakan yaitu Nusa Ina (Pulau Ibu), ternyata masih dijumpai juga nama lain yang diberikan 150
Bumi Seram dan Manusia Batti
oleh Orang Seram yaitu Tana (Tanah) Besar. Mengapa disebut Tana (Tanah) Besar? Penamaan Tana (Tanah) Besar karena Pulau Seram merupakan pulau terbesar di Kepulauan Maluku, dan merupakan induk bagi pulau-pulau kecil lainnya yang terdapat di Kepulauan Maluku. Makna besar yaitu merupakan tempat asal dari keturunan Alifuru Ina atau Alifuru Seram yang memunculkan Manusia Maluku yang terdiri dari berbagai sukubangsa, dan saat ini telah mendiami pulau-pulau kecil lainnya dalam wilayah Kepulauan Maluku. Semua adalah satu yaitu Maluku yang diambil dari kata Mae Uku atau Uru atau Mae Oku (Manusia Maluku). Dalam bahasa Minakyesu atau Minakesi atau bahasa gunung yang digunakan Orang Bati, dikemukakan bahwa Maluku dimaknai dari kata Taluku artinya orang yang tunduk kepala, dan ketika mengangkat kepala yang tampak hanya satu yaitu Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram hanya satu. Berasal dari satu ibu yaitu Alifuru Ina, dan makan dari makanan pokok adalah sagu. Mitologi Seram Gunung Manusia Mendalami mitologi Seram Gunung Manusia menjadi penting karena sampai saat ini pandangan sebagian besar masyarakat Seram terhadap Pulau Seram sebagai Gunung Manusia karena merupakan sumber kehidupan. Hakikatnya adalah, kehidupan manusia setelah kematian adalah rahasia yang tidak mungkin diketahui. Suatu hal yang pasti mengenai kehidupan setelah kematian yaitu rohnya akan dipanggil pulang oleh Penguasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia untuk kembali ke gunung. Dalam tradisi Orang Seram ketika mereka melakukan pemujaan pada roh leluhur yang berdiam di semua gunung di Pulau Seram terutama gunung yang dianggap sakral atau keramat memenuhi seantero hidup mereka dalam kosmos antara lain Gunung Murkele, Nunusaku, dan lainnya. Pulau Seram senantiasa menampakan cirinya sebagai seorang manusia yang hidup sepanjang masa. Sebagian besar keturunan Manusia Awal (Alifuru) yang saat ini terdiri dari berbagai sukubangsa, dan Suku Alune, yang artinya Manusia Gunung maupun Suku Wemale 151
Esuriun Orang Bati
(pergi dan akan kembali) senantiasa mempersepsikan bahwa Pulau Seram memiliki hakikat sebagai ”Manusia” yang hidup atau manusia yang bernyawa. Artinya gunung itu hidup sama seperti manusia. Pulau Seram adalah Gunung Manusia yang hidup atau memiliki nyawa sehingga menjadi induk bagi gunung dan pulau-pulau lainnya yang terdapat di Kepulauan Maluku. Gunung Manusia yang terdapat di Pulau Seram meliputi Gunung Murkele (Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar), Gunung Binaya atau Pinaya, Gunung Mawoti (tulang belakang manusia) atau sekarang oleh masyarakat menyebutnya dengan nama Gunung S-S 10), Gunung Kairatu, Gunung Tambaga, Gunung Moi (Gunung Batu), Gunung Bati, dan lainnya berada dalam kesatuan gunung yang memiliki nyawa sama seperti manusia yang hidup, sehingga dimaknai sebagai Gunung Manusia. Berdasarkan mitologi Gunung Manusia tersebut, maka Seram secara keseluruhan dipahami sebagai Gunung Manusia. 11) Pulau Seram yang terbentang dari timur ke barat dan utara ke selatan dipersepsikan sebagai seorang ”Manusia Perempuan atau Ibu (Ina)” yang sedang tidur terlentang. Bagian wilayah Pulau Seram yang berada di sebelah barat dipersepsikan sebagai anggota tubuh manusia bagian atas. Bagian tengah dari Pulau Seram adalah anggota tubuh bagian tengah. Bagian timur dari Pulau Seram dipersepsikan sebagai 10)Dinamakan
Gunung S-S oleh Orang Seram maupun orang luar pada saat ini karena jalan raya yang melintasi gunung tersebut membentuk huruf atau leter “S”. Selain itu juga suhu udara sekitar pegunungan ini sangat dingin seperti es. Mendaki Gunung S-S setinggi 36 Km, dan menuruni gunung S-S sejauh 16 Km atau sebaliknya Mendaki Gunung S-S setinggi 16 Km, dan menuruni gunung S-S sejauh 66 Km adalah melewati salah satu tempat keramat atau sakral di Pulau Seram. Nama asli dari Gunung S-S dalam bahasa suku-suku di Seram Utara adalah Mawoti artinya Tulang Belakang Manusia. 11)Pulau Seram juga memiliki nama lain yaitu Nusa Ina (Pulau Ibu). Maknanya yaitu Pulau Seram sebagai pulau yang terbesar di Kepulauan Maluku adalah induk bagi pulau-pulau lain yang berada disekitarnya. Berdasarkan kosmologi Orang Seram bahwa Manusia Awal (Alifuru) yang diciptakan oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia adalah seorang perempuan atau ibu (ina) bernama Hulamasa (awal yang suci sepanjang masa) di Gunung Murkele Kecil. Ia adalah ibu pulau ini yang merupakan leluhur yang menurunkan anak cucu keturunan suku Alifuru di Pulau Seram maupun Maluku.
