ISSN : 1411-9161
BULETIN LABORATORIUM VETERINER
Diterbitkan oleh : BALAI VETERINER LAMPUNG DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTRIAN PERTANIAN
VELABO
VOL.30
NO.02
Hlm 1-44
Bandar Lampung Desember 2013
ISSN : 1411-9161 Diterbitkan 2 kali setahun : BALAI VETERINER LAMPUNG DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTRIAN PERTANIAN
VELABO BULETIN LABORATORIUM VETERINER
Penanggung Jawab Kepala Balai Veteriner Lampung drh.Syamsul Ma’arif, M.Si
Pemimpin Redaksi drh. Tri Guntoro, MP
Editor drh. Gunawan Setiaji drh. Arie Khoiriyah
Sekretariat Redaksi Mala Hartiana Tuti Mulyani
Alamat Redaksi Jl. Untung Suropati No. 2 Labuhan Ratu Kedaton, Bandar Lampung-35142 Telp 0721-701851;772894 Faksimile 0721-772894 Website: http://www.bvetlampung.com
PENGANTAR REDAKSI Puji dan Syukur kita panjatkan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya Buletin Laboratorium Veteriner (VELABO) Volume 30 No. 02 Edisi Desember 2013, dapat diterbitkan kembali ke hadapan pembaca sekalian. Pada Velabo ini, pembaca dapat mengupas tentang perkembangan virus avian influenza subtipe H5N1 yang menginfeksi unggas air di B-Vet Lampung Tahun 2012-2013, prinsip dasar manajemen penyelidikan outbreak, kasus distokia harimau Sumatera ( Panthera tigris sumatrae ) dari Taman Satwa Bumi Kedaton, kejadian Fasciolosis di Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2013.
Harapan kami sajian Velabo ini dapat bermanfaat untuk pembaca. Selamat membaca….
Redaksi
Perkembangan Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 Yang Menginfeksi Unggas Air Di B-Vet Lampung Tahun 2012-2013 (The Growth of Avian Influenza Subtype H5N1 which Infected Water Fowl in DIC of Lampung during 2012-2013) Oleh : EA Srihanto 1-8
Bahaya Salmonella Bagi Kesehatan (The Dangers of Salmonella for Health) Oleh : Arie Khoiriyah, Triyana,Ngatini 9-17
Prinsip Dasar Manajemen Penyelidikan Outbreak (Basic Principles of Outbreak Management) Oleh : Gunawan Setiaji, Ferro R.S Sanjaya 18-26
Kasus Distokia Harimau Sumatera ( Panthera tigris sumatrae ) Dari Taman Satwa Bumi Kedaton (Dystocia case on the Sumatran Tigers ( Panthera tigris sumatrae) at Bumi Kedaton Zoo) Oleh :A Joko Siswanto, Joko Susilo, Ahyul Heni, Bayu Triwibowo 27-37
Kejadian Fasciolosis di Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2013 (Fasciolosis on Ogan Ilir District 2013) Oleh : Triguntoro, Sulinawati, Suyati 38-44
Srihanto
Perkembangan Virus Avian Influenza Subtipe H5N1
Perkembangan Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 Yang Menginfeksi Unggas Air Di B-Vet Lampung Tahun 2012-2013 (The Growth of Avian Influenza Subtype H5N1 which Infected Water Fowl in DIC of Lampung during 2012-2013) EA Srihanto Laboratorium Bioteknologi, Balai Veteriner Lampung
ABSTRACT Penyakit Avian Influenza merupakan penyakit unggas yang bersifat infeksius disebabkan oleh virus Avian influenza tipe A yang merupakan keluarga Orthomyxoviridae. Wabah AI pada unggas air di Lampung diidentifikasi pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi gen HA secara utuh. Isolat dilakukan identifikasi subtipe H5N1 dengan tehnik Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RTPCR). Amplifikasi gen HA menggunakan primer referens dari Australian Animal Health Laboratory (AAHL) Geelong Australia dan dilanjutkan dengan proses sekuensing. Analisis hasil sekuensing dengan menggunakan perangkat lunak MEGA versi 5.05 didapatkan hasil perbedaan genetik antar isolat Lampung dari tahun 2012-2013 berkisar 1,1 –1,5 % dengan tingkat homologi mencapai 98,5 - 98,9% dibandingkan dengan isolat AI yang menginfeksi unggas air asal Jawa dan termasuk ke dalam clade 2.3.2. Kata kunci : avian influenza, homologi, clade ASTRACT Avian influenza is an infectious poultry disease caused by influenza type A virus that is the family Orthomyxoviridae. AI outbreaks in water fowl in the Lampung were identified in 2012. This study aims to characterize the HA gene. Isolates of H5N1 subtype was identified with techniques Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Amplification of HA gene was used the primers references from the Australian Animal Health Laboratory (AAHL) in Geelong Australia and continued sequencing process. Analysis of the sequencing results was used by the MEGA software version 5.05 showed genetic differences between isolates Lampung 2012-2013 ranged from 1.1 -1.5% with homology levels reaching 98.5 to 98.9% compared to the AI isolates that infected water fowl in Java and belong to the clade 2.3.2. Key words : avian influenza, homology, clade
© 2013 Balai Veteriner Lampung
1
Srihanto
Perkembangan Virus Avian Influenza Subtipe H5N1
disebabkan oleh virus AI subtipe H5N1
PENDAHULUAN Avian
influenza
merupakan
penyakit
unggas menular yang disebabkan oleh virus
pada bulan April 2004 (Anonimus, 2004). Data terakhir yang didapat dari Local
Influenza tipe A (Alexander, 2007). Virus
Desease
Influenza
keluarga
Lampung dari tahun 2003 sampai bulan
Orthomixoviridae. Virion virus AI berbentuk
Agustus 2010 telah terjadi kematian
bulat,
kadang-kadang
unggas sebanyak + 3 juta ekor ayam buras
berbentuk pleomorfik dengan diameter 80-120
dan 13.675 ekor ayam broiler pada tahun
nm. Virus AI memiliki panjang 13,6 kb. Virus
2011 (Anonimus, 2011). Wabah penyakit
ini merupakan virus beramplop, genom virus
AI
termasuk
filamentous
dalam
atau
memiliki delapan segmen yang mengkode 10 gen dan bermaterikan RNA untai tunggal (ssRNA), polaritas negatif dan memiliki dua protein permukaan yang merupakan variabel perlekatan utamanya (Murphy et al., 2008;
Control
dilaporkan
di
Center
Propinsi
(LDCC)
Sumatera
Selatan, Bengkulu dan Kepulauan Bangka Belitung teridentifikasi pada tahun 2005 (Anonimus, 2005). Data terakhir tercatat di Propinsi Lampung masih 8 kabupaten/kota
Suarez, 2008). Struktur protein struktural
endemis penyakit AI. Propinsi Bengkulu
terdiri dari protein permukaan dan protein
diidentifikasi
internal. Permukaan amplop virus tersusun
(Anonimus 2013).
di
2
kabupaten/kota
atas lipid bilayer yang berasal dari membran
Kasus kematian itik yang terinfeksi
sel hospes yang diperoleh pada saat budding
virus Avian Influenza dideteksi pertama
yang
kali pada bulan 17 Desember 2012
tersusun
oleh
hemaglutinin
(HA),
neuroamidase (NA) dan membran ion channel protein (M2) (Suarez, 2008). Haemaglutinine (HA) merupakan glikoprotein pada amplop virus yang mampu berikatan dengan reseptor sialic acid pada permukaan sel hospes (De jong dan Hien, 2006). Protein internal tersusun
(Anonimous,
2012).
Kematian
itik
berlanjut di beberapa daerah di propinsi Lampung dan Sumatera Selatan. Data dari B-Vet
Lampung
sampai
dengan
pertengahan tahun 2012 tidak ada laporan
oleh nucleoprotein (NP), matrix proteins
tentang kematian itik akibat infeksi virus
(M1), polimerase complex proteins (PB1, PB2,
AI.
PA). Selain itu terdapat tambahan dua protein
mengidentifikasi
non struktural (NS1, NS2) (Suarez, 2008).
Avian Influenza yang menginfeksi unggas
Wabah penyakit AI yang terjadi di propinsi Lampung ditemukan pertama kali
Penelitian
ini
bertujuan
secara
genetik
untuk virus
air di wilayah kerja B-Vet Lampung sampai tahun 2013.
di kabupaten Lampung Selatan pada bulan November
2003
dan
dikonfirmasi
© 2013 Balai Veteriner Lampung
2
Srihanto
Perkembangan Virus Avian Influenza Subtipe H5N1
Geelong
yang
dilanutkan
dengan
sekuensing.
MATERI DAN METODE
Analisis
Materi
data
hasil
sekuensing
Isolat yang digunakan adalah isolat
menggunakan perangkat lunak molecular
dari Trimurjo (12.1182/Itik/BPPV/12.12),
evolution genetics analysis (MEGA) versi
Pesawaran (13.36/Entog/BPPV/01.13) dan
5.05 meliputi multiple alignment dengan
Muara Enim (13.73/Entog/BPPV/01.13).
clustal
Isolat merupakan hasil investigasi dan
prediction dan phylogenic tree analysis.
survailance pasif di B-Vet Lampung.
Assambly data digunakan perangkat lunak
Materi untuk pengujian molekuler
BioEdit
W,
deductive
Sequence
amino
Alignment
acids
Editor.
menggunakan bahan : Purelink viral
Konstruksi
RNA/DNA
minikit
dengan
SuperScript
III One Step RT-PCR
Persentase replikasi pohon filogenik yang
Platinum Taq HiFi (Invitrogen), primer
membentuk clade di setiap percabangan
forward dan reverse. Proses amplifikasi
diuji menggunakan tes bootstrap dari 1000
dilakukan dengan reverse transcriptase
replikasi (Tamura et al., 2011; WHO,
Polymerase Chains Reaction (RT-PCR)
2008).
(Invitrogen),
menggunakan primer forward dan reverse
pohon metode
filogenik
dianalisis
Neighbor-Joining.
HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk mengamplifikasi gen HA didesain
Dari hasil identifikasi terhadap sampel
oleh Australian Animal Health Laboratory
terduga virus AI diidentifikasi sebagai
(AAHL)
virus Avian Influenza subtipe H5N1.
produk
Geelong Australia. Purifikasi PCR
digunakan
QIAquick
Penjajaran ganda terhadap antara isolat
Purification kit (QIAGEN), isopropanol
VAI yang menginfeksi unggas air dengan
(Merck) dan nuclease free water. Proses
isolat Lampung terdahulu menunjukkan
sekuensing menggunakan reagen BigDye X
adanya perbedaan genetik sebesar 6,4 -
Terminator Purification kit (ABI).
