BUDAYA PENYIMPANAN NASKAH KUNO DI RUANG PENYIMPANAN NASKAH KERATON: STUDI KASUS KERATON KASEPUHAN DAN KANOMAN, CIREBON Permadi Heru Prayogo, S.Hum. Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16425 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang budaya kontrol lingkungan di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara dan observasi lapangan. Penelitian ini membandingkan keadaan ruang penyimpanan pada Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Di dalam penelitian ini, pengukuran keadaan ruangan menjadi salah satu cara untuk melihat hal-hal yang telah dilakukan oleh keraton dalam menjaga keadaan lingkungan ruang penyimpanan. Ditemukan dalam penelitian ini bahwa kontrol lingkungan dalam penyimpanan naskah masih belum dilakukan dengan baik. Budaya keraton adalah salah satu latar belakang atas tindakan penyimpanan naskah di dalam keraton. Kearifan lokal menjadi salah satu bentuk tindakan yang dilakukan dalam menjaga ruang penyimpanan. Tindakan yang dilakukan antara lain berbentuk peng-ukup-an, hal tersebut dilakukan untuk menciptakan ruangan yang bebas dari serangga. Kendala-kendala yang menjadi penghambat kegiatan pemeliharaan ruang juga disebabkan oleh budaya keraton. Kata Kunci: Budaya, Kontrol Lingkungan, Naskah Kuno, Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Cirebon
ABSTRACT This thesis discusses about environment control culture in Kasepuhan palace and Kanoman palace. This study is a qualitative research. Method of collecting data is conducted through interviews and field observations. This study compares condition of storage space at Kanoman and Kasepuhan palace. Measurement of the condition of the room is one way to look at how thing have been done by these two palaces in maintaining the environmental condition of storage space. This study found that enviroment control in the storage room is still not done well this is due to the background culture of the palace. Indigenous approach is done to keep the storage space namely peng-ukup-an (giving certain scent) done, in order to free from insects. The constraints in enviroment control activities is caused by palace’s culture Key word: Culture, Enviromental Control, Manuscript, Kasepuhan Palace, Kanoman Palace
Budaya Penyimpanan ..., Permadi Heru Prayogo, FIB UI, 2013
1. PENDAHULUAN Naskah kuno adalah sebuah warisan budaya yang sungguh bernilai, tidak hanya bernilai historis tetapi juga memiliki nilai informasi, dan nilai budaya. Namun, keberadaan naskah kuno di Indonesia masih belum semuanya terjangkau oleh perpustakaan atau pun lembaga yang memiliki kompetensi dalam penanganan naskah kuno, sehingga dalam keberadaannya di masyarakat, keberadaan naskah kuno masih dianggap sesuatu benda yang bersifat mistis. Kekeliruan yang terjadi adalah naskahnaskah tersebut terbengkalai karena tidak adanya pengawasan dan bimbingan dalam perawatan, sehingga hanya disimpan begitu saja. Penelitian awal tentang mikro biologi yang pada Desember 2011, ditemukan bahwa masyarakat menganggap naskah kuno sebagai benda-benda yang memiliki unsur klenik1. Hal itu terjadi akibat kesalahpahaman masyarakat tentang arti naskah kuno. Bersumber dari wawancara dengan informan Edi (Desember 2012), diketahui bahwa banyak masyarakat pemilik naskah kuno membiarkan naskah tersebut berada di ruang tertutup, bahkan di kotak kayu. Hal itu terjadi akibat takutnya mereka pada unsur klenik yang mereka percaya terdapat dalam naskah kuno tersebut, sehingga naskah kuno lebih terkesan berkaitan dengan hal-hal metafisika dibandingkan sebagai warisan budaya yang harus dijaga karena bernilai pengetahuan dan historis. Indonesia sebagai negara beriklim tropis sangatlah rentan akan keadaan lingkungan yang kadang kala tidak bersahabat dengan bahan naskah kuno tersebut. Perubahan suhu 1
Klenik adalah (kle·∙nik) n kegiatan perdukunan (pengobatan dsb) dng cara-‐cara yg sangat rahasia dan tidak masuk akal, tetapi dipercayai oleh banyak orang (KBBI)