152
Bumi Seram dan Manusia Batti
anggota tubuh manusia bagian bawah. Semua anggota tubuh memiliki fungsi masing-masing dan tetap berada dalam struktur yang satu sebagai Manusia Bernyawa. Struktur tubuh bagian atas dari manusia hidup terdiri dari kepala di mana terdapat rambut, alis, mata, hidung, mulut, telinga, dahi, sehingga posisi Tanjung Sial (Tanjung Sole) dan Liang Haya di bagian Barat Pulau Seram sebagai tempat penting dan dianggap keramat (sakral). Anggota badan tangah di mana terdapat nafas hidup, tangan kiri dan tangan kanan dengan jari-jari, perut di mana ada pusar, dan bagian belakang di mana ada tulang belakang manusia (mawoti) adalah anggota tubuh manusia yang sakral. Tempat-tempat penting yang dianggap keramat (sakral) antara lain Sungai Tala atau Alsul Tala 12) sebagai tangan kanan, Sungai Eti atau Alsul Eti sebagai nafas hidup dan kebijaksanaan, Sungai Sapalewa atau Alsul Sapalewa sebagai tangan kiri, Tanjung Koako sebagai kekuatan nafas, dan Gunung Mawoti (tulang belakang manusia) sebagai penopang tubuh, adalah tempat-tempat keramat atau sakral. Anggota badan bagian bawah yang terdiri dari kaki kiri di Sungai Masiwang atau Alsul Masiwang, dan kaki kanan di Sungai Bobot atau Alsul Bobot. Masing-masing anggota tubuh memiliki fungsi dan peran sendiri-sendiri, dan di dalam melaksanakan fungsinya masing-masing tetap menjaga keseimbangan. Pusar ada di Gunung Manusela (Manu = Burung dan Sela = bebas). Jadi Manusela artinya burung yang bebas. Kawasan ini memiliki luas sekitar 180 Ha hutan lindung dan saat ini menjadi Taman Nasional. Gunung Manusia selain memiliki anggota tubuh yang lengkap, tetapi dalam mitologi dipahami oleh Masyarakat Seram bahwa Gunung Manusia ini memiliki nyawa. Jadi Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu) dipahami oleh sebagian besar Orang Seram maupun Orang Maluku sebagai Gunung
12)Dalam
wilayah Maluku Tengah bahasa lokal untuk menyebut sungai adalah Wai. Orang Bati menyebut sungai adalah Alsul. Orang-Orang Seram Barat menyebut sungai dengan nama Batang Air Tala, Eti, dan Sapalewa.
153
Esuriun Orang Bati
Manusia. Berikut ini diperlihatkan tentang pemaknaan dari Mitologi Seram Gunung Manusia pada bagan 2 berikut ini:
Bagan 2 Pemaknaan Seram Gunung Manusia Sumber: Data Primer Hasil Penelitian Lapangan.
Makna yang terkandung dalam mitologi Seram Gunung Manusia memiliki nilai untuk mengingatkan setiap orang (manusia) mengenai ekspresi hidup dengan lingkungannya. Artinya, kehidupan yang dijalani oleh setiap orang (anak manusia) sesungguhnya berdasarkan pemahaman mendalam tentang Kehidupan Setelah Kematian yang harus dihadapi oleh manusia dan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang sangat rahasia. Setiap orang tidak bisa menghindari kematian karena kehidupan yang sesungguhnya adalah peristiwa setelah kematian. Hal ini berarti bahwa, setiap orang yang hidup pasti meninggal dunia (mati), dan setiap orang mati (meninggal dunia) pasti hidup. Perbedaan antara orang yang hidup pasti mati dan orang yang mati pasti hidup terletak pada baik dan buruk, susah dan senang, dan seterusnya ketika menjalani kehidupan di alam nyata. Mitos tentang 154
Bumi Seram dan Manusia Batti
Gunung Manusia ini mengisahkan tentang kekuasaan yang terdapat dalam semesta ini bisa berbaik hati, tetapi juga bisa memiliki amarah. Selama manusia menjalani hidup ini secara baik, penguasa Gunung Manusia senantiasa menyertai dan hadir untuk menolong. Sebaiknya kalau manusia menjalani hidup ini senantiasa berkeinginan mengeksploitasi, merusak, dan sebagainya, sangat mungkin penguasa Gunung Manusia murka atas segala ulah yang ditimbulkan sendiri oleh manusia. Daratan di mana tampak Gunung Manusia secara nyata berada maupun lautan yang mengelilingi Gunung Manusia sering menelan korban jiwa manusia sebagai pertanda bahwa munculnya fenomena seperti ini adalah isyarat bagi alam semesta agar terus hidup dibutuhkan kematian. Jadi semua kejadian aneh yang dihadapi oleh manusia merupakan kehendak penguasa alam semesta dan manusia, hanya ruang, waktu, serta peristiwa yang dialaminya berbeda-beda.