7,8% dengan tingkat homologi 92,2 -
Metoda
93,6% yang ditampilkan pada Tabel 1.
Proses identifikasi dilakukan dengan
Hasil penelitian ini hampir sama seperti
reverse transcriptase Polymerase Chains
penelitian yang dilakukan Wibawa dkk
Reaction (RT-PCR) menggunakan primer
(2012) terhadap itik di Jawa didapatkan
dari
dan
homologi isolat sekitar 91 – 93 % dengan
Payungporn et al. (2004). Amplifikasi gen
isolat yang berasal dari Indonesian clade
HA menggunakan program dari AAHL
2.1.
AAHL
Geelong
(2006)
© 2013 Balai Veteriner Lampung
3
Srihanto
Perkembangan Virus Avian Influenza Subtipe H5N1
Tabel 1. Jarak genetik dan homologi antara isolat AI yang menginfeksi unggas air dengan isolat Lampung dan Legok Kode Isolat
A
A
B
C
0,995
D
E
F
G
H
I
J
K
L
0,993
0,982
0,984
0,983
0,979
0,981
0,981
0,937
0,935
0,935
0,994
0,981
0,982
0,981
0,978
0,979
0,979
0,935
0,934
0,937
B
0,005
C
0,007
0,006
D
0,018
0,019
0,018
E
0,016
0,018
0,017
0,002
F
0,017
0,019
0,018
0,004
0,002
G
0,021
0,022
0,023
0,021
0,019
0,982
0,983
0,982
0,977
0,979
0,980
0,932
0,931
0,931
0,998
0,996
0,979
0,983
0,983
0,925
0,924
0,923
0,998
0,981
0,984
0,995
0,926
0,925
0,925
0,981 0,019
H
0,019
0,021
0,021
0,017
0,016
0,015
0,008
I
0,019
0,021
0,020
0,007
0,005
0,006
0,022
0,985
0,994
0,926
0,925
0,924
0,992
0,978
0,924
0,923
0,922
0,981 0,019
0,925
0,923
0,922
0,926
0,925
0,924
J
0,064
0,065
0,068
0,075
0,074
0,074
0,076
0,075
0,074
K
0,065
0,066
0,069
0,076
0,075
0,075
0,077
0,077
0,075
0,021
L
0,065
0,067
0,069
0,077
0,075
0,076
0,078
0,078
0,076
0,015
0,979
0,985 0,984
0,016
Ket : A B C D E F G H I J K L
: A/chicken/Legok/2003, : A/turkey/Kedaton/BPPV3/2004, : A/chicken/Pangkalpinang/BPPV3/2004, : A/Chicken/Palembang/BPPV-III/2005, : A/Chicken/Sembawa/BPPV-III/2005, : A/Chicken/WayKanan/BBPVIII/2006, : A/Chicken/Indonesia/Belitung Timor1631-8/2006, : A/Chicken/Indonesia/Rejang Lebong1631-22/2006, : A/Chicken/Indonesia/Bangka Selatan1631-20/2006, : A/Duck/Trimurjo/BppvIII 12.1182/2012, : A/Muscovy duck/Muaraenim/BppvIII 13.73/2013, : A/Muscovy duck/Pesawaran/BppvIII 13.36/2013.
Penjajaran ganda yang dilakukan pada
clade 2.3.2 merupakan turunan virus yang
isolat VAI yang menginfeksi unggas air
baru diintroduksi ke Indonesia. Gambaran
dari Lampung dengan di Jawa didapatkan
phylogenic tree isolat Lampung tahun
jarak genetik sebesar 1,1 – 1,5% dengan
2012-2013 dapat dilihat pada Gambar 1.
homologi sebesar 98,5 – 98,9%. isolat-
Jarak genetik yang mencapai 6,4 - 7,8%
isolat yang berasal dari Vietnam. Isolat
bila dibandingkan dengan virus AI clade
virus AI yang menginfeksi unggas air asal
2.1 ini sebagai bukti bahwa virus AI
Lampung memiliki kedekatan kelompok
tersebut bukan turunan dari virus clade 2.1
dengan isolat virus AI yang menginfeksi
dan merupakan virus AI yang baru
unggas air di Jawa dan virus-virus dari
mengintroduksi ke Indonesia.
Vietnam (Wibawa dkk, 2012; Pfeiffer et al.,
2009).
Nilai
jarak
genetik
dan
Temuan ini sesuai dengan aturan WHO (2008)
bahwa
apabila
suatu
isolat
homologi ditampilkan pada Tabel 2. Virus
mempunyai jarak genetik > 1,5% sudah
Lampung
digolongkan ke dalam clade lainnya.
tahun
2012-2013
yang
menginfeksi unggas air yang termasuk © 2013 Balai Veteriner Lampung
4
Srihanto
Perkembangan Virus Avian Influenza Subtipe H5N1
Tabel 2. Nilai jarak genetik dan homologi antara isolat Lampung dengan isolat Jawa (isolat virus AI yang menginfeksi unggas air) Kode Isolat
A
A
B
C
0,995
B
0,005
C
0,004
D
0,996 0,997
0,003
0,997
E 0,995
F
G
0,995
H
0,995
I
0,985
J
0,986
0,986
0,998
0,996
0,996
0,996
0,985
0,987
0,986
0,999
0,987
0,987
0,987
0,985
0,988
0,987
D
0,003
0,002
0,001
E
0,005
0,004
0,003
0,002
F
0,005
0,004
0,003
0,002
0,002
G
0,005
0,004
0,003
0,002
0,002
0,998
0,998
0,998
0,987
0,989
0,988
0,998
0,998
0,988
0,991
0,989
0,998 0,002
0,986
0,988
0,987
0,986
0,988
0,987
H
0,015
0,015
0,015
0,013
0,012
0,014
0,014
I
0,014
0,013
0,012
0,011
0,009
0,012
0,012
0,017
J
0,014
0,014
0,013
0,012
0,011
0,013
0,013
0,022
0,987
0,978 0,982
0,018
Ket : A : A/duck/Bantul/BBVW-1443-9/2012, B : A/duck/Blitar/BBVW-1731-11/2012, C : A/duck/Sleman/BBVW- 146310/2012, D : A/duck/Sukoharjo/BBVW-1428-9/2012, E : A/duck/Tegal/BBVW-1727-11/2012, F : A/duck/Wonogiri/BBVW-1730-11/2012, G : A/muscovy duck/Tegal/BBVW-173211/2012, H : A/Duck/Trimurjo/BppvIII 12.1182/2012, I : A/Muscovy duck/Pesawaran/BppvIII13.36/2013, J : A/Muscovy duck/Muaraenim/BppvIII 13.73/2013
Hal ini juga sesuai laporan Wibawa dkk
(2012)
menginfeksi
bahwa
virus
unggas
air
AI
yang
dengan
adanya
tremor,
paralisis,
inkoordinasi alat gerak dan tortikolis.
mempunyai
Penularan penyakit biasanya terjadi
homologi yang tinggi dengan virus AI asal
secara kontak langsung antara unggas
Vietnam dan virus clade 2.3 lainnya.
tertular, kontaminasi bahan makanan dan
Introduksi virus AI yang menginfeksi
alat–alat
unggas air diakibatkan karena adanya
Sumatera Selatan dan Bengkulu , kasus AI
transportasi unggas dari Jawa (Anonimus,
terjadi akibat adanya sistem lalu lintas
2012), sedangkan introduksi virus AI yang
ternak yang tidak aman dari unggas yang
menginfeksi unggas air di Jawa sampai
terinfeksi AI. Kebanyakan kasus terjadi
saat ini belum diketahui mekanismenya
setelah adanya pemasukan unggas sakit ke
(Wibawa dkk, 2012). Ketiga isolat tersebut
daerah baru. Pedagang di pasar tradisional
juga mengakibatkan kematian yang tinggi
juga berperan dalam proses penularan
pada unggas air dan menimbulkan gejala
penyakit tersebut (Anonimus, 2005-2006).
klinis
sama
seperti
isolat
AI
yang
perkandangan.
Menurut
Takano
et
Di
al.
Propinsi
(2009),
menginfeksi unggas air di Vietnam seperti
menyebarnya virus AI ke Sumatera dan
yang dilaporkan oleh Pfeiffer et al. (2009)
pulau lainnya diakibatkan karena pola
© 2013 Balai Veteriner Lampung
5
Srihanto
Perkembangan Virus Avian Influenza Subtipe H5N1
transportasi unggas pembawa virus yang
grup Jawa (Smith et al., 2006; Takano et
tanpa kontrol.
al., 2009).
Virus
tersebut
masih
mempunyai
hubungan dan kedekatan dengan virus AI
Gambar 1. Phylogenic tree isolat Lampung tahun 2012-2013
© 2013 Balai Veteriner Lampung
6
Srihanto
Perkembangan Virus Avian Influenza Subtipe H5N1
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1.
Hasil identifikasi isolat virus Avian Influenza Lampung tahun 2008-2013 diidentifikasi sebagai Avian Influenza subtipe H5N1.
2.
Berdasarkan
nilai
homologi
menginfeksi unggas air di Lampung tahun 2012-2013 dibandingkan isolat AI yang menginfeksi unggas air di Jawa mempunyai homologi sekitar 98,5-98,9% dan termasuk ke dalam clade 2.3.2. SARAN Berdasarkan kesimpulan,
hasil
maka
penelitian
saran
yang
dan dapat
diberikan adalah : Perlu dilakukan kajian epidemiologi terutama tentang faktor-faktor yang berperan dalam introduksi virus AI yang menginfeksi unggas air. 2.
Perlu
dilakukan
molekuler
untuk
Anonimus. 2005. Laporan Tahunan Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional III Bandar Lampung
dan
analisis filogenik isolat AI yang
1.
Anonimus. 2004. Laporan Tahunan Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional III Bandar Lampung
kajian
secara
melihat
adanya
antigenic shift pada isolat AI terbaru.