seringkali terjadi, sehingga menjadikan bahan naskah kuno rusak. Tempat penyimpanan naskah kuno yang seadanya, tak sesuai ketentuan menjadi masalah besar dan akan berdampak pada keadaan naskah yang ada di dalam ruang penyimpanan tersebut. . Latar belakang Dalam Undang-undang Perpustakaan tahun 2007, disebutkan bahwa “naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan”. Sementara menurut Undangundang Cagar Budaya tahun 2010, “Benda alam dan/atau benda buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau dapat dihubungkan dengan sejarah manusia.” Tempat penelitian naskah kuno ini adalah di kota Cirebon. Penentuan kota Cirebon sebagai tempat penelitian adalah karena adanya data lapangan dan literatur (Katalog Naskah Nusantara PNRI) yang menunjukkan bahwa naskah yang berasal dari daluang paling banyak berasal dari Cirebon. Penelitian ini adalah penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya tentang naskah kuno. Penelitian naskah kuno pernah dilakukan sebelumnya di Cirebon. Beberapa penelitian yang sebelumnya dilakukan adalah penelitian untuk pendataan naskah kuno yang berada di Kota Cirebon oleh Departemen Sastra Jawa (Titi Pudjiastuti, 1994) untuk menghitung jumlah naskah yang ada di Kota Cirebon. Kemudian di tahun 2008 Departemen Ilmu Perpustakaan FIB UI melakukan penelitian naskah di
Budaya Penyimpanan ..., Permadi Heru Prayogo, FIB UI, 2013
Kabupaten Cirebon. Di tahun 2009, Yeni Budi Rachman pun melakukan penelitian naskah kuno dengan judul Konservasi Naskah Daluang Cirebon. Penelitian ini difokuskan pada naskahnaskah yang berada di keraton di daerah Cirebon. Penelitian ini mengambil tempat di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman karena kedua keraton ini adala keraton tertua yang berada di Cirebon. Pemilihan tempat ini diharapkan dapat melihat apa saja yang telah dilakukan untuk melakukan kontrol lingkungan pada ruang penyimpanan naskah kuno yang berada di sana. Melihat budaya pada kontrol lingkungan di Keraton Kasepuhan dan Kanoman diharapkan bisa menambah khasanah kita tentang kearifan lokal yang bisa menambah pengetahuan di bidang preservasi naskah kuno. Rumusan masalah
2.
Menganalisis kendala budaya penyimpanan naskah kuno di kedua keraton tersebut dengan mengamati kondisi naskah-naskah kuno.
Tinjauan literatur Kebudayaan Koentjaraningrat (1979) mengatakan bahwa kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Kebudayaan terdiri atas unsur-unsur universal, yaitu : bahasa, teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Koentjaraningrat juga memperinci kebudayaan atas tiga wujud, yakni : ideal, aktifitas, dan benda budaya.
Rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana budaya penyimpanan naskah kuno berkaitan dengan kontrol lingkungan ruang penyimpanan naskah kuno Keraton Kasepuhan dan Keraton Kaoman Cirebon? 2. Bagaimana kendala budaya penyimpanan naskah kuno di kedua keraton tersebut dengan pengamatan kondisi naskah kuno?
Dari pengertian di atas kita ketahui bahwa kebudayaan adalah hal-hal yang berkaitan dengan pemikiran, kegiatan, dan benda yang berada pada masyarakat. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman inilah yang akan menjadi fokus pada kegiatan kontrol lingkungan yang mereka lakukan. Sementara naskah kuno adalah bagian dari budaya tersebut sebagai benda karya dari peradaban yang telah berlalu.
Tujuan penelitian
Kearifan Lokal
Penelitian ini dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah:
Menurut Quiroz (1994) kearifan lokal adalah sebuah jumlah keseluruhan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki orang-orang dalam sebuah daerah geografi yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan berbagai hal dari lingkungan. Kearifan lokal tindak hanya berupa tindakan-tindakan dalam menggunakan apa yang ada di alam seperti menggunakan dedaunan untuk obat-
1. Mengidentifikasi budaya kontrol lingkungan ruang penyimpanan naskah kuno Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, Cirebon
Budaya Penyimpanan ..., Permadi Heru Prayogo, FIB UI, 2013
obatan, kearifan lokal dapat pula berbentuk sebuah larangan atau pun perintah. Kearifan lokal menjadi salah satu hal yang berkaitan dengan kebudayaan. Kearifan lokal pun menjadi salah satu cara sederhana yang dapat dilakukan dalam perawatan naskah atau pun perawatan ruang penyimpanan naskah. Kumar Mishra (2012) menuliskan beberapa bentuk kearifan lokal yang dapat dilakukan untuk merawat naskah adalah dengan menggunakan minyak cengkeh yang dicampurkan dengan kunyit, jinten hitam, kayu manis, kemudian poles pada naskah untuk mengurangi serangan serangga. Naskah Kuno Titik Pudjiastuti (2006, p. 9) mengungkapkan bahwa naskah merupakan bahan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan rasa dan pikiran hasil budaya masa lampau yang mengandung nilai historis. Sementara itu menurut UndangUndang perpustakaan tahun 2007 naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Undang-Undang Benda Cagar Budaya 2010 menyebutkan bahwa “Benda alam dan/atau benda buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau dapat dihubungkan dengan sejarah manusia.” Pengertian di atas diperlukan untuk menganalsis usia dari tiap naskah guna menentukan nilai guna naskah sebagai alasan preservasinya. Keadaan naskah kuno yang berada di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman
