Fiqry Amaludin dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):924-932, September 2013
BOBOT DAN PERSENTASE BAGIAN-BAGIAN KARKAS ITIK MOJOSARI AFKIR BERDASARKAN SISTEM DAN LOKASI PEMELIHARAAN (THE WEIGHT AND PERCENTAGE OF SPENT MOJOSARI DUCK CARCASS PARTION PERCENTAGE BASED ON THE SYSTEM AND FARMING LOCATION) Fiqry Amaludin*, Imam Suswoyo, dan Roesdiyanto Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto *e-mail :
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem dan lokasi pemeliharaan terhadap bobot dan persentase bagian-bagian karkas (parting carcass) itik Mojosari betina afkir. Materi yang digunakan adalah itik Mojosari betina afkir sebanyak 47 ekor. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei dengan menggunakan General Linear Model (GLM). Jumlah perlakuan empat dengan ulangan yang berbeda-beda (unequal). Perlakuan yang diterapkan terdiri atas pemeliharaan terkurung di lokasi pertanian (P1), pemeliharaan terkurung di lokasi pesisir (P2), pemeliharaan gembala di lokasi pertanian (P3), dan pemeliharaan gembala di lokasi pesisir (P4). Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah bobot dan persentase paha, bobot dan persentase dada, bobot dan persentase sayap, bobot dan persentase punggung dalam karkas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem dan lokasi pemeliharaan memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot paha, bobot dan persentase punggung dan bobot dada serta berpengaruh tidak nyata terhadap persentase paha, persentase dada dan bobot dan persentase sayap (P>0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah sistem pemeliharaan terkurung dan lokasi pemeliharaan di lokasi pesisir lebih potensial untuk memperoleh bobot dan persentase bagian-bagian karkas itik mojosari afkir yang lebih baik dan bobot dan bagian-bagian karkas (paha, dada, punggung dan sayap) pada itik mojosari afkir yang dipelihara sistem terkurung di lokasi pesisir lebih tinggi dari pada yang dipelihara secara terkurung di lokasi pertanian, terlebih itik mojosari afkir yang dipelihara secara gembala di lokasi pertanian dan pesisir. Kata Kunci : itik Mojosari, sistem pemeliharaan, lokasi, bagian-bagian karkas. ABSTRACT The research aimed to study the effects of production system and farming location on weight and percentage of spent Mojosari duck carcass (parting carcass). The Materials used were 47 heads female Mojosari duck. The method used in this research was survey method using General Linear Model (GLM). The treatments were production systems i.e intensive and extensive systems in both both agricultural areas and in coastal areas. The variables measured in this research were the weights and percentages of thighs, back, chest and wings in the carcass. The results showed that the system and farming location had significant effect on weights of thigh, weights and percentage of back, and weights of chest, but no significant effect on the percentage of thigh, percentage of chest, and weights and percentage of wings (P>0,05). In conclusion, intensive ducks on coastal location were more potential to obtain higher weight and percentage of the parts of carcass of Mojosari duck in which it had better weights and parts of carcass ( thigh, chest, the back and wing ). Keyword : Mojosari duck, production system, location, carcass partion.