Anonimus. 2006. Laporan Tahunan Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional III Bandar Lampung Anonimus. 2012. Peta Penyakit Hewan 2011, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional III Bandar Lampung Anonimus. 2012. Laporan Investigasi Penyakit Avian Influenza di Lampung Selatan, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional III Bandar Lampung Alexander, D.J., 2007. Summary of Avian Influenza Activity in Europe, Asia, Africa, and Australia 2002–2006, Avian Diseases 51:161–166 de Jong, M.D. and Hien, T.T. 2006. Review Avian Influenza (H5N1), Journal of Clinical Virology 35 : 25 Murphy, F.A., Gibbs, E.P.J., Horzinek, M.C., and Studdert, M.J. 2008, Orthomyxoviridae dalam Veterinary Virology, 3th edition, 525 B Street , Suite 1900, San
© 2013 Balai Veteriner Lampung
7
Srihanto
Perkembangan Virus Avian Influenza Subtipe H5N1
Diego, California USA : 459-468
Kawaoka, Y. 2009. Phylogenetic characterization of H5N1 avian influenza viruses isolated in Indonesia from 2003–2007, Virology 390 :13–21
92101-4495,
Payungporn, S., Phakdeewirot, P., Chutinimitkul, S., Theamboonlers, A., Keawcharoen, J., Oraveerakul, K., Amonsin, A., and Poovorawan, Y. 2004. Single-step multiplex reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) for influenza A virus subtype H5N1 detection, Viral Immunol. 17 (4) : 588-593 Pfeiffer, J., Pantin-Jackwood, M., To, T.L. Nguyen, T., and Suarez, D.L. 2009. Phylogenetic and biological characterization of highly pathogenic H5N1 avian influenza viruses (Vietnam 2005) in chickens and ducks, Virus Research 142 : 108–120 Smith, G.J.D., Naipospos, T.S.P., Nguyen, T.D., de Jong, M.D., Vijaykrishna, D., Usman, T.B., Hassan, S.S., Nguyen , T.V., Dao, T.V., Bui, N.A., Leung, Y.H.C., Cheung, C.L., Rayner, J.M., Zhang, J.X., Zhang, L.J., Poon, L.L.M. Li, K.S., Nguyen , V.C., Hien, T.T., Farrar, J., Webster, R.G., Chen, H.,Peiris, J.S.M., and Guan, Y. 2006. Evolution and adaptation of H5N1 influenza virus in avian and human hosts in Indonesia and Vietnam, Virology 350 : 258–268
Tamura, K., Peterson, D., Peterson, N., Stecher, G., Nei, M., and Kumar, S. 2011. MEGA5: Molecular Evolutionary Genetics Analysis Using Maximum Likelihood, Evolutionary Distance, and Maximum Parsimony Methods, Mol. Biol. Evol. 28 (10) : 2731– 2739. doi:10.1093/molbev/msr121 : 1-9 WHO,
2008. Toward a Unified Nomenclature System for Highly Pathogenic Avian Influenza Virus (H5N1), Emerg Infect Dis 14(7) : e1
Wibawa, H., Prijono, W.J., Dharmayanti, N.L.P.I., Irianingsih, S.H., Miswati, Y., Rohmah, A., Andesyha, E., Romlah, Daulay, R.S.D., Safitria, K. 2012. Investigasi Wabah Penyakit Pada Itik di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur : Identifikasi Sebuah Clade Baru Virus Avian Influenza Subtipe Baru di Indonesia. Buletin Laboratorium Veteriner, 12 (4) : 28
Suarez, D.L. 2008. Avian Influenza dalam Avian Influenza, Blackwell Publishing Blackwell Publishing Professional 2121 State Avenue, Ames, Iowa 50014, USA : 3-22 Takano, R., Nidom, C.A., Kiso, M., Muramoto, Y., Yamada, S., Tagawa, Y. S., Macken, C., and © 2013 Balai Veteriner Lampung
8
Khoiriyah et al
Bahaya Salmonella bagi Kesehatan
Bahaya Salmonella Bagi Kesehatan (The Dangers of Salmonella for Health) Arie Khoiriyah, Triyana,Ngatini Laboratorium Kesmavet, Balai Veteriner Lampung
ABSTRAK Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengenal Salmonella mulai dari morfologi, kerusakan yang ditimbulkan pada makanan, pada manusia sampai pencegahan dan pengobatannya. Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi. Jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut Salmonellosis. Gejala Salmonellosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis, demam enterik seperti demam tifoid dan demam paratifoid, serta infeksi lokal. Sumber utama infeksi pada manusia adalah telur, produk telur dan daging unggas. Tindakan pengendalian penting adalah pendidikan mengenai penanganan makanan yang tepat, baik pada perusahaan maupun rumah tangga, tentang memasak yang benar, praktek-praktek pendinginan untuk pangan asal hewan dan tentang higiene personal dan lingkungan. Kata kunci: Salmonella, Salmonellosis, Gastroenteritis
ABSTRACT The purpose of this handout was to understanding Salmonella morphology, including the dangerous of Salmonellosis through the food, infected the human, prevention and medication. Bacterium of genus of Salmonella is bacterium cause of infection. If swollen and enter the body will generate symptom which called Salmonellosis. The typically symptom include gastroenteritis, enteric fever like typhoid fever and paratyphoid fever and also local infection. The main sources of infection at human are from egg, egg product and poultry. Salmonella prevention could be achieving by practicing proper hygiene, cooking meat in both commercial and at home, defrost animal product, personal and environmental hygiene. Key words: Salmonella, Salmonellosis, Gastroenteritis
© 2013 Balai Veteriner Lampung
9
Khoiriyah et al
Bahaya Salmonella bagi Kesehatan
perfringens, Escherichia coli, Yersinia
PENDAHULUAN Keamanan
pangan
merupakan
persyaratan utama yang semakin penting
entercolitica dan Listeria monocytogenes. Proses pemotongan unggas secara
di era perdagangan bebas. Masalah
kontinyu,
pentingnya keamanan pangan juga telah
mikroorganisme dari karkas yang satu ke
tercantum dalam Deklarasi Gizi Dunia
yang
dalam Konferensi Gizi Internasional pada
penggilingan daging dalam pembuatan
tanggal 11 Desember 1992, kesempatan
daging
untuk mendapatkan pangan yang bergizi
mikroorganisme,
dan aman adalah hak setiap orang“
cincang merupakan produk daging yang
(ICD/SEAMEO
RCCN
beresiko tinggi. Salmonella merupakan
1999). Pangan yang aman, bermutu,
bakteri yang ditemukan di Amerika pada
bergizi,
cukup
tahun 1899 (Dharmajono, 2001). Sakit
merupakan prasyarat utama yang harus
yang disebabkan oleh salmonella disebut
dipenuhi dalam upaya terselenggaranya
salmonelosis.
suatu sistem pangan yang memberikan
meningkat
perlindungan bagi kepentingan kesehatan
intensifikasinya produksi peternakan dan
serta
teknik
berada
berperan
TROPMED
dan
tersedia
dalam
meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Bahan pangan yang berasal dari hewan merupakan sumber utama bakteri penyebab
infeksi
Mikroorganisme
dan
yang
intoksikasi.
terdapat
pada
hewan hidup dapat terbawa ke dalam
meningkatkan
lainnya.
cincang
penularan
Demikian
dapat
juga
menyebarkan
sehingga
Penyakit
ini
dengan
laboratorium
daging
terus semakin
yang
semakin
canggih. Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi. Jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan
gejala
yang
disebut
salmonellosis. Gejala salmonellosis yang paling
daging segar dan mungkin bertahan
sering
selama
Banyak
Selain gastroenteritis, beberapa spesies
hewan-hewan yang disembelih membawa
Salmonella juga dapat menimbulkan
mikroorganisme seperti Salmonella dan
gejala penyakit lainnya. Misalnya demam
Campylobacter,
enterik seperti demam tifoid dan demam
proses
pengolahan.
selain
mikrooranisme
yang secara alami terdapat pada saluran pencernaan
seperti
Clostridium
terjadi
adalah
gastroenteritis.
paratifoid, serta infeksi lokal. Salmonellosis penyakit
adalah
zoonosis
salah
yang
satu
disebut
© 2013 Balai Veteriner Lampung
10
Khoiriyah et al
Bahaya Salmonella bagi Kesehatan
foodborne diarrheal disease dan terdapat di seluruh dunia. Disebut food borne diarrheal disease karena penyakit ini ditularkan oleh ternak carrier yang sehat Gambar 1. Bakteri Salmonella
ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi
Salmonella
menyebabkan
enteritis,
spp. di
dan
negara
berkembang seperti Indonesia, dokter praktek dan rumah sakit sering menerima pasien dengan diagnosa thypus atau parathypus dengan insiden yang cukup
Genus
Salmonella
anggota Bakteri
family ini
masuk
dalam
Enterobacteriaceae.
bergram
negatif,
tidak
berspora, panjang rata-rata 2 - 5 µm dengan lebar 0.8 – 1.5 µm, bentuk bacillus. Salmonella merupakan bakteri motil (kecuali Salmonella Pullorum dan
tinggi sepanjang tahun.
Salmonella Gallinarum) dan memiliki banyak flagela (peritrichous flagella).
TUJUAN Tujuan penulisan makalah ini adalah
Bakteri ini fakultatif anaerob yang
untuk mengenal Salmonella mulai dari
dapat tumbuh pada temperatur dengan
morfologi, kerusakan yang ditimbulkan
kisaran 5–45°C dengan suhu optimum
pada makanan, pada manusia sampai
35–37°C. Bentuk Salmonella berupa
pencegahan dan pengobatannya.
rantai filamen panjang ketika berada pada temparatur ekstrim yaitu 4-8°C atau pada
TINJAUAN PUSTAKA
suhu 45°C dengan kondisi pH 4.4 atau 9.4.
Salmonella Salmonella pertama kali menemukan
Salmonella merupakan bakteri motil
bakterium tahun 1885 pada tubuh babi
yang menggunakan flagella peritrichous
oleh Theobald Smith (yang terkenal akan
dalam pergerakannya. Secara
hasilnya
Salmonella
pada
anafilaksis),
namun
tidak
umum mampu
Salmonella dinamai dari Daniel Edward
memfermentasikan laktosa, sukrosa atau
Salmon, ahli patologi Amerika (Ryan KJ
salicin, katalase positif, oksidase negatif
dan Ray CG 2004).
dan mefermentasi glukosa dan manitol untuk memproduksi asam atau asam dan gas (Jay et al. 2005).