dalam keadaan rusak. Kerusakan tersebut lebih banyak diakibatkan oleh seranggaserangga pemakan kertas, hal tersebut terlihat dari kerusakan naskah kuno yang berlubang dan keadaan sisi-sisinya yang kroak. Kerusakan lain yang dialami oleh naskah kuno di kedua keraton tersebut diakibatkan pula oleh serangan jamur dan polutan. Serangan jamur mengakibatkan naskah kuno hitam dan tulisan di dalamnya tak terbaca, sedangkan polutan seperti debu merusak dengan reaksi kimia yang terjadi pada lembaran naskah kuno. Hal tersebut membuat naskah menjadi kotor dan bernoda. Naskah Daluang Naskah Daluang atau disebut juga Dluwang adalah kertas asli Indonesia yang terbuat dari kulit kayu pohon saeh. Kertas daluang mengandung serat yang cukup banyak. Selain digunakan sebagai media tulis, pada zaman dahulu daluang juga digunakan sebagai baju dan selimut. Proses pembuatan daluang cukup memakan waktu. Pertamatama, pohon saeh ditebang dan dikuliti setelah itu, kulit arinya dibuang sehingga akan terlihat kulit dalamnya yang berwarna putih. Kulit kayu kemudian dipotong-potong sesuai keinginan dan direndam dalam air selama kurang lebih satu malam. Semakin lama erendaman, maka akan semakin baik pula hasilnya. Setelah direndam, kulit kulit kayu kemudian dikeprek-keprek hingga bentknya melebar di atas balok kayu dengan menggunakan alat yang terbuat dari perunggu. Langkah selanjutnya adalah dengan mencelupkan kulit kayu tersebut ke dalam air lalu diperas dan kemudian diperam selama tiga haridengan menggunakan daun pisang selama kurang lebih tiga hari. Setelah diperam, kulit kayu kemudian dijemur hingga kering dengan cara merekatkannya pada pohon pisang agar mengkilat. Langkah yang terakir adalah melicinkan permukaan kertas dengan marmer (Pudjiastuti, 2006, p. 39). Pengertian ini digunakan untuk
Budaya Penyimpanan ..., Permadi Heru Prayogo, FIB UI, 2013
membedakan antara jenis naskah yang berada di dalam keraton, karena di dalam keraton terdapat dua jenis naskah kuno yaitu naskah kuno yang berasal dari jenis kertas daluang dan kertas eropa. Preservasi Menurut Ballofet (2005, p. xviii) preservasi atau pelestarian adalah tindakan yang mencakup pengamanan, tidak hanya bahan fisik tetapi juga informasi (yang ada di dalam bahan pustaka tersebut). Untuk tujuan pelestarian ini, hal-hal yang dilakukan antara lain berupa pengalihan media, perbaikan bahan pustaka, dan penggunaan wadah pelindung. Tindakan tersebut dilakukan agar akses ke informasi dapat dilakukan di mana bila tidak dilakukaninformasi yang ada di dalam bahan pustaka mungkin hilang ketika kertas atau buku elektronik atau memburuknya bahan dokumen. Di dalam melakukan pelestarian, tidak hanya bahan pustaka saja yang menjadi fokus dalam tindakan tersebut. Ada beberapa hal lain yang pula dilakukan untuk menjaga bahan pustaka. Salah satu dari hal tersebut adalah kontrol lingkungan, hal ini sejalan dengan apa yang ditulis oleh Balloffet (2005) satu dari langkah yang paling efektif dilakukan oleh perpustakaan atau lembaga arsip untuk menjaga (koleksi) adalah dengan menjaga tingkat kelembapan dan temperatur yang aman, kualitas udara yang baik, dan kontrol cahaya. Kontrol Lingkungan Kontrol lingkungan adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam upaya pelestarian bahan pustaka, termasuk juga di dalamnya adalah naskah kuno yang juga menjadi warisan budaya. Dalam kegiatannya, kontrol lingkungan untuk buku dan naskah kuno tidaklah terlalu berbeda. Pengertian kontrol lingkungan menurut Masyarakat Arsiparis Amerika (Society of
