BOOK REVIEW POSISI GENEOLOGIS EKONOMI ISLAM Judul buku; KONSTRUK TEOLOGI EKONOMI ISLAM (Elemen-elemen Fundamental dalam Pemikiran Ekonomi Islam), PENULIS, DWI SURYA ATMAJA, Penerbit YPM, 2013
Penelusuran terhadap silsilah (genealogi) Ekonomi Islam dalam tulisan ini cenderung pada pendapat Foucault (1926-1984), sebagaimana yang dituliskan oleh David R. Shumway.1 yang menyatakan bahwa asal muasal (the origins) merupakan kebenaran. Karenanya, genealogi bukan sekedar penyusunan kerangka perkembangan linear, prinsip sebab dan akibat dalam sejarah, namun ia merupakan upaya untuk menyingkap pengaruh kekuasaan terhadap kebenaran sejarah. Sebab, kebenaran sejarah seringkali difaktori oleh kesempatan yang disediakan oleh kekuasaan dan pertimbangan kepentingan. Menurut Foucault,2 sejarah bukan saja bersifat majemuk, kadang di dalam kemajemukannya meniscayakan kontradiksi. Maka dari itu, dekonstruksi kebenaran sejarah seringkali diperlukan, termasuk di dalamnya sejarah ilmu ekonomi. Melalui dekonstruksi ini diharapkan hadirnya sejarah ekonomi yang “benar”, minimal sejarah yang tidak memarginalkan peran dan fungsi komunitas sejarah yang turut memberikan kontribusinya bagi perkembangan pemikiran ekonomi; dan Islam termasuk di dalamnya. Family Tree yang ditulis oleh Paul Anthony Samuelson (1915-2009) yang dianggap sebagai the Father of Modern Economics, penasehat ekonomi John F. Kennedy dan Lyndon B. Johnson, merupakan family tree yang populer dalam Ilmu Ekonomi. Dikatakan populer karena karya Samuelson, Economics,3 merupakan literatur (buku wajib) dalam disiplin ilmu ekonomi sehingga sebagian besar mahasiswa yang menekuni Ilmu Ekonomi menjadikan buku ini sebagai referensi keilmuan mereka. Family Treeyang ditempatkan Samuelson di halaman paling akhir Economics(bagian dalam back cover) ini menyatakan bahwa titik awal pemikiran ekonomi ada di angka tahun 1270 pada St. Thomas Aquinas. Aquinas memperoleh input dari Aristotle di angka 350 SM dan Bible (Injil). Dengan kata lain, kurun waktu 16 – 13 abad yang memisahkan antara era Aristotle / Bible dan Aquinas merupakan kurun waktu kosong tanpa kontribusi pemikiran ekonomi. Bahkan keberadaan Jalur Sutra yang sejak 202 SM telah menghubungkan Asia, Mediteranea, Eropa dan Afrika serta berkaitan erat dengan peradaban besar Cina, India, Persia, Romawi dan Arabia tidak memberikan kontribusi perkembangan pemikiran ekonomi yang cukup berarti dalam konstruksi sejarah Samuelson. Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikutip Family Tree Ilmu Ekonomi yang dikemukakan oleh Samuelson:
1
David R. Shumway, Michel Foucault. (Charlottesville: University Press of Virginia, 1989): 94. Paul Michel Foucault, "What is Critique?" in The Politics of Truth, Editor Sylvère Lotringer. (New York: Semiotext, 2007): 61 3 Paul A. Samuelson, Economics (New York: McGraw-Hill, 1980). 2