© 2013 Balai Veteriner Lampung
11
Khoiriyah et al
Bahaya Salmonella bagi Kesehatan
Salmonella merupakan bakteri yang
yaitu melalui induk yang terinfeksi oleh
sensitif panas dimana tidak tahan pada
Salmonella enteritidis atau secara vertikal
suhu lebih dari 700C. Pasteurisasi pada
dan secara horizontal.
suhu 71.10C selama 15 menit dapat menghancurkan Salmonella pada susu.
Kontaminasi vertikal dikenal juga sebagai
kontaminasi
(transovarial
transovarial
contaminated).
Teori
penularan vertikal menyebutkan bahwa Salmonella enteritidis pada telur ayam, berasal dari induk ayam yang terinfeksi (Cox et al. 2000).
Gejala Klinis Gambar 2. Bentuk dan warna koloni Salmonella
dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu enteritis dan penyakit sistemik.
Sumber dan Transmisi Salmonella
terdapat
pada
usus
unggas, reptil, katak, seranga, hewan peternakan,
dan
merupakan
sumber
manusia.
Ternak
utama
untuk
foodborne salmonellosis pada manusia, hal ini karena di peternakan, dalam tubuh unggas terjadi kolonisasi pada usus unggas dan secara cepat menyebar ke unggas lain. Kolonisasi intestinal akibat Salmonella dalam tubuh unggas dapat meningkatkan
risiko
kontamninasi
Telur juga merupakan resevoir untuk khusunya
S.
Enteritidis
sebagai organisme yang dapat berkoloni pada
Pertama,
enteritis,
gastroenteritis
merupakan infeksi utama yang terkait dengan serotip yang terjadi secara meluas pada hewan dan manusia. Mereka dapat menyebabkan
diare
dalam
berbagai
tingkatan sampai ke tingkat diare yang parah. Saat ini Salmonella enteritidis merupakan umum Periode
Salmonella
sebagai inkubasi
yang
penyebab pada
paling enteritis.
Salmonella
penyebab enteritis biasanya antara 6 – 48 jam. Gejala yang biasa muncul adalah
selama pemotongan.
Salmonella
Gejala klinis salmonellosis dapat
ovarium
ayam.
Kontaminasi Salmonella enteritidis pada
demam ringan, mual, muntah, sakit perut dan diare selama beberapa hari, tetapi pada beberapa kasus dapat berlangsung selama satu minggu atau lebih (Jay et al. 2005).
telur diketahui dengan dua mekanisme © 2013 Balai Veteriner Lampung
12
Khoiriyah et al
Bahaya Salmonella bagi Kesehatan
Patogenesis Patogenesis ini sangat tergantung dari faktor
virulensi
kemampuan
bakteri
invasi
lipopolisakarida
yaitu:
sel,
yang
(2)
(1)
lapisan
lengkap,
(3)
kemampuan replikasi intrasel, dan (4) kemungkinan Setelah
perbanyakan
bakteri
dicerna,
toksin. organisme
pada telur dapat terjadi melalui beberapa kemungkinan yaitu: 1.Transovarial 2. Translokasi dari peritoneum ke kantung kuning telur atau oviduct 3. Penetrasi kulit oleh organisme pada telur melalui kloaka
tersebut berkoloni di ileum dan kolon,
4.Pencucian telur
memasuki
5. Penanganan makanan
epitel
usus
dan
terjadi
proliferasi epitel dan folikel limfoid. Tahap selanjutnya yaitu menginduksi
Kerusakan
membran enterosit yang terganggu dan
Terhadap Makanan
menstimulasi
pinositosis
organisme.
Keberadaan
Yang
Ditimbulkan
Salmonella
dalam
Pada populasi dewasa dan anak-anak
makanan dalam jumlah yang tinggi tidak
yang
menimbulkan
berisiko
untuk
terinfeksi
S.
perubahan
dalam
hal
Enteritidis dari telur, bahkan wanita
warna, bau, rasa dari makanan tersebut.
hamil dan orang-orang dengan sistem
Semakin tinggi jumlah Salmonella di
imun
dalam makanan, semakin besar timbulnya
yang
lemah
memiliki
risiko
timbulnya penyakit ini yang lebih serius.
gejala
Pada wanita hami dan individu dengan
mengkonsumsi
gangguan sistem imun, dengan jumlah
semakin cepat pula waktu inkubasinya
bakteri yang relatif kecil sudah dapat
sampai
mengakibatkan penyakit (Cox et al.
(Supardi dan Sukamto 1999).
2000).
infeksi
pada makan
menimbulkan
orang
yang
tersebut,
dan
gejala
infeksi
S. Enteritidis merupakan salah satu emerging forborne zoonotic pathogens. Habitat utamanya berada dalam saluran
Cara Penularan Semua jenis Salmonella merupakan patogen
fakultatif
intraseluler
dan
pencernaan hewan dan manusia tapi dapat ditemukan pada spesies unggas dan
dianggap sangat patogenik dan dapat
dengan
menyerang macrophages, dendritic dan
manusia melalui telur atau daging ayam
sel
yang terkontaminasi. Infeksi bakteri ini
epitel
(Bhunia
2008).
Rute penularan Salmonella enteritidis
pada
mudah
hewan
dapat
dan
ditularkan
manusia
ke
dapat
© 2013 Balai Veteriner Lampung
13
Khoiriyah et al
Bahaya Salmonella bagi Kesehatan
mengakibatkan
penyakit
gangguan
pada
pencernaan
atau
bagian
dengan
timbulnya penyakit ini yang lebih serius.
saluran
Pada wanita hamil dan individu dengan
dan
gangguan sistem imun, dengan jumlah
penyakit akibat infeksi Salmonella atau
bakteri yang relatif kecil sudah dapat
salmonellosis. penelitian
gastroenteritis
Banyak
menyebutkan
laporan
hasil
mengakibatkan penyakit (Cox et al.
telur
ayam
2000).
sebagai sumber infeksi S. Enteritidis pada manusia
yang
menyebabkan
salmonellosis (Wang & Slavik 1998).
Ada beberapa bentuk salmonellosis yang
terjadi
pada
gastroenteritis,
manusia
demam
yaitu
enteric
dan
Data menyebutkan bahwa lebih dari
septicaemia. Gastroenteritis merupakan
44% outbreak salmonellosis yang terjadi
infeksi pada colon yang biasanya terjadi
di seluruh dunia melibatkan konsumsi
selama 18-48 jam setelah masuknya
telur ayam dan cara pengolahan atau
salomenlla
proses memasak telur ayam yang kurang
Gastroenteritis dicirikan dengan diare,
sempurna seperti telur yang dimasak
demam dan sakit perut.
setengah matang atau dikonsumsi masih
dalam
Salmonella
tubuh
pada
manusia.
manusia
dapat
mentah. Hal ini dapat terjadi pada telur-
menyebabkan infeksi intestinal yang
telur ayam yang telah dibekukan atau
dikarakteristikkan
dikeringkan, telur ayam utuh yang tidak
inkubasi 6-72 jam setelah masuknya
disimpan dalam refrigerator baik selama
makanan
di pedagang eceran bahkan di rumah
dmemam
tangga dan rumah makan atau usaha
cephalalgia, dan malaise (tidak enak).
katering
sumber
Gejala utama pada manusia berupa sakit
kontaminasi makanan (Lillehoj et al.
perut, mual, muntah dan diare. Umumnya
2000).
penderita salmonellosis akan kembali
mampu
menjadi
yang
dengan
periode
terkontaminasi
mendadak,
dan
mialgia,
pulih setelah dua sampai empat jam. Yang Ditimbulkan Kesehatan Manusia
Carrier dapat menyebarkan salmonella
Pada populasi dewasa dan anak-anak
Gejala-gejalanya terdiri dari mual,
Kerusakan Terhadap
yang
berisiko
untuk
terinfeksi
S.
selama beberapa minggu.
muntah,
sakit
perut,
sakit
kepala,
Enteritidis dari telur, bahkan wanita
kedinginan an diare. Gejala-gejala ini
hamil dan orang-orang dengan sistem
biasanya
imun
kelemahan otot, demam, gelisah, dan
yang
lemah
memiliki
risiko
diikuti
dengan
kelemahan,
© 2013 Balai Veteriner Lampung
14
Khoiriyah et al
mengantuk.
Bahaya Salmonella bagi Kesehatan
Gejala-gejala
tersebut
perlindungan manusia dari infeksi dan
biasanya berlangsung selama 2-3 hari
mengurangi prevalensinya pada hewan.
(Jay et al. 2005).
Inspeksi
Sumber utama infeksi pada manusia
daging
pengawasan
dan
unggas
serta
susu
dan
pasteurisasi
adalah telur, produk telur dan daging
produksi telur menjadi hal penting dalam
unggas (Porier et al. 2008). Selain
perlindungan terhadap konsumen.
ditemukan pada unggas dan produknya, salmonella
enteritidis
pengendalian
penting
dapat
lainnya adalah pendidikan mengenai
ditemukan pada babi. Daging babi,
penanganan makanan yang tepat, baik
daging sapi, susu dan produknya (es
pada perusahaan maupun rumah tangga,
krim, keju). Studi yang dilakukan di
tentang memasak yang benar, praktek-
China menunjukkan adanya Salmonella
praktek pendinginan untuk pangan asal
enteritidis pada daging yang dijual di
hewan dan tentang tentang higiene
pasar
personal
(Yang
juga
Tindakan
et
al.
2010).
dan
lingkungan.