924
Fiqry Amaludin dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):924-932, September 2013
PENDAHULUAN Daging unggas adalah salah satu jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh konsumen. Harga yang relatif terjangkau membuat konsumen lebih memilih produk dari ternak unggas dibandingkan ternak ruminansia. Bagi peternak, memelihara ternak unggas memiliki beberapa kelebihan di antaranya adalah pemeliharaan yang singkat, pertumbuhan yang cepat dan dapat berkembang biak dengan cepat pula. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan berkembangnya usaha peternakan unggas di Indonesia. Berdasarkan data statistik Ditjen Peternakan (2011), ketersediaan daging secara nasional pada tahun 2011 sebesar 2.468.700 ton. Dari jumlah ketersediaan tersebut, 1.642.800 ton berasal dari ternak unggas (ayam broiler, ayam ras petelur, ayam buras dan itik). Dari ketersediaan daging unggas, 1.613.600 ton (65,36%) berasal dari daging ayam broiler, sedangkan daging dari itik menyumbang 29.180 ton (1,18% dari total daging). Produksi daging itik pada tahun 2010 sebanyak 25.999 ton dan telah meningkat menjadi 29.180 ton pada tahun 2011. Itik merupakan unggas air yang sangat umum dipelihara di Indonesia, setelah ternak ayam. Itik lokal yang ada di Indonesia merupakan keturunan dari itik Indian Runner yang terkenal dengan produksi telurnya yang tinggi. Ciri khas dari itik Indian Runner adalah postur tubuhnya yang hampir tegak dan bila dilihat dari arah depan terlihat seperti botol anggur, paruh dan kakinya berwarna hitam. Ternak ini sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Tempat-tempat yang cocok adalah daerah persawahan dengan pengairan atau irigasi cukup baik, daerah aliran sungai dan daerah rawa-rawa. Di Indonesia, umumnya peternak memelihara itik untuk produksi telur, sebab daging itik belum banyak permintaan oleh masyarakat. Oleh sebab itu peternak baru menjual ternak itiknya setelah produksi telurnya mulai menurun yang disebut sebagai itik afkir. Menurut Soeparno (2005), faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh. Faktor lingkungan dapat terbagi menjadi dua kategori yaitu faktor fisiologis dan nutrisi. Lingkungan sekitar, pemeliharaan dan manajemen perkandangan dapat mempengaruhi persentase karkas (Scott dan Dean, 1991). Umumnya di Indonesia, itik dipelihara secara terkurung dan gembala. Pada pemeliharaan itik sistem terkurung faktor fisiologis dan nutrisi sangat diperhatikan oleh peternak agar selalu dalam kondisi baik karena semua kebutuhan itik disediakan oleh peternak. Bila ketiga hal tersebut dalam kondisi baik, maka pembentukan komponen karkas tidak akan terganggu. Sedangkan pada sistem pemeliharaan gembala, itik gembala di luar secara berpindah-pindah dengan mengikuti panenan padi sehingga itik tidak diperhatikan pakannya. Pada lokasi pertanian, itik diberikan pakan berupa limbah pertanian yang banyak mengandung serat kasar sedangkan lokasi perikanan itik diberikan pakan berupa limbah perikanan yang melimpah yang banyak mengandung protein. Perbedaan sistem pemeliharaan dan lokasi ternyata berpengaruh terhadap produktivitas itik (Suswoyo dan Ismoyowati, 2010). METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik Mojosari betina afkir sebanyak 47 ekor yang terdiri atas 10 ekor itik Mojosari betina afkir yang dipelihara secara terkurung dan 9 ekor itik Mojosari betina afkir yang dipelihara secara gembala di lokasi pertanian (Kecamatan Sampang) serta 14 ekor itik Mojosari betina afkir yang dipelihara secara terkurung dan 14 ekor itik Mojosari betina afkir yang dipelihara secara gembala di lokasi pesisir (Kecamatan Binangun). Alat yang digunakan antara lain pisau potong, timbangan, alat hitung (kalkulator), talenan dan nampan. 925