Mitologi Penciptaan Manusia Batti Sebagai anak cucu keturunan Alifuru Bati atau Orang Bati sangat percaya bahwa Manusia Batti muncul dengan evolusi daratan Seram. Tempat kediaman leluhur Orang Bati yaitu Manusia Batti yaitu di Gunung Bati yang terdiri dari Gunung Laki-Laki dan Gunung Perempuan. Gunung Bati adalah tempat yang sakral atau keramat. Berdasarkan kepercayaan Orang Bati atau Suku Bati yang mereka anut sebelumnya bahwa roh para leluhur mereka yang mendiami Gunung Bati yang dimaknai sebagai leluhur atau Tata Nusu Si tidak pernah meninggal dunia (mati). Informasi yang disampaikan oleh bapak AWe sebagai Raja (Mata Lean) atau Jou Negeri Kian Darat yang memerintah dalam wilayah adat Weurartafela bahwa: Kita Mancia Baita lahir tata batu lua, baru siwida dua walaa kamu wida kaimian. Asli Batu oi ka mancia Baita. Artinya, manusia Bati ini lahir dengan evolusi daratan Seram. Jadi kita ini adalah manusia gunung. Dalam perkembangan baru sekarang kami ada diantara kami yang mendiami daerah pesisir pantai, tetapi ada di antara kami yang tetap mendiami gunung. Sampai saat ini kami percaya bahwa Manusia Batti atau manusia berhati
155
Esuriun Orang Bati
bersih ini lahir dengan Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Manusia Batti ini lahir dengan evolusi daratan Seram. Artinya dahulu pulau ini pernah tergenang oleh air yang menutupi seluruh daratan. Hanya ada bagian-bagian pulau tertentu yang kering. Secara perlahan-lahan air mulai surut (air turun) dan daratan makin nampak. Manusia Batti adalah leluhur (Tata Nusu Si) yang memiliki keturunan pada Alifuru Bati muncul bersamaan dengan evolusi daratan Seram 13).
Jadi Manusia Batti lahir dengan evolusi daratan Seram. Pulau Seram adalah induk dari Nusa Ina (Pulau Ibu).
Kosmologi Alifuru Bati (Orang Bati) tentang Siwa-Lima Alam semesta yang dikenal dengan nama Bumi Seram merupakan kesatuan yang erat yang senantiasa menyatukan kehidupan manusia dengan alam (lingkungan) di mana manusia menjadi bagian dari ruang huniannya. Kosmologi Siwa-Lima telah menjadi dasar kehidupan Manusia Awal (Alifuru) dan keturunannya di Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) pada masa lampau atau saat ini dinamakan Pulau Seram, dapat dipahami lebih lanjut melalui makna Siwa-Lima yaitu: Makna Siwa (Sembilan) Konsep sembilan muncul setelah Nusa Ina (Pulau Ibu) mengalami bencana alam pada masa lampau. Bencana alam ini dipahami oleh Orang Seram sebagai Air Ampuhan (air yang sangat dasyat), adalah musibah besar yang pernah menimpa Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) karena turunnya hujan besar yang menyebabkan pulau ini tergenang oleh air dan terdapat bagian pulau tertentu yang tenggelam. Orang Seram menyebutnya dengan nama Nusa El Hak (Benua Mu) telah tenggelam (Lamuria). Peristiwa alam yang maha dahsyat ini menyebabkan bagianbagian pulau tertentu yang terdapat di Nusa Ina (Pulau Ibu) menjadi Wawancara dengan bapak AWe (56 Tahun), Raja (Mata Lean) atau Jou Negeri Kian Darat, Kecamatan Seram Timur, Kabupaten Seram Bagian Timur pada tanggal 5 November 2009.
13)
156
Bumi Seram dan Manusia Batti
tenggelam. Keturunan Manusia Awal (Alifuru) atau Alifuru Ina yang dapat bertahan hidup (survive) pada saat menghadapi bencana alam yang maha dasyat tersebut adalah orang-orang yang berasal dari lima kerajaan besar di Nusa Ina (Pulau Ibu). Keturunan Alifuru atau Alifuru Ina yang bertahan hidup dari bencana alam pada tempat yang bernama Luma Pakai Siwa. Makna dari Luma Pakai Siwa yaitu rumah yang luasnya 9 meter persegi. Rumah tersebut memiliki jumlah tiang sebanyak 9, memiliki 9 kasu, 9 snal (atap), dan susunan lainnya yang berjumlah 9.
Makna Lima (Lima) Konsep lima lahir dari pemahaman dasar Alifuru Seram beserta keturunannya tentang lima kerajaan besar yang terdapat di Nusa Ina (Pulau Ibu) dan dikenal sebagai penyangga Nusa Ina (Pulau Ibu) yaitu; (1) Kerajaan Nunusaku di sebelah barat; (2) Kerajaan Amalia di sebelah timur; (3) Kerajaan Mumusikue atau Lemon Emas di Salalea yang terdapat di sebelah utara; (4) Kerajaan Silalousana di sebelah selatan; (5) Kerajana Lomine yang terdapat di Gunung Murkele menjadi poros kehidupan Alifuru Ina atau Alifuru Seram beserta keturunnya. Lima kerajaan besar ini dimaknai sebagai penyangga Nusa Ina (Pulau Ibu). Kerajaan-kerajaan tersebut merupakan kerajaan Manusia Awal (Alifuru) pada masa lampau, sehingga menjadi dasar mengapa angka lima menjadi sakral dalam kehidupan Alifuru Ina atau Alifuru Seram dan keturunannya sampai saat ini. Dalam perjalanan kehidupan Alifuru Ina beserta keturunannya pada masa lampau diketahui bahwa, wilayah ini pernah mengalami musiba yang maha dasyat. Sebagian besar Orang Seram memaknai bahwa turunnya air ampuhan yang dibuat oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia sebagai hukuman atas segala perbuatan manusia pada saat itu yang dianggap bertentangan dengan kehendak dari Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia.