American Arcivist) adalah proses menciptakan dan memelihara kondisi ruang penyimpanan atau ruang koleksi yang sesuai untuk melindungi bahan pustaka dari efek samping suhu, kelembaban, kualitas udara, cahaya, dan serangan biologi, serta risiko manusia yang berhubungan dengan prosedur ruang penyimpanan, keamanan, dan kerusakan akibat api dan air. Cahaya Dalam mengontrol lingkungan tempat penyimpanan, cahaya adalah salah satu hal yang diperhatikan di dalamnya. Cahaya yang terlalu terang akan merusak bahan pustaka karena dalam cahaya lampu pun terdapat geombang ulta violet yang dapat merusak bahan pustaka, sementara bila terlalu gelap pun akan membuat bahan pustaka menjadi rusak. Oleh karena itu, pencahayaan yang baik tidak lebih dari 50 lux untuk ruang penyimpanan sementara untuk ruang baca boleh hingga 100 lux dengan tingkat ultra violet yang kurang dari 75 mikrowatt (Harvey, 1993: p. 73) Temperatur Memperlambat kerusakan yang disebabkan oleh pengaturan temperatur yang buruk dapat dilakukan dengan mengatur ruang penyimpanan bahan pustakan dengan sangat hati-hati, temperatur yang cukup ideal adalah sekitar 20-220C. Temperatur tersebut tergolong aman untuk bahan pustaka dan manusia (Feather, 1991: p.37). Penjelasan ini digunakan dalam analisis temperatur ruang di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanomanan. Kelembapan Relatif Menurut Feather (1991: p. 41) berbeda dengan temperatur, menentukan kelembapan atau RH (Relatif Humadity) jauh lebih sulit. Bila sudah tersistem pengaturan lingkungan maka rekomendasi level kelembapan relatif
Budaya Penyimpanan ..., Permadi Heru Prayogo, FIB UI, 2013
yang baik untuk perpustakaan adalah antara 55% dan 65% dengan temperatur antara 13180C. Polutan Polutan sangat berhubungan dengan sirkulasi udara yang ada di tempat penyimpanan. Keberadaan polutan di dalam ruang penyimpanan bermula dari udara yang masuk ke dalam ruang penyimpanan bersama debu dan berbagai zat lain. Harvey (1993: p. 44) dalam bukunya menuliskan bahwa polutan adalah kontributor kerusakan paling besar, hal itu karena dalam pulutan terdapat sulfur dengan konsentrasi yang keras dan nitrogen oksida yang membuat asam sehingga dapat merusak buku dengan cepat. Biota Serangga, tikus, atau pun binatang lain dapat jadi muncul di ruang penyimpanan. Hal yang akan terjadi bila mereka masuk adalah kerusakan pada bahan pustaka. Serangga dan hewan-hewan ini biasanya merusak naskahnaskah dengan merusak fisik dari naskahnaskah kuno tersebut (Harvey: p. 45). Mikro Organisme Kemunculan mikro organisme seperti jamur adalah salah satu hal yang terjadi akibat kurangnya kontrol lingkungan tempat penyimpanan. Hal tersebut terjadi akibat ruangan yang terlalu lembab (Harvey: p. 45). Kota Cirebon dan Lingkungannya Kabupaten Cirebon terletak di Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur yang berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah. Salah satu keunikan daerah Cirebon adalah dengan memiliki empat keraton sekaligus dalam kota Cirebon. Keratonkeraton tersebut antara lain Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabon.
Kota Cirebon termasuk daerah iklim tropis, dengan suhu udara minimum rata-rata 22,3 o C dan maksimun rata-rata 33,0 OC dan banyaknya curah hujan 1.351 mm per tahun dengan hari hujan 86 hari (diunduh dari laman resmi pemerintah Kota Cirebon: Letak Geografi). 2. METODE PENELITIAN Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara observasi, wawancara, dan studi pustaka. Observasi dilakukan di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman untuk melihat keadaan tempat penyimpanan naskah kuno yang berada di sana. Sementara wawancara dilakukan untuk mengetahui tindakan dan pemikiran yang dilakukan oleh para penjaga dan perawat naskah kuno yang berada di keraton tersebut. Observasi yang dilakukan adalah observasi yang dilakukan secara kontekstual, sehingga keadaan di lapangan saat itu menjadi penilaian terhadap hal yang diteliti. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam sehingga data yang diperoleh bukan hanya sekadar data yang ada di lapangan tetapi juga alasan-alasan tentang terbentuknya kenyataan di lapangan saat ini. Sulistyo-Basuki (2010: 173) bahwa tujuan dari wawancara mendalam ini adalah mengumpulkan informasi yang kompleks, sebagian besar berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi tertutup di mana peneliti telah menyiapkan bahan yang akan ditanyakan tetapi juga tidak menutup kemungkinan untuk membuka pertanyaan lain selain bahan yang telah dipersiapkan. Peneliti menggunakan tipe wawancara semi tertutup karena peneliti berpikir bahwa pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat oleh peneliti dapat
Budaya Penyimpanan ..., Permadi Heru Prayogo, FIB UI, 2013