Higiene
personal seperti tindakan mencuci tangan dalam penanganan makanan dan juga
Diagnosa Pada manusia diagnosa klinis yang
sebelum
mengkonsumsi
disebabkan oleh salmonella dikonfirmasi
menjadi hal penting.
dengan isolasi agen, serologis, dan ketika
Pengobatan
kita membutuhkan tipe fase dan profil
Pengobatan
makanan
gastroenteritis
yang
plasmid. Pada kasus septisemia, agen
disebabkan oleh Salmonella enteritidis
dapat diisolasi dari darah selama minggu
tergantung dari berat ringannya gejala
pertama dan feses pada minggu kedua
yang
dan ketiga. Diagnosa salmonella pada
penyakit lain yang diderita pasien seperti
manusia juga dibuat dengan kultur feces.
diabetes, dll. Pengobatan yang diberikan
Screening test juga dapat digunakan
meliputi (Anonim 2010):
untuk
Menghindari dehidrasi
membantu
diagnosa
awal
Salmonella enteritidis. Uji serologis dapat dilakukan dengan menggunakan ELISA dan PCR.
usia
pasien
dan
Terapi oral : jika muntah dan dehidrasi
tidak
berat,
jumlahnya
sedikit dan sering, idealnya diterapi
Cara Penanggulangannya
dengan
Prinsip pencegahan dan pengendalian Salmonella
•
ditimbulkan,
enteritidis
berbasis
larutan
elektrolit
yang
seimbang, hindari minuman dengan
pada
© 2013 Balai Veteriner Lampung
15
Khoiriyah et al
Bahaya Salmonella bagi Kesehatan
kadar gula yang tinggi karena dapat
•
memperparah diare dan dehidrasi. •
Pasien dengan dehidrasi yang parah dan muntah terus menerus
Terapi nasogastrik di rumah sakit
•
Kondisi menurun ssecara signifikan
dapat dilakukan untuk menghindari
•
Terjadi penurunan kesadaran
terapi melalui intravena. •
atau dehidrasi yang parah, atau terjadi lemahnya tingkat kesadaran serta memiliki penyakit lain. •
KESIMPULAN
Terapi intravena bila kondisi muntah/
satu serovar atau serotipe dari subspesies Salmonella enteritica yang merupakan
Pengobatan gejala klinis yang muncul Pemberian
Salmonella enteritidis adalah salah
paracetamol
atau
ibuprofen untuk pengobatan nyeri dan demam. Anti emetic (anti muntah) diberikan bila disertai muntah, namun tidak dianjurkan untuk anak – anak Anti diare diberikan untuk mengobati diare yang disebabkan bakterimia, dapat mengobati diare ringan hingga
salah satu emerging foodborne zoonotic pathogens.
Habitat
utamanya
berada
dalam saluran pencernaan hewan dan manusia tapi dapat ditemukan pada spesies unggas dan dengan mudah dapat ditularkan ke manusia melalui telur atau daging
ayam
yang
terkontaminasi.
Kontaminasi S. Enteritidis pada telur diketahui dengan dua mekanisme yaitu melalui induk yang terinfeksi oleh S.
sedang.
Enteritidis atau secara vertikal dan secara
Pemberian antibiotik :
horizontal. Kontaminasi vertikal dikenal •
•
Tidak dianjurkan secara rutin karena
juga sebagai kontaminasi transovarial
cenderung
(transovarial contaminated) dan secara
meningkatkan
efek
samping.
horisontal dari ayam terinfeksi ke ayam
Diberikan pada kondisi yang parah,
lain atau telur yang terkontaminasi ke
anak – anak berusia kurang dari 2
telur
bulan, pasien usia lanjut, serta pasien
Dalam meminimalkan resiko infeksi S.
yang menunjukkan gganggguan usus
Enteritidis
yang parah.
dikonsumsi,
lainnya.
pada maka
telur dapat
yang
akan
dilakukan
dengan beberapa cara sebagai berikut: (1) Rawat inap, direkomendasikan untuk : •
Dilakukan
terhadap
pasien
lanjut dan bayi di bawah 6 bulan
ussia
simpan telur pada pendingin, (2) buang telur yang telah pecah atau kotor, (3) cuci tangan dan rebus peralatan rumah tangga
© 2013 Balai Veteriner Lampung
16
Khoiriyah et al
Bahaya Salmonella bagi Kesehatan
dengan sabun dan air setelah kontak dengan telur mentah, (4) makan segera telur
setelah
dimasak
dan
jangan
menyimpan telur matang pada suhu
Lillehoj EP, Lillehoj HS, Yun CH. 2000. Vaccines Against The Avian Enterophatogenes Eimeria, Cryptosporidium and Salmonella. Animal Health Res Reviews 1(1): 47-65.
kamar lebih dari 4 jam, (5) dinginkan telur
yang
belum
digunakan,
(6)
hindarkan makan telur mentah (seperti telur campuran es krim produksi rumah tangga atau telur mentah yang dicampur dalam
minuman)
memakan
makanan
dan
(7)
restoran
hindari yang
menggunakan bahan telur mentah atau telur yang tidak dipasteurisasi. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Treatments For Salmonella http://www.wrongdiagnosis.com/s/s almonella_enteritidis/treatments.ht m Bhunia A. 2008. Foodborne Microbial Pathogens. Springer. USA. Cox NA, Berrang ME, Cason JA. 2000. Salmonella penetration of egg shell and proliferation in broiler hatching eggs-a review. Poultry Science 79: 1571-1574.
Poirier E, Watier L, Espie E, Weill FX, Devalk H, Desenclos JC. 2008. Evaluation of the impact on human salmonellosis of control measures targeted to Salmonella Enteritidis and Typhimurium in poultry breeding using time-series analysis and intervention models in France. Epidemiol. Infect. (2008), 136, 1217–1224 Ryan KJ, Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology (edisi ke-4th ed.). McGraw Hill. ISBN 0-8385-8529-9 Supardi Imam dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Edisi Pertama tahun 1999. Diterbitkan atas kerjasama Yayasan Adikarya IKAPI dengan The Ford Foundation ISBN 979-414-038-4 halaman 157 – 175 Wang H, Slavik MF. 1998. Bacterial Penetration into Eggs Washed with Various Chemical and Stored at Different Temperatures and Times. J Food Protect 61(3): 276-279.
Dharmojono. 2001. Limabelas Penyakit Menular dari Binatang ke Manusia. Milenia Populer, Jakarta. Jay James M, Loessner Martin J, Golden David A. 2005. Modern Food Microbiology Seventh Edition Foodnorne Gastroenteritis Caused by Salmonella and Shigella. Springer. page : 619-631
© 2013 Balai Veteriner Lampung
17
Setiaji
Prinsip Dasar Manajemen Outbreak
Prinsip Dasar Manajemen Penyelidikan Outbreak (Basic Principles of Outbreak Management) Gunawan Setiaji, Ferro R.S Sanjaya Laboratorium Epidemiologi, Balai Veteriner Lampung ABSTRAK Penyelidikan outbreak dilakukan dengan tujuan mengetahui sumber infeksi penularan, serta identifikasi faktor-faktor resiko yang berasosiasi dengan penyebaran penyakit. Tujuan ini dapat tercapai dengan melakukan pemeriksaan terhadap hewan yang terinfeksi dan tidak terinfeksi serta melakukan langkah-langkah yang terorganisir, sistematik dan tidak bias. ABSTRACT The main objective investigation of disease outbreak is to know the source of infection and risk factors identification that associated with the disease spreading. This could be achieving by examination of both affected and unaffected animals, by following a series systematic steps, organized assessment and an unbiased.
pengambilan sampel untuk mengetahui
PENDAHULUAN Dasar penyelidikan outbreak
suatu
penyakit adalah memahami bahwa suatu penyakit tidak terjadi secara acak, secara umum
kejadian
suatu
penyakit
menujukkan suatu pola (pattern), yang meliputi
temporal,
spatial
dan
berhubungan dengan karakteristik suatu hewan. Dengan memahami pola penyakit yang berkaitan dengan faktor resiko yang potensial,
maka
pengendalian
dan
pencegahan penyakit dimasa yang akan datang penyakit dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
resiko
yang
diketahui,
memungkinkan Beberapa
berpengaruh
faktor
terhadap
tidak dapat
penyelidikan
penyakit diantaranya : kombinasi agen infeksius
atau
toksik,
kekebalan
kelompok dan individu, umur, lalulintas hewan serta lingkungan (Kane et al, 1999). Tulisan ini secara sistematik akan menjelaskan
dasar-dasar
manajemen
penyelidikan outbreak, yang bertujuan memberikan rekomendasi pengendalian dan pencegahan outbreak. Penyelidikan outbreak
Pada saat melakukan penyelidikan outbreak, terkadang
sumber infeksi, sedangkan faktor-faktor
dilakukan
dengan
alasan
sebagai berikut :
hanya dilakukan
© 2013 Balai Veteriner Lampung
18
Setiaji
•
Prinsip Dasar Manajemen Outbreak
Pengendalian
dan
penyakit. Alasan utama dilakukan
Ketika menghadapi outbreak, kadang
penyelidikan outbreak adalah untuk
kita menghadapi sejumlah hewan ternak
pengendalian
serta
sakit,
hari,
diketahui,
penyakit
pencegahan
di
kemudian
sebelum
penyebab
maka
outbreak
tindakan
terapi
masih
simptomatik dapat dilakukan. Dibawah
banyak terjadi maka prioritas utama
ini dijelaskan langkah-langkah dasar
adalah pencegahan. Sedangkan, jika
penyelidikan outbreak, langkah-langkah
kejadian kasus sudah mulai dapat
ini
dikendalikan
utama
berurutan, tergantung pada situasi dan
untuk
kondisi
apababila
kejadian
adalah
maka
kasus
fokus
penyelidikan
mengetahui
sumber
mendapatkan
infeksi
informasi
meningkatkan •
METODA
Pencegahan
dan guna
pengembangan
tidak
selalu
yang
dilakukan
dihadapi
secara
dilapangan,
tindakan pengendalian dan pencegahan dapat
dimodifikasi
pada
saat
penyelidikan.
pengendalian kasus.
Langkah-langkah
penyelidikan
Kesempatan pelatihan. Penyelidikan
outbreak :
penyakit membutuhkan kombinasi
1. Konfirmasi dan verifikasi outbreak
cara wawancara, diplomasi, problem
Langkah pertama dalam penyelidikan
solving, bagaimana dan apa,
adalah verifikasi dan konformasi,
pengambilan
serta
penyelidikan
keputusan.
melalui
latihan
dan
dilakukan
dengan latar belakang :
Keterampilan ini dapat diperoleh dan ditingkatkan
outbreak
•
Suatu penyakit belum pernah terjadi
pengalaman (Nelson, 2012).
pada suatu area : misalnya pada tahun
Keputusan
2008 terjadi kasus rabies pada anjing
penyelidikan
untuk
melakukan
penyakit
dipengaruhi
beberapa faktor diantaranya keterbatasan
di Pulau Bali. •
Dua kasus atau lebih yang saling
finansial dan SDM. Walaupun biaya
berhubungan dan dengan gejala yang
penyelidikan outbreak mahal, namun
sama.
tidak sebesar
kerugian ekonomi yang
diakibatkan kematian ternak maupun tindakan
pengobatan
(Mathieu
&
Sodahlon, 2008).