Family Tree Samuelson menggambarkan bahwa ilmu ekonomi yang berkembang sekarang ini dilahirkan pada abad 17 – 18 M melalui kontribusi filosuf Yunani abad 4 SM dan akademisi gereja Kristiani abad 13 M. Berbasis pada pemikiran St. Thomas Aquinas yang mengandung anasir pemikiran Yunani (Aristoteles, 350 SM) dan Bible, Adam Smith mendasarkan analisa-analisanya terhadap praktek ekonomi di abad 17-18 M, untuk kemudian membangun konstruk ilmu ekonomi klasik. Rentang kosong selama berabad-abad sebelum era Adam Smith diistilahkan dengan the Great Gap dalam sejarah ilmu ekonomi. Istilah ini kemudian dipopulerkan oleh Joseph A. Schumpeter dalam bukunya History of Economic Analysis.4 Dinyatakan sebagai rentang kosong karena dari era Aristoteles ke St. Thomas Aquinas (4 SM–12 M) dan dari St. Thomas Aquinas ke Adam Smith (13-17 M), menurut Samuelson dan para pendukungnya, tidak ada pemikiran ekonomi yang layak dicatat kontribusinya bagi perkembangan sejarah ilmu ekonomi. Ironisnya, silsilah (Family Tree) ilmu ekonomi yang digambarkan oleh Samuelson di atas, dengan the great gapdi dalamnya, merupakan penafian terhadap sejarah Islam. Sebab, mengacu kepada periodesasi Albert Hourani, era Islam tepat berada di pusaran the great gap: 4
Joseph A. Schumpeter, History of Economic Analysis (New York: Routledge, 2006): 70. Di dalamnya, Schumpeter menyelipkan kontribusi Romawi (hal. 63) sebagai perantara pemikiran Yunani (hal. 48) kepada pemikiran Kristiani awal (hal. 68), kemudian melompat kepada era Adam Smith di abad 18 M.
baik era pembentukan (7-10 M), era masyarakat Arab Muslim (11-15 M) dan era Usmani / Ottoman (16-18 M).5 Dengan kata lain, silsilah Ilmu Ekonomi yang diajukan oleh Samuelson menghapus jejak dan kontribusi pemikiran Rasulullah SAW, Khulafa>’ alRa>shidi>n, Bani Umayyah, ’Abbasiyah, Fa>t{imiyyah, Bu>yids / Buwayhi{d, Seljuk, Almoravid (al-mura>bit{u>n) dan Usmani beserta keberadaan pemikir-pemikir muslim di era-era tersebut terhadap perkembangan sejarah ilmu ekonomi. Untungnya, keprihatinan kesejarahan ini teringankan oleh tulisan Joseph Spengler tentang pemikiran ekonomi Ibn Khaldun (1332-1406).6 Tulisan Spangler ini membuka pintu masuk bagi pembuktian kontribusi tokoh-tokoh Islam yang benang merahnya dapat dihubungkan dengan pemikiran-pemikiran masa-masa setelahnya.7 Penelitian Spangler yang kemudian diikuti oleh tulisan sarjana-sarjana lain setelahnyalah yang memungkinkan Ahmed el-Ashker dan Rodney Wilson untuk, 10 tahun kemudian, mempublikasikan buku Islamic Economics: A Short History.8 Dalam buku ini, Ashker dan Wilson membuat periodesasi Sejarah Ekonomi Islam sebagai berikut: 1. 610-632 M : Pemikiran Ekonomi Islam dalam al-Qur’an dan Sunnah 2. 632-661 : Pemikiran Ekonomi Islam Periode Khulafa>’ Ra>shidi>n 3. 661-750 : Periode Bani Umayyah 4. 750-1000 : Periode Abbasiyah Masa Keemasan Ekonomi Islam 5. 1000-1400 : Periode Perpecahan Politik dan Keragaman Kultural 6. 1400-1800 : Periode 3 Kerajaan Besar dan Keruntuhan Islam 7. 1800-2000 : Krisis Modernisasi dan Islamisasi 8. Abad 20 -… : Renaissance Ekonomi Islam Pembandingan periodesasi Ashker - Wilson dengan silsilah ekonomi Samuelson ataupun Schumpeter menunjukkan bahwa jika periode pertumbuhan dan kegemilangan Islam (610-1000) merupakan periode yang dinafikan, maka periode 1000-1800 merupakan periode yang terabaikan oleh Samuelson dan Schumpeter. Jurnal Sejarah Ekonomi Politik memuat tulisan SM. Ghazanfar bertajuk The Economic Thought of Abu Hamid al-Ghazali and St. Thomas Aquinas: Some Comparative Parallels and Links yang menunjukkan hubungan antara pemikiran Abu Hamid al-Ghazali (1058-1111) dalam Ih{ya>’ ‘Ulu<mu al-di>n 5