157
Esuriun Orang Bati
Sebagian besar Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) menjadi tenggelam karena tergenang oleh air laut dalam jangka waktu cukup lama, kemudian air laut tersebut membeku, dan melalui pemanasan oleh sinar matahari kemudian proses pembekuan tadi mulai larut (mencair) dan secara perlahan-lahan air mulai surut. Ketika air laut mulai surut kemudian ada bagian-bagian tertentu dari Nusa Ina (Pulau Ibu) yang mengalami kerontokan atau terjadi patahan, sehingga terlepas dari induknya. Manusia (Alifuru) yang mendiami wilayah ini banyak sekali yang meninggal dunia. Keturunan Alifuru Ina yang dapat bertahan hidup adalah mereka yang berada pada tempat bernama Luma Pakai Siwa (Rumah Sembilan Tiang). Tempat ini berada di sekitar Gunung Murkele, dan sampai saat ini dianggap keramat. Pulau Seram sebagai pulau terbesar di Kepulauan Maluku, oleh Orang Seram-Maluku bahwa pulau ini memiliki beberapa nama 14) lain menurut pandangan Alifuru Seram atau Orang Seram, terutama pada suku-suku tertentu. Orang-orang yang mendiami daratan Pulau Seram Bagian Timur maupun wilatah Seram Timur umumnya menyebut nama bagi Pulau Seram yaitu Tanah Besar15). Alifuru Bati atau Orang Bati menyebutnya Nusa Ina 16) atau Pulau Ibu, maupun Pulau Seram. 17). Odo Deodatus Taurn,2001 ; Patasiwa Und Patalima, Von Mollukeneiland Seran Und Seinen Bewornes, Hal 9 menyebutkan bahwa Seram merupakan pulau terbesar di 14)
Maluku. Nama Seram diambil dari bahasa yang dipergunakan di Seram-Timur dan pulau-pulau yang tersebar di sekitarnya, terutama Geser. Dikenal beberapa istilah yang berbeda-beda dalam menyebut pulau ini. Orang Alifuru di Manusela menyebut Takule, di Seram-Timur “Pata Sehe, Suku Wemale di Seram Barat Nusa Muli, Suku Makahala Nusa Inai, Suku Wakajim Keith Seheu, dan di Wahai Lusa Selan. 15)Wawancara dengan bapak AKi (68 Tahun) Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal), di Bati Kilusi Negeri Kian Darat, pada tangga 23 Desember 2009, dikemukakan bahwa makna dari Tanah Besar karena Pulau Seram merupakan pulau terbesar dari semua pulau yang terdapat disekitar wilayah Maluku. Wilayah kediaman Orang Bati di Seram Timur berada di datatran yang besar. 16)Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat Negeri Kabauhari di Negeri Kabauhari Seram Utara, pada tanggal 5 Januari 2010, dikemukakan bahwa Pulau Seram dinamakan Nusa Ina (Pulau Ibu). Sebab berdasarkan mitologi Penciptaan Alam Semesta dan Manusia Awal (Alifuru), perempuan atau ibu (ina) bernama Hulamasa diciptakan di Gunung Murkele Kecil, kemudian Lupai di Gunung Murkele Besar. Penguasa Pulau Seram pada awalnya adalah “Perempuan”. 17)Wawancara verifikasi data lapangan dengan Oyang Suriti atau Oyang Haya (Kepala Adat Kampung/Dusun Banggoi) pada tanggal 25 Juli 2009, ia menjelaskan bahwa sesungguhnya Seram memiliki makna yaitu Tidak Akan Binasa Sepanjang Zaman, Kecuali Itu Kehendak Dari Penguasa Pencipta Alam Semesta.
158
Bumi Seram dan Manusia Batti
Jadi sebenarnya penamaan Seram bukan produk dari luar atau orang luar, tetapi memiliki hakikat yang sangat mendasar sejak kehidupan Manusia Awal (Alifuru) di mulai pada masa yang lampau.
Sejarah Leluhur Pertama Alifuru Bati atau Orang Bati di
Samos
Berdasarkan informasi yang dituturkan oleh tokoh adat Banggoi, kemudian ditelusuri secara mendalam. Orang Bati mengemukakan bahwa: Orang Bati mengemukakan bahwa leluhur mereka yang pertama adalah Ken Min Len (Ken = Laki-Laki, Min = Perempuan, dan Len = Besar). Jadi arti dari Ken Min Len artinya laki-laki dan perempuan besar. 18) Leluhur Orang Bati ke Seram Timur mendiami tempat bernama Samos (tempat kering pertama) sampai orang lain datang ke daerah ini. Samos terletak sekitar Gunung Bati. Mereka datang dengan kapal menyerupau burung Garuda atau Rajawali yang dinamakan (Lusi). Pada tempat ini mereka mulai membangun kehidupan yang pertama. Untul itu nama dari tempat awal ketika Orang Bati melaluku esuriun dinamakan Bati Kilusi (Bati Awal) ,dan sampai saat ini menjadi kesepakan bahwa nama kampun atau dusun yang menggunakan Bati hanya Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal), sedangkan kampung atau dusun lainnya tidak menggunakan nama Bati 19).