Fiqry Amaludin dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):924-932, September 2013
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Pengambilan sampel yang digunakan berdasarkan jumlah peternak itik di dua lokasi yang berbeda, yaitu lokasi pertanian sebanyak 20 peternak itik dan lokasi pesisir sebanyak 30 peternak itik, dengan rumus : Jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus tersebut adalah 19 sampel untuk lokasi pertanian dan 28 sampel untuk lokasi pesisir, sehingga total sampel yang digunakan sebanyak 47 sampel itik yang terdiri atas 10 ekor itik untuk pemeliharaan terkurung dan 9 ekor itik pemeliharaan gembala dilokasi pertanian serta 14 ekor itik untuk pemeliharaan terkurung dan 14 ekor itik pemeliharaan gembala di lokasi pesisir (Sugiyono, 2011). Metode analisis yang digunakan adalah General Linear Model (GLM) terdapat 4 perlakuan, setiap perlakuan diulang 6 kali, setiap ulangan terdiri atas 1 ekor itik. Kategori yang diteliti adalah : P1 : Pemeliharaan terkurung di lokasi pertanian P2 : Pemeliharaan terkurung di lokasi pesisir P3 : Pemeliharaan gembala di lokasi pertanian P4 : Pemeliharaan gembala di lokasi pesisir Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah bobot dan persentase paha, bobot dan persentase dada, bobot dan persentase sayap, bobot dan persentase punggung dalam karkas. HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Paha Dalam Karkas Hasil penimbangan bobot paha menghasilkan rataan sebesar 281,96 gram dari keempat perlakuan yaitu P1 sebesar 281,00 gram, P2 sebesar 310,70 gram, P3 sebesar 267,11 gram dan P4 sebesar 269,00 gram (Tabel 3), sedangkan persentase paha didapatkan rataan sebesar 34,87% dari keempat perlakuan yaitu P1 sebesar 34,69%, P2 sebesar 35,13%, P3 sebesar 35,00% dan P4 sebesar 34,65% (Tabel 4). Tabel 1. Rataan Bobot Paha Itik Mojosari Afkir Bobot Paha (gram) (Rataan ± Standar Deviasi) 1 P1 281 ± 31,64ab 2 P2 310,7 ± 38,67b 3 P3 267,11 ± 30,00a 4 P4 269 ± 44,57ab Rataan 281,96 ± 36,22 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) No
Perlakuan
Hasil analisis variansi tentang bobot dan persentase paha dalam karkas berdasarkan sistem dan lokasi pemeliharaan menunjukan bahwa sistem dan lokasi pemeliharaan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot paha dan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase paha. Hasil uji lanjut dengan BNJ menunjukan bahwa P2 dan P3 berbeda nyata terhadap bobot paha. Hal ini menunjukan bahwa sistem pemeliharaan terkurung lebih baik 926
Fiqry Amaludin dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):924-932, September 2013
dibandingkan gembala karena menghasilkan bobot paha yang paling besar terutama di daerah pesisir (P2). Kondisi ini disebabkan juga karena adanya pakan yang diberikan peternak pada sistem pemeliharaan terkurung relatif lebih baik. Pada pemeliharaan terkurung di daerah pertanian diberi pakan seperti konsentrat, bekatul, dedak, nasi aking dan keong dengan total protein 12,49% dan energi 2751,57 kkal/kg, sedangkan pemeliharaan terkurung di daerah pesisir diberi pakan seperti kosentrat, dedak, bekatul, nasi aking, ikan dan lancang dengan total protein 17,08% dan energi 2732,34 kkal/kg dan pada pemeliharaan gembala dari penelitian Khodiyah (2011) mendapatkan pakan seperti dedak, gabah, keong dan rumput dengan total protein 10,02% dan energi 2661,64 kkal/kg. Penelitian lain (Suswoyo dan Ismoyowati, 2010), menunjukan bobot badan itik dewasa pada sistem terkurung rata-rata sebesar 1,290 gram, sedangkan pada sistem gembala rata-rata 1,153 gram. Perbedaan bobot badan tersebut dimungkinkan karena pengaruh cara pemeliharaan, itik gembala cenderung banyak beraktivitas dibandingkan terkurung. Tabel 2. Rataan Persentase Paha Itik Mojosari Afkir Persentase Paha (%) (Rataan ± Standar Deviasi) 1 P1 34,69 ± 0,78a 2 P2 35,13 ± 1,05 a 3 P3 35,00 ± 1,35 a 4 P4 34,65 ± 1,17 a Rataan 34,87 ± 1,09 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) No