© 2013 Balai Veteriner Lampung
19
Setiaji
•
Prinsip Dasar Manajemen Outbreak
Jumlah kasus yang melebihi level
klinis, jenis kelamin, umur. Kasus
normal, lebih tinggi dari median 5
dapat didefinisikan dari beberapa
tahun
akan
gejala klinis yang muncul disetiap
kelapangan sebaiknya menghubungi
kasus, kemudian diurutkan dengan
petugas lokal setempat mengenai
minimum dan spesifik.
jenis hewan yang terinfeksi, jumlah
waktu dan tempat berfungsi untuk
kasus, waktu kejadian kasus, gejala
meyakinkan
klinis ,lokasi kejadian dan lain lain.
terkait dengan outbreak ( Mathieu &
terakhir.
Pada
saat
kasus
masih
Sodahlon, 2008). Contoh definisi
2. Persiapan kelapangan Pelajari penyakit
bahwa
Informasi
serta persiapan
kasus rabies :
bahan dan alat dalam pengambilan
Suspek : Anjing atau kucing di desa
sampel
X
venoject,
seperti
kuisioner,
spoit,
Viral
Transfers
Media
yang
kemudian
dilaporkan
menggigit
menghilang,
selama
(VTM), kapas, alkohol, GPS dan
periode 1 Januari sampai dengan 23
Kamera.
Maret 2013, dan menujukan gejala
Lengkapi
administrasi
seperti Surat Perintah Tugas, tiket
klinis sebagai
perjalanan dll.
hipersalivasi, bersembunyi ditempat gelap,
3. Menetapkan definisi kasus .
berikut
susah
:
menelan,
Salah satu unsur yang penting adalah
mengigigit tanpa provokasi.
menetapkan
Konfirmasi :
definisi
kasus.
Klasifikasinya
sebaiknya
luas
sehingga
menjaring
kasus,
dapat
namun tidak boleh menimbulkan ketidakjelasan
atau
samar-samar
agresif,
depresi,
Kasus suspek yang
telah diuji FAT dengan hasil positif.
4. Secara sistematik temukan kasus dan
mencatat
informasi
yang
sehingga semua hewan yang sakit
penting.
dapat
kasus,
Sebaiknya dilakukan seluruh kasus
keseimbangan ini tidaklah mudah,
aktif yang sesuai definisi kasus,
solusinya dengan membuat definisi
penelusuran
kasus, dengan sensitivitas yang tinggi
sistematik
dan spesitifitas yang rendah.
kedepan (tracing forward)
Definisi kasus meliputi tiga faktor
kebelakang
yaitu : hewan, waktu dan tempat.
Penelusuran sangat penting untuk
Informasi
dikategorikan
hewan
meliputi
dilakukan meliputi
(tracing
secara
penelusuran dan
backward).
gejala
© 2013 Balai Veteriner Lampung
20
Setiaji
Prinsip Dasar Manajemen Outbreak
dilakukan
karena
dapat
b)
Common source
mengidentifikasi faktor resiko dan
Pada tipe common source sumber
rute transmisi untuk menentukan
infeksi sama namun jangka waktu
program pengendalian dan strategi
agak lama contohnya sumur yang
intervensi.
terkontaminasi.
5. Menghitung epidemiologi deskriptif. Bagian terpenting dari epidemiologi deskriptif outbreak adalah membuat kurva epidemik , namun apabila tidak memungkinkan dapat menggunakan timeline,
kurva
epidemik
dapat
memberi petunjuk awal terjadinya Gambar 2. Kurva epidemic common source
outbreak, dan sumber penularan. Jumlah
kasus
sedangkan
diwakili
waktu
oleh
sumbu-x, sumbu-y,
c)
Propagated outbreak
interval waktu dapat berupa bulan,
Propagated
minggu, hari dan jam, tergantung
outbreak tidak bersumber umum,
pada
namun
periode
inkubasi.
Kurva
outbreak
berasal
dari
adalah
individu
epidemik terbagi menjadi tiga macam
hewan ke individu hewan, contoh
yaitu :
brucellosis pada sapi
a) Point source Hewan terpapar pada waktu yang pendek dengan sumber infeksi yang sama contohnya keracunan sianida pada sapi.
Gambar 3. Kurva epidemic propagated
Gambar 1. Kurva epidemic point source
Sumber : AFMC, 2013
© 2013 Balai Veteriner Lampung
21
Setiaji
Prinsip Dasar Manajemen Outbreak
Itik dibeli di pasar
Sabung ayam
-14
Itik sakit
- 10
kasus Peternakan A
-5
kasus Peternakan B dan C
0
kasus Peternakan D
7
15
Gambar 4. Timeline outbreak penyakit unggas, sumbu x dalah keterangan waktu. Timeline
dapat
mengetahui infeksi,
secara
dibuat
untuk
detail
sumber
apabila
suatu
hubungan
sumbu x adalah keterangan
kasus
antara
terdapat
paparan
dan
outbreak maka semua paparan harus
waktu, bisanya hari contoh diatas
diuji, berikut contoh uji analisa dasar untuk mengukur kejadian outbreak
6. Membuat dan menguji hipotesa. Berdasarkan
etiologi
agen,
Mengukur asosiasi
cara
Asosiasi
merupakan
observasi
penularan dan paparan, maka hipotesa
hubungan antara dua faktor, yang
dapat
menjaga derajat dependency statistik.
ditetapkan,
informasi
ini
dikumpulkan melalui epidemiologi
Sebagai contoh : jenis lantai kandang
deskriptif. Tujuannya hipotesa adalah
berpengaruh
menentukan adanya hubungan antara
enterititis pada pedet, berikut ini tabel
paparan dengan kejadian outbreak,
jenis A dan B terhadap penyakit :
Enteritis +
Enteritis -
Jenis A
30
55
85
Jenis B
10
64
74
40
119
159
terhadap
insiden
© 2013 Balai Veteriner Lampung
22
Setiaji
Prinsip Dasar Manajemen Outbreak
Ada berbagai cara untuk mengukur kekuatan asosiasi antara faktor dengan insiden penyakit, pengukuran dilakukan dengan metoda statistik, hal ini meliputi penghitungan korelasi, relative risk, odds
E= ekspektasi , O=observer dan Sigma=
ratio dan attributable risk.
jumlah total
Uji Chi-square
Untuk
Pada
saat
observasi
dilakukan,
sangat
menentukan
probabilitas
asosiasi
penting yang
mengetahui
estimasi
nilai
ekspektasi, harus diasumsikan bahwa dua
untuk
kejadian
telah
tidak
berasosiasi
dan
probabilitas setiap kejadian independent
diobeservasi dapat terjadi berdasarkan
dihitung sebagai berikut :
peluang, hal ini dilakukan dengan analisis
Probabilitas menggunakan lantai A : 85/159
uji chi square,uji ini mengindikasikan
Probabilitas menggunakan lantai B : 74/159
seberapa besar perbedaan dan dapat
Probabilitas terkena enteritis : 40/159
dijelaskan dengan peluang, namun tidak
Probabilitas tidak terkena enteritis: 119/159
menjelaskan kekuatan asosiasi.
Nilai ekpektasi setiap kolom : (total
Semakin besar nilai antara observer dan
baris)(total kolom)/total keseluruhan atau
ekspektasi, maka nilai chi square menjadi
Dinterpretasikan
besar sehingga semakin sedikit nilai
probabilitas
menggunakan lantai A dan enteritis
peluang observasi, sebagai contoh:
adalah 85/159x40/159x159=21.38
O/E
O/E
Jenis A 30/21.38
55/63.62
85
Jenis B 10/18.62
64/55.38
74
119
159
40
+
+
=3.4+1.16+3.9+1.34 = 9.8 © 2013 Balai Veteriner Lampung
23
Setiaji
Prinsip Dasar Manajemen Outbreak
dapat diliat pada
ratio hampir sama dengan relative risk,
tabel chi square, dengan berbagai tingkat
namun tidak sebaik Risk Ratio karena RR
keyakinan dan derajat bebas
menggunakan insiden dalam hitungan,
Persentase distribusi
dengan
sementara OR hanya mengindikasikan
rumus Pada contoh ini
x
odds terkena penyakit dan tidak dapat
, pada derajat bebas
menyimpulkan resiko, keduanya dapat
1 dengan nilai 9.8 lebih besar dari tingkat keyakinan 95 % yaitu 3.84, maka Ho ditolak, ada asosisi antara jenis lantai
mengevaluasi kekuatan asosiasi. Rumus penghitungan sebagai berikut :
kandang dengan enteritis pada pedet. Semakin besar
maka semakin kecil p-
value, dengan nilai p= 0.0029, maka dengan meningkatkan jumlah besaran sampel,
hubungan
jenis
lantai
dan
enteritis tetap sama namun keyakinan (confidence) lebih tinggi.
dengan
b
dan
c
sangat
kecil
dibandingkan d, maka RR hampir setara dengan OR, keadaan ini terjadi
Relative risk Resiko (risk)
Apabila a sangat kecil dibandingkan
adalah probabilitas
apabila kasus jarang terjadi.
individu hewan yang akan berpenyakit pada suatau periode waktu tertentu, faktor resiko dihitung pada anggota suatu kelompok
(hewan
dengan
lantai
A
dibandingkan dengan hewan lantai B) Relative risk = insiden rate pada hewan dengan faktor x Insiden rate pada hewan tanpa faktor x
Apabila RR mendekati atau sama dengan satu (RR=1), Insiden penyakit pada lantai jenis A tidak ada asosiasi dengan lantai B. Odds ratio Apabila insiden tidak dapat dihitung maka odds ratio dapat digunakan, odds © 2013 Balai Veteriner Lampung
24
Setiaji
Prinsip Dasar Manajemen Outbreak
Saat menghadapi outbreak yang luas dan
Attributable Risk (AR) seberapa
rumit, maka sebaiknya kita meminta
besar faktor paparan berkontribusi
saran atau bantuan dari para ahli seperti
terhadap penyakit.
ahli virologi, bakteriologi, parasitologi,
AR= IR hewan terpapar – IR hewan tidak terpapar
biomelekular, pakan ternak, lingkungan
AR
mengindikasikan
IR hewan terpapar
hidup, atau dokter umum,
sebagai contoh pada kasus enteritis
tergantung
pada outbreak yang dihadapi
nilai AR sebagai berikut :
Setelah proses penyelidikan selesai, petugas sebaiknya melakukan kunjungan
atau 61,7 %
atau
mengubungi
peternak,
untuk
menjelaskan kembali hasil penyelidikan artinya lantai A berkontribusi 61.7 % pada
proses
terjadinya
penyakit
(Wongsathapornchai K, 2009).
komunikasikan.
selesai,
memastikan
laporan
tindakan
pengendalian dan pencegahan berjalan
Langkah-langkah diaplikasikan
penyelidikan
bahwa
dengan baik.