dikembangkan sejalan dengan dilakukannya wawancara terhadap informan. Sementara studi pustaka yang dilakukan melalui buku, jurnal tercetak dan elektronik, serta akses pada world wide web. Tindakan ini dilakukan untuk mencari sumber literatur dalam rangka memperkuat penelitian yang dilakukan di lapangan. 3. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Tindakan perawatan ini adalah tindakan yang dilakukan oleh Keraton dalam menjaga naskah kuno yang mereka miliki. Saat peneliti mencoba bertanya tentang pengertian “Kontrol Lingkungan” tidak satu pun dari dua keraton mengetahui pengetian tersebut, hal itu wajar karena secara mendasar itu bukanlah istilah yang diketahui oleh orang awam. Namun, saat peneliti bertanya tentang tindakan yang dilakukan untuk menjaga keadaan tempat (lingkungan) penyimpanan naskah kuno, mereka menjelaskan tentang tindakan-tindakan yang mereka lakukan. Dalam praktiknya kedua keraton sesungguhnya sudah melakukan tindakan untuk menjaga keadaan lingkungan untuk menjaga keadaan naskah kuno yang ada di keraton tersebut. Di Keraton Kasepuhan, mereka menggunakan kamper dalam menjaga kelembapan yang ada di dalam lemari penyimpanan naskah kuno. Hal itu dilakukan untuk menghindari munculnya jamur di naskah kuno tersebut. Sementara di Keraton Kanoman, mereka mulai untuk menciptakan ruang yang layak bagi naskah kuno. Di kediaman Ibu Ratu, sebuah ruangan didedikasikan untuk menjadi tempat menyimpan naskah kuno. Mereka mulai untuk membersihkan keadaan ruang tersebut, mengeluarkan benda-benda yang tidak berhubungan dengan naskah kuno. Hal
itu semata-mata dilakukan untuk menciptakan ruang yang layak bagi naskah kuno. Hal yang unik yang dilakukan dalam perawatan lingkungan ruang penyimpanan naskah adalah dengan cara yang lebih bersifat kearifan lokal. Tindakan yang dilakukan adalah dengan cara peng-ukup-an, tindakan ini adalah tindakan untuk menjaga ruang penyimpanan dengan membakar beberapa jenis bunga dan sejenis kayu atau yang sering kita sering sebut sebagai kemenyan di dalam ukup. Asap hasil pembakaran tersebutlah yang digunakan untuk insektisida secara alamiah dan menjaga kelembapan serta tempertatur ruangan. Namun, sayangnya banyak orang menganggap hal tersebut diidektikkan sebagai tindakan yang berhubungan dengan mistis atau pun hal-hal yang berbau klenik nilai-nilai yang negatif terhadap naskah pun terus lestari hingga saat ini. Pemikiran tersebut sangatlah salah, seperti pernyataan yang dilontarkan oleh infroman C. Orang Indonesia terkadang begitu menjunjung budaya barat dibanding budaya sendiri. Spa, bau aroma terapi, kita tak pernah anggap itu sebagai hal yang berbau mistis atau pun klenik sementara kemenyan yang tidak beda dengan hal tersebut di pojokkan sebagai hal yang berbau mistis. Itulah kesalahan yang harus diluruskan dan dilakukan penelitian tersendiri akan hal tersebut. Menurut informan Ismail dari Keraton Kasepuhan yang pula sejalan dengan pernyataan informan Budi menyatakan bahwa tindakan itu tidak semata-mata hal yang sembarangan dilakukan oleh keraton dalam menjaga naskah kunonya, hal itu adalah kearifan lokal yang secara turun-
Budaya Penyimpanan ..., Permadi Heru Prayogo, FIB UI, 2013
temurun diwariskan oleh leluhur. Di Keraton Kasepuhan tindakan tersebut dilakukan seminggu sekali, karena bila terlalu sering hal tersebut dapat pula merusak perabot furniture yang ada di sana. Sementara bagi Keraton Kanoman, hal itu masih berupa wacana karena mereka masih belum memiliki ruang penyimpanan naskah kuno tersendiri. Tindakan peng-ukup-an ini ternyata tidak hanya dilakukan oleh keraton dalam menjaga keadaan naskah kuno. Saat penelitian awal di lakukan pada Desember 2011, di Desa Mertasinga di rumah seorang warga ditemukan pula tindakan yang sama dalam penjagaan naskah kuno. Berbeda dengan Keraton Kasepuhan yang menggunakan kamper dalam menjaga lemari penyimpanan dari munculnya jamur, di sana penjagaan dari munculnya jamur di dalam lemari pun menggunakan bunga-bunga. Seperti yang kita tahu, beberapa serangga tidak menyukai bau-bau dari beberapa jenis tumbuhan. Contohnya nyamuk yang tidak menyukai bau kulit jeruk. Tindakan yang bernilai budaya seperti yang dijelaskan di atas adalah tindakan yang benar-benar ingin untuk terus dilestarikan oleh Keraton Kasepuhan. Menurut mereka, menjaga warisan-warisan budaya leluhur adalah salah satu tugas dari Keraton Kasepuhan. Di sisi lain Keraton Kasepuhan sudah menerima tawaran dari beberapa intansi pemerintah dalam menjaga naskah kuno yang ada di sana. ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) telah melakukan tinjauan awal untuk melakukan kerja sama dengan Keraton Kasepuhan dalam melakukan preservasi yaitu melakukan digitalisasi naskah kuno yang ada di sana tetapi hingga kini itu masih menjadi rencana. Belum ada tindakan lanjutan dari hal tersebut. Sementara itu, Keraton Kanoman memulai untuk menghimpun naskah-naskah