Perlakuan
Rataan bobot paha sebesar 281,96 gram, bobot ini lebih tinggi dari hasil penelitian Lestari (2011) yaitu sebesar 187,13 gram pada itik alabio jantan umur 10 minggu. Sementara rataan persentase paha sebesar 36,22%, persentase ini lebih tinggi dari hasil penelitian Anggraeni (1999), yaitu sebesar 32,47% pada itik lokal umur 12 minggu. Menurut Natasasmita (1990), paha pada itik menunjukan kecepatan perkembangan yang sama dengan tubuh secara keseluruhan, dengan kata lain paha mempunyai pola pertumbuhan isogonik atau pertumbuhan yang seimbang dengan perkembangan tubuhnya. Bobot dan Persentase Punggung dalam Karkas Hasil penimbangan bobot punggung menghasilkan rataan sebesar 120,98 gram dari keempat perlakuan yaitu P1 sebesar 123,60 gram, P2 sebesar 136,86 gram, P3 sebesar 116,89 gram dan P4 sebesar 106,57 gram (Tabel 5). Hasil perhitungan persentase punggung dalam karkas didapatkan rataan sebesar 22,54% dari keempat perlakuan yaitu P1 sebesar 22,67%, P2 sebesar 23,07%, P3 sebesar 22,89% dan P4 sebesar 21,53% (Tabel 6). Hasil analisis variansi tentang bobot dan persentase punggung dalam karkas berdasarkan sistem dan lokasi pemeliharaan menunjukan bahwa sistem dan lokasi pemeliharaan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot dan persentase punggung. Hasil uji lanjut dengan BNJ menunjukan bahwa P2 dan P4 berbeda nyata (P<0,05) terhadap bobot dan persentase punggung. Hal tersebut sesuai dengan yang diharapkan dari hipotesis bahwa pemeliharaan terkurung di lokasi pesisir (P2) 927
Fiqry Amaludin dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):924-932, September 2013
mempunyai bobot dan persentase yang paling besar. Ini disebabkan karena pada P 2 peternak memberikan pakan yang baik seperti yang dijelaskan dalam bobot dan persentase paha dalam karkas. Tabel 3. Rataan Bobot Punggung Itik Mojosari Afkir Bobot Punggung (gram) (Rataan ± Standar Deviasi) 1 P1 123,60 ± 24,53ab 2 P2 136,86 ±20,78b 3 P3 116,89 ± 17,50ab 4 P4 106,57 ± 23,77a Rataan 120,98 ± 21,64 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) No
Perlakuan
Tabel 4. Rataan Persentase Punggung Itik Mojosari Afkir Persentase Punggung (%) (Rataan ± Standar Deviasi) 1 P1 22,67 ± 1,27ab 2 P2 23,07 ± 1,17b 3 P3 22,89 ± 1,09ab 4 P4 21,53 ± 1,08a Rataan 22,54 ± 1,15 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) No
Perlakuan
Rataan bobot punggung sebesar 120,98 gram, hasil ini lebih kecil dari penelitian Randa dkk (2002), yaitu sebesar 211,14 gram pada itik Mandalung. Sementara itu rataan persentase sebesar 22,54%, hasil ini lebih kecil dari penelitian Muhsin (2002) sebesar 33,45% pada itik lokal jantan. Basoeki (1983) menyatakan bahwa punggung banyak mengandung jaringan tulang, sehingga yang lebih berpengaruh adalah mineral ransum untuk masa pertumbuhannya. Ini diduga karena pakan yang dikonsumsi oleh itik banyak mengandung mineral, sehingga jaringan tulang tumbuh dengan baik. Bobot dan Persentase Dada dalam Karkas Hasil penimbangan bobot dada menghasilkan rataan sebesar 180,08 gram dari keempat perlakuan yaitu P1 sebesar 186,40 gram, P2 sebesar 200,57 gram, P3 sebesar 167,57 gram dan P4 sebesar 165,57 gram (Tabel 7). Hasil perhitungan persentase dada dalam karkas didapatkan rataan sebesar 23,01% dari keempat perlakuan yaitu P1 sebesar 23,78%, P2 sebesar 23,58%, P3 sebesar 22,81% dan P4 sebesar 21,87% (Tabel 8). Hasil analisis variansi tentang bobot dan persentase dada dalam karkas berdasarkan sistem dan lokasi pemeliharaan menunjukan bahwa sistem dan lokasi pemeliharaan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot dada dan berpengaruh tidak nyata terhadap persentase dada (P>0,05). 928