Pada saat itu di Samos sama sekali belum ada kehidupan. Leluhur Orang Bati memulai kehidupan yang pertama di tempat ini sampai kedatangan orang lain. Pendatang berikut ke Samos adalah moyang Boiratan, atau nama lengkapnya yaitu Boiratan Timbang Tanah. Kehidupan awal dari leluhur Orang Bati di Samos terus berlangsung sampai kedatangan orang lain di tempat ini. Ketika menjalani kehidupan awal di Samos makin banyak kemudian mereka melakukan Esuriun Wawancara dengan bapak AhRu (83 Tahun) anggota masyarakat di Negeri Kian Darat, Kecamatan Seram Timur, Kabupaten Seram Bagian Timur pada tanggal 25 November 2009. Mereka ada leluhur Orang Bati atau Tata Nusu Si yang dihormati, disegani, dan ditakuti sampai saat ini. 19)Wawancara dengan bapak AKil (68 Tahun) Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal), Negeri Kian Darat pada tanggal 23 Desember 2009. Dikemukakan bahwa, nama Bati hanya boleh digunakan pada lokasi Kampung atau Dusun (Wanuya) Bati Kilusi. 18)
159
Esuriun Orang Bati
Orang Bati atau kisah Alifuru Bati atau Orang Bati turun dari hutan dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukara) mengikuti rute perjalanan dari ”Manusia Batti” dan sampai pada lokasi awal yaitu Dusun Bati Kilusi (Bati Awal) kemudian pada wilayah lainnya di Tana (Tanah) Bati yang saat ini telah menjadi kampung atau dusun (wanuya) di Tana (Tanah) Bati. Leluhur Orang Bati dikenal sebagai manusia yang baik hati, manusia berhati bersih, jujur, dan senantiasa berlaku adil. Sebutan terhadap manusia berhati bersih (batin yang bersih, suci) kemudian melahirkan nama tentang Bati, sebagai salah satu sukubangsa di Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu) 20). Orang Bati menyebutnya Pulau Seram ini dengan nama Tana (Tanah) Besar. Dinamakan Tana (Tanah) Besar karena Pulau Seram merupakan pulau terbesar di Kepulauan Maluku. Apabila dibandingkan dengan pulau-pulau lain di Kepulauan Maluku, maka Pulau Seram dengan daratan (lembah, bukit, dan pegunungan) yang terbentang dari daratan Hunimua di Sebelah Timur dan daratan Hunipopu di Seram Barat terdiri dari wilayah pegunungan yang silih berganti. Kawasan ini dalam kepercayaan masyarakat asli Pulau Seram ibarat manusia yang sedang tidur terlentang dan sedang memandang alam semesta. Selama ini dipercaya oleh sebagian besar Orang Seram maupun Orang Maluku bahwa Seram Gunung Manusia masih menyimpan berbagai misteri, baik lingkungan alam maupun manusianya. Orang Bati yang mendiami Gunung Bati adalah salah satu kelompok sukubangsa penghuni Gunung Manusia. Lokasi sekitar Gunung Bati ini terdapat dua gunung yang saling berhadapan yaitu Gunung laki-laki dan Gunung Perempuan. Sampai saat ini Orang Bati sangat yakin bahwa leluhur mereka yang mendiami Gunung laki-laki dan Gunung Perempuan ini tidak pernah mati. Mereka memiliki ke-hidupan yang abadi sepanjang masa. Sampai sekarang Orang Bati tetap yakin bahwa
Lihat bahasan tentang Kosmologi Orang Seram yang membahas tentang Penciptaan Alam Semesta dan Penciptaan Manusia Awal (Alifuru) yang terdapat pada bagian awal penulisan ini. 20)
160
Bumi Seram dan Manusia Batti
leluhur mereka yaitu Manusia Bati yang mendiami Gunung Bati ini senantiasa berada dengan mereka.
Sejarah Kedatangan Leluhur Orang Bati dari Tanjung Sial di Seram Barat Oleh leluhur Raja (Mata Lean) atau Jou Negeri Kian Darat yaitu Ratu Wawina yang bergelar Raja Tongkat Emas, dan suaminya Kapitan Pattinama ketika melalukuan perjalanan dari tempat asal mereka di Tanjung Sial (bagian barat dari wilayah Pulau Seram). Pada saat mereka melakukan perjalanan menuju Pulau Seram Bagian Timur dan menempati lokasi kediaman di Soabareta (tanjung kering pertama yang dijumpai) di Pulau Seram Bagian Timur. Dapat dikemukakan bahwa Orang Bati sejak awal memiliki kondisi masyarakat yang berciri majemuk, karena leluhur mereka memiliki kaitan dengan asal-usul dari suku-suku lainnya di Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu).
Proses Integrasi Kelompok Siwa-Lima di Tana (Tanah) Bati Pada tempat ini keturunan Alifuru atau Alifuru Ina yang mampun bertahan hidup mulai membangun kehidupan baru. Orangorang yang berasal dari lima kerajaan besar yang bertahan hidup pada Luma Paki Siwa (Rumah Sembilan Tiang) yaitu mereka yang mampu bertahan hidup dalam menghadapi bencana. Ketika terbangunnya kehidupan baru, kemudian angka 5 dan angka 9 dianggap sakral sehingga menjadi perekat untuk membangun kesatuan hidup bagi keturunan Alifuru Ina yang di-namakan Alifuru Seram atau Suku Alifuru. Mereka yang menyebut diri dengan nama Alifuru Seram, adalah Orang Basudara atau orang yang memiliki asal-usul dari keturunan yang sama yaitu anak cucu ke-turunan Manusia Awal (Alifuru) atau Alifuru Ina. Proses pembentukan kehidupan awal dari keturunan Alifuru dalam kesatuan hidup Orang-Orang Siwa dan Orang-Orang Lima mulai mengalami perkembangan sejak mereka mendiami Samos 161
Esuriun Orang Bati
(tempat kering pertama) yang dijumpai pada wilayah Pulau Seram Bagian Timur saat itu. Perkembangan yang terjadi kemudian yaitu, lokasi kediaman ini makin hari makin penuh sesak karena pertambahan penduduk (manusia) karena kelahiran. Proses pembentuk kehidupan bermasyarakat ke dalam dua kelompok besar Orang Seram yang dinamakan Orang Patasiwa (Sembilan Bagian) dan Orang Patalima (Lima Bagian) berlangsung di tempat tersebut. Perkembangan kemudian yaitu migrasi yang dilakukan oleh Alifuru Bati atau Orang Bati untuk meninggalkan wilayah kediaman awal untuk menempati lokasi sesuai pembagian masing-masing. Keturunan Alifuru Seram yang ke luar meninggalkan lokasi Pulau Seram ke tempat-tempat lain adalah para kapitan (pemimpin perang) pada tingkat kelompok dengan tugas dan tanggung jawab untuk mengamankan Bumi Pulau Seram dari segala penjuru. Untuk itu Alifuru Bati atau Orang Bati yang ditugaskan ke luar Pulau Seram adalah orang-orang yang memiliki kemampuan luar biasa. Orang Bati mengemukakan bahwa: Mereka yang mengikat berang di belakang artinya sudah tidak mengingat pada tempat asal, karena mereka ke luar tidak kembali lagi, sedangkan yang mengikat berang dengan simpul berada di depan yaitu senantiasa masih mengingat tempat asal mereka. Tradisi ini hanya terdapat pada Orang Bati. Untuk itu Orang Bati dikenal sebagai orang yang menjaga, dan melindungi Pulau Seram dan Kepulauan Maluku 21).