kuno yang ada di masyarakat untuk kembali di bawa ke Keraton Kanoman, selanjutnya Keraton Kanoman juga mulai untuk menciptakan lingkungan yang layak bagi naskah kuno tersebut. Keraton Kanoman membangun ruang yang khusus digunakan sebagai ruang penyimpanan naskah kuno tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Bila kita lihat Keraton Kanoman sudah mulai peduli dengan naskah kuno yang mereka miliki. Mereka berharap, tidak hanya bentuk fisiknya saja yang terjaga tetapi ilmu dan informasi yang ada di dalamnya dapat pula terjaga dan tersebarluaskan. Keraton Kanoman berpendapat bahwa bila masyarakat Indonesia dapat untuk mengaplikasikan apa yang ada di dalamnya, dapat jadi Indonesia kembali menjadi negara yang besar. Keraton Kanoman menjadikan naskah kuno sebagai simbol pengetahuan leluhur bangsa Indonesia, nilai-nilai yang terkadung di dalamnya diharap dapat disebarkan kepada khalayak umum. Hal lain yang berkembang dalam perawatan naskah kuno adalah adanya abdi dalem yang bekerja di Keraton Kasepuhan mendapat pelatihan dari ANRI dalam melakukan kegiatan perawatan naskah kuno. Namun, dari Keraton Kasepuhan sendiri tidak memperbolehkan perawatan yang terlalu banyak mengandung bahan kimia. Keraton merasa hal tersebut dapat merusak kekhasan yang ada dalam naskah yang ada di keraton. Tindakan modern yang dilakukan oleh keraton adalah penggunaan kamper di dalam lemari penyimpanan naskah kuno. Hal itu diperbolehkan karena penggunaan kamper tidak berdampak luas akan kekhasan yang ada dalam naskah yang keraton miliki. Kendala dalam Kontrol Lingkungan Dalam usaha pelestarian naskah kuno terdapat berbagai kendala yang muncul di
Budaya Penyimpanan ..., Permadi Heru Prayogo, FIB UI, 2013
dalamnya. Hal tersebut memang wajar terjadi. Kendala pertama dan menjadi kendala bagi kedua keraton tersebut adalah tidak adanya dana yang memang dialokasikan untuk tindakan pelestarian naskah kuno. Pada dasarnya, pemerintah mulai untuk terjun dalam membantu hal tersebut. Hal itu terlihat dari ANRI yang mencoba membantu dalam pengadaan tempat naskah di Keraton Kasepuhan, serta tindakan untuk melakukan digitalisasi. Namun, hingga saat ini pula belum ada kelanjutan dari hal tersebut.
naskah yang sudah dihimpun sejauh ini. Saat pengambilan naskah dari masyarakat, naskah dimasukkan ke dalam kardus. Tindakan tersebut dilakukan untuk menjaga naskah agar tidak terpapar langsung dengan lingkungan. Di dalam ruang penyimpanan yang dimiliki saat ini, naskah kuno dijaga dengan meletakkannya di dalam kardus dan dubungkus oleh kertas koran. Tindakan itu diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari keadaan lingkungan ruang penyimpanan yang masih belum layak tersebut.
Bagi Keraton Kasepuhan, penempatan naskah kuno di ruang keluarga keraton adalah hal yang positif di mana memiliki dampak negatif pula bagi kegiatan kontrol lingkungan. Bagi para abdi dalem, mereka tak akan dapat dengan mudah masuk ke dalam ruang tersebut karena ruang tersebut adalah ruang privasi keluarga keraton. Budaya keraton yang kaku terhadap stratifikasi sosial di dalamnya menjadi salah satu pemicunya. Segala kebijakan berawal dari Sultan, hal ini menjadi titik lemah bagi perawatan naskah kuno. Sultanlah yang memiliki hak penuh dalam segala pelestarian naskah kuno di ruang naskah. Tidak ada tindakan-tindakan yang dapat dilakukan tanpa persetujuan dari Sultan Sepuh. Seperti yang kita ketahui tentang keraton, bahwa Sultan memiliki peranan sangat penting dalam mengambil kebijakan. Keadaan ini menjadi penghambat bila Sultan merasa tindakan yang dilakukan (meski suatu tindakan yang baik) tidak sejalan dengan apa yang dipikir oleh sultan adalah hal yang cocok untuk Keraton Kasepuhan.
Kendala lain yang berkaitan dengan ruang penyimpanan adalah pada struktur bangunannya. Ruang penyimpanan tersebut memiliki kekurangan di bagian atap, atap ruang penyimpanan hanya berlapis plastik dan genting. Hal ini menjadi salah satu hal yang pasti akan mempengaruhi keadaan lingkungan ruang penyimpanan. Pembuktian yang dapat dilihat adalah adanya jamur di dinding. Ada pula sarang laba-laba di ruang tersebut, keadaan-keadaan tersebut berawal dari struktur ruang penyimpanan yang masih belum layak.