Fiqry Amaludin dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):924-932, September 2013
Hasil uji lanjut dengan BNJ menunjukan bahwa P4 berbeda nyata (P<0,05) terhadap bobot dada. Rataan bobot dan persentase dada sebesar 180,08 gram dan 23,01%, hasil ini lebih kecil dari penelitian Lestari (2011), yaitu sebesar 260,22 gram dan 31,88% pada itik Alabio janan umur 10 minggu. Ini diduga disebabkan karena imbangan kandungan serat kasar dengan protein dalam pakan kurang seimbang seperti yang dijelaskan pada bobot dan persentase paha dalam karkas. Menurut Manin (1997), meningkatnya taraf serat kasar dalam ransum akan menurunkan kecernaan zat makanan, sehingga imbangan energi dan protein yang diserap tubuh menurun. Penurunan imbangan energi dan protein menyebabkan pembentukan komponen tubuh berkurang, akibatnya semakin tinggi serat kasar dalam ransum menyebabkan bobot atau persentase dada menurun, karena dada itik memiliki pertumbuhan yang heterogonik yang secara alamiah disebabkan oleh faktor genetik (Natasasmita, 1990), maka kecepatan penurunan bobot dada lebih tinggi dari pada karkas, sehingga semakin kecil bobot karkas maka semakin kecil pula persentase dada. Tabel 5. Rataan Bobot Dada Itik Mojosari Afkir Bobot Dada (gram) (Rataan ± Standar Deviasi) 1 P1 186,40 ± 21,95ab 2 P2 200,57 ± 36,75ab 3 P3 167,57 ± 29,79ab 4 P4 165,57 ± 38,20a Rataan 180,08 ± 31,67 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) No
Perlakuan
Tabel 6. Rataan Persentase Dada Itik Mojosari Afkir Persentase Dada (%) (Rataan ± Standar Deviasi) 1 P1 23,78 ± 1,39 a 2 P2 23,58 ± 2,26 a 3 P3 22,81 ± 2,45 a 4 P4 21,87 ± 2,47 a Rataan 23,01 ± 2,41 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) No
Perlakuan
Bobot dan Persentase Sayap dalam Karkas Hasil penimbangan bobot sayap menghasilkan rataan sebesar 99,06 gram dari keempat perlakuan yaitu P1 sebesar 105,80 gram, P2 sebesar 101,57 gram, P3 sebesar 94,44 gram dan P4 sebesar 96,57 gram (Tabel 9). Karena itu hasil perhitungan persentase sayap dalam karkas didapatkan rataan sebesar 20,56% dari keempat perlakuan yaitu P 1 sebesar 21,08%, P2 sebesar 19,91%, P3 sebesar 20,61% dan P4 sebesar 20,63% (Tabel 10).
929
Fiqry Amaludin dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):924-932, September 2013
Hasil analisis variansi tentang bobot dan persentase sayap dalam karkas berdasarkan sistem dan lokasi pemeliharaan menunjukan bahwa sistem dan lokasi pemeliharaan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot dan persentase sayap (P>0,05). Rataan bobot sayap sebesar 99,60 gram, bobot ini lebih kecil dari penelitian Randa (2002), yaitu sebesar 147,51 gram pada itik Mandalung. Sementara itu rataan persentase sebesar 20,56%. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Nugraha (2000) pada itik Mojosari jantan umur 10 minggu, yaitu sebesar 16,33%. Anggraeni (1999) memperoleh persentase sayap pada itik lokal jantan umur 12 minggu sebesar 17,50%. Sayap adalah bagian karkas yang lebih banyak mengandung jaringan tulang dibandingkan dengan jaringan ototnya, sehingga yang lebih berpengaruh adalah mineral ransum untuk masa pertumbuhan (Basoeki, 1983). Ini menunjukan bahwa pakan berpengaruh pada pertumbuhan sayap yang telah dijelaskan pada bobot dan persentase paha dalam karkas, sehingga sistem dan lokasi pemeliharaan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot dan persentase sayap. Tabel 7. Rataan Bobot Sayap Itik Mojosari Afkir Bobot Sayap (gram) (Rataan ± Standar Deviasi) 1 P1 105,80 ± 11,53 a 2 P2 101,57 ± 10,47 a 3 P3 94,44 ± 11,13 a 4 P4 96,57 ± 12,09 a Rataan 99,60 ± 11,30 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) No