Albert Hourani, A History of the Arab Peoples. (London: Faber and Faber, 1991). Joseph J. Spengler adalah Profesor terkemuka di bidang ekonomi yang dilahirkan, studi dan menyelesaikan Ph.D di Ohio pada tahun 1930, dan bergabung serta mendirikan Fakultas Ekonomi di Duke University pada 1934. Karyanya, “Economic Thought of Islam: Ibn Khaldun”, Journal Comparative Studies in Society and History. (1964) merupakan pintu masuk untuk pembuktian kontribusi pemikir muslim kepada dunia Barat. 7 Dinyatakan sebagai pintu masuk karena selain Muqaddimah (Prolegomena) Ibn Khaldun sangat fenomenal, perjalanan hidup sarjana muslim yang satu ini berada tepat di tengah pusaran transisi peradaban dari Islam kepada Eropa. ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Khaldu>n (1332-1406) berasal dari keluarga Arab terkemuka yang pergi ke Spanyol dan kemudian menetap di Seville. Ketika kerajaan Kristen yang berada di Spanyol Utara melebarkan kekuasaannya ke arah Selatan, Ibn Khaldu>n bersama keluarganya pindah ke Tunis, tempat ia mendalami berbagai ilmu yang berbasis al-Qur’an, hadi>th serta filsafat, matematika, logika dan lain-lain. epiawaiannya di bidang jurisprudensi mengangtarkannya ke posisi sekretaris penguasa Tunis dan menanjak ke posisi-posisi yang lebih tinggi. Namun, ketika terjadi kekurang-sesuaian dengan penguasa, ia eninggalkan Tunis menuju Maroko. Kemudian, ia pergi ke Granada, ibukota kerajaan Arab terakhir di Eropa, dan dikirim ke Seville. Akhirnya, kembali terjadi kekurangsesuaian antara dirinya dan penguasa. Perjalanan hidup dan karier profesionalnya yang sarat dengan dinamika sosial dan politik inilah yang memberinya wawasan luas sehingga pemikirannya pun mejadi monumental. Lihat: Albert Hourani, A History of the Arab Peoples. 1-4 8 Ahmed el-Ashker dan Rodney Wilson, Islamic Economics: A Short History. Vol. 3 (Leiden-Boston: Brill, 2006). 6
dan St. Thomas Aquinas (1225-1274) dalam Summa Theologica. Menurut Ghazanfar, kedua orang besar ini mewakili era masingmasing. Jika al-Ghazali mewakili era kejayaan pemikir-pemikir muslim abad 8-11, maka Aquinoas mewakili para pemikir Skolastik Eropa abad pertengahan. Kesemuanya memiliki karaktersitik normatif dengan konten yang positivistik. Kesemuanya menempatkan ekonomi sebagai bagian dari wacana yang lebih luas dengan orientasi kebaikan umum dan keadilan (common good and justice).9 Lebih jauh lagi, Hamid Hosseini dalam Seeking the Roots of Adam Smith’s Division of Labourbahkan berupaya membuktikan bahwa pemikiran Adam Smith tentang manfaat pembagian kerja (division of labor), baik dalam konteks domestik (keluarga), masyarakat, industri, dan antar negara, telah dibahas oleh Na>s{ir al-Di>n al-Tu>si>.10 Kontribusi al-Tu>si ditambahkan oleh M. Umer Chapra yang menyatakan bahwa al-Tu>si> dalam hekmat-emadani (the Science of City Life) menguraikan tentang hukum kemalaman.11 yang jika diarahkan melalui kerjasama dan optimalisasi akan menghasilkan kesejahteraan ekonomi masyarakat (economic welfare).12 kurang Satu abad kemudian, dan itu berarti lebih 400 tahun sebelum era Adam Smith (1776), menurut Mohamed Talib al-Hamdi, Abu Zaid ‘Abd al-Rah{ma>n bin Muh{ammad bin Khaldu>n al-H{ad{rami (1332-1406) juga berbicara tentang Division of Labour.13 Dalam karya monumentalnya, Muqaddimah. Karya