Sementara di Keraton Kanoman, ketidakadaan ruang naskah menjadi penghalang bagi kontrol lingkungan untuk perawatan naskah. Keberadaan ruang naskah yang sekarang ini masih jauh dari layak. Meski demikian, Keraton Kanoman mulai untuk berhati-hati dalam menjaga naskah-
Kendala lain yang dirasa oleh Keraton Kanoman dalam kontrol lingkungan ruang penyimpanan naskah kuno adalah tidak adanya orang yang memang pakar di bidang tersebut. Informan Budi yang melakukan tindakan-tindakan preservasi (termasuk di dalamnya pengadaan ruang naskah kuno) berawal dari penelitian-penelitian yang dilakukan oleh berbagai intansi pendidikan ataupun intansi pemerintah. Dari sana informan Budi membuka pemikirannya untuk terus mengembangkan apa yang dimiliki tetap terus terjaga. Sehingga, tidak jarang informan Budi bertukar pikiran dengan para peneliti yang datang ke sana untuk menambah wawasan. Informan Budi sendiri berharap para kaum intlektual dapat berbagi ilmu bersamanya tentang hal yang
Budaya Penyimpanan ..., Permadi Heru Prayogo, FIB UI, 2013
berkaitan dengan keraton, sehingga ada interaksi dan tujuan bersama untuk membangun citra baik pada Keraton pada umumnya dan Keraton Kanoman pada khususnya. Keadaan Lingkungan Ruang Penyimpanan di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman
Hal yang diukur
Keraton Kasepuhan
Keadaan suhu
31,4 celcius di dalam lemari 29,8 celcius – 34 celcius di luar lemari 9,0 lux saat ada penerangan 6,0 lux saat tak ada penerangan
Keadaan cahaya
Kelembapan
Dilihat dari segala penjelasan di atas, jelas bahwa dalam keadaan ruang penyimpanan naskah kuno Keraton Kasepuhan sudah memiliki ruang tersendiri dalam penyimpanannya. Sedangkan Keraton Kanoman masih dalam pembuatan ruang naskah kuno yang memang layak untuk naskah kuno. Meski demikian, ruang tersebut sudah tersedia dan sekarang pun sudah mulai digunakan sebagai ruang naskah. Dibandingkan keadaan fisik dari ruang naskah kuno tersebut, Keraton Kasepuhan memiliki keadaan lingkungan yang lebih stabil. Tempatnya yang berada di dalam keraton menghindarkan ruang naskah dari dampak lingkungan luar yang dapat saja membawa dampak-dampak negatif ke dalam ruang naskah. Sedangkan di Keraton Kanoman, ruang naskah yang berhubungan langsung dengan keadaan luar berkemungkinan untuk mendapat dampak negatif dari lingkungan luar. Apa lagi pintu dan jendela yang terkadang dibuka, bagian atap yang hanya berlapis plastik dan genting cukup rawan untuk menjadi penyebab kelembapan yang berlebihan saat hujan tiba, saat panas pun keadaan ruang naskah dapat terpengaruh dari keadaan luar. Perbandingan keadaan ruang penyimpanan naskah di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman dan dilihat di tabel di bawah ini.
68% hingga 72%
Keraton Kanoman 29-‐34 celcius
16,6 lux saat ada penerangan 0 lux saat tak ada penerangan Lebih dari 100 lux saat p dan jendela terbuka 66% hingga 70%
Tabel Perbandingan suhu di Keraton Kasepuhan dan Kanoman
Suhu udara dari ruang penyimpanan naskah kuno Keraton Kasepuhan dan Kanoman tidak terlalu berbeda. Namun, karena keadaan ruang penyimpanan naskah di Keraton Kanoman masih belum stabil maka hal tersebut pula mempengaruhi temperatur udara di sana. Saat hujan temperatur turun drastis dan saat panas kenaikan suhu dapat sampai 340 celcius. Sedangkan di Keraton Kasepuhan temperatur udara lebih stabil. Kisaran temperatur udara di kedua tempat penyimpanan termasuk ke dalam ruangan yang panas antara 29,80 celcius hingga 340 celcius, dengan tingkat temperatur tersebut ruang naskah masih di atas suhu ruang yang disarankan sebagai suhu ruang standar tempat penyimpanan naskah. Hal yang sama pula terjadi pada kelembapan udara, kelembapan udara dari ruang penyimpanan naskah kuno di Keraton Kasepuhan dan Kanoman memiliki keadaan yang tidak jauh berbeda. Kelembapan udara kisaran 68% hingga 72%, di mana dengan kelembapan tersebut ruang naskah telah masuk ke dalam ruang naskah yang cukup lembap dan tidak layak sebagai ruang penyimpanan. Sementara intensitas cahaya yang ada di ruang penyimpanan naskah, Keraton Kasepuhan berada di kisaran 06 lux hingga
Budaya Penyimpanan ..., Permadi Heru Prayogo, FIB UI, 2013