Perlakuan
Tabel 8. Rataan Persentase Sayap Itik Mojosari Afkir Persentase Sayap (%) (Rataan ± Standar Deviasi) 1 P1 21,08 ± 0,61 a 2 P2 19,91 ± 1,05 a 3 P3 20,61 ± 1,16 a 4 P4 20,63 ± 1,40 a Rataan 20,56 ± 1,05 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) No
Perlakuan
SIMPULAN Sistem pemeliharaan terkurung dan lokasi pemeliharaan di daerah pesisir lebih potensial untuk memperoleh bobot dan persentase bagian-bagian karkas itik Mojosari afkir yang lebih baik dan bobot dan bagian-bagian karkas (paha, dada, punggung dan sayap) pada itik Mojosari afkir yang dipelihara sistem terkurung di lokasi pesisir lebih tinggi dari pada yang dipelihara secara terkurung di lokasi pertanian, terlebih itik Mojosari afkir yang dipelihara secara gembala di lokasi pertanian dan pesisir. 930
Fiqry Amaludin dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):924-932, September 2013
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Fakultas Peternakan Unsoed, Peternak di Kabupaten Cilacap dan rekan-rekan satu tim penelitian. DAFTAR PUSTAKA Anggraeni. 1999. Pertumbuhan Alometri dan Tinjauan Morfologi Serabut Otot Dada (Muscullus Pectoralis dan Muscullus Supracoracoracorideus) Pada Itik Dan Entok Lokal. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Basoeki, B. D. A. 1983. Pengaruh Tingkat Pemberian Ampas Tahu dalam Ransum terhadap Potongan Karkas Komersial Ayam Broiler Betina Strain Hybro Umur 6 Minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ditjen Peternakan. 2011. Statistika Peternakan 2011. Departemen Pertanian. Jakarta. Khodiyah. 2011. Produksi dan Kualitas Fisik Daging Itik Jantan Lokal yang Dipelihara Secara Terkurung dan Gembala di Kabupaten Purbalingga. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Leeson, S. and J. D. Summers. 1997. Commercial Poultry Nutrition. 2nd Ed. University Books. Ontario, Canada. Lestari, F. E. P. 2011. Persentase Karkas, Dada, Paha dan Lemak Abdomen Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu yang Diberi Tepung Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Manin, F. 1997. Penggunaan Tepung Enceng Gondok (Eichorama crassipies mart) dan Azola (Azolla pinnata brown) dalam Ransum Itik Periode Pertumbuhan. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. 3(2) : 13-20 Muhsin. 2002. Persentase Bobot Potong Karkas, Kepala, Leher dan Shank Itik Lokal Jantan yang Diberi Berbagai Level Kayambang (Salvinia molesta) dalam Ransum. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Nutrisi Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Natasasmita, A. 1990. Tumbuh Kembang pada Ternak. Buletin Penelitian Universitas Djuanda Bogor. 1 (1) : 45-50 Nugraha, V. S. 2000. Pertumbuhan dan Persentase Karkas Itik Mojosari Jantan yang Digemukan Oleh Beberapa Peternak Di Kabupaten Pemalang. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Randa, S. Y., I. Wahtuni, G. Joseph, H. Triely Uhy, Rukmiasih, H. Hafid dan A. Parakkasi. 2002. Efek Pembeian Serat Tinggi dan Vitamin-E Terhadap Produksi Karkas dan Non Karkas Itik Madalung. Jurnal Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2002. Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Scott, M. L. and Dean, W.F. 1991. Nutrion and Management of Ducks. Cornell Universuty. Ithaca. New York. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi 4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. CV. Alfabeta. Bandung.
931
Fiqry Amaludin dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3):924-932, September 2013
Suswoyo, I dan Ismoyowati. 2010. Kajian Tingkat Kenyamanan Itik yang Dipelihara Secara Gembala dan Terkurung. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
932