tersebut memperoleh apresiasi luar biasa dari para sarjana Barat, terlebih-lebih setelah Franz Rosenthal menterjemahkannya ke dalam bahasa Inggris di tahun 1958. Meskipun demikian, ini tidak berarti bahwa pemikiran Islam di bidang ekonomi baru berkembang setelah Ibn Khaldun. Sebab, sebelum itu, sudah banyak sarjana Islam yang menulis tentang pemikiran ekonomi. Enam abad sebelum Ibn Khaldun, Abu Yusuf (731-798) menulis Kitab al-Khara>j.14 Abu Yusuf adalah pengikut Mazhab Hanafi15 yang menjadi hakim agung (Qa>d{i alQud{a>t) di masa Khalifah kelima dinasti ‘Abbasiya, Harun al-Ra>shid (763-809). Di dalam Kita>b al-Kharaj yang ditah{qi>q oleh T{aha ‘Abd al-Ra’u>f Sa‘d dan Sa‘d Hasan Muhammad, Abu Yusuf membahas tentang pembagian ghani>mah, jizyah, pajak, penyewaan (ija>rah) tanah, pembiayaan publik dan produksi pertanian. Ia lebih condong kepada pajak proporsional atas produksi daripada pajak tetap (fixed tax) atas properti. 9
Jurnal History of Political Economy, Vol. 32, Number 4, Winter 2000, hal. 857-888. Hamid Hosseini, “Seeking the Roots of Adam Smith's Division of Labor in Medieval Persia” dalam History of Political Economy (Winter: 1998), 30(4): 653-681. 11 Bandingkan dengan Hukum Say, dari Jean Baptiste Say (1767-1832), yang menjadikan mekanisme kealaman sebagai dasar kealamiahan mekanisme pasar. Lihat: M. Umer Chapra,The Future of Islamics: An Islamic Perspective (Landscape Baru Perekonomian Masa Depan). Pen. Amdiar Amir, dkk. (Jakarta: SEBI, 2001): 28. 12 Lihat M. Umer Chapra, The Future of Economics: 27. 13 Mohamed Talib al-Hamdi, Ibn Khaldun: The Father of the Division of Labor 14 Abu Yu>suf Ya‘qu>b bin Ibra>hi>m, Kitab al-Khara>j. Tah{qi>q T{aha ‘Abd al-Ra’u>f Sa‘d dan Sa‘d Hasan Muhammad (Kairo: al-Maktaba al-Azhariya li al-tura>th, 1999). Buku ini ditulis oleh Abu Yusuf berdasarkan perintah khalifah Ha>run al-Rashi>d. Lihat juga M. Nazori Majid, M.Si, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf: Relevansinya dengan Ekonomi Kekinian. (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI) Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Yogyakarta, 2003). 15 Abu Hanifah / Nu‘man bin Tha>bit dilahirkan di Ku>fah (Iraq sekarang) pada tahun 689 M. Ku>fah pada saat itu adalah kota pelajar dan ilmu pengetahuan karena banyaknya para ta>bi‘i>n(generasi penerus sahabat Nabi SAW) yang tinggal disana. Imam Abu Hanifa dikenal dengan pendekatan ra’y(akal) dan penguasaannya terhadap hadi>th. Penolakannya terhadap keabsahan Khalifa al-Mans{u>r dan tawaran jabatan sebagai Qa>d{i alQud{a>t menyebabkannya dipenjara pada 146 AH. Pada usianya yang ke-70, Imam Abu Hanifa meninggal dunia di Baghdad. Lihat: Maida Malik, The Life of Imam Abu Hanifa, Nu’man ibn Thabit (80-150 AH). 10
Menurut Abu Yusuf, pajak produksi merupakan insentif yang dapat mendorong peningkatan hasil pertanian. Abu Yusuf juga menulis tentang penggunaan pajak untuk infra struktur sosial ekonomi, disamping berbagai jenis pajak termasuk pajak penjualan, pajak kematian dan pajak import. Selain keberadaan fungsional dari Abu Yusuf, al-Tu>si> dan Ibn Khaldu>n, Abbas Mirakhor, dalam upayanya membantah the great gap mengemukakan bahwa pemikiran ekonomi skolastik tentang uang, kredit, kerjasama, pasar, regulasi pasar, dan