09 lux. Dengan intensitas cahaya yang cukup redup tersebut dapat dikatakan bahwa ruang penyimpanan naskah kuno di Keraton Kasepuhan sudah memenuhi keriteria sebagai ruang naskah kuno. Di lain pihak, Keraton Kasepuhan pun memiliki intensitas cahaya sebesar 16 lux di mana intensitas cahaya tersebut lebih besar dari ruang penyimpanan naskah kuno milik Keraton Kasepuhan tetapi masih berada dalam keriteria yang layak. Namun, ruang penyimpanan naskah kuno Keraton Kanoman mengalami kelebihan intensitas cahaya, bahkan melebihi 100 lux saat jendela ruang penyimpanan naskah kuno dibuka. Sedangkan pada tempat penyimpanan, di Keraton Kasepuhan menggunakan lemari penyimpanan yang terbuat dari kayu dan kaca. Penyimpanan naskah kuno yang berada di dalam lemari penyimpanan ditata dengan tegak. Penataan ini sudah baik, karena naskah sudah tidak lagi ditumpuk dengan naskah lain melainkan disusun layaknya buku pada perpustakaan. Di dalam lemari pun diberi kamper untuk menjaga kelembapan, sehingga tidak memunculkan jamur pada naskah kuno tersebut. Sementara di Keraton Kanoman, tempat penyimpanan naskah kuno masih berada di dalam sebuah kardus. Naskah kuno yang ada di sana ditutup oleh kertas koran. Tujuan dari tindakan itu untuk menghindari dampak negatif yang mungkin saja terjadi pada naskah kuno tersebut. Namun, tindakan tersebut kuranglah baik karena kertas koran pun memiliki keasaman tersendiri. Naskahnaskah tersebut pun disusun dengan menumpuk. Hal tersebut kuranglah baik karena naskah yang berada di bagian bawah mendapatkan tekanan lebih dibanding naskah yang ada di bagian atas. KESIMPULAN
Bagi Keraton Kasepuhan, kendala yang dihadapi untuk menjaga dan merawat nakah kuno dan ruang penyimpanan naskah kuno terdapat pada kebijakan yang ada di Keraton Kasepuhan. Sultan Sepuh satu-satunya yang berhak untuk mengatur tentang naskah dan ruang naskah tersebut, sehingga tidak dapat dilakukan perubahan menuju arah yang lebih baik bila Sultan Sepuh tidak menyetujuinya.Sedangkan bagi Keraton Kanoman, ketidakadaan ruang penyimpanan naskah kuno menjadi kendala utama perawatan naskah kuno dan ruang naskah kuno itu sendiri. Ruang naskah kuno yang sekarang digunakan masih berupa ruang yang mirip ruang penyimpanan karya seni. Namun, sedikit demi sedikit ada perubahan yang dilakukan oleh Keraton Kanoman dalam memperbaiki itu semua. Dalam menutupi segala kekurangan kontrol lingkungan di ruang penyimpanan naskah kuno, ada beberapa tindakan yang telah dilakukan oleh Keraton Kasepuhan. Tindakan itu berupa penggunaan kamper di dalam lemari penyimpanann naskah kuno, tindakan itu dilakukan untuk menjaga kelembapan lemari penyimpanan. Sementara untuk kontrol lingkungan ruang penyimpanan, hingga saat ini hanya pengukup-anlah hal yang dilakukan dalam melakukan pengontrolan lingkungan. Pengukup-an tersebut berguna sebagai tindakan preventif untuk mengusir serangga. DAFTAR REFERENSI Balloffet, N., & Hille, J. (2005). Preservation and conservation for libraries and archives. Chicago: American Library Association DPRD Kabupaten Cirebon. Selayang pandang kabupaten Cirebon. http://www.dprdcirebonkab.go.id/selayang-pandangkab.-cirebon/geografi/. 9 Januari 2012
Budaya Penyimpanan ..., Permadi Heru Prayogo, FIB UI, 2013
Feather, John (1991). Preservation and the management of library collection. London: the Library Association. Harvey, Ross. (1993). Preservation in libraries: a reader. London: Bowker Saur Indonesia. (2008). Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang cagar budaya. Indonesia. (2007). Undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Koentjaraningrat. (1978/79). Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Kumar Mishra, Vinay. (2012). Indegenous method of manuscript conservation. Globarl research international journal. 4th issue: Feb-Mar-Apr. Pudjiastuti, Titik. (2006). Naskah dan studi naskah. Jakarta: Akademia. Sabarguna, Boy S. (2004). Analisis data pada penelitian kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press) Sulistyo-Basuki. (2010). Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Penaku
Budaya Penyimpanan ..., Permadi Heru Prayogo, FIB UI, 2013