Makna yang terdapat dalam persepsi Orang Bati tersebut di atas yaitu, para kapitan (pemimpin perang) dalam kelompok yang telah ke luar dari induk Pulau Seram membawa segala kekuatan yang dimiliki dan terdapat pada simbol Parang dan Salawaku (Perisai) untuk menjaga, melindungi Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu) dari serangan pihak luar. Setelah para kapitan tersebut ke luar meninggalkan Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu) kemudian berlangsung proses migrasi dari suku-suku lainnya secara perlahan-lahan karena diserahkan tugas tertentu oleh penguasa Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu) untuk dengan bapak AKil (68 tahun) Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal), Negeri Kian Darat, pada tanggal 11 Juli 2009.
21)Wawancara
162
Bumi Seram dan Manusia Batti
menduduki tempat-tempat tertenti sehingga mereka dapat menjaga dan melindungi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram dari serbuan orang luar. Orang-Orang Alifuru yang ke luar pertama kali dari Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram adalah para kapitan yaitu orang-orang yang memiliki keperkasaan sehingga dipercaya mampu untuk menjaga dan melindungi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram dari serbuan orang luar. Para kapitan yang ke luar meninggalkan Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram waktu membawa parang dan salawaku (perisai) dan mengikat kepala dengan kain merah (berang) dan simpulnya berada di belakang. Makna ikatan simpul di belakang yaitu mereka telah meninggalkan daerah asal tidak boleh kembali. Bagi keturunan Alifuru Seram yang tetap tinggal untuk menjaga dan melindungi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram menggunakan simbol parang dan tombak, maupun parang dan panah dengan ikat kepala berwarna merah (berang) dengan simpul di be-lakang. Orang Bati yang terdiri dari kelompok Patasiwa dan Patalima yang ditugaskan untuk menjaga dan melindungi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram menggunakan parang dan tombak, panah dan panah dengan ikat kepala berwarna merah (berang) dan ikatan simpulnya berada di depan. Makna ikatan simpul di depan yaitu mereka tidak melupakan daerah asal. Untuk itu dalam tradisi Alifuru Bati atau Orang Bati apabila melakukan upacara adat Esuriun Orang Bati, maka Kapitan Esuriun Orang Bati menggunakan parang dan salawaku (perisai). Maknanya yaitu simbol parang dan salawaku tersebut berasal dari Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram, tetapi saat ini simbol tersebut sudah di bawa ke luar oleh leluhur Alifuru. Pandangan mengenai simpul atau ikatan berang adat di belakang yaitu mereka sudah tidak ingat lagi pada tempat asal. Mereka yang tetap tinggal menjaga Pulau Seram menggunakan tombak dan parang, serta panah dan parang, dengan ikat kepala berwarna merah (berang), tetapi simpulnya berada di bagian depan adalah penjaga dan pelindung Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram. Artinya, mereka tetap ingat pada daerah asal, dan ini hanya ada pada Orang Bati. Ciri yang pertama 163
Esuriun Orang Bati
dapat ditemukan pada Orang Maluku yang mendiami negeri-negeri adat di Pulau Ambon, Saparua, Haruku, Buru, dan daerah lainnya di Maluku, sedangkan ciri yang kedua hanya terdapat pada Orang Bati di Pulau Seram Bagian Timur. Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa mengenai penggunaan sebutan kapitan yang digunakan oleh Orang Bati adalah ciri khas dari keturunan Alifuru Ina atau Alifuru Seram di Bumi Seram karena istilah ini sejak dahulu kala sebelum kedatangan orang luar sudah digunakan oleh Orang Seram. Secara logika dapat dikatakan bahwa kedatangan orang luar untuk mencari kepulauan rempah-rempah (cengkih dan pala) menurut Orang Bati yaitu dari Cina dan Arab, kemudian menyusul bangsa lain yang pertama yaitu Portugis di permulaan abad XVI atau tahun 1512, kemudian Spanyol, Inggris, Belanda, maupun Jepang mereka tidak menemukan Orang Bati. Kenyataannya, Esuriun Orang Bati yang dilakukan oleh leluhur Orang Bati jauh sebelum kedatangan orang luar, sehingga istilah Kapitan Esuriun Orang Bati yang digunakan pada saat Orang Bati turun dari hutan dan gunung (madudu atamae yeisa tua ukar). Untuk itu istilah kapitan yang digunakan oleh Alifuru Seram maupun Alifuru Bati atau Orang Bati adalah istilah khas yang berasal dari Seram. Istilah kapitan sama sekali bukan diadopsi dari bahasa orang lain, tetapi itu adalah istilah khas Alifuru Seram. Berdasarkan pemahaman tentang Bumi Seram dan Manusia Batti, mitologi, maupun kosmologi Alifuru Bati atau Orang Bati sebagai kearifan lokal telah berfungi dan berperan untuk menata kehidupan manusia maupun masyarakat agar menghormati alam semesta dan manusia sebagai kesatuan. Dalam kosmologi Siwa-Lima oleh keturunan Alifuru Ina atau Alifuru Seram, khususnya Alifuru Bati atau Orang Bati dapat dikemukakan bahwa Patasiwa dan Patalima merupakan struktur sosial