teori tentang nilai banyak bersumber dari para ahli teologi, filsafat, sains dan ilmu sosial seperti al-Ghazali, Ibn Rushd, al-Farabi dan Ibn Taymiyya.16 Namun demikian, Mirakhor tidak menafikan kenyataan kesejarahan tentang kontribusi Yunani dan Romawi terhadap perkembangan pemikiran di era Islam.17 Konsep-konsep Ekonomi Islam yang diuraikan oleh pemikir-pemikir ekonomi Islam di atas merupakan bukti bahwa jauh sebelum kelahiran dan perkembangan ekonomi di Eropa (era Adam Smith), bahkan jauh sebelum era St. Thomas Aquino (1225 – 1274) sendiri dilahirkan, dunia Islam telah memberikan kontribusi pemikirannya di bidang ekonomi. Kesimpulan ini dikukuhkan oleh SM. Ghazanfar melalui Medieval Islamic Economic Thought: Filling the ‘Great Gap’ in European Economics.18 Mengikuti pola pembuktian Nurcholish Madjid pada Khazanah Intelektual Islam19 dan Henry Corbin pada History of Islamic Philosophy, tabel berikut menjelaskan secara umum bahwa dunia Islam tidak pernah kosong dari keberadaan para sarjana muslim yang memberikan kontribusinya terhadap perkembangan pemikiran ilmu ekonomi:
16 Abbas Mirakhor, “Muslim Contribution to Economics” dalam Essays on Iqtis{a>d. Editors: Ba>qir al-H{asani dan Abbas Mirakhor. (Maryland: Nur Corp., 1989): 103. 17 Lihat Euis Amelia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer.(Jakarta: Pustaka Asatruss, 2005). 18 Nurcholish Madjid, Khazanah Intelektual Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1984). Dalam buku ini, Nurcholish Madjid menggambarkan the flow of history of thoughtabad IX sampai dengan abad XX, dari era alKindi (870 M) sampai dengan Muhammad Abduh (1905 M). 19 Henry Corbin, History of Islamic Philosophy. (London: Keagan and Paul, 1962). Corbin membagi pembahasannya kepada dua bagian: Pertama, dari awal mula Islam (595) sampai dengan kematian Ibn Rusyd (1198) dan Bagian Kedua, dari 1198 sampai dengan sekarang.
Tabel di atas menunjukkan keberlanjutan perhatian dan keperdulian para sarjana muslim terhadap permasalahan ekonomi. Namun, itu tidak berarti bahwa selain namanama tersebut tidak ada tokoh lain yang turut memberikan kontribusi mereka bagi perkembangan pemikiran ekonomi. Dalam artian, karena ekonomi sejalan dengan keberadaannya sebagai persoalan riil kehidupan yang bersifat mundane, sementara Islam mengedepankan ketak-terpisahannya dengan yang profane maka ekonomi tentunya juga menjadi area of concernindividu dan masyarakat di mana pun locusnya. Bantahan terhadap the Great Gap dari Samuelson dan Schumpeter di atas berada dalam konstruk sejarah mengalir dari satu masa ke masa berikutnya. Setiap masa berhutang kepada masa sebelumnya dan memberikan kontribusi bagi perkembangan masa setelahnya. Setiap era tidak hanya memainkan fungsi transmisi namun juga memberikan fungsi kontributifnya bagi perkembangan peradaban manusia, termasuk di dalamnya perkembangan pemikiran ekonomi. Peradaban Islam memperoleh input dari peradaban-peradaban besar sebelumnya dan menjadi kontributor bagi peradaban berikutnya. Dengan kata lain, bantahan terhadap teori the Great Gap / the Blank Centuries ditujukan untuk mendukung tesa bahwa perpindahan pusat peradaban dari satu tempat ke tempat lain menngikutsertakan perkembangan pemikiran yang mengaliri peradaban tersebut.