7. Membuat laporan outbreak dan
Setelah
dan
outbreak
outbreak
harus
dikerjakan sesegera mungkin, laporan
namun
pada
pada tahap
diatas saat
dapat
dilapangan,
analitik
sulit
dilakukan, khususnya saat jumlah kasus rendah.
berisi informasi yang penting, selain itu, sebaiknya hasil penyelidikan dipresentasikan atau dikomunikasikan kepada pemegang kebijakan.
PEMBAHASAN Penanganan outbreak menjadi hal yang sangat menantang
pada saat
jumlah penyakit yang semakin menyebar dan
tingkat
kesakitan
yang
serius.
Pendekatan sistematik yang dijelaskan diatas, dapat menurunkan kepanikan petugas peternak,
penyelidikan serta
outbreak
diharapkan
dan proses
penyelidikan seuai yang diharapkan. © 2013 Balai Veteriner Lampung
25
Setiaji
Prinsip Dasar Manajemen Outbreak
DAFTAR PUSTAKA Association of Faculties of Canada, Epidemic Curve. 2013. http://phprimer.afmc.ca/Part2MethodsStudyingHealth/Chapter7Ap plicationsOfResearchMethodsInSurve illanceAndProgrammeEvaluation/Patt ernsofdiseasedevelopmentinapopulati ontheepidemiccurve. Kane. 1999. How to Investigate a Disease Outbreak. AAEP Proceedings. Matheu E. Sodahlon Y. 2008. Epidemic Investigation. Elsiver Inc. Nelson .2102. Focus on Epidemiology. North Carolina Center for Publlic Health http://www.sph.unc.edu/nccphp. Wongsathapornchai K, 2009. Veterinary Field in Action Course Note. Field Epidemiology Training Program Course Note.
© 2013 Balai Veteriner Lampung
26
Triguntoro et al
Fasciolosis di Kabupaten Ogan Ilir
Kejadian Fasciolosis di Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2013 (Fasciolosis on Ogan Ilir District 2013) Triguntoro, Sulinawati, Suyati Balai Veteriner Lampung ABSTRAK Fasciolosis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda F. Gigantica, Kerugian akibat infeksi cacing sulit diperkirakan, kerugian yang diakibatkan Fasciola sp. biasanya berupa kematian pada derajat infeksi yang tinggi terutama pada pedet maupun sapi muda, penurunan produksi, keterlambatan pertumbuhan, penurunan berat badan dan penurunan daya tahan tubuh. Kabupaten Ogan Ilir merupakan daerah yang bersebelahan dengan Kota Palembang sehingga menjadi daerah yang stratagis untuk memberikan kontribusi dalam memenuhi kebutuhan protein hewani asal sapi. Multistage random sampling digunakan untuk menentukan sampling di beberapa kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir. Dengan expected prevalensi 0,15 % maka dibutuhkan 3 kecamatan. Kejadian kasus positif di 3 kecamatan yang dipilih dalam sampling menunjukkan Apparent Prevalensi (Tanjung Raja,9.4%), (Indralaya Utara, 3.5%) dan (Rantau Panjang,16.2%) hal ini diduga berkaitan dengan musim, manajemen, sanitasi dan pendidikan peternak. Disarankan kepada peternak rakyat di Kabupaten Ogan Ilir untuk lebih memperhatikan manajemen peternakan. Kata kunci : Fasciolosis, Kabupaten Ogan Ilir, Apparent Prevalensi.
ABSTRACT Fasciolosis in Indonesia caused by trematode worms F. Gigantica , losses due to worm infections are difficult to estimate losses caused by Fasciola sp . usually a death at a high degree of infection , especially in calves and young cattle , decreased production , growth retardation , weight loss and decreased endurance . Ogan Ilir district is an area that is adjacent to the city of Palembang to be an area that stratagis to contribute in meeting the needs of animal protein bovine origin . Multistage random sampling was used to determine the sampling in several districts in Ogan Ilir . With the expected prevalence of 0.15 % is required 3 districts . Incidence of positive cases in 3 districts selected in the sampling showed Apparent Prevalence ( Tanjung Raja, 9.4 % ) , ( North Indralaya , 3.5 % ) and ( Rantau Panjang , 16.2 % ) it is thought to relate to the season , management , sanitation and education breeder . Recommend to the farmers in the district of Ogan Ilir to pay more attention in farm management. Key words : Fasciolosis, Ogan Ilir District, Apparent Prevalence.
© 2013 Balai Veteriner Lampung
38
Triguntoro et al
Fasciolosis di Kabupaten Ogan Ilir
Kristen
PENDAHULUAN Fasciolosis di Indonesia disebabkan oleh cacing trematoda F. Gigantica, mengingat
tingginya
prevalensi
penyakit ini pada ternak di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Jawa Barat dapat mencapai 90% (Suhardono, 1997)
dan
di
Daerah
Istimewa
Yogyakarta kasus kejadiannya antara
(1927)
dalam
laporan
Kusumamihardja & Partoutomo (1971) menyebutkan bahwa seekor sapi akan kehilangan berat badan sebanyak 50 kg atau lebih, beberapa minggu setelah terinfeksi cacing ini. Penelitian lain oleh Woedosari dan Copeman (1997), diacu dalam
Spithill
(1998)
menyatakan
bahwa penurunan berat badan sangat tergantung pada kemampuan jumlah
40-90% (Estuningsih et al., 2004). Kejadian fasciolosis pada ternak
cacing hati yang menginfeksi
ruminansia berkaitan dengan siklus hidup agen penyebab penyakit tersebut. Cacing Fasciola spp . dewasa dapat bertahan hidup di dalam hati ternak ruminansia antara 1-3 tahun (Tronchy et al ., 198l). Siklus hidup Fasciola sp. bersifat tidak langsung dan memerlukan siput air tawar sebagai inang antara. Inang antara yang berperan dalam siklus hidup Fasciola igantica di Indonesia adalah Lymnaea rubiginosa (Soulsby 1986; Kendall
1965,
diacu
Kusumamihardja1992), Fasciola
hepatica
inang
dalam sedangkan antaranya
Lymnaea huncatula (Mitchell, 2007). Karena di Indonesia tidak ditemukan siput yang cocok sebagai inang antara Fasciola hepatica maka tidak ditemukan trematoda ini, kecuali pada sapi impor (Kusumamihardja, 1992).
Fasciolosis pada sapi Bali mampu menurunkan berat badan mencapai 987 gr/ ekor cacing/ tahun, sapi Ongole mencapai 234 gr/ ekor cacing/tahun, dan pada kerbau betina penurunannya mencapai 114 gr/ ekor cacing/ tahun. Kabupaten Ogan Ilir merupakan daerah yang bersebelahan dengan Kota
© 2013 Balai Veteriner Lampung
39
Triguntoro et al
Fasciolosis di Kabupaten Ogan Ilir
Palembang sehingga menjadi daerah
random sampling dilakukan sampling di
yang
beberapa kecamatan di Kabupaten Ogan
stratagis
untuk
memberikan
kontribusi untuk memenuhi kebutuhan
Ilir.
protein hewani asal sapi. Dengan tulisan ini akan memberi informasi tentang “Epidemiologi
Deskriptif”
kondisi
Faschiolosis di Kabupaten Ogan Ilir.
MATERI DAN METODE Materi Materi yang dapat mendukung dapat dibagi menjadi dua yakni : 1. Data Primer; 2. Data Sekunder. Data primer yang diperoleh di tahun
Tabel I. Pembagian Kecamatan di Kab.
2012 :
Ogan Ilir
No Kecamatan 1
Kota Daro
Jumlah Sampel 24
Positif Faschiola 1
Dengan expected prevalensi 0,15 % maka dibutuhkan 3 kecamatan untuk dilakukan sampling yakni Kecamatan
Di tahun 2012 ditemukan 1 kasus positif dari 24 sampels yang diperiksa di Balai Veteriner Lampung. Dari data tersebut diketahui bahwa apperent prevalensi Faschiolosis di Kabupaten Ogan Ilir 4 %.
Tanjung Raja, Kecamatan Indralaya Utara dan Kecamatan Rantau Panjang dari
16
Kabupaten
kecamatan Ogan
yang
ada
di
Ilir.
Dengan
menggunakan Win Episcope 2.0 kita dapatkan 3 kecamatan yang akan kita
Data sekunder yang diperoleh dari
sampling seperti dibawah ini:
Kabupaten Ogan Ilir Metode Untuk mengetahui kondisi Faschiolosis di
Kabupaten
Ogan
Ilir
sehingga
dilakukan sampling di daerah tersebut dengan Multistage random sampling. Dengan
menggunakan
Multistage
© 2013 Balai Veteriner Lampung
40
Triguntoro et al
Fasciolosis di Kabupaten Ogan Ilir
HASIL DAN PEMBAHASAN
akan protein hewani akan terus ada setiap tahunnya. Daerah-daerah buffer
Hasil
ibukota
provinsi
terpenuhinnya
berperan
dalam
kebutuhan
protein
hewani tersebut. Dari Grafik I dan Peta I menggambarkan kejadian Faschiolosis di
Kabupaten
menjadikan
Ogan
Ilir
dan
kewaspadaan
ini bagi
pemerintah setempat untuk melakukan tindakan Grafik 1. Prevalensi Fashiolosis di Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2013.
pemberantasan.
(1990)
kerugian
Anonimus
ekonomi
akibat
penyakit fasciola dapat mencapai 513,6 milyar rupiah setiap tahunnya. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kejadian Fasciolosis
dapat
berdampak
pada
penurunan berat badan dan bahkan bisa mengakibatkan kematian. Beberapa ahli pernah
menyampaikan
Fasciola
yang
ada
di
Indonesia
Peta 1. Peta sebaran Faschilosis di Kabupaten Ogan Ilir
merupakan
Dari data diatas menggambarkan angka
gigantica
kejadian Faschiolosis yang nampak di
negara tropis dan subtropis, seperti
Kabupaten Ogan Ilir bukan merupakan
India,Indonesia,Jepang,Filipina,Malaysi
angka prevalensi sebenarnya.
a, dan Kamboja (Martindah,dkk., 2005).