dasar. Pada awalnya kedua kelompok sosial ini sendiri-sendiri dengan wilayah dan budaya masing-masing. Namun melalui Esuriun Orang Bati, ternyata mereka terintegrasi sehingga kehidupan Orang Patasiwa dan Patalima di Tana (Tanah) Bati menyatu dalam adat-istiadat, bahasa, budaya, teritorial, dan lainnya adalah tipe integrasi kultural yang 164
Bumi Seram dan Manusia Batti
dicapai melalui adat Esuriun Orang Bati sehingga mereka hidup dalam etar sebagai teritorial genealogis atau wilayah roina kakal. Tipe integrasi seperti yang dicapai Orang Bati untuk menyatukan kelompok sosial Patasiwa dan Patalima yang mendiami Pulau Seram belum ditemukan pada suku-suku lainnya karena secara umum kelompok Patasiwa dan Patalima pada suku atau subsukubangsa lainnya hidup dengan teritorial genealogis atau wilayah roina kakal yang terdapat dalam watas nakuasa atau daerah kekuasaan menurut budaya esuriun. Bumi Seram maupun dalam wilayah Kepulauan Maluku. Mekanisme lokal yang digunakan Orang Bati sehingga kelompok sosial Patasiwa dan Patalima dapat terintegrasi secara baik sebagai roina kakal yang mendiami etar dan watas nakuasa sebagai teritorial genealogis karena Orang Bati berpersepsi bahwa sejak awal mereka memiliki pertalian darah. Untuk itu pandangan tentang kewajiban untuk saling menjaga dan melindungi (mbangat nai tua malindung) menjadi simpul untuk mengikat lebih erat terhadap seluruh proses integrasi sosial, kultural, eksistensial, ekonomi, dan sebagainya yang baru mereka bangun melalui adat Esuriun Orang Bati sehingga identitas Bati tetap solid. Esuriun terdapat simpul yang kuat di mana proses integrasi antar kelompok Patasiwa dan kelompok Patalima di Tana (Tanah) Bati dibangun pada saat itu telah menghasilkan kehidupan baru pada Orang Bati sebagai manusia maupun sukubangsa di bumi Seram Bagian Timur. Strategi menyatukan kekuatan Orang Bati tersebut dapat dikatakan sukses atau berhasil karena mereka lakukan sesuai dan di dasarkan pada adat Esuriun Orang Bati. Pada lingkungan masyarakat Maluku yang kental dengan relasi sosial antar orang basudara dalam persekutuan pela, gandong, bongso, adik-kaka, ain nin ain, duan lola, laham, maupun sebutan lainnya karena ikatan teritorial genealogis yang memiliki makna tidak berbeda dengan roina kakal yang digunakan oleh Orang Bati atau Suku Bati. Roina kakal yaitu orang yang berasal dari satu rahum atau kandungan ibu, dan memiliki hubungan saudara dengan orang-orang yang berasal dari keturunan Alifuru atau Alifuru Ina di Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram.
165
Esuriun Orang Bati
Eksistensi Orang Bati atau Suku Bati di Maluku Orang Bati atau Suku Bati yang ada pada saat ini berasal dari berbagai sukubangsa asli dari Pulau Seram yang menyebut diri sebagai Suku Alifuru Bati atau Orang Bati. Namun Orang Bati atau Suku Bati yang ada saat ini sudah merupakan campuran dari orang asli Seram dengan penduduk lain yang datang dari luar Seram. Mengenai eksistensi Orang Bati atau Suku Bati di Pulau Seram Bagian Timur dikemukakan bahwa: Asli Batu oi ka mancia Baita na ukara. Artinya, asli kami Orang Bati adalah manusia gunung. Sampai saat ini kami percaya bahwa Manusia Batti atau manusia berhati bersih, suci, jujur, dan lainnya yang identik dengan ini adalah manusia yang sempurna dan lahir dengan Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Manusia Batti ini lahir dengan evolusi daratan Seram. Artinya dahulu pulau ini pernah tergenang oleh air yang menutupi seluruh daratan. Hanya ada bagian-bagian pulau tertentu yang kering. Secara perlahan-lahan air mulai surut (air turun) dan daratan makin nampak. Manusia Bati seba-gai keturunan dari Alifuru muncul bersamaan dengan evolusi daratan Seram 22).
Dikatakan bahwa Orang Bati atau Suku Bati terdiri dari berbagai sukubangsa karena awalnya Orang Bati terdiri dari kelompok sosial Patasiwa dan Patalima. Kedua kelompok pata tersebut pada awalnya sangat berbeda. Selain itu juga ada leluhur Orang Bati yang berasal dari luar, dan kedatangan mereka dengan menggunakan Kapal Safina Tun Najal. Kapal ini diduga berasal dari wilayah Timur Tengah. Orang Bati juga memiliki keturunan yang berasal dari Orang Cina. Menurut sejarah lisan (oral story) yang disampaikan Orang Bati bahwa pada masa lampau ada kapal Cina yang karam di Gunung Bati. Kapal itu bernama Kapal Cina Namba. Bangkai Kapal Cina Namba saat ini telah membatu, dan menjadi salah satu tempat sakral dalam wilayah Tana (Tanah) Bati. Ketika peristiwa karamnya Kapal Cina Namba, maka orang-orang yang berada dalam kapal tersebut berhasil diselamatkan oleh Orang Bati. Orang-orang yang Wawancara dengan bapak SeSia (74 Tahun) Tokoh Adat Dusun Rumbou (Bati
22)
Tengah) Negeri Kian Darat, pada tanggal 12 Desember 2009.
166
Bumi Seram dan Manusia Batti
berhasil diselamatkan dalam bencana tersebut kemudian menjalani hidup secara bersama dengan leluhur Orang Bati sewaktu mendiami Samos. Terjadi perkawinan di antara mereka, sehingga keturunannya masih dapat dijumpai di Tana (Tanah) Bati yaitu di Kampung atau Dusun (Wanuya) Sayei, Tokonakat, dan Aerweur. Ketiga dusun (wanuya) tersebut adalah kelompok Bati Dalam. Dahulu ada juga dari keturunan ini di Kampung atau Dusun (Wanuya) Bati Kilusi (Bati Awal). Berdasarkan pemahaman Orang Bati atau Suku Bati terhadap kosmologi, mitologi, dan sejarah asal-usul leluhur mereka dapat di-kemukakan bahwa keturunan Alifuru Bati atau Orang Bati memiliki asal-usul yang sama dengan suku-suku lainnya di Pulau Seram. Walaupun ada kenyataan saat ini bahwa Orang Bati telah mengalami perkawinan campuran dengan orang-orang yang berasal dari luar tetapi bahasa, tradisi, adat-istiadat, budaya, dan lainnya tetapi sesgi-segi kehidupan sebagai Alifuru Seram atau Alifuru Bati atau Orang Bati terus dipertahankan. Bagi Alifuru Seram atau Orang Seram maupun Orang Maluku tertentu yang meragukan eksistensi Orang Bati atau Suku Bati sebagai manusia maupun sukubangsa adalah persepsi yang salah. Orang Bati atau Suku Bati itu benar-benar ada dalam kenyataan karena Orang Bati bukan orang ilang-ilang (hilang-hilang) sebagai-mana dipersepsikan orang luar (Orang Maluku) selama ini. Orang Bati adalah manusia maupun sukubangsa karena Orang Bati memiliki teritorial yang dinamakan Etar (wilayah kekuasaan milik marga) yang terdapat dalam Watas Nakuasa (wilayah kekuasaan) orang Bati yang dipahaminya sebagai ruang hidup. Keturunan Orang Bati pada masa lampau maupun saat ini tersebar dalam wilayah adat Weurartafela, Kwairumaratu, dan Kelbarin. Secara adat Esuriun Orang Bati maka nama Bati hanya boleh digunakan pada Orang Bati yang mendiami wilayah adat Weurartafela. Orang Bati yang mendiami Kampung atau Dusun (Wanuya) Bati Kilusi atau Bati Awal yang bisa 167
Esuriun Orang Bati
menggunakan nama Bati untuk menyebut lokasi kediaman maupun identitas (jati diri) setelah kelompok sosial Patasiwa Putih menyatu dengan kelompok sosial Patalima melalui adat Esuriun Orang Bati. Untuk itu berdasarkan sejarah Orang Bati dapat dikemukakan bahwa asal-usul Patasiwa dan Patalima sebagai sistem pengelompokan sosial yaitu dari Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram. Timbulnya Patasiwa dan Patalima di daerah lain disebabkan karena proses migrasi yang dilakukan oleh Alifuru Seram pada masa lampau, terutama untuk menjaga dan melindungi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram dari serbuan orang luar. Para kapitan yang ke luar dari Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram pasti berasal dari kelompok Patasiwa dan Patalima sebagai orang-orang terpilih, dan selain itu juga migrasi dari Alifuru Seram disebabkan karena pergolakan politik, pertikaian yang berlangsung di kalangan kelompok pata ketika melakukan aktivitas mengayau untuk kepentingan ritual tertentu dalam adat-istiadat Alifuru Seram di Baileu maupun rumah Kakehan. Tradisi mengayau pada saat itu sangat kuat dipertahankan oleh Orang-Orang Patasiwa Hitam, sebelum masuknya orang luar yang membawa agama samawi di Pulau Seram. Integrasi antar kelompok Patasiwa dan Patalima yang berbeda menjadi kestuan melalui Esuriun Orang Bati telah mengkokohkan integrasi eksistensial sehingga identitas Orang Bati sebagai manusia maupun sukubangsa benar-benar ada dalam kenyataan. Hal ini berarti bahwa ceritera Orang Bati itu benar-benar merupakan suatu kenyataan, dan bukan mitos. Untuk itu ceritera mengenai mitos Orang Bati harus diakhiri karena tidak sesuai dengan kenyataan yang dialami oleh peneliti sendiri ketika menjalani hidup bersama dengan Orang Bati dalam kawasan hutan hujan di Pulau Seram Bagian Timur untuk menjelaskan fakta empirik tentang Esuriun: Nilai Budaya Orang Bati.
168