Pembahasan Kabupaten
Ogan
Ilir adalah
salah
satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan. Ogan Ilir berada di jalur lintas timur
Sumatera
pemerintahannya
dan
pusat
terletak
sekitar
35 km dari Kota Palembang. Kebutuhan
Fasciola
bahwasanya
gigantica.
Hal
dibenarkan oleh beberapa ahli Fasciola umumnya
ditemukan
Fasiolosis
akibat
F.
merupakan
penyakit
penting
di
gigantica pada
ternak di daerah tropis seperti Afrika, subkontinen India dan Asia Tenggara. Di Indonesia, fasciolosis pada ternak disebabkan
oleh
F.
gigantic
dan
kejadiannya lebih sering pada sapi dan kerbau daripada domba atau kambing
© 2013 Balai Veteriner Lampung
41
Triguntoro et al
Fasciolosis di Kabupaten Ogan Ilir
dengan sebaran yang luas terutama di
memutus daur hidup cacing. Secara
lahan-lahan basah (Martindah, dkk.,
umum, strategi pengendalian fasciolosis
2005). Durr (1998) mencatat bahwa di
didasarkan
Asia Tenggara parasit ini pertama kali
(penghujan/basah dan kemarau/kering).
dilaporkan oleh Faust pada tahun 1920
Pada musim penghujan, populasi siput
di Filipina dan oleh Purvis pada tahun
mencapai
1931di Malaya. Dikarenakan dampak
pencemaran metaserkaria sangat tinggi,
yang begitu besar yang diakibatkan dari
pada
Faschiolosis ini baik secara ekonomi
mempersiapkan lahan dalam musim
maupun
maka
tanam. Untuk itu, diperlukan tindakan-
diperlukan upaya pemberantasan. Hal
tindakan pencegahan terhadap infeksi
ini sangat berkaitan erat dengan pola
dan atau menekan serendah mungkin
pemeliharaan sapi, dimana sapi yang
terjadinya
dipelihara
antara lain dengan cara :
angka
mortalitasnya
kebanyakan
masih
di
saat
pada
puncaknya
itu
pula
musim
dan
tingkat
petani
pencemaran
sibuk
lingkungan,
gembalakan pada pagi hari. Selain itu
1. Limbah kandang hanya digunakan
sapi yang dikandangkan diberi makan
sebagai pupuk pada tanaman padi
hijauan yang diperoleh dari rumput
apabilas udah dikomposkan terlebih
yang ditanam atau tumbuh liar disekitar
dahulu, sehingga telur Fasciola
sawah atau sungai, dan pemotongannya
sudah mati.
biasanya sampai pada pangkal rumput.
2. Pengambilan jerami dari sawah
Metacercaria berada didalam air atau
sebagai pakan ternak dilakukan
menempel
padi,
dengan pemotongan sedikit di atas
rumput dan tumbuhtumbuhan lain yang
tinggi galengan air atau 1-1,5
berada disekitar sungai. Apabila sapi
jengkal dari tanah.
di
bawah
batang
minum dan makan tanaman tersebut
3. Jerami dijemur selama 2-3 hari
maka sapi akan terinfeksi larva Fasciola
berturut-turut
spp. Pencegahan yang efektif terhadap
matahari dan dibolak-balik selama
penularan infeksi Fasciola spp. sulit
penjemuran
dilakukan
untuk pakan.
karena
sulit
untuk
menghindarkan ternak dari sawah atau
yang
siput. Pengendalian fasciolosis pada
mengurangi
ternak
metaserkaria.
pada
prinsipnya
bawah
sebelum
sinar
diberikan
4. Penyisiran jerami agar daun padi
daerah basah yang merupakan habitat
ruminansia
di
kering
terlepas
untuk
pencemaran
© 2013 Balai Veteriner Lampung
42
Triguntoro et al
Fasciolosis di Kabupaten Ogan Ilir
5. Tidak melakukan penggembalaan
manajemen, sanitasi dan pendidikan
ternak di daerah berair atau yang
peternak.
tercemar
metaserkaria
Berdasarkan
hasil
cacinghati, seperti di sawah sekitar
laboratorium
disarankan
kandang
peternakan rakyat di Kabupaten Ogan
oleh
ternak
atau
dekat
pemukiman.
Ilir
untuk
pemeriksaan
lebih
kepada
memperhatikan
6. Mengandangkan sapi dan itik secara
manajemen peternakan. Ternak sapi
bersebelahan sehingga kotorannya
potong yang lebih berisiko untuk
tercampur saat kandang dibersihkan
terinfeksi Fasciola spp., agar lebih
(pengendalian secara biologis).
diperhatikan kesehatannya dengan cara
7. Gabungan dari cara-cara tersebut di
dilakukan pemeriksaan feses secara
atas (Martindah, dkk., 2005).
teratur untuk mengontrol kesehatan
Dalam tulisan ini belum secara lengkap
ternak
menyajikan factor apa yang paling
Diperlukan
berasosiasi
mendapatkan factor yang berasosiasi
terhadap
kejadian
Faschiolosis di Kabupaten Ogan Ilir.
terhadap
infeksi
kajian
lanjutan
parasit. untuk
terhadap kejadian Faschiolosis.
Informasi yang disajikan dalam tulisan ini menjadi dasar untuk melakukan kajian
selanjutnya
dengan
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan
terima
kasih
penulis
membandingkan antara musim basah
sampaikan kepada seluruh personel
dan musim kering atau mencari asosiasi
Laboratorium
penyebab kejadian Fasciolosis dengan
Epidemiologi
beberapa faktor resiko yang mungkin.
membantu
Parasitologi yang
kelancaran
dan
telah banyak pelaksanaan
penelitian ini. KESIMPULAN DAN SARAN
Kejadian
kasus
positif
di
3
kecamatan yang dipilih dalam sampling menunjukkan
Apparent
Prevalensi
(Tanjung Raja,9.4%), (Indralaya Utara, 3.5%) dan (Rantau Panjang,16.2%) hal ini diduga berkaitan dengan musim,
© 2013 Balai Veteriner Lampung
43
Triguntoro et al
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 1990. Data Ekonomi Akibat Penyakit. Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta. Durr,
P.A. 1998. Application of Epidemiological Modelling for The Control of Tropical Fasciolosis in southeast Asia. A Consultant Report for ACIAR Project AS1/96/160. James Cook University, Townsville, Queensland.
Estuningsih, S.E., Adiwinata G., Widjajanti S., dan Piedrafita D. 2004. Pengembangan Teknik Diagnosa Fasciolosis Pada Sapi Dengan Antibody Monoclonal Dalam Capture ELISA Untuk Deteksi Antigen. Seminar Nasional Parasitologi dan Toksikologi Veteriner. Bogor, 20-21 April 2004 . Kusumamiharja S, Partoutomo S. 1971. Laporan survey inventarisasi parasit temak sapi, kerbau, domba, kambing, dan babi) di beberapa pembantaian di Pulau Jawa [laporan]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Kusumamiharja S. 1992. Parasit dun Parasitosispada Hewan Ternak dun Hewan Piaraan di Indonesia. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Martindah E., Widjajanti S., Estuningsih S.E., dan Suhardono. 2005. Meningkatkan Kesadaran dan Kepedulian Masyarakat Terhadap Fasciolosis Sebagai Penyakit Infeksius. Wartazoa Vol. 15.
Fasciolosis di Kabupaten Ogan Ilir
http://www.petemakan.litbang. deptan.go.id. Diunduh tanggal 15 Januari 2012
Mitchell GBB. 2007. Liver fluke. Di dalam:Aitken ID, editor. Disease of Sheep. Ed ke-4. London: Blackwell. hlm 195-203. Soulsby EJL. 1986. Helminths, Arthopods and Protozoa ofDomesticated Animal. Ed ke7. London: Bailliere Tidall. Spithill TW, Smooker PM, Copeman D. 1999. Fasciola gigantica: Epidemiology, Control, Immunology and Molecular Biology. Di dalam: DaltonJP,editorFasciolosis. London: CABI. hlm 465-509. Suhardono. 1997. Epidemiology and Control of Fasciolosis by Fasciola gigantica in Ongole Cattle in west Java. Thesis Ph.D. James Cook University of North Queensland, Australia. Tronchy, P.M., J.Itard and P.C. Morel .1981 . Precis de Parasitologie Veterinaire Tropicale. Inst.D'Evelage et de Medicine Veterinaire des Pays Tropicaux. France . Wiedosari, E. and D.B. Copeman. 1990. High Resistance to Experimental Infection With Fasciola gigantica in Javanese thin-tailed sheep. Vet. Parasitol. Vol 37. Hal 1011
© 2013 Balai Veteriner Lampung
44
PANDUAN PENULISAN NASKAH VELABO 1. Velabo memuat tulisan/karya ilmiah dalam bidang laboratorium medik veteriner khususnya dan bidang kesehatan hewan umumnya. Naskah dapat berupa hasil penelitian, pengamatan, pengujian, kasus lapangan dan tinjauan epidemiologik. 2. Jadwal penerbitan adalah bulan Juni dan Desember. 3. Redaktur berhak melakukan penyutingan untuk perbaikan penulisan. Untuk penulisan makalah diharapkan lebih dari 2000 kata atau minimal 4 halaman, termasuk tabel, photo dan daftar pustaka. 4. Adapun standar dalam penulisan : a. Naskah diketik dengan MS Word, dengan ukuran kertas A4, kearapatan 1.5 cm kecuali abstrak 1 cm;batas luar atas, bawah dan kanan masing-masing 2,5 cm, kecuali batas kiri 3 cm, menggunakan huruf Times New Roman 12, b. Naskah disusun dengan urutan : judul, abstrak, pendahuluan, bahan dan metoda, hasil, pembahasan, kesimpulan, saran, ucapan terima kasih (apabila ada) serta daftar pustaka.
5. Tata cara penulisan naskah meliputi : a. JUDUL harus pendek, spesifik dan informatif dan ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris. b. IDENTITAS PENULIS berisi nama lengkap penulis (hindari penggunaan singkatan) dan dibubuhi angka arab untuk keterangan intansi penulis,
Alamat Redaksi : Jl. Untung Suropati No. 2 Labuhan Ratu Kedaton, Bandar Lampung-35142 Telp 0721-701851;772894 Faksimile 0721-772894 Website: http://www.bvetlampung.com